• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

E. Sejarah Singkat Mata Uang Rupiah di Indonesia

Mula-mula logam mulia dipergunakan dalam proses pertukaran dengan bentuk batangan-batangan, dan nilainya dinyatakan menurut kesatuan timbangan dari logam itu. Pada tiap-tiap pertukaran, nilainya harus selalu ditetapkan kadarnya, sehingga hal tersebut merupakan kesukaran. Oleh karena itu, dibuatkan bentuk mata uang tertentu dengan berat dan kadar yang dijamin oleh pemerintah; disertakan pula cap atau stempel pada bentuk mata uang. Yang dimaksudkan dengan mata uang ialah kesatuan-kesatuan logam yang mempunyai bentuk dan tanda tertentu, yang diberikan oleh atau atas nama pembesar atau pemerintah yang sah. Tanda-tanda berbentuk tulisan, gambar, dan di pinggirnya ada garis-garis. Hal ini menyatakan bahwa kesatuan uang tersebut harus diterima dalam lalu lintas pembayaran.21

Sejarah kemunculan mata uang yang memiliki fungsi sebagai alat pertukaran merupakan suatu bentuk respons terhadap timbulnya hambatan atau kendala dalam penerapan sistem barter di masyarakat, dimana pada waktu itu pertukaran barang dengan barang lain secara langsung tanpa menggunakan alat pertukaran, dipandang kurang efektif dalam pelaksanaannya karena membutuhkan tenaga dan waktu yang relatif lama dalam prosesnya, sehingga dalam kenyataanya

21

(2)

tidak banyak terjadi transaksi atau kegiatan perdagangan yang mungkin dapat dilakukan apabila sistem barter ini digunakan sebagai satu-satunya cara atau media dalam melakukan pertukaran. Pada sistem barter murni, salah satu hal yang harus dipenuhi sehingga pelaksananya dapat berjalan dengan lancar adalah suatu keinginan yang sama (double coincidence of wants) diantara masing-masing pihak yang akan menukarkan barang tersebut. Tanpa dilandasi oleh prinsip tersebut, maka dalam prakteknya akan sulit untuk terjadinya suatu transaksi atau kegiatan barter diantara para pihak. Selain itu, dalam kenyataanya untuk menemukan orang-orang yang memiliki keinginan yang sama, sudah barang tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan dengan beragamnya jenis kebutuhan dari masing-masing pihak. Dengan Memperhatikan hal tersebut di atas, maka penerapan prinsip kesamaan akan keinginan dan kebutuhan pada sistem barter akan menimbulkan hambatan atau kendala bagi setiap manusia dalam memenuhi berbagai macam kebutuhannya yang beraneka ragam dari waktu ke waktu22

Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut di masyarakat, yaitu dengan cara menggunakan barang atau komoditi tertentu yang secara umum dapat diterima sebagai alat pertukaran (medium of exchange). Penggunaan benda atau komoditi tersebut didasarkan pada adanya

suatu kesepakatan di antara anggota masyarakat yang menggunakannya pada suatu daerah tertentu. Pada umumnya, benda yang dipergunakan tersebut, selain dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam sistem perekonomian yang sangat

22

(3)

sederhana tersebut, seringkali juga memiliki kegunaan untuk dikonsumsi atau keperluan produksi.

Menurut pandangan D.H. Robertson, dengan menggunakan barang atau komoditi tertentu tersebut, maka kita dapat mengartikan “uang” sebagai segala

sesuatu yang diterima secara umum sebagai pembayaran untuk benda-benda atau untuk melunasi kewajiban-kewajiban lain yang timbul karena dilaksanakannya sesuatu usaha (business obligation). Dari pemahaman tersebut, Robertson mengambil contoh dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, di mana pada abad ke-19 minuman berupa bir dibayarkan sebagai upah kepada para buruh pada pertambangan-pertambangan batu bara di negara Inggris. Pada waktu itu, uang (bir) sangat popular dan bersifat sangat likuid (cair) sebagai alat pembayaran. Namun mengingat pada waktu itu bir tersebut dikeluarkan dalam jumlah yang berlebihan, maka dalam prakteknya menimbulkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh orang perorangan dalam kaitan dengan peyimpanannya.23

Untuk mengatasi kesulitan ini, maka harus diperlukan suatu ukuran nilai (standar nilai) yang dapat menaruh barang-barang yang akan dipertukarkan ke dalam suatu pembilang. Pembilang ini disebut standar uang atau baku uang. Pada awal mula terjadinya, maka standar itu masih bersifat subjektif. Akan tetapi dengan dilaksanakannya pertukaran secara terus-menerus maka berubahlah menjadi standar yang bersifat objectif, sehingga memungkinkan untuk mengadakan penilaian terhadap barang-barang yang akan dipertukarkan. Standar nilai yang pertama-tama dipergunakan ialah barang-barang konsumsi. Dengan

23

(4)

adanya penggunaan ukuran nilai yang objektif, maka pertukaran barter menjadi lebih cepat dan mudah, meskipun demikian ini tidak berarti bahwa kesulitan-kesulitan barter sudah dapat diatasai sepenuhnya. Jadi dalam pertukaran barter tetap masih ada kesulitan-kesulitan.24

Selanjutnya masalah, kendala serta kesulitan-kesulitan yang dijumpai pada perekonomian barter ini tersebut merupakan tantangan yang harus dipecahkan dan dicari jalan keluarnya dan menyebabkan anggota masyarakat berpikir, berusaha dan mencari akal sehingga akhirnya menemukan suatu “ benda” yang tidak saja hanya sekedar dibutuhkan dan disukai oleh setiap orang, tetapi juga dengan senang hati diterima sebagai pengganti barang yang dipertukarkannya. Dengan demikian seseorang yang akan menukarkan suatu barang tidak perlu merasa khawatir jika hasil penukarannya tersebut nantinya tidak bisa ditukarkan lagi dengan barang lain yang dikehendakinya. Hal tersebut karena dengan “benda”

yang disukai dan dibutuhkan oleh masyarakat umum tersebut, seseorang yang memilikinya akan lebih mudah menukarkanya lagi dengan barang apapun yang dikehendakinya dan kepada siapapun.25

Mata uang yang pernah beredar dan berlaku di Indonesia untuk periode 1945-1950 dapatlah disusun sebagai berikut:

