• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

SISWA KELAS IV SDN PISANGAN 03

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

oleh :

Wiwin Suhartini

NIM 1111018300061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MI/SD

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

WIWIN SUHARTINI (1111018300061): Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta (2016).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa kelas IV SDN Pisangan 03 pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dilaksanakan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan yang muncul di dalam kelas. Metode ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, penelitian, dan refleksi. Keempat tahap tersebut merupakan siklus yang berlangsung secara berulang dan dilakukan dengan langkah-langkah yang sama, serta difokuskan pada metode pembelajaran kooperatif tipe make a match yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil tes yang dilaksanakan pada siklus I diperoleh nilai paling rendah yang diperoleh siswa pada saat pretest adalah 13 dan nilai tertinggi pada pada saat pretest

adalah 80. Sedangkan nilai terendah yang diperoleh siswa pada saat posttest sebesar 20, sedangkan nilai tertinggi pada skor posttest sebesar 93. Dari hasil tes tersebut terdapat peningkatan hasil belajar IPS. Untuk hasil belajar siklus I diperoleh rata-rata N-gain sebesar 0,31 hasil belajar siswa pada siklus II yaitu nilai paling rendah yang diperolah siswa pada saat

pretest adalah 40 dan nilai tertinggi pada saat pretest adalah 93. Sedangkan nilai terendah pada saat posttest sebesar 53, dan skor posttest sebesar 100 dengan nilai rata-rata N-gain

sebesar 0,72.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN Pisangan 03 Ciputat Tangerang, serta dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran baik dalam mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban maupun dalam diskusi siswa sudah dapat terlihat keaktifan antar siswa satu sama lain.

(7)

ii

ABSTRACT

WIWIN Suhartini (1111018300061): Improved Learning Outcomes IPS Through Cooperative Learning Make A Match Method Grade IV SDN 03 Pisangan. Thesis. Jakarta: Government Elementary School Teacher Education Department, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah Syarifhidayatullah Jakarta Islamic State University (2016).

This study aims to determine the resulting increase learning through cooperative learning make a match method of fourth grade students of SDN 03 Pisangan on the subjects of Social Sciences. The method used in this research is a classroom action research (PTK). PTK implemented in an attempt to overcome the problems that arise in the classroom. This method involves four stages: planning, implementation, research, and reflection. The fourth stage is the present cycle repeatedly and carried out by the same measures, and is focused on cooperative learning methods make a match which aims to improve student learning outcomes.

Based on the results of tests conducted on the siklus I obtained the lowest score obtained by the students during the pretest was 13 and the highest score on the pretest is 80. The lowest value is obtained by the students during the posttest at 20, while the highest score on the posttest score of 93 . From the results of these tests are improvement of learning outcomes IPS. For the siklus I of learning outcomes gained an average of 0.31 N-gain learning outcomes of students in the Siklus II is the lowest value that is obtained during the pretest students is 40 and the highest value at the time of the pretest was 93. The lowest value at the time of the posttest 53, and a posttest score of 100 with an average value of N-gain of 0.72.

Based on these results it can be concluded that the make a match method can improve learning outcomes IPS grade IV SDN Pisangan 03 Ciputat, Tangerang, and can involve students in the learning process in both the card matching question and answer cards as well as in discussions students can already be seen liveliness between students with each other.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah dengan rasa penuh syukur kehadirat Allah SWT, dan dengan rahmat dan kuasa-NYA sehingga skripsi yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03” ini dapat penulis selesaikan.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini dapat terwujud dengan baik sekarang ini setelah melalui berbagai tahapan kegiatan, dan berkat upaya serta partisipasi berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapakan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Khalimi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu sabar dan penuh pengertian dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini.

3. Asep Ediana Latip, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

iv

mengarahkan penulis dalam memperbaiki kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis.

7. Keluarga besar SDN Pisangan 03, khususnya Kepala Sekolah, guru kelas IV dan seluruh siswa siswi kelas IV, yang telah membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian demi terselesaikannya skripsi ini.

8. Orang tuaku tercinta, Ibunda Nariyah dan Ayahanda Juher, Adik-Adikku Fera, Santi, Dede yang selalu mendoakan dan mendorong penulis untuk tetap semangat dan telah banyak memberikan bantuan tenaga dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman PGMI angkatan 2011 yang telah memberikan masukan, dukungan motivasi selama ini.

10.Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas segala doa, bantuan dan informasi yang bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima segala amal kebaikan atas segala jasa, perhatian, motivasi, dan bantuannya yang diberikan kepada penulis. Kepada-NYA penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak yang membaca dan membutuhkannya.

