• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN STRES KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN STRES KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN STRES KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT

INAP RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi

Untuk memenuhi salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Oleh:

Nita Rizky

G 0104057

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal dengan judul : Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dan

Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di

Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Nama Penulis : Nita Rizky

NIM : G 0104057

Tahun : 2004

Telah disetujui untuk dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji Proposal Prodi

Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 17 Februari 2010

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Bagus Wicaksono, Drs., M.Si Arista Adi Nugroho, S. Psi., MM NIP 19620901 198903 1 003 19800702 200501 1 001

Koordinator Skripsi

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi

Surakarta

Nita Rizky, G 0104057, Tahun 2010

Telah diuji dan disahkan oleh pembimbing dan penguji skripsi

Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari :

Tanggal :

1. Pembimbing I

Drs. Bagus Wicaksono, M. Si ( __________________ )

2. Pembimbing II

Arista Adi Nugroho, S. Psi., MM ( __________________ )

3. Penguji I

Dra. Tuti Hardjajani, M. Si ( __________________ )

4. Penguji II

Aditya Nanda. P., S. Psi., M. Si ( __________________ )

Surakarta, __________________________

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi Psikologi,

Rin Widya Agustin, M. Psi. Drs.

Hardjono, M. Si

(4)

commit to user

iv

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi

ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga

tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang

lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini,

maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Surakarta, Agustus 2010

(5)

commit to user

v

(6)

commit to user

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

!

"# $ %

& &

#

'# %

#

(# ) * )

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT

tidak lupa penulis panjatkan, hanya dengan rahmat dan hidayahNya penyusunan

skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini telah melibatkan

banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih dengan hati yang tulus dan ikhlas kepada:

1. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr, M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Hardjono, M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi yang telah

memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu di Prodi

Psikologi serta memberi bimbingan dan arahan kepada penulis.

3. Drs. Bagus Wicaksono, M.Si selaku dosen pembimbing I, yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan, dan

motivasi kepada penulis dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

4. Arista Adi Nugroho, S. Psi., MM selaku dosen pembimbing II, yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan dan

masukan yang sangat berarti bagi penulis.

5. Dra. Tuti Hardjajani, M. Si selaku dosen penguji I yang memberikan bantuan

(8)

commit to user

viii

6. Aditya Nanda. P., S. Psi., M. Si selaku dosen penguji II yang memberikan

bantuan dan saran yang berarti bagi penulis.

7. Bambang Sugeng Wijonarko selaku Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian

RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan

penelitian.

8. Seluruh perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah bersedia menjadi

subjek penelitian penulis.

9. Seluruh Staf Prodi Psikologi FK UNS untuk segala bantuan dan kemudahan

dalam pelayanannya yang telah diberikan.

10. Ibu dan Bapak serta kakak tercinta terima kasih atas do’a, kasih sayang, dan

motivasinya selama ini tanpa mengenal lelah yang terus membimbingku

menjadi orang yang dewasa, mandiri, dan berguna.

11. Diah Tri Novita, Maharani Christie, Rizki Indrastuti Kusumasari, dan Lia

Ayu Diyanti yang menjadi sahabat terbaik, yang selalu menemaniku dalam

suka dan duka.

12. Seluruh rekan mahasiswa Program Studi Psikologi FK UNS angkatan 2004

dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan

satu per satu. Semoga Allah SWT membalas jasa-jasa dan kebaikan dengan

pahala yang berlimpah.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

siapapun yang membacanya.

Surakarta, Agustus 2010

(9)

commit to user

ix ABSTRAK

Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap

RSUD Dr. Moewardi Surakarta Nita Rizky

Universitas Sebelas Maret

Di dalam industri rumah sakit, perawat merupakan salah satu tenaga medis yang memegang peranan utama karena perawat selama dua puluh empat jam berada disisi pasien. Bagi rumah sakit pergantian tenaga perawat merugikan dan menghabiskan waktu, dan penyebab utama pindah kerja perawat disebabkan oleh rendahnya kepuasan kerja. Berbagai permasalahan yang dialami oleh perawat dengan dokter, pasien, maupun rekan kerja akan berakibat kepada kepuasan kerja, sedangkan kepuasan kerja menentukan sikap dan perilaku perawat. Oleh sebab itu kepuasan kerja perawat menjadi salah satu hal yang sangat penting karena sikap dan perilaku perawat berhubungan dengan kualitas dari pelayanan. Kepuasan kerja menggambarkan sikap suka atau tidak sukanya perawat terhadap pekerjaannya yang berhubungan dengan adanya keberhasilan komunikasi interpersonal dan stres kerja yang rendah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja dengan kepuasan kerja, dan mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja, serta mengetahui hubungan stres kerja dengan kepuasan kerja.

Subjek penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yaitu sebanyak 124 orang. Mengingat populasi yang tidak begitu banyak, maka penelitian ini menggunakan studi populasi dimana seluruh anggota populasi menjadi subjek penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi dan korelasi berganda dengan bantuan komputer program SPSS for MS windows versi 16.

Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja dengan kepuasan kerja dengan nilai korelasi (r) sebesar 0.600 pada taraf signifikansi (p) 0.000. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel komunikasi interpersonal dan stres kerja dapat dijadikan prediktor untuk memprediksi kepuasan kerja. Hasil analisis masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan. Korelasi antara variabel komunikasi interpersonal dan variabel kepuasan kerja sebesar 0.363 pada taraf signifikansi (p) 0.000, sedangkan korelasi antara variabel stres kerja dengan variabel kepuasan kerja sebesar -0.600 pada taraf signifikansi (p) 0.000.

(10)

commit to user

x ABSTRACT

The Relations between Interpersonal Communication and Job Stress and The Job Satisfaction of Nurse in The Installation Care of RSUD Dr.

Moewardi Surakarta

Nita Rizky

University of Sebelas Maret

:In Hospital Industry, nurses are one of the medical staff who take the main role, because almost 24 hours nurses are always beside the patient. For the Hospital turn over of nurses wastes the time and of course it makes the Hospital gets a financial lost too. It happenes because the nurses have low satisfaction level of doing their job. Various problems that are experienced by the nurses with the doctors, the patients, and the colleagues, will result in the nurses’ job satisfaction. In fact, job satisfaction determines the attitude and behaviour of the nurses. Therefore the job satisfaction is important, because the attitude and behaviour of the nurses will represent their service quality to the patients. The job satisfaction describes the like or dislike attitude to the job which is related to the successfulnes of the interpersonal communication and low level job stress.

The aim of this research were to know the relationship between interpersonal communication and job stress with the job satisfaction, and to know the relations of interpersonal communication with the job satifaction, also to know the relations of job stres with the job satisfaction.

The subject of this research was all the nurses in the installation care of RSUD Dr. Moewardi Surakarta which was contained of 124 nurses. Considering the minimum population of the subject so this research used the population study which was all of the member of the population became the subject. The data analysis technique used the regression analysis and multiplied correlation with SPSS for Ms. Windows version 16.

Based on the data analysis the result of relationship between interpersonal communication and the job stress with the job satisfaction was sinignificant with the correlation value (r) of 0,600 in the significance level of (p) 0,000. This result showed that the variable of interpersonal communication and job stress had a role as a predictor to predict the job satisfaction. The correlation between the interpersonal communication variable and the job satisfaction were 0,363 in the significance level of (p) 0,000, whereas the correlation between the job stress variable and the job satisfaction were -0,600 in the significance level of (p) 0,000.

