DAFTAR PUSTAKA
Ali Marpuji, dkk., (1990). Gelandangan di Kertasura, dalam Monografi3.Surakarta Abdul Wahab, Solichin. 2002. Analisis Kebijaksanaan,Jakarta: Bumi Aksara.
Dirdjosisworo, Soedjono. 1997. Pelacuran Ditinjau dari Segi Hukum dan Kenyataan dalam Masyarakat.Bandung : PT Karya Nusantara
Nungkei Feriustika Kesumawindayati, Chalid Sahuri,2011.StrategiPelaksanaan Pembinaan Gelandangan dan Pengemis oleh Dinas Sosial
Saptono, Iqbali. 2007. Studi Kasus Gelandangan – Pengemis Di Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem
Sarbaguna,Boy. 2008. Analisis Data pada Peneltian Kualitatif. Jakarta: Penerit Universitas Indonesia
Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial, Pedoman Praktisi Penelitian Bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan. Medan: PT. Grasindo Monoratama
Solahuddin, 2008.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Acara & Perdata (KUH, KUHAP, KUHAPdt,) Jakarta: Visi Media
Solichin Abd Wahab,1997. Analisis Kebijaksanaan I, Jakarta: Haji Mas Agung Suparlan, Parsudi, 1993. Kemiskinan Di Perkotaan,Jakarta; Yayasan Obor Indonesia Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik:Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode penelitian Sosial: Aplikasi Dalam Praktek. Jakarta: EGC
33 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
dilakukan dengan tujuan menggambarkan dan mendeskripsikan objek dan fenomena
yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel
penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan ada pula produk interaksi yang
berlangsung (Siagian, 2011: 52).
Penelitian deskriptif bersifat menggambarkan dan melukiskan suatu hal
berupa gambar atau foto yang didapat dari data lapangan dan kemudian
menjelaskannya dengan kata-kata.Pendekatan penelitian ini adalah berupa
pendekatan kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah
seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari
data, menelaah, menyusun dalam suatu satuan. Melalui penelitian deskriptif ini,
penulis membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang implementasi
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan
dan Pengemis
3.2 Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul penelitian yaitu “Implementasi Peraturan Daerah nomor 6
Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis” maka
jelas penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan. Dalam hal ini dinas yang terkait
adalah dinas sosial, dan lembaga sosial yang berhubungan dengan penelitian
34 3.3 Informan Penelitian
Informan adalah orang yang bermanfaat untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian.Ia mempunyai banyak pengalaman tentang latar
penelitian. Informan berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian
walaupun hanya bersifat informal. Informan dengan kebaikannya dan
kesukarelaannya dapat memberikan pandangannya dari segi orang dalam nilai-nilai,
sikap dan suatu proses yang menjadi latar penelitian tersebut.
Pada penelitian ini, penulis tidak menggunakan populasi dan sampel tapi
menggunakan subyek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian. Subyek
penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang
diperlukan selama proses penelitian (Suyanto, 2005: 171- 172). Informan penelitian
ini meliputi tiga macam informan yaitu:
1. Informan Kunci, yaitu mereka yang megetahui dan memiliki berbagai
informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam
penelitian ini adalah Kepala dinas sosial dan tenaga kerja Kota Medan.
2. Informan Utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam penelitian ini,
yaitu Satuan Polisi Pamong Praja.
3. Informan tambahan yaitu mereka yang dapat menguatkan informasi yang
terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan dalam
35 3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan
data-data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang akan di teliti dengan memplajari dan
menelaah buku serta tulisan yang ada pada kaitanya terhadap masalah
yang diteliti.
2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data atau informasi yang diperoleh
melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitiaan untuk
mencarai fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti
adalah:
a. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang
yang dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat
kejadian yang menjadi sasaraan penelitian.
b. Wawancara, yaitu cara pengumpulan data diamana penelitian dan
responden hadir dalam waktu dan tempat yang sama dalam rangka
memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Siagian, 2011: 211).
Dalam penelitian ini, wawancara yang dimaksud yaitu mengajukan
pertanyaan secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk
menelengkapi data yang diperlukan.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menjabarkan hasil
36 lapangan melalui observasi dan wawancara kemudian dikumpulkan lalu di olah dan
dianalisis dengan menggambarkan dan menjelaskan serta memberikann komentar
dengan jelas sehingga data dapat dipahami dengan mudah untuk mengetahui jawaban
dari masalah yang diteliti (Sarbaguna, 2008).
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara
kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan
memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian
deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan
untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik
37 BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Kota Medan
Saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, di mulai dari
dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang
menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku
Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan
selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari
Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya di ubah menjadi
Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915.
Secara historis, perkembangan Kota Medan sejak awal sudah menjadi jalur
lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan
Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan
tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota
Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Medan sebagai
ibukota Deli juga telah mendorong Kota Medan berkembang menjadi pusat
pemerintahan.
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Provinsi Sumatera Utara,
kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara
regional. Bahkan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering
38 44 daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab
berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat
dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,
Singapura, dan lain lain
4.2 Kondisi Geografis Kota Medan
Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota
Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota
Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang
menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59
Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan
Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar
daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melaui Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota 45 Medan kemudian mengalami
pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116
Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan
Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan
melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor
140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di
Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di
Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan
39 perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis,
demografis dan sosial ekonomis.
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainya Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah
penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada (3° 30' – 3°
43' Lintang Utara) dan (98° 35' - 98° 44' Bujur Timur). Untuk itu topografi kota
Meda cenderung miring ke utara dan b erada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas
permukaan laut
Gambar : 4.1. Peta Kota Medan
Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan
40 Timur.Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang
diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia.Kabupaten Deli
Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA),
Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota
Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli
Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing
Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara
ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar,
saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. 46 Di
samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka
Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan
perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri
(ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan
kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan
pusat Kota Medan saat ini.
4.3 Kondisi Demografis Penduduk Kota Medan
Berdasarkan data kependudukan Tahun 2015 penduduk Medan saat ini
diperkirakan telah mencapai 2.210.624 jiwa, dengan jumlah penduduk wanita lebih
besar dari pria. Sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari
566.611 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan
merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang memiliki potensi
41 yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat
istiadat. Adapun berbagai etnis mayoritas yang berada di kota Medan adalah :
1. Suku Jawa
2. Suku Tiongha
3. Suku Minangkabau
4. Suku Aceh
5. Suku Batak
Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk kota Medan bersifat
terbuka. Secara Demografi, kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa
transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu
keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana
tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang
mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir
masyarakat dan perubahan sosial ekonominya, di sisi lain adanya faktor perbaikan
gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian. Dalam
kependudukan dikenal dengan istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada
suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian
tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah.
Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara
lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan
juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat
42 pendapatan masyarakat.Pada tahap ini pertumbuhan penduduk sudah mulai menurun.
Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak
banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak
berubah kecuali komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan
berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial
maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian
(mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses
urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan
kependudukan yang diterapkan.
4.4 Kondisi Ekonomi Kota Medan
Pembangunan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang (mengikuti
pertumbuhan PDRB), membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari
ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang di dominasi oleh sektor-sektor non
primer, khususnya industri pengolahan dengan increasing retunrn to scale (relasi
positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis
sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi laju pertumbuhan
ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan pendapatan masyarakat per
kapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa
faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan
baku, dan teknologi, relatif tetap. Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut
transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling
terkait satu dengan lainnya 48 dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan
43 diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha
terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007 menunjukkan, pada
tahun 2005 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 70,03 persen, sektor
sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor primer sebesar 3,06 persen. Lapangan
usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34
persen, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen dan sub
sektor industri pengolahan sebesar 16,58 persen. Kontribusi tersebut tidak
mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor
tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37 persen
dan primer sebesar 2,93 persen. Masingmasing lapangan usaha yang dominan yaitu
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan
telekomunikasi sebesar 18,65 persen, industri jasa pengolahan sebesar 16,58 persen
dan jasa keuangan 13,41 persen. Demikian juga pada tahun 2007, sektor tertier
mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 69,21 persen, disusul sektor
sekunder sebesar 27,93 persen dan sektor primer sebesar 2,86 persen. Masing masing
lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi sebesar 25,44 persen dari
lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha
transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan lapangan usaha industri
pengolahan sebesar 16,28 persen. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan tahun 2009
berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
2000 terjadi peningkatan sebesar 6,56 persen terhadap tahun 2008. Pertumbuhan
44 oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,47 persen, sektor bangunan 8,22
persen, sektor jasa-jasa 7,42 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 5,06 persen,
sektor pertanian 4,18 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
tumbuh sebesar 2,94 persen, sektor industri 1,71 persen, dan penggalian tumbuh 0,46
persen. Besaran PDRB Kota Medan pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku
tercapai sebesar Rp.72,67 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar
Rp. 33,43 triliun. Terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan tahun 2009 sebesar
6,56 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang perumbuhan
sebesar 2,20 persen Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 1,85 persen,
sektor bangunan 0,91 persen, sektor jasa-jasa 0,76 persen, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan 0,43 persen, sektor industri 0,25 persen, sektor
pertanian 0,10 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 0,07 persen dan sektor
pertambangan dan penggalian menyumbang pertumbuhan 0,00 persen. Dari sisi
penggunaan, sebagian besar PDRB Kota Medan pada tahun 2009 digunakan untuk
memenuhi konsumsi rumah tangga yang mencapai 36,20 persen, disusul oleh ekspor
neto 30,53 persen (ekspor 50,82 persen dan impor 20,29 persen), pembentukan
modal tetap bruto 20,61 persen, konsumsi pemerintah 9,54 persen dan pengeluaran
konsumsi lembaga nirlaba 0,64 persen. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku
pada tahun 2009 mencapai Rp. 34,26 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun
2008 sebesar Rp. 31,07 juta. 50 4.5 Kondisi Sosial Kondisi sosial yang terbagi atas
pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya,
merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota
Medan.Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya,
merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya
45 lainnya. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan
salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi
dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan
kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak
mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan
perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara
bermartabat. Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di Kota
Medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa.
Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan,
Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar
(37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin 4.6 Kondisi Penduduk Garis-garis Besar
Haluan Negara menyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan
menjadi modal dasar yang efektif bagi pembangunan nasional. Namun dengan
pertumbuhan yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu 51 kehidupan dan
kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berarti bahwa penduduk yang besar
dengan kualitas yang tinggi tidak akan mudah untuk dicapai. Program kependudukan
di Kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi: pengendalian
kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan
hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk
sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan. Komponen kependudukan
umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik
secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat
46 proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik, akan mempengaruhi kebijakan
kependudukan yang diterapkan.
4.5 KondisiSosial
Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan
dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat
bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan.Keberadaan sarana pendidikan kesehatan
dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk
mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan
kesehatan serta pelayanan sosiallainnya.
Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan
salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi
dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender
dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak
mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan
perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara
bermartabat.
4.6 Kondisi Kultural Kota Medan
Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal
Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya,
budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai–
47 kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini
pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi
potensi besar dalam mencapai kemajuan.
Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan
fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan
industri pariwisata di Kota Medan. Selain wisata alam, Kota Medan juga kaya akan
objek wisata sejarah, pendidikan, serta tempat liburan yang modern. Semuanya
tersaji secara lengkap.Jalur transportasi baik dari darat, perairan, dan udara untuk
menuju tempat-tempat wisata juga selalu mengalami perkembangan dan perbaikan
demi menciptakan Kota Medan yang ramah akses.Layanan dan fasilitas umum
tersebar dan semakin mudah didapat dalam memenuhi setiap kebutuhan selama
berlibur.Banyak tempat wisata yang dapat di kunjungin di Kota Medan baik berupa
pemandangan, tempat bersejarah dan lain-lain. Adapun beberapa tempat wisata yang
dapat dikunjungin adalah :
1. Tjong A Fie Mansion
2. Istana Maimun
3. Gedung Balai Kota Lama
4. Menara Air Tirtanadi
5. Titi Gantung yaitu sebuah jembatan di atas rel kereta api
6. Gedung London Sumatera
Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu
48 karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan
dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara agar menjaga
keanekaragaman baik dalam segi suku, etnis dan agama yang berada dalam kota
Medan agar tetap saling terjaga dan harmonis satu sama lain.
TABEL 4.1 PENDUDUK MENURUT KECAMATAN BERDASARKAN JENIS
KELAMIN TAHUN 2013
No.
Kecamatan Pria Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Medan
Tuntungan
40.097 42.437 82.534
2. Medan Johor 62.331 64.336 126.667
3. Medan Amplas 57.918 59.004 116.922
4. Medan Denai 71.750 71.100 142.850
5. Medan Area 48.054 49.200 97.254
6. Medan Kota 35.442 37.700 73.112
7. Medan Maimun 19.524 20.379 39.903
8. Medan Polonia 26.460 27.413 53.873
9. Medan Baru 17.667 22.150 39.817
49
11. Medan Sunggal 55.717 57.927 113.644
12. Medan Helvetia 71.586 74.805 146.391
13. Medan Petisah 29.526 32.701 62.277
14. Medan Barat 34.931 36.406 71.337
15. Medan Timur 52.906 56.539 109.445
16. Medan
Perjuangan
45.405 48.683 94.088
17. Medan Tembung 65.761 68.882 134.643
18. Medan Deli 86.937 85.014 171.951
19. Medan Labuhan 57.635 55.679 113.314
20. Medan Marelan 75.066 73.131 148.197
21. Medan Belawan 49.175 47.105 96.280
45 4.7 Gambaran Umum Dinas Sosial dan Tenaga Kerja KotaMedan
Sejarah Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja KotaMedan
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota dibentuk berdasarkan peraturan Daerah
Kota Medan Nomor3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata kerja
Perangkat Daerah Kota Medan yang merupakan tindak lanjtuk dari Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota
Medan yang melaksanakan kewenangan pemerintahan di bidang sosial dan
ketenagakerjaan di Kota Medan sesuai dengan peraturan Daerah Kota Medan Noor 2
Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Kota Medan. Pelaksanaan kewenangan
pemerintahan di bidang sosial dan ketenangakerjaan sebelumnya ditangai oleh 2
(dua) Satuan Kerja Perangkat Daerah yaitu : Kantor Sosial Kota Medan merupakan
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan tugas dan kewenangan
pemerintah di bidang sosial dan Dinas Tenaga Kerja Kota Medan merupakan Satuan
kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan tugas dan kewenangan pemerintah di
bidangketenagakerjaan
Visi dan Misi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja KotaMedan
Visi Kantor Dinas Sosial da Tenaga Kerja Kota Medan adalah :
“ Perluasan, Perlindungan Kerja dan Pengentasan Kemiskinan dalam Masyarakat Menuju Medan Kota Sejahtera”.
Sedangkan untuk mewujudkan visi tersebut maka misi dari dinas sosial dan
tenaga kerja kota medanadalah:
a. Meningkatakan penempatan tenaga kerja dan memperluas kesempatan
b. Meningkatan hunungan industrial yangstandar/ideal;
c. Meningkatakan pengawasan dan perlingunanketenagakerjaan;
d. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber dayamanusia;
e. Meningkatkan kualitas pengelolaan lembaga-lembagasosial;
f. Mengingkatakan penagann masalah-masalah kesejajteraansosial;
g. Meningkatkan rasa nilai-nilai kejuangan dan kesetiakawanansosial;
Struktur Organisasi Kantor Dinas Sosial dan TenagaKerja
Struktur organisasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tatakerja Perangkat Daerah Kota Medan.
BAGAN 4.1 STRUKTUR ORGANISASI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN
47 Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Medan saat ini didukung SDM sebanyak 98 orang yang terdiri atas:
TABEL4.2 DAFTAR HADIR DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN
No .
Nama / Nip PANGKA
T/GOL.
Jabatan
1 S. ARMANSYAH LUBIS, SH NIP. 19660727 199303 1 003
IV / b KEPALA DINAS I. SEKRETARIAT
2 Drs. ALEKSANDER, M.AP NIP. 19601209 199003 1 002
IV / b SEKRETARIS
3 ILYASAK
NIP. 19620408 199303 1 005
III / b Kasubbag Umum
4 JULIA, SE
NIP. 19640704 198408 2 001
III / b Kasubbag Keuangan
5 TIMBUL ANTONIUS, SH
NIP. 19790908 200502 1 009
III / b Kasubbag Program
6 AMY PRATIWI,SE
NIP. 19851017 201001 2 027
III / b Bnedahara Pengeluaran
7 Drs. ALI CHAD
NIP. 19580717 198003 1 006
IV / b Staf
8 REBEKKA SITINJAK NIP. 19641130 198603 2 006
III / b Staf
9 RENTHA MARIAITO L. TOBING, S.SOS
NIP. 19880408 201001 2 014
III / b Staf
10 JIMMY MANURUNG, SE
NIP. 19790405 200904 1 005
III / b Staf
11 MIAFITRI DAMANIK SE NIP. 19840615 201001 2 039
III / b Staf
12 IBNU FAHREEZA, SE NIP. 19870426 201001 1 011
III / a Staf
13 ERLINDA KRISTINA SIAGIAN, SE
NIP. 19880405 201001 2 019
III / a Staf
14 EDIANTO
NIP. 19580627 198003 1 004
II / c Staf
15 LOLITANORA GIRSANG
NIP. 19781211 201001 2 009
II / d Staf
16 NOVITA SARI GINTING NIP. 19840109 201001 2 023
II / d Staf
17 SUPRIADI
NIP. 19800602 201401 1 002
I / c Staf
II. BIDANG BINA SOSIAL
18 Drs. SAHDIN SAGALA, M.AP NIP. 19630313 199112 1 001
19 ROSDIANA FLORENCE, SH NIP. 19621027 199203 2 001
III / d Kasi Bantuan Sosial
20 SIDUHU HAREFA, SH
NIP. 19580911 198303 1006
III / d Kasi Bimbingan Sosial
21 Hj. SYAFRIA ARITONANG NIP. 19580908 198503 2 004
III / c Kasi Kepahlawanan
22 SYAIFUL BAHRI, SH NIP. 19590804 198003 1 006
IV / b Staf
23 Dra. CUT SAHARA
NIP. 19610910 198202 2 003
III / d Staf
24 AZMAN
NIP. 19580513 198101 1 001
III / b Staf
25 ARIHTA SEMBIRING NIP. 19591122 198003 2 003
III / b Staf
26 MURNI HUTAURUK NIP. 19591024 198103 2 001
III / b Staf
27 SONDANG JUWITA S S.Psi, M.Psi NIP. 19830219 200604 2 014
III / b Staf
28 TRISNO MULYONO
HUTAGALUNG, SH
NIP. 19840310 200903 1 010
III / a Staf
III. BIDANG PELAYANAN SOSIAL
29 ZAILUN , SH, M.AP
NIP. 19600820 198602 1 001
IV / a KABID PELAYANAN SOSIAL
30 DAMERIA, S.Sos
NIP. 19581215 198403 1 003
III / d Kasi Undian dan Pengumpulan Uang
31 DELI MARPAUNG, SH
NIP. 19660517 198903 2 006
III / d Kasi Rehabilitasi
32 RIDHA VALENTA YETTA, SE NIP. 19640412 199203 2 004
III / d Kasi Pembinaan Daerah
Kumuh dan Penanggulangan
Bencana
33 RITAWATY, SH, M.AP
NIP. 19620805 198606 2 001
IV / b Staf
34 LAMO MAYJEN LBN. TOBING NIP. 19380708 200801 1 001
II / b Staf
35 BINSAR PANDAPOTAN HASIBUAN
NIP. 19820425 200804 1 003
II / d Staf
IV. BIDANG PENTAKER
36 SYAFUL ALAMSYAH, SE NIP. 19620412 199203 1 008
IV / a KABID PENTAKER
37 EDDY SEMBIRING COLIA, SE NIP. 19621231 199103 1 061
III / d Kasi PTKDN
38 LEPPI, SE
NIP. 19610316 199203 1 003
III / d Kasi PTKLN
39 GEMPITA SEKARWATI, SE NIP. 19610616 199203 2 002
49 40 SONDANG AGUSTINA RAMBE,
SH
NIP. 19600817 198603 2 003
III / d Staf
41 ELIOSA BR PINEM, SP NIP. 19701211 199803 2 003
III / c Pengantar Kerja
42 MINDO BERTUA SITUMEANG
NIP. 19580306 198102 2 001
III / b Pengantar Kerja
43 ASRAH YETTY
NIP. 19620114 198204 2 001
III / b Staf
44 SAHBANI
NIP. 19630322 198203 1 003
III / b Pengantar Kerja
45 LOUIS STEFANI SRIRATU, SE NIP. 19860916 201001 2 026
III / b Staf
46 BAIKUNI W. A PASARIBU, SE NIP. 19770125 201001 2 009
III / a Staf
47 JULI YANTI
NIP. 19700525 200801 2 022
III / a Staf
48 MARDIYANI, SE
NIP. 19790322 200801 2 008
III / a Staf
V. BIDANG HUBIN SYAKER
49 AMIN YAHYA, SH
NIP. 19600806 198903 1 003
IV / b KABID HUBIN
SYAKER 50 Drs. AFRIZAL M.AP
NIP. 19660717 198603 1 001
IV / a Kasi Perselisihan
Hubungan Industrial (PHK)
51 BANCI ELIDA GINTING, SH NIP. 19590105 198703 2 003
III / d Kasi Persyaratan Kerja dan Pengupahan 52 EFFENDI SITUMORANG, SH
NIP. 19631230 199203 1 004
III / d Kasi Organisasi
Pekerja, Pengusaha dan Purna kerja
53 Drs. ALBON HAMONANGAN
NIP. 19591120 198603 1 005
III / d Mediator
54 Drs. OSLEN SIMARMATA NIP. 19610805 199103 1 003
III / d Mediator
55 RETINA SAMOSIR, SE
NIP. 19650302 199203 2 003
III / d Mediator
56 Drs. BRISTON
NIP. 19600220 198102 1 001
III / d Mediator
57 HEBRON GULTOM, SH
NIP. 19630410 198601 1 001
III / c Mediator
58 URAIDA, SE
NIP. 19680808 198903 2 044
III / c Staf
59 NURIANTINA, SP
NIP. 19710201 199803 2 002
III / c Mediator
60 JONES PARAPAT, SH NIP. 19861016 201101 1 005
III / b Staf
61 KAMISWAR
NIP. 19590110 198703 1 005
62 RUSTI HUTAJULU, AMd NIP. 19770219 201101 2 003
II / c Staf
VI. BIDANG PENGAWASAN
63 BINSAR ROBERT TAMBUNAN, SH
NIP. 19601005 199303 1 002
IV / a KABID
PENGAWASAN
64 Drs. JUITA GINTING NIP. 19601205 198603 1 005
IV / a Kasi Pengawasan Jamsostek
65 Dra. AKHRIDA
NIP. 19600214 198503 2 001
III / d Kasi Pengawasan Norma Kerja
66 Ir. ROSMALINA DEWI
NIP. 19580806 199102 2001
III / d Kasi Pengawasan K3
67 KOANDA, S.Sos, M.M. NIP. 19611205 198603 1014
IV / a Staf
68 FRIDOLF JOHN RUMAPEA NIP. 19600626 199203 1 003
III / d Staf
69 KONGOWATI, SH
NIP. 19630824 198603 2 003
III / d Pengawas Ketenagakerjaan 70 RENTAULI SILALAHI S.Sos III / c Pengawas
NIP. 19681125 199803 2 002 Ketenagakerjaan 71 EFFENDI SIAGIAN, SH
NIP. 19580909 198703 1 006
III / c Staf
72 MASNA JUITA HARAHAP NIP. 19660704 198612 2 001
III / b Staf
73 DENNY ROSAWATI SIHOMBING, SE
NIP. 19731103 199803 2 002
III / b Staf
74 CUT YUNITA N, SST NIP. 19840628 201001 2 021
III / b Staf
75 WAGIMAN
NIP. 19591001 198101 1 001
III / b Staf
76 RAJANI LINDUNG SIANTURI, ST
NIP. 19761010 201001 1 022
III / b Staf
77 DIES EKAPRASETYA PUTRA, ST NIP. 19810321 201001 1 015
III / b Staf
78 UJI DIPPOS LUMBAN SIANTAR, ST
NIP. 19820730 201001 1 015
III / b Staf
79 SANDRO H SIREGAR, SH NIP. 19830729 201001 1 013
III / b Staf
80 NELLY APRIANI, ST NIP. 19800405 200904 2 007
III / b Staf
81 MASCO ROSNELLI BR GINTING, SH
NIP. 19860417 201001 2 002
III / b Staf
82 SUCI ANGGRAEINY PASARIBU, S.S.T.
NIP. 19830614 201001 2 036
51 83 ERWIN DALIMUNTHE S.Kom
NIP. 19800315 201001 1 020
III / a Staf
VII. BIDANG PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS NAKER
84 DRS. ALI NAFIAH, MT NIP. 19660307 198603 1 005
IV / a KABID LATTAS
85 IR. RAHMALINA
NIP. 19610308 198603 2 006
III / d Kasi Instruktur dan Lembaga
86 BETTY SARAGI, SmHk
NIP. 19600716 198503 2 001
III / d Kasi Sertifikasi
87 SAMSUL KAMAL
NIP. 19600218 198612 1 002
III / b Staf
88 M. RAIS
NIP. 19600128 198303 1 006
III / b Staf
89 ESTER SIANTURI, SE NIP. 19880215 201001 2 014
III / a Staf
90 MISDAR II / c Staf
NIP. 19620203 198603 1 005 91 USMAN
NIP. 19621105 198703 1 003
II / b Staf
Tugas Pokok danFungsi
Peraturan Walikota Medan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas
Pokok dan Fungsi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Sesuai dengan
Struktur organisasinya, unsur-unsur yang melaksanakan penyelenggaraan
pelayanan bidang sosial dan ketenagakerjaan beserta rincian tugas pokok dan
fungsi masing-masing, sebagai berikut :
1. Dinas
Dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah
di bidang Sosial dan Tenaga Kerja berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan Dinas menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang sosial danketenagakerjaan
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang sosial danketenagakerjaan
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai
dengan tugas danfungsinya
2. Sekretariat
Sekretarian mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas
lingkup kesekretariatan meliputi pengelolaan administrasi umum, kepegawaian,
keuangan, dan penyusunan program Sekretariat menyelenggaran fungsi :
a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatankesekretariatan
b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan programDinas
c. Pelaksanaandan penyelenggaran pelayanan administrasi
kesekretariatan Dinas yang meliputi administrasi umum,
kepegawaian, keuangan, dan kerumahtangganDinas
d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pengembangan organisasi, danketatalaksanaan
e. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugasDinas
f. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan, danpengendalian
g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporankesekretariatan
h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas danfungsinya.
3. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja terdiri dari 6 (enam) bidang, yaitu:
a. Bidang BinaSosial
b. Bidang PelayananSosial
53 d. Bidang Hubungan Industrial Syarat-Syarat Kerja dan Purna Kerja
e. Bidang Hubungan Industrial Syarat-Syarat Kerja dan Purna
Kerja
f. Bidang pengawasanKetenagakerjaan
g. Bidang Pelatihan danProduktivitas
4. Sekretariat terdiri dari 3 sub bagian ,yaitu:
a. Sub BagianUmum
b. Sub BagianKeuangan
c. Sub Bagian PenyusunanProgram
5. Dinas sosial dan tenaga kerja terdiri dari 17 jabatan,yaitu:
a. Seksi BantuanSosial
b. Seksi BimbinganSosial
c. Seksi Kepahlawanan Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial.
d. Seksi undian dan PengumpulanUang,
e. SeksiRehabilitasi.
f. Seksi Penempatan Tenaga Kerja DalamNegeri
g. Seksi Penempatan Tenaga Kerja LuarNegeri,
h. Seksi Informasi PasarKerja
i. Seksi Organisasi Pekerja Pengusaha Pendidikan dan PurnaKerja
j. Seksi Persyaratan Kerja danPengupahan.
k. Seksi Perselisihan Hubungan Industrial /PHK,
m.Seksi Pengawasan Keselamatan dan KesehatanKerja,
n. Seksi PengawasanJAMSOSTEK
o. Seksi Instruktur dan Lembaga
p. SeksiSertifikasi
q. Seksi Bimbingan Produktivitas Tenaga Kerja danPemagangan.
6. Jabatanfungsional
Pada dinas sosial dan tenaga kerja kota medan terdapat 3 (tiga) jabatan
fungsional, yaitu:
a. Jabatan fungsional pengantarkerja
b. Jabatan fungsionalketenagakerjaan
BAB V ANALISIS DATA
5.1 Pengantar
Pada bab ini data-data yang telah didapatkan akan dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis deksriptif - kualitatif yang lebih mementingkan
ketetapan dan kecukupan data, dimana data yang disajikan berupa deskripsi tentang
peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari
kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri. Data-data yang didapatkan
diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dengan
informan.
Analisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga
karakteristik data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk
menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.Untuk
melihat gambaran yang lebih jelas dan rinci, maka peneliti mencoba menguraikan
hasil wawancara dengan informan tentang data-datatersebut.
Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah informan kunci,
informan utama dan informan tambahan.Informan kunci terdiri 1 orang yaitu Staff
Bidang Pelayanan Sosial Bapak Lamo Mayjen Lbn. Tobing.Informan utama terdiri
2 orang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP).Sedangkan informan tambahan
HasilTemuan
5.1.1 Informan Kunci
Nama : Lamo Mayjen Lbn. Tobing
Umur : 34Tahun
Pendidikan : SLTA
JenisKelamin :Pria
Jabatan : KepalaStaff Bidang Pelayanan
Sosial
Agama : KristenProtestan
Suku : Batak
Lamo Mayjen Lbn. Tobing merupakan Kepala staff dibagian bidang
pelayanan sosial di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan.Bapak Lamo
memilikki peran dalam pelaksanaan peraturan daerah no.6 tahun 2003 yaitu
memberikan pelayanan sosial kepada para gelandangan dan pengemis serta praktek
tuna susila yang di razia oleh satpoll PP di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja ,
kemudian di data dan dimasukkan kedalam arsip dinas sosial dan tenaga kerja.
Dalam wawancara saya menanyakan tentang pendapat Bapak Lamo mengenai
implementasi perda no.6 tahun 2003 dan berikut pernyataan beliau :
“Saya sebenarnya sih setuju dengan perda ini, namun saya pikir masih banyak perbaikan yang harus dilakukan didalam perda ini, setiap pointnya harus lebih mendetail tentang apa saja yang harus dilakukan”.
Bapak Lamo juga menambahkan bahwa point – point yang ada diperda
baik tentang larangan, pengawasan, pembinaan dan ketentuan pidananya, mungkin
disebabkan karena barunya Standar Operation Procedure (SOP) yang ditetapkan.
Berikut pernyataan beliau :
“Ya mungkin dikarenakan SOP kita baru saja dibuat,jadi dulu hanya berlandaskan pada peraturan kementerian sosial saja, tidak memilkki SOP sendiri tentang larangan gelandangan dan pengemis, serta praktek tuna susila sehingga peraturan ini agak sulit diterapkan”.
Bapak Lamo selaku bidang pelayanan sosial merupakan pelaksana dari
perda ini, yaitu menangani penyandang msalah kesejahteraan sosial.
DINSOSNAKER Kota Medan juga menjalankan kebijakan ini sesuai dengan
tupoksinya masing-masing. DINSOSNAKER memiliki SOP untuk melaksanakan
kebijakan ini, SOP ini juga kebetulan baru saja dibuat, sebelum adanya SOP
dinsosnaker menjalankan perda dengan apa adanya saja.
BAGAN 5.1 SOP PERDA NO 6 TAHUN 2003
PERDA
BIDANG PELAYANAN SOSIAL
1. PENEGAK PERDA (SATPOL-PPMEDAN 2. POLRESTAMEDAN 3. DINSOSSUMUT 4. POLISIMILITER
DIDATA
Berikut pernyataan beliau :
“ Biasanya yang terlibat itu dalam pembentukan perda di Kota Medan ini, biasanya yaitu Kepala SKPE instansinya tersebut dan bagian hukum, sekretariat Kota Medan”.
Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa masih kurang pihak yang
terlibat dalam pembentukan peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini, seperti dari pihak
– pihak yang lebih berkompeten dibidang yang menangani apa isi perda tersebut,
dalam konteks ini yaitu yang lebih memahami tentang gelandangan dan pengemis,
serta praktek tuna susila tersebut.
Dalam hal sosialisasi tentang peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini Bapak
Lamo menjelaskan kegiatan sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk himbauan –
himbauan.komunikasi antar satuan kerja pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Medan berjalan cukup baik dalam menjalankan Peraturan Daerah no 6 Tahun 2003
tentang Gelandangan dan Pengemis Kota Medan. Komunikasi yang dilakukan dalam
melakukan sosialisasi pembuatan program kerja tentang perda ini berjalan dengan
lancar. Dalam melaksanakan tugas fungsi pokoknya Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
juga melibatkan beberapa instansi terkait seperti Satpol-PP, Kepolisian yaitu Polresta
Kota Medan, Dinsos Sumatera Utara serta Polisi Militer dalam melaksanakan
penegakan kebijakan seperti razia, penertiban, dll.
Kerjasama dalam mendukung pelaksanaan kebijakan ini juga cukup baik
karna bukan hanya DINSOSNAKER Kota Medan saja yang terlibat didalamnya,
Satpol-PP Kota Medan juga punya andil besar dalam kebijakan ini yaitu sebagai
penegak perda, kerja sama antara dinas sosial dan tenaga kerja terlihat pada saat
penertiban mereka akan saling bekerja sana dan membentuk tim untuk operasi di
diadakan juga razia wanita tuna susila ataupun tindak asusila di hotel-hotel.
Dinsosnaker juga bekerjasama dengan beberapa lembaga bantuan masyarakat (LSM)
yaitu terutama lsm yang berkaitan langsung dengan masalah anak jalanan dan anak
terlantar diantaranya yaitu, LSM KKSP( Kelompok Kerja Sosial Perkotaan, PKPA,
Sinar Agape Children Village, dll.
Bentuk komunikasi langsung kepada para gelandangan dan pengemis
sertamasyarakat yaitu berupa adanya penertiban- penertiban, himbauan-himbauan,
seperti bimbingan teknis yang diadakan kepada lurah dan
camat.Namunsosialisasi tersebut juga tergantung kepada yang ada pada
DINSOSNAKER kota Medan itu sendiri.
Berikut pernyataan beliau :
“ Untuk sosialisasi perda no.6 tahun 2003 ini, kita melakukan sosialisasi dalam bentuk himbauan, yang himbauannya kita buat ke kecamatan – kecamatan maupun ke kelurahan – kelurahan, ke tim – tim kita, rekan – rekan kita, kita himbau kepada masyarakat bahwa gelandangan dan pengemis itu adalah sebuah profesi yang tidak layak dilakukan, dan apabila kita merazia mereka, itu salah satu upaya kita untuk mengangkat harkat dan martabat mereka, bukan untuk menjatuhkan atau menghalang – halangi profesi yang mereka lakukan”.
Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwasanya sosialiasi yang
dilakukan oleh dinas sosial dan tenaga kerja sendiri sudah cukup bagus, dapat dilihat
dari banyaknya pihak yang terlibat, tidak hanya dinas sosial sendiri, tetapi juga
melibatkan perangkat – perangkat daerah yang memberikan informasi juga secara
Dalam pelaksanaannya sendiri, Bapak Lamo menerangkan juga bahwa dalam
proses pelaksanaan peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini sendiri tentang larangan
gelandangan dan pengemis, serta praktek tuna susila, yang masih berkeliaran ini juga
tidak hanya di tangkap dan dirazia, namun di lakukan juga pembinaan kepada
mereka – mereka tersebut, berupa program pelatihan keterampilan yang dibuat oleh
dinas sosial dan tenaga kerja tersebut. Berikut pernyataan beliau :
“ Ya pertama, setelah kita tangkap atau dirazia dilapangan, sebelumnya ada kita buat pelatihan – pelatihan keterampilan bagi gelandangan – gelandangan dan pengemis, seperti pelatihan membuat sablon, menganyam buat keranjang, membuat keset kaki itu, adalah beberapa jenis pelatihan disini. Namun 2 tahun belakangan ini, program ini stop berjalan, saya kurang tahu di 2016 ini ya, jadi saya berharap mudah – mudahan adalagi program – program tersebut, jadi hasil gelandangan dan pengemis ini bisa kita ajarkan kembali”
Ada beberapa program dalam menjalankan kebijakan ini yang baru saja
dibuat karena masih awal tahun anggaran namun belum berjalan, yaitu seperti razia
penetiban, sosialisasi dan pelatihan bagi anak jalanan, yaitu pelatihan berupa
membuat sablon, keset, dll.Namun belum berjalan karena anggaran yang belum
turun.kebijakan ini di sahkan oleh walikota medan yang ditanggungjawabi langsung
oleh walikota medan, pelaksanaan kebijakan ini merupakan Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Medan melalui Bidang Pelayanan Sosial , yang dipimpin oleh kepala
bidang dan didalamnya terdapat 3 seksi namun seksi yang terkait langsung dengan
perda ini yaitu seksi rehabilitasi yang memiliki staf 3 orang. Kepala dinas selaku
pengawas terlaksananya perda ini juga cukup aktif dan pro terhadap program
langsung kelapangan.
Di Kota Medan sendiri, baik di pusat kota maupun disekitarannya masih
banyak terlihat gelandangan dan pengemis dimana – mana, di setiap persimpangan
lampu merah, terminal ataupun tempat – tempat ramai lainnya. Keberadaan
gelandangan dan pengemis ini jelas menganggu keindahan, kenyamanan, dan
ketertiban Kota Medan sendiri, Bapak Lamo juga mengatakan sebagai berikut :
“ Ya adek bisa lihat sendiri, dimana – mana mereka adakan, sudah kami tangkap, kami razia, masih juga ada, apalagi yg di lampu merah itu, sangat merusak keindahan kota medan”
Dari penuturan tersebut jelas bahwa dinas sosial dan tenaga kerja juga sangat
menyayangkan keberadaan gelandangan, pengemis dan praktek tuna susila tersebut,
selain menjadi penyakit masyarakat, masalah ini juga merusak keindahan dan
ketertiban kota medan.
Jumlah gelandangan, pengemis dan praktek tuna susila di Kota Medan ini
sendiri, dari tahun ke tahun juga semakin bertambah dan semakin banyak dimana –
mana, padahal peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini sudah dijalankan dengan
mengikuti prosedur yang ada. Setelah saya lakukan wawancara mendalam kepada
dinas sosial dan tenaga kerja yang diwakili oleh bapak lamo ini apa alasan masih
banyaknya gelandangan, pengemis dan praktek tuna susila ini, dikarenakan
kebanyakan mereka tersebut berasal dari luar kota medan itu sendiri. Berikut
pernyataan beliau :
kemaren banyak dari luar kota medan”.
Dapat kita lihat bahwa mayoritas gelandangan dan pengemis di kota medan
ini sendiri berasal dari luar kota medan, ini dikarenakan kota medan merupakan kota
yang besar dan banyak penduduknya, sehingga menjadikan salah satu daya tarik bagi
orang – orang untuk mencari nafkah menjadi gelandangan dan pengemis tersebut.
Selain itu Bapak Lamo juga menjelaskan bahwa selain karena banyaknya
gelandangan dan pengemis yang berasal dari luar kota medan itu sendiri, kendala –
kendala lain yang menyebabkan sulitnya menjalankan peraturan daerah no.6 tahun
2003 ini salah satunya adalah karena warga kota medannya sendiri yang masih
banyak sekali merasa kasihan terhadap mereka dan memberikan sejumlah uang,
sehingga membuat mereka menjadi ketergantungan walaupun tujuannya baik untuk
menolong orang. Berikut pernyataan beliau :
“ Ya mungkin pertama karena masih banyak ya warga kota medan yang merasa kasihan terhadap mereka, padahal sudah ada himbauan untuk jangan memberi mereka uang, kemudian masih banyak masyarakat yang menghalang – halangin kita ketika melakukan proses razia terhadap mereka dengan alasan kasihan mereka pak, mau makan apa nanti mereka, lalu didaerah – daerah lain sudah ada namanya reaksi cepat, untuk kota medan sendiri kita sudah mengusulkan yang terdiri dari tim yang akan bergerak cepat bilamana ditemukan lokasi – lokasi orang – orang yang melakukan mengemis. Dan yang terakhir masalah pantai rehabilitasi tadi yang belum ada untuk di kota medan ini, sampai sekarang ini, yang ada hanya rumah singgah”.
Dapat kita lihat bahwa masih banyak sekali kendala – kendala yang dihadapi
menjalankan peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini, peran masyarakat Kota Medan
sendiri juga ikut serta dalam mensukeskan peraturan daerah ini terutama untuk
gelandangan dan pengemis, selain itu untuk Praktek Tuna Susilanya sendiri Terdapat
kendala dilapangan yaitu setelah WTS di tertibkan, didata, dan di interogasi ternyata
ia merupakan korban dari perdagangan manusia dan di dalam kebijakan ini belum
ada pengaturan tentang hal tersebut. DINSOSNAKER kota Medan juga sudah
berupaya untuk meminta pembaharuan atas kebijakan ini kepada Legistlatif. Denda
yang terdapat didalam perda juga menjadi kendala di lapangan karna hingga saat ini
denda tersebut belum pernah berjalan, dan juga tidak ada kejelasan tentang siapa
yang memungut, dan akan di kemanakan hasil dari denda tersebut. Ketiadaan panti
juga menjadi kendala dalam menjalankan kebijakan ini.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sendiri selaku pihak yang terlibat
langsung dalam proses razia gelandangan, pengemis dan praktek tuna susila sendiri
juga telah berusaha melakukan yang terbaik tentang larangan tersebut, yaitu dengan
melakukan razia rutin disetiap titik – titik tempat berkumpulnya mereka. Bapak
Lamo juga menambahkan bahwa Satpoll PP sudah bekerja keras membantu kami
untuk menangani masalah gelandangan dan pengemis serta praktek tuna susila.
Berikut pernyataan beliau :
“Ya saya kira semua instansi yang terkait sudah berperan dengan baik, satpoll PP juga sudah berusaha bekerja dengan keras, semoga masalah gelandangan dan pengemis ini bisa berkurang”.
Dapat kita lihat bahwa Dinas sosial dan tenaga kerja juga sangat
mengapresiasi segala usaha yang sudah dilakukan oleh satpoll pp dalam menangani
masalah ini, dimana mereka sudah melakukan salah satu tindakan razia yang
susila di kota medan, juga ikut berperan menjaga ketertiban.
Bapak Lamo juga mengharapkan agar pemerintah kota medan sendiri
memilikki panti rehabilitasi sendiri, tidak mengandalkan milik pemerintah provinsi
yang ada dibinjai. Berikut pernyataan beliau :
“ Yang pertama kali yang kita harapkan itu ya panti rehabilitasinya, jadi ketika kita melakukan razia dilapangan, kita memilikki wadah untuk menampung mereka. Jadi istilahnya, kalo kita hanya mengandalkan pani rehabilitasi milik pemerintah provinsi yang dibinjai, kapasitasnya kurang, hanya ditahan 2-3 hari lalu dilepas. Dan harapan kita juga kedepan agar peraturan daerah ini bisa dilaksanakan dengan baik, mengurangi tingkat presentase gepeng di lapangan”.
Dapat kita lihat bahwa Dinas sosial dan tenaga kerja sangat mengharapkan
pemerintah kota medan memilikki panti rehabilitasi khusus untuk gelandangan dan
pengemis serta praktek tuna susila.Fasilitas yang ada untuk menjalankan perda ini
tergolong sudah memadai, Fasilitas yang dimiliki oleh DINSOSNAKER Medan
yaitu berupa mobil yang digunakan untuk melakukan razia kelapangan dan alat-alat
untuk administrasi kantor juga telah memadai.
Namun hingga saat sekarang ini fasilitas yang menjadi masalah utama dalam
menjalankan PERDA ini yakni Kota Medan belum mempunyai panti rehabilitasi dan
masih bergantung kepada panti milik Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara. Karna
tidak adanya panti, GEPENG, ANJAL dan WTS ( Wanita Tuna Susila) yang sudah
terjaring razia, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan akan memohon bantuan
kepada dinsos sumut untuk dititip dan serta di rehabilitasi. Usul untuk pembuatan
panti rehabilitasi sudah beberapa kali diajukan oleh DINSOSNAKER kota Medan
5.1.2 Informan Utama1
a. Nama : Yuli Suhesti
b. Umur : 38Tahun
c. Jeniskelamin :Perempuan
d. RiwayatPendidikan : SMK
e. Agama :Islam
f. Suku : Jawa
g. Alamat : Medan Amplas
h. Jabatan : Wadanru ( Wakil Komandan
Regu ) Polwan Pol-PP
Ibu Yuli Suhesti menjelaskan bahwa tugas satuan polisi pamong praja (Satpol
PP) mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu
kondisidaerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda
pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan
kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, disamping menegakkan peraturan daerah,
Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah lainnya yaitu
peraturan kepala daerah.
Ibu Yuli Suhesti juga menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan kinerja
satpoll pp yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang tentram, tertib,
dan teratur. Penataaan kelembagaan Satpoll PP tidak hanya mempertimbangkan
kriteria kepadatan jumlah penduduk disuatu daerah, tetapi juga beban tugas dan
tanggung jawab yang diemban, budaya, sosiologi, serta resiko keselematan polisi
Ibu Yuli Suhesti juga menambahkan salah satu wewenang Satpol PP adalah
melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda atau peraturan kepala
daerah, dan dalam kasus ini tentang Peraturan daerah no.6 tahun 2003 yaitu larangan
gelandangan dan pengemis serta praktek tuna susila. Ibu Yuli Suhesti kemudian
langsung menjelaskan tentag bagaimana proses sosialisasi peraturan daerah no.6
tahun 2003 ini yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan tenaga Kerja Pemerintah kota
Medan kemudian langsung menjelaskan bagaimana proses sosialisasi tentang
larangan gelandangan dan pengemis serta praktik tuna susila ini terhadap mereka
melalui himbauan - himbauan. Berikut pernyataan beliau :
”Ya Sosialisasinya kita secara langsung kita beritahukan berupa himbauan himbauan kepada masyarakat”.
Sebagai seorang wakil komandan regu di Satuan polisi pamong praja kota
medan, Ibu Yuli Suhesti mengungkapkan bahwa sosialisasi yang dilakukan harus
secara menyeluruh dan seluruh anggota harus diberitahu, dimana setiap regu harus
saling berkoordinasi dengan baik dan maksimal dalam melaksanakan peraturan
daerah no.6 tahun 2003 ini tentang larangan gelandangan dan pengemis,serta praktek
tuna susiladimana semua yang terjaring oleh satuan polisi pamong praja akan
ditindak tegas, didata dan diberi sanksi apabila kedapatan kembali kejalan lagi.
Berikut Pernyataan beliau :
Sanksi yang diberikan bermacam – macam mulai dari sanksi berupa teguran
sampai sanksi yang berat. Ibu Yuli Suhesti juga mengatakan bahwa
anggotanya melakukan penangkapan atau razia ini sesuai dengan SOP yang
kita gunakan, dimana setiap masyarakat harus diperlakukan secara humanis.
Berikut pernyataan beliau :
“ Begini pertama ya, kita lakukan dulu pendekatan humanis yaitu, secara baik – baik dan kekeluargaan sesuai dengan peraturan menteri dalam negeri, namun apabila tidak bisa diajak kerja sama ya terpaksa kita angkat mereka”.
Dapat kita lihat bahwa Satpol PP juga mengikuti standar operation
procedure dalam menjalankan tugasnya dalam menangani masalah pelarangan
gelandangan dan pengemis, serta praktek tuna susila sesuai dengan peraturan daerah
kota medan no.6 tahun 2003, Namun kebanyakan gelandangan dan pengemis, serta
praktek tuna susila ini sangat sulit untuk diajak kerja sama dan malah lari ke
perkampungan masyarakat, padahal tujuan kami bukan hanya ingin menangkap
mereka, tetapi juga mau mendata dan memberikan mereka keterampilan –
keterampilan yg dilakukan oleh dinas sosial agar mereka tidak kembali lagi kejalan.
Berikut Pernyataan Beliau :
“Ya banyak dek kejadiannya, ada yang ketika kami razia dia pasrah, ya mungkin karena udah gak kuat lagi untuk lari, tapi gak banyak juga anak – anak , remaja yang masih muda pada menghindari kami dan lari kerumah – rumah warga dan mereka itu dilindungi oleh warga situ, kalau sudah kayak gitu biasanya ya kami lepas”.
penyakit masyarakat satu ini, padahal jelas sudah peraturannya untuk tidak
melakukan kegiatan atau pekerjaan yang berkaitan dengan gelandangan, pengemis
dan praktek tuna susila tersebut. Ibu Yuli Suhesti juga menambahkan bahwa
masyarakat sekitar juga ikut terlibat dalam proses razia yang kami lakukan. Berikut
pernyataan beliau :
“ Ya anggota banyak yang melapor sama saya, kalo masyarakat banyak yang menghalangin proses razia yang kami lakukan, dengan alasan kasihan mereka”.
Kesadaran dari masyarakat juga sangat penting dalam merealisasikan
peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini menjadi peraturan yang baik dan dapat
berjalan. Ibu Yuli Suhesti menambahkan bahwa peraturan daerah no.6 tahun 2003
ini juga dibuat bukan hanya untuk melarang kegiatan gelandangan dan pengemis,
serta praktek tuna susila ini saja, melainkan untuk menjaga keindahan dan
kenyamanan kota medan sehingga terbebas dari namanya kegiatan gepeng – gepeng
tersebut. Berikut pernyataan beliau:
“ Saya berharap masyarakat juga bisa ikut bekerja sama dalam menegakkan peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini, supaya peraturan ini kedepannya bisa lebih baik, dan untuk pihak – pihak atau instansi yang terkait juga bisa lebih giat lagi bekerja sama dalam mencapai tujuan dari peraturan daerah ini”.
Ibu Yuli Suhesti sebagai wakil komandan regu juga mengharapkan agar
seluruh pihak bisa bekerja sama untuk mengurangi angka gepeng – gepeng di kota
medan ini, dan juga membantu gelandangan dan pengemis serta praktek tuna susila
5.1.3 Informan Tambahan1
a. Nama : Nur Fajirah
b. Umur : 40Tahun
c. Jeniskelamin :Perempuan
d. RiwayatPendidikan : SMP
e. Agama :Islam
f. Suku :Aceh
g. Alamat : Pondok Kelapa
Ibu Nur Fazrah adalah seorang Pengemis yang ada disekitaran simpang
empat jalan gatot subroto di Kota Medan. IbuNur Fajirah memilikki dua orang anak
yang tinggal di aceh bersama suaminya. Menurut ceritanya Ibu Nur Fajirah
ditinggalkan oleh suami dan anaknya disana, akibatnya ia tidak memilikki uang dan
memilih pergi ke kota Medan untuk mengemis.Ibu Nur Fazrah mengaku sering di
razia dan ditangkap oleh satpoll pp yang datang pada saat melakukan penertiban.
Namun, Ibu Nur Fazrah mengaku kurang mengetahui mengenai peraturan daerah
no.6 tahun 2003. Berikut pernyataan beliau :
“Saya enggak tahu tu dek tentang perda No.6 tahun 2003 itu, tapi kalo tentang larangan gak boleh lagi minta – minta iya udah pernah dikasih tau”
Selanjutnya, Ibu Nur Fajirah mengatakan dalam sehariiabisa mendapatkan
lebih dari 100 ribu kalau banyak yang memberi kepadanya. Untuk hal sosialisasi
“Dalam sehari saya bisa dapat 100rb, kalo untuk sosialiasi tentang peraturan itu saya enggak tahu, tapi yang jelas, kami dihimbau supaya untuk tidak mengemis lagi karena sudah dilarang”.
Walaupun sudah dilarang ibu Nur Fajirah mengatakan bahwa ia tidak
memilikki usaha atau pekerjaan yang bisa dia kerjakan lagi selain mengemis, selain
sulitnya mencari pekerjaan di usianya yang tidak muda lagi. Ibu Nur Fajirah juga
menambahkan bahwa ia sebenarnya kurang setuju tentang penegakan peraturan
daerah no.6 tahun 2003 yang melarang kegiatan gelandangan dan pengemis serta
praktek tuna susila ini. Berikut pernyataan beliau :
“Ibu sih kurang setuju tentang larangan mengemis ini, ibu makan darimana coba, ibu gak punya apa – apa. Kasian lah ibu dek”
Ibu Nur Fazrah mengatakan bahwa dulu ia bekerja di sebuah pabrik kayu di
aceh. Namun karena masalah rumah tangga akhirnya ibu Nur Fajirah keluar dari
pekerjaannya tersebut. Ibu Nur Fazrah juga sangat menyayangkan sikap pemerintah
yang seakan lepas tangan untuk membantu dan menolong orang – orang susah
seperti dirinya tersebut, dan hanya mementingkan kepentingannya saja. Berikut
pernyataan beliau :
Ibu Nur Fazrah mengatakan selama ia mengemis disimpang tersebut, ia
sering dirazia dan mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari pihak
satpoll pp tersebut, memang benar mereka menjalankan tugas yang diperintahkan
kepada mereka, tetapi mereka tidak melihat siapa yang mereka hadapi, seharusnya
mereka juga bisa lebih baik kepada kami. Ibu Nur Fazrah juga menambahkan
bahwa seharusnya razia dilakukan dengan baik tidak ada namanya kekerasan, dan ia
juga berharap agar pihak – pihak yang terkait terutama dinas sosial dan tenaga kerja
untuk lebih berperan aktif dalam memberikan solusi tidak hanya melarang saja.
Berikut pernyataan Ibu Nur Fazrah :
“Ya berharap banyak agar pemerintah kota medan memberikan kami jalan keluar untuk kedepannya, kami juga tidak ingin seperti ini terus, tapi karena demi makan, kami harus melakukan kegiatan mengemis ini.”
Ibu Nur Fazrah mengungkapkan bahwa semua pelaksanaan peraturan daerah
ini sebenarnya baik yaitu melarang segala kegiatan gelandangan dan pengemis serta
praktek tuna susila tersebut, walaupun caranya agak berbeda tujuannya baik yaitu
untuk mendata mereka dan di satukan untuk diberikan pelatihan keterampilan –
keterampilan agar ia dapat hidup layak dan mampu menjalankan fungsi sosialnya
kembali dengan baik ditengah masyarakat.
5.2 AnalisisData
Semua proses implementasi kebijakan publik merupakan tahapan yang
penting dan harus dilalui demi mencapai hasil dari suatu kebijakan. Salah satunya
keluaran kebijakan (Peraturan Perundang-Undangan) oleh organisasi pelaksana
kebijakan. Tujuan kebijakan tidak akan tercapai tanpa adanya tindakan implementasi.
Implementasi kebijakan juga merupakan sebuah proses yang kompleks dan panjang.
Pemahaman yang paling penting bagi peneliti kebijakan dari proses implementasi
adalah untuk dapat mengindentifikasi variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan sebuah implementasi kebijakan. Maka, akan ditemukan
fenomena-fenomena yang berhubungandenganimplementasi, pada gilirannya akan
sangat membantu dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan proses implementasi
kebijakan kedepannya.
Tachjan (2006: 26) mengemukakan bahwa tentang unsur – unsur dari
implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu :
1. Unsur pelaksana
2. Adanya program yang dilaksanakan serta
3. Target group atau kelompok sasaran
Unsur pelaksana adalah implementator kebijakan yang diterangkan oleh
Dimock & Dimock dalam Tachjan (2006: 28) sebagai berikut :
“Pelaksana kebijakan merupakan pihak – pihak yang menjalankan kebijakan
yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, pengambilan
keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.
Kebijakan mengenai larangan dan pengemis di kota Medan telah ditetapkan
semenjak tahun 2003 yaitu terdapat di dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003
realitanya Medan memiliki jumlah gelandangan terbesar dibandingkan dengan 33
kabupaten atau kota di sumatera utara. Peningkatan jumlah Gepeng dari tahun
ketahunpun dapat dilihat pada lima tahun terakhir menjadi trend yang sangat pelik yang harus dihadapi oleh kota Medan. Harusnya kebijakan yang telah ditetapkan
mempunyai kelanjutan dalam implementasi nyata pengurangan jumlah gelandangan
dan pengemistersebut.
Setiap kebijakan publik yang telah disusun, harus diimplementasikan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam pengimplementasian suatu
kebijakan publik perlu diperhatikan beberapa unsur yang mempengaruhi
implementasi kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini, adapun unsur – unsur
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Unsur pelaksana
Peran penting sikap pelaksana dalam implementasi suatu kebijakan
disampaikan oleh Hessel (2003:90) sebagai berikut: ”Jika para implementor
memperhatikan terhadap suatu kebijakan khusus, maka dimungkinkan bagi
implementor untuk melakukan sebagaimana yang dimaksudkan para pembuat
keputusan. Namun ketika sikap atau perspektif implementor ini berbeda dari para
pembuat keputusan, proses mengimplementasikan sebuah kebijakan menjadi secara
pasti lebih sulit”. Pendapat Hessel di atas menunjukkan bahwa meskipun para
pelaksana kebijakan memiliki kemampuan untuk melaksanakan sebuah kebijakan,
namun ketika para implementor tidak setuju terhadap kebijakan tersebut, akan
mengarah untuk tidak melakukan.Disposisi implementor adalah kecenderungan
sikap maupun pemahaman yang dimiliki oleh implementor yang akan
mempengaruhi pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan. Banyaknya
perda ini, karna tidak adanya pembaharuan dari perda yang sudah bisa dikatakan
mulai tua, banyaknya kendala- kendala yang terjadi dilapangan juga menyurutkan
hati implementor dalam melaksanakan peraturan daerah tersebut. Seperti, kejelasan
akan pemungutan denda, peraturan tentang tindak asusila.
Implementor perda no. 6 tahun 2003 tentang larangan gelandangan dan
pengemis dan seluruh mitra yang terkait sebagai unsur pelaksana yang baik, dalam
menjalankan perda ini DINSOSNAKER Kota Medan bekerjasama dengan instansi
lainnya seperti Satpol-PP sebagai penegak perda. Dan juga Polresta kota Medan,
DINSOS SUMUT serta Polisi Militer. Tidak hanya bekerjasama dengan instansi
pemerintah DINSOSNAKER Medan juga membina kemitraan dengan LSM dan
panti non-pemerintah.maka dapat dikatakan dinasosnaker kota dapat dikatakan
sebagai pelaksanayang baik dalam merealisasikan peraturan daerah no.6 tahun
2003 tersebut.
Namun tidak halnya dengan gelandangan dan pengemis serta praktek tuna
susila, sebagai pihak pelaksana, Dinas Sosial dan tenaga kerja serta pihak – pihak
yang terlibat dalam pelaksana peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini dinilai belum
memuaskan, dimana masih banyaknya keluhan – keluhan dari masyarakat sekitar
bahwa pihak terkait Dinas Sosial dan Tenaga Kerja belum melakukan sosialisasi
secara maksimal,serta eksekusi pelarangan dalam bentuk razia dinilai belum
sempurna.
b. Adanya program yang dilaksanakan
Ada beberapa program dalam menjalankan kebijakan ini yang baru saja
dibuat karena masih awal tahun anggaran namun belum berjalan, yaitu seperti razia
membuat sablon, keset, dll.Namun belum berjalan karena anggaran yang belum
turun.kebijakan ini di sahkan oleh walikota medan yang ditanggungjawabi langsung
oleh walikota medan, pelaksanaan kebijakan ini merupakan Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Medan melalui Bidang Pelayanan Sosial , yang dipimpin oleh
kepala bidang dan didalamnya terdapat 3 seksi namun seksi yang terkait langsung
dengan perda ini yaitu seksi rehabilitasi yang memiliki staf 3 orang. Kepala dinas
selaku pengawas terlaksananya perda ini juga cukup aktif dan pro terhadap program
program yang ada tidak hanya memonitoring kepala dinas juga terkadang ikut turun
langsung kelapangan.
c. Target Group atau Kelompok Sasaran
Dalam impelementasi Peraturan