• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengaruh ekuitas merek (brand equity) terhadap kepuasan mahasiswa serta implikasinya pada minat mereferensikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengaruh ekuitas merek (brand equity) terhadap kepuasan mahasiswa serta implikasinya pada minat mereferensikan"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan arus globalisasi, teknologi informasi dan peningkatan perjalanan lintas negara, layanan pendidikan tinggi telah berkembang melampaui batas-batas teritorial baik secara elektronik atau melalui berbasis kampus secara fisik. Pertumbuhan di bidang Industri Pendidikan Tinggi Swasta (universitas swasta) sangat cepat, sehingga mendorong pihak universitas swasta tersebut untuk bersaing dalam setiap aktivitasnya termasuk dalam bidang pemasaran. Pada bidang pemasaran ini universitas swasta melakukan kompetisi diantaranya pada aspek harga, pelayanan dan merek.

Dunia pemasaran tidak akan bisa lepas dari yang apa disebut sebagai merek (brand). Segala teori dan praktik dalam marketing selalu berawal dan berujung pada merek. Bahkan, bila suatu universitas swasta sedang membangun sebuah brand miliknya bisa diartikan pula bahwa ia sedang membangun jati dirinya. Merek yang kuat akan menjaditop of mind, selalu muncul pertama dalam benak konsumen. Dan, apabila universitas swasta mampu mengembangkan merek hingga menjaditop of mind, bisa dipastikan akan mampu mempertahankan diri dari serangan pesaing.

(2)

kompetitor. Merek harus diasosiasikan dengan sejumlah atribut yang merupakan keuntungan yang ditawarkan oleh universitas swasta, dan berbeda dengan kompetitor. Agar komunikasi dapat terbentuk dan menimbulkan asosiasi yang kuat antara merek dan atributnya, setiap penempatan merek harus diiringi oleh pencatatan yang tepat, yang sering disebut janji merek (brand promise).(Muafi dan Irhas Effendi, 2001)

Universitas swasta perlu selalu waspada terhadap strategi para pesaing yang berusaha merebut pangsa pasar. Penciptaan merek yang dapat selalu diingat oleh konsumen dapat merupakan salah satu hal yang membuat konsumen tidak berpindah ke merek lain. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya agar merek suatu universitas swasta dapat selalu melekat di pikiran konsumen. Salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam membentuk long term relationship antara perusahaan (produsen) dengan konsumen adalah dengan membangun dan mengelola ekuitas merek secara tepat (Lassar, Walfried, Manolis, and Winsor, 2000).

(3)

Persepsi mahasiswa terhadap suatu merek universitas swasta akan mempengaruhi preferensi terhadap merek-merek yang muncul di hadapannya. Mahasiswa akan lebih memilih merek yang sesuai dengan kemampuan/daya belinya. Selain itu, citra merek (brand image) juga akan menentukan segmen pasar. Universitas swasta seperti UNPAR, ITHB, UNIVERSITAS MARANATHA misalnya mempunyai indikasi pada segmen pasar menengah ke atas. Sebaliknya UNIKOM, UNINUS, UNPAS, ITENAS, UNISBA mengarah pada segmen menengah ke bawah.

Masalah merek universitas swasta terkait erat dengan persepsi mahasiswa sebagai konsumen. Universitas swasta dengan merek yang sudah sangat terkenal akan dipersepsi orang sebagai produk yang berharga tinggi/mahal. Sebaliknya, produk dengan merek yang kurang terkenal akan dipersepsi berharga rendah/murah. Sebagai contoh adalah perusahaan mobil terkemuka BMW yang menetapkan segmentasi kelas menengah atas sebagai pasarnya, dan perusahaan mobil Ferrari yang kurang memiliki iklan aktif di media-media umum. Ferrari melakukan proses marketing hanya melalui ajang balap mobil paling bergengsi di dunia. Hal ini dapat dilihat bahwa dengan menetapkan segmen kelas atas maka konsekuensi logis adalah menjaga proses marketing dan persepsi konsumen terhadap merk produk yang ditawarkan agar tetap eksklusif dan memiliki nilai prestise tinggi.

(4)

tekanan persaingan menstimulasi para produsen untuk membuat diferensiasi universitas dari output universitas-universitas lain. Diferensiasi diwujudkan terutama melalui penyediaan atribut fungsional yang unik atau perubahan atribut produk fisik misalnya, UNIKOM adalah universitas yang mampu menghasilkan lulusan yang ahli di bidang IT. Dengan cara seperti ini, universitas mendapatkan sejumlah manfaat penting. Melalui pemilihan nama merek yang tepat dan unik, nama merek bersangkutan bisa dijadikan referensi acuan untuk memutuskan memilih universitas.

Merek sebagai kepribadian Dalam tahap ini, konsumen menghadapi berbagai macam merek yang sernuanya menyampaikan janji fungsional. Kemajuan teknologi membuat setiap perusahaan sukar mengandalkan keunggulan fungsional dalam jangka panjang, karena setiap keunggulan bisa ditiru atau disamai oleh para pesaingnya. Konsekuensinya, setiap merek yang bersaing dalam kategori produk yang sama cenderung menjadi serupa atau mirip dalam hal fungsionalitas. Dalam rangka menciptakan diferensiasi, universitas mulai berfokus pada upaya menyertakan nilai emosional pada mereknya dan mengkomunikasikannya lewat metafora kepribadian merek (brand personality).

(5)

Merek sebagai ikon(iconic brands)Pada tahap ini, makna berbagai merek telah berkembang sedemikian rupa sehingga merek universitas telah menjadi simbol tertentu bagi mahasiswa. Pada umumnya kemampuan sebuah merek menjadi ikon dihasilkan dari persistensi dan konsistensi para pemilik dan manajer merek dalarn mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai-nilai yang sama selama periode waktu yang relatif lama. Contohnya, ITB sebagai simbol atau ikon serangkaian nilai (kualitas, Presiden Soekarno) dikenal di seluruh dunia. Agar mampu melekat dalam benak konsumen, sebuah ikon harus memiliki banyak asosiasi, baik primer (tentang produk) maupun sekunder. Sebagai contoh, ITB memiliki asosiasi primer dengan tempat sekolahnya Soekarno dan asosiasi sekunder lulusan ITB mampu menduduki jabatan. jabatan penting dalam perusahaan. Semakin banyak asosiasi yang dimiliki sebuah merek, semakin besar jejaringnya dalarn memori konsumen dan semakin besar pula kemungkinannya diingat.

Merek sebagai perusahaan, sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tidak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan meningkatkan merek.

(6)

Shop, Virgin, dan Benetton. The Body Shop, misalnya dikenal pro-lingkungan dan kerap mengangkat isu ketidaksetaraan perlakuan terhadap masyarakat di negara dunia ketiga, aborsi, dan isu-isu sosial lainnya. Sementara Benetton berupaya menciptakan kesatuan ras dan etnis melalui "The United Colors of Benetton".

Pada tataran ini, ekuitas merek dapat memberikan pencapaian kepuasan terhadap mahasiswa, serta pencapaian minat mahasiswa dalam mereferensikan terhadap orang lain. Salah satu sarana atau pilihan strategi yang tepat diidentifikasi oleh Doyle dan Wong (1998) adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan disini adalah kepuasan mahasiswa sebagai salah satu kunci sukses pada industri pendidikan. Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa kepuasan pelanggan merupakan sebuah penilaian yang objektif atas service dan barang yang ditawarkan perusahaan pada pelanggan (McDougall dan Levesque, 2000).

(7)

1.2. Identifikasi Masalah

Pendidikan merupakan salah satu jenis usaha jasa yang saat ini berada dalam iklim persaingan sangat ketat. Perjuangan untuk menciptakan bisnis yang berulang dengan pelanggan menempati titik sentral dalam upaya penyelenggara pendidikan tinggi untuk tetap unggul pada persaingan jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan salah satunya adalah dengan selalu melakukan perubahan-perubahan baik secara internal maupun eksternal yang diberikan kepada para mahasiswanya.

Sektor pendidikan akhir – akhir ini telah mengalami perubahan yang sangat drastis dengan ditandai semakin ketatnya persaingan antara pengelola yang berada dalam sektor industri pendidikan untuk memperebutkan pasar yang sama. Pada situasi dengan tingkat persaingan yang ketat tersebut, mahasiswa seringkali tidak merasakan kepuasan kepada suatu universitas karena membandingkan dengan universitas lainnya. Persaingan yang semakin ketat antar universitas, baik milik pemerintah maupun swasta (yayasan) maupun milik pribadi. Berdasarkan hal tersebut maka universitas harus senantiasa melakukan strategi – strategi yang dirasakan dapat menumbuhkan kepuasan kepada mahasiswa.

