1.1 Latar Belakang Masalah
Kegiatan sehari-hari sangat berkaitan dengan pelayanan, karena pelayanan
merupakan hal pemberian barang maupun jasa serta berhubungan langsung
dengan masyarakat. Seperti halnya tugas utama pemerintah adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan bukan hanya dilakukan pada suatu
instansi saja tetapi hampir semua instansi penyedia layanan memberikan
pelayanan yang berbeda jenisnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta
berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
Di dalam Undang-Undang Desa Pasal 68 Ayat 1 disebutkan bahwa,
masyarakat desa berhak memperoleh pelayanan yang sama dan adil, artinya
masyarakat desa berhak untuk mendapatkan pelayanan yang layak, adil dan sama.
Pemerintah desa tidak berhak membedakan antara masyarakat satu dan
masyarakat lainnya, tidak membedakan masyarakat sesuai dengan pekerjaan atau
profesinya, karena pelayanan yang baik harus memenuhi standar pelayanan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 yang dimaksud dengan standar
pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
Oleh karena itu, suatu pelayanan yang diberikan oleh pemerintah desa
kepada masyarakat harus memiliki dasar hukum yang kuat, seperti halnya
pembuatan SKTM ini memiliki dasar hukum yaitu Perbup No. 51 tahun 2010
tentang Surat Keterangan Tidak Mampu. Pentingnya dasar hukum suatu
pelayanan, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban masing-masing
pihak dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Undang-undang yang mengatur
tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas
fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. Negara berkewajiban melayani setiap
warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam
pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik.
Kekuasaan yang dimiliki oleh birokrat membuat masyarakat semakin
susah untuk mendapatkan pelayanan. Aparatur yang ada didalamnya lebih
menempatkan dirinya sebagai penguasa daripada sebagai pelayanan masyarakat.
Oleh karena itu, sikap dan perilaku birokrasi dalam penyenggaraan pelayanan
cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Sebagai contoh elit
politik sering kali memperoleh perlakuan istimewa dalam penyelenggaraan
pelayanan. Akses atau jalan untuk mendapatkan pelayanan sering berbeda,
tergantung pada kedekatannya dengan elit birokrasi atau penyedia layanan. Hal
seperti ini jelas menggangu rasa keadilan dalam masyarakat yang merasa
Meluasnya praktik Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dalam pemerintahan
saat ini semakin mengurangi kepercayaaan masyarakat terhadap aparatur penyedia
layanan. KKN tidak hanya membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi amat
sulit dinikmati, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal
untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan. Hal tersebut terjadi bukan hanya
ketika menyelesaikan urusan perizinan tetapi juga ketika masyarakat menerima
jasa pelayanan. Hal tersebut terjadi karena pemerintah dan birokrasinya telah
gagal menempatkan dirinya menjadi institusi yang bisa melindungi dan
memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan publik.
Kondisi seperti ini, membuat masyarakat menuntut hadirnya pemerintah
yang mampu memenuhi berbagai tuntutan dalam segala aspek kehidupan mereka
terutama dalam mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya dari pemerintah.
Pada umumnya pelayanan harus memperhatikan kebutuhan masyarakat, serta
pemerintah bertanggung jawab dan terus berupaya untuk memberikan pelayanan
yang lebih berkualitas. Disisi lain kepuasan masyarakat adalah tolok ukur dari
keberhasilan pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan publik oleh sebab
itu, pelayanan publik harus difokuskan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat
secara maksimal baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Saat ini, masyarakat lebih terbuka dalam memberikan kritikan pada
pemerintah dalam hal pelayanan yang diinginkannya. Oleh karena itu pemerintah
sangat berperan dalam mengatur dan mengarahkan seluruh kegiatan dalam
mencapai tujuan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat. Penilaian
pada pengguna jasa, salah satunya kepuasan pengguna jasa. Untuk menciptakan
sebuah kepuasan bagi masyarakat maka tugas aparatur harus memberikan
pelayanan yang memuaskan, karena apabila masyarakat tidak mendapatkan
kepuasan, pasti akan menyebabkan citra negatif bagi instansi pemerintah.
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki angka kemiskinan yang
masih cukup tinggi, Banyaknya pengerluaran per orang per hari dijadikan acuan
oleh pemerintah untuk mengetahui kriteria miskin.Dalam konteks itu,
pengangguran dan rendahnya penghasilan menjadi pertimbangan untuk penentuan
kriteriamiskin. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung menyimpulkan
kriteria kemiskinan di Kabupaten Bandung pada tahun 2014 adalah pengeluaran
per orang perbulan per kepala Rp 233.740.-kebawah atau sekitar Rp 7.780.-
kebawah per orang per hari. Keadaan tersebut membuat masyarakat mengalami
kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sehingga perlu dibantu dalam
mendapatkan pelayanan.
Pelayanan yang berlangsung di instansi pemerintah seperti kantor desa,
seharusnya bisa memberikan pelayanan yang sama baik kepada masyarakat
miskin maupun masyarakat mampu, karena kantor desa sejatinya difungsikan
sebagai tempat pelayanan kepada masyarakat dan berlangsungnya kegiatan tata
pemerintahan desa. Seperti halnya Kantor Desa Mandalamekar juga memiliki
fungsi yang sama seperti kantor desa lainnya yaitu memberikan layanan kepada
masyarakat miskin. Namun dalam memberikan pelayanan masih terdapat
beberapa masalah, contohnya ada masyarakat mengeluhkan pelayanan yang
yang dikeluarkan, masyarakat sering mengeluhkan bahwa aparatur desa sering
datang terlambat dengan berbagai alasan misalnya ada urusan keluarga dan
sebagainya, sehingga masyarakat harus menunggu selain itu dalam pengerjaan
pembuatan surat menyurat masih menggunakan mesin manual hal tersebut juga
menyebabkan penulisan surat menyurat menjadi kurang rapi.
Ada beberapa pelayanan yang diberikan oleh aparatur desa diantaranya
adalah pembuatan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Surat Ketarangan
Tidak Mampu adalah surat yang dibuat oleh pihak pemerintah desa, dimana
pemerintah desa menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 1 ayat 2
adalah penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, aparatur desa
bertugas melayani pembuatan SKTM, SKTM dikeluarkan atau dibuat bagi
keluarga miskin fungsinya untuk meringankan biaya ketika berobat di rumah
sakit, selain itu surat keterangan tidak mampu juga seringkali digunakan untuk
pengajuan keringanan pendidikan di sekolah maupun perguruan tinggi, mengurus
keperluan di bank serta bisa digunakan untuk mengurus Jaminan Kesehatan
Masyarakat. Tidak semua penduduk di desa Mandalamekar mempu mencukupi
kebutuhan sehari-hari, jangankan untuk berobat, sebagian masyarakat di desa ini
masih kesulitan untuk makan, dengan adanya Surat Keterangan Tidak Mampu
masyarakat akan lebih mudah mendapatkan pelayanan kesahatan dan kemudahan
dalam memperoleh pendidikan.
Prosedur pembuatan SKTM merupakan cara atau syarat yang harus
Mengingat penerima layanan ini sebagian besar adalah masyarakat miskin,
tetapi fenomena yang terjadi di lapangan masih banyak masyarakat mampu yang
memanfaatkan SKTM ini untuk tujuan tertentu. Di satu sisi masyarakat miskin
belum mengetahui prosedur dalam pembuat SKTM, akibatnya masyarakat yang
ingin mengurus pembuatan SKTM merasa kebingungan pada pembuatan surat ini
sehingga sangat mempersulit masyarakat miskin yang sangat membutuhkan, jika
dilihat keadaan kesehatan mereka sangat memprihatinkan, masyarakat dibuat
kebingunagan karena harus meminta tanda tangan lalu menyerahkan lagi kepada
pihak desa.
Selain itu pelayanan yang kurang ramah membuat masyarakat merasa
dikucilkan ketika meminta layanan. Seharusnya aparatur desa memberikan
penjelasan mengenai prosedur pembuatan dengan ramah kepada masyarakat,
memperlakukan masyarakat miskin dengan sewajarnya dan tidak menolak hanya
karena penampilan dari masyarakat tersebut. Jumlah masyarakat miskin desa
Mandalamekar adalah 1615 orang namun, tidak semua masyarakat mendapatkan
pelayanan pembuatan SKTM.
Jika dilihat dari transparansi dalam pelayanan, pembuatan SKTM ini
masih memiliki kekurangan yaitu masyarakat masih belum mengerti prosedur
yang harus dipenuhi, hal tersebut terjadi karena aparatur penyedia layanan tidak
memberikan informasi secara jelas, selain itu masyarakat memberikan biaya
administrasi sebesar Rp 5000,- ketidak jelasan biaya pembuatan SKTM ini
mengakibatkan masyarakat merasa kebingungan sedangkan pada kenyataanya
pendapat salah satu aparatur desa bagian pelayanan, beliau memberikan argument
bahwa uang tersebut akan menjadi Pendapatan Asli Desa atau PADesa
sebagaimana terdapat pada pasal 9 Ayat 1, 2 dan 3 Permendagri No. 113 tahun
2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Akuntabilitas pelayanan yang baik
seharusnya bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan, kenyataanyang terjadi dilapangan pelayanan pembuatan SKTM
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Ketika memberikan pelayanan pada masyarakat hendaknya tetap
memperhatikan efisiensi dan efektifitas, namun kenyataan yang terjadi dilapangan
masyarakat masih tetap mengurus sebagian syarat yang diajukan oleh apatur desa
dalam pembuatan SKTM.
Masyarakat miskin tentunya juga ingin mendapatkan pelayanan yang sama
dengan masyarakat lain, pemerintah desa diharapkan mampu menyamakan hak
dan membedakan mulai dari penyerahan berkas hingga pembuatan SKTM
tersebut selesai. Proses pembuatan SKTM di Desa Mandalamekar masih banyak
disalah gunakan tidak hanya masyarakat miskin saja yang membutuhkan, akan
tetapi masyarakat mampu pun juga mengingankan SKTM tersebut untuk
kepentingan yang lain. Prosedur pembuatannya pun sama namun, yang membuat
masyarakat miskin kecewa adalah, aparatur desa mendahulukan kepentingan
masyarakat yang mampu. Ditambah lagi apabila aparatur desa sedang tidak berada
di kantor, masyarakat rela menunggu, sehingga proses pelayanan berlangsung
Pelayanan yang mampu menyeimbangan antara hak dan kewajiban,
merupakan pelayanan yang mampu mempertimbangkan aspek keadilan antara
pemberi dan penerima pelayanan, dalam konteks ini, antara aparatur pembuat
SKTM dan masyarakat yang menerima diharapkan bisa menyamakan hak dan
kewajibannya yaitu aparatur memiliki kewajiban melayani masyarakat dengan
tulus, serta masyarakat juga berhak menerima pelayanan yang baik dari aparatur
pemberi layanan.
Kegiatan pelayanan yang dilakukan apatur desa akhirnya menjadi sorotan
masyarakat, dalam pembuatan SKTM saja, aparatur desa sudah menunjukan
pelayanan tidak memuaskan, itu terjadi karena buruknya birokrasi yang ada
didalamnya. Hal ini bisa menjadi indikator awal bagaimana kualitas pelayanan
kependudukan dari lembaga pemerintah tingkat terendah adalah kantor desa.
Selain itu juga salah satu tugas pemerintah kantor desa dalam memberikan
pelayanan terhadap masyarakat, karena pembuatan SKTM sangat penting bagi
keluarga miskin dan sebagai data penduduk yang akan mendapat keringanan
dalam mendapatkan pelayanan.
Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan masyarakat berpengaruh
sifnifikan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muh Yunus Bandu, Tahun
(2013) dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pelanggan pada PT. PLN (Persero) Rayon Makassar Barat. Metode Penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara,
kuesioner, dan studi kepustakaan dengan menggunakan skala likert dan metode
sampel. Metode analisis yang digunakan adalah metode regresi linear berganda
(multi linear regression).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang terdiri atas
Realibility (X1), responsiveness (X2), assurance (X3), emphaty (X4), dan tangible
(X5) secara bersamasama memiliki pengaruh yang positif. Di mana Persamaan
regresi Y = 1,919 + 0,511X1+ (-0,105)X2+ (-0,091)X3+ 0,253X4+ 0,211X5+
1,551. Selain itu, dengan uji F dilihat bahwa kualitas pelayanan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan dengan tingkat.
Signifikansi sebesar 0,000 atau 0%. Namun berdasarkan uji parsial (t), semua
variable memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan dengan
tingkat signifikan untuk realibility sebesar 000 atau 0% responsiveness sebesar
299 atau 2,9% assurance sebesar 531 atau 5,3% emphaty 024 atau 2,4% dan
tangible sebesar 086 atau 8,6%.
Sedangkan pada penelitian pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan
selanjutnya berdasarkan peneliatan yang dilakukan Ade Rosita Lakmi dengan
judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Kepuasan Masyarakat Pada Rumah Sakit Umum Daerah Badung”, penelitian ini bertujuan untuk melihat
kualitas pelayanan terhadap kepuasan masyarakat pada Rumah Sakit Umum
Daerah Badung.
Masalah pada penelitian ini, dalam Teori Parasuraman, Zeithaml dan
Berry (Buchari Alma : 2002) telah menjelaskan terdapat lima gap yang dapat
menimbulkan kegagalan penjualan jasa, yaitu : 1) Kesenjangan harapan konsumen
3) Kesenjangan kualitas jasa dan penyampaian jasa, 4) Kesenjangan peyampaian
jasa dan komunikasi eksternal, 5) Kesenjangan jasa yang dialami/dipersepsi dan
jasa yang diharapkan. Kesenjangan inilah yang sering ditemui pada praktek dalam
layanan jasa kesehatan. Tidak terkecuali pada pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Umun Daerah Badung.
Hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa ketika pelayanan yang
diberikan oleh pihak RSUD Badung dapat ditingkatkan seiring dengan target
master plan dari pihak RSUD Badung, maka akan terciptanya loyalitas pelanggan
dengan tipe customer dan client bahkan tipe pelanggan advocates yang akan
menciptakan rantai pelanggan baru berdasarkan tingkat kepuasan yang dirasakan
konsumen dari pelayanan RSUD Badung.
