• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran reciprocal teaching (pengajaran berbalik) terhadap hasil belajar Biologi siswa pada konsep protista (eksperimen di MAN 2 Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran reciprocal teaching (pengajaran berbalik) terhadap hasil belajar Biologi siswa pada konsep protista (eksperimen di MAN 2 Bogor)"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : SANTI APRILIA

105016100524

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

TEACHING

BELAJAR BIOLOGI SISWA PADA KONSEP PROTISTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

SANTI APRILIA

NIM. 105016100524

Di bawah Bimbingan

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

( Eksperimen di MAN 2 Bogor) oleh Santi Aprilia, NIM 105016100524, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada tanggal 8 Maret 2010 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S.1 ( S. Pd.) dalam bidang Pendidikan Biologi.

Jakarta, 11 Maret 2010 Panitia Ujian Munaqasyah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia ( Ketua Prodi Biologi)

Dr. Sujiyo Miranto, M. Pd. ……… ………... NIP. 150 299 933

Sekretaris ( Sekretaris Jurusan )

Nengsih Juanengsih, M. Pd. ……… ..……….. NIP. 19790510 200604 2 001

Penguji I

Dr. Sujiyo Miranto, M. Pd. ……… .………... NIP. 150 299 933

Penguji II

Dr. Zulfiani, M. Pd.

NIP. 19760309 200501 2 002 ……… .………...

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5)
(6)

i

Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of Syarif Hidayatullah State Islamic University.

The purpose of this research was to know the influence of using reciprocal teaching model to students’ biology achievement in protista concept. This research had been carried out in MAN 2 Bogor. This research was used quasi experiment method with pretest-posttest control group design. The sample was taken by using purposive sampling technique. The amount of the research sample was 40 persons for the experiment class and 40 persons for the control class. The data was taken using test instrument in essay form which had tested its validity and reliability, questionnaire that also had tested its validity and reliability, and observation sheet. The hypothesis in this research is there is influence of using reciprocal teaching model to students’ biology achievement in protista concept. The data analysis was used t-test, from the result of calculating differentiation mean data between the two group, obtained the value of t-count was equal to 2,67, while t-table at the level of significant 5% with degree of freedom (df) = 78 that is equal to 1,99. So, it can be said that t-count > t-table that meant the alternative hypothesis (Ha) was accepted and zero hypothesis (Ho) was refused. It showed that there was influence of using reciprocal teaching model to students’ biology achievement in protista concept.

(7)

ii

Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model

reciprocal teaching terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep protista. Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Sampel penelitian berjumlah 40 orang untuk kelas eksperimen dan 40 orang untuk kelas kontrol. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes essay yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, angket yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, serta lembar observasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep protista. Analisis data menggunakan uji-t, data hasil penghitungan perbedaan rata-rata postes kedua kelompok diperoleh nilai t hitung sebesar 2,67, sedangkan t tabel dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = 78 sebesar 1,99, maka dapat dikatakan bahwa t hitung > t tabel yang berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model

(8)

iii

untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana pendidikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya.

Sehubungan dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Dengan segenap ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc, selaku Ketua Jurusan, Ibu Nengsih Juanengsih, M. Pd, selaku Sekretaris Jurusan, dan Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Biologi Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M. Pd, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Eny S. Rosyidatun, S.Si.,M.A., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, nasehat, saran, motivasi, serta bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Pendidikan IPA khususnya Program Studi Pendidikan Biologi, yang telah mencurahkan ilmu dan mendidik dengan tulus ikhlas. Semoga ilmu yang penulis peroleh dapat bermanfaat.

5. Segenap Pimpinan dan Staf Karyawan / Karyawati Perpustakaan Utama UIN dan Perpustakaan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah meminjamkan referensi.

(9)

iv penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi.

9. Siswa-siswi kelas X-1 dan X-2 MAN 2 Bogor yang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran selama penelitian.

10.Novia, Lulu, dan Ratna selaku rekan observer dalam pelaksanaan penelitian. 11.Ayah dan Ibu tercinta, Bapak Rahmat Susanto dan Ibu Tuti Handayani, serta

Kakak dan Adik tersayang yang telah mencurahkan segala doa, kasih sayang, dukungan, suport, dan jerih payahnya dengan penuh keikhlasan kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu mengasihi dan meridhoinya.

12.Teman-teman biologi angkatan 2005 yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini, khususnya Seha, Ana, Vea, Huda, Icha, Risna, Maya, Nia, Halimah, dan Gustini, terima kasih atas doa dan motivasinya. Semoga kesuksesan selalu bersama kita.

13.Sahabat setia selama kuliah, Riri Purnama, SKM dan Nusra Arini, SHI, terimakasih atas segala perhatian, persahabatan, motivasi, bantuan, dan doanya selama ini.

14.Kakak Ita Rodiah M.S, terimakasih atas inspirasinya.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Allah SWT membalas amal dan kebaikan mereka dengan pahala yang berlipat ganda serta rahmat dan barokah yang tiada henti, Amin. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat dan dapat dijadikan masukan bagi guru IPA dan mahasiswa lain untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Jakarta, Januari 2010

(10)

v

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...………....v

DAFTAR TABEL ...………..vii

DAFTAR GAMBAR ...……….viii

DAFTAR LAMPIRAN ...………ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………1

B. Identifikasi Masalah ….………5

C. Pembatasan Masalah ………6

D. Perumusan Masalah ….………6

E. Manfaat Penelitian …...………6

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretis ………7

1. Pembelajaran Konstruktivisme ..………7

2. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching ...………...11

a. Reciprocal Teaching (Pengajaran Berbalik) ..…………..…....11

b. Tahapan kegiatan Reciprocal Teaching ...………....13

3. Hakikat Hasil Belajar .…………...………....15

a. Definisi Belajar ………..15

b. Hasil Belajar ………...17

c. Hasil Belajar Biologi ………..20

4. Faktor yang Mempengaruhi Belajar ………....22

5. Prinsip-Prinsip Belajar………...……….24

6. Hasil Penelitian yang Relevan ..……….………... 24

B. Kerangka Pikir ………..……….26

(11)

vi

C. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ...31

D. Variabel Penelitian ...32

E. Populasi dan Sampel .………..33

F. Instrumen Penelitian …..……….…………...33

G. Prosedur Penelitian …....………….………...35

H. Teknik Pengumpulan Data ..………..38

I. Teknik Analisis Data …...………..39

J. Hipotesis Statistik ………..43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tes Essay ...………..……44

B. Hasil Observasi …………..……….………...………55

C. Interpretasi Data ………...………...58

D. Pembahasan ………..………..60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………65

B. Saran ………..………..…………...65

DAFTAR PUSTAKA ………...………..66

(12)

vii

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pretes Kelas Eksperimen ...44

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pretes Kelas Kontrol ...45

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Postes Kelas Eksperimen ...46

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Postes Kelas Kontrol ...47

Tabel 4.5. Perbandingan Nilai Rata-Rata (Mean) Pretes dan Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol ....…………...……….48

Tabel 4.6. Hasil Uji Normalitas Pretes ...49

Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Postes ...49

Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Pretes ..………...50

Tabel 4.9. Hasil Uji Homogenitas Postes ………..…..50

Tabel 4.10. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Pretes ...51

Tabel 4.11. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Postes ...51

Tabel 4.12. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Normal Gain ...52

Tabel 4.13. Perbandingan Nilai Rata-Rata (Mean) Pretes, Postes, dan Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol ...53

