PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA
DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
BUDI SANTOSO SITEPU 097032094/IKM
PROGRAM STUDI S2 MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INFLUENCES OF FAMILY CHARACTERISTICS AND SOCIAL SUPPORT ON CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD FEEDING AT HELVETIA
SUB-DICTRICT MEDAN
THESIS
By
BUDI SANTOSO SITEPU 097032094/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA
DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
BUDI SANTOSO SITEPU 097032094/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Budi Santoso Sitepu Nomor Induk Mahasiswa : 097032094
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (Dra. Jumirah, Apt, M.Kes) Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 26 Agustus 2013
KETUA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA
DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013 Penulis
Budi Santoso Sitepu
ABSTRAK
Balita membutuhkan makanan dengan cukup gizi demi masa depan mereka agar tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan gizi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan ditemukan 2650 penderita gizi kurang dan 154 penderita gizi buruk. Kecamatan Medan Helvetia merupakan tingkat persentase terbesar di Kota Medan yaitu 13,7 % dan memiliki 7 kasus gizi buruk.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis eksplanatory reaserch populasi sebesar 4985 dan sampel sebesar 118 ibu yang memiliki balita. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dan dianalisis dengan regresi logistik berganda
Hasil penelitian menunjukkan faktor pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dukungan informasional dan dukungan emosional secara statistik memiliki pengaruh terhadap pemberian makan pada balita dengan faktor yang paling dominan adalah dukungan informasional.
Perlunya peningkatan dukungan sosial dari semua elemen masyarakat dalam pemberian makan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Meningkatkan peran para petugas, khususnya di bagian kesehatan ibu dan anak, dalam pelayanan agar lebih memberi dukungan secara emosional dan menyampaikan informasi yang lebih jelas kepada ibu yang memiliki balita tentang pemberian makan pada balita
ABSTRACT
Children under five years old need food with sufficient nutrition for the sake of their future so that they will not be affected by diseases related to nutrition. Based on the data of the Health Office, Medan, it is found 2650 children under five years old were malnutrition and 154 children under five years old were severe malnutrition. Medan Helvetia Subdistrict has the highest percentage of malnutrition in Medan (13.7%) and has seven cases of severe malnutrition.
The objective of the research was to analyze the influence of family
characteristics (parents’ education, family income, parents’ occupation, and family
size) and social support (emotional support, instrumental support, informational support, and rewarding support) on feeding children under five years old. The research was observational with an explanatory research method. The population was 4985 mothers who had children under five years old, and 118 of them were used as the samples. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression tests.
The result of the research showed that the factors of parents’ education, parents’ occupation, informational support, and emotional support statistically had
influence on feeding children under five years old; the most dominant factor was informational support.
It is recommended that social support from all elements of community in feeding children under five years old in Medan Helvetia Subdistrict, Medan. It is also recommended that the role of health workers, especially those who were concerned with mother and child health, should be improved, emotional support in providing the service should be increased, and information about feeding children under five years old to their mothers should be clear.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata`ala, karena
atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini dengan judul ” pengaruh karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap
pemberian makan pada balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik
tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima
kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. D.T.M&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.
5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh
perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan serta
meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.
6. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang penuh
perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan serta
meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.
7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Amru Nasution, M.Kes selaku
Ketua Komisi Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi
kesempurnaan tesis ini.
8. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Anggota Komisi Penguji yang telah
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
9. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.
10.Kedua orang tua tercinta, Budiman Sitepu dan Sorma Siregar yang telah
memberikan dukungan serta doanya kepada saya.
11.Kedua adik saya Okdivina ST dan Latersia Makarona yang selalu memberikan
12.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Angkatan 2009, yang telah membantu penulis dalam
penyusunan tesis ini hingga selesai.
Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Oktober 2013
Penulis
Budi Santoso Sitepu
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Budi Santoso Sitepu, lahir di Simpang Empat pada tanggal
15 Januari 1985, anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Budiman
Sitepu dan ibu Sorma Siregar.
Penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Tiga Serangkai pada
tahun 1990 - 1996, selanjutnya Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Simpang
Empat pada tahun 1996 - 1999, kemudian melanjutkan SMA Negeri 1 Kabanjahe
pada tahun 1999 - 2002, tahun 2002 melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera
Utara. Tahun 2009 penulis melanjutkan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan
DAFTAR ISI
2.1.2. Kerakteristik Usia Pra-Sekolah ... 9
2.2.Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita ... 10
2.2.1. Pola Makan Sehat dan Seimbang ... 10
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Makan ... 11
2.2.3. Porsi Makanan ... 12
2.4.1. Klasifikasi Dukungan Sosial ... 23
2.4.2. Cakupan Dukungan sosial ... 25
2.4.3. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 26
2.4.4. Komponen-Komponen dalam Dukungan Sosial ... 30
2.4.5. Bentuk Dukungan Sosial ... 33
2.5. Landasan Teori ... 33
2.6. Kerangka Konsep ... 36
BAB 3. METODE PENELITIAN ……….... 38
3.5. Veriabel dan Defenisi Operasional ... 42
3.5.1. Variabel Bebas ... 42
3.5.2. Variabel Terikat ... 43
3.6. Metode Pengukuran ... 44
3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 44
3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 46
3.7. Metode Analisis Data ... 47
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 48
4.2. Analisis Univariat ... 50
4.2.1. Karakteristik Responden ... 50
4.2.2. Dukungan Sosial ... 52
4.2.3. Pemberian Makan pada Balita ... 60
4.3 Hubungan Karakteristik Keluarga dan Dukungan Sosial terhadap Pemberian Makan pada Balita ... 64
4.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 64
4.3.2 Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 65
4.3.3 Hubungan Penghasilan dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 66
4.3.4 Hubungan Besar Keluarga dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 67
4.3.5 Hubungan Dukungan Informasional dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 68
4.3.6 Hubungan Dukungan Penghargaan dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 69
4.3.7 Hubungan Dukungan Instrumental dengan Pemberian Makanan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 70
4.3.8 Hubungan Dukungan Emosional dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 70
BAB 5. PEMBAHASAN ... 73
5.1 Pengaruh Karakteristik Keluarga dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia ... 73
5.2 Pengaruh Dukungan Sosial dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Helvetia Kota Medan ... 74
5.3. Pengaruh Dukungan Informasional terhadap Pemberian Makan Pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 75
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78
6.1 Kesimpulan ... 78
6.2 Saran ... 79
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Daftar Pemberian Makanan Anak Balita ... 17
2.2. Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka ... 18
3.1. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 46
4.1. Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia
Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... 49
4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan
Medan Helvetia Tahun 2012 ... 49
4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 50
4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 50
4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 51
4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota
Keluarga di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 51
4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan
Informasional di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 52
4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Dukungan Informasional di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan .... 53
4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan
Penghargaan di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 54
4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Dukungan
Penghargaan di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 56
4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan
4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Dukungan
Instrumental di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 57
4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan
Emosional di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 58
4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Dukungan
Emosional di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 60
4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian
Makan pada Balita ... 62
4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pemberian
Makan pada Balita ... 64
4.17 Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Makan pada Balita
di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 65
4.18 Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian Makan pada Balita
di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 66
4.19 Hubungan Penghasilan dengan Pemberian Makan pada Balita
di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 67
4.20 Hubungan Besar Keluarga dengan Pemberian Makan pada Balita
di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 68
4.21 Hubungan Dukungan Informasional dengan Pemberian Makan
pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 69
4.22 Hubungan Dukungan Penghargaan dengan Pemberian Makan
pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 69
4.23 Hubungan Dukungan Instrumental dengan Pemberian Makan
pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 70
4.24 Hubungan Dukungan Emosional dengan Pemberian Makan
pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 71
4.25 Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Dukungan Keluarga terhadap Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan
DAFTAR GAMBAR
No Judul ... Halaman
2.1. Model modifikasi Penyebab Gizi kurang Menurut UNICEF
(United Nation Children’s Fund) (1998) dan Toeri Lawrence Green
ABSTRAK
Balita membutuhkan makanan dengan cukup gizi demi masa depan mereka agar tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan gizi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan ditemukan 2650 penderita gizi kurang dan 154 penderita gizi buruk. Kecamatan Medan Helvetia merupakan tingkat persentase terbesar di Kota Medan yaitu 13,7 % dan memiliki 7 kasus gizi buruk.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis eksplanatory reaserch populasi sebesar 4985 dan sampel sebesar 118 ibu yang memiliki balita. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dan dianalisis dengan regresi logistik berganda
Hasil penelitian menunjukkan faktor pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dukungan informasional dan dukungan emosional secara statistik memiliki pengaruh terhadap pemberian makan pada balita dengan faktor yang paling dominan adalah dukungan informasional.
Perlunya peningkatan dukungan sosial dari semua elemen masyarakat dalam pemberian makan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Meningkatkan peran para petugas, khususnya di bagian kesehatan ibu dan anak, dalam pelayanan agar lebih memberi dukungan secara emosional dan menyampaikan informasi yang lebih jelas kepada ibu yang memiliki balita tentang pemberian makan pada balita
ABSTRACT
Children under five years old need food with sufficient nutrition for the sake of their future so that they will not be affected by diseases related to nutrition. Based on the data of the Health Office, Medan, it is found 2650 children under five years old were malnutrition and 154 children under five years old were severe malnutrition. Medan Helvetia Subdistrict has the highest percentage of malnutrition in Medan (13.7%) and has seven cases of severe malnutrition.
The objective of the research was to analyze the influence of family
characteristics (parents’ education, family income, parents’ occupation, and family
size) and social support (emotional support, instrumental support, informational support, and rewarding support) on feeding children under five years old. The research was observational with an explanatory research method. The population was 4985 mothers who had children under five years old, and 118 of them were used as the samples. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression tests.
The result of the research showed that the factors of parents’ education, parents’ occupation, informational support, and emotional support statistically had
influence on feeding children under five years old; the most dominant factor was informational support.
