• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Kualitas Produk untuk Menurunkan Rework dengan Menggunakan Metode DMAIC dan Fuzzy FMEA di PT. Gold Coin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Kualitas Produk untuk Menurunkan Rework dengan Menggunakan Metode DMAIC dan Fuzzy FMEA di PT. Gold Coin"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAMPIRAN

TABEL KRITERIA RATING FMEA RATING SEVERITY

Efek Kriteria Rangking

Berbahaya tanpa ada peringatan

Dapat membahayakan konsumen

10 Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah

Tidak ada peringatan Berbahaya dan ada

peringatan

Dapat membahayakan konsumen

9 Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah

Ada peringatan

Sangat tinggi

Mengganggu kelancaran produksi

8 Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah

sudah baik/bisa di rework) Pelanggan tidak puas

Tinggi

Sedikit mengganggu kelancaran produksi

7 Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah

sudah baik/bisa di rework) Pelanggan tidak puas

Sedang Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya dapat disortir (sudah

baik) 6

Rendah 100% produk dapat di-rework 5

Produk pasti dikembalikan oleh konsumen

Sangat Rendah Sebagian dapat di-rework dan sisanya sudah baik 4 Kemungkinan produk dikembalikan oleh konsumen

Kecil

Hanya sebagian kecil yang dapat di-rework dan sisanya sudah

baik 3

Rata-rata pelanggan complain

Sangat kecil Komplain hanya diberikan oleh pelanggan tertentu 2

Tidak ada Tidak ada efek buat konsumen 1

Sumber: Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For

(3)

RATING OCCURANCE

Peluang Terjadinya Penyebab Kegagalan

Tingkat Kemungkinan

Kegagalan

Rangking

Sangat Tinggi 1 dalam 2 10

1 dalam 3 9

Tinggi 1 dalam 8 8

1 dalam 20 7

Sedang

1 dalam 80 6

1 dalam 400 5

1 dalam 2.000 4

Rendah 1 dalam 15.000 3

1 dalam 150.000 2 Sangat Kecil 1 dalam 1.500.000 1

Sumber: Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.

RATING DETECTION

Keterangan Rangking

Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui 1

Jelas bagi indera manusia 2

Memerlukan inspeksi 3

Inspeksi yang hati-hati dengan indera manusia 4 Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia 5 Memerlukan bantuan dan/atau pembongkaran sederhana 6 Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran 7 Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran yang kompleks 8 Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi 9

Tidak dapat dideteksi 10

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Richard. 1999. Alat Peningkatan Mutu, Jakarta: Gramedia.

George, L Michel, Dkk. The Lean Six Sigma Pocket Toolbook. New York: McGraw-Hill

Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Gupta, Praveen. The Six Sigma Performance Handbook, New York: McGraw-Hill Inc, 2005

Kusumadewi, Sri, Purnomo, Hari. 2002. Analisis & Desain Fuzzy Menggunakan Tool. Box Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumadewi, Sri., Purnomo, Hari. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Montgomery, C. Douglas. 2009. Introduction to Statistical Quality Control 6th edition. USA: John Wily & Sons, Inc.

McDermott., E, Robin. 2009. The Basic of FMEA. Edisi 2. USA : CRC Press. Rusmiati, Emi. 2014. Penerapan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy

FMEA) Dalam Mengidentifikasi Kegagalan Pada Proses Produksi Di PT.

Daesol Indonesia. Program Studi Teknik dan Manajemen Industri, Sekolah Tinggi Manajemen Industri. http://p3m.stmi.ac.id/assets/uploads/detail_ jurnal/247d3-hal-18-34.pdf. 12 Agustus 2015

Sinulingga, Sukaria. 2013. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press.

Wardhana, Widi. 2015. Implementasi Perbaikan Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Produk Sajadah Pada

Perusahaan PT.Pondok Tekstil Kreasindo. Jurusan Teknik Industri Itenas,

(16)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Kualitas1

Kualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan satu atau lebih

karakteristik yang harus dimiliki pada produk atau jasa. Kualitas telah menjadi salah satu faktor keputusan konsumen yang paling penting dalam persaingan

pemilihan antara produk dan jasa. Fenomena ini meluas, terlepas dari apakah konsumen itu individu, organisasi industri, toko ritel, lembaga bank atau keuangan, atau program pertahanan militer. Akibatnya, pemahaman yang baik pada kualitas

merupakan faktor kunci yang menyebabkan keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan meningkatkan daya saing. Ada keuntungan yang besar atas investasi dari peningkatan kualitas dan berhasil menggunakan kualitas sebagai bagian integral

dari strategi bisnis secara keseluruhan.

3.2. Pengendalian Kualitas2

Pengendalian kualitas adalah kombinasi semua alat dan teknik yang

digunakan untuk mengontrol kualitas suatu produk dengan biaya seekonomis mungkin dan memenuhi syarat pemesan. Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas

1

Douglas C. Montgomery. 2009. Introduction to Statistical Quality Control 6th edition. USA: John

Wily & Sons, Inc h. 4 2

(17)

produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang

sebenarnya dan yang standar.

Dalam mengendalikan proses kita berusaha menyelidiki dengan cepat

apabila terjadi gangguan proses dan tindakan pembetulan dapat segera dilakukan sebelum terlalu banyak unit yang tidak sesuai dengan standard produksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengendalian kualitas antara lain:

1. Dari segi operator : keterampilan dan keahlian dari manusia yang menangani produk.

2. Dari segi bahan baku : bahan baku yang dipasok oleh penjual.

3. Dari segi mesin : jenis mesin dan elemen-elemen mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) secara garis besar digolongkan menjadi dua, yakni pengendalian proses statistik (statistical process

control) dan rencana penerimaan sampel produk (acception sampling).

Pengendalian proses statistik (statistical process control) merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis,

pengelola dan memperbaiki proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian proses statistik merupakan penerapan metode-metode statistik untuk

pengukuran dan analisis variasi proses. Dengan pengendalian proses statistik maka dapat dilakukan analisis dan meminimalkan penyimpangan dan kesalahan, mengkuantifikasikan kemampuan proses dan memuat hubungan antara konsep dan

(18)

Keberhasilan dalam pengendalian proses statistik sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni sistem pengukuran, sistem pelatihan yang tepat, dan komitmen

manajemen. Alasan utama mengadakan pengendalian proses statistik adalah untuk dapat mencapai kepuasan pelanggan

Secara umum pengendalian kualitas atau quality control dapat diartikan sebagai suatu sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan, pemeliharaan dan upaya perbaikan kualitas berbagai kelompok dalam sebuah organisasi agar

perekayasaan, produksi dan jasa, serta pemasaran dapat berada pada tingkatan yang paling ekonomis sehingga konsumen mendapat kepuasan penuh. Jadi pengendalian

kualitas berarti:

1. Menggunakan pengawasan kualitas sebagai dasar setiap kegiatan . 2. Pengendalian biaya, harga dan laba secara terintegrasi.

3. Pengendalian jumlah, meliputi jumlah produksi, penjualan dan persediaan serta waktu pengiriman kepada pelanggan.

3.3. DMAIC3

DMAIC adalah prosedur pemecahan masalah terstruktur secara luas yang digunakan dalam kualitas dan proses perbaikan kualitas. Hal ini sering dikaitkan

dengan kegiatan six sigma, dan hampir semua implementasi dari six sigma

menggunakan proses DMAIC. Namun, DMAIC belum tentu secara resmi selalu terikat dengan six sigma, dan dapat digunakan tanpa penggunaan organisasi dari six

sigma.