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Kepuasan Kerja ... 13

1. Pengertian Kepuasan Kerja ... 13

(12)

commit to user

xii

3. Faktor-faktor Kepuasan Kerja ... 17

4. Aspek-aspek Kepuasan Kerja ... 21

B. Komunikasi Interpersonal ... 23

1. Pengertian Komunikasi ... 23

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 24

3. Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal ... 25

4. Faktor-faktor Komunikasi Interpersonal ... 26

5. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal ... 29

C. Stres Kerja ... 32

1. Pengertian Stres ... 32

2. Pengertian Stres Kerja ... 33

3. Sumber-sumber Stres Kerja... 34

4. Faktor-faktor Stres Kerja ... 36

5. Aspek-aspek Stres Kerja ... 37

D. Hubungan Komunikasi Interpersonal dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat... 41

E. Kerangka Berpikir Konseptual ... 44

F. Hipotesis ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 46

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 46

C. Populasi ... 48

(13)

commit to user

xiii

E. Validitas dan Realiabilitas ... 58

F. Teknik Analisis Data... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Persiapan Penelitian ... 63

1. Orientasi Tempat Penelitian ... 63

2. Persiapan Alat Pengumpul Data ... 65

B. Pelaksanaan Penelitian ... 72

1. Penentuan Responden Penelitian ... 72

2. Pengumpulan Data Uji Coba Alat Ukur ... 72

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 72

4. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ... 80

5. Pengumpulan Data Penelitian ... 80

C. Analisis Data ... 81

1. Uji Asumsi ... 81

2. Uji Hipotesis ... 86

3. Analisis Deskriptif ... 89

D. Pembahasan ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Pernyataan Favorable dan Unfavorable ... 51

2. Blue Print Skala Kepuasan Kerja ... 53

3. Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal ... 55

4. Blue Print Skala Stres Kerja ... 57

5. Distribusi Skala Kepuasan Kerja Sebelum Uji Coba ... 67

6. Distribusi Skala Komunikasi Interpersonal Sebelum Uji Coba ... 69

7. Distribusi Skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba ... 71

8. Distribusi Skala Kepuasan Kerja Sesudah Uji Coba ... 74

9. Distribusi Skala Komunikasi Interpersonal Sesudah Uji Coba ... 76

10. Distribusi Skala Stres Kerja Sesudah Uji Coba ... 78

11. Hasil Analisis Reliabilitas Aitem Skala Kepuasan Kerja ... 79

12. Hasil Analisis Reliabilitas Aitem Skala Komunikasi Interpersonal ... 79

13. Hasil Analisis Reliabilitas Aitem Stres Kerja ... 80

(15)

commit to user

xv

15. Hasil Uji Linieritas Komunikasi Interpersonal

dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja ... 83

16. Hasil Uji Multikolinieritas ... 84

17. Hasil Uji Hetrokedastisitas ... 85

18. Hasil Uji Autokorelasi ... 86

19. Hasil Analisis Regresi Linier ... 87

20. Hasil Korelasi Berganda ... 88

21. Statistik Deskriptif ... 89

(16)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan kesehatan yang baik perlu mendapatkan perhatian kita semua.

Sebagaimana diketahui, pelayanan kesehatan melibatkan banyak pihak, baik dari

pemerintah, masyarakat, maupun pelaku pelayanan itu sendiri. Pelaku pelayanan

dalam melaksanakan tugasnya tidak bisa lepas dari berbagai masalah yang sering

terjadi di dunia kerja.

Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat

adalah ilmu kesehatan tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau the health

science of caring. Caring adalah memberikan bantuan kepada individu atau

sebagai advokasi pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya

(Linberg dalam Nursalam, 2008). Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk

memandirikan pasien sehingga dapat berfungsi secara optimal (Rusdi, 2008).

Perawat sebagai seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk

turun serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi,

pencegahan penyakit, baik yang dilaksanakan sendiri maupun di bawah

pengawasan dokter atau suster kepala, maka kadar keterlibatan kerja akan

menentukan bagaimana kualitas kerja perawat tersebut dalam merawat pasien

dengan menerapkan pendekatan komprehensif dan merencanakan perawatan yang

bersifat individual berdasarkan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan

spiritual dari pasien, pada tingkat tumbuh kembang yang berbeda. Pelayanan

(17)

commit to user

kesehatan secara keseluruhan, karena tenaga perawat selama dua puluh empat jam

harus berada di sisi pasien (Darmawan, 2002).

Hal yang sering menjadi permasalahan bagi perawat salah satunya adalah

masalah yang terkait dengan kepuasan kerja. Menurut As’ad (1992) kepuasan

kerja menjadi masalah yang menarik dan penting karena terbukti manfaatnya baik

bagi kepentingan individu, industri dan masyarakat. Bagi individu, penelitian

tentang sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan kerja memungkinkan

timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Bagi industri,

penelitian tentang kepuasan kerja dilakukan dalam usaha peningkatan produksi

dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya.

Selanjutnya masyarakat tentu akan mengetahui hasil kapasitas maksimal dari

industri serta naiknya nilai manusia di dalam konteks pekerjaan.

Menurut Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2001) kepuasan kerja

didefinisikan sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya

tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain

kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Gibson,

Ivancevich, dan Donelly (dalam Sutanto, 2002) menyatakan kepuasan kerja

merupakan ekspresi seseorang terhadap penghargaan (well-being) yang

diterimanya terkait dengan pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan yang

diterima dapat berbentuk intrinsik maupun ekstrinsik. Penghargaan intrinsik dapat

berupa adanya perasaan tanggung jawab, tantangan, dan pengakuan dari orang

lain. Penghargaan ekstrinsik dapat berupa gaji, kondisi kerja, tingkat pengawasan,

(18)

commit to user

Spector (dalam Arofani dan Seniati, 2007) menyatakan bahwa kepuasan

kerja merupakan salah satu bentuk sikap yang paling sering diteliti oleh para ahli

dalam penelitian mengenai perilaku keorganisasian. Hasil penelitian Andrew

Oswald dan Jonathan Gardner dari Warwick University menyatakan dari tahun

1990 sampai dengan tahun 1998 terjadi penurunan 85% kepuasan kerja para

pegawai sektor layanan publik seperti dokter, perawat, guru, dosen, dan pegawai

negeri sipil di Britania Raya (Satria, 2007). Menurut Munandar (2001) kepuasan

kerja karyawan dirasakan penting karena memiliki dampak terhadap absenteeism

dan pindah kerja (turnover). Karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah

cenderung untuk tidak hadir dan keluar dari pekerjaannya.

Menurut Kettle, perawat memegang peranan utama dalam hal perawatan

kesehatan. Oleh karena itu penggantian dari tenaga perawat sangat merugikan dan

menghabiskan waktu. Sedangkan Weisman berpendapat bahwa penyebab utama

dari pindah kerja tenaga perawat disebabkan oleh rendahnya kepuasan kerja.

Selanjutnya menurut Lee, kesuksesan dalam industri rumah sakit tergantung dari

bagaimana mengatur dan mempertahankan perawat sehingga tidak terjadi pindah

kerja (dalam Stefanie, 2004).

