• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Fluktuasi Harga Bbm Terhadap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal Motor (Kasus : Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Dampak Fluktuasi Harga Bbm Terhadap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal Motor (Kasus : Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS DAMPAK FLUKTUASI HARGA BBM TERHADAP

USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN KAPAL MOTOR

(Kasus : Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah)

SKRIPSI

OLEH :

ZUSRA HARIATI

110304034

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

2

ANALISIS DAMPAK FLUKTUASI HARGA BBM TERHADAP

USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN KAPAL MOTOR

(Kasus : Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah)

OLEH :

ZUSRA HARIATI 110304034

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memmperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Komisi Pembimbing Disetujui Oleh :

Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing

M Mozart B Darus, MSc Ir. Thomson Sebayang, MT NIP : 196210051987031005 NIP:195711151986011001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

i

ABSTRAK

ZUSRA HARIATI (110304034), dengan judul skripsi “Analisis Dampak

Fluktuasi Harga BBM Terhadap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal

Motor (Studi Kasus : Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah)”.

(4)

ii

penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga solar pada tanggal 19 Februari 2015. Masalah yang dihadapi nelayan akibat fluktuasi harga BBM adalah modal yang dikeluarkan nelayan untuk penangkapan per trip semakin tinggi, pendapatan bersih yang didapatkan nelayan per trip semakin rendah, adanya tindakan penimbunan minyak pada saat harga solar turun, dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Upaya yang dilakukan nelayan untuk mengatasi masalah akibat fluktuasi harga BBM adalah nelayan pemilik meminjam bantuan modal, nelayan menjual ikan pada tempat pelelangan ikan dengan harga beli yang lebih tinggi atau langsung ke pasar ikan, nelayan bekerja sama dengan aparat kepolisian dalam menindak para penimbun minyak, dan nelayan meminta perlindungan harga BBM khususnya solar kepada lembaga pemerintahan.

(5)

iii

RIWAYAT HIDUP

ZUSRA HARIATI, lahir di Desa Sihepeng, Kecamatan Siabu, Kabupaten

Mandailing Natal pada tanggal 29 September 1993. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda Zul Pahmi Lubis dan Ibunda Kartini Sinaga.

Penulis telah menempuh jenjang pendidikan normal sebagai berikut :

1. Jenjang pendidikan tingkat dasar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Legok, Tangerang, masuk pada tahun 1999 dan tamat pada tahun 2005. 2. Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Negeri 2 Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, masuk pada tahun 2005 dan tamat pada tahun 2008.

3. Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Plus Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, masuk pada tahun 2008 dan tamat pada tahun 2011.

4. Jenjang pendidikan sarjana (S1) di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, masuk pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Tertulis dan tamat pada tahun 2015.

5. Mengikuti Praktek Lapangan Kerja (PKL) di Kelurahan Beras Basah, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 2014.

(6)

iv

(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, hidayah, dan limpahan karunia-Nya, serta segala kesehatan, kekuatan, dan kesempatan yang telah dianugerahkan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Fluktuasi Harga BBM Terhadap Usaha Penangkapan Ikan dengan Kapal Motor (Studi Kasus Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah)”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(8)

vi

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua dan sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Seluruh dosen di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan wawasan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

3. Ayahanda tercinta Zul Pahmi Lubis dan Ibunda tercinta Kartini Sinaga yang telah banyak memberikan doa, perhatian, cinta, dan kasih sayang, serta dukungan yang tak terkira baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan jenjang sarjana. Terima kasih atas kesabaran kalian Ayah, Ibu.

4. Adik-adik tercinta Saipul Wardi Lubis, Rahmad Ripaldi Lubis, dan Ariel Ferdiansyah Lubis, yang menjadi alasan penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan jenjang studi sarjana.

5. Seluruh keluarga besar, khususnya kakek tercinta Agus Salim Sinaga, yang telah memberikan doa, dukungan baik moril maupun materil kepada penulis selama menempuh pendidikan jenjang Sarjana.