(8)

Tabel 1.1

Jumlah Mahasiswa Universitas Swasta di Kota Bandung

NO NAMA PERGURUAN TINGGI

Jumlah Mahasiswa 2008 2009

1 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 5330 6113

2 UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA 4622 4773

3 UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN 11216 9657 4 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 9444 11677

5 UNIVERSITAS PASUNDAN 14270 13119

6 UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA 1210 1210

7 UNIVERSITAS LANGLANGBUANA 1800 2278

8 UNIVERSITAS BANDUNG RAYA 748 418

9 UNIVERSITAS NURTANIO 747 1003

10 UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 8290 7379

11 UNIVERSITAS ARS INTERNASIONAL 86 472

12 UNIVERSITAS NASIONAL PASIM 0 1186

13 UNIVERSITAS WIDYATAMA 5169 5141

14 UNIVERSITAS KEBANGSAAN 101 288

15 UNIVERSITAS AL-GHIFARI 416 569

16 UNIVERSITAS SANGGA BUANA 1555 548

17 UNIVERSITAS INFORMATIKA DAN BISNIS

INDONESIA 0 387

18 UNIVERSITAS BALE BANDUNG 0 0

JUMLAH 65004 66218

(9)

Perolehan jumlah mahasiswa ada kecenderungan fluktuatif (naik dan turun) disetiap universitas dalam 2 tahun terakhir ini menunjukkan adanya penurunan pada beberapa universitas dan peningkatan jumlah di universitas lainnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi minat dalam memilih universitas, hal yang banyak dilupakan oleh penyelenggara pendidikan adalah berkaitan dengan merek/simbol, padahal sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tidak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan meningkatkan merek. Kotler (2000: 460) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.

(10)

Gambar 1.1.

Merek/simbol Universitas, Sekolah Tinggi, Institut

UNPAS UNPAR UNIKOM UNISBA

UNIVERSITAS WIDYATAMA

UNINUS UNIVERSITAS PARAMADINA

ITB

UPI UNIVERSITAS

MERCU BUANA

UNIVERSITAS PETRA

ITENAS

(11)

Sedikitnya minat siswa dalam memilih universitas salah satunya disebabkan oleh kurang kesadaran, asosiasi dan persepsi terhadap merek/simbol dari universitas. Berdasarkan pengalaman tersebut juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang sudah masuk enggan melakukan komunikasi dalam mereferensikan universitas tempat kuliahnya kepada orang lain. Sehingga kepuasan mahasiswa perlu dibangun, karena dengan kepuasan terhadap mahasiswa akan bersedia membayar lebih, rendah tingkat komplain serta bersedia mereferensikan universitas yang sudah diterima kepada pihak – pihak lain yang membutuhkan.

Pelanggan yang loyal mempunyai kecenderungan lebih rendah untuk melakukan switching (perpindahan merek), kurang sensitive terhadap harga, membeli lebih sering dan atau lebih banyak, menjadi kekuatan minat mereferensikan (strong word of mouth), menciptakanbusiness referrals (Bowen dan Chen, 2001). Demikian juga pada universitas, membuat mahasiswa menjadi puas merupakan hal yang sangat penting, agar mahasiswa tersebut tidak ada keinginan untuk berpindah kepada universitas yang lain.

(12)

mahasiswa. Hal ini juga sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh Budiman (2003) bahwa minat mereferensikan merupakan konstruk penting bagi perusahaan untuk agar lebih mudah memasarkan produk atau jasanya.

Bagi Lapierre (2000) mengembangkan potensi konstruk minat mereferensikan perusahaan merupakan salah satu upaya dengan dua keuntungan yang nantinya akan diperoleh perusahaan yaitu keuntungan pertama adalah mencapai kepuasan pelanggan dan menciptakan nilai pelanggan. Keuntungan kedua menciptakan penghalang yang kuat di pasar atas promosi pesaing.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

(13)

1.4. Manfaat penelitian

Beberapa manfaat yang bisa diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Dapat memberikan manfaat dalam hal pengembangan ilmu ekonomi, khususnya manajemen pemasaran, melalui pendekatan dan metode yang digunakan, terutama studi tentang ekuitas merek pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa serta implikasinya terhadap minat mereferensikan universitas.

2) Dapat membantu universitas-universitas lain, terutama universitas swasta, untuk lebih fokus memperhatikan bagaimana pengaruh dimensi ekuitas merek terhadap kepuasan mahasiswa dan minat mereferensikan universitas.

(14)

1.5. Pembatasan Masalah dan Asumsi

Tesis ini berkaitan dengan dimensi ekuitas merek pada persepsi mahasiswa terhadap merek/simbol universitas. Sehingga, dalam penelitian ini dirumuskan hal-hal sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh Brand Awareness terhadap kepuasan mahasiswa?

2) Bagaimana pengaruh Brand Asociations terhadap kepuasan mahasiswa?

3) Bagaimana pengaruh Brand Perceived Quality terhadap kepuasan mahasiswa?

4) Bagaimana Kepuasan Mahasiswa berpengaruh kepada Minat Mereferensikan

(15)

1.6. Sistematika Penulisan

Tahapan penulisan tesis ini dibagi dalam lima bagian, yaitu:

BAB I Pendahuluan: yang berisi mengenai kemunculan latar belakang masalah, kemudian identifikasi masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka: yang berisi uraian landasan teoritis atas berbagai literatur yang berkaitan dengan ekuitas merek, kepuasan pelanggan dan minat mereferensi, serta memuat penelitian-penelitian terdahulu untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan melalui model dan hipotesis.

BAB III Metodologi Penelitian: memuat uraian desain dan objek penelitian, sumber data, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, uji validitas dan realibilitas data, teknik analisis data serta pengembang model teoritis.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan: memuat hasil penelitian atau analisis dan argumentasi pembahasan dalam menginterpretasikan data yang disajikan berupa teks, tabel dan grafik

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1.Merek

2.1.1.1. Perihal Merek

(17)

Dari sudut pandang sejarah terungkap bahwa merek dalam bentuk tanda identitas (identity marks) telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, tulisan dan gambar di dinding-dinding kuburan Mesir kuno menunjukkan bahwa ternak pada zaman itu telah diberi merek/tanda sejak tahun 2000 SM. Pada zaman Romawi kuno, toko-toko memakai gambar (seperti sepatu, sapi, atau daging) untuk mengidentifikasi produknya. Contoh-contoh lainnya meliputi tanda identitas pada porselin Tiongkok kuno dan guci Yunani dan Romawi kuno.

Pada abad pertengahan, sejumlah bisnis (seperti pembuat roti dan pengrajin perak) dikendalikan oleh serikat pekerja yang memberikan semacam tanda sertifikasi kualitas. Tanda semacam ini kemudian menjadi entitas hukum di beberapa negara (seperti Inggris dan Jerman) pada abad ke-14 dan ke-15.

(18)

Sementara itu, McEnally & de Chernatony (1999) sebagaimana dikutip Tjiptono (2005) mengembangkan model konseptual evolusi prosesbrandingyang terdiri atas enam tahap utama:

1) Unbranded goods

Dalam tahap ini, barang diperlakukan sebagai komoditas dan sebagian antaranya tidak diberi merek. Tahap ini biasanya bercirikan situasi permintaan jauh melampaui penawaran. Produsen tidak berusaha keras untuk membedakan produknya, sehingga persepsi konsumen terhadap produk bersifat utilitarian (hanya mengandalkan nilai ekonomik produk). Para manajer harus berusaha memindahkan produk dan merek barunya dari tahap 1 ke tahap 2 sesegera mungkin. Dalam tahap 1, manajer pemasaran membangun permintaan primer terhadap kategori produk, sementara dalarn tahap 2, fokus utamanya adalah menciptakan permintaan selektif untuk merek perusahaan bersangkutan.

2) Merek sebagai referensi/acuan

(19)

Lebih lanjut, jejaring memori konsumen berkembang dan mencakup pula informasi produk selain kategori produk dasar yang selanjutnya. digunakan untuk mengevaluasi produk berdasarkan faktor konsistensi dan kualitas. Konsumen mulai memakai nama merek berdasarkan citra merek bersangkutan sebagai alat heuristik dalarn pembuatan keputusan pembelian. Kendati demikian, konsumen masih cenderung mengandalkan nilai utilitarian dalarn pengevaluasian merek.

