• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konvergensi Dan Divergensi Dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konvergensi Dan Divergensi Dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan"

Copied!
490
0
0

Teks penuh

(1)

KONVERGENSI DAN DIVERGENSI DALAM DIALEK-DIALEK

MELAYU ASAHAN

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K)

dipertahankan pada tanggal 19 Oktober 2009

di Medan, Sumatera Utara

DWI WIDAYATI

058107002/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

(2)

KONVERGENSI DAN DIVERGENSI DALAM DIALEK-DIALEK MELAYU ASAHAN

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Doktor Terbuka

Pada Hari : Senin

Tanggal : 19 Oktober 2009 Pukul : 10.00 WIB

Oleh DWI WIDAYATI

(3)

Judul Disertasi : KONVERGENSI DAN DIVERGENSI DALAM DIALEK-DIALEK MELAYU ASAHAN

Nama Mahasiswa : Dwi Widayati NIM : 058107002 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Prof. Dr.Robert Sibarani, M.S. Promotor

Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd. Ko-Promotor Ko-Promotor

Ketua Program Studi, Direktur

(4)

HASIL PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

UNTUK SIDANG TERBUKA TANGGAL 19 OKTOBER 2009

Oleh

Promotor

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Ko-Promotor

Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd.

Mengetahui

Ketua Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(5)

Telah diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 28 September 2009

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota : 1. Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. 2. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D. 4. Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. 5. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 6. Prof. Paitoon M.Chaiyanara, Ph.D.

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universitas Sumatera Utara

(6)

Diuji pada Ujian Disertasi (Promosi) Tanggal 19 Oktober 2009

__________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota : 1. Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. 2. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D. 4. Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. 5. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 6. Prof. Paitoon M.Chaiyanara, Ph.D.

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universitas Sumatera Utara

(7)

TIM PROMOTOR

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum.

(8)

TIM PENGUJI LUAR KOMISI

Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D.

Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D.

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.

(9)

PERNYATAAN

KONVERGENSI DAN DIVERGENSI DALAM DIALEK-DIALEK MELAYU ASAHAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Disertasi ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Disertasi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 19 Oktober 2009

(10)

RENUNGAN

Bacalah... dengan menyebut Nama Tuhanmu yang

menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari

segumpal darah; Bacalah.... dan Tuhanmu lah

yang Maha Pemurah; Yang mengajarkan

manusia dengan perantaraan kalam;

Dia mengajarkan kepada

manusia apa yang

tidak diketahuinya

(11)

Karya ini dipersembahkan untuk:

Ayah dan Bunda

Drs. Syahdan Manurung (Alm.)

Hadawiyah (Alm.)

Semua guruku yang telah membekaliku

dengan ilmu pengetahuan

Saudara-Saudaraku:

Agus Surya Gama Manurung (Alm.)

Khairul Affan Manurung, A.Md.

(12)

ABSTRAK

Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan Oleh: Dwi Widayati

Situasi multietnis yang terdapat di Asahan secara tidak langsung membentuk masyarakat yang multilingual atau multidialek. Karena masyarakat yang multilingual/multidialek berada dalam wilayah yang penuturnya mayoritas berbahasa Melayu, kondisi ini memacu masyarakat yang bukan penutur Melayu untuk menguasai bahasa Melayu Asahan (selanjutnya disebut BMA). Melalui kontak/sentuh bahasa mereka berkonvergensi dan berdivergensi dengan tuturan Melayu setempat. Akibatnya, akan muncul variasi dialek. Persoalan ini dijawab melalui penelitian dialektologi dan sosiolinguistik karena tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan sistem segmental dialek-dialek di Asahan, (2) mendeskripsikan variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi dan divergensi, (3) mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan, dan (4) mendeskripsikan bentuk inovatif dan konservatif dalam dialek-dialek Melayu Asahan.

Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, diterapkan metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara, metode padan pragmatis dengan alat penentunya mitra wicara, dan metode padan translasional dengan alat penentunya bahasa atau dialek lain. Ketiga metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Selain itu, pendekatan dari atas ke bawah juga dilakukan dalam analisis diakronis.

Berdasarkan kajian segmental, ditemukan bahwa dalam dialek Tanjungbalai (DTB) terdapat 5 segmen vokal, yaitu, /i, u, a, Ε, dan ฀/. Dalam dialek Batubara (DBB) terdapat 6 segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, , dan ฀/. DTB dan DBB memiliki jumlah konsonan yang sama masing-masing 19 segmen konsonan, yaitu /p, b, t, d, c&, j&, k, g, , s, h, m, n, Þ, Ν, l, ⊗, w, dan j/. Dalam Bahasa Batak (BBT) terdapat lima segmen vokal, yaitu, /i, u, a, e, dan o/. Dalam bahasa Jawa (BJW) terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, e, , dan o/. Segmen konsonan BBT ada 14, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ dan dalam BJW terdapat 20 segmen konsonan, yaitu /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, ⎠, j, g, k, Ν, r, dan h/.

Variasi dialek di Asahan muncul karena adanya konvergensi dan divergensi dalam interaksi masyarakat. Dari konvergensi dan divergensi ini muncul wujud imitasi, interferensi, dan integrasi. Dari ketiga proses tersebut ditemukan adanya dialek lain di Asahan, yaitu dialek Melayu Batak Asahan (DMBA) dan dialek Melayu Jawa Asahan (DMJA).

(13)

yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan [Ε]; [฀]; [ε] dan [e]. Dalam DMJA terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, , e, dan ฀/ yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid, yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan []; [฀]; []; [ε].

Segmen konsonan dalam DMBA ada delapan belas, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/ dan dalam DMJA /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/. Kedelapan belas segmen konsonan tersebut direpresentasikan persis sama dengan segmen asalnya, kecuali segmen konsonan /k/ yang direpresentasikan sebagai [k, dan ], segmen konsonan /b/ direpresentasikan sebagai [b dan p], segmen konsonan /d/ direpresentasikan [d dan t], dan segmen konsonan /h/ direpresentasikan sebagai [h dan 2].

Dalam DTB, DBB, DMBA, dan DMJA terdapat perangkat korespondensi bunyi yang diwujudkan dengan [a ] dan pada afiks terdapat korespondensi ba(⊗)(r)-} {b(⊗)(r)-}, {ba(⊗)(r)-an} {b(⊗)(r)-an}, {basi-an} {bsi-an}, {maN-} {mN-}, {paN-} {pN-}, {ta-} {t-}, {ka-an} {k-an}, dan {sa-} {s-}. Pola kalimat yang ditemukan dalam empat dialek di Asahan adalah pola VSO/VOS dan SVO. Pola VSO/VOS terutama ditemukan pada penutur DTB, DBB, dan DMBA, sedangkan pola SVO ditemukan dalam DMJA.

Konvergensi dan divergensi disebabkan oleh faktor intralinguistik dan ekstralinguistik. Faktor intralinguistik ini meliputi proses asimilasi, proses pelesapan bunyi, proses penambahan bunyi, proses pergantian bunyi, proses perubahan segmen, dan proses pelemahan bunyi. Keenam proses tersebut diformulasikan dalam wujud lima belas kaidah fonologis yang terdiri atas kaidah perubahan ciri, kaidah pelesapan, kaidah penyisipan, kaidah transformasional, kaidah perpaduan, kaidah bervariabel, dan kaidah pergantian. Faktor ekstralinguistik adalah faktor luar bahasa yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam bahasa. Faktor ekstralinguistik meliputi faktor geografi, faktor migrasi, faktor historis, faktor sosial, dan faktor psikologis.

Perbandingan keempat dialek menunjukkan adanya refleks vokal dan konsonan yang inovatif dan konservatif. Vokal umumnya direflekskan secara inovatif daripada konsonan. Konsonan yang direflekskan secara inovatif terdapat pada konsonan /*h/, /*k/, /*//, dan /*r/. Refleks yang inovatif pada vokal menyebabkan leksem-leksem yang direflekskan pun mengalami inovasi.

(14)

ABSTRACT

Convergences and Divergences in The Asahan Malay Dialects

By: Dwi Widayati

The multiethnic situation found in Asahan indirectly has formed a multilingual or multidialectal community. Since the multilingual or multidialectal community live in the area whose population are majority the native speakers of Malay, this condition has made the non-native speakers of Malay do their best to master Asahan Malay Language (which, henceforth, is called BMA). They converged and diverged with the local Malay speech through the contact of language. This problems is answered through a study of dialectology and sociolinguistic because the purpose of this study is (1) to describe the segmental system of the dialects in Asahan, (2) to describe the varieties of the existing dialects in Asahan resulted from convergence and divergence, (3) to describe the factors that cause the convergence and divergence in Malay dialects in Asahan, and (4) to describe the innovative and conservative forms in the Asahan Malay dialects.

In the attempt to achieve the purposed, the identity methods such as articulatory phonetic identity method with organs of speech as its determiner, pragmatic identity method with the ones we talk to as its determiner, and translational identity method with the other languages or dialects as its determiner. These three methods were explained through equalizing technique and differentiating technique. In addition, a top down approach is also employed in the diachronic analysis

Based on the segmental study, it was found out that there are 5 vowel segments in the dialect of Tanjungbalai (DTB), such as /i, u, a, Ε, and / and 6 vowel segments in the dialect of Batubara (DBB), such as /i, u, a, Ε, , and /. In DTB and DBB were found out 19 consonant segments, such as /p, b, t, d, c&, j&, k, g, , s, h, m, n, Þ, Ν, l, , w, and j/. There are 5 vowel segments in Batak Language (BBT), such as /i, u, a, e, and o/ and 6 vowel segments in Javanese Language (BJW), such as /i, u, a, e, , and o/. In BBT was found out 14 consonants, such as /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ and 20 consonants in BJW, such as /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, , j, g, k, Ν, r, dan h/.

Dialectal variation in Asahan appeared because of the existence of convergence and divergence in the community’s interaction. The attempt to accommodate the speech when interacting resulted in convergence and divergence in dialect. This convergence and divergence resulted in imitation, interference, and integration. Based on the three processes, the other dialects such as Batak Malay Asahan Dialect (DBMA) and Javanese Malay Asahan Dialect (DMJA) were found in Asahan.

(15)

into 9 vocoids segmental sounds because of primary articulation, such as [i], [Ι], [u], [Υ], [a], [Ε], [], [ε], and [e]. There are 6 vowels in DMJA, such as /i, u, a, , e, and / which are represented into 9 vocoids, such as [i], [Ι], [u], [Υ], [a], [], [], [], and [ε]. There are 18 consonants in DMBA, such as /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, , y, g, k, Ν, w, r, h/ and in DMJA, such as /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, , y, g, k, Ν, w, r, h/. The both 18 consonants are represented precisely the same as their original segments, except the segment of consonant /k/ which is represented as [k] and [], /b/ which is represented as [b] and [p], /d/ which is represented as [d] and [t], and /h/ which is represented as [h] and [2].

A set of sound correspondence which is represented as [a ] is found in DTB, DBB, DBMA, and DMJA and the correspondence is also found in affixes. For example, ba()(r)-} {b()(r)-}, {ba()(r)-an} {b()(r)-an}, {basi-an} {bsi-an}, {maN-} {mN-}, {paN-} {pN-}, {ta-} {t-}, {ka-an} {k -an}, and {sa-} {s-}. The sentence patterns found in the four dialects in Asahan are VSO/VOS and SVO. The pattern VSO/VOS is especially found in DTB, DBB, and DMBA, while the pattern SVO is found in DMJA.

Convergence and divergence are caused by the intralinguistic and extralinguistic factors. Intralinguistic factor consists of assimilation, sound deletion, sound addition, segment change, sound replacement, and sound weakening/lenisi processes. The five processes are formulated in 15 phonological rules which consist of characteristic changes, delition, insertion, transformational, combination, variabel, and replacement rules. Extralinguistic factor consists of geographical, migration, historical, social, and phsychological factors.

The comparison of the four dialects shows that there are inovative and conservative vowel and consonantal reflections. Most vowels are reflected inovatively than consonants. The consonants which is innovatively reflected are /*h/, /*k/, /*//, and /*r/. The innovative reflection of vowels causes innovative lexemes.

(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Taala karena berkat Rahmat dan Rahim-Nya, disertasi yang berjudul “Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan” dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian disertasi ini, mulai dari masa persiapan, penelitian lapangan, analisis data, dan proses penulisan, telah melibatkan banyak pihak. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyelesaian disertasi ini.

Disertasi ini dikerjakan dengan bantuan bimbingan dan sumbangan pikiran dari promotor dan ko-promotor sampai terwujudnya dalam bentuk yang sekarang ini. Namun, segala kekurangan menjadi tanggung jawab penulis. Semoga Tuhan yang Mahakuasa memberikan balasan yang setimpal atas segala keikhlasan dan kebaikan Tim Promotor. Karenanya, ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S, selaku Promotor; Prof. Dr. Djawasi Naibaho, M.S., selaku Ko-Promotor; dan Dr. Berlin Sibarani, M.Pd., selaku Ko-Promotor.

(17)

Kami, keluarga yang ditinggalkan diberikan-Nya kekuatan dalam menghadapi segala persoalan kehidupan di dunia ini. Amin.

Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), yang telah membiayai pendidikan Doktor Linguistik ini; Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., yang telah memberi kesempatan kepada penulis mengikuti program Sandwich di Singapur selama lebih kurang empat bulan; Ketua Program Studi Doktor Linguistik USU, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph. D. yang senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan program S-3 ini; Pembantu Rektor II, Prof. Subhilhar, Ph.D, yang telah memfasilitasi dengan segala kemudahan terhadap proses pembiayaan pendidikan ini; Dekan Fakultas Sastra USU dan Ketua Departemen Sastra Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang Strata 3 ini; Bapak Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. yang telah memberikan referensi terkini dalam penelitian ini; Para penguji disertasi Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D., Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D., Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D., dan Prof. Paitoon M.Chaiyanara, Ph.D. yang telah bersedia memberikan penilaian, koreksian, dan sejumlah saran demi perbaikan disertasi ini.

(18)

kemudahan saat penulis melaksanakan penelitian di wilayah mereka. Demikian juga kepada para informan dan narasumber yang telah memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada keluarga besar penulis, terutama ayahanda Drs. Syahdan Manurung (Alm.), semangatnya dalam menimba ilmu tetap menyala di hati penulis, ibunda Hadawiyah (Alm.), perempuan yang dengan penuh kelembutan namun tegas memotivasi penulis untuk terus belajar, Abangnda Agus Surya Gama Manurung (Alm.), Adik-adik: Khairul Affan Manurung, Elvi Kartika Manurung, Fahmi Wibowo Manurung, dan Harry Purnomo Manurung yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual. Juga, keluarga besar Bahari Sulaiman Manurung yang telah bersedia penulis repotkan selama penulis melakukan penelitian. Abang sepupu penulis Zulkifli Manurung yang selalu mempunyai waktu untuk mengantar penulis ke setiap daerah yang menjadi sasaran penelitian penulis. Semoga Allah SWT membalas budi baik mereka.

(19)

Linguistik yang selalu ceria walau sedang banyak tugas, teman-teman di Departemen Sastra Indonesia yang terus mengingatkan agar cepat menyelesaikan pendidikan ini. Staf pegawai di Perpustakaan Pusat USU yang banyak membantu dalam mengakses referensi dari internet dan staf pegawai administrasi di Sekolah Pascasarjana USU yang telah membantu kelancaran administrasi selama pendidikan.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang belum penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu penulis baik moril, materil, dan doa selama penulis mengikuti pendidikan ini sampai selesai. Semoga Allah SWT memberikan limpahan kasih dan kemuliaan-Nya kepada mereka semua. Amin.

Medan, 28 September 2009 Penulis,

(20)

RIWAYAT HIDUP A. Data Pribadi

Nama Lengkap : Dwi Widayati

Tempat/Tgl. Lahir : Magelang, 14 Mei 1965

NIP : 131763367/19650514 198803 2 001 No. Karpeg : E. 755925

Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda /IVc Pekerjaan : Staf Pengajar Departemen Sastra

Indonesia

Instansi : Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Nama Ayah : Drs. Syahdan Manurung (Alm.) Nama Ibu : Hadawiyah (Alm.)

Alamat Kantor : Jl. Universitas No. 19 Medan 20155 No. Telepon Kantor : 061-8223530

No. Faksimili : 061-8215956

Alamat Rumah : Jln. Nazir Alwi No. 19 Kampus USU Medan 20154 No. Telepon Rumah : 061-8217083

Alamat E-mail : dwi_dayati@yahoo.co.id

B. Riwayat Pendidikan:

1. SD Negeri 99 Medan, lulus tahun 1976 2. SMP Negeri III Medan, lulus tahun 1980 3. SMA Negeri 6 Medan, Lulus tahun 1983

4. Sarjana Fakultas Sastra USU, Jurusan Bahasa Indonesia, lulus tahun 1987 5. Program Magister (S-2) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Bidang

Linguistik, lulus tahun 1997

6. Program Doktor (S-3) Universitas Sumatera Utara Medan, Bidang Linguistik, lulus tahun 2009

C. Pengalaman Kerja

1. Dosen Fakultas Sastra USU pada Departemen Sastra Indonesia, 1988 – sekarang

(21)