(9)

vii

7. Kepada Bapak Sukanto Tanoto dan seluruh pihak dari Tanoto Foundation yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis, baik beasiswa maupun program pembekalan diri selama penulis menempuh jenjang studi Sarjana.

8. Seluruh staf akademik dan pegawai di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu seluruh proses administrasi.

9. Dinas Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kabupaten Tapanuli Tengah, Camat dan staf Kantor Kecamatan Sarudik, dan seluruh nelayan sampel yang telah bersedia memberikan informasi bagi bagi kelancaran penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis mendoakan semoga Allah SWT menerima seluruh amal dan ibadah mereka dengan membalas budi baik mereka dengan pahala dan berkah yang berlipat ganda, semoga segala usaha dan niat baik yang kita lakukan mendapat ridho dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan, maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari semua pihak agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amiin ya rabbal alamiin.

Medan, Mei 2014

(10)

viii

1.2.IdentifikasiMasalah ... 5

1.3.TujuanPenelitian ... 5

1.4.ManfaatPenelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1. Usaha PenangkapanIkan ... 7

2.2. Landasan Teori... 11

2.2.1. BiayaProduksi ... 11

2.3. PenelitianTerdahulu ... 12

2.4. KerangkaPemikiran... 13

2.5. HipotesisPenelitian ... 16

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Lokasi ... 17

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 18

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 19

3.4. Metode Analisis Data ... 19

3.5. Defenisi Batasan Operasional ... 21

(11)

ix

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK NELAYAN SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 24

4.1.1. LuasdanTopografi Daerah ... 24

4.1.2. KeadaanPenduduk ... 24

4.1.3. SaranadanPrasarana Daerah ... 26

4.2. KarakteristikNelayanSampel ... 28

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. DampakKenaikanHarga BBM (Solar) 18 November 2014 ... 30

5.1.1. Perbedaan Lama Hari Melaut Per Trip antara Saat Harga SolarRp 5.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.500/liter ... 30

5.1.2. Perbedaan Jarak Daerah Penangkapan Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 5.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.500/liter ... 32

5.1.3. Perbedaan Jumlah Penggunaan Solar Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 5.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.500/liter ... 33

5.1.4. Perbedaan Jumlah Biaya Operasional Per Trip antara Saat HargaSolar Rp 5.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.500/liter ... 34

5.2. Dampak Penurunan Harga BBM (Solar) 1 Januari 2015 ... 36

5.2.1. Perbedaan Lama Hari Melaut Per Trip antara Saat Harga Solar Rp7.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.250/liter ... 37

5.2.2. Perbedaan Jarak Daerah Penangkapan Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.250/liter ... 39

(12)

x

5.2.4. Perbedaan Jumlah Biaya Operasional Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.250/liter ... 42 5.3. Dampak Penurunan Harga BBM (Solar) 19 Februari 2015... 43

5.3.1. Perbedaan Lama Hari Melaut Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.250/liter dengan Harga Solar Rp 6.400/liter ... 44 5.3.2. Perbedaan Jarak Daerah Penangkapan Per Trip antara

Saat Harga Solar Rp 7.250/liter dengan Harga Solar Rp 6.400/liter ... 45 5.3.3. Perbedaan Jumlah Penggunaan Solar Per Trip antara

Saat Harga Solar Rp 7.250/liter dengan Harga Solar Rp 6.400/liter ... 47 5.3.4. Perbedaan Jumlah Biaya Operasional Per Trip antara

Saat Harga Solar Rp 7.250/liter dengan Harga Solar Rp 6.400/liter ... 48 5.4. Masalah yang Dihadapi Nelayan Akibat Fluktuasi Harga

BBM (Solar) ... 49 5.5. Upaya yang Dilakukan Nelayan Akibat Fluktuasi Harga

BBM (Solar) ... 51 BAB VI.KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan ... 52 6.2.Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA

(13)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel

Judul

Halaman

1. Perkembangan Harga Eceran Bahan Bakar Minyak Bersubsidi 2008-2014 (Rupiah/Liter) ... 2 2. JumlahProduksiIkanLaut Menurut Asal Kabupaten/Kota di