Lawler mengemukakan teorinya yang disebut teori “Model Aspek

Kepuasan” (Satisfaction Facet Model) yang menyatakan bahwa individu

dipuaskan dengan suatu aspek khusus dari pekerjaan mereka seperti: rekan kerja,

atasan, upah, dan lain-lain, jika jumlah aspek yang mereka alami tersebut adalah

yang seharusnya mereka peroleh karena telah melaksanakan pekerjaannya sama

(19)

commit to user

Herzberg memperkuat pendapat tersebut dengan melakukan penelitian

terhadap 200 orang insinyur dan akuntan. Hasil penelitian Herzberg tersebut

melahirkan dua simpulan. Pertama, ada serangkaian kondisi atau faktor ekstrinsik

keadaan pekerjaan (job context) yang menyebabkan rasa tidak puas di kalangan

karyawan bila kondisi tersebut tidak ada. Faktor-faktor tersebut meliputi:

kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, supervisi, kondisi kerja, hubungan

antar-pribadi, gaji, status, dan keamanan. Kedua, serangkaian kondisi intrinsik isi

pekerjaan (job content) yang meliputi: prestasi, pengakuan, tanggung jawab,

kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang. Gilmer juga

mengemukakan sepuluh aspek yang dinilai memiliki kontribusi terhadap kepuasan

kerja yaitu keamanan, kesempatan untuk maju, perusahaan dan manajemen, upah

atau gaji, aspek intrinsik dari pekerjaan, supervisi, aspek-aspek sosial dari

pekerjaan, komunikasi, kondisi-kondisi kerja, dan benefit (dalam Temaluru,

2001).

Salah satu faktor yang menunjang kepuasan kerja menurut Munandar

(2001) adalah rekan-rekan sejawat. Di dalam kelompok kerja dimana para

pekerjanya harus bekerja dalam satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul

karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri,

kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi. Kepuasan kerja yang ada pada diri

pekerja timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan

kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosialnya dipenuhi),

misalnya tenaga kerja yang dalam menjalankan tugas pekerjaannya memperoleh

(20)

commit to user

komunikasi dan kepuasan kerja yaitu hasil penelitian yang dilakukan di

Washington bahwa 80 % dokter dan 50 % perawat mengaku melihat rekan kerja

mereka melakukan kekeliruan, namun hanya 10 % dari tenaga medis tersebut

yang bersedia mengkomunikasikan kekeliruan tersebut, dan mereka merasa puas

dan lega dengan lingkungan kerjanya. Kekeliruan tersebut adalah kesalahan

pemberian obat atau dosis, kesalahan operasi, dan penyebaran bakteri. Kekeliruan

tersebut mengakibatkan kematian puluhan dari ribuan orang di Amerika Serikat

(Iyan, 2005).

Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar

perawat dan tim kesehatan lainnya, dan untuk pemberian informasi dan kejelasan

dari masing-masing individu sesuai dengan kedudukannya. Menurut Tappen

komunikasi sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan dan pendapat, memberikan

nasehat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang saling bekerjasama (dalam

Nursalam, 2002).

Supratiknya mengatakan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila

penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan

oleh pengirim pesan. Komunikasi interpersonal sangat penting bagi kelangsungan

hidup manusia. Selanjutnya Johnson menyatakan bahwa komunikasi interpersonal

akan memudahkan terjadinya saling pemahaman diantara orang-orang yang

terlibat dalam komunikasi dan selanjutnya mengembangkan suatu relasi yang

memuaskan bagi kedua belah pihak serta kerja sama yang efektif (dalam

(21)

commit to user

Menurut Lee (dalam Stefanie, 2004) kepuasan kerja pada perawat menjadi

salah satu hal yang sangat penting dalam industri rumah sakit karena sikap dan

perilaku karyawan berhubungan dengan kualitas dari pelayanan. Kepuasan

pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan rumah sakit

dipengaruhi oleh sikap dan perilaku dari pelayanan yang diberikan oleh karyawan,

khususnya perawat.

Kepuasan kerja berhubungan positif dengan kepuasan pelanggan. Menurut

Robbins karyawan yang merasa puas mampu bertindak lebih ramah dan responsif

sehingga membentuk kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Pekerjaan menuntut

adanya interaksi dengan sesama rekan kerja dan atasan, mengikuti kebijakan dan

peraturan organisasi, memperlihatkan standar kinerja, dan bekerja dalam

lingkungan yang terkadang kurang ideal. Dari hasil analisis data utama penelitian

yang dilakukan dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara kepuasan kerja

dan kesejahteraan psikologis. Spector juga menjelaskan bahwa salah satu faktor

dari kepuasan kerja adalah stres kerja (dalam Tenggara, Zamralita, dan Suyasa,

2008).

Menurut Oentoro, Zamralita, dan Lianawati (2006) stres kerja adalah suatu

keadaan tertekan baik secara fisik maupun psikologis, dan kondisi ini akibat dari

tanggung jawab dan beban kerja yang berat serta keterbatasan individu dalam

menghadapi lingkungan kerja yang penuh tekanan. Keadaan ini menyebabkan

individu merasa tidak nyaman dan pada akhirnya akan berpengaruh pada

pekerjaannya. Menurut Anoraga (2001) pekerjaan atau lingkungan kerja sosial

(22)

commit to user

sebab-sebab yang rumit ataupun sederhana. Jika terdapat kondisi yang demikian,

stres akan muncul dan pada giliranya perasaan tidak puas akan sedikit banyak

mempengaruhi produktivitas dan prestasi kerja.

Dalam penelitian yang dilakukan Utomo (2009) menyatakan beberapa

fenomena yang terjadi berkaitan dengan stres kerja di RSUD Pandan Arang

Boyolali adalah sebagai berikut:

a. Tingginya jumlah pasien masuk IGD RSUD Pandan Arang

Boyolali dengan BOR (Bed Occupational Rate) tahun 2007 yang

berjumlah 85%.

b. Perawat dituntut untuk bekerja secara maksimal dan meningkatkan

mutu pelayanan rumah sakit.

c. Beban kerja perawat IGD dalam kategori besar.

d. Tuntutan yang tinggi dari pasien dan keluarga terhadap perawat,

misalnya: keluarga pasien menuntut kesembuhan atas keadaan atau

penyakit yang dideritanya.

e. Perawat IGD dituntut siap dengan keadaan gawat darurat, dan cepat

tanggap dengan perubahan kondisi pasien.

Menurut Hariyatun (dalam Utomo, 2009), perawat yang bekerja di IGD

menghadapi berbagai aspek dalam lingkungan kerja antara lain lingkungan fisik

dan lingkungan psikososial. Lingkungan fisik berupa terdapatnya berbagai jenis

penyakit, area kerja yang luas, kebisingan dari pasien serta penunggu pasien

(23)

commit to user

peraturan yang berlaku menjadikan beban kerja meningkat, tuntutan yang tinggi

dari pasien, pembuatan keputusan yang cepat dan tepat untuk menolong.

Ketidakmampuan dalam menjawab tuntutan lingkungan akan menimbulkan stres

dalam lingkungan kerja. Stres yang berat akan mempengaruhi kualitas dari

pelayanan yang diberikan.

Niven (2000) menyatakan salah satu sumber stres kerja perawat adalah

kesulitan dalam berhubungan dengan staf lain. Menurut Stamper dan Johlke

(dalam Chen Chen, Silverthorne, dan Hung, 2006) komunikasi organisasional

dapat menurunkan stres. Argumentasi dan konflik dengan sejawat ditemukan

menjadi kejadian yang menimbulkan stres. Brauer (dalam Wijono, 2006)

mengemukakan bahwa dimensi hubungan (iklim organisasi) yang berkaitan

dengan pemberian instruksi yang kurang jelas, tidak adanya pengakuan dan

ganjaran dari atasan, kurang adanya kesempatan kepada individu untuk

berpartisipasi dalam melaksanakan tugas, dan hubungan interaksi antara individu

dengan orang-orang yang ada di dalam dan di luar perusahaan yang kurang

berjalan baik dapat menimbulkan stres kerja.

