• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

melimpah. Sumberdaya hutan Indonesia sangat bermanfaat bagi kehidupan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan

hutan dibagi kedalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan

Produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang

memiliki fungsi pokok mempertahankan biodiversitas tumbuhan dan satwa serta

ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi utama

sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur air, mencegah

banjir, mencegah erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan

tanah sedangkan hutan produksi adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi

pokok memproduksi hasil hutan (Kementerian Kehutanan RI, 2007).

Salah satu manfaat dari hutan bagi manusia adalah kayu yang dihasilkan

hutan. Pemanfaatan hasil hutan berupa kayu mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Produksi kayu hutan mengalami peningkatan setiap tahun seperti

diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Kayu Hutan Menurut Jenisnya di Indonesia Tahun 2007-2011 (Ribu m3)

(2)

2 Hasil hutan kayu merupakan salah satu produk andalan hutan yang

mendukung pertumbuhan ekonomi nasional (Kementerian Lingkungan Hidup,

2009). Produksi hasil hutan utama yang dihasilkan hutan adalah kayu bulat, kayu

bulat ini kemudian dapat diolah menjadi berbagai macam kayu olahan. Menurut

data dari Kementrian Kehutanan RI (2012), produksi kayu bulat pada tahun 2007

adalah sebanyak 32 197 ribu m3 dan meningkat sebanyak 47.31 persen menjadi 47

429 ribu m3 pada tahun 2011, sedangkan kayu olahan dari industri penggergajian,

produksi kayu gergajian pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 59.28

persen pada tahun 2011. Finir dan kayu chip yang juga merupakan produk hasil

industri penggergajian mengalami peningkatan produksi dari tahun 2007 hingga

2011 dengan peningkatan produksi sebesar 63.56 persen dan 38.31 persen.

Sedangkan untuk produk kayu olahan lain seperti kayu lapis dan papan blok

mengalami penurunan produksi sebesar masing-masing sebesar 4.34 persen dan

100 persen pada tahun 2011.

Menurut Rachman dan Malik (2011), jika dilihat dari mata rantai industri

pengolahan kayu maka dalam industri penggergajian terjadi proses perubahan

kayu pertama kali kayu dalam bentuk dolok menjadi kayu gergajian (sawn timber)

atau disebut juga kayu konversi berupa papan, balok, tiang dan sortimen lainnya.

Proses pembalakan maupun pengolahan kayu untuk pemenuhan kebutuhan selain

menghasilkan kayu bulat dan kayu olahan juga menghasilkan limbah. Sebagian

limbah kayu masih belum dimanfaatkan dengan baik sehingga diperlukan suatu

upaya pemanfaatan limbah kayu yang dapat meminimalisir terbuangnya manfaat

dari kayu serta mengurangi potensi terbentuknya timbunan sampah yang bisa

(3)

3 (1990), tanah yang berada di bawah tumpukan serbuk gergaji dapat menjadi

sangat asam karena tidak tercuci dan berbahaya bagi tanaman karena daerah ini

tidak dapat menerima oksigen yang cukup selama proses fermentasi, sehingga

asam-asam organik yang volatil terbentuk dan terperangkap.

Limbah kayu adalah bahan organik yang terbentuk dari senyawa-senyawa

karbon seperti holo sellulose (sellulose dan hemi sellulose), lignin dan sedikit

senyawa karbohidrat sehingga sangat berpotensi dijadikan sumber energi

(Setiyono, 2004). Selain itu kandungan sellulose dalam serbuk gergaji membuat

serbuk gergaji bisa dimanfaatkan menjadi tempat tumbuh bagi jamur. Menurut

Gunawan (2001), jamur dapat tumbuh di substrat yang mengandung lignin dan

selulosa contohnya serbuk gergaji karena selulosa dan lignin terdapat dalam

semua bagian dalam kayu.

Sentra produksi jamur khususnya jamur tiram putih di Jawa Barat tersebar

di beberapa kecamatan seperti Megamendung, Cisarua, Cipanas, Dramaga,

Leuwiliang, Ciapus dan lain-lain. Produksi jamur tiram putih dan banyaknya

media yang digunakan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Produksi dan Media Tanam Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor pada Tahun 2007-2010

No. Tahun Produksi

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010

Peningkatan produksi jamur tiram putih di Kabupaten Bogor

(4)

4 tahun 2007 produksi jamur tiram putih sebesar 286 000 kg dengan penggunaan

bag log sebanyak 631 102 unit bag log. Pada tahun 2010 produksi jamur tiram

putih meningkat menjadi 789 500 kg dengan penggunaan media tanam sebanyak

1 621 500 unit bag log. Laju rata-rata peningkatan produksi jamur tiram di

Kabupaten Bogor adalah 70.78 persen. Hal ini menunjukkan potensi

meningkatkan penggunaan media tanam (bag log) yang digunakan dalam

budidaya jamur tiram.

Jamur tiram putih sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan

karena memiliki tekstur daging yang lembut dan rasanya hampir menyerupai

daging ayam serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam

asam amino essensial, protein, lemak, mineral, dan vitamin (Nurjayadi dan

Martawijaya, 2011). Selain itu, serat yang terkandung pada jamur tiram cukup

tinggi, yaitu berkisar 7.4 – 27.6 persen (Dienazzola et al., 2010). Menurut

Nurjayadi dan Martawijaya (2010), ditinjau dari aspek biologinya, jamur tiram

relatif lebih mudah dibudididayakan jika dibandingkan jenis jamur lainnya.

Wilayah Bogor Bagian Barat merupakan daerah yang memproduksi kayu

dari hutan rakyat yang paling banyak di Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010). Data luas hutan dan produksi kayu hutan

rakyat di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Luas Hutan dan Produksi Kayu Hutan Rakyat di Kabupaten Bogor pada Tahun 2010

No. Wilayah Luas Hutan

(5)

5 Tabel 3 menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor Bagian Barat memiliki

luas hutan rakyat terbesar di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 7 518.60 ha sehingga

memiliki potensi untuk menghasilkan produksi kayu yang banyak. Kabupaten

Bogor Bagian Barat memproduksi kayu paling banyak yaitu sebanyak 65.19

persen dari total produksi kayu dari hutan rakyat di Kabupaten Bogor. Produksi

kayu dari hutan rakyat paling rendah di Kabupaten Bogor adalah di Kabupaten

Bogor Bagian Tengah yaitu sebesar 16.74 persen dari total produksi kayu hutan

rakyat dengan luas hutan sebesar 3 128.64 ha. Luas hutan terkecil di Kabupaten

Bogor terdapat di Kabupaten Bogor Bagian Timur dengan luas hutan sebanyak

2 761.42 ha dan produksi sebesar 5 439.01 m3 atau 18.07 persen dari total

produksi hutan rakyat di Kabupaten Bogor.

Tingginya produksi kayu di Kabupaten Bogor khususnya Kabupaten

Bogor Bagian Barat mendorong terbentuknya usaha-usaha pengolahan kayu.

Usaha pengolahan kayu seperti usaha penggergajian yang mengolah kayu bulat

menjadi bentuk yang lebih mudah dimanfaatkan dan memiliki harga jual yang

lebih tinggi (Rachman dan Malik, 2011).

Kecamatan Leuwisadeng merupakan kecamatan yang paling banyak

memiliki usaha penggergajian kayu di wilayah Kabupaten Bogor Bagian Barat.

Terdapat 22 unit usaha penggergajian di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng

dengan dua unit usaha memiliki izin usaha dan 20 unit lainnya tidak memiliki izin

usaha. Kecamatan Leuwiliang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah usaha

penggergajian terbanyak kedua setelah Kecamatan Leuwisadeng yaitu sebanyak

19 unit usaha penggergajian. Jumlah industri penggergajian kayu di wilayah

(6)

6 Tabel 4. Jumlah Usaha Penggergajian Kayu di Kabupaten Bogor Bagian

Barat Tahun 2010

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)

Produksi kayu dari hutan baik dalam bentuk kayu bulat, maupun kayu

lainnya seperti kayu gergaji dan kayu lapis pasti menghasilkan limbah. Pada

proses eksploitasi/pemanenan, dihasilkan limbah berupa kayu bulat yang

merupakan bagian dari batang komersial, tunggak, potongan pendek, cabang,

ranting dan serbuk gergaji (Rachman dan Malik, 2011).

Menurut Setiyono (2004), limbah yang dihasilkan dari aktivitas industri

perkayuan berbentuk limbah padat seperti serpihan kulit kayu, potongan kayu

berukuran kecil (chips wood) dan serbuk gergaji. Industri perkayuan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah industri yang menggunakan kayu setengah

jadi sebagai bahan bakunya, seperti industri mebel, karoseri, pengolahan kayu

gelondongan dan lain-lain.

Sebelum menggunakan bag log sebagai media tanam jamur, media tanam

(7)

7 gelondongan banyak ditinggalkan karena dianggap tidak praktis, harganya relatif

mahal, sulit diperoleh dan masa tumbuh yang dibutuhkan oleh jamur lebih lama

(Suharyanto, 2010). Berdasarkan hal tersebut, petani jamur banyak memanfaatkan

sampah dan limbah serbuk gergaji yang ada menjadi media tanam (bag log) dalam

usaha budidaya jamur sehingga selain mengurangi jumlah limbah serbuk gergaji,

pengolahan limbah menjadi bag log atau media tanam juga memberikan manfaat

ekonomi bagi masyarakat.

Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan

Leuwiliang dan Leuwisadeng dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu unit

usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B. Hal ini berdasarkan atas asal

dari bibit jamur yang digunakan sebagai input tambahan dalam pembuatan bag

log. Unit usaha non plasma A merupakan unit usaha yang membeli bibit jamur

dari usaha lain untuk digunakan dalam pembuatan bag log, sedangkan unit usaha

non plasma B merupakan unit usaha yang membuat sendiri bibit jamur yang

digunakan dalam pembuatan bag log. Selain memiliki potensi limbah serbuk

gergaji yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan bag log,

Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki potensi penduduk untuk

dimanfaatkan sebagai tenaga kerja.

Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji untuk dijadikan bag log atau

media tanam jamur selain memberikan pendapatan, meningkatkan nilai tambah,

juga membuka lapangan pekerjaan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian

mengenai pemanfaatan limbah serbuk gergaji khususnya di Kecamatan

(8)

8 1.2 Perumusan Masalah

Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan oleh proses pemanenan maupun

pengolahan kayu menimbulkan masalah dalam hal penanganannya yang selama

ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar. Tumpukan limbah serbuk gergaji

atau asap yang dihasilkan sebagai akibat pembakaran limbah serbuk gergaji dapat

memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan mengganggu kesehatan. Seperti

asap yang ditimbulkan dari pembakaran serbuk gergaji dapat menyebabkan

gangguan pernafasan atau tumpukan serbuk gergaji yang dibiarkan membusuk

dapat menyebabkan tanah menjadi asam.

Salah satu solusi dari permasalahan limbah serbuk gergaji tersebut adalah

dengan memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah yaitu dengan

pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi media tanam (bag log) untuk jamur

tiram. Bag log menggunakan bahan baku utama berupa limbah serbuk gergaji

sehingga produksi bag log dapat mengurangi timbunan limbah serbuk gergaji.

Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010),

Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan Kecamatan yang memiliki

industri penggergajian kayu terbanyak di Kabupaten Bogor. Kecamatan

Leuwisadeng memiliki 22 industri penggergajian kayu dan di Kecamatan

Leuwiliang terdapat 19 industri penggergajian kayu. Banyaknya jumlah produksi

kayu dan industri penggergajian di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng

berpotensi menghasilkan limbah serbuk gergaji. Balai Penelitian Hasil Hutan

(BPHH) menunjukkan bahwa rendemen rata-rata penggergajian adalah 45 persen,

sisanya 55 persen berupa limbah. Sebanyak 10 persen dari limbah yang dihasilkan

(9)

9 bentuk pemanfaatan limbah serbuk gergaji adalah sebagai bahan baku utama

pembuatan media tanam (bag log) jamur tiram sehingga limbah serbuk gergaji

dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Masyarakat Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memanfaatkan

limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari proses pemanenan dan penggergajian

untuk dijadikan bag log atau media tanam jamur. Pemanfaatan limbah serbuk

gergaji menjadi bag log ini didorong oleh keberadaan usahatani budidaya jamur

tiram di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng serta daerah disekitarnya.

Pemanfaatan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan

Leuwisadeng memberikan manfaat ekonomi langsung berupa pendapatan dan

nilai tambah bagi limbah serbuk gergaji tersebut serta manfaat ekonomi tidak

langsung berupa penyerapan tenaga kerja. Limbah serbuk gergaji juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan bag log, Kecamatan

Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki potensi penduduk untuk dimanfaatkan

sebagai tenaga kerja.

Produksi jamur tiram per bag log di Kecamatan Leuwiliang dan

Leuwisadeng pada unit plasma A dan unit usaha B bervariasi yaitu berkisar antara

0.3 – 0.4 kg. Perbedaan kemampuan bag log untuk menghasilkan jamur tiram

disebabkan oleh adanya perbedaan yaitu dalam ; (1) komposisi bahan baku dan

(2) teknik pembuatan bag log seperti perbedaan lama waktu sterilisasi. Kedua

perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pengalaman oleh para pelaku usaha

pembuatan bag log. Perbedaan yang ada diantara pelaku usaha menyebabkan

(10)

10 Tingginya potensi limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan

Leuwisadeng serta potensi permintaan bag log untuk budidaya jamur tiram

menyebabkan diperlukannya sebuah penelitian tentang analisis manfaat ekonomi

dari pengolahan serbuk gergaji menjadi bag log sebagai media tanam jamur tiram

untuk mendukung perekonomian masyarakat dan produksi jamur tiram. Penelitian

mengenai pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dapat menjadi bahan

pertimbangan pengusaha maupun petani dalam pengambilan keputusan dalam

menjalankan usaha pembuatan bag log. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka

dapat dirumuskan berbagai permasalahan dari pengolahan limbah serbuk gergaji

di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi

bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B?

2. Berapa pendapatan dan nilai tambah yang didapat dari pengolahan limbah

serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit

usaha non plasma B?

3. Berapa penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan oleh usaha pemanfaatan

limbah serbuk gergaji dalam pembuatan bag log pada unit usaha non

plasma A dan unit usaha non plasma B?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Menganalisis karakteristik dari usaha pengolahan limbah serbuk gergaji

menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan pada unit usaha non

(11)

11 2. Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan limbah serbuk

gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non

plasma B.

3. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan oleh usaha

pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non

plasma A dan unit usaha non plasma B.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini

dapat memberikan manfaat bagi:

1. Pelaku usaha, sebagai tambahan informasi dan rekomendasi pengambilan

keputusan dalam produksi bag log.

2. Masyarakat, sebagai informasi bahwa limbah serbuk gergaji memiliki

manfaat ekonomi jika diolah dan dimanfaatkan.

3. Akademisi, sebagai tambahan informasi untuk pelaksanaan penelitian

selanjutnya yang relevan di masa datang.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Limbah serbuk gergaji yang diteliti hanya

merupakan limbah serbuk gergaji yang digunakan sebagai bahan baku utama dari

pembuatan bag log. Limbah serbuk gergaji yang digunakan adalah limbah serbuk

gergaji dari semua jenis kayu kecuali kayu Pinus. Kayu Pinus tidak digunakan

dalam pembuatan bag log karena serbuk gergaji dari kayu Pinus mengandung

getah yang dapat menghambat pertumbuhan miselia jamur. Karakteristik usaha

(12)

12 gergaji dihitung menggunakan Metode Hayami dan penyerapan tenaga kerja

dihitung menggunakan rumus perubahan kesempatan kerja.

Penelitian ini memiliki batasan yaitu tidak membahas mengenai manfaat

lingkungan dan nilai perbaikan kualitas tanah yang dihasilkan dari pengolahan

limbah serbuk gergaji. Serbuk gergaji yang digunakan dalam pembuatan bag log

digunakan sekitar 90 persen merupakan serbuk gergaji yang merupakan limbah

dari industri penggergajian dan hanya sekitar 10 persen serbuk gergaji yang

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Kayu

Setiap kegiatan pembalakan maupun penggergajian menghasilkan limbah.

Limbah penggergajian adalah potongan kayu dalam bentuk dan ukuran tertentu

yang seharusnya masih bisa dimanfaatkan tetapi ditinggalkan karena keterbatasan

tingkat teknologi pengolahan kayu yang ada pada waktu itu (Rachman dan Malik,

2011). Dengan kata lain limbah penggergajian merupakan produk sampingan dari

suatu proses penggergajian yang dapat dimanfaatkan bila teknologinya telah

tersedia.

Menurut Darsani (1985), berdasarkan penggergajian (processing)

kayunya, limbah kayu dapat dibedakan menjadi logging waste, yaitu limbah

akibat kegiatan logging dan processing wood waste, yaitu limbah yang

diakibatkan kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, plywood

dan lain-lain. Limbah penggergajian secara garis besar terdiri dari lima bentuk:

yaitu serbuk gergaji (sawdust), sabetan (slabs), potongan ujung kayu gergajian

(off cut), potongan dolok cacat dan kulit kayu (Rachman dan Malik, 2011).

Bentuk limbah gergajian yang dihasilkan oleh suatu pabrik gergajian

berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Sebagai contoh, pabrik yang memproduksi sortimen kayu gergajian yang lebih

kecil menghasilkan limbah serbuk gergaji yang lebih banyak dibandingkan

dengan yang memproduksi sortimen kayu yang lebih besar. Besar kecilnya jumlah

limbah tergantung dari tinggi rendahnya angka rendemen. Istilah rendemen dalam

industri adalah perbandingan banyak barang yang dihasilkan (output) dan bahan

(14)

14 industri penggergajian, rendemen berarti perbandingan volume kayu gergajian

yang dihasilkan dengan log kayu yang digunakan. Hal ini berarti dengan

mengukur angka rendemen, secara tidak langsung kita akan mengetahui jumlah

limbah yang dihasilkan. Semakin rendah kuantitas limbah, maka akan semakin

tinggi angka rendemen, begitu juga sebaliknya. Berikut ini adalah komposisi

bentuk limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kayu yang dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Bentuk Limbah Penggergajian

Bentuk Limbah Persentase (%)

Serbuk gergaji 12 – 15

Sabetan dan potongan ujung berukuran kecil 25 – 35

Potongan dolok dan kayu cacat 5 - 10

Sumber: Rachman dan Malik (2011)

Tabel 5 menunjukkan bahwa limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari

suatu proses pengolahan kayu sebesar 12-15% dari total besaran log yang

digunakan. Hal ini menunjukkan besarnya potensi limbah serbuk gergaji yang ada

pada industri penggergajian.

2.2 Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log

Menurut Pramithasari (2011), karakteristik usaha pengolahan limbah

tunggak Pohon Jati sebagai limbah dari pemanfaatan kayu Pohon Jati dibagi

menjadi sumber bahan baku, sumber daya manusia dan skala usaha. Usaha

pembuatan bag log merupakan salah bentuk usaha pemanfaatan limbah serbuk

gergaji yang dihasilkan dari penggunaan berbagai jenis kayu. Melalui

penggunakan pendekatan ini karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji

menjadi bag log dibagi menjadi sumber bahan baku, sumberdaya manusia, skala

(15)

15 2.2.1 Serbuk Gergaji dan Bahan Baku Lainnya

Serbuk gergaji berbentuk butiran-butiran halus yang terbuang saat kayu

dipotong dengan gergaji (Setiyono, 2004). Jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan

dari eksploitasi/pemanenan dan pengolahan kayu bulat sangat banyak. Balai

Penelitian Hasil Hutan (BPHH) pada kilang penggergajian di Sumatera dan

Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa menunjukkan bahwa rendemen

rata-rata penggergajian adalah 45 persen, sisanya 55 persen berupa limbah. Sebanyak

10 persen dari limbah penggergajian tersebut merupakan serbuk gergaji (Wibowo,

1990). Pengertian rendemen dalam industri penggergajian adalah perbandingan

volume kayu gergajian yang dihasilkan dengan volume dolok yang digunakan dan

angka rendemen ini dinyatakan dalam persen (Rachman dan Malik, 2011).

Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari industri penggergajian masih dapat

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai media tanam, bahan

baku furnitur dan bahan baku briket arang.

Menurut Wibowo (1990), sebagai media tanam serbuk gergaji selain

mempunyai beberapa keuntungan juga memerlukan penanganan khusus sebelum

bisa dipakai sebagai media tanam. Kendala utama pemanfaatan serbuk gergaji

sebagai media adalah reaksi asam dan adanya kemungkinan untuk memadat.

Masalah tersebut diatas dapat diatasi dengan pengomposan. Fitotoksin hasil

ekskresi tanaman dan sisa penghancuran segera dimetabolisme oleh jasad mikro

ke dalam bentuk yang tidak beracun pada proses pengomposan, demikian pula

unsur hara yang masih terikat oleh jaringan tertentu dapat dilepas dan digunakan

untuk pertumbuhan tanaman dengan pengomposan. Serbuk gergaji sebagai media

(16)

16 mampu menyimpan air serta cukup kaya nutrisi yang diperlukan bagi

pertumbuhan tanaman dengan persentase sebagai berikut: 0,24% Nitrogen, 0,20 %

P2O5 dan 0.45% K2O (Wibowo, 1990). Penggunaan bahan baku utama yaitu

serbuk gergaji dalam bag log bisa lebih dari 70% dari total berat bag log

(Suriawiria, 2001).

Dedak merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat, nitrogern dan

vitamin B kompleks. Bekatul berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan

miselium dan menunjang perkembangan tubuh buah jamur. Dedak atau bekatul

yang dapat digunakan berasal dari berbagai jenis padi yang masih baru, tidak

berbau apek dan memiliki struktur yang masih baik (Suharyanto, 2011).

Kapur dan gips juga ditambahkan ke dalam campuran bahan baku

pembuatan bag log. Kapur berfungsi sebagai pengontrol pH media tanam yang

sesuai dengan syarat tumbuh jamur dan sebagai sumber kalsium. Gips berguna

untuk memperkokoh struktur bahan campuran sehingga tidak mudah pecah

(Suharyanto, 2011).

2.2.2 Pembuatan Bag Log

Serbuk gergaji sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam

pembuatan bag log dapat menggunakan serbuk gergaji dari seluruh jenis kayu,

terutama kayu keras selain kayu pinus. Menurut Suriawiria (2001), pinus

mengandung zat terpenoid atau belerang yang dapat menghalangi pertumbuhan

jamur. Jenis kayu yang baik untuk dijadikan media tumbuh atau bag log adalah

kayu atau serbuk gergaji dari pohon berdaun lebar karena banyak mengandung

lignin. Contohnya kayu pasang bungkus (Quercus argentea), namun karena kayu

(17)

17 penggantinya. Kualitas jamur yang ditanam pada serbuk gergaji kayu tersebut

akan lebih bagus, lebih kenyal, serta aromanya lebih wangi.

Bahan baku pengkaya hara berupa dedak atau bekatul padi, tepung jagung,

gula pasir, kapur, gips dan air ditambahkan pada bahan baku utama berupa serbuk

gergaji. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012)

formula yang digunakan dalam pembuatan bag log untuk setiap 100 kg serbuk

penggergajian dibutuhkan dedak sebanyak 15-25 kg, tepung jagung sebanyak 7.5

kg, kapur pertanian sebayak 1.5 kg, Gipsum dan gula pasir merupakan bahan

tambahan jika diperlukan, masing-masing dibutuhkan sebanyak 1 kg dan 2 kg.

Langkah-langkah pembuatan bag log menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan

Kabupaten Bogor (2012) adalah sebagai berikut:

1. Pengadukan dan pengomposan

Serbuk gergaji yang sudah diayak dan bahan baku pengkaya hara

dicampurkan hingga merata. Dedak yang digunakan berfungsi sebagai

nutrisi yang baik bagi pertumbuhan miselium jamur. Kapur berfungsi

untuk menetralkan keasaman dengan mengontrol pH agar tetap stabil

selama proses pemeraman. Pemeraman dilakukan untuk memfermentasi

campuran media sehingga kandungan yang terdapat di dalam media terurai

menjadi senyawa sederhana sehingga mudah untuk dicerna oleh jamur.

2. Pengisian media ke dalam kantong

Campuran serbuk gergaji dan bahan pengkaya hara dimasukkan ke dalam

kantong plastik polypropilane yang memiliki ketebalan 0.3 mm atau lebih

(18)

18 dengan sedikit dipadatkan sampai isinya mencapai 70 persen dari

kapasitasnya.

3. Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses yang dilakukan untuk mematikan mikroba, baik

bakteri, kapang maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan

jamur yang ditanam. Proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan

drum atau steamer dengan masa perebusan berlangsung selama 6.5 – 8

jam.

4. Pendinginan

Proses pendinginan merupakan upaya penurunan suhu media tanam

setelah proses sterilisasi agar bibit jamur yang dimasukkan nanti tidak

mati. Pendinginan dilakukan selama satu malam sebelum dilakukan

inokulasi.

5. Inokulasi atau penanaman bibit

Inokulasi merupakan kegiatan memindahkan sejumlah kecil miselium

jamur dari biakan induk ke dalam media tanam yang telah disediakan.

Inokulasi harus dilakukan di ruangan yang steril agar tidak terjadi

kontaminasi yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur. Setelah

dimasukkan bibit, bag log ditutup menggunakan koran, ring bambu dan

karet.

6. Inkubasi

Inkubasi merupakan proses penempatan bag log yang telah diisi bibit

jamur ke dalam ruangan dengan kondisi tertentu agar miselium dapat

(19)

19 tidak melebihi 25°C dan kelembabannya tidak melebihi 90 persen. Selain

itu terdapat aerasi dan cahaya yang cukup tapi tidak langsung terpapar

sinar matahari.

2.2.3 Skala Usaha

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai usaha mikro,

kecil dan menengah, usaha mikro merupakan usaha produktif milik orang

perorangan dan/atau bahan usaha yang memenuhi kriteria usaha mikro

sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Pada Pasal 6 Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan bahwa usaha mikro merupakan usaha yang

memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp 50 000 000, hal ini tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penjualan paling banyak dari usaha

mikro adalah sebesar Rp 300 000 000/ tahun.

Menurut Partomo dan Soejoedono (2004), profil usaha mikro di Indonesia

dapat dilihat dari segi manajemen dan keuangan. Profil usaha kecil Indonesia

dilihat dari segi manajemen, yaitu sebagai berikut: (1) Pemilik sebagai pengelola,

(2) Berkembang dari usaha usaha kecil-kecilan, (3) tidak membuat perencanaan

tertulis, (4) kurang membuat catatan/pembukuan, (5) pendelegasian wewenang

secara lisan, (6) kurang mampu mempertahankan mutu, (7) sangat tergantung

pada pelanggan dan pemasok disekitar usahanya, (8) kurang membina saluran

informasi, (9) kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil usaha kecil

Indonesia dari segi keuangan, yaitu sebagai berikut: (1) memulai usaha

kecil-kecilan dengan modal sedikit dana dan keterampilan pemiliknya, (2) terbatasnya

sumber dana dari perbankan, (3) kemampuan memperoleh pinjaman bank relatif

(20)

20 harga pokok produksi, (6) kurang memahami tentang pentingnya pencatatan

keuangan/akuntansi, (7) kurang paham tentang prinsip-prinsip penyajian laporan

keuangan dan kemampuan analisisnya, (8) kurang mampu memilih informasi

yang berguna bagi usahanya.

2.2.4 Sumber Daya Manusia

Menurut Daniel (2004), sumber daya manusia (SDM) sebagai tenaga kerja

di Indonesia dan juga sebagian negara-negara berkembang termasuk negara maju

pada mulanya merupakan tenaga yang dicurahkan untuk usaha tani sendiri atau

usaha keluarga. Keadaan ini berkembang dengan semakin meningkatnya

kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha pertanian sehingga dibutuhkan

tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayarkan sebagai tenaga kerja

upahan.

2.2.5 Saluran Pemasaran

Produsen pada saat ini tidak lagi menjual produk yang dihasilkan langsung

kepada pengguna akhir (Kotler dan Dary, 2008). Antara produsen dan konsumen

terdapat sekelompok pemasar yang membentuk rantai distribusi yang

memerankan berbagai fungsi dan memiliki berbagai macam nama. Saluran

distribusi atau aliran pemasaran adalah perantara-perantara para pembeli dan

penjual yang dilalui oleh perpindahan barang baik fisik maupun perpindahan

milik sejak dari produsen hingga ke tangan konsumen ( Sigit dalam Sunyoto,

2012).

Saluran pemasaran yang dipilih produsen sangat mempengaruhi semua

keputusan pemasaran yang lainnya. Oleh karena itu, saluran pemasaran

(21)

21 pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu produk tergantung pada

beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen ke konsumen, daya tahan

produk, skala produksi dan posisi keuangan perusahaan. Saluran pemasaran dapat

dicirikan dari panjangnya tingkat saluran. Panjangnya suatu saluran pemasaran

akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh barang dan

jasa. Bagan saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1.

(5) (6) (7)

Gambar 1. Bagan Saluran Pemasaran Keterangan:

1. Penjualan dilakukan oleh produsen langsung kepada konsumen

2. Dari produsen dijual kepada pengecer (retailer) dan dari pengecer dijual

ke konsumen

3. Dari produsen dijual ke wholesaler (distributor) dan kemudian oleh

wholesaler dijual ke konsumen

4. Dari produsen ke wholesaler, lalu ke pengecer kemudian dijual ke

(22)

22 5. Dari produsen dijual ke agen, lalu ke wholesaler, ke pengecer dan dijual ke

konsumen

6. Dari produsen ke agen, dari agen ke pengecer, kemudian dijual ke

konsumen

7. Dari produsen ke agen kemudian dijual ke konsumen

8. Dari produsen dijual ke pemakai industrial.

2.3 Analisis Pendapatan Usaha

Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang

semula fisik kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1996). Biaya usaha

dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan

dan biaya non tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya tunai adalah biaya

yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja non keluarga, pembelian

input produksi serta biaya untuk irigasi dan pengairan. Biaya tidak tunai meliputi

biaya tetap dan biaya untuk tenaga kerja keluarga.

Menurut Hernanto (1996) pendapatan juga dibedakan menjadi pendapatan

tunai dan pendapatan tidak tunai. Pendapatan tunai merupakan pendapatan yang

diperoleh dari penerimaan dan biaya tunai, sedangkan pendapatan tidak tunai

merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan dan biaya total. Bentuk

pendapatan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usaha dalam

spesifikasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi

penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk

perbandingan keberhasilan petani satu dengan yang lainnya.

Analisis R/C digunakan untuk menghitung efisiensi usaha (Hapsari et al.,

(23)

23 pertimbangan tersebut, jika R/C >1 maka usaha tersebut menguntungkan,

sedangkan jika R/C =1 maka impas dan jika R/C <1 berart usaha tersebut tidak

menguntungkan.

2.4 Nilai Tambah

Nilai tambah adalah jumlah balas jasa terhadap faktor-faktor produksi

dalam bentuk sewa tanah, upah, bunga dan keuntungan (Halwani, 2005). Nilai

tambah merupakan balas jasa atas faktor produksi yang digunakan, seperti modal,

tenaga kerja dan manajemen perusahaan yang dinikmati oleh produsen. Nilai

tambah dari suatu produk juga bisa berarti peningkatan nilai guna atas produk

tersebut oleh konsumen. Perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan Nilai Tambah Hayami

No. Variabel Nilai

Output, Input dan Harga

1. Output yang dihasilkan (kg/hari) A 2. Bahan baku yang digunakan(kg/hari) B

3. Tenaga kerja (HOK) C

4. Faktor konversi (1/2) D = A/B

5. Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B

6. Harga output (Rp/kg) F

7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G Pendapatan dan keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) I

(24)

24 Menurut Hayami et al (1987), nilai tambah adalah selisih antara nilai

komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dikurangi dengan nilai

korbanan yang digunakan selama proses produksi berlangsung. Sumber-sumber

dari nilai tambah adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal,

bahan baku dan manajemen. Terdapat tiga komponen pendukung dalam Metode

Hayami, yaitu faktor konversi yang menunjukkan besaran output yang dihasilkan

dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya

tenaga kerja langsung yang diperlukan dalam mengolah satu-satuan input, dan

nilai produk yang menunjukkan nilai ouput yang dihasilkan dari satu-satuan input.

Penggunaan Metode Hayami sebagai alat analisis mengasilkan beberapa

informasi. Metode Hayami dapat menghasilkan informasi berupa:

a. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp)

b. Rasio nilai tambah yang dihasilkan terhadap nilai produk yang dihasilkan (%)

menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk

c. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh

tenaga kerja.

d. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan

persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah

e. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha

(pengolah), karena menanggung resiko usaha

f. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukkan

persentase keuntungan terhadap nilai tambah

g. Marjin pengolah (Rp), menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain

(25)

25 h. Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%)

i. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%)

2.5 Penyerapan Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi dalam melakukan

suatu proses produksi pada suatu unit usaha. Penyerapan tenaga kerja berarti

kemampuan suatu unit usaha menyerap sejumlah orang untuk bekerja dalam suatu

proses produksi.

Konversi tenaga kerja yang membandingkan tenaga kerja pria sebagai

ukuran baku dengan tenaga kerja lain yang dikonversikan atau disetarakan dengan

pria pada jenis pekerjaan yang sama, yaitu satu orang laki-laki sama dengan satu

hari kerja pria, satu orang wanita sama dengan 0.7 hari kerja pria, satu ekor ternak

sama dengan dua hari kerja pria dan satu orang anak-anak sama dengan 0.5 hari

kerja pria. Ada ahli usahatani yang mengkonversikan tenaga kerja pada tenaga

kerja pria berdasarkan upah yang diterima (Hernanto, 1996).

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai analisis manfaat ekonomi pengolahan limbah maupun

analisis nilai tambah sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian

terdahulu yang menjadi referensi penelitian memiliki berbagai perbedaan.

Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terletak pada lokasi,

input serta output yang dihasilkan dan metode analisis data. Beberapa penelitian

(26)

Tabel 7. Penelitian Terdahulu

No Nama, Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian

1. Citra Anggun limbah pohon jati yang dihasilkan oleh Masyarakat Jiken

Analisis desktiptif Usaha pengolahan limbah pohon jati termasuk kedalam skala usaha mikro, dengan SDM tradisional. Rantai pemasaran dari kegiatan pengolahan limbah pohon jadti dimulai dari pemasok bahan baku, pengerajin limbah tunggak, reseller atau pedagang perantara

2. Menghitung nilai tambah dan pendapatan usaha dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh Masyarakat Jiken

Metode Hayami dan analisis pendapatan usaha

Nilai tambah yang dihasilkan pada produk meja akar sebesar 56.48% dari nilai produknya. Nilai tambah produk meja ukir 75.97% dari nilai produknya, lemari display sebesar 67.99% dan produk patung ukir sebesar 73.05% dari nilai produknya. 3. Menghitung penyerapan

Total jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari pemanfaatan limbah Pohon Jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken adalah sebanyak 416 orang.

2. Helda, 2004

Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung

1. Mengetahui keadaan umum industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampng

Analisis Deskriptif

Industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung masih dilakukan dengan sederhana atau tradisional. Keterampilan yang diperoleh para pengolah tersebut sebagian berasal dari warisan keluarga dan ada pula yang berasal dari pengalaman sendiri dalam menekuni usaha.

2. Menganalisis besarnya kentungan industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung

Analisis

pendapatan usaha

Biaya total rata-rata yang dikeluarkan oleh pengolah adalah Rp 1 646 330 566.70 per tahun dengan 330 566.70 per tahun dengan penerimaan rata-rata sebesar Rp 1 977 576 000 per tahun, sehingga pendapatan rata-rata yang diperoleh para pengolah tersebut adalah Rp 331 245 433.30 per tahun. Usaha yang dilakukan pengolah ini dapat dikatakan menguntungkan.

3. Menganalisis besarnya nilai tambah pengolahan Ikan

Metode Hayami Rata-rata nilai tambah dari pengolahan Ikan Teri di Pula Pasaran Provinsi Lampung sebesar Rp 1 002.76

(27)

14 Tabel 7. Lanjutan

Nama, Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian

Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh)

1. Menganalisis pendapatan usahatani kopi arabika organik dan non organik berdasarkan penerimaan dan

Pendapatan usahatani kopi arabika organik lebih besar dibandingkan dengan usuahatani kopi arabika non organik sehingga kopi arabika organik lebih menguntungkan

2.Menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik dan peran dari setiap lembaga yang terlibat

Analisis deskriptif Terdapat satu saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik. Berdasarkan saluran pemasaran,kopi arabika organik lebih efisien.

3.Menganalisis efisiensi pemasaran kopi arabika organik dan non organik dengan menghitung marjin dan farmer’s share

Analisis marjin Marjin pemasaran kopi arabika organik lebih besar dibandngkan kopi arabika non organik sedangkan farmer’s share kopi arabika non organik lebih besar dibandingkan kopi arabika organi organik.

4. Menganalisis nilai tambah bubuk kopi organik dan non organik industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng.

Metode Hayami Nilai tambah kopi arabika organik lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik.

Industryibubuk kopi Ulee Kareng adalah industri yang padat modal yang maksudnya adalah industri yang dilengkapi dengan mesin-mesin prpoduksi mekanis sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.

(28)

28 Pramithasari (2011) melakukan penelitian mengenai nilai tambah dari

pengolahan limbah tunggak kayu jati di Kecamatan Jiken. Dihasilkan produk

berupa meja akar, meja ukir, lemari display dan patung ukir dari pengolahan

limbah tunggak kayu jati di Kecamatan Jiken. Digunakan analisis deskriptif,

Metode Hayami dan metode tabulasi data dalam pengolahan data. Helda (2004)

melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan dan

nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi

Lampung. Pembagian tenaga kerja dibagi menjadi tiga unit pekerjaan yaitu tenaga

perebusan, tenaga penjemur dan tenaga sortir.

Maimun (2009) melakukan penelitian mengenai pendapatan usaha, nilai

tambah serta saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik di Ulee

Kareng Banda Aceh. Penelitian Maimun (2009) bertujuan untuk mengetahui

lembaga pemasaran, efisiensi pemasaran serta besaraan nilai tambah dari kopi

arabaika organik dan non organik di Ulee Kareng Banda Aceh.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu yaitu pada

lokasi penelitian, spesifikasi komoditas dan metode pengolahan data. Penelitian

dilakukan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor dengan

input berupa serbuk gergaji dan output berupa bag log yang digunakan sebagai

media tanam jamur tiram. Metode pengolahan data menggunakan Metode Hayami

dan rumus perubahan kesempatan kerja sebelum dan setelah adanya usaha

(29)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kayu diproduksi sebagai usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Proses

eksploitasi/pemanenan dan pengolahan kayu bulat menjadi berbagai macam

barang menghasilkan limbah. Proses eksploitasi/pemanenan menghasilkan limbah

berupa limbah pemanenan yang secara garis besar berupa daun, tunggak dan

serbuk gergaji sedangkan kegiatan pengolahan kayu bulat atau industri perkayuan

menghasilkan limbah kayu gergajian yang secara garis besar berupa potongan

ujung, potongan dolok dan serbuk gergaji.

Limbah kayu hanya di tumpuk dan dibiarkan membusuk dapat

mengganggu kesehatan dan merusak lingkungan. Penumpukan serbuk gergaji

dapat menyebabkan tanah tidak dapat menerima oksigen yang cukup selama

proses fermentasi sehingga menjadi sangat asam dan berbahaya bagi tanaman.

Jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan dari eksploitasi/pemanenan dan

pengolahan kayu bulat sangat banyak. Balai Penelitian Hasil Hutan (BPHH)

kilang penggergajian di Sumatera dan Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa

menunjukkan bahwa rendemen rata-rata penggergajian adalah 45 persen, sisanya

55 persen berupa limbah. Sebanyak 10 persen dari limbah penggergajian tersebut

adalah serbuk gergaji (Wibowo, 1990).

Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari kegiatan

eksploitasi/pemanenan maupun penggergajian kayu dapat dimanfaatkan oleh

usaha pembuatan bag log. Usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang

dan Leuwisadeng dibagi menjadi dua kelompok, yaitu unit usaha non plasma A

dan non plasma B. Pemanfaatan limbah serbuk gergaji untuk diolah menjadi bag

(30)

30 langsung berupa pendapatan dan peningkatan nilai tambah maupun manfaat

ekonomi tidak langsung yaitu berupa penyerapan tenaga kerja. Selain manfaat

ekonomi, pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan

Leuwiliang dan Leuwisadeng juga memberikan manfaat lingkungan.

Penelitian ini membahas mengenai karakteristik usaha pengolahan limbah

serbuk gergaji. Karakteristik usaha yang diidentifikasi berupa sumber bahan baku,

proses produksi, skala usaha, sumberdaya manusia dan rantai pemasaran. Selain

itu juga perhitungan besarnya nilai tambah yang dihasilkan dan besarnya

pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha dihitung untuk mengetahui besarnya

manfaat langsung dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log.

Manfaat ekonomi tidak langsung berupa penyerapan tenaga kerja dihitung

untuk mengetahui besarnya kemampuan penyerapan tenaga kerja pada usaha

pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log sehingga dapat menyerap

sejumlah tenaga kerja yang ada di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Hasil

dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi pengambilan

kebijakan bagi pengusaha dan masyarakat untuk dapat lebih memanfaatkan

limbah serbuk gergaji. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini

(31)

31 Keterangan: Ruang lingkup penelitian

Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian Limbah pemanenan

Manfaat ekonomi Produksi kayu di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng

Limbah pemanenan dan gergajian kayu

Limbah gergajian

Daun Tunggak

Serbuk gergaji

Potongan ujung Potongan dolok

cacat

Usaha pembuatan bag log (Non Plasma A dan Non Plasma B)

Karakteristik usaha

Pendapatan dan Nilai tambah

Penyerapan tenaga kerja

Rekomendasi pengambilan kebijakan

(32)

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan

tujuan penelitian dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang dan

Kecamatan Leuwisadeng merupakan kecamatan yang memiliki banyak usaha

penggergajian sehingga memiliki limbah penggergajian yang relatif banyak.

Penelitian dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013. Pengambilan

data primer dilakukan pada bulan Juli 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan pemilik usaha

budidaya jamur tiram putih yang memproduksi bag log untuk dijual ke pemilik

usaha budidaya jamur lainnya atau untuk digunakan sendiri. Data sekunder

didapat dari berbagai literatur, instansi yang terkait seperti Perum Perhutani,

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik dan juga

referensi penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan rujukan yang

berhubungan dengan pengolahan limbah serbuk gergaji.

4.3 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dengan sensus

dimana responden dipilih dari seluruh populasi yang ada. Jumlah populasi dalam

penelitian ini adalah 11 responden. Responden dalam penelitian ini adalah unit

usaha pembuat bag log untuk jamur tiram putih yang tersebar di tiga desa yaitu

(33)

33 di Kecamatan Leuwisadeng. Pengambilan data dari responden bertujuan untuk

menjawab masalah mengenai karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk

gergaji, rantai pemasarannya, nilai tambah yang dihasilkan, pendapatan yang

dihasilkan dan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari pengolahan limbah

serbuk gergaji menjadi media tanam jamur tiram putih. Tabel 8 menunjukkan

jumlah responden untuk penelitian yang akan dilakukan.

Tabel 8. Jumlah Produsen Bag Log di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Leuwisadeng Tahun 2012

Kecamatan Desa Pengusaha Bag log

Leuwiliang 1.Barengkoh 4

2. Cibeber II 3

Leuwisadeng 1.Sadeng 4

Jumlah 11

Sumber: Penulis (2012)

4.4 Metode Analisis Data

Unit usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu unit usaha non plasma A dan unit usaha non

plasma B. Unit usaha non plasma A adalah unit usaha yang membeli bibit jamur

tiram untuk kemudian dijadikan input tambahan dalam pembuatan bag log. Unit

usaha non plasma B adalah unit usaha yang membuat bibit jamur tiram jamur

tiram sendiri untuk kemudian dijadikan input tambahan dalam pembuatan bag

log.

Data yang diperoleh diolah menggunakan Windows Excel 2007. Analisis

data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis

kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi

karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji. Analisis kualitatif dalam

penelitian ini yaitu deskripsi mengenai karakteristik usaha. Analisis kuantitatif

(34)

34 menjawab tujuan manfaat ekonomi yang diperoleh dari usaha pengolahan limbah

serbuk gergaji, yaitu meliputi nilai tambah, pendapatan serta penyerapan tenaga

kerja. Untuk lebih jelas, matriks analisis data dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Matriks Analisis Data

No. Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data

1. Mengidentifikasi usaha dan nilai tambah dengan metode Hayami

3. Mengidentifikasi

Data sekunder jumlah tenaga kerja dengan adanya usaha pembuatan bag log dan tanpa adanya usaha pembuatan bag log

Rumus pertumbuhan dari perubahan

kesempatan kerja (HOK)

Sumber: Penulis (2012)

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis

data-data yang berbentuk kualitatif yaitu untuk menggambarkan berbagai kondisi dan

situasi yang terdapat di lokasi penelitian. Analisis deskriptif digunakan untuk

menjawab tujuan identifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk

gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Variabel karakterstik usaha

yang diidentifikasi pada unit usaha non plasma A maupun non plasma B adalah

(1) karakteristik umum pelaku usaha, (2) karakteristik usaha berupa skala usaha,

(3) sumber bahan baku, (4) proses pembuatan bag log dan sumberdaya manusia

(35)

35 Penentuan karakteristik responden diperoleh dari hasil wawancara.

Responden dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha yang memanfaatkan

limbah serbuk gergaji untuk pembuatan bag log. Karakteristik umum dari

responden pelaku usaha terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir dan

lama menjalankan usaha.

4.4.2 Analisis Pendapatan Usaha

Pendapatan usaha pembuatan bag log merupakan manfaat langsung dari

kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji. Semua jenis biaya yang dikeluarkan

dalam kegiatan produksi bag log akan dihitung untuk mengetahui besarnya

pendapatan atas biaya tunai dan juga besarnya pendapatan atas biaya total yang

dikeluarkan. Selain itu juga akan dihitung besarnya biaya total (total cost) dan

cost ratio (R/C) pada unit usaha non plasma A dan non plasma B.

Pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan suatu

usaha. Pendapatan tersebut dapat dilakukan melalui suatu analisis pendapatan

(Hoddi et al., 2011). Dari hasil yang diperoleh akan dapat diketahui apakah usaha

pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log yang dilakukan di Kecamatan

Leuwiliang dan Leuwisadeng menguntungkan atau tidak untuk dijalankan.

Total penerimaan adalah nilai total produk dalam jangka waktu tertentu.

Penerimaan yang didapatkan pada penelitian ini merupakan penerimaan dari

penjualan bag log dan bibit jamur tiram yang dihasilkan. Penerimaan usaha

pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan

Leuwisadeng adalah hasil kali rata-rata jumlah bag log yang diproduksi per bulan

dikalikan dengan harga rata-rata bag log per kilogram dengan asumsi satu bulan

(36)

36 Biaya total adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses

produksi. Perhitungan biaya dalam penelitian ini dibagi menjadi biaya tunai dan

non tunai. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang yang dikeluarkan pelaku usaha

untuk membeli serbuk gergaji dan bahan baku lainnya serta upah tenaga kerja.

Secara umum analisis pendapatan kegiatan pengolahan limbah serbuk

gergaji menjadi bag log diperoleh dari selisih antara penerimaan yang didapatkan

dan biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika selisih

antara penerimaan dengan pengeluaran bernilai positif. Semakin besar selisih

antara penerimaan dan pengeluaran, maka semakin menguntungkan suatu usah

tersebut. Pendapatan merupakan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi,

tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Perhitungan untuk mengukur pendapatan

yang dihasilkan dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :

I = TR – TC ... (1)

TR = Py . y ... (2)

TC = Px . x ... (3)

TC = TVC + TFC ... (4)

Dimana:

I = Pendapatan yang dihasilkan (Rp/bulan)

TR = Penerimaan Total yang dihasilkan (Rp/bulan)

TC = Biaya Total yang dikeluarkan (Rp/bulan)

Py = Harga output (Rp/bulan)

Px = Harga input (Rp/bulan)

y = Jumlah output (Unit/bulan)

(37)

37 TVC = Biaya total variabel (Rp/bulan)

TFC = Biaya total tetap (Rp/bulan)

Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total yang lebih dari satu menyatakan

bahwa unit usaha pembuatan bag log menguntungkan jika dijalankan. Penerimaan

dari usaha pembuatan bag log diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi bag

log yang dihasilkan dengan harga jual bag log dan perkalian antara jumlah bibit

jamur yang diproduksi dengan harga bibit jamur. Bibit jamur yang digunakan

merupakan bibit jamur dalam kemasan botol dengan berat rata-rata 1.2 kg bibit

jamur per botol. Satu botol bibit jamur dapat digunakan untuk 30 bag log

sehingga kebutuhan bibit dalam tiap bag log yaitu rata-rata sebesar 40 gram.

Konsep ini juga digunakan pada perhitungan nilai tambah menggunakan Metode

Hayami. Adapun rumus penerimaan usaha pembuatan bag log adalah sebagai

berikut:

1. Unit usaha non plasma A

TRA = (QA1.PA1) ... (5)

2. Unit usaha non plasma B

TRB = (QB1.PB1) + (QB2.PB2) ... (6)

Keterangan:

1 = Bag log

2 = Bibit jamur

A = Unit usaha non plasma A

B = Unit usaha non plasma B

TR = Total penerimaan (Rp)

(38)

38 P1 = Harga bag log per Kg (Rp/Kg)

Q2 = Jumlah bibit jamur yang diproduksi (Botol)

P2 = Harga bibit jamur per botol (Rp/Botol)

Penyusutan alat-alat produksi termasuk ke dalam biaya non tunai. Metode

yang digunakan dalam perhitungan penyusutan adalah metode garis lurus

(straight line method). Metode ini menggunakan dasar asumsi bahwa benda yang

dipergunakan dalam usaha menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya

(Hernanto, 1980).

Penyusutan alat pada unit usaha non plasma A terdiri dari peralatan

produksi, peralatan perawatan dan sterilisasi, peralatan inokulasi dan inkubasi.

Pada unit usaha non plasma B, penyusutan alat adalah peralatan pembuatan bibit

jamur tiram, peralatan produksi, peralatan perawatan dan sterilisasi, peralatan

inokulasi dan inkubasi. Asumsi yang digunakan adalah peralatan-peralatan yang

digunakan tidak memiliki nilai sisa atau habis digunakan. Perhitungan penyusutan

dengan metode garis lurus dapat dirumuskan sebagai berikut (Hernanto, 1980):

�� = �� ... (7)

Np = Nilai penyusutan tiap bulan (Rp)

Nb = Nilai jual/beli benda pertama kali (Rp)

T = Daya pakai alat (Bulan)

4.4.3 Analisis Nilai Tambah

Analisis nilai tambah dalam penelitian ini dihitung menggunakan Metode

Hayami. Penggunaan Metode Hayami akan menghasilkan besaran nilai tambah

yang didapat dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi media tanam atau

(39)

39 tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah serbuk gergaji merupakan

manfaat langsung yang dihasilkan dari usaha pembuatan bag log. Perhitungan

nilai tambah menggunakan satuan berat yang telah dikonversi menjadi kilogram.

Data yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah adalah data dalam satu kali

produksi atau satu bulan.

Metode Hayami memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat diketahui

besarnya nilai tambah, nilai output dan produktivitas. Kelebihan lainnya dari

Metode Nilai Tambah adalah dapat diketahuinya besarnya balas jasa terhadap

pemilik faktor-faktor produksi. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat

diterapkan pula untuk subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan

pemasaran. Perhitungan nilai tambah limbah serbuk gergaji menggunakan Metode

Hayami disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Perhitungan Nilai Tambah Limbah Serbuk Gergaji dengan Metode Hayami

No. Variabel Nilai

Bag log, serbuk gergaji dan Harga

1. Bag log yang dihasilkan (kg/hari) A

2. Serbuk gergai yang digunakan(kg/hari) B

3. Tenaga kerja (HOK) C

4. Faktor konversi (1/2) D = A/B

5. Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B

6. Harga bag log (Rp/kg) F

7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G Pendapatan dan keuntungan

8. Harga serbuk gergai (Rp/kg bahan baku) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) I

(40)

40 Selain memiliki beberapa kelebihan, Metode Hayami juga memiliki

kekurangan. Beberapa kekurangan Metode Hayami yaitu pendekatan rata-rata

tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari

satu jenis bahan baku. Metode hayami juga tidak dapat menjelasnya produk

sampingan yang dihasilkan. Salah satu kekurangan Metode Hayami yang lainnya

adalah sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk menyimpulkan

apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi tersebut sudah layak atau

belum. Beberapa variabel yang terkait dalam analisis nilai tambah, yaitu:

a. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu

satuan input,

b. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan tenaga kerja langsung yang

diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan

c. Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan

input.

Nilai faktor konversi diperlukan untuk mengetahui berapa banyak output

yang dapat dihasilkan dari setiap pengolahan satu kilogram serbuk gergaji. Nilai

faktor konversi yang besar disebabkan karena banyak terdapat input tambahan

yang digunakan dalam pembuatan bag log seperti dedak, kapur, bibit jamur dan

air.

Pada unit usaha non plasma B, output yang dihasilkan adalah bag log dan

bibit jamur. Perhitungan nilai tambah menggunakan Metode Hayami hanya dapat

menghitung nilai tambah dari aktivitas produksi yang menghasilkan satu output,

sehingga output berupa bibit jamur (yang semula merupakan output kedua) dalam

(41)

41 pembuatan bag log pada unit usaha non plasma B merupakan penggunaan bibit

jamur yang habis digunakan untuk dijadikan sebagai input tambahan dalam

pembuatan bag log. Perhitungan biaya-biaya pembuatan baglog pada usaha ini

juga telah disesuaikan yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan hanya untuk

menghasilkan bag lag saja.

Penggunaan serbuk gergaji dan bahan baku tambahan dalam pembuatan

bag log yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah menggunakan metode

Hayami merupakan jumlah serbuk gergaji dan bahan baku tambahan yang telah

disesuaikan. Penyesuaian yang dilakukan merupakan penyesuaian terhadap

jumlah serbuk gergaji yang digunakan untuk pembuatan bag log dengan asumsi

tidak terdapat output tambahan berupa bibit jamur. Jumlah serbuk gergaji dan

input tambahan merupakan jumlah yang hanya digunakan dalam pembuatan bag

log.

Koefisien tenaga kerja adalah nilai pembagian dari jumlah hari orang kerja

dalam satu bulan (HOK/bulan) dengan jumlah bahan baku (kg/bulan) yang

digunakan dalam kegiatan produksi pada masing-masing unit usaha. Koefisien

tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk

mengolah satu-satuan input (Hayami, et al., 1987).

4.4.4 Analisis Penyerapan Tenaga Kerja

Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan

Leuwiliang dan Leuwisadeng menghasilkan lapangan pekerjaan sehingga dapat

menyerap tenaga kerja. Analisis penyerapan tenaga kerja dapat digunakan untuk

mengetahui jumlah tenaga kerja yang dapat diserap. Analisis penyerapan tenaga

(42)

42 pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng

dapat dirumuskan sebagai berikut (Mardiyatuljanah, 2009) :

Δ KK = TKdp – TKtp ... (8)

Keterangan:

Δ KK = Perubahan kesempatan kerja (HOK)

TKdp = Tenaga kerja dengan adanya usaha pembuatan bag log (HOK)

TKtp = Tenaga kerja tanpa adanya usaha pembuatan bag log (HOK)

Pada usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan

Leuwisadeng, satu Hari Orang Kerja (HOK) adalah 8 jam. Lamanya satu HOK

untuk berbagai usaha bisa berbeda. Hal ini disesuaikan dengan jam kerja dalam

satu hari. Koefisien tenaga kerja yang digunakan dalam perhitungan penggunaan

tenaga kerja pada usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan

Leuwisadeng adalah satu. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis

pekerjaan dan tidak adanya perbedaan upah yang diberikan antara tenaga kerja

(43)

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 5.1 Kecamatan Leuwiliang

Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

serbuk gergaji. Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki empat unit

usaha pengolahan limbah serbuk gergaji yaitu di Desa Barengkoh dan tiga unit

usaha di Desa Cibeber II.

5.1.1 Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Leuwiliang

Wilayah Kecamatan Leuwiliang terletak di wilayah Bogor Barat dengan

luas wilayah ±6 159.70 Ha pada ketinggian 101-700 mdpl. Curah hujan rata-rata

pertahun di Kecamatan Leuwiliang yaitu sebesar 519.29 mm dan jumlah hari

hujan terbanyak 91 hari dengan kelembaban 20-25° C. Kecamatan Leuwiliang

merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 5-20°. Bagian Utara Kecamatan

Leuwiliang berbatasan dengan Kecamatan Rumpin, bagian selatan berbatasan

dengan Kabupaten Sukabumi, bagian barat berbatasan dengan Kecamatan

Leuwisadeng dan bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.

Jarak Kabupaten Leuwilliang dari Ibu Kota Negara (Jakarta) yaitu 80 km,

Ibu Kota Provinsi (Bandung) yaitu 147 km dan Ibu Kota Kabupaten (Cibinong)

yaitu 29 km. Secara administratif Kecamatan Leuwiliang terdiri dari 48 dusun,

126 RW, 418 RT yang tercakup dalam 11 desa.

Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan (2010), luas hutan rakyat di

Kecamatan Leuwiliang merupakan luas hutan terluas kedua di Kabupaten Bogor

setelah Kecamatan Nanggung yaitu sebanyak 1 333.31 ha. Jenis kayu yang sering

ditanam di Kecamatan Leuwiliang adalah kayu Sengon (Albizia falcataria L.

(44)

44 Jati (Tectona grandis Linn. fred) dan lain-lain. Banyaknya jumlah hutan di

Kecamatan Leuwiliang mendorong terbentuknya industri penggergajian di daerah

ini. Adanya industri penggergajian ini sangat membantu bagi usaha budidaya

jamur tiram yang menggunakan serbuk gergaji sebagai bahan baku utama

pembuatan bag log atau media tanam jamur. Luas hutan di Kecamatan Leuwiliang

berdasarkan komoditas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Produksi Hutan Rakyat Kecamatan Leuwiliang Menurut Komoditas Tahun 2010

No. Jenis Kayu Luas (Ha) Produksi

(m3) (Batang)

1. Sengon 101.98 837.56 -

2. Mahoni 55.84 132.57 -

3. Afrika 533.11 554.72 -

4. Jati 17.49 0.00 -

5. Campuran 546.85 222.56 -

6. Bambu 78.05 - 39.02

Jumlah 1 333.31 1 747.41 39.02

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)

Kecamatan Leuwiliang memproduksi kayu dalam jumlah yang besar

karena luas hutan rakyat di Kecamatan Leuwiliang merupakan hutan terbesar di

Kabupaten Bogor. Kayu Sengon merupakan kayu yang paling banyak diproduksi

di Kecamatan Leuwiliang. Kayu Sengon adalah salah satu jenis kayu yang

memiliki batang berwarna putih yang serbuk gergajinya digunakan sebagai bahan

baku pembuatan bag log. Besarnya produksi kayu sengon dan jenis kayu yang

memiliki batang berwarna putih lainnya seperti Kayu Afrika di Kecamatan

Leuwiliang mendorong munculnya industri pengolahan kayu di daerah tersebut.

Banyaknya jumlah kayu yang diolah di Kecamatan Leuwiliang menyebabkan

banyaknya limbah serbuk gergaji yang dihasilkan sehingga bisa dimanfaatkan

(45)

45 5.1.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Kecamatan Leuwiliang

Penduduk Kecamaan Leuwiliang memiliki mata pencarian sebagai petani,

pedagang, pegawai perkebunan, buruh industri dan lain-lain. Sebanyak 36.81

persen masyarakat Kecamatan Leuwiliang bekerja sebagai. Banyaknya jumlah

masyarakat Kecamatan Leuwiliang yang menjadi pedagang merupakan salah satu

implikasi dari berkembangnya pasar yang besar di Kecamatan ini yaitu Pasar

Leuwiliang. Data pekerjaan masyarakat Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Pekerjaan Masyarakat Kecamaan Leuwiliang Pada Tahun 2010

Pekerjaan Jumlah (%)

Petani 3159.00 12.62

Pengusaha 168.00 0.67

Buruh Industri 2690.00 10.75

Buruh Bangunan 2695.00 10.77

Buruh Pertambangan 2589.00 10.34

Perkebunan 2699.00 10.78

Pedagang 9213.00 36.81

Pegawai Negeri Sipil 1044.00 4.17

TNI/Polri 118.00 0.47

Lain-lain 653.00 2.61

Jumlah 25028.00 100.00

Sumber: Laporan Data Monografi Kecamatan Leuwiliang (2010)

Sebanyak 186 orang atau sebanyak 0.67 persen memiliki pekerjaan

sebagai pengusaha. Rendahnya jumlah masyarakat Kecamatan Leuwiliang yang

memiliki pekerjaan sebagai pengusaha karena pada umumnya masyarakat tidak

memiliki modal untuk menjalankan suatu usaha.

Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Leuwiliang relatif tidak

terlalu tinggi. Paling banyak masyarakat hanya berpendidikan terakhir sampai

(46)

46 Kecamatan Leuwiliang yang memiliki pendidikan akhir sampai perguruan tinggi

yaitu sebesar 1.23 persen. Data tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan

Leuwiliang tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Leuwiliang pada Tahun 2010

Tingkat Jumlah (%)

Tidak tamat SD 9775.00 7.71

SD 41198.00 32.50

SLTP 54335.00 42.86

SLTA 19898.00 15.70

Perguruan tinggi 1553.00 1.23

Total 126759.00 100.00

Sumber: Laporan Data Monografi Kecamatan Leuwiliang (2010)

5.2 Kecamatan Leuwisadeng

Kecamatan Leuwisadeng memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

serbuk gergaji. Letak usaha pengolahan limbah serbuk gergaji tersebut adalah di

Desa Sadeng.

5.2.1 Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Leuwisadeng

Kecamatan Leuwisadeng merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

Kabupaten Bogor yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang pada

tahun 2005. Kecamatan Leuwisadeng terdiri dari 8 desa, 25 kampung, 57 Rukun

Warga (RW), 268 Rukun Tetangga (RT). Secara geografis, Kecamatan

Leuwisadeng berada pada ketinggian 500 sampai 1000 meter diatas permukaan

laut (mdpl). Bentuk wilayahnya terdiri dari 70 persen berbukit sampai bergunung.

Jarak Kecamatan Leuwisadeng kurang lebih 42 km dari Ibukota

Kabupaten Bogor dan 55 km dari Ibukota DKI Jakarta. Secara administratif batas

Kecamatan Leuwisadeng adalah: sebelah utara Kecamatan Serpong (Tangerang),

sebelah selatan Kabupaten Sukabumi, sebelah barat Kecamatan Cigudeg dan

(47)

47 Kecamatan Leuwisadeng berada pada ketinggian 200-550 mdpl dengan

temperatur berkisar antara 25-32°C. Luas Kecamatan Leuwisadeng yaitu1 868 ha

yang terdiri dari tanah sawah (sawah irigasi teknis, sawah irigasi, dan sawah

rendengan/tadah hujan), tanah kering (pekarangan, bangunan, emplacement, dan

tegakan/kebun), tanah hutan (hutan homogen, hutan heterogen, dan hutan

belukar), tanah perkebunan (perkebunan negara, perkebunan swasta, dan

perkebunan rakyat) dan tanah untuk fasilitas umum (lapangan olah raga dan

kuburan). Curah hujan rata-rata pertahun di Kecamatan Leuwisadeng sebanyak

432 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan pertahun sebanyak 18 hari hujan.

Menurut Dinas Pertanian dan Kehuan Kabupaten Bogor (2010), luas hutan

di Kecamatan Leuwisadeng adalah 123.90 ha yang terdiri dari hutan homogen,

hutan heterogen, dan hutan belukar. Jenis tanaman kayuan unggulan yang ditanam

yaitu mahoni, sengon, duren. Rincian luas hutan di Kecamatan Leuwisadeng dapat

dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Produksi Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng Menurut Komoditas Tahun 2010

Sumber: Departemen Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)

Produksi kayu sengon atau kayu jenjeng merupakan jenis kayu yang

paling banyak di produksi di Kecamatan Leuwisadeng. Kayu jenis ini banyak

ditanam karena memiliki masa panen yang relatif singkat yaitu ± 5 tahun. Selain

Gambar

Tabel 4. Jumlah Usaha Penggergajian Kayu di Kabupaten Bogor Bagian Barat Tahun 2010
Gambar 1. Bagan Saluran Pemasaran
Tabel 6. Perhitungan  Nilai Tambah Hayami
Tabel 7. Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara sesekali sakit punggung atau leher sakit bukanlah alasan untuk alarm, jika rutin terjadi rasa sakit atau ketidaknyamanan diabaikan, kerusakan fisiologis

Tujuan khusus penelitian ini adalah: Mengetahui disitribusi proporsi penderita Meningitis anak berdasarkan sosiodemografi yang meliputi: umur, jenis kelamin, pekerjaan

Realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi, dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu merupakan salah

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Permasalahan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH EFEKTIVITAS KERJA

Ihsanti (2014) melakukan penelitian pada 26 SKPD pada Kabupaten Lima Puluh Kota yang menunjukan hasil bahwa kompetensi sumber daya manusia berpengaruh

Selain itu, Para Teradu telah melakukan perubahan data Form DB-1 hasil rekapitulasi perolehan suara pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten