commit to user
DAN SIKAP BAHASA DENGAN KETERAMPILAN MENULIS
RINGKASAN SISWA KELAS V SEMESTER 2
SDN KECAMATAN SUKARAME
KOTA BANDAR LAMPUNG
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
oleh
Mardiyah
NIM : S 840209111
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user xiv
ABSTRAK
Mardiyah, S840209111. Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dan Sikap
Bahasa dengan Keterampilan Menulis Ringkasan Siswa Kelas V Semester 2 SDN Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta, September 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara: (1) kemampuan membaca pemahaman dan keterampilan menulis ringkasan, (2) sikap bahasa dan keterampilan menulis ringkasan, dan (3) kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama-sama dengan keterampilan menulis ringkasan.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Sukarame, SD Negeri 2 Permata Biru Kecamatan Sukarame, dan SD Negeri 1 Waydadi Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung, bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2010. Penelitian ini menggunakan metode survai jenis deskriptif korelasional. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung. Sampel berjumlah 125 orang yang diambil dengan cara simple random sampling.
Instrumen untuk mengumpulkan data adalah tes keterampilan menulis ringkasan, tes kemampuan membaca pemahaman, dan angket sikap bahasa. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik statistik regresi dan korelasi (sederhana, ganda).
Hasil analisis menunjukkan bahwa: (i) ada hubungan positif antara kemampuan membaca pemahaman dan keterampilan menulis ringkasan (rx1y =0,68
pada taraf nyata α =0,05 dengan N=125 pada rt= 0,174); (ii) ada hubungan positif
antara sikap bahasa dan keterampilan menulis rinkasan (rx2y = 0,69 pada taraf nyata α
=0,05 dengan N=125 pada rt= 0,174); dan (iii) ada hubungan positif antara
kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama-sama dengan keterampilan menulis ringkasan (Ry12 = 0,90 pada taraf nyata α =0,05 dengan N=125
pada rt= 0,174),
Dan hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama memberikan sumbangan yang berarti terhadap keterampilan menulis ringkasan siswa SD Negeri di Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel bebas (kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa) dapat menjadi prediktor yang baik bagi variabel terikat/respon (keterampilan menulis ringkasan).
commit to user xv
ABSTRACT
Mardiyah, S840209111. The correlation between the fifth year students’ reading comprehension skill and language outlook and their skill of resume writing at elementary schools at Sukarame subdistrict of Bandar Lampung. Thesis, Surakarta: Indonesia Education Department for master degree, Sebelas Maret University of Surakarta, September 2010
The objectives of this research are to find out whether there is a or there is not correlation between:
1. reading comprehension and the skill of resume writing, 2. language attitude and the skill of resume writing, and
3. the ability of reading comprehension, language attitude together, and the skill of resume writing.
This research was conducted in the elementary public school 1 Sukarame, elementary public school 2 Permata Biru Sukarame subdistrict , and the elementary public school 1 Waydadi Sukarame subdistrict Bandar Lampung, from March to May 2010. The research uses survey method of the type of correllation descrptive. The population in this research were the fifth year students of public elementary school sukarame subdistrict bandar lampung. The samples were 125 students chosen using simple random sampling. The instruments used to collect the data were (i) test for the skill of resume test writing; (ii) reading comprehension ability test; and (iii) language outlook quetionair. The data were analysed using regression statistic technique and correlation (simple, double).
The result of analysis shows that (i) there is a positive correlation between reading comprehension ability and the skill of resume writing (rx1y=0,68 with significant level a=0.05; (ii) there is a positive correlation between language outlook and the skill of resume writing (rx2y=0,69 with significant level a=0,05, N=125 on rt=0,174); and (iii) there is a positive correlation between reading comprehention ability and language attitude together and the skill of resume writing (ry12=0,90 with significant level a=0,05, N=125 on rt=0,174)
From the results of the research above can be concluded that reading comprehension ability and individual or collective language outlook had a significant contribution to the skill of resume writing the elementary public school at Sukarame Subdistrict Bandar Lampung. I
In other words, the two independent variables (reading comprehension ability and language outlook) could be a good predictor for dependent variables (the skill of resume writing).
commit to user
BAB II. KAJIAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ... 8
1. Hubungan Antara Kemampuan Membaca Pemahaman dan Keterampilan Menulis Ringkasan ... 49
commit to user
ix
Sikap Bahasa secara bersama-sama dengan Keterampilan
Menulis Ringkasan ... 50
B. Pengujian Prasyaratan Analisis... 73
C. Pengujian Hipotesis... 77
D. Pembahasan Hasil Penelitian... 84
commit to user
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah adalah agar siswa memiliki
(1) keterampilan berbahasa Indonesia; (2) pengetahuan yang memadai mengenai
ringkasan; dan (3) sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sedangkan untuk
mencapai tujuan pokok pengajaran bahasa Indonesia diarahkan pada empat aspek
keterampilan berbahasa dasar yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Pengajaran menulis diberikan dengan tujuan agar siswa mampu
menuangkan gagasanya dalam bahasa tulis yang lancar dan tertib. Berdasarkan
standar kompetensi pembelajaran ringkasan para siswa diharapkan: (1) mampu
menyampaikan pikiran, perasaan; (2) kemampuan memahami kaidah-kaidah
bahasa Indonesia; dan (3) merasa bangga dan setia menggunakan bahasa
Indonesia. Dengan hal tersebut, pengajaran bahasa khususnya menulis dapat
melahirkan atau membuat seorang siswa bertambah daya pikir, daya khayal dan
sampai pada tingkat kecerdasannya; Hal ini disadari bahwa kompetensi
kebahasaan tidak terlepas dari kemampuan membaca pemahaman karena dalam
membaca pemahaman seorang penulis dituntut untuk memahami ide pokok atau
gagasan penulis yang terdapat dalam bacaan. Kemampuan dan kemauan
seseorang akan berpengaruh terhadap keterampilan menulis ringkasan siswa.
Menulis terdapat beberapa macam dan beberapa tujuan, diantaranya
menulis untuk mengambil suatu intisari atau pokok pikiran, selanjutnya intisari itu
ditulis secara singkat dalam kata-katanya sendiri yang sering disebut menulis
commit to user
keterampilan menulis Ringkasan di Sekolah Dasar belum sesuai dengan yang kita
harapkan.
Sampai saat ini, walaupun siswa sudah dituntut dapat terampil menulis
tetapi hasilnya belum begitu menggembirakan atau belum memadai. Penyebab
rendahnya kemampuan keterampilan menulis ringkasan siswa diduga oleh
beberapa faktor yaitu meliputi faktor dari guru, siswa, maupun lingkungan. Faktor
dari guru dapat dimungkinkan karena kurang optimalnya proses belajar mengajar
menulis yang diselenggarakan; Pemilihan metode yang kurang tepat serta kurang
memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih hal tersebut yang merupakan
sebagian dari faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya kualitas tulisan
siswa.
Faktor dari dalam diri siswa karena rendahnya pengetahuan tentang kaidah
bahasa yang berlaku, minimnya jumlah kosa kata yang dimiliki, dan minimnya
pengetahuan tentang materi yang akan dibahas dalam tulisan.
Apabila dicermati, sebagian faktor yang diduga sebagai penyebab
rendahnya kualitas tulisan siswa di atas berhubungan erat dengan kemampuan
membaca pemahaman mereka. Dengan kata lain faktor-faktor tersebut bersumber
pada rendahnya kemampuan membaca pemahaman siswa. Dengan demikian
kemampuan membaca terutama membaca pemahaman diduga mempunyai
peranan yang cukup penting dalam peningkatan keterampilan menulis ringkasan
commit to user
membaca pemahaman, juga harus didasari oleh sikap positif terhadap bahasa
yang dimiliki siswa. Sayangnya tidak semua siswa memiliki sikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif ini belum tentu dimiliki oleh semua
siswa, mengingat latar belakang bahasa mereka berbeda, lingkungan mereka
berbeda dan sebagainya. Kebiasaan perbedaan pemakaian bahasa Indonesia yang
campur aduk dengan bahasa daerah dan bahasa gaul saat mereka berkomunikasi
dengan sesamanya. Akibat banyak siswa yang menggunakan bahasa secara
serampangan dalam tulisan siswa.