Kebanyakan upaya pemasaran dalam tahap 2 dikonsentrasikan pada upaya membangun dan meningkatkan karakteristik fungsional merek dan mengkomunikasikannya kepada para konsumen. Hal ini selanjutnya memungkinkan konsumen untuk mengidentikasi dan membedakan merek tertentu dari para pesaingnya, dan sekaligus berperan sebagai jaminan kualitas yang konsisten. Dengan kata lain, perusahaan terlibat dalam proses brand positioning.

3) Merek sebagai kepribadian

(20)

emosional pada mereknya dan mengkomunikasikannya lewat metafora kepribadian merek (brand personality). Kepribadian merek yang dipilih adalah yang mampu menyelaraskan nilai emosional merek dan gaya hidup konsumen sasaran. Salah satu contohnya adalah sabun Ivory. Dengan menciptakan kepribadian sebagai seorang ibu yang penuh perhatian, pemasar merek ini berhasil memasukkan unsur emosi dalam pembelajaran konsumen dan proses penilaian produk. Melalui cara ini, merek Ivory berhasil menjalin ikatan emosional khusus dengan para ibu yang ingin dipersepsikan sebagai ibu yang penuh perhatian.

Dalam tahap 1 dan 2, ada pemisahan yang tegas antara konsumen dan merek. Merek merupakan objek yang terlepas dari konsumen. Pemberian karakteristik personal pada merek bisa membuat merek bersangkutan lebih berdaya tarik bagi konsumen, terutama keinginan untuk berafiliasi dengan merek-merek tersebut yang dinilai memiliki kepribadian yang didambakan. Dengan demikian, kepribadian konsumen dan merek mulai menyatu dan nilai merek berkembang menjadi ekspresi diri (self-expression).

(21)

menginterpretasikan informasi pemasaran (seperti iklan) dan menggunakan merek untuk menyampaikan signal spesifik kepada orang lain mengenai dirinya. Individu lain menginterpretasikan signal-signal ini untuk membentuk citra dan sikap terhadap pemakai merek. Jika pemakai merek tidak mendapatkan reaksi sesuai harapannya, maka ia akan mempertimbangkan ulang pemakaian merek bersangkutan. Proses decoding makna dan nilai merek serta pernakaian merek secara tepat ini merupakan keterlibatan aktif konsumen dalam citra merek.

Produk dan merek digunakan dalam setiap budaya untuk mengekspresikan prinsip-prinsip kultural dan membentuk kategori kultural. Individu bisa diklasifikasikan berdasarkan merek. Misalnya, konsumen kelas atas di Australia mengendarai Mercedes Benz dan Rolls Royces, sementara konsumen kelas menengah mengemudi Holden. Bila produk dan merek dipasarkan melampaui batas-batas kultural, kemungkinan bisa terjadi kerancuan karena produk bisa jadi dinilai secara berbeda di budaya berlainan. Implikasinya, nilai-nilai yang dikomunikasikan produk dan merek harus konsisten dalam setiap kelompok sosial dan budaya.

4) Merek sebagai ikon(iconic brands)

(22)

pengalaman tertentu dengan merek spesifik, konsumen merasa sangat dekat dengan merek tersebut dan bahkan merasa bahwa merek itu telah menjadi bagian dari dirinya. Pada umumnya kemampuan sebuah merek menjadi ikon dihasilkan dari persistensi dan konsistensi para pemilik dan manajer merek dalam mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai-nilai yang sama selama periode waktu yang relatif lama. Contohnya, cowboy Marlboro sebagai simbol atau ikon serangkaian nilai (kuat, tangguh, jantan, Amerika, penyendiri) dikenal di seluruh dunia. Agar mampu melekat dalam benak konsumen, sebuah ikon harus memiliki banyak asosiasi, baik primer (tentang produk) maupun sekunder. Sebagai contoh, sepatu Air Jordan memiliki asosiasi primer dengan kepiawaian Michael Jordan dalam bermain bola basket dan asosiasi sekunder dengan klub Chicago Bulls yang memenangkan NBA beberapa kali (sewaktu Michael Jordan masih bedaya). Semakin banyak asosiasi yang dimiliki sebuah merek, semakin besar jejaringnya dalarn memori konsumen dan semakin besar pula kemungkinannya diingat. Oleh karena itu, pemilik dan manajer merek harus secara berkesinambungan mencari asosiasi-asosiasi yang memperkokoh status ikonik mereknya.

5) Merek sebagai perusahaan

(23)

Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tidak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan meningkatkan merek. Para pemasar menyatakan pemberian merek adalah seni dan bagian paling penting dalam pemasaran. American Marketing Associationsmendefenisikan merek adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, dan dimaksudkan untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing.

(24)

6) Merek sebagai kebijakan (policy)

Hingga saat ini belum banyak perusahaan yang tergolong dalam tahap ini. Pada tahap ini merek dan perusahaan diidentifikasi secara kuat dengan isu-isu sosial, etis, dan politik tertentu. Konsumen berkomitmen pada merek dan perusahaan yang memiliki pandangan yang sama. Contoh perusahaan yang menerapkan strategi ini adalah The Body Shop, Virgin, dan Benetton. The Body Shop, misalnya dikenal pro-lingkungan dan kerap mengangkat isu ketidaksetaraan perlakuan terhadap masyarakat di negara dunia ketiga, aborsi, dan isu-isu sosial lainnya. Sementara Benetton berupaya menciptakan kesatuan ras dan etnis melalui "The United Colors of Benetton".

Sebelum memutuskan untuk masuk tahap ini, setiap perusahaan perlu mempertimbangkan secara matang risiko dan kredibilitas merek sebagai perusahaan. Risiko terbesarnya adalah kehilangan konsumen yang tidak menyukai atau tidak setuju dengan sudut pandang perusahaan terhadap isu-isu spesifik.

(25)

Tabel 2.1

(26)

2.1.1.2.Definisi Merek

Definisi Merek (UU Merek No.15 Th.2001 pasal 1 ayat 1) “Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa”.

Kotler (2000: 460) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.

Selain itu, Rangkuti yang dikutip oleh Simamora dalam Tjiptono (2005) juga mengemukakan bahwa merek dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti:

1) Brand Name(nama merek) yang merupakan bagian yang dapat diucapkan, misalnya Toyota, Daihatsu, Isuzu, Honda.

2) Brand Mark(tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain, huruf atau warna khusus. Contohnya adalah simbol Toyota, gambar tiga berlian Mitsubishi.

(27)

4) Copyright(hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

2.1.1.3. Manfaat Merek

Beberapa manfaat merek seperti yang tertera pada tabel 2.2

Tabel.2.2 Manfaat Merek

No Manfaat Merek Deskripsi

1 Manfaat Ekonomik

 Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk saling bersaing memperebutkan pasar.

 Konsumen memilih merek

berdasarkanvalue for moneyyang ditawarkan berbagai macam merek.  Relasi antara merek dan konsumen

(28)

memuaskannya ketimbang memilih penyedia jasa lebih murah yang tidak jelas kinerjanya.

2 Manfaat Fungsional

 Merek memberikan peluang bagi diferensiasi. Selain memperbaiki kualitas (diferensiasi vertikal), perusahaan-perusahaan juga memperluas mereknya dengan tipe tipe produk baru (diferensiasi horizontal).

 Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumnya.  Pemasar merek berempati dengan

para pemakai akhir dan masalah yang akan diatasi merek yang ditawarkan.

 Merek memfasilitasi ketersediaan produk secara luas.

3 Manfaat Psikologis

(29)

informasi produk yang perlu diketahui konsumen.

 Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. Dalam banyak kasus, faktor emosional (seperti gengsi dan citra sosial) memainkan peran dominan dalam keputusan pembelian.

 Merek bisa memperkuat citra diri dan persepsi orang lain terhadap pemakai/pemiliknya.

Brand symbolismtidak hanya berpengaruh pada persepsi orang lain, namun juga pada identifikasi dirisendiri dengan objek tertentu. Sumber: Fanji Tjiptono (diadaptasi dari Ambler 2000)

2.1.2 Ekuitas Merek

(30)

menyebutkan bahwa ekuitas merek mempengaruhi respon pada stock market (Lane, Jacobson, 1995). Ekuitas merek dapat menjaga harga premium dari suatu produk (Keller, 2003), selain itu ekuitas merek juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup sebuah merek (Rangaswamy et al, 1993 dalam Yoo, Donthu, and Lee, 2000).

Ekuitas merek dapat diartikan dengan kekuatan dari sebuah merek. Dari sisi perusahaan, melalui merek yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus kas, memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi, meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif (Morgan, 2000). Sedangkan, apabila dikaitkan dengan perspektif konsumen, ekuitas merek merupakan suatu bentuk respon atau tanggapan dari konsumen terhadap sebuah merek (Shocker, Srivastava, and Ruekert, 1994). Lebih lanjut, Lassar et al (2000) mendefinisikan ekuitas merek sebagai bentuk peningkatan perceived utility dan nilai sebuah merek dikaitkan dengan suatu produk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek merupakan persepsi konsumen terhadap keistimewaan suatu merek dibandingkan dengan merek yang lain (Lassaret al, 2000).

(31)

Salinas, 2007) mengklasifikasikan dimensi ekuitas merek menjadi dua, yaitu citra merek (brand image) dan loyalitas merek (brand loyalty). Agarwal dan Rao (1996, dalam Gil et al 2007) mengemukakan dua indikator utama pada ekuitas merek yaitu kualitas keseluruhan (overall quality) dan minat memilih (choice intention). Namun, yang paling umum digunakan adalah pendapat Aaker, 1996), yaitu bahwa terdapat lima indikator atau dimensi utama pada ekuitas merek. Kelima indikator tersebut adalah kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand associations),perceived quality, loyalitas merek (brand loyalty) dan aset-aset lain yang berkaitan dengan merek (other brand-related assets).

Sejauh ini terdapat dua modelbrand equitymapan dalarn aliran psikologi kognitif yaitu model Aaker (1991, 1995; Aaker & Joachimsthaler, 2000 dalam Tjiptono, 2005) dan model Kell (1993, 2003). Dalam model Aaker,brand equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang; berkontribusi pada pencipta brand equity ke dalarn empat dimensi: brand awareness,perceived quality,brand associations, danbrand loyalty, yaitu:

1) Brand Awareness, yaitu kernampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.

(32)

3) Brand associations terhadap sebuah image, yang dide tertentu. Asosiasi kuat dengan berta spesifik.

4) Brand loyality y 1991)

2.1.2.1.Kesadaran M Masyarakat c dikenal karena di ba peluang untuk di mendefenisikanbrand recognize or recall that

brand

awareness

ations, yakni segala sesuatu yang terkait de ah merek. Brand associations berkaitan erat

definisikan sebagai serangkaian asosiasi merek asi merek memiliki tingkat kekuatan tertentu da rtambahnya pengalaman konsumsi atau ekposur

yaitu ”the attachment that a costumer has t

Gambar. 2.1 Brand Equity Model Aaker Fandi Tjiptono 2005 (Aaker, 1991)

Merek (Brand Awareness)

cenderung bertransaksi dengan produk ata bawah sadar merek yang tidak terkenal mem

diingat konsumen, sesuai pendapat brand awarenesssebagai:“The ability of a pot

(33)

Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut: 1) Tempat kaitan (jangkar) asosiasi-asosiasi lain

Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen.

2) Familiar/rasa suka

Jika kesadaran merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek, dan lama kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang dipasarkan.

3) Sebagai tanda substansi.

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran akan merek tinggi, kehadiran mereka akan selalu dapat dirasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; (1) diiklankan secara luas, (2) eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, (3) jangkauan distribusi yang sangat luas, (4) merek tersebut dikelola dengan baik. Oleh karena itu jika kualitas merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian.

4) Mempertimbangkan merek

(34)

pertimbangan yang tinggi, jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan, dalam benak konsumen.

Kesadaran merek menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk keadaan lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.

Kesadaran merek (brand awareness) artinya kesanggupan seorang calon pembeli mengenali atau mengingat kembali suatu merek yang merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Rangkuti, 2002 dalam Setyaningsih, 2008). Perananbrand awarenessdalam keseluruhanbrand equitytergantung sejauh mana tingkat kesadaran yang dicapai oleh sebuah merek.

Menurut Aaker (dalam Dudanto, 2004 seperti dikutip Setyaningsih, 2008) piramida kesadaran mereka dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut :

1) Unaware of brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari suatu merek.

(35)

3) Brand recall(pengingatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan(unaided recall).

4) Top of mind(puncak pikiran adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

(36)

2.1.2.2. Asosiasi Merek (Brand Association)

Merupakan bagian dari sumber-sumber ekuitas merek, pengertian dari ekuitas merek adalah merek yang mempunyai ekuitas merek yang kuat merupakan merek yang mampu bertahan, bersaing dan menjadi penguasa di persaingan pasar yang ketat. Semakin kuat ekuitas suatu merek, semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut secara setia serta membuat pihak perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang terus menerus.

Tjiptono (2005) menjelaskan bahwa, ekuitas merek yang kuat akan tercapai jika konsumen memiliki tingkat awareness dam familiarity yang tinggi dari suatu merek, dan juga memiliki asosiasi yang kuat, unik serta memiliki arti yang posistif bagi konsumen (Keller, 2003). Ries dan Ries (1999) mengatakan bahwa asosiasi merek dibangun dalam jangka panjang. David (2000) mengatakan bahwa asosiasi merek merupakan bagian dari brand image, yaitu persepsi yang bertahan lama (enduring perception) yang dibentuk melalui pengalaman dan sifat relatif konsisten (Schifman dan Kanuk, 2000).

Assosiasi merek dapat terbentuk dalam berbagai jenis yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori (Keller, 2003 dalam Tjiptono, 2005), yaitu: 1) Atribut

(37)

(a) Atribut Produk

Asosiasi produk terbentuk secara langsung mengenai karakteristik dari produk atau jasa yang bersangkutan. Asosiasi ini merupakan strategi yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena atribut tersebut bermakna, dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

(b) Atribut Non-Produk

Atribut Non-Produk dapat langsung memperoleh proses pembelian atau proses konsumsi tetapi tidak langsung mempengaruhi kinerja produk yang bersangkutan. Atribut Non-Produk merupakan atribut yang tidak berhubungan langsung dengan kinerja dari produk dan terbentuk dari afktivitas bauran pemasaran.

Contoh-contoh atribut non-Produk ini antara lain:

a. Negara (County of Origin), Perusahaan atau orang yang membuat produk tersebut.

b. Warna dominan produk yang biasanya terlihat dari kemasan yang digunakan.

c. Kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh merek

d. Mengaitkan dengan orang terkenal (Endorser).

e. Harga yang ditetapkan (Price)

(38)

g. Mengasosiasikan suatu merek dengan perasaan atau emosi yang timbul saat mengkonsumsi suatu merek.

h. Mengasosiasikan suatu merek dengan brand personality. Brand personality merupakan sifat-sifat seperti yang dimiliki manusia terhadap suatu merek ketika konsumen mengingat merek yang bersangkutan.

2) Manfaat

Asosiasi manfaat dapat diciptakan ketika konsumen dapat memperoleh manfaat saat menggunakan suatu merek. Asosiasi manfaat ini dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu:

(a) Manfaat Fungsional

Manfaat Fungsional merupakan keuntungan yang langsung berhubungan dengan kinerja atribut produk.

(b) Manfaat Simbolik

Manfaat Simbolik merupakan keuntungan yang tidak langsung berhubungan dengan kinerja atribut produk dan biasanya berhubungan dengan atribut non-produk.

(c) Manfaat Pengalaman

(39)

3) Attitude

Attitude merupakan asosiasi merek yang paling abstrak dan merupakan asosiasi tingkat tinggi. Asosiasi ini terbentuk dari gabungan asosiasi atribut dan manfaat yang diciptakan.

Menurut Aaker (1991) dalam Tjiptono (2005), asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang timbul di benak konsumen akibat berbagai macam hal seperti komunikasi pemasaran suatu merek, pengalaman orang lain maupun diri sendiri dalam mengkonsumsi merek tersebut.

Kesan-kesan tersebut akan terbentuk di dalam benak konsumen menjadi suatu jaringan semantik yang mempunyai hubungan asosiatif. Suatu simpul jaringan dalam benak konsumen bila diaktifkan secara otomatis akan menyebar dari suatu simpul ke simpul lain dalam suatu jaringan. Jaringan-jaringan di benak konsumen tersebut membentuk suatu image yang bila dipelihara secara berkelanjutan akan semakin kuat.

(40)

Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat citra yang dimiliki oleh merek tersebut (Keller, 2003) Pada umumnya asosiasi merek, terutama yang membentuk citra merek, menjadi pijakan konsumen dalam keputusan mahasiswa dan loyalitas pada merek tersebut.

