PENGARUH WAKTU PENIMBUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA BAK PENAMPUNGAN (FAT PIT) TERHADAP KADAR KOTORAN MINYAK
SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA
KARYA ILMIAH
PRIYASIN HARDIAN
062409018
PROGRAM STUDI DIPLOMA – III KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH WAKTU PENIMBUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA BAK PENAMPUNGAN (FAT PIT) TERHADAP KADAR KOTORAN MINYAK
SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
PRIYASIN HARDIAN
062409018
PROGRAM STUDI DIPLOMA – III KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH WAKTU PENIMBUNAN MINYAK
SAWIT MENTAH (CPO) PADA BAK PENAMPUNGAN (FAT PIT) TERHADAP KADAR KOTORAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : PRIYASIN HARDIAN
Nomor Induk Mahasiswa : 062409018
Program Studi : KIMIA INDUSTRI D-3
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
Disetujui di
Medan,
Diketahui/Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua, Pembimbing
DR. RUMONDANG BULAN, MS
NIP. 131 459 466 NIP. 131 573 970
PERNYATAAN
PENGARUH WAKTU PENIMBUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA BAK PENAMPUNGAN (FAT PIT) TERHADAP KADAR KOTORAN MINYAK
SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2009
PRIYASIN HARDIAN
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan
baik.
Adapun karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil kerja praktek yang
dilaksanakan di PKS PTPN IV Adolina Perbaungan. Penulisan Karya ilmiah ini
adalah untuk memenuhi dan melengkapi mata kuliah di program studi Diploma III
Kimia Industri Departemen Kimia FMIPA USU.
Karya ilmiah ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu
ayahanda dan ibunda, serta keluarga tercinta yang merupakan bagian hidup penulis
yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada orang – orang yang telah berjasa dalam penulisan Karya Ilmiah ini, yaitu
antara lain:
1. Ibu Dra. Saur Lumbanraja, MSi sebagai Dosen Pembimbing Karya Ilmiah.
2. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc selaku dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
4. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, Mphill selaku ketua Program Studi D-3
Kimia Industri
5. Ayahanda Pramudio Harianto dan Ibunda Sri Kustari tercinta yang telah
bersusah payah berbuat yang terbaik demi kemajuan anak – anaknya baik
material maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini.
7. Kepada yang tersayang Adilla Pratiwi yang telah setia selama tiga tahun
menemani dan selalu memberikan semangatnya selama masa kuliah.
8. Kelarga besar Muhammad Soenardo Simanjuntak yang telah memberikan
sarana selama penulis melakukan PKL.
9. Rekan PKL, Ahmad Abdul Aziz
10.Semua rekan – rekan mahasiswa Kimia Industri Angkatan 2006, khususnya
Awaluddin Nainggolan, Indra Nugraha, Ricky Hidyat, Erix Situmeang, Faisal,
Jefry Bolon.
11.Kakanda M. Zulham Effendi yang telah banyak membantu di laboratorium.
12.Kakanda Katuo dan Enyak yang telah memberikan bantuan materil.
13.Kakanda Geboy dan seluruh warga x-it.net yang telah memberikan tempat
semasa kuliah dan semasa penulisan karya ilmiah ini.
14.Seluruh pihak PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina yang telah
banyak membantu serta membimbing selama pengerjaan karya ilmiah ini
15.Seluruh dosen khususnya dosen Kimia Industri
Akhir kata, penulis mengharapkan karya ilmiah ini bermanfaat bagi para
pembaca dalam meingkatkan wawasan pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan
alam.