Jika melihat kedua penelitian terdahulu, terdapat persamaan dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu dengan menggunakan metode
observasi, serta studi kepustakaan, serta menggunakan sekala likert, sedangkan
yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti adalah pada teknik pengumpulan data, dimana pada penelitian
terdahulu menggunakan quisioner sedangkan penelitian yang akan dilakukan
menggunakan angket dengan teknik sampling purposive sampling. Terdapat
persamaan permasalahan pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu, dimana
permasalahan yang terjadi berkaitan dengan kualitas pelayanan yaitu lamanya
proses pelayanan, aparatur atau petugas yang kurang respon dalam menangani
keluhan dari masyarakat, selain itu pada kedua penelitian terdahulu diatas
Teori tersebut digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan yang berlangsung di
suatu instansi berdasarkan indikator yang sesuai dengan masalah atau kesenjangan
yang terjadi,begitu halnya dengan penelitian ini menggunakan teori dari
Sinambela yang mengukur kualitas pelayanan pada kepuasan masyarakat
diKantor Desa Mandalamekar.
Peneliti memilih lokasi penelitian ini adalah, karena peneliti mengamati
kegiatan pelayanan yang sedang berlangsung, serta mendapatkan informasi
langsung dari masyarakat bahwa dalam pelayanan pembuatan SKTM terdapat
beberapa masalah. selain itu di desa ini banyak warga yang berpenghasilan minim
di bawah satu juta sehingg amendorong warga untuk mengurus Surat Keterengan
Tidak Mampu. Dimana surat tersebut penting bagi warga sekitar megingat
mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan di Kabuapten Bandung ini.
Pelayanan yang mudah dan cepat atau sesuai dengan standar operasional
pelayanan akan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Seperti yang kita ketahui
kepuasan merupakan sebuah tolok ukur yang dapat dirasakan oleh manusia
sebagai wujud keberhasilan terhadap suatu pelayanan. Fenomena yang terjadi di
kantor Desa Mandalamekar telah membuat masyarakat miskin Desa
Mandalamekar merasa tidak puas dengan pelayanan yang dilakukan oleh aparatur
desa pemberi layanan, karena mereka berfikir seharusnya masyarakat miskin juga
mendapatkan pelayanan yang sama seperti masyarakat lain, bukan malah
mendapatkan pelayanan yang merugikan masyarakat miskin tersebut.
Berdasarkan uraian diatas peneliti berkeinginan untuk meneliti mengenai
Cimenyan, dan memilih judul yaitu “Pengaruh Kualitas Pelayanan Pembuatan Surat Keterangan Tidak Mampu Terhadap Kepuasan Masyarakat Desa
Mandalamekar Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung”.
1.2 Identifikasi Masalah
Pernyataan masalah penelitian ini adalah rendahnya pembuatan surat
keterangan tidak mampu karena rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan
aparatur, sehingga menyebabkan ketidakpuasan masyarakat, karena permasalahan
penelitian ini dapat dirumuskan:
1. Bagaimana kualitas pelayanan dalam pembuatan SKTM di Desa
Mandalamekar Kecamatanan Cimenyan Kabupaten Bandung?
2. Bagaimana kepuasan masyarakat dalam pembuatan SKTM di Desa
Mandalamekar Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung?
3. Apakah terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan
masyarakat Desa Mandalamekar Kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas dapat mengidentifikasi maksud dan tujuan dari
penelitian tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kualitas pelayanan dalam pembuatan SKTM di Desa
2. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat dalam pembuatan SKTM di Desa
Mandalamekar Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung?
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kualitas pelayanan pembuatan SKTM
terhadap kepuasan masyarakat Desa Mandalamekar Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung?
1.4 Kegunaan penelitian
Dari uraian diatas dapat diketahui beberapa kegunaan penelitian, adapun
kegunaan penelitian ini yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat menambah pengertahuan terutama mengenai pengaruh
kualitas pelayanan pembuatan surat keterangan tidak mampu (SKTM)
terhadap kepuasan masyarakat Desa Mandalamekar Kecamatan Kabupaten
Bandung, serta dapat menguji teori-teori yang berkaitan dengan kualitas
pelayanan pembuatan surat keterangan tidak mampu (SKTM) terhadap
kepuasan masyarakat, sehingga dapat mengembangkan pengetahuan di
bidang Ilmu Pemerintahan.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan
semangat belajar peneliti dalam melakukan suatu penelitian yang
b. Bagi lembaga akademis, diharapkan memberikan kontribusi terhadap
pengembangan ilmu pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan
kualitas pelayanan, serta dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa yang
mengambi skripsi dibidang ilmu pemerintahan.
c. Bagi instansi, diharapkan penelitian ini berguna sebagai masukan bagi
pemerintah Desa Mandalamekar, untuk meningkatkan kualitas
pelayanan yang menghasilkan kepuasan bagi masyarakat.
d. Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini mampu memberikan
pemahaman kepada masyarakat mengenai kualitas pelayanan yang ada
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pelayanan
Servis atau biasa disebut dengan pelayanan merupakan kegiatan yang bermula
berasal dari orang-orang, bukan dari organisasi maupun instansi pemerintah. Tanpa
memberikan nilai pada diri sendiri, maka tidak akan berarti apa-apa. Demikian halnya
dengan suatu instansi yang secara umum merupakan kumpulan dari orang-orang.
Oleh karena itu harga diri tinggi yang dimiliki oleh seseorang sebagai penyedia
layanan merupakan unsur yang penting dan paling mendasar bagi keberhasilan suatu
organisasi yang meyediakan jasa pelayanan yang berkualitas.
Penyelenggaraan pelayanan dapat dibedakan menjadi dua, berdasarkan pada
organisasi yang menyelenggarakannya, yaitu:
1. Pelayanan yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti rumah sakit sakit swasta, Perguruan tinggi swasta, perusahaan pengangkutan milik swasta.
2. Pelayanan yang diselenggarakan oleh organisasi publik, yang dapat dibedakan lagi menjadi:
1) Bersifat primer adalah penyediaan barang atau jasa yang disediakan oleh pemerintah yang didalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna, mau tidak mau harus memanfaatkannya sebagai contoh pelayanan pada kantor imigrasi
Fauziah.Noor. 2015.Pelayanan Publik. Melalui
http:/www.academia.edu/3549078/Pelayanan_Publik [25/04/15]
Berbicara tentang pelayanan tidak bisa dilepaskan dengan pemerintah dan
masyarakat, karena pelayanan mempunyai kaitan erat dengan kebutuhan hidup
masyarakat, baik itu sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Keanekaragaman dan perbedaan kebutuhan hidup masyarakat menyebabkan adanya
bermacam-macam jenis pelayanan pula, dalam upaya untuk pemenuhan kebutuhan
hidup masyarakat tersebut. Agus Dwiyanto menjelaskan bahwa dalam mewujudkan
“Good Governance” harus disertai dengan kebijakan untuk memperbaharui praktik
pelayanan. Untuk dapat mewujudkannya, yaitu melalui lima dimensi pelayanan
seperti berikut:
1. Sikap petugas yaitu keramahan, kepedulian, dan keinginan petugas untuk membantu masyarakat memperoleh layanan dengan baik.
2. Prosedur, yaitu birokrasi pelayanan yang memberikan kemudahan, kesederhanaan dan jumlah persyaratan yang diperlukan tidak menyulitkan masyarakat.
3. Waktu, yaitu proses ketepatan pengerjaan pelayanan yang singkat dan tidak terlalu lama sehingga membuat masyarakat terpuasakan.
4. Fasilitas, yaitu berupa ruang tunggu, toilet dan ruang pelayanan yang memadai sehingga memberikan kenayamanan pada masyarakat.
5. Biaya pelayanan, yaitu harga yang dibayarkan sesuai dengan nilai kewajaran yang didaptkan sehingga tidak membebani masyarakat.
