• Tidak ada hasil yang ditemukan

Designing agent based model for the development of shrimp agroindustri in minapolitan area

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Designing agent based model for the development of shrimp agroindustri in minapolitan area"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN MODEL BERBASIS AGEN UNTUK

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UDANG

DI KAWASAN MINAPOLITAN

MOHAMMAD FUAD FAUZUL MU’TAMAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi tentang Rancang Bangun Model Berbasis Agen untuk Pengembangan Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Mohammad Fuad FM

(4)

RINGKASAN

M. FUAD F. MU’TAMAR. Rancang Bangun Model Berbasis Agen untuk

Pengembangan Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan. Dibimbing oleh ERIYATNO, MACHFUD dan KADARWAN SOEWARDI.

Agroindustri merupakan komponen penting dalam jaringan rantai pasok komoditas perikanan maupun pertanian. Agroindustri udang sebagai salah satu jenis agroindustri merupakan salah satu industri yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi komoditas udang. Posisi strategis dari agroindustri udang dalam jaringan rantai pasok, menjadikan keberadaan industri ini perlu dipertahankan keberlanjutannya. Keberlanjutan agroindustri udang salah satunya sangat bergantung pada kondisi pasokan komoditas udang. Pasokan bahan baku agroindustri udang bergantung pada produksi komoditas tersebut. Produksi udang yang meningkat akan meningkatkan pasokan bahan baku. Semakin tinggi pasokan bahan baku, maka keberlanjutan agroindustri udang semakin meningkat. Begitu juga sebaliknya, penurunan produksi udang mengakibatkan terganggunya pasokan bahan baku dan berdampak terancamnya keberlanjutan agroindustri udang.

Komoditas udang dalam tahun-tahun terakhir mengalami kecenderungan penurunan produksi. Penurunan produksi udang terlihat pada tahun 2009, sebesar 350 ribu ton lebih kecil dari tahun sebelumnya yang mencapai 410 ribu ton. Produksi tahun 2009 tersebut menurun dari target yang telah ditetapkan sebesar 540 ribu ton. Salah satu usaha meningkatkan produksi udang yang diusahakan pemerintah adalah dengan program Minapolitan. Minapolitan merupakan konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan. Konsep Minapolitan bertujuan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, kontinuitas pasokan dan kualitas produk perikanan dan kelautan serta menjaga kelestarian lingkungan. Peningkatan produksi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat perikanan dan keberlanjutan Minapolitan. Komoditas udang menjadi salah satu komoditas unggulan yang diusahakan dalam pengembangan kawasan Minapolitan.

Kendala dalam mencapai keberlanjutan agroindustri udang seperti kurangnya pasokan bahan baku, rendahnya tingkat pendapatan petambak, perbedaan kepentingan antar pelaku dalam klaster serta adanya isu-isu pencemaran lingkungan menyebabkan kompleksitas dalam pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan semakin tinggi. Kompleksitas permasalahan tersebut diharapkan dapat dipecahkan melalui pendekatan berbasis agen. Pendekatan model berbasis agen, diharapkan mampu menyelesaikan kompleksitas permasalahan tersebut dengan mengidentifikasi semua perilaku agen yang ada dalam klaster Minapolitan dan interaksinya, sehingga dapat memprediksi kinerja pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan berdasar paradigma pembangunan berkelanjutan.

(5)

digunakan adalah pendekatan berbasis agen dalam pengembangan Minapolitan dalam mendukung pasokan bahan baku agroindustri udang melalui pembangunan model simulasi menggunakan perangkat lunak SOARS (Spot Oriented Agent Role

Simulator)

Simulasi model dinamik pasokan bahan baku agroindustri udang di kawasan Minapolitan, memperlihatkan kondisi tingkat pemanfaatan kapasitas pabrik saat ini dikatagorikan kurang berkelanjutan. Peningkatan keberlanjutan pasokan bahan baku agroindustri dari model simulasi yang dibangun, menunjukkan peningkatan produktifitas lahan memberi dampak lebih positif jika dibandingkan dengan meningkatkan luasan lahan budidaya. Skenario peningkatan luas lahan budidaya hanya mampu meningkatkan pasokan bahan baku sebesar 60%, sedangkan skenario dengan peningkatan produktifitas dengan luasan lahan mampu meningkatkan pasokan bahan baku mencapai 84%.

Model berbasis agen yang dibangun dengan kaidah SOARS menunjukkan pengubahan parameter sebagai penterjemahan aktivitas agen berpengaruh terhadap keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan. Dampak pengaruhnya terhadap kinerja nilai indikator pada ketiga dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan yang diukur. Aktivitas agen petambak seperti misalnya pengunaan bibit, pemilihan luasan usaha budidaya udang dan kemampuan pengelolaan budidaya udang adalah aktifitas petambak yang berpengaruh terhadap indikator keberlanjutan secara keseluruhan. Aktivitas agen pedagang dalam menangani komoditas udang juga berpengaruh terhadap kebelanjutan pasokan bahan baku bagi agroindustri udang di kawasan Minapolitan.

Rekomendasi kebijakan peningkatan keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan ditekankan pada ketiga dimensi keberlanjutan. Penyediaan bibit berkualitas, teknologi tepat guna dan ramah lingkungan serta teknologi pengolahan limbah merupakan upaya dari sisi dimensi lingkungan. Dari sisi ekonomi, upaya yang perlu dilakukan adalah mengupayakan adanya regulasi perbankkan guna memberi kemudahan mendapatkan modal bagi petambak dan pedagang serta pengurangan pajak komoditas. Pelatihan manajemen pertambakan, kemudahan transfer teknologi dan informasi antar agen adalah upaya dari sisi dimensi sosial. Upaya secara simultan yang dilakukan diharapkan keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan dapat ditingkatkan.

(6)

SUMMARY

M. FUAD F. MU’TAMAR. Designing Agent-Based Model for the Development of Shrimp Agroindustri in Minapolitan Area. Supervised by ERIYATNO, MACHFUD

and KADARWAN SOEWARDI.

Agroindustry is a very important component in the agricultural supply chain. Shrimp agroindustry is an industry that can add value to the shrimp commodity. Since it has a strategic position in the agricultural supply chain, this industry need to be maintained its sustainability. The sustainability of shrimp agroindustry depends on the conditions of shrimp supply. If raw material supply increases, it will positively impact on the sustainability of shrimp commodity. On the contrary, a decrease in shrimp production resulted in disruption of the supply of raw materials and, in turn, damaging the sustainability of shrimp agroindustry.

One attempt to increase shrimp production is the development of Minapolitan program. Minapolitan can be considered as an effort to implement fair and sustainable economic development through rural development focusing on fisheries as a cluster developing point. However, the development of Minapolitan zone has not had significant positive impact. Current fisheries production is stagnant and declining due to various things such as disease, unfavorable climatic conditions, cultivation management, quality seeds, and others. There are many elements that should be accommodated in the development of Minapolitan leading to the complexity and the social dynamic of this program.

Agent-based model approach in the development of Minapolitan for sustainable shrimp agroindustry will provide simulation model for the sustainability of shrimp agroindustry. This simulation model was constructed from interaction between each autonomous agent within a cluster. The agent-based approach was started from identifying types of agents within Minapolitan cluster of shrimp agroindustry, the

agent’s behaviour, the interaction between agents, the agreements among agents, and the interaction between agents and the environment. The next step was constructing a cluster model based on the principles of sustainability. The simulation model resulted from this study is not only able to determine the sustainability, but also is able to simulate policy scenarios to predict changes in the interaction among agents and the impact of the changes to the sustainability of shrimp agroindustry. The analytical ability and the policy scenario simulation will be useful for decision makers in

formulating strategy of shrimp agroindustry sustainability in Minapolitan cluster’s.

To increase the level of sustainability of shrimp agroindustry, a simulation of scenarios related to the activity of agents in Minapolitan has been done. The scenarios have been changed focusing on the efforts related to the activities of farmers in increasing the production of shrimp. The increase of shrimp production is very important because the activity in the Minapolitan cluster is closely related to the volume of shrimp production.

