• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identification of aroma profiles two pineapple varieties and their new genotype using gas chromatography mass spectrometry and gas chromatography olfactometry and sensory test

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identification of aroma profiles two pineapple varieties and their new genotype using gas chromatography mass spectrometry and gas chromatography olfactometry and sensory test"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

KROMATOGRAFI GAS-SPEKTROMETER MASSA DAN

KROMATOGRAFI GAS-OLFAKTOMETRI SERTA UJI

MUTU SENSORINYA

ISAK SILAMBA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Profil Aroma Dua Varietas Nanas dan Hasil Silangannya Menggunakan Kromatografi Gas-Spektrometer Massa dan Kromatografi Gas-Olfaktometri Serta Uji Mutu Sensorinya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

direction of C. Hanny Wijaya and Dede Robiatul Adawiyah. 2011.

ABSTRACT

Two varieties of pineapples, Mahkota Bogor, Delika Subang and their new genotype (Pasir Kuda), were freshly extracted using liquid-liquid extraction and solid phase microextraction (SPME). The aroma compounds of the three samples were analyzed by GC-MS and GC-olfactometry using nasal impact frequency (NIF) method. A total of 14 odor-active compounds were associated with the aroma of pineapple. Methyl 2-methyl butanoate and ethyl 2-methyl butanoate with very high intensity were found to be responsible for the pineapple fruity sweet odor. Other odorants including methyl hexanoate, ethyl hexanoate, methyl octanoate, methyl 3-(methylthio) propanoate, 2,5-dimethyl-4-methoxy-3(2H)-furanone, δ-hexalactone, γ-octalactone, 2,5-dimethyl-4-hydroxy-3(2H)-furanone and δ-decalactone contribute to the overall aroma of pineapple. The main differences between the aroma of Mahkota Bogor, Pasir Kuda and Delika Subang could be attributed to the olfactory attributes (fruity, sweet, caramel, pineapple-like, coconut) which were perceived by most of the panelist in the Mahkota Bogor and Pasir Kuda but were not detected in the Delika Subang samples. This work is a prerequisite for effective selection of pineapple genotypes with optimal aroma profiles for high consumer acceptance.

(4)

RINGKASAN

Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan buah tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia dan Paraguay. Nanas juga tumbuh dibeberapa negara tropis seperti Hawaii, India, Malaysia, Filipina dan Thailand. Upaya peningkatan daya saing buah nanas telah dilakukan untuk memperoleh nanas yang unggul dan disukai konsumen. Tiga nanas unggul yang telah dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor yakni: Delika Subang, Mahkota Bogor, dan Pasir Kuda. Pasir Kuda merupakan nanas yang dihasilkan dari hasil persilangan Delika Subang dan Mahkota Bogor.

Ketiga nanas ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor. Peranan komoditas nanas pada perekonomian nasional cukup penting dan merupakan salah satu andalan ekspor. Pada tahun 2003 ekspor nanas Indonesia menduduki urutan ke-10 dunia. Namun, produksi nanas Indonesia dari tahun 1995-2000 mengalami penurunan yaitu 703.300 ton menjadi 393.299 ton. Penurunan tersebut disebabkan oleh kurangnya penyediaan bibit unggul dan teknik budidaya yang kurang tepat, sehingga menghasilkan mutu buah nanas yang rendah sehingga menyebabkan harganya jatuh.

Aroma merupakan salah satu atribut yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap nanas. Profil aroma nanas sangat dipengaruhi oleh komponen volatil penyusun aroma nanas. Tingginya perbedaan kandungan volatil pada buah nanas sangat dipengaruhi oleh kultivar nanas.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik profil sensori aroma nanas Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang dalam kaitannya dengan kontribusi komponen volatil yang berperan sebagai komponen aroma aktif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pemulia tanaman dalam pengembangan mutu buah dan sekaligus sebagai informasi pasar.

Penelitian yang dilakukan terdiri atas 2 tahap yaitu: 1) Identifikasi dan semikuantifikasi komponen volatil dengan menggunakan GC-MS, identifikasi komponen kunci yang berkontribusi terhadap aroma nanas dengan GC-O menggunakan metode NIF (nasal impact frequency), 2) Analisis sensori yang dilakukan yakni: uji hedonik, uji rangking dan analisis sensori deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metil 2-metil butanoat, etil 2-metil butanoat, metil heksanoat, etil heksanoat, metil oktanoat, metil 3-(metiltio) propanoat, 2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon, δ-heksalakton, γ-oktalakton, 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon dan δ-dekalakton merupakan komponen aroma aktif yang memberikan aroma fruity, sweet, caramel, pineapple-like dan coconut.

(5)
(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KROMATOGRAFI GAS-SPEKTROMETER MASSA DAN

KROMATOGRAFI GAS-OLFAKTOMETRI SERTA UJI

MUTU SENSORINYA

ISAK SILAMBA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Olfaktometri serta Uji Mutu Sensorinya

Nama : Isak Silamba

NIM : F251080011

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Bapa Yang Setia, yang telah memberikan kemampuan sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dikerjakan berdasarkan kajian di laboratorium. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(11)

membagikan banyak hal selama kegiatan perkuliahan. Disadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, tetapi kiranya dapat bermanfaat untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, Agustus 2011

(12)
(13)

Halaman

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

PENDAHULUAN………... 1

Latar Belakang………. 1

Perumusan Masalah………. 2

Tujuan Penelitian………. 3

TINJAUAN PUSTAKA………. 5

Nanas ... 5

Nanas Mahkota Bogor... 8

Nanas Delika Subang ... 9

Nanas Pasir Kuda... 9

Komposisi Kimia Buah Nanas... 10

Perubahan Karakteristik Fisiko-kimia Buah Nanas ... 10

Breeding dan Perbaikan Varietas Nanas ... 11

Flavor... ... 13

Flavor Nanas... 14

Solid Phase Microextraction (SPME)... 16

Evaluasi Sensori... 17

Analisis Multivariat... 21

Kromatografi Gas-spektrometer massa (GC-MS)... 23

Kromatografi Gas-olfaktometri (GC-O)………... 26

Hubungan Analisis Sensori dengan Analisis Instrumen………... 27

METODOLOGI PENELITAN... 31

Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

Bahan dan Alat ... 31

Metode Penelitian ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

(14)

Tingkat Kesukaan Konsumen terhadap Mutu Sensori Nanas ... 66

SIMPULAN DAN SARAN... 73

Simpulan... 73

Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA... 75

(15)

Halaman

1 Karakteristik buah mahkota bogor 8

2 Jenis dan volume fiberuntuk SPME 17

3 Tahapan pelaksanaan penelitian 36

4 Senyawa uji yang digunakan untuk uji rasa dan aroma dasar 37 5 Senyawa uji yang digunakan untuk uji segitiga rasa 38 6 Senyawa uji yang digunakan untuk uji segitiga aroma 38 7 Flavor reference untuk pengembangan atribut 40 8 Identifikasi komponen volatil menggunakan headspace

SPME-GC-MS

50

9 Identifikasi komponen volatil menggunakan ekstraksi cair-cair (LLE) GC-MS

(16)

1 Tiga langkah pendekatan untuk membangun hubungan yang tepat antara analisis sensori dan analisis instrumen

29

2 Nanas Mahkota Bogor, Delika Subang dan Pasir Kuda sebagai hasil silangan dari keduanya

32

3 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Mahkota Bogor menggunakan SPME CAR/PDMS

43

4 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Pasir Kuda menggunakan SPME CAR/PDMS

44

5 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Delika Subang menggunakan SPME CAR/PDMS

45

6 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Mahkota Bogor yang diekstrak dengan menggunakan SPME

46

7 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Pasir Kuda yang diekstrak dengan menggunakan SPME

48

8 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Delika Subang yang diekstrak dengan menggunakan SPME

49

9 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Mahkota Bogor yang diekstrak dengan menggunakan LLE

52

10 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Pasir Kuda yang diekstrak dengan menggunakan LLE

55

11 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Delika Subang yang diekstrak dengan menggunakan LLE

55

12 Hasil GC-O komponen volatil yang dapat dideteksi oleh panelis 60 13 Hasil QDA® aroma Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika

15 Hasil biplot(score dan x-loading) atribut aroma nanas 64 16 Nilai mutu sensori Mahkota Bogor, Pasir Kuda, Delika Subang

hasil uji hedonik pada 81 panelis.Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan berbeda nyata (α=0,05)

(17)

Halaman

1 Formulir uji hedonik 89

2 Hasil pengukuran warna tiga jenis Nanas 91

3 Kuesioner Pre-Screening 92

4 Kuesioner uji aroma sederhana dan rasa dasar 94

5 Kuesioner uji segitiga aroma sederhana dan segitiga rasa 95

6 Lembaran uji deskriptif kuantitatif 97

7 Overlay kromatogram Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang

99

8 Kromatogram nanas hasil ekstraksi cair-cair (LLE) 100

9 Hasil uji aroma sederhana dan rasa dasar 103

10 Hasil ANOVA dan DMRT uji hedonik 104

11 Uji rangking Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang 110 12 Hasil seleksi panelis melalui uji segitiga aroma dan rasa 113 13 Komponen volatil Nanas yang diekstrak dengan LLE 114

(18)

Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan buah tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia dan Paraguay. Nanas juga tumbuh dibeberapa negara tropis seperti Hawaii, India, Malaysia, Filipina dan Thailand. Perbedaan varietas nanas menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran tanaman, bentuk daun (pinggiran daun rata atau berduri), ukuran buah, warna dan rasa daging buah. Kultivar-kultivar nanas dikelompokkan antara lain sebagai berikut: Cayenne, Queen, Red Spanish, Singapore Spanish, Abacaxi dan Cabezona (Wee & Thongtham 1997). Terdapat berbagai jenis varietas nanas tetapi hanya sedikit varietas nanas yang laku di pasaran. Hal ini sangat erat kaitannya dengan cita rasa (flavor) nanas yang disukai konsumen. Di Indonesia upaya peningkatan daya saing buah nanas telah dilakukan untuk memperoleh varietas buah nanas yang unggul dan disukai konsumen. Saat ini terdapat tiga (3) nanas unggul yang telah dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor yakni (1) Delika Subang, (2) Mahkota Bogor, dan (3) Pasir Kuda. Nanas pasir kuda merupakan nanas yang dihasilkan dari hasil kombinasi Delika Subang dan Mahkota Bogor.