3

Douglas C. Montgomery. 2009. Introduction to Statistical Quality Control 6th edition. USA: John

(19)

Struktur DMAIC mendorong pemikiran kreatif tentang masalah dan solusinya dalam definisi produk asli, proses, atau jasa. Ketika proses ini beroperasi

begitu parah sehingga perlu untuk meninggalkan proses asli dan mulai dari awal, atau jika ditentukan produk yang baru atau jasa yang diperlukan, maka langkah

DMAIC sebenarnya akan meningkatkan menjadi langkah desain yang baik bagi kualitas.

3.3.1. Tahap Define

Tujuan dari tahap define dalam DMAIC adalah untuk mengidentifikasi

peluang proyek dan untuk memverifikasi atau memvalidasi bahwa itu merupakan potensi terobosan yang sah. Sebuah proyek harus penting untuk pelanggan (voice of customer) dan penting untuk bisnis. Stakeholder yang bekerja dalam proses dan

pelanggan hilir perlu menyetujui kegunaan potensi proyek. Salah satu item pertama yang harus diselesaikan dalam menentukan define adalah project charter.

Pada langkah ini merupakan operasional awal dalam program peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap define, ada 2 hal yang perlu dilakukan, yaitu:

a. Mendefinisikan proses inti perusahan

Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada

para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu proses inti yang akan dievaluasi.

(20)

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal

adalah tugas Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang diinginkan pelanggan eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan (voice to customer - VOC) menjadi hal yang menantang. Dalam hal mendefinisikan

kebutuhan spesifik dari pelanggan yang terpenting adalah memahami dan membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan output

dan persyartan pelayanan.

3.3.2. Tahap Measure4

Tujuan dari tahapan measure adalah untuk mengevaluasi dan memahami keadaan disaat proses berlangsung. Ini melibatkan pengumpulan data dalam hal

ukuran waktu yang berkualitas, biaya, dan siklus. Hal ini penting untuk mengembangkan semua key process input variables (biasanya disingkat KPIV) dan

key process output variables (KPOV).

Dalam langkah yang kedua dalam tahapan operasional pada program peningkatan kualitas terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan karakteristik kualitas kunci

CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan

yang diturunkan secara langsung dari persyaratan - persayaratan output dan pelayanan. Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik kualitas sama dengan jumlah kesempatan penyebab cacat.

4

(21)

2. Mengembangkan rencana pengumpulan data

Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga

tingkat, yaitu:

a. Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau

aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karaktersitik kualitas output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini adalah

mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses.

b. Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang diinginkan pelanggan.

c. Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spessifik dari pelanggan. Jadi

pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa yang diserahkan kepada pelanggan. Pengukuran baseline

kinerja

d. Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada upaya-upaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol

(22)

Setelah mengetahui baseline kinerja maka kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai dapat diukur.

e. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya dilakukan apabila itu terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran kinerja pada tingkat

proses akan memberikan baganan secara jelas dan konprehensif tentang segala sesuatu yang terjadi dalam sub proses itu.

3.3.2.1.Pengukuran SixSigma5

Pengukuran dilakukan dengan mengasumsikan semua kemungkinan nilai

termasuk penilaian data kontinu misalnya waktu siklus pelayanan pelanggan. Untuk menghitung tingkat sigma, maka harus mengkalkulasi DPMO kemudian mengkonversikan ke tingkat sigma. Perhitungan DPMO dan tingkat sigma dapat

dilakukan sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini: 1. Perhitungan Defect Per Unit (DPU)

DP To e e To U i

Dimana,

D = jumlah defect atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses produksi U = jumlah unit yang diperiksa

2. Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan berapa banyak cacat akan muncul jika ada satu juta peluang.

5

Praveen Gupta, The Six Sigma Performance Handbook, (New York: McGraw-Hill Inc, 2005), hal.

(23)

DPM o or i ie or error i i DP 1.000.000

3. Perhitungan tingkat Sigma dapat dihitung dengan menggunakan Microsoft

Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini: “ EXP (-DP )”

3.3.2.2.Peta Kontrol6

Control Chart merupakan suatu grafik yang digunakan untuk menentukan

apakah suatu proses maupun kualitas produk berada dalam keadaan stabil atau tidak atau dengan kata lain apakah masih dalam keadaan terkendali (sesuai dengan

batas spesifikasi) atau di luar kendali (di luar batas spesifikasi).

Gambar 3.1. Control Chart

Control Chart yang paling umum digunakan adalah:

a. Control Chart untuk variabel

6

(24)

Yaitu Control Chart untuk pengukuran data variabel. Data yang bersifat variabel diperoleh dari hasil pengukuran dimensi, seperti berat, panjang, tebal,

dan sebagainya. Control Chart untuk variabel ini terdiri dari:

1. Peta X dan R, pengendali rata-rata (X) proses tingkat kualitas biasanya dengan peta kendali X. Variabilitas atau pemencaran proses dapat

dikendalikan dengan peta kendali atau rentang yang disebut peta R.

2. Peta X dan S, bila ukuran sampel (n) cukup besar (n>10), metode rentang kehilangan efisiensinya karena rentang mengabaikan semua

informasi dalam sampel antara Xmax dan Xmin.

b. Control Chart untuk atribut

Yaitu Control Chart untuk karakteristik kualitas yang tidak mudah dinyatakan dalam bentuk numerik. Contohnya inspeksi secara visual seperti penentuan cacat warna, goresan, berkarat, dan sebagainya. ControlChart untuk atribut ini

terdiri dari: peta p, peta np, peta u,dan peta c. 1. Peta p

Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai

dengan spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat peta p ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

    k i i k i i n p n p CL 1 1 1 n p p p

UCL 3 (1 ) dan

n p p p

(25)

2. Peta np

Peta ini menggambarkan banyaknya unit yang ditolak dalam sampel

yang berukuran konstan. Untuk membuat peta np ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

n k p p n CL k i o

 

 1 1

) 1 (

3 o o

o np p

p n

UCL   dan LCLnpo 3 npo(1po)

3. Peta c

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian atau kecacatan dalam sampel berukuran konstan. Satu benda yang cacat memuat

paling sedikit satu ketidaksesuaian, tetapi sangat mungkin satu unit sampel memiliki beberapa ketidaksesuaian, tergantung sifat dasar ke lannya. Untuk membuat peta c ini dapat digunakan rumus sebagai

berikut: k p c CL k i

 

 1 1

c c

UCL 3 dan LCLc3 c

4. Peta u

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian dalam satu unit sampel dan dapat dipergunakan untuk ukuran sampel tidak konstan. Untuk membuat peta u ini dapat dipergunakan rumus-rumus sebagai

(26)

    k i i k i n p u CL 1 1 1 n u u

UCL 3 dan

n u u

LCL 3

3.3.3. Tahap Analyze7

Dalam tahapan analyze, tujuannya adalah untuk menggunakan data dari

tahapan measure untuk memulai menentukan hubungan sebab-akibat dalam proses dan memahami berbagai sumber variabilitas. Dengan kata lain, dalam menganalisis langkah kita ingin menentukan penyebab potensi cacat, masalah kualitas, masalah

pelanggan, waktu siklus atau limbah dan inefisiensi yang menganggu jalannya proyek. Hal ini penting untuk memisahkan sumber variabilitas dalam penyebab

umum dan penyebab khusus.

Pada tahap ini, tiga hal yang perlu dilakukan yaitu: 1. Menentukan stabilitas dan kemampuan proses

Proses industri harus dipandang sebagai suatu penigkatan terus-menerus, yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk (barang dan/atau jasa), pengembangan produk, proses produksi, sampai

kepada distribusi kepada pelanggan. Berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk itu dapat dikembangkan ide

untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksinya.

7

(27)

2. Menentukan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci

Setelah melakukan analisis kapabilitas maka langkah selanjutnya adalah

menetapkan target-target kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci untuk ditingkatkan. Konseptual penetapan target kinerja dalam program pendekatan

kualitas merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu harus mengikuti prinsip dari SMART (specific/measurabl/achievabl/result oriented/time bound).

3. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas

Pada proses analyze terdapat pemilihan peta kontrol yang disini digunakan peta

kontrol-u karena data yang digunakan adalah data atribut dengan ukuran sampel yang berbeda-beda. Data yang dikumpulkan berupa jumlah ketidaksesuaian dalam sampel. Banyaknya ketidaksesuaian rata-rata per unit

dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

3.3.3.1.ParetoDiagram8

Pareto diagram dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan

terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan pada faktor

penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar

8

(28)

dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidk berarti. Langkah-langkah pembuatan pareto diagram adalah sebagai berikut :

 Kumpulkan data dan susun data berdasarkan jumlah yang paling besar

ke yang paling kecil/tentukan jumlah kumulatifnya.

 Gambar grafik dengan sumbu y sebagai jumlah data dan sumbu x

sebagai kategori data dan digambar dengan skala yang tepat.

 Gambarkan diagram batang pada sumbu x sesuai kategori data dan

jumlahkan mulai dari jumlah data terbesar hingga yang terkecil.  Dengan menggunakan tabel kumulatif gambar grafik kumulatifnya

Setelah didapat diagram pareto maka dapat kita simpulkan kategori yang paling dominan dari tiap kategori.

Gambar 3.2. Diagram Pareto

3.3.3.2.Cause and Effect Diagram9

Tujuan dari diagram sebab akibat ini adalah membantu mengatasi penyebab masalah yang tidak dapat diatasi, menyediakan struktur untuk identifikasi masalah,

9

Michael L. George, Dkk, The Lean Six Sigma Pocket Toolbook, (New York: McGraw-Hill), hal.

(29)

dan memastikan ide pemecahan masalah yang diperoleh dari hasil brainstorming. Langkah-langkah membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut:

1. Memberi nama masalah secara spesifik

2. Memutuskan masalah utama sebagai penyebab masalah dan menuliskannya

dalam diagram

3. Melakukan brainstorming secara detail mengenai penyebab masalah 4. Melakukan review pada diagram secara kompleks

5. Mendiskusikan hasil diagram akhir

6. Mengembangkan rencana untuk mengonfirmasi potensi penyebab masalah

secara aktual dan jangan melakukan tindakan sampai memverifikasikan penyebab masalah.

3.3.3.3.Scatter Diagram

Scatter diagram sangat berguna untuk mendeteksi korelasi (hubungan)

antara dua variable (faktor), sekaligus juga memperlihatkan tingkat hubungan tersebut (kuat atau lemah). Diagram scatter juga menjadi dasar pembuatan chart

yang sering digunakan dalam peramalan.

Pada pemanfaatannya, scatter diagram membutuhkan data berpasangan sebagai bahan baku analisisnya, yaitu sekumpulan nilai x sebagai faktor yang

independen berpasangan dengan sekumpulan nilai y sebagai faktor dependen. Melalui penggambaran data tersebut dalam scatter diagram, akan dapat dilakukan analisa lebih lanjut, sejauhmana antara faktor x dan y memiliki korelasi, yang

(30)

tingkat keeratan hubungan antar faktor tersebut. Dikatakan kedua faktor itu berhubungan sangat erat bila nilai rho mendekati angka +1. Di samping itu, juga

akan dapat disimpulkan kecenderungan arah korelasi tersebut (positif atau negatif). Korelasi memiliki kecenderungan positif bila setiap pertambahan faktor x

menyebab-kan pertambahan faktor y, sebaliknya kecenderungan negatif bila setiap pertambahan menyebabkan pengurangan faktor y.

Tujuan penggunaan Scatter Diagram

1. Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel,

2 Menentukan jenis hubungan dari dua variabel itu, apakah positif, negatif dan

tidak ada hubungan

3.3.4. Tahap Improve10

Dalam tahapan measure dan analyze, tim difokuskan untuk memutuskan KPIVs dan KPOVs dalam penelitian, data apa yang dikumpulkan, bagaimana

menganalisis dan menampilkan data, mengidentifikasi potensi sumber variabilitas, dan menentukan bagaimana menafsirkan data yang diperoleh. Dalam tahapan

improve, mereka beralih ke pemikiran kreatif tentang perubahan tertentu yang

dapat dibuat dalam proses dan hal-hal lain yang bisa dilakukan untuk memiliki dampak yang diinginkan pada kinerja proses. berbagai alat dapat digunakan dalam

tahapan improve. Merancang ulang proses untuk meningkatkan alur kerja dan mengurangi bottleneck dan work-in-process akan membuat ekstensif menggunakan flow chart dan / atau peta value stream.

10

(31)

11

Pada tahap improve, dilakukan pemecahan masalah dengan cara memberikan solusi yang tepat terhadap masalah yang terjadi, mengevaluasi,

menyeleksi, dan mengoptimisasi solusi terbaik untuk pemecahan masalah, serta mengembangkan solusi terbaik yang dipilih agar mendapatkan hasil perbaikan

yang sesuai dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3.3.5. Tahap Control

Tujuan dari tahapan control untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang tersisa pada proyek dan menyerahkan proses improve kepada pemilik proses

dengan rencana melakukan pengendalian proses dan prosedur lain yang diperlukan untuk memastikan bahwa keuntungan dari proyek tersebut akan dilembagakan. Artinya, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa keuntungan yang membantu

dalam proses dan jika mungkin, perbaikan akan dilaksanakan dalam proses serupa lainnya dalam bisnis. Pemilik proses harus dilengkapi dengan sebelum dan setelah

data pada metrik proses kunci, operasi dan dokumen pelatihan, dan diperbarui peta proses saat ini. Rencana pengendalian proses harus menjadi sistem untuk memantau solusi yang telah dilaksanakan, termasuk metode dan metrik untuk audit

berkala. Control chart adalah alat statistik yang penting yang digunakan dalam langkah pengendalian DMAIC; banyak rencana pengendalian proses melibatkan

diagram kontrol pada kritis metrik proses.

11

(32)

3.4. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) 12

FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi

dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses. Penggunaan efektif FMEA dapat menghasilkan pengurangan dalam hal berikut :

1. Meningkatkan reliabilitas dan kualitas produk/proses. 2. Meningkatkan kepuasan pelanggan.

3. Cepat dalam mengidentifikasi dan mengurangi kecacatan yang terjadi pada

produk/proses.