(Dwiyanto, 2005:343-344)
Berdasarkan pendapat Dwiyanto dapat dijelaskan bahwa pelayanan sangat
penting untuk mewujudkan Good Governance, karena didalamnya menjelaskan
bahwa pemerintah berperan sebagai penyedia layanan dan harus memiliki sikap yang
ramah, peduli kepada masyarakat. Pemerintah mengetahui prosedur dalam
yang singkat dan tidak terlalu lama, apabila kantor atau instansi berfungsi sebagai
penyedia layanan masyarakat alangkah lebih baiknya menyediakan fasilitas umum
seperti ruang tunggu dan toilet agar masyarakat merasa nyaman, serta yang paling
penting adalah memperhatikan biaya yang akan dikenakan kepada masyarakat,
alangkah baiknya tidak terlalu mahal dan memberatkan masyarakat.
Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktifitas seseorang,
sekelompok atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung, terdapat dua
jenispelayanan yang diperlukan manusia, yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi
sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan orang lain selaku anggota
organisasi, baik itu organisasi massa atau negara untuk memenuhi kebutuhan.
Pelayanan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara
seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan
masyarakat. Adapun pengertian pelayanan menurut Moenir, pelayanan adalah proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain secara langsung. (Moenir,
2002:16).
Sesuai dengan pendapat diatas bahwa pelayanan merupakan suatu kegiatan
yang berguna untuk memenuhi kebutuhan seseorang, tidak hanya pada seseorang saja
tetapi juga untuk masyarakat, pemenuhan kebutuhan ini dilakukan oleh orang lain
dengan cara menyediakan jasa secara langsung. Senada dengan pendapat Lovelock
Service adalah produk yang tidak berwujud, berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami, artinya service merupakan produk yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk yang dapat dimiliki, dan berlangsung sesaat atau tidak tahan lama, tetapi dialami dan dapat dirasakan oleh penerima layanan.
(Lovelock 2002:111)
Pendapat Lovelock tersebut kembali menjelaskan bahwa pelayanan
berlangsung singkat, tidak membutuhkan waktu yang relatif lama, tidak berwujud
suatu barang namun dapat berupa jasa yang dapat dirasakan oleh
masyarakat.Masyarakat tentunya mendambakan atau menginginkan pelayanan yang
baik, bersih dan tidak merugikan karena sebagai penerima layanan. Menurut Moenir
pelayanan yang didambakan masyarakat adalah :
1. Kemudahan dalam pengurusan kepentingan 2. Mendapat pelayanan wajar
3. Mendapat pelayanan yang sama tanpa pilih kasih 4. Mendapat perlakuan yang jujur dan terus terang (Moenir, 2002:47)
Menurut pendapat diatas bahwa pelayanan adalah hasil kerja pemerintah
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Menyiapkan dan memberikan kemudahan
bagi masyarakat dalam pengurusan hal-hal yang penting.Pelayanan yang diberikan
berdasarkan aturan yang berlaku. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan dilaksanakan secara wajar, serta agar tidak timbul kecemburuan
sosial dimasyarakat. Pemerintah harus bersikap jujur dan terbuka dalam melayani
masyarakat dan tidak membeda-bedakan perlakuan dalam memberikan pelayanan.
Aktifitas pelayanan kepada masyarakat atau konsumen dilakukan bukan
baik milik pemerintah maupun milik swasta, pelayanan juga berlangsung di rumah
sakit, bank dan di dalamnya terjadi interaksi langsung yang melibatkan seseorang
maupun alat pendukung. Pelayanan yang baik bisa dilakukan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Serupa dengan pendapat Lukman mengemukakan bahwa pelayanan merupakan
kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang
dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan
(Lukman, 2002:6)
Penyelenggaraan pelayanan yang didasarkan atas aturan harus dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat, dan mampu meminimalisir keluhan dan kritik dari
masyarakat sebagai konsumen atau pelanggan berlangsungnya pelayanan yang
diberikan oleh instansi terkait, harus memperhatikan prinsip-prinsip yang sesuai
dengan ketentuan. Aktifitas pelayanan bermula dari kegiatan yang dinamakan
melayani. Melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan
oleh seseorang baik yang terjadi pada pelayanan publik maupun pelayanan umum.
Seperti yang terdapat pada Kepmen PAN No.81/1993 yang disempurnakan
dengan Kepmen PAN No.63/2003 adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan BUMN atau BUMD
dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelayanan pada dasarnya adalah aktifitas seseorang, sekelompok
bahwa pelayanan sebagai suatu perbuatan (deed), suatu kinerja (performance) atau
suatu usaha (effort).” (Pasalong, 2010:132).
Jadi, selain sebagai suatu usaha untuk mempertinggi kepuasan pelanggan,
pelayanan juga merupakan suatu perbuatan yang dikerjakan oleh aparatur, pelayanan
juga bisa diartikan sebagai kinerja atau pekerjaan, dan suatu usaha memenuhi
kebutuhan yang harus dilakukan oleh aparatur penyedia layanan. Pemberian
pelayanan yang baik sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi atau sebuah
instansi dalam melaksanakan tugas utama melayani masyarakat, selain itu juga hak
yang dapat diperoleh, yaitu hak untuk mendapatkan pelayanan maksimal. Tentunya
pelayanan yang maksimal diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi
masyarakat.
Pelayanan publik atau sering kali masyarakat menyebutnya dengan pelayanan
pada masyarakat dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan
orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagai salah satu fungsi
utama pemerintah maka pelayanan tersebut sudah seharusnya dapat diselenggarakan
secara berkualitas oleh pemerintah
2.1.2 Kualitas
Definisi kualitas merupakan kata yang menyandang arti relatif dikarenakan
bersifat abstrak, kualitas dapat digunakan untuk menilai atau menentukan tingkat
dapatdigunakan untuk menilai atau menentukan tingkat penyesuaian suatu hal
terhadap persyaratan atau menentukan tingkat penyesuaian atau spesifikasi itu
terpenuhi, berarti kualitas sesuatu hal yang dimaksud dapat dikatakan baik,
sebaliknya jika persyaratan tidak terpenuhi maka dapat dikatakan tidak baik.Untuk
mendapatkan pelayanan yang baik, diperlukan kesepahaman tentang aturan main baik
pula antara aparatur penyedia layanan dan masyarakat yang menerima layanan jasa.
Pada kehidupan sehari-hari banyak orang membicarakan kualitas, namun makna dari
kualitas akan berlainan bagi setiap orang, tergantung pada konteksnya.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal
dari definisi-definisi yang ada, Tjiptono menjelaskan bahwa terdapat beberapa
kesamaan kualitas yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2. Kualitas mencangkup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. 3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah(misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang.
(Tjiptono, 2000:3)
Berdasarkan elemen tersebut, Goetsch dan Davis yang dikutip oleh Fandi
Tjiptono mengemukakan definisi mengenai kualitas yang lebih luas cangkupannya
kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono,
2000: 3). Jadi dapat disimpulkan bahwa antara manusia, jasa, dan produk memang
tidak bisa dipisahkan namun bisa dihubungkan menjadi satu dalam suatu kondisi,
penerima layanan.Kualitas juga harus sesuai dengan pihak pemakai dan harus bebas
dari kerusakan/cacat.
Kualitas menuntut kerja sama yang erat dan perbaikan keberlanjutan, semua
orang dalam organisasi maupun instansi adalah penentu keberhasilan dalam
pelaksanaan tugas. Memberikan pelayanan yang terbaik adalah salah satu strategi
untuk memenangkan masyarakat, serta menghasilkan jasa yang berkualitas.
Mengetahui apa yang diharapkan masyarakat adalah langkah utama dan paling
penting dalam memberikan pelayanan berkualitas pada masyarakat. Kesalahan suatu
instansi dalam menangkap apa yang diharapkan masyarakat berarti sama dengan
kehilangan masyarakat dan masyarakat tidak akan mendapatkan kepuasan.
2.1.3 Kualitas Pelayanan
Menurut Albrecht dan Zemke dalam Dwiyanto (2005:145), bahwa kualitas
pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem
pelayanan, sumber daya manusia pemberi pelayanan, strategi, dan
pelanggan(customers) Jadi kualitas pelayanan menggabungkan sumber daya pemberi
pelayanan, ketika memberikan pelayanan SDM tersebut harus menggunakan strategi
agar kedepannya bisa menciptakan pelanggan. Banyak orang yang berpendapat
bahwa ada kesamaan antara kualitas pelayanan publik dan kualitas pelayanan umum.
Antara keduanya sebenarnya memiliki perbedaan, tetapi tetap berada pada
satu konteks yaitu sama-sama memberikan pelayanan. Kualitas pelayanan publik
sedangkan pelayanan umum cangkupannya lebih luas karena meliputi seluruh
pelayanan yang ada. Serupa dengan kualitas pelayanan umum menurut Wyckof yang
dikutip Tjiptono, yaitu sebagai berikut:
“Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.Apabila jasa atau pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa atau pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa atau pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa atau pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknyajika jasa atau pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa atau pelayanan dipersepsikan buruk”.(Tjiptono, 2004:59)
Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan diatas oleh Tjiptono maka dapat
diindikasikan bahwa sebuah kualitas pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat
sebagai penerima layanan mengharapkan tingkat keunggulan dari setiap jasa
pelayanan yang didapat dari pelayanan yang didapatkan sebelumnya. Bila pelayanan
yang diberikan melampaui harapan dari masyarakat pelanggan makakualitas
pelayanan yang diberikan akan mendapatkan persepsi yang ideal dari para penerima
pelayanan.
Pengertian kualitas pelayanan tidak bisa lepas dari pelayanan yang sudah
diberikan kepada masyarakat karena nantinya masyarakatlah yang akan menilai
apakah pelayana tersebut berkualitas apa tidak. Pelayanan yang diberikan pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi pemerintah di
Pusat, di daerah serta di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah dan dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun
Jadi dapat disimpulkan dari pendapat tersebut bahwa pelayanan adalah
pemberian pelayanan (melayani) yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan dan keperluan penerima pelayanan
atau masyarakat maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang telah di tetapkan. Lebih jelas lagi Gasperz yang dikutip Lukman,
mengungkapkan sejumlah pengertian pokok dari kualitas pelayanan, yaitu sebagai
berikut :
“Pada dasarnya kualitas pelayanan mengacu pada pengertian pokok:
1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewamewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu.
2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari segala kekurangan atau kerusakan”
(Lukman, 2007:12)
Pengertian pokok kualitas pelayanan seperti yang dijelaskan diatas
menunjukkan bahwa, kualitas pelayanan adalah kualitas yang terdiri dari
keistimewaan dari berbagai pelayanan yang bertujuan untuk memenuhi kepuasan atau
pelayanan yang didapat tersebut. Pelayanan baru bisa dikatakan berkualitas jika
sesuai dengan harapan/keinginan penerima layanan, untuk dapat mengetahui apakah
pelayanan yang diberikan pemerintah maupun aparatur desa sesuai dengan kebutuhan
masyarakat sebagai pengguna layanan, maka kualitas pelayanan harus dinilai oleh
masyarakat penerima layanan. Hal tersebut sesuai dengan dengan pendapat Lukman
“Kualitas pelayanan berhasil dibangun, apabila pelayanan yang diberikan kepada pelanggan mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak yang dilayani.Pengakuan terhadapkeprimaan sebuah pelayanan, bukan datang dari aparatur yang memberikan pelayanan, melainkan datang dari pengguna jasa layanan.”(Lukman, 2001:12).
Hal senada pun diungkapkan oleh Tjiptono, yang menyebutkan bahwa:
“Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa , sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas pelayanan umum. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa atau pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu pelayanan”( Tjiptono, 2004:61)
Jadi, proses penentuan kualitas suatu pelayanan yang diberikan merupakan
penilaian dari penerima jasa berdasarkan sudut pandang dan persepsi pelanggan atas
jasa pelayanan yang diharapkan. Persepsi penilaian pelanggan terhadap pelayanan
yang diberikan merupakan penilaian meyeluruh dari suatu penilaian pelayanan yang
diberikan sehingga dapat dikatakan bahwa suatu pelayanan yang berkualitas adalah
pelayanan yang berdasarkan pada kepuasan pelanggan. Jika suatu kepuasan tercipta
maka persepsi suatu pelayanan yang berkualitas akan tumbuh.
Kualitas pelayanan dapat diukur dari pengguna layanan yaitu dengan
mengetahui tingkat kepuasan pengguna layanan dalam mendapatkan pelayanan.
Kualitas pelayanan merupakan bagaimana proses pelayanan dalam upayanya
memenuhi kebutuhan masyarakat. Tolok ukur tinggi rendahnya kualitas pelayanan,
tergantung masyarakat, apakah telah sesuai dengan harapannya dan tercermin dalam
menyampaikan berbagai macam penyebab tidak sesuainya suatu pelayanan publik
yang diberikan, diantaranya:
1. Tidak atau kurang adanya kesadaran terhadap tugas/kewajiban yang menjadi tanggung jawab.
2. Sistem,prosedur dan metode kerja yang ada tidak memadai 3. Pengorganisasian tugas pelayanan yang belum serasi
4. Pendapatan pegawai yang tidak mencukupi kebutuhan hidup. (Moenir 2004:40-41)
Berdasarkan pendapat dari Moenir dapat disimpulkan bahwa, apabila kualitas
pelayanan tidak sesuai dengan harapan masyarakat karena aparatur penyedia layanan
kurang memiliki kesadaran terhadap tugas atau kewajibannya, sistem dan prosedur
serta metode kerja tidak memadai, ditambah lagi tugas yang di jalankan belum
terorganisir dan serasi, serta gaji yang didapatkan kurang mencukupi kebutuhan
hidupnya.
Menurut Sinambela mengenai kualitas adalah,” kualitas adalah segala sesuatu
yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of
costumers). (Sinambela, 2006:13). Dengan demikian pelayanan yang berkualitas
adalah pelayanan yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Untuk itu penyedia layanan harus berupaya mencari tahu apa yang menjadi keinginan
pelanggan atau masyarakat, sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar masyarakat merasa puas karena
kualitas pelayanan yang diberikan semakin meningkat. Sinambela juga menyatakan
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain
6. Keseimbangan hak dan kewajuban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
(Sinambela, 2011:6)
Ada suatu harapan masyarakat yaitu, meningkatnya pelayanan yang diberikan
aparatur selalu meningkat. Harapan pelanggan harus dipahami oleh aparatur penyedia
layanan serta mencari jawabannya. Aparatur penyedia layanan harus berlaku adil
antara penerima layanan yang satu dengan penerima layanan lainnya.Penyedia
layanan tidak boleh berlaku diskriminatif kepada para penerima layanan. Kesamaan
hak tersebut dapat dilihat dari sikap perilaku pemberi layanan yang teguh pada
prinsip dan aturan pelayanan dan juga ditunjukkan dengan perilaku tegas kepada
penerima layanan tersebut tanpa ada perbedaan perlakuan antara penerima layanan
satu dengan yang lainnya.
