• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdullah, Burhanuddin. Kerja Sama Perdagangan Internasional, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007.

Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2005.

Darmawan, Indra. Pengantar Uang dan Perbankan.Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Dimyati, Khudzaifah & kelik Wariono.Metode Penelitian Hukum. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004.

Firdaus, H. Rahmat & Maya Arianti. Pengantar Teori Moneter Serta Aplikasinya

Pada Ekonomi Konvensional & Syariah. Bandung: Alfabeta, 2011.

Frederic S, Miskhin. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan. Jakarta: Salemba Empat, 2008.

Fuady, Munir. Hukum Bisnis dan Teori dan Praktek. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994.

Ginting, Ramlan. Letter Of Credit:Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis. Jakarta: Salemba Empat, 2000.

Goldfeld, Stephen M & Lester V. Chandler. Ekonomi Uang dan Bank. Jakarta: PT BinaAksara, 1988.

Gunadi W, Ismu & Jonaedi Efendi. Cepat dan Mudah Menghadapi Hukum

Pidana. Jakarta: PT Prestasi Pustaka, 2011.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta, Kanisius, 2011 Iswardono. Uang dan Bank.Yogyakarta: BPFE, 1994.

Kasmir. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

(2)

Manulang. M. Ekonomi Moneter.Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Marpaung, Leden. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Terhadap

Perbankan. Jakarta: Djambatan, 2005.

Mertokusumo.Soedikno.Mengenal Hukum Suatu Pengantar.Yogyakarta: Liberty, 1988.

M.S, Amir. Letter Of Credit: Dalam Bisnis Ekspor Impor.Jakarta: PPM, 2001. Nasution, Bismar. Hukum Kegiatan Ekonomi. Bandung: Books Terrace &

Library, 2003.

Pardede, Marulak, Hukum Pidana Bank.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. Rahadrjo, Satjipto. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta:

Genta Publishing, 2009.

Robertson, D.H. Lang (Money).London: Nisbet&Co.Ltd, 1969.

Sandyawati, Wiene. Valuta Asing Jurus Ampuh Dalam Kebutuhan Dana Jangka

Pendek Investor.Yogyakarta: GrahaIlmu, 2011.

Scheffer, C.F. & M.J.S. Smeets, Uang dan Negara Peredaran Uang dan

Pengaruh Dari Pada Negara. Jakarta: Djambatan, 1978.

Sinungan, Muchdarsyah. Uang dan Bank. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Soekanto, Soerjono. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005

Soemantri, Ronitidjo Hanitijo. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri.Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Syamsudin, Azis. Tindak Pidana Khusus. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Tjandra, W.Riawan. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2013.

Triadmodjo, Marsudi, Uan gdan Bank. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

(3)

B. Peraturan

Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 Tentang Mata Uang.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/ Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri.

Peraturan Bank Indonesia No 6/14/PBI/2004 Tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, Serta Pemusnahan Uang Rupiah.

C.Jurnal

Aminah,“Tindak Pidana Pemalsuan Uang Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang MataUang.”Jurnal Ilmiah, Fakultas Hukum, Universitas Mataram, 2013.

Longkutoy, Hilkia H. “Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana Rupiah Sebagai Mata Uang Negara Republik Indonesia.”Lex Crimen,Volume. II

No. 6. Oktober 2013.

Sigalingging, Hotbin. “Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia.”Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, No.13.Juli 2004.

Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum Direktorat Hukum Bank Indonesia, “Paradigma Baru Dalam Menghadapi Kejahatan Mata Uang (Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum).”Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Vol 4. April 2006.

Triatmadja, Marsudi, Sularto, Daniar Rahmawati, Edward O.S. Hiariej, dan Amirullah Setiahadi. “Pengaturan Mata Uang Indonesia. ”Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 No.1. April 2006.

D. Skripsi

(4)

E.Pidato

Hendar. “Electronic Money dan RUU Mata Uang,”(Bandung:PidatoMakalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional tentang Mata uang, yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, 22 Mei 2006).

Sutrina, Sobar.“Batas-batas NKRI,” (Yogyakarta: Pidato Makalah dalam Seminar Nasional Batas Wilayah diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Teknik Geodesi FT-UGM, 3 Mei 2005).

Yudhoyono, SusiloBambang. “Perusahaan Pencetakan Uang Republik Indoenesia (PERUM PERURI),” (Jakarta: Pidato dalam rangka peresmian kawasan Perum Percetakan Uang Negara (Perum Peruri), 10 Juli 2007).

F.Website

http://arkeologi.web.id/articles/numismatik/441-mata-uang-sebagai-sumber-sejarah-Indonesia (diakses tanggal 4 oktober 2014).

http://financeguess.wordpress.com/2014/02/22/perbedaan-bank-indonesia-dengan-otoritas-jasa-keuangan/ (diakses tanggal 3 Februari 2015)

http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis-jenis_uang,( diakses pada tanggal 3 Februari 2015)

LawEducation,http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum, (diakses tanggal 25 September 2014).

(5)

BAB III

PENGECUALIAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

A. Teori Pengecualiaan Penggunaan Mata Uang Rupiah

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengecualian penggunaan mata uang Rupiah dalam UU Mata Uang dalam transaksi di wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam UU Mata Uang terdapat pengecualian dalam hal penggunaan mata uang Rupiah di dalam Wilayah Negara Indonesia. Hal itu dilakukan karena dalam hal pembentukan perundang-undangan. Terdapat asas-asas yang harus dimiliki oleh perundang-undangan agar dapat mengatur dengan baik. Ada banyak pandangan terhadap asas perundang-undangan yang baik tersebut, antara lain:

Menurut I.C. Van der vlies di dalam bukunya yang berjudul Het

wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving. Membagi asas-asas dalam

pembentukan negara yang baik ke dalam asas-asas yang formal dan yang material. Asas-asas yang formal meliputi:

1. Asas tujuan yang jelas;

2. Asas organ/lembaga yang tepat; 3. Asas perlunya pengaturan; 4. Asas dapat dilaksanakan; 5. Asas Konsensus.

Asas-asas yang material meliputi:

(6)

3. Asas perlakuan yang sama di dalam hukum 4. Asas kepastian hukum

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.60

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Terdapat salah satu asas yang memberikan adanya pengecualian di dalam UU Mata Uang yaitu asas dapat dilaksanakan. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. 61

Pengertian secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. Menurut ilmu pengetahuan hukum adalah:

1. Landasan filosofis

Perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan filosofis filisofische

grondslag apabila rumusannya atau norma-normanya mendapatkan

pembenaran rechtvaardiging dikaji secara filososfis. Jadi dapat dibenarkan jika dipikirkan secara mendalam. Alasan tersebut sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Sesuai dengan cita-cita kebenaran idee der waarheid, cita-cita keadilan

idee der gerechtigheid, dan cita-cita kesusilaan idee der zederlijkheid.

60

Maria Faria Indrati, Ilmu Perundang-Undangan (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm. 252.

61

(7)

2. Landasan sosiologis

Suatu perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis. Apabila ketentuan-ketentuan sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting agar perundang-undangan dibuat ditaati oleh masyarakat

3. Landasan yuridis

Landasan yuridis atau disebut juga landasan hukum atau dasar hukum ataupun legalitas adalah landasan tau dasar yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya.62

Di luar asas-asas di atas, dalam ilmu hukum atau ilmu perundang-undangan, diakui adanya beberapa teori atau asas-asas yang selalu mengikuti dan mengawali pembentukan peraturan perundang-undangan dan secara umum teori dan asas-asas tersebut dijadikan peraturan perundang-undangan

Sebagai mana diketahui meskipun dalam Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang diatur secara tegas tentang kewajiban penggunaan Rupiah. Namun aturan tersebut seakan tidak berarti dengan keberadaan ketentuan ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2) diberikan untuk keperluan pembayaran, hibah, atau untuk memenuhi kewajiban dengan valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.

