• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF DISCLOSURE PADA SANTRI PONDOK PESANTREN AL MUAYYAD SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF DISCLOSURE PADA SANTRI PONDOK PESANTREN AL MUAYYAD SURAKARTA"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF DISCLOSURE PADA SANTRI PONDOK

PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi

Oleh :

SITI ROHMAHWATI

G 0106091

Pembimbing: 1. Dra. Makmuroch, M.S.

2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa apa yang ada dalam skripsi ini, sebelumnya belum pernah terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, sepanjang pengamatan dan sepengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dipergunakan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat kesarjanaan saya.

Surakarta, Desember 2010

(3)
(4)
(5)

commit to user

v
(6)

commit to user

vi
(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikhlas dan setia mendukung baik materi maupun spritual dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku penguji I, yang

telah memberikan pemikiran kritis serta masukanmasukan yang membangun

dalam penyelesaian skripsi ini

2. Ibu Dra. Makmuroch, M.S., selaku dosen pembimbing I atas bimbingan, kepercayaan, kesabaran, serta perhatiannya yang sangat besar kepada penulis. 3. Bapak Aditya Nanda Priyatama, M.Si., selaku pembimbing II atas bimbingan,

serta saransarannya yang membangun selama ini.

4. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi. selaku dosen penguji I yang telah

memberikan pemikiran kritis serta masukanmasukan yang membangun

dalam penyelesaian skripsi ini.

(8)

commit to user

viii

6. Bapak K.H. Abdul Rozak Shofawi, selaku pimpinan Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian pada penulis, Bapak Drs. Masrokan selaku Kepala Madrasah Diniyyah Wustha yang telah memberikan ijin penelitian dan banyak membantu penulis. Terima kasih atas informasi yang telah diberikan.

7. Seluruh siswa Madrasah Diniyyah Wustha Al-Muayyad Surakarta kelas X, atas kesediannya dalam proses pengambilan data.

8. Orangtuaku tercinta, ibu, bapak, atas dukungan, perhatian, dan doa kepada kepada penulis dalam meraih cita-cita dan harapan.

9. Kakak-kakakku tercinta atas perhatian, dukungan dan kritikannya selama ini kepada penulis dalam meraih mimpi.

10.K.H. Abdul Karim, Ust. Muhammad Khoiri, S. Ag., dan Ibu Arifah Billah selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Quraniyy, atas bimbingannya selama penulis mondok.

11.Teman-teman di Pondok Pesantren Al-Quraniyy, khususnya teman satu kamar yang telah mengajarkan arti persahabatan dan kebersamaan kepada penulis.

12.Semua teman di kampus Psikologi UNS tercinta, khususnya Psikologi’06 yang telah mengajarkan penulis arti kebersamaan.

13.Rekan-rekan guru SDIT Al-Anis Kartasura yang telah memberikan dorongan semangat kepada penulis.

(9)

commit to user

ix ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN SECURE ATTACHMENT AND SOCIAL SUPPORT WITH SELF DISCLOSURE TO STUDENTS OF

AL-MUAYYAD BOARDING SCHOOL SURAKARTA

Siti Rohmahwati G0106091

Self-disclosure is the needed factors in interpersonal relationships, because with self-disclosure, person can express his opinions, feelings, ideals and so on, so can make opened relationship. Opened relationship will make a positive reciprocal relationship that produces a sense of security, self-acceptance, so can solve various problems of life. Self-disclosure is very important for students to to build close relationships with their friends, with ustadzs, as well as with staffs of boarding school. There are many things that can increase self-disclosure to students who have secure attachment and social support students who obtained.

This study aims to determine the relationship between secure attachment and social support with self-disclosure to students of Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Research subjects taken by cluster random sampling technique. This study used scale of self-disclosure, scale of secure attachment, and social support scale to collect data. Analysis of data used multiple regression analysis techniques.

The results showed that the value of the F-reg = 7.616, p <0.05, and the value of R = 0.503. From these results we can conclude that the hypothesis in this study received, and there is significant relationship between secure attachment and social support with self-disclosure to students of Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. The value of R ² in this study for 0.253 or 25.3%, where the effective contribution of 21.9% secure attachment and social support 3.39%.

(10)

commit to user

x

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF DISCLOSURE PADA SANTRI PONDOK

PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

Siti Rohmahwati G0106091

Self disclosure merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan dalam hubungan interpersonal, karena dengan adanya pengungkapan diri seseorang dapat mengungkapkan pendapatnya, perasaannya, cita-citanya dan sebagainya, sehingga memunculkan hubungan keterbukaan. Hubungan keterbukaan ini akan memunculkan hubungan timbal balik positif yang menghasilkan rasa aman, adanya penerimaan diri, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup. Self disclosure sangat penting bagi santri agar dapat membina hubungan akrab dengan sesama santri, dengan ustadz, maupun dengan pengasuh. Ada banyak hal yang bisa meningkatkan self disclosure santri di antaranya secure attachment yang dimiliki santri dan dukungan sosial yang didapatkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara secure attachment dan dukungan sosial dengan self disclosure pada santri Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Subjek penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala self disclosure, skala secure attachment, dan skala dukungan sosial. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-reg = 7,616, p < 0,05, dan nilai R = 0,503. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara secure attachment dan dukungan sosial dengan self disclosure pada santri Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Nilai R² dalam penelitian ini sebesar 0,253 atau 25,3%, dimana sumbangan efektif secure attachment sebesar 21,9% dan dukungan sosial 3,39%.

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMANPERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRACT ... ix

ABSTRAK ... x

DAFTARISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN .... ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Perumusan Masalah ... 7

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI ... 9

A. Self Disclosure ... 9

1. Pengertian Self Disclosure ... 9

2. Aspek-aspek Self Disclosure ... 10

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure ... 12

4. Manfaat Self Disclosure ... 14

B. Secure Attachment ... 15

(12)

commit to user

xii

2. Aspek-aspek Secure Attachment ... 17

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Secure Attachment ... 19

4. Manfaat Secure Attachment ... 20

C. Dukungan Sosial ... 21

1. Pengertian Dukungan Sosial ... 21

2. Aspek-aspek Dukungan Sosial ... 22

3. Fungsi Dukungan Sosial ... 24

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Pemberian Dukungan Sosial ... 25

D. Santri Pondok Pesantren ... 26

E. Hubungan antara Secure Attachment dan Dukungan Sosial dengan Self Disclosure pada Santri Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta ... 27

F. Kerangka Pikir ... 31

G. Hipotesis ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi, Sampel, dan Sampling ... 34

D. Metode Pengumpulan Data ... 34

E. Validitas dan Reliabilitas ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Persiapan Penelitian ... 43

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 43

2. Persiapan Penelitian ... 45

(13)

commit to user

xiii

4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46

5. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ... 49

B. Pelaksanaan Penelitian ... 52

1. Penentuan Subjek Penelitian ... 52

2. Pengumpulan Data ... 52

3. Pelaksanaan Skoring ... 53

C. Hasil Analisis Data dan Interpretasi ... 53

1. Uji Asumsi Dasar ... 54

2. Uji Asumsi Klasik ... 56

3. Uji Hipotesis ... 59

4. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ... 63

5. Analisis Deskriptif ... 64

D. Pembahasan ... 67

BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran... ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Self Disclosure ... 36