2.1.2.3. Kualitas Merek(Brand Perceived Quality)

Kalau sebuah produk memiliki perceived quality tinggi, banyak manfaat yang bisa diperoleh. Diungkapkan oleh Aaker (1991) dalam Tjiptono (2005) bahwa umumnya perusahaan yang memiliki p e r c e i v e d q u a l i t y yang tinggi memiliki return of investment (ROI) yang tinggi pula. Tanpa meneliti ROI pun, sebenarnya banyak manfaat yang diberikan p e r c e i v e d q u a l i t y (Darmadi. D, Sugiarto, Tony Sitinjak, 2001) yaitu :

1) Alasan membeli.

P e r c e i v e d q u a l i t y merupakan alasan kenapa sebuah merek dipertimbangkan dan dibeli.

2) Diferensiasi dan pemosisian produk

Konsumen ingin memilih aspek tertentu sebagai keunikan dan kelebihan produk. Aspek yang memiliki perceived quality tinggi yang akan dipilih konsumen.

3) Harga optimum

Sebuah merek yang memilikiperceived quality tinggi memiliki alasan untuk menetapkan harga tinggi bagi produknya.

(41)

Perceived quality juga mempunyai arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran distribusi lainnya. Distributor lebih mudah menerima produk yang oleh konsumen dianggap berkualitas tinggi.

5) Perluasan Merek (b ran d ex tens io n)

Sebuah merek yang memilikip e r c e iv e d q u a l i t y dapat digunakan sebagai merek produk lain yang berbeda.

Zeithamal, (1998) mendefenisikanperceived qualitysebagai“The customer's perception of the overall quality or superioty of a product or services with respect or its intended purpose, relative to altematives", berarti perceived qualitytidak dapat ditentukan secara objektif, karena menyangkut penilaian atas persepsi yang dianggap penting oleh pelanggan dan sifatnya sangat relatif terhadap suatu keinginan.

2.1.2.4. Loyalitas Merek(Brand Loyalty)

(42)

Dalam Tjiptono (2005) menurut pandangan aliran stokastik atau perspektif behaviorial loyalitas merek diartikan sebagai pembelian ulang suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Acker (1997) perasaan suka terhadap merek dan komitmen dapat digunakan untuk mengukur loyalitas merek, untuk perasaan suka tersebut diukur dariliking, respect, friendshipdantrust. Loyalitas erat kaitannya pengalaman dari pengguna merek dan tidak bisa terjadi tanpa adanya pengalaman sebelumnya, penekanan loyalitas merek hanya tertuju pada merek tertentu dan sulit dialihkan perhatiannya pada simbol lain tanpa adanya pengorbanan dalam nilai yang besar.

Merupakan inti dari ekuitas merek (brand equity). Suatu produk yang dapat mempunyai name awareness yang tinggi, kualitas yang baik, brand associationss yang cukup banyak tetapi belum tentu memiliki brand loyalty. Sebaliknya produk yang memiliki brand loyalty dapat dipastikan memiliki name awareness yang cukup tinggi, kualitas yang baik,brand associations yang cukup dikenal.

(43)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesetiaan pelanggan adalah suatu perasaan emosional yang terjadi antara pelanggan dengan perusahaan sehingga membuat pelanggan tersebut bersedia melakukan hubungan dengan perusahaan tersebut, dalam bentuk pembelian produk dalam jangka waktu yang lama. Selain jangka waktu berlangganan dan kontinuitas, aspek penting yang tidak boleh terlupakan jika membahas tentang kesetiaan pelanggan adalah adanya hubungan emosional antara pelanggan dengan perusahaan. Dengan adanya perasaan kedekatan dan kenyamanan, kepuasaan, kepercayaan, dan perasaan merasa memiliki terhadap perusahaan yang tercipta didalam melakukan hubungan dengan perusahaan merupakan suatu indikasi bahwa telah terjadi hubungan emosional antara pelanggan dan perusahaan. Dan hubungan emosional inilah yang membuat pelanggan tetap setia dan mendorong mereka untuk meneruskan berlangganan dengan perusahaan serta bersedia untuk merekomendasikan produk dari perusahaan tersebut kepada orang lain, teman, dan keluarganya (Barnes dalam Tjiptono, 2005).

(44)

Kesetiaan pelanggan menurut Sindell (2000) dapat dikategorikan menjadi tujuh jenis kesetiaan, yaitu:

a) Monopoly loyalty, adalah kesetiaan yang terjadi karena pelanggan tidak mempunyai pilihan lain. Pada tipe ini pelanggan memiliki tingkat kecintaan yang rendah dan tingkat pembelian ulang yang tinggi.

b) Inertia loyalty,pada tipe ini, pelanggan tidak ingin mencari alternatif perusahaan lain, pelanggan pada tipe ini memiliki tingkat kecintaan yang rendah, tingkat pembelian ulang yang tinggi, dan memiliki tingkat kepuasan yang kecil terhadap perusahaan. Pelanggan seperti ini mudah untuk diambil oleh pesaing yang dapat menunjukkan keuntungan berpindah pada perusahaan lain.

c) Latent loyalty,pelanggan sebenarnya ingin membeli produk dari suatu perusahaan, tapi kebijakan pembelian internal atau faktor lingkungan yang membuat pelanggan sulit untuk melakukan pembelian ulang.

d) Convenience loyalty,adalah kesetiaan yang disebabkan karena pelanggan tersebut merasa nyaman dalam berinteraksi dengan suatu perusahaan.

e) Price loyalty,adalah tipe kesetiaan pelanggan, dimana pelanggan hanya setia pada suatu perusahaan karena perusahaan tersebut menawarkan harga yang lebih murah dari perusahaan yang lain.

(45)

g) Premium loyalty, adalah tipe kesetiaan, dimana pelanggan memiliki tingkat kecintaan dan pembelian ulang yang tinggi terhadap produk atau jasa dari suatu perusahaan selain itu pada tipe ini pelanggan secara emosional sangat merasakan terhadap keuntungan dari suatu produk

Ekuitas merek tidak hanya memberikan keuntungan jangka pendek bagi perusahaan, namun juga memberikan keuntungan jangka panjang. Kelangsungan hidup sebuah merek dapat ditentukan melalui ekuitasnya. Esch et al (2006) dalam penelitian mereka mengemukakan bahwa kesadaran merek dan citra merek mempunyai pengaruh yang positif terhadap pembelian di masa yang akan datang (future purchase). Model dari penelitian mereka dijelaskan dalam tabel 2.3:

Tabel 2.3 Are Brands Forever?

How Brand Knowledge and Relationships Affect

Current and Future Purchases

Peneliti Esch, F.R., Langner, T., Schmitt, B.H., and Geus, P. (2006) Tujuan

Penelitian

(46)

Hasil Penelitian

Brand Awareness danbrand image secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian (current purchasedanfuture purchase)

Hubungan dengan Penelitian ini

Penelitian ini melakukan kajian yang sama mengenai pengaruh elemen-elemen ekuitas merek (brand awareness dan brand image) terhadap pembelian (current purchase danfuture purchase)

Model Penelitian

Penelitian lain dilakukan oleh Hellier et alpada tahun 2003. Pada penelitian disimpulkan bahwaperceived qualitymempunyai pengaruh terhadap minat beli ulang walaupun tidak secara langsung. Model penelitian yang dilakukan Hellier dijelaskan pada tabel 2.4 :

Brand Awareness

Brand Image Future Purchase

(47)

Tabel 2.4

Customer Repurchase Intention. A General Structural Equation Model

Peneliti Hellier, P.K., Geursen, G.M., Carr, R.A. and Rickard, J.A. (2003) Tujuan

Penelitian

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli ulang (repurchase intention)

Hasil Penelitian

Repurchase intention dipengaruhi beberapa faktor, dimana dari dua variabel yang berpengaruh langsung mempunyai anteseden perceived quality. Maka dapat disimpulkan bahwa, secara tidak langsung persepsi kualitas (perceived quality) berpengaruh terhadap repurchase intention.

Hubungan dengan Penelitian

Penelitian ini melakukan kajian yang sama mengenai pengaruh elemenelemen ekuitas merek (perceived quality) terhadaprepurchase intention, walaupun secara tidak langsung.