4. Ketua Jurusan Sastra Indonesia, 2004 – 2005

5. Ketua Penyunting Jurnal LOGAT Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU, 2005 - 2007

6. Anggota Senat Akademik USU, 2004 – 2009 7. Sekretaris Komisi Akademik SA USU, 2005 – 2009 D. Kegiatan Penelitian

1. Pemarkah Taktunggal dalam Struktur Bahasa Melayu Dialek Tanjung Balai Asahan, DP3M Depdiknas Jakarta, 2003.

2. Reduplikasi Verbal dan Adjektival Bahasa Melayu Asahan, DIKS Fak. Sastra USU, 2003

3. Dialektometri pada Berkas Isoglos Leksikal di Kabupaten Asahan, DIKS Fak. Sastra USU, 2004

4. Refleksi Fonem Vokal dan Konsonan Bahasa Melayu Purba dalam Bahasa Melayu Asahan: Kajian Linguistik Historis Komparatif, DP3M Depdiknas Jakarta, 2004

E. Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah

1. Salam dan Sapaan sebagai Pengontrol Interaksi dalam Masyarakat Melayu Asahan, Medan USU Press dalam Bahasa Sastra dan Budaya dalam Untaian Karya, 2005

2. Variasi Leksikal Bahasa Melayu Asahan: Kajian Dialektologi, Seminar Internasional Bahasa dalam Perspektif Dinamika Global tanggal 22-23 April 2005 Medan, 2005

3. Tipe Bentuk Reduplikasi Verbal Bahasa Melayu Asahan, Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan Sastra “LOGAT” Vol.1 No.1, Medan 2005

4. Model Awal dan Model Klasik Struktur Informasi, Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan Sastra “LOGAT” Vol.1 No.2, Medan 2005

5. Metode Rekonstruksi Kata-Kata Sekerabat, Seminar Nasional Linguistik dalam rangka Lustrum VIII Fakultas Sastra USU 15 September 2005 Medan, 2005

6. Antarmuka Semantik Pragmatik, Studia Kultura, 2006

F. Penghargaan/Tanda Kehormatan

(22)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR…….. ... v

RIWAYAT HIDUP………. ix

DAFTAR ISI………. xi

DAFTAR TABEL ……… xx DAFTAR GAMBAR……… xxiii DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN………. xxv

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1Latar Belakang ……….. 1

1.2Rumusan Masalah Penelitian………. 7

1.3Tujuan Penelitian………9

1.4Manfaat Penelitian………..9

1.5Batasan Penelitian……… 11

1.6Anggapan Dasar ……….. 13

(23)

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….. 18 2.1 Pengantar ……….. 18 2.2 Penelitian yang Terkait ... 18 2.3 Kerangka Konsep dan Kerangka Teori ... 26 2.3.1 Kerangka Konsep ... 26 2.3.1.1 Konsep Konvergensi dan Divergensi ... 26 2.3.1.2 Konsep Variasi Bahasa ... 33 2.3.1.3 Konsep Pemahaman Timbal Balik (Mutual Intellegibility)…….. 38 2.3.1.4 Konsep Ciri Pembeda ... 45 2.3.1.5 Konsep Korespondensi dan Variasi ... 47 2.3.1.6 Konsep Inovasi dan Retensi ... 49 2.3.2 Kerangka Teori ... 52 2.4 Model Penelitian ……… 58

(24)

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data ... 69 3.8 Metode Penyajian Hasil Analisis Data dan Penulisan Kaidah ... 76

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 78 4.1 Pengantar ... 78 4.2 Wilayah Daerah Penelitian ... 78 4.2.1 Kabupaten Asahan ... 79 4.2.2 Kabupaten Batubara ... 81 4.2.3 Kota Tanjungbalai ... 82 4.3 Sejarah Daerah Penelitian ... 83 4.3.1 Keberadaan Etnik Melayu di Asahan ... 83 4.3.2 Sejarah Pemerintahan Administratif ... 86

4.3.2.1 Sejarah Pemerintahan Administratif Kabupaten Asahan

dan Kabupaten Batubara ... 86 4.3.2.2 Sejarah Pemerintahan Administratif Kota Tanjungbalai... 92 4.3.3 Hubungan Etnik Melayu dengan Etnik yang Datang ke Wilayah

(25)

4.3.5 Keadaan Bahasa ... 107

(26)

5.4.1.2 Distribusi Fonem Konsonan BMA ... 157 5.4.2 Distribusi Fonem BBT ... 161 5.4.2.1 Distribusi Fonem Vokal BBT ... 161 5.4.2.2 Distribusi Fonem Konsonan BBT ... 161 5.4.3 Distribusi Fonem BJW ... 163 5.4.3.1 Distribusi Fonem Vokal BJW ... 163 5.4.3.2 Distribusi Fonem Konsonan BJW ... 164 5.5 Karakterisasi Segmen Dialek-Dialek di Asahan dalam Ciri Pembeda ... 166 5.6 Representasi Fonem BMA dan Kaidah ... 177 5.6.1 Representasi Fonem dalam DTB ... 177 5.6.1.1 Representasi Fonem Vokal DTB dan Kaidah ... 178 5.6.1.2 Representasi Fonem Konsonan DTB dan Kaidah ... 195 5.6.2 Representasi Fonem DBB ... 205 5.6.2.1 Representasi Fonem Vokal DBB dan Kaidah ... 206 5.6.2.2 Representasi Fonem Konsonan DBB dan Kaidah ... 230 5.7 Pola Struktur Silabel ... 241 5.8 Simpulan ... 243

BAB VI VARIASI DIALEK MELAYU ASAHAN AKIBAT

(27)

6.2 Proses Terjadinya Variasi Bahasa ... 247 6.3 Akomodasi dalam Percakapan Antarpenutur ... 251 6.3.1 Percakapan Penutur DTB dengan Penutur Berbahasa Jawa ... 252 6.3.2 Percakapan Penutur DTB dengan Penutur Berbahasa Batak ... 263 6.3.3 Percakapan Penutur DTB dengan Penutur DBB ... 267 6.3.4 Percakapan Penutur DBB dengan Penutur Berbahasa Jawa ... 271 6.3.5 Percakapan Penutur DBB dengan Penutur Berbahasa Batak ... 273 6.4 Variasi Dialek-Dialek Melayu di Asahan Akibat Adanya Konvergensi

dan Divergensi... 275 6.4.1 Variasi dalam Tataran Fonologi... 277 6.4.1.1 Representasi fonem Vokal DMBA dan DMJA dan Kaidah... 280 6.4.1.2 Representasi fonem Konsonan DMBA dan DMJA dan Kaidah 295 6.4.2 Variasi dalam Tataran Morfologi... 302 6.4.3 Variasi dalam Tataran Sintaksis... 311 6.5 Simpulan... 315

(28)
(29)

BAB VIII BENTUK INOVATIF DAN KONSERVATIF DALAM

DIALEK-DIALEK MELAYU ASAHAN... 365 8.1 Pengantar ... 365 8.2 Perbandingan Fonologis Antardialek Secara Diakronis... 367 8.2.1 Perbandingan Fonem Vokal Secara Diakronis... 369 8.2.1.1 Vokal Tinggi dalam PM ... 369 8.2.1.2 Vokal Sedang dan Vokal Rendah dalam PM ... 374 8.2.2 Perbandingan Fonem Konsonan Secara Diakronis... 379 8.2.2.1 Konsonan Hambat Takbersuara dalam PM ... 380 8.2.2.2 Konsonan Hambat Bersuara PM ... 387 8.2.2.3 Konsonan Nasal dalam PM ... 392 8.2.2.4 Konsonan Alir dalam PM ... 396 8.2.2.5 Konsonan Desis dalam PM... 399 8.2.2.6 Konsonan Spiran Glotal dalam PM ... 400 8.2.2.7 Semivokal dalam PM ... 401 8.3 Simpulan ... 403

(30)
(31)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Matriks Interaksi Antaretnis/Intraetnis di Asahan ... 13 2 Variasi Dialek di Asahan ………. 14

3 Interaksi Intraetnis……… 65

(32)
(33)
(34)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(35)
(36)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

BMA : Bahasa Melayu Asahan

BBT : Bahasa Batak

BJW : Bahasa Jawa

DBB : Dialek Batubara

DTB : Dialek Tanjungbalai DMBA : Dialek Melayu Batak Asahan DMJA : Dialek Melayu Jawa Asahan PAN : Proto Austronesia

PM : Proto Melayu

Æ : menjadi

[...] : lingkungan fonetis /.../ : lingkungan fonemis #... # : batas jeda

{...} : lingkungan morfemis / : lingkungan yang mensyarati ____ : posisi terjadinya proses fonologis

~ : bervariasi

: berkorespondensi

฀ : batas Silabel

(37)

#K___K# : posisi antarkonsonan

#(K) V____V(K)# : posisi antarvokal baik yang diikuti/didahului maupun tidak K+vf : Konsonan velar frikatif

K+N : Konsonan nasal

V+k : Vokal Kendur V+kN : Vokal kendur nasal

V+t : Vokal tegang

(38)

ABSTRAK

Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan

Oleh: Dwi Widayati

Situasi multietnis yang terdapat di Asahan secara tidak langsung membentuk masyarakat yang multilingual atau multidialek. Karena masyarakat yang multilingual/multidialek berada dalam wilayah yang penuturnya mayoritas berbahasa Melayu, kondisi ini memacu masyarakat yang bukan penutur Melayu untuk menguasai bahasa Melayu Asahan (selanjutnya disebut BMA). Melalui kontak/sentuh bahasa mereka berkonvergensi dan berdivergensi dengan tuturan Melayu setempat. Akibatnya, akan muncul variasi dialek. Persoalan ini dijawab melalui penelitian dialektologi dan sosiolinguistik karena tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan sistem segmental dialek-dialek di Asahan, (2) mendeskripsikan variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi dan divergensi, (3) mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan, dan (4) mendeskripsikan bentuk inovatif dan konservatif dalam dialek-dialek Melayu Asahan.

Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, diterapkan metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara, metode padan pragmatis dengan alat penentunya mitra wicara, dan metode padan translasional dengan alat penentunya bahasa atau dialek lain. Ketiga metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Selain itu, pendekatan dari atas ke bawah juga dilakukan dalam analisis diakronis.

Berdasarkan kajian segmental, ditemukan bahwa dalam dialek Tanjungbalai (DTB) terdapat 5 segmen vokal, yaitu, /i, u, a, Ε, dan ฀/. Dalam dialek Batubara (DBB) terdapat 6 segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, , dan ฀/. DTB dan DBB memiliki jumlah konsonan yang sama masing-masing 19 segmen konsonan, yaitu /p, b, t, d, c&, j&, k, g, , s, h, m, n, Þ, Ν, l, ⊗, w, dan j/. Dalam Bahasa Batak (BBT) terdapat lima segmen vokal, yaitu, /i, u, a, e, dan o/. Dalam bahasa Jawa (BJW) terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, e, , dan o/. Segmen konsonan BBT ada 14, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ dan dalam BJW terdapat 20 segmen konsonan, yaitu /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, ⎠, j, g, k, Ν, r, dan h/.

(39)

Atas dasar sistem segmental DTB, DBB, BBT, dan BJW ditemukan bahwa dalam DMBA terdapat lima segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, dan ฀/ yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid akibat artikulasi primer, yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan [Ε]; [฀]; [ε] dan [e]. Dalam DMJA terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, , e, dan ฀/ yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid, yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan []; [฀]; []; [ε].

Segmen konsonan dalam DMBA ada delapan belas, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/ dan dalam DMJA /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/. Kedelapan belas segmen konsonan tersebut direpresentasikan persis sama dengan segmen asalnya, kecuali segmen konsonan /k/ yang direpresentasikan sebagai [k, dan ], segmen konsonan /b/ direpresentasikan sebagai [b dan p], segmen konsonan /d/ direpresentasikan [d dan t], dan segmen konsonan /h/ direpresentasikan sebagai [h dan 2].

Dalam DTB, DBB, DMBA, dan DMJA terdapat perangkat korespondensi bunyi yang diwujudkan dengan [a ] dan pada afiks terdapat korespondensi ba(⊗)(r)-} {b(⊗)(r)-}, {ba(⊗)(r)-an} {b(⊗)(r)-an}, {basi-an} {bsi-an}, {maN-} {mN-}, {paN-} {pN-}, {ta-} {t-}, {ka-an} {k-an}, dan {sa-} {s-}. Pola kalimat yang ditemukan dalam empat dialek di Asahan adalah pola VSO/VOS dan SVO. Pola VSO/VOS terutama ditemukan pada penutur DTB, DBB, dan DMBA, sedangkan pola SVO ditemukan dalam DMJA.

Konvergensi dan divergensi disebabkan oleh faktor intralinguistik dan ekstralinguistik. Faktor intralinguistik ini meliputi proses asimilasi, proses pelesapan bunyi, proses penambahan bunyi, proses pergantian bunyi, proses perubahan segmen, dan proses pelemahan bunyi. Keenam proses tersebut diformulasikan dalam wujud lima belas kaidah fonologis yang terdiri atas kaidah perubahan ciri, kaidah pelesapan, kaidah penyisipan, kaidah transformasional, kaidah perpaduan, kaidah bervariabel, dan kaidah pergantian. Faktor ekstralinguistik adalah faktor luar bahasa yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam bahasa. Faktor ekstralinguistik meliputi faktor geografi, faktor migrasi, faktor historis, faktor sosial, dan faktor psikologis.

Perbandingan keempat dialek menunjukkan adanya refleks vokal dan konsonan yang inovatif dan konservatif. Vokal umumnya direflekskan secara inovatif daripada konsonan. Konsonan yang direflekskan secara inovatif terdapat pada konsonan /*h/, /*k/, /*//, dan /*r/. Refleks yang inovatif pada vokal menyebabkan leksem-leksem yang direflekskan pun mengalami inovasi.

(40)

ABSTRACT

Convergences and Divergences in The Asahan Malay Dialects

By: Dwi Widayati

The multiethnic situation found in Asahan indirectly has formed a multilingual or multidialectal community. Since the multilingual or multidialectal community live in the area whose population are majority the native speakers of Malay, this condition has made the non-native speakers of Malay do their best to master Asahan Malay Language (which, henceforth, is called BMA). They converged and diverged with the local Malay speech through the contact of language. This problems is answered through a study of dialectology and sociolinguistic because the purpose of this study is (1) to describe the segmental system of the dialects in Asahan, (2) to describe the varieties of the existing dialects in Asahan resulted from convergence and divergence, (3) to describe the factors that cause the convergence and divergence in Malay dialects in Asahan, and (4) to describe the innovative and conservative forms in the Asahan Malay dialects.

In the attempt to achieve the purposed, the identity methods such as articulatory phonetic identity method with organs of speech as its determiner, pragmatic identity method with the ones we talk to as its determiner, and translational identity method with the other languages or dialects as its determiner. These three methods were explained through equalizing technique and differentiating technique. In addition, a top down approach is also employed in the diachronic analysis

Based on the segmental study, it was found out that there are 5 vowel segments in the dialect of Tanjungbalai (DTB), such as /i, u, a, Ε, and / and 6 vowel segments in the dialect of Batubara (DBB), such as /i, u, a, Ε, , and /. In DTB and DBB were found out 19 consonant segments, such as /p, b, t, d, c&, j&, k, g, , s, h, m, n, Þ, Ν, l, , w, and j/. There are 5 vowel segments in Batak Language (BBT), such as /i, u, a, e, and o/ and 6 vowel segments in Javanese Language (BJW), such as /i, u, a, e, , and o/. In BBT was found out 14 consonants, such as /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ and 20 consonants in BJW, such as /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, , j, g, k, Ν, r, dan h/.

(41)

Based on the segmental system of DTB, DBB, BBT, and BJW, it was found out that there are 5 vowels in DBMA, such as /i, u, a, Ε, dan / which are represented into 9 vocoids segmental sounds because of primary articulation, such as [i], [Ι], [u], [Υ], [a], [Ε], [], [ε], and [e]. There are 6 vowels in DMJA, such as /i, u, a, , e, and / which are represented into 9 vocoids, such as [i], [Ι], [u], [Υ], [a], [], [], [], and [ε]. There are 18 consonants in DMBA, such as /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, , y, g, k, Ν, w, r, h/ and in DMJA, such as /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, , y, g, k, Ν, w, r, h/. The both 18 consonants are represented precisely the same as their original segments, except the segment of consonant /k/ which is represented as [k] and [], /b/ which is represented as [b] and [p], /d/ which is represented as [d] and [t], and /h/ which is represented as [h] and [2].

A set of sound correspondence which is represented as [a ] is found in DTB, DBB, DBMA, and DMJA and the correspondence is also found in affixes. For example, ba()(r)-} {b()(r)-}, {ba()(r)-an} {b()(r)-an}, {basi-an} {bsi-an}, {maN-} {mN-}, {paN-} {pN-}, {ta-} {t-}, {ka-an} {k -an}, and {sa-} {s-}. The sentence patterns found in the four dialects in Asahan are VSO/VOS and SVO. The pattern VSO/VOS is especially found in DTB, DBB, and DMBA, while the pattern SVO is found in DMJA.

Convergence and divergence are caused by the intralinguistic and extralinguistic factors. Intralinguistic factor consists of assimilation, sound deletion, sound addition, segment change, sound replacement, and sound weakening/lenisi processes. The five processes are formulated in 15 phonological rules which consist of characteristic changes, delition, insertion, transformational, combination, variabel, and replacement rules. Extralinguistic factor consists of geographical, migration, historical, social, and phsychological factors.

The comparison of the four dialects shows that there are inovative and conservative vowel and consonantal reflections. Most vowels are reflected inovatively than consonants. The consonants which is innovatively reflected are /*h/, /*k/, /*//, and /*r/. The innovative reflection of vowels causes innovative lexemes.