Jadi, selain faktor guru, siswa, dan lingkungan banyak mempengaruhi
kualitas berbahasa tulis mereka. Lingkungan kontak bahasa seperti keluarga dan
teman bermain yang kurang mendukung dalam kegiatan berbahasa siswa yang
positif, dimungkinkan akan menjadi penyebab kurang berkualitas hasil tulisan
siswa.
Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya diadakan penelitian yang
berkaitan dengan keterampilan menulis ringkasan siswa dalam kaitannya dengan
kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Kurang optimalnya pelaksanaan belajar mengajar menulis di kelas.
commit to user
pilihan kata atau diksi, kalimat efektif, dan pengembangan paragraf.
4. Belum semua siswa memiliki kemampuan membaca pemahaman yang baik.
5. Belum semua siswa bersikap positif terhadap ringkasan.
6. Bahasa ibu siswa yang beragam dan lingkungan kontak bahasa yang kurang
mendukung aktifitas bahasa siswa.
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini dapat lebih mendalam, maka
masalah yang akan dibahas terbatas pada:
1. Kemampuan membaca pemahaman siswa dengan keterampilan menulis
ringkasan;
2. Sikap bahasa siswa dengan keterampilan menulis ringkasan;
3. Kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama dalam
kaitannya dengan keterampilan menulis ringkasan. Keterampilan menulis
ringkasan siswa dibatasi pada menulis rangkuman/ringkasan isi buku ilmu
pengetahuan dengan memperhatikan penggunaan kaidah bahasa.
D. Perumusan Masalah.
Bertolak pada pembatasan masalah tersebut masalah penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan
keterampilan menulis ringkasan?
2. Apakah terdapat hubungan antara sikap bahasa dan keterampilan menulis
commit to user
sikap bahasa secara bersama-sama dengan keterampilan menulis ringkasan?
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara
bersama-sama dengan menulis keterampilan menulis ringkasan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya:
a. hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan keterampilan menulis
ringkasan siswa.
b. hubungan antara sikap bahasa dan keterampilan menulis ringkasan siswa.
c. hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara
bersama-sama dengan keterampilan menulis ringkasan siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun praktis bagi guru dan siswa SDN Kecamatan Sukarame Kota Bandar
Lampung, serta masyarakat pembaca pada umumnya.
1. Manfaat Teoretis
Dari segi teoritis, hasil penelitian ini dapat bertujuan untuk:
1) Memberikan masukan atau informasi mengenai ada tidaknya hubungan positif
antara kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa dengan
commit to user
antara variabel bebas (kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa)
dan variabel terikat (keterampilan menulis ringkasan).
3) Memberikan sumbangan kepada teori pembelajaran, yaitu variabel yang
berkenaan dengan menulis serta variabel-variabel yang berperan dalam
hubungannya dengan keterampilan menulis ringkasan. Adapun sumbangan
variabel-variabel yang berhubungan dengan keterampilan menulis ringkasan
tersebut antara lain: kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa.
4) Memperkaya khasanah ilmu khususnya dalam bidang pengajaran dan
mendorong peneliti lain untuk melaksanakan penelitian sejenis yang lebih luas
dan mendalam pada masa-masa mendatang.
2. Manfaat Praktis
Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa
pihak terkait diantaranya:
a. Bagi Guru
1) Hasil penelitian ini bagi guru dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan,
apakah dalam mengembangkan keterampilan menulis ringkasan siswa,
variabel kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa dapat diabaikan
atau tidak. Hal ini dapat diketahui setelah guru memperoleh tentang seberapa
kadar kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut.
2) Hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukan tentang besarnya
sumbangan kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa terhadap
commit to user keterampilan menulis ringkasan.
3) Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
variabel lain yang mempengaruhi keterampilan menulis ringkasan.
4) Hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada guru, sekolah dasar,
khususnya di wilayah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung dalam
menentukan strategi pengajaran keterampilan menulis ringkasan dapat dicapai.
b. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui kemampuan
atau kondisi potensinya dalam hal keterampilan menulis ringkasan, kemampuan
membaca pemahaman dan sikap bahasa. Dengan mengetahui kondisi potensinya
tersebut, mereka dapat mengukur seberapa baik kemampuan yang dimiliki.
c. Bagi Pengelola Pendidikan
Hasil penelitian ini, oleh para pengelola pendidikan bermanfaat sebagai
bahan masukan atau informasi awal tentang kondisi faktual pengajaran
keterampilan menulis ringkasan di Sekolah Dasar. Setidaknya para pengelola
pendidikan dapat mempertimbangkan bagaimana motivasi bagi guru lain, agar
dapat mempertimbangkan dalam menyusun buku teks atau materi ajar yang
sesuai dengan kemampuan siswa dan keberadaan siswa di kecamatan Sukarame
commit to user
8
BAB II
KAJIAAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teoretis
1. Keterampilan Menulis Ringkasan
a. Hakikat Menulis
Menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat
rumit. Dikatakan rumit, sebab menulis merupakan muara dari keterampilan berbahasa
yang lain dan masih perlu didukung oleh pengetahuan kebahasaan yang memadai.
Hal ini senada dengan pendapat Bell dan Burnaby bahwa menulis merupakan
aktivitas kognitif yang kompleks, sebab pada waktu yang bersamaan penulis harus
mengatur sejumlah variabel (dalam Nunan,1989: 57). Variabel dalam tingkat kalimat
terdiri dari pengaturan isi, susunan, struktur kalimat, kosa kata, tanda baca, dan ejaan,
sedangkan variabel di luar kalimat adalah penyusunan dan penggabungan kalimat
menjadi sebuah paragaraf.
Menulis, menurut Mc Crimmon (1976: 2), merupakan kegiatan menggali
pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis,
menentukan cara menuliskan sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah
dan jelas. Sejalan dengan pendapat di atas, St. Y. Slamet (2009: 96) berpendapat
bahwa menulis itu bukan hanya berupa melahirkan pikiran atau perasaan saja,
melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman
Suriamiharja (1997: 2) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu kegiatan
melahirkan pikiran dan perasaan. Menulis merupakan kegiatan berkomunikasi
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak orang lain. Akhadiah (1997: 9) juga
berpendapat bahwa menulis merupakan suatu proses pemikiran, dimulai dengan
pemikiran tentang apa yang disampaikan. Menulis merupakan ajang komunikasi yang
perlu dilengkapi dengan alat-alat penjelas serta aturan-aturan ejaan dan tanda baca.
Sejalan dengan pendapat Suriamiharja dan Akhadiah, John Harris dalam bukunya
Introducing Writing mengungkapkan bahwa ” writing is a process that occurs over a
period of time,...” ( menulis merupakan suatu proses yang terjadi melalui sebuah periode waktu,..). Hal ini membuktikan menulis bukanlah suatu hal yang mudah.
Keterampilan berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang sukar dan
kompleks (Heaton, 1983: 146). Sejalan dengan pendapat tersebut St. Y. Slamet
(2003: 96) bahwa keterampilan menulis dikuasai seseorang sesudah menguasai
keterampilan berbahasa lain. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, jika seseorang
akan mahir dalam menulis apabila sudah berkemampuan menguasai keterampilan
menyimak, berbicara, dan membaca.