Du Brin (dalam Hartanti dan Rahaju, 2003) menyatakan bahwa stres kerja

disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu yang apabila berlarut-larut akan

menimbulkan burnout. Menurut Schuler and Jackson (2005) kelelahan kerja (job

burnout) adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja

dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainnya, seperti: perawat

kesehatan. Menurut Caplan (dalam Antoniou, Davidson, dan Cooper, 2003) hal

(24)

commit to user

tanggung jawab langsung kepada manusia dan aksi-aksi mereka berimbas pada

kehidupan manusia.

Jexx (dalam Nuzulia, 2005) menyatakan bahwa individu yang memiliki

strategi problem focused of coping (mekanisme coping yang berfokus pada

masalah yang dihadapi), maka individu tersebut akan efektif dalam menghadapi

stressor kerja. Hasil dari penelitian yang dilakukan Dawal, Taha, dan Ghazilla

(2006) menunjukkan bahwa ciri-ciri kerja, lingkungan, organisasi kerja, dan

faktor-faktor sosial terkait secara bermakna dengan kepuasan kerja. Hasil

penelitian Ernst, dkk (2004) stres kerja memiliki hubungan yang signifikan

dengan usia, lama bekerja, dan usia organisasi.

Menurut hasil penelitian Chandraiah, dkk (2003) usia memiliki korelasi

negatif dengan stres kerja dan berkorelasi positif dengan kepuasan kerja. Cox

(dalam Gibson, Ivancevich, dan Donelly, 1995) menyebutkan salah satu kategori

stres yang potensial adalah organisasi, dengan ciri-ciri sebagai berikut: angka

absensi, omset, produktivitas rendah, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan

kerja, komitmen organisasi, dan loyalitas. Hasil yang senada diungkapkan Jamal

dan Baba (2000) ada hubungan yang siginifikan antara stres kerja perawat dengan

kesehatan psikosomatik dan komitmen organisasi.

Hasil analisis yang dilakukan Sameon dan Omar (2003) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nilai kerja dan kepuasan kerja,

dan kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Menurut

Iswanto (2001) tingginya level stres kerja dipersepsikan berhubungan secara

(25)

commit to user

Ahsan, dkk (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan secara

negatif antara stres kerja dan kepuasan kerja.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta (RSUD Dr.

Moewardi Surakarta) merupakan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah. Misi dari RSUD Dr. Moewardi Surakarta salah satunya adalah

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu prima dan memuaskan.

Perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta dituntut untuk melaksanakan tugas dan

tanggung jawab pelayanan kesehatan kepada pasien secara optimal dan bermutu

prima untuk menjaga citra baik serta mempertahankan mutu layanan kesehatan

sehingga tercipta kepuasan pelanggan.

Berdasarkan observasi, penulis menjumpai beberapa masalah yang dialami

perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta, antara lain: seringkali perawat merasa

kesal jika dokter atau kepala perawat menyalahkan perawat sepenuhnya atas

layanan perawatan yang lambat dan tidak tepat sedangkan beberapa pasien harus

di tangani perawat secara bersamaan, pasien yang tidak menuruti instruksi dokter,

keluarga pasien yang tidak mengindahkan peraturan jam besuk, perawat lain yang

tidak saling membantu, pasien yang tidak kunjung membaik bahkan setiap saat

perawat harus menghadapi kematian pasien karena kegagalan dari intervensi

perawatan.

Masalah tersebut merupakan stressor kerja bagi perawat yang apabila tidak

diimbangi dengan adanya komunikasi interpersonal yang lancar dan kemampuan

dalam mengatasi stres kerja, maka akan mengakibatkan ketidakpuasan kerja.

(26)

commit to user

pekerjaannya yang ditunjukkan dengan adanya keberhasilan komunikasi

interpersonal dan stres kerja yang rendah. Berdasarkan hal di atas maka dapat

dikatakan bahwa tinggi rendahnya kepuasan kerja perawat RSUD Dr. Moewardi

Surakarta berhubungan dengan komunikasi interpersonal dan stres kerja.

Oleh karena itu, penulis perlu melakukan pengujian secara empiris dengan

melakukan penelitian yang berjudul: “Hubungan antara Komunikasi Interpersonal

dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.

Moewardi Surakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian

ini : “Apakah terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja

dengan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi

Surakarta?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja

dengan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

2. Mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan

kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi

(27)

commit to user

3. Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan kepuasan kerja

perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:

1. Manfaat teoritis:

a. Dapat menambah khasanah pengetahuan ilmu psikologi,

khususnya psikologi industri dan organisasi.

b. Menambah pengetahuan tentang psikologi khususnya tentang

hubungan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja dengan

kepuasan kerja perawat.

2. Manfaat praktis:

a. Bagi ilmuwan psikologi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

acuan didalam penerapan peningkatan kepuasan kerja karyawan.

b. Bagi perawat, dengan adanya komunikasi interpersonal yang baik

dan stres kerja yang rendah diharapkan dapat meningkatkan

(28)

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Handoko (1997) kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja

merasakan pekerjaannya dan merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap

pekerjaannya yang bermacam-macam. Rasimin (1986) menyatakan kepuasan

kerja sebagai suatu kondisi yang subjektif dari keadaan diri seseorang sebagai

akibat dari dorongan atau kebutuhan yang ada pada dirinya dan dihubungkan

dengan kenyataan yang dirasakan.

Robbins (2001) menerangkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu

sikap umum individu terhadap pekerjaannya sedangkan pekerjaan tersebut

menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan dengan mengikuti aturan dan

kebijakan organisasi. Kepuasan kerja sangat penting untuk aktualisasi diri

karyawan karena apabila karyawan tidak memperoleh kepuasan kerja maka tidak

akan pernah mencapai kematangan psikologis yang pada gilirannya menimbulkan

frustasi dan stres. Hal ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja sebagai hasil

interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan

bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan dan sikap karyawan terhadap

(29)

commit to user

karyawan dalam lingkungan kerja yang berkaitan dengan kebutuhan yang akan

dicapai disesuaikan dengan kenyataan yang ada.

2. Dinamika Kepuasan Kerja

Menurut Munandar (2001) teori-teori kepuasan kerja antara lain:

a. Teori pertentangan (discrepancy theory).

Teori pertentangan dari Locke (dalam Munandar, 2001) menyatakan

bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari

pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai:

a.1. Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan

individu dengan apa yang ia terima.

a.2. Pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.

b. Model dari kepuasan bidang atau bagian (facet satisfaction).

Menurut model Lawler (dalam Munandar, 2001) orang akan puas

dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan

kerja, atasan, dan gaji) jika jumlah dari bidang itu mereka persepsikan

sebagai yang harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka

sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara aktual

mereka terima. Jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang

tergantung dari bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan,

ciri-ciri pekerjaannya, masukan dan keluaran dari orang lain yang

(30)

commit to user

c. Teori proses-bertentangan (opponent-process theory).

Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu

keseimbangan emosional (emotional equilibrium) dan bahwa kondisi

emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan

atau ketidakpuasan memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem

pusat saraf yang membuat aktif emosi yang bertentangan. Teori ini

menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan,

mereka merasa senang sekaligus ada rasa tidak senang. Setelah

beberapa saat rasa senang menurun sedemikian rupa sehingga orang

merasa agak sedih sebelum kembali ke normal. Ini demikian karena

emosi tidak senang (emosi yang berlawanan) berlangsung lebih lama.