It is recommended that social support from all elements of community in feeding children under five years old in Medan Helvetia Subdistrict, Medan. It is also recommended that the role of health workers, especially those who were concerned with mother and child health, should be improved, emotional support in providing the service should be increased, and information about feeding children under five years old to their mothers should be clear.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan sumber daya manusia yang
dilakukan secara berkelanjutan. Visi pembangunan gizi adalah untuk mewujudkan
keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi keluarga yang optimal.
Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh
lapisan masyarakat. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat
tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut,
2006).
Keadaan gizi masyarakat Indonesia saat ini masih memperihatinkan,
walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Masalah gizi terjadi di
setiap siklus kehidupan dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, balita, anak,
dewasa, dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama merupakan masa kritis, karena
pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan
gizi yang terjadi pada masa ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun
kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. Dampak kekurangan gizi yang
paling ditakutkan adalah gagal tumbuh, terutama gagal tumbuh kembang otak. Anak
yang menderita kekurangan gizi tidak saja menurunkan kecerdasan otaknya, tetapi
Dampak gizi buruk dalam jangka pendek menyebabkan kesakitan dan kematian
karena kekurangan gizi membuat daya tahan tubuh berkurang.
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2002 meyebutkan
penyebab kematian balita urutan pertama disebabkan oleh gizi buruk sebesar 54%.
Pengelompokan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam empat
kelompok yaitu rendah (dibawah 10%), sedang(10-19%), tinggi(20-29%) dan sangat
tinggi (diatas 30%). Indonesia tahun 2004 tergolong dalam wilayah kelompok gizi
kurang katagori tinggi yaitu sebesar 28,47% atau sebanyak 5.119.935 balita dari
17.983.244 balita yang ada di Indonesia ada pada kelompok gizi kurang dan buruk.
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan, awal Maret 2008, jumlah balita
malnutrisi pada tahun 2007 di Indonesia adalah 4,1 juta jiwa. Sebayak 3,38 juta jiwa
bersatatus gizi kurang dan 775 ribu termasuk katgori resiko gizi buruk (Safawi,2009).
Hasil survei pemantauan staus gizi tahun 2009 Provinsi Sumatera Utara
memiliki prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebesar 20,2 %, yang secara standar
WHO masih dalam katagori tinggi. Jumlah balita yang memiliki gizi buruk dan gizi
kurang sebanyak 44.574 balita dari 1.337.008 balita yang ditimbang atau sebesar
3,33%. Ini menunjukkan banyak kasus yang tidak dijangkau oleh pelayanan
kesehatan, dilain pihak fenomena obesitas juga sudah naik ke permukaan, ditemukan
1,42% atau 18.980 balita mengalami gizi lebih (Dinkes Sumut,2010).
Kondisi ini akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia kedepannya.
mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan kunci
keberhasilan dalam pembangunan suatu bangsa (Almatsier,2003).
Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang
kurang. Kekurangan zat gizi secara umum adalah (makanan kurang dalam kualitas
maupun kuantitas menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi
tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami
kurang gizi tersebut (Alamtsier,2003).
Upaya penanggulangan gizi kurang yang sudah dilakukan adalah peningkatan
pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu,
hingga pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit, peningkatan komunikasi,
informasi dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat dan intervensi langsung
kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (Almatsier,2003)
Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan
dengan cukup gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena
penyakit-penyakit yang berhubungan gizi. Anak balita merupakan kelompok umur
yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama,2000).
Menurut suhardjo (1996), klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah
garis merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut
umur yang kemudian dibandingkan terhadap berat baku, karena berat badan anak
merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. Khususnya untuk
mereka yang berumur dibawah lima tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan
keluarga, latar belakang sosial budaya keluarga yang dilihat dari pantangan makan,
besar keluarga, keadaan fisiologi, sehingga faktor-faktor tersebut, ikut menentukan
besarnya persentase balita dengan keadaan gizi kurang.
Hasil penelitian Suranadi (2007) meyatakan bahwa karakteristik keluarga dan
pola asuh sangat berperan terhadap status gizi balita. Pada anak yang mengalami gizi
kurang dan gizi buruk, umur istri, besar pengeluaran untuk makanan, pekerjaan
kepala keluarga serta besar keluarga berpengaruh secara signifikan.
Green (1991) menjelaskan bahwa perilaku dilatarbelakangi oleh tiga faktor
pokok, yakni faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, dan nilai. Faktor pendukung
(enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan jamban. Faktor-faktor pendorong (renforcing
factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain,
yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo,2007).
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam
hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi
kasih sayang dan sebagainya. Semuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal
kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan
keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di
masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan
keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan
pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan
yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit dan
persediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau
tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan
kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan dengan baik pelayanan kesehatan
yang tersedia. Hal ini berdampak juga pada status gizi anak. (Thaha, 1999).
Menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam
kehidupan termasuk masalah pemberian makan balita diperlukan dukungan sosial
sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh
orang-orang disekitar individu menurut Pierce (dalam Kail dan Cavanaug, 2000).
Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan
yang berasal orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang lainnya.