Sumatera Utara Tahun 2012 ... 3 3. Daerah OperasiPenangkapan Menurut Kondisi Armada

Penangkapan ... 9 4. JumlahNelayanMenurut Kecamatan Di Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2013 ... 17 5. Jumlah Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal Motor 5-30 GT di

KecamatanSarudikKabupatenTapanuli Tengah Tahun 2014 ... 19 6. JumlahPendudukMenurutJenisKelamindanDesa/Kelurahan di KecamatanSarudikTahun 2013 ... 25

7. DistribusiPendudukmenurutKelompokUmur di

KecamatanSarudikTahun 2013 ... 25 8. SaranadanPrasarana di KecamatanSarudikTahun 2013 ... 27 9. KarakterikstikNelayanSampel ... 28 10. Lama HariMelaut Per Trip Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga

BBM PadaTanggal 18 November 2014 ... 30

11. Jarak Daerah PenangkapanIkan Per Trip

SebelumdanSesudahKenaikanHarga BBM PadaTanggal 18 November 2014 ... 32 12. JumlahPenggunaan Solar Per Trip Sebelumdan Sesudah Kenaikan

Harga BBM PadaTanggal 18 November 2014 ... 33 13. Jumlah Biaya Operasional Per Trip Sebelum dan Sesudah

Kenaikan HargaBBM PadaTanggal 18 November 2014 ... 35 14. Lama HariMelaut Per Trip SebelumdanSesudahPenurunanHarga

(14)

xii

(15)

xii

16. JumlahPenggunaan Solar Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM PadaTanggal 1 Januari 2015 ... 40

17. JumlahBiayaOperasional Per Trip

SebelumdanSesudahPenurunanHarga BBM PadaTanggal 1 Januari 2015... 42 18. Lama HariMelaut Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan

HargaBBM PadaTanggal 19 Februari 2015 ... 44 19. Jarak Daerah PenangkapanIkan Per Trip Sebelum dan Sesudah

PenurunanHarga BBM Pada Tanggal 19 Februari 2015 ... 45

20. JumlahPenggunaan Solar Per Trip

SebelumdanSesudahPenurunanHarga BBM PadaTanggal 19 Februari 2015 ... 47

21. Jumlah BiayaOperasional Per Trip

(16)
(17)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

(18)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. KarakteristikKapal Motor danNelayanSampel

2. Lama HariMelaut Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar

3. Jarak Daerah PenangkapanIkan Per Trip

dariPantaipadaBerbagaiTingkatanHarga Solar

4. JumlahPenggunaan Solar Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar 5. JumlahPenggunaanEs Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar 6. JumlahPenggunaanGaram Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar 7. Jumlah ABK / TenagaKerja Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar 8. JumlahBiayaPerbekalanKonsumsi Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga

Solar

9. JumlahBiaya Solar Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar 10. JumlahBiayaEs Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar 11. JumlahBiayaGaram Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar 12. JumlahBiayaOperasional Per Trip padaBerbagaiTingkatanHarga Solar 13. HasilUji Beda Rata-rata Lama HariMelaut Per Trip antaraSaatHarga Solar

Rp 5.500/liter denganHarga Solar Rp 7.500/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 18 November 2014)

14. HasilUji Beda Rata-rata Lama HariMelaut Per Trip antaraSaatHarga Solar Rp 7.500/liter denganHarga Solar Rp 7.250/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 1 Januari 2015)

15. HasilUji Beda Rata-rata Lama HariMelaut Per Trip antaraSaatHarga Solar Rp 7.250/liter denganHarga Solar Rp 6.400/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 19 Februari 2015)

16. HasilUji Beda Rata-rata Jarak Daerah PenangkapanIkan Per Trip dariPantaiantaraSaatHarga Solar Rp 5.500/liter denganHarga Solar Rp 7.500/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 18 November 2014)

