• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Pelapis Kitosan untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw) Selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Pelapis Kitosan untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw) Selama Penyimpanan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PELAPIS KITOSAN UNTUK

MEMPERTAHANKAN MUTU SALAK PONDOH (

Salacca

edulis

Reinw

) SELAMA PENYIMPANAN

LENI MARLINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Pelapis Kitosan

untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw) Selama

Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

LENI MARLINA. Aplikasi Pelapis Kitosan untuk Mempertahankan Mutu Salak

Pondoh (Salacca edulis Reinw) selama Penyimpanan. Dibimbing oleh Y. ARIS

PURWANTO dan USMAN AHMAD.

Salak pondoh merupakan salah satu komoditas tropis Indonesia yang memiliki karakteristik eksotik tetapi bersifat mudah rusak. Kerusakan utama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti jamur. Terjadinya kerusakan pada salak pondoh menyebabkan terjadinya penurunan mutu. Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh dari aplikasi pelapis kitosan dan suhu penyimpanan dengan metode pelapisan yang berbeda dalam mempertahankan mutu salak pondoh selama penyimpanan. Metode pelapisan yang digunakan adalah pencelupan pada pangkal buah dan penyemprotan pada keseluruhan permukaan salak pondoh.

Penelitian diawali dengan penelitian pendahuluan untuk menganalisis efektifitas pelapis kitosan dalam mempertahankan mutu salak pondoh selama penelitian. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan kitosan berpotensi untuk diterapkan sebagai pelapis salak pondoh segar dengan menggunakan metode pelapisan yang berbeda dari penelitian pendahuluan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ditentukan pada penelitian lanjutan (utama) faktor pertama adalah konsentrasi kitosan yaitu kitosan 0.5, 1, 1.5% dan kontrol (tanpa pelapisan) dan faktor kedua adalah suhu penyimpanan yaitu suhu ruang (27-30 oC) dan suhu 15

o

C. Penelitian menggunakan dua metode pelapisan yang berbeda yaitu metode pencelupan pada pangkal buah dan metode semprot keseluruhan permukaan buah. Perlakuan diulang sebanyak dua kali. Parameter yang diamati adalah susut bobot, persentase kerusakan, tingkat kekerasan, total mikroba, total padatan terlarut dan total asam tertitrasi.

Hasil penelitian dengan metode pencelupan pada pangkal buah menunjukkan konsentrasi kitosan berpengaruh nyata terhadap susut bobot, persentase kerusakan, total mikroba, kekerasan, dan total asam; dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap susut bobot, persentase kerusakan, kekerasan, total mikroba, dan total asam. Interaksi konsentrasi kitosan dengan suhu penyimpanan pada salak pondoh dengan metode pencelupan pada pangkal buah berpengaruh nyata terhadap persentase kerusakan dan total mikroba. Selanjutnya hasil penelitian dengan metode penyemprotan pada seluruh permukaan buah menunjukkan konsentrasi kitosan berpengaruh nyata terhadap susut bobot, persentase kerusakan, kekerasan, total mikroba dan total asam; dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap susut bobot, persentase kerusakan, tingkat kekerasan, total mikroba dan total asam salak pondoh. Interaksi konsentrasi kitosan dengan suhu penyimpanan pada salak pondoh dengan metode penyemprotan seluruh permukaan buah memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan dan total mikroba. Pencelupan pangkal buah salak pondoh pada kitosan 1% disimpan suhu 15 oC adalah perlakuan terbaik dalam mempertahankan mutu salak pondoh dengan tingkat kerusakan 13.53% untuk penyimpanan 20 hari.

(6)

SUMMARY

LENI MARLINA. Application of Chitosan Coating on Snake Fruit (Salacca

edulis Reinw) to Maintain Its Quality During Storage. Supervised by Y. ARIS PURWANTO and USMAN AHMAD.

Snake fruit is one of the tropical comodities from Indonesia that is considered as exotic but highly perishable fruit. The main cause of damage due to fungal infection that will cause loss in quality. The objectives of this study were to analyze the effect of chitosan coating application and storage temperatures on the quality of fruits during storage. Method of coating were dipping only base fruit and spraying the whole fruit.

The study was begun with a preliminary study to analyze the effectiveness of chitosan coating in maintaining the quality of snake fruit during storage. The result of the step shown that chitosan could be applicated as coating on snake fruit by using difference methods. Concentrations of chitosan coating and storage temperatures were set as experimental conditions in a completely randomized design in main study. Method of coating were dipping only base of fruit and spraying the whole fruit. Concentrations of chitosan were 0.5,1,1.5% and control (without coating). Storage temperatures were room temperatures (27-30 oC) and 15 oC. The experiment was replicated twice. Observation was conducted on the following parameters: weight loss, percentage of decay, firmness, total plate count, total soluble solid and titrable acidity.

The result of dipping only base of fruit showed that chitosan consentrations resulted significant effect on weight loss, percentage of decay, firmness, total plate count, and titrable acidity; and storage temperatures resulted significant effect on weight loss, percentage of decay, total plate count, total soluble solid and titrable acidity. The interaction of chitosan concentrations with storage temperatures resulted significant on percentage of decay and total plate count by dipping only base of fruit. The results of spraying the whole fruit showed that chitosan consentrations resulted significant effect on weight loss, percentage of decay, firmness, total plate count and titrable acidity; and storage temperatures resulted significant effect on weight loss, percentage of decay, firmnes, total plate count, and titrable acidity. Interaction of chitosan concentrations with storage temperatures resulted significant effect on firmness and total plate count by spraying the whole fruit. Chitosan of 1% at 15 oC by dipping only base of fruit was the best treatment to maintain the quality of snake fruits with percentage of decay 13.53% for 20 days.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

APLIKASI PELAPIS KITOSAN UNTUK

MEMPERTAHANKAN MUTU SALAK PONDOH (

Salacca

edulis

Reinw

) SELAMA PENYIMPANAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

(11)

Judul Tesis : Aplikasi Pelapis Kitosan untuk Mempertahankan Mutu

Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw) Selama Penyimpanan

Nama : Leni Marlina

NIP : F152120111

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Y Aris Purwanto M.Sc Ketua

Dr Ir Usman Ahmad M.Agr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen

Prof Dr Ir Sutrisno, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 5 Februari 2015

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 hingga Juli 2014 ini dengan judul Aplikasi Pelapis Kitosan untuk Mempertahankan Mutu

Salak Pondoh (Salacca Edulis Reinw) selama Penyimpanan. Penulis

mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Dr Ir Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr Ir Usman Ahmad M.Agr, sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis.

2. Dr Ir Lilik Pujantoro M.Agr, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis.

3. Prof Dr Ir Sutrisno M.Agr, selaku ketua program studi Teknologi Pascapanen yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis.

4. Bapak Sulyaden dan Baskara E. Nugraha SP, selaku teknisi di laboratorium TPPHP Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, atas bantuan dan masukannya selama penelitian.

5. Bapak Vendi Suseno dan Ibu Dhina Natalia dari PT. Laris Manis Utama, atas kerjasama dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian.

6. Badan Litbang Pertanian sebagai penyelenggara dan penanggungjawab petugas belajar.

7. Suami Irwan S.Kom, Ayahanda Suwir, Ibunda Nurbaiti, serta saudara/i penulis Erman, Syafri, Agusman, Risnawati, Evi Marleni SE, Ferawati Fajrin SE,Tika Pertiwi serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya selama dalam proses studi.

8. Teman-teman Teknologi Pascapanen angkatan 2012 Muhammad Yusuf Antu, A. Khairun Mutia, Nurfitri Ramadhani, Khairul Mukhtarom, Monica Marpaung, Nur Arifiya, Rozana, Iman Sabarisman, Feru, Nur Setiasari, Sazli Tutur Risyahadi, Dini Nur Hakiki dan lainnya yang telah memberikan kritikan, bantuan, saran, dan semangat kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan ilmu serta penerapan pembelajaran, khususnya bagi Program Studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Salak pondoh (Salacca edulis Reiinw) 4

Panen dan Penanganan Pascapanen 6

Penyakit Pascapanen 7

Kitosan 8

Penyimpanan Suhu Rendah 9

METODE 10

Waktu dan Tempat Penelitian 10

Bahan 10

Alat 10

Prosedur Penelitian 10

Rancangan Percobaan 12

Parameter Pengamatan 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Karakteristik Salak Pondoh Setelah Panen 16

Penentuan Efektifitas Pelapis Kitosan 16

Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap

perubahan Mutu Salak Pondoh 20

Pendugaan Umur Simpan Salak Pondoh 30

SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 40

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi buah salak per 100 g buah 5

(16)