1. O.R.I yaitu uang Republik Indonesia yang berlaku di Jawa saja.

2. U.R.I.P.S yaitu uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera yang berlaku di sebagian Sumatera.

24

Indra Darmawan, Op.Cit, hlm.3. 25

(5)

3. U.R.I.T.A yaitu uang Republik Indonesia Tapanuli yang berlaku di daerah Tapanuli.

4. U.I.P.S.U yaitu uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara yang berlaku di Provinsi Sumatera Utara.

5. U.R.I.B.A yaitu uang Republik Indonesia Baru Aceh yang berlaku di daerah Aceh

6. Uang Mandat Dewan Pertahanan Daerah Palembang yang berlaku di Palembang.26

Kemerdekaan Indonesia yang masih berusia muda ternyata mendapat rongrongan dari berbagai pihak, tidak hanya dari luar tetapi juga dari dalam. Rongrongan dari luar adalah pihak pemerintah sipil Hindia-Belanda (Netherlands India Civil Administration)yang ingin berkuasa kembali ke Indonesia, berkas

negeri jajahannya.Usaha tentara NICA untuk menduduki Indonesia kembali menimbulkan revolusi fisik. Mereka menghadapi perlawanan sengit dari pejuang-pejuang Republik Indonesia (RI). Perang kemedekaan tidak hanya melibatkan senjata tetapi juga uang. Pada masa itu terjadi “perang ekonomi”, karena kedua belah pihak yang bermusuhan yaitu RI dan NICA bersama-sama mencetak dan mengedarkan uang untuk merebut simpati masyarakat. Uang keluaran NICA

waktu itu disebut “uang merah” sedangkan uang keluaran pemerintah RI atau

ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) yang didukung oleh pejuang-pejuang RI yang disebut uang putih.27

26

http://arkeologi.web.id/articles/numismatik/441-mata-uang-sebagai-sumber-sejarah-Indonesia (diakses pada tanggal 4 oktober 2014)

27

(6)

Untuk mematahkan perlawanan pejuang-pejuang RI, Tentara NICA mengadakan razia besar-besaran terhadap percetakan ORI yang berada di Jakarta. Menghadapi blokade musuh ini, akhirnya pemerintah RI menetapkan kebijakan kepada daerah-daerah untuk mencetak ORI sendiri yang disebut ORIDA. Oleh karena itu ada ORI daerah Yogyakarta, daerah Banten, Lampung, Jambi, Palembang, Bengkulu dan daerah-daerah lain. Kemudian, pada tahun 1949-1950 Belanda memancarkan taktik baru, devideet impera, yaitu mecoba memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara federasi RIS (Republik Indonesia Serikat), sehingga di beberapa daerah timbul gerakan pemberontakan yang intinya ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Akibatnya timbul berbagai pemberontakan, yang masing-masing mencetak dan mengedarkan mata uang di daerahnya sendiri.28

Setelah berlaku Hukum Darurat No. 20, tanggal 27 September 1951 yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia adalah Rupiah (kecuali Irian Barat) dan pada tahun 1968 dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 13 Tahun 1968 ditetapkan bahwa satuan hitung uang Indonesia adalah Rupiah dengan singkatan Rp, dibagi dalam 100 (seratus) sen dan tiap pembayaran yang mengenai uang jika dilakukan di Indonesia harus dengan uang rupiah kecuali dengan tegas diadakan ketentuan lain dengan perundangan.29

28

Ibid.

29

(7)

F. Jenis dan Fungsi Uang Rupiah di Indonesia

Menurut pandangan Iswardono, uang menurut jenisnya dapat dikelompokkan atau dibagi berdasarkan beberapa hal, yaitu:30

1. Bahan atau material uang yaitu berupa uang logam dan uang kertas

2. Nilainya, uang dibedakan menjadi uang bernilai penuh (full bodied money), dan uang yang tidak bernilai penuh (representative full bodied money) atau

dikenal sebagai “uang bertanda” (token money).

3. Lembaga atau badan pembuatnya, uang dapat dibedakan menjadi uang kartal yaitu uang yang dicetak atau dibuat dan diedarkan oleh bank sentral, dan uang giral yaitu uang yang dibuat dan diedarkan oleh bank-bank umum (komersial) dalam bentuk demand deposit atau yang lebih dikenal dengan check.

4. Kawasan atau daerah berlakunya, uang dapat dibedakan menjadi uang domestic dan uang internasional.

5. Pertimbangan bahwa uang merupakan kekayaan, maka uang dibedakan menjadi inside money (uang dalam) dan outside money (uang luar).

Sebagaimana diatur di dalam UU Mata Uang Pasal 2 ayat 2 bahwa

“Macam Rupiah terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah logam”. Maka akan

diuraikan mengenai jenis dari mata uang Rupiah tersebut. 1. Jenis uang Rupiah.

a. Uang Kertas

Uang kertas, merupakan uang yang bahannya terbuat dari kertas atau bahan lainnya. Uang dari bahan kertas biasanya dalam nominal yang besar

30

(8)

sehingga dengan mudah untuk keperluan sehari-hari. Uang jenis ini terbuat dari kertas yang berkualitas tinggi, yaitu tahan terhadap air, tidak mudah robek atau luntur. Pecahan uang kertas di Indonesia adalah dimulai dari Rp100,- Rp 500, Rp 1.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 20.000, Rp 50.000,- dan Rp 100.000,-31

Dewasa ini umumnya negara-negara mempunyai mata uang yang terbuat dari kertas. Setidak-tidaknya uang kertaslah yang lebih banyak dalam peredaran jika dibandingkan dengan jenis mata uang lainnya. Uang kertas itu biasanya disebut dengan folding money, karena uang tersebut dapat dilipat oleh orang yang memegangnya.32

Adapun sebab-sebabnya negara-negara mempunyai mata uang yang dibuat dari kertas terutama karena ongkos pembuatan mata uang kertas itu tidak seberapa, jika dibandingkan dengan ongkos pembuatan mata uang logam. Sebab kedua, karena uang kertas itu mudah dibawa dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Syarat ini merupakan syarat yang tidak boleh dilupakan terutama pada negara-negara yang luas daerahnya. Alasan ketiga, bahwa jika kebutuhan sesuatu negara akan mata uang bertambah, maka kebutuhan itu dengan mudah dapat dipenuhi karena kertas mudah mendapatkannya. Hal tersebut tidak mudah dilaksanakan, jika bahan mata uang itu terbuat dari logam, terlebih-lebih kalau logam-logam mulia. Bagi sesuatu negara jumlah logam itu adalah terbatas. Tidak demikian halnya dengan kertas.33

31

Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 19.