(48)

2.1.3. Kepuasan pelanggan

Keluhan pelanggan merupakan manifestasi dari ketidakpuasan (dissatisfaction). Keluhan pelanggan merupakan tanda adanya masalah yang harus segera ditangani oleh perusahaan karena jika tidak, akan berdampak pada pengikisan loyalitas pelanggan (Zeithaml et al., 1996) serta dapat berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan di masa yang akan datang (Nyer, 2000; Tax et al, 1998). Keluhan yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan ketidakpuasan yang semakin besar dan pada akhirnya bisa mendorong pelanggan untuk menghentikan penggunaan pelayanan (exit) serta mendorong pelanggan untuk menempuh jalur hukum (legal action) (Tax et al. 1998; Zeithaml et al. 1996).

Dengan tujuan untuk memenuhi kepuasan pelanggan, banyak perusahaan yang mendorong para tenaga penjualannya untuk memiliki orientasi terhadap pelanggan dalam menjalankan pekerjaannya (Flahertyet.al. 1999).

(49)

bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau normal kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Wilkie (1990) mendefinisikan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel, et al (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Kotler, et al (1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan di bandingkan dengan harapannya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapannya. Pelanggan yang senang dan puas cenderung akan berperilaku positif. Mereka akan membeli kembali atau menggunakannya kembali.

(50)

Kepuasaan tidak akan pernah berhenti pada satu titik. Ia bergerak dinamis mengikuti tingkat kualitas produk/jasa dan layanannya dengan harapan-harapan yang berkembang di benak pelanggan.

Dalam beberapa penelitian tentang kepuasan pelanggan, ditemukan bahwa kepuasanoveralladalah suatu evaluasi global yang terdiri atas kepuasan atas komponen – komponen atribut dari suatu barang dan jasa. Sehingga, kepuasan atas suatu organisasi merupakan suatu akumulasi dari sikap yang dihasilkan dari kepuasan terhadap komponen – komponen spesifik, seperti orang dan produk. Sebagai contoh, bahwa kepuasan terhadap pengecer dibangun dari suatu akumulasi dari evaluasi secara tersendiri terhadap tenaga penjual, lingkungan toko, produk dan faktor lainnya.

(51)

1) Tingkat kepuasan terhadap pelayanan secara keseluruhan

2) Tingkat kepuasan terhadap pelayanan apabila dibandingkan dengan jasa sejenis.

3) Merekomendasikan kepada orang lain.

2.1.4. Minat Mereferensikan

Bagi pelanggan yang paling penting adalah produk yang ditawarkan oleh perusahaan sesuai dengan harga yang mereka bayar dan produk tersebut mampu memuaskan kebutuhan mereka. Penelitian yang ada dan terus dilakukan sebenarnya didasarkan pemikiran tersebut. Perusahaan akan tetap langeng dan terus tumbuh adalah perusahaan yang berfokus pada pelanggan. Perusahaan yang terus berupaya membangun persepsi superior atas produk mereka di dalam benak pelanggan. Semakin kuat tertanam dalam benak pelanggan maka semakin superior produk mereka. Akibatnya peluasan pasar dan peningkatan keuntungan bakal diperoleh dari usaha tersebut (Lapierre, 2000).

(52)

dan menganalisis produk tersebut. Timbulnya minat pelanggan mereferensikan yang tinggi menunjukan pelanggan menyukai produk tersebut. Rasa suka dan kemudian dilanjutkan dengan merekomendasikan produk tersebut pada pihak lain, dapat diartikan pelanggan puas dan menilai produk tersebut superior (Allen 2001). Mereferensikan produk merupakan aktivitas penjualan dan sekaligus promo si secara gratis yang tanpa sadar maupun sadar dilakukan oleh pelanggan atas produk perusahaan ke pada pihak lain (Samson, 2006).

(53)

2.1.5. Penelitian yang berkaitan dengan Kepuasan Pelanggan dan minat mereferensikan

Studi Lam et.al., (2004) memberikan dasar rujukan penting pada penelitian ini. Studi tersebut memberikan arahan dan landasan kuat atas penyelidikan hubungan antara nilai pelanggan yang diterima dengan kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Hasil yang dicapai merupakan justifikasi penting yang menjadi rujukan bahwa hubungan nilai pelanggan dengan kepuasan pelanggan, dan loyalitas pelanggan adalah positif.

(54)

Tabel 2. 5

Penelitian Mongoldet.al., (1999)

Nama Peneliti Mangold, W. Glynn., Fred Miller., and., Gary R. Brockway (1999), Tahundan

Judul Jurnal

“ Word-of-mouth communication in the service marketplace “, The Journal Of Services Marketing, Vol. 13, No. 1, p.73-89

Masalah Penelitian

Penelitian ini menemukan adanya gap penelitian dan fenomena lapangan yang menunjukkan bahwa pemahaman akan pentingnya minat mereferensikan produk masih sangat terbatas dikaji dalam penelitian. Lebih lanjut hubungan antara kepuasan pelanggan dengan minat mereferensikan masih belum didukung hasil penelitian yang kuat. Oleh sebab itu, penelitian tersebut dilakukan dengan skema permodelan yang lebih baik.

Metode Penelitian

Analisis data menggunakan Regresi berganda

Permodelan

Temuan dan Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa minat mereferensikan dibentuk dari nilai pelanggan yang dipahami oleh perusahaan. Komunikasi dan kepuasan pelanggan diidentifikasi sebagai elemen lain yang mempengaruhi minat mereferensikan produk. Semakin tinggi minat mereferensikan produk perusahaan maka semakin perilaku pembelian oleh pelanggan.

Sumber bagi Penelitian ini

(55)

Tujuan penelitian ini adalah merumuskan sebuah permodelan dengan melakukan pengukuran minat mereferensikan produk perusahaan dengan memposisikan peran strategis perusahaan. Berikut ini rangkuman penelitian ini.

Tabel 2. 6

Penelitian DeCarloet.al., (2007)

Nama Peneliti DeCarlo, Thomas E., Russell N. Laczniak, Carol M. Motley.,

Tahun dan

Judul Jurnal

“Influence of image and familiarity on consumer response to negative word-of-mouth communication about retail entities “Journal of Marketing Theory and Practice,Vol.15, p. 41-51 Masalah

Penelitian

Beberapa kritikan muncul dari perbedaan pemahaman dan pengukuran minat mereferensikan produk. Beberapa studi empiris telah melakukan investigasi tetapi beberapa Metode

Penelitian

Analisis data menggunakan SEM

(56)

Temuan dan Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pelanggan diidentifikasi sebagai kunci sukses minat mereferensikan. Ini bermakna tanpa pencapaian nilai pelanggan maka minat mereferensikan tidak akan tercapai secara nyata.

Sumber Bagi Penelitian Ini

Nilai pelanggan dan minat mereferensikan serta pemilihan objek pada pelanggan.

2.2. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Perumusan Hipotesis

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

(57)

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis tersebut menyajikan suatu pengembangan model pengaruh ekuitas merek (Brand Equity), untuk dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa.

2.2.2 Perumusan Hipotesis

H1 :Brand Awareness berpengaruh positif terhadap kepuasan mahasiswa H2 :Brand Associations berpengaruh positif terhadap kepuasan mahasiswa

BRAND AWARENESS

MINAT MAHASISWA MEREFEREN

SIKAN

Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini KEPUASAN MAHASISW

BRAND ASSOCIATIONS

BRAND PERCEIVED

H1

H3 H2

(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain dan Objek Penelitian

Bab ini menjelaskan cakupan penelitian yang diarahkan untuk membuat analisis sebuah pengembangan model tentang minat mereferensikan universitas. Sebuah Kerangka Pemikiran Teoritis yang telah dikembangkan pada Bab II akan digunakan sebagai dasar dan landasan teori untuk penelitian ini. Bagian utama dari bab ini disusun dalam 6 sub-bab sebagai berikut : desain penelitian, sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data dan definisi operasional serta teknik analisis.

3.1.1. Desain Penelitian

Penelitian ini jika dihubungkan dengan berdasarkan sifat ekplorasi ilmu maka penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian dasar. Penelitian dasar dimana tujuan penelitian ini adalah mengembangkan ilmu untuk mencari jawaban baru atas masalah manajemen yang terjadi dalam organisasi, perusahaan atau masyarakat. Sedangkan apabila dikategorikan berdasarkan sifat eksplanasi ilmu maka penelitian ini termasuk pada desain penelitian kausal.

(59)

ditentukan pada bab sebelumnya. Berdasarkan model penelitian yang telah dikembangkan ini, diharapkan akan menjelaskan hubungan antar variabel sekaligus membuat suatu implikasi yang dapat digunakan untuk peramalan atau prediksi (Ferdinand, 2006).

