PENGARUH IMPLANTAS! LHRH DAN ESTRADIOL-17p
TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD
IKAN
Pangasius djambal
Oleh:
Sularto
NRP. 99459PROGFWM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
SULARTO. Pengaruh lrnplantasi LHRH dan Estradiol-17p Terhadap Perkernbangar; Gonad lkan Pangasius djambal. Di bawah birnbingan MUHAMMAD ZAlRlN JR., sebagai ketua kornisi pernbirnbing, KUSMAN
SUMAWIDJAJA dan AGUS OMAN SUDRAJAT, sebagai anggota kornisi
pernbirnbing.
Penyediaan induk ikan patin jarnbal Pangasius djambal yang siap pijah
untuk usaha pernbenihan menjadi kendala utarna, karena tingkat kernatangan
gonadnya bewariasi. Oleh karena itu terapi hormon rnerupakan salah satu
alternatif untuk rnengatasi rnasalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
rnengetahui pengaruh irnplantasi LHRH dan estradiol-17p terhadap proses
pernatangan gonad ikan patin jarnbal.
Pada percobaan ini digunakan ikan patin jarnbal yang berurnur 3 tahun
dengan kisaran bobot 2700 - 4500 g sebanyak 24 ekor. Perlakuan yang
diberikan adalah irnplantasi 0 pg LHRH + 0 pg estradiol-17p (kontrol); 0 pg LHRH
+
400 pg estradiol-17P per kg induk; 50 pg LHRH + 300 pg estradiol-17p per kginduk; 100 pg LHRH + 200 pg estradiol-l7p per kg induk; 150 pg LHRH + 100 pg
estradiol-17p per kg induk; 200 pg LHRH
+
0 pg estradiol-170 per kg induk.Parameter yang diarnati adalah kandungan testosteron dan estradiol-17p plasma,
perkernbangan oosit dan bobot ikan.
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa irnplantasi horrnon estradiol-17P dan
LHRH efektif rneningkatkan kadar estradiol-17P plasma. Estradiol-l7P plasma
pada kadar tertentu dapat rnerangsang proses vitelogenesis. Aktivitas ini dapat
terlihat dari adanya perbedaan pertarnbahan ukuran diameter oosit pada ikan
perlakuan dibanding kontrol. Pada perlakuan kornbinasi tarnpak bahwa
peningkatan kadar testosteron tidak banyak pengaruhnya terhadap peningkatan
kadar estradiol-17p, karena diduga kandungan estradiol-17P sudah cukup untuk
rnerangsang vitelogenesis. Pada penelitian ini, pemberian hormon baik sendiri-
sendiri rnaupun carnpuran dapat rnernpercepat perkernbangan oosit ikan patin
jarnbal. Kandungan steroid plasma dan perkernbangan oosit ikan perlakuan
rnenunjukkan bahwa proses vitelogenesis pada ikan patin jarnbal dapat
dirangsang, baik rnelalui jalur tak langsung hipofisis-ovari-hati rnaupun jalur
Dari hasil penelitian ini dapat disirnpulkan bahwa implantasi LHRH dan
estradiol-17p, dapat rneningkatkan kadar estradiol-l7p plasma ikan patin jarnbal.
lrnplantasi estradiol-17p secara sendiri rnernberikan hasil yang paling efektif,
sebaliknya pernberian secara carnpuran rnernberikan indikasi kurang efisien.
lmplantasi LHRH dan estradiol-17p, efektif rnernpercepat perkernbangan gonad
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya rnenyatakan bahwa tesis yang berjudul:
Pengaruh lrnplantasi LHRH dan Estradiol-17P Terhadap Perkernbangan Gonad lkan Pangasius djambal.
Adalah benar rnerupakan hasil karya saya sendiri dan belurn pernah
dipublikasikan. Sernua surnber data dan inforrnasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
-
Bogor, Agustus 2002
PENGARUH IMPLANTASI LHRH DAN ESTRADIOL-17fi
TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD
IKAN
Pangasius djambal
Oleh: Sularto NRP. 99459
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi
llmu
PerairanPROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
: Pengaruh lmplantasi LHRH dan Estradiol-17p Terhadap Perkembangan Gonad
lkan Pangasius djambal
: Sularto
: 99459lAIR
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Kusman Sumawidiaia. M.Sc. Dr. Ir. A ~ U S ~ dSudraiat, M.Sc. n
Anggota Anggota
Ketua Program Studi llmu Perairan
&dLECZ<
-L, .,Dr. Chairul Muluk, M.Sc.
Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 28 September 1961, sebagai
anak ke-2 dari enam bersaudara. Ayahanda bernarna Rs. Ranaatrnadja (alrn.)
sedangkan ibunda bernarna Subiyah. Pada tanggal 13 Oktober 1987, penulis
rnenikah dengan Rini Mundiasih putri ke-3 dari pasangan Bapak Slarnet
Moentakip (aim.) dan lbu Mien Ratrninah, dan sekarang telah dikarunia 3 anak
yaitu Billy Pambudi, Kartika Budiani, dan M. Budi Tri Rianto.
Penulis lulus SMU tahun 1980 yakni dari SMA I Purwokerto. Gelar sarjana
(SI) Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto diperoleh pada tahun 1987. Pada
tahun 1989 diterirna sebagai Karyawan pada Balai Penelitian Perikanan Air
Tawar sarnpai sekarang. Pada tahun 1999 penulis rnelanjutkan studi pada
Program Pascasarjana IPB mengarnbil jurusan llrnu Perairan yang dibiayai dari
Proyek ARM II Badan Litbang Pertanian.
Sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelas magister sains, penulis
rnenyusun tesis dengan judul "Pengaruh lmplantasi LHRH dan Estradiol-17P
Terhadap Perkernbangan Gonad lkan Pangasius djambal' di bawah birnbingan
Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc. (Ketua), Dr. Ir. Kusrnan Surnawidjaja, M.Sc.
(Anggota), Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. (Anggota). Penulis dinyatakan
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
rnernberikan rahrnat dan hidayail-Nya sehingga penulis rnendapatkan kekuatan
untuk dapat rnenyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk rnernperoleh gelar rnagister sains pada Program Pascasarjana IPB.
Di dalam kegiatan budidaya ikan, untuk rnenjarnin ketersediaan benih
perlu didukung oleh ketersediaan induk yang rnatang gonad. Salah satu kendala
dalarn budidaya ikan patin jarnbal adalah sulitnya rnendapatkan induk yang
rnatang gonad. Berkaitan dengan pernbuatan tesis ini, rnaka untuk rnengatasi
kendala tersebut dilakukan penelitian dengan judul "Pengaruh lrnplantasi LHRH
dan Estradiol-17p Terhadap Perkernbangan Gonad lkan Pangasius ~ljarnbal'~.
Diharapkan dari hasil penelitian ini rnernberikan tarnbahan inforrnasi dalarn
rangka penyediaan induk yang matang gonad, terlebih pada saat di luar rnusirn
pernijahan. Menyadari akan kernarnpuan yang penulis rniliki serta keterbatasan
sarana dan biaya yang ada, rnaka sudah barang tentu tulisan ini rnasih jauh dari
kesempurnaan. Narnun dernikian penulis tetap berharap sernoga karya kecil ini
dapat berguna bagi para pernbacanya.
Dengan tesusunnya tesis ini, penulis ucapkan terirna kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc., yang telah banyak rnernberikan
birnbingan, arahan dan dorongan sernangat selarna penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr. lr. Kusrnan Surnawidjaja, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Agus Oman
Sudrajat, M.Sc., yang juga telah banyak rnernberikan birnbingan dalarn
3. Kornisi Pernbinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian dan Proyek ARM II yang
telah rnernberikan kesernpatan dan mendanai penulis untuk melakukan studi
di IPB.
4. Dr. Marc Legendre dan Mr. Jacques Slernbrouk (IRD) atas birnbingan serta
bantuan dana dan fasilitas yang diberikan.
5. lstri dan anak-anakku tercinta atas pengertian dan kesabarannya dalarn
rnernberikan sernangat selarna ini.
6. Ibunda, Bapak-lbu rnertua, Kakanda Agus Sutanto dan Sutrisno, serta adik-
adik tercinta, atas dorongan semangat yang diberikan.
7. Bu Ani, Bu Yanti, Bu Rina, Pak Sarjono, Dwi, Wiwi, serta rekan-rakan PS Air
99 lainnya atas bantuan dan dorongan sernangatnya yang diberikan.
8. Pak Barnbang, lbu Piko, Pak Jojo, Pak Wakhid, Pak Heru, Pak Wartono,
serta rekan-rekan peneliti lainnya atas bantuan dan dorongan sernangat yang
diberikan.
9. Karnlawi, Edi, Wawan, Kornar, dan rekan-rekan teknisi lainnya atas bantuan
yang diberikan terutarna dalarn pengarnbilan data penelitian.
10. Pak Yosef dan kawan-kawan, laboran Lab. RIA Balitnak Ciawi yang telah
rnernbantu dalarn rnenganalisa sarnpel darah ikan.
Bogor, Agustus 2002
DAFTAR IS1
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang1.2. Perurnusan dan Pendekatan Masalah
1.3. Tujuan dan Kegunaan Percobaan
1.4. Hipotesis
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Reproduksi lkan Pangasius djambal
2.1. Perkembangan Gonad
2.3. Aspek Nutrisi
2.4. Peranan Horrnon Dalarn Perkernbangan Gonad 2.5. Aspek Lingkungan Budidaya
Ill. MATERI DAN METODE PERCOBAAN
3.1. Desajn Percobaan
3.1
.I.
Ternpat dan Waktu Percobaan3.1.2. Rancangan Percobaan
3.1.3. lkan
Uji
3.1.4. Wadah Pemeliharaan
3.1.5. Horrnon dan Bahan Kirnia
3.1.6. Pakan
3.2. Rancangan Pengurnpulan Data
3.3. Rancangan Analisis Data
IV. HASlL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Konsentrasi Horrnon Dalarn Darah
4.1.2. Perkernbangan Oosit
4.1.3. Perkernbangan Bobot lkan
4.2. Pernbahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Halaman ii
iii
DAFTAR GAMBAR
1. Kadar estradiol-17p dalam plasma ikan patin jambal selama percobaan
2. Kadar testosteron dalam plasma ikan patin jambal selama percobaan
3. Diameter oosit ikan patin jambal selama percobaan
4. Hasil histologis oosit patin jambal pada bulan September
5. Bobot ikan patin jambal selama percobaan
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kadar estradiol-17P dalarn plasma ikan patin jarnbal selarna percobaan (ngl rnl)
2. Analisis ragarn kadar estradiol-17p dalarn plasma ikan patin jarnbal selarna percobaan
3. Kadar testosteron dalarn plasma ikan patin jarnbal selarna percobaan (ngl rnl)
4. Analisis ragarn kadar testosteron ikan patin jarnbal selarna percobaan
5. Diameter oosit ikan patin jarnbal selarna percobaan (rnm)
6. Analisis ragarn diameter oosit ikan patin jarnbal selama percobaan
7. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal perlakuan A selarna percobaan
8. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jambal
-
perlakuan B selama percobaan9. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal perlakuan C selarna percobaan
10. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jambal perlakuan D selarna percobaan
11. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal perlakuan E selarna percobaan
12. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal perlakuan F selarna percobaan
13. Bobot ikan patin jambal selarna percobaan (g)
14. Analisis ragarn bobot lkan patin jambal selarna percobaan
15. Curah hujan dan suhu air kolarn selarna percobaan
16. Cara pernbuatan pelet horrnon LHRH
Halarnan
37
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
lkan patin jarnbal (Pangasius djarnbal ) rnerupakan salah satu jenis ikan
air tawar asli Indonesia yang rnerniliki nilai ekonornis tinggi. Pada tahun 1998
ikan ini telah berhasil dikembangbiakkan dengan cara pijah rangsang (Legendre,
Slernbrouck, dan Subagja 1998). Pada tahun 2000 pernerintah rnelalui
Departernen Pertanian telah rnengukuhkan ikan ini sebagai ikan budidaya. lkan
patin jarnbal rnerniliki kecepatan turnbuh yang lebih baik dari ikan patin siarn (P.
hypophthalmus). Legendre, Pouyaud, Slernbrouck, Gustiano, Kristanto,
Subagja, Kornarudin, Sudarto, dan Maskur (2000), telah rnernbandingkan
perturnbuhan antara patin jarnbal dan patin siarn pada berbagai stadia dan
ternyata ikan patin jarnbal turnbuh lebih cepat. Dari dua kali percobaan, kedua
ikan tersebut yang masing-masing berurnur 3 hari yang diberi pakan berupa
arternia selarna 15 hari, patin jarnbal dapat rnencapai ukuran rata-rata 261 dan
394 rng, sedangkan patin siarn hanya rnencapai ukuran rata-rata 135 dan 282
rng. Dernikian pula perneliharaan dari bobot awal masing-masing 550 g setelah
dipelihara 540 hari, patin jarnbal turnbuh rnenjadi 4100 g, sedangkan patin
Bangkok hanya rnencapai 2900 g. Di Surnatera ikan ini lebih disukai dan
harganya lebih rnahal (Sadili, 1998). Untuk rnernenuhi perrnintaan konsurnsi ikan
tersebut, petani rnasih rnengandalkan penangkapan dari alarn. Usaha
menentukan dosis yang tepat dalam pelet kolesterol dan belurn tersedia ukuran
pelet yang tepat untuk ikan yang berbeda ukuran dan spesiesnya (Crirn,
Sherwood, dan Wilson, 1988). Dewasa ini telah dikembangkan teknik pernberian
horrnon rnelalui emulsi tipe WIONV (water in oil in water) seperti yang dilakukan ?
Bugar (2000); Sugihartono (2000); serta Tjendanawangi (2000). Narnun
dernikian hasil ketiganya ternyata belum memuaskan, karena pelepasan dan
keberadaan horrnon HCG rnasih cepat (rnencapai puncak setelah 12 jam dan
kemudian rnenurun terus sarnpai hari ke-12) dibanding dengan rnenggunakan
irnplantasi pelet kolesterol. Dengan pelet kolesterol kandungan FSH rata-rata
rnencapai puncak pada hari ke-24 dan tetap stabil sampai hari ke 31 (Terryana,
1998). Menurut Shirnizu (1996) pengaruh LHRH berjangka panjang pada
berrnacam-macarn fase pada siklus reproduksi rnenyulitkan untuk rnelihat
pengaruh pernberian LHRH dalarn proses pernatangan gonad. Oleh karena itu
dalam percobaan ini untuk merangsang perkembangan dan pematangan gonad
ikan patin jarnbal dicoba menggunakan dua macam horrnon yaitu LHRH dan
estradiol-17P dengan cara implantasi.
1.2. Perurnusan dan Pendekatan Masalah
Di Indonesia, siklus reproduksi ikan patin jambal seperti halnya ikan
golongan Pangasiidae lainnya, secara alarniah hanya terjadi sekali dalarn
setahun yaitu pada musirn penghujan (bulan Oktober - April). Pada kondisi
alarni, proses perkembangan gonad ikan dipengaruhi oleh aktivitas hormon
sebagai respons hipotalamus terhadap sinyal-sinyal lingkungan seperti suhu,
naik turunnya permukaan air, curah hujan dan lainnya.
Menurut Donaldson dan Hunter (1983), di lingkungan budidaya sinyal
lingkungan mungkin kecil sekali, sehingga proses perkembangan gonad dan
vitelogenesis berjaian lambat dan kurang efektif. Akibatnya tidak semua oosit
memperoleh vitelogenin yang cukup, dan hanya sebagian kecil saja oosit yang
matang. Kondisi ini yang diduga terjadi pada ikan patin jambal, sehingga daya
tetasnya rendah yaitu antara 7.8 - 31.0% (Legendre et a/. 1998a), 43 k 21 %
(Legendre et a/. 2000).
Untuk mengatasi masalah di atas, salah satu alternatif yang dapat
dilakukan adalah dengan terapi hormonal. Pemberian hormon dapat dilakukan
secara akut -melalui suntikan hormon untuk perlakuan jangka pendek, atau
secara kronis melalui implantasi pelet kolesterol untuk perlakuan jangka panjang
(Crim et a/. 1988). Untuk keperluan pematangan gonad diperlukan kandungan
hormon dalam tubuh dalam waktu yang lama, sehingga metode implantasi akan
lebih cocok. Dalam percobaan ini akan dicoba penggunaan LHRH dan estradiol-
17P dengan cara implantasi untuk merangsang perkembangan dan pematangan
gonad ikan patin jambal. lmplantasi hormon LHRH diharapkan akan efektif
merangsang hipofisis untuk menghasilkan FSH. Kemudian FSH tersebut akan
merangsang sel teka menghasilkan testosteron yang kemudian akan diubah
menjadi estradiol-l7p yang akan merangsang hati menghasilkan vitelogenin
diharapkan akan lebih efektif rneningkatkan estradiol-17p di dalam darah,
sehingga akan rnernpercepat vitelogenesis, dan pernatangan oosit.
Dengan rnengetahui peranan horrnon di dalarn proses perkernbangan
gonad, terapi untuk rnerangsang perkernbangan gonad dapat diupayakan
dengan rnenggunakan berbagai horrnon yang diarahkan sesuai organ targetnya.
Pengaruh penggunaan horrnon tertentu untuk rnernacu proses perkernbangan
gonad dapat dilihat dengan rnengukur kadar horrnon dalarn darah. Seperti
dinyatakan oleh Zairin, Furukawa, dan Aida (1992), tingkat steroid plasma
rnerupakan indikator dari pernatangan gonad.
1.3. Tujuan dan Kegunaan Percobaan
Tujuan Percobaan:
Percobaan ini bertujuan rnengetahui pengaruh penggunaan LHRH dan
estradiol-17P terhadap proses pernatangan gonad ikan Pangasius djarnbal.
Kegunaan Percobaan:
Hasil percobaan ini diharapkan dapat rnengatasi rnasalah kesulitan
rnendapatkan induk rnatang gonad di luar rnusirn, sehingga induk siap dipijahkan
setiap saat. Dengan dernikian perrnintaan benih sepanjang tahun dapat
terpenu hi.
1.4. Hipotesis
1. lrnplantasi kornbinasi LHRH dan estradiol-17P akan rneningkatkan kadar
II. TINJAUAN PUSTAKA
2 . . Biologi Reproduksi lkan Pangasius djambal
lkan Pangasius djambal atau yang kemudian dikenal dengan nama patin
jambal tergolong ikan bertulang sejati (teleostei). lkan teleostei biasanya
mempunyai sepasang ovarium berbentuk kompak yang terdapat di dalam rongga
perut, berisi oogonium, oosit dengan sel-sel folikel yang mengitarinya, jaringan
penunjang atau stroma, jaringan pernbuluh darah dan saraf (Nagahama 1983).
Oosit dikelilingi oleh dua lapisan utama, di bagian luar lapisan teka dan di bagian
daiam lapisan granulosa yang masing-masing dipisahkan oleh rnernbran. Sel
teka dan granulosa berperan sebagai penghasil steroid yang berperan penting
dalam proses perkembangan gonad.
Kematangan kelarnin ikan patin jambal dimulai pada umur 3 tahun dengan
bobot 2 - 4 kg (Legendre et a/. 1998a). Selanjutnya dilaporkan bahwa ukuran
diameter oosit yang sudah matang lebih besar daripada diameter oosit ikan patin
siam yaitu berkisar antara 1.68
-
1.84 mm dengan bobot 2.95 mg. MenurutLegendre et a/. (2000), fekunditas patin jambai di Sukamandi sekitar 7900 butirl
kg induk, sedangkan di Jambi 9100 butirl kg induk.
2.2. Perkembangan Gonad
Perkembangan gonad atau oogenesis ialah transformasi oogonia rnenjadi
oosit. Kornponen utama oosit berasal dari senyawa vitelogenin berbobot molekul
Tyler Surnpter, and Campbell (1991) menyatakan bahwa vitelogenesis adalah
proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati. Vitelogenin diangkut rnelalui aliran
darah rnenuju oosit dan rnelalui penyerapan secara selektif kernudian disirnpan
sebagai kuning oosit. Akurnulasi kuning oosit tersebut rnenyebabkan
penarnbahan ukuran oosit. Proses pernatangan gonad pada ikan rnelibatkan dua
rnacarn horrnon gonadotropin yang dihasilkan oleh adenohipofisis, yaitu FSH
yang berperan rnerangsang perkernbangan folikel rnelalui sekresi estradiol-17p
dan LH yang berperan dalarn rnerangsang pernatangan akhir (Nagaharna, 1983)
Tingkat kernatangan gonad ikan rnenurut Nikolsky dalam Effendie (1979),
terbagi menjadi tujuh tingkat:
Tingkat 1: Gonad rnasih rnuda, ukurannya sangat kecil,
Tingkat 2: Tahap istirahat, produk seksual belurn berkernbang, gonad rnasih
kecil, oosit belum dapat dibedakan dengan rnata biasa,
Tingkat 3: Tahap pernasakan, oosit-oosit dapat dibedakan dengan rnata
biasa, perkernbangan gonad sedang berjalan dengan cepat,
Tingkat 4: Tahap matang gonad, gonad rnendapat bobot yang rnaksirnal, oosit belurn keluar bila perutnya ditekan,
Tingkat 5: Tahap reproduksi, oosit keluar bila perut ditekan perlahan.
Tingkat 6: Kondisi salin, oosit sudah dikeluarkan, lubang genital kernerah-
rnerahan, ovari biasanya berisi beberapa oosit sisa,
Tingkat 7: Tahap istirahat, oosit sudah keluar, lubang genital tidak kemerah-
Sedangkan Siregar (1999) rnernbagi tingkat kernatangan gonad ikan
jarnbal Siarn betina secara rnorfologi dan histologi sebagai berikut:
ovari berubah rnenjadi coklat muda, butiran oosit belurn terlihat.
2.3. Aspek Nutrisi
Pakan rnerupakan faktor yang sangat penting untuk perturnbuhan rnaupun
pernatangan gonad. Menurut Sjafei et a/. (1991), pakan rnerupakan komponen
penting dalarn proses pernatangan gonad, karena vitelogenesis rnernbutuhkan
nutrien. Pada akhirnya fekunditas dan kualitas oosit sangat ditentukan oleh
kualitas pakan yang diberikan. Dengan dernikian pernberian pakan yang bernilai
gizi tinggi serta lengkap kornposisinya rnutlak diperlukan dalarn perneliharaan
induk. Legendre, Subagja, dan Slernbrouck (199813) rnelaporkan bahwa untuk
rnernacu perkernbangan gonad ikan patin diperlukan pakan yang mengandung
Ketersediaan nutrien seperti protein, asam lemak esensial, vitamin dan
mineral yang cukup dan berkualitas akan mendorong pematangan gonad, serta
menghasilkan oosit yang berkualitas tinggi (Watanabe, Elis, Elis, Head, Kelley
Moriwake, Lee, dan Biefang, 1995). Menurut Widiyati, Djajasewaka dan Tarupay
(1992), pemberian pakan berupa pelet yang mengandung protein 37%,
sebanyak 2% dari bobot tubuh per hari dapat merangsang perkembangan gonad
induk jambal siam.
2.4. Peranan Hormon Dalam Perkembangan Gonad
Hormon ialah zat yang disintesis pada kelenjar tanpa saluran dan
disekresikan ke dalam aliran darah untuk dikirim ke berbagai organ target
(Grodsky, 1984). Proses vitelogenesis di dalam tubuh ikan melibatkan beberapa
hormon. Sinyal lingkungan akan ditangkap oleh hipotalamus dan mengaktifkan
sel LHRH yang akan merangsang kelenjar pituitari (hipofisis) untuk
menghasilkan gonadotropin.
Menurut Lam (1983), adanya hujan akan memberikan pengaruh yang
besar terhadap kondisi perairan, yakni meningkatkan oksigen terlarut, perubahan
pH air, serta timbulnya "petrichot' yang dapat mempengaruhi hipotalamus.
Hipotalamus akan mengintruksikan organ yang ada di bawah pengaruhnya
(poros hipotalamus - hipofisis
-
ovari) untuk melakukan prose perkembangan7'
1
-dan pernatangan gonad, yang melibatkan hormon-hormon steroid. Dalam ha1 ini
hipotalamus akan menghasilkan LHRH yang akan merangsang hipofisis untuk
mensintesis testosteron. Testosteron yang dihasilkan akan masuk ke dalam
lapisan granulosa, di mana dengan bantuan enzim aromatase akan diubah
menjadi estradiol-17p. Estradiol-17P akan dilepas ke peredaran darah dan akan
masuk ke dalam hati dan akan merangsang biosintesis vitelogenin. Vitelogenin
akan dilepas ke peredaran darah dan akhirnya diserap oleh oosit. Dengan
adanya akumulasi vitelogenin, oosit akan berkembang sampai pada ukuran
tertentu. Estradiol-17P dalam darah juga akan memberikan rangsangan balik
pada pituitari rnaupun hipotalamus.
LHRH merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus.
Keseluruhan rangkaian asam amino inti yang memegang peran utama dalam
menimbulkan gejala biologik telah diketahui. Asam-asam amino yang merupakan
inti molekul LHRH terdiri dari sepuluh buah, karena itu disebut dekapeptida.
Dengan metode biokirnia yang memudahkan pengasingan serta
rnenyambungkan kembali asarn amino, diperoleh bermacam-macam analog
LHRH. Analog-analog ini meskipun asam aminonya tetap 10 buah atau bahkan
menjadi 9, tetapi potensinya berbeda-beda (Partodihardjo, 2987).
Rangkaian asam amino yang menimbulkan gejala biologi secara alam dari
LHRH adalah piroglutarnin-histidin-triptofan-serin-tirosin-glicin-lecsin-arginin-
prolin-glisin-etilamid-NH-CH2-CH3. Telah diketahui dengan pasti bahwa LHRH
sintetik dapat merangsang pelepasan hormon gonadotropin (LH) dari hipofisis
teleostei (Peter dalam Donaldson dan Hunter,1983). Bahkan dilaporkan oleh
GlylO[D-Ala61 LHRH ethylarnine rnernpunyai pengaruh yang lebih besar
daripada LHRH alarni.
LHRH rnernpunyai waktu paruh yang relatif singkat, sehingga harus sering
dirnasukkan ke dalarn peredaran darah ikan agar konsentrasi LHRH rneningkat
(Kent et al. dalam Lee, Tarnaru, and Kelley, 1986a). Masalah yang berkaitan
dengan penyuntikan yang berulang-ulang, diatasi dengan penggunaan pelet
horrnon yang dapat rnelepaskan sejurnlah tertentu "pesan" LH kirnia untuk
periode yang panjang (Crirn dalam Crirn et al., 1988). Pelet yang rnarnpu
rnelepaskan horrnon sedikit derni sedikit adalah pelet yang berkaitan dengan
LHRH atau LHRH di dalarn rnatrik kolesterol. lrnplantasi LHRHa yang
dikornbinasi dengan 17a-rnetiltetosteron rnerupakan terapi horrnon yang efektif
dalarn rneningkatkan pernatangan gonad ikan bandeng. Sebanyak 50% ikan
rnatang gonad setelah 1 bulan irnplantasi dan 90% setelah 3 bulan irnplantasi
(Lee et al., 1986a).