32

(9)

Sebagaimana sudah disinggung di atas, sebenarnya materi mata uang kertas tidak mempunyai nilai apa-apa. Dengan kata lain nilai intrinsik dari mata uang kertas selalu jauh lebih rendah dari nilai nominalnya. Namun hal tersebut tetap diterima oleh masyarakat disebabkan karena adanya kekuasaan pemerintah. Uang itu dikeluarkan oleh pemerintah atau oleh sesuatu badan yang mendapatkan wewenang atau hak monopoli dari pemerintah. Sesuatu alat penukar yang dinyatakan pemerintah sebagai alat penukar. Tentu akan diterima oleh masyarakat yang mengkui pemerintah yang bersangkutan. Jika uang kertas telah dinyatakan pemerintah berlaku, maka masyarakat akan menerimanya sebagai mata uang.

Pada zaman sekarang ini Bank Sentral yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengeluarkan uang kertas harus menyediakan logam murni atau sering disebut dengan dekking atas uang kertas yang dikeluarkannya, ini tidak lah berarti bahwa bank Sentral itu selalu memberikan emas dalam dalam jumlah tidak terbatas kepada setiap orang yang membawa mata uang kertas kepadanya. Dewasa ini dekking tersebut hanya sekedar tanda saja dan tidak lagi berfungsi sebagai persediaan untuk pengganti mata uang kertas yang dibawa orang untuk ditukarkan dengan emas. Bahkan dewasa ini jika kebutuhan memaksa, dekking tersebut dapat dilewati hingga suatu batas tertentu sesuai dengan peraturan-peraturan yang sudah ada.34

b. Uang Logam

Seperti yang sudah disinggung juga di atas bahwa ada jenis mata uang Rupiah selain uang kertas yaitu uang logam. Uang logam merupakan uang dalam

34

(10)

bentuk koin yang terbuat dari logam, baik dari alumanium, kuronikel, bronze, emas, perak atau perunggu dan bahan lainnya. Biasanya uang yang terbuat dari logam dengan nominal yang kecil. Di Indonesia uang logam terdiri dari pecahan Rp 5, Rp 10,-Rp25,-Rp 50,- Rp 100,-, Rp 500,-, Rp 1.000,-.35

Uang logam terdiri dari:

1)Uang Penuh ( Full Bodied Money)

Uang penuh yaitu uang yang nilai nominalnya sama dengan nilai materi atau nilai intrinsiknya yaitu nilai logam yang dijadikan bahan uang tersebut. Nilai nominal atau sering disebut nilai moneter adalah nilai resmi (formal) yang tercantum pada uang tersebut baik berupa tulisan atau huruf maupun angka, yang harus diakui, diterima dan dipatuhi oleh masyarakat sebagai nilai uang tersebut. Dan uang penuh pada umumnya terbuat dari logam mulia, khususnya emas dan perak.36

2)Uang Tanda (Token Money)

Uang tanda adalah uang yang terbuat dari bahan logam yang bukan logam mulia yang nilai nominalnya atau nilai moneternya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai intrinsiknya. Biasanya perbedaan nilai tersebut cukup besar, terutama di awal-awal tahun pembuatannya. Sesuai dengan perjalanan waktu maka perbedaan nilai tersebut akan relatif konstan apabila harga-harga yang berlaku juga relative stabil. Namun apabila di negara tersebut terjadi inflasi dimana harga barang-barang pada umumnya, termasuk harga logam yang menjadi bahan uang terjadi peningkatan maka perbedaan nilai nominal dengan nilai interinsik akan

35

Kasmir., Op.Cit, hlm. 18. 36

(11)

semakin mengecil. Dengan demikian keadaan menjadi terbalik dan hal itu bertentangan dengan tujuan penerbitan token money semula.37

Apabila hal itu terjadi, maka uang tersebut dengan sendirinya akan menghilang dari peredaran. Dengan perkataan lain uang tersebut tidak beredar lagi sebagai uang. Karena mata uang tersebut lebih menguntungkan dilebur dan dijual sebagai logam untuk dijadikan berbagai barang-barang kebutuhan manusia.

Contoh paling tepat untuk kasus ini ialah pada tahun 1950-an, di negara kita beredar uang logam yang terbuat dari campuran beberapa jenis logam namun dengan tembaga (cuprum) sebagai bahan utama, dengan seri Pangeran Diponogoro (bergambar Pangeran Diponogoro), dengan nominal Rp50,-. Kemudian pada tahun 1960-an dimana di negara kita terjadi inflasi yang sangat tinggi, maka dari tahun ke tahun harga barang-barang meningkat dengan tajam, termasuk harga tembaga. Dengan demikian harga tembaga yang pada saat uang tersebut diterbitkan (tahun 1950-an) jauh di bawah Rp.50.- (untuk seberat uang logam tersebut), menjadi jauh di atas Rp.50,-. Akibatnya masyarakat memandang bahwa daripada digunakan sebagai uang yang nilainya hanya Rp.50,- jauh lebih menguntungkan apabila dijual sebagai logam dengan harga yang jauh lebih tinggi, kepada pihak-pihak yang membutuhkannya yaitu antara lain pabrik atau pengrajin alat-alat rumah tangga yang memerlukannya untuk pembuatan perabot/ alat-alat dari tembaga seperti dandang dan lain-lain sebagainya.38

Demikianlah, akhirnya uang seri Pangeran Diponogoro tersebut menghilang dari peredaran karena habis dijadikan bahan baku dalam proses

37

Ibid, hlm.23. 38

(12)

pembuatan barang-barang lain. Saat sekarang andaikata kita ingin melihat seri mata uang tersebut mungkin yang paling mudah kita harus berkunjung ke museum uang yang didirikan oleh Bank Indonesia di Jakarta atau mendatangi kolektor mata uang (numismatikus).

c. Uang Kartal

Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli. Terdapat dua jenis uang kartal, yaitu uang negara dan uang bank. Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari kertas yang memiliki ciri-ciri: dikeluarkan oleh pemerintah, dijamin dengan undang-undang, bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya, ditandatangani oleh menteri keuangan. Namun sejak berlakunya UU BI uang negara diberhentikan peredarannya dan diganti dengan uang bank. Uang bank adalah uang yang dikeluarkan oleh bank sentral berupa uang logam dan uang kertas. Ciri-cirinya sebagai berikut: dikeluarkan oleh bank sentral, dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di bank sentral, bertuliskan nama bank sentral negara yang bersangkutan, dan ditandatangani oleh gubernur bank sentral.39

d. Uang Giral

Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan adanya sebuah alat ukur yang lebih mudah, praktis, dan aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang giral adalah bank umum selain Bank Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,

39

(13)

defenisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, telegraphic transfer. Namun, uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral.40

2. Fungsi Uang Rupiah.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa uang kartal dalam bentuk uang kertas maupun uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral atau institusi/lembaga tertentu sebagai otoritas moneter di suatu negara, pada hakekatnya bertujuan atau dinaksudkan untuk dapat memperlancar jalannya kegiatan transaksi ekonomi sehari-hari di masyarakat.