3.2 Pengembangan Indikator Variabel

Aaker (1996) mengemukakan bahwa terdapat empat dimensi untuk mengukur ekuitas merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand assosiation), perceived quality dan loyalitas merek (brand loyalty). Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Kim dan Kim (2004) mengenai pengukuran ekuitas merek pada restoran, dengan mengambil tiga dari empat dimensi atau indikator penelitian kesadaran merek, citra merek dan persepsi kualitas (perceived quality).

(60)

3.2.1 Dimensionalisas

Awareness

Untuk mengukur indikator yang dikem merek (unaware of brand merek (brand recall) berikut :

X1 : ketid X2 : peng X3 : inga X4 : dan

isasi Variabel Dimensi Ekuitas Merek dari B

gukur variabel brand awareness digunaka mbangkan oleh Rangkuti (2002) yang meliputi

brand), pengenalan merek (brand recognition ), dan merek menjadi pilihan utama (top of

Gambar 3.1

Indikator dariBrand Awareness

tidak sadaran merek (unaware of brand) pengenalan merek (brand recognition)

ngat terhadap merek (brand recall)

dan merek menjadi pilihan utama (top of mind)

Brand

(61)

3.3.2 Indikator Vari Suatu merek, arti yang posistif bagi bahwa asosiasi merek bahwa asosiasi merek bertahan lama (enduri relatif konsisten (Sc menjadi 3 variabel ya

X5 : Atri X6: Manf X7: Atitud

ariabel Asosiasi merek (brand associations) k, dan juga memiliki asosiasi yang kuat, unik

gi konsumen (Keller, 2003). Ries dan Ries (1999) ek dibangun dalam jangka panjang. David (2000 rek merupakan bagian dari brand image, yait nduring perception) yang dibentuk melalui penga

Schifman dan Kanuk, 2000) Assosiasi mere yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2

Indikator dariBrand associations

(62)

3.3.3 Indikator Variabel Kualitas Merek(Brand Perceived Quality)

(63)

X8 : A X9 : D X10 : H X11 : M

3.3.4 Dimensionalisas Dimensionalisa pelanggan merujuk pa (2007); Jasfar (2002) (2002) adalah sebaga dan staf, puas pada ta

Gambar 3.3.

Indikator VariabelPerceived quality

Alasan memilih

Diferensiasi dan pemosisian produk Harga optimum

Minat saluran distribusi

isasi Variabel Kepuasan Pelanggan

lisasi yang dipergunakan dalam mengukur konst pada penelitian Japarianto et.al., (2007); Ansho 2002); Lam et.al., (2004) ;Wang et.al., (2004)

gai berikut : puas pada universitas jasa, puas pa tarif, puas pada fasilitas serta puas pada keama

(64)

Hubungan va dibawah ini:

In

X12 : pu X13 : pu X14 : pu X15 : pu X16 : pu

variabel dan indikatornya dapat digambarkan

Gambar 3.4.

Indikator Variabel Kepuasan mahasiswa

puas pada produk jasa

puas pada manajemen dan staf puas pada tarif

puas pada fasilitas puas pada keamanan

(65)

3.3.5 Dimensionalis

Konstruk mi perusahaan merujuk et.al., (2007). D dikembangkan pada p orang lain, selalu m Hubungan variabel d ini :

Ind

X17: Me X18: Sel

lisasi Variabel Minat Mereferensikan Unive

minat mahasiswa mereferensikan universita uk pada Mangold et.al.,(1999); Budiman (2 Dimensionalisasi yang dirujuk dan a penelitian ini adalah minat mahasiswa mere membicarakan hal positif dan berkesan den

dan indikatornya dapat digambarkan dalam g

Gambar 3.5.

Indikator VariabelMinat Mereferensikan

ereferensikan kepada orang lain elalu membicarakan hal positif

(66)

3.3.6 Definisi Operasional dan Indikator Variabel

Definisi operasional dan indikator dari ketiga variabel dimensi ekuitas merek, yaitu: kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan kepuasan mahasiswa/mahasiswa serta minta mereferensikan UNIVERSITAS, dan berdasarkan kajian literatur yang sudah dilakukan secara ringkas ditampilkan seperti pada tabel 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5.

Tabel 3. 1

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Kesadaran Merek(Brand Awareness)

Variabel

Definisi Operasional

Variabel

(67)

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Asosiasi Merek

(68)

Tabel 3.3

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Persepsi kualiatas

(Brand Perceived Quality)

Menunjukan aspek tertentu dari sebuah merek/simbol sebagai keunikan dan kelebihan universitas

(69)

Tabel 3.4

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Kepuasan Mahasiswa

Variabel

mahasiswa yang diukur dari dari keaneka- ragaman program studi yang ditawarkan universitas seberapa siap dan terampil serta keramahan pihak mahasiswa yang diukur dari tarif atau biaya kuliah yang dikenakan serta biaya-mahasiswa yang diukur dari semua fasilitas fisik yang di miliki universitas seperti, AC, laboratorium komputer, alat bantu ajar lainnya.

(70)

Tabel 3.5

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Minat Mahasiswa Mereferensikan Universitas

1 0 point skala (sangat tidak

1 0 point skala (sangat tidak

1 0 point skala (sangat tidak setuju–sangat setuju)

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas swasta yaitu: UNPAS, UNPAR, UNIKOM, UNISBA, UNIVERSITAS WIDYATAMA

3.4 Sumber Data

(71)

jawaban responden mengenai daftar pertanyaan (kuesioner). Responden dalam penelitian ini dibatasi pada mahasiswa disetiap universitas .yang berusia minimum 17 tahun.

Data sekunder merupakan data atau informasi yang dikumpulkan oleh pihak lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Marzuki, 2000). Sumber data sekunder untuk mendukung penelitian ini diperoleh dari data internal 5 (lima) universitas swasta di Bandung.

3.4.1. Data Primer

Untuk mengumpulkan data, diperlukan berbagai teknik pengumpulan data agar satu sama lain bisa saling melengkapi yang pada penelitian ini digunakan kombinasi empat teknik pengumpulan data yaitu :

1) Penelitian Kepustakaan

Metode ini dilakukan dengan cara mempelajari, meneliti dan menelaah berbagai literatur yang bersumber dari buku-buku teks, jurnal ilmiah, majalah-majalah ilmiah maupun penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian ini. Data yang diperoleh berupa data sekunder yang digunakan untuk memberikan landasan teori yang kuat guna analisis yang dilakukan.

2) Penelitian Lapangan

(72)

(a) Observasi, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Adapun objek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Swasta di Kota Bandung dengan tujuan untuk mengetahui keadaan sesungguhnya. (b) Kuesioner, merupakan teknik utama untuk pengumpulan data

primer dari responden. Kuesioner merupakan suatu daftar yang didalamnya berisi sejumlah item pertanyaan dengan 10 (sepuluh) skala atau alternatif jawaban yang diedarkan kepada 133 responden, dimaksudkan untuk mengumpulkan data dengan tujuan untuk menganalisis jawaban responden tentang bagaimana analisi ekuitas merek dan pengaruhnya kepada kepuasan mahasiswa serta implikasinya terhadap minat mereferensi.

3) Pengumpulan Data, dilakukan dengan mengumpulkan data dan penulusuran dokumen baik yang berupa tulisan-tulisan maupun data tentang perusahaan yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan berkaitan dengan kebijakan yang diambil perusahaan yang relevan dengan topik penelitian ini.

3.4.2. Data Sekunder

Data yang secara tidak langsung diperoleh peneliti guna mendukung data yang sudah ada sehingga lebih lengkap adalah tergolong data sekunder. Menurut (Narimawati, 2007: 51), “Data sekunder merupakan data yang sudah ada, data tersebut sudah dikumpulkan sebelumnya untuk tujuan-tujuan yang tidak mendesak”.

(73)

3.5. Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok atau sekumpulan individu-individu atau objek penelitian yang memiliki standar-standar tertentu dari ciri-ciri yang telah ditetapkan sebelumnya. Populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu atau objek pengamatan yang minimal memiliki persamaan karakteristik (Cooper dan Emory, 1995).