4 Hasil Pengamatan Mutu Awal Salak Pondoh 16 5 Pendugaan umur simpan salak pondoh pada perlakuan konsentrasi

kitosan dan suhu penyimpanan metode celup pangkal buah 35

DAFTAR GAMBAR

1 Anatomi buah salak 4

2 Cara pemanenan salak pondoh 7

3 Diagram alir prosedur penelitian 15 4 Perubahan persentase kerusakan salak pondoh pada suhu15 oC (a) dan

suhu ruang (b) penelitian pendahuluan 17 5 Perubahan susut bobot salak pondoh pada suhu15 oC (a) dan suhu ruang

(b) penelitian pendahuluan 18 6 Perubahan kekerasan salak pondoh pada suhu15 oC (a) dan suhu ruang

(b) penelitian pendahuluan 18 7 Perubahan total asam salak pondoh pada suhu15 oC (a) dan suhu ruang

(b) penelitian pendahuluan 19 8 Perubahan total padatan terlarut salak pondoh pada suhu15 oC (a) dan

suhu ruang (b) penelitian pendahuluan 19 9 Kerusakan salak pondoh selama penyimpanan 20 10 Perubahan persentase kerusakan salak pondoh metode celup pangkal

pada suhu 15 oC (a), celup pangkal pada suhu ruang (b), semprot pada

suhu 15 oC (c) dan semprot pada suhu ruang (d) 21 11 Perubahan total mikroba salak pondoh metode celup pangkal pada

suhu 15 oC (a), celup pangkal pada suhu ruang (b), semprot pada

suhu 15 oC (c) dan semprot pada suhu ruang (d) 23 12 Perubahan susut bobot salak pondoh metode celup pangkal pada

suhu 15 oC (a), celup pangkal pada suhu ruang (b), semprot pada

suhu 15 oC (c) dan semprot pada suhu ruang (d) 24 13 Perubahan kekerasan salak pondoh metode celup pangkal pada

suhu 15 oC (a), celup pangkal pada suhu ruang (b), semprot pada

suhu 15 oC (c) dan semprot pada suhu ruang (d) 26 14 Perubahan total asam salak pondoh metode celup pangkal pada

suhu 15 oC (a), celup pangkal pada suhu ruang (b), semprot pada

suhu 15 oC (c) dan semprot pada suhu ruang (d) 28 15 Perubahan total padatan terlarut salak pondoh metode celup pangkal

pada suhu 15 oC (a), celup pangkal pada suhu ruang (b), semprot pada

suhu 15 oC (c) dan semprot pada suhu ruang (d) 29 16 Hubungan linier antara persentase kerusakan dengan waktu

penyimpanan salak pondoh pada suhu 15 oC (a) dan suhu ruang (b)

metode celup pangkal buah 31

17 Hubungan linier antara persentase kerusakan dengan waktu

penyimpanan salak pondoh pada suhu 15 oC (a) dan suhu ruang (b)

metode semprot 32

18 Hubungan linier antara persentase kerusakan dengan waktu

penyimpanan salak pondoh pada suhu 15 oC (a) dan suhu ruang (b)

(17)

19 Hubungan linier antara persentase kerusakan dengan waktu

penyimpanan salak pondoh pada suhu 15 oC (a) dan suhu ruang (b)

metode semprot 34

20 Hubungan linier antara persentase kerusakan hasil pendugaan

dengan persentase kerusakan hasil salak pondoh perlakuan konsentrasi kitosan di suhu ruang metode celup pangkal buah (a) dan semprot (b) 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis sidik ragam persentase kerusakan (%) salak pondoh

penelitian pendahuluan 40

2 Hasil uji DMRT pengaruh jenis pelapis, suhu penyimpanan dan interaksinya terhadap persentase kerusakan (%) salak pondoh

penelitian pendahuluan 40

3 Hasil analisis sidik ragam susut bobot (%) salak pondoh penelitian

pendahuluan 41

4 Hasil uji DMRT pengaruh jenis pelapis, suhu penyimpanan dan interaksinya terhadap susut bobot (%) salak pondoh penelitian

pendahuluan 41

5 Hasil analisis sidik ragam kekerasan (kgf) salak pondoh penelitian

Pendahuluan 42

6 Hasil uji DMRT pengaruh jenis pelapis, suhu penyimpanan dan interaksinya terhadap kekerasan (kgf) salak pondoh penelitian

pendahuluan 42

7 Hasil analisis sidik ragam total asam (%) salak pondoh penelitian

pendahuluan 43

8 Hasil uji DMRT pengaruh jenis pelapis, suhu penyimpanan dan interaksinya terhadap total asam (%) salak pondoh penelitian

pendahuluan 43

9 Hasil analisis sidik ragam total padatan terlarut (oBrix) salak pondoh

penelitian pendahuluan 44 10 Hasil uji DMRT pengaruh jenis pelapis, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap total padatan terlarut (oBrix) salak pondoh

penelitian pendahuluan 44

11 Hasil analisis sidik ragam persentase kerusakan (%) salak pondoh

penelitian utama metode celup pangkal buah 45 12 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap persentase kerusakan (%) salak pondoh

penelitian utama metode celup pangkal buah 46 13 Hasil analisis sidik ragam total mikroba (cfu/g) salak pondoh penelitian

utama metode celup pangkal buah 47 14 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap total mikroba (cfu/g) salak pondoh penelitian

utama metode celup pangkal buah 48

15 Hasil analisis sidik ragam susut bobot (%) salak pondoh penelitian

(18)

interaksinya terhadap susut bobot (%) salak pondoh penelitian

utama metode celup pangkal buah 50

17 Hasil analisis sidik ragam kekerasan (kgf) salak pondoh penelitian

utama metode celup pangkal buah 51 18 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap kekerasan (kgf) salak pondoh penelitian

utama metode celup pangkal buah 52 19 Hasil analisis sidik ragam total asam (%) salak pondoh penelitian

utama metode celup pangkal buah 53 20 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap total asam (%) salak pondoh penelitian

utama metode celup pangkal buah 54

21 Hasil analisis sidik ragam total padatan terlarut (oBrix) salak pondoh

penelitian utama metode celup pangkal buah 55 22 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap total padatan terlarut (oBrix) salak pondoh

penelitian utama metode celu pangkal buah 56 23 Hasil analisis sidik ragam persentase kerusakan (%) salak pondoh

penelitian utama metode semprot 57 24 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap persentase kerusakan (%) salak pondoh

penelitian utama metode semprot 58 25 Hasil analisis sidik ragam total mikroba (cfu/g) salak pondoh penelitian

utama metode semprot 59 26 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap total mikroba (cfu/g) salak pondoh penelitian

utama metode semprot 60

27 Hasil analisis sidik ragam susut bobot (%) salak pondoh penelitian

utama metode semprot 61 28 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap susut bobot (%) salak pondoh penelitian

utama metode semprot 62

29 Hasil analisis sidik ragam kekerasan (kgf) salak pondoh penelitian

utama metode semprot 63

30 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan interaksinya terhadap kekerasan (kgf) salak pondoh penelitian

utama metode semprot 64 31 Hasil analisis sidik ragam total asam (%) salak pondoh penelitian

utama metode semprot 65 32 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap total asam (%) salak pondoh penelitian

utama metode semprot 66

33 Hasil analisis sidik ragam total padatan terlarut (oBrix) salak pondoh

penelitian utama metode semprot 67 34 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan

interaksinya terhadap total padatan terlarut (oBrix) salak pondoh

penelitian utama metode semprot 68

(19)

metode celup pangkal (a) dan semprot (b) 69 36 Penampilan warna daging buah pada hari ke-12 waktu penyimpana

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salak pondoh (Salacca edulis Reinw) merupakan salah satu buah eksotik Indonesia yang digemari masyarakat karena rasanya manis, renyah, bernilai gizi, dan bernilai ekonomis. Buah salak bernilai ekonomis karena memiliki peluang pasar yang luas baik dalam maupun luar negeri (ekspor). Peluang pasar semakin luas dengan adanya peningkatan jumlah negara tujuan ekspor dari 10 negara tahun 2012 menjadi 15 negara tahun 2014 (PDSIP 2014).

Sama seperti komoditas hortikultura lainnya, salak pondoh juga mudah mengalami kerusakan setelah dipanen. Selama pendistribusian, pemasaran dan penyimpanan, salak pondoh mengalami perubahan yang mengarah pada penurunan mutu (Santosa 2007). Penurunan mutu salak meliputi kulit buah berangsur-angsur mengering sehingga sulit dikupas dan daging buah berubah warna menjadi coklat, lunak, berair dan busuk. Kerusakan salak pondoh bisa disebabkan reaksi enzimatis, reaksi kimia dan aktivitas mikroorganisme (Rahmawati 2010). Aktivitas mikroorganisme merupakan penyebab utama kerusakan salak pondoh. Penyakit busuk buah diawali dengan gejala jamur putih oleh Chalaropsis sp. merupakan salah satu penyebab utama menurunnya tingkat pemasaran salak (Pratomo et al. 2009). Buah yang terserang jamur putih menjadi busuk berair dan akibatnya buah tidak bisa dikonsumsi (Sutoyo dan Suprapto 2010). Kondisi ini menyebabkan salak pondoh tidak bisa tersedia dalam waktu yang lama. Salak segar setelah dipanen hanya mampu bertahan sampai 6-7 hari.

Metode untuk mempertahankan mutu salak pondoh selama penyimpanan diantaranya adalah pelapisan buah dengan pelapis alami sekaligus berfungsi sebagai antimikroba dan penyimpanan suhu dingin. Kitosan telah terbukti mampu sebagai antimikroba dan sebagai pelapis produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan lingkungan (Hardjito 2006; Bautista-Banos et al. 2006). Penyimpanan suhu rendah mampu menghambat aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan (Muchtadi et al. 2010; Syah 2013). Penyimpanan suhu rendah juga dapat menghambat susut bobot, mempertahankan kadar air serta mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan (Purwanto 2012). Penyimpanan pada suhu 15 oC terbukti mampu memperpanjang umur simpan salak pondoh (Rahmawati 2010).

(22)

2

mengaplikasikan pelapis kitosan pada salak pondoh untuk mempertahankan mutu selama penyimpanan tanpa membuat kondisi buah menjadi lembab. Metode pelapisan yang bisa dilakukan adalah pencelupan kitosan pada pangkal buah salak pondoh.

Proses pemanenan memungkinkan terjadinya pelukaan pada pangkal salak pondoh. Pelukaan semakin membantu infeksi jamur putih dimana salak pondoh lepas tandan lebih rentan oleh infeksi jamur putih dibandingkan yang masih menempel pada tandan (Pratomo et al. 2009). Salak pondoh selama pendistribusian, pemasaran, dan penyimpanan umumnya telah dilepas dari tandannya (tanpa tandan). Pencelupan pada pangkal salak pondoh dengan kitosan diharapkan mampu menutupi luka pada pangkal buah sehingga menghambat penurunan mutu salak pondoh selama penyimpanan. Metode lainnya yang bisa dilakukan untuk mengaplikasikan kitosan pada salak pondoh adalah metode penyemprotan. Metode penyemprotan adalah metode pelapisan yang umum digunakan pada buah-buahan dan sayur-sayuran (Krochta et al. 1994). Metode semprot lebih memungkinkan diaplikasikan dalam skala besar.

Pelapisan kitosan pada pangkal salak pondoh dan metode penyemprotan seluruh permukaan buah merupakan metode yang belum diaplikasikan di lapangan. Hal ini menyebabkan belum diketahui konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan optimum dalam usaha mempertahankan mutu salak pondoh selama penyimpanan. Rahmawati (2010) telah melakukan pelapisan buah salak dengan konsentrasi kitosan 0.5, 1, dan 1.5% dan disimpan di suhu ruang dan suhu 15 oC. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk menganalisis pengaruh konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan yang optimum dalam mempertahankan mutu salak pondoh selama penyimpanan.

Perumusan Masalah

Penurunan mutu salak pondoh disebabkan terjadinya pengeringan kulit buah yang menyebabkan sulit dikupas dan perubahan warna daging buah menjadi coklat, lunak, berair dan busuk. Kerusakan utama disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti jamur.Kitosan merupakan salah satu pelapis alami yang sekaligus berfungsi sebagai antimikroba. Akan tetapi dalam pengaplikasian kitosan pada buah salak pondoh memiliki kelemahan karena kurang efektif diaplikasikan dengan metode pencelupan keseluruhan permukaan buah karena menyebabkan salak pondoh menjadi lembab. Kondisi lembab mampu mempercepat proses pembusukan salak pondoh. Metode pencelupan pada pangkal buah dan metode penyemprotan merupakan metode alternatif untuk mengaplikasikan kitosan pada salak pondoh untuk menekan tingkat kerusakan, susut bobot, dan penurunan mutu lainnya. Dengan mengkombinasikan perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan yang berbeda diharapkan dapat dipertahankan kualitas buah salak pondoh selama penyimpanan baik dengan metode pencelupan pangkal buah maupun penyemprotan seluruh permukaan buah sehingga umur simpan menjadi lebih panjang.

Tujuan Penelitian

(23)

3

dalam mempertahankan mutu salak pondoh (Salacca edulis Reinw) selama penyimpanan.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan interaksinya terhadap perubahan mutu salak pondoh dengan metode pencelupan pada pangkal buah selama penyimpanan.

2. Menganalisis pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan interaksinya terhadap perubahan mutu salak pondoh dengan metode penyemprotan seluruh permukaan buah selama penyimpanan.

3. Menentukan kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan terbaik dalam memperpanjang umur simpan salak pondoh.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan interaksinya yang berguna untuk mempertahankan penurunan mutu salak pondoh metode pencelupan pada pangkal buah selama penyimpanan

2. Terdapat pengaruh konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan interaksinya yang berguna untuk mempertahankan penurunan mutu salak pondoh metode penyemprotan seluruh permukaan buah selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu :

1. Diketahui efektiktifitas kitosan pada penelitian pendahuluan yang dapat diterapkan sebagai pelapis salak pondoh segar pada penelitian lanjutan (utama). 2. Menghasilkan konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan interaksinya yang

terbaik dalam mengurangi penurunan mutu dari salak pondoh metode celup pangkal pangkal buah.

3. Menghasilkan konsentrasi kitosan, suhu penyimpanan dan interaksinya yang terbaik dalam mengurangi penurunan mutu dari salak pondoh metode penyemprotan seluruh permukaan buah.

(24)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Salak (Salacca edulis Reinw)

Salak merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang menyebar ke Filipina, Malaysia, Brunei, dan Thailand melalui para pedagang. Di beberapa daerah, tanaman ini berkembang sesuai dengan spesifikasi lokasi, sehingga secara umum komoditas ini dikelompokkan sebagai berikut: salak jawa (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) dengan biji 2-3 butir dan daging buah berwarna putih tulang kekuningan, salak bali (Salacca amboinensis (Becc) Mogea) dengan biji 1–2 butir dan daging buah berwarna putih tulang kekuningan, dan salak padang sidempuan (Salacca sumatrana (Becc)) yang berdaging agak kemerahan (Nixon 2009). Secara umum klasifikasi ilmiah salak adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Ordo : Liliopsida Famili : Arecaceae

Genus : Salacca

Spesies : S. Zalacca

Buah salak tersusun atas 3 bagian utama, yaitu kulit, daging, buah dan bagian biji. Bagian kulit tersusun atas sisik–sisik yang tersusun seperti genting dan kulit ari yang langsung menyelimuti daging buah. Kulit ari berwarna putih transparan. Warna sisik buah salak ada yang berwarna coklat kehitaman, coklat kemerahan, dan coklat keputihan tergantung kultivarnya. Anatomi buah salak secara umum dapat dilihat pada Gambar 1 (Suter 1988).

Keterangan :

1. Pangkal buah 2. Ujung buah

3. Kulit luar dan sisik 4. Daging buah 5. Kulit ari 6. Biji 7. Embrio

Gambar 1 Anatomi buah salak

(25)

5 kuning, dan pondoh hitam-merah. Jenis yang paling terkenal adalah pondoh super yang berukuran paling besar dan beratnya bisa mencapai 100 g/buah (Nixon 2009). Salak pondoh super berbentuk lonjong dengan ukuran 10-20 buah/kg. Warna kulit coklat kekuningan, daging buah berwarna putih dan rasanya lebih enak dibandingkan salak pondoh hitam.

Kandungan Gizi Buah Salak

Salak merupakan komoditas yang kaya dengan kandungan gizi berupa kalori, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Komposisi kimia daging buah salak berubah dengan semakin meningkatnya umur buah dan bervariasi menurut varietasnya. Salak mempunyai kandungan kimiawi yang relatif konstan pada umur 5 bulan sesudah bunga mekar. Pada umur 5 bulan setelah bunga kadar gulanya mencapai nilai tertinggi, sedangkan kadar asamnya dan taninnya terendah. Hal ini yang menyebabkan umur 5 bulan setelah bunga mekar adalah umur panen terbaik untuk konsumsi karena rasanya manis dan rasa asam hampir tidak ada (Putra 2011). Kandungan gizi buah salak secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia daging buah salak (setiap 100 gr daging buah)

Kandungan Gizi Proporsi

Kalori

Bagian yang dapat dimakan

(26)

6

Tabel 2 Karakteristik fisik dan kimia salak pondoh super

Parameter mutu Umur panen salak pondoh super bulan ke-

4 5 6

Panjang buah (mm) 40.84 60.47 70.50

Diameter buah (mm) 32.21 42.31 52.84

Berar buah (g) 20.17 39.94 74.00

Bagian dapat dimakan (mg/g) 365.80 665.90 674.20

Berat kering (mg/g) 177.90 195.90 186.20 diklasifikasikan menjadi 3, yaitu ukuran 1 untuk salak yang berbobot > 120 gram per buah, ukuran 2 berbobot 101–120 gram per buah, dan ukuran 3 berbobot 80-100 gram per buah.