Medan, Juni 2009 Penulis
ABSTRAK
THE INFLUENCE OF HOARDING TIME OF CRUDE PALM OIL IN FAT PIT VESSEL TOWARDS SLUDGE CONTENT OF CRUDE PALM OIL IN
PALM OIL FACTORY PTPN. IV KEBUN ADOLINA
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
PERNYATAAN ... ii
PENGHARGAAN ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan ... 2
1.4 Manfaat ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Sejarah Kelapa Sawit ... 4
2.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit ... 5
2.2.1 Berdasarkan Tebal Tipisnya Tempurung ... 5
2.2.2 Berdasarkan Warna Kulit Buah ... 6
2.3 Manfaat Kelapa Sawit dan Produknya ... 7
2.4 Pengolahan Kelapa Sawit ... 8
2.5 Standar Mutu Minyak Sawit ... 11
2.6 Pengertian dan Karakteristik Mutu pada Minyak Sawit ... 12
2.7 Kadar Kotoran ... 13
2.8 Metode Pemurnian Minyak Kasar ... 15
2.8.1 Pemisahan dengan Cara Biologis ... 15
2.9 Fat pit ... 15
BAB 3 BAHAN DAN METODE ... 17
3.2 Bahan... 17
3.3 Prosedur Percobaan ... 17
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1 Data ... 19
4.2 Perhitungan ... 19
4.3 Pembahasan ... 20
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 22
5.1 Kesimpulan ... 22
5.2 Saran ... 22
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) adalah tumbuhan industri penting
penghasil minyak yang dapat dimakan (edible oil), minyak industri, maupun bahan
bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak
hutan dan perkebunan lama di konversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Dalam cairan terdapat beberapa fase yang sulit dipisahkan dengan satu cara,
maka dilakukan pemisahan fase minyak, fase NOS (Non Oil Solid) dan fase air
dengan beberapa tahapan. Pemisahan minyak dari fraksi cairan lainnya dilakukan
dengan berdasarkan prinsip filtrasi, pengendapan, penguapan, sentrifugasi dan
sebagainya.(Naibaho,1997)
Salah satu mutu minyak sawit tergantung pada kadar kotoran. Jumlah
kandungan kadar kotoran pada minyak dapat bertambah disebabkan karena
pengolahan minyak sawit itu sendiri maupun tempat penyimpanan atau penimbunan
sementara CPO seperti pada bak fat pit. Kenaikan kadar kotoran dapat merusak mutu
minyak sawit.
Oleh karena itu dilakukan pemeriksaan terhadap kadar kotoran CPO yang
terdapat pada bak fat pit dengan variasi perubahan waktu timbun yaitu selama 1
sampai 5 hari. Dari hasil analisa laboratorium maka akan dapat diketahui berapa
lamakah waktu optimum penimbunan minyak sawit pada bak fat pit yang masih
memenuhi standart mutu untuk di olah kembali ke stasuin klarifikasi. Dengan
mengurai losis minyak, karena jika kandungan kadar kotoran pada minyak sawit
mentah yang terdapat pada bak fat pit terlalu tinggi, saat akan di kembalikan ke
stasuin klarifikasi akan merusak minyak sawit mentah (CPO) dan meningkatkan losis
minyak karena sebagian CPO akan terikut dengan kotoran yang akan di buang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk lebih mendalami dan menulis
karya ilmiah ini dengan judul “Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah
(CPO) pada Bak Penampungan (Fat Pit) Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit
Mentah (CPO) di PTPN IV Kebun Adolina Perbaungan”.
1.2 Permasalahan
Apakah kadar kotoran yang terkandung dalam CPO pada bak fat pit dengan variasi
waktu pengendapan 1 – 5 hari masih memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan
oleh PKS PTPN IV Kebun Adolina Perbaungan.
1.3 Tujuan
- untuk mengetahui waktu optimum penimbunan CPO pada bak fat pit
- untuk mengetahui kenaikan kadar kotoran CPO pada bak fat pit dengan variasi
perbedaan waktu timbun
- Untuk mengetahui penyebab terjadinya kenaikan kadar kotoran pada bak fat
1.4 Manfaat
- Untuk meliat secara langsung penerapan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah
terhadap variabel – variabel yang berkaitan denan proses produksi dalam skala
besar.
- Untuk mengetahui kadar kotoran pada setiap variasi waktu timbun antara 1 – 5
hari dari minyak kelapa sawit yang terdapat dalam bak fat pit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang
diperkirakan berasal dari Nigeria (afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di
hutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun
1848, di bawah dari Mautitius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit
kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing – masing berjumlah dua
batang dan pada tahun itu juga ditanam di kebun raya Bogor. Hingga saat ini, dua dari
empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit
yang ada di Asia Tenggara. Sebagai keturunan kelapa sawit dari kebun raya Bogor
tersebut telah diintroduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara) hingga dinamakan
varietas Deli Dura.
Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan
pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hallet, seorang kebangsaan
Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah, dari 1.272 Ha pada tahun 1916
menjadi 92.307 Ha pada tahun 1983.
Sebagai areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya dimiliki
oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya, kepemilikan
perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari Eropa. Pada tahun
1957, pemerintah republik Indonesia menasionalisaikan (mengambil alih) seluruh
Indonesia terus mengalami perkembangan, meskipun dalam perjalannya mengalami
pasang surut.
2.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang dapat dikenal. Varietas –
varietas itu dapat dibedakan berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas –
varietas tersebut. Ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai
beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik
dibandingkan varietas lain.
2.2.1 Berdasarkan Tebal Tipisnya Tempurung
1. Varietas Dura
Tempurung cukup tebal (2-8 mm), daging buah tipis. Persentase daging buah
terhadap buah 35-50%, inti buah (kernel) besar, tetapi kandungan minyaknya rendah.
Dalam berbagai persilangan untuk menghasilkan varietas baru, varietas Dura selalu
dijadikan sebagai tanaman betina oleh pusat – pusat penelitian.
2. Varietas Psiferas
Tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Daging buah tebal, inti buah
sangat kecil. Kandungan minyak inti rendah karena ukuran kernelnya sangat kecil.
Dalam persilangan untuk menghasilkan varietas baru, varietas psifera dijadikan
3. Varietas Tenera
Merupakan hasil persilangan antara varietas Dura (D) dan Psifera (P) sehingga
sifat – sifat morfologi dan anatomi ini (DxP) merupakan perpaduan antara kedua sifat
induknya. Tebal tempurung varietas tenera adalah 0,5-4,0 mm, persentasi daging buah
terhadap buah 60 -90%, kandungan minyak daging buah 18-23%, dan kandungan
minyak inti 5%
4. Varietas Macro Carya
Daging buah sangat tipis tempurung sangat tebal (4-5 mm)
5. Varietas Dwikka Wakka
Dwikka Wakka mempunyai ciri khas, yaitu daging buahnya (sabut) berlapis
dua. Oleh karena itu disebut Dwikka. Macro Carya dan Dwikka Wakka merupakan
varietas yang jarang ditemukan di lapangan, sedangkan tenera merupakan varietas
yang paling banyak dibudidayakan karena dianggap paling menguntungkan secara
ekonomis. (Hadi,M.M.,2004)
2.2.2. Berdasarkan Warna Kulit Buah
Pembagian Varietas bedasarkan warna kulit buah, terdapat tiga varietas kelapa
sawit, yaitu sebagai berikut :
a. Nigrescens
Warna kulit bhuah kehitaman saat masih muda dan berubah menjadi jingga
kemerahan jika sudah tua/masak.
b. Virescens
Warna kulit hijau saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan jika
c. Albescens
Warna kulit keputih – putihan saat masih muda dan berubah menjadi kekuning
– kuningan jika sudah tua / masak.
Diantara ketiga varietas di atas, Nigrescens paling banyak di budidayakan.