Selain pendapat tersebut, Tarigan (1986: 3) berpendapat bahwa menulis
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi
secara tidak langsung dan tidak bertatap muka dengan orang lain. Lebih lanjut
Tarigan menjelaskan bahwa menulis merupakan suatu proses menirukan, melukiskan
lambang-lambang grafis yang menggambarkan bahwa suatu bahasa yang dipahami
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis
merupakan aktivitas manusia yang terarah dan sadar untuk menuangkan ide, gagasan,
pikiran, perasaan, atau pengalaman dalam bentuk tulisan yang diorganisasikan secara
sistematis dengan menggunakan kalimat yang logis, sehingga orang lain dapat
memahami maksud yang disampaikan sesuai dengan tujuan penulis.
b. Maksud dan Tujuan Menulis
Pada prinsipnya fungsi utama dari menulis adalah sebagai alat komunikasi
yang tidak langsung. Maksud dan tujuan menulis yang dimaksudkan adalah respons
atau jawaban yang diharapkan dapat diperoleh dari pembaca, atau perubahan yang
diharapkan akan terjadi pada diri pembaca. Sehubungan dengan hal ini, Hugo Hartig
dalam Henry Guntur Tarigan (1983: 24-25) mengemukakan tujuan penulisan, yaitu
(1) Assignment purpose (tujuan penugasan). Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan
atas kemauan sendiri (misalnya para siswa diberi tugas merangkum buku; sekretaris
yang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat). (2) Altruistic purpose (tujuan altruistik). Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan
kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai
perasaan dan penalaranya, serta ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan
lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang akan dapat menulis secara tepat
guna, kalau dia percaya baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca
yang bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. (4)
Informasional (tujuan penerangan). Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca. (5) Self expressive (tujuan pernyataan
diri). Tulisan ini bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang
kepada para pembaca. (6) Creative purpose (tujuan kreatif). Tujuan ini erat hubunganya dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi ”keinginan kreatif” di sini
melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma
artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai
artistik, nilai-nilai kesenian. (7) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan
masalah). Dalam tujuan seperti ini sang penulis ingin memecahkan masalah yang
dihadapi. Seorang penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi, serta
meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasanya sendiri agar dapat
dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
c. Fungsi dan Kegunaan Menulis
Menulis sebagai kegiatan berbahasa yang produktif menghasilkan tulisan.
Asul Wiyanto (2006: 4) menyatakan bahwa tulisan adalah rekaman peristiwa,
pengalaman, pengetahuan, ilmu serta pemikiran manusia. Tulisan dapat menembus
ruang dan waktu, artinya tulisan dapat dibaca oleh orang yang berbeda di berbagai
tempat pada waktu sekarang dan yang akan datang. Dengan tulisan itu orang lain
yang tinggal ditempat lain yang jauh dapat menangkap dan memahami pengetahuan
Pendapat lain yang disampaikan oleh Henry Guntur Tarigan (1994: 22)
menyatakan pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi
tidak langsung. Komunikasi yang terjadi searah antara penulis dan pembaca. Sebagai
alat komunikasi, tulisan harus mampu menyajikan pikiran penulis secara jelas hingga
mudah dipahami oleh pembaca. Lebih lanjut Sri Hastuti PH (1982: 1) mengatakan
bahwa menulis merupakan kegiatan yang kompleks dengan melibatkan cara berfikir
teratur serta berkemampuan mengungkapkan dalam bentuk tulisan. Dengan demikian
tulisan seseorang dapat menunjukkan keteraturan berpikir penulisnya.
Penjelasan pendapat yang senada mengenai menulis adalah sesuatu yang
lebih jauh dan dalam sekedar menguasai tata bahasa dan tanda baca. Menulis adalah
proses yang dapat mengembangkan dalam berpikir dinamis, kemampuan analitis dan
kemampuan membedakan berbagai hal secara kuat dan valit. Menulis akan
meningkatkan rasa percaya diri, dari rasa percaya dirilah yang akan memunculkan
berbagai kreativitas dan rasa bahagia, Anonim (dalam
http://www.indodigest.com/index.htm,1/10/2007) Tulisan dapat membantu
menjelaskan pola pikir seseorang dan besar kegunaanya bagi kehidupan seseorang.
Menurut Sabarti Akadiah, dkk (1996: 1-2) menyatakan ada delapan kegunaan
menulis yaitu: (1) Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. (2)
Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan; (3) Penulis dapat
lebih banyak menyerap mencari serta menguasi informasi sehubungan dengan topik
yang ditulis; (4) Penulis dapat terlatih mengorganisasikan gagasan secara sistematis
menilai gagasanya sendiri secara lebih objektif; (6) Dengan menulis di atas kertas,
penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya
secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret; (7) Dengan menulis, penulis
terdorong terus untuk belajar secara aktif; (8) Dengan kegiatan menulis yang
terencanakan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.
Selain kegunaan menulis seperti tersebut di atas, Rosemary T, Frunchling dan
N.B Oldman (1996: 7) menyatakan bahwa kita menulis untuk berkomunikasi. Agar
tulisan dapat dipahami maka seseorang harus mampu membuat pernyataan dalam
bentuk kalimat yang efektif. Hal ini untuk menghindari ketidakjelasan pesan yang
disampaikan. Oleh karena itu latihan menulis harus sesering mungkin dilakukan agar
dapat menulis dengan baik.
d. Faktor Kebahasaan dalam Ringkasan.
Dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, kedudukan bahasa sangat
penting. Hal ini dapat dipahami sebab bahasa merupakan alat komunikasi, lebih-lebih
dalam komunikasi tulis. Seorang penulis sangat berhati-hati di dalam menggunakan
bahasa, dengan harapan gagasan yang disampaikan dapat dipahami oleh para
pembaca. Unsur unsur yang harus diperhatikan oleh para penulis meliputi: (1) ejaan
dan tanda baca; (2) pilihan kata atau diksi; (3) kalimat efektif, dan (4) pengembangan
1) Ejaan
Dalam kegiatan tulis menulis, penulis dituntut untuk menggunakan bahasa
yang baik dan benar. Hal tersebut perlu ditunjang oleh penerapan ejaan yang berlaku
dalam ringkasan, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan.
Agar gagasan dan pesan yang disampaikan oleh penulis dapat diterima secara
jelas, ejaan dan tanda baca sangat besar peranannya. Penulis harus memperhatikan
penulisan huruf yang sudah dituangkan dalam Pedoman Umum Ejaan Yang
Disempurnakan.
Penulisan kata yang tertuang pada Pedomam Ejaan Yang Disempurnakan juga
perlu diperhatikan. Penulis harus menyadari bahwa penulisan kata dasar dan kata
berimbuhan.
Dalam perkembangannya, ringkasan banyak menyerap kata-kata dari bahasa
lain. Unsur serapan tersebut ada yang sudah disesuaikan dengan kaidah ringkasan,
baik penguasaan maupun penulisannya, tetapi ada pula yang belum sepenuhnya
disesuaikan. Itulah perlunya penulis, memperhatikan cara penulisan kata serapan
yang sudah dituangkan dalam Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan.
2) Pilihan Kata atau Diksi
Seseorang penulis harus teliti di dalam memilih kata sebab kata-kata harus
digunakan secara tepat dan sesuai dengan konteksnya. Ketepatan dan kesesuaian ini
perlu diperhatikan karena penulisan ilmiah menghendaki ketepatan dan keajekan baik
dalam makna maupun dalam bentuk. Hal ini diharapkan agar tidak terjadi kesalahan
Untuk memilih kata yang tepat dalam menulis, bukan pekerjaan yang mudah.
Bahkan Hemingway (dalam Akhadiah, 1991: 82) mengatakan bahwa memilih kata
secara tepat dan sesuai merupakan bagian yang paling sulit dalam proses penulisan.
Dalam memilih kata harus memperhatikan persyaratan: (1) ketepatan, yang
menyangkut makna dan logika kata-kata; dan (2) kesesuaian, yang menyangkut
kesesuaian antara kata yang dipakai dengan situasi dan keadaan pembaca.
Dalam memilih kata, penulis juga harus memperhatikan: (1) kata yang
bermakna denotatif dan konotatif, (2) sinonim, homofon, homograf, (3) kata abstrak
dan konkret; (4) kata umum dan khusus; (5) kata populer dan kata jadian; dan (6) kata
asing dan kata serapan. Kesemuanya ini harus diperhatikan oleh penulis agar gagasan
yang disampaikan dapat diterima secara tepat oleh pembaca.
3) Kalimat
Seorang penulis harus mampu menuangkan gagasan yang akan disampaikan
dalam kalimat yang efektif. Kalimat efektif harus memiliki kemampuan untuk
menimbulkan kembali gagasan pada pikiran pendengar seperti apa yang ada pada
pikiran penulis (Akhadiah, 1991: 116).
Senada dengan pendapat Akhadiah, Razak (1983: 116) menjelaskan bahwa
kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan
berlangsung dengan sempurna. Kalimat harus mampu membuat isi atau maksud yang
disampaikan penulis tergambar lengkap dalam pikiran pembaca. Dengan demikian
perasaan penulis; dan (b) sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam
pikiran pembaca seperti yang dipikirkan penulis.
Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. kesepadanan dan kesatuan, maksudnya paling tidak kalimat terdiri dari subjek ,
predikat dan melahirkan keterpaduan arti;
2. kesejajaran bentuk, maksudnya menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang sama
dapat dipakai dalam susunan serial;
3. penekanan, menggunakan bagian yang penting dan ditulis pada bagian depan
kalimat;
4. kehematan, maksudnya hemat dalam pemakaian kata dan frase; dan
5. kevariasian dalan struktur kalimat
(Akhadiah dkk.,1991:117).
Gorys Keraf (1983: 117) juga berpendapat bahwa kalimat efektif juga harus:
(a) memiliki kesatuan gagasan; (b) koherensi yang kompak; (c) penekanan; (d)
variasi; (e) pararelisme; dan (f) penalaran.
4) Paragraf
Paragraf merupakan himpunan dari beberapa kalimat yang bertalian dalam
suatu rangkaian untuk membentuk sebuah ide. Sebuah ide paragraf akan membangun
satuan pikiran sebagai kajian dari pesan yang disampaikan oleh penulis (Sakri, 1992:
4). Dengan demikian, paragraf yang baik harus memenuhi syarat: (1) kesatuan,
maksudnya semua kalimat yang membina paragraf itu secara bersama-sama
sebuah kalimat dengan kalimat lain yang membentuk paragraf; dan (3) perkembangan
paragraf, maksudnya penyusunan atau rincian daripada gagasan yang membina
paragraf (Keraf, 1985: 67).
Semi (1990: 55) berpendapat, paragraf mempunyai fungsi: (1) memudahkan
pengertian dan pemahaman dengan memisahkan satu topik dengan topik yang lain;
dan (2) memisahkan dan menegaskan pengertian secara wajar dan formal, untuk
memungkinkan pembaca berhenti lama dari penghentian diakhir kalimat. Dengan
demikian pembaca akan mempunyai kesempatan memusatkan pikiran terhadap topik
atau tema paragraf tersebut.
Gagasan utama dalam paragraf, biasanya dituangkan dalam sebuah kalimat
topik. Kalimat topik perlu didukung oleh kalimat-kalimat penjelas. Menurut Keraf
1985: 70) kalimat topik dapat ditempatkan pada: (1) awal paragraf; (2) pada awal
paragraf kemudian ditegaskan pada akhir paragraf; (3) pada akhir paragraf ; dan (4)
pada seluruh kalimat dalam paragraf tersebut.
Berdasarkan letak kalimat utama, paragraf dibedakan menjadi paragraf: (1)
deduktif, kalimat utama pada awal, (2) induktif, kalimat utama dibagian akhir, (3)
campuran/deduktif/induktif, kalimat utama ada pada bagian awal dan akhir, dan (4)
naratif/deskriptif, yaitu paragraf yang tanpa kalimat utama.
Seperti diungkapkan oleh Gorys Keraf, Akhadiah (1991: 156) berpendapat
bahwa paragraf yang baik juga harus dapat dikembangkan. Artinya inti paragraf
dituangkan pada kalimat utama dari kalimat tersebut harus diperjelas oleh
selalu koheren. Mengenai banyaknya kalimat penjelas sangat bergantung pada
kalimat utamanya.
e. Menulis Ringkasan
Ringkasan berarti suatu catatan ringkas, yaitu dari suatu uraian teori atau
kajian yang terlalu luas ruang lingkupnya, namun tidak mempengaruhi makna atau
arti yang secara konseptual. The Liang Gie (1986: 114) menyatakan bahwa
membuat ringkasan adalah menulis dengan berusaha mengambil intisari suatu uraian
atau pokok pikiran, kemudian intisari itu ditulis dengan singkat dalam kata-katanya
sendiri. Sementara itu Gorys Keraf (1997: 261) mendefinisikan bahwa membuat
ringkasan berarti suatu keterampilan untuk mengadakan reproduksi dari hasil-hasil
karya yang sudah ada, meringkas merupakan suatu cara efektif untuk menyajikan
suatu karangan yang panjang dalam bentuk yang singkat.
Kegiatan menulis ringkasan dalam hal ini diperlukan kemampuan membaca
pemahaman yang cukup. Sebab untuk menulis ringkasan yang komprehensif, penulis
ringkasan harus pandai-pandai menangkap pokok pikiran yang ada dalam bacaan
yang diringkasnya. Selain itu, dituntut harus dapat mengenali kalimat utama yang
terdapat pada masing-masing paragraf. Pada setiap paragraf , penulis ringkasan harus
bisa menafsirkan antara ide pokok dan ide penjelas serta mana paragraf utama dan
mana paragraf pengembang, sehingga secara kompetensi diharapkan ringkasan yang
dibuatnya akan efektif mewakili teks bacaan yang diringkasnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis ringkasan adalah
yang panjang dengan kata-katanya sendiri. Dalam ringkasan, keindahan gaya bahasa,
ilustrasi, serta penjelasan-penjelasan yang terperinci dihilangkan, sedangkan seni
karangannya dibiarkan tanpa hiasan. Walaupun bentuknya ringkas, namun tetap
mempertahankan isi, paragraf, dan pandangan pengarang aslinya.
Sedangkan Walter Pauk mengembangkan untuk para mahasiswa Cornell
University suatu sistem yang disebut” The five R’s of note taking” (pembuat catatan
lima R). Kelima R itu singkatan dari : Record (Rekam), Reduce(Ringkas/Resume),
Recite (Resitasi), Reflect (Renung), Review (Reviu) (dalam The Liang Gie. 1995: 198).
Berdasarkan dari Lima R, untuk Reduce/Ringka s/Resume maksunya adalah pelajaran siswa meringkas fakta-fakta, gagasan, teorei-teori dan konsep-konsep.
Aktivitas membuat ringkasan ini akan memperjelas teori, hubungan antara teori,
memperkuat kesinambungan gagasan dan mempertajam ingatan. Meringkas juga
berguna sebagai persiapan setapak demi setapak dalam menghadapi tes atau ujian.
C. Tujuan Menulis Ringkasan
Kegiatan berlatih menulis ringkasan atau sebuah artikel atau sebuah karya
adalah suatu cara yang paling berguna untuk mengembangkan ekspresi serta
ketepatan dalam pemilihan kata. Latihan-latihan yang itensif akan mengembangkan
daya kreasi dan konsentrasi, serta mempertajam kemungkinan pemahaman karya asli
secara baik, sehingga karya ringkasan itu tampaknya seolah-olah hasil pematangan
diperoleh jika tanpa mempelajari dengan cermat serta memahami apa yang dibaca
atau didengar.
Ringkasan sebagai suatu keterampilan untuk mengadakan reproduksi,
sebenarnya sudah diperkenalkan sejak seorang murid berada di sekolah dasar.
Sebagai suatu bentuk reproduksinya dan sebagai suatu cara untuk mengetahui apakah
seorang siswa benar-benar mengetahui dan memahami isi sebuah buku atau karangan,
maka sebuah ringkasan memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Adanya
kegiatan menulis ringkasan, sebenarnya seseorang mempelajari bagaimana penulis
yang baik dalam menyusun karangannya, bagaimana ia menyampaikan
gagasan-gagasanya ke dalam bahasa yang baik, serta bagaimana ia dapat memecahkan suatu
masalah.
Menulis ringkasan bertujuan untuk memahami dan mengetahui isi sebuah
karangan, maka latihan-latihan untuk maksud tertentu akan membimbing dan
menuntun seseorang agar dapat membaca karangan dengan cermat dan bagaimana
harus menulisnya dengan tepat (Gorys Keraf, 1997: 262).
Berdasarkan dari pendapat tersebut maka untuk mendapatkan hasil atau
tujuan yang memuaskan dalam menulis ringkasan, seseorang siswa dituntut untuk
membaca buku atau karangan asli dengan cermat, mendengar atau menyimak
penjelasan guru dengan penuh konsentrasi serta bagaimana harus menulisnya kembali
dengan tepat suatu ringkasan karangan atau catatan materi pelajaran.