In summary, the development of shrimp agroindustry cluster model has been designed to predict the sustainability of Minapolitan area by conducting some simulations that may occur in the real system. The results of simulation model shows

that the current Minapolitan program can be considered sustainable. Farmer’s

behavioural changes in choosing shrimp seeds, in optimizing fishpond area, and in improving aquaculture managerial skill could increase the production of shrimp and the profit. Improving the management of post-harvested shrimp conducted by middleman could also increase the percentage of the product purchased by agroindustrial companies in the Minapolitan zone.

Keyword: Agroindustri, Sustainable Minapolitan, Agent-Based Simulation Model,

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(8)
(9)

i

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

RANCANG BANGUN MODEL BERBASIS AGEN UNTUK

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UDANG

DI KAWASAN MINAPOLITAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)

ii

Penguji pada Ujian Tertutup:

1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA. 2. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor.

Penguji pada Ujian Terbuka:

(11)

iii Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Berbasis Agen untuk Pengembangan

Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan Nama Mahasiswa : Mohammad Fuad Fauzul Mu’tamar

NIM : F 361080041

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE. Ketua

Dr. Ir. Machfud, MS. Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Teknologi Industri

Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MS

(12)
(13)

v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya maka disertasi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tulisan ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Kadarwan Soewardi, dan Bapak Dr. Ir. Machfud, MS. masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan, arahan, nasihat, dukungan dan dorongan moral dengan penuh dedikasi kepada penulis dari awal hingga selesainya disertasi ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas segala bantuan dan pelayanan yang diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Trunojoyo, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Trunojoyo dan Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional atas dukungan dana beasiswa BPPS yang telah diberikan.

Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gresik dan jajarannya atas bantuan berharga yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua narasumber yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala waktu, pengetahuan, pengalaman dan informasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan pengumpulan data di lapangan.

Rasa hormat dan terima kasih yang sangat dalam penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Masykur Yahya dan Ibunda Hj. Istifadah yang telah

mencurahkan segenap perhatian, waktu dengan selalu membantu dan mendo’akan

(14)

vi

penghargaan dan rasa terima kasih kepada keluarga besar KH. Muchith Muzadi dan

handai taulan yang selalu memberikan dorongan dan do’a sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Industri Pertanian, khususnya angkatan 2008, penulis menyampaikan terimakasih atas kebersamaan, kerjasama dan persaudaraannya selama menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik dan saran selalu penulis harapkan demi kesempurnaan disertasi ini. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk, perlindungan dan kesejahteraan bagi kita semua. Aamiin.

(15)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL xii 1. PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3

Ruang Lingkup 4

Manfaat 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

Model Berbasis Agen 5

Klaster Minapolitan 8

Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) 11

Agroindustri Udang Berkelanjutan 13

Kelembagaan Permodalan 15

Pemodelan dan Simulasi 16

Penelitian Terdahulu dan Posisi Strategis Penelitian 18

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 Kerangka Pemikiran Penelitian 20

Tahapan Penelitian 21

Metode Analisis 24

Sistem Dinamik 24

Pendekatan Berbasis Agen 25

Identifikasi Agen dalam Sistem Klaster Berbasis Agen 25

Spot Oriented Agent Role Simulator 26 Metode Pengumpulan Data dan Informasi 27

Tempat dan Waktu Penelitian 28 4. ANALISIS SITUASIONAL 29 Kinerja Sistem Komoditas Udang 29

Minapolitan Kabupaten Gresik 31

Analisis Kebutuhan 35

(16)

viii

Identifikasi Sistem 38

Indikator Keberlanjutan 40

5. PEMODELAN SISTEM 42

Model Pasokan Bahan Baku Kawasan Minapolitan 42

Konfigurasi Model Berbasis Agen 46

Desain Pengembangan Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan 51

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 59

Analisis Pasokan Bahan Baku di Kawasan Minapolitan 59 Model Pengembangan Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan 63 Kinerja Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan 63 Simulasi Peningkatan Keberlanjutan Agroindustri udang

di Kawasan Minapolitan 65

Model Konseptual Pengembangan Agroindustri Udang di

Kawasan Minapolitan 86

Implikasi Kebijakan Peningkatan Keberlanjutan Agroindustri Udang

di Kawasan Minapolitan 91

7. SIMPULAN DAN SARAN 96

Simpulan 96

Saran 96

Daftar Pustaka 98

(17)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Agen (Macal dan North,2005) 6

Gambar 2 Komponen dasar SOARS (Deguchi, 2006) 8

Gambar 3 Tahapan model SOARS (Deguchi, 2006) 8

Gambar 4 Konsep pengembangan Minapolitan (CPRI,2010) 10

Gambar 5 Aliran rantai pasok 11

Gambar 6 Skema rantai pasok pertanian (Vorst, 2004) 12

Gambar 7 Blending financing (CPRI, 2010) 16

Gambar 8 Kerangka pemikiran penelitian 21

Gambar 9 Tahapan penelitian rancang bangun model berbasis agen pada

pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan 23 Gambar 10 Simbol variabel dalam sistem dinamik 24

Gambar 11 Siklus tahapan SOARS 27

Gambar 12 Produksi udang nasional 29

Gambar 13 Produksi udang tiap provinsi 29

Gambar 14 Rantai pasok agroindustri udang 31

Gambar 15 Peta Kabupaten Gresik 32

Gambar 16 Prosentase subsektor perikanan terhadap PDRB 33 Gambar 17 Diagram sebab akibat pengembangan agroindustri udang

di kawasan Minapolitan 39

Gambar 18 Diagram input-output model pengembangan agroindustri udang

di kawasan Minapolitan 40

Gambar 19 Diagram kausal pasokan bahan baku agroindustri udang 43 Gambar 20 Model sistem pasokan bahan baku agroindustri udang 45 Gambar 21 Diagram use case klaster Minapolitan 47 Gambar 22 Interaksi agen petambak dengan pedagang kecil 50 Gambar 23 Interaksi agen pedagang kecil dengan pedagang besar 50 Gambar 24 Interaksi agen pedagang besar dengan agen agroindustri 50 Gambar 25 Tahapan simulasi SOARS pengembangan agroindustri udang

di kawasan Minapolitan 52

(18)

x

Gambar 27 Perhitungan keuntungan pedagang 53

Gambar 28 Kontribusi agroindustri terhadap PEMDA 54

Gambar 29 Serapan tenaga kerja 55

Gambar 30 Model perhitunga potensi biaya sosial 56 Gambar 31 Model penghitungan jumlah produksi udang kawasan Minapolitan 57 Gambar 32 Model potensi limbah cair kawasan Minapolitan 58 Gambar 33 Model pengukuran potensi limbah padat kawasan Minapolitan 58 Gambar 34 Produksi udang dalam kawasan Minapolitan 61 Gambar 35 Tingkat pemanfaatan kapasitas agroindustri 62

Gambar 36 Keuntungan petambak skenario 1 67

Gambar 37 Keuntungan pedagang kecil skenario 1 68

Gambar 38 Keuntungan pedagang besar skenario 1 68

Gambar 39 Keuntungan agroindustri skenario 1 69

Gambar 40 Pendapatan asli daerah dari agroindustri skenario 1 69 Gambar 41 Serapan tenaga kerja di wilayah Minapolitan skenario 1 70

Gambar 42 Potensi biaya sosial skenario 1 70

Gambar 43 Volume produksi udang di wilayah Minapolitan skenario 1 71 Gambar 44 Prosentase produk udang yang diterima agroindustri skenario 1 71 Gambar 45 Potensi volume limbah cair skenario 1 72 Gambar 46 Potensi limbah padat kawasan Minapolitan skenario 1 72

Gambar 47 Keuntungan petambak skenario 2 73

Gambar 48 Keuntungan pedagang kecil skenario 2 74

Gambar 49 Keuntungan pedagang besar skenario 2 74

Gambar 50 Keuntungan agroindustri skenario 2 75

Gambar 51 Pendapatan asli daerah dari agroindustri skenario 2 75 Gambar 52 Serapan tenaga kerja di wilayah Minapolitan skenario 2 76

Gambar 53 Potensi biaya sosial skenario 2 76

(19)

xi Gambar 59 Keuntungan petambak dengan menggunakan bibit kualitas 1 80 Gambar 60 Keuntungan petambak pengguna bibit kualitas 2 80 Gambar 61 Keuntungan pedagang kecil skenario 3 81

Gambar 62 Keuntungan pedagang besar skenario 3 81

Gambar 63 Keuntungan agroindustri 82

Gambar 64 Pendapatan asli daerah dari agroindustri skenario 3 82

Gambar 65 Potensi biaya sosial skenario 3 83

(20)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Produksi udang nasional 1

Tabel 2 Produksi udang vannamei di Kabupaten Gresik 33

Tabel 3 Analisis kebutuhan elemen sistem 36

Tabel 4 Indikator keberlanjutan pengembangan agroindustri

udang di kawasan Minapolitan 41

Tabel 5 Katagorisasi keberlanjutan penyediaan bahan baku 45

Tabel 6 Kegiatan petambak 47

Tabel 7 Kegiatan pedagang kecil 48

Tabel 8 Kegiatan agroindustri 49

Tabel 9 Pola budidaya dan luasan tambak 59

Tabel 10 Analisis usaha pertambakan tradisional plus

(21)

1

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agroindustri udang merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam upaya meningkatkan nilai tambah bagi komoditas udang. Supriyati dan Suryani (2006) menjelaskan bahwa sektor agroindustri perikanan merupakan upaya strategis dalam menciptakan nilai tambah suatu komoditas, membuka lapangan kerja baru, dan mengurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Kedudukan agroindustri udang yang strategis perlu terus dikembangkan agar keberadaannya tetap ada, sehingga manfaatnya dapat dirasakan masyarakat secara berkelanjutan. Kondisi berlanjut didasarkan pada paradigma pembangunan keberlanjutan yang meliputi keberlanjutan pada dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Apabila salah satu dimensi keberlanjutan tidak terpenuhi maka akan terjadi ketimpangan dan mengakibatkan keberlangsungan agroindustri akan terancam. Salah satu kendala yang dihadapi agroindustri saat ini adalah pasokan bahan baku. Suprapto (1997) menyebutkan bahwa keberlanjutan agroindustri perikanan sangat berhubungan dengan kesinambungan pasokan bahan baku agroindustri. Ketiadaan pasokan bahan baku juga berdampak pada hilangnya kesempatan untuk mendapatkan nilai tambah dari sektor agroindustri udang.

Komoditas perikanan budidaya khususnya udang, menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2013, produksi udang terus mengalami peningkatan walaupun sempat terpuruk di tahun 2009. Perkembangan produksi udang nasional seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi udang nasional Tahun Produksi udang (ton)

2007 352.222

2008 410.000

2009 350.000

2010 352.600

2011 399.528

(22)

2

Minapolitan merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi berbasis kawasan dan bertumpu pada komoditas unggulan perikanan dan kelautan. Konsep Minapolitan digulirkan pertama kali oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009 dengan tujuan meningkatkan produksi perikanan dan keuntungan bagi seluruh stakeholder di suatu kawasan. Pengembangan wilayah ini diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan tersebut. Secara umum konsep pengembangan wilayah ini mengadopsi konsep agropolitan yang dikembangkan pertama kali tahun 1975, dengan pembeda komoditas perikanan yang diusahakan. Friedman dan Douglas (1975) mengembangkan konsep agropolitan berdasarkan atas pengalaman kegagalan pengembangan sektor industri di suatu wilayah. Komoditas perikanan yang diusahakan merupakan komoditas unggulan lokal sebagai basis pengembangan suatu wilayah. Pada tahun 2010 melalui Keputusan Menteri Kelautan No.32/Men/2010 dan No.39/Men/2011 telah menetapkan total 223 kawasan Minapolitan yang tersebar pada 33 Propinsi.

Pengembangan konsep kawasan Minapolitan didasarkan pada klaster kabupaten. Kabupaten Gresik merupakan salah satu kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.32/MEN/2010 dengan komoditas yang dikembangkan adalah udang dan bandeng. Komoditas udang ditetapkan sebagai komoditas yang dibudidayakan berdasarkan potensi luasan tambak udang yang dimiliki Kabupaten Gresik dan banyaknya masyarakat yang menggantungkan penghidupannya pada aktifitas pertambakan. Selain itu juga Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2007 merumuskan konsepsi pengembangan klaster perikanan dengan sepuluh komoditas unggulan salah satu diantaranya adalah komoditas udang.

Industri pembekuan udang di wilayah Minapolitan Kabupaten Gresik merupakan industri utama sebagai konsumen komoditas udang yang memberikan nilai tambah menjanjikan. Agroindustri udang mampu memberikan nilai yang tinggi terhadap komoditas udang yang dihasilkan petambak. Tanpa adanya operasi agroindustri udang udang, aktivitas ekonomi kawasan akan terganggu dan mengakibatkan tujuan peningkatan kesejahteraan petambak di kawasan Minapolitan menjadi tidak tercapai. Oleh karena itu diperlukan sebuah terobosan untuk menyelesaikan permasalahan produksi udang tersebut guna meningkatkan peran dan keberlanjutan dari program Minapolitan.

Minapolitan sebagai penunjang kerangka model pengembangan agroindustri perikanan perlu terus diperbaiki, agar produksi perikanan bisa meningkat dan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat suatu wilayah. Namun demikian dalam perkembangannya program Minapolitan kurang menggembirakan. Grahadyarini (2010) menyatakan konsep Minapolitan kurang berkembang disebabkan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam melaksanakan program Minapolitan. Program Minapolitan semakin kurang terdengar gaungnya ketika terjadi perubahan kebijakan kementerian yang kemudian lebih memfokuskan pada industrialisasi perikanan sebagai konsep pembangunan kelautan dan perikanan.

(23)

permasalahan-3 permasalahan yang berkaitan dengan kajian perilaku sosial dan pengambilan keputusan. Yasik (2009) menyatakan bahwa pemodelan berbasis agen merupakan pendekatan dari bawah ke atas untuk mempelajari perilaku pelaku yang mempengaruhi sistem yang kompleks. Pendekatan agen merupakan sebuah pendekatan yang cukup baru dalam metodologi ilmiah dalam sebuah penelitian, menurut Axelrod (1997) menyatakan bahwa pendekatan agen merupakan metodologi ilmiah ketiga untuk melakukan penelitian ilmiah, sebagai tambahan metodologi tradisional yang berdasar pada deduktif dan induktif.

Beberapa penelitian melibatkan penggunaan agen telah banyak dilakukan dan efektif dalam menyelesaikan suatu permasalahan, baik di bidang ekonomi dan sosial yang mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi. Macy dan Willer (2002) menggunakan pendekatan agen dalam melihat interaksi sosial dalam kehidupan kemasyarakatan dikaitkan dengan aspek lingkungan. Fang (2007) menggunakan pendekatan agen dalam model negosiasi antara penjual dan pembeli pada sistem manajemen rantai pasok.

Macal dan North (2007) mengungkapkan bahwa kebutuhan penggunaan pendekatan berbasis agen semakin lama semakin meluas dan meningkat karena sistem yang akan dimodelkan dan dianalisis semakin lama juga semakin kompleks, sehingga pendekatan tradisional tidak cukup mampu menyelesaikan persoalan dengan baik. Selain itu pemodelan berbasis agen mempunyai daya pengorganisasian data lebih baik, dan dengan dibantu perkembangan komputasi semakin tinggi maka proses simulasi menjadi lebih cepat.

Banyaknya permasalahan dalam pengembangan Minapolitan Kabupaten Gresik, mulai dari permasalahan pasokan bahan baku, perbedaan kepentingan antar pelaku dalam klaster dan adanya isu-isu lingkungan dalam agroindustri perikanan sebagai paradigma baru dalam pembangunan berkelanjutan, mengakibatkan kompleksitas dalam pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan semakin tinggi. Kompleksitas permasalahan tersebut berakar dari keberagaman perilaku dari masing-masing pelaku dalam mensikapi suatu keadaan. Kompleksitas permasalahan tersebut diharapkan dapat dipecahkan melalui pendekatan berbasis agen. Penggunaan kaidah pemodelan berbasis agen, diharapkan dapat mengidentifikasi semua perilaku agen yang ada dalam klaster Minapolitan dan interaksinya, sehingga dapat memprediksi kinerja Minapolitan berdasarkan paradigma pembangunan berkelanjutan.

Pendekatan model berbasis agen di wilayah Minapolitan tersebut menghasilkan output berupa model simulasi berbasis agen sebagai penunjang pengambilan keputusan untuk pengembangan agroindustri udang di wilayah Minapolitan. Strategi-strategi yang digunakan dan keputusan yang diambil diharapkan mampu meningkatkan keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan.

Tujuan Penelitian

Rancang bangun model berbasis agen untuk pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan mempunyai beberapa tujuan yaitu:

(24)

4

2. Rancang bangun model berbasis agen untuk menduga keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan

3. Rekomendasi kebijakan yang komprehensif dalam mewujudkan keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah membangun sebuah model berbasis agen untuk agroindustri udang di kawasan Minapolitan dengan batasan model yang dibangun meliputi:

1. Lingkup dari model ini adalah rantai pasokan agroindustri udang di kawasan Minapolitan yang dimulai dari tambak udang sampai agroindustri pembekuan udang

2. Komoditas yang dimodelkan merupakan komoditas udang Vannamei hasil budidaya tambak.

3. Obyek penelitian adalah kawasan Minapolitan Kabupaten Gresik.

Manfaat

(25)

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

Model Berbasis Agen

Pemodelan berbasis agen merupakan sebuah pendekatan baru untuk memodelkan sistem yang terdiri dari agen-agen otonom yang saling berinteraksi. Menurut Axelrod dan Tesfatsion (2005), metode pemodelan berbasis agen memiliki dua sifat yaitu sistem tersusun dari agen-agen yang saling berinteraksi dan sistem menunjukkan kemunculan sifat tertentu yaitu sifat yang timbul dari interaksi agen yang tidak dapat disimpulkan hanya dengan menggabungkan sifat-sifat agen. Menurut Yasik (2009), pemodelan berbasis agen adalah suatu metode yang menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) untuk mendapatkan pemahaman mengenai suatu sistem dengan membangun agen yang dirancang untuk meniru secara detil atribut dan perilaku agen di alam nyata. Menurut Macal dan North (2005), akar utama pemodelan berbasis agen tersebut terletak di dalam bidang pemodelan human social behavior dan individual decision making. Pemodelan berbasis agen sebenarnya tidak sama dengan simulasi berorientasi objek, walaupun pemodelan berbasis agen memanfaatkan paradigma berorientasi objek sebagai landasan penting untuk pemodelan agen. Sedangkan jika ditinjau secara historis, pemodelan berbasis agen telah memiliki akar yang kuat di dalam bidang Multi-Agen

Systems (MAS) dan robotics dari bidang Artificial Intelligence (AI).

Menurut Wahono (2001), secara prinsip sebuah agen atau agen cerdas adalah sebuah perangkat lunak outonomous yang hidup, aktif, dan mampu beradaptasi secara mandiri, proaktif terhadap setiap kondisi lingkungan yang diciptakannya. Pada hakekatnya karakteristik dan atribut dari agen sebagai berikut:

1. Otonom

Agen dapat melakukan tugas secara mandiri dan tidak dipengaruhi secara langsung oleh user, agen lain ataupun oleh lingkungan. Pencapaian tujuan dalam melakukan tugasnya secara mandiri, agen harus memiliki kemampuan kontrol terhadap setiap aksi yang mereka perbuat, baik aksi ke luar maupun ke dalam

2. Intelligence, Reasoning, dan Learning

Setiap agen harus mempunyai standar minimum untuk bisa disebut agen, yaitu intelegensi. Konsep intelegensia, ada tiga komponen yang harus dimiliki: internal

knowledge base, kemampuan reasoning berdasar pada knowledge base yang

dimiliki, dan kemampuan belajar untuk beradaptasi dalam perubahan lingkungan. 3. Delegatif

Agen bergerak dalam kerangka menjalankan tugas yang diperintahkan oleh user. Fenomena pendelegasian ini adalah karakteristik utama suatu program disebut

agen.

4. Reaktif

Karakteristik agen yang lain adalah kemampuan untuk bisa cepat beradaptasi dengan adanya perubahan informasi yang ada dalam suatu lingkungan. Lingkungan itu bisa mencakup: agen lain, user, adanya informasi dari luar, dan sebagainya.

5. Proaktif dan Berorientasi Tujuan

(26)

6

6. Kemampuan koordinasi dan komunikasi

Agen harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan user dan juga agen lain.

7. Mobility dan Stationary

Khusus untuk mobile agent harus memiliki kemampuan yang merupakan karakteristik tertinggi yang dimiliki yaitu mobilitas. Berkebalikan dari hal tersebut adalah stationary agent. Namun demikian keduanya tetap memiliki kemampuan untuk mengirim pesan dan berkomunikasi dengan agen lain. Penggambaran agen terlihat pada Gambar 1.

Agen - atribut - aturan prilaku - memori - sumber

- pengalaman pembuatan keputusan - aturan untuk modifikasi aturan prilaku

Lingkungan

Gambar 1 Agen (Macal dan North,2005)

Pemodelan berbasis agen merupakan metodologi ilmiah ketiga untuk melakukan penelitian ilmiah, sebagai tambahan untuk metodologi ilmiah tradisional yang bertumpu pada proses deduktif dan induktif (Axelrod, 1997). Konsep agen diperkenalkan pertama kali oleh Carl Hewitt (1977) dengan concurrent actor model

yang menjelaskan bahwa obyek yang dia sebut actor mempunyai karakteristik

autonomous, interaktif, dan bisa merespon pesan yang datang dari lain obyek sejenis

(Wahono, 2001). Aktor ini kemudian disebut sebagai agen. Konsep ini kemudian berkembang pada tahun 1990 dengan titik fokus pada pemodelan internal agent

secara simbolik, interaksi, koordinasi, dan komunikasi antar agen dalam kerangka

multi agent system. Selanjutnya pada tahun 1990 sampai sekarang fokus penelitian

mengarah kepada pengembangan teori agen, arsitektur agen dan bahasa pemrograman yang digunakan dengan knowledge based technology.

(27)

7 dengan diberikan kumpulan data untuk dikuasai polanya, kemudian dapat bertindak terhadap data yang dimasukkan kemudian menggunakan prosedur atau logika yang telah diperbaharui.

Happe (2004) melakukan penelitian sistem multi agen dengan mempelajari dan menyusun model berbasis agen dari perilaku para aktor perkebunan dalam perundingan harga dan biaya produk, kebijakan struktural pertanian agar sesuai dengan persyaratan Eropa. Penelitian yang sama dilakukan oleh Fang (2007) menggunakan pendekatan agen untuk pemodelan negosiasi penjual dan pembeli dalam managemen rantai pasok. Pembeli harus bernegosiasi dengan banyak calon pemasok dan harus membagi pesanannya ke beberapa pemasok yang berbeda sesuai dengan hasil negosiasi.

Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa konsep agen mulai banyak digunakan dalam berbagai bidang, mulai sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Penelitian North et al. (2002) menggunakan EMCAS, sebuah model simulasi berbasis agen untuk melihat pasar energi listrik di Illinois untuk menyelidiki restrukturisasi pasar, deregulasi dan memahami dampak terhadap pasar yang semakin kompetitif terhadap harga, ketersediaan dan kehandalan energi listrik. Konsep agen juga digunakan penyelesaian permasalahan manajemen rantai pasok dengan menggunakan agen untuk mewakili keanekaragaman peran dan fungsi aktor dalam sistem angkutan, bagaimana mereka berinteraksi melalui pasar dan bagaimana interaksi antara aktor yang ditetapkan di pasar melalui kontrak, biaya logistik, pemilihan jasa pengiriman pihak ketiga, dan jalur sistem baru dalam rantai pasokan dapat disimulasikan beserta skenario kebijakan yang akan diambil. (Roorda et al.

2010). Putro et al. (2009) menggunakan simulasi berbasis agen SOARS (spot

oriented agent role simulator) dalam mensimulasikan interaksi dinamis antara

unggas dengan aktivitas manusia dalam penyebaran flu burung di Bandung. Hasil penelitian berupa kebijakan dalam mengatasi berkembangnya wabah flu burung di Bandung.

Simulasi model berbasis agen SOARS dikenalkan pertama kali oleh Tanuma

et al. (2005) merupakan sebuah bahasa simulasi pemrograman untuk pemodelan

(28)

8

Gambar 2 Komponen dasar SOARS (Deguchi, 2006)

Variabel-variabel yang ada pada masing-masing komponen merupakan informasi tentang keadaan agen dan tempat interaksinya, nilai riil yang ada di lapangan, desain akses antar agen dan nilai kemungkinan dari agen dan interaksinya.

Tahapan simulasi model menggunakan SOARS dimulai dengan menentukan waktu kegiatan yang disebut sebagai tahapan (stage). Kemudian membagi setiap tahapan menjadi beberapa tahapan mulai dari mengidentifikasi, memproses dan memutuskan. Pembagian tahapan tersebut bisa menggunakan tahap awal, tahap utama, dan tahap akhir dari sebuah simulasi. Setiap tahapan, agen dan kedudukan agen melaksanakan aktivitas dan berperan aktif, mengikuti beberapa aturan yang telah dibuat dan digunakan. Tahapan pemodelan SOARS dapat dilihat pada Gambar 3.

Langkah

Gambar 3 Tahapan model SOARS (Deguchi, 2006)

Klaster Minapolitan

(29)

9 maupun vertikal (EDA, 1997). Bappenas (2004) memberi batasan klaster sebagai konsentrasi geografis antara perusahaan yang saling terkait dan bekerjasama dalam hal antara lain pemasok barang, penyedia jasa, industri terkait, serta beberapa institusi pendidikan dan bidang khusus misalnya lembaga standarisasi dan lain lain sebagai pelengkap. Porter (1998) mengemukakan klaster industri sebagai konsentrasi geografis dari perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan, penyedia jasa pendukung dan berbagai institusi yang mendukung kegiatan sebuah industri.

Klaster industri memiliki beberapa komponen pengisi yang mempunyai peran masing-masing, terdapat industri inti, industri pemasok kepada pelaku industri inti, industri pendukung bagi industri inti, lembaga jasa layanan. Semua kompenen saling berhubungan secara intensif dan membentuk kerja sama antar masing masing komponen. (Bergman dan Feser, 2000).

Pengembangan klaster industri memberikan manfaat ekonomi yang signifikan dan meningkatkan daya saing industri. Beberapa manfaat diantaranya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas bagi perusahaan dalam sebuah klaster, disertai dengan peningkatan kemampuan inovasi yang melibatkan lembaga penelitian. Manfaat lain adalah klaster memiliki keunggulan dalam memanfaatkan aset sumber daya secara kolektif untuk mendorong diversifikasi produk dan mendorong terjadinya spesialisasi produksi sesuai dengan kompetensi inti serta mendorong transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif (Porter, 1998).

Pendekatan klaster industri dalam mendukung peningkatan daya saing komoditas, tertuang dalam salah satu agenda kebijakan yang merupakan prioritas pembangunan nasional sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2000 dan tetap menjadi agenda utama dalam pengembangan ekonomi lokal dalam Rencana pembangunan jangka Menengah Nasional tahap kedua Tahun 2010 – 2014 (Bappenas, 2008). Program revitalisasi perikanan, konsep klaster industri dapat digunakan dalam meningkatkan peran sektor perikanan dalam pembangunan nasional. Konsep Klaster industri perikanan menekankan keterlibatan dan keterkaitan seluruh stakeholder

dalam pengelolaan industri perikanan mulai industri hulu sampai industri hilir. Mereka terdiri dari elemen masyarakat lokal, pemerintah daerah, pihak perguruan tinggi maupun lembaga riset lainnya, investor, dan berbagai stakeholder lainnya yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Minapolitan dalam Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014 merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan produksi perikanan, produktivitas usaha, dan meningkatkan kualitas produk kelautan dan perikanan,

2. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan yang adil dan merata,

(30)

10

kegiatan perikanan dengan sistem agribisnis berkelanjutan yang meliputi produksi, pengolahan dan pemasaran, sampai jasa lingkungan sebagai sistem kemitraan di dalam satu wilayah (CPRI, 2010).

Konsep Minapolitan merupakan sebuah konsep pengembangan wilayah yang didasarkan paradigma baru pembangunan berkelanjutan pada pengembangan suatu wilayah. Menurut Djakapermana (2010) pengembangan wilayah dewasa ini didasarkan pada optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki suatu wilayah secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.

Kawasan Minapolitan ini terdiri dari sentra-sentra produksi, perdagangan komoditas kelautan dan perikanan, jasa, perumahan, serta kegiatan lain yang terkait. Kriteria Minapolitan meliputi wilayah pesisir dan perairan daratan, yang mempunyai wilayah inti dibangunnya agroindustri pengolahan. Industri inti mengelola komoditas unggulan yang dapat mendatangkan manfaat ekonomi, bagi masyarakat maupun perusahaan dan sekaligus memberikan manfaat untuk pengembangan agroindustri secara keseluruhan. Tujuan Minapolitan dalam pedoman umum Minapolitan ditujukan untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah melalui kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama, meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat hinterland yang dikembangkan. Pengembangan tidak saja on farm tetapi juga off farm seperti sarana perikanan dan jasa penunjang lainnya.

Konsep Minapolitan dikembangkan melalui prinsip prinsip kerakyatan dan keadilan, keswadayaan, kewirausahaan dan profitabilitas, kemitraan saling memberdayakan dan prinsip keberlanjutan. Pengembangan Minapolitan harus didukung berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat dan daerah, investor, perguruan tinggi dan lembaga riset, masyarakat lokal dan berbagai stakeholder yang terkait secara langsung maupun tidak langsung seperti terlihat pada Gambar 4.

Stakeholder

UMKM

Ventura LKM

Dana

Bergulir Bank

Pembiayaan

Pemasaran Teknologi

Perguruan Tinggi

Koperasi

Petambak

Petambak Petambak

Kelompok Petani Ikan / Petambak

Pemberdayaan Masyarakat/ Pendampingan

(31)

11 Konsep pengembangan Minapolitan yang digagas CPRI lebih menekankan bagaimana pemberdayaan kelompok petambak dalam usaha meningkatkan produksi perikanan. Hal ini memang menjadi focus pengembangan, namun demikian hal penting yang perlu menjadi perhatian adalah kelompok pedagang di kawasan Minapolitan yang kurang mendapatkan perhatian dalam skema pengembangan. Kelompok pedagang mempunyai peranan yang penting dalam menyalurkan produksi udang petambak ke agroindustri udang sebagai industri inti dalam kawasan Minapolitan. Pengembangan tanpa memperhatikan keberadaan pedagang tentunya akan mengakibatkan terganggunya sistem rantai pasokan dalam kawasan Minapolitan. Karena itu perlunya perhatian lebih dalam pengembangan Minapolitan, sehingga nantinya diharapkan sistem rantai pasokan dapat berjalan lebih optimal.

Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)

Menurut Simchi-Levi et al. (2000) manajemen rantai pasok adalah sebuah pendekatan yang dipakai untuk mengintegrasikan aktivitas supplier, pabrikan, pergudangan dan konsumen. Integrasi tersebut agar produk dan jasa yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan jumlah, tempat dan waktu yang tepat. Tujuan akhir adalah meminimalkan keseluruhan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen. Terdapat tiga jenis aliran dalam sistem rantai pasok yaitu aliran barang, aliran uang dan aliran informasi. Aliran barang berawal dari penghasil barang menuju ke konsumen, aliran uang merupakan kebalikan dari aliran barang yaitu dari konsumen ke penghasil barang. Aliran informasi dalam sistem rantai pasok bisa terjadi dua arah, dari produsen ke konsumen dan sebaliknya. Gambaran aliran dalam sistem rantai pasok ditunjukkan pada Gambar 5.

Konsumen

Tambak Udang

Tambak Udang PedagangPedagang Industri pengolahanIndustri pengolahan PasarPasar Aliran Informasi

Aliran Kebutuhan / Uang Aliran Kebutuhan / Uang

Aliran Pasokan Aliran Pasokan

Gambar 5 Aliran rantai pasok

Salah satu faktor kunci dalam meningkatkan performa sistem rantai pasok adalah aliran informasi tentang produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Kecepatan aliran informasi sangat menentukan tingkat efektifitas proses pengadaan barang dan jasa. Pertukaran data dan informasi yang akurat dan cepat hanya bisa difasilitasi oleh penggunaan informasi teknologi yang terintegrasi dari mulai pabrikan, supplier, transporter, sampai dengan konsumen.

(32)

12

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Brown (1994) untuk mendapatkan pasokan bahan baku kualitas maka diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah lapisan jejaring dan keterlibatan minimal satu rantai pasok, sehingga bisa dalam satu waktu terjadi proses pararel dan sekuensial (Vorst, 2004). Gambar 6 merupakan aliran bahan di setiap tingkatan rantai pasok dalam konteks jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh.

Gambar 6 Skema rantai pasok pertanian (Vorst, 2004)

Menurut Heizer dan Render (2001), sebuah perusahaan harus memutuskan strategi rantai pasokan dalam memenuhi kebutuhan produksinya. Strategi pertama adalah negosiasi dengan banyak pemasok dan memainkan satu pemasok dengan yang lainnya. Strategi yang kedua adalah mengembangkan hubungan jangka panjang bekerja sama dengan sedikit pemasok yang akan bekerja sama dengan pembeli untuk memuaskan pelanggan akhir. Strategi yang ketiga adalah integrasi vertikal, dimana perusahaan dapat memutuskan untuk menggunakan integrasi vertikal ke belakang dengan membeli pemasoknya. Strategi yang keempat adalah kombinasi beberapa pemasok dan integrasi vertikal, dimana pemasok menjadi bagian koalisi perusahaan. Terakhir, strategi kelima adalah mengembangkan perusahaan-perusahaan maya. Ballou (2004) menambahkan pendekatan yang inovatif dalam strategi rantai pasokan dapat memberikan keunggulan kompetitif pada perusahaan.

Porter (1980) menyatakan bahwa persaingan dapat dipandang sebagai pengelolaan sumberdaya sedemikian rupa sehingga melampaui kinerja kompetitor. Untuk melaksanakannya, perusahaan perlu memiliki keunggulan kompetitif yang merupakan jantung kinerja perusahaan dalam sebuah pasar yang semakin kompetitif. Keunggulan kompetitif akan dapat dicapai bila perusahaan mampu memberikan

customer value yang lebih tinggi dari kompetitor untuk biaya yang sama atau

customer value yang sama untuk biaya yang lebih rendah.

Analisa rantai pasok erat kaitannya dengan rantai nilai komoditas. Rantai nilai merupakan sebuah rangkaian kegiatan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. Analisis rantai nilai sangat bermanfaat untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, karena rantai nilai mengidentifikasi hubungan internal dan eksternal sehingga dapat membantu perusahaan dalam mencapai keunggulan biaya

(33)

13 maupun dengan strategi diferensiasi. Jadi esensi analisis rantai nilai adalah menentukan secara tepat dimana segmen perusahaan dalam rantai mulai dari desain sampai dengan distribusi.

Identifikasi sumber-sumber dan potensi keunggulan kompetitif bagi suatu perusahaan, diperlukan suatu alat analisis yang disebut konsep rantai nilai (Porter, 1985). Analisa rantai nilai perusahaan dapat menentukan dan mengidentifikasi hubungan yang terdapat dalam perusahaan, baik hubungan eksternal maupun hubungan internal. Hubungan internal akan menjaga keterkaitan antara aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari rantai nilai, sedangkan hubungan eksternal akan menjaga keterkaitan antara aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok dan konsumennya. Porter (1993) membagi aktivitas-aktivitas kedalam dua kategori. Pertama adalah aktivitas-aktivitas primer, merupakan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penciptaan fisik produk, penjualan dan distribusin serta layanan purnajual. Aktivitas ini terdiri dari inbound logistics, kegiatan operasi,

outbound logistics, pemasaran dan penjualan serta pelayanan. Kedua adalah aktivitas

pendukung, merupakan aktivitas yang menyediakan dukungan bagi berlangsungnya aktivitas primer. Aktivitas ini terdiri dari pengadaan dan pembelian, pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia) dan infrastruktur perusahaan.

Agroindustri Udang Berkelanjutan

Keberlanjutan adalah suatu keadaan berkesinambungan dimana kegunaan yang diperoleh dari suatu obyek atau sumberdaya pada masa mendatang tidak berkurang dibandingkan saat ini (Fauzi, 2006). Keberlanjutan merupakan permasalahan yang kompleks karena mencakup berbagai aspek atau dimensi keberlanjutan, seperti dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan (Hall, 2002). Penilaian keberlanjutan yang hanya menitikberatkan pada salah satu dimensi saja ternyata menyebabkan ketimpangan dan berdampak buruk pada dimensi lainnya. Sebagai contoh, kemajuan industri dan pembangunan yang sangat pesat pada pertengahan abad ke-20 dibanyak negara di dunia, telah memberikan keuntungan finansial dan ekonomi yang sangat besar, justru berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan pengurasan sumberdaya alam sehingga berpengaruh buruk terhadap berlangsungnya industri itu sendiri, lingkungan dan sumberdaya yang dirasakan pada tahun 1980-an (Glavic dan Krajnc, 2003).

Soekartawi (2002) menyatakan bahwa keberlanjutan mencakup tiga dimensi yaitu ekonomi, sumberdaya dan sosial. Agroindustri berkelanjutan jika secara ekonomi mempunyai produktivitas dan keuntungan yang dapat ditingkatkan dalam waktu yang relatif lama (nacessary) sehingga dapat mencukupi kebutuhan masa sekarang dan akan datang. Agroindustri berkelanjutan berkaitan dengan terjaganya sumberdaya atas ketersediaan bahan baku yang lestari (sufficient) dan peduli terhadap lingkungan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

(34)

14

alamnya dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebihan, tidak terjadi pembuangan limbah yang melampaui batas asimilasi lingkungan. Dimensi ekologi pada pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui dikatakan berkelanjutan jika diiringi dengan upaya pengembangan bahan subtitusinya secara memadai. Suatu kawasan secara sosial dikatakan berkelanjutan apabila seluruh kebutuhan dasar bagi semua penduduk terpenuhi, terjadi distribusi pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha secara adil, kesetaraan gender, dan terdapatnya akuntabilitas serta partisipasi politik (Dahuri, 2003).

Konsep keberlanjutan dalam konteks industri, dapat ditetapkan untuk industri sebagai bagian dari strategi bisnis untuk mencapai keberhasilan perusahaan dalam jangka panjang. Terminologi pembangunan berkelanjutan saat ini, semakin berkembang seiring dengan peningkatan kesadaran terhadap arti penting keberlanjutan. Ometto et al. (2007) mengembangkan sistem simbiosis agroindustri gula tebu dengan menggunakan dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, prosedur operasional, serta politik dan kelembagaan sebagai upaya meningkatkan keberlanjutan agroindustri gula. Dimensi lingkungan seperti penggunaan energi, air dan limbah, dimensi sosial meliputi persamaan hak, etika perdagangan, dan dimensi ekonomi meliputi keahlian tenaga keja, dan inovasi berbasis pengetahuan digunakan oleh Defra (2006) sebagai langkah untuk strategi keberlanjutan industri pangan.

Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang menyumbang 15 persen dari total ekspor nonmigas. Pada tahun 1985 sampai 1988, misalnya, terjadi kenaikan ekspor udang dari 30.800 ton senilai 202,3 juta dollar AS menjadi 56.552 ton senilai 499,85 juta dollar AS. Produksi udang Indonesia mencapai 410 ribu ton di tahun 2008 dengan total nilai Rp10 triliun. Namun demikian, puncak produksi udang tidak diikuti dengan upaya mempertahankan mutu induk, perbaikan kualitas tambak, dan daya dukung lingkungan sehingga pada tahun 2009 produksi udang nasional sekitar 350 ton, produksi ini menurun dari target yang telah di tetapkan sebesar 540 ton (Nurdjana, 2010).

Penurunan produksi udang mengakibatkan beberapa perusahaan pengolahan udang berhenti beroperasi. Sejak awal tahun 2009, jumlah perusahaan pengolahan udang di Indonesia yang masih beroperasi telah menurun drastis hingga kurang dari 50% dari jumlah semula. Sebagai gambaran di wilayah Sulawesi Selatan pada tahun 2006 terdapat 13 perusahaan pengolahan sedangkan saat ini hanya tersisa 6 perusahaan. Hal yang sama terjadi di wilayah Jawa Timur dimana industri pengolahan yang sebelumnya berjumlah 35 di tahun 2006, saat ini hanya sekitar 16 perusahaan yang masih aktif. Di samping jumlah perusahaan yang berkurang drastis, produksi yang dihasilkan oleh setiap perusahaan pun semakin berkurang sehingga hanya 30-50 % dari kapasitas terpasang. Saat ini sebagian besar industri hanya bisa mengolah 3-5 ton udang per hari atau sekitar 1000 ton per tahun (Ilman, 2010).

(35)

15 Perbedaan dari setiap sistem tersebut terletak pada padat penebaran, pola pemberian pakan dan sistem pengelolaan air dan lingkungan.

Hingga saat ini tidak terdapat data resmi yang jelas mengenai luas lahan yang masih aktif beroperasi dan teknologi pengelolaannya. Berdasarkan hasil pemantauan WIIP (Wetlands International Indonesia Programme) ke wilayah-wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, diperkirakan sekitar 70 persen luasan pertambakan nasional dikelola secara ekstensif. Tambak-tambak ini umumnya tersebar disepanjang pesisir timur Sumatera, pesisir utara Jawa, pesisir Sulawesi selatan, dan pesisir timur Kalimantan. Tambak-tambak dengan teknologi ekstensif menghasilkan panen dalam jumlah yang sangat kecil, antara 10 – 100 kg/ha/musim (Ilman, 2010).

Kelembagaan Permodalan

Lembaga permodalan sering dipandang sebagai kelembagaan pendukung agribisnis yang strategis, mengingat satu kelemahan utama petambak saat ini adalah kurang kuat dalam permodalan karena keterbatasan akses ke lembaga permodalan baik itu akses informasi, tempat dan pengetahuan. Dengan kondisi seperti ini, proses adopsi inovasi teknis berjalan kurang optimal karena ketidakmampuan petambak dalam permodalan.

Kondisi di lapang menunjukkan bahwa pada dasarnya petambak mempunyai kemampuan dan kemauan untuk menabung, namun petambak tidak mempunyai sistem dan mekanisme yang rapi untuk membangun modal sendiri. Padahal potensi untuk melakukan aktivitas menabung tinggi, terlihat dengan seringnya petambak ikut iuran atau arisan pada komunitas dan acara tertentu. Dengan demikian petambak sebenarnya mempunyai kapasitas untuk menyisihkan hasil usaha mereka.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) didefiniskan sebagai lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat desa yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal. Saat ini sudah berkembang banyak lembaga keuangan mikro yang dikelola oleh perbankan, pemerintah dan swasta. Banyaknya jenis lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak terjangkau oleh lembaga keuangan formal. Keberadaan lembaga ini telah mengubah dinamika masyarakat dimana lembaga ini telah menumbuhkan minat masyarakat di pedesaan untuk berusaha atau menumbuhkan pengusaha-pengusaha kecil di pedesaan.

Keberadaan lembaga keuangan mikro diharapkan mampu mencakup dua profil sekaligus, yaitu antara institusi sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin tanpa memandang bankable atau tidak, dan institusi komersial yang memperhatikan efisiensi serta efektifitas dalam penyaluran dana keuangannya. Meski berperan sebagai institusi sosial, LKM dapat menjadi institusi komersial dengan cara meminimisasi biaya transaksi dan dengan bantuan kelompok swadaya masyarakat dalam mengkoordinir anggotanya. Faktor kedekatan dengan pihak nasabah dan fleksibilitas aturan, menyebabkan biaya operasional dapat ditekan.

(36)

16

kebutuhannya. Keuangan mikro merupakan pendekatan terbaik dalam menanggulangi kemiskinan, karena dapat berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa keuangan, baik untuk kegiatan produktif untuk kegiatan usaha mikro, maupun untuk kegiatan konsumtif keluarga masyarakat miskin tersebut.

Pengembangan LKM diharapkan mampu membantu memecahkan masalah permodalan UMKM yang sebenarnya juga terbentur masalah permodalan. Belum adanya jaringan antara LKM dengan institusi keuangan lainnya menjadi salah satu sebab sulitnya LKM mengembangkan diri. Salah satu pengembangan lembaga permodalan adalah dengan menggabungkan berbagai institusi dalam menopang permodalan dalam LKM, CPRI (2010) mengembangkan model lembaga permodalan yang investasinya merupakan gabungan modal (Blending Financing, Gambar 7) yang dapatkan dari lembaga lembaga permodalan pemerintah seperti PEMP, PNPM, LBDP, perbankkan misalnya KUR Mikro, KKP-E, investor dari perusahaan melalui CSR nya (Corporate

Sosial Responsibility), dan dukungan dana dari masyarakat sebagai pelaku bisnis.

Dukungan dari semua pihak yang terlibat ini diharapkan usaha untuk mengembangkan dan memajukan usaha yang didanai dari lembaga permodalan yang dibentuk dapat tercapai. Berkembangnya usaha nantinya, diharapkan masyarakat merasakan manfaat pembangunan, akan menumbuhkan rasa memiliki pada setiap pembangunan yang ada, sehingga keberlanjutan program pembangunan akan lebih terjamin.

Individu

Gambar 7 Blending financing (CPRI, 2010)

Pemodelan dan Simulasi

(37)

hubungan-17 hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah. Formulasi model bertujuan untuk mendapatkan model logis yang dapat merepresentasikan sistem nyata.

Pemodelan merupakan alat uji sistem yang dikembangkan untuk memudahkan mempelajari perilaku suatu sistem. Asyiawati (2002) menjelaskan secara rinci tujuan pemodelan adalah sebagai berikut :

1 Mempelajari gejala-gejala tertentu yang belum ada landasan teorinya. 2 Memecahkan persoalan matematik dari suatu gejala.

3 Mencari hubungan antara dua teori yang tidak berkaitan, dengan menggunakan salah satu teori yang lain atau dengan membuat satu model untuk kedua teori tersebut.

4 Melakukan generalisasi terhadap suatu teori tertentu. 5 Memperjelas teori tentang gejala-gejala tertentu.

6 Mempelajari sistem yang terlampau kecil, terlampau besar atau terlampau berbahaya jika dilakukan eksperimen langsung.

7 Untuk menjembatani kesenjangan antara gagasan yang terlalu abstrak dengan pengamatan nyata atau realitas faktual.

Model dapat dibedakan menjadi banyak katagori, tergantung dari jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok pengkajian maupun derajat keabstrakannya. Menurut jenisnya model terdiri dari model fisik, diagramatik maupun matematik. Menurut Sushill (1993), pengkatagorian model berdasarkan teknik pemodelannya dapat dikelompokkan atas :

1 Model stokastik, yaitu model yang didasarkan atas teori peluang dan didukung oleh data dan informasi historis yang tidak menentu (uncertainly) untuk melihat peluang di masa mendatang.

2 Model deterministik, yaitu model yang mengasumsikan parameter dari hubungan persamaan ataupun pertidaksamaan secara pasti atau ditentukan untuk melihat tujuan dalam bentuk fungsi matematik.

Model yang telah dibuat kemudian dilakukan simulasi dan validasi. Simulasi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang digunakan untuk memecahkan atau menguraikan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang penuh dengan ketidakpastian. Simulasi yang dijalankan lebih ditekankan pada pemakaian komputer untuk mendapatkan solusinya (Kakiay, 2004). Sushill (1993) selanjutnya menyatakan bahwa simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut dimasa depan.

Menurut Render dan Stair (1994) simulasi merupakan alat analisis yang secara luas telah banyak digunakan oleh pengambil keputusan dengan berbagai alasan. Simulasi mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut :

1 Simulasi merupakan alat analisis yang efisien dan flekibel.

2 Dapat digunakan untuk menganalisis model-model quantitatif yang kompleks dan rumit yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan metode analitik. 3 Menghemat waktu dan sumberdaya karena dilakukan dengan komputer dan

menggunakan model dan tidak berhubungan langsung dengan dunia nyata. 4 Simulasi dapat digunakan untuk melakukan studi pengaruh beberapa variabel

untuk menetapkan yang mana variabel yang paling berpengaruh atau penting. 5 Simulasi memungkinkan penggunaan skenario-skenario yang atraktif sehingga

membantu memberikan alternatif keputusan.

(38)

18

Validasi merupakan penyimpulan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang meyakinkan. Validasi merupakan suatu proses yang iteratif yang berupa pengujian-pengujian sebagai proses penyempurnaan model. Hasil validasi akan menimbulkan proses perbaikan dan reformulasi model (Sushill, 1993).

Penelitian Terdahulu dan Posisi Strategis Penelitian

Penelitian Terdahulu

Pendekatan berbasis agen telah banyak digunakan dalam beberapa penelitian baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Beberapa kajian penelitian baik bidang sosial, ekonomi dan lingkungan bahkan kemiliteran telah dilakukan. Weidlich, A dan Veit, D (2008) menggunakan pendekatan agen dalam menyelesaikan permasalahan pasar energi listrik yang sangat dinamis dengan keterkaitan berbagai sektor yang komplek. Weidlich, A dan Veit, D mengembangkan apa yang disebut Agent Based

Computational Economic (ACE) dalam mensimulasikan pasar energi listrik dengan

menganalisis struktur pasar dan desain pasar dalam keseluruhan perdagangan energi listrik dengan menggunakan software agen Distributed Artificial Intelligence (DAI)

dan Multi-Agent Systems (MAS).

Pendekatan agen digunakan juga dalam Penelitian yang dilakukan oleh Garro dan Russo (2010) dengan menggunakan metode easyABMS dalam menyelesaikan permasalahan logistik menyangkut analisa kebijakan dalam mengelola kendaraan di terminal untuk menanggulangi penumpukan kontainer. Syairudin, et al. (2008) menggunakan pendekatan agen untuk pengembangan model knowledge sharing

dalam menjembatani antara industri kecil dan menengah. Hasil penelitian berupa model knowledge sharing yang efektif pada klaster industri kecil dan menengah. Pendekatan agen juga digunakan dalam model simulasi menanggulangi berkembangnya wabah flu burung di Bandung. Hasil simulasi merekomendasikan beberapa kebijakan dalam mengatasi berkembangnya wabah flu burung di Bandung (Putro et al., 2009).

(39)

19 Keberlanjutan merupakan salah satu topik penelitian yang banyak dipilih saat ini terutama berkaitan dengan isu lingkungan. Terminologi pembangunan berkelanjutan semakin berkembang seiring dengan peningkatan kesadaran terhadap arti penting keberlanjutan. Ometto et al. (2007) mengembangkan sistem simbiosis agroindustri gula tebu dengan menggunakan dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, prosedur operasional, politik dan kelembagaan sebagai upaya meningkatkan keberlanjutan agroindustri gula. Dimensi lingkungan seperti penggunaan energi, air dan limbah, dimensi sosial meliputi persamaan hak, etika perdagangan, dan dimensi ekonomi meliputi keahlian tenaga keja, dan inovasi berbasis pengetahuan digunakan sebagai langkah untuk strategi keberlanjutan industri pangan (Defra, 2006). Adams dan Ghaly (2007) melakukan sebuah penelitian dengan indikator sistem produksi dan sistem pengolahan sebagai langkah dalam memaksimalkan keberlanjutan industri kopi di Costa Rica.

Posisi Strategis Penelitian

Posisi strategis penelitian merupakan kebaharuan penelitian ini adalah dikembangkannya pemodelan berbasis agen yang dikemas dalam lingkup pendekatan klaster dengan mengakomodasi dimensi-dimensi keberlanjutan dalam mengembangkan konsep Minapolitan. Penelitian ini juga menggunakan análisis sistem dinamik untuk melihat pasokan bahan baku agroindustri udang dalam klaster. Análisis sistem dinamik menghasilkan model dinamik pasokan bahan baku yang diharapkan berguna dalam penentuan strategi peningkatan keberlanjutan pasokan bahan baku agroindsutri udang dalam kawasan Minapolitan bagi pemerintah daerah. Penggunaan pendekatan agen diharapkan terjadi harmonisasi hubungan antar pelaku dan transformasi teknologi untuk meningkatkan kontinuitas dan kualitas produk yang dihasilkan dari masing-masing pelaku. Selain akan terjadi keterbukaan informasi antar pelaku dalam rantai pasok agroindustri udang.

Penggunaan pendekatan klaster dan konsep keberlanjutan akan dihasilkan sebuah model Minapolitan dengan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan dan meningkatkan daya saing industri, sehingga mendorong agroindustri lebih kompetitif dan berkelanjutan. Pengembangan kawasan melalui konsep klaster diyakini efektif dalam membangun keunggulan daya saing agroindustri dan pembangunan suatu daerah. Seperti dijelaskan EDA (1997) pengembangan ekonomi berbasis klaster merupakan kunci pengembangan daya saing suatu daerah. Masuknya isu pembangunan berkelanjutan dalam pengembangan suatu wilayah, maka hasil akhir yang didapat adalah sebuah model Agroindustri udang di kawasan Minapolitan yang berkelanjutan.

Gambar

Gambar 8 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 9 Tahapan penelitian rancang bangun model berbasis agen untuk  pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan
Gambar 11 Siklus tahapan SOARS (Deguchi, 2006)
Gambar 14 Rantai pasok agroindustri udang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Propilena oksida (Methyloxirane, 1,2-epoxypropane) merupakan senyawa organik kimia yang utama sebagai reaksi intermediet untuk memproduksi polyether polyols,

Pada tahap representation (representasi) siswa menjawab soal dalam bentuk gambar dan simbol-simbol yang diberikan dan mampu menyatakan.. hasil

[r]

Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas

Tabel 4 menunjukkan pertambahan bobot badan harian pada kambing dengan pemberian ransum yang mengandung level protein yang berbeda yang disuplementasi dengan urea,

Dalam perjalanan hidupnya, John Newton menghasilkan 280 lagu Kristen yang digemari gereja-gereja di seluruh dunia, 280 lagu karangannya ditambah 60 lagu karangan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan konsentrasi bahan pengisi (filler) dari tepung sereal yang terbaik pad a pembuatan sosis ikan tengiri ditinjau

Dalam identifikasi dan perumusan pengelolaan angin pada bentuk dasar, setelah proses petama dilakukan, maka data yang berupa parameter diaplikasikan menggunakan