4. Memprioritaskan pada kekurangan produk/proses.

5. Mendapatkan perekayasaan atau pembelajaran keorganisasian. 6. Menekankan pada pencegahan terjadinya masalah.

7. Mempunyai sistem pengulangan jenis kecacatan komponen yang sistematik

untuk meyakinkan bahwa beberapa kegagalan minimal menghasilkan kerugian bagi produk dan proses.

8. Mengetahui efek-efek dari kegagalan pada produk atau proses yang diteliti dan fungsi-fungsinya.

9. Menetapkan komponen-komponen dari produk atau proses yang gagal akan

memiliki efek kritis pada produk atau proses dan kecacatan-kecacatan tersebut akan menghasilkan efek merugikan.

Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses dan produk. Jika digunakan dalam desain dan proses manufaktur, FMEA dapat mengurangi atau menekan biaya dengan mengidentifikasi dan memperbaiki produk

12

(33)

dan proses secara cepat pada saat proses pengembangan. Pembuatannya relatif mudah serta tidak membutuhkan biaya yang banyak. Hasilnya adalah proses

menjadi lebih baik karena telah dilakukan tindakan koreksi dan mengurangi serta mengeliminasi kegagalan.

Dalam industri otomotif, kebanyakan perusahaan membagi FMEA ke dalam dua jenis yaitu sebagai berikut:

1. Design FMEA Berfokus pada pemeriksaan fungsi subsistem, komponen atau

sistem utama. Fokus dari desain FMEA adalah pada desain produk yang akan dikirimkan ke konsumen akhir. Design FMEA membantu di dalam desain

proses dengan mengidentifikasi tipetipe kegagalan yang diketahui dan dapat diduga. Kemudian mengurutkan kegagalan tersebut berdasarkan dampak yang diakibatkan produk.

2. Process FMEA Berfokus pada penelitian proses yang digunakan untuk membuat komponen, subsistem, atau sistem utama. Process FMEA

mengungkap masalah yang berkaitan dengan proses pembuatan produk. Process

FMEA digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegagalan proses dengan pengurutan tingkat kegagalan dan membantu untuk menetapkan prioritas

berdasarkan dampak yang diakibatkan baik pada pelanggan eksternal maupun internal. Penerapan process FMEA membantu untuk mengidentifikasi

(34)

3.4.1. Tahapan Pembuatan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

Prosedur dalam pembuatan FMEA mengikuti sepuluh tahapan berikut ini

1. Melakukan peninjauan terhadap proses.

2. Mengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) padaproses.

3. Membuat daftar potential effect (akibat potensial) dari masing-masing mode kegagalan.

4. Menentukan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi.

5. Menentukan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan. 6. Menentukan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan dan/atau

akibat yang terjadi.

7. Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masingcacat. 8. Membuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan

tindakan perbaikan.

9. Melakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang

paling banyak terjadi.

10.Mengkalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau dieliminasi.

Kesepuluh tahapan tersebut dituangkan ke dalam lembar kerja FMEA.

3.5. Logika Fuzzy13

Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang

input ke dalam suatu ruang output. Logika fuzzy merupakan salah satu metode

13

Sri Kusumadewi, Hari Purnomo. 2002. Analisis & Desain Fuzzy Menggunakan Tool. Box

(35)

untuk melakukan analisa system yang mengandung ketidakpastian. Penerapan logika fuzzy dalam FMEA adalah untuk membantu menentukan nilai Risk Priority

Number dari kegagalan yang terjadi. Dengan melakukan metode fuzzy FMEA ini, perusahaan dapat menentukan proses mana yang harus diprioritaskan untuk

diberikan solusinya secara bertahap sehingga dapat meminimalkan terjadinya kegagalan dalam proses produksi. Terdapat beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy antara lain :

1.Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.

2. Logika fuzzy sangat fleksibel.

3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.

4.Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non linier yang sangat

kompleks.

5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman

para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

6.Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.

7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.

3.6. Himpunan Crisp dan Himpunan Fuzzy

Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan µ[x], memiliki dua kemungkinan:

(36)

2. Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan.

Himpunan crisp A didefinisikan oleh item-item yang ada pada himpunan itu. Jika aɛA, angka nilai yang berhubungan dengan a adalah 1. Namun, jika aɛA,

maka nilai yang berhubungan dengan a adalah o. Notasi A={x|P(x)} menunjukkan bahwa A berisi item x dengan P(x) benar. Jika X merupakan fungsi karakteristik A dan properti P, maka dapat dikatakan bahwa P(x) benar, jika dan hanya jika X

(x)=1. Kalau pada himpunan crisp, nilai A keanggotaan hanya ada dua kemungkinan yaitu 0 dan 1, pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada

rentang 0 dan 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy µ[x]=0, berarti x tidak menjadi anggota himpunan. Demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan

fuzzy µ A[x]=1, berarti x menjadi anggota penuh himpunan A.

3.7. Fungsi Keanggotaan14

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan ) yang memiliki interval antara 0 dan 1.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan.

3.7.1. Representasi Linier

Pada representasi linier, pemetaan input ke derajat keanggotaannya

14

Sri Kusumadewi, Purnomo Hari. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan..

(37)

digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas.

Ada dua keadaan himpunan fuzzy yang linier. Pertama, kenaikan derajat keanggotaan nol [0] bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki

derajat keanggotaan lebih tinggi.

Gambar 3.3. Representasi Linear Naik

Fungsi keanggotaan :

µ[x] = {

Kedua, merupakan kebalikan yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai

domain dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.

(38)

Gambar 3.4. Representasi Linear Turun

Fungsi keanggotaan :

µ[x] = {

3.7.2. Representasi Kurva Segitiga

Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis (linier).

Gambar 3.5. Kurva Segitiga

Fungsi keanggotaan :

µ[x] = {

(39)

3.7.3. Representasi Kurva Trapesium

Kurva segitiga pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada

beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.

Gambar 3.6. Kurva Trapesium

Fungsi keanggotaan :

µ[x] = {

3.7.4. Representasi Kurva Bentuk Bahu

Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan

turun. Tetapi terkadang salah satu sisi dari variabel tersebut tidak mengalami perubahan. Himpunan fuzzy „bahu‟ bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri

variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah, demikian juga

(40)

3.7.5. Representasi Kurva-S

Kurva PERTUMBUHAN dan PENYUSUTAN merupakan kurva-S atau

sigmoid yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan permukaan secara tak linier. Kurva-S untuk PERTUMBUHAN akan bergerak dari sisi paling kiri (nilai

keanggotaan = 0) ke sisi paling kanan (nilai keanggotaan = 1). Fungsi keanggotaannya akan tertumpu pada 50% nilai keanggotaannya yang sering disebut dengan titik infleksi.

1 Derajat

keanggotaan

µ[ x ]

0

R1 domain Rn

Gambar 3.7. Himpunan fuzzy dengan kurva-S: Pertumbuhan

Kurva-S untuk PENYUSUTAN akan bergerak dari sisi paling kanan (nilai keanggotaan = 1) ke sisi paling kiri (nilai keanggotaan = 0).

1 derajat keanggotaan

µ[ x ]

0

Ri domain Ri

(41)

Kurva-S didefenisikan dengan menggunakan tiga parameter, yaitu : nilai keanggotaan nol ( α ), nilai keanggotaan lengkap ( ), dan titik infleksi atau

crossover ( ) yaitu titik yang memiliki domain 50% benar. Gambar berikut menunjukkan karakterisik kurva-S dalam bentuk skema.

1 derajat

keanggotaan

µ[ x ] 0.5

0

R1

domain Rn

µ[ x ]=0 α µ[ x ]=1

µ[ x ]=0.5

[image:41.595.140.450.231.512.2]

Gambar 3.9. Karakteristik fungsi kurva-S

Fungsi keanggotaan kurva PERTUMBUHAN adalah :

0 → x ≤α

2

(

xα

)

/

(

α

)

2 → α ≤x

S ( x;α; ; )=

(

α

)

2

x

1 − 2 ( −x) /

1

x

Sedangkan fungsi keanggotaan pada kurva PENYUSUTAN adalah :

1 → x ≤α

−2

(

x− α

)

/

(

− α

)

2 → α ≤x

1

S ( x;α; ; )=

2

(

x

)

/

(

α

)

2 → ≤ x
(42)

3.7.6. Representasi Kurva Bentuk Lonceng (Bell Curve)

Untuk mempresentasikan bilangan fuzzy, biasanya digunakan kurva bentuk lonceng. Kurva berbentuk lonceng ini terbagi atas tiga kelas, yaitu : himpunan

fuzzy π , beta, dan Gauss. Perbedaaan ketiga kurva ini terletak pada gradiennya.

3.7.6.1.Kurva

[image:42.595.143.488.353.596.2]

Kurva π berbentuk lonceng dengan derajat keanggotaannya 1 (satu), terletak pada pusat dengan domain ( ), dan lebar kurva ( ).

Gambar 3.10. Karakteristik fungsional kurva

Fungsi Keanggotaan

− , − → x

S ( x;

2 , )

π (x; ; )=

1 S x; , + , + → x >

(43)

3.7.6.2.Kurva BETA

Seperti halnya kurva PI, kurva BETA juga berbentuk lonceng namun lebih

rapat. Kurva ini juga didefenisikan dengan dua parameter, yaitu nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva ( ), dan setengah lebar kurva ( ). Nilai kurva

untuk suatu nilai domain x diberikan sebagai :

Pusat 1

derajat keanggota an

µ[ x ] 0.5

0

R1 Titik Titik Rn

Infleksi Infleksi

− +

[image:43.595.132.475.280.598.2]

Domain

Gambar 3.11. Karakteristik fungsional kuva BETA

Fungsi Keanggotaan :

B (x; ) = 1

1 ( -) 2

(44)

3.7.6.3.Kurva GAUSS

Jika kurva BETA menggunakan dua parameter yaitu ( ) dan ( ), kurva

GAUSS juga menggunakan ( ) untuk menunjukkan nilai domain pada pusat kurva, dan (k) yang menunjukkan lebar kurva.

Pusat 1

derajat keanggotaan

µ[ x ] 0.5

0

R1

R j

[image:44.595.115.467.266.502.2]

Leba Domain

Gambar 3.12. Karakteristik Fungsional Kurva GAUSS

Fungsi keanggotaan :

G ( x; k , )= ek( x)2

3.8. Metode Mamdani

Metode mamdani sering dikenal sebagai metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan

output, diperlukan 4 tahapan :

1. Pembentukan himpunan fuzzy

(45)

Pada metode mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy.

2. Aplikasi fungsi implikasi (aturan)

Pada metode mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min.

3. Komposisi aturan

Tidak seperti penalaran monoton, apabila sistem terdiri dari beberapa aturan, maka inferensi diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan. Ada 3

metode yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu : max,

additive, dan probabilistic OR (probor).

a. Metode Max (Maximum)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk

memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua proposisi telah dievaluasi,

maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan konstribusi dari tiap-tiap proposisi. Secaa umum dapat dituliskan :

µsf[Xi] = max(µsf[Xi],µkf[Xi])

dengan :

µsf[Xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i;

µkf[Xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i;

Misalkan ada tiga aturan (proposisi) sebagai berikut : [R1] IF Biaya Produksi RENDAH And Permintaan NAIK

(46)

[R2] IF Biaya Produksi STANDAR THEN Produksi Barang NORMAL ;

[R3] IF Biaya Produksi TINGGI And Permintaan TURUN THEN Produksi Barang BERKURANG ;

Proses inferensi dengan menggunakan metode Max dalam melakukan komposisi aturan seperti terlihat pada gambar berikut ini.

1. Input fuzzy 2. Aplikasi 3. Aplikasi operasi fuzzy metode implikasi

NAIK

BERTAMBAH

Rendah

IF Biaya Produksi RENDAH AND Permintaan NAIK THEN Produksi Barang BERTAMBAH

STANDAR NORMAL

Tak ada

IF Biaya Produksi STANDAR THEN Produksi Barang NORMAL

TINGGI TURUN BERKURANG

(47)

4. Aplikasi metode komposisi (max)

Gambar 3.13. Komposisi aturan Fuzzy : Metode MAX

b. Metode Additive (Sum)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy. Secara

umum dituliskan :

µsf[Xi] = min(1,µsf[Xi] + µkf[Xi])

dengan :

µsf[Xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i;

µkf[Xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i;

c. Metode Probabilistik OR (probor)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara

melakukan product terhadap semua output daerah fuzzy. Secara umum dituliskan :

µsf[Xi] = (µsf[Xi] + µkf[Xi]) - (µsf[Xi] * µkf[Xi])

dengan :

µsf[Xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i;

(48)

4. Penegasan (defuzzy)

Input dari proses defuzzy adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari

komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu

himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp

tertentu sebagai output seperti terlihat pada gambar 3.3.

Daerah fuzzy „A‟

Output :

Daerah fuzzy ‘D’

Daerah fuzzy „B‟

Daerah fuzzy „C‟

[image:48.595.148.506.301.597.2]

Nilai yang diharapkan

Gambar 3.14. Proses Defuzzy

Ada beberapa metode defuzzy yang bisa dipakai pada komposisi aturan

Mamdani, antara lain:

a. Metode Centroid (Composite Moment)

(49)

daerah fuzzy. Secara umum dirumuskan :

Untuk variabel kontinu, atau

Untuk variabel diskret

b. Metode Bisektor

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai keanggotaan setengah dari jumlah total nilai keanggotaan pada daerah fuzzy. Secara umum dituliskan :

zpsedemikian hingga∫Rp1 µ ( z ) dz =∫pRn µ( z )dz

c. Metode Mean of Maximum (MOM)

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata-rata domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.

d. Metode Largest of Maximum (LOM)

Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terbesar dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.

e. Metode Smallest of Maximum (SOM)

(50)

3.9. Implementasi Perbaikan Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma

Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Produk Sajadah pada Perusahaan PT.

