• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kepuasan Kerja Ditinjau Dari Iklim Organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Kepuasan Kerja Ditinjau Dari Iklim Organisasi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEPUASAN KERJA

DITINJAU DARI IKLIM ORGANISASI

DISUSUN OLEH :

SITI ZAHRENI, S.Psi

NIP. 132 315 377

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERBEDAAN KEPUASAN KERJA

DITINJAU DARI IKLIM ORGANISASI

DISUSUN OLEH :

SITI ZAHRENI, S.Psi

NIP. 132 315 377

Diketahui Oleh:

Dekan Fakultas Psikologi USU

Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K)

NIP.140 080 762

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Penulis kekuatan dan juga kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas fungsional sebagai tenaga pengajar di Universitas Sumatera Utara. Harapan Penulis semoga makalah ini tidak hanya memberikan manfaat bagi penulis, namun juga bagi semua pihak.

Dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara beserta Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi Penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa dan rekan-rekan sejawat di Universitas Sumatera Utara. Terakhir Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iskandar yang selalu mengingatkan dan memberi semangat kepada Penulis untuk segera menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat dan memberikan sumbangan yang berarti bagi semua pihak. Amin.

Medan, Agustus 2008

Siti Zahreni, S.Psi

(4)

PERBEDAAN KEPUASAN KERJA

DITINJAU DARI IKLIM ORGANISASI

Kepuasan Kerja

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, dan sebaliknya (Angraga, 2001).

Davis dan Newstrom (1995) menyebutkan bahwa terdapat tiga elemen dari kepuasan kerja yang mencakup aspek afektif, yaitu perasaan suka atau tidak suka, pemikiran objektif yaitu kepercayaan karyawan terhadap pekerjaan dan juga intensi perilaku dari karyawan.

Pengertian Kepuasan Kerja

Pengertian kepuasan kerja telah banyak dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah Davis dan Newstrom (1995) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan seperangkat perasaan dan emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dilihat seorang pekerja pada pekerjaannya.

(5)

Locke juga (dalam Berry, 1997) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah reaksi individual terhadap pengalaman kerja dan diartikan sebagai komponen kognitif dari pengalaman kerjanya.

Menurut Wexley danYukl (1988), kepuasan kerja adalah “is the way an employee feels about his/her job”. Ini berarti kepuasan kerja merupakan perasaan

seseorang terhadap pekerjaan. Kemudian Vroom (dalam As’ad, 1991) mengatakan kepuasan kerja sebagai ”refleksi” dari sikap terhadap pekerjaan yang bernilai positif. Hoppeck (dalam As’ad, 1991) menarik kesimpulan setelah mengadakan penelitian terhadap 309 karyawan pada suatu perusahaan di New Hope Pennsylvania USA bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.

Tiffin (dalam As’Ad, 1991) berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan. Menurut Jewel (1998) kepuasan kerja adalah sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.

Kemudian Blum (dalam Angraga, 2001) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja.

(6)

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya sesuai dengan penilaian masing-masing pekerja.

Aspek-Aspek Kepuasan Kerja

Menurut Smith, Kendall dan Hullin (dalam Luthans, 1998) ada lima aspek kepuasan kerja, yaitu: upah, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, pengawasan dan rekan sekerja.

1. Upah, yaitu jumlah uang yang diterima dan upah yang dianggap wajar. 2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu keadaan dimana tugas pekerjaan dianggap

menarik, memberikan kesempatan bertanggung-jawab dan belajar. 3. Kesempatan promosi, yaitu tersedianya kesempatan untuk maju.

4. Pengawasan, yaitu kemampuan pengawas untuk menunjukkan minat dan perhatian terhadap karyawan.

5. Rekan sekerja, yaitu keadaan dimana rekan sekerja menunjukkan sikap bersahabat dan menolong.

Berry (1997) melihat kepuasan kerja pada empat aspek, yaitu: berhubungan dengan kerja, berhubungan dengan gaji dan berhubungan dengan supervisor.

1. Berhubungan dengan kerja

Biasa dikenal dengan Job Characteristic Model (Hackman dan Oldham dalam Berry, 1997). Ada lima dimensi dasar atau karakteristik pekerjaan yang dapat menimbulkan perubahan psikologikal karyawan dan mengarah kepada kepuasan kerja, yaitu:

(1). Skill Variety, adalah derajat dimana pekerjaan memiliki variasi dalam tugasnya dan menggunakan banyak keahlian dan kemampuan karyawan. (2). Task Identity, adalah derajat dimana pekerjaan meliputi suatu produk atau proses dari awal sampai akhir.

(7)

(4). Autonomy, adalah derajat dimana pekerjaan dapat memberikan kebebasan dan kemandirian dalam membedakan prosedur dan jadwal pekerjaan.

(5). Feedback from the Job, adalah derajat dimana suatu pekerjaan dibangun berdasarkan informasi yang diperoleh orang lain mengenai keefektifan pekerjaan.

2. Berhubungan dengan gaji

Phillips dan Mc Martin (dalam Berry, 1997) menyatakan karyawan yang menerima gaji tinggi diprediksi akan merasakan kepuasan kerja yang lebih tinggi.

3. Berhubungan dengan Supervisor

Dikatakan apabila pekerjaan jelas dan tidak ambigu, seorang pemimpin akan lebih merasakan kepuasan kerja. Menurut Locke (dalam Berry, 1997) hubungan atasan bawahan dapat berfungsi jika bawahan dapat menyadari tujuannya melalui supervisor.

Berdasarkan aspek-aspek pekerjaan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga aspek dalam kepuasan kerja, yaitu aspek pekerjaan itu sendiri, aspek upah atau gaji dan aspek pengawasan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan tergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Burt (dalam As’ad, 1991)), menyatakan individu cenderung memiliki sikap terhadap seluruh aspek dalam pekerjaannya. Ada beberapa karakteristik dalam pekerjaan yang berhubungan dengan kepuasan kerja yang dibagi menjadi 2 faktor yang akan mennetukan kepuasan kerja, yaitu faktor lingkungan dan personal.

a. Faktor lingkungan

(8)

(a) Level Pekerjaan

Level pekerjaan adalah tingkatan jabatan seseorang yang ada dalam perusahaan. Karyawan yang memiliki pekerjaan yang bernilai tinggi akan mempengaruhi penilaian karyawan lain terhadap pekerjaannya. England dan Stein (dalam Berry, 1997) menyatakan semakin tinggi level pekerjaan seseorang maka semakin ada rasa puas terhadap pekerjaannya. Lebih jelasnya lagi karyawan yang memegang level pekerjaan yang tinggi akan lebih puas dibandingkan karyawan yang level pekerjaannya lebih rendah. (b) Job Content

Semakin bervariasi isi pekerjaan dan semakin sedikit pengulangan dalam tugas maka semakin besar kepuasan yang dialami karyawan tersebut.

(c) Considerate Leadership

Vroom (dalam Berry, 1997) menyatakan tipe kepemimpinan considerate atau democratic atau participate menyebabkan kepuasan kerja yang lebih tinggi disbanding tipe kepemimpinan autocratic atau directive atau authoritarian.

(d) Kesempatan Promosi dan Bayaran

Kesempatan promosi dan bayaran mempengaruhi kepuasan kerja karena akan memotivasi karyawan dalam menunjukkan kemampuannya.

(e) Lama Bekerja

Stein (dalam Berry, 1997) menyatakan semakin lama karyawan bekerja maka semakin ada rasa puas terhadap pekerjaannya. Lebih jelasnya lagi karyawan yang bekerja dalam jangka waktu lama akan lebih puas dibandingkan karyawan yang bekerja dalam jangka waktu yang lebih singkat.

b. Faktor Personal

Faktor personal adalah segala hal yang melekat pada diri individu. Ada beberapa karakteristik personal yang berhubungan dengan kepuasan kerja, yaitu:

(a) Usia

(9)

dengan sistem nilai yang ada pada dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Usia seseorang dalam bekerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Gilmer (dalam As’ad, 1991) menyebutkan bahwa rendahnya kepuasan kerja timbul pada saat karyawan berusia diantara 20-30 tahun.

