commit to user
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN STRES KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT
INAP RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi
Untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Oleh:
Nita Rizky
G 0104057
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal dengan judul : Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dan
Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di
Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Nama Penulis : Nita Rizky
NIM : G 0104057
Tahun : 2004
Telah disetujui untuk dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji Proposal Prodi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 17 Februari 2010
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Bagus Wicaksono, Drs., M.Si Arista Adi Nugroho, S. Psi., MM NIP 19620901 198903 1 003 19800702 200501 1 001
Koordinator Skripsi
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Nita Rizky, G 0104057, Tahun 2010
Telah diuji dan disahkan oleh pembimbing dan penguji skripsi
Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari :
Tanggal :
1. Pembimbing I
Drs. Bagus Wicaksono, M. Si ( __________________ )
2. Pembimbing II
Arista Adi Nugroho, S. Psi., MM ( __________________ )
3. Penguji I
Dra. Tuti Hardjajani, M. Si ( __________________ )
4. Penguji II
Aditya Nanda. P., S. Psi., M. Si ( __________________ )
Surakarta, __________________________
Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi Psikologi,
Rin Widya Agustin, M. Psi. Drs.
Hardjono, M. Si
commit to user
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi
ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini,
maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, Agustus 2010
commit to user
v
commit to user
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
!
"# $ %
& &
#
'# %
#
(# ) * )
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT
tidak lupa penulis panjatkan, hanya dengan rahmat dan hidayahNya penyusunan
skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini telah melibatkan
banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih dengan hati yang tulus dan ikhlas kepada:
1. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr, M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Hardjono, M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi yang telah
memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu di Prodi
Psikologi serta memberi bimbingan dan arahan kepada penulis.
3. Drs. Bagus Wicaksono, M.Si selaku dosen pembimbing I, yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan, dan
motivasi kepada penulis dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.
4. Arista Adi Nugroho, S. Psi., MM selaku dosen pembimbing II, yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan dan
masukan yang sangat berarti bagi penulis.
5. Dra. Tuti Hardjajani, M. Si selaku dosen penguji I yang memberikan bantuan
commit to user
viii
6. Aditya Nanda. P., S. Psi., M. Si selaku dosen penguji II yang memberikan
bantuan dan saran yang berarti bagi penulis.
7. Bambang Sugeng Wijonarko selaku Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian
RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan
penelitian.
8. Seluruh perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah bersedia menjadi
subjek penelitian penulis.
9. Seluruh Staf Prodi Psikologi FK UNS untuk segala bantuan dan kemudahan
dalam pelayanannya yang telah diberikan.
10. Ibu dan Bapak serta kakak tercinta terima kasih atas do’a, kasih sayang, dan
motivasinya selama ini tanpa mengenal lelah yang terus membimbingku
menjadi orang yang dewasa, mandiri, dan berguna.
11. Diah Tri Novita, Maharani Christie, Rizki Indrastuti Kusumasari, dan Lia
Ayu Diyanti yang menjadi sahabat terbaik, yang selalu menemaniku dalam
suka dan duka.
12. Seluruh rekan mahasiswa Program Studi Psikologi FK UNS angkatan 2004
dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu per satu. Semoga Allah SWT membalas jasa-jasa dan kebaikan dengan
pahala yang berlimpah.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.
Surakarta, Agustus 2010
commit to user
ix ABSTRAK
Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi Surakarta Nita Rizky
Universitas Sebelas Maret
Di dalam industri rumah sakit, perawat merupakan salah satu tenaga medis yang memegang peranan utama karena perawat selama dua puluh empat jam berada disisi pasien. Bagi rumah sakit pergantian tenaga perawat merugikan dan menghabiskan waktu, dan penyebab utama pindah kerja perawat disebabkan oleh rendahnya kepuasan kerja. Berbagai permasalahan yang dialami oleh perawat dengan dokter, pasien, maupun rekan kerja akan berakibat kepada kepuasan kerja, sedangkan kepuasan kerja menentukan sikap dan perilaku perawat. Oleh sebab itu kepuasan kerja perawat menjadi salah satu hal yang sangat penting karena sikap dan perilaku perawat berhubungan dengan kualitas dari pelayanan. Kepuasan kerja menggambarkan sikap suka atau tidak sukanya perawat terhadap pekerjaannya yang berhubungan dengan adanya keberhasilan komunikasi interpersonal dan stres kerja yang rendah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja dengan kepuasan kerja, dan mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja, serta mengetahui hubungan stres kerja dengan kepuasan kerja.
Subjek penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yaitu sebanyak 124 orang. Mengingat populasi yang tidak begitu banyak, maka penelitian ini menggunakan studi populasi dimana seluruh anggota populasi menjadi subjek penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi dan korelasi berganda dengan bantuan komputer program SPSS for MS windows versi 16.
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja dengan kepuasan kerja dengan nilai korelasi (r) sebesar 0.600 pada taraf signifikansi (p) 0.000. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel komunikasi interpersonal dan stres kerja dapat dijadikan prediktor untuk memprediksi kepuasan kerja. Hasil analisis masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan. Korelasi antara variabel komunikasi interpersonal dan variabel kepuasan kerja sebesar 0.363 pada taraf signifikansi (p) 0.000, sedangkan korelasi antara variabel stres kerja dengan variabel kepuasan kerja sebesar -0.600 pada taraf signifikansi (p) 0.000.
commit to user
x ABSTRACT
The Relations between Interpersonal Communication and Job Stress and The Job Satisfaction of Nurse in The Installation Care of RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
Nita Rizky
University of Sebelas Maret
:In Hospital Industry, nurses are one of the medical staff who take the main role, because almost 24 hours nurses are always beside the patient. For the Hospital turn over of nurses wastes the time and of course it makes the Hospital gets a financial lost too. It happenes because the nurses have low satisfaction level of doing their job. Various problems that are experienced by the nurses with the doctors, the patients, and the colleagues, will result in the nurses’ job satisfaction. In fact, job satisfaction determines the attitude and behaviour of the nurses. Therefore the job satisfaction is important, because the attitude and behaviour of the nurses will represent their service quality to the patients. The job satisfaction describes the like or dislike attitude to the job which is related to the successfulnes of the interpersonal communication and low level job stress.
The aim of this research were to know the relationship between interpersonal communication and job stress with the job satisfaction, and to know the relations of interpersonal communication with the job satifaction, also to know the relations of job stres with the job satisfaction.
The subject of this research was all the nurses in the installation care of RSUD Dr. Moewardi Surakarta which was contained of 124 nurses. Considering the minimum population of the subject so this research used the population study which was all of the member of the population became the subject. The data analysis technique used the regression analysis and multiplied correlation with SPSS for Ms. Windows version 16.
Based on the data analysis the result of relationship between interpersonal communication and the job stress with the job satisfaction was sinignificant with the correlation value (r) of 0,600 in the significance level of (p) 0,000. This result showed that the variable of interpersonal communication and job stress had a role as a predictor to predict the job satisfaction. The correlation between the interpersonal communication variable and the job satisfaction were 0,363 in the significance level of (p) 0,000, whereas the correlation between the job stress variable and the job satisfaction were -0,600 in the significance level of (p) 0,000.