Hasil penelitiuan Theresiana (2002), tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pemberian makanan pada balita di Kabupaten Tangerang, menyatakan
bahwa ada pengaruh petugas kesehatan terhadap perilaku pemberian makanan pada
balita senada dengan penelitana Hayati, (2011) dalam pengaruh pengetahuan dan
sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita
di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, dukungan tenaga
kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita merupakan faktor yang dominan
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan gambaran keadaan gizi,
masyarakat ditemukan 2650 penderita gizi kurang dan 154 penderita gizi buruk. Di
wilayah Medan Helvetia jumlah balita dengan 363 gizi kurang (13,70%) dan 7 gizi
buruk yang merupakan tingkat persentase terbesar di Kota Medan.(Dinkes Medan,
2011)
Hasil observasi awal peneliti petugas kesehatam masih sulit untuk mengajak
para ibu rumah tangga agar datang ke posyandu. Padahal dengan datang ke posyandu
mereka dapat mengetahui status gizi balitanya dan juga dapat mengetahui cara
merawat balita. Mereka merasa kegiatan menimbang balita di posyandu tidak ada
manfaatnya. Banyak juga ibu-ibu yang menolak imunisasi dengan alasan bayi atau
balita menjadi demam setelah imunisasi dan anaknya takut kalau disuntik. Ibu-ibu
yang menolak balitanya diimunisasi takut bila balitanya demam karena efek samping
imunisasi tersebut mereka akan dimarahi mertua dan suaminya. Selain itu ibu-ibu
lebih menuruti kemauan anaknya agar bisa makan, tidak jarang anak hanya mau
makanan ringan dan waktu pemberian makanan balita sering tidak teratur.
Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan
orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan
instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang
tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan
instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian
makanan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik
keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar
keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental,
dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita
di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi keluarga di Kecamatan Medan Helvetia dalam
penyediaan menu seimbang bagi balita sehingga meningkatkan status gizi
balita.
2. Bagi Dinas Kesehatan Koata Medan sebagai bahan masukan dalam
perencanaan progaram peningkatan gizi di Kota Medan.
3. Bagi Puskesmas Hasil Penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Balita
Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima
tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.
Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda
dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak dibawah satu tahun tidak termasuk
kedalam dolongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan
mulai di sapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan
pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga
mengalami perkembanagan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun
harus disesuaikan dengan keadaanya.
Bedasarkan karakteristiknya balita 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu anak berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan kosumen pasif.
Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi,2004).
2.1.1.Karakteristik Balita
Anak usia 0-6 tahun merupaakan konsumen pasif, yang arinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa balita lebih
besar dari msa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif
Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang
mampu diterimanaya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih
besar. Olah karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan
frekuensi sering.
2.1.2. Kerakteristik Usia Pra-Sekolah
Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat
memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai begaul dengan
lingkungannya atau besekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa
perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai perilaku gemar
memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” untuk setiap ajakan.
Karakteristik anak pra-sekolah ini mencakup perkembangan fisik dan
kemampuan motorik serta emosional anak. Perkembangan fisik yaitu hasil tumbuh
kembang fisik adalah bertambah besarnya ukuran-ukuran antropometrik dan
gejala/tanda lain pada rambut, gigi-giligi, otot, jaringan lemak, darah dan lainnya.
Sedangkan kemampuan motorik dan emosional anak mencakup sikap anak dalam
lingkungan, gerakan anggota badan, serta kemampuan intelektual anak seperti
menyebutkan nama dan bercerita lainnya.
2.2.Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita
Pada dasarnya makanan balita harus bersifat lengkap artinya kualitas dari
makanan harus baik dan kualitas makanan pun harus cukup, dan bergizi artinya
1. Pada periode ini dibutuhkan penambahan komsumsi zat pembagun karena tubuh
anak sedang berkembang pesat.
2. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai
sumber energi.
3. Untuk perkembangan mentalnya naka membutuhkan lebih banyak lagi zat
pembangun terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi
kecerdasan walaupun tak secara signifikan.
2.2.1. Pola Makan Sehat dan Seimbang
Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara seseorang
atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan makanannya serta
mengkomsumsinya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya
dan sosial. Pola makan dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola
pangan (Suhardjo,2003).
Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan
dalam jumlah proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang
guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta
pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004). Pola menu seimbang adalah
pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu sesuai dengan
kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan daya
toleran si anak. Dengan kata lain menu seimbang adalah menu yang kebutuhan
Ciri khas pola menu Indonesia ialah Empat Sehat Lima Sempurna yaitu menu
lengkap terdiri dari nasi atau makanan pokok, lauk, sayur, buah dan agar menjadi
sempurna ditambahkan dengan susu (Santoso, 2004).
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Makan
Dalam hal pola makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengetahuan Gizi Ibu
Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka
pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan yang hanya dapat
mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau
tidak tercukupi (Sapoetra,1997).
Menurut Suhardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang
baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk
dikomsumsi.
2. Pendidikan Ibu
Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya,
pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan
untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang
dikomsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya.
Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya
makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa tingkat
kecukupan dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan ibu tinggi
3. Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menetukan kualitas dan kuantitas
makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa
perbaikan susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis
pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin
membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan tersebut untuk makanan,
sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin
besar pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli
buah, sayur, dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg,A & Sajogyo,1986).