(13)

viii

Gambar 4.1. Histogram Distribusi Skor Pretes Kelas Eksperimen ...45

Gambar 4.2. Histogram Distribusi Skor Pretes Kelas Kontrol ...46

Gambar 4.3. Histogram Distribusi Skor Postes Kelas Eksperimen ...47

Gambar 4.4. Histogram Distribusi Skor Postes Kelas Kontrol ...48

Gambar 4.5. Persentase Kategori N-gain Kelompok Eksperimen ………..54

[image:13.612.115.502.145.545.2]
(14)

ix

Lampiran 2. RPP Kelas Kontrol ... ..79

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Reciprocal Teaching ...87

Lampiran 4. Lembar Wacana Protista ...90

Lampiran 5. Lembar Observasi Model Reciprocal Teaching ...………...96

Lampiran 6. Instrumen Tes Essay ( Untuk Uji Validasi) ...97

Lampiran 7. Hasil Validitas dan Reliabilitas Tes Essay (SPSS.12) ...………...101

Lampiran 8. Rekapitulasi Validasi Tes Essay ...………...103

Lampiran 9. Instrumen Tes Essay ( Hasil Validasi) ...104

Lampiran 10. Skor Penilaian Butir Soal Tes Essay ...107

Lampiran 11. Data Skor Pretes (Tes Essay) Kelas Eksperimen ..………. 108

Lampiran 12. Data Skor Postes (Tes Essay) Kelas Eksperimen ..……… 109

Lampiran 13. Data Skor Pretes (Tes Essay) Kelas Kontrol ...………... 110

Lampiran 14. Data Skor Postes (Tes Essay) Kelas Kontrol ...………... 111

Lampiran 15. Perhitungan Mean, Median, Modus, dan Standar Deviasi ...112

Lampiran 16. Distribusi Frekuensi Pretes (Tes Essay) ...……….. 113

Lampiran 17. Distribusi Frekuensi Postes (Tes Essay) ..……….. 117

Lampiran 18. Perhitungan Uji Normalitas ... 121

Lampiran 19. Tabel Perhitungan Uji Normalitas ...122

Lampiran 20. Perhitungan Uji Homogenitas ...125

Lampiran 21. Pengujian Hipotesis Data Pretes (Tes Essay) ..……….. 127

Lampiran 22. Pengujian Hipotesis Data Postes (Tes Essay) ..……….. 128

Lampiran 23. Uji N-Gain ... 129

Lampiran 24. Rekapitulasi Observasi Pertemuan I (Kelas Eksperimen) ..…….134

Lampiran 25. Rekapitulasi Observasi Pertemuan II (Kelas Eksperimen) ..……136

(15)

1

Manusia senantiasa mengalami pembelajaran dalam seluruh proses kehidupannya. Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak manusia sepanjang hayat, tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan sepanjang hayat (lifelong education) yang dicanangkan oleh organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan PBB (UNESCO).1

Pendidikan merupakan proses transfer ilmu pengetahuan dan nilai, bertujuan untuk menyempurnakan kecerdasan-kecerdasan yang secara alamiah telah dimiliki oleh setiap manusia sebagai potensi yang telah diberikan oleh Sang Pencipta agar manusia dapat menjadi manusia seutuhnya dan dapat mempertahankan kehidupannya.2

Seutuhnya dalam artian keutuhan antara dua dimensi, jasmani dan rohani sehingga proses pendidikan yang berlangsung harus berkesinambungan yang meliputi keseluruhan aspek baik kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan yang meliputi keseluruhan aspek akan menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, bukan hanya pintar tetapi juga memiliki budi pekerti luhur dan moral yang baik.3

Makna pendidikan tidak hanya sekedar dalam lingkup sekolah. Dalam arti yang luas pendidikan terjadi melalui tiga upaya utama, yaitu pembiasaan, pembelajaran dan peneladanan.4 Hal ini sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Sedangkan sekolah hanya salah satu bentuk upaya pendidikan dan segala sesuatu yang terselenggara di sekolah tidak sepenuhnya steril dari berbagai pengaruh luar sekolah.

1

Fuad Hassan, Pendidikan Adalah Pembudayaan, dalam Pendidikan Manusia Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2004), h.53.

2

Abdurrahman, Meaningful Learning, Reinvensi Kebermaknaan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 4.

3

Ibid, h. 74.

4

(16)

Dunia pendidikan memiliki tanggung jawab dan kontribusi penuh terhadap perkembangan manusia untuk menjadi manusia seutuhnya yang kompeten dan berakhlak mulia. Karena itu perubahan dan rekonstruksi menuju arah yang lebih baik senantiasa dilakukan dalam dunia pendidikan seiring dengan perkembangan zaman yang terus berlangsung.

Sekolah sebagai salah satu lingkup pendidikan turut bertanggungjawab mengadakan perubahan dan rekonstruksi, di antaranya dengan melaksanakan berbagai program pembaharuan yang efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan zaman, situasi, kondisi dan perkembangan anak didik. Pembaharuan yang dilaksanakan dimulai dari pembaharuan pemikiran, sistem pendidikan, kurikulum, struktur pendidikan, sampai pembaharuan dalam proses transfer keilmuan/pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan.

Belajar memiliki peran utama dalam pendidikan, dengan belajar seseorang mengalami pendidikan. Proses pembelajaran sebagai bagian dari proses pendidikan pada pelaksanaannya cenderung masih monoton dan konvensional dengan memusatkan guru sebagai sumber ilmu pengetahuan (teacher centered). Siswa dianggap sebagai objek penerima wawasan guru yang tidak mempunyai kreativitas dan pengetahuan awal.5

Dalam memperbaharui sistem transfer pengetahuan, salah satu langkah empiris yang dilaksanakan adalah dengan memperbaharui sistem pembelajaran konvensional ke arah yang lebih berkembang, yaitu dengan cara menggunakan strategi-strategi baru, model maupun metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.

Program pembaharuan yang efektif dapat diaplikasikan apabila semua pemeran dalam dunia pendidikan turut bekerjasama, mulai dari pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi sampai pada para pelaksana proses pendidikan baik formal maupun informal. Salah satu faktor utama dalam

5

(17)

pendidikan formal yang secara langsung turut menentukan keberhasilan pendidikan adalah guru. Guru dapat mengarahkan dan membimbing peserta didik sehingga terbentuk peserta didik yang berkualitas baik secara akademis, keterampilan, moral, dan spiritual. Walaupun tidak semua tanggung jawab dibebankan kepada guru (karena orang tua siswa dan lingkungannya pun turut berperan membangun akademis, keterampilan, moral dan spiritual siswa), namun guru sebagai pendidik hendaknya tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga turut mendidik siswa meraih nilai-nilai kehidupan dan akhlak mulia sehingga siswa dapat memiliki meaningfull life (kehidupan bermakna) dalam hidupnya.6 Siswa diharapkan dapat menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang. Dalam usaha pencapaian semua tujuan pendidikan tersebut, maka diperlukan sosok guru yang terkualifikasi, berkompetensi, dan berdedikasi tinggi.

Guru yang memiliki profesionalisme tinggi memahami bagaimana seharusnya mendidik sehingga kemampuan anak didik dari berbagai segi dapat berkembang optimal. Peran lain yang diperankan guru adalah sebagai fasilitator yang dapat memberi wadah untuk perkembangan kreativitas anak didik. Salah satunya adalah dengan menyediakan model/pendekatan pembelajaran yang baik, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Dengan pendekatan pembelajaran yang sesuai, hasil belajar siswa diharapkan dapat meningkat.