Ketiga nanas ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor. Peranan komoditas nanas pada perekonomian nasional cukup penting dan merupakan salah satu andalan ekspor. Pada tahun 2003 ekspor nanas Indonesia menduduki urutan ke-10 dunia (Medina & Gracia 2007). Produksi nanas Indonesia dari tahun 1995-2000 mengalami penurunan yaitu 703.300 ton menjadi 393.299 ton. Penurunan tersebut disebabkan oleh kurangnya penyediaan bibit unggul dan teknik budidaya yang kurang tepat, sehingga menghasilkan mutu buah nanas yang jelek sehingga menyebabkan harganya jatuh (Hadiati et al. 2003).

(19)

alkohol dan bermacam-macam kelompok lainnya (Dupaigne 1970; Flath & Forrey 1970; Flath 1986; Takeoka et al. 1989; Umano et al. 1992 dalam Paul & Chen 2003). Kandungan ester lebih dari 80% dari total volatil (Umano et al. 1992). Ikatan bebas dan ikatan glikosidik juga ditemukan, termasuk pentanol, 2-butoksiethanol, asam heksanoik, phenol, 4-hidroksibenzaldehida, vanilin dan syringaldehida, sebagai glikon-glikon (Flath 1986). Menurut Elss et al. (2005) dan Gray (1953), tingginya perbedaan kandungan volatil pada buah nanas sangat dipengaruhi oleh kultivar nanas.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komponen volatil yang terdapat pada tiga varietas nanas unggul yang dikembangkan oleh PKBT dengan menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS), karakterisasi komponen aroma aktif yang berpengaruh terhadap flavor nanas dengan menggunakan kromatografi gas-olfaktometri (GC-O) serta evaluasi sensori terhadap flavor nanas untuk memperoleh informasi atribut-atribut sensori yang berpengaruh terhadap mutu sensori nanas yang didasarkan pada penilaian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat ukur. Hasil pengujian menggunakan instrumen dan evaluasi sensori dikorelasikan dengan menggunakan analisis multivariat, sehingga dapat memudahkan menginterpretasikan data secara statistik dan membantu pemahaman flavor secara mendalam (Echerverria et al. 2004; Morita et al. 2003). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pemulia tanaman dalam pengembangan mutu buah dan sekaligus sebagai informasi pasar.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan beberapa hal yang memerlukan pengkajian lebih lanjut. Hal-hal tersebut antara lain adalah:

1. Perbedaan komponen volatil nanas sangat dipengaruhi oleh perbedaan varietas, komponen-komponen volatil ini akan menentukan flavor nanas yang secara langsung akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. 2. Varietas nanas Delika Subang, Mahkota Bogor dan Pasir Kuda,

(20)

perlu dikaji profil aroma dan mutu sensorinya, sehingga diperoleh informasi nanas yang mendapatkan penerimaan lebih baik oleh konsumen.

Tujuan Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Nanas

Nanas (Ananas comosus L. Merr) adalah tanaman herbaceous perennial dari Liliopsidae (monocotyledonous), yang asal perbungaannya berada di tengah untuk menghasilkan beberapa buah (sorose). Setelah buah pertama matang, tanaman akan menghasilkan tunas baru dari kuncup ketiak, untuk menghasilkan tunas baru yang dapat menghasilkan buah (d´Eeckenbrugge & Leal 2003).

Tanaman nanas termasuk Kingdom Plantae, Sub Kingdom Spermatophyta, Kelas Angiospermae, Sub Kelas Monokotil, Ordo Farinosae, Famili Bromeliaceae dan Genus Ananas. Umumnya yang dimaksud dengan nanas adalah Ananas comosus yang rasanya manis dan segar. Tanaman nanas dibedakan dari anggota genus yang lain berdasarkan tipe buah sinkarpus atau buah majemuk yang tidak ditemukan pada anggota genus yang lain (Collins 1968).

Nanas merupakan salah satu buah penting dari daerah tropika yang banyak diminati oleh masyarakat dunia. Nanas berasal dari Amerika Selatan di kawasan lembah Sungai Parana, Paraguay. Bangsa Indian diduga melakukan seleksi dari berbagai jenis nanas sehingga diperoleh jenis Ananas Comosus yang enak dimakan dan sekarang dibudidayakan secara luas diseluruh dunia (PKBT 2006). Tanaman nanas tersebar terutama di sekitar khatulistiwa yaitu antara 30º LU dan 25º LS, dengan suhu pertumbuhan berkisar antara 18.3-45 ºC. Tanaman nanas dapat tumbuh pada daerah beriklim A (amat basah), B (basah), C ( agaka basah), D (daerah sedang), E (daerah agak kering), dan F (daerah kering). Tanaman nanas cocok apabila ditanam pada daerah dengan ketinggian 800-1200 dpl, tetapi pertumbuhannya akan optimum bila ditanam pada ketinggian 100-700 dpl. Nanas tumbuh baik pada dataran rendah hingga dataran tinggi, tidak tahan salju namun sangat tahan terhadap kekeringan. Produksi buah akan terjadi secara maksimal apabila ditanam pada daerah dengan curah hujan antara 650-3800 mm, tanah yang baik untuk pertumbuhan nanas adalah tanah yang mempunyai pengairan bagus dan kisaran pH antara 4.5-6.5 (Morton 1987).

(22)

akar. Batang nanas sangat pendek yaitu 20-25 cm dengan diameter 2.0-3.5 cm pada dasar dan 5.5-6.5 sebelum ujung, dikelilingi oleh daun yang berbentuk roset. Daun nanas berbentuk lanseolata dengan ditandai adanya penyempitan didekat pangkal daun. Daun berbentuk memanjang dan sempit, panjang daun dapat mencapai 130-150 cm, dengan daun tua lebih pendek dai daun muda yang diatasnya. Permukaan atas daun licin dan berlilin, berwarna hijau terang atau coklat kemerahan dan pada permukaan bawah terdapat garis-garis linier berwarna putih keperakaran, mudah lepas dari epidermis yang berwarna hijau terang (Collins 1968). Berdasarkan bentuk dan umur, daun nanas dibedakan menjadi daun C yaitu daun yang paling tua, daun D biasanya paling panjang dan daun E yaitu daun yang masih muda (Malezieux et al. 2003).

Akar nanas merupakan akar serabut, dangkal dan tersebar luas. Pada kondisi normal, sistem perakaran menyebar antara 1-2 m dengan kedalaman 0.85 m. Berdasarkan pertumbuhannya, akar nanas dibedakan menjadi akar primer dan sekunder. Akar primer hanya dapat ditemukan pada kecambah biji, dan setelah itu digantikan oleh akar adventif yang muncul dari pangkal batang dan dalam jumlah yang banyak. Pada pertumbuhan selanjutnya, akar-akar tersebut akan bercabang membentuk akar sekunder untuk memperluas bidang penyerapan dan membentuk sistem perakaran yang mantap (d´Eeckenbrugge & Leal 2003).

Munculnya bunga pada nanas disebut fase red heart, karena tersusun oleh 5-7 lembaran-lembaran merah. Bunga tanaman nanas bersifat majemuk terdiri dari 50-200 kuntum bunga tunggal atau lebih. Letak bunga duduk tegak lurus pada tangkai buah kemudian berkembang menjadi buah majemuk. Daun kelopak dari setiap kuntum bunga yang dikenal dengan mata buah, masih jelas meninggalkan bekas pada buah (d´Eeckenbrugge & Leal 2003). Bunga nanas bersifat hermaprodit, mempunyai tiga kelopak, tiga mahkota, enam benang sari dari sebuah putik dengan kepala putk bercabang tiga. Penyerbukan tanaman nanas bersifat self incompatible atau cross pollinated dengan perantara burung dan lebah (Collins 1968).