Pondok Tekstil Kreasindo15

3.9.1. Latar Belakang

PT. Pondok Tekstil Kreasindo adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri sajadah. Menghasilkan produk yang baik merupakan salah satu tujuan

perusahaan PT. Pondok Tekstil Kreasindo yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Saat ini masih terdapat keluhan konsumen terhadap produk sajadah ini karena masih terdapat beberapa cacat pada produk sajadah, seperti jahitan yang tidak

mengikuti pola, masih terdapat bolong pada sajadah, dll. Masih terdapat cacat pada produk sajadah di PT. Pondok Tekstil Kreasindo dapat mengurangi keuntungan dan

kepuasan konsumen, sehingga perlu dilakukan perbaikan terhadap proses produksi untuk mengurangi cacat produk sajadah agar perusahaan mendapatkan keuntungan yang optimal serta mempertahankan tingkat kepuasan konsumen akan produk yang

dihasilkan perusahaan PT. Pondok Tekstil Kreasindo, sehingga perusahaan dapat bertahan dan berkembang.

3.9.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data merupakan proses mengumpulkan data yang dibutuhkan

sebagai input dalam melakukan perhitungan pada penelitian berupa jenis-jenis cacat yang ada, jumlah cacat produk per periode, dan jumlah produksi produk sajadah.

15

Widi Wardhana., 2015. “Implementasi Perbaikan Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma Untuk

(51)

Pengolahan data merupakan proses untuk mengolah data input agar didapatkan output berupa solusi untuk mengurangi cacat.

3.9.2.1.Define

Tahap define dilakukan dengan mengidentifikasi proses produksi dan jenis cacat. Pada tahap ini dapat dilakukan pembuatan peta proses operasi (Operation

Process Chart) dengan tujuan untuk mengetahui secara keseluruhan proses yang terjadi dalam pembuatan produk sajadah dan dapat ditentukan penentuan Critical to

Quality (CTQ).

3.9.2.2.Measure

Pada tahapan ini dapat ditentukan penentuan Critical to Quality (CTQ). Tahap

Measure bertujuan untuk mengukur dan menganalisa permasalahan dari data-data

yang ada. Untuk mengukur permasalahan yang ada dapat dilakukan perhitungan

Defect per Million Opportunities (DPMO) untuk mengukur kinerja perusahaan pada

saat ini, Perhitungan DPMO dan nilai Sigma dilakukan berdasarkan penentuan CTQ.

3.9.2.3.Analyze

Tahapan analyze adalah tahap ketiga dalam metode peningkatan kualitas Six

Sigma yang terdiri dari Analisis Terhadap Ukuran DPMO dan Sigma Level, penentuan penyebab dan akar masalah dengan menggunakan Process Decision Program Chart (PDPC) yang terdapat dalam7 Management Planning Tools, dan

(52)

3.9.2.4.Improve

Pada tahapan ini akan mendiskusikan mengenai ide-ide untuk melakukan suatu

improvement berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan. Selain itu juga dilakukan percobaan untuk melihat hasilnya sudah efektif atau belum.

3.9.2.5.Control

Setelah keempat tahapan diatas sudah dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah membuat suatu rencana dan merancang pengukuran atas hasil improvement yang sudah dilakukan agar dapat dikontrol dan diawasi secara berkesinambungan.

3.9.3. Kesimpulan dan Saran

3.9.3.1.Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan di perusahaan PT. Pondok Tekstil Kreasindo, adalah sebagai berikut:

1. Jenis cacat yang paling kritis dan harus dilakukan adalah cacat bolong. Penyebab jenis cacat bolong berdasarkan faktor operator, metode, dan peralatan. Faktor yang

paling menyebabkan cacat bolong adalah faktor metode. Faktor metode disebabkan karena SOP perusahaan yang belum baik sehingga tebal gulungan benang menjadi tidak sama satu sama lain tidak mengetaui jika benang akan

habis.

2. Usulan tindakan perbaikan yang diberikan kepada PT. Pondok Tekstil Kreasindo

(53)

produk yang sudah dihasilkan dari gulungan benang, sehingga dapat diperkirakan kapan gulungan benang akan habis.

3. Nilai DPMO mengalami penurunan sebesar 32645,74 dan nilai sigma mengalami peningkatan sebesar 0,327s.Dengan menurun nya nilai DPMO dan naiknya nilai

sigma dari 2,983s menjadi 3,31s, menandakan bahwa implementasi yang dilakukan cukup berhasil karena mampu mengurangi jumlah cacat pada

perusahaan.

3.9.3.2.Saran

Saran untuk perusahaan adalah agar memisahkan penggunaan gulungan benang antar stasiun kerja dan menyediakan alat-alat untuk menghitung kapasitas

gulungan benang. Perusahaan juga diharap mampu menjaga implementasi yang sudah ada dan mengembangkan implementasi yang sudah ada untuk kemajuan perusahaan.

3.10. Penerapan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam

Mengidentifikasi Kegagalan Pada Proses Produksi Di PT. Daesol

Indonesia16

3.10.1. Pendahuluan

PT XYZ merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi sunvisor

PUPAD. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah kerusakan yang sering terjadi pada setiap proses. Dalam era globalisasi ini setiap perusahaan dituntut mampu bersaing

16

Emi Rusmiati., 2014. “Penerapan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam

(54)

untuk dapat bertahan hidup. Untuk itu salah satu hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas produk yang mereka hasilkan. Saat ini sudah banyak cara dan

metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas suatu produk industri, salah satunya adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan penggunaan

logika fuzzy. FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses (McDermott, 2009).

Logika fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Logika fuzzy merupakan salah satu metode untuk melakukan analisa system yang mengandung ketidakpastian (Kusumadewi, 2002). Penerapan logika

fuzzy dalam FMEA adalah untuk membantu menentukan nilai Risk Priority Number

dari kegagalan yang terjadi. Dengan melakukan metode fuzzy FMEA ini, perusahaan

dapat menentukan proses mana yang harus diprioritaskan untuk diberikan solusinya secara bertahap sehingga dapat meminimalkan terjadinya kegagalan dalam proses produksi. Oleh karena itu PT. Daesol Indonesia perlu menerapkan metode ini agar

dapat meningkatkan kualitas pada produksinya sehingga dapat memuaskan konsumen.

3.10.1.1.Pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam rangka menjalankan kebijakan mutu perusahaan, kegiatan

pengendalian kualitas di PT XYZ dilakukan pada seluruh sistem, mulai dari diterimanya permintaan pelanggan dan pelaksanaan proses produksi, incomming

(55)

pelanggan atas produk yang dihasilkan. Berikut ini adalah data cacat pada foaming injection

Tabel 3.1. Data Jumlah Produksi yang Cacat Pada Injection Foaming

Diagram pareto dilakukan untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama

(jenis cacat) yang terjadi pada proses injection foaming. Data mengenai jumlah dan jenis cacat yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 2.1. Untuk selanjutnya pembuatan

(56)

Gambar 3.15. Diagram Pareto Jenis Cacat Injection Foaming

Kemudian dibuat peta kendali P, seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 3.16. Peta P Jumlah Cacat Injection Foaming

Dari nilai Cpk 1.34 berdasarkan dari nilai klasifikasi produk berdasarkan Cp

maka nilai kapabilitas prosesnya sudah baik, proses dapat menghasilkan produk yang sesuai spesifikasi, tapi tetap harus dihati-hati karena masih ada produk yang

dihasilkan cacat.