Hubungan kualitas dengan pelayanan juga dikemukakan oleh Sampara
“Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan, standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. (Lukman, 1999:14)
Berdasarkan pendapat juga diketahui bahwa kualitas pelayanan yang
diberikan harus sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan, serta standar
pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan suatu pembakuan pelayanan yang baik.
Gasperz menyebutkan bahwa ada beberapa dimensi atau atribut yang harus
diperhatikan dalam rangka perbaikan kualitas pelayanan, yaitu
1. Ketepatan waktu pelayanan, hal yang perlu diperhatikan disini adalah berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
2. Akurasi pelayanan yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal. Citra pelayanan dan indutri jasa sangat ditentukan oleh orang-orang dan perusahaan yang berada di garis depan pelayanan langsung kepada pelanggan eksternal. 4. Tanggung jawab, yang berkaitan dengan penerimaan pesanan, maupun
penanganan keluhan dari pelanggan eksternal.
5. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung serta pelayanan komplementer lainya.
6. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya petugas yang melayani.
7. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru pelayanan, Features di pelayanan lainnya.
8. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan flexibilitas, penanganan permintaan khusus dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi , ruangan, tempat pelayanan, kemudahan terjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lainnya
(Gaspersz, 1997: 235-236)
Berdasarkan dari dimensi yang dikemukakan oleh Gasperz, dapat disimpulkan
harus diperhatikan yang meliputi ketepatan waktu pelayanan hal ini berkaitan juga
dengan lamanya proses pelayanan yang diberikan, akurasi pelayanan dilakukan agar
apartur penyedia layanan lebih berhati hati ketika memberikan pelayanan sehingga
terhindar dari kesalahan, aparatur diharapkan bisa bersikap sopan, mampu
mempertanggung jawabkan pelayanan yang diberikan, menyediakan kelengkapan,
bisa membuat inovasi baru dalam pelayanan, serta memberikan pelayanan pribadi
kepada masyarakat agar masyarakat merasa nyaman ketika melakukan pelayanan.
Sesunggunya kualitas pelayanan dapat terwujud karena ada tanggapan dari
masyarakat yang sudah mendapatkan pelayanan, untuk itu alangkah lebih baiknya
untuk mewujudkan kualitas lebih memperhatikan prinsip yaitu, lebih mudah, cepat,
tepat, akurat, ramah, sesuai dengan harapan masyarakat.
2.1.4 Kepuasan Masyarakat
Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya (Kotler, 2000:47).
Untuk mengukur tingkat kepuasan sangatlah perlu dilakukan untuk mengetahui
sejaumana kualitas pelayanan yang diberikan mampu menciptakan kepuasan
pengguna layanan. Konsep kepuasan diperoleh dengan jalan mengukur kesenjangan
antara yang diharapkan pengguna jasa dengan prestasi yang dirasakan atas jasa
pelayanan yang diterimanya. Pada umunya kepuasan dikatakan tercapai apabila tidak
layanan jasa. Sebaliknya jika kesenjangan tersebut cukup besar maka berarti
pengguna jasa mengalami kekecewaan.
Lebih lanjut Leie dan Sheth (1995:5) mengemukakan bahwa memberikan
kepuasan kepada pengguna layanan adalah kunci keberhasilan untuk meraih
keuntungan dalam jangka panjang dan menjadikan pengguna layanan puas
merupakan kewajiban setiap individu. Kepuasan pengguna layanan tidak berarti
memberikan kepada pengguna layanan, apa yang diperkirakan dapat disukai oleh
pengguna layanan. Hal ini berarti harus memberikan apa yang sebenarnya pengguna
layanan inginkan (want), kapan (when), dan cara pengguna layanan memperolehnya
(the way they want it) (Yoeti, 2000:31-32).
Konsep kepuasan pengguna layanan dalam indutri jasa adalah suatu konsep
yang sangat subyektif di mana yang menjadi tolok ukur dalam kepuasan pengguna
layanan itu sendiri adalah persepsi dan harapan pengguna layanan terhadap produk
jasa. Untuk mengukur tingkat kepuasan pengguna layanan berdasarkan dimensi
kualitas pelayanan, lebih lanjut Lovelock (1994:111) memformulasikan kepuasan
pengguna layanan dalam bentuk rumus matematik semu sebagai berikut:
Skor Persepsi
Skor Kepuasan Pelanggan= X 100% Skor Harapan
Olek karena itu tingkat kepuasan adalah fungsi dari pembedaan antara kinerja
(hasil) yang dirasakan dengan harapan. Dengan demikian, pengguna layanan dapat
1. Kalau kinerja (hasil) dibawah, pengguna layanan akan merasa kecewa
2. Kalau kinerja (hasil sesuai harapan, pengguna layanan akan merasa puas.
3. Kalau kinerja (hasil) melalui harapan, pengguna layanan akan sangat puas,
senang dan gembira
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Lovelock mengemukakan lebih lanjut
bahwa kepuasan pengguna layanan merupakan fungsi harapan dan kinerja (hasil)
yaitu evaluasi pengguna layanan terhadap kinerja produk layanan yang sesuai atau
melampaui harapan pengguna layanan. Kepuasan pengguna layanan secara
keseluruhan mempunyai 3(tiga) antecedent atau harapan yaitu:
1. Kualitas yang dirasakan
2. Nilai yang dirasakan
3. Harapan pengguna layanan
Umumnya harapan pengguna layanan merupakan perkiraan akan keyakinan
pengguna layanan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau menerima
suatu jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakanadalah persepsi pengguna layanan
terhadap apa yang ia terima setelah menerima layanan. sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa secara konseptual kepuasan masyarakat dapat digambarkan
Gambar 2.1
Konsep Kepuasan Masyarakat
Sumber : Rangkuti (2003:45)
Pemerintah sebagai penyedia jasa layanan publik, harus senantiasa
meningkatkan kualitasnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), perlu
disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat
kualitas pelayanan.
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat
kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan
kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur
penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan
kebutuhannya (Kepmnen PAN no. 25 tahun 2004)
Berikut dikutip dari Teori Kotler dalam Buchari Alma (2002:231) yang
menyatakan bahwa ada dua indikator penting untuk mengukur tingkat kepuasan Tujuan
Organisasi
Produk Layanan
Nilai Produk Bagi Masyarakat
Tingkat Kepuasan
Kebutuhan Dan Keinginan Masyarakat
masyarakat selaku konsumen yaitu perceived performance (kinerja pelayanan yang
diberikan) dan expectation (harapan konsumen). Kedua hal tersebut pastinya sangat
berkaitan karena, kinerja yang dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan pasti
diharapkan akan menciptakan kepuasan bagi masyarakat.
Menurut Lupiyoadi (2001:139), terdapat lima faktor utama yang harus
diperhatikan oleh perusahaan dalam menentukan tingkat kepuasan pengguna layanan
yaitu:
1. Kualitas Produk. Penggunan layanan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Pengguna layanan rasional selalu menuntut produk yang berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan memberikan nilai tambah di benak konsumen.