Herzberg (dalam Gibson, Ivancevich, dan Donelly, 1996) yang dikenal

sebagai pencetus teori dua faktor membagi situasi yang mempengaruhi sikap

seseorang terhadap pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfier dan

dissatisfier.

a. Kelompok satisfiers adalah kelompok yang akan membuat orang puas

pada pekerjaannya. Kelompok satisfier disebut juga motivator faktor

atau faktor intrinsik. Kelompok ini merupakan faktor-faktor sebagai

sumber kepuasan kerja, tanggung jawab, kemajuan dalam kerja,

kemungkinan berkembang, dan pekerjaan itu sendiri.

b. Kelompok dissatifiers adalah kelompok yang tidak akan membuat

orang puas dengan pekerjannya. Kelompok ini disebut juga hygiene

(31)

commit to user

menjadi sumber ketidakpuasan kerja, misalnya upah,

peraturan-peraturan perusahaan, kondisi kerja, keamanan kerja, dan mutu

pengawasan kerja.

Dari pendapat Herzberg ini jelas bahwa kepuasan dan ketidakpuasan

dalam bekerja merupakan hal yang berbeda. Kepuasan kerja disebabkan

faktor-faktor intrinsik dari dalam diri karyawan sedangkan penyebab ketidakpuasan

karyawan adalah dari faktor luar diri karyawan yang dapat diartikan sebagai faktor

kondisi kerja.

Smith (dalam As’ad, 1995) yang terkenal dengan “Equity Theory

menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat dilihat dari sejauh mana karyawan

merasakan keadilan dalam bekerja. Dalam teori ini terdapat tiga elemen keadilan,

yaitu:

a. Elemen pertama. Masukan merupakan sesuatu yang berharga dan

sudah diberikan oleh karyawan kepada pekerjaan, misalnya

keterampilan yang dimiliki, pengalaman kerja atau usaha-usaha yang

sudah dilakukan oleh karyawan.

b. Elemen kedua. Keluaran merupakan segala sesuatu yang dirasakan

karyawan sebagai hasil dari pekerjaan, misalnya upah yang diterima.

c. Elemen ketiga. Orang pembanding, yaitu individu tempat karyawan

membandingkan antara apa yang telah dikeluarkan dengan apa yang

telah diterima, misalnya teman sekerja.

Keadaan tersebut diatas diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang

(32)

commit to user

kemungkinan karyawan merasa puas bila menguntungkan (over compensation

equity), dan ada kemungkinan juga merasa tidak puas bila dianggap merugikan

(under compensation equity).

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa teori-teori yang

mengupas tentang kepuasan kerja secara umum dibagi atas: teori pertentangan

(discrepancy theory), model dari kepuasan bidang atau bagian (facet satisfaction),

teori proses-bertentangan (opponent-process theory), teori kepuasan (satisfiers)

dan ketidakpuasan (dissatisfier), dan teori keadilan (equity theory)

3. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Suatu perusahaan akan lebih mudah mengelola sumber daya manusia

menjadi lebih efektif jika karyawannya sudah memiliki kepuasan kerja yang

tinggi. Untuk mencapai kepuasan kerja yang tinggi tidak dapat lepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja tersebut. As’ad (1992) mengemukakan

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja :

a. Faktor kondisi kerja, yaitu berhubungan dengan faktor fisik dan psikis

kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja,

emosi, dan situasi kerja seperti tantangan kerja, lingkup pekerjaan,

umpan balik, dan tekanan kerja.

b. Faktor individu, yaitu berhubungan dengan sikap individu terhadap

pekerjaannya termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk

berpikir positif terhadap diri dan pekerjaannya.

c. Faktor luar, yaitu dukungan yang berasal dari luar diri individu,

(33)

commit to user

Menurut Harold (1984) faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan

kerja yaitu:

a. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain:

a.1. Hubungan antara manager dengan karyawan.

a.2. Faktor fisik dan kondisi kerja.

a.3. Hubungan sosial diantara karyawan.

a.4. Sugesti dari teman kerja.

a.5. Emosi dan situasi kerja.

b. Faktor individual yaitu yang berhubungan dengan:

b.1. Sikap orang terhadap pekerjaannya.

b.2. Usia orang sewaktu bekerja.

b.3. Jenis kelamin.

c. Faktor-faktor luar (eksternal) yang berhubungan dengan:

c.1. Keadaan keluarga individu.

c.2. Rekreasi.

c.3. Pendidikan (training, up grading dan sebagainya).

Menurut Arofani dan Seniati (2007) penyebab dari kepuasan kerja dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kategori umum, antara lain:

a. Faktor lingkungan kerja itu sendiri dan faktor-faktor yang

diasosiasikan dengan kepuasan kerja, antara lain: karakteristik

pekerjaan, gaji, atasan, kesempatan untuk berkembang, keamanan

(34)

commit to user

b. Faktor individual yang dibawa oleh orang tersebut dalam pekerjannya,

yaitu: kepribadian, jenis kelamin, usia, status pernikahan, dan

pendidikan.

c. Faktor kesesuaian antara individu dengan pekerjaan.

Mangkunegara (1993) menyatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan

erat dengan beberapa faktor, yaitu:

a. Usia

Ada kecenderungan karyawan yang lebih tua lebih merasa puas

dibandingkan dengan karyawan yang berumur relatif lebih muda. Hal

ini diasumsikan bahwa karyawan yang lebih tua telah berpengalaman,

sehingga ia mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan

sedangkan karyawan usia muda biasanya mempunyai harapan yang

ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila harapannya dengan

realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat

menyebabkan mereka menjadi tidak puas.

b. Tingkat pekerjaan

Karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi

cenderung lebih puas daripada karyawan yang tingkat pekerjaannya

lebih rendah. Hal tersebut dapat terlihat pada karyawan yang tingkat

pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik

(35)

commit to user

c. Ukuran organisasi perusahaan

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan

karyawan. Hal ini karena besar kecilnya suatu perusahaan

berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi

karyawan.

Korman (dalam Munandar, 1988) mengemukakan bahwa terdapat

beberapa faktor yang menentukkan terbentuknya kepuasan kerja, yaitu:

a. Lingkungan kerja

Faktor lingkungan ini meliputi tingkat pekerjaan, isi pekerjaan,

pimpinan yang penuh perhatian, kesempatan promosi, interaksi sosial

dan bekerja dalam kelompok.

b. Faktor pribadi

Faktor ini terdiri dari jenis kelamin, lamanya bekerja, dan tingkat

pendidikan.

c. Kondisi kerja

Kondisi kerja merupakan kenyamanan ruang kerja yang dirasakan

dapat mempengaruhi aktivitas kerja, meliputi luas sempitnya ruangan,

pergantian udara, terbuka dan tertutupnya ruangan, dan suasana

(36)

commit to user

d. Waktu istirahat

Waktu istirahat maksutnya adalah istirahat yang resmi diberikan

perusahaan, yang tidak resmi yang dibutuhkan oleh pekerja.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi dalam kepuasan kerja, antara lain: faktor hubungan antar

karyawan, faktor individual (termasuk didalamnya kemampuan berpikir positif),

kondisi kerja (termasuk di dalamnya tekanan kerja), jenis kelamin, masa kerja,

tingkat pendidikan, lingkungan kerja, waktu istirahat, dukungan sosial, ukuran

atau besar kecilnya perusahaan, lingkungan pribadi.