(23)

Partenokarpi merupakan proses pembentukan buah tanpa melalui proses penyerbukan dan fertilisasi, sehingga tidak menghasilkan biji. Di bagian atas buah tumbuh dan berkembang daun-daun pendek yang tersusun seperti pilinan disebut mahkota dan terdiri dari lebih dari 150 helai daun kecil. Kulit buah keras dan kasar tersusun dari kelopak dan braktea yang tidak rontok. Tangkai buah panjangnya bervariasi tergantung aksesi. Pemanenan dapat dilakukan apabila mahkota buah sudah membuka, tangkai buah mengkerut, mata buah lebih mendatar, besar dan berbentuk bulat, warna dasar buah menguning serta muncul aroma nanas yang khas (Collins 1968).

Tanaman nanas dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Sumber bahan perbanyakan secara generatif berupa biji sangat jarang digunakan untuk produksi. Perbanyakan secara vegetatif menggunakan tunas batang, tunas yang muncul dari batang di bawah permukaan tanah, tunas dasar buah, tunas mahkota, potongan batang, dan kultur jaringan. Perbanyakan secara generatif biasanya dilakukan untuk tujuan pemuliaan, sedangkan perbanyakan vegetatif untuk produksi. Walaupu perbanyakan dilakukan secara vegetatif, namun dapat dimungkinkan terjadinya variasi dalam klon yang disebabkan mutasi maupun pengaruh lingkungan yang ekstrim (Collins 1968).

Beberapa kultivar nanas berbeda dalam ukuran tanaman, ukuran buah, wara dan rasa daging buah, serta ada atau tidaknya duri pada daun (d´Eeckenbrugge & Leal 2003). Kultivar-kultivar tersebut berada pada tempat yang tersebar, sehingga mempunyai nama yang berbeda-beda. Buah nanas yang mempunyai arti komersial adalah Smooth Cayenne, Red Spanish, Queen dan Abacaxi.

(24)

sedikit dan buah lebih beraroma dari Cayenne (Morton 1987). Nanas Spanish mempunyai bobot antara 0.9-1.8 kg, berbentuk segi empat dengan tangkai buah ramping. Kulit buah berwarna kuning kemerahan dan mempunyai mata buah dalam. Daging buah berwarna kuning pucat, lebih berserat, hati besar sangat beraroma dan buah lebih keras ketika muda (Morton 1987). Abacaxi adalah nanas dengan ciri buah sangat harum, daging buah putih atau kuning sangat pucat dengan bobot buah 1-5 kg buah berbentuk piramida dengan tangkai buah sekitar 40 cm daun tanaman ini berduri dengan panjang 60-65 cm (Morton 1987).

Nanas Mahkota Bogor

Hasil eksplorasi yang dilakukan oleh PKBT pada tahun 2001, terdapat dua klon nanas Queen yang berbeda secara morfologi (bentuk, ukuran, dan jumlah anakan). Klon tersebut adalah nanas klon Queen Gati Kapas (sekarang disebut Mahkota Bogor) dan klon Queen Kiara Bogor. Nanas Mahkota Bogor lebih unggul dibanding dengan nanas Queen Kiara dan lebih disukai oleh konsumen maupun petani karena ukurannya lebih besar dan produktivitasnya lebih tinggi sehingga lebih berpotensi untuk dikembangkan. Nanas Mahkota Bogor memiliki tinggi tanaman 96±8 cm, lebar tajuk 62±8 cm, umur panen 16±4 bulan setelah tanam, potensi hasil 50±5 ton perhektar dan berat buah 1000±300 gram (PKBT 2009).

Saat ini nanas Mahkota Bogor tersebar luas dibeberapa lokasi tertentu saja. Daerah yang paling banyak berada di kawasan kaki Gunung Salak seperti Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Karakteristik buah Mahkota Bogor diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 1 Karakteristik buah Mahkota Bogor

(25)

Lanjutan Tabel 1

Nanas Delika Subang merupakan nanas yang termasuk dalam kelompok Smooth Cayenne dari jenis Cayenne (Mulyati 2008). Nanas jenis cayenne mempunyai tinggi batang 20-50 cm, dengan tangkai buah panjangnya 6,5 cm. panjang daun bias mencapai 100 cm (Muljoharjo 1983). Daunnya tidak berduri kecuali ujungnya, umumnya ditanam di dataran tinggi dan biasa dikonsumsi segar dan minuman kaleng atau produk olahan (Sunarjono 2002).

Nanas Delika Subang memiliki tinggi tanaman101±10 cm, lebar tajuk 86±10 cm, umur panen 14±2 bulan setelah tanam, potensi hasil 80±8 ton/ha, berat buah 2000±500 gram, rasio PTT/TAT 2,67, kandungan kalsium oksalat 704 ppm dan kandungan bromelin 1,31 unit/gram.

Nanas Pasir Kuda

Program hibridisasi nanas telah dimulai tahun 2003 di PKBT IPB Bogor. Program hibridisasi tersebut melibatkan 12 kultivar nanas, terdiri dari enam kultivar jenis Smooth Cayenne dan enam kultivar jenis Queen. Persilangan menghasilkan 195 genotipe dengan berbagai kombinasi karakter yang berbeda. Hasil seleksi dari 195 hibrida diperoleh 39 kandidat nanas varietas unggul (Nasution 2008).

(26)

tengah 4.34 dan bawah 4.32, total asam buah pada bagian atas 3.17, tengah 3.47 dan bawah 3.5. (PKBT

Komposisi Kimia Buah Nanas

Nanas segar setiap 100 g mengandung 85 g air, 0.4 g protein, 14 g gula, 1 g lemak dan 0.5 g serat. Kandungan nutrisi ini tergantung pada lingkungan dimana buah nanas yang berasal dari dataran rendah lebih besar, lebih manis dan lebih berair daripada buah yang berasal dari dataran tinggi. Sari buah nanas mengandung 0.5-0.9% asam dan 10-17% gula. Nanas juga mengandung bromelin, suatu enzim pencerna protein (Verheij & Coronel 1997).

Kualitas buah nanas meliputi penampakan, tekstur, flavour, nilai gizi dan keamanan. Penampakan ini mencakup ukuran (besar, bobot, volume) bentuk (diameter, keseragaman), intensitas dan keseragaman warna, kilap, kerusakan eksternal dan internal. Tekstur meliputi kekerasan, kelunakan, sukulensi dan kekenyalan. Flavour merupakan kombinasi rasa dan aroma. Standar kualitas buah nanas untuk konsumsi segar meliputi kematangan, kekerasan, keseragaman ukuran dan bentuknya, nisbah panjang mahkota/buah, bebas dari kerusakan, kelayuan, memar dan keretakan (Childers & Gardner 1996).

Perubahan Karakteristik Fisiko-kimia Buah Nanas

Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) tahap-tahap fisiologis dari pertumbuhan dan perkembangan buah adalah pembelahan sel (pre-mature), penuaan (mature), matang (ripe) dan senescence. Tahap perkembangan buah nanas (Wills et al. 1981; Handajani 1994) sebagai berikut:

a. Prematuration (prapenuaan) adalah tahap perkembangan sesudah pembungaan sampai buah akan mengalami tahap penuaan. Pada tahap ini berlansung pertumbuhan dan perkembangan sel buah.

(27)

c. Ripening (matang) sebagai periode dimana terjadi penguraian zat-zat organik selama penuaan sampai mencapai perkembangan sempurna dan mutu siap dikonsumsi, pada tahap ini mutu astetik seperti flavour, tekstur dan warna mencapai perkembangan yang maksimum.

d. Senescence merupakan periode perkembangan setelah kematangan. Tahap ini mempunyai kecenderungan terjadinya penurunan mutu buah, dimana buah mulai mengalami kebusukan karena zat-zat organik sudah sempurna dikatabolisme dan jaringan sel-sel pada buah mulai mengalami kematian. Menurut Pracahya (1985), tahapan perkembangan buah dapat berlangsung dalam waktu 120 hari setelah pembungaan. Pembentukan buah nanas dapat diartikan sebagai seluruh waktu yang diperlukan mulai dari pembentukan sel jaringan pada bakal buah, perkembangan sel sampai terjadinya perubahan kimia pada saat penyempurnaan bentuk morfologi buah. Samson (1980), mengemukakan pembentukan bunga dimulai dari dasar ke puncak secara spiral, bunga mekar sebanyak 5-10 buah perhari dan berlangsung dengan cepat selama 4 minggu. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan buah dari bakal buah sampai buah masak adalah 5-6 bulan. Waktu ini mencakup pematangan awal, pematangan dan diikuti pemasakan, sehingga awal pematangan dapat diartikan sebagai waktu sebelum buah nanas menjadi tua yang biasanya memerlukan waktu setengah dari waktu pembungaan sampai panen. Pematangan akan berlangsung saat terjadi proses pembesaran buah yang umumnya terjadi ketika buah masih menempel pada tanaman. Proses masaknya buah umumnya terjadi ketika pematangan terhenti saat buah mencapai pertumbuhan dan mutu maksimum, perubahan yang umum terjadi pada tahap ini umumnya terjadi perubahan kimia. Tahap selanjutnya adalah perubahan kimia dari pemasakan yang mengakibatkan buah layu sehingga disebut tahap pelayuan.