Key words: convergence, divergence, variation, dialects, innovation, retention

(42)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penelitian tentang konvergensi dan divergensi berkaitan erat dengan

proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

sejumlah pemahaman terhadap berbagai teori. Kajian yang selalu menyoroti

tentang variasi bahasa adalah kajian dialektologi dan sosiolinguistik.

Dialektologi1) mendeskripsikan variasi bahasa dengan memperlakukannya

secara utuh. Variasi bahasa dalam kajian dialek dibedakan berdasarkan waktu,

tempat, dan sosial penutur. Artinya, ada dialek temporal, seperti Melayu Kuno;

dialek regional, seperti Melayu Ambon, Melayu Jakarta; dialek sosial, seperti

bahasa Indonesia yang digunakan oleh etnis yang berbeda. Dialek regional yang

dalam kajiannya disebut dialek geografi/geografi dialek2) mendeskripsikan variasi

bahasa berdasarkan variabel geografi atau daerah pengamatan, sedangkan dialek

sosial yang merupakan bagian dari kajian sosiolinguistik mendeskripsikan variasi

bahasa berdasarkan variabel sosial. Dialek temporal mendeskripsikan variasi

1

) Dialektologi didefinisikan sebagai ilmu tentang dialek. Sebagian ahli menyebutkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang dari dialektologi. Cabang lainnya adalah linguistik geografi atau disebut juga dialek geografi.

2

(43)

bahasa berdasarkan kurun waktu. Dialek temporal dalam kajian ini diidentikkan

dengan variasi bahasa berdasarkan perbedaan latar belakang historis.

Kajian dialek geografi mendeskripsikan sejumlah variasi bahasa

berdasarkan wilayah, membandingkannya antara satu wilayah dan wilayah yang

lain, dan mengelompokkan variasi yang sama dalam sebuah wilayah tertentu, baik

itu secara sinkronis maupun diakronis. Variasi bahasa tersebut diabstraksikan

dalam sebuah peta bahasa dengan bantuan lambang-lambang atau sistem tertentu

dan garis isoglos yang menyatukan persamaan, serta heteroglos yang memisahkan

perbedaan variasi bahasa tersebut.

Kajian sosiolinguistik mendeskripsikan sejumlah variasi bahasa

berdasarkan perbedaan variabel sosial, misalnya variabel daerah, status, ragam

(style), usia, gender, dan keetnisan (lihat Wolfram 1974). Adanya perbedaan

tuturan yang dilatarbelakangi perbedaan variabel sosial tersebut, terbentuklah

variasi bahasa. Tambahan pula, adanya upaya menyamakan tuturan atau

membedakan tuturan dengan mitra tuturnya dan berlangsung secara terus menerus

terjadilah apa yang dinamakan konvergensi dan divergensi bahasa. Penutur yang

berkonvergensi dan berdivergensi itu dilatarbelakangi oleh perbedaan sosial dan

geografis ketika berinteraksi.

Dilihat dari sudut kepentingan kajian didapati bahwa kajian dialektologi

umumnya lebih mementingkan keadaan variasi bahasa yang ada daripada

(44)

sosiolinguistik mengkaji proses munculnya variasi bahasa. Karena itu, kajian

yang mengamati proses terjadinya variasi bahasa hendaknya perlu diperhitungkan

untuk memperoleh kajian dialek secara komprehensif (lihat Dhanawaty 2004).

Dengan kata lain, ada upaya pengombinasian teori dialektologi dan

sosiolinguistik dan juga teori akomodasi. Selain itu, kajian variasi dialek ini juga

mengamati bentuk konservatif dan inovatif dari sudut pandang historis, yaitu

membandingkannya dengan bahasa Proto Melayu. Tujuannya adalah untuk

mengamati bagaimana konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek di Asahan

secara diakronis. Jadi, teori linguistik historis komparatif atau linguistik diakronis

juga diterapkan. Intinya, kajian ini bertemakan kajian dialektososiolinguistik

secara sinkronis dan diakronis. Namun, perlu pula digarisbawahi bahwa kajian

yang berjudul “Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu

Asahan” ini dikaji dalam sudut pandang dialektologi bukan sosiolinguistik.

Penelitian ini diharapkan memberi warna baru dalam kajian dialektologi dan

sosiolinguistik.

Penelitian sejenis ini pernah dilakukan oleh Dhanawaty (2002). Dia

meneliti penggunaan bahasa Bali oleh penutur bahasa Bali yang berada di daerah

transmigrasi Lampung Tengah. Kalau Dhanawaty memfokuskan pada bahasa Bali

yang digunakan penuturnya yang berada di daerah transmigran secara sinkronis,

penelitian ini justru sebaliknya, yaitu memfokuskan pada penutur yang berbeda

(45)

BMA) karena mereka berada di Asahan. Selanjutnya, variasi yang muncul

dianalisis secara sinkronis dan diakronis. Yang menarik dari penelitian ini adalah

situasi kebahasaan di Asahan, yaitu para penutur tiap-tiap etnis berusaha agar

tuturannya dapat dipahami oleh mitra tutur dialek setempat saat berinteraksi.

Artinya, ada upaya akomodasi ke arah bahasa Melayu.

Kajian dialektologi ini melibatkan teori sosisolinguistik karena yang dikaji

adalah variasi-variasi dialek yang muncul dari usaha penutur mengakomodasikan

dialeknya saat bertutur. Hasil variasi dialek yang ditemukan digambarkan dalam

sebuah peta untuk melihat tempat keberadaan variasi dialek tersebut secara

umum. Dikatakan secara umum karena kajian ini bukan geografi dialek yang

menempatkan semua gejala kebahasaan yang ditemukan selama penelitian dalam

peta bahasa3).

Variasi bahasa dapat terjadi karena perbedaan geografis penutur,

perbedaan sejarah/waktu, dan perbedaan sosial penutur (misalnya daerah, status,

ragam (style), usia, gender, dan keetnisan, agama, lingkungan, dan sebagainya.

Ketiga perbedaan ini dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama, perbedaan

geografis dan sejarah. Kajian ini dikelompokkan menjadi satu karena berkaitan

dengan keadaan bahasa. Penutur yang dipisahkan oleh wilayah yang berbeda

cenderung memiliki perbedaan dalam kosa katanya, baik perbedaan wicara,

perbedaan subdialek, perbedaan dialek, maupun perbedaan bahasa. Lebih-lebih

(46)

atau batas buatan (seperti jalan tol dan lapangan terbang). Demikian pula halnya

penutur yang memiliki latar belakang sejarah yang berbeda juga cenderung

berbeda bahasa atau dialeknya. Misalnya, bahasa Melayu dialek Batubara yang

dipengaruhi bahasa Minangkabau dan dialek Tanjungbalai yang dipengaruhi oleh

bahasa Batak (periksa Widayati 1997 dan 2001a). Yang kedua, perbedaan sosial.

Penutur ketika berinteraksi dengan mitra tuturnya biasanya memperhatikan

“dalil” sosiolinguistik, yaitu siapa yang berbicara, kepada siapa ia berbicara, di

mana, kapan, untuk apa, bagaimana, dan tentang topik apa. Dalam istilah

Fishmann (1966) disebutkan sebagai ranah yang secara universal digolongkannya

sebagai partisipan, topik, dan lokal. Dalil atau ranah ini biasanya dipergunakan

bila meneliti pemakaian bahasa dan di sinilah proses variasi bahasa itu timbul. Di

sini penutur mengakomodasikan tuturannya menjadi sama atau mirip, atau

berbeda dengan mitra tuturnya. Kalau tuturannya sama berarti telah terjadi

konvergensi, tetapi kalau tuturannya menjadi tidak sama berarti telah terjadi

divergensi.

Asahan yang saat ini terdiri atas tiga wilayah administratif, yaitu

Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, dan Kota Tanjungbalai merupakan

daerah yang multietnis. Selain etnis Melayu, di Asahan terdapat juga etnis Batak,

Jawa, Cina, Minangkabau, Banjar, dan beberapa etnis lainnya. Etnis Melayu pada

umumnya berdomisili di wilayah timur Asahan dan mereka masih tetap

(47)

Widayati 1997) menyebutkan bahwa di wilayah timur Asahan terdapat dua

dialek, yaitu dialek Batubara di sebelah utara Asahan (sekarang wilayah dialek itu

menjadi wilayah Kabupaten Batubara) dan dialek Tanjungbalai di sebelah selatan

(wilayah ini tetap sebagai wilayah Kabupaten Asahan dan Kotamadya

Tanjungbalai). Situasi multietnis itu secara tidak langsung membentuk

masyarakat yang multilingual atau multidialek pula. Karena masyarakat yang

multilingual/multidialek berada dalam wilayah yang penuturnya mayoritas

berbahasa Melayu, kondisi ini memacu masyarakat yang bukan penutur Melayu

untuk menguasai bahasa Melayu Asahan. Demikian pula sebaliknya, masyarakat

Melayu pun berusaha untuk memahami bahasa lain yang ada di sekitarnya. Ini

sejalan dengan yang dikatakan Lauder (1993: 3) bahwa pada daerah-daerah yang

multilingual masalah sentuh bahasa tidak dapat dihindarkan. Dapat diduga bahwa

di daerah yang multilingual masalah kebahasaan akan lebih kompleks

dibandingkan dengan daerah yang monolingual.

Etnis Batak dan Jawa merupakan etnis pendatang yang mayoritas

menetap di Asahan. Kedua etnis tersebut menjadi sorotan dalam kajian ini selain

etnis Melayu Asahan itu sendiri. Menetapnya etnis Batak dan Jawa dalam jangka

waktu yang cukup panjang di Asahan menyebabkan terjadinya kontak adat,

kontak budaya, dan kontak bahasa, baik antarkedua etnis tersebut maupun dengan

etnis Melayu di Asahan. Di antara ketiga kontak tersebut yang paling mudah

(48)

dalam frekuensi yang cukup tinggi (band. Dhanawaty 2002: 2). Selain adanya

upaya penyesuaian bahasa antarketiga kelompok penutur bahasa itu (Batak, Jawa,

dan Melayu), etnis Batak dan Jawa tetap menggunakan bahasanya dalam

pergaulan intraetnis. Selain itu, bahasa Indonesia tetap dipergunakan dalam

pergaulan sosial antaretnis. Ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu di Asahan

dipakai secara berdampingan dengan bahasa Indonesia dan juga dengan bahasa

etnis lain.

Fenomena di atas mengindikasikan bahwa masyarakat penutur bahasa

Batak dan bahasa Jawa di Asahan berusaha menyesuaikan tuturannya dengan

penutur Melayu di daerah tersebut. Artinya, telah terjadi akomodasi bahasa/dialek

di Asahan. Adanya usaha penutur menyesuaikan tuturannya saat berinteraksi

memberi dampak munculnya variasi bahasa/dialek di Asahan. Variasi yang

muncul saat mereka berinteraksi diduga akan mendorong munculnya dialek baru

di Asahan. Sejauhmana hubungan variasi bahasa yang muncul dibandingkan

dengan dialek Melayu yang ada di Asahan tersebut akan dideskripsikan dalam

penelitian ini.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

Masyarakat di Asahan yang terdiri atas berbagai etnis dan latar belakang

sejarah yang berbeda sangat memungkinkan mendorong terjadinya variasi dialek

(49)

mengakomodasikan tuturannya ketika berinteraksi akan terjadi konvergensi

tuturan atau divergensi tuturan. Kenyataan ini diidentifikasikan untuk

merumuskan variasi dialek yang muncul selain dialek Melayu yang ada di

Asahan. Konvergensi dan divergensi dalam interaksi antardialek di Asahan akan

menghasilkan berbagai wujud yang memungkinkan, misalnya wujud fonologis

atau leksikon. Wujud-wujud ini ada yang disesuaikan dengan mitra tuturnya dan

ada pula yang tetap dipertahankan, bahkan ada pula yang dimodifikasi antara

tuturannya dengan tuturan mitra tuturnya. Dalam hal ini yang disoroti adalah

tuturan yang dihasilkan oleh para penutur yang berbeda etnis yang datang

menetap di Asahan, yaitu etnis Batak dan Jawa—yang merupakan etnis mayoritas

di Asahan selain entik Melayu—ketika berinteraksi. Tuturan-tuturan yang

merupakan modifikasi antara dua bahasa/dialek akan menimbulkan variasi dialek

baru di Asahan. Adanya bentuk baru ini dianalisis sejauhmana kemiripannya

dengan dialek-dialek yang ada di Asahan. Dalam upaya ini penelusuran dokumen

diperhitungkan pula tertutama kajian yang bersifat diakronis.

Dari fenomena di atas masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem segmental dialek-dialek di Asahan?

2. Bagaimana variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi

dan divergensi?

3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi

(50)

4. Variasi mana yang merupakan bentuk yang inovatif dan mana yang

konservatif bila dikaitkan dengan bahasa Proto Melayu?

1.3Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan sistem segmental dialek-dialek di Asahan.

2. Mendeskripsikan variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya

konvergensi dan divergensi.

3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan

divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan.

4. Mendeskripsikan bentuk inovatif dan konservatif dalam dialek-dialek Melayu

Asahan.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

1.4.1 Pengembangan Ilmu Pengetahuan

1. Mengembangkan kajian dialektologi dengan melibatkan dialek sosial karena

selama ini kajian dialektologi berfokus pada dialek geografis.

2. Memperkaya model penelitian dialektososiolinguistik dengan menerapkan

(51)

3. Memperkaya khazanah kajian dialektososiolinguistik dalam upaya

penelusuran munculnya perubahan bahasa dalam lintas temporal.

4. Pembahasan konvergensi dan divergensi dengan teori akomodasi dapat

bermanfaat bagi kajian psikologi sosial dan kajian antropolinguistik

khususnya yang mempelajari bahasa dengan perilaku sosial.

5. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data bagi penelitian lebih lanjut.

6. Memberikan gambaran lengkap tentang dialek-dialek di Asahan.

1.4.2 Penunjang Pembangunan

1. Menunjang pelaksanaan program pemerintah dalam upaya melestarikan

bahasa daerah sebagai salah satu sumber pengembangan korpus bahasa:

bahasa Indonesia.

2. Membantu pemerintah dalam penyebarluasan informasi pembangunan ke

daerah yang masyarakatnya multietnis.

3. Membantu pemerintah dalam upaya peredaan konflik yang mungkin terjadi

akibat ketidaksamaan pemahaman dan setidak-tidaknya mengetahui cara

penyampaian informasi yang berhasil dan berdaya guna.

4. Memberi masukan bagi penentuan kebijakan dalam pembinaan masyarakat

yang multietnis melalui kebijakan pembinaan bahasa.

5. Melestarikan dan mendokumentasikan dialek-dialek Melayu di Asahan dari

(52)

pergaulan dan ilmu pengetahuan, baik dalam situasi formal maupun tidak

formal.

6. Menggalakkan penelitian bahasa Melayu Asahan agar bahasa ini dapat

dikenal sebagai salah satu variasi bahasa Melayu yang ada.

1.4.3 Pengembangan Kelembagaan

1. Mengembangkan minat para linguis untuk mengkaji linguistik lintas teori.

2. Membantu para dosen dalam memahami kajian dialektologi diakronis dan

sosiolinguistik.

3. Membantu para dosen dalam mengajarkan dialektologi sinkronis dan

diakronis dan sosiolinguistik.

1.5Batasan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dialektologi. Kajian ini memfokuskan

pada bidang fonologi dan leksikon dan sedikit menyinggung morfofonemik dan

pola kalimat, dengan anggapan bahwa kajian fonologi merupakan kajian yang

mendasar terhadap kajian di atasnya. Perbedaan-perbedaan fonologi akan

mendorong pada terbentuknya variasi bahasa. Selanjutnya, dapat membentuk

variasi pada tataran yang lebih tinggi, misalnya leksikon, morfologi, dan bahkan

sintaksis. Karena itu, konsep yang berkenaan dengan fonologi digunakan di sini,

(53)

Daerah Asahan dipilih sebagai lokasi penelitian karena penutur di daerah

tersebut multietnis. Di daerah ini bahasa Melayu digunakan secara berdampingan

dengan bahasa Batak dan Jawa. Kajian dialek sosial dalam penelitian ini hanya

dibatasi pada variabel keetnisan. Wolfram (1974: 73 dalam Dhanawaty 2002: 8)

mengajukan enam variabel utama dalam sosial, yaitu variabel daerah, status,

ragam (style), usia, gender, dan keetnisan.

Variabel keetnisan dipilih dengan pertimbangan bahwa etnis lain yang

menetap di daerah Melayu (di Asahan) akan berusaha mengakomodasikan

tuturannya dengan etnis setempat ketika berinteraksi. Variabel usia tidak dipilih

karena tidak menjadi sorotan dalam pemunculan dialek. Usia hanya diperlukan

saat penetapan narasumber. Variabel daerah tidak dipilih dalam kajian ini karena

dikhawatirkan akan bias dengan variabel dialek geografi. Lebih-lebih lagi dalam

kajian ini tidak berupaya memetakan semua gejala kebahasaan yang ditemukan

selama penelitian pada wilayah tertentu. Penggambaran daerah penelitian di sini

hanya sekadar penetapan secara umum tempat kantong-kantong penutur dialek

yang bervariasi akan muncul. Variabel status sosial juga tidak dipilih dalam

kajian dialek ini karena penetapan status sosial harus melibatkan dua prosedur

stratifikasi sosial, yakni penilaian status sosial secara objektif dan subjektif (band.

Dhanawaty 2002: 8). Demikian pula halnya dengan variabel ragam tidak

digunakan karena penetapan ragam memerlukan data yang bervariasi dan metode

(54)

penelitian ini tidak memandang perbedaan gender, variabel gender tidak

diterapkan. Lebih-lebih lagi belum ditemukan adanya perbedaan gender dalam

bertutur dalam masyarakat Melayu Asahan.

1.6Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah bahwa konvergensi dan

divergensi terjadi karena adanya kecenderungan penutur untuk

mengakomodasikan tuturannya pada saat hadirnya penutur lain. Bertolak dari

anggapan dasar di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut.

a. Penutur-penutur dialek di Asahan berkonvergensi dan berdivergensi karena

adanya perbedaan dialek dan keetnisan. Sejumlah konvergensi/divergensi

diduga akan muncul sebagai hasil interaksi (lihat gambar 1)

b. Hasil dari konvergensi dan divergensi tuturan tersebut berakibat munculnya

variasi dialek pada BMA. Sejumlah variasi dialek diduga akan muncul. (lihat

[image:54.612.127.516.582.703.2]

tabel 1 dan 2)

Tabel 1 Matriks Interaksi Antaretnis/Intraetnis di Asahan

Interaksi BMA Dialek Tanjungbalai

(A)

BMA Dialek Batubara

(B)

Bahasa Batak (C)

Bahasa Jawa (D)

BMA Dialek Tnj Balai (A)

-- AB AC AD

BMA Dialek Batubara (B)

AB -- BC BD

(55)
[image:55.612.139.514.134.554.2]

Tabel 2 Variasi Dialek di Asahan

No. Interaksi Penutur Antaretnis/Intraetnis Æ Konvergensi/ Divergensi

Variasi Dialek

1. BMA Dialek Tanjungbalai --- BMA Dialek Batubara AB

2. BMA Dialek Tanjungbalai --- Bahasa Batak AC

3. BMA Dialek Batubara --- Bahasa Batak BC

4. BMA Dialek Tanjungbalai --- Bahasa Jawa AD

5. BMA Dialek Batubara --- Bahasa Jawa BD

6. Bahasa Batak --- Bahasa Jawa CD

Gambar 1 Bagan Interaksi antaretnis/Intraetnis di Asahan

1.7Penjelasan Istilah

Dalam penelitian konvergensi dan divergensi ini digunakan sejumlah

istilah. Istilah-istilah yang akan dijelaskan berikut ini diharapkan dapat juga

memberi gambaran lingkup kajian yang akan dikerjakan.

DI ASAHAN

BAHASA MELAYU ASAHAN (BMA) BAHASA BATAK (C) BAHASA JAWA (D) BMA DIALEK TANJUNGBALAI (A) BMA DIALEK BATUBARA (B) AC

2 BD

(56)

Sesuai dengan topik kajian ini, yang pertama perlu dijelaskan adalah

tentang konvergensi dan divergensi. Konvergensi dan divergensi yang dimaksud

dalam kajian ini dikaitkan dengan teori akomodasi. Akomodasi adalah cara yang

dilakukan penutur dalam berinteraksi untuk menyamakan atau membedakan

tuturannya dengan mitra tuturnya. Konvergensi dijelaskan sebagai proses dan

hasil penyesuaian ke arah penyamaan antara penutur dengan mitra tuturnya saat

terjadi interaksi. Penutur di sini berusaha menyamakan dialeknya dengan dialek

mitra tuturnya. Sebaliknya, divergensi adalah apabila tidak ada penyamaan

tuturan dengan mitra tuturnya. Di sini penutur tetap mempertahankan dialeknya

ketika berinteraksi.

Wujud konvergensi dan divergensi adalah variasi bahasa. Dalam

penelitian ini wujud konvergensi dan divergensi adalah variasi dialek bahasa

Melayu di Asahan. Variasi bahasa secara umum dijelaskan sebagai

perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam bahasa. Istilah variasi bahasa yang dimaksudkan

di sini adalah variasi dialek yang muncul karena peristiwa konvergensi dan

divergensi dalam berinteraksi antarpenutur dengan latar belakang etnis yang

berbeda.

Selanjutnya, istilah dialek dalam penelitian ini dibedakan antara dialek

regional dan dialek sosial. Dialek diartikan sebagai variasi bahasa yang

berbeda-beda menurut pemakaiannya. Apabila pemakaian dialek yang berberbeda-beda itu

(57)

regional, sedangkan dialek sosial diartikan sebagai variasi bahasa yang dipakai

oleh penutur berdasarkan perbedaan daerah, status, ragam (style), usia, gender,

dan keetnisan.

1.8Sistematika Penyajian Hasil Penelitian

Mula-mula akan dipaparkan gambaran umum daerah penelitian dalam bab

IV yang memuat wilayah daerah penelitian, yakni Kabupaten Asahan, Kabupaten

Batubara, dan Kotamadya Tanjungbalai; sejarah daerah penelitian, yakni

keberadaan etnik Melayu di Asahan, sejarah pemerintahan administratif

Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, dan Kotamadya Tanjungbalai;

hubungan etnik Melayu dengan etnik yang datang ke wilayah Asahan dan situasi

kebahasaan, keadaan penduduk, dan keadaan bahasa. Uraian ini dipandang

sebagai gambaran situasi kedaerahan yang multietnik, situasi kebahasaan, dan

kesejarahan. Ketiganya dapat menunjang penentuan etnis yang diteliti dan

pemahaman dalam kajian diakronis.

Sistem segmental dua dialek Melayu di Asahan, yaitu dialek Tanjungbalai

(DTB) dan dialek Batubara (DBB), dan juga dua bahasa daerah yang menjadi

objek penelitian, yaitu bahasa Batak (BBT) dan bahasa Jawa (BJW) diuraikan

terlebih dahulu dengan ancangan generatif karena dipandang sebagai dasar

tumpuan bagi inti pokok yang akan dipaparkan dalam bab-bab analisis

(58)

bunyi-bunyi bahasa yang akan muncul dari tuturan akan dibandingkan dengan

pembandingnya, yaitu DTB, DBB, BBT, dan BJW apakah berbeda atau sama.

Bagian inti, yaitu bab VI sampai VIII, berturut-turut memaparkan analisis

variasi dialek Melayu di Asahan akibat konvergensi dan divergensi. Analisis ini

memuat proses terjadinya variasi bahasa; akomodasi dalam percakapan

antarpenutur; variasi dialek-dialek Melayu di Asahan akibat adanya konvergensi

dan divergensi. Selanjutnya, dipaparkan faktor penyebab konvergensi dan

divergensi, yaitu faktor intralinguistik dan faktor ekstralinguistik. Berbagai

proses fonologis yang merupakan analisis intalinguistik dipaparkan secara rinci,

sehingga ditemukan beberapa proses penting. Faktor eksternal diuraikan beserta

contoh-contohnya. Selanjutnya, analisis konvergensi dan divergensi dipaparkan

dari sudut pandang diakronis, yaitu adanya bentuk inovatif dan konservatif.

Ketiga bab ini, masing-masing diakhiri dengan simpulan. Selanjutnya, setiap

temuan yang diperoleh dalam analisis mulai dari bab V sampai dengan bab VIII

dirumuskan kembali dalam bab penutup. Bab ini berisi temuan dan simpulan (bab

XI).

Sebagai pelengkap uraian, disertakan pula lampiran setelah daftar

kepustakaan. Adapun singkatan-singkatan dan lambang-lambang yang

dipergunakan untuk menuliskan kaidah secara formal didaftarkan sesudah daftar

(59)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengantar

Dalam kajian pustaka ini diuraikan penelitian yang terkait dengan disertasi

ini. Konsep dasar yang digunakan dalam menganalisis konvergensi dan

divergensi ini adalah konsep konvergensi dan divergensi, konsep variasi bahasa,

konsep pemahahaman timbal balik (mutual intelligibility), konsep ciri pembeda,

konsep korespondensi dan variasi, dan konsep inovasi dan retensi. Selanjutnya,

kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori dialektologi

generatif, akomodasi, migrasi bahasa, dan linguistik historis komparatif.

2.2 Penelitian yang Terkait

Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian

yang menggunakan teori akomodasi dan yang mengkaji masalah konvergensi dan

divergensi linguistik, antara lain Giles dkk, Masinambow, Thakerar, Platt dkk,

Trudgill, dan peneliti lainnya yang mengkaji masalah yang mirip.

H. Giles, Donald M. Taylor dan Richard Bourhis (1973) dalam “Towards

a Theory of Interpersonal Accommodation through Language: Some Canadian

Data” menyimpulkan bahwa terdapat empat belas kategori akomodasi tutur

dalam penutur English-Canadian (EC) dalam bentuk pesan-pesan yang direkam.

(60)

Fluent English, Mix-mix, dan French. Kategori akomodasi yang penting

mencakup istilah orientasi penyesalan pendengar (listener-oriented regrets)”.

Bentuk akomodasi ini terjadi ketika penutur EC mengekspresikan permintaan

maaf pada pendengar French-Canadian (FC) dalam bentuk sebuah rekaman.

Dalam hal ini kemampuan berbahasa Prancis penutur EC tidak cukup baik untuk

mendeskripsikan pernyataan tersebut. Pada penelitian tersebut dibedakan empat

jenis akomodasi yang digunakan oleh EC dalam menyampaikan pesan antara lain,

dua pesan EC yang alami dalam empat kondisi (Nonfluent English, Fluent

English, Mix-mix, dan French), yaitu akomodasi pesan (accommodating

messages) dan bukan akomodasi pesan (nonaccomodating messages); dua

akomodasi pesan EC yang alami dalam tiga kondisi (Nonfluent English, Fluent

English, dan French), yaitu akomodasi pesan yang sempurna (fully

accommodated messages) (mis, berbicara dalam bahasa Prancis) dan akomodasi

pesan yang parsial (partially accommodated messages).

Pada sisi lain Masinambow (1977) mengkaji masalah konvergensi dalam

disertasinya yang berjudul Konvergensi Etnolinguistis di Halmahera Tengah.

Pembahasan yang dilakukannya berkenaan dengan konvergensi urutan konstituen

sintaksis dari bahasa Tobelo dan bahasa Melayu Halmahera. Istilah yang

digunakan adalah “konvergensi ke (arah), tidak ada konvergensi, dan konvergensi

dengan”. Istilah “konvergensi ke (arah)” hanya digunakan jika menyangkut dua

(61)

sesuai dengan konstituen yang khas bagi jenis bahasa yang kedua. Istilah

“konvergensi dengan” digunakan menurut sudut pandang bahasa yang kedua itu,

yaitu bersama-sama dengan kasus-kasus mengenai bahasa sejenis yang

memperlihatkan urutan konstituen yang sama dan sesuai dengan jenisnya itu.

Istilah “tidak ada konvergensi” digunakan jika salah satu bahasa tidak sesuai

urutan konstituennya dibandingkan dengan urutan konstituen kedua bahasa yang

lain.

Kajian akomodasi kembali diulas oleh J. Platt (1980) dalam “The Relation

between Accommodation and Code Switching in a Multilingual Society:

Singapore”. Disimpulkan bahwa dalam ranah campuran antara keluarga dan

teman terutama yang jelas berbeda verbal reportoar di antara para partisipannya

dibutuhkan strategi yang dapat memecahkan konflik yang muncul akibat

berbedanya keperluan berakomodasi. Strategi ini selalu ditandai dengan alih

kode, baik yang spontan maupun yang diminta (langsung atau tidak langsung).

Tipe strategi ini bisa berbeda menurut situasi dan keberhasilannya dan selalu

bergantung pada pencapaiannya, paling tidak sementara, yaitu suatu sisi

pendekatan sebuah kondisi yang seolah-olah mirip dalam verbal reportoar.

Pada tahun 1984 John Platt dan Heidi Weber kembali membahas

akomodasi dalam “Speech Convergence Miscarried: an Investigation into

Inappropriate Accommodation Strategies” dan menyimpulkan bahwa adanya

(62)

antarkelompok etnik di Singapura yang berbeda menjadi alasan gagalnya

akomodasi dalam pertukaran tuturan terutama antara imigran dan penutur Inggris

asli. Selain itu, tidak adanya pengetahuan yang cukup dalam strategi komunikatif

dan variasi gaya dalam variasi bertutur terutama bagi mereka yang telah

menanggalkan kewarganegaraannya (ekspatriatis) dan berdomisili di Singapura.

Misalnya, seorang ekspariatis yang edukatif menggunakan bahasa percakapan

Inggris Singapura yang rendah (colloquial basilect) dalam situasi informal atau

menggunakan bahasa percakapan itu dengan penutur yang berbahasa rendah

(basilektal). Kesalahan konvergensi adalah ketika orang-orang Singapura

menggunakan bahasa Inggris formal, bergaya sastra, atau arkais dalam

percakapan kepada para turis atau ekspatriatis; dan pekerja imigran menggunakan

bahasa percakapan Australia yang arkais ketika berbicara dengan sesama pekerja

Australia.

Teori akomodasi juga telah dipergunakan Trudgill (1986) dalam Dialect

and Contact. Dia meneliti tentang kecenderungan penutur memodifikasi

tuturannya. Sebelumnya, Trudgill (1983) dalam “Language Contact in Greece

juga secara tersirat sebenarnya telah menggunakan teori akomodasi, hanya saja

ketika meneliti proses pembentukan bahasa pidgin dan kreol, dia menggunakan

istilah reduction, simplification, stability, dan unintelligibility. Keempat istilah

tersebut sebenarnya muncul karena adanya kecenderungan seseorang untuk

(63)

Bilinguality and Bilingualism dan Holnecht (1994) dalam artikelnya “The

Mechanism of Language Change in Labu”. Asmah (1996) juga menggunakan

teori akomodasi dalam “Beberapa Persoalan Teoretis mengenai Bahasa Standard

dan Penstandardan Bahasa”. Dikatakannya bahwa akomodasi sebagai proses

penyesuaian berlaku apabila penutur mencoba menyesuaikan bahasanya dengan

mitra tuturnya. Penyesuaian ini dapat terjadi pada aspek fonologi, tatabahasa, dan

leksikal.

Dhanawaty (2002) dalam disertasinya yang berjudul “Variasi Dialektal

Bahasa Bali di Daerah Transmigrasi Lampung Tengah” mencoba mengaitkan

teori akomodasi dalam penelitian dialektologi.Hasil penelitiannya menyimpulkan

bahwa bahasa Bali di Lampung tengah secara fonologis berbeda dengan bahasa

Bali di daerah asalnya di Bali. Keberbedaan ini tercermin pada variasi distribusi

dan realisasi fonem. Variasi-variasi itu sebagian besar muncul karena adanya

kecenderungan berakomodasi pada penutur bahasa Bali di Lampung Tengah.

Kecenderungan berakomodasi tertinggi di daerah itu terdapat pada penutur lek

Nusa Penida, kelompok usia muda, di desa Rama Dewa. Perilaku akomodatif

mereka menyebabkan terjadinya suatu perbedaan terbesar yang terdapat di antara

kelompok usia muda di desa Rama Dewa dan lek Nusa Penida di daerah asal.

Arah akomodasi antarlek paling banyak tertuju ke lek Karangasem, sedangkan

arah akomodasi antarbahasa paling banyak tertuju kepada bahasa Indonesia dan

(64)

fonologis sehingga semakin mirip dengan lek mitra wicara. Terdapat tujuh faktor

penyebab terjadinya akomodasi, yaitu (1) meningkatkan efektivitas komunikasi,

(2) mengurangi jarak sosial di antara peserta wicara, (3) menghapus stigma, (4)

meningkatkan prestasi dan prestise, (5) mengurangi formalitas tutur, (6)

meningkatkan formalitas tutur, dan (7) meningkatkan kesantunan tutur. Pada

tahun 2004 Dhanawaty juga menulis tentang “Teori Akomodasi dalam Penelitian

Dialektologi” dalam Jurnal Linguistik Indonesia. Selain itu, teori akomodasi

komunikasi juga diterapkan oleh Dian Sulastri (2005) dalam makalahnya yang

berj

Gambar

Tabel 1 Matriks Interaksi Antaretnis/Intraetnis di Asahan
Tabel 2  Variasi Dialek di Asahan
Gambar 2  Keterkaitan Teori terhadap Objek Kajian
Gambar 3  Bagan Lingkup Kajian Konvergensi dan Divergensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mendeskripsikan variasi dialek dan pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon.. Penelitian

Dalam film ini, terdapat banyak contoh penggunaan kata dan penggunaan dialek Ooita atau yang dapat ditinjau, khususnya dengan kajian sosiolinguistik.. Contohnya

Data dalam penelitian ini adalah ujaran yang mengandung medan makna verba berjalan dituturkan oleh penutur asli bahasa Melayu dialek Sambas yang diwakili oleh

Unsur data yang dikumpulkan melalui simak dan cakap meliputi kata-kata dan kalimat yang mengandung medan makna verba melihat bahasa Melayu dialek Sambas yang

Bahasa Iban dan Dialek Melayu Sarawak dalam Keluarga Bahasa-Bahasa Dayak Salasilah bahasa yang menurunkan Bahasa Iban dan Dialek Melayu Sarawak Model Kontak Bahasa

Penelitian ini diadakan dengan tujuan sebagai berikut, (1) Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk variasi dialek bahasa Jawa yang muncul dalam interaksi

Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan pronomina bahasa Besemah dialek Tanjung Periuk Kecamatan Gumay Talang Kabupaten Lahat sebagai Pemertahanan Bahasa Daerah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur frasa bahasa Kerinci dialek Tanjung Pauh Mudik. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif. Di