Seseorang tidak akan dapat menulis ringkasan dengan baik jika ia kurang
utama dengan gagasan-gagasan tambahan. Kemampuan membedakan tingkat-tingkat
gagasan dalam karangan akan membantunya mempertajam gaya bahasa, serta
menghindari gagasan-gagasan panjang lebar yang dapat membuat suatu kerancuan
dalam karangan tersebut.
D. Cara Menulis Ringkasan
Beberapa pedoman yang dipergunakan untuk menulis ringkasan yang baik
dan teratur adalah sebagai berikut: 1) membaca naskah asli; 2) mencatat gagasan
utama; 3) membuat reproduksi; 4) melaksanakan ketentuan tambahan (Gorys Keraf,
1995: 263).
Uraian keempat pedoman tersebut sebagai berikut:
1) Membuat Naskah Asli
Seorang penulis ringkasan harus membaca naskah asli hingga berulang kali
supaya dapat mengetahui kesan umum tentang karangan yang dibaca secara
menyeluruh, selain itu untuk mengetahui kesan umum dan maksud sudut pandang
pengarangnya.
Untuk membantu mencapai hal tersebut, penulis harus memperhatikan judul
dan daftar isi, karena perincian daftar ini akan memberikan petunjuk yang jelas
bahwa sebuah karangan mempunyai hubungan pertalian dengan judul atau tidak.
Dengan memperhatikan hal ini, penulis akan mudah mendapatkan kesan umum,
maksud pengarang serta sudut pandang pengarang yang tersirat dalam karangan itu.
Langkah kedua ini penulis kembali membaca karangan, bagian demi bagian,
alenia demi alenia sambil mencatat semua gagasan yang penting. Tujuan terpenting
dari pencatatan ini adalah agar tanpa ada ikatan teks asli, jika seorang penulis akan
kembali memulai menulis untuk menyusun sebuah ringkasan dengan
mempergunakan pokok-pokok yang telah di catat itu. Pada langkah ini yang menjadi
sasaran pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alenia. Semua gagasan
utama atau gagasan penting yang berada di dalamnya dicatat atau digarisbawahi.
3) Membuat Reproduksi
Dalam reproduksi seorang penulis ringkasan menyusun kembali suatu
karangan singkat berdasarkan gagasan utama sebagaimana yang dicatat dalam
langkah sebelumnya, ia harus menyusun kalimat-kalimat baru, merangkaikan semua
gagasan ke dalam suatu wacana yang jelas dan dapat diterima akal sehat sekaligus
menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya.
4) Melaksanakan Ketentuan Tambahan
a. Sebaiknya dalam menyusun ringkasan mempergunakan kalimat tunggal daripada
kalimat majemuk karena kalimat majemuk ada dua gagasan atau lebih yang
bersifat pararel.
b. Bila memungkinkan ringkaslah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Begitu
juga rangkaian gagasan yang panjang hendaknya diganti dengan suatu gagasan
sentral saja.
c. Alinea yang mengandung gagasan ilustrasi, contoh deskripsi dan sebagainya
d. Bila mungkin kata keterangan dan kata sifat dibuang, kecuali keterangan atau kata
sifat yang dipergunakan untuk menjelaskan gagasan umum.
e. Pertahankan gagasan asli serta ringkasan gagasan-gagasan itu dalam urutan
seperti naskah asli.
E. Penilaian Hasil Karangan
Tes kemampuan menulis karangan yang paling sering diberikan kepada siswa
adalah dengan menyediakan tema atau sejumlah tema yang harus dipilih salah satu
diantaranya. Penyediaan tema yang lebih dari sebuah kiranya lebih memberi
kesempatan siswa untuk memilih tema yang menarik untuk dikuasai masalahnya.
Bentuk-bentuk tugas menulis ringkasan dilihat dari adanya tujuan untuk
memahami dan mengetahui isi sebuah buku atau karangan. Penilaian terhadap hasil
ringkasan mempunyai kelemahan pokok, yaitu rendahnya kadar objektifitas.
Bagaimanapun juga dan berapapun kadarnya, unsur subjektivitas penilai pasti
berpengaruh. Sebuah karangan yang dinilai oleh dua orang atau lebih biasanya tidak
akan sama sekornya. Masalah yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kita
mendapatkan atau memilih model teknik penilaian yang memungkinkan penilai untuk
memperkecil kadar subjektifitas.
Penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya bersifat holiatis,
impresif, dan selintas. Jadi penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan
yang diperoleh dari membaca karangan secara selintas. Penilaian yang demikian jika
dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, keahlian itu belum tentu dimiliki oleh para guru
di sekolah.
2. Kemampuan Membaca Pemahaman
a. Pengertian Membaca Pemahaman
Kegiatan membaca, khususnya membaca pemahaman sangat penting bagi
setiap siswa dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal ini didasarkan pada suatu
pemikiran sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan oleh siswa melalui aktivitas
membaca (Nurgiyantoro, 1987: 226). Kemampuan membaca seseorang akan
mempengaruhi keluasan pandangan mengenai berbagai masalah. Bahkan kemampuan
dan kemauan membaca seseorang juga akan berpengaruh terhadap keberhasilan studi
mereka.
Ada beberapa fungsi tentang membaca. Eddie Williams (1990: 6) dalam
bukunya yang berjudul Reading in The Language Classroom menjelaskan ”A simple
(and provisional) difinition of reading is that it is a process where by one looks a
understands what has been written. The keyhere is understand...” . Menurut Eddie Williams, membaca merupakan suatu proses dimana seseorang melihat dan
memahami apa yan telah ditulis. Kata kuncinya adalah memahami. Jadi pembaca
harus memahami ide-ide yang ditulis.
Dalam kegiatan membaca pemahaman, pembaca dituntut untuk memahami
ide pokok atau gagasan penulis yang terdapat dalam bacaan. Kemampuan memahami
gagasan penulis dapat dbedakan menjadi tiga jenis yaitu: (1) kemampuan mengenai
kemampuan memahami gagasan yang mendukung gagasan pokok; dan (3)
kemampuan menarik kesimpulan yang betul dan penalaran yang tepat mengenai
gagasan yang disampaikan penulis (Modul Akta V, 1985:19). Membaca pemahaman
menitikberatkan pada kemampuan memahami isi bacaan secara tepat dan cepat.
Membaca merupakan interaksi aktif antara pembaca dan teks, oleh karenanya
diperlukan pengetahuan tentang bahasa dan topik bacaan yang cukup (Grabe, 1997
dalam Keyko Hayashi, 200). Senada dengan pendapat di atas, Smith dalam guntur
Tarigan (1991: 42) menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses pengenalan,
penafsiran, dan penilaian terhadap gagasan-gagasan yang berkenaan dengan bobot
mental ataupun kesadaran total diri pembaca. Dengan demikian membaca dapat
diartikan sebagai suatu proses yang bersifat kompleks yang bergantung pada
perkembangan bahasa seseorang, latar belakang pengalaman, kemampuan kognitif,
dan sikap pembaca terhadap bacaan. Kemampuan membaca dengan demikian dapat
diartikan sebagai penerapan faktor-faktor tersebut di atas oleh pembaca dalam rangka
mengenali, menginterpretasi, dan mengevaluasi gagasan atau ide yang terdapat
dalam bacaan.
Berdasarkan pada sudut pandang psikolinguistik, Goodman dalam Dubin
(1988: 26) berpendapat bahwa membaca merupakan diskusi jarak jauh antara
pembaca dan pengarang yang didalamnya terdapat interaksi antara bahasa dan
pikiran. Dengan kata lain, penulis menyandikan pikiranya ke dalam bahasa,
sedangkan pembaca menguraikan sandi bahasa tersebut ke dalam pikiranya. Pendapat
membaca adalah aktivitas yang rumit atau kompleks karena bergantung pada
keterampilan berbahasa pelajar dan pada tingkat penalaranya. Ini berarti membaca
merupakan suatu proses yang memerlukan partisipasi aktif pembaca.
Sebagai suatu proses, membaca terdiri dari atas tahap-tahap yang saling
berkaitan. Tahapan-tahapan membaca pada hakikatnya terdiri atas lima tahapan yaitu:
(1) mengidentifikasikan pernyataan isi teks dan kalimat topik, (2)
mengidentifikasikan kata-kata dan frasa-frasa kunci, (3) mencari kosa kata baru, (4)
mengenali organisasi tulisan, dan (5) mengidentifikasikan teknik pengembangan
paragraf.