2.2.3. Porsi Makanan
Menurut Amalia yang dikutip oleh Komsatiningrum (2009), porsi makanan
bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan anak balita lebih
sedikit karena kebutuhan jumlah gizi esensial jumlahnya lebih sedikit yang harus
dipenuhi. Selain itu karakteristik pertumbuhan dan aktivitasnya juga berbeda. Porsi
makan bagi anak balita harus mempunyai kandungan air dan serat sesuai dengan daya
toleransi, tekstur makanan agak lunak agar mudah dicerna dan memberikan rasa
kenyang.
Makan selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan
utama yang dikomsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak boleh
berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu
kenyang makan makanan selingan. Pemilihan makanan selingan disesuaikan dengan
1. Mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat pemberian makan
pagi, siang dan sore.
2. Memperkenalkan aneka ragam jenis makanan yang terdapat dalam makanan
selingan.
3. Mengatasi masalah anak sulit makan nasi.
4. Untuk mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak yang banyak
melakukan aktivitas.
2.2.4. Bahan Makanan
Bahan makanan untuk anak balita harus dipilih yang tidak merangsang,
rendah serat, dan tidak mengandung gas. Penggunaan rempah yang merangsang
seperti cabai dan asam sebaiknya dihindari, penambahan vetsiun sebaiknya dihindari
dan sebaiknya menggunakan garam dan gula yang tidak membahayakan tubuh. Menu
Empat Sehat Lima Sempurna sangat baik diberikan kepada balita, di dalam menu ini
digunakan berbagai jenis bahan makanan yang terdiri atas:
1. Bahan Makanan Pokok
Bahan makanan pokok yang memegang peranan penting, biasa dihidangkan
pada waktu makan pagi, siang dan malam. Pada umumnya bahan makanan
pokok jumlahnya (kuantitas/volume) lebih banyak dibanding bahan makanan
lainnya. Bahan makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung
banyak kerbohidrat. Jenis bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi
2. Bahan Makanan Lauk Pauk
Bahan makanan lauk pauk biasa digunakan sebagai teman makanan pokok
yang memberikan rasa enak dan merupakan sumber protein. Sebagai
sumbernya dikenal bahan makanan yang bersal dari hewan yang disebut
protein hewani seperti daging, ikan dan telur sedangkan yang berasal dari
tumbuhan disebut protein nabati yaitu kacang-kacangan serta hasil olahannya
seperti tahu dan tempe.
3. Bahan Makanan Sayur Mayur
Dalam hidangan orang Indonesia sayur mayur sebagai teman makanan pokok,
pemberi serat dalam hidangan. Bahan makanan sayuran biasa berasal dari
berbagai jenis tumbuhan seperti batang, daun, bunga, umbi dan buah muda.
Bagi balita sebaiknya diberikan sayuran yang kadar seratnya tidak terlalu
tinggi. Sayur-mayur merupakan sumber vitamin dan mineral. Namun jika
mengalami pemanasan maka zat gizi yang terdapat di dalamnya dapat rusak
atau berkurang.
4. Bahan Makanan Buah-buahan
Buah biasanya di hidangkan dan disantap terakhir kali dalam suatu acara
makan, umumnya buah yang dipilih buah yang matang dan berasa manis.
Buah – buahan merupakan sumber vitamin bagi tubuh dan zat pengatur.
5. Susu
Susu adalah cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh kelenjar susu. Susu
manusia adalah air susu ibu (ASI) dan susu yang bukan berasal dari manusia
disebut pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa berasal dari hewan ternak
seperti sapi, kambing dan kuda. Susu merupakan minuman yang baik bagi
balita, selain itu air putih juga baik diberikan. Susu dapat diperoleh dalam
berbagi bentuk yaitu bubuk dan cair (Santoso, 2004).
2.2.5. Pengaturan Makanan untuk Balita
Dalam merencanakan pengetahuan makanan makan untuk balita, jika kita
hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan zat gizi dengan menggunakan data tentang kebutuhan
zat gizi.
2. Mentukan jenis makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang
diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi zat gizi dari berbagai
macam bahan makanan.
3. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula
ditentukan cara pemberian makan.
4. Memperhatikan masukan yang tejadi terhadap hidangan tersebut. Perlu
dipertimbangkan kemungkinan faktor kesukaan dan ketidaksukaan terhadap
suatu makanan. Perhatikan pula bila ia betul-betul terjadi keadaan anoreksia.
Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan yang diberikan
jumlahnya kurang. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makanan
kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan, akseptabilitas dari makanan dan
toleransi anak terhadap makanan yang diberikan.
Dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor tersebut diatas,
umumnya tidak akan banyak terjadi kekeliruan dalam mengatur makan untuk seorang
anak balita. Pada umumnya kepada anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu
makan yang serupa, yaitu tiga kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan
kecil (snack).
Pemberian makanan yang sesuai dengan umur dan pengaturan jam pemberian
makanan dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Daftar Pemberian Makanan Anak Balita Umur Balita Macam Makanan Pemberian dalam
Sehari (Kali) ditambahkan 1 sendok the gula.
*Makanan keluarga yang lembek, mudah dicerna dan tidak pedas *Makanan kecil berupa biskuit, bubur kacang hijau dan lain-lain.
Sebaliknya jangan diberikan makanan yang terlalu manis (coklat, permen, dan lain-lain) atau yag terlalu gurih atau yang berlemak(Husani, Yayah,1999).
2.2.6. Kebutuhan Zat Gizi pada Balita
Menurut Uripi (2004) kebutuhan zat gizi pada balita adalah jumlah yang
diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan. Kebutuhan gizi ditentukan oleh
balita harus cukup dan seimbang karena anak balita sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Kebutuhan energi dan protein balita
berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari yang dianjurkan oleh
Widyakarya Pangan dan Gizi (1998) dapat dilihat pada tabel 2.2. Kebutuhan
Komsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka.
Tabel 2.2. Kebutuhan Komsumsi Energi dan Protein Balita
No Golongan
Umur
Berat Badan(Kg)
Tinggi Badan (cm)
Energi (kkal)
Protein (gr)
1 1-3 12 90 1.250 23
2 4-5 18 110 1.750 32
Fungsi utama energi sebagai zat tenaga yang menunjang aktivitas sehari-hari
dan fungsi utama protein sebagai zat pembangunan bagi jaringan baru
mempertahankan jaringan yang telah ada. Makan makanan yang beraneka ragam
menunjang terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat
pengatur bagi kebutuhan gizi balita. Konsumsi pangan yang cukup dan seimbang
merupakan salah satu faktor yang menentukan agar proses tumbuh kembang anak
balita menjadi optimal dan memilki daya tahan tubuh yang kuat (Depkes RI,2000).
2.3. Karakteristik Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan tempat
paling utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam teori Brofenbrener seorang
pakar ekologi keluarga menyebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan meso
kembangnya (Berns 1997). Selain itu menurut teori struktural fungsional keluarga
merupakan sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini
setiap anggota keluarga memilki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota
keluarga (Megawangi, 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap anggota
keluarga. Tanpa pembagian peran dan tugas yang jelas maka fungsi keluarga akan
terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar.
Dalam teori struktural fungsional terdapat dua aspek yang saling berkaitan
yaitu aspek struktural adan aspek fungsional. Megawangi (1999) menjelaskan bahwa
aspek struktural melihat keseimbangan yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib.
Ketertiban tersebut dapat tercipta bila keluarga memilki struktur sehingga mengetahui
posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga.
Terdapat tiga elemen dalam struktur keluarga yaitu status sosial, fungsi sosial,
dan norma sosial (Megawangi 1999). Aspek yang kedua adalah aspek fungsional,
aspek fungsional dapat diartikan sebagai bagaimana subsistem dalam keluarga dapat
berhubungan dan dapat menjadi sebuah kesatuan (Megawangi 1999).
Salah satu subsistem yang menjadi sebuah kesatuan adalah karakteristik
keluarga yang mendukung untuk perkembangan anak dikeluarga tersebut.
Karakteristik keluarga tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan orangtua,
pendapatan keluarga, jenis pekerjaan orangtua dan besar keluarga.
1. Tingkat Pendidikan Orangtua
Dari segi jenis dan kualitas, setiap orang memilki tingkat pendidikan yang
tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak
dalam lingkungan keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa oraang yang memilki pendidikan formal yang rendah
dan tidak bekerja memiliki partisipasi yang sedikit pada segala sesuatu yang
berhubungan dengan aktivitas sekolah anaknya dibandingkan dengan orangtua
yang berpendidikan tinggi. Hal ini terjadi karena orangtua berperan sebagai
pengetahuan, pengembangan karir dan memberikan fasilitas belajar.
2. Pendapatan Keluarga
Keadaan sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting kehidupan
keluarga. Ekonomi keluarga akan digunakan sebagai salah satu pemelihara
anak dalam keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan kondisi
keluarga yang memilki tingkat pendapatan rendah menyebabkan orangtua
memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk
berbuat baik dan mengikuti peraturan, kurangnya latihan dari penanaman nilai
moral.
3. Jenis Pekerjaan Orangtua
Salah satu yang mempengaruhi pengasuhan terhadap anak adalah peran
orangtua. Untuk membimbing anak sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh ibu
saja tetapi ayah sebaliknya juga mengambil peranan. Ibu masa kini banyak
yang tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja namun bekerja di
4. Besar Keluarga
Interaksi interpersonal yang semakin kompleks disebabkan disebabkan oleh
semakin banyaknya jumlah anggota keluarga (Hasturi 2008). Adanya
kepadatan dalam keluarga akan mempengaruhi pola hubungan antar anggota
keluarga sehingga komunikasi antar anggota keluarga tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
2.4. Dukungan Sosial
Pierce dalam Kail dan Cavanaug, (2000) mendefinikan dukungan sosial
sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh
orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis
yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan
sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal orang lain seperti teman, tetangga,
teman kerja dan orang-orang lainnya.
Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari atau
nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan
karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek bagi pihak
penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada
memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya.
Pendapat senada juga dikemukana oleh Soronson (dalam Smet, 1994) yang
menyataka bahwa dukungan sosial adalah adanya trensaksi interpersonal yang
umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan.
Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku ataupun
materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa
diperhatikan, bernilai dan dicintai.
Rook (1985, dalam Smet) mendefenisikan dukungan sosial sebagai salah satu
fungsi pertalian yang menggabarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan
interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial
yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa
percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan mebuat individu
merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Senada dengan pendapat
diatas, beberapa ahli Cobb, 1976; Gentry and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and
Davellis,1983; Wills,1984; dalam Sarafino, 1998) menyatan bahwa individu yang
memperoleh dukungan sosial akan meyakini individu dicintai, dirawat, dihargai,
berharga dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Menurut Schwarzer and
Leppin 1990 dalam Smet, 1994; dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial
atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu
(percieved support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi
terhadap dukungan yang diterima (received support).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah
dukungan atau bantuan yang berasl dari orang yang memilki hubungan sosial akrab
informasi tingkah laku tertentu ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang
menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.
2.4.1. Klasifikasi Dukungan Sosial
Menurut Cohen & Syne (1985), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 4
katagori yaitu:
1. Dukungan informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi individu. Dukungan
ini, meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasn
bagaimana seseorang bersikap.
2. Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnyya
mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa
yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian.
Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman,
aman, terjamin, dan disayangi.
3. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung
bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan,
meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang
lain.
4. Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini membentuk penilaian yang
positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, maupun umpan
balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan
Menurut Sheridan & Radmancer (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial
merupakan transaksi interpersonal yang melibatkan aspek-aspekinformasi, perhatian
emosi, penilaian dan bantuan instrumental. Ciri-ciri setiap aspek tersebut oleh Smet
(1994) dan Taylor (1995), dijelaskan sebagai berikut:
1. Informasi dapat berupa saran-saran, nasihat dan petunjuk yang dapat
dipergunakan korban dalam memncari jalan keluar untuk pemecahan
masalahnya.
2. Perhatian emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati dapat yang dapt
meyakinkan korban bahwa dirinya diperhatikan orang lain.
3. Penilaian berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan
terhadap gagasan atau perasaan individu lain.
4. Bantuan instrumental berupa meteri seperti benda atau barang yang
dibutuhkan oleh korban dan bantuan finansial untuk baiya pengobatan,
pemulihan maupun biaya hidup sehari-hari selama korban belum dapat
menolong dirinya sendiri.
Munurut Wangmuba (2009) dukungan sosial mencakup dukungan informasi
berupa saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian
dan empati, dukungan instrumental berupa bantuan materi atau finansial dan
penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.
Menurut House dan Depkes (2002) yang dikutip oleh ninuk (2007), dukungan
1. Dukungan Emosional
Dukungan ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan.
2. Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain itu,
dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan perasaan individu dan
perbandingan positif orang dengan orang lain misalnya orang itu kurang
mampu atau lebih buruk keadaanya atau menambah harga diri.
3. Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang
kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan
pada orang yang tidak punya pekerjaan.
4. Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk.
2.4.2. Cakupan Dukungan Sosial
Menurut Saranson (1983) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), dukungan sosial
itu selalu mencakup dua hal yaitu:
1. Jumlah Sumber Dukungan Sosial yang Tersedia
Merupakan persepsi individu terhadap sejuamlah orang yang dapat
diharapkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan
2. Tingkat Kepuasan Akan Dukungan Sosial yang Diterima
Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dngan
persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan
berdasarkan kualitas).
2.4.3. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Menurut Rook dan Dootey (1985) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), ada dua
sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.
1. Dukungan Artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam
kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sossial akibat bencana alam
melalui berbagai sumbangan sosial.
2. Dukungan Sosial Natural
Dukungan sosial yang natural yang diterima seseorang melalui interaksi sosial
dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di
sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami dan kerabat), teman
dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.
Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber
dukungan yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut
terletak dalam hal sebagai berikut:
1. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa
2. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma
yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
3. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah
berakar lama.
4. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam
penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang-barang nyata
hingga sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam.
5. Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan lebel
psikologis.
Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural terbebas
dari beban label psikologis terbagi atas:
1. Dukungan Sosial Utama Bersumber dari Keluarga
Meraka adalah oeang-orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber
dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan
dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem
sosial, mempunyai fungsi-fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama
bagi individu, seperti membangkitkan perasaan memilki antara anggota
keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan memberikan rasa
aman bagi anggota-anggotanya.
Menurut Argyle (dalam Veiel & Baumann, 1992), bila individu dihadapkan
pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya sistem
negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek
buffering (penagkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini
dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu
individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar bahwa anggota keluarga
memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota
keluarga merupakan orang-orang yang penting dalam memberikan dukungan
instrumental, emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai
peristiwa menekan dalam kehidupan.
2. Dukungan Sosial dapat Bersumber dari Teman atau Sahabat
Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel &
Baumann, 1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman
dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama
adalah membantu material dan instrumental. Stres yang dialami individu
dapat dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan
masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi
masalah atau pertolongan berupa uang. Proses kedua adalah dukungan
emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi dengan membicarakannya
dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat meningkat, depresi dan
kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang tulus dari sahabat
karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi bagian dalam suatu
kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan
perasaan sejahtera serat memperkuat ikatan sosial.
3. Dukungan Sosial dari Masyarakat, misalnya yang peduli terhadap korban
kekerasan.
Dukungan ini mewakili anggota masyrakat pada umumnya, yang dikenal
dengan nama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara
profesional sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
efektifitas dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang
diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan
dengan berkesinambungan dukungan yang diberikan, yang akan
mempengaruhi keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.
Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan ini
dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan
dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial
ada kaitannya dengan pengaruh-pengaruh positif bagi seseorang yang
mempunyai sumber-sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu
yang memiliki hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh
dibandingkan dengan individu terisolasi.
2.4.4. Komponen-komponen dalam Dukungan Sosial
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi kedalam berbagai
dikutip oleh kuntjoro (2002), mengemukakan adanya enam komponen dukungan
sosial yang disebut sebagai “The social provision scale” , dimana masing-masing
komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan.
Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
1. Kerekatan Emosional (Emotional Attechment)
Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman. Jenis
dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh
kerekatan emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima.
Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah
diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga atau teman dekat atau
sanak saudara yang akrab dan memilki hubungan yang harmonis.
2. Integrasi Sosial (Social Integration)
Merupakan perasaanmenjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada
dan tempat bebagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini
memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memilki suatu
keluarga yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan
semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan
dimilki dalam kelompok.
3. Adanya Pengakuan (Reanssurance of worth)
Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam
keluarga. Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan
atau lembaga. Sumber dukungan semcam ini dapat berasal dari keluarga atau
lembaga atau instansi atau perusahaan dimana seseorang bekerja.
4. Keterangan yang Dapat Diandalkan (Reliabel Alliace)
Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan
keluarga untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini,
seseorang akan mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada
orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan
bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini umumnya berasal dari keluarga.
5. Bimbingan (Guidance)
Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja maupun hubungan
sosial yang dapat memmungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau
nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber daru guru,
alim ulama, pamong dalam masyarakat dan juga figur yang dituakan dalam
keluarga.
6. Kesempatan untuk Mengasuh (Opportunity for Nurturance)
Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang
dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan
seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya
untuk memperolah kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah
7. Aspek Hubungan Sosial pada Pasien
Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai
kecendrungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang yang
hubungannya jauh dengan keluarga (Stanley, 2007).
Haller dkk (1986) mengemukakan ada dua komponen dukungan sosial, yaitu:
1. Penilaian yang Mempertinggi Penghargaan
Komponen penilaian yang mempertinggi penghargaan mengacu pada
penilaian seseorang terhadap orang lain kepada dirinya. Seseorang
menilai seksama evaluasi seseorang terhadap dirinya dan percaya
dirinya berharga bagi orang lain. Tindakan lain yang menyokong
harga diri seseorang, semangat juang dan kehidupan yang baik.
2. Transaksi Interpersonal yang Berhubungan dengan Kecemasan
Komponen transaksi interpersonal yang berhubungan dengan
kecemasab mengau pada adanya seseorang yang memberikan bantuan
ketika ada masalah. Seseorang memberikan bantuan untuk
memecahkan masalah dengan menyediakan informasi untuk
menjelaskan situasi yang berhubungan dengan kecemasan. Bantuan ini
berupa dukungan emosional, kognitif yang distruktur ulang dan
bantuan instrumental.
2.4.5. Bentuk Dukungan Sosial
Menurut Kaplan dan Saddock (1998), adapun bentuk dukungan sosial adalah
1. Tindakan atau Perbuatan
Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang
disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan keluarga.
2. Aspek Religius atau Fisik
Semakin bertambahnya usia maka perasaan religius semakin tinggi. Oleh
karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada
Tuhan.
3. Interaksi atau Bertukar Pendapat
Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan
orang-orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat
memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang sekitarnya.
2.5. Landasan Teori
Menurut UNICEF (United Nation Children’s Fund) (1998), gizi kurang disebabkan oleh berbagai faktor baik langsung (makanan tidak seimbang dan
penyakit infeksi) maupun tidak langsung meliputi pola asuh (pola asuh makan dan
pola asuh kesehatan), dalam bentuk skema, dapat dilihat dalm Gambar 2.1. (Engle
STATUS GIZI
Gambar 2.1. Model modifikasi Penyebab Gizi kurang Menurut UNICEF (United
Nation Children’s Fund) (1998) dan toeri Lawrence Green Dikutip oleh Notoadmojo
Sebagai bagian dari bentuk perilaku, pola asuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Lawrance Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sebuah perilaku
kesehatan timbul karena dipengruhi oleh tiga faktor yaitu:
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors), faktor ini digunakan untuk
menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan
menggunakan pelayannan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan