• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh status ekonomi keluarga terhadap motif menikah dini di Perdesaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh status ekonomi keluarga terhadap motif menikah dini di Perdesaan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STATUS EKONOMI KELUARGA

TERHADAP MOTIF MENIKAH DINI DI PERDESAAN

WULANDARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Status Ekonomi Keluarga terhadap Motif Menikah Dini di Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

WULANDARI. Pengaruh Status Ekonomi Keluarga terhadap Motif Menikah Dini di Perdesaan. Di bawah bimbingan SARWITITI SARWOPRASODJO.

Pernikahan yang dilakukan pada perempuan di bawah umur berkaitan dengan kesiapan fisik maupun psikis yang belum mencapai kematangan termasuk pembentukan identitas diri maupun sosial individu sebagai remaja yang berada pada masa pencarian identitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi motif-motif dan faktor yang melatarbelakangi pernikahan dini yang terjadi, serta menganalisis hubungannya terhadap pembentukan identitas. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Pengujian pengaruh antara variabel faktor-faktor menikah dini terhadap motif menikah dini dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda, sedangkan variabel pembentukan identitas diuji melalui pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pernikahan dini yang terjadi dilatarbelakangi oleh motif remaja untuk memenuhi kebutuhan akan keamanan, sosial, dan harga diri. Pembentukan identitas yang terbentuk pada remaja putri yang melakukan menikah dini ialah pembentukan identitas diri kuat dan pembentukan identitas sosial lemah.

Kata kunci: Pernikahan dini, Faktor-faktor menikah dini, Motif menikah dini, Pembentukan identitas

ABSTRACT

WULANDARI. The Influence of Economic Family State towards Motive of Early Marriage in Rural Area. Supervised by SARWITITI SARWOPRASODJO.

A marriage of under age women related with physical as well as psychological state of readiness which have not reached maturity include the formation of self identity and social identity as an adolescence that in fact are on the search for identity. The purpose of this research is to identify the motives and factors which aspects influenced early marriages that occurred, as well as analyzing its relationship towards the formation of identity. The research was carried out using survey research methods. Data collection was done using a purposive sampling technique with 30 respondents. Influence testing between variables factors of early married toward motives of early married conducted using test of multiple regression while formation of identity tested through by qualitatif description. The result showed that early marriage occurred by adolescence motives to fulfill the security, social, and self esteem. The identity formation related in adolescence who married early is strong formation self identity and weak formation social identity.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PENGARUH STATUS EKONOMI KELUARGA TERHADAP

MOTIF MENIKAH DINI DI PERDESAAN

WULANDARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Status Ekonomi Keluarga terhadap Motif Menikah Dini di Perdesaan

Nama : Wulandari

NIM : I34100070

Disetujui oleh

Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Status Ekonomi Keluarga terhadap Motif Menikah Dini di Perdesaan” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan sebagai Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi pernikahan dini yang masih marak terjadi pada remaja putri perdesaan dan menganalisis pengaruhnya terhadap pembentukan identitas remaja putri.

Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1) Ibu Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

2) Ibu Ratri Virianita, S.sos, M,Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Ir Murdianto, M.Si selaku penguji akademik yang telah memberikan masukan dan saran bagi perbaikan skripsi ini.

3) Mama Lina Rodiah, Teteh Purwaningsih serta Bapak Moh. Nurdin atas semangat dan doa yang tiada henti-hentinya mengalir untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

4) Almarhum Papa Jana Kristiana dan Almarhum Abah Moch. Kasdi yang senantiasa menemani dan menyemangati penulis lewat mimpi.

5) Lathiffida Noor Jaswandi, Citra dewi, dan Mugi lestari selaku sahabat terdekat penulis yang senantiasa mengingatkan untuk tetap semangat dan tidak mudah menyerah.

6) Dinasti Tri Ranti selaku teman seperjuangan dalam penelitian dan keluarga Bapak Tholib yang telah berbaik hati membantu penulis selama penelitian. 7) Aparat KUA Kecamatan Anjatan, Aparat desa dan masyarakat Desa Anjatan

Utara atas kerjasama yang baik selama pengumpulan data. 8) Achmad Fauzi dan Sekar Anjani selaku teman satu bimbingan.

9) Dwi izmi, Saefihim dan Keluarga besar SKPM angkatan 47 yang telah bersedia memberikan semangat, doa, dan dukungan, serta berkenan menjadi rekan yang baik untuk bertukar pikiran.

Penulis menyadari bahwa karya ini terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Juli 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini 6

Perilaku dan Motif Perilaku 7

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18

PROFIL DESA ANJATAN UTARA 21

GAMBARAN UMUM PELAKU PERNIKAHAN DINI 29

Pernikahan Dini yang Terjadi 29 Pengaruh Tingkat Pendidikan Pelaku terhadap Motif Menikah Dini 42 Pengaruh Tingkat Pendidikan Orangtua Pelaku terhadap Motif Menikah Dini

42 Pengaruh Status Ekonomi Keluarga terhadap Motif Menikah Dini

Pengaruh Umur Menstruasi Pertama terhadap Motif Menikah Dini

(14)

Pengaruh Tingkat Keyakinan Norma terhadap Motif Menikah Dini 44

Ikhtisar 45

PEMBENTUKAN IDENTITAS REMAJA PUTRI PELAKU

PERNIKAHAN DINI

47 Pembentukan Identitas Diri pada Remaja Putri Pelaku Pernikahan Dini 47 Pembentukan Identitas Sosial pada Remaja Putri Pelaku Pernikahan Dini

49

Ikhtisar 50

SIMPULAN DAN SARAN 51

Simpulan 51

Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 57

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4 Sebaran penduduk Desa Anjatan Utara menurut jenis pekerjaan,

2014

24 Tabel 5 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan

Utara berdasarkan tiga golongan usia remaja, 2014

30

Utara menurut tingkat pendidikan ayah dan ibu, 2014

31

Utara menurut tingkat motif menikah dini, 2014

35 Tabel 13 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan

Utara menurut tingkat motif fisiologi, 2014

35 Tabel 14 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan

Utara menurut tingkat motif rasa aman, 2014

36 Tabel 15 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan

Utara menurut tingkat motif sosial, 2014

36 Tabel 16 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan

Utara menurut tingkat motif harga diri, 2014

37 Tabel 17 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan

Utara menurut tingkat motif aktualisasi diri, 2014

37 Tabel 18 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan

Utara menurut status pernikahan, 2014

38 Tabel 19 Nilai koefisien regresi berganda antara faktor-faktor menikah

dini terhadap motif menikah dini, 2014

41 Tabel 20 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan

Utara berdasarkan pembentukan identitas diri dan identitas sosial, 2014

47

Tabel 21 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan Utara berdasarkan tingkat kuat lemah terhadap indikator-indikator identitas diri, 2014

(16)

Tabel 22 Jumlah dan persentase pelaku pernikahan dini Desa Anjatan Utara berdasarkan tingkat kuat lemah terhadap indikator-indikator identitas diri, 2014

49

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka penelitian pengaruh pernikahan dini terhadap pembentukan identitas remaja putri perdesaan

Salah satu responden yang terpaksa menjanda diusianya yang masih muda

Kondisi gang dan pemukiman masyarakat Desa Anjatan Utara dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup

Sungai menjadi sumber mata air bagi masyarakat

Salah satu responden yang sudah menjalankan peran sebagai ibu diusianya yang masih muda

Usaha pembuatan batu bata dipinggiran sungai sebagai salah satu usaha yang dijalankan oleh masyarakat Desa

Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian 60

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menikah di usia kurang dari 18 tahun merupakan realita yang harus dihadapi sebagian remaja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 60 juta perempuan yang berusia 20-24 tahun di seluruh dunia menikah sebelum mencapai usia 18 tahun. Secara nasional, jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 1 359 kasus dengan rata-rata usia perkawinan di bawah usia 19 tahun (Zai 2012). Secara umum pernikahan dini cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Data Susenas (2006) menunjukkan bahwa sebesar 68.88 persen perempuan telah menikah pada usia 10 tahun ke atas, sementara laki-laki hanya sekitar 59.88 persen. Persentase pernikahan dini tersebut secara umum terjadi di wilayah perdesaan. Analisis Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2005 yang dikutip Fadlyana dkk (2009) menunjukkan bahwa pernikahan di perkotaan lebih rendah dibanding di perdesaan, untuk kelompok umur 15-19 tahun terdapat perbedaan yang cukup tinggi yaitu 5.28 persen di perkotaan dan 11.88 persen di perdesaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan usia muda di perdesaan lebih banyak yang melakukan perkawinan pada usia muda dibandingkan perempuan usia muda di perkotaan.

Keberadaaan Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 No 1 bab II pasal 7 ayat 1 maupun ketetapan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) terkait pembatasan minimal usia untuk melangsungkan pernikahan nyatanya tidak memberikan dampak positif pada penekanan pernikahan dini di Indonesia. Penelitian Zai (2012) menunjukkan bahwa masih tingginya kejadian pernikahan pada perempuan di bawah usia 20 tahun, yakni 4.8 persen pada usia 10-14 tahun dan 41.9 persen pada usia 15-19. Hal tersebut menunjukkan bahwa pernikahan dini yang terjadi tidak dapat di batasi hanya oleh suatu peraturan. Pernikahan dini yang terjadi merupakan suatu perilaku yang dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor pendorong.

(18)

karena jika tidak dilakukan maka hal tersebut akan menjadi aib dan beban bagi keluarga. Landung dkk (2009) menunjukkan bahwa dorongan rasa kemandirian dan keinginan bebas pada remaja putri menjadi faktor pendorong pernikahan dini pada masyarakat Kecamatan Sangalangi, Toraja.

Faktor-faktor pendorong tersebut erat kaitannya dengan motif individu remaja putri dalam memutuskan untuk menikah dini. Penelitian Rusiani (2013) menemukan bahwa motif menikah dini merupakan dorongan pada individu pelaku pernikahan dini yang melatarbelakangi tingginya kejadian pernikahan dini di Desa Girikarto, Kabupaten Gunung Kidul. Motif memenuhi kebutuhan dasar, sosial, rasa aman dan harga diri menjadi dorongan yang kuat pada diri individu pelaku pernikahan dini. Nyatanya, pernikahan dini yang dilakukan oleh remaja putri menimbulkan beberapa permasalahan fisiologi bagi para pelakunya. Sebagaimana yang dinyatakan Jannah (2012) bahwa pernikahan yang dilakukan remaja putri pada usia terlalu dini berpotensi pada kerusakan alat reproduksi yang disebabkan oleh hubungan seks yang terlalu dini. Fadlyana dkk (2009) menyebutkan bahwa anatomi tubuh remaja yang belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, berpotensi pada terjadinya komplikasi berupa obstetric fistula. Data United Nations Population Fund (UNPFA) pada tahun 2003, mempertegas bahwa 15-30 persen persalinan pada usia dini akan disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric fistula1.

Masalah lain yang ditimbulkan dari pernikahan dini ialah permasalahan secara psikologis bagi para pelakunya. Pernikahan dini yang terjadi tidak jarang berkontribusi pada tingginya kasus perceraian dini dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penelitian Landung dkk (2009) menjelaskan bahwa pernikahan dini yang dilakukan memberikan dampak negatif pada kemampuan gadis remaja dalam negosiasi dan pengambilan keputusan hidup. Hal tersebut berkaitan dengan ketidakmampuan remaja putri dalam menyampaikan pendapat maupun sikapnya ketika menghadapi permasalahan hidup, sehingga terjadi dominasi pasangan (suami) yang lebih dewasa. Hal tersebut dijelaskan oleh Hermawan (2010) bahwa kematangan diri remaja yang belum tercapai mendorong terjadinya percekcokan antara suami-istri yang berujung pada perceraian dini. Oleh sebab itu, tidak jarang ditemui remaja putri yang sudah menjanda pada usia yang masih muda.

Selain itu, pernikahan dini yang terjadi tak jarang merupakan pernikahan yang dilakukan di bawah tangan. Hal tersebut berkaitan dengan pemaknaan negatif pada diri remaja putri yang melakukan menikah dini. Pemaknaan negatif tersebut berhubungan dengan pemaknaan diri individu maupun pemaknaan diri sosial pelaku pernikahan dini. Hal ini berkaitan dengan pembentukan identitas diri dan identitas sosial seorang remaja putri. Keberadaan individu remaja pada tahap identitas versus kebingungan identitas (identity vs identity confusion) merujuk pada masa dimana remaja harus memutuskan siapa dirinya (keberadaan diri), apa dan bagaimana dirinya mencapai masa depannya (Steinberg 1993). Selain itu, Purwadi (2004) menyebutkan bahwa keberadaan remaja sebagai individu pada masa transisi mengakibatkan remaja akan banyak dipengaruhi oleh lingkungan beserta proses sosial yang ada. Oleh karena itu, akan terjadi krisis identitas yang timbul akibat dari konflik internal antara keberadaannya sebagai remaja dan statusnya sebagai seseorang yang telah menikah di usia yang masih sangat muda..

1Obstetric fistula

(19)

Masalah tersebut menjadi perhatian dan perlu segera mendapat penyelesaian yang baik, sebab jika krisis identitas tersebut tidak segera diselesaikan maka akan menjadi sumber stress bagi remaja dalam menjalankan peran yang dimilikinya (Sussman 2000 dikutip Baron dan Bryne 2003). Terlebih terkait keberadaan individu sebagai remaja juga bagian dari suatu masyarakat, seorang individu remaja diharapkan memiliki kesamaan identitas dengan identitas yang dimiliki oleh masyarakat. Oleh karena itu, menjadi penting untuk diteliti mengenai pembentukan identitas baik diri maupun sosial pada remaja putri pelaku pernikahan dini serta hubungan antara faktor-faktor pendorong pernikahan dini dengan motif menikah dini.

Rumusan Masalah

Skinner yang dikutip Notoadmojo (2003) menjelaskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Perilaku yang muncul bisa berupa perilaku alami atau bisa juga berupa perilaku operan (Skinner dikutip Walgito 1999). Menikah diusia dini merupakan perilaku operan yang dipelajari melalui belajar sosial. Sebagaimana perilaku pada umumnya, menikah dini juga dipengaruhi oleh motif-motif individu dalam mencapai suatu tujuan. Motif merupakan suatu pengertian yang meliputi semua penggerak, alasan-alasan dan dorongan-dorongan dalam diri manusia yang mengakibatkan dirinya berperilaku (Gerungan dikutip Santoso 2010). Masing-masing individu memiliki motif-motif sendiri yang mendorongnya untuk menikah dini. Keragaman motif individu tersebut menjadi hal yang penting untuk diteliti berkaitan dengan maraknya menikah dini yang terjadi pada remaja putri perdesaan. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk menganalisis motif apa yang mempengaruhi remaja putri perdesaan dalam menikah dini?

Pernikahan dini yang terjadi memberikan berbagai permasalahan bagi remaja putri yang melakukannya, baik secara fisik maupun psikis. Sebagaimana dijelaskan oleh Bayisenge (2010) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa pernikahan dini yang terjadi baik resmi maupun tidak resmi akan memberikan dampak pada pelanggaran hak-hak remaja putri karena menghalangi seorang remaja putri dari kebebasan, kesempatan untuk membangun diri dan hak-hak lainnya termasuk hak atas kesehatan alat reproduksi, kesejahteraan, pendidikan maupun partisipasi dalam masyarakat. Masalah-masalah yang ditimbulkan tidak lain dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman dan pengetahuan orangtua, remaja maupun masyarakat terkait masalah tersebut. Penelitian Achmad (2011) menyebutkan bahwa pernikahan dini yang terjadi pada remaja putri di Indonesia tidak lain dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong. Faktor-faktor tersebut memberikan dorongan atau motif remaja untuk menikah dini. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi motif remaja putri perdesaan dalam menikah dini?

(20)

Pernikahan dini yang marak terjadi pada remaja putri perdesaan merujuk pada perilaku sosial masyarakat yang dimaknai secara bersama. Pemaknaan tersebut berkaitan dengan pemaknaan individu remaja terhadap identitas dirinya maupun identitas sosialnya. Perilaku sosial tersebut dipengaruhi oleh dorongan atau motif-motif individu remaja dalam menikah dini. Keberadaan remaja sebagai individu yang berada pada masa transisi dengan segala motif individu yang mendorong perilaku sosialnya tersebut berkaitan dengan pemaknaan atas diri maupun sosialnya. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana pembentukan identitas remaja putri perdesaan yang melakukan pernikahan dini?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pernikahan dini terhadap pembentukan identitas remaja putri perdesaan. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis motif-motif yang mempengaruhi remaja putri perdesaan dalam menikah dini.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi motif remaja putri perdesaan dalam menikah dini.

3. Menganalisis pembentukan identitas remaja putri perdesaan yang melakukan pernikahan dini.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kajian pernikahan dini dan pembentukan identitas remaja putri perdesaan yang menikah dini. Secara spesifik penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:

1. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pustaka dalam khasanah penelitian mengenai pernikahan dini dan pembentukan identitas remaja bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai pernikahan dini dan pembentukan identitas remaja.

2. Bagi pembuat pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya BKKBN dalam pembuatan kebijakan yang tepat terkait penekanan jumlah pernikahan dini dalam rangka menangani jumlah penduduk. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam memahami pembentukan identitas pada remaja guna membangun generasi bangsa yang beridentitas. 3. Bagi pembaca

(21)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pernikahan Dini

Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 No.1 Pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penjelasan lebih lanjut pada pasal 7 ayat 1 bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Berdasarkan definisi tersebut, Landung dkk (2009) menyimpulkan bahwa pernikahan yang dilaksanakan pada usia yang melanggar aturan undang-undang perkawinan disebut dengan istilah pernikahan dini. Sejalan dengan definisi tersebut, NGO (2002) menyebutkan bahwa Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan gadis remaja pada usia 11-16 tahun.

Batasan usia yang lebih tua terkait pernikahaan dini dijelaskan oleh Bayisenge (2010), pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi pada gadis di bawah usia 18 tahun (baik resmi maupun tidak resmi). Definisi tersebut sejalan dengan definisi pernikahan dini yang dijelaskan oleh UNICEF (2001), early marriage atau pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan gadis remaja pada usia kurang dari 18 tahun, dimana belum adanya kesiapan baik fisik maupun psikologi dari gadis tersebut. Penelitian Jannah (2012) juga menyebutkan bahwa pernikahan dini yang terjadi merupakan pernikahan yang dilakukan gadis remaja pada usia terlalu muda, sehingga tidak ada/kurang ada kesiapan biologis, psikologis maupun sosial. Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh gadis remaja di bawah usia 18 tahun, dimana belum adanya kesiapan fisik, psikologi maupun sosial.

Penelitian Jannah (2012) menyebutkan bahwa dari segi psikologi, sosiologi maupun hukum Islam, pernikahan dini terbagi menjadi dua kategori, yakni:

1. Pernikahan dini asli yaitu pernikahan di bawah umur yang benar murni dilaksanakan oleh kedua belah pihak (baik laki-laki maupun perempuan) untuk menghindarkan diri dari dosa tanpa adanya maksud semata-mata hanya untuk menutupi perbuatan zina yang telah dilakukan oleh kedua mempelai.

(22)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini

Achmad (2011) menyebutkan bahwa fenomena pernikahan dini yang banyak terjadi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah faktor pergaulan bebas di kalangan remaja. Namun, Ahmad (2011) juga menyebutkan masih terdapat beberapa faktor lainnya yang kuat dalam mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Pernikahan dini yang terjadi berkaitan dengan keadaan sosio ekonomi remaja yakni meliputi tingkat pendidikan remaja, tingkat pendidikan orangtua, dan status ekonomi keluarga. Tingkat pendidikan merupakan faktor penting dalam logika berpikir untuk menentukan perilaku menikah di usia muda, perempuan yang berpendidikan rendah pada umumnya menikah dan memiliki anak di usia muda (Widhaningrat dan Wiyono 2005). Penelitian Landung dkk (2009) menjelaskan bahwa rendahnya tingkat pendidikan orang tua, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur. Hal tersebut berkaitan dengan rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan orangtua terkait kesehatan reproduksi pada remaja putri maupun dampak yang akan ditimbulkan dari pernikahan dini. Jannah (2012) menegaskan bahwa rendahnya pendidikan merupakan salah satu pendorong terjadinya pernikahan dini. Para orang tua yang hanya bersekolah hingga tamat SD merasa senang jika anaknya sudah ada yang menyukai, dan orang tua tidak mengetahui adanya akibat dari pernikahan di usia muda ini.

Penelitian Landung dkk (2009) menemukan bahwa adanya keinginan pada remaja untuk dapat membantu perekonomian keluarga. Faktor ini berhubungan dengan rendahnya tingkat ekonomi keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga yang rendah dimana orang tua tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara optimal sehingga mendorong remaja untuk memutuskan menikah diusia dini. Sejalan dengan hal itu, Jannah (2012) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa para orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda mengganggap bahwa dengan menikahkan anaknya, maka beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. Hal ini berkaitan dengan faktor ekonomi keluarga, dimana pernikahan dini dianggap sebagai cara meringankan beban keluarga. Anggapan bahwa jika seorang remaja putri sudah menikah, maka akan tanggung jawabnya akan dialihkan kepada suaminya. Bahkan para orang tua yang menikahkan anaknya di usia dini juga berharap jika anaknya sudah menikah akan dapat membantu meningkatkan kehidupan orang tuanya.

(23)

remaja memiliki pengalaman seksual dini yang menyebabkan kehamilan, sehingga menggiring remaja perempuan ke dalam pernikahan dini.

Penelitian Zai (2012) menemukan bahwa umur menstruasi pertama yang semakin cepat akan mempercepat seorang remaja memasuki pernikahan. Dengan demikian, pernikahan dini rawan terjadi pada remaja dengan umur menstruasi pertama yang cepat. Masih terdapatnya nilai budaya yang menganggap kedewasaan seorang perempuan diukur dari kemampuannya untuk dapat melahirkan seorang anak yang ditandai dengan menstruasi pertama, mengakibatkan kejadian pernikahan dini lebih cepat terjadi pada remaja dengan umur menstruasi pertama cepat. Sebagaimana yang terjadi pada remaja putri di Afrika, penelitian Bayisenge (2010) menunjukkan masih terdapat budaya mutilasi alat kelamin perempuan yang sudah menstruasi dan belum menikah sebagai cara untuk mengontrol perilaku seks remaja putri. Oleh karena itu, tidak sedikit orangtua akan segera menikahkan anak gadisnya sebagai perlindungan utama dari budaya yang ada terkait perilaku seks remaja yang sudah mengalami menstruasi pertama.

Penelitian Landung dkk (2009) menyebutkan bahwa keberadaan budaya lokal (Parampo Kampung) pada masyarakat kecamatan Sanggalangi Kabupaten Tana Toraja memberi pengaruh besar terhadap pelaksanaan pernikahan dini, sehingga masyarakat tidak memberikan pandangan negatif terhadap pasangan yang melangsungkan pernikahan meskipun pada usia yang masih remaja. Hal ini yang menyebabkan kaum pemuka adat tidak merniliki kemampuan untuk dapat mengatur sistem budaya yang mengikat bagi warganya dalam melangsungkan perkawinan karena batasan tentang seseorang yang dikatakan dewasa masih belum jelas. Menurut Hasyim dikutip Jannah (2012) menyebutkan bahwa dalam konteks Indonesia pernikahan lebih condong diartikan sebagai kewajiban sosial dari pada manifestasi kehendak bebas setiap individu. Suhadi (2012) menjelaskan bahwa dalam masyarakat yang pola hubungannya bersifat tradisional, pernikahan dipersepsikan sebagai suatu “keharusan sosial” yang merupakan bagian dari warisan tradisi dan dianggap sakral. Cara pandang tradisional terhadap perkawinan sebagai kewajiban sosial, tampaknya memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap fenomena pernikahan dini yang terjadi di Indonesia.

Perilaku dan Motif Perilaku

Sebagaimana diketahui perilaku atau aktivitas yang ada pada itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi merupakan akibat dari rangsangan yang diterimanya baik dari luar maupun dari dalam dirinya. Walgito (1999) menyebutkan bahwa perilaku atau aktivitas-aktivitas individu dalam pengertian yang luas merupakan respon dari stimulus. Skinner yang dikutip Walgito (1999) membedakan perilaku menjadi (a) perilaku yang alami (innate behavior), (b) perilaku operan (operant behavior). Perilaku alami yaitu yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yaitu yang berupa refleks-refleks dan insting-insting, sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.

(24)

organisme tersebut merespon. Respon yang muncul dipengaruhi oleh karakteristik atau faktor lain dari individu yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun stimulus yang diberikan sama, namun respon yang akan memunculkan berbeda pada masing-masing individu. Notoadmojdo (2003) menjelaskan bahwa terdapat empat hal-hal pokok yang mendorong seseorang berperilaku:

1. Pemikiran dan perasaaan yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian terhadap objek.

2. Orang penting sebagai referensi, apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau berbuat cenderung dicontoh.

3. Sumber-sumber daya, mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang.

4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way or life) yang pada umum disebut kebudayaan.

Salah satu kekuatan yang ada pada diri individu sehingga individu bertindak atau berperilaku tertentu adalah adanya motif atau penggerak. Motif adalah apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dalam diri dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan (Sardiman dikutip Rusiani 2013). Motif timbul dilatarbelakangi oleh keberadaan kebutuhan individu terhadap hal tertentu, oleh Maslow yang dikutip Santoso (2010) motif dibagi menjadi lima macam, yakni:

1. Physiological Needs (kebutuhan fisiologi)

Suatu dorongan berperilaku pada diri individu yang berasal dari kebutuhan yang berhubungan dengan kondisi tubuh seperti pangan, sandang, papan, maupun kebutuhan akan seks.

2. Safety Needs (kebutuhan rasa aman)

Suatu dorongan berperilaku pada diri individu yang berasal dari kebutuhannya yang berkenaan dengan keamanan dan keselamatan seperti perlakuan adil, pengakuan hak dan kewajiban, dan jaminan keamanan. 3. Social Needs (kebutuhan sosial)

Suatu dorongan berperilaku pada diri individu yang berasal dari kebutuhannya untuk memiliki hubungan sosial yang baik dengan individu lain. Individu berusaha mencari kasih sayang, persahabatan, penerimaan dan perhatian. Contoh dari kebutuhan ini ialah diakui sebagai anggota dan dianggap berpartisipasi.

4. Ego and Esteem Needs (kebutuhan penghargaan)

Suatu dorongan berperilaku pada diri individu yang berasal dari kebutuhannya yang berfokus pada ego, status, harga diri, dikenal, percaya diri, dan gengsi individu setelah melakukan kegiatan seperti dihargai, dipuji, dan dipercaya.

5. Self-actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri)

(25)

Penelitian Rusiani (2013) menjelaskan kaitan teori ini dengan fenomena pernikahan dini yang terjadi pada masyarakat Desa Girikarto, Kabupaten Gunung Kidul. Rusiani (2013) menemukan bahwa pernikahan dini yang terjadi disebabkan oleh motif fisiologi dan motif rasa aman, yakni dorongan pribadi individu pelaku untuk memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia, yakni kebutuhan akan seks, kebutuhan ekonomi, dan kebutuhan keamanan dari pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja desa. Penelitian lain yang dilakukan oleh NGO (2002) menemukan bahwa pernikahan dini yang terjadi pada gadis Hmong di Amerika disebabkan oleh motif sosial dan penghargaan, dimana pernikahan dini yang terjadi di dorong dari kebutuhan akan pengakuan sebagai individu yang dewasa dan bebas dalam menentukan pilihan hidup baik di mata masyarakat Hmong maupun di mata masyarakat Amerika. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka yang dimaksud perilaku menikah dini dalam penelitian ini adalah suatu respon dari stimulus melalui proses belajar yang di dorong oleh motif-motif untuk memenuhi kebutuhan fisiologi, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri.

Remaja

Hall dikutip Santrock (1998) menganggap masa remaja merupakan masa topan-badai dan stres (storm and stress). Hal tersebut disebabkan pada masa tersebut seorang individu sedang mengalami masa pergolakan yang diwarnai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Pada masa tersebut pula seorang remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Lebih lanjut Santrock (1998) menjelaskan bahwa pada masa tersebut seorang individu dipandang sedang melalui masa evaluasi, pengambilan keputusan, komitmen, dan menentukan statusnya kedepan.

Istilah remaja atau adolescence berasal dari bahasa Latin, yakni adolescentia yang berarti masa muda. Pada masa muda, seorang individu sedang berada pada masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial (Dariyo 2004). Marcia yang dikutip Sprinthall dan Collins (2002) menyatakan bahwa pada umumnya penggolongan remaja dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu remaja awal (11-15 tahun), remaja menengah (16-18 tahun), dan remaja akhir (19-21 tahun). Seorang remaja mencapai tugas-tugas perkembangannya dapat dipisahkan menjadi tiga tahap secara berurutan:

a. Masa Remaja Awal

Masa remaja awal adalah masa remaja dengan usia 11-15 tahun. Secara umum individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SMP). Masa ini remaja mengalami perubahan fisik yang sangat drastis, misal pertambahan berat badan, tinggi badan, panjang organ tubuh dan pertumbuhan fisik yang lainnya. Pada masa remaja awal memiliki karakteristik sebagai berikut lebih dekat dengan teman sebaya, lebih bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak. b. Masa Remaja Menengah

(26)

atas (SMA) dan berkeinginan mencapai kemandirian dan otonomi dari orangtua, terlibat dalam perluasan pertemanan dan keintiman dalam sebuah hubungan pertemanan. Masa remaja menengah ini memiliki karakteristik sebagai berikut mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, dan berkhayal tentang aktifitas seks. Remaja pada usia ini sangat tergantung pada penerimaan dirinya di kelompokyang sangat dibutuhkan untuk identitas dirinya dalam membentuk gambaran diri.

c. Masa Remaja Akhir

Masa remaja akhir adalah masa remaja dengan usia 19-21 tahun. Remaja pada fase ini, umumnya remaja sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMA dan mungkin sudah bekerja. Individu pada masa ini fokus pada persiapan diri untuk lepas dari orangtua menjadi kemandirian yang ingin dicapai, membentuk pribadi yang bertanggungjawab, mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideologi pribadi. Karakteristik dalam kelompok ini adalah sebagai berikut pengungkapan identitas diri, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan mampu berpikir abstrak.

Identitas Diri

Erikson yang dikutip oleh Purba (2012), identitas merupakan perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu, dalam berbagai tempat dan berbagai situasi sosial, seseorang masih memiliki perasaan menjadi orang yang sama, sehingga, orang lain yang menyadari kontinuitas karakter individu tersebut dapat merespon dengan tepat. Sejalan dengan definisi tersebut, Erikson yang dikutip Deaux (2001) menyebutkan bahwa identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai pribadi sendiri serta tidak terlarut dalam peran yang dimainkan, misalnya sebagai anak, teman, pelajar, atupun teman sejawat. Identifikasi diri muncul ketika anak muda memilih nilai dan orang tempat dia memberikan loyalitasnya, bukan sekadar mengikuti pilihan orangtuanya. Orang yang sedang mencari identitasnya adalah orang yang ingin menentukan siapakah atau apakah yang dia inginkan pada masa mendatang.

(27)

Marcia yang dikutip Walgito (1999) mengatakan bahwa identitas diri merupakan komponen penting yang menunjukkan identitas personal individu. Semakin baik struktur pemahaman diri seseorang berkembang, semakin sadar individu akan keunikan dan kemiripan dengan orang lain, serta semakin sadar akan kekuatan dan kelemahan individu dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika kurang berkembang maka individu semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal untuk evaluasi diri. Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka yang dimaksud dengan identitas diri merupakan pemaknaan diri individu terkait cita-cita, imajinasi dan ide-ide pribadi, nilai-nilai moral pribadi dan kesadaran akan keunikan diri yang berkaitan dengan peran yang dijalankan.

Identitas Sosial

Identitas sosial merupakan sebuah definisi diri yang memandu bagaimana kita mengkonseptualisasi dan mengevaluasi diri sendiri. Identitas sosial mencakup banyak karakteristik unik, seperti nama, konsep diri, jenis kelamin, gender, hubungan interpersonal (anak, perempuan, orangtua, dll), afiliasi politik atau ideologi (feminis, demokrat, dll), atribut khusus (homoseksual, pintar, keterbelakangan mental, dll) dan identitas etnik atau religius (Katolik, Muslim, Orang Minangkabau, dll) (Deaux 2001). Selain itu, Baron dan Bryne (2003) menyebutkan bahwa identitas sosial adalah definisi seseorang tentang siapa dirinya, termasuk atribut personal dan atribut yang dibaginya dengan oranglain seperti gender dan ras.

Castells (2010) mendefinisikan identitas sosial sebagai aspek yang ada pada individu terkait dirinya sendiri yang didapatnya dari kategori sosial tempat ia berada. Identitas sosial merupakan semua identitas dikonstruksikan atau dibentuk oleh sejarah, letak geografis, biologis, institusi-institusi produkif, collective memory dan fantasi personal serta kekuasaan dari aparatur-aparatur dan syariah keagamaan (kitab). Oleh karena itu, identitas sosial memiliki sifat majemuk / jamak (plurality of identites), karena identitas sosial merupakan sumber pemaknaan dan pengalaman serta atribut kultural yang diperuntukkan bagi seseorang individu atau kumpulan aktor (collective actor). Sejalan dengan definisi tersebut, Jackson dan Smith (1999) dikutip Baron dan Bryne (2003) menyebutkan bahwa identitas sosial dapat dikonseptualisasikan paling baik dalam empat dimensi, yakni persepsi dalam konteks antarkelompok (hubungan antara seseorang dengan grup lain yang menjadi perbandingan bagi diri individu), daya tarik in-group (afek yang ditimbulkan dari in-group kepada diri individu), keyakinan yang saling terkait (norma dan nilai yang menghasilkan tingkahlaku anggota kelompok ketika mereka berusaha mencapai tujuan dan berbagi keyakinan yang sama), depersonalisasi (definisi diri individu terhadap dirinya sebagai bagian dari kategori sosial yang ada di lingkungan sosialnya).

(28)

menentukan bagaimana individu mengolah informasi tentang dirinya sendiri, termasuk didalamnya motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan dan banyak hal lainnya. Konsep diri sosial merupakan suatu identitas kolektif yang meliputi hubungan interpersonal dan aspek-aspek identitas yang datang dari keanggotaannya dalam suatu kelompok, seperti ras, etnis dan budaya (Baron dan Bryne 2003). Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka definisi identitas sosial dalam penelitian ini adalah suatu pemaknaan diri sosial terkait kesadaran diri akan kesamaan perilaku dengan suatu kelompok, kesadaran akan kewajiban menjaga nama baik kelompok, kepatuhan terhadap adat istiadat dan moral yang berlaku di dalam kelompok dimana individu tinggal.

Kerangka Penelitian

Menurut Skinner yang dikutip Notoadmodjo (2003), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Respon yang muncul dipengaruhi oleh karakteristik individu maupun faktor-faktor luar dari individu yang bersangkutan. Salah satu kekuatan yang ada pada diri individu sehingga individu bertindak dan berperilaku tertentu adalah keberadaan motif yang dimiliki oleh individu. Perilaku menikah dini merupakan suatu perilaku operan yang dipelajari remaja melalui proses belajar dari lingkungan. Perilaku menikah dini yang dilatarbelakangi oleh motif individu yang diduga berkaitan dengan keberadaan faktor-faktor pendorong menikah dini pada remaja.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zai (2012) menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi kejadian menikah dini di kalangan remaja desa, yakni karakteristik sosio ekonomi, biososial, dan lingkungan. Karakteristik sosio ekonomi merujuk pada tingkat pendidikan remaja, tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan status ekonomi keluarga. Tingkat pendidikan remaja dan orangtua berhubungan dengan pola pikir yang dimiliki terkait dampak yang akan ditimbulkan dari pernikahan dini. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut diduga mempengaruhi keputusan dan motif remaja dalam menikah dini. Rendahnya status ekonomi keluarga diduga mempengaruhi keputusan orangtua maupun remaja putri untuk menikah dini guna membantu orangtua dalam meringankan beban keluarga. Karakteristik lingkungan dalam hal ini merujuk pada keyakinan terhadap norma, nilai dan kepercayaan yang diyakini bersama di lingkungan sosial remaja. Diduga keyakinan remaja terhadap norma yang ada mempengaruhi motif remaja untuk melakukan pernikahan di usia dini. Selain itu, umur menstruasi pertama pada remaja putri diduga mempengaruhi pernikahan dini yang terjadi. Hal tersebut berkaitan dengan motif remaja dalam memenuhi kebutuhan seksualnya. Menstruasi yang telah dialami remaja putri berkaitan dengan status kedewasaan dan kemampuannya untuk melahirkan.

(29)

hubungan pengaruh antara karakteristik sosio ekonomi, biososial dan lingkungan terhadap motif menikah dini pada remaja. Serta menggambarkan adanya hubungan antara motif menikah dini terhadap pembentukan identitas remaja putri perdesaan.

Variabel yang diuji hubungan maupun pengaruhnya yaitu variabel faktor-faktor pernikahan dini, variabel motif menikah dini dan variabel pembentukan identitas sosial remaja putri. Variabel faktor-faktor penikahan dini yang dimaksud dalam penelitian ini ialah tingkat pendidikan remaja, tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, status ekonomi keluarga, umur menstruasi pertama remaja, dan keyakinan terhadap norma. Variabel faktor-faktor pernikahan dini tersebut diuji hubungan pengaruhnya terhadap motif menikah dini pada remaja. Selanjutnya, variabel motif menikah dini dihubungkan terhadap pembentukan identitas (diri dan sosial) remaja putri yang menikah dini. Adapun keterkaitan antar variabel-variabel tersebut tersaji dalam kerangka penelitian di bawah ini.

Gambar 1 Kerangka penelitian pengaruh status ekonomi keluarga terhadap motif menikah dini di perdesaan

Hipotesis Penelitian

1. Diduga Tingkat pendidikan pelaku, tingkat pendidikan ayah pelaku, tingkat pendidikan ibu pelaku, status ekonomi keluarga, umur menstruasi pertama, tingkat keyakinan terhadap norma berpengaruh terhadap motif menikah dini.

(30)

2. Diduga terdapat hubungan antara motif menikah dini terhadap pembentukan identitas remaja putri perdesaan.

Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur variabel-variabel yang di teliti. Adapun definisi operasional yng digunakan adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pendidikan remaja adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala ordinal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Tinggi : SMA/SMK/Sederajat - Sedang : SMP/MTS/Sederajat

- Rendah : Tidak sekolah, SD/MI/Sederajat

2. Tingkat pendidikan ayah adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh ayah responden. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala ordinal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Tinggi : SMA/SMK/Sederajat - Sedang : SMP/MTS/Sederajat

- Rendah : Tidak sekolah, SD/MI/Sederajat

3. Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh ibu responden. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala ordinal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Tinggi : SMA/SMK/Sederajat - Sedang : SMP/MTS/Sederajat

- Rendah : Tidak sekolah, SD/MI/Sederajat

4. Status ekonomi keluarga adalah tingkat kemampuan keluarga inti pelaku dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan yang diukur melalui indikator tingkat pengeluaran keluarga per bulan. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala ordinal. Status ekonomi keluarga dibagi menjadi tiga kategori (ditentukan berdasarkan data emik) yakni:

- Status ekonomi bawah, jika pengeluaran keluarga kurang dari Rp1 360 000 - Status ekonomi sedang, jika pengeluaran keluarga Rp1 360 000 - Rp2 600

000

- Status ekonomi atas, jika pengeluaran keluarga lebih dari Rp2 600 000 5. Umur menstruasi pertama adalah waktu pertama kali pelaku mengalami

menstruasi. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yang terbagi menjadi dua kategori yakni:

- Lambat, jika pelaku mengalami menstruasi pertama pada usia lebih dari atau sama dengan 13 tahun

- Cepat, jika mengalami mentruasi pertama pada usia di bawah 13 tahun 6. Keyakinan terhadap norma adalah total skor persepsi pelaku terkait keberadaan

(31)

digunakan adalah skala ordinal. Variabel ini dibagi menjadi tiga kategori, yakni:

- Rendah, apabila skor total variabel berada pada rentang 14-20 - Sedang, apabila skor total variabel berada pada rentang 21-26 - Tinggi, apabila skor total variabel berada pada rentang 27-33

7. Motif menikah dini adalah total skor kesesuaian pelaku terkait alasan tujuan yang melatarbelakangi pelaku dalam menikah dini. Motif menikah dini dalam penelitian ini terdiri dari lima kategori, yakni:

1. Fisiologis adalah alasan responden dalam menikah dini dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti pangan, sandang, papan maupun seks.

2. Keamanan adalah alasan responden dalam menikah dini yang bertujuan untuk menghindari pergaulan bebas.

3. Sosial adalah alasan responden dalam menikah dini dengan tujuan guna memperoleh kasih sayang, perhatian dan persahabatan (hubungan sosial). 4. Harga diri adalah alasan responden dalam menikah dini yang bertujuan

untuk memperoleh harga diri, status dan prestise.

5. Aktualisasi diri adalah alasan responden dalam menikah dini yang bertujuan untuk terlepas dari aturan orangtua dalam rangka mengembangkan potensi dalam diri.

Masing-masing kategori pada motif menikah dini akan dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang terangkum dalam kuesioner. Total pernyataan dari kelima motif adalah 15 pernyataan dengan masing-masing komponen motif menikah dini adalah tiga pernyataan. Total minimum dan total maksimum dari semua pernyataan adalah 23 dan 55. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal. Variabel motif menikah dini dalam hubungannya dengan perilaku menikah dini dibagi menjadi tiga kategori, yakni:

- Lemah, apabila skor total variabel berada pada rentang 23-33 - Sedang, apabila skor total variabel berada pada rentang 34-44 - Kuat, apabila skor total variabel berada pada rentang 45-55

10. Pembentukan identitas remaja perdesaan adalah proses pemaknaan diri pada setiap individu pelaku terkait identitas diri dan identitas sosial. Pembentukan identitas remaja putri perdesaan yang dimaksud dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni:

a. Pembentukan identitas diri adalah total skor kesesuaian pelaku terhadap pemaknaan diri yang berkaitan dengan hal-hal yang ia inginkan untuk masa depannya seperti cita-cita, imajinasi pribadi setelah menikah, ide-ide pribadi, kesadaran akan keunikan diri, nilai-nilai moral pribadi, kepentingan pendapat diri. Identitas diri diukur dengan menggunakan enam pernyataan pada kuesioner. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yang terbagi menjadi dua kategori, yakni:

- Lemah, apabila jumlah skor pada kuesioner pada rentang 9-15 - Kuat, apabila jumlah skor pada kuesioner pada rentang 16-21

(32)

delapan pernyataan pada kuesioner. Skala pengukuran yang digunakan adalah skal ordinal yang terbagi menjadi dua kategori, yakni:

(33)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei dengan metode penjelasan (explanatory research). Penelitian explanatory research merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok dengan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi 1989). Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam kepada responden maupun informan. Peubah yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari peubah pengaruh yaitu faktor-faktor menikah dini yang meliputi tingkat pendidikan remaja, tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan ibu, umur pertama menstruasi, keyakinan terhadap norma yang berlaku dan peubah terpengaruh yakni motif menikah dini. Selain itu diteliti juga hubungan antara motif menikah dini terhadap pembentukan identitas remaja.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Anjatan Utara, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut sesuai dengan topik penelitian yang akan dilakukan, dimana lokasi tersebut merupakan salah satu desa di Kecamatan Anjatan dengan tingkat pernikahan dini tertinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan ditemukan bahwa banyak pernikahan yang terjadi pada remaja putri Desa Anjatan Utara pada usia di bawah 18 tahun. Pengambilan data dilakukan pada bulan April tahun 2014. Kegiatan penelitian secara keseluruhan diselenggarakan sejak bulan April hingga bulan Juli tahun 2014.

Teknik Pengambilan Sampel

(34)

Rentang usia maksimal tersebut sengaja dipilih dengan pertimbangan pada rentang usia tersebut reponden masih menunjukkan karakteristik individu sebagai remaja. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan penilaian dan kriteria tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik ini dipilih dengan pertimbangan bahwa teknik ini merupakan teknik yang dianggap paling representatif dengan keadaan di lapangan, dimana pernikahan dini yang dilakukan secara umum merupakan pernikahan tidak resmi sehingga tidak tersedia daftar nama responden dengan kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa data terkait kependudukan dan gambaran umum desa yang diperoleh dari kantor Desa Anjatan Utara. Data primer yang dikumpulkan ialah data terkait pernikahan dini yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Anjatan dan Lebe2 desa. Selain itu, data primer terkait keyakinan pelaku terhadap norma yang berlaku, motif menikah dini, dan pembentukan identitas remaja yang diperoleh melalui kuesioner. Wawancara mendalam dilakukan kepada responden maupun informan guna menggali data kualitatif dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam terkait gaya hidup dan alasan maraknya pernikahan dini. Wawancara mendalam dimanfaatkan sebagai informasi penjelasan yang diintegrasikan dengan jawaban yang ada pada kuisioner untuk mendukung dan memperkuat data kuantitatif yang diperoleh.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner akan diolah secara kuantitatif dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS for Windows versi 20. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear berganda dan Uji korelasi rank spearman. Uji regresi linear berganda digunakan untuk pengujian pengaruh antara faktor-faktor menikah dini terhadap motif menikah dini. Adapun Faktor-faktor menikah dini yang diuji sebagai variabel independen ialah tingkat pendidikan, tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan ibu, status ekonomi keluarga, umur menstruasi pertama, dan keyakinan terhadap norma yang ada. Uji korelasi rank spearman digunakan untuk pengujian hubungan antara motif menikah dini terhadap pembentukan identitas.

Pembentukan identitas yang diuji hubungannya dengan motif menikah dini ialah pembentukan identitas diri dan pembentukan identitas sosial. Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 10 persen atau pada taraf nyata 0,10 dengan tingkat kepercayaan sebesar 90 persen. Interpretasi data mengenai kekuatan hubungan antar dua variable yang dihasilkan dari Uji korelasi

rank spearman dalam penelitian ini digunakan pendapat dari Sarwono (2006)

2

(35)

yang membagi kriteria kriteria hubungan sebagai berikut: (a) Tidak ada korelasi antara dua variabel apabila koefisien korelasi sama dengan 0, (b) hubungan sangat lemah apabila koefisien korelasi > 0 – 0.25, (c) hubungan cukup kuat apabila koefisien korelasi > 0.25 – 0.5, (d) hubungan kuat apabila koefisien korelasi > 0.5

(36)
(37)

PROFIL DESA ANJATAN UTARA

Kondisi Geografi

Desa Anjatan Utara merupakan salah satu daerah dataran rendah yang terletak di wilayah Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Secara administratif, batasan Desa Anjatan Utara antara lain: (a) sebelah utara berbatasan dengan Desa Limpas; (b) sebelah timur berbatasan dengan Desa Limpas; (c) sebelah selatan berbatasan dengan Desa Anjatan; (d) sebelah barat berbatasan dengan Desa Cilandak lor dan Desa Anjatan. Sementara itu, jarak kantor pemerintahan Desa Anjatan Utara dengan jalan raya Pantura adalah sejauh enam kilometer, dengan pemerintahan Ibu kota Indramayu yaitu 50 kilometer, dengan pemerintahan provinsi Jawa Barat yaitu 210 kilometer.

Akses untuk mencapai lokasi Desa Anjatan Utara cukup mudah dijangkau, baik menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Ada angkutan desa yang memfasilitasi masyarakat dalam melakukan mobilitas antar wilayah. Kendaraan-kendaraan tersebut melewati jalan kabupaten sepanjang dua kilometer dan jalan desa sepanjang 15 kilometer. Keberadaannya yang berdekatan dengan Kantor Kecamatan Anjatan dan dilalui jalan raya penghubung Patrol-Subang serta kondisi jalan terpelihara baik memungkinkan masyarakat Desa Anjatan Utara berkembang.

Tabel 1 Luas lahan dan persentase pemanfaatan lahan Desa Anjatan Utara, 2013

Pemanfaatan lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Pemukiman 32.0 4.45

Pesawahan 550.0 76.60

Perkebunan 2.5 0.35

Pekuburan 2.0 0.28

Pekarangan 131.0 18.25

Perkantoran 0.5 0.07

Total 718.0 100.00

Sumber: Data monografi Desa Anjatan Utara, 2013

Tabel 1 menggambarkan komposisi pemanfaatan lahan Desa Anjatan utara secara keseluruhan. Total luas wilayah Desa Anjatan Utara ialah 718 hektar dengan kontur tanah coklat subur yang sebagian besar ditanami Padi dengan masa musim panen dua kali dalam setahun. Selain padi, terdapat juga tanaman khas wilayah ini yang dijadikan sebagai makanan khas masyarakat serta dijadikan sebagai salah satu komoditi utama yang dihasilkan oleh masyarakat yakni Semanggen3. Lahan pekarangan yang dimaksud ialah lahan di sekitar pemukiman warga yang biasanya dimanfaatkan untuk ditanami tanaman buah-buahan maupun

3

(38)

sayuran seperti mangga, pisang dan kangkung. Hitungan lahan pekarangan tersebut termasuk luas pemanfaatan lahan guna sungai-sungai yang dimanfaatkan warga sebagai sumber air untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi, cuci, kaktus. Aliran air tersebut berasal dari aliran-aliran sungai yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) bendungan Jatiluhur. Pemukiman warga yang cukup padat dengan tata letak rapih berdasarkan gang-gang pada tiap dusun. Pemanfaatan lahan perkantoran ialah pemanfaatan lahan guna pembangunan sarana prasarana desa seperti kantor balai Desa Anjatan Utara, kantor KUA Kecamatan Anjatan maupun kantor-kantor swasta seperti kantor bank-bank sebagai pendukung kegiatan perekonomian masyarakat Desa Anjatan Utara. Secara umum, lahan yang ada di Desa Anjatan Utara dimanfaatkan secara produktif, baik sebagai lahan pesawahan, perkebunan, pekarangan, pemukiman, pekantoran maupun pekuburan.

Kondisi Demografi

Desa Anjatan Utara terbagi menjadi empat dusun dengan sepuluh Rukun Warga (RW) dan 28 Rukun Tetangga (RT). Adapun dusun yang terdapat di Desa Anjatan utara ialah Dusun Babakan yang terdiri dari dua RW dengan enam RT, Dusun Sabrang Wetan yang terdiri dari tiga RW dengan delapan RT, Dusun Buyut Milah terdiri dari tiga RW dengan delapan RT, dan Dusun Sasak Mijan terdiri dari dua RW dengan enam RT. Jumlah penduduk Desa Anjatan Utara berdasarkan data monografi desa bulan maret tahun 2014 ialah sebanyak 8 875 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4 369 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 4 506 jiwa. Sementara itu, jumlah kepala keluarga (KK) di Desa Anjatan Utara ialah sebanyak 2 354 Kepala Keluarga (KK). Komposisi jumlah penduduk dan kepala keluarga dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Komposisi jumlah penduduk dan kepala keluarga (KK) Desa Anjatan

Utara menurut jenis kelamin, 2014

Dusun Jumlah penduduk Jumlah KK

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Babakan 985 978 493 86

Sabrang wetan 1352 1379 667 112

Buyut milah 1195 1278 525 115

Sasak mijan 837 871 279 77

Total 4369 4506 1964 390

Sumber: Data monografi Desa Anjatan Utara 2014

(39)

tak jarang yang bercerai pada tahun yang sama dengan tahun pernikahan. Kejadian tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat Desa Anjatan Utara. Adapun sebaran jumlah dan persentase penduduk Desa Anjatan Utara berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Anjatan Utara berdasarkan

tingkat pendidikan, 2014

Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase (%)

Tidak sekolah 106 1.5

SD/sederajat 3304 48.2

SLTP/sederajat 1945 28.3

SLTA/sederajat 1344 20.0

Perguruan tinggi/S1 153 2.0

Total 6852 100.0

Sumber: Data monografi Desa Anjatan Utara 2014

Tabel 3 menunjukkan bahwa penduduk Desa Anjatan Utara merupakan masyarakat dengan rata-rata tingkat pendidikan yang rendah, yakni sekitar 3 304 jiwa penduduk Desa Anjatan Utara hanya menempuh pendidikan setingkat sekolah dasar (SD). Tingkat pendidikan menengah atau sederajat SLTP hanya ditempuh oleh sekitar 1 945 jiwa penduduk Desa Anjatan Utara, sedangkan tingkat pendidikan tinggi atau sederajat SLTA hanya sekitar 1 344 jiwa penduduk Desa Anjatan Utara yang mampu menempuhnya. Bahkan sebanyak 106 jiwa penduduk Desa Anjatan Utara tidak pernah menempuh pendidikan apapun atau dengan kata lain tidak sekolah. Sebagian besar masyarakat Desa Anjatan Utara berpandangan bahwa menempuh pendidikan yang lebih tinggi bukanlah sesuatu yang penting atau diutamakan. Pendidikan dasar setingkat SD sudah dianggap cukup sebagai syarat berpendidikan bagi masyarakat, hal ini berkaitan dengan kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat sehingga kurang mampu untuk biaya sekolah. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh salah satu staff pemerintah Desa Anjatan Utara, sebagai berikut:

Dulu memang pendidikan tertinggi masyarakat itu Sekolah dasar (SD). Namun, semakin ke sini masyarakat mulai sadar bahwa melanjutkan pendidikan itu penting. Sekarang sudah naik, semenjak ada bantuan BOS rata-rata pendidikan masyarakat usia muda ialah Sekolah Menengah

Pertama (SMP).” (UDN 42 tahun)

(40)

Tabel 4 Sebaran penduduk Desa Anjatan Utara menurut jenis pekerjaan, 2014

Sumber: Data monografi Desa Anjatan Utara 2014

Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan penduduk Desa Anjatan Utara adalah petani dan buruh tani yakni sejumlah 5 346 jiwa. Selain jenis pekerjaan yang tertera di atas, sebagian penduduk Desa Anjatan Utara yang berusia produktif bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri (Taiwan, Jepang, Arab saudi, Singapura, Abu Dhabi, Hongkong, Malaysia, Korea) yakni sekitar 158 jiwa dengan mayoritas pekerjaan sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) dan buruh pabrik. Data monografi Desa Anjatan Utara tahun 2014 menunjukkan 46 persen dari jumlah yang ada, penduduknya bekerja di luar negeri dengan perusahaan atau penanggung jawab TKI yang belum jelas. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan informasi bahwa persentase tersebut termasuk didalamnya adalah para remaja putri. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh salah satu Informan, sebagai berikut:

“Ya memang beberapa remaja putri ada yang kerja di luar negeri. Ada yang

kerja jadi PRT tapi ada juga yang kerjanya di -pabrik botol-4, ya pekerjaan jaman sekaranglah. Lumayan mungkin buat bantu-bantu orang tua disini.”

(ADN 45 tahun)

Pekerjaan sebagai karyawan di pabrik botol ditanggapi masyarakat sebagai pekerjaan yang sudah umum terjadi sebagai pekerjaan kekinian. Diakui warga bahwa hal tersebut didorong oleh nilai sosial yang berkembang di masyarakat yakni dimana anak perempuan merupakan aset ekonomi keluarga. Anak perempuan diharapkan dapat mengangkat derajat ekonomi keluarga. Salah satu diantaranya adalah dengan cara bekerja ke luar negeri maupun luar kota.

4

(41)

Kondisi Sosial Budaya

Penduduk Desa Anjatan Utara sebagian besar menganut agama Islam, yakni sebesar 99.3 persen atau 8 814 jiwa. Sedangkan persentase 0.7 persen penduduknya menganut agama Katolik sebanyak 5 jiwa, Protestan sebanyak 54 jiwa dan Hindu sebanyak 2 jiwa. Desa Anjatan Utara memiliki beberapa sarana peribadatan yakni satu bangunan masjid, 19 bangunan musholla, sedangkan gereja dan wihara tidak tersedia di Desa Anjatan Utara. Gereja dan Wihara tersedia di luar desa, yakni berada di Desa Anjatan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, masyarakat Desa Anjatan Utara merupakan masyarakat yang masih menjunjung tinggi rasa saling menghormati antar umat beragama. Tidak pernah terjadi masalah antar warga mengenai perbedaan agama. Nilai-nilai toleransi antar agama dianut warga secara baik. Kelembagaan pengajian masih eksis di Desa Anjatan Utara, terhitung lebih dari empat kelompok pengajian yang masih aktif. Umumnya peserta pengajian ialah para orangtua usia lanjut. Pengajian dilaksanakan di mushola-mushola. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh salah satu Informan, sebagai berikut:

Disini warganya saling toleransi antar agama. Walaupun rata-rata yang non islam itu biasanya warga pendatang. Tapi tetap saja warga disini saling menghargai untuk hal-hal tersebut.” (UDN 42 Tahun)

Kehidupan masyarakat Desa Anjatan Utara tergolong masyarakat yang cukup modern, hal ini ditandai dengan penggunaan handphone sebagai alat komunikasi warga khususnya dikalangan para remaja desa, selain itu semenjak sekitar tahun 2000-an internet juga sudah mulai masuk ke Desa Anjatan Utara. Kini sudah tersedia beberapa warung-warung internet (warnet) di pinggiran jalan desa yang dimanfaatkan oleh warga khususnya di kalangan remaja. Keberadaan warung-warung internet tersebut memiliki pengaruh terhadap gaya hidup buruk remaja desa, perilaku seks bebas semakin marak terjadi di kalangan remaja desa. Warung-warung internet dengan akses internet yang bebas juga desain ruangan sewa yang tertutup semakin mendorong perilaku seks bebas pada remaja. Banyak terjadi perilaku mesum remaja yang dilakukan di warnet-warnet tersebut. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh salah satu responden, sebagai berikut:

“Nikah dini banyak terjadi karena internet juga sih mbak. Kan sekarang ada youtube tuh mbak bisa buka apa aja. Apalagi warnet itu kan ruangan-ruangannya ketutup, bisa ngapain aja bebas di dalamnya. banyak tuh pasangan yang pacaran disana. Dulu sempat ketahuan ada yang berbuat mesum di warnet waktu digrebek polisi di salah satu warnet di sebrang jalan itu. Warnetnya sempet tutup, tapi sekarang sudah buka lagi mbak. Ya

begitu remaja sini masih aja kaya dulu tingkahnya” (TLT 20 tahun)

(42)

umumnya disebut barjenan, yakni permainan kartu wartet dengan minimal nominal uang taruhan sebesar Rp500. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh dua responden di lapangan, sebagai berikut:

“...Biasalah mbak main barjenan. Lumayan mbak buat tambah-tambah uang jajan dari pada bengong atau ngegosip ga karuan kan” (EVT 20 tahun)

“...Pergaulan remaja desa emang diakui ga baik sih mbak. Suka mabok -mabokan, suka bikin tuak sendiri gitu. Kalo malem masih suka keluyuran kemana-mana sambil pada mabok. Trus sama suka pacaran di bekas proyek pertamina disana mbak, pada mesum deh tuh disana” (RTN 21 tahun)

Kondisi Sosial Ekonomi

Secara umum kondisi ekonomi masyarakat Desa Anjatan Utara masih tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai buruh tani yang mengandalkan hidup dari hasil panen. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa khusus masyarakat yang tinggal di dekat sungai, bangunan tempat tinggal yang dihuni masih berdiri di atas tanah sewaan milik dinas perairan, dan ketidakmampuan masyarakat dalam membangun fasilitas MCK di dalam rumah. Sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan sungai sebagai sumber air untuk kegiatan mandi, cuci, kaktus. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, terlihat berdiri beberapa fasilitas MCK umum yang terbuat dari bambu-bambu yang dimanfaatkan secara penuh oleh masyarakat, sedangkan untuk kebutuhan masak dan minum, masyarakat desa membeli air yang dijual warga lainnya yang telah memiliki air PAM di rumahnya, atau biasa disebut ngangsu dengan harga Rp2000 per drum. Sebagian besar masyarakat pemukiman warga sudah dialiri listrik, namun tak jarang banyak pemukiman warga masih menggunakan listrik dengan cara menyambung dengan listrik tetangga.

Kesejahteraan masyarakat Desa Anjatan Utara masih tergolong cukup rendah, hal ini berkaitan dengan pemanfaatan Bank Keliling oleh sebagian besar masyarakat. Peminjaman dengan sistem bunga yang cukup tinggi masih dipilih masyarakat sebagai strategi bertahan hidup. Sejalan dengan kondisi tersebut, ditunjukan dalam profil Desa Anjatan Utara tahun 2013 bahwa masih terdapat 180 keluarga dengan rumah tidak layak huni dan keluarga miskin sosial sejumlah 1 120 keluarga.

Ikhtisar

(43)
(44)

Gambar

Tabel 1  Luas lahan dan persentase pemanfaatan lahan Desa Anjatan Utara, 2013
Tabel 2  Komposisi jumlah penduduk dan kepala keluarga (KK) Desa Anjatan Utara menurut jenis kelamin, 2014
Tabel 3  Jumlah dan persentase penduduk Desa Anjatan Utara berdasarkan tingkat pendidikan, 2014
Tabel 4  Sebaran penduduk Desa Anjatan Utara menurut jenis pekerjaan, 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah ini terdiri dari teori yang membahas tentang: pengertian pemasaran, pendekatan pemasaran, lingkungan pemasaran, sasaran pemasaran, perilaku dan motivasi

Bila kejadian kerunruhan dari kedua type secara bersamaan, disebut nya keruntuhan seimbang (balance).. Pada praktiknya penyederhanaan ini diabaikan. Di seluruh kolom , tegangan

[r]

Produk Industri Kehutanan (ETPIK) oleh Direktur Jenderal. Perusahaan industri kehutanan yang dapat diakui sebagai ETPIK adalah perusahaan industri kehutanan yang telah

The strict n -species ESS is in analogy with the one-species ESS theory from a dynamical point of view, too, since it guarantees the asymptotic stability of the replicator dynamics

Pembagian pada sistem bilangan binari juga dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pembagian bilangan desimal. Pembagian dengan 0 tidak mempunyai arti, sehingga dasar

Seharusnya pada benih mati tidak terjadi proses imbibisi karena sel-sel dan bakal embrio cacat atau tidak dapat melakukan proses penyerapan air.. Benih mati terjadi imbibisi

Analisis pada kajian ini telah menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap penggunaan bahasa asing di ruang publik.Mereka kurang bangga