Estradiol-17p adalah salah satu horrnon steroid yang rnerupakan turunan
kolesterol. Estradiol-17p rnemiliki struktur kirnia yang harnpir sarna dengan
testosteron, kecuali atom 0 pada testosteron diganti dengan OH pada estradiol-
17p. Narnun yang lebih penting berkaitan dengan peranannya adalah adanya
cincin arornatik. Ovari rnernproduksi estradiol-17p yang rnerupakan perangsang
dalarn biosintesis vitelogenin di hati. Menurut Rodriguez, Dugue, Oterne, Hem,
dan Menn (!997), ada korelasi antara kadar vitelogenin plasma dengan diameter
oosit dan periode reproduksi. Ditegaskan oleh Kobayashi, Tanaka, Fukada, dan
rnensekresikan vitelogenin, yang selanjutnya dibawa ke dalarn aliran darah
rnenuju oosit.
2.5. Aspek Lingkungan Budidaya
Agar proses pernatangan gonad induk ikan patin dapat berjalan secara
rnaksirnal, selain diberikan pakan yang berkualitas tinggi dan jurnlahnya cukup,
kondisi lingkungan (fisika-kimiawi air) harus berada pada kisaran yang optimum.
Secara ringkas kisaran parameter kualitas air untuk perneliharaan induk ikan
patin tertera pada tabel berikut ini.
Kisaran parameter kualitas air untuk induk ikan patin
[
Parameter(
Kisaran(
Pustaka1
Suhu (OC11
28 -321
Potaros dan Sitasit (1976);I
.
,pH
DO
( P P ~ )Arnonia (pprn) Alkalinitas (pprn)
6.5
-
8.0> 4
< 1.0 50 - 100
Legendre et a/. (1 998b) Arifin dan Tupang (1 983) Woynarovich dan Horvath (1 980); Wardoyo (1 975) Pescod (1 973)
Ill. MATERl DAN METODE PERCOBAAN
3.1. Desain Percobaan
3.1.1. Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan, Balai Penelitian Perikanan
Air Tawar, Sukamandi. Percobaan dilakukan mulai bulan Pebruari 2001 sampai
dengan bulan Juli 2001. Analisis darah dilakukan di Laboratorium RIA Balai
Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Pengukuran diameter oosit dan kualitas air
dilakukan di Laboratorium Pembenihan, Balai Penelitian Perikanan Air Tawar,
Sukamandi. Untuk melihat perkembangan oosit, percobaan dilanjutkan sarnpai
bulan September 2001, yakni sampai ada induk yang siap dipijahkan.
3.1.2. Rancangan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh irnplantasi LHRH dan estradiol-17P terhadap
perkembangan dan pematangan gonad ikan patin jambal digunakan rancangan
acak lengkap (RAL), dengan perlakuan sebagai berikut:
A = 0 1-19 LHRH
+
0 pg estradiol-17P (kontroll placebo1 peletkolesterol),
B = 0 pg LHRH
+
400 pg estradiol-17p per kg induk,C = 50 pg LHRH
+
300 pg estradiol-17f3 per kg induk,D
= 100 pg LHRH+
200 pg estradiol-17p per kg induk,E = 150 pg LHRH
+
100 pg estradiol-17P per kg indulr,Setiap perlakuan diulang 4 kali. Setiap ekor induk rnewakili satu unit
percobaan, sehingga diperlukan 24 ekor induk betina patin djarnbal dengan
kondisi yang sarna. Sesuai rancangan yang digunakan, ikan diternpatkan pada
kondisi yang sarna, serta untuk rnenghindari adanya pengaruh dari rangsangan
ikan jantan, rnaka dalarn perneliharaannya dipisahkan dari ikan jantan dan juga
ikan lainnya.
3.1.3. lkan Uji
Persiapan ikan uji dilakukan dengan rnenyeleksi calon induk yang
gonadnya baru pada tahap TKG I atau TKG II. lkan uji yang digunakan yaitu ikan patin jarnbal betina hasil budidaya berukuran 3000-4500 g per ekor, berurnur 3
tahun yakni rnenetas pada tanggal 2 Maret 1998, sebanyak 24 ekor. Untuk
rnernudahkan dalarn pengontrolan, setiap induk ditandai (tagging) dengan
microchip pada bagian tubuh secara intrarnuskular. Sebelurn pelaksanaan, ikan
dikondisikan dalarn lingkungan yang sarna selarna dua rninggu.
3.1.4. Wadah Pemeliharaan
Wadah perneliharaan berupa kolarn ternbok berukuran 200 rn2, dengan
kedalarnan air berkisar 100 - 125 crn. Dalarn percobaan ini digunakan satu buah
kolarn. Surnber air berasal dari saluran irigasi Waduk Jatiluhur yang sebelurnnya
telah rnelalui kolarn pengendapan dan penarnpungan air (reservoir). Untuk
induk ikan Pangasius, terutarna untuk kandungan oksigen terlarut, pada rnalarn
hari digunakan aerasi dengan pornpa air.
3.1.5. Hormon dan Bahan Kimia
Horrnon yang digunakan ialah LHRHa (produksi Sigma Chemical CO.,
USA) dan estradiol-17p (produksi Argent Chemical Company St. Louis, USA).
Horrnon diberikan dengan teknik irnplantasi secara intrarnuskular, yang dicarnpur
dengan kolesterol sebagai pengikat dan dikernas dalarn bentuk pelet. Cara
pernbuatannya rnengikuti rnetode Cholik, Azwar, Priono, Surniarsa, Badraeni,
dan lrianti (1990). lrnplantasi horrnon secara intramuskular pada bagian
punggung, dengan rnenyobek bagian kulit. Pelet berhorrnon dirnasukkan dengan
implanter.
3.1.6. Pakan
Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kandungan protein 35% dan
lernak 3-3.5%. Ransurn harian ditetapkan sebanyak 1.5% dari total biornassa
per hari (Legendre et a/. 1998b; Widiyati, Djajasewaka, dan Tarupay 1992),
dengan frekuensi pernberian dua kali sehari yakni pk. 08.00 dan pk. 16.00.
3.2. Rancangan Pengumpulan Data
Pengambilan sampel darah untuk rnelihat kandungan testosteron dan
estradiol-17p dilakukan pada hari ke-0 (awal percobaan), hari ke-14, hari ke-28,
dan selanjutnya setiap interval satu bulan (28 hari) selarna 4-5 bulan, sesuai
darah sebanyak 2 rnl dengan rnenggunakan spuit berheparin yang bervolurne
2,5 rnl. Untuk rnengurangi stres, terlebih dahulu ikan dibius dengan phenoxy
ethanol 400 pprn. Sarnpel darah disentrifusi dengan kecepatan 5000 rprn selarna
5-10 rnenit. Plasma darah (supernatan) diarnbil dan disirnpan pada suhu -20°C
sarnbil rnenunggu pengukuran dengan radio irnrnuno assay (RIA) (Liley dan
Rouger, 1990; Zanuy, Carrillo, Mateos, Trudeau, dan Kah, 1999). Kandungan
testosteron dan estradiol-17P dalarn plasma diukur dengan rnenggunakan kit
COAT-A-COUNT estradiol-17p dan testosteron buatan DPC (Diagnostic Product
Corporation) Los Angeles, USA. Pengukuran dilakukan secara kuantitatif dan
rnenggunakan zat radioaktif Iz5l.
Pengarnatan oosit dilakukan setiap bulan pada sernua unit percobaan.
Untuk rnelihat perkernbangan oosit dilakukan pengukuran diameter oosit dengan
rnetode kanulasi melalui lubang genital. Oosit yang diarnbil minimal 100 butir per
ekor induk. Oosit diukur dengan rnenggunakan rnikroskop yang dilengkapi
dengan rnikrorneter okuler, selanjutnya analisis sebaran frekuensinya seperti
yang dilakukan Tarnaru, Kelley, Lee, Aida, Hanyu, dan Goetz (1991). Setiap
bulan dilakukan penirnbangan induk, dengan rnenggunakan tirnbangan
berketelitian 'i g. Pengarnbilan sarnpel ini dilakukan setiap bulan sampai
mencapai TKG IV yang diperkirakan selarna 5 bulan.
Pengukuran kualitas air rneliputi pengukuran oksigen terlarut (DO meter),
pH (pH meter), arnonia (spektrofotorneter), suhu air (terrnorneter optik), dan
alkalinitas (titrasi). Pengarnbilan sarnpel air setiap dua rninggu dilakukan pada
WIB (fotosintesis rnaksimurn), untuk rnengetahui kondisi kritis (minimum) dan
rnaksirnurn. Pada kondisi minimum ini kandungan oksigen terlarut diusahakan
tidak kurang dari 4 pprn. Untuk itu mulai pk. 18.00 sarnpai pk. 06.00 kolarn
diaerasi dengan cara pernornpaan air ke udara. Data curah hujan didapat dari
Stasion Klirnatologi Balitpa Sukarnandi.
Percobaan dilakukan pada kondisi lingkungan sebagai berikut. Suhu air
25.9 - 32OC, oksigen terlarut 4.3 - 7.7,COz 2.99 - 7.99 pprn, alkalinitas 59.75
-
107.55, amonia 0.0051
-
0.04 ppm. Data curah hujan yang terjadi di Sukarnandiselama satu tahun (Oktober 2000 sampai September 2001) dapat dilihat pada
Garnbar 5. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November (292.9 rnrn ) dan
terendah pada bulan Juli (2 mm). Pada awal percobaan curah hujan sekitar
194.1 rnrn dan kernudian rnenurun sampai bulan September 2001. Dari Garnbar
6. di atas terlihat bahwa curah hujan tinggi terjadi pada bulan Oktober sarnpai
Maret, sedangkan curah hujan rendah terjadi pada bulan Juli sampai September.
Perubahan suhu harian selarna percobaan yang tercatat dari terrnorneter optik
dapat dilihat pada Gambar 6. Kisaran suhu selarna percobaan antara 25.9
-
32.8OC. Fluktuasi suhu harian relatif stabil, yakni fluktuasi harian tertinggi
sebesar 3.2OC.
3.3. Rancangan Analisis Data
Data kadar testosteron dan estradiol-17P dalarn darah ditampilkan dalam
bentuk grafik, sehingga akan terlihat garnbaran perubahan horrnon setiap bulan.
Data perkernbangan diameter oosit dianalisa dengan uji statistik (ANOVA) dan
IV. HASlL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil
4.1.1. Konsentrasi Hormon Dalam Darah
Konsentrasi horrnon estradiol-17P dalarn darah ikan Pangasius djambal
selama percobaan dapat dilihat pada Garnbar 1 dan Larnpiran 1. Konsentrasi
horrnon estradiol-17p dalarn darah pada ikan yang diberi perlakuan rnengalami
perubahan yang sangat berarti. Konsentrasi tertinggi terjadi pada hari ke-14
setelah pemberian irnplan dan rnenunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar
perlakuan (P< 0.01).
I
Sampling (hari ke-) [image:31.595.75.502.64.788.2]L_-.
-_. --I
Gambar I . Kadar estradiol-17P dalam plasma ikan patin jambal selama percobaan
Urutan konsentrasi estradiol-17P dari yang tertinggi sarnpai terendah
adalah perlakuan B (400 pg estradiol-17p), C (50 pg LHRH
+
300 pg estradiol-17P), D (100 pg LHRH + 200 pg estradiol-17p), E (150 pg LHRH + 100 pg
estradiol-17p), F (200 pg LHRH) per kg induk, dan A (kontrol). Perlakuan B dan
C berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan perlakuan D, E dan F tidak
berbeda nyata dengan kontrol. Kandungan estradiol-17p pada perlakuan B
(400pg estradiol-17p atau 100% estradiol-l7p) rnernperlihatkan kadar yang lebih
tinggi, baik setelah irnplan rnaupun pada bulan-bulan berikutnya. Pada
perlakuan kontrol, kadar estradiol-170 pada hari ke-14 tidak rnengalarni
peningkatan, bahkan cenderung sedikit rnenurun.
[image:32.595.83.509.56.561.2]Sampling (hari ke-)
Gambar 2. Kadar testosteron dalam plasma ikan patin jambal selama percobaan
Kadar estradiol-17p antar waktu sampling rnenunjukkan perbedaan yang
nyata. Kadar estradiol-17p hari ke-14 berbeda nyata dengan hari sampling
lainnya. Kadar horrnon testosteron selarna percobaan dapat dilihat pada Gambar
2. Kadar horrnon testosteron rnengalarni peningkatan pada hari ke-14 sarnpai
sedangkan antar waktu sampling rnenunjukkan perbedaan (P < 0.05) (Larnpiran
4).
Setelah hari ke-56 baik kandungan estradiol-17p rnaupun testosteron
rnengalarni peningkatan. Kandungan estradiol-17p rnengalarni peningkatan
secara perlahan dan berfluktuasi pada kadar yang rendah tidak rnelonjak
seperti pada saat setelah diberi irnplan. Kondisi tersebut terlihat relatif stabil
sampai hari ke-140; sedangkan kandungan testosteron mengalami peningkatan
yang lebih tinggi dibanding setelah irnplan, terutarna pada perlakuan B (400 pg
estradiol-17P atau 100% estradiol-17p) dan perlakuan F (200 pg LHRH atau
100% LHRH).
4.1.2. Perkembangan Oosit
Perkernbangan diameter oosit dapat dilihat pada Gambar 3 dan Larnpiran
5. Secara keseluruhan ikan yang diberi perlakuan LHRH dan estradiol-17p, baik
sendiri-sendiri maupun carnpuran, rnernperlihatkan peikembangan yang beiarii.
Dari analisis statistik perkernbangan diameter oosit rnenunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P < 0.01). Dari hasil uji jarak Duncan, pernberian horrnon
pada sernua perlakuan rnenunjukkan perbedaan yang nyata dibanding kontrol,
hampir pada setiap pengarnatan (Larnpiran 6). Peningkatan yang berarti terjadi
pada bulan Maret, April, Juli, Agustus dan September.
Pada bulan Mei dan Juni perkernbangan oosit rnernperlihatkan kenaikan
F M A M J J A S
Sampling (bulan)
[image:34.599.83.506.77.397.2]L.--. -. --
Gambar. 3. Diameter oosit ikan patin jambal selarna percobaan.
kontrol pada bulan Mei rnengalarni penurunan. Mulai bulan Juli sarnpai
September perkernbangan oosit pada sernua perlakuan terrnasuk kontrol
rnernperlihatkan perkernbangan yang pesat. Pada bulan Agustus diameter oosit
pada sernua perlakuan kecuali kontrol, ada yang telah rnencapai 1.6 rnrn,
sedangkan pada kontrol rnaksirnurn baru rnencapai 1.32 rnrn. Pada bulan
September, oosit pada perlakuan B dan E telah 100% rnencapai diameter 1.6 rnrn, perlakuan F 75% dan perlakuan C dan D 50%; sedangkan untuk perlakuan
kontrol baru rnencapai diameter rnaksirnurn 1.4 rnrn (Larnpiran 5.). Hasil
histologis sel oosit pada sernua perlakuan yang diarnati pada bulan September
Perlakuan A Perlakuan B
.Perlakuan C Perlakuan D
[image:35.595.81.504.69.605.2]Perlakuan F
Gambar 4. Hasii histoiogis oosit pada bulan September
lkan yang diberi perlakuan horrnon (B, C , D, E, dan F) menghasilkan oosit
dengan ukuran yang besar, berwarna kuning tua, rnudah dipisahkan antara satu
rnenunjukkan telah rnencapai TKG IV (Siregar, 1999). Pada oosit yang telah
rnencapai diameter 1.6 rnm dilakukan rangsangan ovulasi dan pernbuahan.
Rangsangan tersebut ternyata rnenghasilkan larva yang normal dengan daya
tetas oosit rnencapai 65%. Sedangkan pada kontrol ukuran oositnya rnasih kecil,
tidak seragam dan rnasih sulit untuk dipisahkan, sehingga tidak dilakukan
rangsangan ovulasi.
4.1.3. Perkembangan Bobot lkan
Perkembangan bobot induk patin jarnbal selarna percobaan dapat dilihat
pada Garnbar 5 dan Larnpiran 13. Hasil percobaan rnengenai pertarnbahan
bobot individu secara statistik tidak rnenunjukkan perbedaan (P> 0.05).
[image:36.599.78.516.307.739.2]I
Waktu pengamatan (hari ke-)
I
Secara keseluruhan bobot individu rnernberikan kecenderungan
rneningkat pada setiap pengarnatan, narnun pada hari ke-14 rnengalarni sedikit
penurunan dan bulan-bulan selanjutnya rnengalarni penarnbahan bobot. Pada
pengarnatan bulan September (hari ke-196) terjadi penambahan bobot relatif
lebih besar dibanding bulan-bulan sebelurnnya.
4.2. Pembahasan
Estradiol-17P rnerupakan steroid yang sangat penting terutarna pada ikan
betina yang sedang rnengalarni proses vitelogenesis. Proses pernatangan gonad
diprediksi rnelalui kadar testosteron dan estradiol-17P plasma terhadap
perkernbangan oosit (Mackenzie, Thomas, dan Farrar 1989). Oleh karena itu
kadar steroid plasma dapat digunakan sebagai indikator dari pernatangan gonad
(Zairin, Furukawa, dan Aida, 1992). Zairin (2000) rnelaporkan bahwa perubahan
kadar steroid plasma rnenggarnbarkan perkernbangan oosit pada ikan jarnbal
siarn.
Konsentrasi horrnon estradiol-17P pada hari ke-14 rnenunjukkan adanya
perbedaan antara perlakuan B dan C dengan kontrol, sedangkan perlakuan D, E,
dan F tidak berbeda dengan kontrol. Hal ini rnenunjukkan bahwa irnplantasi
horrnon estradiol-l7P dan LHRH berpengaruh terhadap'konsentrasi horrnon
estradiol-17P dalarn darah. Pernberian irnplan estradiol-17P rnenunjukkan
korelasi linier antara dosis irnplan estradiol-l7P dengan pertarnbahan
konsentrasi estradiol-17P dalarn darah. Hal ini berarti sernakin tinggi dosis irnplan
bertarnbah. Peningkatan estradiol-17p tersebut adalah efek langsung dari
penarnbahan atau irnplan estradiol-17p yang diserap dan dibawa oleh sirkulasi
darah. Sedangkan perlakuan F( Opg estradiol-17p + 200 pg LHRH) dan A
(kontrol), keduanya tidak rnendapatkan irnplan estradiol-17p, narnun pada
perlakuan F yang diberi implan LHRH ternyata konsentrasi estradiol-17pnya
lebih tinggi dari pada perlakuan A (kontrol). Seperti dilaporkan oleh Teryana
(1998) bahwa pernberian irnplantasi LHRH pada ikan patin siarn dapat
rnendorong naiknya kandungan estradiol-17p rnelalui proses hormonal POioS
hipotalamus-hipofisis. Crirn et a/. (1983) rnelaporkan bahwa irnplantasi LHRH
pada ikan Salmo gairdneri dapat rneningkatkan kadar GTH dalarn darah. LHRH
akan merangsang hipofisis untuk rnenghasilkan FSH, yang akan merangsang sel
teka untuk rnenghasilkan testosteron, kernudian dengan bantuan enzirn
arornatase di dalarn sel granulosa, testosteron diubah rnenjadi estradiol-17p.
Flett dan Leatherland (1989) rnelaporkan bahwa peningkatan estradiol-
17p tertinggi pada ikan Saimo gairdneri terjadi pada hari ke-28 setelah
irnplantasi, dan setelah hari ke-56 konsentrasinya rnenurun rnenjadi
setengahnya. Pada percobaan Nurhidayat (1999) yang berlokasi di Sawangan,
Bogor yang bersuhu rnaksirnum 30°C, peningkatan estradiol-17p tertinggi terjadi
pada hari ke-24 setelah irnplantasi dan hari ke-31 konsentrasinya sudah
rnenurun. Dalarn percobaan ini kenaikan estradiol-17p tertinggi terjadi pada hari
ke-14. Perbedaan waktu tersebut diduga disebabkan karena perbedaan
ternperatur air, Sukarnandi rnerniliki ternperatur air yang lebih panas yakni
Berbeda dengan estradiol-17p, kenaikan testosteron tertinggi terjadi pada
hari ke-28, rnengindikasikan bahwa kenaikan testosteron terjadi akibat adanya
urnpan balik positif atau akibat adanya pengaruh LHRH terhadap hipotalarnus -
hipofisis, yang akan rnerangsang hipofisis untuk mengeluarkan GTH, kernudian
sel teka akan dirangsang untuk menghasilkan testosteron.
Kadar estradiol-17p dan testosteron terendah tarnpak pada hari ke-56.
Pada hari ke-84 kadar testosteron rnengalarni kenaikan yang tinggi dan diikuti
dengan naiknya kadar estradiol-17p terutarna pada perlakuan B dan F. Data
tersebut rnenunjukkan adanya keterkaitan antara perubahan kadar testosteron
dan estradiol-17p. Kandungan testosteron lebih tinggi daripada estradiol-17p. Hal
ini menunjukkan tidak sernua testosteron diubah rnenjadi estradiol-17p, dan
perubahan ini tergantung pada keberadaan enzirn arornatase. Kadar estradiol-
17p plasma rneningkat jelas setelah irnplantasi estradiol-17p. Pada kadar
estradiol-17p tertentu, horrnon ini dapat rnerangsang proses vitelogenesis, yang
terlinai dengan bertarnbahnya ukuran diameter oosit.
LHRH rnerangsang hipofisis untuk rnenghasilkan GTH, kernudian akan
rnerangsang peningkatan kadar testosteron. Dengan adanya enzirn arornatase,
testosteron diubah rnenjadi estradiol-17p, yang terlihat pada perlakuan F (200 pg
LHRH
+
0 estradiol-17p) yakni peningkatan estradiol-17p karena adanyapeningkatan kadar testosteron. Sedangkan pada perlakuan kornbinasi lainnya
(dosis estradiol-17p tidak nol) terlihat bahwa peningkatan kadar testoteron tidak
banyak pengaruhnya terhadap peningkatan kadar estradiol-17p, karena diduga
Monijung (2001) rnenyatakan bahwa induk ikan yang disuntik dengan estradiol-
17p tidak rnernerlukan konversi testosteron rnenjadi estradiol-17p. Selanjutnya
dikatakan bahwa kandungan estradiol-17p yang tinggi justru dapat rnenekan
aktivitas enzirn arornatase.
Pernberian horrnon LHRH dapat rnernpengaruhi kadar estradiol-17p
rnelalui jalur atau poros hipotalarnus - hipofisis
-
ovari yang rnernasuki sirkulasidarah hati rnelakukan vitelogenesis. Sedangkan pernberian horrnon estradiol-17p
akan langsung rnernasuki peredaran darah dan kernudian rnerangsang hati
melakukan vitelogenesis. Oleh karena itu terapi dengan irnplantasi estradiol-17p
ini lebih efektif rneningkatkan kadar estradiol-17p dalarn darah. Pada percobaan
ini terlihat bahwa pernberian horrnon baik sendiri-sendiri (dosis LHRH 200pg + 0
estradiol-17p atau 0 LHRH + 400pg estradiol-17p) rnaupun carnpuran keduanya
dapat rneningkatkan kadar estradiol-17p dan rnernpercepat perkernbangan oosit.
Narnun dalarn percobaan ini tidak terdapat perbedaan yang tegas horrnon rnana
yang paling berpengaruh (LHRH atau estradiol-17p) karena perlakuannya tidak
dirancang faktorial.
Berdasarkan kandungan steroid plasma dan perkernbangan oosit,
terdapat indikasi bahwa proses vitelogenesis pada ikan patin jarnbal dapat
dirangsang, baik melalui jalur hipofisis - ovari
-
hati rnaupun jalur langsung padaorgan target yakni hati. Hal tersebut rnengindikasikan bahwa peningkatan
estradiol-17p rnelalui jalur langsung pun dapat diterirna oleh hati atau dapat
rnernpengaruhi hati untuk rnelakukan vitelogenesis seperti halnya estradiol-17p
percobaan rangsangan ovulasi dan pembuahannya (perlakuan B, C, D, E, dan F)
yang menghasilkan daya tetas cukup baik (65%) menunjukkan bahwa oosit yang
diovulasikan mempunyai kualitas yang baik. Sedangkan Harvey dan Carolsfeld
(1993) melaporkan bahwa untuk merangsang proses vitelogenesis dapat
dilakukan dengan implantasi LHRH dan testosteron.
Perkembangan bobot pada hari ke-14 mengalami penurunan. Hal
tersebut kemungkinan akibat stres setelah mendapatkan perlakuan pernberian
implan dan pemberian tagging dengan micro chip. Pengambilan darah setiap
bulan juga kelihatannya memberikan pengaruh yang besar terhadap
pertambahan bobot ikan. Hal ini terlihat pada sampling hari ke-196, di mana ikan
mengalami penambahan bobot yang relatif lebih besar dibanding sampling
sebelumnya, karena pada sampling sebelumnya yakni hari ke-168 tidak
dilakukan pengambilan darah. Selain berpengaruh terhadap pertambahan bobot
juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan oosit. Pada
sampling hari ke-196 (bulan September) perkembangan oosit meningkat lebih
cepat dibanding bulan sebelumnya pada semua perlakuan.
Kualitas air selama percobaan berada pada kisaran yang baik untuk
kehidupan ikan Pangasius. Kandungan oksigen terlarut berada pada kisaran
yang baik untuk pemeliharaan induk yakni lebih tinggi dari 4 ppm (Woynarovich
dan Horvath 1980; Wardoyo 1975). Kandungan amonia ada pada kisaran yang
aman bagi kehidupan ikan yaitu antara 0.0051 - 0.04 ppm. Menurut Pescod
Pada percobaan ini pengaruh lingkungan terhadap perkernbangan oosit
rnulai terlihat pada bulan Agustus-September yakni dengan adanya
perkernbangan oosit yang cepat pada sernua perlakuan terrnasuk kontrol. Hal ini
kernungkinan disebabkan karena adanya perubahan faktor lingkungan yakni
curah hujan sangat rendah pada bulan Juli yakni hanya 2 rnrn dan pada bulan
Agustus meningkat rnenjadi 71.5 mrn. Walaupun pada bulan September turun
menjadi 16.5 rnrn. Menurut Hardjarnulia et a/. (1981) rnusirn pernijahan ikan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1. lrnplantasi
L H R H
dan estradiol-17p, dapat rneningkatkan kadar estradiol-17p plasma ikan patin jarnbal.
5.1.2. lrnplantasi
L H R H
dan estradiol-17p, efektif rnernpercepat perkernbangangonad ikan patin jarnbal.
# -
5.2. Saran
5.2.1. Untuk rnerangsang perkernbangan gonad ikan patin jarnbal dapat
digunakan horrnon estradiol-17p saja, karena lebih efektif dalarn
rneningkatkan kadar estradiol-17p serta biayanya relatif lebih rnurah
dibanding
LHRH.
5.2.2. Untuk rnendapatkan hasil yang rnaksirnal, irnplantasi estradiol-17p
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. dan B. Tupang. 1983. Report on Training Course of Pangasius Breeding and Culture Technique in Thailand. Sub Balai Penelitian Perikanan Darat Palembang, Palembang. I I p.
Bugar, H. 2000. Penggunaan Emulsi WIONVILG (C14) dan Minyak Biji Kelapa Sawit Pembawa Hormon HCG Pada Ikan darnbal Siarn (Pangasius hypopthalmus). Tesis, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Cholik, F., Z. I. Azwar, A. Priyono, G. Sumiarsa, Badraeni, dan S.N. Irianti. 1990. Teknologi Pembenihan lkan Bandeng (Chanos chanos Forskall). Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai, Gondol, Bali.
Crim, L.W. and D.M. Evans. 1983. Influence of Testosterone andlor Luteinizing Hormone Releasing Horrnon Analogue on Precocius Sexual Development in the Juvenile Trout. Biology of Reproduction, 29: 137 -
142.
Crirn, L.W., A.M. Suttelin, D.M. Evans, and C. Weil. 1983. Accelerated Ovulation
-
by Pelleted LHRH Analogue Treatment of Spring Spawning Rainbow Trout (Salmo gairdner~] Held at Low Temperature. Aquaculture, 35: 299 - 303.Crim, L.W., N.M. Sherwood, and C.E. Wilson. 1988. Sustained Hormon Release II. Effectiveness of LHRH Analog (LHRHa) Administration by Either Single Time Injection or Cholesterol Pellet Implantation on Plasma Gonadotropin Levels in a Bioassay Model Fish the Juvenil Rainbow Trout. Aquaculture, 74: 87 - 95.
Donaldson, E.M. and G.A. Hunter. 1983. Induced Final Maturation, Ovulation, and Sperrniation in Cultured Fish. P: 354 - 390. In W.S. Hoar, D.J. Randall, and E.M. Donaldson (Eds.), Fish Physiology, Vol. XB, Academic Press, Inc.
Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Ernawati, Y. 1999. Efisiensi lmplantasi Analog LHRH dan 17a-rnetiltestoteron Serta Pernbekuan Semen Dalam Upaya Peningkatan Produksi Benih lkan Jarnbal Siam (Pangasius hypopfhalmus). Disertasi, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Levels, and Measurment of the Binding of Thyroid Hormones to Vitellogenin in Rainbow Trout, Salmo gairdnen Richardson. Journal of
Fish Biology. Vol. 34: 515
-
528.Garcia, L.M.B. 1990. Advancement of Sexual Maturation and Spawning of Sea Bass, Lates calcalifer (Bloch), Using Pelleted Luteinizing Hormone-
releasing Hormone Analogue and 17a-methyltestosterone.
Aquaculture, 86: 333 - 345.
Grodsky, M.G. 1984. Sifat Umum Hormon. Halaman 533
-
540 dalam Martin, W.D.Jr., P.A. Mayes, and V.W. Rodwell, Editor. Biokimia, Edisi 19.EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Hardjamulia, A., R. Djajadiredja, S. Atmawinata, dan D. Idris. 1981. Pembenihan lkan Jambal Siam (Pangasius sufchl) Dengan Suntikan Ekstrak Kelenjar Hipofisa lkan Mas (Cyprinus carpio L.). Bulletin Penelitian Perikanan Darat ,I (2): 183
-
190.Harvey, 6. and J.Carolsfeld. 1993. lnduced Breeding in Tropical Fish Culture. IDRC. Ottawa. 144 p.
Kobayashi, D., M. Tanaka, S. Fukada, and Y Nagahama. 1996. Steroidogenesis in Follicles of Medaka (Oryzias lafipes) During Vitellogenesis and Oocyte Maturation. Zoological Science, 13: 921
-
927.Lam, T.J., 1983. Environment Influences of Gonadal Activity in Fish. P: 65 - 116.
In W.S. Hoar, D.J. Randall, and E.M. Donaldson. (Eds.). Fish Physiology, Volume IXB. Acsldemic Press, Inc.
Lee, C.S.. C.S. Tamaru, and C.D. Kelley. 1986a. Technique for Making Chronicrelease LHRHa and Methyltestosterone Pellets for Intramuscular Implantation in Fishes. Aquaculture, 59: 161 - 168.
Lee, C.S., C.S. Tamaru, J.E. Banno, C.D. Kelley, A. Bocek, and J.A. Wyban. 1986b. Induced Maturation and Spawning of Milkfish, Chanos chanos Forskal, by Hormon Implantation. Aquaculture, 52: 199
-
205.Legendre, M., Pouya~id L., J. Slembrouck, R. Gustiano, A.H. Kristanto, J. Subagja, 0. Kornarudin, Sudarto, and Maskur. 2000. Pangasius djambal: A new Candidate Species for Fish Culture in Indonesia. Indonesian Agricultural Research & Develovement Journal, 22 (I): I
-
14.in South East Asia. Proceedings of the Midterm Workshop of the "Catfish Asia Project", 11
-
15 May, 1998, Cantho, Vietnam. P: 97- 101-egendre M., J. Subagja and J. Slembrouck. 1998b. Absence of Marked Seasonal Variation in Sexual Maturity of Pangasius hypopthalmus Brooder Held in Ponds at the Sukamandi Station, Java, Indonesia. In
The Biological Diversity and Aquaculture of Clariid and Pangasiid Catfishes in South East Asia. Proceedings of the Midterm Workshop of the "Catfish Asia Project", 11
-
15 May, 1998, Cantho, Vietnam. P: 91- 96
Liley, N.R. and Y. Rouger. 1990. Plasma Levels of Gonadotropin and 17a, 20p- hidroxy-4pregnen-3one in Relation to Spawning Behavior of Rainbouw Trout, Oncorhynchus mykiss (Walbaum). Journal of Fish Biology, 37: 699 -711.
MacKenzie, D.S., P. Thomas, and S.M. Farrar. 1989. Seasonal Changes in Thyroid and Reproductive Steroid Hormones in Female Channel Catfish (Ichtalurus puncfatus) in Pond Culture. Aquaculture, 78: 63 -
80.
Monijung, 2001. Terapi Hormon Estradiol-17P Melalui Emulsi W/O/W LG (C14) Untuk Pematangan Gonad lnduk lkan Jambal Siam (Pangasius hypopthalmus) Betina. Tesis, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Nagahama, Y. 1983. The Functional Morphology of Teleost Gonad. p. 223 - 275. In W.S. Hoar, D.J. Randall, and E.M. Donaldson. (Eds.). Fish Physiology, Volume IXA. Academic Press, Inc.
Nurhidayat, 1999. Pengaruh lmplantasi 17a-metiltestosteron Terhadap Kandungan Estradiol-l7P dan GTH I Dalam Plasma Darah lkan Jambal Siam (Pangasius hypopfhalmus) Betina. Skripsi. Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan. IPB.
Partodihardjo, S. 1987. llmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effect and Stream Standard for Tropical Countries. U.S. Ministry, Res and Dev. Group, far East. APO San Francisco. 59 p.
Rodriguez, J.N., R. Dugue, Z.J. Oteme, S. Hem, and F. Le Menn. 1997. Vitellogenin Plasma Levels in two Cultured African Catfish Spesies, Chrysichthys nigrodigifatus (Claroteidae) and Heterobranchus longifilis (Clariidae). Aquatic Living Resources, IFREMER, 10:231
-
238.Sadili, D. 1998. Marketing of Pangasiid Catfishes in Java and Sumatra, Indonesia. In The Biological Diversity and Aquaculture of Clariid and Pangasiid Catfishes in South East Asia. Proceedings of the Midterm Workshop of the "Catfish Asia Project", I 1
-
15 May,1998, Cantho, Vietnam. p. 102-
106.Saligaut, C., B. Linard, B. Breton, I. Anglade, T. Bailhache, 0. Kah, and P. Jego. 1999. Brain Aminergic Systems in Salmonid and Other Teleosts in Relation to Steroid Feedback and Gonadotropin Release. Aquaculture, 177: 13 - 20.
Shimizu, A. 1996. LongTerm Effects of a Luteinizing Hormone Releasing Hormone Analogue andlor a Dopamine Antagonist, Pimozide, on Gonadal Activity in an Autumn Spawning Bittering, Achielognatus rhombea, During Various Phases of the Annual Reproductive Cycle. The Journal of Experimental Zoology, 96: 280 - 286.
Siregar, M. 1999. Stimulasi Pematangan Gonad Bakal lnduk Betina lkan Jambal Siam (Pangasius hypopfhalmus F), dengan Hormon HCG. Tesis, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, M. Brojo, dan Sulistiono. 1991. Fisiologi lkan 1l.Reproduksi lkan. Bogor. 210 halaman.
Sugihartono, M. 2000. Pelepasan Hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang Diinjeksikan pada lkan Jambal Siam (Pangasius hypopthalmus). Tesis, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analyses for Water and for Muds, Proceeding The World Symposium of Warmwater Pond Fish Culture, Rome, 18 - 25 May 1966, F A 0 Fish. Rep., 44: 397
-
406.Tamaru, C.S., C.D. Kelley, C.S. Lee, K. Aida, I. Hanyu, and F.W. Goetz. 1991. Steroid Profiles During Maturation and Induced Spawning of the Striped Mullet, Mugil cephalus L. Aquaculture, 95: 149 - 168.
Tjendanawangi, A. 2000. Kemampuan dari Emulsi LG (C14) dan Minyak Biji Kapas Dalam Melepas HCG pada lkan Jambal Siam (Pangasius hypopthalmus). Tesis, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Van Bohemen, Ch.G., J.G.D. Lambert, H.J.Th. Goos, and P.G.W.J. Van Oordt. 1982. Estron and Estradiol Participation During Exogenous Vitellogenesis in the Female Rainbouw Trout, Salmo gairdnerii General and Comparative Endocrinology, 46:81 - 92.
Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air. lnstitut Pertanian Bogor, Bogor. 41 halaman.
Watanabe, W.O., S.C. Elis, E.P. Elis, W.D. Head, C.D. Keley, A. Moriwake, C.S. Lee, and P.K. Biefang. 1995. Progress in Controlled of Nassau Grouper, Epinephelus strautus Broodstock by Hormon Induction. Aquaculture. 138: 205
-
21 9.Widiyati, A., H. Djajasewaka, dan E. Tarupay. 1992. Pengaruh Padat Tebar lnduk Patin Yang Dipelihara di Karamba Jaring Apung. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar. Hal. 198
-
200.Woynarovich, E. and L. Hovarth. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water Finfish. A Manual for Extension. F A 0 Fisheries Technical Paper. Rome, No. 201.
Zairin, M. Jr. 2000. Annual Changes in Ovarian Maturity of Female Thai Catfish (Pangasius hypopthalmus). Biotropia, 15: 48 - 57.
Zairin, M.Jr., Furukawa, and K. Aida. 1992. Induction of Ovulation by HCG Injection in Tropical Walking Catfish, Clarias hatrachus Reared Under 23 - 25°C. Nippon Suisan Gakkaishi, 58(a): 1681
-
1685.2. Analisis ragam kadar estradiol-17p dalam plasma ikan
patin
jambal selama percobaanGeneral Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values TREAT 6 - A B C D E F
SAMPLING 7 1 11 Ill IV V VI VII Number of observations in data set = 168
General Linear Models Procedure Dependent Variable: EST
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value P r > F
Model 41 3.15754048 0.07701318 6.1 1 0.0001
Error 126 1.58860000 0.01260794
Corrected Total 167 4.74614048
RSquare C.V. Root MSE EST Mean
0.665286 73.74469 0.112285 0.1 5226190
Source DF Type I SS Mean Square F Value P r > F
TREAT 5 0.29644762 0.05928952 4.70 0.0006
SAMPLING 6 1.84454048 0.30742341 24.38 0.0001
TREAT*SAMPLING 30 1.01655238 0.03388508 2.69 0.0001
Source DF Type Ill SS Mean Square F Value P r > F
TREAT 5 0.29644762 0.05928952 4.70 0.0006
SAMPLING 6 1.84454048 0.30742341 24.38 0.0001
TREAT*SAMPLING 30 1.01655238 0.03388508 2.69 0.0001
General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: EST
NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 126 MSE= 0.012608
Number of Means 2 3 4 5 6
Critical Range .05939.06250 .06458.06610.06728 Means with the same letter are not significantly different.
General Linear Models Procedure Duncan's Multiple Range Test for variable: EST
NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 126 MSE= 0.012608
Number of Means 2 3 4 5 6 7
Critical Range .06415.06751 .06975.07140.07267.07371
Means with the same letter are not significantly different.
Level of Level of EST
4. Analisis ragam kadar testosteron dalam plasma patin jambal selama percobaan
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values TREAT 6 A B C D E F SAMPLING 7 1 11 Ill IV V VI VII
Number of observations in data set = 168
General Linear Models Procedure ~ependent Variable: TESTOS
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value
Model 41 770.20557440 18.785501 81 2.33
Error 126 101 7.16822500 8.07276369
Corrected Total 167 1787.37379940
RSquare C.V. Root MSE TESTOS Mean
0.43091 5 81.52690 2.841260 3.48505952
Source DF Type l SS Mean Square F Value
TREAT 5 90.33436726 18.06687345 2.24
SAMPLING 6 458.57872024 76.42978671 9.47
TREAT'SAMPLING 30 221.29248690 7.37641623 0.91
Source DF Type Ill SS Mean Square F Value
TREAT 5 90.33436726 18.06687345 2.24
SAMPLING 6 458.57872024 76.42978671 9.47
TREAT8SAMPLING 30 221.29248690 7.37641623 0.91
General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: TESTOS
NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 126 MSE= 8.072764 NumberofMeans 2 3 4 5 6 7
Critical Range 1.623 1.708 1.765 1.807 1.839 1.865
Means with the same letter are not significantly different,
Duncan Grouping Mean N SAMPLING
A 5.8221 24 VI
A
A 5.1971 24 VII
A
B A 4.5867 24 V
B
6. Analisis ragam diameter oosit ikan patin jambal selama percobaan General Linear Models Procedure
Class Level Information Class Levels Values TREAT 6 A B C D E F
SAMPLING 8 AG AP F JL JN MA ME S
Number of observations in data set = 192
General Linear Models Procedure
Dependent Variable: DIAMETER
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value
Model 47 20.85359167 0.44369344 14.29
Error 144 4.47080000 0.031 04722
Corrected Total 191 25.324391 67
RSquare C.V. Root MSE DIAMETER Mean
0.823459 16.64575 0.176202 1.058541 67
Source DF Type I SS Mean Square F Value
TREAT 5 3.46824167 0.69364833 22.34
SAMPLING 7 15.94752500 2.27821 786 73.38
TREAT*SAMPLING 35 1.43782500 0.041 08071 1.32
Source DF Type Ill SS Mean Square F Value
TREAT 5 3.46824167 0.69364833 22.34
SAMPLING 7 15.94752500 2.27821 786 73.38
TREAT-SAMPLING 35 1.43782500 0.04108071 1.32
General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: DIAMETER
NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 0.031047
Number of Means 2 3 4 5 6
Critical Range . 08707.09164.09469.09693.09867
Means with the same letter are not significantly different.
General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: DIAMETER
NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate
Number of Means 2 3 4 5 6 7 8
Critical Range .I005 .I058 ,1093 ,1119 ,1139 ,1156 ,1169 Means with the same letter are not significantly different.
Level of Level of
TREAT SAMPLING N
DIAMETER
7. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jambal perlakuan A selama percobaan
ah
,?
,P,+'
?,,9
,?,*
a? ,4,?
,P,+'
2,9,??.
,?Diameter telur (mm) Diamete telur (mm)
0. ? sP @ @ ,?,9,?,4,? ,P 60.$0. 0. 4.
Diametertelur (mm)
."?,rp ,?" ,P
'
>%,$, ,9 ,P .68. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jambal perlakuan B selama percobaan
o"eoPQ?,$ ,?,9,9,9,pP
% Diameter telur (mm)a?
8
03' .$$ ,9 ,9,e
,e
"
Diantrr tnw(mn)
Q"~~?~P,$
,%,9,?,9,pP
%Diameter telur fmml
c,?
'
%, ,? ,P ,0 %Diameter telur (mm)
Diameter telur (mm)
abo!Po?,?
,$\?,9
,$%,9,@
"
9. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jarnbal perlakuan C selama percobaan
Diameter telur (mm) Diameter telur (mm)
,9
Q?Q9
,?,9
,pP ,p,?
$7.oiameter telur (mm)
QhQ"?,P
Diameter telur imml ,$,%,9
,?
,e
,$~ r n * r j $ ~
X 8 c m s - d o o r r,,, . q ? S N Q? Q+
,?,P
,$ z9,9 ,?,e
,*
%10. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jambal perlakuan D selama percobaan
h 6 0 ' % b 6 0 %
a' 0'0' 4.
'.
4.'.
Diameter (mm)
Diameter (mm)
'
'? ,? '6 ?, ?.Diameter (mm) Diameter (mm)
b 6 0 ' % b 6 0 %
0' 0' 0' 4. '\. L\. \. 0. b0' 0' 6 0 \ \. % 4. b 4. 4. 6 0 %
Diameter (mm) Diameter (mm)
b 6 5
'
Y, ,? ,6 '? %0.0.0.
Diameter (mm)
I
11. Distribusi frekuensi diameter oosit ikan patin jambal perlakuan E
selama percobaan
,be ,sP Q?
,*