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Kepuasan Kerja ... 13
1. Pengertian Kepuasan Kerja ... 13
commit to user
xii
3. Faktor-faktor Kepuasan Kerja ... 17
4. Aspek-aspek Kepuasan Kerja ... 21
B. Komunikasi Interpersonal ... 23
1. Pengertian Komunikasi ... 23
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 24
3. Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal ... 25
4. Faktor-faktor Komunikasi Interpersonal ... 26
5. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal ... 29
C. Stres Kerja ... 32
1. Pengertian Stres ... 32
2. Pengertian Stres Kerja ... 33
3. Sumber-sumber Stres Kerja... 34
4. Faktor-faktor Stres Kerja ... 36
5. Aspek-aspek Stres Kerja ... 37
D. Hubungan Komunikasi Interpersonal dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat... 41
E. Kerangka Berpikir Konseptual ... 44
F. Hipotesis ... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 46
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 46
C. Populasi ... 48
commit to user
xiii
E. Validitas dan Realiabilitas ... 58
F. Teknik Analisis Data... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63
A. Persiapan Penelitian ... 63
1. Orientasi Tempat Penelitian ... 63
2. Persiapan Alat Pengumpul Data ... 65
B. Pelaksanaan Penelitian ... 72
1. Penentuan Responden Penelitian ... 72
2. Pengumpulan Data Uji Coba Alat Ukur ... 72
3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 72
4. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ... 80
5. Pengumpulan Data Penelitian ... 80
C. Analisis Data ... 81
1. Uji Asumsi ... 81
2. Uji Hipotesis ... 86
3. Analisis Deskriptif ... 89
D. Pembahasan ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
A. Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 96
DAFTAR PUSTAKA ... 98
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Daftar Pernyataan Favorable dan Unfavorable ... 51
2. Blue Print Skala Kepuasan Kerja ... 53
3. Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal ... 55
4. Blue Print Skala Stres Kerja ... 57
5. Distribusi Skala Kepuasan Kerja Sebelum Uji Coba ... 67
6. Distribusi Skala Komunikasi Interpersonal Sebelum Uji Coba ... 69
7. Distribusi Skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba ... 71
8. Distribusi Skala Kepuasan Kerja Sesudah Uji Coba ... 74
9. Distribusi Skala Komunikasi Interpersonal Sesudah Uji Coba ... 76
10. Distribusi Skala Stres Kerja Sesudah Uji Coba ... 78
11. Hasil Analisis Reliabilitas Aitem Skala Kepuasan Kerja ... 79
12. Hasil Analisis Reliabilitas Aitem Skala Komunikasi Interpersonal ... 79
13. Hasil Analisis Reliabilitas Aitem Stres Kerja ... 80
commit to user
xv
15. Hasil Uji Linieritas Komunikasi Interpersonal
dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja ... 83
16. Hasil Uji Multikolinieritas ... 84
17. Hasil Uji Hetrokedastisitas ... 85
18. Hasil Uji Autokorelasi ... 86
19. Hasil Analisis Regresi Linier ... 87
20. Hasil Korelasi Berganda ... 88
21. Statistik Deskriptif ... 89
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan kesehatan yang baik perlu mendapatkan perhatian kita semua.
Sebagaimana diketahui, pelayanan kesehatan melibatkan banyak pihak, baik dari
pemerintah, masyarakat, maupun pelaku pelayanan itu sendiri. Pelaku pelayanan
dalam melaksanakan tugasnya tidak bisa lepas dari berbagai masalah yang sering
terjadi di dunia kerja.
Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat
adalah ilmu kesehatan tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau the health
science of caring. Caring adalah memberikan bantuan kepada individu atau
sebagai advokasi pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya
(Linberg dalam Nursalam, 2008). Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk
memandirikan pasien sehingga dapat berfungsi secara optimal (Rusdi, 2008).
Perawat sebagai seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk
turun serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi,
pencegahan penyakit, baik yang dilaksanakan sendiri maupun di bawah
pengawasan dokter atau suster kepala, maka kadar keterlibatan kerja akan
menentukan bagaimana kualitas kerja perawat tersebut dalam merawat pasien
dengan menerapkan pendekatan komprehensif dan merencanakan perawatan yang
bersifat individual berdasarkan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual dari pasien, pada tingkat tumbuh kembang yang berbeda. Pelayanan
commit to user
kesehatan secara keseluruhan, karena tenaga perawat selama dua puluh empat jam
harus berada di sisi pasien (Darmawan, 2002).
Hal yang sering menjadi permasalahan bagi perawat salah satunya adalah
masalah yang terkait dengan kepuasan kerja. Menurut As’ad (1992) kepuasan
kerja menjadi masalah yang menarik dan penting karena terbukti manfaatnya baik
bagi kepentingan individu, industri dan masyarakat. Bagi individu, penelitian
tentang sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan kerja memungkinkan
timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Bagi industri,
penelitian tentang kepuasan kerja dilakukan dalam usaha peningkatan produksi
dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya.
Selanjutnya masyarakat tentu akan mengetahui hasil kapasitas maksimal dari
industri serta naiknya nilai manusia di dalam konteks pekerjaan.
Menurut Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2001) kepuasan kerja
didefinisikan sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya
tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain
kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Gibson,
Ivancevich, dan Donelly (dalam Sutanto, 2002) menyatakan kepuasan kerja
merupakan ekspresi seseorang terhadap penghargaan (well-being) yang
diterimanya terkait dengan pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan yang
diterima dapat berbentuk intrinsik maupun ekstrinsik. Penghargaan intrinsik dapat
berupa adanya perasaan tanggung jawab, tantangan, dan pengakuan dari orang
lain. Penghargaan ekstrinsik dapat berupa gaji, kondisi kerja, tingkat pengawasan,
commit to user
Spector (dalam Arofani dan Seniati, 2007) menyatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan salah satu bentuk sikap yang paling sering diteliti oleh para ahli
dalam penelitian mengenai perilaku keorganisasian. Hasil penelitian Andrew
Oswald dan Jonathan Gardner dari Warwick University menyatakan dari tahun
1990 sampai dengan tahun 1998 terjadi penurunan 85% kepuasan kerja para
pegawai sektor layanan publik seperti dokter, perawat, guru, dosen, dan pegawai
negeri sipil di Britania Raya (Satria, 2007). Menurut Munandar (2001) kepuasan
kerja karyawan dirasakan penting karena memiliki dampak terhadap absenteeism
dan pindah kerja (turnover). Karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah
cenderung untuk tidak hadir dan keluar dari pekerjaannya.
Menurut Kettle, perawat memegang peranan utama dalam hal perawatan
kesehatan. Oleh karena itu penggantian dari tenaga perawat sangat merugikan dan
menghabiskan waktu. Sedangkan Weisman berpendapat bahwa penyebab utama
dari pindah kerja tenaga perawat disebabkan oleh rendahnya kepuasan kerja.
Selanjutnya menurut Lee, kesuksesan dalam industri rumah sakit tergantung dari
bagaimana mengatur dan mempertahankan perawat sehingga tidak terjadi pindah
kerja (dalam Stefanie, 2004).