2. Kualitas Pelayanan, kualitas terutama dibidang jasa pengguna layanan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pengguna layanan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pengguna layanan yang puas cenderung akan memberikan persepsi terhadap produk perusahaan.
3. Emosional, pengguna layanan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self estern yang membuat pengguna layanan menjadi puas terhadap merk tertentu.
4. Harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pengguna layanannya.
5. Biaya, pengguna layanan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.
(Lupiyoadi, 2001:139)
Berdasarkan beberapa faktor menurut Lupiyoadi, maka yang harus
bahwa masyarakat selalu menginginkan produk maupun jasa yang berkualitas, selain
itu kualitas pelayanan yang baik harus selalu dilakukan agar masyarakat merasa
senang ketika melakukan pelayanan. Apabila kualitas barang atau jasa dan kualitas
pelayanan baik, maka akan mampu menimbulkan emosional bagi masyarakat berupa
rasa bangga. Selain itu masyarakat akan merasa senang apabila pelayanan yang
diberikan oleh masyarakat tidak membutuhkan biaya yang mahal atau tidak
memerlukan biaya tambahan.
Ukuran kepuasan masyarakat sebagai consumer produk pelayanan jasa publik
menurut Lovelock dalam Rahayu, 1997:9 dilukiskan dalam the flower of service yang
meliputi information, consultation, undertaking, hospitality, caretaking, exceptions,
billing and payment. Dalam konsep the flower of service itu, Lovelock melukiskan
delapan titik rawan pelayanan dengan delapan kelopak bunga yang disebut dengan
the eight petals on the flower of service. Lebih lanjut Rahayu menjelaskan kedelapan
suplemen pelayanan jasa publik dimaksud sebagai berikut :
1. Information, Pelayanan berkualitas dimulai dari informasi produk jasa yang dibutuhkan pelanggan. Penyediaan saluran informasi yang cepat dan tepat langsung memberikan kemudahan pelanggan memenuhi kebutuhannya.
2. Consultation. Setelah informasi diperoleh, dilakukan konsultasi teknis, harga, prosedur dam kebijakan dengan aparat pelayanan. Untuk itu, harus disiapkan waktu, materi konsultasi, personil dan sarana lainnya secara cepat dan lengkap.
3. Ondertaking, Artinya, setelah pelanggan mendapatkan kepastian pemenuhan kebutuhannya, pelayanan aplikasi dan administrasinya tidak berbelit-belit, harus fleksibel, biaya murah, syarat ringan dan kemudahan pelayanan lainnya.
5. Caretaking, berarti kemampuan penyesuaian pelayanan terhadap perbedaan background rakyat. Misalnya, rakyat bermobil disediakan tempat parkir, yang tidak bisa menulis atau membaca disediakan cara aplikasi lainnya.
6. Exceptions, dimaksudkan sebagai kemampuan pelayanan untuk bertanggung jawab terhadap klaim rakyat atas produk yang tidak berkualitas dan merugikan, atas kebijakan yang menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan kelompok lainnya.
7. Billing, diartikan sebagai administrasi pembayaran pelayanan jasa-publik yang memudahkan rakyat baik formulir, mekanisme pembayaran maupun keakuratan perhitungan.
8. Payment, dimaskudkan sebagai fasilitas pembayaran berdasarkan keinginan rakyat pelanggan baik berupa self service payment, transfer bank, credit card, debet langsung maupun tagihan langsung saat transaksi. Kesemuanya itu harus memudahkan dan sesuai kemampuan daya bayar rakyat.
(Rahayu, 1997:9)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa pelayanan dapat
dimulai dari penyediaan informasi yang dibutuhkan masyarakat, setelah mendapatkan
informasi masyarakat dapat melakukan konsultasi mengenai biaya dan prosedur. Hal
tersebut dilakukan agar masyarakat mendapatkan kepastian mengenai pemenuhan
kebutuhannya, serta kemudahan pelayanan lainnya seperti mendapatkan pelayanan
yang ramah, ruangan yang bersih serta terdapat fasilitas yang layak. Aparatur atau
pihak penyedia layanan tidak boleh membeda-bedakan masyarakat yang ingin
melakukan pelayanan. Aparatur juga dituntut agar bisa bertanggung jawab dengan
pelayanan yang dilakukan. serta memberikan masyarakat memilih cara pembayaran
2.1.4 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Masyarakat Kepuasan masyarakat ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang
didapatkan oleh masyarakat selama ia menggunakan beberapa tahapan pelayanan
tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan
persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap pelayanan selanjutnya,
sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan
(Rangkuti, 2002:12). Dengan demikian kepuasan pelanggan merupakan respon
pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan
kinerja yang baik yang dirasakan setelah mendapatkan pelayanan.
Pelayanan yang baik merupakan hak masyarakat, sehingga pelayanan yang
berkualitasakan berdampak positif bagi masyarakat. Untuk itu pelayanan harus
diberikan berdasarkan standar tertentu yang merupakan ukuran atau persayaratan
baku yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pelayanan, serta wajib ditaati oleh
pemberi layanan atau pengguna layanan sendiri (masyarakat), karena seperti sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa kualitas pelayanan yang baik bertujuan akan
memberikan kepuasan kepada masyarakat.
Hubungan antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan masyarakat, pada
sebuah pelayanan harus mencapai tujuan dari pelayanan adalah memberikan
kepuasan masyarakat pengguna pelayanan tersebut. Oleh karena itu kualitas
pelayanan sangat berpengaruh besar terhadap kepuasan masyarakat.
Hal tersebut senada dengan pendapat Parasuraman 1990 dalam Kotler, 2007 :
puas, baik saat terjadi suatu proses pelayanan maupun pasca melakukan pelayanan
harus terjadi kepuasan masyarakat.
2.2 Kerangka Pemikiran
Pelayanan publik semakin penting untuk mendapat perhatian yang sungguh
sungguh karena adanya realitas bahwa masyarakat sering mengeluh dan merasa tidak
puas atas berbagai pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintahan.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pembenahan terhadap sistem pelayanan
yang selama ini telah dilakukan agar dalam pelaksanaan kedepannya dapat lebih
efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan. Guna memenuhi tuntutan tersebut
kesiapan dan kemampuan aparatur pemerintahan perlu ditingkatkan supaya tujuan
untuk memberikan pelayanan yang maksimal dapat tercapai.
Kepuasan masyarakat merupakan hal yang utama dalam pemberian pelayanan
karena pelayanan yang telah diberikan adalah penentu dari puas atau tidaknya
masyarakat, untuk itu pada instansi seperti Kantor Desa Mandalamekar kualitas
pelayanan sangat penting untuk dikelola karena salah satu faktor yang mempengaruhi
kepuasan masyarakat adalah kualitas pelayanan. Dengan kualitas pelayanan yang
baik tentunya masyarakat khususnya penerima layanan pembuatan SKTM akan
merasa puas dan dengan sendirinya.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan sangat
maka masyarakat akan merasa puas begitu sebaliknya jika pelayanan yang diberikan
buruk maka masyarakat penerima layanan akan merasa tidak puas.