(b) Pendidikan

Karyawan yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi dinilai lebih dapat menunjukkan kepuasan kerjanya. Ada hubungan positif antara pendidikan dengan kepuasan kerja. Semakin tinggi level pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat kelompok tersebut sebagai pembimbing dalam menilai hasil kerja.

(c) Jenis kelamin

Karyawan perempuan lebih sedikit mendapat kesempatan dalam bekerja, sehingga geraknya dibatasi. Hal ini menyebabkan laki-laki lebih dapat menunjukkan kepuasan kerjanya dibanding perempuan.

Burt (dalam As’ad, 1991) mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja. Adapun faktor-faktor-faktor-faktor tersebut adalah :

1. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain mencakup hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan, sugesti dari teman sekerja serta emosi dan situasi kerja. 2. Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap

pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja dan jenis kelamin (pernah dilakukan penelitian oleh Lawler, 1973, dikutip Wexley & Yukl, 1979). 3. Faktor-faktor luar (ekstern), yang berhubungan dengan keadaan keluarga

(10)

Iklim Organisasi

Joyce dan Slocum (dalam Al-Shammari, 1992) telah membedakan karakteristik iklim organisasi dari kajian lain yang berkaitan, yaitu:

1.Semua iklim bersifat perseptual dan psikologis, walaupun ditujukan pada suatu organisasi secara keseluruhan, divisi ataupun subgroup dalam organisasi. Maka dari itu, iklim individual, group ataupun iklim organisasi mewakili persepsi anggota unit sosial tersebut.

2.Iklim itu bersifat abstrak.

3.Karena iklim bersifat perseptual dan abstrak, maka iklim merupakan subjek prinsip-prinsip persepsi yang sama sebagaimana konsep psikologis yang lain.

4.Secara alamiah, iklim dipertimbangkan lebih bersifat deskriptif daripada evaluatif.

Pengertian Iklim Organisasi

Pengertian iklim organisasi banyak dikemukakan oleh para ahli. Diantaranya adalah Litwin dan Stringer (1968) yang menyebutkan bahwa iklim organisasi merupakan sebuah konsep yang menguraikan alam subyektif atau kualitas lingkungan organisasi sebagaimana dipersepsikan oleh orang-orang yang bekerja dan tinggal di dalam lingkungan organisasi tersebut.

Hellriegel dan Slocum (dalam Lindell dan Brandt, 2000) mengatakan bahwa iklim organisasi menunjukkan konsensus dari persepsi para anggota mengenai bagaimana organisasi dan/atau subsistemnya berurusan dengan anggotanya dan lingkungan luarnya.

(11)

bahwa anggota suatu organisasi merasa ada aspek-aspek dari organisasi yang mempengaruhi bagaimana mereka bertingkah laku dalam organisasi.

Katz dan Kahn (dalam Lindell dan Brandt, 2000) mendeskripsikan iklim sebagai pola khusus kepercayaan kolektif yang dikomunikasikan pada anggota kelompok baru melalui proses sosialisasi dan selanjutnya akan berkembang melalui interaksi anggota dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Iklim secara teoritik berhubungan dengan variabel antecedent, seperti struktur internal dan konteks lingkungan organisasi, dan disajikan sebagai determinan hasil individual dan organisasional yang penting (Campbell, Dunnette, Lawler & Weick dalam Woodman & King 1978).

Menurut Glisson (dalam Patti, 2000) iklim organisasi dibentuk dari iklim psikologis yang dirasakan secara bersama-sama. Iklim organisasi merupakan persepsi pekerja terhadap lingkungan kerjanya dan bukan pada lingkungan yang penting.