Prinsip dalam pembuatan suatu peraturan selain dimaksudkan untuk mengatur juga diusahakan mampu dilaksanakan, yang berarti dalam pelaksanaanya tidak boleh terlalu membebani atau membatasi. Demikian pula dalam keharusan penggunaan Rupiah, aturan ini pada prinsipnya meningkatkan

62

(8)

nilai Rupiah. Menyadari bahwa saat ini Rupiah bukanlah merupakan Hard Money dan belum pula semua negara mau menerima uang Rupiah maka teori pengecualian terhadap penggunaan Rupiah tetap diperlukan. Keharusan untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi apabila hal itu dilakukan di wilayah Indonesia tidak dapat diterapkan secara kaku. Terdapat situasi yang memungkinkan dilakukannya penegecualian.

Teori pengecualian diakui sebagai teori yang selalu mengikuti dan mengawali pembentukan peraturan perundang-undangan dan secara umum teori dan asas-asas tersebut dijadikan acuan dalam membentuk UU Mata Uang. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai pembebanan keharusan penggunaan Rupiah ini justru membatasi kegiatan perekonomian yang nantinya berpotensi membawa keterpurukan ekonomi bangsa. Sebagai bahan pembanding, prinsip pengecualian ini juga dianut beberapa negara lain seperti Canada.63

B. Faktor Penyebab Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pengecualian dilakukan karena Rupiah bukanlah merupakan hard money dan belum semua negara mau menerima uang Rupiah sebagai alat pembayarannya. Karena peraturan terhadap kewajiban penggunaan mata uang Rupiah tidak dapat dilakukan secara kaku. Sehingga menyebabkan keterpurukan ekonomi bangsa.

63

(9)

Ada beberapa hal yang menyebabkan adanya pengecualian penggunaan Rupiah sebagai Legal Tender antara lain:

1. Faktor wilayah

Hal ini karena batas perbatasan yang kabur, sehingga jauhnya pusat ekonomi dalam negara Republik Indonesia dan juga lemahnya nilai Rupiah terhadap mata uang di negara perbatasan..

Beberapa wilayah perbatasan daratan Republik Indonesia adalah:

a. Batas dengan Malaysia di Kalimantan dan pulau Sebatik, sekitar 2004 Kilometer, mengacu kepada perjanjian batas antara wilayah kolonial Inggris dengan Hindia Belanda, yaitu Treaty-1891 serta Konvensi 1915 dan 1928.

b. Batas dengan PNG, di Papua (Irian Jaya) sekitar 780 Kilometer, mengacu perjanjian tentang batas-batas negara antara Indonesia dengan Papua Nugini oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia pada tahun 1973.

c. Batas dengan Timor-Leste, sekitar 255 Kilometer, mengacu pada perjanjian batas antara Hindia Belanda dengan Portugis pada tahun 1904

(Treaty-1904) dan Permanent Court Award (PCA) 1914. Mengacu kepada dua

produk hukum tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Timor-Leste sepakat untuk melakukan delineasi bersama, yang hasilnya disepakati pada tanggal 8 April 2005 dalam bentuk sebuah Provisional Agreement.64

64

(10)

2. Faktor ekonomi

Dalam posisi Rupiah saat ini belum memungkinkan setiap negara mau untuk membayar atau dibayar dalam Rupiah. Maka pengaturan yang berbeda tentang kewajiban penggunaan Rupiah perlu diatur dalam sistem pembayaran untuk transaksi ekspor impor.Pengaturan ini bukan berarti pelegalan tanpa batas penggunaan uang asing dalam transaksi ekpor impor tapi lebih pada pengaturan bagaimana transaksi ekspor impor Indonesia tetap lancar tetapi tidak mengarah pada penurunan nilai Rupiah.

3. Faktor geografis

Wilayah Indonesia merupakan salah satu kawasan di dunia yang cukup diakui keindahan dan keunikan kekayaan alamnya. Hal ini membuat beberapa wilayah di Indonesia merupakan kawasan wisata yang sudah bertaraf internasional dengan segmen pasar bukan hanya penduduk pribumi tetapi juga wisatawan mancanegara dari berebagai negara di dunia.Potensi ini harus terus dikembangkan sebagai salah satu asset negara.65 Pengecualian penggunaan mata uang Rupiah untuk diperlukan karena jika kewajiban penggunaan mata uang Rupiah diberlakukan, maka hal tersebut akan menjadi halangan bagi wisatawan yang berasal dari luar negeri. Yang dapat menyebabkan penurunan pendapatan negara dari sektor pariwisata.

65

(11)

Pada kenyataanya dewasa ini tidak semua transaksi di wilayah Republik Indonesia bisa menggunakan Rupiah, tetapi seharusnya pengecualian penggunaan mata uang Rupiah adalah dengan pembatasan yang tegas, sehingga tidak mengaburkan kewajiban penggunaan Rupiah sebagai Legal tender. Pengaturan semacam ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mengangkat mata uang Rupiah di dunia internasional, urgensinya adalah agar mata uang kita punya nilai di mata masyarakat dunia. Selama ini kita menyadari di luar negeri tidak semua negara menyediakan penukaran uang Rupiah Indonesia. Hal ini berarti bahwa nilai Rupiah kita terperosok jauh dari negara-negara lain.66

Keharusan untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah Negara Indonesia tidak dapat diterapkan secara kaku. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara yang besar. Dan merupakan pasar bagi dunia internasional untuk melakukan kegiatan ekonomi berupa jual beli. Dengan kondisi demikian mata uang Rupiah tidak dapat selalu menjadi alat pertukaran di dalam lintas perdagangan terutama perdagangan internasional.

Sebagai negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Indonesia diharuskan melakukan hubungan dengan luar negeri dalam hal memenuhi kebutuhannya. Untuk itu pengecualian penggunaan mata uang Rupiah sangat bermanfaat bagi Indonesia. Sehingga dengan adanya pengecualian ini Indonesia tidak memiliki hambatan dalam melakukan transaksi dengan luar negeri.

66

(12)

Bukan saja untuk negara tetapi hal ini juga memberikan kemudahan kepada para pengusaha yang melakukan kegiatan bisnis dengan luar negeri yang selama ini sering sekali mengalami hambatan dalam melakukan transaksi untuk kegiatan bisnis yang juga nantinya dapat membantu pertumbuhan ekonomi. Negara dapat membantu hal tersebut dengan mengeluarkan peraturan terhadap daerah-daerah yang merupakan daerah perbatasan yang sering melakukan kegiatan bisnis internasional. Sehingga para pengusaha dapat terlindungi dengan adanya pengecualian penggunaan mata uang Rupiah tersebut.