Berkaitan dengan tahapan membaca Goodman dalam Dubin (1988: 126)
menyatakan bahwa kegiatan membaca adalah suatu permainan tebak-tebakan
psikolinguistik (”a psycholinguistic guessing game”) yang terdiri atas tahap-tahap
tertentu. Artinya dalam proses penguraian sandi atau pemberian makna suatu teks
tertulis pembaca harus melalui tahap-tahap tertentu secara berurutan. Tahap pertama
yang harus dilakukan pembaca dalam proses pemberian makna suatu bacaan adalah
mengenai keserbaragaman penanda linguistik serta menggunakan mekanisme
pemrosesan data linguistik yang dimilikinya untuk menentukan susunan atau urutan
penanda-nada linguistik tersebut. Tahap berikutnya, pembaca memilih di antara
semua informasi yang ada, data-data yang sekiranya cocok, koheren, dan bermakna.
Dari gambaran di atas, Brown (1994: 284) menyatakan bahwa membaca dapat
dikatakan sebagai permainan tebak-tebakan karena dalam memahami suatu tulisan
kesimpulan atas makna-makna tertentu, menentukan apa yang harus diterima atau
ditolak dan seterusnya yang semuanya mengandung resiko.
Bertolak dari pendapat tersebut, untuk menghasilkan suatu tebakan yang tepat
pembaca perlu memanfaatkan informasi, pengetahuan, perasaan, pengalaman, dan
budaya yang dimilikinya sehingga dapat memaknai pesan-pesan yang terdapat dalam
suatu bacaan dengan tepat. Begitu juga seorang pembaca, perlu juga memiliki strategi
yang tepat untuk dapat menemukan pesan yang terkandung dalam bacaan.
Strategi yang dimaksud dapat berbentuk membuat out line dan ringkasan
dengan kata-kata sendiri, mencari kata kunci, mengidentifikasikan ide pokok,
membuat catatan-catatan khusus, menggarisbawahi hal-hal yang dianggap penting
atau pun membuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan.
Berdasarkan uraian di atas, membaca merupakan aktivitas komunikatif yang
memiliki hubungan timbal balik antara pembaca dan isi teks, sehingga faktor
pendidikan, intelegensi, sikap, dan kemampuan berbahasa akan sangat menentukan
proses penyerapan bahan bacaan (Sartinah Hardjono, 1988: 49).
Selanjutnya dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
membaca adalah suatu proses psikolinguistik di mana pembaca menggunakan segala
kemampuannya untuk menyimpulkan makna sesuai dengan maksud penulis. Dengan
b. Jenis Membaca
Membaca pada hakikatnya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Henry
Guntur Tarigan (1987: 13) mengklasifikasikan membaca sebagai berikut:
1) Membaca nyaring
2) Membaca dalam hati yang terbagi atas:
a. Membaca ekstensif yang terdiri atas (membaca survey, membaca sekilas, dan
membaca dangkal).
b. Membaca intensif yang terdiri atas (1) membaca telaah isi, yang terdiri dari
membaca teliti, memba ca pemahaman, membaca kritis dan membaca gagasan. (2)
membaca telaah bahasa terdiri atas membaca bahasa dan membaca sastra.
Lebih lanjut berkaitan dengan variabel bebas yang dikaji dalam penelitian ini,
pembahasan selanjutnya akan terfokus pada membaca pemahaman.
c. Hakikat Membaca Pemahaman
Kemampuan membaca seseorang akan mempengaruhi keluasan pandangan
mengenai berbagai masalah. Bahkan kemampuan dan kemauan membaca seseorang
juga akan berpengaruh terhadap keberhasilan studi seseorang.
Kata pemahaman oleh Mackey (1969: 127) diartikan sebagai masalah
penafsiran (interpretation) dan harapan (expectancy), yaitu penafsiran tentang apa yang diperoleh pembaca dari tulisan yang dibaca dan harapan pembaca untuk
menemukan serta menggunakan hal-hal yang ditemukan dalam bacaan yang
dibacanya. Clark dan V. Clark (1977: 43) senada dengan Mackey memberikan
pembentukan pengertian. Senada dengan dua pendapat tersebut, Smith dalam Tarigan
(1987: 43) mengartikan pemahaman atau comprehension sebagai suatu penafsiran
atau penginterpretasian pengalaman, menghubungkan informasi baru dengan
informasi yang telah diketahui, dan menemukan jawaban-jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan kognitif yang terdapat dalam bacaan.
Bagian lain dari bukunya, Clark dan V. Clark (1977: 45) memandang
pemahaman dari dua proses yang berbeda. Kedua proses tersebut oleh Clark di sebut
”construction proses” dan ”utillization proses”. Construction process adalah sebagai proses pembentukan pengertian berdasarkan kalimat-kalimat yang diperoleh pembaca
dari bahan bacaan, sedangkan utillzation process diartikan sebagai proses bagaimana pengertian yang telah dibentuk dipakai oleh pembaca sebagai aplikasi dari pengertian
yang diperoleh.
Berdasarkan pendapat di atas, dapatlah dikatakan bahwa inti kegiatan dari
membaca adalah suatu pemahaman. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat
Grellet (1986: 3) menyatakan bahwa mengerti suatu teks bacaan tidak hanya sekedar
mengerti apa yang ada, tetapi lebih dalam lagi yakni diperlukan pemahaman.
Menguraikan lebih lanjut tentang membaca pemahaman, Lado (1977: 223)
menyatakan bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan
memahami arti dalam suatu bacaan melalui tulisan atau bacaan. Dari pengertian ini
dapat dikatakan bahwa Lado menekankan adanya dua hal pokok dalam membaca
hanya orang yang telah menguasai bahasa dan simbol grafislah yang dapat melakukan
kegiatan membaca pemahaman.
Menurut Grellet (1986: 13) yang menyatakan bahwa kemampuan membaca
pemahaman merupakan kemampuan menyimpulkan informasi yang diperlukan dalam
bacaan. Sejalan hal tersebut, Goodman (1980: 15) mendukung pendapat Grellet
menyatakan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses
merekonstruksikan pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca. Goodman lebih
lanjut menerangkan bahwa proses rekonstruksi pesan itu berlapis, interaktif, dan
didalamnya terjadi proses pembentukan dan pengujian hipotesis. Selanjutnya hasil
dari pengujian hipotesis tersebut akan dipakai oleh pembaca sebagai dasar menarik
kesimpulan mengenai pesan atau informasi yng disampaikan oleh penulis.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca
pemahaman terjadi apabila terdapat suatu ikatan yang aktif antara daya pikir dan
kemampuan yang diperoleh pembaca melalui pengalaman membaca mereka.
Membaca pemahaman dengan demikian merupakan proses pengolahan informasi
secara intensif, kritis, kreatif, dan apresiatif yang dilakukan dengan tujuan
memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh.
d. Teknik membaca pemahaman.
Agar membaca dapat memahami isi bacaan secara baik, Francis P. Robinson
(dalam Sudarso, 1989:60-64) menyodorkan sistem membaca dengan teknik SQ3R
1) Survey
Dalam tahap ini, pembaca melakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk
mendapatkan gambaran sepintas mengenai isi bacaan, termasuk ide-ide penting yang
disampaikan dan cara mengorganisasikan bahan. Dengan tujuan agar pembaca
mengetahui panjangnya teks, judul bagian (heading), judul subbagian (sub-heading), istilah dan kata kunci. Juga menyiapkan seperti pensil, kertas, dan stabilo untuk
menandai bagian-bagian tertentu.
2) Question
Ketika melakukan survey dapat juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
yang jelas, singkat, dan relevan dengan maksud agar dapat pemahaman isi.
3) Read
Pada kegiatan ini, konsentrasi ditujukan pada penguasaan ide pokok dan
ide-ide penjelasan pada setiap paragraf, yang diperkirakan mengandung jawaban-jawaban
relevan dengan jawaban.
4) Recite
Setelah selesai membaca suatu bagian alinea, sebaiknya berhenti sejenak
sambil memperhatikan dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan teks/alinea tersebut.