Gambar 2.2
Model Kerangka Pemikiran
Berdasarkan dari model kerangka pemikiran diatas, tanda panah yang
mengarah pada kotak bagian kanan, berarti menunjukan bahwa kualitas pelayanan
berpengaruh tehadap kepuasan masyarakat. Pada tabel variabel (X) atau variabel
kualitas pelyanan terdiri dari sub variabel yaitu transparansi, akuntabilitas,
kondisional, partisipasif, kesamaan hak, serta keseimbangan. Variabel (X) merupakan
variabel bebas dan berpengaruh pada variabel terikat yaitu variabel (Y) yang terdiri
dari sub variabel kualitas produk, kualitas layanan, emosional, harga serta biaya.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan latarbelakang dan kerangka pemikiran penelitian, maka hipotesis
penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan pembuatan SKTM
terhadap kepuasan masyarakat. VARIABEL (X) KUALITAS PELAYANAN
1. Transparansi 2. Akuntabilitas 3. Kondisional 4. Partisipasif 5. Kesamaan hak 6. Keseimabangan hak
dan kewajiban.
VARIABEL (Y) KEPUASAN MASYARAKAT
1. Kualitas Produk 2. Kualitas Pelayanan 3. Emosional
3.1 Desain Penelitian
Desain yang akan digunakan oleh peneliti adalah kuantitatif, peneliti
menggunakan penelitian kuantitatif untuk mengolah data-data guna yang
diperoleh dari lokasi penelitian yang sesuai di Kantor Desa Mandalamekar
Kabupaten Bandung, dimana data kuantitatif merupakan data yanga berbentuk
angka atau kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2008:4), Pendekatan kuantitatif
merupakan pencarian data maupun informasi yang berasal dari realitas
permasalahan yang ada dan mengacu pada pembuktian konsep atau teori yang
digunakan.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tipe penelitian penelitian
eksplanatori (explanatory research) adalah penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya
atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya, (Umar 1999:36)
dan menginterpretasikan serta menjelaskan data secara sistematis. Dasar
penelitian, yaitu pembagian angket kepada responden yang berisi
pernyataan-pernyataan mengenai hal yang berhubungan dengan penelitian guna memperoleh
data yang obyektif dan valid dalam rangka memecahkan permasalahan yang ada
dalam pelayanan tersebut.
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi
Menurut Sugiyono populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri
atas, obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
benda-benda alam yang lain. Peneliti dapat mengetahui populasi yang nantinya
akan dijadikan sebagai sampel, maka populasi pada penelitian ini adalah
masyarakat miskin Desa Mandalamekar Kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung yang berjumlah 1615. Populasi ini merupakan populasi terbatas
(terhingga) karena sumber datanya yang jelas, serta jelas batasnya secara
kuantitatif sehingga dapat dihitung jumlahnya dari masyarakat miskin penerima
layanan pembuatan SKTM. Dilihat dari kompleksitas objek populasi, populasi ini
bersifat homogen yaitu dapat dilihat dari sifat yang dimiliki populasi, memiliki
sifat yang relatif sama satu dengan yang lainnya yaitu sama sama ingin
memdapatkan pelayanan pembuatan SKTM.
Tabel 3.1
Populasi masyarakat Desa Mandalamekar Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
NAMA RW Jumlah
RW O1 31
RW 02 223
RW 03 92
RW 04 126
RW 05 45
RW 06 104
RW 07 234
RW 08 193
RW 09 103
RW 10 116
RW 11 205
RW 12 43
RW 13 100
TOTAL 1615
3.2.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2012:81) sampel merupakan bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi, apabila dalam melakukan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat
menggunakan sampel, untuk itu sampel yang diambil harus betul-betul
representatif atau mewakili. Untuk itu pengambilan sampel dapat dilakukan
dengan berbagai macam teknik, teknik pengambilan sampel adalah suatu cara
mengambil sampel yang representatif dari populasi.
Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan probability sampling
yaitu teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, dengan cara simple random
sampling artinya cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan
menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota
populasi tersebut, hal tersebut dilakukan karena anggota populasi dianggap
homogen (sejenis) (Riduan, 2011:12), atau memilki tujuan yang sama yaitu
masyarakat miskin desa Mandalamekar yang akan melakukan pelayanan
pembuatan SKTM.
Untuk mengetahui ukuran sample dari populasi yang diketahui jumlahnya,
peneliti menggunakan rumusan Slovin :
n = N
1 + Ne2
Keterangan : n = ukuran sample
E = kelonggaran atau ketidak telitian karena
kesalahanpengambilan sampel yang dapat
ditolerir misalnya, 2%, 5%, 10%
Sugiono (2012:12)
Pada penelitian ini peneliti mengguanakan batas kesalahan yang ditolerir
sebesar 10%. Alasan peneliti menggunakan rumus slovin adalah karena di dalam
penelitian ini populasi yang diambil oleh peneliti adalah lebih dari 1000 orang,
berikut ini adalah penghitungan sampel dengan menggunakan rumus Slovin
n =
NRW 07 234
Sumber: Diolah oleh peneliti tahun 2015
Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas, maka jumlah sampel yang
diteliti dalam penelitian ini adalah berjumlah 93 orang. Jumlah ini menurut
penulis dinilai cukup mewakili dari total populasi tersebut. Dan tehnik penarikan
sampel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah tehnik
probability sampling.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2011:51) Dimana
cara menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi
3.3.1 Studi Pustaka
Dilakukan dengan cara mempelajari dan melihat berbagai bahan
bacaan seperti buku bacaan, makalah ilmiah, jurnal, dokumen dan
laporan-laporan, termasuk berbagai peraturan yang berkaitan dengan variabel
penelitian. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder
selain menggunakan angket. Dimaksudkan pula sebagai landasan bagi
analisis dan rumusan teori atau informasi yang berkaitan erat dengan
penelitian yang dilakukan, dan untuk menambah data yang peneliti
perlukan, peneliti mencari dan mengkaji website-website kedua hal
tersebut dari beberapa macam media website diinternet.
3.3.2 Studi Lapangan 3.3.2.1 Observasi
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
observasi non partisipan, karena peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai
pengamat independen di Kantor Desa Mandalamekar Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung guna memperoleh gambaran yang tepat
mengenai masalah dan hambatan yang dihadapi serta upaya perbaikan
yang diperlukan. Observasi yang dilakukan oleh peneliti diantaranya
adalah mengamati kegiatan yang berlangsung di lapangan, selain itu
peneliti juga meminta data-data sekunder berupa data kependudukan , data
masyarakat miskin serta data desa lainnya yang berkaitan dengan
3.3.2.2 Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian ini merupakan angket
tertutup. Angket digunakan untuk menggali dan dapat mengungkapkan
hal-hal atau informasi yang sifatnya rahasia sehingga data yang lebih
lengkap, akurat dan konsisten.
Pertimbangan utama memilih alat pengumpul data tersebut adalah:
1. Agar hasil pengukuran terhadap variabel-variabel yang diteliti dapat
dianalisa dan diolah secara statistik.
2. Dengan alat pengumpul data tersebut sangat memungkinkan
memperoleh data yang objektif.
3. Penelitian dapat dilakukan dengan mudah serta dapat menghemat
waktu, biaya dan tenaga.
Angket ini nantinya akan dibagikan kepada responden, atau
masyarakat miskin penerima SKTM yang sudah dijadikan sampel dalam
penelitian ini. Alasannya adalah untuk melihat dan mengukur bagaimana
kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur, melalui angket tersebut
nantinya akan terlihat seperti apa pelayanan yang telah dilakukan oleh
aparatur desa tersebut.
3.3.2.3 Dokumentasi
Pengumpulan data menggunakan telaah-telaah dokumen dilakukan
dengan penelusuran terhadap beberapa dokumen yang berkaitan dengan