Tabel 2. Blue Print Skala Secure Attachment ... 37

Tabel 3. Blue Print Skala Dukungan Sosial ... 38

Tabel 4. Jumlah santri Madrasah Diniyyah Wustha Kelas X Pondok Pesantren Al-muayyad Surakarta ... 44

Tabel 5. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Self Disclosure ... 47

Tabel 6. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Secure Attachment ... 48

Tabel 7. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Dukungan sosial ... 49

Tabel 8. Sebaran Aitem Skala Self Disclosure... 50

Tabel 9. Sebaran Aitem Skala Secure Attachment ... 51

Tabel 10. Sebaran Aitem Skala Dukungan Sosial ... 52

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ... 54

Tabel 12. Hasil Uji Linearitas antara Variabel Secure Attachment dengan Self Disclosure ... 55

Tabel 13. Hasil Uji Linearitas antara Variabel Dukungan Sosial dengan Self Disclosure ... 56

Tabel 14. Hasil Uji Multikolinearitas ... 57

Tabel 15. Hasil Uji Otokorelasi ... 58

Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 59

Tabel 17. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 60

Tabel 18. Korelasi antara Secure Attachment dengan Self Disclosure dimana Dukungan Sosial dikendalikan ... 62

Tabel 19. Korelasi antara Dukungan Sosial dengan Self Disclosure dimana Secure Attachment dikendalikan ... 63

Tabel 20. Statistik Deskriptif ... 63

(15)

commit to user

xv

Tabel 22. Kriteria Kategori Skala Secure Attachment dan Distribusi Skor

Subjek ... 65

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A: Alat Ukur Penelitian. ... 80

1. Skala Penelitian Sebelum Uji Coba ... 81

2. Skala Penelitian Setelah Uji Coba ... 96

Lampiran B: Data Uji Coba Skala Penelitian ... 107

1. Data Uji Coba Skala Self Disclosure ... 108

2. Data Uji Coba Skala Secure Attachment ... 112

3. Data Uji Coba Skala Dukungan Sosial ... 117

Lampiran C : Uji Validitas Aitem dan Reliabilitas Skala Penelitian ... 120

1. Uji Validitas Aitem dan Reliabilitas Skala Self Disclosure . 121 2. Uji Validitas Aitem dan Reliabilitas Skala Secure Attachment 123 3. Uji Validitas Aitem dan Reliabilitas Skala Dukungan Sosial 126 Lampiran D : Data Penelitian ... 128

1. Data Skala Self Disclosure ... 129

2. Data Skala Secure Attachment ... 135

3. Data Skala Dukungan Sosial ... 143

Lampiran E : Analisis Data Penelitian ... 149

1. Hasil Analisis Deskriptif ... 150

2. Uji Normalitas ... 151

3. Uji Linearitas ... 153

4. Uji Multikolinearitas ... 154

5. Uji Heteroskedastisitas ... 155

6. Uji Otokorelasi ... 156

7. Uji Hipotesis Analisis Regresi ... 157

(17)

commit to user

xvii Lampiran F: F-tabel dan t-tabel

1. F-tabel ... 165

2. T-tabel ... 166

Lampiran G : Surat Ijin Penelitian dan Surat Keterangan Penelitian... 167

Lampian H : Dokumentasi ... 171

(18)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan arus globalisasi yang begitu cepat telah membawa dampak pada perkembangan teknologi dan modernisasi yang semakin pesat. Perkembangan tersebut juga membawa berbagai macam perubahan dalam hidup manusia. Mulai dari gaya hidup, realitas sosial yang terjadi saat ini, maraknya kriminalitas dengan kekerasan, pergaulan bebas remaja, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang membuat kekhawatiran orang tua semakin besar terhadap masa depan putra putrinya dan mendorong orang tua untuk mencari sebuah bentuk pendidikan yang bisa menyelamatkan putra putri mereka dari dampak negatif modernisasi serta mampu mengembangkan kepribadian dan karakter putra-putri mereka.

Pondok pesantren merupakan salah satu tempat pendidikan keagamaan yang populer di Indonesia yang dianggap mampu mengembangkan kepribadian santri dan ikut serta dalam mencerdaskan bangsa. Pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan yang menyediakan asrama atau pondok sebagai tempat tinggal bersama sekaligus tempat belajar para santri dibawah bimbingan kyai (Maksum, 2003). Selain sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren juga berfungsi sebagai tempat penyiaran agama Islam dan pusat pengembangan masyarakat.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang di dalamnya terjadi interaksi antara kyai atau ustadz sebagai guru dan para

(19)

santri sebagai murid. Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam dengan sistem asrama atau kampus dimana santri-santri menerima pendidikan agama islam melalui sistem madrasah yang sepenuhnya berada di bawah pimpinan seorang atau beberapa orang kyai (Tim peneliti mahasiswa FIAI-UMS, 1990). Sebagai lembaga pendidikan dengan sistem asrama, maka para santri diharuskan untuk tinggal 24 jam di lingkungan pondok pesantren.

Pondok pesantren Al-Muayyad merupakan pesantren yang menerapkan sistem asrama. Para santri diwajibkan untuk tinggal di pesantren selama 24 jam untuk menerima pelajaran. Selain pelajaran agama, santri juga diberikan pelajaran umum, yaitu SMP, SMA, dan MA. Kegiatan santri dimulai setelah sholat Subuh, yaitu mengaji Al-Qur’an yang diasuh oleh ustadz dan ustadzah, kemudian sekolah mulai jam tujuh pagi sampai jam dua belas siang, setelah itu masuk madrasah diniyyah sampai jam empat sore, santri juga diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat dan minatnya dengan memilih kegiatan ekstrakurikuler yang mereka sukai. Setelah sholat maghrib santri mengaji Al-Qur’an lagi. Pengajian kitab dimulai setelah sholat isya’ sampai jam sembilan malam, setelah itu santri diwajibkan belajar. Setelah belajar santri istirahat di kamar masing-masing dan dibangunkan untuk melakukan sholat tahajjud berjamaah jam tiga pagi.

(20)

commit to user

hangat antara sesama santri maupun antara santri dengan ustadz. Agar dapat membina hubungan yang akrab dan interaksi yang hangat tersebut santri perlu melakukan self disclosure. Menurut Altman dan Taylor self disclosure merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi mengenai diri kepada orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab (dalam Gainau, 2009). Self disclosure merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan dalam hubungan interpersonal, karena dengan adanya pengungkapan diri seseorang dapat mengungkapkan pendapatnya, perasaannya, cita-citanya dan sebagainya, sehingga memunculkan hubungan keterbukaan. Hubungan keterbukaan ini akan memunculkan hubungan timbal balik positif yang menghasilkan rasa aman, adanya penerimaan diri, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup. Self disclosure merupakan salah satu hal yang dipelajari oleh anak dari keluarga. Dalam keluarga orang tualah yang berperan mengasuh, membimbing, dan mengarahkan anak. Di lingkungan keluarga biasanya individu mempunyai seorang figur attachment yaitu seseorang dimana individu mempunyai hubungan emosional yang erat dengan figur tersebut. Pada umumnya figur attachment yang dimiliki individu adalah orang yang mengasuhnya, dalam hal ini adalah ibu atau orang tua. Menurut Jones (dalam Bashori, 2003) kualitas kelekatan atau attachment individu dengan figur attachment memiliki pengaruh jangka panjang terhadap perkembangan gejala-gejala psikopatologi, kompetensi sosial dan performansi anak di sekolah.