Yang dilakukan pada tahap ini adalah mengidentifikasi Potensial Failure Mode, identifikasi Failure Effect, menetukan nilai severity, occurance dan detection

(57)
[image:57.612.150.507.115.614.2]
(58)
[image:58.612.154.507.144.464.2]

Tabel 3.2. Tabel Peringkat RPN dan FRPN ( Lanjutan )

Berdasarkan tabel 2.2 terlihat adanya perbedaan antara nilai, kategori dan

peringkat antara RPN dan FRPN. Hal ini disebabkan perhitungan dengan menggunakan RPN hanya dilakukan dengan mengalikan S, O, dan D saja serta

(59)

3.10.1.2.Kesimpulan

Berdasarkan proses pengolahan data dan analisis masalah dapat diketahui

bahwa:

1. Kapabilitas proses pada proses pembuatan Sunvisor PUPAD adalah 1,34 masuk

dalam kategori baik

2. Kategori cacat yang sering muncul adalah cacat bergelembung dengan persentase

40%.

3. Terdapat perbedaan peringkat antara RPN dan FRPN. Ini dikarenakan FRPN yang diperoleh dari hasil fuzzifikasi, menghasilkan nilai dengan memperhatikan derajat

kepentingan setiap input yang diberikan.

4. Peringkat tertinggi pada perhitungan RPN terdapat pada setiap jenis kegagalan

sehingga menyebabkan kesulitan untuk menentukan jenis kegagalan yang akan dilakukan perbaikan. Sedangkan untuk peringkat tertinggi nilai Fuzzy Risk Priority Number (FRPN) terdapat pada proses Injection Forming. Maka yang diupayakan

(60)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Gold Coin Indonesia yang berlokasi di Jl. Pulau Bali 2 KIM II, Mabar, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Juni

2015 hingga Juli 2015.

4.2. Jenis Penelitian17

Jenis penelitian ini termasuk penelitian sebab-akibat (Causal Research), karena penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat dengan cara

mengamati akibat yang terjadi dan kemungkinan faktor (sebab) yang menimbulkan akibat tersebut.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian pada penelitian ini adalah jumlah produk pakan ternak ayam

crumble (butiran) yang di rework.

4.4. Variabel Penelitian

17

(61)

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen

baik secara positif maupun secara negatif, variabel independen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kadar air bahan baku jagung kuning lokal, umur ekonomis mesin

hammer mill.

Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel independen. Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah rework produk pakan ternak ayam crumble.

4.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka berpikir merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian. Untuk mendukung tujuan penelitian, terlebih dahulu mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan produk cacat. Masing-masing penyebab kecacatan tersebut

menyebabkan dua jenis kecacatan yaitu kecacatan variabel (dimensi) dan kecacatan atribut. Terdapat dua tahap yang akan dilakukan yaitu tahap DMAIC (Design, Measure, Analyze, Improve dan Control) yang digunakan sebagai prosedur

pemecahan masalah yang terstruktur dalam kualitas dan proses perbaikan kualitas dan

fuzzy FMEA yang digunakan sebagai salah satu program peningkatan kualitas dan

(62)

Kadar Air Jagung Kuning ≥ 23%

Umur Ekonomis Mesin Hammer Mill ≥ 10

Tahun

Perbaikan Kualitas dengan DMAIC dan

Fuzzy FMEA

Rework Produk Pakan

Ternak Ayam Crumble

Tinggi

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner terbuka yang digunakan untuk

mengetahui jenis kecacatan apa yang terjadi pada produk pakan ternak ayam jenis

crumble (butiran) dalam pembuatan diagram pareto dan kuesioner semi terbuka yang digunakan untuk mengetahui berbagai penyebab dari jenis kecacatan yang didapat

dalam pembuatan cause and effect diagram.

4.7. Rancangan Prosedur Penelitian

Rancangan prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan dalam melaksanakan suatu penelitian. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dimulai

dari mengidentifikasi masalah kecacatan yang terjadi dalam produksi. Kemudian dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui metode pemecahan masalah.

(63)

data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data kuesioner terbuka yang digunakan untuk pembuatan diagram pareto dan kuesioner semi tebuka yang

digunakan untuk pembuatan cause and effect diagram. Pengolahan data menggunakan metode DMAIC untuk mengetahui jenis kecacatan yang paling

mempengaruhi kecacatan dalam perusahaan, dan metode fuzzy FMEA digunakan untuk mencegah masalah yang terjadi pada proses dan produk. Langkah-langkah

(64)

Identifikasi Masalah

Banyaknya terjadi rework yang disebabkan kecacatan atribut

Studi Pendahuluan

- Kondisi Perusahaan - Proses Produksi Pakan Ternak - Informasi Pendukung

Pengumpulan Data Pengumpulan Data Primer

- Kuesioner Terbuka (Data jenis kecacatan)

- Kuesioner Semi Terbuka (Data penyebab kecacatan)

Pengumpulan Data Sekunder

- Sejarah Perusahaan - Struktur Organisasi

- Data jumlah produk yang di rework Agus 2014 – Juli 2015

- Data jumlah produksi Agus 2014 – Juli 2015

Pengolahan Data Pengolahan Data DMAIC

- Pengidentifikasi CTQ (Critical to Quality) - Pengukuran nilai DPMO dan Nilai Sigma - Perhitungan peta kontrol atribut (peta P) - Pembuatan pareto diagram - Pembuatan cause and effect diagram

- Pembuatan scatter diagram dan perhitungan korelasi - Perhitungan FMEA

- Perhitungan fuzzy FMEA - Pembuatan usulan perbaikan

Pengolahan Data Fuzzy FMEA

-Peninjauan terhadap proses.

-Pengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) pada proses.

-Pembuatan daftar potential effect (akibat potensial) -Penentuan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi.

-Penentuan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.

-Penentuan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan dan/atau akibat yang terjadi.

-Dihitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masing cacat.

-Dibuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan tindakan perbaikan.

-Dilakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang paling banyak terjadi.

-Dikalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau

dieliminasi.

-Perhitungan Proses Fuzzifikasi

-Penentuan Kategori yang perlu menjadi perhatian untuk perbaikan dari nilai FRPN

Analisis Pemecahan Masalah Kesimpulan dan Saran

Mulai

Selesai

Studi Literatur

- Teori Pengendalian Kualitas - DMAIC

[image:64.612.197.450.96.677.2]

- Fuzzy FMEA

(65)

4.8. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah keseluruhan data yang dibutuhkan baik

data primer maupun data sekunder terkumpul, maka dilakukan pengolahan data. Peta atribut yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan peta p. Rumus yang

digunakan dalam peta kontrol atribut dapat dilihat di bawah ini. Peta p

Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan

spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat peta p ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

 

k

i i

k

i i

n p n p

CL

1 1 1

n p p p

UCL 3 (1 ) dan

n p p p

LCL 3 (1 )

Block Diagram untuk pengolahan data ditunjukkan pada dapat dilihat pada

(66)

1. Critical to Quality

2. DPMO dan Nilai Sigma

3. Peta Kontrol Atribut

5. Cause and Effect Diagram

6. Scatter Diagram

4. Pareto Diagram

Data Pengamatan

7. Perhitungan FMEA

8. Fuzzy FMEA

- Menentukan potensial failure mode - Mengideintifikasi failure mode - Menentukan nilai severity

- Mengidentifikasi penyebab-penyebab dari kegagalan

- Menentukan nilai occurance - Mengidentifikasi pengendalian proses - Menentukan nilai detection

- Menghitung nilai RPN - Melakukan Proses Fuzzifikasi - Menentukan peringkat dan Kategori

berdasarkan nilai FRPN

[image:66.612.217.402.103.642.2]

9. Usulan Perbaikan

(67)

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah berawal dari perbaikan terhadap penyebab dari

jenis kecacatan yang terbanyak yang terjadi di perusahaan tersebut. Metode yang digunakan untuk menganalisis pemecahan masalah penelitian ini dapat dilakukan

dengan diagram sebab-akibat (cause effect diagram) dan metode fuzzy FMEA untuk mengetahui dan mencegah masalah yang terjadi pada proses secara cepat. Contoh

[image:67.612.141.505.319.569.2]

diagram sebab-akibat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.4.

(68)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer berupa data jenis kecacatan dan data penyebab kecacatan,. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari bagian dokumentasi perusahaan berupa data jumlah

produksi dan data jumlah produk pakan yang di rework.

5.1.1. Data Jenis Kecacatan

Berdasarkan hasil pengumpulan data diperoleh, responden I menyatakan bahwa jenis kecacatan adalah crumble basah, butiran belang dan hancur. Hasil

(69)
[image:69.792.130.642.149.419.2]

Tabel 5.1. Rekapitulasi Hasil Jawaban Kuesioner Terbuka

No.

Responden Nama Umur

Jenis Kelamin Jawaban Pertanyaan I Jawaban Pertanyaan II Jawaban Pertanyaan III Responden

I Operator I 39 Tahun Laki-Laki Crumble basah, butiran belang, hancur Proses pengeringan dan penyaringan Material, karena bahan baku masih basah Responden II Operator II 50 Tahun Laki-Laki Produk basah, hancur, produk belang-belang Proses pengeringan dan pencampuran Metode, manusia (karena kurang teliti), material (karena jagung kuning belum kering) Responden III Operator III 47 Tahun Laki-Laki Produk masih basah, belang-belang dan hancur

Mixing dan pengeringan Manusia (kurang teliti), material (jagung masih basah/kurang kering)

Sumber : Pengumpulan Data Kuesioner Terbuka

Hasil pengumpulan data tahap kedua yang diperoleh dari kuesioner semi terbuka akan ditunjukkan setelah didapat

jenis kecacatan apa yang paling tinggi berdasarkan pengolahan data dari hasil kuesioner terbuka dengan menggunakan

(70)

5.1.2. Data Produksi Produk Pakan Ternak Ayam (Crumble)

Data produksi produk pakan ternak ayam (crumble) yang dikumpulkan dari

[image:70.612.131.511.259.506.2]

hasil dokumentasi cacatan perusahaan selama bulan Agustus 2014 sampai Juli 2015 dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Data Produksi Produk Pakan Ternak Ayam (crumble)

No Periode Jumlah Produksi Bags (1 Bags = 50 Kg)

1 Agustus 2014 9370

2 September 2014 11800

3 Oktober 2014 8440

4 November 2014 10455

5 Desember 2014 9219

6 Januari 2015 8790

7 Februari 2015 9817

8 Maret 2015 7500

9 April 2015 9250

10 Mei 2015 13183

11 Juni 2015 9820

12 Juli 2015 10122

(71)

5.1.3. Data Kecacatan Produk yang di Rework

Data kecacatan produk pakan ternak ayam (crumble) yang di rework

[image:71.612.121.521.249.522.2]

diperoleh dari hasil dokumentasi cacatan perusahaan selama bulan Agustus 2014 sampai Juli 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Data Kecacatan Produk yang di Rework

No Bulan

Jenis Kecacatan yang di Rework Bags ( 1 Bag = 50 Kg )

Butiran Belang Butiran

Basah Butiran Hancur

1 Agustus 2014 53 100 59

2 September 2014 64 65 94

3 Oktober 2014 53 99 48

4 November 2014 63 43 82

5 Desember 2014 51 33 54

6 Januari 2015 65 92 32

7 Februari 2015 72 46 64

8 Maret 2015 50 66 75

9 April 2015 78 86 71

10 Mei 2015 97 26 92

11 Juni 2015 70 29 62

12 Juli 2015 79 35 71

Total 795 720 804

S mber: ok me i Per h

5.2. Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan pada laporan ini adalah menggunakan metode DMAIC dan fuzzy FMEA. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve dan

(72)

5.2.1. Define

5.2.1.1.Pemilihan Objek Penelitian

PT. Gold Coin Indonesia Medan Mill merupakan pabrik yang memproduksi berbagai jenis produk pakan ternak, pada penelitian ini fokus penelitian hanya pada jenis pakan ternak ayam bentuk crumble (butiran). Tujuan dari metode DMAIC ini

yaitu untuk meningkatkan kualitas produk pakan ternak ayam bentuk crumble dengan meminimalisasi jumlah produk cacat sampai pada tingkat terendah, dengan

mengendalikan faktor-faktor yang diindikasikan sebagai penyebabnya munculnya kecacatan produk sehingga bisa meminimalisasi aktivitas rework.

5.2.1.2.Mengidentifikasi CTQ (Critical to Quality)

CTQ (Critical to Quality) merupakan kriteria produk yang telah ditetapkan

standarnya sebagai patokan kualitas produk yang diproduksi oleh perusahaan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

(73)

Tabel 5.4. CTQ Potensial Produk Pakan Ternak Ayam Crumble

No. CTQ (Critical to Quality) Keterangan

1 Butiran Belang

Warna produk tidak homogen, terdapat yang coklat dan juga yang terlalu hitam. Sehingga kurang menarik

2 Butiran Basah Moisture produk masih basah, karena

Gambar

Gambar 3.9. Karakteristik fungsi kurva-S
Gambar 3.10. Karakteristik fungsional kurva
Gambar 3.11. Karakteristik fungsional kuva BETA
Gambar 3.12. Karakteristik Fungsional Kurva GAUSS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlu dilakukan perbaikan terhadap metode yang digunakan sehingga potensi produk cacat dapat dicegah yaitu lakukan pemeriksaan kondisi mata pisau mesin Depallater pada

1) Perusahaan perlu membuat prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pengendalian kualitas produk agar sebelum proses produksi, saat proses produksi berlangsung dan saat

 PT Coca-Cola Bottling Indonesia telah menerapkan standar mutu bahan baku yang baik dan benar, mulai dari proses pemeriksaan bahan baku masuk kedalam pabrik hingga

Menurut hasil yang didapat bahwa terdapat 3 kegagalan prioritas yang harus diperbaiki, yaitu kecacatan karakteristik warna dan karakteristik kadar air yang disebabkan bahan

Proses pembuatan minuman tersebut dilakukan melalui proses pencampuran kering bahan baku membentuk campuran yang homogen dalam tiga tahapan yaitu pembuatan premix, proses

Usulan perbaikan kualitas produk genteng dengan metode Six Sigma dan Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mengurangi tingkat produk cacat (defect) dalam proses produksi yaitu

Sedangkan usulan secara umum yang dapat dilakukan perusahaan untuk lebih meningkatkan kualitas produk adalah melakukan pelatihan operator mengenai pengoperasian

Hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan peta kendali C menunjukkan bahwa proses berada dalam batas kendali baik UCL upper control limit dan LCL lower control limit dan didapatkan