Breeding dan Perbaikan Varietas Nanas

(28)

industri nanas pada satu kultivar dengan dasar genetik yang sempit telah membuat kultivar tersebut sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Pengembangan kultivar-kultivar baru yang resistan merupakan strategi yang tepat untuk memperbaiki kondisi seperti ini, sehingga pasar nanas segar dunia akan lebih beragam dan terdapatnya banyak pilihan. Hal ini menjadi alasan dilakukannya program breeding pada nanas (Chan et al. 2003).

Varietas nanas baru yang dikembangkan dari hasil breeding kultivar Smooth Cayenne oleh Pineapple Research Institute of Hawaii (PRI) menghasilkan nanas yang lebih tahan terhadap Phytophthora, mealybug wilt, nematodes, pink disease dan internal brown spot. Hasil seleksi varietas juga memiliki keunggulan seperti kandungan vitamin A dan C yang lebih tinggi, puncak panen yang lebih baik dan produktifitas yang tinggi (William & Fleisch 1993).

Program pembiakan (breeding) nanas difokuskan pada pengembangan kultivar untuk pasar buah segar. Program hibridisasi menjadi sangat penting artinya dalam menggantikan dominasi satu jenis kultivar di pasaran. Strategi pembiakan yang digunakan oleh banyak negara kecenderungannya pada hibridisasi dan seleksi pada progeni hibrida (Chan et al. 2003). Delika Subang merupakan nanas yang termasuk dalam kelompok Smooth Cayenne dari jenis Cayenne yang memiliki ukuran lebih besar (Mulyati 2008), menjadi standar benchmark kultivar secara luas dan dijadikan sebagai indukan utama untuk persilangan. Persilangan dilakukan untuk memperbaiki beberapa kelemahan kultivar ini, seperti memperbaiki kualitas buah, warna kulit dan ketahanan terhadap jenis penyakit tertentu. Sehingga dengan demikian, teknik rekayasa genetika untuk mendapatkan kultivar unggul memegang peranan penting di masa depan (Chan et al. 2003).

(29)

atau pada derajat kematangan pemanenan (Cascales et al. 2005). Sehingga penerapan analisis sensori pada proses breeding bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.

Flavor

Manusia mengonsumsi makanan untuk dua hal yakni memenuhi kebutuhan akan nutrisi dan untuk kesenangan. Proses dalam dua hal ini melibatkan interaksi komponen pangan dengan reseptor spesifik pada tubuh, yang mengarahkan pada stimulasi dari sistem indera manusia yang luas. Selain pengaruh nutrisi bahan pangan yang selama ini telah diketahui, flavor merupakan salah satu bagian dari bahan pangan yang memiliki peranan yang sangat penting (Taylor & Hort 2004).

Menurut Lindsay (1996), flavor adalah keseluruhan sensasi yang berkontribusi pada persepsi yang diterima oleh indera meliputi bau, rasa, penglihatan, perasaan dan suara pada saat mengkonsumsi makanan. Kemampuan sel-sel khusus epitel penciuman dari rongga hidung untuk mendeteksi jumlah volatile odorant untuk variasi hampir tidak terbatas dalam intensitas dan kualitas bau dan rasa. Pengecap terletak di belakang lidah dan rongga mulut memungkinkan manusia untuk merasakan rasa manis, asam, asin, dan pahit, sensasi ini disumbangkan kepada komponen rasa citarasa. Nonspesifik atau tanggapan saraf trigeminal juga memberikan kontribusi penting untuk memberi persepsi melalui deteksi dari pungency, dingin, umami, atau atribut yang lezat, serta sensasi yang diinduksi secara kimia lainnya yang dalam persepsi rasa dan bau, sehingga makanan dapat diterima konsumen.

Menurut U.S. Society of flavor chemists dalam Heath (1978), flavor didefinisikan sebagai suatu substansi, berupa komponen kimia tunggal atau campuran, baik alami maupun sintetik, yang menyebabkan suatu sensasi pada makanan dan minuman ketika dikonsumsi.

(30)

Institut of Food Technologist’s (1989) menegaskan bahwa flavor dibentuk atas dasar tiga komponen, yaitu:

1. Rasa (taste) yang menggambarkan perasaan indera pengecap (perasa pada lidah) yang terdapat pada lidah dan rongga mulut belakang. Rasa ini meliputi manis, asin, asam dan pahit.

2. Bau (odor) yang dibentuk atau ditimbulkan dari beribu-ribu macam senyawa volatil dengan variasi yang tidak terbatas di dalam intensitas dan kualitas serta terdeteksi oleh sel-sel khusus ephitelium yang terdapat pada rongga hidung. Jika bau ini berkonotasi “menyenangkan” sering disebut dengan istilah “aroma”.

3. Pandangan atau persepsi terhadap ketajaman (pungency), panas, dingin dan sebagainya oleh tanggapan syaraf trigeminal.

Menurut Taylor dan Roberts (2004), flavor dihasilkan dari kombinasi dari rasa (dirasakan oleh reseptor pada lidah), bau (dirasakan pada hidung) dan irritation (dirasakan pada permukaan mucosal). Lima rasa dasar yang selalu dideskripsikan sebagai : asin, manis, asam, pahit dan umami.

Flavor Nanas

Nanas merupakan salah satu buah tropis yang sangat populer, karena rasa manisnya yang menarik, nanas dikonsumsi secara luas sebagai buah segar, diproses menjadi jus, buah kaleng dan sebagai ingredien dalam beberapa makanan. Komponen volatil dalam nanas telah dikaji lebih dari 60 tahun oleh banyak peneliti. Sejauh ini telah ditemukan lebih dari 280 komponen dalam nanas (Tokitomo et al. 2005).

Penelitian awal mengenai komponen volatil dalam nanas dimulai sejak tahun 1945 (Haagen et al. 1945a;1945b). Komponen utama dan terbesar yang berkontribusi pada nanas adalah etil dan metil esters. Pada tahun 1970, kelompok Amerika Utara melaporkan bahwa ester aliphatik merupakan komponen utama dari ekstrak nanas Smooth Cayenne. Juga diidentifikasi alkohol monoterpen (linalool, α-terpineol, dan terpinen-4-ol) (Flath & Forrey 1970).

(31)

ditemukan diperoleh dari germacrene precursors (Berger et al. 1983). Beberapa komponen-komponen penting lain yakni undecatriena, undecatraena dan etil ester (Berger et al. 1985).

Komponen-komponen sulfur S-(+)-2-2metilbutanoat dan dimetil trisulfida (dengan 0.006 dan 0.01 µg/L ambang aroma dalam air) dilaporkan sebagai impact-flavour compounds dalam essens nanas segar Hawaiian yang diperoleh dengan cara ekstraksi pelarut. Komponen-komponen volatil utama adalah metil dan etil ester (Takeoka 1991).

Komponen-komponen volatil dalam jus yang dibuat dari potongan nanas segar yang berasal dari kultivar yang berbeda yang berasal dari Costa Rica, Ghana, Honduras, Côte d’Ivoire, Filipina, Réunion, Afrika Selatan dan Thailand telah dikaji untuk dibandingkan dengan jus komersil (Elss et al. 2005). Flavor profil buah nanas secara kualitatif terdiri dari beberapa metil ester, sebagian karakteristik ester yang mengandung sulfur, dan berbagai hidroksi ester yang memegang peranan pada profil flavor nanas yang khas.

Sebanyak 29 komponen aktif aroma telah diketahui dengan menggunakan aroma extract dilution analysis (AEDA) (Tokitomo et al. 2005). Hasil dari AEDA digabungkan dengan analisis GC-MS diperoleh etil 2-metilbutanoat (dideskripsikan sebagai flavor “fruity”), diikuti oleh metil 2-metilbutanoat dan 3-metilbutanoat (fruity, apple-like), δ-dekalakton (sweet, coconut like), 1-(E,Z )-3,5-undekatrina (fresh, pineapple-like), dan komponen yang tidak diketahui (fruity, pineapple-like) sebagai komponen-komponen aroma paling aktif.

(32)

Solid Phase Microextraction (SPME)

Solid phase microextraction (SPME) adalah metode ekstraksi dimana volume komponen yang diekstrak sangat sedikit jumlahnya dibandingkan dengan volume sampel. Teknik ini ideal dan diaplikasikan untuk menganalisis berbagai komponen aroma dan flavor di dalam sampel (Steffen & Pawliszyn 1996; Pawliszyn et al. 1997; Sides et al. 2000). SPME memiliki beberapa keuntungan, jika dibandingkan dengan metode preparasi sampel tradisional, yang meliputi, mudah, cepat, tidak menggunakan pelarut, tingkat sensitifitas tinggi, volume sampel sedikit, murah dan bisa dilakukan secara otomatis (Kataoka et al. 2000).