4. Aspek-aspek Kepuasan Kerja

Anoraga (1995) mengemukakan bahwa aspek-aspek kepuasan kerja ada

lima aspek, yaitu:

a. Rasa aman, yaitu adanya kepastian kenyamanan untuk memperoleh

pekerjaan tetap, memangku jabatan di perusahaan selama mungkin.

b. Kesempatan untuk maju dan berkembang, yaitu kemungkinan bagi

karyawan untuk maju, naik pangkat kedudukannya dan keahlian atau

pengalaman.

c. Gaji atau imbalan, yaitu perusahaan memberikan imbalan berupa gaji

(37)

commit to user

d. Nama baik tempat kerja yaitu perusahaan memberikan kebanggaan

pada karyawan apabila mereka bekerja di perusahaan yang

bersangkutan.

e. Kesempatan berprestasi dan pengakuan diri, yaitu perusahaan

memberikan kesempatan pada karyawan untuk mengembangkan

potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat mencapai tingkat kerja

yang maksimal.

Menurut As’ad (1995) aspek-aspek kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

a. Finansial dan jaminan sosial yang terdiri dari: gaji, pemberian jasa,

macam-macam tunjangan dan jaminan sosial.

b. Kondisi lingkungan kerja, meliputi: jenis pekerjaan, waktu kerja dan

sistem kerja, keadaan alat dan mesin.

c. Kesempatan untuk maju dan berkembang, meliputi: kesempatan yang

diberikan pada karyawan untuk maju dan berkembang.

d. Psikologis, meliputi: cita-cita dan pandangan hidup, minat dan

kemauan, sikap, bakat dan kehidupan sesuai dengan kemampuannya.

Wexley dan Yukl (1998) aspek-aspek kepuasan kerja, antara lain:

a. Psikologis, berhubungan dengan kejiwaan karyawan, meliputi: bakat

dan keterampilan, minat, ketentraman kerja, dan sikap terhadap kerja.

(38)

commit to user

c. Fisik, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja, meliputi:

jenis pekerjaan, penerangan, dan keadaan ruangan.

d. Finansial, berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

kepuasan kerja karyawan antara lain: aspek psikologis, sosial, fisik, finansial, rasa

aman, gaji atau uang, kesempatan untuk maju, nama baik tempat kerja, dan

kesempatan berprestasi.

B. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi

Kamus Psikologi (dalam Rakhmat, 1994) menyatakan komunikasi sebagai

penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme. Menurut Effendi

(1993) istilah komunikasi berasal dari perkataan latin communicatio yang berarti

pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Istilah tersebut berdasar dari kata

communis yang berarti sama. Yang dimaksudkan sama adalah sama makna

diantara orang-orang yang terlibat komunikasi.

Menurut Raymon S. Ross (dalam Rakhmat, 1994) yang menyatakan

bahwa komunikasi yaitu proses transaksional yang meliputi pemisahan dan

pemilihan bersama lambang secara kognitif begitu rupa sehingga membantu orang

lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama

yang dimaksud sumber. Nursalam (2002) menyatakan bahwa komunikasi dalam

praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam

(39)

commit to user

Purba (2003) jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam

pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal

terutama pembicaraan dengan tatap muka. Keuntungan komunikasi verbal dalam

tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk memberikan respon secara

langsung. Menurut Nursalam (2002) tujuan komunikasi verbal adalah

assertiveness. Perilaku asertif adalah suatu cara komunikasi yang memberikan

kesempatan kepada individu untuk mengekspresikan perasaannya secara

langsung, jujur dan cara yang sesuai tanpa menyinggung perasaan lawan

komunikasinya.

Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas maka penulis menyimpulkan

bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi yang meliputi

penyampaian atau penerimaan pesan sehingga tercapai kesamaan makna diantara

orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut.

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal menurut Muhammad (2004) adalah proses

pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya

atau biasanya diantara dua orang dapat langsung diketahui umpan baliknya.

Masyuri (1991) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal juga disebut

komunikasi antar pribadi yaitu bentuk komunikasi antara dua orang atau lebih

dimana masing-masing pihak yang berkomunikasi terlibat langsung dalam

penyampaian pesan secara aktif.

Potter dan Perry (dalam Nurjanah, 2001) menjabarkan komunikasi

(40)

commit to user

yang meliputi interaksi antara dua orang atau kelompok kecil dan merupakan inti

dari praktek keperawatan karena dapat terjadi antara perawat dengan klien serta

keluarga, perawat dengan perawat, perawat dengan pimpinan rumah sakit, dan

perawat dengan tim kesehatan lainnya.

Berdasarkan uraian yang dijabarkan di atas maka komunikasi interpersonal

dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran informasi yang dilakukan antara

dua orang atau lebih yang secara langsung terlibat dalam penyampaian dan

penerimaan pesan secara aktif dapat langsung diketahui umpan baliknya.

3. Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal

Purwanto (1993) menyebutkan unsur-unsur komunikasi interpersonal

sebagai berikut:

a. Komunikator. Komunikator adalah orang yang memprakarsai adanya

komunikasi.

b. Pesan yang akan disampaikan yang berupa ide, pendapat, pikiran, dan

saran.

c. Saluran komunikasi. Saluran komunikasi adalah segala sarana yang

dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan yang

ingin disampaikan pada pihak lain.

d. Metode komunikasi. Metode komunikasi adalah segala cara yang

dipergunakan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain.

e. Komunikan. Komunikan adalah orang yang menjadi objek dalam

(41)

commit to user

f. Lingkungan komunikasi. Lingkungan komunikasi adalah suasana

dimana proses komunikasi berlangsung.

g. Umpan balik dari komunikan dan komunikator.

Radfield (dalam Wursanto, 1989) menyebutkan unsur-unsur yang

terkandung dalam komunikasi interpersonal antara lain:

a. Communicator adalah pihak yang menyampaikan berita.

b. Message adalah pesan atau berita yang disampaikan.

c. Transmits adalah pengirim berita.

d. Communicate adalah penerima berita atau komunikan.

e. Respons adalah reaksi atau tanggapan dari pihak komunikan.

Berdasarkan uraian diatas unsur-unsur komunikasi interpersonal dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a. Komunikator sebagai pengirim pesan.

b. Pesan atau berita yang akan dikirim ataupun diterima.

c. Saluran komunikasi.

d. Komunikan sebagai penerima pesan.

e. Respon.

f. Lingkungan komunikasi.

g. Umpan balik

4. Faktor-faktor Komunikasi Interpersonal

Faktor komunikasi interpersonal (Luhandi, 1987) adalah:

a. Faktor psikologis yaitu segala sesuatu yang ada di benak komunikator

(42)

commit to user

ini akan menggiring komunikasi yang terjadi menjadi formal, tidak

formal, tegang atau bersahabat.

b. Faktor fisik yaitu lingkungan fisik saat terjadi komunikasi. Lingkungan

fisik akan mempengaruhi jenis komunikasi yang terjadi.

c. Faktor sosial meliputi hubungan manusia satu sama lain.

d. Faktor budaya meliputi tradisi kebiasaan dan adat yang memiliki

kekuatan besar untuk mempengaruhi karakter seseorang. Seluruh isi

komunikasi akan mengikuti kebiasaan normal suatu budaya.

e. Faktor waktu yaitu kapan sebuah komunikasi terjadi.

Menurut Suardiman (1985) komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh

hal-hal sebagai berikut:

a. Sumber komunikator yang meliputi minat, kesediaan untuk

berkomunikasi interpersonal, mengenal permasalahan yang dihadapi

oleh komunikan, menemukan pesan yang tepat, memelihara hubungan

komunikasi secara baik, dan menyampaikan pesan yang tepat.

b. Komunikasi meliputi kesediaan menerima pesan, kebutuhan

menyelesaikan masalah yang dihadapi, tidak mempertahankan diri,

dan menyadari keadaan diri termasuk mengenal kelemahan dan

keunggulan.