Amiin yaa rabbal’alamiin

Jakarta, 16 Januari 2017

(10)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penulisan ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II: KAJIAN PUSTAKA, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka ... 7

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match ... 7

a. Pengertian Model Pembelajaran ... 7

b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 8

c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif ... 10

d. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif ... 11

e. Model Pembelajaran Make A Match ... 12

f. Langkah-Langkah Pembelajaran Make A Match... 13

(11)

vi

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 17

c. Hasil Belajar Sebagai Objek Penilaian ... 19

3. Pembelajaran IPS MI ... 20

a. Pengertian Pembelajaran IPS MI ... 20

b. Tujuan Pembelajaran IPS ... 21

c. Ruang Lingkup dan Karakteristik IPS ... 22

B. Penelitian yang Relevan ... 23

C. Kerangka Berpikir ... 25

D. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 27

C. Peran dan Posisi Penelitian ... 29

D. Tahapan Intervensi Tindakan ... 29

E. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 31

F. Data dan Sumber Data ... 31

G. Instrumen Pengumpulan Data ... 31

H. Teknik Pengumpulan Data ... 32

I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ... 33

J. Analisis Data dan Intervensi Data ... 33

K. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 34

BAB IV : DESKRIPSI, ANALISIS DATA, PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 35

B. Analisis Data ... 40

(12)

vii

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA

(13)

viii Lampiran 1 : RPP Siklus I

Lampiran 2 : RPP Siklus II

Lampiran 3 : Materi Pembelajaran IPS

Lampiran 4 : Soal dan Jawaban (Make A Match) Lampiran 5 : Instrumen Pretest Siklus I

Lampiran 6 : Instrumen Posttest Siklus I Lampiran 7 : Instrumen Pretest Siklus II Lampiran 8 : Instrumen Posttest Siklus II Lampiran 9 : Observasi Aktivitas Guru Siklus I

Lampiran 10 : Observasi Aktivitas Siswa Siklus I

Lampiran 11 : Observasi Aktivitas Guru Siklus II

Lampiran 12 : Observasi Aktivitas Siswa Siklus II

Lampiran 13 : Penilaian Siswa Siklus I

Lampiran 14 : Penilaian Siswa Siklus II

Lampiran 15 : Wawancara Guru Sebelum Pelaksanaan Tindakan

Lampiran 16 : Wawancara Guru Setelah Pelaksanaan Tindakan

Lampiran 17 : Wawancara Siswa Sebelum Pelaksanaan Tindakan

Lampiran 18 : Wawancara Siswa Setelah Pelaksanaan Tindakan

Lampiran 19 : Catatan Lapangan

Lampiran 20 : Dokumentasi

Lampiran 21 : Daftar Referensi

Lampiran 22 : Surat Izin Penelitian

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan, negara.1

Depdikbud (1994:63) yang mengemukakan bahwa guru adalah sumber daya manusia yang diharapkan mampu mengerahkan dan mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta proses belajar mengajar yang bermutu. Tanpa mengabaikan faktor lain, guru dapat dianggap sebagai faktor utama yang paling menentukan terhadap meningkatnya mutu pendidikan. Tingkat kemampuan profesional guru akan berpengaruh pada keberhasilan proses pendidikan itu sendiri. Keberhasilan itu sendiri sangat bergantung dari perencanaan. Implementasi dari perencanaan itu sendiri melibatkan kemampuan guru dan kepiawaiannya dari kepala sekolah dan tentu saja faktor yang lainnya.2

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran.3

1Eka prihatin, Guru Sebagai Fasilitator, (Bandung: PT Karsa Mandiri Persada, 2008), h.1 2 Ibid., h. 21-22

3 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:

(15)

Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rata-rata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Dalam arti yang lebih substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya.4 Oleh karena itu, perlu menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk memahami materi ajar dan aplikasi serta relevensinya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.5

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya.6

4Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: KENCANA,

2011), cet. 4, h. 5

5 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2014), cet.5, h. 202

(16)

3

Proses pembelajaran pendidikan IPS dijenjang persekolahan, baik pada tingkat pendidikan dasar maupun menengah, perlu adanya pembaharuan yang serius, karena pada kenyataannya selama ini masih banyak model pembelajaran yang masih bersifat konvensional, tidak terlihat adanya improvisasi dalam pembelajaran, jauh dari model pembelajaran yang modern sesuai dengan tuntutan zaman dan kondisi lingkungan sekitar dimana siswa berada.7

Pembaruan pembelajaran IPS tersebut ditandai oleh beberapa ciri seperti yang dikemukakan oleh somantri (2001: 2), yaitu: 1) bahan pelajaran lebih banyak memperhatikan kebutuhan dan minat anak; 2) bahan pelajaran lebih banyak memperhatikan masalah-masalah sosial; 3) bahan pelajaran lebih banyak memperhatikan keterampilan; 4) bahan pelajaran lebih memberikan perhatian terhadap pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam sekitar. Oleh sebab itu, para pengajar hendaknya berupaya mewujudkan proses pembelajaran IPS yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM), sesuai dengan ciri-ciri pembaharuan pembelajaran IPS yang berorientasi pada pembelajaran kontekstual tersebut.8