5) Review
Review dilakukan setelah selesai membaca secara keseluruhan perlu diulangi untuk menelusuri bagian-bagian yang penting yang perlu diingat dan dikaitkan
Hasil membaca, yang menggunakan teknik SQ3R lebih efektif dengan hasil
pemahaman bacaan sangat memuaskan, karena dengan ini pembaca menjadi aktif dan
terarah langsung pada intisari atau kandungan-kandungan pokok yang tersirat dan
tersurat dalam teks.
e. Pendekatan Dalam Membaca Pemahaman
Proses membaca pemahaman pada hakikatnya tidak terlepas dari adanya
penerapan pendekatan yang digunakan. Secara umum adanya dua konsep pendekatan
dalam membaca pemahaman yakni pendekatan bottom-up dan pendekatan top-down.
Pendekatan bottom-up, membaca dipandang sebagai suatu proses menafsirkan simbol-simbol tertulis yang memulai dari satuan-satuan yang lebih kecil (huruf) dan
kemudian mengarah kesatuan-satuan yang lebih besar (kata, klausa, dan kalimat).
Jadi pembaca menggunakan strategi menafsirkan bentuk-bentuk tertulis guna
memperoleh pemahaman makna suatu bacaan.
Pendekatan top-down sebaliknya lebih menekankan pada rekonstruksi makna dari pada sekedar penafsiran sandi-sandi bentuk bahasa. Dalam pendekatan top-down, interaksi antara pembaca dan teks merupakan inti kegiatan membaca. Proses interaksi
tersebut pembaca akan membawa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya tentang
subjek yang dibacanya. Pembaca akan memanfaatkan pengetahuan kebahasaan,
motivasi, minat serta sikapnya terhadap isi teks untuk merekonstruksikan makna
suatu bacaan. Nunan (1989: 65-66) menyatakan bahwa dalam pendekatan top-down
membentuk hipotesis-hipotesis tentang unsur yang terdapat dalam teks dan kemudian
menggunakan teks tersebut sebagai semacam sampel untuk menemukan betul
tidaknya hipotesis yang telah diajukan.
Nunan lebih lanjut menyatakan bahwa pendekatan top-down sangat
diperlukan dan merupakan koreksi atas pendekatan bottom-up, karena dalam kenyataan sehari-hari proses membaca mengikuti urutan terbalik dari pendekatan
bottom-up yaitu menafsirkan makna terlebih dahulu kemudian mengidentifikasikan kata dan huruf (1989: 33). Jadi dalam hal ini Nunan berpendapat bahwa dalam
membaca seseorang perlu memahami makna terlebih dahulu agar dapat
mengidentifikasi kata-kata dan perlu mengenal kata-kata untuk mengidentifikasi
huruf dan bukan sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa pendekatan bottom-up maupun top-down
masing-masing memiliki kelemahan. Kelemahan utama dari pendekatan bottom-up
bahwa inisiatif proses pemahaman makna dalam tataran yang lebih tinggi harus
menunggu proses penafsiran (decoding) simbol-simbol sandi bahasa seperti huruf dan kata yang berada pada proses tataran yang rendah. Sedangkan kelemahan pendekatan
top-down adalah kurang memberikan peluang pada proses tataran yang lebih rendah untuk mengarah proses tataran yang lebih tinggi seperti pemahaman makna global
melalui pengetahuan latar.
Beranjak dari dua kelemahan pendekatan di atas, Stanovich dalam Nunan
(1989: 67) mengajukan alternatif pendekatan yang berupa intergrasi dua pendekatan
interactive-compensatory. Dalam pendekatan ini pembaca memproses teks dengan memanfaatkan semua informasi yang tersedia secara simultan dari berbagai sumber
yang meliputi fonologis, leksikal, sintaksis, maupun pengetahuan tentang wacana.
Berdasarkan uraian di atas, meskipun dari beberapa pendapat memberikan
gambaran yang berbeda-beda tentang proses membaca pemahaman, jika dicermati
setidaknya terdapat empat ciri umum yang berkaitan dengan proses membaca
pemahaman. Pertama, membaca adalah berinteraksi dengan bahasa yang sudah
disandikan dalam bentuk tulisan. Kedua dari hasil interaksi dengan bahasa tertulis
harus berupa pemahaman. Ketiga, kemampuan membaca erat kaitanya dengan
kemampuan berbahasa lisan. Keempat, membaca merupakan proses yang aktif dan
berkelanjutan yang secara langsung dipengaruhi oleh interaksi-interaksi dalam
lingkunganya.
f. Tujuan Membaca Pemahaman
Membaca dalam konteks ilmiah merupakan kebutuhan yang tidak dapat
ditinggalkan, karena bisa mengembangkan potensi-potensi intelektual dan
bakat-bakat artistik kita, serta dapat mengaktualisasi diri dan memasuki proses sosialisasi
diri sebaik-baiknya. (Slamet, 2009: 85). Senada dengan pendapat di atas, Morrow
sebagaimana dikutip Utari Subiakto (1993: 164-165) menyatakan bahwa tujuan
membaca adalah mencari informasi yang: (1) kognitif dan intelektual yaitu yang
digunakan seseorang untuk menambah keilmuanya sendiri; (2) referensial dan
dunia ini; (3) afektif dan emosional, yaitu yang digunakan seseorang untuk mencari
kenikmatan dalam membaca.
Dalam aktivitas berbahasa, membaca pemahaman selalu melibatkan beberapa
psikologis (mental) seperti kegiatan penilaian, penalaran, pertimbangan,
pengkhayalan, dan pemecahan masalah. Selain itu membaca pemahaman memiliki
empat faktor landasan psikologis, antara lain (1) kapasitas lisan, yaitu kemampuan
bawaan untuk mempelajari bahasa simbol dan kemampuan menangkap
konsep-konsep abstrak; (2) pemahaman pendidikan, yaitu keseluruhan gagasan, pengertian
dan pengetahuan praktis yang diperoleh melalui kontak pribadi dengan lingkungan;
(3) kemampuan berkonsentrasi, yaitu pengarahan pikiran pada pengetahuan tertentu,
gagasan-gagasan dan informasi yang berhubungan dengan pemecahan dan analisis;
dan (4) adanya tujuan sehingga kemampuan mental dapat difokuskan dalam
mempelajari hal-hal tertentu.
Berpijak pada uraian di atas, maka pembaca pemahaman dituntut dapat
melibatkan dirinya secara aktif dalam bacaan, mengolah informasi visual dan non
visual, serta mengkonstruksikan isi yang tersurat dan tersirat dalam bacaan.
g. Pengukuran Kemampuan Membaca Pemahaman
Tes yang bersifat subjektif maupun berbentuk objektif dapat dipergunakan
untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman seseorang. Menurut Soenardi
Djiwandono (1996: 64-65) bahwa tujuan pokok penyelenggaraan tes membaca adalah
mengetahui dan mengukur tingkat kemampuan memahami makna tersurat, tersirat
subjektif maupun objektif. Tes bentuk subjektif dapat dibuat dalam bentuk
pertanyaan yang dijawab melalui jawaban panjang dan lengkap atau sekedar jawaban
pendek. Sedangkan tes objektif dapat disusun dalam bentuk tes melengkapi,
menjodohkan, pilihan ganda atau bentuk-bentuk gabungan.
Burhan Nurgiantoro (1988: 248) berpendapat bahwa pengukuran kegiatan
membaca dapat mencakup dua segi yaitu kemampuan dan kemauan. Kemampuan
membaca lebih berkaitan dengan aspek kognitif yang mencakup enam tingkatan
sedangkan faktor kemauan berkaitan dengan aspek afektif. Lebih lanjut Burhan
Nurgiantoro (1988: 249) menyatakan bahwa tes esai maupun objektif dapat dipilih,
hanya saja untuk mengukur tingkat sintesis dan evaluasi bentuk tes esai lebih mudah
disusun.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kemampuan membaca pemahaman dapat dilakukan melalui tes bentuk esai ataupun
objektif dengan memperhatikan beberapa indikator. Berbicara tentang indikator
kemampuan membaca pemahaman, David Russel yang dikutip Dikjen Dikti (1985:
65-66) menyatakan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan memberi
respon yang tepat dan akurat terhadap tuturan tertulis yang dibaca. Sementara itu
Imam Syafi’ie (1993: 48-49) membedakan pemahaman atas empat tingkatan yaitu (1)
tingkat pemahaman literal, yaitu pemahaman arti kata, kalimat, serta paragraf dalam
bacaan; (2) tingkat pemahaman interpretatif, yaitu pemahaman isi bacaan yang tidak
langsung dinyatakan dalam teks bacaan; (3) tingkat pemahaman kritis, yaitu
isi bacaan; (4) tingkat pemahaman kreatif, yaitu pemahaman terhadap bacaan yang
dilakukan dengan kegiatan membaca melalui berfikir secara interpretatif dan kritis
untuk memperoleh pandangan-pandangan baru, gagasan-gagasan baru, gagasan yang
segar dan pemikiran-pemikiran orisinal.
Sedangkan Anderson (1980: 106) membedakan tingkatan membaca
pemahaman atas tiga tingkatan yaitu (1) membaca barisan, (2) membaca antarbarisan,
dan (3) membaca di luar barisan. Untuk tiga tingkatan tersebut, Anderson (1990:
106), menyatakan terdapat tujuh keterampilan yang terkandung di dalam tingkat
pemahaman yaitu (1) pengetahuan makna kata, (2) pengetahuan tentang fakta, (3)
pengetahuan menentukan tema pokok, (4) kemampuan mengikuti hal yang mengatur
sebuah wacana, (5) kemampuan memahami hubungan timbal balik, (6) kemampuan
menyimpulkan, dan (7) kemampuan melihat tujuan pengarang.
Sehubungan dengan kompetensi yang dituntut dalam membaca pemahaman,
menurut Henry Guntur Tarigan (1987: 37) mengatakan bahwa sesuai dengan tujuan
pengajaran membaca pemahaman, maka indikator kemampuan membaca pemahaman
siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam (1) menetapkan ide pokok; (2)
memilih butir-butir penting; (3) mengikuti petunjuk-petunjuk; (4) menentukan
organisasi bahan bacaan; (5) menentukan citra visual dan citra lainya dalam bacaan;
(6) menarik kesimpulan-kesimpulan; (7) menduga dan meramalkan dampak dan
kesimpulan; (8) merangkum bacaan; (9) membedakan fakta dari pendapat; (10)
Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Alan Davies dan Widdowson
(1974: 167-175) menyatakan bahwa indikator-indikator untuk mengukur kemampuan
membaca pemahaman terdiri atas: (1) acuan langsung yang dirinci dalam kemampuan
memahami makna kata, istilah, ungkapan, kemampuan menangkap informasi dalam
kalimat, dan kemampuan menjelaskan istilah; (2) penyimpulan yang dirinci dalam
kemampuan menemukan sifat hubungan suatu ide dan kemampuan menangkap isi
bacaan yang tersurat maupun tersirat; (3) dugaan yang dirinci dalam kemampuan
menduga pesan yang terkandung dalam bacaan dan kemampuan menghubungkan teks
dengan situasi.
3. Sikap Bahasa
a. Pengertian Sikap
Sebelum menjelaskan pengertian sikap bahasa, terlebih dahulu perlu
dijelaskan pengertian sikap secara umum. Pergertian tentang sikap sudah banyak
dikenal dibidang psikologi. Istilah sikap terjemahan dari bahasa inggris attitude,
artinya tindakan atau tingkah laku. Banaji, menyatakan bahwa sikap adalah
kecenderungan untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek-objek sosial seperti
masyarakat, daerah, dan kebijakan. Juga sikap adalah perpaduan antara persepsi dan
perimbangan yang seringkali menghasilkan orientasi emosi terhadap suatu fenomena
(What is an attitude. Anonim (http://www.gwu.edu/-tip/roger.html).
Poerwadarminta (1985: 944) memberikan batasan sikap sebagai perbuatan
yang didasarkan pada pendirian, pendapat, atau keyakinan. Kemudian Fishbein dan
kecenderungan untuk menanggapi secara taat asas tata cara yang disukai atau tidak
disukai dalam kaitanya dengan suatu objek tertentu.
Ada empat alasan, mengapa kita memiliki sikap. Keempat alasan tersebut
yaitu : (1) sikap membantu kita memahami dunia sekeliling; (2) sikap dapat
melindungi rasa harga diri kita karena sikap dapat membantu menghindari diri dari
kenyataan yang tidak menyenangkan terhadap diri kita; (3) sikap dapat membantu
dalam menyesuaikan diri dengan dunia di sekitar kita; (4) sikap memberikan
kemungkinan kepada kita untuk menyatakan nilai asasi (Triandis dalam Basuki,
1996:32).
Pengertian tentang sikap ada bermacam-macam pendapat, Rokeach (dalam
Basuki, 1996:28) memberikan definisi sikap adalah ”... a relatively enduring
orgnization of beliefs around an object or situation prediposing one to respon in some preferential monner”(... tata kepercayaan yang secara relatif berlangsung lama mengenai suatu objek atau dengan cara tertentu yang disukainya. Dengan demikian
tata kepercayaan harus berlangsung lama dan kecenderungan yang bersifat sementara
tidak dapat disebut sikap.
Menurut Allport ( dalam basuki, 1996 :14) sikap adalah ”....through experience, exerting a directive adynamic influence upon the individual’s response to
all object and situations with which it is related” . (....kesiagaan mental dan saraf, yang tersusun melalui pengalaman, yang memberikan arah atau pengaruh dinamis
dengan kesiagaan itu). Menurut Allport sikap tidak dapat diamati secara langsung
tetapi harus disimpulkan melalui instropeksi dari subjek.
Dari sudut pandang psikologi sosial, sikap pada hakikatnya mempunyai
ciri-ciri (1) bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan otak tersebut dalam hubunganya dengan objeknya; (2) dapat
berubah-ubah, karena dapat dipelajari; (3) tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mengandung
relasi tertentu terhadap suatu objek; (4) objek sikap dapat merupakan suatu hal
tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut; (5) mempunyai
segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. (Gerungan, 1996: 152).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
organisasi pendapat atau keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang
disertai perasaan suka atau tidak suka. Sikap pada hakikatnya memberikan dasar
kepada seseorang untuk merespon sesuatu, mendukung atau tidak mendukung, suka
ataupun tidak suka.
b. Komponen- komponen Sikap
Komponen-komponen dalam sikap saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Komponen sikap terdiri dari: afeksi (perasaan), kognisi (pengertian), dan behavior
(perilaku). Setiap komponen sangat penting dalam pembentukan sikap seseorang.
Gardner (dalam Sandra, 1996: 5) menyatakan bahwa sikap mempunyai komponen
kognitif, afektif, dan konatif (mencakup kepercayaan, reaksi, emosi, dan
kecenderungan psikologi untuk bertindak atau menilai tingkah laku dengan cara
Ryan dan Parke (1991) kaitanya dengan sikap, berpendapat ”....atiituge can be
viewed as evaluations of various objects that are store in memory. According to the tri-component model, an attitude includes affect (a feeling), cognition (a thought), and behavior (an a ction). (....sikap dapat dipandang sebagai evaluasi terhadap beragam objek yang tersimpan dalam memori. Menurut model trikomponen, sikap
mencakup afektif (perasaan), kongnisi (pikiran), dan perilaku (tindakan). (Attitude
Defined:file///A/Attitude.htlm).
Krech dan Crutchfild (1969) mengemukakan bahwa sikap terdiri dari tiga
komponen, yaitu; (1) pengertian dan pemahaman (cognition); (2) perasaan (feeling);
dan (3) kecenderungan bertindak (a ction tendencies). Ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Komponen kongnisi
berhubungan erat dengan pertimbangan rasional dan tanggapan-tanggapan logis
terhadap sasaran (setuju atau tidak setuju). Komponen afeksi berhubungan erat
dengan perasaan emosional (senang tidak senang) terhadap sasaran. Komponen
action berhubungan erat dengan bagaimana kecenderungannya bertindak terhadap sasaran. Ketiga komponen tersebut akan membentuk sikap seseorang. Dengan
demikian sikap seseorang terhadap suatu objek akan berbeda dengan sikap orang lain
terhadap objek tersebut.
c. Pembentukan Sikap
Seperti dikatakan oleh Bimo Walgito (1997:55) bahwa sikap tidak terbawa