Terkait dengan pengeluaran dan pengedaran uang kartal yang dilakukan oleh bank sentral sebagai ototitas moneter, menurut pendapat C.F Scheffer dan M.J.H. Smeets, semua uang yang dikeluarkan dan diedarkan tersebut, yang berada dalam sirkulasi merupakan suatu bagian daripada posisi utang dari lembaga -lembaga pencipta uang tersebut, dimana orang sering menyebutnya sebagai kewajiban-kewajiban moneter. Oleh karena itu untuk bilyet-bilyet bank (berupa uang kertas) yang “dipinjamkan”, dicatat atau tampak sebagai suatu pos kredit

pada neraca bank sentral.41 Dengan pemahaman yang sederhana dapat dikatakan bahwa uang yang dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral merupakan hutang atau kewajiban dari bank sentral (otoritas moneter) kepada individu di masyarakat yang memegang uang tersebut.

40

Ibid.

41

(14)

Apabila ditinjau dari aspek yuridis, suatu benda akan sulit memperoleh penerimaan secara umum di masyarakat untuk pembayaran atau untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya (obligations). Undang-undang memainkan peranannya untuk membantu suatu benda tersebut untuk memperoleh penerimaan secara umum di masyarakat dengan cara mengumumkan atau mempublikasikannya sebagai uang. Bahkan dengan undang-undang dapat memberikan kekuatan legal tender (alat pembayaran yang sah menurut hukum) dan menetapkan bahwa uang

mempunyai kekuatan legal untuk melunasi utang dan kewajiban-kewajiban, dan seorang kreditur yang menolaknya tidak boleh menuntut yang lain untuk pembayaran utangnya tersebut.

Pada Black’s Law Dictionary, Legal Tender diartikan sebagai “the money (bills and coins) approved in a country for the payment of debts, the purchase of

goods, and other exchanges for value”. Dalam terjemahannya uang (baik uang

kertas maupun uang logam) yang diterima dalam negara sebagai alat pembayaran atas hutang-hutang, pembelian barang-barang dan pertukaran nilai yang lain.42

Pada saat ini fungsi uang dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Menurut Glyn Davies fungsi umum adalah sebagai asset likuid (liqiuid asset), faktor dalam rangka pembentukan harga pasar (framework of the market allocative system), faktor penyebab dalam perekonomian (a causative factor in the economy), dan faktor pengendali kegiatan

42

(15)

ekonomi (controller of the economy, dan faktor pengendali kegiatan ekonomi (controller of the economy).43

Fungsi-fungsi khusus yang dapat diberikan uang terhadap kehidupan manusia dalam perekonomian modern dewasa ini dapat dikelompokkan ke dalam empat fungsi yaitu:

a. Alat tukar menukar (Medium Of Exchange)

Fungsi uang yang pertama adalah sebagai alat tukar-menukar (medium of exchange). Fungsi uang sebagai alat tukar menukar didasarkan pada kebutuhan manusia yang mempunyai barang dan kebutuhan manusia yang tidak mempunyai barang di mana uang adalah seorang perantara di antara mereka. Dengan uang tersebut seseorang biasa memiliki mempunyai barang dan orang yang memiliki barang bisa menerima uang sebagai harga dari barang tersebut. Dengan demikian uang berkaitan dengan masalah produksi dan distribusi dari barang dan uang juga digunakan untuk sebagai media dari pihak produsen dan konsumen. Oleh karena itulah uang mempunyai fungsi tertentu yaitu sebagai perantara. Oleh karenanya, uang yang berfungsi sebagai alat tukar menukar sesungguhnya adalah untuk mempermudah kehidupan manusia sehari-hari walaupun tidak setiap orang menyadari peranan uang dalam kehidupannya.44

b. Sebagai satuan hitung (Unit of Account)

Sebagai satuan hitung, uang memungkinkan harga barang dan jasa dinilai dan dinyatakan dengan unit yang sama. Demikian juga perhitungan-perhitungan dalam aktivitas-aktivitas perekonomian seperti jual-beli, menjadi lebih mudah.

43

Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum, Loc. Cit., hlm. 1.

44

(16)

Besar dan kecilnya nilai yang dijadikan sebagai satuan hitung dalam menentukan harga barang dan jasa secara mudah. Dengan adanya uang akan mempermudah keseragaman dalam satuan hitung.45

Sebagaimana dikatakan bahwa harga Rupiah merupakan nilai nominal yang tercantum pada setiap pecahan Rupiah. Satu Rupiah adalah 100 (seratus) sen. Pecahan Rupiah ditetapkan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan Pemerintah. Dalam menetapkan pecahan Rupiah Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah memperhatikan kondisi moneter, kepraktisan sebagai alat pembayaran, dan/ atau kebutuhan masyarakat. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 2 UU Mata Uang.

Sebagai contoh, misalnya kita akan membeli 2 (dua) helai kemeja yang masing-masing harganya Rp.100.000,- dan 1 (satu) pasang sepatu seharga Rp.200.000,-, maka kita tinggal menghitungkan dengan cara menjumlahkan harga kedua jenis barang tersebut yaitu sebesar Rp.400.000,-. Dalam contoh tersebut maka satuan hitungnya adalah Rupiah dengan simbol Rp. Yaitu sebagai mata uang resmi negara Republik Indonesia.

c. Sebagai penyimpan nilai (Store of Value)

Dalam hal ini uang yang dimiliki oleh seseorang atau perusahaan merupakan kekayaan seseorang atau perusahaan tersebut. Setelah uang dipakai satuan nilai dan sebagai alat pembayaran yang umum diterima, maka ia hampir pasti luas dipakai sebagai alat penyimpan nilai. Para pemegang uang itu sesungguhnya adalah pemegang daya beli umum yang dapat membelanjakan

45

(17)

kapan saja dianggap perlu untuk membeli barang-barang yang paling diinginkan. Mengetahui karena uang itu akan diterima kapan saja untuk barang atau jasa-jasa apa saja, dan bahwa nominalnya akan tetap konstan. Ini tidak berarti uang itu stabil dan merupakan alat penyimpan nilai yang benar-benar memuaskan, uang hanya dapat stabil jika daya belinya tidak menurun. Dalam praktek sesungguhnya, ia melaksanakan fungsi ini dengan sangat berubah-ubah.46

d. Sebagai standar pembayaran yang ditangguhkan (Standart of Differed Payment)

Saat bank menghimpun dana dari masyarakat berarti bank menerima simpanan dalam berbagai bentuknya, berarti utang bank kepada penyimpan, dengan demikian bank telah menerima kredit yang pada suatu saat harus dibayar kembali yaitu apabila simpanan tersebut telah jatuh tempo (due date) dan diambil oleh para penyimpannya. Sedangkan apabila bank menyalurkan kembali dana simpanan yang telah dihimpunnya, berarti bank memberikan kredit kepada mereka yang membutuhkannya. Kredit tersebut harus dibayar kembali oleh peminjam (debitur) pada saat jatuh temponya sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara bank dengan si peminjam. Pada saat bank membayar simpanan yang ditarik kembali oleh penyimpannya maupun pada saat bank menerima kembali pelunasan dari para peminjamnya, semua itu dilaksanakan dengan uang.

Fungsi ini sering disebut juga sebagai standar pembayaran yang ditangguhkan atau ada yang menyebutnya standar pembayaran yang berjangka waktu. Hal tersebut disebabkan oleh karena uang memungkinkan adanya pinjam

46

(18)

meminjam (lending and borrowing). Tanpa adanya fungsi ini maka tidak ada dasar yang bersifat umum untuk terlaksananya transaksi yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari. Hal inilah yang memungkinkan siapa pun dapat melakukan perjanjian pinjaman dengan uang sekarang yang kemudian dibayar di kemudian hari.47

Kedudukan sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender) ini dinyatakan di dalam uang kertas yang dikeluarkan oleh bank sentral setiap negara. Di dalam legal tender terdapat dua elemen yang esensial yaitu pertama, keberadaannya dinyatakan oleh hukum dan kedua untuk pembayaran. Ditinjau dari teori Hukum Tata Negara, suatu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu badan atau lembaga bersifat atributif artinya tidak menimbulkan kewajiban menyampaikan kewajiban laporan atas kekuasaan itu.

C. Penggunaan Rupiah

Memahami sejauhmana pengaturan Mata Uang Republik Indonesia baik untuk Bank Indonesia secara kelembagaan atau masyarakat dan kepada penjabat Bank Indonesia termasuk karyawan Bank Indonesia atau kepada pihak lain, maka perlu dipahami tentang penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia. Jadi penggunaan mata uang memberikan pembatasan mengenai hal pemberian sanksi yang berhubungan dengan Bank Indonesia.

Dalam UU Mata Uang Pasal 21 ayat 1 Bab V diatur tentang penggunaan Rupiah yaitu:

47

(19)

1. Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;

2. Rupiah wajib penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang:dan/atau

3. Rupiah wajib digunakan dalam transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dalam hal ini transaksi keuangan lainnya antara lain meliputi kegiatan penyetoran uang dalam berbagai jumlah dan jenis pecahan dari nasabah kepada bank.

Melalui adanya pengaturan tentang penggunaan Mata Uang Rupiah. Maka kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Rupiah akan berdampak pada pada kepercayaan masyarakat internasional terhadap Rupiah dan perekonomian nasional pada umumnya sehingga Rupiah memiliki martabat. Baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan Rupiah terjaga kestabilannya.

Selain itu penggunaan mata uang Rupiah pada saat sekarang ini, sudah convertible, Bisa ditukar kapan saja dan dimana saja ada. Apalagi penukaran mata

uang Rupiah ke mata uang lain ataupun dari mata uang hard/soft currency lain ke Rupiah biasa dilakukan ke beberapa negara. Bagi kalangan swasta dan pebisnis sebenarnya bukan merupakan suatu masalah besar mengingat sifat Rupiah yang convertible, bisa ditukar dalam satuan mata uang lain secara cepat. Selain itu

(20)

dalam dollar, akan senang kalau dibayar dengan denominasi Rupiah dengan kurs yang ditetapkan lebih tinggi dari pada yang ada di pasar.48

Saat ini di Indonesia, agar uang Rupiah dapat diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah (Legal Tender), maka sebelum tanggal penerbitan atau pengeluaran uang Rupiah, Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal membuat penetapan uang tersebut sebagai Legal Tender dalam suatu peraturan Bank Indonesia. Langkah ini dilakukan oleh Bank Indonesia agar masyarakat dapat mengetahui secara jelas mengenai kapan tanggal berlakunya uang sebagai alat pembayaran yang sah di negara Republik Indonesia. Begitu pula sebaliknya, apabila uang Rupiah ditetapkan tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Republik Indonesia, maka Bank Indonesia akan menetapkannya ke dalam Peraturan Bank Indonesia.

Seiring dengan adanya kehidupan sehari-hari, uang merupakan sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran hutang-hutang. Uang juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu hutang dengan kepastian dan tanpa penundaan. Begitu pentingnya uang, sehingga ada yang berpendapat bahwa dunia sebagaimana yang kita kenal ini tidak dapat berlangsung tanpa uang. Walaupun uang itu bukan faktor produksi seperti tanah dan tenaga kerja, namun uang merupakan syarat mutlak bagi metode-metode produksi modern, sehingga tanpa uang. Tanah, tenaga

48

(21)

kerja dan modal tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan kehidupan perekonomian.

Penggunaan uang Rupiah saat ini adalah hal yang wajib digunakan karena Rupiah adalah satu-satunya mata uang yang dapat dipergunakan di Wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam hal adanya penggantian terhadap pergantian penggunaan mata uang Rupiah. Maka Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan dalam menetapkan mata uang akan mengeluarkan jenis mata uang yang lain untuk dipergunakan sebagai mata uang di Wilayah Negara Republik Indonesia.

D. Peranan Bank Indonesia

Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral atau sering juga disebut Bank to bank dalam pembangunan memang penting dan sangat dibutuhkan

keberadaanya. Hal ini disebabkan bahwa pembangunan di sektor apapun selalu membutuhkan dana dan dana ini diperoleh dari sektor lembaga keuangan termasuk bank. Tugas-tugas Bank Indonesia sebagai Bank to bank adalah mengatur, mengkoordinir, mengawasi serta memberikan tindakan kepada dunia perbankan.

Peranan lain Bank Indonesia adalah dalam hal menyalurkan uang terutama uang Kartal (kertas dan logam) di mana Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk menyalurkan uang Kartal. Kemudian mengendalikan jumlah uang yang beredar dan suku bunga dengan maksud untuk menjaga kestabilan Rupiah.49

49

(22)

Dalam UU Mata Uang Pasal 11 ayat 2 dan ayat 3 dikatakan bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan pengeluaran, pengedaran, dan /atau pencabutan dan penarikan Rupiah. Dan dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan dilakukan oleh Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah. Kemudian di Pasal 29 ayat 1 dikatakan bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan keaslian Rupiah.

Hal ini didukung juga dalam UU BI dalam Bab III, IV dan V bahwa Bank Indonesia bertugas mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Berikut ini akan diuraikan garis-garis besar dari masing-masing tugas Bank Indonesia seperti yang tertuang dalam UU BI.

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Bank Indonesia berwenang:

a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya

b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada:

1) Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang Rupiah maupun valas

2) Penetapan tingkat diskonto

(23)

4) Pengaturan kredit atau pembiayaan

c. Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, paling lama 90 (Sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan.

d. Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan system nilai tukar yang telah ditetapkan.

e. Mengelola cadangan devisa.

f. Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro dan mikro.

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

Dalam tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang:

a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaran jasa sistem pembayaran.

b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya.

c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.

d. Mengatur sistem kliring antar bank baik dalam mata uang Rupiah maupun Asing.

e. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. f. Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang

(24)

g. Mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah sera mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama.50

Dalam hal pengelolaan Rupiah Bank Indonesia wajib melaporkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Yang kemudian Badan Pemeriksa keuangan melakukan audit secara periodik yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan pencetakan, pengeluaran, dan pemusnahan Rupiah.

Sejalan dengan UU BI di atas, maka Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan memberikan wewenang dan kewajiban bagi Bank Indonesia untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, dan nasihat, bimbingan dan pengarahan, maupun secara representif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan, sehingga pada akhirnya Bank Indonesia dapat menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individu maupun secara keseluruhan.

Kewajiban pengawasan terhadap bank selain Bank Indonesia ada lembaga negara Otoritas Jasa Keuangan yang juga dapat melakukan pengawasan terhadap bank. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan maka Otoritas Jasa Keuangan maka Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

50

(25)

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Dan salah satunya adalah bank.

Namun perbedaan antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia adalah bahwa Bank Indonesia berperan sebagai pengawas aspek makroprudensial yang berarti Bank Indonesia menjadi pengawas dalam hal ekonomi moneter dan Otoritas Jasa Keuangan berperan sebagai pengawas mikroprudensial yang berarti Otoritas Jasa Keuangan berperan sebagai pengawas dalam hal kesehatan bank.

Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas, menurut ketentuan Pasal 8 UU BI, tugas Bank Indonesia adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam hal pengawasan oleh Bank Indonesia adalah dalam hal ekonomi moneter kepada bank.51

Pelaksanaan tugas sebagaimana di atas mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai Rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia, antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Berdasarkan pada apa yang diuraikan di atas, bisa dikatakan bahwa tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah tersebut perlu ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu

51

(26)

kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat, tepat, dan andal, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat.52

Mengelola berarti merencanakan, menyiapkan pengorganisasian, melaksanakan, dan mengontrol bahwa pelaksanaan berjalan sedemikian rupa, untuk selanjutnya memberikan masukan bagi perencanaan yang lebih baik. Pengelolaan pengedaran Rupiah oleh Bank Indonesia dapat pula dilihat dari proses “kehidupan” Rupiah, yakni sejak tahap persiapan pengeluaran sampai

dengan uang itu kembali kepada Bank Indonesia untuk “dikebumikan” dengan tertib dan aman.53

Pengelolaan Rupiah adalah suatu kegiatan yang mencakup perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, dan penarikan, serta pemusnahan Rupiah yang dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel yang diatur di UU Mata Uang.

1. Perencanaan;

Perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan menetapkan besarnya jumlah dan jenis pecahan berdasarkan perkiraan kebutuhan Rupiah dalam periode tertentu. Yang dilakukan oleh Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah. Yang dimaksud dengan “berkordinasi” diwujudkan dalam bentuk pertukaran

informasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah, antara lain terkait dengan asumsi tingkat inflasi, asumsi pertumbuhan ekonomi, rencana tentang macam dan harga Rupiah, proyeksi jumlah Rupiah yang perlu dicetak, serta jumlah Rupiah

52

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 181.

53Hotbin Sigalingging, “Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia

(27)

yang rusak dan yang ditarik dari peredaran. Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 13 ayat 1 dan ayat 2.

Perencanaan yang terkait langsung dengan pengedaran uang antara lain meliputi:

a. Perencanaan penerbitan uang emisi baru

Dalam setiap penerbitan uang diupayakan agar kepercayaan masyarakat terhadap uang tetap terjaga.Oleh karena itu, setiap uang yang diterbitkan dibuat sebaik mungkin agar dapat diterima oleh masyarakat. Di samping itu, diupayakan agar suatu emisi dapat terbit atau beredar dalam waktu yang cukup lama. Penerbitan uang baru hanya dapat dilakukan atas dasar pertimbangan tertentu sehingga dapat dihindarkan terlalu seringnya penerbitan uang baru. Dasar pertimbangan penerbitan uang baru, antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Penyederhanaan satuan hitung untuk memperlancar transaksi pembayaran tunai, yakni dengan penataan kembali pecahan-pecahan yang ada. Perubahan ini dimaksudkan agar pecahan baru menjadi lebih praktis dan efisien untuk penetapan harga, perhitungan, dan pencatatan. 2) Pecahan yang ada kurang dapat menampung perkembangan faktor