Namun kenyataan yang ada sampai saat ini masih banyak guru yang masih menerapkan model pembelajaran konvensional, khususnya dalam pembelajaran IPS. Masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan IPS, sekalipun berbagai inovasi telah dilakukan tetapi hasilnya belum memuaskan. Beberapa kelemahan dari model pembelajaran konvensional ini diantaranya, guru kurang mengikutsertakan peserta didik dalam proses pembelajaran, namun guru lebih cenderung mengunakan ceramah yang hanya menuntut siswa pada kekuatan ingatan dan hafalan kejadian-kejadian serta nama-nama tokoh, tanpa mengembangkan wawasan berpikir dan penyelesaian masalah yang memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih aktif.9

7Ahmad Susanto, Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2014), cet.1, h. 2

(17)

Dalam proses pembelajaran IPS di SDN Pisangan 03 Ciputat Tangerang Selatan, khususnya di kelas IV ditemukan beberapa masalah, yaitu hanya sedikit siswa yang tertarik untuk memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru di kelas. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru mata pelajaran IPS, diketahui bahwa dalam pembelajaran IPS biasanya beliau menggunakan metode pembelajaran ceramah. Kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru sudah baik, tetapi metode yang digunakan guru belum bervariasi, sehingga proses pembelajaran terlihat membosankan dan kurang menarik bagi siswa, sebagian besar siswa pasif dalam belajar, ada yang mengantuk, bicara dengan teman, ada juga yang melamun dikelas. Hanya sebagian siswa kecil siswa yang aktif dalam proses pembelajaran di kelas.10

Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan dapat memberikan solusi dan suasana baru yang menarik dalam pengajaran sehingga memberikan pembelajaran dengan konsep atau pendekatan baru. Pembelajaran kooperatif membawa konsep inovatif dan menekankan keaktifan siswa, juga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa bekerja dengan siswa lainnya dalam suasana yang harmonis dan saling bekerja sama, serta memiliki banyak kesempatan untuk mengubah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.11

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe make a match, metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.12

Adapun kelebihan pembelajaran kooperatif tipe make a match, diantaranya dapat menciptakan suasana kegembiraan dalam proses pembelajaran sebab siswa akan bergerak untuk mencari pasangan dari kartu yang dimilikinya dengan bergerak juga akan mengatasi kejenuhan siswa. Berdasarkan penjelasan di atas,

10 Hasil Observasi dan Wawancara dengan Guru Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03

(Ciputat Tangerang Selatan), 17 dan 24 Oktober 2016

11 Ahmad Susanto, op. cit., h. 199

12 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,

(18)

5

model pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan model pembelajaran yang sesuai jika diterapkan pada pembelajaran IPS, dengan ini siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran, keterlibatan ini penting dalam melahirkan hasil belajar yang sukses.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hickmah yang berjudul peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match dikelas V MI Soebono Mantofani Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 didapatkan hasil pada siklus I yang mendapat nilai melebihi KKM yaitu 70 sebanyak 13 siswa dengan rata-rata hasil belajar sebesar 70,27, sedangkan pada siklus II yang mendapat nilai melebihi KKM yaitu 70 sebanyak 22 siswa dengan rata-rata hasil belajar sebesar 80,73.13

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan Hickmah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa sebesar 80,73.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi masalah penelitian antara lain:

1. Pembelajaran IPS yang tidak kreatif akan membuat siswa pasif selama proses pembelajaran.

2. Kurang keterlibatan siswa berdampak pada penurunan hasil belajar IPS di kelas.

13 Hickmah, “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif

(19)

3. Keterbatasan metode yang digunakan guru membuat daya serap siswa kurang dalam memahami pembelajaran IPS.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada: 1. Pola mengajar guru yang bersifat konvensional.

2. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV di SDN Pisangan 03 Ciputat Tangerang Selatan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: Apakah terdapat peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa kelas IV di SDN Pisangan 03 Ciputat Tangerang Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa kelas IV di SDN Pisangan 03 Ciputat Tangerang Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi siswa-siswi: dengan model pembelajaran kooperatif dapat memacu

motivasi siswa dalam belajar.

2. Bagi para pendidik atau guru: memberikan informasi kepada guru untuk memanfaatkan model pembelajaran sehingga menciptakan pembelajaran yang kreatif.

3. Bagi sekolah: memberikan informasi kepada pihak sekolah untuk meningkatkan proses belajar dalam upaya mencapai hasil yang maksimal. 4. Bagi peneliti: sebagai bahan pengetahuan lebih lanjut tentang pembelajaran

(20)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA , PENELITIAN YANG RELEVAN,

KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Pustaka

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

a.

Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, praktisnya model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam ruang kelas dan untuk menyusun materi pengajaran.1

Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain.2

Trianto dalam bukunya mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.3

1 Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan

Terpopuler, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), Cet.1, h. 99

2Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2014), Cet.5, h. 133

3 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi

(21)

Dari batasan tersebut, dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman bagi para guru untuk menentukan perangkat-perangkat apa saja yang akan digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.4

Nurulhayati dalam Rusman mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.5

Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin dalam Susanto mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif, dimana para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.6

Sementara Riyanto dalam Susanto mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran yang dirancang untuk

4 Rusman, op. cit., h. 202 5 Ibid., hal. 203

6 Ahmad Susanto, Pengembangan Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar, (Jakarta:

(22)

9

membelajarkan kecakapan akademik, sekaligus keterampilan sosial termasuk keterampilan interpersonal.7

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan strategi pembelajaran lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok, atau dalam mencapai tujuan peserta didik secara harmoni bekerjasama dengan teman sekelasnya.8

Pada dasarnya, cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Hal ini disebabkan antara cooperative learning dengan kerja kelompok memiliki persamaan. Persamaan itu terletak pada tujuannya, yaitu: 1) untuk mengembangkan kemampuan mental yang meliputi membina pengetahuan, memberikan bekal penyelesaian masalah, mengambil keputusan, serta mengembangkan berpikir kritis; 2) Menelaah dan meneliti sesuatu bidang kajian tertentu; 3) Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara lisan, dan 4) mengubah sikap yang kurang terpuji.9

Dengan interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Strategi pembelajaran kooperatif memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan

7 Ibid., hal.204

8 Junaedi, dkk. STRATEGI PEMBELAJARAN Edisi Pertama, (Surabaya: LAPIS-PGMI,

2008), Paket 1-7, h. 8-10

(23)

berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperatif).10

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari berbagai unsur siswa yang heterogen untuk bekerjasama secara terarah dalam sebuah tim untuk menyelesaikan masalah, tugas atau mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama.

c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk untuk penguasaan materi tersebut. Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Didasarkan pada manajemen kooperatif

Manajemen seperti yang telah kita pelajari pada bab sebelumnya mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa

10 Dra. Masitoh, dkk. Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan

(24)

11

yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.

3) Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4) Keterampilan bekerja sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikakan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.11

d. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson dalam Rusman mengatakan ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut:12

1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence)

Dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing

11 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), cet.5, h. 207

(25)

anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

2) Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)

Keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

3) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)

Memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4) Partisipasi dan komunikasi (participation communication)

Melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

5) Evaluasi proses kelompok

Menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

e. Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran kooperatif make a match (kartu berpasangan) merupakan salah satu model dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.13

Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model make a match

adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi

(26)

13

soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Model pembelajaran make and match

merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Model

make a match melatih siswa untuk memiliki sikap sosial yang baik dan melatih kemampuan siswa dalam bekerja sama disamping melatih kecepatan berfikir siswa.14

Teknik pembelajaran make a match dilakukan dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat.

Model pembelajaran make a match dapat melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran secara merata serta menuntut siswa bekerjasama dengan anggota kelompoknya agar tanggung jawab dapat tercapai, sehingga semua siswa aktif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah suatu teknik pembelajaran yang mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam mata pelajaran.

f. Langkah-Langkah Pembelajaran Make a Match

Langkah-langkah pembelajaran make a match, berikut ini:

1. Guru Memberi petunjuk tata cara pelaksanaan kegiatan pembelajaran kooperatif tipe make a match.

2. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

3. Guru mengatur kelas dan membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.

14 https://idtesis.com/metode-pembelajaran-make-match/, diakses pada tanggal 14 Januari

(27)

4. Guru membagikan kepada setiap siswa sebuah kartu soal/jawaban. 5. Guru meminta setiap siswa memikirkan jawaban/soal yang cocok

dengan kartu yang dipegang.

6. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi. 7. Guru meminta setiap siswa untuk mencari pasangan kartu yang cocok

dengan kartunya.

8. Guru menginformasikan kepada setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu.

9. Guru meminta siswa mengemukakan hasil pemikirannya terkait kartu soal/jawaban yang diberikan oleh guru kepada teman diskusi kelompok pasangannya.

Melalui pembelajaran tipe make a match peserta didik bertanggung jawab untuk mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya, dengan cara mencari dan berdiskusi dengan peserta didik lainnya, dengan demikian pembelajaran tipe make a match dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan karena ada interaksi aktif dengan teman sebaya.

g. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe

make a match adalah :15

1. Kelebihan model pembelajaran tipe make a match antara lain:

a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

b. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil di depan kelas.

15 http://www.kajianpustaka.com/2015/03/model-pembelajaran-tipe-make-match.html,

(28)

15

e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

2. Kelemahan media make a match antara lain:

a. Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.

b. Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan. d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada

siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu. e. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan

menimbulkan kebosanan.

Dengan demikian, bahwa tipe make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing.

2.

Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Winkel dalam Purwanto bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpsoon dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotorik.16

Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Tujuan pendidikan

(29)

bersifat ideal, sedang hasil belajar bersifat aktual, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya.17

Gagne dalam Ratna mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penampilan- penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan. Menurut Gagne ada lima kemampuan, yaitu:18

1) Keterampilan intelektual, yaitu memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Aktivitas belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat pertama sekolah dasar dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.

2) Strategi kognitif, suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Dalam teori belajar modern , suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol , yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir.

3) Informasi verbal, yang diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, membaca dari radio, televisi, dan media lainnya.

4) Sikap, sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi prilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting adalah sikap kita terhadap orang lain. Oleh karena itu, gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh sikap-sikap sosial.

5) Keterampilan motorik, keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang digabung dengan keterampialan intelektual, misalnya membaca, menulis,

17 Ibid., hal. 46

18 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011),

(30)

17

memainkan sebuah instrumen musik, atau dalam pelajaran sains, menggunakan berbagai macam alat seperti mikroskop, berbagai alat-alat listrik dalam pelajaran fisika, buret, dan alat-alat distilasi dalam pelajaran kimia.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Sudjana seperti yang dikutip Susanto mengatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.19 Terdapat sepuluh faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, seperti dijelaskan di bawah ini:

1) Kecerdasan Anak

Kemampuan intelegensi seseorang sangat memengaruhi terhadap cepat dan lambatnya penerimaan informasi serta terpecahkan atau tidaknya suatu permasalahan. Kecerdasan siswa sangat membantu pengajar untuk menentukan apakah siswa itu mampu mengikuti pelajaran yang diberikan meskipun tidak akan terlepas dari faktor lainnya.

2) Kesiapan atau Kematangan

Kesiapan atau kematangan adalah tingkat perkembangan dimana individu atau organ-organ sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan keberhasilan dalam belajar tersebut.

3) Bakat Anak

Menurut Chaplin, yang dimaksud dengan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai

19Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana

(31)

tingkat tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka bakat akan dapat memengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar.

4) Kemauan Belajar

Salah satu tugas guru yang kerap sukar dilaksanakan ialah membuat anak menjadi mau belajar atau menjadi giat untuk belajar. Keengganan siswa untuk belajar mungkin disebabkan karena ia belum mengerti bahwa belajar sangat penting untuk kehidupannya kelak. 5) Minat

Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya.

6) Model Penyajian Materi Pelajaran

Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pula pada model penyajian materi. Model penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan, menarik, dan mudah dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh secara positif terhadap keberhasilan belajar. 7) Pribadi dan Sikap Guru

Siswa, begitu juga manusia pada umumnya dalam melakukan belajar tidak hanya melalui bacaan atau melalui guru saja, tetapi bisa juga melalui contoh-contoh yang baik dari sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovatif dalam prilakunya, maka siswa akan meniru gurunya yang aktif dan kreatif ini.

8) Suasana Pengajaran

(32)

19

9) Kompetensi Guru

Guru yang professional memiliki kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan itu diperlukan dalam membantu siswa dalam belajar. Keberhasilan siswa dalam belajar akan banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru yang professional.

10) Masyarakat

Dalam masyarakat terdapat berbagai macam tingkah laku manusia dan berbagai macam latar belakang pendidikan. Oleh karena itu, pantaslah dalam dunia pendidikan lingkungan masyarakat pun akan ikut memengaruhi kepribadian siswa.

c. Hasil Belajar sebagai Objek Penilaian

Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Sedangkan penilaian merupakan upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, dan akan diuraikan sebagai berikut:

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

(33)

3. Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yaitu: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.20

3. Pembelajaran IPS MI

a. Pengertian Pembelajaran IPS MI

Pengertian IPS merujuk pada kajian yang memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. berbagai dimensi manusia dalam kehidupan sosialnya merupakan fokus kajian dari IPS. Selain itu dikaji pula bagaimana manusia membentuk seperangkat peraturan sosial dalam menjaga pola interaksi sosial antar manusia dan bagaimana cara manusia memperoleh dan mempertahankan sesuatu kekuasaan. Pada intinya, fokus kajian IPS adalah berbagai aktivitas manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sosial sesuai dengan karakteristik manusia sebagai makhluk sosial.21

Tujuan pendidikan IPS dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendidikan IPS merupakan suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu, pendidikan IPS harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan utama pembelajaran IPS adalah untuk membentuk dan mengembangkan pribadi warga negara yang baik. Dengan demikian, tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi.22

Pencapaian pembelajaran pendidikan IPS di persekolahan diperlukan

pemahaman dan pengembangan program pendidikan yang komprehensif.

20 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2012), cet. 17, h. 22

21 Nana Supriatna, dkk, Pendidikan IPS di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Edisi

Kesatu, cet.1, h. 4

22 Ahmad Susanto, Pengembangan Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar, (Jakarta:

(34)

21

Program pendidikan IPS yang komprehensif tersebut menurut Sapriya dalam Susanto menyatakan bahwa program pendidikan yang mencakup empat dimensi, yaitu dimensi pengetahuan (knowledge), dimensi keterampilan (skill), dimensi nilai dan sikap (value and attitude), dan dimensi tindakan (action).23

b. Tujuan pembelajaran IPS

Tujuan pembelajaran IPS di SD menurut kurikulum 2004 atau kurikulum

berbasis Kompetensi (KBK) adalah untuk:

1) Mengembangkan pemahaman tentang konsep-konsep dasar ilmu-ilmu sosial melalui pendekatan pedagogis dan psikologis.

2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, inquiry, dan pemecahan masalah serta keterampilan sosial.

3) Menanamkan kesadaran dan loyalitas terhadap sistem nilai dan norma-norma sosial terhadap sistem nilai dan sosial.

4) Meningkatkan kemampuan berkolaborasi dan berkompetensi secara sehat dalam kehidupan masyarakat yang syarat dengan keanekaragaman, baik dalam skala nasional maupun internasional.

Sementara dalam kurikulum tahun 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan pendidikan IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan.

2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiry, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

(35)

4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

c. Ruang Lingkup dan Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial

Ruang lingkup mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Manusia, tempat, dan lingkungan 2) Waktu, tempat, dan lingkungan 3) Sistem sosial dan budaya

4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Sedangkan karakteristik pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Berikut ini adalah karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.

Ada 5 macam sumber materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial antara lain:

1) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan, sampai lingkungan yang luas Negara dan berbagai permasalahannya.

2) Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.

3) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.

4) Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.

(36)

23

Sedangkan strategi penyampaian pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sebagian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe kurikulum ini disebut “The Wedining

Horizon or Expanding Enviroment Curiculum”.24

B. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan, diantaranya:

Pertama, Jurnal yang ditulis oleh Desy Noor Argawati yang

berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 2

Sanden” menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran Make A

Match dapat meningkatkan prestasi belajar IPS materi perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada siswa kelas V SD Negeri 2 Sanden menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan prestasi belajar dari pra tindakan ke siklus I, dari 29 siswa rata-rata nilai IPS adalah 68,10 dengan siswa yang mencapai KKM sebanyak 10 siswa (34,48%,) setelah dilakukan tindakan pada siklus I, nilai rata-rata meningkat menjadi 77,06 dengan siswa yang mencapai KKM sebanyak 20 siswa (68,96%), nilai rata-rata IPS meningkat lagi pada siklus II mencapai 81,29 dengan siswa yang mencapai KKM sebanyak 24 siswa (82,75%).

kedua, Hickmah (1110018300070), yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match di Kelas V MI Soebono Mantofani Ciputat Tangerang Selatan”,

(penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK), program studi keguruan jurusan pendidikan guru madrasah ibtidaiyah

24 Solihin, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Pemanfaatan Media Audio

(37)

fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015). Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada siklus I yang mendapat nilai melebihi KKM yaitu 70 sebanyak 13 siswa dengan rata-rata hasil belajar sebesar 70,27, sedangkan pada siklus II yang mendapat nilai melebihi KKM yaitu 70 sebanyak 22 siswa dengan rata-rata hasil belajar sebesar 80,73, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran kooperatif tipe

make a match di kelas VA MI Soebono Mantoani Ciputat Tangerang Selatan.

Ketiga, Maulidiyah (109018300029), yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup di MI Raudhatul

Jannah”, (penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen

dengan desain penelitian pretest-posttest control gtoup design, program studi keguruan jurusan pendidikan guru madrasah ibtidaiyah fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014). Hasil penelitian ini diperoleh sampel pertama berjumlah 28 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Sampel yang kedua berjumlah 28 siswa untuk kelas kontrol menggunakan metode ceramah. Instrumen penelitian ini adalah tes hasil belajar berupa 25 soal berbentuk pilihan ganda. Teknik analisis pada penelitian ini adalah uji-t. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung= 2,12 dan ttabel = 1,706 dengan taraf signifikan 5 % yang berarti thitung >

ttabel(2,12 < 1,706), Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat dikatakan

bahwa pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi adaptasi makhluk hidup.

Keempat, Febriyani Rofiqoh (106015000700), yang berjudul

“Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match dalam

(38)

25

tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010). Hasil penelitian ini diperoleh data dari hasil belajar siswa menunjukan adanya peningkatan hasil belajar pada setiap siklus. Ditunjukan dengan nilai rata-rata N-gain pada siklus 1 sebesar 47%, sedangkan siklus 2 menjadi 65%, dan pada siklus 3 meningkat menjadi 77%. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS pada bab hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi melalui pembelajaran kooperatif model make a match.

C. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan, tujuan pembelajaran yaitu adanya perubahan tingkah laku yang menyangkut pengetahuan keterampilan dan sikap. Pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Keberhasilan belajar mengajar salah satu ditentukan oleh pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Guru harus tanggap terhadap permasalahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Setelah guru mengetahui kesulitan dan faktor-faktor yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar, guru memberikan pendekatan dan metode yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari siswa.

(39)

dan saling bekerja sama, serta memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Pembelajaran koooperatif tipe make a match dapat membangkitkan keaktifan siswa, juga melibatkan pertukaran ide atau gagasan atau pengetahuan. Selain itu, make a match ini akan menciptakan pembelajaran IPS yang lebih bermakna, karena cara pendidik menyajikan pembelajaran dengan cara yang berbeda dari yang biasa digunakan.

Melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV di SDN pisangan 03 Ciputat Tangerang sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam proses belajar mengajar.

D. Hipotesis Penelitian

(40)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat, Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Pisangan 03 yang beralamat di jalan Legoso Raya, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan tanggal 10 Oktober 2016 sampai tanggal 25 Oktober 2016 atau pada tahun ajar semester genap 2016.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang lebih dikenal Classroom Action Research. “Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran.”1

Menurut Ahmad Hp yang dikutip oleh Abdul Rozak dan

Maifalinda Fatra, “secara garis besar prosedur penelitian tindakan

mencakup empat tahap yaitu: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting).”2

Model penelitian tindakan kelas (PTK) yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada PTK model Kemmis dan Taggart. “PTK model Kemmis dan Taggart adalah PTK model proses siklus (putaran/spiral) yang meliputi beberapa bagian dibawah ini”3

1 Samsu Sumadayo, Penelitian Tindakan Kelas, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), Edisi

Pertama, cet.1, h. 20

2 Abdul Rozak dan Maifalinda Fatra, Bahan Ajar PLPG Penelitian Tindakan Kelas,

(Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarifhidayatullah, 2010), Cet. I, h. 27

(41)

Gambar 3.1 Model Spiral Penelitian Tindakan Kelas

Dari gambar PTK diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan tindakan, yaitu persiapan yang dilakukan untuk pelaksanaan PTK, antara lain sebagai berikut:

a. Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa.

b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.

c. Membuat media pembelajaran dalam rangka implementasi PTK. d. Membuat lembar kerja.

e. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK. Perencanaan

SIKLUS I

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II

Pengamatan

Perencanaan

Pelaksanaan

Refleksi

(42)

29

2. Pelaksanaan tindakan, yaitu deskripsi tindakan yang akan dilakukan, skenario kerja tindakan perbaikan yang akan diajarkan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan. Pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti diamati oleh teman sejawat sebagai observer yang mencatat pada lembar pemantau tindakan dan catatan lapangan.

3. Pengamatan atau observasi, yaitu prosedur perekaman data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan yang dirancang.

4. Analis dan refleksi, yaitu berupa uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkaitan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang dilaksanakan, serta kriteria dan rencana bagi tindakan siklus berikutnya. Observer memberitahu kepada peneliti kekurangan dan kelebihan yang telah dilakukan dalam penelitian.

C. Peran dan Posisi Penelitian

Posisi peneliti dalam penelitian ini yaitu membuat perencanaan, melaksanakan kegiatan, melakukan pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu seorang guru bidang studi IPS yang sekaligus bertindak sebagai kolaborator.

D. Tahapan Intervensi Tindakan

Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari beberapa siklus, yang tergantung pada tingkat penyelesaian masalah. Tiap siklus terdiri dari 4 (empat) kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, analisis dan refleksi. Pada tiap siklus dilakukan beberapa tindakan, yang digambarkan sebagai berikut:

1. Pra Tindakan

(43)

b. Wawancara terhadap siswa dan guru kelas yang lain untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi siswa secara umum, khususnya pada siswa kelas IV (empat) SDN Pisangan 03 Ciputat Tangerang.

2. Tindakan Riil di Kelas a. Tahap Perancanaan

1) Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk menentukan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa.

2) Membuat rencana pembelajaran.

3) Membuat instrument yang digunakan dalam siklus penelitian tindakan kelas, alat bantu dan media yang diperlukan.

4) Membuat alat evaluasi. b. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran kooperatif tipe make a match yang telah direncanakan.

c. Tahap Pengamatan (Observasi)

Pada tahap ini dilakukan pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar pengamatan (observasi).

d. Tahap Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis, pada tahap ini pengajar dapat merefleksi diri berdasarkan hasil observasi dan diskusi untuk mengkaji apakah tindakan yang telah dilakukan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe

(44)

31

E. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu: Adanya peningkatan hasil belajar siswa pada proses pembelajaran IPS yang dilihat dari ketercapaian KKM. Indikator keberhasilan ketuntasan hasil belajar yang diharapkan mencapai nilai KKM ≥ 70.

F. Data dan Sumber Data

Data dan sumber data sebagai berikut:

1. Jenis data: kualitatif terdiri dari hasil wawancara, hasil observasi proses pembelajaran catatan lapangan, wawancara terhadap guru dan siswa. Sedangkan kuantitatif berasal dari hasil tes setiap siklus yaitu

pretest dan posttest.

2. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru, dan peneliti.

G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. Instrumen Tes

Tes tertulis berupa tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Tes ini dalam bentuk tes objektif pilihan ganda sebanyak soal, disetiap siklusnya.

2. Instrumen Non Tes

a. Pedoman observasi untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar pada setiap siklus dan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran metode kooperatif tipe make a match terlaksana dengan baik.

(45)

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung pada suatu objek yang diteliti. Menurut Burhan

Bungin “metode pengumpulan data tersebut dapat diamati oleh

peneliti. Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalu penggunaan panca indera”.4

Teknik observasi yang dilakukan adalah untuk menggali data tentang hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar instrumen aktivitas belajar siswa serta aktivitas pembelajaran guru yang telah disiapkan.

2. Wawancara

Wawancara merupakan proses memperoleh informasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada narasumber. Terdapat dua macam pedoman wawancara, yaitu: (a) wawancara berstruktur, yaitu pewawancara sudah mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang sudah dipersiapkan pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan tertulis yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, melainkan langsung mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan kepada responden dan mencatat jawaban secara langsung.5

Adapun, wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara berstruktur dengan siswa dan guru kelas IV B.

4 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Rencana Renada Media

Grup, 2010), cet. V, h.134

5 Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

(46)

33

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara untuk memperoleh data dalam bentuk tertulis atau gambar yang dapat digunakan sebagai bukti keterangan suatu kegiatan.

4. Tes untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa dilakukan

pretest dan posttest pada setiap pertemuan.

I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan

Pemeriksaan keterpercayaan studi dilakukan untuk menjamin keabsahan data. Sebelum tes tersebut dijadikan sebagai instrumen penelitian, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan. Teknik pemeriksaan keterpercayaan studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tim ahli atau keputusan ahli. Tim ahli dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing yang akan dilakukan pemeriksaan pada instrumen pembelajaran make a match. Apakah instrumen itu sudah sesuai atau valid untuk tes pembelajaran kooperatif make a match.

J. Analisis Data dan Interpretasi Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melaksanakan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.6

Dalam menganalisis data hasil belajar pada aspek kognitif atau penguasaan konsep menggunakan analisis deskriptif dari setiap siklus menggunakan gain skor. Gain skor adalah selisih antara nilai pretest dan

posttest, menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep

6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung, Alfabeta,

(47)

siswa setelah pembelajaran yang dilakukan guru. Untuk mengetahui selisih nilai tersebut, menggunakan Normalized Gain.

G = ko – ko

ko � ��− ko

Dengan kategori:

G tinggi : nilai (g) > 0,70 G sedang : 0,70 > (g) > 0,3 G rendah : nilai (g) < 0,3

K. Pengembangan Perencanaan Tindakan

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian tindakan kelas yang memiliki tahapan-tahapan dalam setiap siklusnya. Tahapan tersebut meliputi: plan, action, observation, and reflection.

(48)

35

BAB IV

DESKRIPSI , ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data 1. Latar Penelitian

 Identitas Sekolah

- Nama Sekolah : Pisangan 03

- Nomor Statistik Sekolah : 101280310049 - Kualifikasi Akreditasi : B

- Tahun Bardiri : 1970

- Kepemilikan Lahan (Tanah) : a. Luas Lahan 600 m2 b. Milik Sendiri 0 m2 c. Sewa/Kontrak 0 m2 d. Hak Guna Pakai 0 m2 e. Hibah 600 m2

- Alamat Sekolah : Jl. Legoso Raya No.66 Kelurahan

Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

- Telepon/Email : 021-7418709/

sdnpisangan4@yahoo.co.id

 Ruang Kelas Jumlah Ruang Kelas

No Ruang

Kelas

Jumlah Keadaan Ruang Kelas Keterangan Baik Sedang Rusak Deskripsi jumlah seluruh sarana ruang kelas

(49)

7 Papan

Luas Panjang Lebar Keterangan

6 m2 3 m2 2 m2 -

Luas Panjang Lebar Keterangan

(50)

37

Luas Panjang Lebar Keterangan

1,5 m2 1 m2 1,5 m2 -

Luas Panjang Lebar Keterangan

200 m2 10 m2 20 m2 -

3 Peralatan sepak bola

(51)

9 Pengeras Suara 1 1

Data personal dan bukan PNS

(52)

Gambar

Gambar 3.1 Model Spiral Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 4.1 Observasi Aktivitas Guru Siklus I
Tabel 4.2 Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
Tabel 4.3 Nilai Ulangan Pretest dan Posttest Siklus I Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03
+7

Referensi

Dokumen terkait

RETAKAFUL OPERATIONAL COST OF TAKAFUL OPERATIONAL COST SHARE OF SURPLUS FOR THE PARTICIPANT SURPLUS (PROFIT) 100% COMPANY TAKAFUL CONTRACT BASED. ON PRINCIPLE

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN PETA KONSEP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pengujian kuat geser balok dilakukan pada balok berukuran 20 cm x 25 cm x 160 cm dengan dua buah konfigurasi pemasangan tulangan geser, yaitu pemasangan tulangan geser vertikal

Namun tidak berarti bahwa dengan rasionalitasnya , suara hati dan segenap pandangan moralnya harus dibuktikan terlebih dahulu, melainkan kita harus terbuka bagi setiap argumen

This indicates that the peak recorded by detector-4 at 14:33:05 hours is not related to any leakage in the exchanger but this peak is due the fact that detector-4 has seen

Pengaruh kepercayaan Terhadap Niat Beli Kosmetik Maybelline Disurabaya variabel kepercayaan menjadi variabel kedua, berdasarkan uji t yang telah di lakukan oleh

Penyimpangan yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan keikutsertaan mereka dalam permainan judi online, dapat terjadi karena terdapat sesuatu yang membuat mereka tertarik

Setelah dilakukan pengujian terhadap return on equity (ROE) maka dapat disimpulkan bahwa sesudah melakukan privatisasi rasio tersebut lebih besar, karena secara