“IPA adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang alam. Dalam kamus umum bahasa Indonesia disebutkan bahwa IPA berhubungan dengan alam. Menurut Hugerford dkk (1990) IPA dibagi menjadi dua elemen yaitu proses dan produk. IPA sebagai proses difokuskan pada cara yang digunakan untuk memperoleh produk IPA, prosesnya terdiri dari mengamati, bereksperimen, menggolongkan, mengukur, memprediksi, mengkomunikasikan, dan sebagainya. Dengan menggunakan proses tersebut para ilmuan memperoleh penemuan-penemuan berupa fakta, konsep dan teori. Penemuan-penemuan-penemuan inilah yang disebut sebagai produk IPA, sedangkan proses yang dilakukan ilmuan disebut keterampilan proses IPA.”7

“Memahami hakikat IPA secara utuh dalam pembelajaran biologi tidak dapat dilakukan hanya dengan menginformasikan secara verbal atau

6

Abdurrahman, Op. Cit, h.26. 7

(18)

ceramah saja, melainkan juga dengan menyeimbangkan antara pengembangan IPA sebagai proses maupun sebagai produk. Karena itu menurut Driver (seperti dikutip Suparno, 1997) siswa dapat memahami IPA bila terlibat aktif dalam dialog, diskusi dan melakukan percobaan-percobaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran aktif siswa itu sendiri yang turut memberikan kontribusi dalam mencapai keberhasilan memahami hakikat IPA.”8

Merujuk pada pandangan Driver tersebut, pembelajaran IPA membutuhkan keaktifan siswa baik dalam berdialog, melakukan diskusi maupun melakukan percobaan-percobaan. Dengan kata lain, kemampuan berkomunikasi siswa turut mempengaruhi dan membantu tercapainya kreativitas siswa dalam berpikir yang nantinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kemampuan berkomunikasi itu sendiri merupakan salah satu keterampilan proses yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyampaikan atau menerima gagasan, ide, secara efektif, baik melalui lisan maupun tulisan. Hal ini sejalan dengan pendapat Nuryani R. bahwa kemampuan berkomunikasi memegang peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan satu dengan lainnya, sehingga dapat mengisi hal-hal yang kurang dalam seluruh jaringan gagasan siswa.

Kenyataan di lapangan banyak yang menunjukkan kurangnya variasi dalam pembelajaran sains, baik dari segi strategi pembelajaran, media atau alat bantu pembelajaran, maupun kreativitas guru dalam menerapkan pembelajaran. Hal tersebut dapat menghambat proses pembelajaran yang dapat berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.

Peran guru menjadi faktor yang cukup menentukan hasil belajar siswa. Guru dituntut kreatif dalam melaksanakan proses pembelajaran, di antaranya dengan memilih dan menentukan strategi, model, maupun metode pembelajaran yang cocok untuk setiap materi pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Model-model pembelajaran terdapat beragam dan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Pemanfaatan model pembelajaran yang beragam

8

(19)

dapat mengurangi kejenuhan siswa yang biasanya terjadi dalam pembelajaran konvensional. 9

Model reciprocal teaching menuntut keaktifan siswa untuk memperoleh pengetahuan. Model ini berlandaskan asas konstruktivisme dan beberapa keterampilan proses dalam KPS. Model ini bertujuan memahami bagaimana anak-anak berpikir, berkomunikasi, berdiskusi dan belajar mandiri. Melalui penerapan model reciprocal teaching siswa diharapkan dapat belajar efektif dan bermakna dengan mengkonstruk pemahamannya sendiri sehingga hasil belajarnya dapat meningkat.

Berbagai asumsi teoretis di atas melandasi penulis menyusun dan melaksanakan sebuah penelitian tentang hasil belajar siswa dalam pembelajaran sains khususnya biologi. Dalam penelitian ini diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat. Oleh karena itu penulis menggunakan model pembelajaran yang sekiranya dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu model pembelajaran

reciprocal teaching. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Proses belajar mengajar cenderung masih monoton dan konvensional dengan metode ceramah yang menekankan aspek hafalan sehingga siswa cenderung terbatasi dalam mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya.

2. Kurangnya kerjasama antar siswa dalam proses pembelajaran. 3. Hasil belajar siswa masih rendah.

4. Masih kurangnya variasi dalam pembelajaran sains, baik dari segi strategi pembelajaran, media atau alat bantu pembelajaran, maupun kreativitas guru dalam menerapkan pembelajaran.

9

Yusri Panggabean, dkk., Strategi, Model, dan Evaluasi, Pembelajaran Kurikulum 2006,

(20)

5. Metode pembelajaran konvensional membuat siswa menjadi kurang aktif dan pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered).

6. Model pembelajaran yang dapat memfasilitasi pengembangan keaktifan dan kreativitas siswa masih belum banyak digunakan dan kurang dikenal oleh para pendidik.

7. Guru belum memposisikan dirinya sebagai model dan fasilitator bagi siswa.

C. Pembatasan Masalah

Pembahasan dalam skripsi ini dibatasi pada pengaruh model pembelajaran

reciprocal teaching (pengajaran berbalik) terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep Protista. Permasalahan difokuskan pada ranah kognitif yaitu hasil belajar biologi siswa. Ranah psikomotorik pada kelas eksperimen turut diperhatikan sebagai data sekunder atau data pendukung berupa kemampuan berkomunikasi siswa selama pembelajaran.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : “Apakah terdapat pengaruh model reciprocal teaching

terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep protista?” E. Manfaat Penelitian

(21)
(22)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretis

1. Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses, anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka.1 Pemahaman konstruktivisme bertolak belakang dengan pandangan lama yang menganggap siswa tidak tahu apa-apa atau tidak memiliki pengetahuan awal. Konstruktivisme memandang siswa sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan kognitif dari mulai bayi telah memiliki suatu pemikiran atau pengetahuan awal sebagai dasar pengetahuannya yang disebut prior knowledge.

Konstruktivis berasal dari kata construction yang berarti membentuk atau membangun.2 Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan belajar yang menekankan peran siswa dalam membentuk pengetahuan mereka, guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa sendiri harus turut membangun pengetahuan dalam benaknya. Guru memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, atau dengan kata lain membangun pemahaman melalui pengetahuan yang dimiliki.3 Karena pengetahuan itu sendiri bukan hanya seperangkat konsep, fakta, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, melainkan hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan obyek, pengalaman, dan lingkungan.4

Titik fokus yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah penekanan pada siswa dalam proses belajar. Guru berperan sebagai mediator dan

1

Haris, Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Pengajaran Terbalik (Reciprocal Teaching).

Tersedia On Line: http://man2barabai.blogspot.com/2008/02/makalah-kimia/ html. diakses 20 Januari 2009.

2

Ibid. 3

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 13.

4

Suwarna, dkk., Pengajaran Mikro, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 120.

(23)

fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik.5 Konstruktrivisme, sebagai teori perkembangan dari berbagai teori psikologi kognitif, memandang bahwa siswalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuannya, bukan guru atau orang lain. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktifnya.6

Siswa belajar dengan cara mengkonstruksi pengetahuan dan pemahamannya melalui suatu pengalaman dan memikirkan kejadian tersebut. Siswa memadukan antara yang telah diketahuinya dengan apa yang baru di alaminya. Pemahaman dimaknai sebagai proses pembentukan pengetahuan dengan memadukan apa yang telah diketahuinya dan apa yang baru diterimanya.7

Keaktifan dan kreativitas siswa akan membantunya untuk mandiri membentuk pengetahuan, sedangkan guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa dapat berjalan dengan baik.

Paradigma pembelajaran konstruktivisme memandang bahwa guru menyajikan persoalan dan mendorong (encourage) siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis, menggeneralisasi, dan inkuiri dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan.8 Pembelajaran konstruktivisme membuat jenis komunikasi yang dilakukan antara guru-siswa lebih bersifat negosiasi sehingga peran guru sebagai fasilitator terwujud. Kondisi tersebut membuat suasana menjadi kondusif, siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik. Siswa membangun sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh guru sebelumnya. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa

5

Djunaedatul Munawaroh dan Siti Khadijah, Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme, dalam Jurnal Didaktika Islamika, Vol. IX No.2, Desember, 2008. h 191.

6

Suwarna, dkk., Op. Cit, h.121.

7

Retno Widyaningrum, Model Pembelajaran Konstruktivistik pada Matematika, dalam jurnal Cendekia, Vol.6 No.2, 2008. h. 208.

8

(24)

sendiri yang mengemasnya. Mungkin saja kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa lainnya berbeda, atau mungkin terjadi kesalahan, di sini guru memberikan bantuan dan arahan sebagai fasilitator dan pembimbing. Peran guru sebagai fasilitator adalah memfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Guru membantu dan mengarahkan murid untuk melakukan sendiri aktivitas pembelajaran.9Hal inilah yang disebut dengan konstruktivisme dalam pembelajaran, dan memang pembelajaran pada hakikatnya adalah konstruksivisme, karena pembelajaran adalah aktivitas siswa yang sifatnya proaktif dan reaktif dalam membangun pengetahuan.

Pendekatan belajar konstruktivis memiliki beberapa prinsip dasar (Rustana, 2001) sebagai berikut:

1. Pengetahuan awal/dasar (Prior Knowledge)

Ausubel menyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa. 10Prior knowledge ini juga dikenal sebagai konsepsi awal atau kerangka acuan alternatif siswa yang memegang peran penting sebagai basis pengetahuan dalam proses perubahan konseptual (conceptual-change process) dari konsepsi awal menjadi konsep yang dapat diterima secara ilmiah. Dengan memiliki pengetahuan awal, siswa dapat mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasanya sendiri dan dapat berbagi gagasan dengan temannya dalam proses pembelajaran.11

2. Pembentukan pengetahuan (Knowledge construction)

Proses pembentukan pengetahuan (knowledge construction) dalam perspektif konstruktivis diturunkan berdasarkan formula Piaget dari dua proses kognitif (asimilasi dan akomodasi) yang berada di bawah kontrol pikiran.12 Van

9

Adi W. Gunawan, Genius learning Strategy, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h.165.

10

Haris, Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Pengajaran Terbalik (Reciprocal Teaching).

Tersedia On Line: http://man2barabai.blogspot.com/2008/02/makalah-kimia/ html. di akses 20 Januari 2009.

11

Nuryani Rustaman, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, ( Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, 2005), h. 171.

12

(25)

Glasserfeld lebih jauh mengemukakan bahwa dalam proses asimilasi suatu organisme menyerap data dalam lingkungannya dan menggabungkannya dalam struktur kognitif yang telah ada melalui aktivitas fisik ataupun mental. Struktur kognitif ini kemudian secara efektif digunakan untuk berbagai tujuan penyesuaian dan diintegrasi dengan akomodasi. Pada tahap ini, seleksi pengetahuan terjadi. Pengetahuan ini akan terseleksi bila dipandang sesuai dengan pengalaman individu tersebut, atau disebut juga sebagai viable.

3. Perubahan konseptual (Conceptual-change process)

Proses perubahan konseptual (conceptual-change process) merupakan sebuah proses di mana siswa dituntut untuk mengemukakan pengetahuan awal (konsepsi) yang mereka peroleh berdasarkan pengalaman kesehariannya, memberi alasan dan berargumentasi ketika dihadapkan pada konsep yang ditawarkan, menganalisis konsep tersebut, serta menarik kesimpulan yang dijadikan sebagai konsep akhir yang dapat diterima secara pribadi maupun ilmiah, meskipun tetap bersifat tentatif atau dengan kata lain konsep tersebut masih dapat tergeser oleh konsep lain yang lebih dapat diterima.13 Konsep yang baru tidak begitu saja ditambahkan pada konsep yang telah ada untuk membangun perubahan konseptual, melainkan saling berinteraksi terlebih dahulu dalam proses transmisi yang melibatkan daya interpretasi siswa.14

Penjelasan tentang pembelajaran konstruktivisme memberikan gambaran tentang proses pembelajaran bermakna (meaningful learning) di mana siswa mengkonstruk sendiri pemahaman dari pengetahuan yang telah dimiliki dan yang baru didapatkannya untuk kemudian diproses dalam pikirannya melalui daya interpretasi siswa. Dari proses tersebut didapatkan perubahan konseptual yang dapat diterima secara ilmiah. Proses untuk mendapatkan pemahaman beserta perubahan konseptual tersebut tidak terlepas dari berbagai komponen terkait seperti lingkungan belajar, kondisi siswa, pengarahan guru, interaksi dan kerjasama antar siswa, serta daya interpretasi dan imajinatif siswa.

13 Ibid. 14

(26)

2. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching a. Reciprocal Teaching (Pengajaran Berbalik)

Model pembelajaran reciprocal teaching dikembangkan oleh Anna Marie Palincsar dan Ann Brown untuk mengajar siswa strategi-strategi kognitif serta untuk membantu mereka memahami bacaan. Palincsar dan Brown mengidentifikasi empat strategi dalam reciprocal teaching untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa yaitu merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan, memprediksi pemecahan masalah/soal, dan mengklarifikasikan istilah-istilah yang sulit dipahami.15

Reciprocal teaching memiliki tiga komponen utama yaitu strategi membaca, dialog antara guru dengan siswa maupun antara sesama siswa, dan pengalihan tanggungjawab pembelajaran dari guru ke siswa.16 Karena itu pelaksanaan reciprocal teaching dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil.

Palincsar dan Brown menyatakan bahwa “Reciprocal teaching is an instructional strategy based on modeling and guided practice, in which the

instructor first models a set of reading comprehension strategies and then

gradually cedes responsibility for these strategies to the students…” 17

Bila diterjemahkan berarti “Reciprocal teaching adalah aktivitas pembelajaran berdasarkan pemodelan dan latihan terbimbing dengan guru yang berperan sebagai model dan pembimbing pada awal pembelajaran lalu secara berangsur-angsur tanggungjawab belajar diambil alih oleh siswa…”.

Reciprocal Teaching adalah model pembelajaran yang mengharuskan siswa belajar mandiri, memperoleh pengetahuan dengan caranya sendiri dan tidak terlalu bergantung pada penjelasan guru.18 Pada dasarnya pembelajaran resiprokal

15

Daniel M. Rosyid dan Ibrahim Muslimin, Reciprocal Teaching. Tersedia on line: http:// supraptojielwongsolo. wordpress.com/ 2008_09_01_archive.html. di akses 20 Januari 2009.

16

Peter E. Doolittle, dkk., Reciprocal Teaching for Reading Comprehension in Higher Education: A Strategy for Fostering the Deeper Understanding of Texts, International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, volume 17, 2006, h.106. Tersedia on line : http: //www. isetl.org/. di akses 31 Desember 2009.

17

Ibid, h. 106.

18

(27)

menekankan pada siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok yang dibentuk sedemikian rupa agar setiap anggotanya dapat berkomunikasi dengan nyaman dalam menyampaikan pendapat ataupun bertanya dalam rangka bertukar pengalaman keberhasilan belajar satu dengan lainnya. Dengan demikian kegiatan pertukaran informasi materi terjadi antar sesama siswa dengan empat strategi yang dilakukan dalam kelompok diskusi.

“Reciprocal teaching is characterized as a dialogue taking place

between the teacher and student that results in students learning how to construct

meaning when they are placed in must read situation…”19

Bila diterjemahkan berarti “Reciprocal teaching menekankan dialog antara guru dengan siswa atau antara sesama siswa dalam kelompok belajar. Dialog yang dilakukan bertujuan untuk mengkonstruksi pemahaman siswa…”

Salah satu dasar model pembelajaran reciprocal teaching adalah teori sosial Vygotsky yaitu dialog dalam suatu interaksi sosial sebagai dasar pokok dalam proses pembentukan pengetahuan. Menurut Vygotsky, berpikir keras dan mendiskusikan hasil pemikirannya dapat membantu proses klarifikasi dan revisi dalam berpikir pada saat belajar.20

Pada saat dialog dalam kelompok siswa berperan sebagai “pengajar” menggantikan peran guru untuk mengajar teman-temannya. Sementara itu guru lebih berperan sebagai model yang menjadi contoh, fasilitator yang memberi kemudahan, dan pembimbing yang melakukan scaffolding.

Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan oleh orang yang lebih tahu kepada orang yang kurang atau belum tahu (misalnya guru kepada siswa atau siswa yang pandai dengan siswa lain yang kurang pandai). Bimbingan yang diberikan pada tahap awal dilakukan secara ketat, kemudian secara berangsur-angsur tanggung jawab belajar diambil alih oleh siswa yang belajar. Dengan

scaffolding diharapkan kemampuan aktual siswa, yaitu kemampuan yang mampu

19

Carolyn J. Carter dan Diane F. Fekete, Reciprocal Teaching: The Aplication of a Reading Improvement Strategy on Urban Students in Highland Park, Tersedia on line: http://unesdoc .unesco.org/ images/ 0012/ 001247/124762e.pdf. di akses 31 Desember 2009.

20

(28)

dicapai oleh siswa dengan belajar sendiri dapat berkembang lebih tinggi dan lebih baik sehingga dicapai kemampuan potensialnya.

Dengan demikian proses pembelajaran reciprocal teaching mengubah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Hal ini merupakan komponen penting dalam proses reciprocal teaching.21

Dari berbagai definisi di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran reciprocal teaching proses pembelajaran yang terjadi berpusat pada siswa (student centered), model ini sesuai untuk melatih kemandirian siswa dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuannya, dan juga menuntut siswa untuk mampu menjelaskan wacana yang dibaca secara mandiri kepada teman-temannya baik dalam bentuk rangkuman, pertanyaan, atau prediksi wacana tersebut.

Prosedur pengajaran berbalik dilakukan pertama-tama dengan guru menugaskan siswa membaca bacaan dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian guru memodelkan empat keterampilan (merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan yang bisa diajukan, memprediksi pemecahan masalah/soal dan mengklarifikasi hal-hal yang sulit, berat ataupun salah).22 Selanjutnya siswa bergantian menjadi “pengajar” dalam kelompoknya, menyampaikan pemahamannya kepada teman kelompoknya, dan guru beralih peran sebagai fasilitator, mediator, pelatih, pemberi dukungan serta umpan balik bagi siswa.23

b. Tahapan kegiatan Pengajaran Berbalik (Reciprocal Teaching) 1) Prosedur Awal

Prosedur awal pengajaran berbalik adalah guru memperagakan semua langkah pembelajaran berbalik, lalu membagi kelompok siswa sebanyak 5 orang dalam satu kelompok. Siswa diminta melakukan langkah-langkah reciprocal

bersama teman-teman dalam kelompoknya.

21

Peter E. Doolittle, dkk., Op. Cit. h.107.

22

Mohamad Nur, Strategi-Strategi Belajar, (Surabaya : Unesa Press, 2000), h. 49.

23

(29)

Guru kelas melakukan scaffolding, di antaranya bertindak sebagai anggota kelompok membantu siswa yang mengalami kesulitan pada langkah-langkah tertentu. Pendekatan dialogis antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa perlu ditekankan. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan dialog yang baik serta teliti dan peka dalam mengamati siswanya pada saat menjalani proses pembelajaran reciprocal. Misalnya pada saat berlangsungnya pembelajaran

reciprocal ada saja siswa yang memiliki kecenderungan diam, maka guru harus melakukan teknik scaffolding untuk membangkitkan keaktifan siswa, di antaranya dengan cara mengarahkan, memberitahu, dan meyakinkan siswa tersebut untuk turut aktif dalam diskusi kelompoknya, tidak perlu ragu dan takut untuk mengungkapkan pendapatnya.

2) Prosedur Harian

Siswa tidak hanya dituntut menguasai keterampilan kognitif saja pada saat pembelajaran Biologi sebagai sains, tetapi juga diharapkan dapat menerapkan pembelajaran yang bermakna, terutama pada saat pelaksanaan proses IPA yang akhirnya menghasilkan produk IPA. Melalui pendekatan reciprocal teaching, dalam pembelajaran biologi siswa dituntut untuk bisa melakukan keterampilan merangkum, menjelaskan, membuat pertanyaan yang berkaitan dengan materi, memprediksi pemecahan masalah/soal yang diberikan, dan mengklarifikasi hal yang sulit dipahami dari materi.

(30)

ke dalam kelompok-kelompok diskusi kecil, dibagikan LKS untuk dikerjakan, dan rangkuman materi untuk dibahas guna menyelesaikan soal LKS. Masing-masing anggota kelompok tersebut lalu mendiskusikan, merangkum, membuat pertanyaan dan bergiliran berperan sebagai guru selama kegiatan membaca dalam kelompok atau dengan kata lain berdiskusi untuk mencari pemecahan soal LKS.

3. Hakikat Hasil Belajar a. Definisi Belajar

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku. Beberapa ahli mendefinisikan belajar sesuai dengan aliran filsafat yang dianutnya. Menurut Skinner belajar adalah suatu perilaku, sedangkan menurut Gagne belajar merupakan suatu kegiatan yang kompleks, dengan belajar seseorang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.24

Ernest ER. Hilgrad mendefinisikan belajar sebagai suatu tindakan yang dilakukan seseorang dengan cara latihan-latihan sehingga seseorang tersebut mengalami perubahan.25

Menurut Reber definisi belajar dibatasi dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah The Process of Acquiring Knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result ofreinforced practice, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. 26 Jadi menurut Reber belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan, memperoleh kemampuan yang bersifat tetap sebagai hasil dari latihan-latihan yang berkesinambungan.

Belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang selama menjalani kehidupan, kompleks, berkesinambungan dan saling terkait antar pengalaman satu dengan pengalaman lainnya.

24

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 9-10.

25

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 4.

26

(31)

Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach belajar yang baik melibatkan seluruh panca indra, dengan kata lain belajar adalah suatu proses mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu.27

Menurut Good dan Brophy dalam bukunya Educational Psychology: A Realistic Approaach mengemukakan arti belajar dengan kata-kata “Learning is the development of new associations as a result of experience” yang berarti belajar adalah suatu proses internal, tidak dapat dilihat secara empiris, dan terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami proses belajar.28

Menurut Winkel belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap.29

Degeng menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki pembelajar. Pembelajar akan menghubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya kemudian menghubungkan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan yang baru.30 Pandangan Degeng tersebut mengacu pada asas konstruktivisme dalam pembelajaran. Dengan kata lain, menurut degeng belajar adalah suatu proses untuk mengubah performansi seseorang yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi skill, persepsi, proses berpikir, emosi yang semuanya saling terkait menghasilkan perbaikan performansi seseorang.

Dari berbagai pengertian belajar menurut beberapa ahli yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu melalui latihan dan pengalaman yang menghasilkan perubahan intelektual serta tingkah laku.

Menurut Piaget, intelektual seseorang mengalami perubahan melalui beberapa fase perkembangan intelektual yaitu fase sensori-motori (usia 0-2

27

Yatim Riyanto, Op. Cit, h. 5.

28

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 85.

29

Yatim Riyanto, Loc. Cit. 30

(32)

tahun), fase pra-operasional (2-7 tahun), fase operasional konkret (7-11 tahun), dan fase operasional formal (11 tahun ke atas).31 Pada fase sensori-motori anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan perabaan. Dengan kata lain anak belajar mengenal lingkungan di sekitarnya dengan panca inderanya. Fase pra-operasional anak telah mampu menggunakan simbol, bahasa, serta konsep sederhana. Pada tahap fase operasional konkret anak mulai dapat mengembangkan pikiran logis. Dan pada tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa.

Perubahan tingkah laku mencakup seluruh aspek tingkah laku, jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.32

b. Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran merupakan tujuan konkret yang ingin dicapai oleh semua pemeran dunia pendidikan. Untuk mencapai tujuan ini banyak faktor yang mempengaruhi yang terdapat selama pelaksanaan proses pembelajaran, di antaranya adalah dengan menggunakan model, strategi, dan metode pembelajaran yang sesuai dalam proses pembelajaran. Semakin tepat pemilihan metode atau model pembelajaran pada suatu kondisi diharapkan hasil belajar yang dicapaipun semakin baik.

Hasil belajar yang baik di dapat melalui proses pembelajaran yang bermakna. Proses pembelajaran yang bermakna salah satunya dapat diperoleh melalui mekanisme diskusi. Diskusi dalam proses belajar mengajar dikelas dapat mendukung tercapainya pembelajaran bermakna, karena mekanisme diskusi memungkinkan siswa terbiasa mengemukakan pendapat secara argumentatif dan dapat mengkaji dirinya, apakah hal yang telah diketahuinya itu benar atau tidak.

Dalam diskusi siswa dapat berkomunikasi dengan sesama siswa untuk menggali pemahamannya. Mendiskusikan suatu konsep pelajaran turut meningkatkan intelektualitas siswa. Pembelajaran dalam bentuk diskusi biasanya

31

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 13-14.

32

(33)

terjadi dalam kelompok-kelompok kecil, siswa berdiskusi dengan teman dalam kelompoknya. Dalam kelompok belajar terdapat proses komunikasi berupa pertukaran informasi dua arah, setiap anggota dalam kelompok belajar dapat berperan sebagai sumber (source) maupun penerima (receiver) informasi.33

Katherine Adams (2001) mengungkapkan bahwa kelompok biasanya merupakan sarana pemecah masalah yang lebih baik daripada individu perorangan, kelompok lebih memiliki akses ke banyak informasi daripada yang dimiliki seorang individu, dapat melihat kelemahan dan bias dalam pemikiran satu sama lain, dan kemudian berpikir mengenai hal yang mungkin gagal dipertimbangkan oleh seorang individu.34 Karena itu kelompok belajar atau kelompok diskusi kelas dibutuhkan dalam proses pembelajaran.

Menurut Vygotsky, siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental, lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan.35 Semuanya saling berkesinambungan menghasilkan hasil belajar siswa yang baik.

Pengertian hasil belajar itu sendiri banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan. Hasil belajar menurut Agus Suprijono merupakan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.36

Hasil Belajar menurut Skinner merupakan respon (tingkah laku) yang baru. Gagne (1977) berpendapat belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi dari lingkungan menjadi beberapa tahapan pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapabilitas yang baru. Kapabilitas inilah yang disebut hasil belajar. Ini berarti bahwa belajar itu menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, seperti pengetahuan, sikap,

33

Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), h. 101.

34

Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 278.

35

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.26 - 27.

36

(34)

keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai tingkah laku yang berlainan inilah yang disebut kapabilitas hasil belajar.37

Menurut Gagne dan Briggs (1979) ada lima kategori kapabilitas hasil belajar, yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap.38

Informasi verbal merupakan kemampuan menuangkan pikiran dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang yang dimiliki seseorang untuk membedakan, mengabstraksikan suatu objek, menghubung-hubungkan konsep sehingga dapat menghasilkan suatu pengertian, dan memecahkan suatu percobaan. Sedangkan yang dimaksud dengan strategi kognitif yaitu kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Keterampilan motorik yaitu kemampuan seseorang untuk melakukan serangkaian gerakan jasmani dan badan secara terpadu dan terkoordinasi. Sikap yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang berupa kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian atas objek tersebut. 39

Hasil belajar dalam dunia pendidikan saat ini lebih dikenal dengan taksonomi Bloom, yang dimaksud taksonomi ini adalah cara mengklasifikasikan hal-hal yang kompleks, maksudnya mengklasifikasikan secara bertingkat, dari kemampuan yang paling sederhana sampai yang paling rumit.

Kompetensi belajar dalam taksonomi Bloom dibagi menjadi tiga domain (ranah atau kawasan) yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bloom mengartikan ranah-ranah ini sebagai kompetensi dasar atau perilaku-perilaku yang harus dicapai oleh peserta didik dalam cara-cara tertentu, misalnya bagaimana mereka berfikir (ranah kognitif), bagaimana mereka bersikap dan merasakan sesuatu (ranah afektif), dan bagaimana mereka berbuat (ranah psikomotorik). Ketiga ranah kejiwaan tersebut saling terkait erat dan bahkan tidak boleh

37

Nurdin Ibrahim, Pemanfaatan Tutorial Audio Interaktif Untuk Perataan Kualitas Hasil Belajar, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 044. Thn ke-9, September 2003, h. 735.

38

Ibid, h. 735.

39

(35)

diabaikan dalam kegiatan pembelajaran. Muara atau tujuan dari ketiga kompetensi tersebut mengarah kepada kecakapan hidup siswa (life skill).40

Ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, kemampuan intelektual seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berfikir. Ranah afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi. Meliputi minat, sikap, dan nilai yang ditanamkan melalui proses belajar mengajar. Ranah psikomotorik berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan fisik (motorik) seperti menulis, mengetik, menyusun alat-alat percobaan, dan melakukan percobaan.41

Bloom memberi pemetaan ranah kognitif dalam kategori tingkat berpikir. Ia membagi tingkat berpikir menjadi enam tingkat yakni tingkat berpikir pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluatif.42

Berbagai macam kompetensi yang dihasilkan oleh ketiga ranah tersebut merupakan kapabilitas hasil belajar yang didapat oleh siswa melalui proses belajar yang kontinu dan berkesinambungan.

c. Hasil Belajar Biologi

Hasil belajar biologi dicapai setelah siswa mengalami proses pembelajaran biologi. Hasil belajar biologi pada ranah kognitif dapat diperoleh dari hasil tes tertulis. Pemberian tes dilakukan dengan mengacu pada indikator dan keterampilan berpikir tertentu.

Biologi merupakan pelajaran sains, pembelajaran biologi diharapkan dapat berlangsung efektif dan aktif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Untuk menguasai konsep dengan baik siswa mengalami dua macam penyesuaian yaitu asimilasi (penerapan konsep yang dimiliki pada situasi baru) dan akomodasi (mengubah konsep yang lama berdasarkan situasi baru). Keseimbangan antara

40

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 13.

41

Ibid, h. 14.

42

(36)

asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk mengembangkan penalaran dan pengetahuan siswa, memantapkan penguasaan siswa dalam belajar konsep.43

Dalam belajar biologi ketiga ranah taksonomi bloom tidak dapat dipisahkan karena saling mendukung untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Keterampilan proses juga perlu dikembangkan agar pengalaman belajar siswa semakin kompleks yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Semakin aktif siswa secara intelektual, manual dan sosial akan semakin memberi makna pada pengalaman belajar siswa.

IPA sendiri, menurut Hugerford dkk (1990), dibagi menjadi dua elemen yaitu proses dan produk. IPA sebagai proses difokuskan pada cara yang digunakan untuk memperoleh produk IPA, prosesnya terdiri dari mengamati, menafsirkan pengamatan, mengelompokkan, memprediksi, mengkomunikasikan, dan sebagainya. Dengan menggunakan proses tersebut para ilmuwan memperoleh penemuan-penemuan berupa fakta, konsep, dan teori. Penemuan-penemuan inilah yang disebut sebagai produk.44Oleh karena itu dalam pembelajaran IPA tidak cukup bila hanya ditekankan pada penyampaian produk, konsep dan teori IPA saja, melainkan juga perlu adanya penyampaian proses IPA.

Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.45Namun dalam pelaksanaannya jenis-jenis keterampilan proses dalam KPS dapat dikembangkan secara terpisah-pisah, bergantung pada metode yang digunakan.46

Berdasarkan pendapat tersebut perlu digarisbawahi bahwa dalam penelitian ini tidak digunakan metode praktikum atau percobaan untuk mendapatkan data empiris, melainkan hanya menggunakan metode diskusi berdasarkan model pembelajaran yang diterapkan yaitu model pembelajaran

reciprocal teaching. Adapun jenis keterampilan proses yang digunakan adalah

43

Nuryani Rustaman, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang : UM Press, 2005), h. 33.

44

Ahmad Sofyan, “Perilaku Belajar Biologi Siswa MAN” dalam Didaktika Islamika, jurnal kependidikan, keislaman dan kebudayaan, Vol IV No.1 Juni 2003.

45

Singgih Trihastuti dan Yoko Rimy,Pembelajaran Keterampilan Proses, Inquiry dan Discovery Learning, Tersedia on line:http://umifatmawati.blog.uns.ac.id/. diakses 24 Oktober 2009.

46

(37)

keterampilan proses yang dapat diselaraskan dengan metode tersebut yaitu keterampilan mengklasifikasi, keterampilan berkomunikasi (meliputi mengkomunikasikan pemahaman dengan gambar dan tabel), serta keterampilan penerapan konsep. Tujuannya agar penguasaan konsep siswa dapat tercapai dan hasil belajar siswa meningkat.

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab pendahuluan bahwa pembelajaran IPA membutuhkan keaktifan siswa baik dalam berdialog, melakukan diskusi maupun melakukan percobaan-percobaan demi terciptanya pemahaman IPA. Semua itu tidak terlepas dari kemampuan siswa dalam berkomunikasi, dapat dikatakan kemampuan komunikasi siswa dapat mempengaruhi dan membantu tercapainya kreatifitas siswa dalam berpikir yang nantinya diharapkan turut dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Muhibbin Syah faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:47

a. Faktor internal siswa, yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. b. Faktor eksternal siswa, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. c. Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang

meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.

Menurut Ngalim Purwanto faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu faktor individual dan sosial.48

a. Faktor Individual, terdiri atas:

1) Faktor kematangan/individual, mengajarkan sesuatu harus sesuai dengan taraf perkembangan anak, baik perkembangan fisik maupun mental. Mengajarkan suatu hal baru dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya.

47

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Tangerang: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 130.

48

(38)

potensi jasmani dan rohani anak telah matang untuk belajar suatu hal.

2) Kecerdasan, seseorang dapat mempelajari sesuatu dengan baik dan berhasil dipengaruhi pula oleh taraf kecerdasannya.

3) Latihan, karena sering latihan dan mengulang sesuatu maka kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki anak semakin dikuasai dan mendalam. Tanpa latihan pengalaman-pengalaman belajar yang dimilki anak dapat menjadi hilang atau berkurang.

4) Motivasi, merupakan pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Seseorang mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya jika ia memiliki motivasi dan mengetahui betapa penting hasil yang akan dicapai dari belajarnya bagi dirinya. 5) Faktor pribadi, atau sifat pribadi seseorang seperti keras hati,

berkemauan keras, tekun dalam segala usaha, rajin, dan sebagainya, turut mempengaruhi sampai dimanakah hasil belajarnya dapat tercapai.

b.Faktor Sosial, terdiri atas:

1) Faktor keluarga, suasana dan keadaan keluarga turut menentukan bagaimana dan sampai di mana belajar dialami dan dicapai oleh anak didik.

2) Guru dan cara mengajarnya, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan kepada anak-anak didiknya turut menentukan hasil belajar yang dicapai anak.

3) Alat-alat pembelajaran, sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan pembelajaran akan mempermudah dan mempercepat belajar anak didik.

(39)

5) Motivasi sosial, motivasi yang diberikan oleh orang lain di sekitar anak didik, seperti orang tua, saudara, dan teman.

5. Prinsip – Prinsip Belajar

Prinsip belajar adalah konsep-konsep ataupun asas (kaidah dasar) yang harus diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Prinsip-prinsip belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi proses belajar sehingga tercipta proses belajar yang dinamis dan terarah.49

Prinsip belajar banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan, di antaranya adalah prinsip belajar menurut Gestalt, serta prinsip belajar menurut Dimyati dan Mudjiono yang relatif berlaku umum.50

Prinsip belajar menurut Gestalt di antaranya yaitu: 1) Belajar berdasarkan keseluruhan

2) Belajar adalah proses perkembangan 3) Siswa sebagai organisme keseluruhan 4) Terjadi transfer dalam belajar

5) Belajar berlangsung terus menerus

Prinsip belajar menurut Dimyati dan Mudjiono di antaranya yaitu: 1) Perhatian dan Motivasi

2) Keaktifan

3) Keterlibatan Langsung/Pengalaman 4) Pengulangan

5) Tantangan

6) Balikan dan Penguatan 7) Perbedaan Individual

6. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini dilaksanakan dengan merujuk dari beberapa hasil penelitian pendidikan yang relevan, di antaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hartini, Pendidikan Matematika, FITK UIN Syarif Hidayatullah, tahun akademik

49

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 62

50

(40)

2007, penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan model pengajaran berbalik pada pokok bahasan segitiga ternyata dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.51

Penelitian yang dilakukan oleh Hadiana Rosida, Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI Bandung, 2007, menunjukkan bahwa model pembelajaran

reciprocal teaching dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa dalam ketiga ranah taksonomi Bloom yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.52

Penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh Evi Nurmiyanti, Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI Bandung, 2008, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berkomunikasi siswa yang signifikan pada setiap siklusnya dengan penerapan model pembelajaran reciprocal teaching.53

Penelitian yang dilakukan oleh Cucu Herawati, Pendidikan Matematika, FPMIPA UPI Bandung, 2006, menunjukkan bahwa model pembelajaran

reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika.54

Penelitian yang dilakukan oleh Lidjin Aulia, Pendidikan Biologi, FPMIPA UPI Bandung, 2008, menunjukkan bahwa model pembelajaran

reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep pencemaran lingkungan.55

51

Hartini, Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa, Skripsi jurusan Pendidikan Matematika, FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2007. Tidak diterbitkan.

52

Hadiana Rosida, Pengembangan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran Fisika di SMA, Skripsi jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI Bandung, 2007. Tidak diterbitkan.

53

Evi Nurmiyanti , Upaya Peningkatan Keterampilan Berkomunikasi Siswa pada Pembelajaran Fisika melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching), Skripsi jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI Bandung, 2008. Tidak diterbitkan.

54

Cucu Herawati, Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Reciprocal Teaching dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP, Skripsi jurusan Pendidikan Matematika, FPMIPA UPI Bandung, 2006. Tidak diterbitkan.

55

(41)

Penelitian yang dilakukan oleh Cahya Irawan, Pendidikan Biologi, FPMIPA UPI Bandung, 2005, menunjukkan bahwa pembelajaran reciprocal teaching kurang efektif terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.56 B. Kerangka Pikir

Bahan kajian protista merupakan bahan kajian yang terdapat dalam pembelajaran biologi. Protista adalah makhluk hidup eukariot atau uniseluler yang sudah memiliki ciri-ciri seperti hewan, tumbuhan, maupun jamur. Perlu berbagai sumber untuk mempelajarinya beserta gambar-gambar yang mencerminkan struktur dan cara hidup protista. Materi ini cukup sukar dan banyak siswa yang masih sulit memahaminya. Sifatnya pun cenderung hafalan dan pemahaman berdasarkan materi yang abstrak, sedangkan materi yang abstrak cenderung sulit dipahami siswa karena obyeknya tidak dapat dilihat langsung. Selain menghafal siswa juga dituntut untuk dapat menjelaskan, menganalisis dan mengkomunikasikan pemahamannya tentang protista. Dengan begitu diharapkan penguasaan konsep siswa dapat tercapai yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Untuk mewujudkan hasil belajar siswa yang baik diperlukan penerapan model pembelajaran yang berbeda yang dapat menciptakan proses pembelajaran efektif. Karena apabila siswa dapat belajar secara efektif dan bermakna dengan rekonstruksi pemahaman maka diharapkan hasil belajarnya dapat meningkat. Selain model pembelajaran yang berbeda, peran semua pihak yang terkait juga dibutuhkan, seperti guru yang komunikatif dalam memberikan bimbingan, arahan dan penjelasan materi serta siswa yang aktif dalam kegiatan diskusi.

Model pembelajaran yang digunakan adalah model belajar yang interaktif, menarik, dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu model reciprocal teaching. Model pembelajaran ini menuntut keaktifan dan semangat belajar siswa, sedangkan guru lebih berperan menjadi fasilitator bagi

56

(42)

siswa. Penerapan model reciprocal teaching merupakan salah satu alternatif untuk mengalihkan sistem pembelajaran teacher centered menjadi student centered.

Interaksi siswa dalam diskusi juga penting, misalnya siswa diharapkan dapat menerangkan dan menjelaskan kembali tentang protista uniseluler sesuai dengan tingkat pemahamannya kepada siswa lain sehingga siswa yang lain itu dapat memahaminya pula, disini terjadi proses interaksi antar siswa untuk menggali pemahaman.

Tingkat pemahaman setiap siswa berbeda-beda, saat diskusi berlangsung adalah saat dimana siswa mengkonstruksi pemahamannya pada materi, disinilah peran guru sebagai pembimbing sekaligus fasilitator memberi bantuan dan arahan agar konsep yang dipahami siswa tidak keluar dari basis keilmiahannya. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme dimana siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya. Siswa membangun sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh guru sepenuhnya. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri yang mengemasnya. Guru memberikan bantuan dan arahan (scalffolding) sebagai fasilitator dan pembimbing apabila konsep yang dikemas siswa tidak akurat atau terjadi kesalahan dan tidak sesuai dengan nilai ilmiahnya.

Beberapa keterampilan dasar dalam pendekatan KPS juga terkait dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa, seperti keterampilan proses mengklasifikasi, mengkomunikasikan pemahaman dengan tabel dan gambar, serta penerapan konsep. Seperti yang telah dibahas dalam deskripsi teoritis bahwa keterampilan-keterampilan dasar dalam KPS dapat dikembangkan secara terpisah-pisah bergantung pada metode yang digunakan. Maka dalam penelitian ini keterampilan dasar KPS yang digunakan hanya sebagian tidak semuanya karena metode yang digunakan berupa metode diskusi kelompok, jadi keterampilan dasar yang digunakan adalah keterampilan yang dapat diselaraskan dengan metode diskusi.

(43)

memahami gambar reproduksi protista, lalu siswa menjelaskan pemahamannya dari gambar tersebut dengan membuat pertanyaan dan jawaban yang berkaitan dengan gambar tersebut. Jadi LKS reciprocal secara tidak langsung mendukung pembelajaran siswa dan melatih siswa agar penguasaan konsep dapat tercapai sehingga hasil belajar pun meningkat.

(44)
[image:44.612.107.524.77.663.2]

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir Guru komunikatif,

Siswa aktif, Kohesivitas Kelompok,

Diskusi efektif, Waktu dan Situasi kondusif.

Konstruktivisme pemahaman

Keterampilan Proses Sains (KPS) Model Reciprocal

Teaching

Peningkatan Hasil Belajar Siswa

(45)

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan teoretis dan kerangka pikir yang telah dikemukakan maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran reciprocal teaching terhadap hasil belajar siswa pada konsep protista.

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model

reciprocal teaching terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep protista. B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di MAN 2 Bogor, Jl. Raya Pajajaran No.6 Kota Bogor.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah pada tanggal 5 Oktober – 9 November 2009. C. Metode Penelitian dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen, yaitu metode eksperimen semu,

Gambar

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir  .....................................................................29
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
Tabel 3.1. Desain Penelitian
tabel Zi sebutkan dengan F ( Zi) dengan aturan jika Zi > 0, maka F
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.11 Pertimbangan Saya Dalam Menggunakan Jasa PT Fauzi Haya Tour & Travel Karena Informasi Yang Saya Dapatkan Dari Orang-orang Yang Sangat Berpengaruh

Aplikasi IVR yang pernah dibuat pada praktikum sebelumnya, dibuat dengan menggunakan software aplikasi tertentu, kemudian dijalankan pada sebuah PC Server, di mana PC server

Analisis dan desain yang dilakukan bahawa, proses bisnis SIKD yang berjalan pada saat ini dengan menggunakan Komandan SIKD masih belum mampu melayani secara

Analisis Perbandingan Pengetahuan Kearifan Lokal Tentang Tanaman Obat Dari Siswa Sma Di Kota Dan Kabupaten Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

dikirimkan oleh Pihak yang Dapat Dihubungi selama Proses Prakualifikasi/ The Ariba eSourcing event invitation will be sent later by Prequalification Contact Person

Melalui bimbingan guru dari media daring, siswa mampu melengkapi diagram tentang sistem pencernaan hewan ruminansia dengan tepat..

Experimental results from using five sets of PRISM triplet images taken of the area around Saitama, north of Tokyo, Japan, showed that the average planimetric and height errors in

Artikel ini bertujuan untuk mengenalpasti Universiti Islam Malaysia (UIM) sebagai peneraju utama universiti berteraskan wakaf dalam bidang pendidikan di