(28)

3) Perubahan-perubahan pada uang (bahan maupun teknik cetaknya) guna meningkatkan kualitas uang atau efisiensi pengadaan. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan pertimbangan:

a) Terdapat kebijaksanaan untuk melakukan perubahan terhadap ukuran uang dalam rangka standarisasi ukuran, perubahan teknik cetak, serta penambahan atau penggantian unsur pengamanan (security features) maupun gambar disain agar kualitas uang menjadi lebih baik.

b) Tingkat pemalsuan uang yang semakin meningkat sehingga membahayakan perekonomian maupun kepercayaan masyarakat terhadap uang Rupiah.

c) Khusus untuk uang logam agar terdapat kewajaran antara nilai intrinsik dengan nilai nominal.54

b. Perencanaan Distribusi Uang

Rencana Distribusi Uang (RDU) adalah penetapan jumlah dan komposisi pecahan uang yang akan dikirim untuk memenuhi kebutuhan kas setiap Kantor Bank Indonesia selama satu tahun. Dalam penyusunan RDU terdapat beberapa faktor yang dijadikan pertimbangan, yaitu :

1) Pertumbuhan ekonomi daerah

Secara teori, dapat dikatakan bahwa jika terdapat pertumbuhan ekonomi maka akan ada peningkatan permintaan uang (termasuk uang kartal).

2) Perkembangan inflasi

54

(29)

Laju inflasi menigkatkan permintaan uang kartal karena diperlukan lebih banyak uang kartal untuk membeli barang dengan jumlah yang sama. 3) Perbandingan Jumlah Kredit dan Dana

Umumnya, semakin banyak kredit yang disalurkan akan berpeluang menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi permintaan uang.

4) Jumlah kantor bank dan ATM

Semakin banyak jumlah kantor bank dan ATM, semakin memudahkan masyarakat untuk menggunakan uang kartal.

5) Perkembangan daerah

Dengan berkembangnya daerah diperkirakan akan semakin banyak menciptakan lapangan pekerjaan dan mengundang penduduk baru/pendatang, sehingga permintaan uang kartal meningkat.

6) Penerapan Otonomi Daerah (OTODA)

Sejak diberlakukannya kebijakan OTODA Januari 2001, pola pengeluaran pemerintah mengalami perubahan. Penerapan OTODA mengubah alokasi penyaluran dana yang tidak lagi tersentralisasi, tetapi langsung ke daerah-daerah. Hal ini diperkirakan akan meningkatan permintaan uang.

7) Lapangan Pekerjaan dan Sektor Ekonomi

(30)

lapangan pekerjaan antara lain petani dan pedagang eceran, banyak menggunakan pembayaran secara tunai.

8) Perkembangan berdasarkan kurun waktu

Faktor Seasonal : harian (pajak), mingguan (gaji), bulanan (hari raya keagamaan, panen raya, liburan akademik dan liburan akhir tahun). Faktor yang dipengaruhi oleh sosial budaya daerah secara lokal : Hari Raya Nyepi di Bali, Sekaten di Solo.55

2. Pencetakan;

Pencetakan adalah suatu rangkaian kegiatan mencetak Rupiah. Dalam hal Pencetakan Rupiah dilaksanakan di dalam negeri dengan menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana Pencetakan Rupiah. Yang sekarang dicetak oleh PT Perum Peruri. Dalam hal badan usaha milik negara menyatakan tidak sanggup melaksanakan Pencetakan Rupiah. Pencetakan Rupiah dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara bekerja sama dengan lembaga lain yang ditunjuk melalui proses yang transparan dan akuntabel serta menguntungkan negara. Dalam hal pelaksanaan Pencetakan Rupiah harus menjaga mutu, keamanan, dan harga yang bersaing.

Pengertian dari “Badan Usaha Milik Negara” adalah badan usaha milik negara yang bergerak dalam bidang percetakan Rupiah. Yang dimaksud dengan “tidak sanggup melaksanakan Pencetakan Rupiah” adalah ketidaksanggupan

yang disebabkan oleh keadaaan kahar (force majeure) dan bencana sosial. Yang

55

(31)

dimaksud dengan “harga yang bersaing” adalah harga yang batasannya ditentukan

berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang dan jasa. Ketentuan di atas diatur dalam UU Mata Uang Pasal 14.

Sebelum dilakukan pencetakan, maka dilakukan beberapa persiapan yang dilakukan dengan cermat agar uang hasil cetak memiliki kualitas yang baik, terjaga keamanannya, dan siap untuk pengedaran ke masyarakat. Kegiatan pencetakan uang diserahkan kepada Perum Peruri sebagai Badan Usaha Milik Negara yang didirikan khusus untuk melayanai kebutuhan cetak uang kertas dan uang logam sesuai dengan pesanan Bank Indonesia.56

3. Pengeluaran;

Pengeluaran adalah suatu rangkaian kegiatan menerbitkan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, serta diumumkan melalui media massa. Dalam Rupiah yang dikeluarkan dibebaskan dari bea materai. Ketentuan di atas diatur dalam UU Mata Uang Pasal 15.

4. Pengedaran;

Pengedaran adalah suatu rangkaian kegiatan mengedarkan atau mendistribusikan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan Rupiah kepada masyarakat. Pengedaran Rupiah dilakukan sesuai dengan kebutuhan jumlah uang beredar. Dan tata cara pengedaran Rupiah diatur dengan

56

(32)

Peraturan Bank Indonesia. Ketentuan di atas diatur dalam UU Mata Uang Pasal 16.

Pengedaran uang terdiri dari kegiatan distribusi uang dan layanan kas yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pengiriman uang yang dilakukan oleh Kantor Pusat ke Kantor Koordinator dan selanjutnya kepada kantor-kantor Bank Indonesia di daerah, dan sebaliknya.

a) Distribusi uang

Penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Pengiriman uang didasarkan pada rencana distribusi uang yang menetapkan jumlah dan pecahan uang yang dikirim selama periode tertentu. Tujuan distribusi uang adalah untuk memenuhi kebutuhan kas setiap kantor Bank Indonesia dalam rangka menjaga posisi atau persediaan kas yang aman. Kebutuhan kas tersebut meliputi kebutuhan uang untuk persediaan serta keperluan pembayaransi uang tersebut diharapkan kan dapat dicapai keterpaduan dengan rencana pengadaaan uang dan pengiriman uang dapat terlaksana secara lebih efisien, efektif, cepat, tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan.

b) Layanan kas

(33)

memenuhi kebutuhan masyarakat atas uang dan menjaga agar uang yang beredar tetap dalam kondisi yang layak edar.57

5. Pencabutan dan penarikan;

Pencabutan dan Penarikan adalah rangkaian kegiatan yang menetapkan Rupiah tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran yang sah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pencabutan dan Penarikan Rupiah ditetapkan oleh Bank Indonesia, ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, serta diumumkan melalui media massa. Pencabutan dan penarikan diberikan penggantian oleh Bank Indonesia sebesar nilai nominal yang sama. Hak untuk memperoleh penggantian Rupiah yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran tidak berlaku setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Yang dibagi dalam lima tahun pertama dan lima tahun berikutnya. Kriteria penggantian atas Rupiah yang dicabut dan ditarik diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.

Terkait dengan penetapan besarnya penggantian oleh Bank Indonesia terhadap uang Rupiah yang telah dinyatakan tidak lagi sebagai alat pembayaran yang sah, atau dengan istilah lain dinyatakan dicabut dan ditarik dari peredaran, lingkup pengaturannya tercantum secara jelas dalam Peraturan Bank Indonesia.

Penetapan pencabutan Rupiah memuat pengaturan mengenai tanggal berakhirnya Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan batas waktu penukaran Rupiah kepada bank, Bank Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Penarikan Rupiah meliputi penarikan dalam rangka pencabutan dan

57

(34)

penggantian Rupiah yang rusak dan lusuh. Ketentuan di atas diatur dalam UU Mata Uang Pasal 17.

Tujuan dari pencabutan dan dari peredaran adalah untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta untuk penyederhanaan komposisi dan emisi pecahan. Adapun dasar pertimbangan yang menentukan suatu pecahan harus ditarik dari peredaran, antara lain karena:

a. Tingkat pemalsuan yang cukup tinggi, dilihat dari realisasi jumlah penemuan uang palsu dibandingkan dengan UYD (uang yang diedarkan) pecahan tersebut serta memperhatikan pula tingginya mutu pemalsuan yang dapat menipu masyarakat.

b. Pecahan tersebut sudah cukup lama beredar (lebih dari 7 tahun).58

Dengan mekanisme demikian, diharapkan masyarakat yang memegang uang tersebut dapat segera menukarkan kepada Bank Indonesia. Hal terpenting terkait dengan proses ini adalah masyarakat sebagai pemilik uang tidak dalam posisi dirugikan oleh Bank Indonesia karena adanya aktifitas penetapan uang Rupiah terentu tidak lagi sebagai alat pembayaran yang sah di negara Indonesia. 6. Pemusnahan.

Pemusnahan adalah suatu rangkaian kegiatan meracik, melebur, atau cara lain memusnahkan Rupiah sehingga tidak menyerupai Rupiah. Pemusnahan dilakukan terhadap Rupiah yang ditarik dari peredaran. Pemusnahan terhadap Rupiah yang ditarik dari peredaran dilakukan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan pemerintah. Berkoordinasi sebagaimana dimaksud di atas

58

(35)

adalah diwujudkan dalam bentuk nota kesepahaman antara Bank Indonesia dan Pemerintah yang berisi teknis pelaksanaan pemusnahan Rupiah, termasuk pembuatan berita acara pemusnahan Rupiah. Yang diatur di dalam UU Mata Uang Pasal 18, bahwa jumlah dan nilai nominal Rupiah yang dimusnahkan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Kriteria Rupiah yang dimusnahkan berupa:

a. Rupiah yang tidak layak edar;

b. Rupiah yang masih layak edar yang dengan pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat ekonomis dan/ atau kurang diminati oleh masyarakat; dan/atau

c. Rupiah yang sudah tidak berlaku.

Dalam UU Mata Uang Pasal 19 dan Pasal 20 diatur bahwa dalam hal pengelolaan Rupiah dilakukan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal ini “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah

kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Dan untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan Pencetakan, Pengeluaran, dan Pemusnahan Rupiah, Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit secara periodik. Dan pelaksanaan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

(36)

pemusanahan ini juga dipantau melalui camera video dan perekaman, sejak persiapan hingga uang menjadi limbah racikan. Yang nantinya dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang telah ditetapkan pemerintah atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Pelaksanaan pemusnahan uang logam dilakukan oleh suatu tim pemusnahan uang logam dari Bank Indonesia. Pemusnahan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh kantor Bank Indonesia yang telah memiliki alat peleburan uang logam atau oleh perusahaan jasa peleburan logam milik pihak ketiga dengan suatu pengawasan yang ketat. Perusahaan jasa peleburan logam tersebut sekaligus sebagai calon pembeli limbah uang logam (mengingat limbah uang logam masih mempunyai nilai) dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Memiliki tempat peleburan sendiri, tungku yang cukup, lokasi yang tertutp dan aman

b. Memiliki ruangan tersendiri yang aman untuk membuka peti uang logam dan menyimpan uang logam yang akan dimusnahkan.

c. Memiliki halaman pakir kendaraan yang cukup luas. d. Menerbitan bank garansi atau surat jaminan.59

59

Referensi

Dokumen terkait

El voto electrónico suele verse como una herramienta para el desarrollo de la democracia, para generar conianza en la gestión electoral, para dar mayor credibilidad a los

Metode penelitian dalam implementasi Smart Andro House ( Kendali Beban Listrik dengan Android ) dilaksanakan guna efisiensi penggunaan energi listrik di rumah,

Efesiensi dan efektivitas kearsipan dalam suatu organisasi atau instansi sangat dipengaruhi oleh kinerja yang baik dari pegawai pada unit kearsipan, sarana atau fasilitas

H 0 = Dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dan dana alokasi umum tidak berpengaruh secara simultan/parsial terhadap pengalokasian anggaran belanja modal

Terhadap anggota kepolisian yang melanggar Kode Etik Profesi Polri tersebut, dari data yang tersaji dapat diketahui bahwa hukuman yang paling banyak dijatuhkan

Capaian Program Meningkatnya Pelayanan Administrasi Perkantoran 14 Jenis Layanan. Masukan Tersedianya Dana

dilakukan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam rapat

Analisis Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Muhammad Al- Maliki Dalam Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib. Konsep pendidikan akhlak