C. Kegiatan yang Dikecualikan dalam Penggunaan Mata Uang Rupiah

Dalam hal kegiatan yang dikecualikan dalam penggunaan mata uang Rupiah diatur di dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Adapun kegiatan yang dikecualikan dalam penggunaan Mata Uang Rupiah tersebut adalah:

1. Transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;

Dalam membahas mengenai kegiatan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara maka tidak terlepas pengelolaan keuangan negara. Yang berdasarkan atas Legal Framework antara lain meliputi:

a) UUD Negara Republik Indonesia 1945

b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Daerah c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara d) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

(13)

e) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Propenas f) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 Tentang APBN

g) Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah

h) Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran kementrian Negara/lembaga

i) Peraturan Presiden Pelaksanaan APBN

j) Peraturan Presiden Rencana Pembangunan Tahunan.67

Pendapatan negara yang diperkenanakan secara yuridis tersebar dalam berbagai jenis. Hal ini dimaksudkan agar mudah dipahami substansi terhadap pendapatan negara tersebut. Adapun jenis pendapatan negara sebagai sumber keuangan negara adalah sebagai berikut:

a) Pajak negara

Yang terdiri dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, bea materai.

b) Bea dan cukai

Yang terdiri dari bea masuk, cukai gula, cukai tembakau. c) Penerimaan negara bukan pajak

Yang terdiri dari penerimaan yang besumber dari pengelolaan dana pemerintah, penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam, penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, penerimaan dari

67

(14)

kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah, penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi, penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah, penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.68

Anggaran negara merupakan bentuk tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dimana fungsi dari anggaran adalah perpaduan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden pada hakikatnya merupakan pelaksana kedaulatan rakyat di bidang pemerintahan negara sehingga berwenang mengajukan rancangan anggaran negara. Kemudian, Dewan Perwakilan Rakyat merupakan pula pelaksana kedaulatan rakyat di bidang legislasi, khususnya bidang anggaran negara. Presiden menguasai dan melaksanakan anggaran negara karena berada dalam kedudukan sebagai Chief Financial Officer

(CFO).Sementara itu, menteri-menteri sebagai Chief operational Officer (COO). Kecuali Menteri Keuangan berada dalam kedudukan, baik sebagai Chief

Operational Officer karena memperoleh mandat maupun Chief Financial Officer

karena memperoleh delegasi dari presiden.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Pasal 1 angka 13 dan angka 14 dapat dikatakan secara singkat bahwa pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Sedangkan belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa “Satuan hitung

68

(15)

dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah. Namun hal tersebut dikecualikan dalam ayat (2) yang

menyatakan bahwa “Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan

APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Berarti di dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dapat menggunakan mata uang selain Rupiah dalam melakukan transaksi.Dengan syarat adanya ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri;

Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, Rupiah maupun barang atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayarkan kembali.69

Sumber- sumber hibah antara lain:

a. Hibah kepada pemerintah daerah dapat bersumber dari: 1) Pemerintah;

2) Pemerintah daerah lain;

3) Badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri; dan 4) Kelompok masyarakat/perorangan dalam negeri. b. Hibah dari pemerintah dapat bersumber dari:

69

(16)

1) Pendapatan APBN;

2) Pinjaman Luar Negeri;dan/atau 3) Hibah Luar Negeri.

c. Hibah dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah Luar Negeri dapat bersumber dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional dan/atau donor lainnya.70

Transaksi penerimaan dan pemberian hibah dari atau ke luar negeri. Sama halnya dengan dengan transaksi anggaran pendapatan dan belanja negara disebabkan karena hibah merupakan salah satu sumber APBN/APBD. Maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Maka dapat menggunakan mata uang asing. Dalam pelaksanaan APBN/APBD yang diatur oleh menteri keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penerimaan dan atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri pasal 6 ayat (1). Dalam rangka perencanaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Presiden menetapkan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri selama 5 (lima) tahun, berdasarkan usualan Menteri dan Menteri Perencanaan yang disusun dengan prioritas bidang pembangunan yang dapat dibiayai dengan pinjaman luar negeri.

70

(17)

3. Transaksi perdagangan internasional;

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:

a. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan.

b. Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh-oleh masing-masing pemerintah. c. Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam

bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.71

Setiap negara yang melakukan perdagangan dengan negara lain tentu akan memperoleh manfaat bagi negara tersebut. Manfaat tersebut antara lain:

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor faktor tersebut diantaranya: kodisi geografi, iklim, tingkat

71

(18)

penguasaan IPTEK. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan.

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinya (alat produksinya) dengan maksimal karena khawatir akan terjadi kelebihan produksi. Yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal dan menjual kelebihan produk ke luar negeri. 4. Transfer teknologi modern

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.72

Setiap negara dalam kehidupan di dunia ini pasti melakukan pasti melakukan interaksi dengan negara-negara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan istilah perdagangan internasional. Beberapa alasan yang

72

(19)

menyebabkan terjadinya perdagangan antar negara atau perdagangan internasional antara lain:

1. Revolusi informasi dan transportasi

Ditandai dengan berkembangnya era informasi teknologi, pemakaian sistem berbasis komputer serta kemajuan dalam bidang informasi, penggunaan satelit serta digitalisasi pemprosesan data, berkembangnya peralatan komunikasi. 2. Interdepedensi kebutuhan

Masing-masing negara memiliki keunggulan serta kelebihan di masing-masing aspek, bisa ditinjau dari sumber daya alam, manusia, serta teknologi. Kesemuanya itu akan berdampak pada ketergantungan antara negara yang satu dengan yang lainnya.

3. Liberalisasi ekonomi

Kebebasan dalam melakukan transaksi serta melakukan kerja sama memiliki implikasi bahwa masing-masing negara akan mencari peluang dengan berinteraksi melalui perdagangan antar negara.

4. Azas keunggulan komparatif

Keunikan suatu negara tercermin dari apa yang dimiliki oleh negara tersebut yang tidak dimiliki oleh negara lain. Hal ini akan membuat negara memiliki keunggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi negara tersebut.

5. Kebutuhan devisa

(20)

memiliki cadangan devisa yang digunakan dalam melakukan pembangunan, salah satu sumber devisa adalah pemasukan dari perdagangan internasional.73

Dalam perdagangan internasional dikenal adanya prinsip dalam hukum perdagangan internasional diperkenalkan oleh sarjana hukum perdagangan internasional yaitu Aleksander Goldstain. Memperkenalkan tiga prinsip dasar tersebut dasar tersebut, yaitu prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the

principle of the freedom of contract), prinsip pacta sunt servanda; dan prinsip

penggunaan arbitrase.74

Berkenaan dengan transaksi perdagangan internasional terhadap pengecualian penggunaan mata uang adalah prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the principle of the freedom of contract). Dalam kebebasan berkontrak sebenarnya merupakan prinsip universal dalam hukum perdagangan internasional. Setiap sistem hukum pada bidang hukum dagang mengakui kebebasan para pihak ini untuk membuat kontrak-kontrak dagang.

Kebebasan tersebut mencakup bidang hukum yang cukup luas. Meliputi kebebasan untuk melakukan jenis-jenis kontrak yang para pihak sepakati. Termasuk pula kebebasan untuk memilih forum penyelesaian sengketa dagangnya. Mencakup pula kebebasan untuk memilih hukum yang akan berlaku terhadap kontrak. Kebebasan ini sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum, kesusilaan, kesopanan, dan persyaratan yang ditetapkan oleh masing-masing sistem hukum.75

73

Ibid.

74

Aleksander Goldstain, The New Law of Merchant (JBL, 1961), hlm. 12. 75

(21)

Melihat dari prinsip dasar kebebasan berkontrak dan tujuan dari perdagangan internasional tampak bahwa UU Mata Uang memberikan pengaturan terhadap pengecualian terhadap penggunaan mata uang Rupiah dalam hal diatur dalam kontrak. Dalam Pasal 23 ayat (2) UU Mata Uang menyatakan bahwa dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis di Wilayah Kesatuan Republik Indonesia.

4. Simpanan di bank dalam bentuk valuta asing;

Valuta asing adalah mata uang negara lain yang dimiliki oleh perorangan, instansi swasta atau pemerintah suatu negara. Bagi negara yang mengeluarkan, mata uang tersebut adalah mata uang domestic (national currency), merupakan alat penukar dan pembayaran yang sah di negara tersebut.76

Valuta asing baru akan mempunyai arti, apabila suatu valuta dapat ditukarkan terhadap valuta lainnya. Dengan pengertian tersebut maka terdapat dua macam sistem pertukaran valuta asing atau disebut sebagai konvertabilitas, yaitu pertukaran dengan suatu pembatasan dan pertukaran tanpa pembatasan. Pertukaran tanpa pembatasan artinya apabila baik penduduk maupun bukan penduduk suatu negara dapat menukarkan valuta negara yang bersangkutan ke dalam valuta asing dengan nominal tanpa batas.77

Perekonomian modern saat ini menganggap valuta asing dapat sebagai komoditi, yaitu sama dengan komoditas lain seperti logam mulia (emas), properti dan komoditas lainnya yang dapat diperdagangkan ke seluruh mancanegara.

76

Wiene Sandyawati, Valuta Asing Jurus Ampuh Dalam Kebutuhan Dana Jangka Pendek

Investor (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 14.

77

(22)

Dalam melaksanakan transaksi valuta asing, bank harus mengusahakan (maintain) dalam beberapa mata uang dunia. Bank devisa mengadakan hubungan korespondensi dengan bank-bank lain untuk keperluan transaksi valuta asing, baik yang menyangkut perdagangan internasional maupun ekspor/impor.

Oleh karena setiap negara mempunyai mata uang karakteristik sendiri-sendiri, maka dengan adanya perdagangan uang antar negara timbullah permintaan dan penawaran akan mata uang dari negara-negara yang bersangkutan. Contoh: Jepang, dengan mata uang Yen akan mengimpor kapas dari Indonesia yang mata uangnya Rupiah. Pada saat transaksi perdagangan kedua belah pihak baik importir maupun eksportirnya berjanji dan menyetujui bahwa pembayaran akan dilakukan dalam mata uang US Dollar.

Berdasarkan perjanjian tersebut, maka saat pembayaran importir Jepang membutuhkan US Dollar sebagai alat pembayaran. Maka timbullah permintaan akan US Dollar dan penawaran akan Yen. Setelah eksportir Indonesia menerima US Dollar ingin menukarkan US Dollar ke Rupiah, maka timbul permintaan Rupiah dan penawaran akan US Dollar.78

Peran lembaga keuangan sangat dibutuhkan lembaga-lembaga keuangan tersebut terutama bank harus mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi komunikasi yang diperlukan untuk menunjang bisnis valuta asing. Keikutsertaan lembaga keuangan perbankan dalam aktivitas pasar uang dan valuta

78

(23)

asing adalah ikut berpartisipasi dalam meminjam dan memberikan pinjaman, baik dalam maupun luar negeri.79

Lembaga perbankan yang dimaksud dengan bank dalam hal penyimpanan valuta asing adalah Bank Devisa yaitu suatu bank yang diberi izin untuk melaksanakan transaksi luar negeri berupa Foreign exchange dealing, Money

Market, Letter of Credit. Dengan demikian yang dimaksud dengan bank dalam

penyimpanan valuta asing adalah Bank Devisa.80

Adanya pengecualian penggunaan mata uang Rupiah dalam penyimpanan di bank di dalam UU Mata Uang. Karena adanya transaksi dalam perdagangan internasional yang membuat perlunya bank untuk menyimpan valuta asing. Sehingga alur transaksi perdagangan internasional dapat berjalan dengan baik.

5. Transaksi pembiayaan internasional

Seperti yang diungkapkan di atas bahwa perdagangan internasional terwujud karena adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli yang mereka tuangkan dalam kontrak. Dalam kontrak ini biasanya mereka juga mencantumkan bagaimana cara, sistem atau klausul pembayarannya.

Sistem pembayaran ini merupakan salah satu hal yang penting dalam transaksi perdagangan. Dalam transaksi dagang yang sifatnya terbatas, di mana penjual dan pembeli berada dalam wilayah atau tempat yang sama, pembayaran dan penyerahan barang dapat dilakukan secara langsung. Lain halnya dengan

79

Ibid, hlm. 76. 80

(24)

perdagangan internasional. Para pihak mungkin kurang begitu saling kenal. Karena domisil mereka yang berjauhan.

Di samping sistem pembayaran, sistem pembiayaannya pun akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran perdagangan internasional. Oleh karena itu pula, dapat dinyatakan bahwa perdagangan internasional akan lebih berjalan lancar dengan tersedianya fasilitas pembiayaan (kredit) bagi jual beli-barang dalam perdagangan internasional.81

Para pelaku dalam perdagangan internasional secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksportir yaitu yang melakukan penjualan (seller) atau pensuplai (pemasok) atau supplier. Lalu kelompok Importir yaitu yang memikul tanggung jawab atas terlaksananya dengan baik barang yang diimpor.

Pada kegiatan ekspor impor proses pembayaran antara negara dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain. Secara tunai (Cash Payment), pembayaran kemudian (Open Account),wesel inkaso (Collection Draft), konsinyasi (Consignment).

a. Pembayaran di muka(Cash Payment/Advance Payment)

Adalah suatu cara pembayaran di mana pembeli barang melakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum menerima barang yang dibelinya. Cara pembayaran ini sangat menguntungkan pihak Eksportir karena pihak penjual telah menerima pembayaran sebelum merealisasi pengiriman barang, di lain pihak merugikan pihak pembeli apabila terjadi Nondelivery.

81

(25)

Transaksi semacam ini pada umumnya kurang disukai oleh Importir, kecuali pembeli sangat membutuhkan barang yang ditawarkan oleh penjual atau dengan kata lain adanya kondisi Seller’s Market di mana kondisi pasar suatu produk tertentu sepenuhnya dipengaruhi oleh penjual atau karena pembeli dan penjual telah saling percaya seperti induk perusahaan dengan anak perusahaan. Advance Payment dari segi finansial, maka merupakan pembiayaan dari pembeli di mana penjual dapat membiayai persiapan pengiriman barang. Pengiriman barang kepada importir tetap didukung dengan dokumen yang diwajibkan atas nama Importir tanpa disertai wesel/draft. Penyerahan barang kepada Importir tanpa disertai wesel/draft. Penyerahan barang kepada Importir dilaksanakan dengan cara Free of Payment.

b. Pembayaran Kemudian (Open Account)

(26)

c. Konsinyasi (Consignment)

Adalah suatu cara penjualan barang di mana penjual menyerahkan barangnya kepada agen di luar negeri dan pembayaran dilaksanakan setelah barang tersebut dijual. Dokumen-dokumen yang bertalian dengan pengiriman barang dapat diserahkan kepada agen tanpa pembayaran (Free

of Payment) atau dokumen-dokumen dikirim langsung kepada agen tanpa

melalui bank. Keuntungan bagi penjual dari transaksi ini terletak pada perluasan jaringan pemasaran barang-barangnya dan sekaligus sebagai sarana promosi hasil produksinya.

d. Wesel Inkaso (Collection Draft)

Adalah suatu cara pembayaran di mana Eksportir mengirim barang dan kemudian menagih pembayaran dari Importir bersama-sama dengan pengiriman dokumen pengapalan dan weswl atau draft.

Penagihan pembayaran atas pembayaran barang-barang yang dikirimkan kepada Importir ditagihkan melalui bank dengan cara menyerahkan dokumen-dokumen pengapalan berikut wesel atau draft kepada bank untuk ditagihkan melalui koresponden bank di mana Importir berdomisili.

Cara pembayaran Collection Draft ada 2 (dua) cara yaitu:

1) Document Against Payment yaitu penyerahan dokumen kepada

Importir apabila Importir telah membayar atau melunasi dokumen tersebut.

2) Document Againt Acceptance yaitu penyerahan dokumen kepada

(27)

e. Letter of Credit (L/C)

Adalah suatu cara pembayaran di mana Eksportir akan menerima pembayaran pada saat dia mengirim barang bersama dokumen-dokumen dan sebaliknya Importir akan melakukan pembayaran pada saat dokumen-dokumen dan atau barang diterima. Dan dalam pembayaran Letter of

Credit kepentingan baik pembeli maupun penjual sama-sama dilindungi.82

Sistem pembayaran dengan L/C merupakan cara yang paling aman bagi eksportir untuk memperoleh hasil dari penjualan barangnya dari importir, sepanjang eksportir dapat menyerahkan dokumen-dokumen sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C.83L/C dikenal juga dengan Documentary

Credits ini terus berkembang dan sistem ini lah yang banyak digunakan

dan berperan penting untuk membayar barang-barang dalam perdagangan internasional.84Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional, L/C memainkan peran yang cukup penting. Pengadilan Inggris misalnya telah lama mengakui bahwa L/C merupakan mekanisme pembayaran yang paling penting dalam dalam perdagangan internasional Pengadilan Inggris memandang L/C sebagai “the life blood of international commerce”.85Peran tersebut adalah :

1) Memudahkan pelunasan pembayaran transaski ekspor;

2) Mengamankan dana yang disediakan importir untuk membayar barang impor;

82

Daud S.T. Kobi, Op.Cit, hlm. 6. 83

Mahmul Siregar, Loc.Cit. 84

Amir M.S., Letter of Credit: Dalam Bisnis Ekspor Impor (Jakarta: PPM, 2001), hlm. 1. 85

(28)

3) Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan.86

Uraian di atas tampak bahwa sangatlah wajar bila L/C kemudian menjadi lebih banyak disukai oleh para pihak, khususnya penjual dan pembeli dalam bertransaksi dagang secara lintas batas. Alasan utama para pedagang menyukai sistem ini adalah Karena adanya unsur janji bayar yang ada pada sistem ini.87

Cara-cara pembiayaan internasional di atas ada sistem pembiayaan internasional yang lain serta lazim dalam perdagangan luar negeri sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli merupakan cara pembayaran di luar dari kelima cara pembayaran tersebut di atas namun dianggap lazim dalam perdagangan luar negeri seperti barter, perdagangan lintas batas.

Undang-undang Mata Uang Pasal 21 ayat (2) huruf e dikatakan adanya pengecualian terhadap penggunaan mata uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam hal pembiayaan internasional. Yang berarti dalam pembiayaan internasional yang menggunakan cara apa pun dapat menggunakan mata uang asing dan bekerja sama dengan pihak bank sebagai pihak yang turut serta dalam pembiayaan internasional tersebut.

Penggunaan mata uang asing di daerah perbatasan, kawasan wisata maka hal tersebut tidak dapat dikatakan ke dalam pelanggaran yang diatur UU Mata Uang. Walaupun daerah-daerah tersebut tidak dimasukkan ke dalam pengecualian penggunaan mata uang Rupiah. Hal tersebut disebabkan UU Mata Uang bersifat limitatif yang berarti UU Mata Uang mengatur apa yang tertera di dalamnya sehingga tidak memuat peraturan pelaksana di dalam UU Mata Uang tersebut.

86

Amir M.S., Loc.Cit. 87

(29)

Jika hal penggunaan mata uang asing di daerah perbatasan, kawasan wisata dimasukkan ke dalam pelanggaran terhadap mata uang Rupiah maka UU Mata uang seharusnya bersifat fleksibel dengan memuat peraturan pelaksana di dalamnya.

(30)

BAB IV

PELANGGARAN DALAM PENGGUNAAN RUPIAH BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

A. Tindakan yang Dilarang Terhadap Rupiah Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.

Tindakan yang dilarang atau kejahatan terhadap mata uang Rupiah, dewasa ini semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan. Kejahatan terhadap mata uang Rupiah ada yang dilakukan secara perseorangan, terorganisasi, maupaun yang dilakukan lintas batas negara. Bahkan modus dan bentuk kejahatan terhadap mata uang semakin berkembang. Dan tidak mungkin dapat dipungkiri bahwa kejahatan terhadap mata uang juga dapat menimbulkan kejahatan yang lainnya.88

Kaitannya dengan penggunaan uang Rupiah sebagai legal tender bagi wilayah Republik Indonesia, maka mata uang merupakan salah satu simbol kedaulatan negara, maka penggunaan mata uang Rupiah di wilayah Negara Republik Indonesia berarti penghormatan terhadap kedaulatan Indonesia, sementara penggunaan mata uang asing di wilayah Negara Republik Indonesia dengan mengesampingkan mata uang Rupiah berarti merupakan salah satu tindakan penjajahan terhadap kedaulatan Bangsa Indonesia khususnya di bidang ekonomi. Salah satu upaya penegakannya adalah dengan menegaskan dalam

Currency Act bahwa Rupiah adalah satu-satunya legal tender untuk seluruh

88

(31)

wilayah Negara Republik Indonesia, yang berarti penggunannya adalah wajib dalam transaksi apapun dan siapapun selama di wilayah Indonesia dengan konsekuensi pidana bagi yang melanggar.89

Undang-Undang Mata Uang. Rupiah sebagai legal tender memiliki ketentuan sebagai berikut:

1. Uang adalah alat pembayaran yang sah;

2. Mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Rupiah;

3. Rupiah wajib digunakan dalam transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka untuk kategori legal tender tidak ada pembatasan wujud uang Rupiah, berarti tidak ada keharusan bahwa uang merupakan alat pembayaran yang sah adalah uang kartal baik uang kertas maupun uang koin sebagaimana yang berlaku di Republik Indonesia. Dalam hal ini yang terpenting adalah mata uang yang digunakan adalah Rupiah merupakan model alat bayarnya adalah terserah pada user, apakah memilih uang kartal atau alat pembayaran yang lain seperti cek, kartu kredit, dan kartu debit serta berbagai alat pembayaran sejenis dengan metode non-currency. Sementara uang giral diatur dalam undang-undang tersendiri tentang lalu-lintas pembayaran.90

89

Mishkin, Frederic S, Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 60.

90

(32)

Keharusan penggunaan mata uang Rupiah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini mengingat mata uang merupakan salah satu simbol kedaulatan negara, yang harus ditegakkan keberadaannya. Ada pun pengaturan mengenai hal-hal yang tidak dapat dilanggar dalam UU Mata Uang yaitu:

1. Setiap orang dilarang menolak untuk menerima uang Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah. Dalam hal ini dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam bentuk valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.Sehubungan dengan masalah uang kembalian bahwa sangat tegas pembayaran atau memenuhi kewajiban harus dengan uang, maka tidak ada alasan bagi pelaku usaha untuk menukarnya dengan permen. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 23 UU Mata Uang

(33)

3. Setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara. Yang dimaksud dengan “merusak” adalah mengubah bentuk, atau mengubah ukuran fisik dari aslinya, antara lain membakar, melubangi, menghilangkan sebagian, atau merobek. Merendahkan kehormatan Rupiah atas pertimbangan bahwa Rupiah sebagai simbol negara. Dengan melakukan kegiatan perdagangan Rupiah melalui ekspor dan impor Rupiah yang telah dirusak tersebut. Karena Rupiah merupakan kedaulatan Negara Indonesia. Maka tidak dapat melakukan perusakan dengan mengubah bentuk asli dan dari Rupiah tersebut. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 25 UU Mata Uang 4. Setiap orang dilarang memalsukan uang Rupiah serta menggunakan uang Rupiah jika diketahuinya merupakan Rupiah palsu. Pengertian memalsukan uang Rupiah adalah uang tiruan yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang untuk diedarkan atau telah beredar, menyerupai alat pembayaran yang sah

(counterfeit money). Yang dipergunakan dalam transaksi pembayaran dalam

lalu lintas pembayaran. Yang mengakibatkan kerugian terhadap orang yang menerima uang Rupiah palsu tersebut. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 26 UU Mata Uang.

(34)

dengan mengesampingkan mata uang Rupiah berarti merupakan salah satu tindakan penjajahan terhadap kedaulatan Bangsa Indonesia khususnya di bidang ekonomi yang berpotensi besar untuk menyerang bidang-bidang lain di wilayah Republik Indonesia. Salah satu penegakan prinsip ini adalah dengan menegaskan dalam currency regulation bahwa Rupiah adalah satu-satunya

legal tender untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, yang berarti

penggunaanya adalah wajib pada transaksi apapun dan oleh siapapun selama di wilayah Indonesia dengan konsekuensi sanksi pidana bagi yang melanggar. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 27 UU Mata Uang.

B. Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Mata Uang Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

Konteks penanggulangan kejahatan mata uang, dari segi hukum material yang berlaku saat ini sebenarnya sudah cukup mengantisipasi kejahatan mata uang baik yang terdapat dalam KUHP maupun dalam UU BI. Akan tetapi dari segi hukum formal perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan profesionalisme aparat, sarana, dan prasarana.

Penegakan hukum terkait kejahatan Mata Uang, terutama pemalsuan Rupiah, memerlukan pengaturan yang memberikan efek jera bagi pelaku karena efek kejahatan tersebut berdampak luar biasa terhadap perekonomian dan martabat bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu, setiap orang yang melanggar ketentuan dalam UU Mata Uang dikenai sanksi pidana yang berat.

(35)

masyarakat sebagai suatu kolektivitas dari perbuatan-perbuatan yang mengancamnya atau bahkan merugikannya baik itu datang dari perorangan maupun kelompok (organisasi). Berbagai kepentingan bersifat kemasyarakatan antara lain ialah ketentraman, ketenangan, dan ketertiban hidup masyarakat.91

Sistem pemidanaan dalam tindak pidana ekonomi diselaraskan dengan ketidak seimbangan yang terganggu dan sebisa mungkin dengan pengenaan sanksi kesimbangan kehidupan perekonomian dan kerugian negara yang timbul karenanya dapat dipulihkan kembali. Jadi tujuan pemidanaan pada hukum tindak pidana ekonomi adalah untuk mencapai pulihnya keseimbangan dan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat banyak.92

Undang-Undang Mata Uang mengatur tentang sanksi pidana yang diberikan terhadap kejahatan mata uang dalam penggunaan mata uang Rupiah. Yang secara berurutan diatur di dalamnya, yaitu sebagai berikut.

1. Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam: a. Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;

b. Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau

c. Transaksi keuangan lainnya dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

2. Setiap orang dilarang menolak atau menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang

91

Ismu Gunadi W dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2011), hlm. 12.

92

(36)

harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas kaslian Rupiah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dalam transaksi keuangan lainnya antara lain meliputi kegiatan penyetoran uang dalam berbagai jumlah dan jenis pecahan dari nasabah kepada bank.

3. Setiap orang yang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan promosi dengan memberi kata specimen dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

4. Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Sesuai dengan hal ini, harus dipatuhi adalah:

a. Bahwa setiap orang uang meniru Rupiah kecuali untuk bertujuan edukasi dan pendidikan dapat dikenakan pidana;

b. Setiap orang dilarang untuk menyebarkan atau mengedarkan dapat dikenai pidana.

(37)

tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

6. Setiap orang yang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

7. Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah sebagaimana dimaksud dalam pasal dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Yang dimaksud dalam hal ini merusak adalah mengubah bentuk, atau mengubah ukuran fisik dari aslinya, antara lain membakar, melubangi, menghilangkan sebahagian, atau merobek. Dengan maksud untuk merendahkan kehormatan negara.Dimana Rupiah sebagai simbol negara Indonesia. Dan di dalam pasal 25 ayat 2 dan ayat 3 adalah Rupiah yang sudah rusak tersebut diperdagangkan baik secara domestik atau secara perdagangan internasional melalui eksport dan import.

(38)

9. Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Berdasarkan penjelasan di atas unsur-unsur pelanggaran adalah:

1. Perbuatan yang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicamtumkan dalam undang-undang pidana

2. Pelanggaran merupakan tindak pidana yang lebih ringan dari kejahatan baik perbuatannya maupun hukumannya.

Pemberian sanksi pidana dalam UU Mata Uang juga diatur tentang pemberian pemberatan hukuman karena jabatannya, cara serta tujuan melakukannya.

1. Dilakukan oleh pegawai Bank Indonesia, pelaksana Pencetakan Rupiah, badan yang mengkoordinasikan pemberantasan pelanggaran terhadap Rupiah, badan yang mengoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu, dan/atau aparat penegak hukum, pelaku dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda maksimum ditambah 1/3 (satu per tiga)

2. Jika dilakukan dengan terorganisasi, digunakan untuk kejahatan terorisme, atau digunakan untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian nasional, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus

(39)

C. Pencegahan dalam Pelanggaran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011

Tentang Mata Uang

Slogan umum “Mencegah lebih utama daripada memberantas” telah

merupakan slogan yang memasyarakat.Namun secara rasional, belum diamalkan dengan baik. Pengamalan dimaksud merupakan pemikiran sekaligus pada penerapan suatu gagasan sehingga gagasan tersebut, dapat berjalan tanpa gangguan, hambatan dan ancaman.

Pengertian dari pencegahan dalam hal ini adalah membuat halangan atau rintangan agar tidak terjadi tindak pidana terhadap perbankan sehingga bank dalam mengembangkan usaha terhindar dari risiko yang merugikan atau yang tidak diinginkan. Tindakan atau perbuatan yang merintangi atau menghambat tindak pidana terhadap perbankan hanya dapat ditentukan setelah memahami semua unsur/komponen atau faktor yang terkait dan terlibat dalam aktivitas perbankan, baik personal maupun peralatan yang digunakan serta sistem menajemen yang diterapkan.93

Melakukan upaya pencegahan terhadap penanggulangan uang palsu, Bank Indonesia melakukan kegiatn pada upaya preventif, sedangkan upaya repsresif merupakan kewenangan aparat penegak hukum. Walaupun Bank Indonesia memiliki hak tunggal untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah tetapi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dan penangkapan terhadap tindak pidana pemalsuan uang.94

93

Leden Marpaung, Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Terhadap

Perbankan (Jakarta, Djambatan, 2005), hlm. 128.

94

(40)

Penjelasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Bahwa bank dalam perekonomian modern merupakan institusi yang amat vital, bahkan dalam sistem ekonomi terbuka bank merupakan suatu lembaga yang “Conditio Sine Qua Non”.

Perbankan haruslah dilihat sebagai pranata keuangan secara utuh. Begitu vitalnya peranan perbankan dalam perekonomian sehingga tugas utama Bank Indonesia adalah mengawasi sepak terjang perbankan. Bila tugas dan wewenang Bank Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan yang telah ditetapkan di bidang perbankan yang berlangsung secara efektif dan baik. Oleh karena itu, sangat diharapkan agar Bank Indonesia jangan sekali-kali menelantarkan tugas dan kewenangan tersebut.95

Melaksanakan tugas pokok di bidang pengedaran uang, Bank Indonesia selalu berupaya agar uang yang dikeluarkan dan diedarkan memiliki ciri-ciri dan unsur pengamanan yang cukup mudah dikenali oleh masyarakat namun di pihak lain dapat melindungi uang dari unsur pemalsuan. Bahwa keaslian uang dapat dikenali melalui ciri-ciri yang terdapat baik pada bahan yang digunakan untuk membuat uang (kertas, plastik, atau logam), desain dan warna masing-masing pecahan uang, maupun pada teknik pencetakan uang tersebut.

Penetapan ciri-ciri uang uang dianut suatu prinsip bahwa semakin besar nilai nominal uang maka semakin banyak unsur pengaman (Security Features) dari uang tersebut sehingga aman dari pemalsuan. Di samping itu, sistem keamanan uang sudah ditentukan standartnya secara internasional. Salah satunya

95

(41)

memberi cetakan intaglio (dapat diraba). Membuat uang tidak bisa sembarangan dicetak. Kertasnya juga khusus karena sifatnya forensik.

Bank Indonesia menetapkan pembaharuan uang kertas Rupiah dilakukan minimal 5 tahun sekali dan maksimal 10 tahun. Bank Indonesia harus selangkah lebih maju dari pemalsu uang kertas. Ketika pemalsu baru sadar perbedaanya, teknologi pengamanan uang kertas Rupiah sudah dirubah lagi.96

Kemudian penyebarluasan secara aktif informasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah melalui penayangan iklan layanan masyarakat merupakan salah satu cara untuk mencegah tindak pidana mata uang Rupiah terkhususnya adalah pemalsuan mata uang Rupiah. Dan melakukan kegiatan tatap muka dengan berbagai lapisan masyarakat dan instansi berwenang dalam rangkaian acara sosialisasi keaslian uang rupiah serta membangun pusat database uang Rupiah palsu yang dinamakan

Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center” atau BC-CAC.97

Di samping pengamanan pada uang, pihak Bank Indonesia juga melakukan upaya pencegahan peredaran uang palsu dengan menyentuh langsung ke masyarakat. Bank Indonesia melakukan sosialisasi langsung maupun seminar yang bekerjasama dengan instansi terkait terkhusus Kepolisian, mitra perbankan hingga instansi seperti pemerintah dan kampus.

Sosialisasi yang dilakukan Bank Indonesia meliputi 2 macam, yakni:

96

Nursadam, Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pengedaran Mata Uaang

Kertas Palsu di Kota Makassar, ( Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar,

2014), hlm. 70. 97

Aminah, Tindak Pidana Pemalsuan Uang Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana dan Undang-Undang Nomor 7Tahun 2011 Tentang Mata Uang, (Jurnal Ilmiah,

(42)

1. Sosialisasi secara langsung melalui tatap muka dan penyuluhan kepada berbagai lapisan masyarakat. Umumnya objek sosialisasi berasal dari berbagai kalangan masyarakat, seperti perbankan, pedagang pasar tradisional, murid-murid sekolah, mahasiswa, serta aparat penegak hukum. Selain itu, upaya penyukuhan ciri-ciri keaslian uang Rupiah melalui kegiatan pameran dan seminar.

2. Sosialisasi secara tidak langsung, melalui penayangan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di berbagai media elektronik dan media cetak, melalui

istilah “3D”. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan sarana informasi

yang lebih lengkap dan jelas pada menu sistem pembayaran pada situs bi.go.id, yang diresmikan pada 28 Desember 2006. Materi pada situs tersebut meliputi edukasi tentang data dan keaslian uang Rupiah, serta data dan penyebaran uang palsu di Inonesia.98

Bank Indonesia memberikan sosialisasi mengenai ciri-ciri uang asli (bukan ciri-ciri uang palsu) serta tindakan apa yang harus dilakukan apabila menemukan uang yang diduga palsu. Dalam sosialisasi tersebut ikut pula disampaikan oleh Bank Indonesia tentang bagaimana prosedur dalam melaporkan uang yang diduga palsu tersebut dan keadaan-keadaan atau saksi yang akan diterima apabila tidak dilaporkan mengenai uang yang diduga palsu.

Kegiatan pencegahan lain dilakukan melalui :

1. Pengawasan dan pengamanan di tempat mencetak uang asli dan pabrik kertas yang memproduksi (security paper);

98

(43)

2. Pengawasan terhadap perusahaan percetkan maupun took alat dan tinta cetak; 3. Pengawasan terhadap tempat-tempat transaksi yang menggunakan uang cash

(tunai);

4. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan perbankan dan Money

Changer;

5. Pengawasan dan pemeriksaan secara ketat terhadap orang yang masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia dengan bekerja sama dengan instansi terkait dan

6. Meningkatkan penanganan dan pengembangan terhadap setiap laporan tentang uang palsu sehingga masyarakat terlindungi.99

Melaksanakan tugas pokok di bidang pengedaran uang. Bank Indonesia selalu berupaya agar uang diterbitkan dan diedarkan memiliki ciri-ciri dan unsur pengaman yang cukup supaya di satu pihak mudah dikenali oleh masyarakat umum namun dipihak lain dapat melindungi uang dari unsur pemalsuan.

Ciri-ciri umum uang kertas yang dapat dikenali sebagai berikut:

1. Bahan uang kertas adalah kertas/plastic dengan spesifikasi khusus yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2. Tanda air, pada uang kertas terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterwangkan ke arah cahaya.

3. Benang pengaman, ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah dapat

99

(44)

dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna

4. Cetak Intaglio, cetakan timbul yang terasakasar apabila diraba.

5. Rectoverso, percetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada

bagian muka dan belakang beradu cepat dan saling mengisi jika diterawangkan kearah cahaya.

6. Optical Variable ink, hasil cetak mengkilap (glittering) yang berubah-ubah

warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

7. Tulisan mikro, tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar.

8. Invisible Ink, hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar dibawah sinar

ultra violet.

9. Multi layer latent image/metal layer, teknik cetak dimana dalam satu bidang

cetakan terlihat lebih dari satu objek gambar bila dilihat dari sudut pandang tertentu.Color window/clear window, pada uang kertas terdapat bagian yang terbuat dari plastic transaparan berwarna/ tidak berwarna.

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab terdahulu selanjutnya dapat dirumuskan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan Mata Uang Rupiah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang dalam Pasal 21 ayat 1 adalah alat untuk tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipatuhi dan transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam hal setiap kegiatan yang ada di Wilayah Negara Republik Indonesia yang berhubungan dengan transaksi pembayaran harus menggunakan Mata Uang Rupiah. Untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia yang menentukan sendiri mata uang yang dipergunakan di Negara Indonesia.

(46)

dalam dan tertera di dalamnya yang diatur dan diluar tersebut tidak diatur. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya peraturan pelaksana yang dimuat di dalam undang-undang tersebut.

3. Tindakan yang dilarang terhadap mata uang Rupiah yang diatur dalam Pasal 23 hingga Pasal 27 antara lain menolak untuk menerima Rupiah sebagai pembayaran atau alat untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi, meniru Rupiah, merusak Rupiah, memalsukan dan memproduksi Rupiah. Tindakan pelanggaran terhadap mata uang Rupiah dapat menimbulkan dampak yang sangat luas seperti menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, mengacaukan stabilitas perekonomian, bahkan dapat mengurangi wibawa negara. Dalam hal pencegahan Bank Indonesia seba gai yang menetapkan Rupiah sebagai mata uang di Wilayah Negara Republik Indonesia melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pelanggaran terhadap mata uang melalui media cetak dan media elektronik. Dan juga melakukan kegiatan pengawasan terhadap perusahaan percetakan uang Rupiah dan melakukan koordinasi serta bekerja sama dengan lembaga perbankan dan

Money Changer.

B. SARAN

(47)

1. Perlu adanya kesadaran dari masyarakat Indonesia. Dalam hal menggunakan Mata Uang Rupiah dalam melakukan transaksi bisnis di Wilayah Negara Indonesia. Karena Mata Uang Rupiah adalah salah satu tanda kedaulatan suatu negara. Jadi perlu adanya rasa mencintai negara sendiri untuk membangun perekonomian negara Indonesia.

2. Sebaiknya dalam UU Mata Uang. Perlu diberikan penjelasan yang komprehensif dalam Undang-Undang tersebut. Sehingga tidak menimbulkan ketidakjelasan yang menimbulkan hambatan bagi pelaku bisnis, bahkan menjadi celah bagi aparat hukum. Dalam hal perjanjian yang dikecualikan bisa diatur dalam Peraturan Pemerintah. Yang mengatur mengenai perjanjian apa saja yang dikecualikan dalam hal transaksi penggunaan mata uang Rupiah. Karena berapa pun banyaknya Undang-Undang yang diproduksi oleh lembaga legislatif, jika tidak dimengerti justru akan menjadi masalah dalam pembangunan.

(48)

BAB II

PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

E. Sejarah Singkat Mata Uang Rupiah di Indonesia

Mula-mula logam mulia dipergunakan dalam proses pertukaran dengan bentuk batangan-batangan, dan nilainya dinyatakan menurut kesatuan timbangan dari logam itu. Pada tiap-tiap pertukaran, nilainya harus selalu ditetapkan kadarnya, sehingga hal tersebut merupakan kesukaran. Oleh karena itu, dibuatkan bentuk mata uang tertentu dengan berat dan kadar yang dijamin oleh pemerintah; disertakan pula cap atau stempel pada bentuk mata uang. Yang dimaksudkan dengan mata uang ialah kesatuan-kesatuan logam yang mempunyai bentuk dan tanda tertentu, yang diberikan oleh atau atas nama pembesar atau pemerintah yang sah. Tanda-tanda berbentuk tulisan, gambar, dan di pinggirnya ada garis-garis. Hal ini menyatakan bahwa kesatuan uang tersebut harus diterima dalam lalu lintas pembayaran.21

Sejarah kemunculan mata uang yang memiliki fungsi sebagai alat pertukaran merupakan suatu bentuk respons terhadap timbulnya hambatan atau kendala dalam penerapan sistem barter di masyarakat, dimana pada waktu itu pertukaran barang dengan barang lain secara langsung tanpa menggunakan alat pertukaran, dipandang kurang efektif dalam pelaksanaannya karena membutuhkan tenaga dan waktu yang relatif lama dalam prosesnya, sehingga dalam kenyataanya

21

(49)

tidak banyak terjadi transaksi atau kegiatan perdagangan yang mungkin dapat dilakukan apabila sistem barter ini digunakan sebagai satu-satunya cara atau media dalam melakukan pertukaran. Pada sistem barter murni, salah satu hal yang harus dipenuhi sehingga pelaksananya dapat berjalan dengan lancar adalah suatu keinginan yang sama (double coincidence of wants) diantara masing-masing pihak yang akan menukarkan barang tersebut. Tanpa dilandasi oleh prinsip tersebut, maka dalam prakteknya akan sulit untuk terjadinya suatu transaksi atau kegiatan barter diantara para pihak. Selain itu, dalam kenyataanya untuk menemukan orang-orang yang memiliki keinginan yang sama, sudah barang tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan dengan beragamnya jenis kebutuhan dari masing-masing pihak. Dengan Memperhatikan hal tersebut di atas, maka penerapan prinsip kesamaan akan keinginan dan kebutuhan pada sistem barter akan menimbulkan hambatan atau kendala bagi setiap manusia dalam memenuhi berbagai macam kebutuhannya yang beraneka ragam dari waktu ke waktu22

Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut di masyarakat, yaitu dengan cara menggunakan barang atau komoditi tertentu yang secara umum dapat diterima sebagai alat pertukaran (medium of

exchange). Penggunaan benda atau komoditi tersebut didasarkan pada adanya

suatu kesepakatan di antara anggota masyarakat yang menggunakannya pada suatu daerah tertentu. Pada umumnya, benda yang dipergunakan tersebut, selain dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam sistem perekonomian yang sangat

22

(50)

sederhana tersebut, seringkali juga memiliki kegunaan untuk dikonsumsi atau keperluan produksi.

Menurut pandangan D.H. Robertson, dengan menggunakan barang atau komoditi tertentu tersebut, maka kita dapat mengartikan “uang” sebagai segala

sesuatu yang diterima secara umum sebagai pembayaran untuk benda-benda atau untuk melunasi kewajiban-kewajiban lain yang timbul karena dilaksanakannya sesuatu usaha (business obligation). Dari pemahaman tersebut, Robertson mengambil contoh dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, di mana pada abad ke-19 minuman berupa bir dibayarkan sebagai upah kepada para buruh pada pertambangan-pertambangan batu bara di negara Inggris. Pada waktu itu, uang (bir) sangat popular dan bersifat sangat likuid (cair) sebagai alat pembayaran. Namun mengingat pada waktu itu bir tersebut dikeluarkan dalam jumlah yang berlebihan, maka dalam prakteknya menimbulkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh orang perorangan dalam kaitan dengan peyimpanannya.23

Untuk mengatasi kesulitan ini, maka harus diperlukan suatu ukuran nilai (standar nilai) yang dapat menaruh barang-barang yang akan dipertukarkan ke dalam suatu pembilang. Pembilang ini disebut standar uang atau baku uang. Pada awal mula terjadinya, maka standar itu masih bersifat subjektif. Akan tetapi dengan dilaksanakannya pertukaran secara terus-menerus maka berubahlah menjadi standar yang bersifat objectif, sehingga memungkinkan untuk mengadakan penilaian terhadap barang-barang yang akan dipertukarkan. Standar nilai yang pertama-tama dipergunakan ialah barang-barang konsumsi. Dengan

23

(51)

adanya penggunaan ukuran nilai yang objektif, maka pertukaran barter menjadi lebih cepat dan mudah, meskipun demikian ini tidak berarti bahwa kesulitan-kesulitan barter sudah dapat diatasai sepenuhnya. Jadi dalam pertukaran barter tetap masih ada kesulitan-kesulitan.24

Selanjutnya masalah, kendala serta kesulitan-kesulitan yang dijumpai pada perekonomian barter ini tersebut merupakan tantangan yang harus dipecahkan dan dicari jalan keluarnya dan menyebabkan anggota masyarakat berpikir, berusaha dan mencari akal sehingga akhirnya menemukan suatu “ benda” yang tidak saja

hanya sekedar dibutuhkan dan disukai oleh setiap orang, tetapi juga dengan senang hati diterima sebagai pengganti barang yang dipertukarkannya. Dengan demikian seseorang yang akan menukarkan suatu barang tidak perlu merasa khawatir jika hasil penukarannya tersebut nantinya tidak bisa ditukarkan lagi dengan barang lain yang dikehendakinya. Hal tersebut karena dengan “benda”

yang disukai dan dibutuhkan oleh masyarakat umum tersebut, seseorang yang memilikinya akan lebih mudah menukarkanya lagi dengan barang apapun

Referensi

Dokumen terkait

Efesiensi dan efektivitas kearsipan dalam suatu organisasi atau instansi sangat dipengaruhi oleh kinerja yang baik dari pegawai pada unit kearsipan, sarana atau fasilitas

Permasalahan banjir yang terjadi akibat kurang optimalnya fungsi dari Polder Tawang antara lain juga dikarenakan karena masih terdapat saluran sub sistem drainase lain yang

Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 50 dokter spesialis anestesi (96%) di wilayah Jawa barat menggunakan bupivakain sebagai obat anestesi lokal untuk blokade epidural, dari

Pada nilai koefisien suku bunga luar negeri dalam hal ini adalah Sibor paling besar mempe- ngaruhi kondisi dari tingkat suku bunga pasar uang antar bank (PUAB)

Jumlah neutrofil pada kedua kelompok tidak mengalami penurunan sebelum operasi dan setelah induksi (p>0,005), namun mengalami penurunan pada 90 menit setelah inhalasi

a) Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan ke- adaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. b) Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan

Terhadap anggota kepolisian yang melanggar Kode Etik Profesi Polri tersebut, dari data yang tersaji dapat diketahui bahwa hukuman yang paling banyak dijatuhkan

Pada teknik ini peneliti terlibat langsung, yaitu dengan melihat maupun mendengarkan video ceramah ustad Hanan Attaki untuk mengamati sekaligus mencari data penelitian