Sedangkan menurut Reichers dan Schneider (dalam Shadur, Kienzle & Rodwell, 1999) iklim organisasi merupakan persepsi terhadap aturan, praktek, prosedur organisasi baik yang formal ataupun informal yang sama-sama dirasakan anggota organisasi. Forehand dan Gilmer (dalam Woodman & King, 1978) menyatakan iklim organisasi sebagai set karakteristik yang menggambarkan suatu organisasi dan membedakan organisasi tersebut dari organisasi lain, secara relatif berlangsung sepanjang waktu dan mempengaruhi perilaku orang-orang dalam organisasi tersebut.

(12)

Dimensi Iklim Organisasi

Litwin dan Stringer (1968) mengemukakan sembilan dimensi iklim organisasi, yaitu:

1. Struktur

Perasaan ataupun persepsi karyawan tentang batasan-batasan dalam kelompok, berapa banyak undang-undang, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang ada dalam organisasi. Dalam hal ini dilihat apakah perusahaan lebih banyak menekankan pada hal-hal yang bersifat rahasia, serta segala prosedur harus melalui susunan dalam organisasi tersebut atau lebih bersifat informal.

2. Tanggung jawab

Merupakan perasaan menjadi pemimpin bagi diri sendiri. Sejauh mana seseorang diharuskan untuk memeriksa kembali semua keputusan. Jika individu mempunyai suatu pekerjaan yang harus diselesaikan, ia diharapkan sudah mengetahui bahwa pekerjaan tersebut adalah tugasnya.

3. Reward

Perasaan dihargai atas pekerjaan yang telah diselesaikan. Apakah atasan lebih menekankan pada penghargaan atau hukuman. Selain itu juga dilihat bagaimana persepsi karyawan terhadap keadilan dalam pembayaran dan promosi.

4. Resiko

Perasaan tentang resiko dan tantangan dalam organisasi dan pekerjaan. Disini penekanan adalah pada keberanian perusahaan untuk menghadapi resiko dan tantangan. Apakah perusahaan memperhitungkan resiko-resiko dan tantangan dalam menjalankan bisnis dan usahanya atau hanya menjalankan usaha sebagaimana adanya tanpa mempunyai keberanian untuk menghadapi tantangan.

5. Kehangatan

(13)

yang ada dan adanya kelompok social yang bersifat informal dalam organisasi.

6. Dukungan

Persepsi tentang perasaan saling menolong antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Penekanannya adalah pada dukungan timbale balik yang saling menguntungkan antara atasan dan bawahan.

7. Standar

Persepsi tentang pentingnya tujuan serta persepsi tentang standar hasil kerja yang diinginkan oleh perusahaan. Penekanannya adalah pada pelaksanaan kerja yang baik dan tantangan yang ada dalam tujuan pribadi dan kelompok. 8. Konflik

Perasaan bahwa atasan dan pekerja lainnya mau mendengarkan pendapat yang berbeda. Penekanannya adalah pada usaha penyelesaian masalah secara terbuka, daripada menutupi atau menghindarinya.

9. Identitas

Perasaan seseorang tentang dirinya sebagai anggota perusahaan, apakah ia merasa menjadi anggota yang berharga dari kelompok kerjanya. Penekanannya adalah pada adanya jenis semangat dimana individu memiliki kebanggaan menjadi bagian dari perusahaan.

Menurut Gilmer (1966) terdapat lima dimensi iklim organisasi, yaitu: 1. Ukuran dan bentuk

Secara psikologis, ukuran organisasi dapat dikatakan sebagai salah satu dimensi iklim organisasi dimana individu diperlakukan semakin lebih impersonal dengan bertambah besarnya suatu organisasi.

2. Pola kepemimpinan

(14)

3. Jaringan komunikasi

Terdapat beberapa hambatan terciptanya komunikasi yang baik dimana beberapa orang terlibat di dalamnya. Ada hambatan status, seperti antara pihak superior dan subordinate. Dan terkadang sampai melibatkan kekasaran interpersonal.

4. Arah tujuan

Bagaimana suatu perusahaan mengusulkan suatu perubahan dari dalam dan bereaksi pada pengaruh dunia luar dalam memecahkan masalah dapat menunjukkan indikasi tujuan organisasi.

5. Prosedur pembuatan keputusan

Pemusatan kekuasaan dalam pembuatan keputusan akhir-akhir ini terlihat sebagai karakteristik dari perusahaan-perusahaan industri.

Wallach (dalam Shadur et al, 1999) mengemukakan tiga dimensi iklim organisasi, antara lain:

1. Dukungan

Dukungan bagi karyawan dari organisasi merupakan bagian yang penting dari lingkungan organisasi.

2. Inovasi

Organisasi yang inovatif dikarakteristikkan dari sistem manajemen yang organik yang melibatkan kerja tim, komunikasi lateral, dan batasan pekerjaan yang kabur untuk memfasilitasi interaksi orang-orang berpartisipasi dalam pekerjaan tersebut.

3. Birokrasi

Organisasi dengan iklim birokratis dengan garis otoritas dan tanggung jawab yang jelas dan yang didasarkan pada kekuasaan dan kontrol.

(15)

Unsur-Unsur Iklim yang Menyenangkan

Iklim dapat berada di salah satu tempat pada kontinum yang bergerak dari yang menyenangkan ke yang netral sampai dengan yang tidak menyenangkan. Beberapa unsur khas yang turut membentuk iklim yang menyenangkan menurut Davis dan Newstorm (1995) adalah:

1. kualitas kepemimpinan 2. kadar kepercayaan

3. komunikasi, ke atas dan ke bawah

4. perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat 5. tanggung jawab

6. Imbalan yang adil

7. Tekanan pekerjaan yang nalar 8. Kesempatan

9. Pengendalian, struktur dan birokrasi yang nalar 10.Keterlibatan pegawai, keikutsertaan

Jenis-Jenis Iklim Organisasi

Karena sifatnya yang subyektif, dalam suatu organisasi dapat muncul bemacam ragam iklim sesuai dengan persepsi anggotanya (Litwin & Stringer, 1968). Di antaranya adalah iklim organisasi yang berorientasi pada prestasi, afiliasi dan kekuasaan.

1. Iklim organisasi orientasi prestasi

(16)

2. Iklim organisasi orientasi afiliasi

Iklim organisasi orientasi afiliasi merupakan iklim organisasi yang mengizinkan berkembangnya hubungan yang akrab dan hangat, menyediakan dukungan serta dorongan bagi individu, menyediakan kebebasan dan sangat sedikit struktur maupun batasan, dan memberikan perasaan bahwa individu diterima sebagai anggota keluarga dalam kelompok.

3. Iklim organisasi orientasi kekuasaan

Iklim organisasi orientasi kekuasaan merupakan iklim organisasi yang menyediakan struktur yang dapat dipertimbangkan (dalam bentuk aturan, prosedur dan lain-lain.), mengizinkan individu meraih posisi yang bertanggung jawab, otoritas dan status tinggi, serta mendorong penggunaan otoritas formal sebagai basis dalam menyelesaikan konflik dan pertentangan pendapat.

Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Iklim Organisasi

Secara teoritik, kita masih memperdebatkan bahwa iklim membentuk kepercayaan (harapan) tertentu mengenai konsekuensi yang akan muncul dari tindakan tertentu, dan hal ini mengindikasikan jenis kepuasan atau frustrasi (nilai insentif) yang tersedia pada suatu situasi. Secara empirik kita tahu bahwa iklim yang berbeda akan menstimulasi atau membangkitkan motivasi yang berbeda, membangkitkan sikap yang berbeda tentang hubungan seseorang dengan orang lain, dan sangat mempengaruhi baik perasaan kepuasan dan level performansi (Litwin & Stringer, 1968).

Iklim dapat mempengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja. Iklim mempengaruhi hal itu dengan membentuk harapan pegawai tentang konsekuensi yang akan timbul dari berbagai tindakan. Para pegawai mengharapkan imbalan, kepuasan, frustrasi atas dasar persepsi mereka terhadap iklim organisasi (Davis & Newstrom, 1995).

(17)

eksternal berupa lingkungan fisik, sosial dan budaya, kemudian pengaruh secara organisasi, yaitu sentralisasi, konfigurasi, formalisasi, pembakuan, ukuran, struktur dan teknologi. Kemudian dari individu sendiri, yaitu dari perilaku manajerial, pola kepemimpinan dan penghargaan/kendali. Kesemua pengaruh tersebut akan membentuk suatu iklim organisasi yang dapat saja berorientasi pada otonomi, derajat struktur, penghargaan, pertimbangan, kehangatan maupun dukungan. Iklim yang berkembang dalam organisasi ini, juga mempengaruhi individu-individu yang berada dalam organisasi tersebut, ditambah lagi dengan pengaruh-pengaruh dari kelompok kerja, tugas, maupun kepribadian dari individu sehingga menciptakan suatu iklim psikologis pada diri mereka yang akhirnya terinternalisasi dalam proses kognitif karyawan, sehingga menimbulkan pengharapan dan perantara yang juga dipengaruhi oleh kemampuan serta kepribadiannya, yang akhirnya berpengaruh pada perilaku kerja karyawan yang meliputi motivasi, unjuk kerja serta kepuasan kerja karyawan dalam organisasi tersebut.

(18)

eksekutif yang lain, mengizinkan kelompok untuk membuat prosedur sendiri, membangun sistem penghargaan bagi produktivitas dan secara konstan mengkomunikasikan harapannya akan penampilan terbaik dengan menyetujui hasil kerja yang baik. Direktur tertarik pada segala hal, tapi ia percaya pada karyawannya dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Ia mengirimkan laporan kemajuan kepada karyawan untuk dilihat setiap ia menerima data penjualan atau penerimaan produk baru.

Hasil eksperimen Litwin dan Stringer (1968) ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja karyawan tinggi pada iklim yang berorientasi pada prestasi dan afiliasi, sedangkan pada iklim organisasi orientasi kekuasaan ditunjukkan kepuasan kerja yang rendah. Dilihat dari keuntungan yang diterima, perusahaan yang iklimnya berorientasi prestasi keuntungannya jauh melebihi perusahaan yang beriklim organisasi orientasi afiliasi dan kekuasaan yang hampir sama keuntungannya. Perusahaan yang beriklim prestasi juga dapat menyelesaikan eksperimen tersebut dengan sejumlah besar pengembangan dan penerimaan produk baru dibanding dua iklim lainnya. Dilihat dari keseluruhan penampilan, iklim organisasi orientasi prestasi lebih baik dibanding dua iklim lainnya. Hal ini mungkin disebabkan karena iklim ini mendorong karyawan untuk memuaskan kebutuhan prestasinya di situasi kerja dimana iklim prestasi dapat merangsang motif berprestasi tersebut.

KESIMPULAN

(19)

Iklim organisasi memiliki kaitan yang erat dengan motivasi, kepuasan serta penampilan kerja. Maka itu dapat dikatakan bahwa apabila iklim organisasi tersebut menyehatkan dan kondusif, apapun jenisnya, akan memiliki pengaruh yang positif terhadap penampilan dan kepuasan kerja. Jadi, semakin menyehatkan suatu iklim organisasi, akan semakin baiklah penampilan kerja dan semakin tinggi kepuasan kerja karyawan.

Dengan tingginya kepuasan kerja yang dihasilkan dari iklim organisasi orientasi prestasi, bukan berarti iklim organisasi orientasi afiliasi dan kekuasaan dapat diabaikan begitu saja, apalagi iklim organisasi yang tak tergolongkan yang menunjukkan hasil kepuasan kerja terendah.

Hendaknya pimpinan dapat menciptakan kondisi iklim organisasi yang positif, kondusif dan menyehatkan bagi setiap karyawannya. Hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pimpinan sebagai atasan hendaknya mengembangkan sikap suportif dan mendukung setiap pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan, dengan cara memberikan karyawan kesempatan, kepercayaan dan tanggung jawab untuk melakukan tugasnya tentunya dibawah pengawasan pimpinan sebagai atasan. 2. Pimpinan serta pihak manajemen hendaknya memberikan lebih banyak

penghargaan, yang dapat berupa sekedar pujian ataupun kompensasi atas setiap pekerjaan baik yang dilakukan oleh karyawannya. Misalnya saja dengan mengadakan pemilihan karyawan terbaik setiap bulan, sehingga dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Shammari, MM, (1992). Organizational Climate, Leadership and Organization Development Journal. Vol. 13 No.6. pp.30-32 [on-line].

www.proquest.com/pqdweb

Angraga, Pandji, (2001). Psikologi Kerja, Jakarta: Rineka Cipta

As’ad, Mohammad, (1991). Psikologi Industri: Seri Ilmu Sumber Daya Manusia, (edisi ke-3), Yogyakarta: Liberty.

Berry, LM, (1998). Psychology at Work (2nd ed), New York: Mc. Graw Hill Company.

Davis, K & Newstrom, JW, (1995). Perilaku dalam Organisasi jilid 1, Jakarta: Erlangga.

Gilmer, VonHaller, (1966). Industrial Psychology, (2nd ed), New York: Mc Graw Hill.

Jewell, LN & Siegall, M, (1998). Psikologi Industri/Organisasi Modern: Psikologi Terapan untuk Memecahkan Masalah di tempat kerja,

Perusahaan, Industri dan Organisasi, (2nd ed), Jakarta: Arcan.

Johan, Rita, (2002). Kepuasan Kerja Karyawan dalam Lingkungan Institusi Pendidikan, Jurnal Pendidikan Penabur, No.01/Thn. I, hal 6-31. [on-line] http://www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/01/006-031.pdf

(21)

Lindell, Michael, Brandt, Christina, (2000). Climate Quality and Climate Consensus as Mediator of the Relationship between Organizational Antecedent and Outcome, Journal of Applied Psychology Vol. 85, Nomor 3, hal 331-348.

Litwin, GH & Stringer, RA, Jr, (1968). Motivation and Organizational Climate, Boston: Harvard University Press.

Luthans, F, (1998). Organizational Behavior, (8th ed), Singapore: Mc Graw Hill Company.

Pace, RW, (1983). Organizational Communication: Foundations for Human Resource Development, New Jersey: Prentice Hall.

Shadur, MA, Kienzle, R & Rodwell, JJ, (1999). The Relationship Between Organizational Climate and Employee Perceptions of Involvement, Group and Organizational Management; ABI/INFORM Global pg. 479-504.

[on-line]. www.proquest.com/pqdweb

Wexley, KN & Yukl, GA, (1988). Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, Jakarta: Bina Aksara.

Woodman, RW & King DC, (1978), Organizational Climate: Science or Folklore? The Academy of management Review; ABI/INFORM Global pg.

Referensi

Dokumen terkait

27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam kerangka pengembangan Kawasan Pesisir di Indonesia secara garis besar sudah di terapkan, walaupun

Kurang lebih sama dengan tahun 2012, APP tercepat dari seluruh sub- sektor di tahun 2013 yaitu selama 9 hari masih dari sub-sektor logam & mineral lain, yaitu PT SMR Utama

JUDUL SKRIPSI : ALIH AKSARA JAWA MENJADI HURUF LATIN BERDASARKAN METODE TEMPLATE MATCHING.. Menyatakan bahwa skripsi tersebut di atas

[r]

Desa Mandeur Kecamatan Bandung Kabupaten Serang Banten ”, dengan mengungkap permasalahan mengenai seni bedug kerok di Kampung Wisata Seni Yudha Asri dan memiliki

Natawidjaja of Padjadjaran University (Natawidjaja 2001), which did not adjust for production over-estimation or consumption outside the home or by industry, suggested that

Fuzzy C­Means (FCM) Merupakan suatu teknik pengclusteran data

Hasil pengujian menunjukkan bahwa anus kas operasi ( AKO ) tidak berpengaruh secana signifikan terhadap harga saham, dimana hasil uji t menunjukkan nilai signifikansi lebih besar