Selain itu, SPME dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dengan peralatan yang sederhana (Pawliszyn et al. 1997; Frank et al. 2004; Reinhard et al. 2008). SPME telah banyak digunakan dalam berbagai bidang, seperti analisis lingkungan, higienis industri, pengontrolan proses, klinis, forensik, pangan dan obat-obatan. Pada SPME, fiber digunakan untuk mengisolasi dan mengkonsentratkan analat ke dalam berbagai lapisan material. Setelah ekstraksi, fiber ditransfer dengan bantuan syringe untuk tujuan analisis dengan menggunakan instrumen sehingga akan terjadi pemisahan dan kuantifikasi analat target.

Proses analisis terdiri dari beberapa langkah yang berbeda: pengambilan sampel, persiapan sampel, pemisahan, kuantifikasi dan analisis data. SPME merupakan teknik mikroekstraksi, yang artinya jumlah pelarut untuk ekstraksi sangat kecil dibandingkan dengan volume sampel (Pawliszyn et al. 1997).

(33)

jenis fiber yang sering digunakan untuk menangkap komponen volatil diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan volume fibera untuk SPME

a

Panjang fiber: 10 mm b

PDMS=polydimethylsilicone, DVB= divinylbenzene, CW=carbowax, SF=stable flex *Fiber memiliki precoat 5µm PDMS

† Pada DVB/Carboxen fiber memiliki dua lapisan; lapisan mengandung Carboxen atau DVB (Sumber: Klob & Ettre 2006).

Perbedaan kelarutan komponen volatil dalam lapisan fiber menentukan selektifitas keseluruhan prosedur. Sebagai contoh, lapisan nonpolar polydimethyl siloxane (PDMS) digunakan untuk menganalisa campuran sisa pelarut, toluen yang nonpolar akan dilarutkan dengan baik pada bagian lapisan fiber sedangkan methanol tidak akan terlarut. Sehingga dengan demikian, sensitifitas setiap komponen yang berbeda akan sangat bervariasi, tergantung pada polaritasnya.

Evaluasi Sensori

(34)

Evaluasi sensori merupakan analisis yang menggunakan manusia sebagai instrumen, dengan kemungkinan terjadi penyimpangan sangat besar. Dasar-dasar dari faktor fisiologi dan psikologi yang dapat berpengaruh terhadap penilaian sensori harus dipahami untuk meminimalisasi penyimpangan atau penilaian yang berubah-ubah (Meilgaard et al.1999).

Menurut Meilgaard et al. (1999) banyak variabel yang harus dikontrol dalam melakukan evaluasi sensori, dengan maksud untuk mendapatkan perbedaan nyata antara sampel yang akan diukur. Variabel tersebut terbagi ke dalam 3 kelompok yaitu: (1) Pengontrolan terhadap proses pengujian meliputi: lingkungan, tempat pengujian, penggunaan booth atau meja diskusi, pencahayaan, sistem ventilasi udara, ruang persiapan, pintu masuk dan keluar; (2) Pengontrolan produk meliputi : penggunaan peralatan, cara penyiapan, pemberian kode dan cara penyajian; (3) Pengontrolan terhadap panel meliputi prosedur yang digunakan oleh panelis dalam mengevaluasi sampel.

Kegiatan evaluasi sensori memerlukan berbagai macam tahapan dengan berbagai pertimbangan. Meilgaard et al. (1999) membagi peran dari analisis sensori ke dalam 7 tahapan yaitu menentukan tujuan dari proyek, menentukan tujuan dari tes yang dipilih, menyeleksi sampel yang akan diuji, mendesain suatu tes, melaksanakan tes, menganalisis data dan menginterpretasikan serta melaporkan data yang diterima.

(35)

sebuah produk dan membedakan komponen sensori antara berbagai produk (Marsili 2007).

Uji pembedaan yang populer termasuk didalamnya uji segitiga, panelis berusaha untuk mendeteksi satu dari tiga sampel yang berbeda dari dua sampel lainnya dan pada uji duo-trio, panelis memilih satu dari dua sampel yang berbeda dengan standar. Salah satu kekurangan dari uji-uji ini adalah perbedaan antara sampel tidak ditentukan (Marsili 2007).

Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini. Analisis ini dapat dilakukan untuk semua parameter sensori dan beberapa aspek dalam flavor atau texture profiling. Panelis yang digunakan harus dipilih secara hati-hati, dilatih dan dipertahankan kemampuannya dibawah pengawasan supervisor yang berpengalaman (Apriyantono & Wijaya 2006).

Menurut Sensory Analysis Center (2010), analisis sensori deskriptif adalah salah satu alat yang paling komprehensif dan informatif yang digunakan dalam analisis sensoris. Teknik ini dapat memberikan deskripsi indrawi lengkap mengenai produk, menentukan bagaimana perubahan bahan atau proses mempengaruhi karakteristik produk, dan mengidentifikasi atribut kunci produk yang meningkatkan penerimaan.

Parameter-parameter sensori yang diamati guna menggambarkan produk dapat berupa aneka ragam terminologi baik itu tentang atribut, karakteristik, characternotes, kalimat penjelasan atau pendiskripsi lain. Pemilihan terminologi untuk sensori parameter boleh sekehendak hati, namun harus disetujui oleh semua panelis selama masa pelatihan dan digunakan dengan seragam selama pengujian. Akan tetapi bila atribut sensori yang terpilih dan definisi yang berhubungan dengan atribut ini dapat dikaitkan dengan sifat fisik atau kimia produk, data deskripsi yang diperoleh akan lebih mudah dalam interpretasi dan lebih berguna dalam pembuatan keputusan (Apriyantono & Wijaya 2006).

(36)

Research Center (Brandt et al. 1963), Quantitative Descriptive Analysis (The QDA® Method) yang dikembangkan oleh Tragon Corporation (Stone et al. 1974), Spectrum Descriptive Analysis sebagai pengembangan dari metode Flavor dan Texture Profile dengan deskripsi seperti dijelaskan oleh Meilgaard et al. (1991). Semua variasi metode ini dilakukan oleh panelis terlatih. Panelis ini dipilih berdasarkan kemampuan sensorinya dan hasil training untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi perbedaan sensori antara produk yang diuji (Stone & Sidel 2004; Abdi & Valentine 2007).

Saat ini metode QDA diterima secara luas sebagai salah satu alat yang paling penting untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan flavor, penampakan dan tekstur serta untuk usaha pengembangan produk. Pada metode QDA panelis terpilih berkerja bersama dalam sebuah kelompok yang fokus untuk mengidentifikasi atribut kunci dari produk dan menentukan skala yang tepat pada produk yang dikaji. Panelis selanjutnya dilatih oleh panel leader, seorang analisis sensori yang profesional menjadi anggota dari panelis untuk mengidentifikasi dan memberi skor pada produk dengan benar. Selama pelatihan, panelis (jumlah panelis selalu 8-12 orang) menentukan kata-kata yang tepat (lexicon) untuk menggambarkan produk. Panelis terlatih menentukan istilah-istilah mengenai atribut dan deskripsi produk yang mengandung arti bagi konsumen. Oleh karena itu, informasi dari QDA dapat diaplikasikan dalam bentuk model prediksi terhadap penerimaan konsumen (Marsili 2007; Heyman et al. 1993).

Dua kriteria kualifikasi untuk pemilihan panelis pada uji QDA adalah: (1) individu yang mengkonsumsi produk dengan frekuensi rata-rata atau lebih akan lebih sensitif dibandingkan dengan yang jarang mengkonsumsi, dan (2) kemampuan pembedaan terhadap produk, termasuk produk yang sedang diuji memberi hasil yang lebih terarah secara berturut-turut (Sawyer et al. 1962 dalam Stone & Sidel 2004).

(37)

untuk berpartisipasi, dan memecahkan konflik yang mungkin terjadi (Stone & Sidel 1998). Pelatihan ditujukan untuk mengembangkan istilah yang konsisten, tetapi panelis bebas untuk memperkirakan skor yang akan diberikan, menggunakan skala 15 cm yang tersedia pada metode ini. Hasil dari QDA dianalisa secara statistik, salah satu teknik statistik yang sangat bermanfaat adalah principal component analysis (PCA), sebuah metode analisis multivariat yang dapat digunakan untuk memperlihatkan kelompok jenis sampel yang sama yang didasarkan pada pengukuran atribut sensori kuantitatif. Selanjutnya hasil uji statistik disajikan dalam bentuk berbagai jenis format grafik untuk menginterpretasikan hasil, grafik yang umumnya digunakan sebagai representasi data dalam bentuk spider web dengan suatu cabang dari satu titik pusat untuk tiap-tiap atrbut (Marsili 2007; Meilgraard et al. 1999; O’Mahoney 1986 dan Randall 1989 dalam Heymann et al. 1993).

Analisis Multivariat

Analisis multivariat (MVA) adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk memahami bagaimana komponen-komponen kimia yang sangat banyak dalam produk berpengaruh terhadap flavor dan aroma, MVA digunakan untuk menangani data dalam jumlah yang banyak, sehingga keputusan yang diambil dapat lebih objektif (Martens et al.1994).

MVA memberikan cara menentukan sejumlah besar luas puncak data yang dihasilkan dalam analisa dengan menggunakan GC-MS pada produk pangan, untuk membedakan informasi yang mengandung arti dan variasi data yang acak dalam set data. Metode MVA dapat menentukan variabel bersamaan dan kemampuan untuk mengurangi jumlah faktor (kombinasi linear dari variabel independen) yang mengandung sejumlah informasi. Secara umum, tujuan metode MVA adalah untuk mengurangi ukuran set data, memungkinkan (1) sampel secara individual dapat diklasifikasi dengan set data yang didasarkan menurut derajat kesamaan data atau (2) Sifat berkelanjutan sampel dapat diprediksi (contohnya umur simpan produk atau skor flavor).

(38)

sampel akan sulit diketahui jika matriks data lebih dari tiga atau lebih bentuk. Eksplorasi data analisis dapat mengungkapkan pola tersembunyi dalam data yang kompleks dengan mengurangi informasi menjadi sebuah bentuk yang lebih mudah dipahami. Analisis seperti ini memungkinkan dapat terlihatnya chemometric outlier dan menunjukkan pola data atau kecenderungan dalam data. Eksplorasi algoritma seperti principal component analysis (PCA) dan hierarchical cluster analysis (HCA) didesain untuk mengurangi jumlah set data yang luas dan kompleks menjadi data yang optimal dan dapat diinterpertasikan. Hal ini ditekankan pada pengelompokan data dan memperlihatkan variabel yang paling berpengaruh dalam menentukan pola. PCA atau HCA memperlihatkan pola yang berkaitan dengan sampel, langkah berikutnya adalah penerapan metode klasifikasi MVA atau metode kuantitatif yang mengukur sebagian sifat berkelanjutan dari sampel yang penting. MVA digunakan dalam kimia flavor untuk membuat prediksi kuantitatif pada umur simpan, skor flavor, atau sifat berkelanjutan dari sebuah produk .

Dalam bidang pangan dan kimia flavor, MVA merupakan metode yang paling bermanfaat dalam mengkorelasikan data sensori dan data hasil analisa. Penerapan prosedur MVA, memungkinkan terciptanya korelasi antara data sensori yang subjektif dan data hasil analisa dengan instrumen yang objektif. Terdapat sebagian kecil makanan yang dikarakterisasi oleh atribut sensori yang berasal dari satu atau dua komponen aroma yang mencirikan produk tersebut. Dalam kasus tersebut, data sensori dan data instrumen relatif mudah dikorelasikan. Namun untuk kebanyakan produk, kondisinya sangat berbeda dan lebih rumit, hal ini disebabkan karena karakteristik sensori umumnya merupakan hasil dari beberapa komponen kimia yang memengaruhi produk tersebut. Sifat organoleptik merupakan fenomena multivariat, sehingga untuk mengkarakterisasi setiap komponen secara realistis diperlukan metode statistik multivariat (Marsili 2007).

(39)

buruk; sampel kontrol dan sampel komplain (Roberts & Acree 1995), (4) Prediksi skor flavor, dan (5) Prediksi umur simpan (prediksi jumlah hari setelah produksi, produk mulai tidak diterima berdasarkan atribut flavor dan rasa) (Larsen et al. 1992; Baek & Cadwallader 1999).

Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)

Kombinasi gas chromatography (GC) untuk pemisahan dan mass spectrometry (MS) untuk deteksi dan identifikasi komponen-komponen dalam campuran berbagai komponen menjadi alat analisis yang digunakan dalam penelitian dan laboratorium analisis. Penggabungan GC dan MS biasanya dilakukan untuk mendeteksi komponen-komponen spesifik tertentu. Sistem GC-MS terdapat dalam berbagai jenis dan ukuran tergantung pada desain untuk memenuhi tuntutan pekerjaan (Douglas 2010; McMaster 2007).

GC merupakan alat analisis yang populer, kuat, cukup murah dan mudah dioperasikan. Campuran yang akan dianalisa diinjeksikan ke dalam saluran gas inert dan disebarkanpada tabung yang dilengkapi lapisan padat dengan fase cair. Interaksi absorptif antara komponen-komponen dalam saluran gas dan lapisan fase diam kolommenyebabkan terjadinya perbedaan pemisahan campuran komponen-komponen, selanjutnya komponen tersebut akan dideteksi oleh detektor. Detektor GC, identifikasinya didasarkan pada waktu retensi di dalam kolom.

Mass spectrometer mengantar material yang diinjeksikan, mengionisasinya dalam kondisi sangat vakum, mendorong dan memfokuskan ion-ion ini dan hasil fragmentasi melalui sebuah magnetic mass analyzer, dan selanjutnya jumlah setiap ion pada detektor dikumpul dan diukur. Mass spectrometer adalah alat yang sangat baik untuk mengidentifikasi dengan baik struktur dari suatu komponen, tetapi kurang baik untuk mendeteksi struktur jika komponen terdapat dalam bentuk campuran.

(40)

Sistem GC-MS terdiri dari: (1) Injektor, sebagai jalan masuknya sampel ke dalam kromatogram, (2) Gas chromatograph, sebagai gas pembawa (carrier gas) dan kontrol valving, (3) Oven, sebagai pengontrol suhu, (4) Tubing, sebagai penghubung injektor dengan kolom dan keluar ke bagian spektrometer (5) Kolom yang dibungkus dan dilapisi dengan fase diam yang memungkinkan terjadinya pemisahan, (6) Modul yang memisahkan komponen-komponen yang disalurkan ke sumber ionisasi mass spektrometer sehingga tidak terjadi pencampuran kembali komponen-komponen yang telah dipisahkan, (7) Sistem mass spektrometer yang terdiri dari sumber ionisasi, focusing lens, mass analyzer, detektor ion, dan multistage pumping, dan (8) Sistem data/kontrol untuk memberikan seleksi mass, kontrol lensa dan detektor, pengolahan data serta penghubung GC dengan injektor (McMaster 2007).

Injektor dapat berbentuk sebuah septum port sederhana pada bagian atas gas kromatograph tempat sampel diinjeksikan dengan menggunakan sebuah graduated capillary syringe. Dalam beberapa kasus, injeksi port ini dilengkapi dengan sebuah trigger yang dapat memulai program suhu oven dan/atau mengirim sebuah signal pada data/sistem kontrol untuk memulai memperoleh data. Untuk analisis yang lebih kompleks dan dilakukan secara rutin, injeksi dapat dilalukan dengan menggunakan autosampler yang memungkinkan injeksi vial dalam jumlah yang banyak, injeksi standar, needle washing, dan identifikasi barcode vial. Untuk sampel mentah yang membutuhkan proses preinjeksi, terdapat injektor split/splitless, saluran dengan permukaan geometri yang berbeda, sistem pembersihan dan perangkap, headspace analyzers, dan sistem pemurnian cartridge. Semua sistem ini menyediakan ekstraksi sampel, cleanup, atau periode volatilisasi untuk memasukkan sampel yang dianalisa ke dalam kolom gas kromatograpi.

(41)

Mass spectrometer memiliki tiga bagian utama: sebuah ruang ionisasi dengan elektron atau molekul dibebani untuk menghasilkan molekul-molekul ion sampel. Molekul ini ditempatkan di dalam alat analisa dalam kondisi vakum yang tinggi dimana molekul difokuskan secara elektrik kemudian dibawa ke bagian quadrupole rods. Signal arus searah (dc)pengisian kutub apposing pada bagiab quadrupole rods menghasilkam medan magent pada bagian ion-ion diselaraskan. Setiap mass dipilih dari bagian ini dengan menyebarkan setiap mass dengan sebuah signal frekuensi radio (RF). Perbedaan frekuensi dc/RF sangat nyata, perbedaan perbandingan ion mass/charge (m/z) dapat keluar dari alat analisis dan mencapai ion detektor. Dengan sweeping dari frekuensi tinggi ke rendah, ion-ion yang memiliki the m/z dikeluarkan satu persatu ke detektor, menghasilkan mass spektrum.

Pada saat memasuki detektor ion, ion-ion tersebut dibelokkan kabagian cascade plate dimana signal digandakan dan selanjutnya dikirim ke sistem data sebagai arus ion berbanding m/z berbanding waktu. Jumlah signal dapat diplotkan berbanding waktu sebagi total kromatogram ion (TIC) atau ion tunggal m/z dapat diekstrak dan diplotkan berbanding waktu sebagai kromatogram ion tunggal (SIC). Pada titik tunggal, kekuatan aliran ion untuk setiap fragmen ion yang terdeteksi dapat diekstrak dan diplotkan sebagai m/z jarak mass, menghasilkan mass spektrum. Hal penting untuk selalu diingat bahwa blok data yang dihasilkan adalah tiga dimensi: (m/z) terhadap kekuatan signal terhadap waktu. Pada kebanyakan detektor hasilnya sederhana yakni kekuatan signal terhadap waktu.