(21)

khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Ervika, 2005). Berdasarkan kualitas hubungan anak dengan orang tua, maka anak akan mengembangkan konstruksi mental mengenai diri dan orang lain yang akan akan menjadi mekanisme penilaian terhadap penerimaan lingkungan (Bowlby dalam Ervika, 2005).

Anak yang merasa yakin terhadap penerimaan lingkungan akan mengembangkan kelekatan yang aman dengan figur lekatnya (secure attachment) dan mengembangkan rasa percaya tidak saja pada ibu juga pada lingkungan. Hal ini akan membawa pengaruh positif dalam proses perkembangannya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa anak yang memiliki secure attachment akan mampu mengatasi tekanan dalam hidupnya (Schore, 2001) dan menunjukkan kompetensi sosial yang baik pada masa kanak-kanak serta bisa melakukan penyesuaian dengan baik di sekolah (Wilkinson dan Kraljevic, 2004). Anak-anak ini juga lebih mampu membina hubungan persahabatan yang intens, interaksi yang harmonis, lebih responsif dan tidak mendominasi. Sementara itu Grosman dan Grosman (dalam Ervika, 2005) menemukan bahwa anak dengan kualitas kelekatan aman lebih mampu menangani tugas yang sulit dan tidak cepat berputus asa. Kelekatan yang terbentuk pada diri anak sangat penting karena merupakan titik permulaan dari hubungan individu dengan individu lainnya. Apa yang dipelajari dari hubungan attachment antara ibu dan anak akan mempengaruhi kemampuan anak dalam menjalin hubungan dengan orang lain di kemudian hari.

(22)

commit to user

stres dan merasa kesepian karena berpisah dengan keluarganya. Individu yang mengalami stres dan kesepian tidak memiliki ketrampilan sosial dan kompetensi sosial yang diperlukan untuk memulai dan mengembangkan hubungan yang akrab dengan orang lain (Wei dkk., 2005). Agar dapat membina hubungan akrab dengan orang lain santri perlu mengurangi rasa kesepian dan depresi, salah satu cara yang dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan depresi adalah dengan melakukan pengungkapan diri. Tidak semua santri dapat dengan mudah melakukan self disclosure. Santri yang memiliki secure attachment memiliki rasa percaya kepada orang lain dan tidak merasa takut dekat dengan orang lain (Yessy, 2003). Hal itu akan membuat santri lebih mudah untuk melakukan self disclosure.

Sebagian besar santri pondok pesantren Al-Muayyad berusia remaja, yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada masa ini remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuatnya bingung. Menurut Hurlock (1993) pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak ia akan diajari untuk bertindak sesuai umurnya, sedangkan apabila berperilaku seperti orang dewasa ia seringkali dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa. Perubahan-perubahan ini membuat remaja mengalami kebingungan. Sehingga sebagian besar remaja menghadapi masalah baik itu dengan orang tua, teman, pacar maupun dengan kehidupan di sekolah.

(23)

saudara-saudaranya dan harus hidup mandiri tanpa bergantung pada orang lain. Masalah-masalah tersebut bisa membuat santri mengalami stres atau merasa tertekan sehingga akan mengganggu kehidupannya. Dalam menghadapi masalahnya santri membutuhkan bantuan dari orang lain misalnya orang tua, teman, guru, dan ustadz atau kyai. Keberadaan orang lain membuat individu merasa lebih mudah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Seseorang yang mendapatkan banyak dukungan dari orang disekitarnya akan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami depresi, serta lebih kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam perilaku menyimpang seperti mengkonsumsi obat-obatan terlarang, minum-minuman beralkohol dan melakukan tindakan kriminal (Rahardjo dkk., 2008).

Self disclosure merupakan salah satu bentuk komunikasi interpersonal yang pelaksanaannya melibatkan orang lain. Kehadiran orang lain didalam kehidupan pribadi seseorang begitu diperlukan untuk saling memberi perhatian, membantu, mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan kehidupan. Bantuan sekelompok individu terhadap individu atau kelompok disebut dukungan sosial. Individu membutuhkan dukungan sosial baik yang berasal dari teman maupun keluarga. Dukungan sosial diartikan sebagai kesenangan, bantuan, yang diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain atau kelompok (Gibson dalam Andarika, 2004).

(24)

commit to user

dan dihargai (Hartanti, 2002). Self disclosure dapat dilakukan jika individu mau membuka daerah tersembunyi dengan cara memberikan informasi yang bersifat pribadi dan rahasia kepada orang lain. Kesediaan membuka diri tersebut berawal dari adanya penilaian positif terhadap orang lain. Dengan adanya dukungan sosial yang diterimanya diharapkan akan membantu santri melakukan self disclosure karena memiliki rasa percaya kepada orang lain untuk berbagi perasaan dan masalah yang santri alami, serta bersedia membantunya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: apakah ada hubungan antara secure attachment dan dukungan sosial dengan self disclosure pada santri pondok pesantren Al-Muayyad Surakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara secure attachment dan dukungan sosial dengan self disclosure pada santri pondok pesantren Al-Muayyad Surakarta.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

(25)

b. Manfaat Praktis 1) Bagi santri

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat disosialisasikan kepada santri, sehingga dapat membantu santri agar dapat mempertahankan secure attachment pada figur utama yaitu orang tua dan mengembangkan secure attachment pada figur pengganti yaitu guru atau teman serta mencari dukungan sosial yang dapat membantunya mengembangkan self disclosure yang dimilikinya.

2) Bagi para orang tua

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat disosialisasikan kepada orang tua, sehingga dapat membantu orang tua dalam mempertahankan secure attachment dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan santri agar dapat mengembangkan self disclosure yang dimiliki santri. 3) Bagi ustadz atau guru

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat disosialisasikan kepada ustadz atau guru, sehingga dapat membantu ustadz atau guru agar menjadi figur attachment pengganti yang bisa memberikan dukungan sosial kepada santri sehingga bisa mengembangkan self disclosure santri.

4) Bagi peneliti selanjutnya

(26)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Self Disclosure

1. Pengertian Self Disclosure

Self disclosure merupakan proses yang dilakukan individu untuk mengenalkan diri kepada orang lain dengan mengungkapkan informasi tentang dirinya (Mikulincer dan Nachshon, 1991). Culbert (dalam Burgoon dan Ruffner, 1977) mendefinisikan self disclosure sebagai sebuah komunikasi individu tentang informasi secara eksplisit kepada satu atau lebih individu lain yang dipercaya memperoleh informasi itu. DeVito (1997) juga menyebutkan bahwa self disclosure adalah jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan.

Taylor dkk. (2009) mengemukakan pengertian self disclosure yaitu mengungkapkan informasi atau perasaan terdalam kepada orang lain.

Sedangkan menurut Johnson (1993) pengertian self disclosure yaitu mengungkapkan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan di masa kini tersebut. Dengan berbagi informasi, individu menjadi lebih akrab dengan orang lain dan hubungan menjadi lebih erat. Pengungkapan diri harus dengan kejujuran dan keterbukaan bukan hanya menampilkan kebaikan-kebaikan saja seperti tuntutan norma yang ada. Pengungkapan diri dapat berupa tentang berbagai informasi seperti perasaan, sikap, perilaku, keinginan, motivasi dan ide.

(27)

Person (dalam Gainau, 2009) mengartikan self disclosure sebagai tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya.Sedangkan menurutMorton (dalam Sears, 1985) self disclosure merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain.

Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa self disclosure adalah kemampuan mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi, pikiran dan perasaan kepada orang lain agar mengetahui tentang dirinya.

2. Aspek-aspek Self Disclosure

Menurut Wheeless (dalam Adams, 2004) aspek-aspek self disclosure antara lain:

a. Intent, merupakan kesungguhan dalam melakukan self disclosure. Individu

menyadari apa yang di katakan dan diungkapkan kepada orang lain.

b. Amount, merupakan kuantitas dalam melakukan self disclosure. Semakin akrab hubungan individu dengan orang lain maka semakin sering pula individu melakukan self disclosure.

(28)

commit to user

d. Depth, merupakan kedalaman individu dalam mengungkapkan informasi tentang dirinya. Bila individu terbuka kepada orang lain maka akan mengungkapkan segala sesuatu tentang dirinya secara mendalam.

e. Honesty, merupakan kejujuran individu dalam mengungkapkan tentang dirinya kepada orang lain. Semakin akrab hubungan individu dengan orang lain maka akan semakin jujur pula individu tersebut dalam mengungkapkan tentang dirinya.

Menurut Carpenter dan Freese (1979) aspek-aspek self disclosure antara lain:

a. Retrospective self report, yaitu mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain.

b. Intimacy, merupakan keintiman dalam menyampaikan informasi.

c. Inwardness, yaitu keluasan individu dalam mengungkapkan pengalaman pribadi.

Jourard (dalam Sari dkk., 2006) menyebutkan tiga dimensi self disclosure yaitu:

a. Breadth, mengacu pada keluasan materi yang diungkap dan semua materi tersebut dijabarkan dalam enam kategori informasi tentang diri sendiri, yaitu sikap dan pendapat, rasa dan minat, pekerjaan, uang, kepribadian dan tubuh.

(29)

salah mengartikan diri sendiri sehingga yang diberikan kepada orang lain berupa gambaran diri yang salah.

c. Target person, mengacu pada sasaran mengungkapkan diri yaitu kepada ibu, ayah, teman pria, teman wanita, dan pasangan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat diketahui bahwa aspek-aspek self disclosure meliputi: intent, amount, positiveness, depth,dan honesty mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Wheeless (dalam Adams, 2004).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure

Menurut DeVito (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self disclosure yaitu:

a. Besar kelompok, pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada dalam kelompok besar. Kelompok yang terdiri dari dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri.dengan satu pendengar, pihak yang melakukan pengungkapan diri dapat meresapi tanggapan dengan dengan cermat.

b. Perasaan menyukai, individu membuka diri kepada orang-orang yang disukai atau cintai, dan tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak disukai.

(30)

commit to user

d. Kompetensi, orang yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri daripada orang yang kurang kompeten. Orang yang kompeten mempunyai rasa percaya diri yang diperlukan untuk lebih memanfaatkan pengungkapan diri. Orang yang kompeten memiliki lebih banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan daripada orang-orang yang tidak kompeten.

e. Kepribadian, orang-orang yang pandai bergaul dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introvert.

f. Topik, individu lebih cenderung membuka diri tentang topik tertentu daripada topik yang lain. Sebagai contoh individu lebih mungkin mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaan atau hobinya daripada tentang kehidupan seks atau situasi keuangannya.

g. Jenis kelamin, faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis kelamin. Umumnya pria lebih kurang terbuka daripada wanita.

(31)

4. Manfaat Self Disclosure

Self disclosure merupakan hal yang sangat penting dalam interaksi sosial. Menurut Johnson (1993) beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut:

a. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang.

b. Semakin individu bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang tersebut menyukai diri individu tersebut. akibatnya, orang lain akan semakin membuka diri kepadanya.

c. Membuka diri dapat memenuhi kebutuhan individu yaitu untuk dikenal secara intim dan membentuk dasar bagi dukungan dan perhatian.

d. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain

e. Membuka diri meningkatkan kesadaran diri dan pemahaman diri melalui perspektif objektif dari pengalaman dan dari umpan balik individu lain.

Derlega dan Grzelak (dalam Sears, 1985) mengajukan lima fungsi pengungkapan diri yaitu :

a. Ekspresi

(32)

commit to user

b. Penjernihan diri (self clarification)

Dengan saling berbagi perasaan pada orang lain tentang masalah yang dihadapi, berharap mendapat penjelasan dan pemahaman dari orang lain sehingga pikiran akan menjadi jernih dan tenang untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

c. Keabsahan sosial (social validation)

Dengan sudut pandang sendiri akan cenderung menggunakan ukuran yang idealistis menurut diri sendiri, dengan mengkomunikasikannya pada orang lain akan mendapatkan informasi tentang kebenaran dari pandangan diri sendiri, persetujuan, dukungan atau sebaliknya.

d. Kendali sosial (social control)

Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk mengadakan kontrol sosial. e. Perkembangan hubungan (relationship development)

Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri pribadi kepada orang lain dan saling percaya adalah usaha yang penting dalam merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan keakraban.

B. Secure Attachment

1. Pengertian Secure Attachment

(33)

anak merasa percaya pada pengasuh sebagai figur yang selalu siap mendampingi, sensitif dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan atau kenyamanan, dan selalu menolong atau membantunya dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan (Bowlby dalam Yessy, 2003).

Menurut Bee (1992) secure attachment adalah sebuah konstruksi mental dalam hubungan dimana anak menggunakan orang tua sebagai sebuah landasan rasa aman dan ketersediaan menghibur setelah berpisah, ketika takut, atau ketika stress. Sejalan dengan pendapat tersebut Santrock (2003) menyebutkan bahwa secure attachment merupakan pola attachment dimana bayi menggunakan pengasuhnya, biasanya ibu, sebagai landasan rasa aman untuk memulai mengeksplorasi lingkungan. Secure attachment merupakan landasan yang penting bagi perkembangan psikologis berikutnya pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa.

Menurut Beckett (2002) secure attachment yaitu pola attachment dimana anak menunjukkan rasa suka kepada ibunya atau pengasuhnya daripada orang lain. Ibu sensitif, responsif terhadap usaha anak untuk berkomunikasi. Anak yakin bahwa pengasuhnya siap memberi dukungan dan membawa kesenangan padanya, dan menunjukkan kesedihannya ketika berpisah dengan ibunya.

(34)

commit to user

atau protes ketika pengasuhnya pergi dan dengan aktif mencari pengasuhnya sampai pengasuhnya itu kembali.

Stewart dan Friedman (1987) menjelaskan pengertian secure attachment yaitu pola attachment di mana bayi mencoba untuk dekat dengan ibunya dan memberi perhatian lebih pada ibunya daripada kepada orang baru. Kehadiran ibunya di kamar menawarkan mereka landasan rasa aman untuk mengeksplorasi ruangan itu dan mainan. Ketika ibunya kembali ke kamar setelah perpisahan singkat, bayi senang, menyambutnya, dan bermain di dekatnya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa secure attachment adalah pola attachment yang terbentuk dari interaksi antara pengasuh dan anak, dimana anak merasa percaya pada pengasuh sebagai figur yang selalu siap mendampingi, sensitif dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan atau kenyamanan, dan selalu menolong atau membantunya dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan.

2. Aspek-aspek Secure Attachment

Menurut Brennan dan Shaver (1995) aspek secure attachment yaitu: a. Frustration with partners, yaitu kemarahan yang individu rasakan

(35)

b. Proximity seeking, merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mencari kedekatan dengan temannya setelah berpisah, bertukar pikiran dan berita dengan temannya, dan mendampingi teman di saat diperlukan. c. Self reliance, yaitu tidak mau meminta bantuan atau kenyamanan kepada

teman walaupun ketika membutuhkan.

d. Ambivalence, yaitu konflik dalam perasaan mengenai temannya, disatu sisi memerlukan dan menyayangi temannya disisi lain tidak mampu merasa nyaman dengan temannya.

e. Trust/confidence in others, yaitu kemampuan mempercayai orang lain. f. Jealousy/fear of abandonment, yaitu ketakutan tidak dicintai oleh orang

lain.

g. Anxious clinging to partners,yaitu kecemasan bergantung pada orang lain. Robert, dkk. (1996) mengemukakan aspek secure attachment yaitu: a. Close, merupakan kenyamanan yang dirasakan oleh individu atas

kedekatannya dengan orang lain, cenderung mudah untuk dekat dengan orang lain.

b. Depend, merupakan perasaan bahwa orang lain akan selalu ada ketika dibutuhkan.

c. Anxiety, merupakan kekhawatiran tidak dicintai oleh orang lain atau ditinggalkan oleh orang lain.

(36)

commit to user

a. Avoidance, yaitu tidak nyaman dengan kedekatan dan ketergantungan dengan orang lain. Individu dengan secure attachment menunjukkan rendahnya avoidance.

b. Anxiety, yaitu merasa takut terhadap penolakan dan ditinggalkan oleh orang lain. Individu dengan secure attachment menunjukkan rendahnya anxiety.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa aspek secure attachment dari Brennan dan Shaver (1995) yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu: frustration with partners, proximity seeking, self reliance, ambivalence, trust, jealousy, dan anxious clinging to partners. Hal ini dikarenakan peneliti menilai bahwa aspek-aspek ini sudah mewakili aspek-aspek yang lain.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Secure Attachment

Menurut Bowlby (dalam Steward dan Friedman, 1987) faktor-faktor yang mempengaruhi secure attachment adalah:

a. Kasih sayang

(37)

b. Perhatian yang berlanjut

Bayi yang tumbuh lekat dengan ibunya mengalami stres ketika mereka berpisah terlalu lama. Misalnya ketika berada di rumah sakit mereka menangis dan menolak orang lain yang berusaha menenangkannya. Orang tua tidak bisa melindungi bayinya dari reaksi emosi akibat perpisahan, tetapi mereka bisa mengambil langkah untuk mengurangi rasa sakit akibat perpisahan itu. Jika bayi berada di rumah sakit, orang tua bisa sering mengunjunginya atau tinggal di rumah sakit sebanyak waktu yang di ijinkan oleh pihak rumah sakit. Orang tua yang tidak bisa tinggal dan harus pergi, saat mereka kembali, mereka bisa membuat usaha khusus untuk menyenangkan dan merawat anaknya.

c. Temperamen bayi

Bayi dengan pola secure attachment umur satu tahun relatif lebih sedikit menangis dibandingkan bayi dengan pola insecure attachment. Penelitian lain membuktikan bahwa ada hubungan antara bayi dengan temperamen yang sulit dengan insecure attachment.

4. Manfaat Secure Attachment

Santrock (2003) menyebutkan beberapa manfaat secure attachment, antara lain:

(38)

commit to user

hubungan yang aman dengan orang tua mempunyai harga diri yang lebih tinggi dan kesejahteraan emosi yang lebih baik.

b. Sebagai fungsi adaptif untuk menyediakan dasar rasa aman terhadap remaja agar dapat mengeksplorasi dan menguasai lingkungan baru serta dunia sosial yang semakin luas dalam kondisi psikologi yang sehat.

c. Membantu remaja dari kecemasan dan kemungkinan perasaan tertekan atau ketegangan emosi yang berkaitan dengan transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa.

d. Membantu keberhasilan remaja dalam hubungan intim dan harga diri pada awal masa dewasa.

e. Membantu remaja untuk menghasilkan hubungan positif dan dekat di luar keluarga dengan teman sebaya.

C. Dukungan Sosial

1. Pengertian Dukungan Sosial

(39)

Menurut Rahardjo dkk. (2008) dukungan sosial yaitu bantuan yang diterima seseorang dari lingkungannya (orang lain) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Semakin dewasa, individu dituntut untuk dapat lebih mandiri, namun bagaimanapun individu masih membutuhkan bantuan dari orang lain untuk mengatasi masalahnya.

Gottlieb (dalam Smet 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi atau nasehat verbal dan/atau nonverbal, bantuan nyata, atau tindakan yang yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Rook (dalam Smet, 1994) menganggap dukungan sosial sebagai satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial yang mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian nasehat atau informasi, pemberian bantuan material. Sedangkan Sarafino (1990) mengatakan dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dukungan sosial adalah bantuan yang diterima seseorang dari orang lain untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.

2. Aspek-aspek Dukungan Sosial

(40)

commit to user

a. Emotional support

Dukungan ini berkaitan dengan berbagi pengalaman hidup. Tipe dukungan emosional dapat membuat seseorang merasa dihargai apa adanya dan merasa diterima. Perilaku yang mencerminkan penghargaan, afeksi, kepercayaan, dan perhatian termasuk dalam dukungan emosional.

b. Companionship support

Dukungan ini berfungsi untuk mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang sedang dihadapinya atau untuk membangkitkan suasana hati yang positif. Aktivitas seperti berkumpul dan mengobrol di waktu senggang serta berekreasi termasuk dalam kategori ini. Sumber dukungan tipe ini bisaanya adalah teman dekat dan tetangga.

c. Tangible (or material) support

Dukungan ini meliputi bantuan keuangan, barang, dan semua kebutuhan konkret yang diperlukan.

d. Informational support

Bantuan berupa penyediaan informasi atau pengetahuan yang dapat membantu seseorang untuk meningkatkan efisiensi dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal ini dapat menambah kepercayaan diri seseorang mengenai kemampuannya dalam menghadapi tantangan. Perilaku yang dapat ditampilkan berupa memberi saran, balikan, dan pengarahan.

(41)

a. Dukungan emosional, mencakup penghargaan, afeksi, kepercayaan, perhatian, dan mendengarkan. Dukungan emosional merupakan pemberian dukungan berupa ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang-orang yang bersangkutan.

b. Dukungan penilaian, mencakup pengakuan, umpan balik, dan perbandingan sosial. Dukungan penilaian adalah ungkapan hormat secara positif kepada seseorang, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. c. Dukungan informatif, mencakup nasehat, saran, petunjuk-petunjuk dan

informasi.

d. Dukungan instrumental, mencakup pertolongan berupa uang, tenaga, dan waktu yang bersifat langsung.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, aspek-aspek dukungan sosial dalam penelitian ini mengacu pada pendapat House dan Kahn (1985) meliputi: dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan informatif, dan dukungan instrumental.

3. Fungsi Dukungan Sosial

Menurut Orford (2000) dukungan sosial mempunyai fungsi sebagai berikut:

(42)

commit to user

b. Emosional, ekspresif, dukungan afeksi, atau perhatian. Misalnya bantuan dalam bentuk dorongan semangat, kehangatan, cinta, atau dukungan emosional.

c. Penghargaan, penegasan, dukungan penilaian, atau pengakuan. Dukungan penghargaan, yaitu informasi bahwa seseorang dihargai dan diterima. Misalnya ekspresi persetujuan atau pengakuan atas kelayakan atau kebenaran dari beberapa perbuatan atau pernyataan orang lain.

d. Informasional, nasihat, dukungan kognitif, atau petunjuk. Dukungan informasional berarti memberi informasi atau mengajarkan ketrampilan yang bisa menyediakan pemecahan masalah, dan dukungan penilaian yang melibatkan informasi yang membantu seseorang dalam mengevaluasi penampilan pribadi.

e. Persahabatan, atau interaksi sosial yang positif. Misalnya menghabiskan waktu bersama orang lain ketika waktu luang dan kegiatan rekreasi, hal ini bisa mengurangi stres dengan memenuhi kebutuhan berafiliasi dan berhubungan dengan orang lain dengan membantu mengalihkan seseorang dari ketakutan atas masalah, atau dengan memunculkan suasana hati yang positif.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Pemberian Dukungan

Sosial

(43)

a. Pemberi dukungan sosial, dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan memilki arti daripada yang berasal dari sumber yang berbeda b. Jenis dukungan. Jenis dukungan yang diterima akan memberikan arti

berbeda, dukungan itu bermanfaat dan sesuai, atau tepat dengan situasi yang ada.

c. Penerima dukungan, karakteristik penerima dukungan akan menentukan keefektifan dukungan. Karakteristik ini seperti kepribadian, kebisaaan dan peran sosial. Proses yang terjadi dalam dukungan ini dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mencari dan mempertahankan dukungan.

d. Permasalahan yang dihadapi, dukungan sosial yang tepat dipengaruhi oleh kesesuaian antara jenis dukungan yang diberikan dan masalah yang ada. e. Waktu pemberian dukungan, dukungan sosial akan optimal di satu situasi,

tetapi akan menjadi tidak optimal dalam situasi lain.

f. Lama pemberian dukungan, lama atau singkatnya penberian dukungan tergantung pada kapasitasnya. Kapasitas adalah kemampuan dari pemberi dukungan untuk memberi dukungan yang ditawarkan selama satu periode tertentu.

D. Santri Pondok Pesantren

(44)

commit to user

yang biasanya hidup mondok di asrama-asrama yang berada di lingkungan pondok pesantren. Ada dua tipe santri yang belajar di pondok pesantren yaitu:

1. Santri mukim

Santri mukim yaitu santri yang menetap, tinggal bersama kyai dan secara aktif menuntut ilmu dari seorang kyai.

2. Santri kalong

Santri kalong yaitu seorang murid yang berasal dari sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya tidak dengan jalan menetap di dalam pondok pesantren, melainkan semata-mata belajar dan secara langsung pulang ke rumah setelah belajar di pesantren.

E. Hubungan antara Secure Attachment dan Dukungan Sosial dengan Self

Disclosure pada Santri Pondok Pesantren

Self disclosure adalah aspek yang sangat penting yang digunakan untuk mengetahui orang lain dan bisa digunakan untuk membangun persahabatan di lingkungan baru. Self disclosure atau pengungkapan diri merupakan salah satu aspek penting dalam hubungan sosial yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial santri. Menurut Jourard (dalam Tubbs, 2001) self disclosure merupakan gejala pribadi yang sehat, orang yang menampakkan banyak sifat dirinya yang mencerminkan kepribadian yang sehat akan menunjukkan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara terbuka kepada orang lain.

(45)

yang sehat seperti adanya perhatian yang cukup, rasa kasih sayang, rasa aman, solidaritas, dan loyalitas terhadap keluarga sehingga anak merasa dirinya aman dan mendapat rangsangan yang cukup untuk mengeksplorasi lingkungan dan mengembangkan bakat dan minat yang dimilikinya (Kartono, 1983). Situasi seperti ini dapat membuat anak bahagia dan mampu menyesuaikan diri dengan mental yang stabil, tanpa banyak konflik dan frustrasi dan hal tersebut dapat menjadi landasan kokoh bagi sikap hidup positif pada masa dewasa.

(46)

commit to user

Penelitian yang dilakukan oleh Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer dan Orbach, 1995) menyebutkan bahwa individu yang memiliki pola secure attachment mendeskripsikan hubungan mereka sebagai hubungan yang hangat, lebih stabil, dan lebih memuaskan daripada orang yang memiliki pola insecure attachment. Lebih lanjut Mikulincer dan Nachshon (1991) meneliti bahwa individu dengan secure attachment menunjukkan self disclosure yang lebih tinggi dibandingkan individu dengan insecure attachment. Santri dengan secure attachment akan mengutamakan keintiman dan keakraban dalam hubungan dengan orang lain karena tujuan mereka berinteraksi adalah menjadi lebih intim dan dekat secara emosional dengan orang lain. Mereka cenderung mudah untuk membuka diri kepada orang lain dan responsif terhadap pembukaan diri orang lain.

Self disclosure merupakan salah satu bentuk komunikasi interpersonal yang pelaksanaannya melibatkan orang lain. Kehadiran orang lain di dalam kehidupan pribadi santri begitu diperlukan untuk saling memberi perhatian, membantu, mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan kehidupan. Bantuan sekelompok individu terhadap individu atau kelompok disebut dukungan sosial. Individu membutuhkan dukungan sosial baik yang berasal dari teman maupun keluarga. Dukungan sosial diartikan sebagai ketersediaan untuk membantu orang lain yang memiliki hubungan sehingga dapat meningkatkan kualitas hubungan itu (Leavy, dalam Ganster dkk., 1986)

(47)

mengatasi stress dan menghadapi masalahnya (Cohen dkk., 1986). Melalui dukungan sosial individu merasakan adanya kedekatan, perasaan memiliki, penghargaan, serta adanya ikatan yang dapat dipercaya yang dapat memberikan bantuan dalam berbagai keadaan (Ruwaida dkk., 2006). Individu yang mendapatkan banyak dukungan akan merasa bahwa dirinya diperhatikan, dicintai dan dihargai (Hartanti, 2002) sehingga mereka akan mudah membuka diri kepada orang lain, sehingga semakin besar dukungan sosial yang diperoleh individu akan membuatnya lebih mudah untuk melakukan self disclosure.

(48)

commit to user

F. Kerangka Pikir

Hubungan antara secure attachment dan dukungan sosial dengan self disclosure pada santri pondok pesantren Al-Muayyad Surakarta dapat digambarkan dengan kerangka pikiran sebagai berikut:

Bagan kerangka pikir hubungan antara secure attachment dan dukungan sosial dengan self disclosure pada santri pondok pesantren Al-Muayyad Surakarta.

Keterangan : Santri yang memiliki secure attachment dan mendapat dukungan sosial yang tinggi, akan memiliki kemampuan self disclosure yang tinggi pula.

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan adalah: ada hubungan positif antara secure attachment dan dukungan sosial dengan self disclosure pada santri pondok pesantren Al-Muayyad Surakarta.

Secure attachment

Dukungan sosial

(49)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel tergantung : Self disclosure 2. Variabel bebas : a. Secure attachment

b. Dukungan Sosial

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Self Disclosure

Self disclosure adalah kemampuan mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi, pikiran, dan perasaan kepada orang lain agar mengetahui tentang dirinya. Variabel ini diungkap dengan skala self disclosure yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh

Wheeless (dalam Adams, 2004) meliputi: intent, amount, positiveness, depth, dan honesty. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek penelitian, berarti memberikan indikasi bahwa semakin tinggi pula tingkat self disclosure yang dimiliki individu. Semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian, maka memberikan indikasi semakin rendah pula tingkat self disclosure yang dimiliki individu.

2. Secure Attachment

(50)

commit to user

sebagai figur yang selalu siap mendampingi, sensitif, responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan atau kenyamanan, dan selalu menolong atau membantunya dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Variabel ini diungkap dengan skala secure attachment modifikasi dari Brennan dan Shaver (1995) berdasarkan aspek-aspek yaitu: frustration with partners, proximity seeking, self reliance, ambivalence, trust, jealousy, dan anxious clinging to partners.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek penelitian, berarti memberikan indikasi bahwa semakin tinggi pula secure attachment yang dimiliki individu. Semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian, maka memberikan indikasi semakin rendah pula secure attachment yang dimiliki individu.

3. Dukungan Sosial

(51)

C. Populasi, Sampel, dan Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri kelas I Madrasah Diniyah Wustho Almuayyad Surakarta yang terbagi dalam 4 kelas tiap-tiap kelas terdiri dari 15-30 santri dengan jumlah keseluruhan 99 santri.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah santri kelas I Madrasah Diniyah Wustho Almuayyad Surakarta, dengan pertimbangan bahwa tingkat I atau kelas I merupakan tahun awal berlangsungnya proses menjalin hubungan dengan orang lain di lingkungan baru. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 2 kelas.

3. Sampling

Sampling dalam penelitian ini adalah cluster random sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kelas-kelas yang dipilih secara acak berdasarkan undian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

D. Metode Pengumpulan Data

(52)

commit to user

dipisahkan menjadi pernyataan favourable dan pernyataan unfavourable. Skor tiap aitem akan bergerak satu sampai empat.

Aitem favourable nilainya :

Sangat sesuai (SS) : skor 4

Sesuai (S) : skor 3

Tidak sesuai (TS) : skor 2 Sangat tidak sesuai (STS) : skor 1 Aitem unfavourable nilainya :

Sangat sesuai (SS) : skor 1

Sesuai (S) : skor 2

Tidak sesuai (TS) : skor 3 Sangat tidak sesuai (STS) : skor 4

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Skala Self Disclosure

(53)
[image:53.612.143.526.141.591.2]

Tabel 1

Blue Print Skala Self Disclosure

No Aspek Indikator No item Jumlah

Fav Unfav F %

1. Intent

Menyadari apa yang

diungkapkan dan dirasakan

1, 16, 24, 40 6, 8, 17, 30 8 16

2. Amount

Sering berbicara tentang diri sendiri

5, 11, 15 12, 21, 23 6 12

Lamanya individu dalam membicarakan tentang dirinya

35, 43 4, 49 4 8

3. Positiveness

Membicarakan tentang hal-hal yang baik tentang diri sendiri

18, 25, 39, 45 36, 42, 44,

47 8 16

4. Depth

Membicarakan tentang diri secara mendalam

10, 26, 31, 33 3, 14, 38, 46 8 16

5. Honesty

Memiliki rasa

percaya diri 2, 19, 22 7, 9, 13 6 12 Berbicara apa

adanya tentang diri sendiri

27, 32, 37 29, 34, 48 6 12

Berbicara dengan tulus tentang diri sendiri

28, 41 20, 50 4 8

Frekuensi (f) 25 25 50 100

2. Skala Secure Attachment

(54)

commit to user

[image:54.612.145.504.191.642.2]

dan anxious clinging to partners, yang terdiri atas 70 butir aitem dengan 35 aitem pernyataan favourable dan 35 aitem pernyataan unfavourable.

Tabel 2

Blue Print Skala Secure Attachment

No Aspek Indikator No item Jumlah

Fav Unfav f %

1. Frustration with Partners

Merasa tidak

dimengerti 11, 16, 18 2, 34, 36 6 8.57

Merasa tidak

diperhatikan 3, 10 12, 33 4 5.71

2. Proximity Seeking

Mencari kedekatan dengan orang lain

9, 13, 17 7, 20, 37 6 8.57

Terbuka dengan orang lain

15, 58 35, 39 4 5.71

3. Self Reliance

tidak mau minta bantuan kepada orang lain

22, 38, 67 31, 50 5 7.14

Tidak mau menerima kenyamanan dari orang lain

21, 63 25, 40, 59 5 7.14

4. Ambivalence

Merasa ragu dengan perasaannya sendiri tentang orang lain

28, 44, 55, 65, 70

4, 27, 49,

51, 61 10 14.3

5. Trust Mempercayai orang lain

1, 8, 14, 42, 56,

5, 6, 24, 30,

68 10 14.3

6. Jealousy Merasa takut tidak dicintai

32, 43, 45, 53, 66

26, 46, 48,

54, 62 10 14.3

7.

Anxious Clinging to Partners

Merasa orang lain tidak ada untuknya ketika dibutuhkan

29, 41, 52, 64, 69

19, 23, 47,

57, 60 10 14.3

(55)

3. Skala Dukungan Sosial

Skala dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dukungan sosial modifikasi dari Sandhaningrum (2009) yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh House dan Kahn (1985), yang terdiri atas 40 butir aitem dengan 20 aitem pernyataan favourable dan 20 aitem pernyataan unfavourable yang terdiri atas aspek: dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan informatif, dan dukungan instrumental.

[image:55.612.151.514.224.533.2]

Tabel.3

Blue Print Skala Dukungan Sosial

No Aspek Indikator No item Jumlah

Fav. Unfav. f %

1. Dukungan Emosional

Empati 11, 15, 29 12, 14 5 12.5 Perhatian 26, 32 17, 21, 24 5 12.5 2. Dukungan

Penilaian

Penilaian

positif 1, 23 5, 8, 9 5 12.5 Dorongan

untuk maju 18, 25, 40 27, 38 5 12.5 3. Dukungan

Informatif

Pemberian nasehat, petunjuk dan saran

2, 4, 30, 33, 37

3, 7, 10,

35, 39 10 25

4. Dukungan Instrumental

Bantuan langsung

6, 13, 16, 34, 36

19, 20, 22,

28, 31 10 25

Frekuensi (f) 20 20 40 100

E. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

(56)

commit to user

tinggi apabila tes atau instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud.

Salah satu cara sederhana untuk melihat validitas isi yang telah terpenuhi adalah dengan melihat butir-butir dalam skala telah ditulis sesuai dengan blue print-nya, yaitu telah sesuai dengan batasan kawasan ukur yang telah ditetapkan semula dan memeriksa tiap-tiap butir telah sesuai dengan indikator perilaku yang akan diungkap (Azwar, 2008). Analisis rasional ini juga dilakukan oleh pihak yang berkompeten untuk menganalisis skala tersebut. Prosedur validitas skala melalui pengujian isi skala dengan menganalisis secara rasional oleh professional judgement, yaitu pembimbing.

Pengujian validitas skala secure attachment, skala dukungan sosial, dan skala self disclosure dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Corrected Item-Total Correlation, yaitu mengkorelasikan antara skor yang diperoleh masing-masing item dengan skor total.

(57)

Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusu skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti makin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasi rendah mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya tidak baik. Bila kofisien korelasi yang dimaksud ternyata berharga negatif, artinya terdapat cacat serius pada aitem yang bersangkutan.

(58)

commit to user

2. Reliabilitas

Istilah reliabilitas pada prinsipnya menunjukkan sejauh mana pengukuran itu dapat menunjukkan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama (Azwar, 2008). Untuk menguji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi alpha Cronbach.

Tidak ada batasan mutlak yang menunjukkan angka koefisien terendah yang harus dicapai agar suatu pengukuran dapat disebut reliabel. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2005).

F. Teknik Analisis Data

Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian untuk diuji kebenarannya, sehingga diperoleh satu kesimpulan dari penelitian tersebut (Hadi, 2000).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi dengan dua prediktor, dengan alasan karena pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu secure attachment dan dukungan sosial. Jadi analisis regresi dua prediktor digunakan untuk mengetahui korelasi antara secure attachment dan dukungan sosial dengan self disclosure pada santri pondok pesantren.

(59)

a. Uji normalitas, bertujuan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak.

b. Uji linearitas, untuk mengetahui apakah data dari variabel bebas berkorelasi linear dengan data dari variabel tergantung.

c. Uji otokorelasi, untuk mendeteksi bahwa variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri

d. Uji heteroskesdastisitas, untuk mengetahui terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain.

e. Uji multikolinearitas, untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu mode.

(60)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

a. Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta

Pondok pesantren Al-Muayyad berlokasi di Jl. KH. Samanhudi No. 64 Surakarta. Al-Muayyad dirintis tahun 1930 oleh Simbah K.H. Abdul Mannan di atas tanah seluas 3.500 m yang dijariyahkan oleh K.H. Ahmad Shofawi di kampung Mangkuyudan, kelurahan Purwosari, kecamatan Laweyan, kota Surakarta Semula merupakan pondok pesantren dengan corak tasawuf; pesantren dengan kegiatan utama latihan pengamalan syari’at Islam dan belum melakukan pendalaman ilmu-ilmu agama secara teratur. Titik beratnya melatih para santri dengan perilaku keagamaan. Pengajian yang diselenggarakan berkisar pada akhlak.

Pada tahun 1937 kepemimpinan pesantren diserahkan kepada putranya, K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan. Mulailah Al-Muayyad sebagai sebuah pondok pesantren dengan kurikulum yang menitikberatkan pada pendalaman ilmu-ilmu agama Islam. Pada tahun 1939, pengajian Al-Quran dan kitab kuning makin teratur, sehingga dipandang perlu mendirikan Madrasah Diniyyah.

Setelah K.H. Ahmad Umar Abdul Mannan wafat tahun 1980, dalam usia 63 tahun, kepemimpinan Al-Muayyad diserahkan kepada K.H. Abdul

(61)

Rozaq Shofawi. Dalam generasi ketiga inilah, Al-Muayyad melestarikan sistem kepesantrenan yang diidamkan dan dikembangkan oleh dua generasi pendahulu. Yayasan yang menjadi tulang punggung manajemen pesantren diaktifkan, sehingga pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab para pengelola bisa dibakukan. Dengan pola semacam itu, Al-Muayyad berkeinginan mampu mewadahi dukungan masyarakat luas bagi penyiapan generasi muda dalam wadah pesantren dengan manajemen terbuka, karena pesantren sesungguhnya milik masyarakat.

[image:61.612.158.508.216.459.2]

Di pondok pesantren Al-Muayyad terdapat Madrasah Diniyyah Wustha dan Madrasah Diniyyah Ulya. Madrasah Diniyyah Ulya untuk santri setingkat SMP, sedangkan Madrasah Diniyyah Wustha untuk santri setingkat SMA. Santri madrasah Diniyyah Wustha dibagi menjadi tiga program, yaitu program A, program B, dan program C. Pembagian program ini berdasarkan kitab yang diajarkan. Program A mempelajari kitab Alfiah, program B mempelajari kitab Imriti, dan program C merupakan program khusus untuk santri yang berminat menghafalkan Al-Qur’an

Tabel 4

Jumlah santri Madrasah Diniyyah Wustha Kelas X Pondok Pesantren Al-muayyad Surakarta

Kelas Jumlah

Program A 25

Program B 60

(62)

commit to user

2. Persiapan Penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, perlu adanya persiapan yang berkaitan dengan perijinan dan penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian. a. Persiapan Administrasi

Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan pada pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada Pimpinan Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta, dengan nomor 786/H27.1.17.3/TU/2010 agar bisa melakukan penelitian di Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta. Setelah mendapatkan persetujuan dari pihak pesantren, peneliti baru bisa melakukan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

b. Persiapan Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan tiga skala psikologi, yaitu skala self disclosure, skala secure attachment, dan skala dukungan sosial. Persiapan mengenai alat ukur sendiritelah melalui proses professional judgement oleh pembimbing..

3. Pelaksanaan Uji Coba (try out)

(63)

sebagaimana yang diinginkan oleh penulis aitem, dan sebagai salah satu cara praktis untuk memperoleh data jawaban dari responden yang akan digunakan untuk penskalaan.

Uji coba (try out) dilaksanakan selama satu hari, yaitu tanggal 11 Oktober 2010. Uji coba diberikan kepada siswa Madrasah Diniyah Wustha Almuayyad Surakarta kelas X sebanyak 2 kelas yang berjumlah 33 siswa, jumlah siswa sebenarnya 39 siswa tetapi ada 6 siswa yang tidak masuk, sehingga tinggal 33 siswa. Namun, jumlah ini sudah memenuhi syarat untuk dilakukan skoring yang kemudian dapat dianalisis nilai validitas dan reliabilitasnya.

4. Uji Validitas dan Reliabilitas

(64)

commit to user

a. Skala Self Disclosure

Aitem skala self disclosure yang diujicobakan berjumlah 50 aitem. Setelah dilakukan analisis seleksi aitem diperoleh 36 aitem valid yang terdiri dari 18 aitem favorable dan 18 aitem unfavorable dengan indeks daya beda aitem sebesar 0,250 sampai dengan 0,715 dan nilai reliabilitas sebesar 0,874. Rincian distribusi butir aitem valid dan gugur skala self disclosure dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

[image:64.612.114.532.214.644.2]

Tabel 5

Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Self Disclosure

No Aspek Indikator Favourable Unfavourable Jumlah

Valid Gugur Valid Gugur Vali

Gambar

Tabel 23. Kriteria Kategori Skala Dukungan Sosial dan  Distribusi Skor Subjek 66
Tabel 1
  Tabel 2
Blue PrintTabel.3  Skala Dukungan Sosial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis, perhatian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk yang lainnya yang diterima individu dari orang lain ataupun dari

Setiap tahunnya 5-10% dari santri baru di Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalam Surakarta mengalami masalah dalam melakukan proses penyesuaian diri. Para

dukungan sosial dengan penyesuaian diri pada santri di pondok pesantren modern. islam assalam”, Penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul

Segala puji bagi Alla h subhanahu wata’ala Tuhan seluruh alam atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Ûò Ø«¾«²¹¿² Ü«µ«²¹¿² ͱ-·¿´ Ì»³¿² Í»¾¿§¿ ¼¿² Õ»½»®¼¿-¿² Û³±-· ¼»²¹¿². л²§»-«¿·¿² Ü·®·

Kondisi ini dapat diinterpretasikan bahwa siswa santri yang mengambil progam tahfidz atau subjek dalam penelitian ini pada dasarnya memiliki perilaku atau aspek yang terdapat

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisiensi korelasi (rxy) = 0.304 dengan (p ≤ 0,050), hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara dukungan

bahwa dia dapat mengandalkan orang lain ketika membutuhkan bantuan. Dengan kata lain, Reliable alliance merupakan bentuk dukungan sosial dimana individu meyakini akan