Mundakir (2006) menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

komunikasi interpersonal dalam pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut:

a. Persepsi yaitu cara seseorang mengecap tentang sesuatu yang terjadi di

(43)

commit to user

Persepsi akan mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses

komunikasi harus ada pengertian yang sama tentang pesan yang

disampaikan dan diterima oleh kedua belah pihak.

b. Nilai yaitu keyakinan yang dianut seseorang. Komunikasi antara

perawat dengan klien dipengaruhi oleh nilai-nilai dari kedua belah

pihak. Nilai yang dianut perawat dalam kontak komunikasi

kesehatannya tentunya berbeda dengan nilai yang dimiliki oleh klien.

Perawat perlu memegang nilai-nilai profesional dalam berkomunikasi,

misalnya perawat atau petugas kesehatan yang lain tidak harus

marah-marah ketika ada pasien yang tidak kooperatif terhadap rencana

tindakan yang akan dilakukan.

c. Emosi yaitu subjektivitas seseorang dalam merasakan situasi yang

terjadi di sekelilingnya. Perawat harus dapat membedakan suasana

emosi personal dengan emosi profesional. Komunikasi akan berjalan

lancar dan efektif apabila tenaga kesehatan termasuk perawat dapat

mengelola emosinya.

d. Latar belakang sosial budaya. Antara seseorang dengan orang lainnya

berbeda dalam menanggapi segala sesuatu. Faktor ini harus dijadikan

pegangan bagi perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam bertutur

kata, bersikap, dan melangkah dalam berkomunikasi dengan klien.

e. Pengetahuan. Komunikasi akan sulit berlangsung apabila terjadi

perbedaan tingkat pengetahuan dari perilaku komunikasi. Pengetahuan

(44)

commit to user

diharapkan dapat berkomunikasi dengan berbagai tingkat pengetahuan

yang dimiliki klien. Perawat juga diharapkan mempunyai pengetahuan

tentang konsep dan teori cara berkomuikasi yang baik. Perawat

dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan

dan perkembangan klien karena hal tersebut sangat terkait dengan

pengetahuan yang dimiliki klien.

f. Kondisi lingkungan. Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial

tempat komunikasi berlangsung dan dipengaruhi oleh faktor-faktor

sosial yang merupakan identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam

komunikasi.

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor komunikasi interpersonal yang

diungkapkan beberapa tokoh di atas, maka penulis dapat menyebutkan

faktor-faktor komunikasi antara lain:

a. Suasana hati masing-masing individu yang terlibat dalam proses

komunikasi.

b. Latar belakang sosial budaya.

c. Keterdekatan antar individu yang terlibat komunikasi atau hubungan

sosial.

d. Pengetahuan atau latar belakang pendidikan.

e. Lingkungan tempat berlangsungnya proses komunikasi.

(45)

commit to user

5. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal

Aspek-aspek komunikasi interpersonal menurut Johnson (dalam

Supratiknya, 1999) sebagai berikut:

a. Kemampuan saling memahami. Kemampuan saling memahami

tersebut terdiri dari sikap percaya, pembukaan diri, keinsyafan diri,

dan penerimaan diri.

b. Kemampuan mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat

dan jelas. Komunikasi dapat dimulai, dikembangkan, dan dipelihara

jika antar pribadi saling mengungkapkan pikiran dan perasaan dan

saling mendengarkan.

c. Kemampuan saling menerima dan saling memberikan dukungan atau

saling menolong untuk menemukan pemecahan-pemecahan yang

konstruktif terhadap masalah.

d. Kemampuan memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar

pribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi dengan orang

lain melalui cara-cara konstruktif.

Aspek-aspek komunikasi interpersonal menurut De Vito (dalam

Darmawan, 2002) adalah:

a. Keterbukaan yang terdiri dari dua aspek, yaitu: aspek keinginan untuk

terbuka bagi setiap orang yang berinteraksi dengan orang lain dan

aspek keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimuli yang

(46)

commit to user

b. Empati yaitu merasakan seperti apa yang dirasakan orang lain. Suatu

perasaan bersama orang lain dan mencoba merasakan dalam cara yang

sama dengan perasaan orang lain.

c. Dukungan. Terdiri dari dukungan yang terucapkan maupun dukungan

yang tidak terucapkan, seperti senyuman ataupun anggukan kepala.

d. Kepositifan yang terdiri dari tiga aspek, yaitu: komunikasi

interpersonal akan berhasil apabila terdapat perhatian yang positif

terhadap diri seseorang, komunikasi interpersonal akan terpelihara

baik apabila suatu perasaan positif terhadap orang lain itu

dikomunikasikan, dan perasaan positif dalam situasi komunikasi

interpersonal sangatlah bermanfaat untuk mengefektifkan kerja sama.

e. Kesamaan. Kesamaan kepribadian bertujuan agar masing-masing

pihak yang berkomunikasi merasa dihargai dan dihormati sebagai

manusia yang mempunyai suatu yang penting untuk dikontribusikan

kepada orang lain.

Menurut Rakhmat (1994) aspek-aspek komunikasi dinyatakan sebagai

berikut:

a. Percaya. Rasa percaya membuat orang lain terbuka dalam

mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

b. Sikap supportif (dukungan) yang terlihat dari:

b.1 Deskripsi, yang artinya penyampaian perasaan dan persepsi tanpa

menilai.

(47)

commit to user

keinginan untuk bekerjasama.

b.3 Spontanitas, yaitu sikap jujur dan tidak ada motif yang terpendam.

b.4 Persamaan, yaitu sikap yang menganggap sama derajat, tidak

menggurui tetapi menghargai, dan menghormati perbedaan

pandangan dan keyakinan yang ada.

b.5 Provisi analisis, yaitu kesediaan untuk menjalin kembali pendapat

dan bersedia mengakui kesalahan.

c. Empati. Empati adalah kemampuan menghargai perasaan orang lain,

memberikan respon emosional, mengendalikan emosi dan tulus dalam

menjalin hubungan.

d. Pengungkapan perasaan, yaitu komunikasi yang berupa percakapan

dua orang yang terlibat dalam dialog secara mendalam guna

mengungkap pikiran dan perasaan yang bersifat terbuka, jujur, dan

hangat serta keduanya mempunyai hubungan yang sangat akrab.

Berdasarkan uraian mengenai aspek-aspek komunikasi interpersonal

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal terdiri dari

berbagai aspek, antara lain:

a. Keterampilan atau kemampuan berkomunikasi.

b. Empati.

c. Sikap supportif (dukungan).

d. Sikap pengertian, keterbukaan, kesamaan, kepositifan, dan

(48)

commit to user

C. Stres Kerja 1. Pengertian Stres

Kamus lengkap psikologi (dalam Chaplin, 1995) mendefinisikan stres

sebagai suatu keadaan tertekan baik secara fisik maupun psikologis. Menurut

Anoraga (2001) secara sederhana stres sebenarnya merupakan suatu bentuk

tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di

lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Menurut Hardjana (dalam Oentoro, Zamralita dan Lianawati, 2006) stres

adalah suatu keadaan atau situasi yang menekan seseorang dengan kapasitas

melebihi atau di luar kemampuan orang tersebut untuk mengatasinya. Stres

menurut Slamet (2003) adalah suatu keadaan di mana beban yang dirasakan

seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban tersebut.

Handoko (2000) menguraikan stres sebagai suatu kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang.