(42)

Kromatografi gas-olfaktometri (GC-O)

Kromatografi gas-olfaktometri (GC-O) adalah kumpulan teknik yang menggunakan manusia sebagai detektor pada gas kromatogram atau sebagai olfaktometer dengan menggunakan gas kromatogram untuk memisahkan dan menyampaikan dosis aroma kepada manusia sebagai subjek. GC-O telah menjadi bioassay penting yang digunakan dalam isolasi dan karakterisasi aroma dari produk alami yang kompleks sejak tahun 1960. GC sniffing dipercaya mulai sejak diperkenalkannya gas kromatograf oleh James dan Martin (1952). Takeuchi et al. (1980) menggabungkan oflaktometer standar dengan gas kromatogram dan pertama kali menamainya sebagai “gas chromatograph-olfactometer”.

Bentuk sederhana dari GC-O yakni dengan menghirup langsung aliran dari kolom gas kromatograpi telah dilakukan lebih dari 35 tahun (Fuller et al. 1964), penggabungan aliran dari GC dengan udara lembab dengan menggunakan laminar flow dimulai sejak tahun 1971 (Acree et al. 1976) dan penggunaan metode pengenceran quantitatif untuk mengetahui potensi aroma (Acree et al. 1984; Ullrich & Grosch 1987) telah dilakukan pada pertengahan tahun 1980.

(43)

berjalannya waktu (Köster 1965; 1968). Hal ini harus diperhatikan karena proses pembuatan serial pengenceran memerlukan waktu yang lama dalam penyiapannya.

Data GC-O sering dinyatakan sebagai Charm atau flavor dilution response chromatogram, spektrum kromatogram aroma, atau nilai aktivitas aroma. Baik nilai pengenceran flavor dan nilai Charm dapat dikonversikan ke dalam nilai spektrum aroma (OSV) dengan menggunakan hukum Steven’s:

=

Dimana Ψ adalah intensitas stimulan yang dirasakan, k adalah konstanta, Φ adalah tingkatan stimulan, dan n adalah eksponen Steven’s. Eksponen persamaan Steven’s untuk aroma kisarannya 0.3 dan 0.8 (Stevens 1958;1960), dan menggunakan nilai tengah yang memadai dengan nilai 0.5. nilai spektrum aroma dinormalkan dengan aroma yang paling tajam. Hasil ploting respon dengan retensi menghasilkan spektrum kromatogram aroma. Spektrum kromatogram aroma mewakili pola dari aroma dalam sampel yang diinjeksikan. Cara lain untuk memperlihatkan hasil analisa GC-O adalah dengan menggunakan nilai aktivitas aroma yang dapat juga diplotkan dalam bentuk kromatogram. Aktivitas kromatogram aroma diwakili oleh intensitas dan pola dari komponen aktiv aroma sebagai nilai aktivitas aroma (OAV) yakni perbandingan konsentrasi aroma dengan ambang aroma yang dapat dideteksi dalam matriks pangan.

Hubungan Analisis Sensori dengan Analisis Instrumen

Memahami flavor pangan merupakan hal yang sangat penting dalam mengatur strategi penelitian dan pemasaran yang efektif. Memahami flavor melibatkan hubungan antara persepsi terhadap flavor dengan komponen-komponen kimia volatil yang berpengaruh terhadap flavor.

(44)

kajian ini yakni instrumen analisis yang lengkap dan analisis sensori deskriptif. Diperlukan perhatian yang seksama agar diperoleh hubungan yang jelas dari penggunaan instrumen analisis dan analisis sensori deskriptif. Sayangnya, analisis sensori deskriptif sering diabaikan dalam kimia flavor.

Flavor adalah persepsi sensori. Penelitian kimia flavor (misalnya instrumen analisis) tidak akan memiliki relevansi tanpa analisis sensori. Analisis sensori deskriptif terdiri dari panelis terlatih dimana setiap individu berfungsi serentak, merupakan analog instrumen, untuk mendokumentasi dan mendiskripsikan atribut sensori suatu produk (Drake & Civille 2003). Seperti halnya instrumen sensori atau panelis, yang harus dilatih secara intensif dan dikalibrasi untuk hasil yang kuat, sensitif, dan mengandung makna. Komponen volatil dalam produk pangan tidak dapat diekstrak dengan menggunakan satu metode saja, tetapi memerlukan kombinasi proses ekstraksi, misalnya gabungan headspace dan ekstraksi pelarut sebaiknya digunakan jika ingin mendapatkan gambaran keseluruhan komponen volatil yang diinginkan. Instrumen yang digunakan harus sensitif karena banyak komponen yang bereperan dalam flavor terdapat dalam jumlah yang sangat kecil (ppb atau ppt). Komponen-komponen sulfur dan adanya kandungan nitrogen memerlukan detektor khusus agar diperoleh deteksi dan kuantifikasi yang akurat dan sensiitif. Kromatograpi gas-oflaktometri (GC-O atau GC-sniffing) umumnya diperlukan untuk mengidentifikasi komponen kunci yang berperan pada flavor (Singh et al. 2003; Parliament & MCGorrin 2000; Van Ruth 2001; Grosch 1993).

(45)

statistik. Dari dua jenis pendekatan ini, hubungan kasar antara analisis sensori dan analisis instrumen dapat diidentifikasi.

Langkah 1.

Langkah 2.

Langkah 3.

Sumber: Drake et al. 2006

Gambar 1 Tiga langkah pendekatan untuk membangun hubungan yang tepat antara analisis sensori dan analisis instrumen

Kecermatan memilih produk dengan flavor

target

Tool yang digunakan: Analisis sensori deskriptif

Tool yang digunakan: Analisis instrumen dengan gas kromatografi olfaktometri (GC-O) Ekstraksi, identifikasi

dan karakterisasi aroma active components

Tool yang digunakan: Instrumental quantification Analisis ambang batas sensori

Analisis sensori deskriptif Konfirmasi komponen

(46)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari Juli 2010 sampai April 2011. Penelitian menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) dan kromatografi gas-olfaktometri (GC-O) dilaksanakan di Laboratorium Analisis Flavor Sukamandi, mulai dari September 2010 sampai Februari 2011. Pengujian sensori dilaksanakan di Laboratorium Sensori SEAFAST Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Kampus IPB Darmaga Bogor, dari Juli 2010 sampai April 2011.

Bahan dan Alat

Bahan baku nanas Delika Subang, Mahkota Bogor, dan Pasir Kuda (hasil persilangan) diperoleh dari PKBT Institut Pertanian Bogor. Bahan untuk standar rasa uji sensori adalah larutan sukrosa, NaCl, caffeine dan asam sitrat yang dilarutkan dalam air mineral (AQUA). Bahan kimia sebagai aroma referensi adalah metil 2-metilbutanoat (fruity, apple like), metil 3-metilbutanoat (fruity, appel like), δ-oktalakton (coconut like), asam butanoat (sour), β-damaskenon (fruity, sweet), etil butanoat (fruity), 4-metoksi-2,5-dimetil-3(2H)-furanon (caramel like) yang diperoleh dari PT. Ogawa Indonesia dan PT. Foodex Inti Ingredients. Internal standar yang digunaka adalah 1,4-diklorobenzen. Bahan untuk penyiapan sampel dengan metode liquid-liquid extraction (LLE) yakni metilen klorida (diklorometan) , sodium klorida (99%), sodium sulfat (99%) dan internal standar. Untuk Solid phase microextraction (SPME) yakni sodium klorida (99%).

(47)

no: 19091N-136 S/N: U58563347 H, syringe Agilent 5 µL part # 5181-1273, fiber yang digunakan yaitu carboxen-polydimethylsiloxane (CAR-PDMS) 57318, 85 µm, black/palin, plain 24 gauge, fiber core/assembly type: fused silica/5557318 Supelco Bellefonte PA, vial 20 mm screw cap with hole Supelco 595 Bellefonte PA, dan hotplate. Pengukuran warna daging buah nanas digunakan Chromameter CR 300 Minolta.

Mahkota Bogor Delika Subang Pasir Kuda

Gambar 2 Nanas Mahkota Bogor, Delika Subang dan Pasir Kuda sebagai hasil silangan dari keduanya

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan terdiri atas 2 tahap yaitu: 1) Identifikasi dan semikuantifikasi komponen-komponen volatil pada nanas dengan menggunakan GC-MS, identifikasi komponen-komponen kunci yang berkontribusi terhadap aroma nanas dengan GC-O menggunakan metode NIF (nasal impact frequency), 2) Analisis sensori yang dilakukan yakni: uji hedonik, uji rangking dan analisis sensori deskriptif. Tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian diperlihatkan pada Tabel 3.

1. Analisis dengan GC-MS dan GC-O

(48)

w/v). Hasil homogenisasi sampel disentrifugasi pada suhu 4 ºC selama 3 menit pada 3000 rpm untuk memperoleh supernatant. Untuk memperoleh larutan yang jernih, supernatant disaring dengan menggunakan kertas saring. Sejumlah 250 ml diekstraksi dua kali dengan 60 ml pelarut dalam corong pemisah. Standar ditambahkan sebagai internal standar sebelum dilakukan ekstraksi. Ekstrak selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan sodium sulfat. Sebelum dilakukan analisis ekstrak dikonsentratkan menjadi 1 ml dengan destilasi pelarut pada kolom Vigreux (panjang 20 cm, ID 1 cm). 1 µl aliquot diinjeksikan secara manual ke dalam GC dengan menggunakan vial dan syringe.

GC-MS yang digunakan yakni Agilent Technologies GC system (GC 7890 dan 5975C XLEI/CI MSD) dilengkapi dengan split-splitless injektor yang diatur pada suhu 250 ºC. Suhu detektor MS 280 ºC. Kolom polar (HP-INNOwax, diameter dalam 0.25 mm, panjang 60 m, ketebalan 0.25 µm) digunakan dengan mengatur program sebagai berikut: suhu dipertahankan 45 ºC selama 5 menit kemudian dinaikkan sampai 200 ºC pada kecepatan kenaikan suhu 2 ºC/menit. 1 µL sampel diinjeksikan dengan menggunakan metode splitless. Untuk identifikasi komponen digunakan NIST05a. L.

GC-O. Proses sniffing dilaksanakan di dalam ruangan dengan suhu 22 ºC. GC yang digunakan GC 7890 (HP-INNOwax, diameter dalam 0.25 mm x panjang 60 m x ketebalan 0.25 µm). Suhu injektor dan FID diatur pada suhu 250 ºC. Oven diprogram pada suhu 45 ºC selama 5 menit kemudian dinaikkan sampai 210 ºC dengan kecepatan 10 ºC per menit dan terakhir dipertahankan selama 5 menit. Setiap sniffing dilaksanakan selama 25 menit. Helium digunakan sebagai gas pembawa dengan kecepatan 1 mL/menit. 1 µL volume ekstrak nanas diinjeksikan dengan aliran 5 mL/menit. Kolom dihubungkan dengan FID dan sniffing port yang dilengkapi dengan saluran dan diujungnya terdapat glass funnel.

b. Solid phase microextraction (SPME)

(49)

SPME fiber assortment kit, vial dipanaskan pada suhu 30 ºC selama 30 menit dan tetap diaduk secara magnetik, selanjutnya fiber diinjeksikan ke dalam GC-MS secara manual. GC-GC-MS dan program GC-GC-MS yang digunakan sama dengan GC-MS dan program yang digunakan pada LLE. Perhitungan nilai LRI setiap komponen digunakan persamaan berikut:

LRIx = {((tx – tn) / (tn+1 – tn)) + n} x 100

Keterangan:

LRIx = indeks retensi linier komponen x tx = waktu retensi komponen x (menit)

tn = waktu retensi alkana standar dengan n buah atom karbon yang muncul sebelum komponen x (menit)

tn+1 = waktu retensi alkana standar dengan n+1 buah atom karbon yang muncul setelah komponen x (menit)

n = jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen x

Perhitungan (semikuantifikasi) konsentrasi masing-masing komponen volatil dengan menggunakan persamaan berikut:

[A] = ( ) x ( ) x ( ) x (106 µg/g)

Keterangan:

A = konsentrasi (µg/g bahan) B = komponen interes

C = volume standar internal (ml) SI = standar internal 1,4 diklorobenzena 2. Analisis sensori

a. Uji Hedonik

(50)

Data hasil uji hedonik diolah secara statistik dengan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95%, taraf signifikansi 5% menggunakan SPSS Statistics 17.0. Bila hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan nilai berpengaruh nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada data yang diperoleh.

b. Uji Ranking

Uji rangking dilakukan dengan melakukan pengujian pada 81 panelis tidak terlatih untuk mengetahui urutan sampel yang paling baik menurut penilaian panelis. Sampel terbaik dianggap sebagai ranking 1 dan seterusnya. Hasil uji ranking diolah dengan menggunakan Friedman Analysis SPSS Statistics 17.0. c. Uji Deskriptif

1. Rekruitmen dan Seleksi Panelis

Proses pengujian ini diawali dengan rekruitmen calon panelis. Panelis yang diminta kesediaannya adalah mahasiswa sebanyak 22 orang. Panelis yang potensial untuk ikut serta dalam proses pengujian diminta mengisi kuesioner pre-screening yang berisi mengenai kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan ekstrim terhadap jenis makanan tertentu, pembatasan mengkonsumsi makanan tertentu karena alasan kesehatan atau alergi, ketersediaan waktu dan minat mereka dalam uji sensori. Data yang diperoleh sangat membantu dalam proses penyeleksian panelis.

(51)

Tabel 3 Tahapan pelaksanaan penelitian

Tahapan Penelitian Tujuan Tools yang digunakan

Variabel yang

diamati Analisa Data Hasil yang Diharapkan

Analisis komponen

Jenis nanas yang paling disukai konsumen

PCA (XL STAT) Profil sensori nanas

3

(52)

Uji rasa dasar dan aroma sederhana bertujuan untuk melihat kemampuan panelis dalam mengenali dan membedakan rasa dasar dan aroma sederhana. Senyawa uji yang diberikan untuk seleksi panelis dapat dilihat pada Tabel 4. Uji rasa dasar dan aroma sederhana ini dilakukan selama 3 sesi pengujian. Melalui hasil pengujian, calon panelis dinyatakan lolos apabila mampu memberikan 100% jawaban benar untuk uji rasa dan 80% jawaban benar untuk uji aroma sederhana (Meilgaard et al. 1999). Tabel 4 Senyawa uji yang digunakan untuk uji rasa dan aroma dasar

(53)

Tabel 5 Senyawa uji yang digunakan untuk uji segitiga rasa

Deskripsi Rasa Senyawa Uji Presentase (%)

Manis Larutan gula pasir 2.00

5.00 10.0

Asam Larutan asam sitrat 0.05

0.08

Pahit Larutan kafein 0.05

0.07 0.10 0.20

Tabel 6 Senyawa uji yang digunakan untuk uji segitiga aroma

Deskripsi Aroma Senyawa Uji Konsentrasi

Alil 3-sikloheksilpropionat

(CAS No. 2705-87-5) Sweet, fruity

(54)

Rumus Penentuan Batas Atas dan Batas Bawah Seleksi Panelis: Batas bawah:

= log −l og( 1− ) − log( 1− ) + log( 1− )

log −log −log( 1− ) + log( 1− )

Batas atas:

= l og( 1− ) −log − l og( 1− ) + l og( 1− )

log −log −log( 1− ) + log( 1− )

Keterangan:

α = probabilitas untuk menyeleksi panelis yang tidak diterima (0.05) β = probabilitas untuk menolak panelis yang diterima (0.05)

p0 = nilai maksimum kemampuan tidak diterima/proporsi jawaban benar (0.33)

p1 = nilai minimum kemampuan diterima/proporsi jawaban benar (0.67)

2. Pelatihan Panelis

Tahap pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi penilaian panelis sehingga panelis dapat dikatakan sebagai panelis terlatih. Tahap pelatihan panelis dimulai bulan Januari 2011 sampai bulan Maret 2011 (selama 3 bulan) dengan intensitas pelatihan 2 kali pertemuan dalam 1 minggu. Panelis dilatih dengan menggunakan uji rating dan uji rangking aroma. Selain itu, dilakukan pelatihan terminologi flavor untuk menyamakan terminologi antar panelis sehingga seluruh panelis memiliki persepsi yang sama terhadap suatu flavor.

Pelatihan uji rating aroma, panelis dilatih untuk menilai intensitas aroma pada standar selanjutnya dilakukan pelatihan dengan uji rangking aroma dengan cara merangking aroma berdasarkan intensitasnya. Tahap ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan atau setelah kepekaan sensori panelis konsisten.

Gambar

Tabel 2 Jenis dan volume fibera untuk SPME
Gambar 1  Tiga langkah pendekatan untuk membangun hubungan yang tepat antara analisis sensori dan analisis instrumen
Tabel 3. 1. Analisis dengan GC-MS dan GC-O
Tabel 3 Tahapan pelaksanaan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia sebagai negara penghasil rumput laut hanya dapat mensuplai 18 % kebutuhan rumput laut dunia, angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Filipina

Mengacu pada hasil penelitian Kwatrina & Mukhtar (2006) mengenai indikator zonasi Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), maka indikator ekologis zona inti yang diguna-

telah lulus kualifikasi dan penawaran harga memenuhi syarat administrasi dan Teknis. Demikian Pengumuman ini dibuat untuk

Kedua-dua jadual ini (Jadwal Istiqraj dan Jadwal al-Mirathil) menjadi hiasan di ruang tamu rumahnya, di Banggol Kulim, Machang Kelantan. Khair Taib Dan Ab. Rahaman Hussain

Di dalam collaborative filtering dengan ETF, keempat nilai threshold yang digunakan sangat mempengaruhi efisiensi proses pruning, dan kualitas dari pola-pola ETF yang

Dampak terhadap lingkungan adalah dampak penyalahgunaan narkoba pada remaja di Kelurahan Kalabbirang terhadap pergaulan dan perubahan jiwa sosialnya menjadi anti

Penggunaan dua metode ini dilakukan karena pada metode pengembangan sistem pakar yang dikemukakan oleh Durkin dalam tahap desain tidak memberikan penjelasan mengenai

Desain Sistem Instrusional atau pembelajaran aberorientasi tercapainya pencapaian kompetensi ( DSI – PK ) adalah gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan