• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Akseptor Vasektomi Di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Akseptor Vasektomi Di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA

MINAT AKSEPTOR VASEKTOMI DI KELURAHAN

SEI MERBAU KECAMATAN TELUK NIBUNG

SKRIPSI

Oleh

Fitria Shahra Nasution 111121058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)

i

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan

Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor vasektomi di Kelurahan Sei Merbau

Kecamatan Teluk Nibung”. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk

mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat

rintangan, namun berkat Rahmat-Nya serta bantuan dan motivasi dari berbagai pihak

sehingga rintangan tersebut dapat teratasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Nur Asiah, S.Kep,Ns selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa

meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu dalam penulisan

skripsi ini.

3. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep dan Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat

selaku dosen penguji yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf yang membantu

(4)

5. Bapak Muhammad Ali. SE selaku Lurah Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung

yang telah memberikan izin penelitian.

6. Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi selama proses penelitian

berlangsung.

7. Teristimewa kepada orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda yang selalu

mendoakan, menyayangi, memotivasi, memberikan semangat, dan memberikan

dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Terimakasih juga penulis

ucapkan kepada adik-adikku Mora Amalia Nasution, Lianda Nasution dan Dika

Fauziah Nasution yang juga telah mendoakan dan mendukung penulis.

8. Teman-teman mahasiswa S1 Ekstensi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara khusunya stambuk 2011 (Sharly Adetia, Unin, K’tika, Eriwahyuni, Maya,

Hanna Sefriza, Tia, Widia, Ade,) dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan

satu per satu yang selalu membantu dan mendukung dalam perkuliahan, menemani,

menghibur, dan memberikan semangat kepada penulis. Terimakasih buat

kebersamaan kita selama satu tahun setengah.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,

oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kriktik demi kesempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan

profesi keperawatan.

Medan, Februari 2013

Penulis

iii

(5)

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian ... 4

(6)

4.6. Efek Samping ... 12

4.7. Prosedur Vasektomi ... 13

4.8. Waktu Kunjungan Ulang ... 14

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor vasektomi 14

5.1. Umur ... 14

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 20

2. Defenisi Operasional ... 21

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 23

(7)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian ... 29

2. Pembahasan ... 32

BAB 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan ... 42

2. Rekomendasi ... 43

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Informed Consent

2. Kuesioner Penelitian

3. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU

4. Surat Izin Balasan Penelitian dari Dinas Kesehatan TanjungBalai

5. Surat Izin Balasan Penelitian dari Kelurahan Sei Merbau

6. Surat Izin Validitas

7. Hasil Reliabilitas

8. Hasil Tabulasi Data penelitian

9. Jadwal Penelitian

10. Riwayat Hidup

vii vii

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 21 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden ... 30 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Persentase Berdasarkan Faktor Tingkat

Pengetahuan ... 31

Tabel 5.3 Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Sikap ... 31 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Dukungan

Petugas KB ... 32

ix

(11)

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Akseptor Vasektomi di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung

Nama : Fitria Shahra Nasution NIM : 111121058

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2013

Abstrak

Ada berbagai macam pilihan alat kontrasepsi, salah satunya kontrasepsi pria adalah kontrasepsi Vasektomi. Vasektomi merupakan tindakan menghambat atau menutup jalan bagi sperma melalui upaya bedah untuk mencegah pembuahan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor vasektomi di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung. Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2012 dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 139 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia <45 tahun (73,4%), berpendidikan SMA (64,0%), berpenghasilan Rp.850.000-Rp.1.000.000 (64,7%), bersuku Batak (64,7%), beragama Islam (90,6%), memiliki pengetahuan yang cukup tentang Vasektomi (43,2%), menyatakan, bersikap positif terhadap Vasektomi (78,4%), dan tidak diberi dukungan oleh petugas KB untuk menggunakan Vasektomi (54,7%). Bagi institusi pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi yang berkontribusi terhadap mata kuliah maternitas. Bagi pelayan kesehatan, diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap tentang Vasektomi termasuk rumor atau mitos negatif tentang Vasektomi kepada peserta KB sehingga mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap Vasektomi dan bersedia menggunakan Vasektomi sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efesien. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi dan perlu mempertimbangkan penggunaan teknik wawancara dalam pengumpulan data agar data yang diperoleh lebih akurat.

(12)

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Akseptor Vasektomi di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung

Nama : Fitria Shahra Nasution NIM : 111121058

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2013

Abstrak

Ada berbagai macam pilihan alat kontrasepsi, salah satunya kontrasepsi pria adalah kontrasepsi Vasektomi. Vasektomi merupakan tindakan menghambat atau menutup jalan bagi sperma melalui upaya bedah untuk mencegah pembuahan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor vasektomi di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung. Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2012 dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 139 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia <45 tahun (73,4%), berpendidikan SMA (64,0%), berpenghasilan Rp.850.000-Rp.1.000.000 (64,7%), bersuku Batak (64,7%), beragama Islam (90,6%), memiliki pengetahuan yang cukup tentang Vasektomi (43,2%), menyatakan, bersikap positif terhadap Vasektomi (78,4%), dan tidak diberi dukungan oleh petugas KB untuk menggunakan Vasektomi (54,7%). Bagi institusi pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi yang berkontribusi terhadap mata kuliah maternitas. Bagi pelayan kesehatan, diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap tentang Vasektomi termasuk rumor atau mitos negatif tentang Vasektomi kepada peserta KB sehingga mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap Vasektomi dan bersedia menggunakan Vasektomi sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efesien. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi dan perlu mempertimbangkan penggunaan teknik wawancara dalam pengumpulan data agar data yang diperoleh lebih akurat.

Kata kunci : Faktor-Faktor Pengaruh, Kontrasepsi Vasektomi

x

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Jumlah penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini

merupakan masalah yang cukup serius, tidak saja bagi negara-negara yang berkembang

seperti Indonesia tetapi juga negara-negara lain di dunia ini. Pertumbuhan penduduk

yang tinggi sudah tentu menimbulkan masalah yang rumit bagi pemerintah dalam usaha

mengembangkan dan meningkatkan taraf hidup warga negaranya. Untuk mengendalikan

jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif masih

tinggi, pemerintah mencanangkan suatu Program Keluarga Berencana (KB) Nasional

(BKKBN, 2008).

Keluarga berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta

masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan

ketahanaan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Sedangkan kesehatan reproduksi merupakan kesehatan secara fisik, mental, dan

kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan

fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan

kecacatan (BKKBN, 2006).

Program KB Nasional merupakan program pembangunan sosial dasar yang sangat

penting artinya pembangunan nasional dan kemajuan bangsa. Undang-Undang RI

Nomor 10 tahun 1992 Pasal 1 ayat 12 menyatakan bahwa KB adalah upaya peningkatan

(14)

pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan

keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (BKKBN, 2008).

Program KB sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang

kependudukan, memiliki implikasi yang tinggi terhadap pembangunan kesehatan, oleh

karena itu program KB memiliki posisi strategis dalam upaya pengendalian laju

pertumbuhan penduduk melalui kelahiran dan pendewasaan usia perkawinan, maupun

pembinaan ketahanan dan peningkatan kesejahteraan keluarga dalam mewujudkan

keluarga kecil bahagia dan sejahtera, sehingga memungkinkan program dan gerakan KB

diposisikan sebagai bagian penting dari strategi pembangunan ekonomi (Suratun dkk,

2008).

Dari data yang ada di BKKBN Sumatera Utara untuk Kota Medan pada bulan

Agustus 2009 diperoleh 317.084 Pasangan Usia Subur, dimana 209.337 (66,02%)

pasangan merupakan peserta Akseptor KB aktif, sedangkan 107.747 (33.98%) pasangan

tidak merupakan Akseptor KB. Data pemakaian kontrasepsi menunjukkan bahwa jumlah

peserta KB perempuan lebih tinggi dibandingkan pria. Dari akseptor KB yang ada

200.920 orang (95,81%) adalah wanita yang berKB, sedangkan pria yang menjadi

akseptor KB sebanyak 8.417 orang (4,19%). Padahal selayaknya pria juga diharapkan

berperan aktif, karena pria mempunyai hak-hak reproduksi yang sama dengan

perempuan, pria juga bertanggung jawab secara sosial, moral dan ekonomi dalam

membangun keluarga. Dari akseptor KB pria yang ada pada bulan Agustus 2009, 7.973

orang (94,72%)menggunakan kondom sedangkan 444 orang (5,28%) menggunakan

metode Medis Operasi Pria (MOP) (BKKBN SUMUT, 2008).

2

(15)

Rumor dan fakta tentang vasektomi di masyarakat seperti vasektomi sama dengan

kebiri, dapat membuat pria impotensi, dapat menurunkan libido, membuat pria tidak bisa

ejakulasi, tindakan operasi yang menyeramkan pria/suami dapat dengan mudah untuk

selingkuh, dan beberapa pria cemas terhadap prosedur pelaksanaan Vasektomi. Ternyata

turut mempengaruhi rendahnya keikutsertaan pria dalam melakukan Vasektomi (Everet,

2005).

Dari hasil survey pendahuluan data yang diperoleh dari Kecamatan Teluk Nibung

Kelurahan Sei Merbau, jumlah penduduknya sebesar 5.730 orang dengan jumlah PUS

nya 1700 pasang, jumlah Akseptor KB 917 orang, jumlah peserta KB yang

menggunakan metode kontrasepsi Vasektomi pada tahun 2012 sangat sedikit hanya 5

orang dan 50 Akseptor kondom.

Maka dari hasil data survey diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi di

Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung.

2. Pertanyaan Penelitian

2.1.Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi

di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung?

3. Tujuan Penelitian 3.1.Tujuan Umum

Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor

(16)

3.2.Tujuan Khusus

a. Menggambarkan faktor umur responden sebagai faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor Vasektomi

b. Menggambarkan faktor tingkat pendidikan responden sebagai faktor yang

mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi

c. Menggambarkan faktor ekonomi responden sebagai faktor yang

mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi

d. Menggambarkan faktor Suku responden sebagai faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor Vasektomi

e. Menggambarkan faktor agama responden sebagai faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor Vasektomi

f. Menggambarkan faktor tingkat pengetahuan responden sebagai faktor yang

mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi

g. Menggambarkan faktor sikap responden sebagai faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor Vasektomi

h. Menggambarkan faktor dukungan petugas KB sebagai faktor yang

mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai informasi tambahan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor Vasektomi yang berkontribusi terhadap mata kuliah

maternitas.

4

(17)

4.2. Petugas Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi petugas (provider) kesehatan dalam rangka

meningkatkan pelayanan KB khususnya pelayanan kontrasepsi Vasektomi demi

terciptanya metode kontrasepsi efektif dan berjangka panjang.

4.3. Bagi penelitian Selanjutnya

Sebagai sumber data atau masukan bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Keluarga Berencana 1.1. Definisi Keluarga Berencana

Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk

menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang

sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran

dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga

(Suratun dkk, 2008).

Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang

perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya

peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia

perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan

kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum,2008).

Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang

mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu,

bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian

sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya

perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang

sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan

dengan aborsi (Suratun dkk, 2008).

6

(19)

1.2. Tujuan KB

Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki beberapa tujuan. Adapun

tujuannya yaitu tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan

menekan laju pertumbuhan penduduk, mengatur kehamilan dengan menunda

perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah

kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup,

mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu

tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, sebagai married canseling atau nasehat

perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa

pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam

membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas, tercapainya NKKBS (Norma

Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas (Suratun

dkk, 2008).

1.3. Sasaran Program KB

Sasaran KB dibagi menjadi dua bagian yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak

langsung. Sasaran langsung dari program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu

pasangan yang wanitanya berusia antara 15-49 tahun, karena kelompok ini merupakan

pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat

mengakibatkan kehamilan. Sedangkan sasaran tidak langsung dari program KB adalah

kelompok remaja usia 15-19 tahun, organisasi-organisasi, lembaga kemasyarakatan serta

instansi pemerintah maupun swasta serta tokoh masyarakat dan pemuka agama yang

diharapkan dapat memberikan dukungan dalam melembagakan NKKBS (Suratun dkk,

(20)

2. Akseptor Keluarga Berencana

2.1. Definisi Akseptor Keluarga Berencana

Akseptor Keluarga Berencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS)

yang menggunakan salah satu alat / obat kontrasepsi (BKKBN,2007).

2.2. Jenis-jenis Akseptor Keluarga Berencana

1) Akseptor Aktif adalah akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah

satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri

kesuburan.

2) Akseptor Aktif Kembali adalah Pasangan Usia Subur yang telah

menggunakan kontrasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi

suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan

cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti/istirahat kurang lebih

tiga bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.

3) Akseptor KB Baru adalah Akseptor yang baru pertama kali menggunakan

alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali mnggunakan alat kontrasepsi

setelah melahirkan atau abortus.

4) Akseptor KB Dini adalah Para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi

dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.

5) Akseptor Langsung adalah Para istri yang memakai salah satu cara

kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.

6) Akseptor dropout adalah Akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi

lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).

8

(21)

3. Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan”

atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang

dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrsepsi adalah menghindari atau

mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan

sel sperma (Hartanto, 2004). Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya

kehamilan yang bersifat sementara dapat pula bersifat permanen (Sarwono, 2005).

Mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang

dengan sel sperma, adapun cara kerja kontrasepsi adalah mengusahakan agar tidak

terjadi ovulasi. Melumpuhkan sperma dan menghalangi pertemuan sel telur dengan

sperma. Ada beberapa jenis metode/alat kontrasepsi keluarga berencana sebagai pilihan

akseptor KB, antara lain : AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), pil, implant,

vasektomi, tubektomi, kondom, dan suntikan.

AKDR adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang

sangat efektif, reversible dan berjangka panjang (Everett, 2008). Keuntungan dari

AKDR adalah efektivitas yang tinggi, tidak mengganggu hubungan suami istri, tidak

berpengaruh terhadap ASI dan mudah dipakai, juga dapat mencegah kehamilan dalam

jangka panjang. Sedangkan efek samping yang timbul akibat pemakaian AKDR adalah

perdarahan dan nyeri, darah haid lebih banyak, kejang, anemia dan yang paling penting

adalah kemungkinan AKDR terlepas dengan sendirinya tanpa disadari atau diketahui

oleh pemakainnya (Varney, 2007).

Pil KB adalah jenis kontrasepsi hormonal yang mengandung kombinasi estrogen

(22)

teratur, mengurangi resiko terhadap kanker rahim, dan yang paling utama adalah mudah

menggunakannya tanpa memerlukan keterampilan khusus. Sedangkan efek sampingnya

yang timbul adalah perdarahan, pertambahan berat badan, rambut rontok serta mual

muntah (Everett, 2008).

Implan adalah suatu jenis alat kontrasepsi jenis alat kontrasepsi yang disusupkan

dibawah kulit lengan atas yang berbentuk kapsul silastik yang mengandung hormon

levonorgestrel yang dapat mencegah terjadinya kehamilan. Keuntungan yang dapat

diperoleh dari pemakaian implan adalah efektivitas tinggi, kontrasepsi jangka panjang,

kegagalan penggunaan rendah (Everett, 2008).

Vasektomi adalah tindakan menghambat atau menutup jalan bagi sperma melalui

upaya bedah untuk mencegah pembuahan (Varney, 2007). Keuntungannya adalah

metode permanen, prosedurnya lebih sederhana, kegagalan lebih rendah, disamping itu

biayanya lebih murah, sedangkan efek sampingnya adalah perdarahan dan infeksi

(Everett, 2008).

Kondom adalah selaput karet yang dipasang dan membungkus keseluruhan

panjang penis selama berhubungan seksual. Keuntungan metode ini adalah murah,

mudah di dapat, dapat mencegah penularan penyakit kelamin. Efek sampingnya adalah

alergi terhadap karet kondom dan mengganggu koitus (Everett, 2008).

Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi hormonal yang diberikan secara injeksi

untuk mencegah terjadinya kehamilan (Pinem, 2009). Tingginya minat pemakai suntikan

KB oleh karena aman, sederhana, efektif, dan tidak menimbulkan gangguan (Everett,

2008).

iv 10

(23)

4. Vasektomi

4.1. Definisi Vasektomi

Vasektomi adalah tindakan menghambat atau menutup jalan bagi sperma melalui

upaya bedah untuk mencegah pembuahan (Varney, 2007). Sedangkan menurut

Saifuddin, Abdul Bari dkk (2006) vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan

kapasitas reproduksi pria dengan cara mengikat atau memotong saluran sperma sehingga

sperma tidak dapat lewat dengan demikian tidak terjadi pembuahan (Pinem, 2009).

Menurut Pinem, (2009) kontrasepsi Vasektomi dianjurkan bagi suami yang

berumur >45 tahun dan mempunyai anak minimal 2 orang. Vasektomi ini operasi yang

aman dan mudah, dan ini baru efektif setelah ejakulasi 20 kali atau 3 bulan pasca

operasi. Sebelum melakukan metode vasektomi harus dipertimbangkan secara matang.

Konseling vasektomi lebih baik dilakukan bersama kedua pasangan, karena ini adalah

keputusan yang secara permanen yang akan mempengaruhi kedua belah pihak. Karena

ini adalah metode kontrasepsi permanen, pasangan tersebut harus yakin terhadap

keputusan mereka dan menyadari bahwa metode ini sangat sulit untuk dikembalikan

(Everett , 2008).

4.2. Syarat Vasektomi

Menurut Handayani (2010), syarat untuk melalkukan vasektomi antara lain:

1. Syarat sukarela

2. Syarat bahagia

(24)

4.3. Keuntungan

Efektivitasnya tinggi, mungkin karena alasan inilah maka angka kegagalan lebih

rendah, prosedurnya lebih sederhana, metode permanen, menghilangkan kecemasan

akan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, tidak memerlukan peralatan

canggih dan jauh lebih murah pengerjaannya. Dapat dilakukan dengan anestesi lokal

sebagai prosedur rawat jalan. tidak memerlukan peralatan canggih dan jauh lebih murah

pengerjaannya, lebih praktis karna hanya memerlukan satu kali tindakan (Glasier &

Gebbie, 2006).

4.4. Kerugian

Diperlukan prosedur pembedahan, kadang-kadang terjadi komplikasi seperti

perdarahan atau infeksi, dibutuhkan anestesi lokal atau anestesi umum, tidak mudah

untuk kembali subur, diperlukan kontrasepsi alternative sampai didapat dua kali hitung

sperma bersih secara berurutan (Glasier & Gebbie, 2006).

4.5. Kontraindikasi

Masalah hubungan keluarga, tidak didukung oleh pasanggannya,

ketidakmampuan fisik yang serius, infeksi didaerah testis dan penis, tidak tetap

pendiriannya. Apabila pasangan tersebut tidak yakin benar atas alasan apapun atau

mereka tidak menginginkan anak lagi maka jangan lakukan sterilisasi (Glasier &

Gebbie, 2006).

4.6. Efek Samping

Efek samping yang dialami akibat tindakan vasektomi antara lain bisa saja

mengalami adanya cairan atau pendarahan dari luka, kesulitan buang air kecil, demam,

rasa sakit/nyeri dan pembengkakan pada skrotum (BKKBN, 2008).

12

(25)

Konseling diberikan pada akseptor untuk menjelaskan bahwa pada tindakan

vasektomi dapat menyebabkan berbagai efek samping seperti yang telah disebutkan

diatas. Syarat-syarat menjadi peserta vasektomi, serta komplikasi dan angka kegagalan

yang mungkin terjadi pun harus dijelaskan. Pastikan peserta mengenali dan mengerti

tentang keputusannya untuk menunda atau menghentikan fungsi reproduksinya dan

mengerti bahwa vasektomi adalah tindakan operatif dengan berbagai resiko yang

mungkin saja terjadi (BKKBN, 2008).

Pelayanan vasektomi dapat diperoleh di rumah sakit dan klinik KB yang

terstandar untuk melakukan tindakan pembedahan (Meilami, dkk, 2010). Pelayanan

vasektomi pria dilakukan oleh tim pelaksana yang terdiri dari minimal seorang dokter

dan seorang paramedic yang telah mendapat pelatihan menyelenggarakan pelayanan

vasektomi (BKKBN Prov.SU, 2008).

4.7. Prosedur Vasektomi Antara lain:

1. Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi terlentang.

2. Rambut kemaluan dicukur dan dibersihkan.

3. Desinfeksi kulit skrotum dan daerah operasi.

4. kemudian tutup dengan kain steril berlobang ditengahnya.

5. Palpasi dan cari vas deferens pada kantong skrotum.

6. Beri anestesi local pada daerah operasi lakukan sayatan kira-kira 1-2 cm.

7. Bebaskan jaringan sekitarnya, tangkap vas deferens tersebut.

(26)

9. Lakukan vasektomi dengan pemotongan sekitar 1-2 cm vas deferens, lalu

jahit.

10. Luka operasi di jahit lalu berikan obat antibiotik.

4.8. Waktu Kunjungan Ulang

Kunjungan ulang harus dilakukan dalam waktu 7 hari setelah tindakan vasektomi

dilakukan. Pemeriksaan pada kunjungan ulang ini mencakup pemeriksaan lokasi

tindakan dan pemeriksaan lain yang rfelevan sesuai dengan sifat spesifik dari kasus dan

gejala atau keluhan yang diungkapkan pasien. Selama kunjungan ulang ini, harus

dilakukan penilaian apakah ada efek samping atau komplikasi yang berhubungan dengan

pembedahan. Selain masalah-masalah medis, juga harus digali apakah pasien mungkin

mengalami ketidak puasan atau penyesalan mengenai prosedur (Meilani dkk, 2010).

5. Faktor-faktor Rendahnya Minat Akseptor KB Pria dalam Menggunakan Kontrasepsi Vasektomi

5.1. Umur

Usia seseorang dapat mempengaruhi kecocokan dan akseptabilitas

metode-metode kontrasepsi tertentu. Menurut Pinem, (2009) kontrasepsi Vasektomi dianjurkan

bagi suami yang berumur >45 tahun dan mempunyai anak minimal 2 orang. Kesehatan

pasangan usia subur sangat mempengaruhi kebahagian dan kesejahteraan keluarga

waktu melahirkan, jumlah kelahiran atau banyaknya anak yang dimiliki dan jarak anak

tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah satu faktor seseorang untuk menjadi

akseptor kontrasepsi Vasektomi, sebab umur berhubungan dengan potensi reproduksi

14

(27)

dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan vasektomi sebagai cara

kontrasepsi (Wulansari & Hartanto, 2006).

5.2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari

pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat

dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoadmodjo, 2003).

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui

pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara

individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan

untuk meningkatkan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal (Notoadmodjo, 2003).

Pengetahuan tentang KB Vasektomi merupakan salah satu aspek penting ke arah

pemahaman tentang alat kontrasepsi tersebut. Seseorang akan memilih KB Vasektomi

jika banyak mengetahui dan memahami tentang kontrasepsi Vasektomi.

5.3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan

dan sikap tentang metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan

memberikan respon yang lebih rasional dari pada mereka yang berpendidikan rendah,

lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan. Dan juga lebih dapat

menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial. Secara langsung maupun tidak

(28)

umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan,

pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan (Purwoko, 2000).

Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar

pasangan suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk melakukan KB,

sehingga semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang

mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya (Purwoko,

2000). Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan maka akses terhadap informasi

tentang KB khususnya kontrasepsi Vasektomi akan berkurang sehingga pasangan suami

istri akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif, alat kontrasepsi yang

mana akan dipilih (Winarni dkk, 2007).

5.4. Agama

Beberapa agama memberikan batasan untuk memiliki keturunan. bahkan

beberapa aliran agama tertentu tidak menyarankan adanya pembatasan untuk memiliki

keturunan. Di dalam agama Islam menurut sabda Nabi Muhammad SAW bahwasanya

laki-laki dan perempuan menikah agar mendapat keturunan yang banyak, namun islam

memperbolehkan dalam kondisi tertentu untuk mengatur jarak kelahiran, tetapi banyak

masyarakat yang membuat salah arti tentang sabda ini. Islam juga memberikan

kewenangan kepada laki-laki untuk memiliki pasangan lebih dari satu, hal ini juga akan

memperbesar peluang untuk menambah keturunan. Maka dari itu vasektomi dilarang

oleh agama karena penggunaan metode ini dipersepsikan sama halnya dengan menolak

rejeki/ anugerah dari Tuhan sehingga melanggar norma agama (Nur Bahri, 2006).

16

(29)

5.5. Suku/Budaya

Sosial budaya adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam

masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap

dan pola perilaku diantara kelompok dalam masyarakat Mengemukakan bahwa

perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu

keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu

perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya. pada budaya tertentu

sangat menyakini/menjunjung anak dengan jenis kelamin tertentu. jika seorang wanita

belum mendapatkan keturunan dengan jenis kelamin yang diharapkan maka pasangan

tersebut berusaha untuk memiliki keturunan lagi agar terpenuhi tuntutan kebudayaan dan

nilai kepercayaan. Budaya ini yang masih sulit untuk ditanggulangi dalam memotivasi

mereka untuk menggunakan KB (Soemardjan, 2004).

5.6. Ekonomi

Variabel demografi dan sosial ekonomi yang meliputi pekerjaan, tempat tinggal,

penghasilan, kebiasaan dan ciri lingkungan dimana pasangan suami istri menetap

mempengaruhi adanya penggunaan alat kontrasepsi. Seseorang dengan pekerjaan yang

tidak menetap ditambah lagi dengan penghasilan yang kurang memadai lebih

memungkinkan untuk tidak ikut sebagai pengguna kontrasepsi. Hal ini dinilai karena

penggunaan kontrasepsi Vasektomi membutuhkan pembiayaan dan perawatan yg besar.

Ciri lingkungan dimana sebagian besar masyarakatnya memilih untuk tidak

menggunakan kontrasepsi sedikit banyak akan mempengaruhi satu pasangan suami istri

(30)

5.7. Sikap

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon secara positif

maupun negatif terhadap orang, objek, ataupun situasi tertentu. Sikap mengandung suatu

penilaian emosional (senang, benci, sedih, dan lain-lain), dan memiliki tingkat

kedalaman yang berbeda. Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB.

Banyak sikap yang dapat menghalangi KB dan penggunaan suatu alat kontrasepsi

(Sarwono, 2007).

Banyak pria yang bersikap negatif terhadap alat kontrasepsi Vasektomi. Hal ini

karena sering mendengar rumor/mitos yang beredar di masyarakat, misalnya rumor

tentang Vasektomi dapat menurunkan libido, vasektomi bisa menyebabkan kanker

prostat, dan tidak bisa ejakulasi.

5.8. Dukungan Petugas KB

Mendidik individu dan pasangan mengenai ragam metode yang tersedia serta

memberikan informasi tentang keamanan dan cara pemakaian metode-metode tertentu

merupakan bagian penting setiap program KB. Aktifitas informasi, edukasi, dan

komunikasi (IEK) di tingkat lokal, termasuk konseling, berperan penting dalam

keberhasilan suatu program dan sangat berkaitan dengan penyediaan pilihan

metode-metode yang sesuai. penekanan pada usaha IEK di tingkat nasional atau regional juga

menimbulkan dampak besar pada pemakaian strategi pendidikan yang sesuai di tingkat

lokal, dan akibatnya pada penerimaan metode dan pemakaiannya yang tepat (Wulansari

& Hartanto, 2006).

Namun hingga saat ini pelayanan KB seperti komunikasi, informasi dan edukasi

masih kurang berkualitas terbukti dari banyak suami yang tidak menggunakan alat

18

(31)

kontrasepsi dengan alasan biayanya mahal. Dengan memberikan pelayanan yang

berkualitas khususnya informasi tentang kontrasepsi Vasektomi dapat mempengaruhi

(32)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Menurut Varney (2007) vasektomi adalah tindakan menghambat atau menutup

jalan bagi sperma melalui upaya bedah untuk mencegah pembuahan. Kerangka

konseptual ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor Vasektomi adalah umur, tingkat pendidikan, ekonomi, suku

dan sosial budaya, agama, tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, sikap, dukungan

petugas KB.

Skema 3.1 Kerangka Konseptual Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat

Akseptor Vasektomi

Faktor-faktor yang mempengaruhi : - Umur

- Tingkat Pendidikan - Ekonomi

- Dukungan petugas KB

Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi

20

(33)

2. Defenisi Operasional

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah faktor-faktor yang terkait dengan

rendahnya minat akseptor Vasektomi meliputi: Umur, Tingkat Pendidikan, Agama,

Suku, Tingkat Pengetahuan, Ekonomi, Sikap, Dukungan Petugas KB.

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No. Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skal

Ukur

1. Umur Usia suami yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir formal yang pernah diikuti berdasarkan ijazah terakhir yang dimiliki

3. Ekonomi Pendapatan

responden dan keluarga selama sebulan

(34)

ditunjukkan dalam

Pengetahuan suami mengenai

Terdiri dari 6 pernyataan no

9,10,11,12,13 dan 14

Setuju = 1 Tidak Setuju =0

Ordinal dan sikap petugas

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan

untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor

Vasektomi di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung.

2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suami di Kelurahan Sei Merbau

Kecamatan Teluk Nibung dan diketahui jumlah suami sebanyak 1394 orang di

Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung.

2.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat digunakan sebagai subjek

penelitian melalui sampling. Penentuan besar sampel dalam penelitian ini adalah dengan

cara pengambilan dari populasi 1394 -10% sehingga 10% dari 1394 orang adalah 139

orang (Arikunto, 2006). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu cara pengambilan sampel untuk tujuan tertentu.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah bersedia menjadi responden,

dapat berbahasa Indonesia dengan baik, dapat membaca dan menulis, dan belum

menggunakan metode kontrasepsi Vasektomi di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan

(36)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun pertimbangan pemilihan lokasi ini adalah karena hasil survey

menunjukkan tersedianya sampel yang memadai untuk penelitian dan belum pernah

dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat

akseptor Vasektomi.

4. Pertimbangan Etik penelitian

Penelitian ini akan dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kecamatan Teluk Nibung. Setelah

mendapat persetujuan tersebut, kemudian peneliti melakukan penelitian dengan

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin

terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika suami yang dijadikan sampel

bersedia diteliti, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

Untuk menjaga kerahasian responden tersebut, maka peneliti tidak

mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, melainkan cukup dengan

memberikan nomor kode responden pada masing-masing lembar pengumpulan data

tersebut. Kerahasian informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dijadikan atau dilaporkan sebagai hasil riset (Nursalam, 2009).

5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat

pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan

berpedoman pada konsep dan tinjuan teoritis. Kuesioner penelitian terdiri dari dua

bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor Vasektomi

24

(37)

5.1. Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi meliputi umur, tingkat pendidikan, penghasilan,

suku, agama, dan jumlah anak, bertujuan untuk melihat distribusi demografi dari

responden.

5.2. Kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor

Vasektomi

Kuesioner ini terdiri dari 20 pertanyaan. Faktor tingkat pengetahuan berisi 8

pertanyaan (pertanyaan no 1,2,3,4,5,6,7,8), faktor sikap berisi 6 pertanyaan (pertanyaan

no 9,10,11,12,13,14), dan faktor dukungan petugas KB berisi 6 pertanyaan (pertanyaan

no 15,16,17,18,19,20).

Pertanyaan untuk pengetahuan sebanyak 8 (Delapan) pertanyaan terdiri dari

pilihan jawaban : a, b, dan c. Jika jawaban benar maka diberi nilai satu (skor =2), jika

jawaban salah maka diberi nilai nol (skor = 0). Penilaian yang digunakan tersebut ialah

menurut skala guttman (Riduan, 2010). Berdasarkan rumus statistika

P =

kelas Banyak

(R) Rentang

1. Menentukan nilai rentang (R)

2. Rentang = skor tertinggi – skor terkecil

8 X 2 = 16

16 – 0 = 16

3. Menentukan panjang kelas ( i )

(38)

4. Untuk menentukan kategori pengetahuan adalah sebagai berikut :

- Kategori baik = 10.6+5.3 = 15.9 (jika responden menjawab 11-16

pertanyaan dengan benar)

- Kategori cukup = 5.3+5.3 = 10.6 (jika responden menjawab 6-10 pertanyaan

dengan benar)

- Kategori kurang = 0+5.3 = 5.3 (jika responden menjawab 0-5 pertanyaan

dengan benar )

Faktor sikap terdiri 6 pernyataan terdiri dari dua jawaban yaitu “Setuju” dan

“Tidak Setuju”. Setiap item yang dijawab dengan benar akan diberi nilai 1 sedangkan

untuk setiap item yang dijawab dengan salah akan diberi nilai 0. Faktor dukungan

petugas KB juga terdiri 6 pertanyaan terdiri dari dua jawaban yaitu “Ya” dan “Tidak”.

Nilai untuk jawaban “Benar/Ya”= 1, “Salah/Tidak” = 0.

6. Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesasihan suatu instrument. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan atau mampu mengungkap data dari variable yang diteliti

secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang

terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Arikunto,

2006). Uji validitas dilakukan oleh dosen Departemen Keperawatan Maternitas

Universitas Sumatera Utara.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson product Moment

yaitu dengan membandingkan antara r hitung dengan r tabel dengan taraf signifikan 5%.

26

(39)

Pernyataan dikatakan valid jika r hitung lebih besar dari r tabel dan sebaliknya tidak

valid jika r hitung lebih kecil dari r tabel.

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukuran dapat dipercaya dan tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan

menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmodjo, 2010). Suatu instrument dikatakan

reliable apabila koefisien nya bernilai lebih besar dari 0,7. Instrumen diujikan kepada 20

orang responden. Penghitungan uji reabilitas dilakukan dengan menggunakan

komputerisasi untuk analisa Cronbach’s Alpha. Suatu instrument dikatakan realibel bila

nilai alpa lebih besar dari kritis product moment (Hastono, 2007). Hasil uji reliabel pada

penelitian ini adalah 0,719.

7. Pengumpulan Data

Pada awal penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan peneliti

pada instansi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara), kemudian

permohonan izin diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian yaitu Kelurahan Sei Merbau,

peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Metode pengumpulan data pada

penelitian ini adalah dengan pembagian kesioner kepada responden. Setelah

mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat

penelitian serta proses pengisian kuesioner. Kemudian peneliti meminta kesedian calon

responden untuk berpartisipasi dalam penelitian. Setelah mendapat persetujuan

responden, pengumpulan data dimulai. Responden diminta untuk mengisi kuesioner

yang diberikan oleh peneliti selama 10 menit dan diberi kesempatan untuk bertanya

(40)

pertanyaan yang ada di dalam kuesioner. Setelah semua responden mengisi kuesioner

tersebut maka seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan melalui bebrapa langkah yang harus ditempuh, pertama

editing yaitu memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan

semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, kedua coding yaitu memberi kode atau angka

tertentu pada lembar kuesioner untuk mempermudah mengadakan tabulasi dan analisa

data, tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari lembar kuesioner kedalam

program computer, tahap keempat cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah

dientry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak, tahap kelima tabulating yaitu

menganalisa data secara deskriptif.

Tabulasi dilakukan dengan tiga tahapan yaitu memberi skor pada item-item

pernyataan yang perlu diberi skor dan memberi kode terhadap item-item yang tidak

perlu diberi skor dan mentabulasi data untuk memperoleh hasil dalam bentuk angka dan

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase dengan menggunakan

teknik komputerisasi.

28

(41)

BAB 5

HASIL PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi yang telah dilaksanakan pada bulan

September s/d Oktober 2012 sebanyak 139 responden di Kelurahan Sei Merbau

Kecamatan Teluk Nibung dengan menggunakan kuesioner penelitian yang telah diuji

reliabilitasnya terlebih dahulu dilakukan penelitian. Penyajian data hasil penelitian

meliputi data demografi dan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya minat

akseptor vasektomi di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung.

1. Hasil

1.1Karakteristik Demografi

Responden pada penelitian ini adalah seluruh suami yang bertempat tinggal

di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung. Jumlah seluruh responden

dalam penelitian ini adalah 139 orang. Adapun karakteristik responden dalam

penelitian ini meliputi Umur, Tingkat Pendidikan, Ekonomi, Suku, danAgama.

Menurut data yang diperoleh, responden terbanyak berada pada usia di

bawah 45 tahun (102 orang/73,4%), berpendidikan SMA (89 orang/64,0%), ekonomi

keluarga per bulannya Rp.850.000-1.000.000,- (90 orang/64,7%), bersuku Batak (90

orang/64,7%) dan beragama Islam (126 orang/90,6%). Berikut tabel distribusi

(42)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden (n = 139) Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)

(43)

1.2Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi

Hasil penelitian menggambarkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor Vasektomi ada tiga yaitu faktor tingkat pengetahuan,

faktor sikap, dan faktor dukungan petugas KB.

a. Tingkat Pengetahuan

Tabel ini menggambarkan bahwa mayoritas suami memiliki tingkat

pengetahuan yang cukup tentang Vasektomi (60 orang/43,2%), seperti terlihat pada

Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Tingkat Pengetahuan (n = 139)

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik

Tabel ini menggambarkan bahwa mayoritas suami bersikap positif terhadap

Vasektomi (109 orang/78,4%), seperti terlihat pada Tabel 5.4

Tabel 5.3 Disribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Sikap (n = 139)

Sikap Frekuensi Persentase (%)

Positif

c. Dukungan Petugas KB

Tabel ini menggambarkan bahwa petugas KB tidak mendukung untuk

(44)

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Dukungan Petugas KB (n = 139)

Dukungan Petugas KB Frekuensi Persentase (%) Mendukung

a. Karakteristik Demografi a. Umur

Faktor umur sangat mempengaruhi kecocokan dan akseptabilitas

metode-metode kontrasepsi tertentu. Umur juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat kontrasepsi.

Maka dari itu umur merupakan salah satu faktor seseorang untuk menjadi akseptor

kontrasepsi Vasektomi, karena umur berhubungan dengan potensi reproduksi dan

juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan vasektomi sebagai cara

kontrasepsi (Wulansari & Hartanto, 2006).

Menurut Pinem (2009), kontrasepsi Vasektomi dianjurkan bagi suami yang

berumur >45 tahun dan mempunyai anak minimal 2 orang. Semakin cukup umur,

tingkat kematangan dan kekuasaan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih

dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya.

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa usia responden

terbanyak berada pada di bawah 45 tahun(102 orang/73,4%). Menurut hasil

penelitian Wati (2012), responden yang umurnya di bawah 45 tahun cenderung

32

(45)

memilih metode alamiah karena menurut mereka lebih aman dan tanpa efek

samping.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar, yang berarti dalam pendidikan itu

terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih

dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat

yang diperoleh dari jenjang pendidikan formal. Konsep ini berangkat dari asumsi

bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai

nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang

mempunyai kelebihan. Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok

atau masyarakat tidak terlepas dari proses belajar (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan

keluarga berencana, tetapi juga pemilihan suatu metode kontrasepsi. Semakin tinggi

tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, semakin besar pasangan suami istri

memandang anaknya sebahagi alas an penting untuk melakukan KB, sehingga

semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui

dan menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya. Sebaliknya,

semakin rendah tingkat pendidikan maka akses terhadap informasi tentang KB

khususnya kontrasepsi Vasektomi akan berkurang sehingga pasangan suami istri

akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif, alat kontrasepsi mana

yang akan dipilih (Winarni dkk, 2007).

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas suami

(46)

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ismah (2008), yang menyatakan bahwa

mayoritas suami yang tidak menggunakan Vasektomi adalah berpendidikan sekolah

menengah (SMA).

2.3.Ekonomi

Variabel demografi dan sosial ekonomi yang meliputi pekerjaan, tempat

tinggal, penghasilan, kebiasaan dan ciri lingkungan dimana pasangan suami istri

menetap mempengaruhi adanya penggunaan alat kontrasepsi. Seseorang dengan

pekerjaan yang tidak menetap ditambah lagi dengan penghasilan yang kurang

memadai lebih memungkinkan untuk tidak ikut sebagai pengguna kontrasepsi. Hal

ini dinilai karena penggunaan kontrasepsi Vasektomi membutuhkan pembiayaan dan

perawatan yg besar.

Kondisi ekonomi keluarga dikatakan baik apabila mempunyai pendapatan

keluarga yang tinggi, pendapatan cukup dapat dikatakan dengan memiliki keluarga

yang hanya sedikit (1 anak). Maka untuk melihat keadaan ekonomi keluarga dapat

dilihat dari pendapatannya. Namun disadari, bahwa informasi pendapatan ini tidak

seperti yang diharapkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, bahwa hasil

karakteristik suami berpenghasilan Rp.850.000-1.000.000 (90 orang/64,7%). Hal ini

disebabkan oleh pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, sehingga faktor ekonomi berpengaruh pada suami untuk melakukan

vasektomi karena biayanya kurang dari pendapatan.

2.4.Suku/Budaya

Kebudayaan atau peradaban mengandung pengertian yang luas meliputi

pemahaman, perasaan suatu bangsa yang kompleksmeliputi pengetahuan,

34

(47)

kepercayaan, seni, moral, hokum, adat-istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya

yang diperoleh dari anggota masyrakat. Pada budaya tertentu sangat

menyakini/menjunjung anak dengan jenis kelamin tertentu. Jika seorang pria belum

mendapatkan keturunan dengan jenis kelamin yang diharapkan maka pasangan

tersebut berusaha untuk memiliki keturunan lagi agar terpenuhi tuntutan kebudayaan

dan nilai kepercayaan (Soemardjan, 2004).

Namun demikian masih ada juga yang berpendapat KB pria itu haram

hukumnya bagi kaum muslim . Golongan yang masih menganut pendapat ini

biasanya dari golongan muslim yang sangat kuat atau radikal. Selain itu masih

adanya ketidakadilan dan kesetaraan gender. Hal ini terlihat dari kepercayaan suku

Batak bahwa nilai anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan. Ini karena

adanya kepercayaan bahwa anak laki-laki sebagai penerus garis keturunan .

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas suami

yang tidak menggunakan Vasektomi bersuku Batak (90 orang/64,7%). Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Cristina (2007), yang menyatakan bahwa

mayoritas suami yang tidak menggunakan Vasektomi adalah bersuku Batak bahwa

nilai anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan.

2.5.Agama

Beberapa agama memberikan batasan untuk memiliki keturunan. bahkan

beberapa aliran agama tertentu tidak menyarankan adanya pembatasan untuk

memiliki keturunan. Di dalam agama Islam menurut sabda Nabi Muhammad SAW

(48)

banyak, namun islam memperbolehkan dalam kondisi tertentu untuk mengatur jarak

kelahiran, tetapi banyak masyarakat yang membuat salah arti tentang sabda ini.

Islam juga memberikan kewenangan kepada laki-laki untuk memiliki

pasangan lebih dari satu, hal ini juga akan memperbesar peluang untuk menambah

keturunan. Maka dari itu vasektomi dilarang oleh agama karena penggunaan metode

ini dipersepsikan sama halnya dengan menolak rejeki/ anugerah dari Tuhan sehingga

melanggar norma agama (BKKBN, 2007).

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas suami

yang tidak menggunakan Vasektomi beragama Islam (126 orang/90,6%). Hasil

penelitian lain yang mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cristina (2007)

bahwa beberapa orang yang memiliki pandangan KB tidak boleh dilakukan dengan

alasan Al-Qur’an tidak membolehkan pemakaian alat kontrasepsi yang dianggap

sebagai membunuh bayi atau agama Islam menginginkan agar Islam mempunyai

umat yang besar dan kuat. Ditinjau dari sudut keadaan agama, masyarakat yang

menganggap bahwa partisipasi laki-laki dalam ber KB belum atau tidak penting

dilakukan. Hal ini terjadi karena munculnya pandangan yang cenderung

menyerahkan tanggung jawab pelaksanaan KB dan kesehatan reproduksi

sepenuhnya kepada istri. Selain itu suami juga beranggapan bahwa KB adalah

urusan perempuan sehingga pria tidak perlu berperan secara aktif.

2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi

a. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan (kognitif) merupakan faktor yang sangat penting dalam

membentuk persepsi, sikap, dan perilaku seseorang, karena perilaku yang didasari

36

(49)

oleh pengetahuan akan lebih lama (long lasting) daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 2004). Menurut Notoatmodjo (2003),

pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yang tercakup dalam domain kognitif,

yaitu tahu (know), memahami (comprehensive), aplikasi (application), analisis

(analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

Dalam hasil penelitian ini didapat pengetahuan reponden yang paling tinggi

yaitu berpengetahuan cukup sebanyak 60 responden (43,2%) dan pengetahuan

responden terendah yaitu berpengetahuan baik sebanyak 24 responden (17.3%).

Dimana peneliti membuktikan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan responden, karena dari data krateristik pendidikan responden sebagaian

besar tingkat pendidikan responden adalah SMA sebanyak 63 orang (45,3%) dan

berpendidikan terendah yaitu berpendidikan SD sebanyak 10 orang (7,20%).

Sesuai dengan pernyataan dari Soebroto, dkk (2001) bahwa dengan

meningkatnya pendidikan seseorang maka tingka pengetahuannya juga akan

meningkat. Hal ini dapat terjadi karena dengan meingkatnya pendidikan seseorang

maka lebih banyak informasi serta lebih berusaha untuk mencari hal baru yang

belum mereka ketahui guna mensejajarkannya dengan tingkat pendidikannya, maka

dari itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi

pengetahuan yang dimiliki.

Menurut Nursalam (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, sosial budaya,

informasi dan pengalaman. Dimana umur seseorang terhitung mulai saat dilahirkan

(50)

akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dalam penelitian ini responden berada

pada usia 31-45 tahun sebanyak 100 responden (71.9%). Semakin bertambahnya

umur semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima

informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Dengan

pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,

baik dari orang lain maupun dari media massa.

Menurut Nursalam (2004) sesseorang yang mempunyai pekerjaan akan

mempunyai lebih banyak informasi dan pengalaman. Dengan adanya pekerjaan

seseorang mempunyai banyak waktu untuk mendapat informasi yang diperoleh baik

dari media maupun dari temannya, sehingga informasi yang diperoleh semakin

banyak dan pengetahuan yang dimiliki lebih tinggi. Apabila status sosial baik,

tingkat pendidikan akan tinggi diiringi dengan tingkat pengetahuannya. Status

ekonomi seseorang juga menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan

untuk kegiatan tertentu, sehingga status social ekonomi ini akan mempengaruhi

pengetahuan seseoranag. Dimana faktor pengetahuan eksternal juga berpengaruh

terhadap pengetahuan vasektomi, faktor eksternal yang berpengaruh terhadap

pengatahuan adalah hasil data dari karakteristik suku batak dimana suku batak sangat

mempengaruhi pengetahuan terhadap vasektomi bagi suku batak tidak akan

melakukan KB vasektomi sebelum mereka memiliki anak laki-laki penerus marga.

Peneliti mengetahui adanya karakteristik suku yang terbanyak adalah suku batak

sebanyak 55 responden (39,6%). dimana suku responden juga akan mempengaruhi

pengetahuan dalam penelitian ini dalam suku batak diketahui bahwa kebudayaannya

38

(51)

sangat berdominan terhadap pengetahuan terutama pada pengaruh pengetahuan

social budaya terhadap vasektomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Wati (2012) yang menyatakan bahwa

pengetahuan suami vasektomi yaitu berpengetahuan baik sebanyak 7 orang

(13,46%), yang berpengetahuan cukup yaitu 40 orang (76,92%) dan sisanya

berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 5 orang (9,62%). Peneliti berasumsi bahwa

pengetahuan responden juga dipengaruhi oleh pendidikan karena dalam penelitian

mayoritas responden berlatar belakang pendidikan adalah SMA/sederajat.

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau

ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau

dari orang dekat dengan kita ( BKKBN, 2002).

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon secara

positif maupun negatif terhadap orang, objek, ataupun situasi tertentu. Sikap

mengandung suatu penilaian emosional (senang, benci, sedih, dan lain-lain), dan

memiliki tingkat kedalaman yang berbeda. Sikap dan keyakinan merupakan kunci

penerimaan KB. Banyak sikap yang dapat menghalangi KB dan penggunaan suatu

alat kontrasepsi (Sarwono, 2007). Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

data bahwa responden memiliki sikap yang positif tentang Vasektomi sebanyak 109

orang (78,4%) dan responden memiliki sikap yang negative tentang Vasektomi

(52)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cristina (2007) yang menyatakan

bahwa sikap suami tentang vasektomi yaitu bersikap positif sebanyak 33 orang

(63,5%) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi. Menurut teori WHO

(Notoatmodjo 2003) menyatakan bahwa sikap positif seseorang tidak otomatis

terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, sikap

akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Sikap juga akan

diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya

pengalaman dimiliki oleh seseorang. Sikap juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang

menjadi pengangan setiap orang dalam masyarakat.

c. Dukungan Petugas Kesehatan

Pelayanan KB yang berkualitas harus mencakup pemberian pelayanan

(KIP/K) yang dapat melindungi klien dari resiko efek samping dan komplikasi serta

meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan. Walaupun telah dilakukan upaya

untuk meningkatkan pelayanan KB, masih terdapat beberapa hambatan dalam

penggunaan kontrasepsi, untuk itu diperlukan upaya, antara lain dengan memberikan

Komunikasi Interpersonal/Konseling (KIP/K) pada saat sebelum pelaksanaan, saat

pelaksanaan dan pasca pelaksanaan (BKKBN, 2003).

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa petugas KB

tidak mendukung suami untuk menggunakan Vasektomi 76 orang (54,7%).

Mayoritas suami menyatakan bahwa tempat pelayanan KB vasektomi tidak mudah

di jangkau, petugas KB tidak menjelaskan tentang Vasektomi dan tidak

menyarankan untuk menggunakan Vasektomi. Hal ini berarti bahwa penyampaian

40

(53)

konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada responden belum dilakukan

secara optimal.

Menurut hasil penelitian Saptono Iman Budisantoso (2008), petugas

kesehatan sering tidak menjelaskan tentang Vasektomi selama konseling dan

walaupun hal tersebut dilakukan, mereka tidak memberikan informasi secara

lengkap tentang Vasektomi. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya

penggunaan Vasektomi. Hingga saat ini pelayanan KB seperti komunikasi informasi

dan edukasi masih kurang berkualitas terbukti dari peserta KB yang berhenti

menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan efek samping dan kesehatan. Dengan

memberikan pelayanan yang berkualitas khususnya informasi tentang Vasektomi

(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan

rekomendasi faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor vasektomi

di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung. Dalam penelitian ini memiliki

139 orang responden dengan cara pengambilan purposive sampling dan penelitian

ini bersifat deskriptif.

1. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan terhadap 139 orang responden di Kelurahan

Sei Merbau Kecamatan teluk Nibung tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat akseptor vasektomi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Pada distribusi frekuensi karakteristik umur responden yang paling banyak

yaitu umur dibawah 45 tahun sebanyak 102 orang responden (73,4%), berpendidikan

SMA 89 orang (64,0%), ekonomi 90 orang (64,7%), bersuku Batak sebanyak 90

orang (64,7%), beragama islam sebanyak 126 orang responden (90,6%),

pengetahuan responden yang tertinggi yaitu pengetahuan cukup sebanyak 60 orang

responden (43,3%). Sikap yang tertinggi yaitu bersikap positif sebanyak 109 orang

responden (78,4%), dan dukungan petugas KB yang tidak mendukung yaitu

sebanyak 76 orang responden (54,7%).Dari hasil penelitian dilakukan dengan cara

mencari sejauhmana tingkat pengetahuan, sikap dan dukungan petugas KB

responden dalam rendahnya minat vasektomi, sehingga peneliti melakukan

pengolahan data dengan cara mencari frekuensi deskritip pengetahuan, sikap dan

dukungan petugas KB responden dengan cara mengolah keseluruhan data yang telah

42

(55)

diisi oleh responden dan diolah dalam melakukan teknik pencarian deskriptif

frekuensi pengetahuan responden, sikap dan dukukangan petugas KB. .

2. Saran

2.1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai informasi tambahan terkait dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi rendahnya minat akseptor vasektomi yang berkontribusi terhadap

mata kuliah maternitas.

2.2. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan informasi yang lengkap

tentang vasektomi termasuk rumor atau mitos negatif tentang vasektomi kepada

peserta KB sehingga mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap

vasektomi

2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggambarkan faktor-faktor yang

mempengaruhi rendahnya minat akseptor vasektomi sehingga disarankan kepada

peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisa

faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat akseptor Vasektomi dan perlu

mempertimbangkan penggunaan teknik wawancara dalam pengumpulan data agar

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Arum dan Sujiyatini. 2008. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta : Mitra

BKKBN. 2001. Fakta, Data dan Informasi Kesenjangan Gender di Indonesia. BKKBN. Jakarta.

BKKBN. 2007. Gender dalam Program KB dan KR. http://gemapria. bkkbn.go.id/artikel02-21.html

BKKBN. 2006. Kebijakan Program Pokok dan Kegiatan Bidang Pelayanan keluarga Berencana dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta

BKKBN. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program KB Nasional Tahun 2007. Jakarta. Diambil tanggal 14 Oktober 2010 dari

BKKBN. 2008. Program KB di Indonesia. Diambil tanggal 23 Oktober 2010 dari

BKKBN SUMUT. 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009. Medan. Diambil tanggal 26 Oktober 2010 dari

Everett, S. 2008. Buku saku Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta : EGC

Gerungan, WA. 2004. Psikologi Sosial, edisi ketiga cetakan pertama. Bandung : Eresco

Glasier A dan Gebbie A. 2006. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC

Handayani, 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Hartanto, H. 2004. Keluaraga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Meilani, dkk. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Fitramaya

Nursalam, Priani. 2004. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

44

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden (n = 139)
Tabel 5.3 Disribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Faktor Sikap (n = 139)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang menyebabkan penerimaan pajak hiburan Kota Palembang tidak mencapai target dan untuk mengetahui Intensifikasi

Hubungan Pengaruh Pemberian TNF- α Dosis Rendah pada Mesenchymal Stem Cell Terhadap Kadar PDGF. Pengekspresian PDGF dapat diatur dengan cara dipicu oleh beberapa

(Washington, D.C.: United States Institute of Peace Press, 2007), 8.. antar-iman juga meliputi aktivitas yang berorientasi pada aksi. Melalui aksi ini para partisipan

Metode yang digunakan dalam analisis dan perancangan perangkat ajar ini adalah metode IMSDD (Interactive Multimedia System Design and Development) dengan metode perancangan

Proses reuse ini pun tidak boleh dilakukan dalam hal minyak jelantah karena menggunakan kembali minyak goreng bekas sama saja membunuh secara perlahan-lahan diri kita sendiri,

Akan tetapi, sehubungan dengan keberadaannya sebagai idiom, kata ini memiliki makna lain yang sering digunakan oleh penutur aslinya guna menyatakan maksud/

mesin penghalus cangkang kepiting dan kulit udang menjadi serbuk

K earifan lokal m asyarakat yang penting dalam m em anfaatkan biodiversiti di lahan raw a lebak adalah berupa teknologi yang dapat dim anfaatkan petani sebagai pertanda akan adanya