Lawler mengemukakan teorinya yang disebut teori “Model Aspek
Kepuasan” (Satisfaction Facet Model) yang menyatakan bahwa individu
dipuaskan dengan suatu aspek khusus dari pekerjaan mereka seperti: rekan kerja,
atasan, upah, dan lain-lain, jika jumlah aspek yang mereka alami tersebut adalah
yang seharusnya mereka peroleh karena telah melaksanakan pekerjaannya sama
commit to user
Herzberg memperkuat pendapat tersebut dengan melakukan penelitian
terhadap 200 orang insinyur dan akuntan. Hasil penelitian Herzberg tersebut
melahirkan dua simpulan. Pertama, ada serangkaian kondisi atau faktor ekstrinsik
keadaan pekerjaan (job context) yang menyebabkan rasa tidak puas di kalangan
karyawan bila kondisi tersebut tidak ada. Faktor-faktor tersebut meliputi:
kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, supervisi, kondisi kerja, hubungan
antar-pribadi, gaji, status, dan keamanan. Kedua, serangkaian kondisi intrinsik isi
pekerjaan (job content) yang meliputi: prestasi, pengakuan, tanggung jawab,
kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang. Gilmer juga
mengemukakan sepuluh aspek yang dinilai memiliki kontribusi terhadap kepuasan
kerja yaitu keamanan, kesempatan untuk maju, perusahaan dan manajemen, upah
atau gaji, aspek intrinsik dari pekerjaan, supervisi, aspek-aspek sosial dari
pekerjaan, komunikasi, kondisi-kondisi kerja, dan benefit (dalam Temaluru,
2001).
Salah satu faktor yang menunjang kepuasan kerja menurut Munandar
(2001) adalah rekan-rekan sejawat. Di dalam kelompok kerja dimana para
pekerjanya harus bekerja dalam satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul
karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri,
kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi. Kepuasan kerja yang ada pada diri
pekerja timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan
kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosialnya dipenuhi),
misalnya tenaga kerja yang dalam menjalankan tugas pekerjaannya memperoleh
commit to user
komunikasi dan kepuasan kerja yaitu hasil penelitian yang dilakukan di
Washington bahwa 80 % dokter dan 50 % perawat mengaku melihat rekan kerja
mereka melakukan kekeliruan, namun hanya 10 % dari tenaga medis tersebut
yang bersedia mengkomunikasikan kekeliruan tersebut, dan mereka merasa puas
dan lega dengan lingkungan kerjanya. Kekeliruan tersebut adalah kesalahan
pemberian obat atau dosis, kesalahan operasi, dan penyebaran bakteri. Kekeliruan
tersebut mengakibatkan kematian puluhan dari ribuan orang di Amerika Serikat
(Iyan, 2005).
Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar
perawat dan tim kesehatan lainnya, dan untuk pemberian informasi dan kejelasan
dari masing-masing individu sesuai dengan kedudukannya. Menurut Tappen
komunikasi sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan dan pendapat, memberikan
nasehat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang saling bekerjasama (dalam
Nursalam, 2002).
Supratiknya mengatakan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila
penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan
oleh pengirim pesan. Komunikasi interpersonal sangat penting bagi kelangsungan
hidup manusia. Selanjutnya Johnson menyatakan bahwa komunikasi interpersonal
akan memudahkan terjadinya saling pemahaman diantara orang-orang yang
terlibat dalam komunikasi dan selanjutnya mengembangkan suatu relasi yang
memuaskan bagi kedua belah pihak serta kerja sama yang efektif (dalam
commit to user
Menurut Lee (dalam Stefanie, 2004) kepuasan kerja pada perawat menjadi
salah satu hal yang sangat penting dalam industri rumah sakit karena sikap dan
perilaku karyawan berhubungan dengan kualitas dari pelayanan. Kepuasan
pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan rumah sakit
dipengaruhi oleh sikap dan perilaku dari pelayanan yang diberikan oleh karyawan,
khususnya perawat.
Kepuasan kerja berhubungan positif dengan kepuasan pelanggan. Menurut
Robbins karyawan yang merasa puas mampu bertindak lebih ramah dan responsif
sehingga membentuk kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Pekerjaan menuntut
adanya interaksi dengan sesama rekan kerja dan atasan, mengikuti kebijakan dan
peraturan organisasi, memperlihatkan standar kinerja, dan bekerja dalam
lingkungan yang terkadang kurang ideal. Dari hasil analisis data utama penelitian
yang dilakukan dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara kepuasan kerja
dan kesejahteraan psikologis. Spector juga menjelaskan bahwa salah satu faktor
dari kepuasan kerja adalah stres kerja (dalam Tenggara, Zamralita, dan Suyasa,
2008).
Menurut Oentoro, Zamralita, dan Lianawati (2006) stres kerja adalah suatu
keadaan tertekan baik secara fisik maupun psikologis, dan kondisi ini akibat dari
tanggung jawab dan beban kerja yang berat serta keterbatasan individu dalam
menghadapi lingkungan kerja yang penuh tekanan. Keadaan ini menyebabkan
individu merasa tidak nyaman dan pada akhirnya akan berpengaruh pada
pekerjaannya. Menurut Anoraga (2001) pekerjaan atau lingkungan kerja sosial
commit to user
sebab-sebab yang rumit ataupun sederhana. Jika terdapat kondisi yang demikian,
stres akan muncul dan pada giliranya perasaan tidak puas akan sedikit banyak
mempengaruhi produktivitas dan prestasi kerja.
Dalam penelitian yang dilakukan Utomo (2009) menyatakan beberapa
fenomena yang terjadi berkaitan dengan stres kerja di RSUD Pandan Arang
Boyolali adalah sebagai berikut:
a. Tingginya jumlah pasien masuk IGD RSUD Pandan Arang
Boyolali dengan BOR (Bed Occupational Rate) tahun 2007 yang
berjumlah 85%.
b. Perawat dituntut untuk bekerja secara maksimal dan meningkatkan
mutu pelayanan rumah sakit.
c. Beban kerja perawat IGD dalam kategori besar.
d. Tuntutan yang tinggi dari pasien dan keluarga terhadap perawat,
misalnya: keluarga pasien menuntut kesembuhan atas keadaan atau
penyakit yang dideritanya.
e. Perawat IGD dituntut siap dengan keadaan gawat darurat, dan cepat
tanggap dengan perubahan kondisi pasien.
Menurut Hariyatun (dalam Utomo, 2009), perawat yang bekerja di IGD
menghadapi berbagai aspek dalam lingkungan kerja antara lain lingkungan fisik
dan lingkungan psikososial. Lingkungan fisik berupa terdapatnya berbagai jenis
penyakit, area kerja yang luas, kebisingan dari pasien serta penunggu pasien
commit to user
peraturan yang berlaku menjadikan beban kerja meningkat, tuntutan yang tinggi
dari pasien, pembuatan keputusan yang cepat dan tepat untuk menolong.
Ketidakmampuan dalam menjawab tuntutan lingkungan akan menimbulkan stres
dalam lingkungan kerja. Stres yang berat akan mempengaruhi kualitas dari
pelayanan yang diberikan.
Niven (2000) menyatakan salah satu sumber stres kerja perawat adalah
kesulitan dalam berhubungan dengan staf lain. Menurut Stamper dan Johlke
(dalam Chen Chen, Silverthorne, dan Hung, 2006) komunikasi organisasional
dapat menurunkan stres. Argumentasi dan konflik dengan sejawat ditemukan
menjadi kejadian yang menimbulkan stres. Brauer (dalam Wijono, 2006)
mengemukakan bahwa dimensi hubungan (iklim organisasi) yang berkaitan
dengan pemberian instruksi yang kurang jelas, tidak adanya pengakuan dan
ganjaran dari atasan, kurang adanya kesempatan kepada individu untuk
berpartisipasi dalam melaksanakan tugas, dan hubungan interaksi antara individu
dengan orang-orang yang ada di dalam dan di luar perusahaan yang kurang
berjalan baik dapat menimbulkan stres kerja.
Du Brin (dalam Hartanti dan Rahaju, 2003) menyatakan bahwa stres kerja
disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu yang apabila berlarut-larut akan
menimbulkan burnout. Menurut Schuler and Jackson (2005) kelelahan kerja (job
burnout) adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja
dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainnya, seperti: perawat
kesehatan. Menurut Caplan (dalam Antoniou, Davidson, dan Cooper, 2003) hal
commit to user
tanggung jawab langsung kepada manusia dan aksi-aksi mereka berimbas pada
kehidupan manusia.
Jexx (dalam Nuzulia, 2005) menyatakan bahwa individu yang memiliki
strategi problem focused of coping (mekanisme coping yang berfokus pada
masalah yang dihadapi), maka individu tersebut akan efektif dalam menghadapi
stressor kerja. Hasil dari penelitian yang dilakukan Dawal, Taha, dan Ghazilla
(2006) menunjukkan bahwa ciri-ciri kerja, lingkungan, organisasi kerja, dan
faktor-faktor sosial terkait secara bermakna dengan kepuasan kerja. Hasil
penelitian Ernst, dkk (2004) stres kerja memiliki hubungan yang signifikan
dengan usia, lama bekerja, dan usia organisasi.
Menurut hasil penelitian Chandraiah, dkk (2003) usia memiliki korelasi
negatif dengan stres kerja dan berkorelasi positif dengan kepuasan kerja. Cox
(dalam Gibson, Ivancevich, dan Donelly, 1995) menyebutkan salah satu kategori
stres yang potensial adalah organisasi, dengan ciri-ciri sebagai berikut: angka
absensi, omset, produktivitas rendah, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan
kerja, komitmen organisasi, dan loyalitas. Hasil yang senada diungkapkan Jamal
dan Baba (2000) ada hubungan yang siginifikan antara stres kerja perawat dengan
kesehatan psikosomatik dan komitmen organisasi.
Hasil analisis yang dilakukan Sameon dan Omar (2003) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nilai kerja dan kepuasan kerja,
dan kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Menurut
Iswanto (2001) tingginya level stres kerja dipersepsikan berhubungan secara
commit to user
Ahsan, dkk (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan secara
negatif antara stres kerja dan kepuasan kerja.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta (RSUD Dr.
Moewardi Surakarta) merupakan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah. Misi dari RSUD Dr. Moewardi Surakarta salah satunya adalah
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu prima dan memuaskan.
Perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta dituntut untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kesehatan kepada pasien secara optimal dan bermutu
prima untuk menjaga citra baik serta mempertahankan mutu layanan kesehatan
sehingga tercipta kepuasan pelanggan.
Berdasarkan observasi, penulis menjumpai beberapa masalah yang dialami
perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta, antara lain: seringkali perawat merasa
kesal jika dokter atau kepala perawat menyalahkan perawat sepenuhnya atas
layanan perawatan yang lambat dan tidak tepat sedangkan beberapa pasien harus
di tangani perawat secara bersamaan, pasien yang tidak menuruti instruksi dokter,
keluarga pasien yang tidak mengindahkan peraturan jam besuk, perawat lain yang
tidak saling membantu, pasien yang tidak kunjung membaik bahkan setiap saat
perawat harus menghadapi kematian pasien karena kegagalan dari intervensi
perawatan.
Masalah tersebut merupakan stressor kerja bagi perawat yang apabila tidak
diimbangi dengan adanya komunikasi interpersonal yang lancar dan kemampuan
dalam mengatasi stres kerja, maka akan mengakibatkan ketidakpuasan kerja.
commit to user
pekerjaannya yang ditunjukkan dengan adanya keberhasilan komunikasi
interpersonal dan stres kerja yang rendah. Berdasarkan hal di atas maka dapat
dikatakan bahwa tinggi rendahnya kepuasan kerja perawat RSUD Dr. Moewardi
Surakarta berhubungan dengan komunikasi interpersonal dan stres kerja.
Oleh karena itu, penulis perlu melakukan pengujian secara empiris dengan
melakukan penelitian yang berjudul: “Hubungan antara Komunikasi Interpersonal
dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian
ini : “Apakah terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja
dengan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi
Surakarta?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja
dengan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
2. Mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan
kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi
commit to user
3. Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan kepuasan kerja
perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:
1. Manfaat teoritis:
a. Dapat menambah khasanah pengetahuan ilmu psikologi,
khususnya psikologi industri dan organisasi.
b. Menambah pengetahuan tentang psikologi khususnya tentang
hubungan antara komunikasi interpersonal dan stres kerja dengan
kepuasan kerja perawat.
2. Manfaat praktis:
a. Bagi ilmuwan psikologi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
acuan didalam penerapan peningkatan kepuasan kerja karyawan.
b. Bagi perawat, dengan adanya komunikasi interpersonal yang baik
dan stres kerja yang rendah diharapkan dapat meningkatkan
commit to user
BAB II LANDASAN TEORIA. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Handoko (1997) kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja
merasakan pekerjaannya dan merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap
pekerjaannya yang bermacam-macam. Rasimin (1986) menyatakan kepuasan
kerja sebagai suatu kondisi yang subjektif dari keadaan diri seseorang sebagai
akibat dari dorongan atau kebutuhan yang ada pada dirinya dan dihubungkan
dengan kenyataan yang dirasakan.
Robbins (2001) menerangkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu
sikap umum individu terhadap pekerjaannya sedangkan pekerjaan tersebut
menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan dengan mengikuti aturan dan
kebijakan organisasi. Kepuasan kerja sangat penting untuk aktualisasi diri
karyawan karena apabila karyawan tidak memperoleh kepuasan kerja maka tidak
akan pernah mencapai kematangan psikologis yang pada gilirannya menimbulkan
frustasi dan stres. Hal ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja sebagai hasil
interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan dan sikap karyawan terhadap
commit to user
karyawan dalam lingkungan kerja yang berkaitan dengan kebutuhan yang akan
dicapai disesuaikan dengan kenyataan yang ada.
2. Dinamika Kepuasan Kerja
Menurut Munandar (2001) teori-teori kepuasan kerja antara lain:
a. Teori pertentangan (discrepancy theory).
Teori pertentangan dari Locke (dalam Munandar, 2001) menyatakan
bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari
pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai:
a.1. Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan
individu dengan apa yang ia terima.
a.2. Pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.
b. Model dari kepuasan bidang atau bagian (facet satisfaction).
Menurut model Lawler (dalam Munandar, 2001) orang akan puas
dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan
kerja, atasan, dan gaji) jika jumlah dari bidang itu mereka persepsikan
sebagai yang harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka
sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara aktual
mereka terima. Jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang
tergantung dari bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan,
ciri-ciri pekerjaannya, masukan dan keluaran dari orang lain yang
commit to user
c. Teori proses-bertentangan (opponent-process theory).
Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu
keseimbangan emosional (emotional equilibrium) dan bahwa kondisi
emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan
atau ketidakpuasan memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem
pusat saraf yang membuat aktif emosi yang bertentangan. Teori ini
menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan,
mereka merasa senang sekaligus ada rasa tidak senang. Setelah
beberapa saat rasa senang menurun sedemikian rupa sehingga orang
merasa agak sedih sebelum kembali ke normal. Ini demikian karena
emosi tidak senang (emosi yang berlawanan) berlangsung lebih lama.
Herzberg (dalam Gibson, Ivancevich, dan Donelly, 1996) yang dikenal
sebagai pencetus teori dua faktor membagi situasi yang mempengaruhi sikap
seseorang terhadap pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfier dan
dissatisfier.
a. Kelompok satisfiers adalah kelompok yang akan membuat orang puas
pada pekerjaannya. Kelompok satisfier disebut juga motivator faktor
atau faktor intrinsik. Kelompok ini merupakan faktor-faktor sebagai
sumber kepuasan kerja, tanggung jawab, kemajuan dalam kerja,
kemungkinan berkembang, dan pekerjaan itu sendiri.
b. Kelompok dissatifiers adalah kelompok yang tidak akan membuat
orang puas dengan pekerjannya. Kelompok ini disebut juga hygiene
commit to user
menjadi sumber ketidakpuasan kerja, misalnya upah,
peraturan-peraturan perusahaan, kondisi kerja, keamanan kerja, dan mutu
pengawasan kerja.
Dari pendapat Herzberg ini jelas bahwa kepuasan dan ketidakpuasan
dalam bekerja merupakan hal yang berbeda. Kepuasan kerja disebabkan
faktor-faktor intrinsik dari dalam diri karyawan sedangkan penyebab ketidakpuasan
karyawan adalah dari faktor luar diri karyawan yang dapat diartikan sebagai faktor
kondisi kerja.
Smith (dalam As’ad, 1995) yang terkenal dengan “Equity Theory”
menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat dilihat dari sejauh mana karyawan
merasakan keadilan dalam bekerja. Dalam teori ini terdapat tiga elemen keadilan,
yaitu:
a. Elemen pertama. Masukan merupakan sesuatu yang berharga dan
sudah diberikan oleh karyawan kepada pekerjaan, misalnya
keterampilan yang dimiliki, pengalaman kerja atau usaha-usaha yang
sudah dilakukan oleh karyawan.
b. Elemen kedua. Keluaran merupakan segala sesuatu yang dirasakan
karyawan sebagai hasil dari pekerjaan, misalnya upah yang diterima.
c. Elemen ketiga. Orang pembanding, yaitu individu tempat karyawan
membandingkan antara apa yang telah dikeluarkan dengan apa yang
telah diterima, misalnya teman sekerja.
Keadaan tersebut diatas diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang
commit to user
kemungkinan karyawan merasa puas bila menguntungkan (over compensation
equity), dan ada kemungkinan juga merasa tidak puas bila dianggap merugikan
(under compensation equity).
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa teori-teori yang
mengupas tentang kepuasan kerja secara umum dibagi atas: teori pertentangan
(discrepancy theory), model dari kepuasan bidang atau bagian (facet satisfaction),
teori proses-bertentangan (opponent-process theory), teori kepuasan (satisfiers)
dan ketidakpuasan (dissatisfier), dan teori keadilan (equity theory)
3. Faktor-faktor Kepuasan Kerja
Suatu perusahaan akan lebih mudah mengelola sumber daya manusia
menjadi lebih efektif jika karyawannya sudah memiliki kepuasan kerja yang
tinggi. Untuk mencapai kepuasan kerja yang tinggi tidak dapat lepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja tersebut. As’ad (1992) mengemukakan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja :
a. Faktor kondisi kerja, yaitu berhubungan dengan faktor fisik dan psikis
kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja,
emosi, dan situasi kerja seperti tantangan kerja, lingkup pekerjaan,
umpan balik, dan tekanan kerja.
b. Faktor individu, yaitu berhubungan dengan sikap individu terhadap
pekerjaannya termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk
berpikir positif terhadap diri dan pekerjaannya.
c. Faktor luar, yaitu dukungan yang berasal dari luar diri individu,
commit to user
Menurut Harold (1984) faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan
kerja yaitu:
a. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain:
a.1. Hubungan antara manager dengan karyawan.
a.2. Faktor fisik dan kondisi kerja.
a.3. Hubungan sosial diantara karyawan.
a.4. Sugesti dari teman kerja.
a.5. Emosi dan situasi kerja.
b. Faktor individual yaitu yang berhubungan dengan:
b.1. Sikap orang terhadap pekerjaannya.
b.2. Usia orang sewaktu bekerja.
b.3. Jenis kelamin.
c. Faktor-faktor luar (eksternal) yang berhubungan dengan:
c.1. Keadaan keluarga individu.
c.2. Rekreasi.
c.3. Pendidikan (training, up grading dan sebagainya).
Menurut Arofani dan Seniati (2007) penyebab dari kepuasan kerja dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori umum, antara lain:
a. Faktor lingkungan kerja itu sendiri dan faktor-faktor yang
diasosiasikan dengan kepuasan kerja, antara lain: karakteristik
pekerjaan, gaji, atasan, kesempatan untuk berkembang, keamanan
commit to user
b. Faktor individual yang dibawa oleh orang tersebut dalam pekerjannya,
yaitu: kepribadian, jenis kelamin, usia, status pernikahan, dan
pendidikan.
c. Faktor kesesuaian antara individu dengan pekerjaan.
Mangkunegara (1993) menyatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan
erat dengan beberapa faktor, yaitu:
a. Usia
Ada kecenderungan karyawan yang lebih tua lebih merasa puas
dibandingkan dengan karyawan yang berumur relatif lebih muda. Hal
ini diasumsikan bahwa karyawan yang lebih tua telah berpengalaman,
sehingga ia mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan
sedangkan karyawan usia muda biasanya mempunyai harapan yang
ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila harapannya dengan
realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat
menyebabkan mereka menjadi tidak puas.
b. Tingkat pekerjaan
Karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi
cenderung lebih puas daripada karyawan yang tingkat pekerjaannya
lebih rendah. Hal tersebut dapat terlihat pada karyawan yang tingkat
pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik
commit to user
c. Ukuran organisasi perusahaan
Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan
karyawan. Hal ini karena besar kecilnya suatu perusahaan
berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi
karyawan.
Korman (dalam Munandar, 1988) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang menentukkan terbentuknya kepuasan kerja, yaitu:
a. Lingkungan kerja
Faktor lingkungan ini meliputi tingkat pekerjaan, isi pekerjaan,
pimpinan yang penuh perhatian, kesempatan promosi, interaksi sosial
dan bekerja dalam kelompok.
b. Faktor pribadi
Faktor ini terdiri dari jenis kelamin, lamanya bekerja, dan tingkat
pendidikan.
c. Kondisi kerja
Kondisi kerja merupakan kenyamanan ruang kerja yang dirasakan
dapat mempengaruhi aktivitas kerja, meliputi luas sempitnya ruangan,
pergantian udara, terbuka dan tertutupnya ruangan, dan suasana
commit to user
d. Waktu istirahat
Waktu istirahat maksutnya adalah istirahat yang resmi diberikan
perusahaan, yang tidak resmi yang dibutuhkan oleh pekerja.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam kepuasan kerja, antara lain: faktor hubungan antar
karyawan, faktor individual (termasuk didalamnya kemampuan berpikir positif),
kondisi kerja (termasuk di dalamnya tekanan kerja), jenis kelamin, masa kerja,
tingkat pendidikan, lingkungan kerja, waktu istirahat, dukungan sosial, ukuran
atau besar kecilnya perusahaan, lingkungan pribadi.
4. Aspek-aspek Kepuasan Kerja
Anoraga (1995) mengemukakan bahwa aspek-aspek kepuasan kerja ada
lima aspek, yaitu:
a. Rasa aman, yaitu adanya kepastian kenyamanan untuk memperoleh
pekerjaan tetap, memangku jabatan di perusahaan selama mungkin.
b. Kesempatan untuk maju dan berkembang, yaitu kemungkinan bagi
karyawan untuk maju, naik pangkat kedudukannya dan keahlian atau
pengalaman.
c. Gaji atau imbalan, yaitu perusahaan memberikan imbalan berupa gaji
commit to user
d. Nama baik tempat kerja yaitu perusahaan memberikan kebanggaan
pada karyawan apabila mereka bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
e. Kesempatan berprestasi dan pengakuan diri, yaitu perusahaan
memberikan kesempatan pada karyawan untuk mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat mencapai tingkat kerja
yang maksimal.
Menurut As’ad (1995) aspek-aspek kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
a. Finansial dan jaminan sosial yang terdiri dari: gaji, pemberian jasa,
macam-macam tunjangan dan jaminan sosial.
b. Kondisi lingkungan kerja, meliputi: jenis pekerjaan, waktu kerja dan
sistem kerja, keadaan alat dan mesin.
c. Kesempatan untuk maju dan berkembang, meliputi: kesempatan yang
diberikan pada karyawan untuk maju dan berkembang.
d. Psikologis, meliputi: cita-cita dan pandangan hidup, minat dan
kemauan, sikap, bakat dan kehidupan sesuai dengan kemampuannya.
Wexley dan Yukl (1998) aspek-aspek kepuasan kerja, antara lain:
a. Psikologis, berhubungan dengan kejiwaan karyawan, meliputi: bakat
dan keterampilan, minat, ketentraman kerja, dan sikap terhadap kerja.
commit to user
c. Fisik, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja, meliputi:
jenis pekerjaan, penerangan, dan keadaan ruangan.
d. Finansial, berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
kepuasan kerja karyawan antara lain: aspek psikologis, sosial, fisik, finansial, rasa
aman, gaji atau uang, kesempatan untuk maju, nama baik tempat kerja, dan
kesempatan berprestasi.
B. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi
Kamus Psikologi (dalam Rakhmat, 1994) menyatakan komunikasi sebagai
penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme. Menurut Effendi
(1993) istilah komunikasi berasal dari perkataan latin communicatio yang berarti
pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Istilah tersebut berdasar dari kata
communis yang berarti sama. Yang dimaksudkan sama adalah sama makna
diantara orang-orang yang terlibat komunikasi.
Menurut Raymon S. Ross (dalam Rakhmat, 1994) yang menyatakan
bahwa komunikasi yaitu proses transaksional yang meliputi pemisahan dan
pemilihan bersama lambang secara kognitif begitu rupa sehingga membantu orang
lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama
yang dimaksud sumber. Nursalam (2002) menyatakan bahwa komunikasi dalam
praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam
commit to user
Purba (2003) jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam
pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Keuntungan komunikasi verbal dalam
tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk memberikan respon secara
langsung. Menurut Nursalam (2002) tujuan komunikasi verbal adalah
assertiveness. Perilaku asertif adalah suatu cara komunikasi yang memberikan
kesempatan kepada individu untuk mengekspresikan perasaannya secara
langsung, jujur dan cara yang sesuai tanpa menyinggung perasaan lawan
komunikasinya.
Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas maka penulis menyimpulkan
bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi yang meliputi
penyampaian atau penerimaan pesan sehingga tercapai kesamaan makna diantara
orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut.
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal menurut Muhammad (2004) adalah proses
pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya
atau biasanya diantara dua orang dapat langsung diketahui umpan baliknya.
Masyuri (1991) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal juga disebut
komunikasi antar pribadi yaitu bentuk komunikasi antara dua orang atau lebih
dimana masing-masing pihak yang berkomunikasi terlibat langsung dalam
penyampaian pesan secara aktif.
Potter dan Perry (dalam Nurjanah, 2001) menjabarkan komunikasi
commit to user
yang meliputi interaksi antara dua orang atau kelompok kecil dan merupakan inti
dari praktek keperawatan karena dapat terjadi antara perawat dengan klien serta
keluarga, perawat dengan perawat, perawat dengan pimpinan rumah sakit, dan
perawat dengan tim kesehatan lainnya.
Berdasarkan uraian yang dijabarkan di atas maka komunikasi interpersonal
dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran informasi yang dilakukan antara
dua orang atau lebih yang secara langsung terlibat dalam penyampaian dan
penerimaan pesan secara aktif dapat langsung diketahui umpan baliknya.
3. Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal
Purwanto (1993) menyebutkan unsur-unsur komunikasi interpersonal
sebagai berikut:
a. Komunikator. Komunikator adalah orang yang memprakarsai adanya
komunikasi.
b. Pesan yang akan disampaikan yang berupa ide, pendapat, pikiran, dan
saran.
c. Saluran komunikasi. Saluran komunikasi adalah segala sarana yang
dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan yang
ingin disampaikan pada pihak lain.
d. Metode komunikasi. Metode komunikasi adalah segala cara yang
dipergunakan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain.
e. Komunikan. Komunikan adalah orang yang menjadi objek dalam
commit to user
f. Lingkungan komunikasi. Lingkungan komunikasi adalah suasana
dimana proses komunikasi berlangsung.
g. Umpan balik dari komunikan dan komunikator.
Radfield (dalam Wursanto, 1989) menyebutkan unsur-unsur yang
terkandung dalam komunikasi interpersonal antara lain:
a. Communicator adalah pihak yang menyampaikan berita.
b. Message adalah pesan atau berita yang disampaikan.
c. Transmits adalah pengirim berita.
d. Communicate adalah penerima berita atau komunikan.
e. Respons adalah reaksi atau tanggapan dari pihak komunikan.
Berdasarkan uraian diatas unsur-unsur komunikasi interpersonal dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Komunikator sebagai pengirim pesan.
b. Pesan atau berita yang akan dikirim ataupun diterima.
c. Saluran komunikasi.
d. Komunikan sebagai penerima pesan.
e. Respon.
f. Lingkungan komunikasi.
g. Umpan balik
4. Faktor-faktor Komunikasi Interpersonal
Faktor komunikasi interpersonal (Luhandi, 1987) adalah:
a. Faktor psikologis yaitu segala sesuatu yang ada di benak komunikator
commit to user
ini akan menggiring komunikasi yang terjadi menjadi formal, tidak
formal, tegang atau bersahabat.
b. Faktor fisik yaitu lingkungan fisik saat terjadi komunikasi. Lingkungan
fisik akan mempengaruhi jenis komunikasi yang terjadi.
c. Faktor sosial meliputi hubungan manusia satu sama lain.
d. Faktor budaya meliputi tradisi kebiasaan dan adat yang memiliki
kekuatan besar untuk mempengaruhi karakter seseorang. Seluruh isi
komunikasi akan mengikuti kebiasaan normal suatu budaya.
e. Faktor waktu yaitu kapan sebuah komunikasi terjadi.
Menurut Suardiman (1985) komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh
hal-hal sebagai berikut:
a. Sumber komunikator yang meliputi minat, kesediaan untuk
berkomunikasi interpersonal, mengenal permasalahan yang dihadapi
oleh komunikan, menemukan pesan yang tepat, memelihara hubungan
komunikasi secara baik, dan menyampaikan pesan yang tepat.
b. Komunikasi meliputi kesediaan menerima pesan, kebutuhan
menyelesaikan masalah yang dihadapi, tidak mempertahankan diri,
dan menyadari keadaan diri termasuk mengenal kelemahan dan
keunggulan.
Mundakir (2006) menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi interpersonal dalam pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Persepsi yaitu cara seseorang mengecap tentang sesuatu yang terjadi di
commit to user
Persepsi akan mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses
komunikasi harus ada pengertian yang sama tentang pesan yang
disampaikan dan diterima oleh kedua belah pihak.
b. Nilai yaitu keyakinan yang dianut seseorang. Komunikasi antara
perawat dengan klien dipengaruhi oleh nilai-nilai dari kedua belah
pihak. Nilai yang dianut perawat dalam kontak komunikasi
kesehatannya tentunya berbeda dengan nilai yang dimiliki oleh klien.
Perawat perlu memegang nilai-nilai profesional dalam berkomunikasi,
misalnya perawat atau petugas kesehatan yang lain tidak harus
marah-marah ketika ada pasien yang tidak kooperatif terhadap rencana
tindakan yang akan dilakukan.
c. Emosi yaitu subjektivitas seseorang dalam merasakan situasi yang
terjadi di sekelilingnya. Perawat harus dapat membedakan suasana
emosi personal dengan emosi profesional. Komunikasi akan berjalan
lancar dan efektif apabila tenaga kesehatan termasuk perawat dapat
mengelola emosinya.
d. Latar belakang sosial budaya. Antara seseorang dengan orang lainnya
berbeda dalam menanggapi segala sesuatu. Faktor ini harus dijadikan
pegangan bagi perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam bertutur
kata, bersikap, dan melangkah dalam berkomunikasi dengan klien.
e. Pengetahuan. Komunikasi akan sulit berlangsung apabila terjadi
perbedaan tingkat pengetahuan dari perilaku komunikasi. Pengetahuan
commit to user
diharapkan dapat berkomunikasi dengan berbagai tingkat pengetahuan
yang dimiliki klien. Perawat juga diharapkan mempunyai pengetahuan
tentang konsep dan teori cara berkomuikasi yang baik. Perawat
dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan
dan perkembangan klien karena hal tersebut sangat terkait dengan
pengetahuan yang dimiliki klien.
f. Kondisi lingkungan. Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial
tempat komunikasi berlangsung dan dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial yang merupakan identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam
komunikasi.
Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor komunikasi interpersonal yang
diungkapkan beberapa tokoh di atas, maka penulis dapat menyebutkan
faktor-faktor komunikasi antara lain:
a. Suasana hati masing-masing individu yang terlibat dalam proses
komunikasi.
b. Latar belakang sosial budaya.
c. Keterdekatan antar individu yang terlibat komunikasi atau hubungan
sosial.
d. Pengetahuan atau latar belakang pendidikan.
e. Lingkungan tempat berlangsungnya proses komunikasi.
commit to user
5. Aspek-aspek Komunikasi InterpersonalAspek-aspek komunikasi interpersonal menurut Johnson (dalam
Supratiknya, 1999) sebagai berikut:
a. Kemampuan saling memahami. Kemampuan saling memahami
tersebut terdiri dari sikap percaya, pembukaan diri, keinsyafan diri,
dan penerimaan diri.
b. Kemampuan mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat
dan jelas. Komunikasi dapat dimulai, dikembangkan, dan dipelihara
jika antar pribadi saling mengungkapkan pikiran dan perasaan dan
saling mendengarkan.
c. Kemampuan saling menerima dan saling memberikan dukungan atau
saling menolong untuk menemukan pemecahan-pemecahan yang
konstruktif terhadap masalah.
d. Kemampuan memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar
pribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi dengan orang
lain melalui cara-cara konstruktif.
Aspek-aspek komunikasi interpersonal menurut De Vito (dalam
Darmawan, 2002) adalah:
a. Keterbukaan yang terdiri dari dua aspek, yaitu: aspek keinginan untuk
terbuka bagi setiap orang yang berinteraksi dengan orang lain dan
aspek keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimuli yang
commit to user
b. Empati yaitu merasakan seperti apa yang dirasakan orang lain. Suatu
perasaan bersama orang lain dan mencoba merasakan dalam cara yang
sama dengan perasaan orang lain.
c. Dukungan. Terdiri dari dukungan yang terucapkan maupun dukungan
yang tidak terucapkan, seperti senyuman ataupun anggukan kepala.
d. Kepositifan yang terdiri dari tiga aspek, yaitu: komunikasi
interpersonal akan berhasil apabila terdapat perhatian yang positif
terhadap diri seseorang, komunikasi interpersonal akan terpelihara
baik apabila suatu perasaan positif terhadap orang lain itu
dikomunikasikan, dan perasaan positif dalam situasi komunikasi
interpersonal sangatlah bermanfaat untuk mengefektifkan kerja sama.
e. Kesamaan. Kesamaan kepribadian bertujuan agar masing-masing
pihak yang berkomunikasi merasa dihargai dan dihormati sebagai
manusia yang mempunyai suatu yang penting untuk dikontribusikan
kepada orang lain.
Menurut Rakhmat (1994) aspek-aspek komunikasi dinyatakan sebagai
berikut:
a. Percaya. Rasa percaya membuat orang lain terbuka dalam
mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
b. Sikap supportif (dukungan) yang terlihat dari:
b.1 Deskripsi, yang artinya penyampaian perasaan dan persepsi tanpa
menilai.
commit to user
keinginan untuk bekerjasama.
b.3 Spontanitas, yaitu sikap jujur dan tidak ada motif yang terpendam.
b.4 Persamaan, yaitu sikap yang menganggap sama derajat, tidak
menggurui tetapi menghargai, dan menghormati perbedaan
pandangan dan keyakinan yang ada.
b.5 Provisi analisis, yaitu kesediaan untuk menjalin kembali pendapat
dan bersedia mengakui kesalahan.
c. Empati. Empati adalah kemampuan menghargai perasaan orang lain,
memberikan respon emosional, mengendalikan emosi dan tulus dalam
menjalin hubungan.
d. Pengungkapan perasaan, yaitu komunikasi yang berupa percakapan
dua orang yang terlibat dalam dialog secara mendalam guna
mengungkap pikiran dan perasaan yang bersifat terbuka, jujur, dan
hangat serta keduanya mempunyai hubungan yang sangat akrab.
Berdasarkan uraian mengenai aspek-aspek komunikasi interpersonal
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal terdiri dari
berbagai aspek, antara lain:
a. Keterampilan atau kemampuan berkomunikasi.
b. Empati.
c. Sikap supportif (dukungan).
d. Sikap pengertian, keterbukaan, kesamaan, kepositifan, dan
commit to user
C. Stres Kerja 1. Pengertian StresKamus lengkap psikologi (dalam Chaplin, 1995) mendefinisikan stres
sebagai suatu keadaan tertekan baik secara fisik maupun psikologis. Menurut
Anoraga (2001) secara sederhana stres sebenarnya merupakan suatu bentuk
tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di
lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Menurut Hardjana (dalam Oentoro, Zamralita dan Lianawati, 2006) stres
adalah suatu keadaan atau situasi yang menekan seseorang dengan kapasitas
melebihi atau di luar kemampuan orang tersebut untuk mengatasinya. Stres
menurut Slamet (2003) adalah suatu keadaan di mana beban yang dirasakan
seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban tersebut.
Handoko (2000) menguraikan stres sebagai suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang.
Berdasarkan uraian di atas, stres dapat dikatakan sebagai suatu kondisi
ketegangan yang dialami seseorang dikarenakan beban yang dirasakannya tidak
sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi masalah yang pada akhirnya
mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis dan mengganggu kesehatan mental
seseorang.
2. Pengertian Stres Kerja
Stres kerja menurut Rivai (2005) adalah suatu kondisi ketegangan yang
menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi
commit to user
Widhiastuti, 2002) mendefinisikan stres kerja yaitu respon fisik dan emosi yang
muncul ketika persyaratan-persyaratan kerja tidak sesuai dengan kapabilitas,
sumber daya atau kebutuhan dari pekerja.
Menurut Oentoro, Zamralita dan Lianawati (2006) stres kerja merupakan
suatu kondisi ketegangan yang terjadi karena adanya tekanan-tekanan dan
kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan yang melebihi ambang kewajaran dan disertai
kurangnya dukungan dari berbagai pihak. Keenan dan Newton (1987)
mengemukakan bahwa terdapat empat cakupan kesulitan dalam pekerjaan, yaitu
kesulitan individu, kesulitan informasi, kesulitan teknik, dan kesulitan dalam
melaporkan hasil kerja. Schuler dan Jackson (1979) berpendapat bahwa stres kerja
merupakan suatu keadaan dimana faktor-faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan saling mempengaruhi dan mengubah keadaan fisik dan psikis
karyawan.
Dengan demikian stres kerja dinyatakan sebagai suatu akibat dari
ketegangan yang disebabkan oleh ketidakmampuan fisik dan psikis dalam
memenuhi persyaratan-persyaratan kerja dan mengatasi kesulitan-kesulitan
pekerjaan yang melebihi batas ambang kewajaran.
3. Sumber-sumber Stres Kerja
Niven (2000) menyatakan lima sumber stres kerja perawat, yaitu:
a. Kelebihan beban kerja. Masalah kekurangan staf dan menghadapi
terlalu banyak pasien adalah pengalaman yang paling menimbulkan
stres bersamaan dengan waktu untuk mencoba mempertahankan
commit to user
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan staf lain. Argumentasi dan
konflik dengan sejawat ditemukan menjadi kejadian yang
menimbulkan stres.
c. Masalah dengan perawatan pasien sakit kritis. Beberapa kesulitan
yang dilaporkan adalah keharusan berespon terhadap tuntutan untuk
tindakan segera, mengoperasikan alat yang tidak dikenal, dan bekerja
dengan prosedur atau tindakan baru.
d. Ansietas, masalah dengan pengobatan pasien, dan dokter yang tidak
memahami kebutuhan pasien.
e. Kondisi pasien. Pasien yang gagal untuk membaik, seperti pasien
dengan nyeri kronis dan sakit terminal.
Handoko (2000) menguraikan sumber-sumber stres kerja sebagai berikut:
a. Beban kerja yang berlebihan.
b. Tekanan atau desakan waktu.
c. Kualitas atau supervisi yang buruk.
d. Iklim politis yang tidak aman.
e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.
f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung
jawab.
g. Kemenduaan peranan (role ambiguity).
h. Frustasi.
i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.
commit to user
k. Berbagai bentuk perubahan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja bersumber
dari beban kerja kerja yang dirasa berlebihan oleh karyawan, tekanan-tekanan di
dalam pekerjaan termasuk waktu penyelesaian tugas, lingkungan yang tidak
menyenangkan, dan adanya perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan
karyawan.
4. Faktor-faktor Stres Kerja
Menurut Wilson dan Corlett (dalam Wulanyani dan Sudiajeng, 2006)
secara umum ada tiga situasi yang dapat memicu timbulnya stres kerja yaitu
pekerja dihadapkan pada tuntutan yang tidak sesuai dengan kemampuannya,
pekerja yang mempunyai keterbatasan dalam mengatasi masalahnya, dan
dukungan yang kurang dari kolega, penyelia, teman atau keluarga. Dooley, Rook
dan Catalano (1987) menyatakan dukungan sosial bersangkutan dengan kesehatan
psikis pekerja.
Sigit (2003) menyatakan stressor dalam organisasi tempat orang bekerja
dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:
a. Stressor individu, antara lain: persepsi, nilai-nilai yang diyakini dan
kepribadian, locus of control.
b. Stressor kelompok, antara lain: kurangnya kohesivitas (tidak
tertarik), tidak cocok dengan pimpinan, konflik peran dan status dalam
commit to user
c. Stressor organisasi, antara lain: iklim organisasi yang tidak
menyenangkan, kondisi pekerjaan dan tempat kerja, beban kerja yang
berlebihan, gaji yang tidak memuaskan, teknologi yang tidak sesuai
dan sulit diimplementasikan, gaya kepemimpinan yang otoriter dan
sewenang-wenang, dan desain organisasi yang kacau.
d. Stressor dari luar pekerjaan, antara lain: masalah keluarga, masalah
ekonomi, masalah politik, dan gaya hidup.
Hasil penelitian Fawzi (2001) menyatakan variabel usia, persepsi terhadap
kondisi kerja fisik, dan persepsi terhadap pekerjaan sebagai programmer
memberikan sumbangan terbesar terhadap tinggi rendahnya tingkat stres kerja.
Wijono (2006) menyatakan bahwa kepribadian dan iklim organiasi secara
bersamaan berpengaruh terhadap timbulnya stres kerja. Iklim organisasi berkaitan
dengan pemberian instruksi yang kurang jelas, tidak ada ganjaran dari atasan, dan
hubungan interpersonal yang buruk.
DuBrin (dalam Hartanti dan Rahaju, 2003) menyatakan stres kerja
disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu yang apabila berlarut-larut akan
menimbulkan burnout. Menurut Schuler dan Jackson (2005) kelelahan kerja (job
burnout) adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja
dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainya seperti perawat
kesehatan. Hasil dari penelitian yang dilakukan Tang, dkk (2001) menunjukkan
hasil bahwa stres bersumber dari self-efficacy dan sikap proaktif yang
berhubungan negatif dengan burnout yang mana pada gilirannya langsung
commit to user
Berdasarkan pendapat beberapa tokoh mengenai faktor-faktor stres kerja di
atas dapat dsimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terdiri
dari faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu.
5. Aspek-aspek Stres Kerja
Menurut Widhiastuti (2002) menyebutkan bahwa aspek-a