Virescens dan Albescens jarang dijumpai dilapangan, umumnya hanya digunakan
sebagai bahan penelitian oleh lembaga – lembaga penelitian. (Mangoensoekarjo, S
dan Semangun,H.,2003)
2.3 Manfaat Kelapa Sawit dan Produknya
Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga
saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil
minyak nabati lainnya, misalnya kedelai, kacang tanah, kelapa, bunga matahari, dan
lain – lain.
Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki
keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih
lanjut manjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan
(minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak, dan lain – lain), tetapi juga untuk
memenuhi kebutuhan non pangan (gliserin, sabun, detejen, BBM, dan lain – lain).
Kegunaan dari masing – masing produk tersebut adalah :
- Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku untuk kebutuhan pangan (minyak
goreng, margarin, vanaspati, lemak, dan lain – lain), tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan non pangan (gliserin, sabun, deterjen, BBM, dan lain – lain).
- Inti sawit yang menghasilkan minyak inti digunakan sebagai bahan sabun,
- Cangkang atau tempurungnya dapat digunakan sebagai bahan bakar / sumber
energi.
- Tandan kosong untuk bahan bakar ketel uap, mulsa dan abu sebagai pupuk
kalium.
- Ampas lumatan daging buah untuk bahan bakar ketel uap. (Hadi,M.M.,2004)
2.4 Pengolahan Kelapa Sawit
Tahap – tahap pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude palm Oil
(CPO) adalah sebagai berikut :
1. Stasiun Penerimaan Buah
Sebelum diolah dalam PKS, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun
pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang dijembatan
timbang (Weight Bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah (loading
ramp).
a. Jembatan Timbang
Penimbangan dilakukan dua kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke
pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar (Berat
Truk). Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih.
b. Sortasi
Setelah selesai ditimbang kemudian buah dibawa ketempat pengumpulan buah
untuk disortasi. Penyortasian dilakukan berdasarkan kriteria kematangan buah, hal ini
c. Loading Ramp
TBS yang telah ditimbang dijembatan timbang selanjutnya dibongkar di
loading ramp dengan menuang langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu
bangunan dengan lantai berupa kisi – kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan
kemiringan 45o. Kisi – kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa
pasir, kerikil, dan sampah yang terikut dalam TBS. Loading Ramp dilengkapi pintu –
pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolik sehingga memudahkan dalam
pengisian TBS kedalam lori untuk proses selanjutnya. Setiap lori dapat dimuat dengan
2,5 ton TBS.
2. Stasiun Rebusan (Sterilizer)
Lori – lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara
ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki
sterilizer. Sterilizer yang digunakan adalah berkapasitas 10 lori atau setara 20 ton
TBS. Dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap temperatur 135OC dan
tekanan 2,0 – 3,0 kg/cm2 selama 90 menit.
Tujuan dari perebusan TBS adalah :
- Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid
(FFA)
- Memudahkan pemipilan brondolan dari tandan
- Penyempurnaan dalam pengolahan
- Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit
3. Stasiun Pemipilan (Stripper)
TBS berikut lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan yang
dituangkan ke alat pemipil (Thresher) dengan bantuan hoisting crane. Proses
ikut berputar sehingga membanting – banting TBS tersebut dan menyebabkan
brondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil, dipasang batang besi
perantara sehingga membentuk kisi – kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari
pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh sebuah
screw conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan pressing. Sementara tandan
kosong yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh elevator kemudian
hasil tersebut dikirim ke hopper.
4. Stasiun Pencacahan (Digesting)
Berondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian
pengadukan / pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan /
pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan – lengan
pencacah di bagian dalamnya.
Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk
pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging
buah dengan kerugian yang sekecil – kecilnya.
5. Stasiun Pengempaan (Presser)
Berondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian
bawah digester berupa bubur. Hasil cacahan tersebut langsung masuk ke alat
pengempaan yang persis dibagian bawah digester. Pada pabrik kelapa sawit,
umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak
dari daging buah. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak
bubur buah, sedangkan dari arah berlawanan tertekan oleh sliding cone. Dengan
demikian, minyak dari bubur buah yang terdesak ini akan keluar melalui lubang –
lubang press cage, sedangkan ampasnya keluar melalui celah atara sliding cone dan
6. Pemurnian (Clarifier)
Minyak hasil pengempaan dialirkan (masuk) ke sand trap tank (penangkap
pasir) lalu menuju vibro separator untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar
tersebut dialirkan ketangki penampungan minyak kasar (crude oil tank). Selanjutnya
dikirim ke Vertical Continue Tank (VCT), di VCT proses pemisahan dilakukan
berdasarkan berat jenis antara minyak, air dan sludge, dimana minyak yang ringan
akan keatas, lalu dikirim ke oil tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank.
Sludge merupakan fasa campusan yang masih mengandung minyak. Di pabrik
kelapa sawit, sludge diolah untuk dikutip kembali pada minyak yang masih
terkandung didalamnya, lalu dialirkan kembali ke VCT lalu dikirim ke Oil tank.
Dari oil tank minyak dimurnikan kembali melalui oil purifier, setelah itu
dikirim ke vacuum drier untuk dihilangkan kandungan air yang ada didalam minyak
dan siap dikirim ke tangki penimbunan (storage tank). (Pahan, 2007)
2.5 Standar Mutu Minyak Sawit
Akhir – akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan
dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak yang
menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak
sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan
harga dan nilai komoditas ini.
Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan
menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar – benar
murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti
lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu
minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat
mutunya di ukur berdasarkan spesifik standar mutu internasional, yang meliputi kadar
asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan
ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang
kedua lebih penting.
Industri pangan maupun non pangan selalu menghendaki minyak sawit dalam
mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni dan
tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam – logam (dari alat –
alat selama pemrosesan), dan lain – lain. Adanya bahan – bahan yang tidak
semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya.
(Tim Penulis, 1997)
2.6Pengertian dan Karakteristik Mutu pada Minyak Sawit
- Asam Lemak Bebas (ALB), adalah asam yang di bebaskan pada hidrolisa dari
lemak. Terdapat berbagai macam lemak, tetapi untuk perhitungan, kadar ALB
minyak sawit dianggap sebagai Asam Palmitat (berat molekul 256). ALB yang
tinggi menimbulkan kerugian dalam Rafinasi dan korosi logam prooksidan seperti
Besi dan Tembaga
- Kadar Air adalah bahan menguap yang terdapat dalam minyak sawit
- Kadar kotoran, adalah bahan² yang tak larut dalam minyak, yang dapat disaring
setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut pada kepekatan 10 %
- Bilangan Iodin, adalah jumlah ikatan rangkap dua pada lemak, yang menunjukan
ketidak jenuhan yang tinggi. Ini dapat juga digunakan sebagai indikator wujud
lemak. IV tinggi menunjukan lemak yang umumnyak cair, dan sebalikmya.
- Bilangan peroksida dan Bilangan Anisidia masing - masing mengukur oksidasi
tahap pertama dan kedua (Bilangan peroksida adalah jumlah indeks lemak yang
telah teroksidasi)
- Kandungan racun adalah ukuran tingkat Oksidasi yang dirumuskan sebagai (2
Bilangan Peroksida + Bilangan Anisida)
- Karoten, adalah pro-vitamin A yang memberi warna jingga pada minyak sawit.
Pada ravinasi zat warna ini dihilangkan
- Besi dan Tembaga adalah pro-oksidan yang paling aktif adalah Tembaga, maka
minyak sawit sedapat mungkin dicegah bersinggungan dengan tembaga.
- Pemucatan, adalah ukuran kemampuan minyak sawit di pucatkan warnanya.
Minyak yang rendah tingkat oksidasinya lebih mudah di pucatkan.
(http://panduankelapasawit.blogspot.com/2008/11/pengertian-dari-karakteristik-pada-mutu.html)
2.7Kadar Kotoran
Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan
minyak sawit yang benar – benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab
minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri non pangan
saja, tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua
pabrik minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap,
penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu
minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi.
Dengan proses di atas, kotoran – kotoran yang berukuran besar memang bisa
disaring. Akan tetapi, kotoran – kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa
disaring, hanya melayang – layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama
dengan minyak sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan
pronsip kerja yang berdasarkan perbedaan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak
sawit selalu dibersihkan sebelum digunakan pada industri – industri yang
bersangkutam, namun banyak yang beranggapan dan menuntut bahwa kebersihan
serta kemurnian minyak sawit merupakan tanggung jawab sepenuhnya pihak
produsen.
Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin
mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang
kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.
Dari hasil pengempaan, minyak sawit kasar di pompa dan di alirkan ke dalam
tangki pemisah melalui pipa. Kurang lebih 30 menit kemudian, minyak sawit kasar
telah dapat dijernihkan dan menghasilkan sekitar 80% minyak jernih. Hasil endapan
berupa minyak kasar kotor yang dikeluarkan dari tangki pemisah bersama air panas
yang bersuhu 95oC dengan perbandingan 1 : 1, diolah pada sludge centrifuge.
Sedangkan minyak yang jernih di olah pada purifier centrifuge. Dari hasil pengolahan
didapat minyak sawit bersih dengan kadar zat menguap sebesar 0,3% dan kadar
kotoran hanya sebesar 0,0005%. Dalam kondisi diatas, minyak sawit sudah dianggap
mempunyai daya tahan yang mantap. Akan tetapi, untuk lebih meyakinkan dan
hampa sehingga minyak sawit tersebut hanya mengandung kadar zat menguap sebesar
0,1%. (Tim Penulis, 1997)
2.8Metode Pemurnian Minyak Kasar 2.8.1 Pemisahan Dengan cara Biologis
Pemisahan yang dimaksud di sini yaitu pengutipan minyak yang dilakukan di
fat pit (sludge oil recovery system). Minyak yang diperoleh di fat pit ini sebagian
terjadi karena peristiwa pengendapan dan sebagian lagi karena proses biologis, yaitu
terjadinya pemecahan molekul – molekul minyak sebagai akibat fermentasi. Minyak
yang diperoleh di fat pit selanjutnya dikembalikan ke crude oil tank (COT),
sedangkan sisa lumpur dan air dialirkan ke kolam limbah. Walaupun telah dilakukan
pengutipan minyak semaksimal mungkin, tetapi pada sisa lumpur dan air yang
dialirkan ke kolam limbah tersebut, masih saja ada minyak yang terikut. Minyak yang
ikut ke kolam limbah ini dihitung sebagai kerugian (losses).(Pahan, 1997)
2.9Fat pit
Fat pit merupakan bak penampungan sludge, tumpahan minyak, dan air cacian
PKS. Bak fat pit pada awalnya bukan merupakan alat pengolahan, tapi belakangan ini
setelah dilihat banyak terjadi ketidak seimbangan antara unit pengolahan yang
menyebabkan banyak minyak tumpah dan tidak dapat dikutip dalam unit pengolahan,
maka dimasukkan sebagai alat pengolah.
Dilihat dari segi fungsi dan kapasitas fat pit tidak layak digunakan untuk
menampung air kondensat yang mengandung minyak lebih sedikit (0,15% terhadap
contoh) dari kandungan minyak buangan akhir (0,5% terhadap contoh). Penggunaan
minyak dan mempersulit pemisahan dalam fat pit. Oleh sebab itu fat pit tidak boleh
digunakan sebagai penampung air kondensat.
Bak fat pit dibuat dengan kemampuan menampung sludge setara dengan
retention time 20 jam. Apabila penggunaan air secara keseluruhan adalah 600 l/ton
TBS maka untuk kapasitas 30 tom TBS/ jam memerlukan volume fat pit 20 x 600 l/
ton x 30 ton = 360 M3. Dan minyak yang terkutip dipompakan setiap jam untuk
mencegah terjadinya penurunan mutu minyak. Retention time pada fat pit yang singkat
akan menyebabkan kehilangan minyak yang lebih tinggi. Suatu hal yang perlu
diperhatikan bahwa minyak yang keluar dari sludge separator sangat sulit memisah
dan diduga merupakan emulsifier, ini dibuktikan bahwa selalu dijumpai kehilangan
minyak pada air buangan terakhir lebih tinggi dari kandungan minyak air buangan
yang keluar dari sludge separator. Pada bak fat pit harus disediakan pipa pemanas
sehingga mudah terjadi proses pemisahan minyak. (Naibaho, 1998)
Fat Pit berfungsi untuk menampung cairan yang masih mengandung minyak
yang berasal dari air kondensat rebusan dan parit klarifikasi. Bak Fit Pit mempuyai
empat bagian, dimana pada bak keempat diusahakan minyak telah terkumpul banyak
dan minyak itu sendiri termasuk dari Deoling Pond. Minyak dari bak ini dipompa ke
dalam Oil Tank untuk diolah kembali.
Dari proses pengutipan minyak terdapat limbah yaitu sludge yang merupakan
hasil sampingan dari proses pengolahan Tandan Buah Segar menjadi Crude Palm Oil.
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Alat – alat
- Neraca analitik
- Kertas saring whatman GF/B
- Oven
- Cawan Gooch
- Water Jet
- Beaker Glass 150ml Pyrex
3.2 Bahan – bahan
- N-Heksan
- Minyak sawit mentah (CPO)
3.3 Prosedur Percobaan
- Sampel (CPO) sebanyak satu gelas dimasukkan kedalam beaker glass
- Sampel (CPO) dipanaskan hingga suhu ±45 OC dan dikocok hingga homogen
- Beaker glass 150 ml ditimbang berat kosongnya kemudian dimasukkan 10 – 15 gr
sampel ke dalam beaker glass
- Ditimbang berat kertas saring
- Ditempatkan kertas saring kedalam cawan Gooch kemudian disiram dengan
N-Heksan
- Cawan Gooch dimasukkan kedalam oven selama 1 jam
- Cawan Gooch yang berisi kertas saring didinginkan dan ditimbang beratnya
- Cawan Gooch yang berisi kertas saring ditempatkan pada mulut filtering flask
yang dihubungan dengan slang water jet
- Sampel minyak dimasukkan kedalam cawan Gooch
- Diencerkan dengan pelarut N-heksan
- Beaker glass dan cawan Gooch dibilas dengan N-heksan hingga semua minyak
tersaring kedalam filtering flask
- Cawan Gooch dikerluarkan dari mulut filtering flask
- Dimasukkan kedalam oven pada suhu 105 – 110 OC selama 1 jam
- Didinginkan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Waktu Timbun
A (g) B (g) C (g) D (g) E (g) F (g)
Kadar kotoran
(%)
1 hari 44,2508 48,9123 4,6705 34,8376 34,8404 0,0028 0,059
2 hari 43,4421 47,8541 4,4120 34,8148 34,8180 0,0032 0,072
3 hari 44.5955 48,9544 4,3589 34,7944 34,7985 0,0041 0,094
4 hari 44,2228 49,1240 4,9012 34,8330 34,8382 0,0052 0,106
5 hari 44,3486 49,3724 5,0238 34,8550 34,8610 0,0060 0,119
Keterangan : A = Beaker glass kosong
B = Beaker glass + sampel CPO
C = Berat sampel
D = Cawan Gooch + kertas saring
E = Cawan Gooch + kertas saring + kotoran
F = Berat kotoran
4.2 Perhitungan
Penentuan kadar kotoran
Keterangan : A = Berat cawan Gooch + kertas saring setelah dipanaskan
B = Berat cawan Gooch + kertas saring sebelum dipanaskan
C = Berat sampel
Contoh : Perhitungan kadar korotan pada CPO yang terdapat dalam bak Fat-Fit
Kadar kotoran = %
= %
= 0,59%
4.3 Pembahasan
Dari data diperoleh hasil analisa kadar kotoran pada CPO yang terdapat pada
bak Fat pit yang melebihi standar mutu yang telah di tetapkan yaitu < 0,20 %.
Tingginya kadar kotoran pada bak fat pit disebabkan karena tempat penimbunan (bak
fat pit) tidak dijaga kebersihan atau tidak dijaga dari faktor – faktor pengotor yang
dapat merusak mutu CPO dengan tingginya kadar kotoran CPO pada bak tersebut. Hal
ini dapat dilihat pada CPO yang semakin lama ditimbun pada bak fat – fit semakin
tinggi kadar kotorannya.
Penimbunan CPO pada bak fat pit bertujuan untuk mengumpulkan losis
minyak dari hasil proses produksi yang kemudian akan dikembalikan ke stasiun
klarifikasi. Waktu penimbunan yang terlalu lama mengakibatkan peningkatan kadar
kotoran karena minyak sawit mentah yang terdapat dalam bak fat pit terkontaminasi
oleh pengotor – pengotor baik yang berasal dari luar maupun pengotor yang tercampur
dalam minyak sawit mentah itu sendiri.
Waktu penimbunan yang lama pada bak fat pit mengakibatkan sludge atau
guncangan saat sludge atau lumpur dari hasil proses produksi masuk ke bak fat pit.
Selain sludge dan lumpur yang bercampur kembali dengan minyak, pengotor –
pengotor dari lingkungan juga mengakibatkan peningkatan kadar kotoran minyak
sawit mentah pada bak fat pit.
Dari hasil percobaan di laboratorium, waktu pengendapan optimum pada bak
fat – fit adalah 1 sampai 2 hari karena kadar kotoran minyak sawit mentah yang di
endapkan pada bak fat pit selama 1 sampai 2 hari tidak terlalu tinggi yaitu antara
0,059 – 0,072 %.
Kenaikan kadar kotoran minyak sawit mentah pada bak fat pit terjadi karena
adanya pengaruh lingkungan luar seperti : sampah, pasir, debu, dan lain – lain serta
karena adanya pencampuran kembali endapan sludge dan lumpur dengan minyak
karena guncangan saat sludge atau lumpur dari hasil proses produksi masuk ke bak fat
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Dari hasil analisa terhadap kadar kotoran yang terdapat pada bak penampungan
(fat pit) dengan variasi waktu penimbunan 1 sampai 5 hari diperoleh kadar
kotoran sebesar 0,059 – 0,119 %.
- Dari data hasil analisa menunjukkan bahwa waktu penimbunan minyak pada bak
fat pit yang masih sesuai dengan standar mutu adalah selama 1 sampai 2 hari.
5.2Saran
- Diharapkan agar pengutipan minyak pada bak fat pit dilakukan secepat mungkin
agar mengurangi peningkatan kadar kotoran pada CPO yang dapat merusak mutu
CPO
- Diharapkan agar dilakukan pembersihan secara berkala pada bak fat pit agar tidak
DAFTAR PUSTAKA
Hadi,M.M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.
Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.
http://panduankelapasawit.blogspot.com/2008/11/pengertian-dari-karakteristik-pada-mutu.html. Diakses tanggal 26 Juni 2009
http://cecepharisnurhidayat.blogspot.com/. Diakses tanggal 26 Juni 2009
Mangoensoekarjo,S. dan Semangun,H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.
Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Naibaho,P.M.1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Edisi Keempat. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Pahan,I. 2007. Kelapa Sawit. Cetakan Kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.