Tabel 3 Kelas mutu buah salak berdasarkan SNI 3167–2009

Tingkat Mutu I Mutu II

Panen dan Penanganan Pascapanen

(27)

7

dan penyimpanan yang lama, sebaiknya buah salak dipetik waktu kematangan 80 % (5–5.5 bulan setelah bunga mekar). Ciri buah yang sudah tua dan siap panen yaitu susunan sisik kulit buah jarang, secara umum warna kulit buah kuning tua atau coklat kemerahan, kulit buah mengkilap, rambut atau duri halus pada buah sudah hilang, bagian ujung buah yang runcing sudah terasa lunak bila ditekan dan buah salak mudah terkelupas dari tangkainya (Sutoyo dan Suprapto 2010).

Peralatan yang digunakan untuk memanen salak pondoh yaitu pisau, sabit, dan pahat yang tajam. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong tandan buah dengan pisau atau sabit apabila buah dalam tandan matang keseluruhan (Gambar 2). Jika buah matang hanya sebagian maka panen dilakukan dengan cara memipil buah yang telah matang.

Gambar 2 Cara pemanenan salak pondoh

Seperti komoditas hortikultura lainnya, buah salak mudah mengalami kerusakan dan memiliki umur simpan yang pendek. Kerusakan ditandai bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Setelah dipanen buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologis (perubahan warna, pernafasan, proses biokimia dan perombakan fungsional dengan adanya pembusukan mikroorganisme). Oleh sebab itu diperlukan penanganan pascapanen agar umur simpan salak pondoh lebih lama. Secara umum penanganan pascapanen salak pondoh terdiri atas pengumpulan, sortasi dan grading, pengemasan dan pengangkutan (Prihatman 2000).

Penyakit Pascapanen

Penyakit pascapanen adalah penyakit yang muncul dan berkembang setelah periode pascapanen, tanpa mempedulikan kapan terjadinya inokulasi, penetrasi, dan infeksinya. Tidak semua penyakit pascapanen yang inokulasi, penetrasi, dan infeksinya terjadi sebelum memasuki periode pascapanen atau masih di dalam periode prapanen seperti antraknos pada mangga, busuk coklat pada jeruk, penyakit kudis pada kentang dan lain-lain. Banyak penyakit pascapanen yang inokulasi, penetrasi, dan infeksinya benar-benar terjadi dalam periode pascapanen seperti busuk asam pada jeruk, busuk arang pada ubi jalar, busuk lunak pada ubi jalar, busuk hitam pada bawang merah, dan lain-lain (Martoredjo 2009).

(28)

8

menyebabkan penyakit busuk pada buah salak menunjukkan kebusukan salak pondoh disebabkan oleh Chalaropsis sp (Pratomo et al. 2009). Buah salak yang disimpan dengan tandan lebih tahan dibandingkan salak pondoh yang telah terlepas dari tandannya dan infeksi jamur semakin cepat dengan adanya luka pada salak pondoh (Pratomo et al. 2009). Buah yang terserang menjadi busuk berair, dan akibatnya tidak dapat dikonsumsi. Pemicu penyakit ini adalah kelembaban yang tinggi. Pengendaliannya dilakukan dengan membuang buah salak yang rusak agar tidak menular ke buah sehat dan melakukan pemangkasan daun tanaman maupun tanaman penaung yang terlalu rimbun (Sutoyo dan Suprapto 2010).

Buah salak yang disimpan dalam bentuk tandan akan memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan buah buah salak yang disimpan dalam bentuk butiran. Hal ini disebabkan karena saat pemetikan buah salak dari tandannya, akan terjadi pelukaan, memar, dan terpotong pada pangkal buah akan semakin mempercepat proses pembusukan buah (Nasution 2011). Tumbuhnya jamur pada salak pondoh disebabkan karena meningkatnya kelembaban relatif ruangan sebagai akibat respirasi yang tidak bebas, bersifat sangat aktif yang mampu mengubah senyawa organik komplek yang akan menyebabkan pembusukan. Selain itu tumbuhnya jamur juga disebabkan karena berasal dari spora yang berada di udara luar yang menempel pada kulit buah salak pondoh (Waryat dan Rahmawati 2010).

Kitosan

Kitosan merupakan turunan kitin dengan rumus N-asetil-D-Glukosamin, polimer kationik yang mempunyai jumlah monomer 2000-3000 monomer, tidak toksik dan mempunyai berat mulekul sekitar 800 kda. Kitosan dapat berinteraksi dengan bahan-bahan bermuatan seperti protein, polisakarida, asam lemak, asam empedu fosfolipid. Kitosan mempunyai sifat fisik, biologi dan kimiawi yang baik diantaranya dapat didegradasi, diperbaharui, dan tidak toksik. Sumber utama kitosan adalah kepiting, udang, dan jamur. Berdasarkan sifat-sifat tersebut maka dalam 20 tahun terakhir kita menjadi perhatian yang besar bagi para peneliti (Suptijah 2006).

Kitosan mempunyai sifat larut asam dan air, mampu membentuk gel yang stabil dan memiliki muatan dwi kutub yaitu muatan negatif pada gugus karboksilat dan muatan positif pada gugus NH. Gugus amin/NH yang reaktif dan gugus hidrosil yang banyak serta kemampuan membentuk gel menyebabkan kitosan berperan sebagai komponen reaktif, pengkelat, pengikat, pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film/coating, flokulan, koagulan (Shahidi et al. 1999). Dengan gugus fungsi yang unik itulah kitosan dapat diaplikasikan di bidang– bidang kesehatan, kosmetik, farmasi, pangan/pakan, pengolahan limbah, tekstil, kertas, dan lain-lainnya (Suptijah 2006).

(29)

9

telah dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan fungi. Diantara mekanisme kerja kitosan sebagai antimikroba adalah gugus amina dari kitosan yang bermuatan positif berikatan dengan membran sel mikroba yang bermuatan negatif sehingga menyebabkan kebocoran membran sel dan konstituen interseluler lainnya dari mikroorganisme (Shahidi et al. 1999), menghambat proses sintesis RNA dan protein dari mikroba, berfungsi sebagai pengkelat yang akan mengikat komponen esensial sehingga jamur terganggu pertumbuhannya (Aranaz et al. 2009). Pada salak pondoh kitosan telah diaplikasikan. Penggunaan kitosan 0.5% mampu menghambat kerusakan fisik dan kimia salak pondoh selama penyimpanan (Waryat dan Rahmawati (2010).

Penyimpanan Suhu Rendah

Penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu cara yang umum digunakan untuk memperpanjang umur simpan (pengawetan) produk pangan termasuk buah-buahan. Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk menghambat aktivitas mikroorganisme, enzim, reaksi kimia dan biokimia yang berperan dalam kerusakan produk pangan. Suhu rendah untuk pendinginan diartikan sebagai suhu di bawah suhu udara normal tetapi berada di atas suhu beku. Penyimpanan suhu rendah dengan proses pendinginan umumnya dilakukan pada kisaran suhu 60 oF (16 oC) sampai dengan 28 oF (-2oC) (Syah 2013).

Buah-buahan adalah termasuk komoditas segar yang akan tetap kehilangan air dan menguap ke lingkungan sekelilingnya. Setelah panen kehilangan air tidak dapat digantikan oleh tanaman dan kehilangan berat akan terjadi. Kehilangan air sebagai hasil gradient uap air antara kejenuhan atmosfer internal (ruang dalam sel) dan kejenuhan yang rendah atmosfer sekelilingnya. Uap air akan mengalami perpindahan secara langsung ke konsentrasi yang lebih rendah melalui pori-pori di permukaan buah dan permukaan-permukaan luka. Laju perpindahan uap air dipengaruhi oleh perbedaan tekanan uap antara produk dan lingkungannya yang disebabkan oleh suhu dan kelembaban relatif dimana udara yang hangat dapat memegang lebih banyak uap air daripada udara dingin. Kelembaban relatif adalah ukuran jumlah uap air sebagai persen jumlah udara yang dapat memegang pada temperatur tertentu (Santoso dan Purwoko 1995). Penyimpanan suhu rendah mampu mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan hasil pertanian karena dapat menurunkan laju respirasi dan transpirasi (Purwanto et al. 2012) yang menyebabkan kehilangan air.

(30)

10

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2013 sampai dengan Juli 2014 di Packing House PT. Laris Manis Utama Cabang Semarang dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah salak pondoh yang dipanen pada kematangan 80% (5-6 bulan setelah bunga mekar/penyerbukan). Salak pondoh diperoleh dari petani di Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian adalah kitosan, lilin lebah, air destilat, asam asetat, tri etanol amin, asam oleat, NaOH, penolptalein, media PCA, dan bahan-bahan penunjang penelitian lainnya.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah lemari pendingin bersuhu 15

o

C untuk penyimpanan, refraktometer Atago PR-210 untuk mengukur total padatan terlarut, rheometer tipe CR-300DX untuk mengukur tingkat kekerasan, keranjang plastik berlubang untuk kemasan buah, hand sprayer untuk menyemprot salak pondoh, wadah pencelupan, timbangan analitik Adam PW184, pengaduk, gelas ukur, net plastik dan alat-alat penunjang penelitian lainnya.

Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan mengetahui efektifitas pelapis kitosan dibandingkan pelapis lainnya dalam mempertahankan mutu salak pondoh selama penyimpanan. Penelitian pendahuluan diawali dengan pemaanenan salak pondoh oleh petani pada kematangan 80% selanjutnya dibersihkan, disortasi, dan digrading untuk mendapatkan sejumlah buah yang seragam. Buah yang telah dipersiapkan selanjutnya dibawa ke Packing House PT. Laris Manis Utama Cabang Semarang.

(31)

11

sedikit sambil diaduk dan diikuti dengan penambahan asam oleat (20 ml). Air yang telah dipanaskan (suhu 70–76 oC) ditambahkan perlahan–lahan ke dalam campuran tersebut sambil terus dilakukan pengadukan sampai mencapai volume 1000 ml.

Setelah kitosan 0.5% dan lilin lebah 10% dipersiapkan selanjutnya dilakukan aplikasi pelapisan dengan cara pencelupan keseluruhan permukaan salak pondoh pada larutan kitosan 0.5%, pada lilin lebah 10% dan pada kitosan 0.5% dilanjutkan dengan lilin lebah 10% (perlakuan dua pelapis) selama 2 menit. Buah yang telah diperlakuan tersebut selanjutnya dikeringkan dengan kipas angin. Buah yang tidak dicelupkan pada pelapis adalah buah kontrol. Setelah buah kering dilakukan pengemasan dengan keranjang plastik berlubang dan diangkut ke laboratorium TPPHP Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Salak pondoh yang telah tiba di laboratorium disimpan pada suhu ruang dan suhu 15 oC. Pengamatan dilakukan terhadap salak pondoh yang telah diperlakukan meliputi persentase kerusakan, susut bobot, kekerasan, total asam dan total padatan terlarut.

Penelitian Utama (Lanjutan)

Penelitian utama terdiri atas 5 tahapan penelitian yaitu persiapan salak pondoh, pembuatan larutan kitosan, aplikasi pelapisan, penyimpanan, dan pengamatan.

A. Persiapan Salak Pondoh

Salak pondoh dipanen oleh petani pada umur 5-6 bulan setelah bunga mekar pada sore hari pukul 16-00 sampai dengan 18.00 wib. Setelah dipanen salak pondoh dibawa ke rumah pengumpul terdekat untuk dilakukan pembersihan, sortasi dan grading besok harinya pukul 08.00 wib sampai dengan 12.00 wib. Proses pembersihan dilakukan dengan menggunakan mesin pembersih untuk membersihkan pasir dan debu yang masih menempel pada salak pondoh. Buah yang telah dibersihkan selanjutnya disortasi dan digrading untuk memisahkan buah cacat dan tidak seragam. Salak pondoh dari hasil proses sortasi dan grading dikemas sebanyak 84 buah untuk setiap perlakuan dengan keranjang plastik berlubang. Buah yang telah dikemas selanjutnya dibawa ke PT. Laris Manis Utama Cabang Semarang pada sore harinya dengan waktu tempuh 3-5 jam.

B. Pembuatan Larutan Kitosan 0.5, 1 dan 1.5% (Rahmawati 2010)

Pembuatan larutan kitosan dilakukan dengan cara melarutkan kitosan 0.5, 1 dan 1.5% dalam larutan asam asetat glasial 1% pada suhu 40 oC selama 30 menit sambil diaduk sampai homogen. Perbandingan kitosan dengan asam asetat 1% adalah 1:100 (w/v).

C. Aplikasi Pelapisan

Aplikasi pelapisan pada penelitian utama terdiri atas dua metode pelapisan yaitu pencelupan pada pangkal buah dan penyemprotan pada keseluruhan permukaan buah salak pondoh.

a. Pencelupan pada Pangkal Buah

(32)

12

pada larutan pelapis adalah buah perlakuan kontrol. Buah yang telah diperlakukan langsung dikemas dengan kemasan plastik berlubang tanpa melalui proses pengeringan dengan kipas angin.

b. Penyemprotan pada Keseluruhan Permukaan Buah

Aplikasi pelapisan dengan cara menyemprotkan kitosan 0.5%, 1% dan 1.5% pada keseluruhan permukaan salak pondoh dengan menggunakan hand sprayer. Buah yang tidak disemprot permukaannya dengan larutan pelapis adalah buah perlakuan kontrol. Buah yang telah diperlakukan tersebut dikeringkan dengan kipas angin sampai kering. Buah dari hasil perlakuan setelah kering dikemas dengan kemasan plastik berlubang.

D. Penyimpanan

Buah hasil perlakuan dan buah kontrol yang telah dikemas dalam keranjang plastik berlubang selanjutnya dibawa ke Laboratorium TPPHP, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Pengangkutan dengan waktu tempuh ± 24 jam dengan menggunakan mobil tanpa pendingin. Buah yang telah tiba di Laboratorium TPPHP Departemern Teknik Mesin dan Biosistem, IPB langsung disimpan pada suhu ruang dan suhu 15 oC.

E. Pengamatan

Untuk mengetahui perubahan mutu salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 15 oC dan suhu ruang dilakukan pengamatan. Pengamatan terhadap perubahan mutu salak pondoh selama penyimpanan terdiri atas susut bobot, persentase kerusakan, kekerasan, total mikroba, total padatan terlarut dan total asam tertitrasi.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, yang terdiri atas dua faktor dengan dua kali ulangan.

Penelitian Pendahuluan

Faktor pertama (I) adalah jenis pelapis terdiri atas kitosan 0.5%, lilin lebah 10%, kitosan 0.5% dilanjutkan lilin lebah 10% (dua pelapis), dan kontrol (tanpa pelapis). Faktor kedua (II) adalah suhu penyimpanan terdiri atas suhu 15 oC dan suhu ruang (27–30 oC).

Model Rancangan dari penelitian ini adalah :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij+ €ijk (1)

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan jenis pelapis dan suhu penyimpanan

µ = Nilai rataan umum

Ai = Pengaruh utama jenis pelapis

Bj = Pengaruh utama suhu penyimpanan

(AB)ij = Pengaruh interaksi jenis pelapis dan suhu penyimpanan

€ijk = Galat percobaan

Dengan :

(33)

13

j = 1,2 (Suhu Penyimpanan) k = 1,2 (Ulangan)

Penelitian Utama (Lanjutan)

Jenis pelapis terpilih pada penelitian pendahuluan (kitosan) digunakan pada penelitian utama (lanjutan) sebagai faktor utama. Faktor pertama (I) adalah konsentrasi kitosan terdiri atas kitosan 0.5, 1, 1.5% dan kontrol (tanpa pelapis). Faktor kedua (II) adalah suhu penyimpanan terdiri atas suhu 15 oC dan suhu ruang (27–30 oC).

Model Rancangan dari penelitian ini adalah :

Yijk = µ + Pi + Kj + (PK)ij+ €ijk (2)

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan konsentrasi kiosan dan suhu penyimpanan

µ = Nilai rataan umum

Pi = Pengaruh utama konsentrasi kitosan

Kj = Pengaruh utama suhu penyimpanan

(PK)ij = Pengaruh interaksi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan

€ijk = Galat percobaan

Dengan :

i = 1,2,3,4 (Konsentrasi Kitosan) j = 1,2(Suhu Penyimpanan)

k = 1,2 (Ulangan)

Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan taraf nyata 5%, bila berpengaruh nyata maka dilanjutkan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test). Pengamatan dilakukan setiap 2 dan 4 hari sekali selama dua 20 hari.

Parameter Pengamatan

Persentase Kerusakan (Santosa 2007)

Pengukuran terhadap besarnya kerusakan salak pondoh selama penyimpanan dilakukan dengan cara pemisahan dan penimbangan salak pondoh yang rusak. Kriteria kerusakan meliputi permukaan kulit buah berjamur dan busuk lunak pada pangkal buah. Adanya jamur pada kulit buah dan lunak pada pangkal buah diamati secara fisik dan visual. Lunak pada pangkal buah dan berjamur pada kulit buah dikategorikan sebagai buah rusak. Besarnya kerusakan yang terjadi dinyatakan dalam persentase kerusakan berdasarkan persamaan (3) dan dinyatakan dalam persen (%).

Total Mikroba/Total Plate Count (AOAC 1995)

Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah mikroba (jamur dan bakteri) yang ada dalam larutan sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 34 g KH2PO4 sebagai larutan stock buffer phospate dengan 500

ml aquadest, pH diatur hingga 7,2. Setelah itu ditambahkan aquadest hingga 1000 ml menggunakan labu takar. Untuk pembuatan media, timbang 17.5 g media PCA Persentase kerusakan (%) = Jumlah salak pondoh rusak x 100% (3)

(34)

14

larutkan dengan aquadest sebanyak 1000 ml, panaskan media menggunakan hot plate sambil diaduk-aduk hingga mendidih. Tutup dengan sumbat kapas dan sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit. Selanjutnya persiapan uji, timbang 25 g atau pipet sebanyak 25 ml sampel ke dalam stomacher selama 30 detik, sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Dari pengenceran 10-1 pipet sebanyak 1 ml dan masukan ke dalam cawan petri steril dan dibuat duplo. Banyaknya pengenceran 10-5 sesuai kebutuhan penelitian. Selanjutnya tuang media PCA ke dalam cawan petri steril sebanyak 15-20 ml sambil diputar dan digoyang sedemikian rupa sehingga suspensi tersebar merata dan padat. Setelah padat semua cawan petri diinkubasi pada suhu 35 oC selama 48 jam dengan posisi terbalik. Setelah itu dilakukan perhitungan jumlah koloni dengan satuan CFU g-1 (coloni forming Unit per gram).

Susut bobot (AOAC 1990)

Pengukuran susut bobot menggunakan metode gravimetri yaitu berdasarkan persentase penurunan susut bobot bahan sejak awal sampai akhir penyimpanan. Susut bobot diperoleh dengan cara mengukur berat awal dan berat akhir, kemudian dimasukan dalam persamaan (4) dan dinyatakan dalam persen (%).

Kekerasan (Andrianis 2004)

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheometer tipe CR-300DX, dengan beban maksimum 10 kg; kedalaman 10 mm; dan diameter probe 5 mm. Pengukuran dilakukan dengan cara menusuk ujung buah salak yang telah dibuka kulitnya dengan jarum yang menempel pada alat tersebut sebanyak 3 kali pada tempat yang berbeda. Nilai kekerasan salak pondoh akan terlihat pada alat digital (display rheometer).

Total Padatan Terlarut (AOAC 1990)

Total padatan terlarut ditentukan dengan menggunakan alat Refractometer, dimana bahan dihaluskan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau diblender, kemudian diambil sarinya sebagai sampel pengujian. Selanjutnya sampel diletakkan di atas obyek gelas yang terdapat pada Refractometer Atago PR-210, sehingga total padatan terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display skala pembacaan dalam satuan oBrix.

Total Asam Tertitrasi (AOAC 1990)

Sebanyak 25 gram buah dihancurkan dan dilarutkan dalam 250 ml air destilata dan ditimbang. Sebanyak 25 ml filtrat tersebut kemudian diberikan indikator phenolphtalein kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu yang konstan.

Dimana : P = Jumlah pengenceran

BE = Berat equivalen asam malat untuk salak pondoh N = Normalitas NaOH

Susut bobot ( %) = W awal –W akhir x 100% (4) W awal

(35)

15

Gambar 3. Diagram alir prosedur penelitian

(36)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Salak Pondoh Setelah Panen

Pengukuran karakteristik awal dilakukan pada salak pondoh yang dipanen pada kematangan 80% (umur 5-6 bulan setelah penyerbukan/bunga mekar). Pemanenan salak pondoh pada kematangan 80% adalah termasuk pemanenan yang paling tepat untuk tujuan pemasaran (Lestari et al. 2013). Karakteristik awal salak pondoh yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pengamatan total padatan terlarut dan total asam yang diperoleh pada pengamatan ini sesuai dengan hasil pengamatan Santosa (2007) dan Lestari et al. (2013).

Tabel 4 Hasil Pengamatan Mutu Awal Salak Pondoh Parameter Hasil Pengamatan

Bobot (gr) 85 gr

Tingkat Kerusakan 0%

Tingkat Kekerasan 3.06 Kgf

Total Mikroba 4.3 x 102 cfu/gr

Tingkat Kemanisan 17.5 oBrix

Total Asam 0.30 %

Penentuan Efektifitas Pelapis Kitosan

Persentase Kerusakan

(37)

17

Gambar 4 Perubahan persentase kerusakan salak pondoh di suhu 15 oC (a) dan suhu ruang (b) penelitian pendahuluan

Besarnya kerusakan salak pondoh perlakuan dua pelapis (kitosan 0.5% dan lilin lebah 10%) kemungkinan disebabkan karena meningkatnya kelembaban salak pondoh akibat perlakuan dua pelapis. Penggunaan dua pelapis menyebabkan lama pencelupan menjadi dua kali lebih lama dibandingkan dengan salak pondoh perlakuan kontrol, kitosan 0.5% dan lilin lebah 10% (satu pelapis). Meningkatnya kelembaban salak pondoh akan memudahkan tumbuhnya jamur yang menyebabkan kerusakan. Waryat dan Rahmawati (2010) juga menyatakan bahwa penyebab kebusukan salak pondoh selama penyimpanan disebabkan karena meningkatnya kelembaban salak pondoh. Selain pada salak pondoh, kelembaban yang tinggi pada buah mangga juga akan menyebabkan tumbuhnya penyakit pascapanen yang disebabkan oleh jamur (Ahmad 2013). Hasil penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa kitosan paling berpotensi diterapkan sebagai pelapis salak pondoh segar disebabkan paling mampu menghambat kerusakan salak pondoh. Tidak berbedanya perlakuan kitosan 0.5% dengan lilin lebah 10% dan kontrol memungkinkan dilakukan penelitian dengan meningkatkan konsentrasi kitosan dan menggunakan metode pelapisan yang berbeda.

Susut Bobot

(38)

18

Gambar 5 Perubahan susut bobot salak pondoh perlakuan jenis pelapis (a) dan suhu penyimpanan (b) penelitian pendahuluan

Susut bobot salak pondoh disimpan di suhu 15 oC lebih kecil dibandingkan dengan di suhu ruang (Lampiran 4). Lebih kecilnya susut bobot salak disimpan di suhu 15 oC dibandingkan dengan di suhu ruang disebabkan karena semakin rendah suhu penyimpanan akan menyebabkan laju respirasi dan transpirasi sebagai penyebab kehilangan air akan semakin lambat (Muchtadi et al. 2010).

Kekerasan

Pada penelitian pendahuluan ini terlihat adanya penurunan nilai kekerasan salak pondoh seiring dengan lamanya waktu penyimpanan (Gambar 6). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan perlakuan jenis pelapis dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekerasan salak pondoh pada hari ke-3 dan ke-7, sedangkan interaksi jenis pelapis dan suhu penyimpanan hanya berpengaruh nyata terhadap kekerasan salak pondoh pada hari ke-7 waktu penyimpanan (Lampiran 5).

Gambar 6 Perubahan tingkat kekerasan salak pondoh di suhu ruang (a) dan suhu 15 oC (b) penelitian pendahuluan

(39)

19

Total Asam Tertitrasi

Total asam salak pondoh hasil penelitian pendahuluan menunjukkan penurunan selama penyimpanan (Gambar 7). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji Duncan didapatkan bahwa perlakuan jenis pelapis dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap total asam salak pondoh selama waktu pengamatan (Lampiran 7 dan 8).

Gambar 7. Perubahan total padatan terlarut salak pondoh di suhu ruang (a) dan suhu 15oC (b)

Total Padatan Terlarut

Kandungan total padatan terlarut salak pondoh cenderung meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan untuk semua perlakuan (Gambar 7). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan jenis pelapis tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut buah salak sedangkan suhu simpan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut buah pada penyimpanan hari ke-11 (Lampiran 9).

Gambar 8. Perubahan total padatan terlarut salak pondoh di suhu ruang (a) dan suhu 15oC (b)

(40)

20

laju respirasinya lebih cepat dibandingkan di suhu 15oC. Proses respirasi dengan mengambil O2 di udara akan merombak atau menguraikan karbohidrat dalam

buah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana yaitu gula dengan melepaskan air dan panas. Akibatnya kemanisan buah bertambah sedangkan kadar airnya berkurang.

Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Perubahan Mutu Salak Pondoh

Perubahan Persentase Kerusakan

Persentase kerusakan salak pondoh dihitung berdasarkan pengamatan fisik dan visual. Kerusakan salak pondoh banyak disebabkan karena adanya jamur berwarna putih pada kulit buah dan busuk lunak yang umumnya terjadi pada pangkal buah (Gambar 9). Hasil ini sesuai dengan penyataan Pratomo et al. (2009) bahwa penyakit utama yang menyebabkan penurunan pemasaran salak pondoh adalah busuk buah yang diawali dengan adanya jamur putih pada kulit buah. Waryat dan Rahmawati (2010) juga menyatakan bahwa kerusakan pada salak pondoh selama penyimpanan adalah adanya jamur selain luka akibat serangan hama kemasan yang sangat kecil dan luka karena benturan akibat pengangkutan.

Gambar 9 Kerusakan salak pondoh selama penyimpanan

Selama penyimpanan terjadi peningkatan kerusakan salak pondoh pada semua perlakuan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan (Gambar 10). Terjadinya peningkatan persentase kerusakan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan disebabkan karena aktifnya mikroba penyebab busuk lunak pada salak pondoh yaitu Thielaviopsis sp. (Amiarsi et al. (1996). Adanya jamur putih pada permukaan salak pondoh oleh Chalaropsis sp. juga dilaporkan oleh Pratomo et al. (2009) sebagai penyebab utama kerusakan salak pondoh selama penyimpanan. Penyebab aktifnya mikroba penyebab kebusukan selama penyimpanan bisa disebabkan karena ketahanan buah terhadap kontaminasi mikroba cenderung menurun selama penyimpanan dan tersedianya nutrisi dan lingkungan yang sesuai bagi mikroba.

(41)

21

perlakuan kontrol untuk salak pondoh kedua metode pelapisan (Lampiran 12 dan 24). Kitosan mampu menghambat dan membunuh mikroorganisme penyebab kebusukan pada buah-buahan (Bautista-Banos et al. 2006) disebabkan karena adanya gugus amina dari kitosan yang bermuatan positif berikatan dengan membran sel mikroba yang bermuatan negatif sehingga menyebabkan kebocoran membran sel dan konstituen interseluler lainnya dari mikroorganisme (Shahidi et al. 1999). Kitosan juga berfungsi sebagai pengkelat yang mengikat nutrisi esensial sehingga jamur terganggu pertumbuhannya (Roller dan Covill 1999; Aranaz et al. 2009).

Gambar 10 Perubahan tingkat kerusakan salak pondoh metode celup pangkal di suhu 15 oC (a), celup pangkal di suhu ruang (b), semprot di suhu 15

o

C (c) dan semprot di suhu ruang (d)

(42)

22

11.10 dan 19.35% pada hari ke-8 waktu penyimpanan. Kemampuan kitosan 1% dalam menghambat kerusakan salak pondoh tidak berbeda dengan hasil penelitian Rahmawati (2010) yang menyatakan bahwa pencelupan keseluruhan permukaan salak pondoh dengan kitosan 0.5% dan 1% paling efektif dalam menghambat kerusakan salak pondoh selama penyimpanan.

Gambar 10 memperlihatkan persentase kerusakan salak pondoh di suhu 15

o

C lebih kecil dibandingkan dengan di suhu ruang. Tingkat kerusakan salak pondoh di suhu 15 oC dan di suhu ruang dengan metode celup pangkal buah berturut-turut adalah 7.25 dan 21.54% (Lampiran 12) dan metode semprot berturut-turut adalah 6.10 dan 20.85% (Lampiran 24) pada hari ke-8 waktu penyimpanan. Lebih kecilnya tingkat kerusakan salak pondoh di suhu 15 oC dibandingkan dengan di suhu ruang disebabkan karena semakin rendah suhu penyimpanan menyebabkan aktivitas mikroorganisme semakin terhambat (Muchtadi et al. 2010; Syah 2013). Semakin rendah suhu penyimpanan juga akan menyebabkan aktivitas enzim juga akan semakin lambat (Winarno 2010) dalam menguraikan senyawa-senyawa komplek menjadi senyawa-senyawa sederhana yang dapat diserap oleh mikroorganisme sebagai sumber nutrisi. Penyimpanan salak pondoh pada suhu 15 oC dengan metode celup pangkal buah dan metode semprot pada pangkal dapat menekan kerusakan salak pondoh lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan kontrol.

Perubahan Total Mikroba

Salah satu metode untuk menentukan kandungan mikroorganisme dalam salak pondoh adalah dengan pengukuran total mikroba (Total Plate Count). Kandungan total mikroba pada salak pondoh menunjukkan jumlah jamur dan bakteri yang terkandung dalam salak pondoh. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan total mikroba seiring dengan meningkatnya waktu penyimpanan untuk salak pondoh baik metode celup pangkal buah maupun semprot (Gambar 11). Terjadinya peningkatan total mikroba pada salak pondoh selama penyimpanan memperlihatkan bahwa selama penyimpanan terjadi peningkatan jumlah mikroba dalam salak pondoh. Peningkatan jumlah mikroba dalam salak pondoh disebabkan karena ketahanan produk terhadap kontaminasi luar cenderung menurun dan tersedianya nutrien, air, suhu dan pH yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme, dan juga tersedianya oksigen menyebabkan terjadinya peningkatan total mikroba (Lintang 2011). Walaupun terjadi peningkatan total mikroba salak pondoh selama penyimpanan akan tetapi jumlah mikroba yang terkandung dalam salak pondoh pada penelitian ini baik metode celup pangkal (Lampiran 14) maupun semprot (Lampiran 26) masih berada di bawah ambang batas total mikroba bahan pangan segar. Batas mikroba untuk bahan pangan segar adalah 106 cfu/g (Agar et al. 1999).

(43)

23

mikroba disebabkan gugus amina dari kitosan yang bermuatan positif berikatan dengan membran sel mikroba yang bermuatan negatif sehingga menyebabkan kebocoran membran sel dan konstituen interseluler lainnya dari mikroorganisme (Shahidi et al. 1999). Selain itu kitosan juga berfungsi sebagai pengkelat yang mengikat nutrisi esensial sehingga jamur terganggu pertumbuhannya (Roller dan Covill 1999; Aranaz et al. 2009).

Gambar 11 Perubahan total mikroba salak pondoh metode celup pangkal di suhu 15 oC (a), celup pangkal di suhu ruang (b), semprot di suhu 15 oC (c) dan semprot di suhu ruang (d)

(44)

24

pohon (infeksi laten) ataupun akibat kontaminasi pada saat proses pemanenan, pembersihan, sortasi dan grading sebelum buah diberi perlakuan

Perubahan Susut Bobot

Susut bobot merupakan salak satu faktor yang mengindifikasikan adanya penurunan mutu buah yang disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi (Putra 2011). Susut bobot umumnya disebabkan karena kehilangan air pada buah-buahan selama penyimpanan. Kehilangan air dapat menyebabkan kehilangan berat, penampakan yang kurang menarik dan tesktur yang lunak (Rahmawati 2010). Penampakan yang tidak menarik akibat kehilangan air menyebabkan buah kehilangan kesegarannya. Hasil penelitian menunjukkan selama penyimpanan terjadi peningkatan susut bobot seiring dengan lamanya waktu penyimpanan baik salak pondoh metode celup pangkal maupun semprot (Gambar 12) untuk semua perlakuan. Susut bobot disebabkan oleh proses transpirasi yaitu hilangnya uap air melalui kutikula akibat dari pengaruh kondisi lingkungan luar dan respirasi (Hernandez-Munoz et al. 2008; Ahmad et al. 2010) yaitu hilangnya uap air sebagai akibat dari penguraian gula menjadi energi atau panas dengan adanya oksigen.

Gambar 12 Perubahan susut bobot salak pondoh metode celup pangkal di suhu 15

o

C (a), celup pangkal di suhu ruang (b), semprot di suhu 15 oC (c) dan semprot di suhu ruang (d)

(45)

25

perlakuan kontrol dan susut bobot terkecil adalah salah pondoh perlakuan kitosan 1.5%. Semakin tinggi konsentrasi kitosan maka semakin tinggi viskositasnya sehingga semakin mampu menghambat hilangnya air (Hernandez-Munoz et al. 2008). Susut bobot salak pondoh perlakuan kontrol, kitosan 0.5, 1, dan 1.5% metode celup pangkal berturut-turut adalah 20.88, 13.27, 13.46 dan 12.93% (Lampiran 16) selanjutnya metode semprot berturut-turut adalah 20.88, 11.86, 11.40 dan 9.65% (Lampiran 28) hari ke-12 waktu penyimpanan. Kitosan mampu menghambat laju transpirasi dan respirasi pada salak pondoh penyebab hilangnya air dalam buah karena berfungsi sebagai pembatas yang menghambat perpindahan air dan melindungi kulit buah dari luka-luka mekanis seperti menutupi luka-luka kecil sehingga menghambat kehilangan air (Hernandez-Munoz et al. 2008). Kitosan membentuk lapisan semipermiabel yang mengatur pertukaran gas dan memperlambat laju respirasi dan pematangan (Bautista-Banus et al. 2006). Selain itu kecilnya susut bobot perlakuan kitosan diduga juga berkaitan dengan kerusakan perlakuan kitosan lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Kerusakan sel pada jaringan tanaman ditandai dengan gejala berupa kehilangan air yang pada akhirnya akan mengakibatkan kehilangan bobot (Yang et al. 2009).

Gambar 12 memperlihatkan bahwa susut bobot salak pondoh yang disimpan di suhu 15 oC lebih kecil dibandingkan di suhu ruang untuk semua perlakuan. Hasil analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan susut bobot salak pondoh di suhu 15 oC berbeda nyata dan lebih kecil dibandingkan di suhu ruang baik salak pondoh metode celup pangkal (Lampiran 16) maupun semprot (Lampiran 28). Lebih kecilnya susut bobot salak pondoh disimpan di suhu 15 oC dibandingkan dengan di suhu ruang disebabkan karena semakin rendah suhu penyimpanan akan menyebabkan laju respirasi dan transpirasi sebagai penyebab kehilangan air akan semakin lambat (Muchtadi et al. 2010). Semakin rendah suhu penyimpanan akan menyebabkan tekanan uap air dilingkungan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan dalam jaringan buah (Hernandez-Munoz 2008).

Perubahan Kekerasan

Kekerasan yang dipengaruhi oleh tekanan turgor sel, sruktur dan komposisi polisakarida dinding sel (Hernandez-Munoz 2008) merupakan salah satu penentu mutu salak pondoh segar. Tingkat kekerasan salak pondoh menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan baik salak pondoh metode celup pangkal maupun semprot (Gambar 13) pada semua perlakuan. Penurunan tingkat kekerasan salak pondoh berkaitan dengan terjadinya perubahan senyawa pektin yang semula tidak larut menjadi larut sehingga menyebabkan tingkat kekerasan menurun (Rahmawati 2010; Lestari et al. 2013). Pada buah stroberi menurunnya tingkat kekerasan selalu dikaitkan dengan degradasi lamela tengah dari sel parenkim lapisan korteks, sehingga terjadi peningkatan pektin yang larut menyebabkan perubahan berat mulekul pektin dengan penurunan kandungan hemiselulosa dalam jumlah yang kecil (Hernandez-Munoz et al. 2008).

(46)

26

pada hari ke-2 waktu penyimpanan (Lampiran 18). Tingkat kekerasan buah salak perlakuan kitosan 0.5, 1, 1.5% dan kontrol pada hari ke-2 waktu penyimpanan berturut-turut adalah 2.58, 2.71, 2.85 dan 2.37 kgf. Pada salak pondoh metode penyemprotan keseluruhan permukaan buah, perlakuan kitosan 1% dan 1.5% menghasilkan tingkat kekerasan terbesar dibandingkan perlakuan lainnya pada hari ke-12 waktu penyimpanan berdasarkan hasil uji Duncan (Lampiran 30). Tingkat kekerasan buah salak perlakuan kitosan 0.5, 1, 1.5% dan kontrol pada hari ke-12 waktu penyimpanan berturut-turut adalah 2.12, 2.24, 2.43 dan 2.33 kgf.

Gambar 13 Perubahan tingkat kekerasan salak pondoh metode celup pangkal di suhu 15 oC (a), celup pangkal di suhu ruang (b), semprot di suhu 15

o

C (c) dan semprot di suhu ruang (d)

Lebih kecilnya tingkat kekerasan salak pondoh perlakuan kontrol dibandingkan dengan perlakuan kitosan menunjukkan kitosan mampu mempertahankan tingkat kekerasan salak pondoh dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Lebih kecilnya tingkat kekerasan salak pondoh kontrol dibandingkan dengan perlakuan kitosan bisa dikaitkan dengan besarnya susut bobot dan persentase kerusakan buah salak kontrol dibandingkan dengan perlakuan kitosan. Kehilangan air yang disebabkan susut bobot dan kerusakan pada salak pondoh menyebabkan tekstur menjadi lunak (Rahmawati 2010). Salak pondoh perlakuan kitosan 1 dan 1.5% menghasilkan nilai kekerasan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan salak pondoh perlakuan kitosan 1 dan 1.5% menghasilkan susut bobot lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya.

(47)

27

penyimpanan. Tingginya tingkat kekerasan salak pondoh di suhu 15 oC dibandingkan di suhu ruang disebabkan karena semakin rendah suhu penyimpanan menyebabkan laju respirasi dan transpirasi akan semakin lambat (Muchtadi et al. 2010) sehingga menyebabkan susut bobot semakin kecil. Susut bobot menyebabkan salak pondoh menjadi lunak (Rahmawati 2010) karena menurunnya tekanan turgor sel dari buah akibat dari kehilangan air.

Interaksi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan salak pondoh metode semprot berpengaruh nyata terhadap kekerasan salak pondoh pada hari ke-12 waktu penyimpanan (Lampiran 29). Hasil uji Duncan menunjukkan kombinasi perlakuan kitosan 1% dengan penyimpanan di suhu 15 oC menghasilkan tingkat kekerasan terbesar dibandingkan perlakuan lainnya (Lampiran 30). Tingginya tingkat kekerasan perlakuan kitosan 1% di suhu 15 oC kemungkinan berkaitan dengan kemampuan perlakuan kitosan 1% di suhu 15 oC lebih besar dalam menghambat kerusakan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kerusakan akan menyebabkan buah menjadi lunak karena menurunnya tekanan turgor sel.

Perubahan Total Asam

Asam-asam organik yang biasa terdapat dalam buah-buahan adalah asam format, asetat, fumarat, malat, sitrat, suksinat, tertarat oksaloasetat, kuinat, sikimat, oksalat dan sebagainya. Asam-asam organik dalam buah akan mempengaruhi rasa dan aroma buah sehingga digunakan untuk menentukan mutu buah-buahan (Muchtadi et al. 2010). Total asam yang diukur dalam salak pondoh adalah total asam dalam asam malat karena merupakan asam yang dominan dalam buah salak (Santosa 2009; Waryat dan Rahmawati 2010; Lestari et al. 2013). Selain asam malat, asam suksinat, adipat dan sitrat juga merupakan asam yang dominan dalam salak pondoh (Setiasih 1999). Hasil penelitian menunjukkan selama penyimpanan terjadi penurunan kandungan total asam seiring dengan lamanya waktu penyimpanan baik salak pondoh metode celup pangkal buah maupun semprot (Gambar 14) untuk semua perlakuan. Terjadinya penurunan total asam selama waktu penyimpanan menurut Setiasih (1999) disebabkan karena asam-asam organik digunakan dalam siklus asam trikarboksilat atau siklus kreb pada proses metobolisme buah.

Gambar

Gambar 1 Anatomi buah salak
Gambar 2 Cara pemanenan salak pondoh
Gambar 3. Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 4    Perubahan persentase kerusakan salak pondoh di suhu 15 oC (a) dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 6 memperlihatkan bahwa tingkat susut bobot semakin besar selama empat belas hari penyimpanan, namun selada kontrol (tanpa pelilinan) nyata lebih besar pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ragam perlakuan konsentrasi emulsi lilin sebagai bahan pelapis pada buah wani berpengaruh nyata terhadap susut bobot, intensitas

This research aimed to know the effect of spray drying process on aloe vera edible coating characteristics and its effectiveness to maintain minimally processed

(5) Kombinasi perlakuan terbaik untuk penanganan busuk buah pada salak adalah pelapisan dengan Aloe vera 50% dan suhu penyimpanan 10 o C (parameter mutu kadar air daging

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa konsentrasi pati memberikan pengaruh terhadap susut bobot, total asam, kadar vitamin C, total soluble solid , kadar tanin,

Kitosan dan tingkat kematangan secara mandiri berpengaruh nyata terhadap susut bobot hari ke 12 dan 16, kadar vitamin C hari ke 4, 8 dan 12, (2) konsentrasi kitosan 2% pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ragam perlakuan konsentrasi emulsi lilin sebagai bahan pelapis pada buah wani berpengaruh nyata terhadap susut bobot, intensitas

Maka berdasarkan pemaparan diatas waktu yang paling baik untuk meningkatkan bobot anak buah yaitu ketika bunga seludang membuka 50% dengan konsentrasi auksin 150