Penentuan populasi dari 18 Universitas Swasta di Bandung dalam penelitian ini dibatasi pada 5 Universitas Swasta di Bandung yang memiliki kesamaan karakteristik, yaitu UNPAS, UNPAR, UNIKOM, , UNISBA,

UNIVERSITAS WIDYATAMA (UTAMA). Untuk mempermudah

pengambilan sampel, maka populasi tersebut dikelompokkan seperti yang tertera dalam tabel dibawah ini :

Tabel 3.6

Pengelompokkan Unit Populasi Universitas Swasta di Kota Bandung

NO NAMA PERGURUAN TINGGI

Jumlah Mahasiswa

Tahun 2008

1 UNIVERSITAS PASUNDAN 14270

2 UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN 11216

3 UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 8290

4 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 5330

(74)

3.5.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap dapat mewakili populasi (Singarimbun, 1991). Hair et al (1995, dalam Ferdinand 2006) menemukan bahwa ukuran sampel yang sesuai adalah antara 100 sampai 200. Juga dijelaskan bahwa ukuran sampel minimum adalah sebanyak 5 observasi untuk setiap estimated parameter dan maksimal adalah 10 observasi dari setiap estimated parameter. Dalam penelitian ini, jumlah indikator penelitian sebanyak 19 sehingga jumlah sampel adalah 7 kali jumlah indikator atau sebanyak 7 x 19 = 133. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling (sampel bertujuan). Sampel yang purposive adalah sampel yang dipilih secara cermat sehingga relevan dengan penelitian (Nasution, 1995).

Selain itu, sampel bertujuan dilakukan dengan sengaja dengan catatan bahwa sampel tersebut harus dapat mewakili (representative) dari populasi yang akan diteliti (Marzuki, 2000). Manurut Arikunto (1997), pengambilan sampel dengan teknik bertujuan ini cukup baik karena sesuai dengan perimbangan peneliti sendiri sehingga bisa mewakili populasi. Keuntungannya terletak pada ketepatan peneliti memilih sumber data sesuai dengan variabel yang diteliti.

(75)

mendapatkan sampel yang repsentatif berdasarkan ukuran sampel minimal diatas. Adapun rumusnya sebagai berikut :

xn

N

N

n

i

i (Narimawati, 2007:78)

Dimana :

ni = Besarnya sampel pada strata/unit ke-i Ni = Besarnya populasi pada strata/unit ke-i N = Besarnya populasi keseluruhan

n = Besarnya ukuran sampel

Berdasarkan rumus tersebut maka besarnya sampel untuk tiap-tiap Universitas dihitung dalam tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.7

Perhitungan dan Alokasi sampel Mahasiswa ke Tiap-tiap Universitas Swasta di Kota Bandung yang diteliti

NO NAMA PERGURUAN TINGGI

Rata-Rata

1 UNIVERSITAS PASUNDAN 14270 42,8664 43

2 UNIVERSITAS KATOLIK

4 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 5330 16,01107 16

5 UNIVERSITAS WIDYATAMA 5169 15,52743 15

JUMLAH 44275 133 133

Sumber: Tabel 3.3 (diolah)

(76)

kemudian memilih sampel dengan menggunakan angka-angka random (Narimawati, 2007:33).

Adapun teknik penyampaiannya dengan menggunakan systematic sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel dimana teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang diberi nomor urut.(Sugiyono, 2009 : 84)

3.6. Metode Pengumpulan Data

Metode penumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket (kuesioner terstruktur) yang diberikan kepada responden, yaitu mahasiswa universitas. Pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner berupa pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup dibuat dengan menggunakan skala interval, untuk memperoleh data yang jika diolah menunjukkan pengaruh atau hubungan antara variabel. Sedangkan pertanyaan terbuka diperlukan untuk mendukung secara kualitatif dari data kuantitatif yang diperoleh dan akhirnya dapat digunakan sebagai implikasi manajerial.

(77)

7 5

2 3 4 10

1 6 8 9

mengumpul di tengah (grey area). Berikut gambaran pemberian skor atau nilai pada pertanyaan kuesioner penelitian ini:

Untuk kategori pertanyaan pada semua variabel menggunakan ukuran jawaban sangat tidak setuju dan sangat setuju.

Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju

Dalam penelitian ini, untuk memudahkan responden dalam menjawab kuesioner, maka skala penilaiannya sebagai berikut:

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Data

Atas kuesioner penelitian dilakukan pengujian reliabilitas dan validitas dari daftar pertanyaan yang digunakan, untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan valid dan reliabel sehingga apabila didapat hasil yang kurang baik dapat dilakukan perbaikan pertanyaan pada kuesioner agar lebih mencerminkan indikatornya.

(78)

mengukur apa yang seharusnya diukur. Nugroho (2005) menjelaskan validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat dari hasil output SPSS pada nilai Corrected Item-Total Corellation > r-tabel (Nugroho, 2005). Uji validitas juga dengan melihat hasil korelasi antara masing-masing item dengan skor total padaCorrected Item-Total Correlation฀≥0,41 (Santoso, 2000).

Uji reliabilitas merupakan uji keandalan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh sebuah alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya. Apabila suatu alat ukur ketika digunakan secara berulang dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten maka alat ukur tersebut diangap handal dan reliabel. Pengujian reliabilitas terhadap seluruh item/pertanyaan yang dipergunakan pada penelitian ini akan menggunakan formula Cronbach ’s Alpha (koefisien Alfa Cronbach), dimana secara umum dianggap reliabel apabila nilaiCronbach ’s Alpha> 0,70.

3.8. Teknik Analisis Data

(79)

Model kausal AMOS Menunjukkan pengukuran dan masalah yang struktural, dan digunakan untuk menganalisis dan menguji model hipotesis. Menurut Arbuckle dan Bacon dalam Ferdinand, (2006) AMOS mempunyai keistimewaan dalam :

1) Memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dari persamaan linear struktural.

2) Mengakomodasi model yang meliputi latent variabel.

3) Mengakomodasi kesalahan pengukuran pada variabel dependen dan independen.

4) Mengakomodasi peringatan yang timbal balik, simultan dan saling ketergantungan.

Penelitian ini akan menggunakan dua macam teknik analisis yaitu :

1) Confirmatory Factor Analysis pada SEM yang digunakan untuk mengkonfirmasikan faktor-faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel.

2) Regression Weight pada SEM yang digunakan untuk meneliti seberapa besar hubungan antar variabel.

Menurut Hair et.al., (1995) terdapat 7 langkah yang harus dilakukan bila menggunakanStructural Equation Model(SEM) yaitu :

3.8.1. Pengembangan Model Teoritis

(80)

digunakan bukan untuk menghasilkan sebuah model, tetapi digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis tersebut melalui data empirik.

3.8.2. Pengembangan Path Diagram

Dalam langkah kedua ini, model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama akan digambarkan dalam sebuahpath diagram, yang akan mempermudah untuk melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diuji. Dalam path diagram, hubungan antar konstruk akan dinyatakan melalui anak panah. Anak panah yang lurus menunjukkan sebuah hubungan kausal yang langsung antara satu konstruk dengan konstruk lainnya. Sedangkan garis-garis lengkung antara konstruk dengan anak panah pada setiap ujungnya menunjukkan korelasi antara konstruk-konstruk yang dibangun dalam path diagram yang dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu sebagai berikut:

1) Exogenous constructs yang dikenal juga sebagai source variables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh variabel yang lain dalam model. Konstruk eksogen adalah konstruk yang dituju oleh garis dengan satu ujung panah.

Gambar

Gambar 2.2. Piramida Awareness (Aaker, 1991)
Tabel 2.4
Gambar 2.3Kerangka Pemikiran Teoritis
Gambar 3.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi kewilayahan, pembinaan pemerintahan desa,

Dari hasil pengkajian dan observasi di atas penulis melakukan analisa data kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan prioritas adalah Nyeri

Berdasarkan Surat Penetapan Peringkat Teknis Nomor : 42 /Pan.JK-APBD/2011 tanggal 19 Juli 2011 untuk paket pekerjaan : Pengawasan Jalan dan Jembatan sumber dana APBD Kabupaten

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada tiga jenis pronomina persona dalam novel Mengejar-Ngejar Mimpi Karya Dedi Padiku, yaitu pronomina persona pertama,

a) Hasil evaluasi belajar siswa meningkat. b) Sebagian besar siswa sudah memahami materi. c) Siswa sudah berani maju mengerjakan soal. d) Siswa sudah

Timbangan ini dipasang pada bagian luar pabrik Casting (Penuangan) yang digunakan untuk menimbang MTC (Metal Transportation Car), yang digunakan untuk membawa ladle yang

Konversi syngas menjadi dimethyl ether dilaksanakan dalam reaktor unggun tetap dengan kondisi; perbandingan mol H 2 /CO=2/1; kecepatan aliran total 80-183 ml/menit (diukur pada

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan karunia yang begitu banyak sehingga penulis memiliki kesempatan dan kekuatan