Berdasarkan uraian di atas, stres dapat dikatakan sebagai suatu kondisi

ketegangan yang dialami seseorang dikarenakan beban yang dirasakannya tidak

sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi masalah yang pada akhirnya

mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis dan mengganggu kesehatan mental

seseorang.

2. Pengertian Stres Kerja

Stres kerja menurut Rivai (2005) adalah suatu kondisi ketegangan yang

menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi

(49)

commit to user

Widhiastuti, 2002) mendefinisikan stres kerja yaitu respon fisik dan emosi yang

muncul ketika persyaratan-persyaratan kerja tidak sesuai dengan kapabilitas,

sumber daya atau kebutuhan dari pekerja.

Menurut Oentoro, Zamralita dan Lianawati (2006) stres kerja merupakan

suatu kondisi ketegangan yang terjadi karena adanya tekanan-tekanan dan

kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan yang melebihi ambang kewajaran dan disertai

kurangnya dukungan dari berbagai pihak. Keenan dan Newton (1987)

mengemukakan bahwa terdapat empat cakupan kesulitan dalam pekerjaan, yaitu

kesulitan individu, kesulitan informasi, kesulitan teknik, dan kesulitan dalam

melaporkan hasil kerja. Schuler dan Jackson (1979) berpendapat bahwa stres kerja

merupakan suatu keadaan dimana faktor-faktor yang berhubungan dengan

pekerjaan saling mempengaruhi dan mengubah keadaan fisik dan psikis

karyawan.

Dengan demikian stres kerja dinyatakan sebagai suatu akibat dari

ketegangan yang disebabkan oleh ketidakmampuan fisik dan psikis dalam

memenuhi persyaratan-persyaratan kerja dan mengatasi kesulitan-kesulitan

pekerjaan yang melebihi batas ambang kewajaran.

3. Sumber-sumber Stres Kerja

Niven (2000) menyatakan lima sumber stres kerja perawat, yaitu:

a. Kelebihan beban kerja. Masalah kekurangan staf dan menghadapi

terlalu banyak pasien adalah pengalaman yang paling menimbulkan

stres bersamaan dengan waktu untuk mencoba mempertahankan

(50)

commit to user

b. Kesulitan dalam berhubungan dengan staf lain. Argumentasi dan

konflik dengan sejawat ditemukan menjadi kejadian yang

menimbulkan stres.

c. Masalah dengan perawatan pasien sakit kritis. Beberapa kesulitan

yang dilaporkan adalah keharusan berespon terhadap tuntutan untuk

tindakan segera, mengoperasikan alat yang tidak dikenal, dan bekerja

dengan prosedur atau tindakan baru.

d. Ansietas, masalah dengan pengobatan pasien, dan dokter yang tidak

memahami kebutuhan pasien.

e. Kondisi pasien. Pasien yang gagal untuk membaik, seperti pasien

dengan nyeri kronis dan sakit terminal.

Handoko (2000) menguraikan sumber-sumber stres kerja sebagai berikut:

a. Beban kerja yang berlebihan.

b. Tekanan atau desakan waktu.

c. Kualitas atau supervisi yang buruk.

d. Iklim politis yang tidak aman.

e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.

f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung

jawab.

g. Kemenduaan peranan (role ambiguity).

h. Frustasi.

i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.

(51)

commit to user

k. Berbagai bentuk perubahan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja bersumber

dari beban kerja kerja yang dirasa berlebihan oleh karyawan, tekanan-tekanan di

dalam pekerjaan termasuk waktu penyelesaian tugas, lingkungan yang tidak

menyenangkan, dan adanya perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan

karyawan.

4. Faktor-faktor Stres Kerja

Menurut Wilson dan Corlett (dalam Wulanyani dan Sudiajeng, 2006)

secara umum ada tiga situasi yang dapat memicu timbulnya stres kerja yaitu

pekerja dihadapkan pada tuntutan yang tidak sesuai dengan kemampuannya,

pekerja yang mempunyai keterbatasan dalam mengatasi masalahnya, dan

dukungan yang kurang dari kolega, penyelia, teman atau keluarga. Dooley, Rook

dan Catalano (1987) menyatakan dukungan sosial bersangkutan dengan kesehatan

psikis pekerja.

Sigit (2003) menyatakan stressor dalam organisasi tempat orang bekerja

dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:

a. Stressor individu, antara lain: persepsi, nilai-nilai yang diyakini dan

kepribadian, locus of control.

b. Stressor kelompok, antara lain: kurangnya kohesivitas (tidak

tertarik), tidak cocok dengan pimpinan, konflik peran dan status dalam

(52)

commit to user

c. Stressor organisasi, antara lain: iklim organisasi yang tidak

menyenangkan, kondisi pekerjaan dan tempat kerja, beban kerja yang

berlebihan, gaji yang tidak memuaskan, teknologi yang tidak sesuai

dan sulit diimplementasikan, gaya kepemimpinan yang otoriter dan

sewenang-wenang, dan desain organisasi yang kacau.

d. Stressor dari luar pekerjaan, antara lain: masalah keluarga, masalah

ekonomi, masalah politik, dan gaya hidup.

Hasil penelitian Fawzi (2001) menyatakan variabel usia, persepsi terhadap

kondisi kerja fisik, dan persepsi terhadap pekerjaan sebagai programmer

memberikan sumbangan terbesar terhadap tinggi rendahnya tingkat stres kerja.

Wijono (2006) menyatakan bahwa kepribadian dan iklim organiasi secara

bersamaan berpengaruh terhadap timbulnya stres kerja. Iklim organisasi berkaitan

dengan pemberian instruksi yang kurang jelas, tidak ada ganjaran dari atasan, dan

hubungan interpersonal yang buruk.

DuBrin (dalam Hartanti dan Rahaju, 2003) menyatakan stres kerja

disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu yang apabila berlarut-larut akan

menimbulkan burnout. Menurut Schuler dan Jackson (2005) kelelahan kerja (job

burnout) adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja

dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainya seperti perawat

kesehatan. Hasil dari penelitian yang dilakukan Tang, dkk (2001) menunjukkan

hasil bahwa stres bersumber dari self-efficacy dan sikap proaktif yang

berhubungan negatif dengan burnout yang mana pada gilirannya langsung

(53)

commit to user

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh mengenai faktor-faktor stres kerja di

atas dapat dsimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terdiri

dari faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu.

5. Aspek-aspek Stres Kerja

Menurut Widhiastuti (2002) menyebutkan bahwa aspek-a

Gambar

Tabel
Penilaian Pernyataan Tabel 1 Favorable dan Pernyataan Unfavorable
Tabel 2
tabel berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan penambahan konsentrasi ion natrium maka proses adsorpsi litium oleh mangan oksida akan terganggu yang ditunjukkan dengan semakin sedikit ion litium

sanksi pembentukan PPAP sebesar kemungkinan kerugian Bank dari nilai transaksi, dan atau sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 7

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi optimum ammonium hidroksida untuk aktivasi biosorben adalah 0,4 M dengan rasio

SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN PEMASANGAN JARINGAN INTERNET WIFI.ID PADA PT.TELKOM AKSES.. KABUPATEN KUDUS

peubahnya tidak memuat eksponensial, trigonometri  (seperti  sin ,  cos

Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan secara menyeluruh

Kesimpulan dari analisis ini menunjukkan bahwa bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia, tidak hanya tidak dapat dipisahkan dari lieratur etniknya dan nilai- nilai budayanya,

Untuk dapat menjalankan aplikasi kamusku sesuai dengan tujuannya sistem operasi yang diperlukan adalah windows 2000. Karena data dapat ditambah, kapasitas file basis data tidak