(19)

xv

18. HasilUji Beda Rata-rata Jarak Daerah PenangkapanIkan Per Trip dari Pantai antaraSaatHarga Solar Rp 7.250/liter denganHarga Solar Rp 6.400/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 19 Februari 2015)

19. HasilUji Beda Rata-rata JumlahPenggunaan Solar Per Trip antaraSaatHarga Solar Rp 5.500/liter denganHarga Solar Rp 7.500/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 18 November 2014)

20. HasilUji Beda Rata-rata JumlahPenggunaan Solar Per Trip antaraSaatHarga Solar Rp 7.500/liter denganHarga Solar Rp 7.250/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 1 Januari 2015)

21. HasilUji Beda Rata-rata JumlahPenggunaan Solar Per Trip antaraSaatHarga Solar Rp 7.250/liter denganHarga Solar Rp 6.400/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 19 Februari 2015)

22. HasilUji Beda Rata-rata JumlahBiayaOperasional Per Trip antaraSaatHarga Solar Rp 5.500/liter denganHarga Solar Rp 7.500/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 18 November 2014)

23. HasilUji Beda Rata-rata JumlahBiayaOperasional Per Trip antaraSaatHarga Solar Rp 7.500/liter denganHarga Solar Rp 7.250/liter (PerubahanSebelumdanSesudah 1 Januari 2015)

(20)

i

ABSTRAK

ZUSRA HARIATI (110304034), dengan judul skripsi “Analisis Dampak

Fluktuasi Harga BBM Terhadap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal

Motor (Studi Kasus : Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah)”.

(21)

ii

penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga solar pada tanggal 19 Februari 2015. Masalah yang dihadapi nelayan akibat fluktuasi harga BBM adalah modal yang dikeluarkan nelayan untuk penangkapan per trip semakin tinggi, pendapatan bersih yang didapatkan nelayan per trip semakin rendah, adanya tindakan penimbunan minyak pada saat harga solar turun, dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Upaya yang dilakukan nelayan untuk mengatasi masalah akibat fluktuasi harga BBM adalah nelayan pemilik meminjam bantuan modal, nelayan menjual ikan pada tempat pelelangan ikan dengan harga beli yang lebih tinggi atau langsung ke pasar ikan, nelayan bekerja sama dengan aparat kepolisian dalam menindak para penimbun minyak, dan nelayan meminta perlindungan harga BBM khususnya solar kepada lembaga pemerintahan.

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor riil yang diharapkan bisa dikembangkan sehinggga berkontribusi dalam membangun perekonomian nasional. Hal ini membuktikan bahwa sedikitnya ada 11 sektor ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan yakni perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, kehutanan, perhubungan laut, sumber daya pulau-pulau kecil, industri dan jasa maritim serta sumber daya alam nonkonvesional (Dahuri,2009).

Meskipun pada kenyataannya dua per tiga wilayah Indonesia berupa lautan dan telah ditetapkan misi tersebut diatas, tetapi masih banyak dijumpai nelayan yang taraf hidupnya masih rendah bahkan kehidupan 70%nelayan tergolong miskin (Kusnadi, 2004).

Dalam pembangunan perikanan nasional ada lima tujuan yang harus dicapai (Mulyadi, 2005), yaitu :

1. Pemenuhan kebutuhan konsumsi produk perikanan untuk dalam negeri. 2. Peningkatan perolehan devisa.

3. Peningkatan produksi perikanan sesuai dengan potensi lestari dan daya dukung lingkungan.

(23)

2

5. Peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab masih rendahnya tingkat pendapatan nelayan, antara lain alat tangkap yang tidak produktif, modal untuk pengembangan usaha, keterbatasan sumberdaya, dan lain lain. Semua faktor ini dapat mempengaruhi produktivitas. Secara tidak langsung dengan produktivitas yang rendah, maka keuntungan yang didapatkan nelayan pun berkurang (Waridin, 2007).

Hal ini berkaitan erat dengan tingkat pendapatan dan pengeluaran nelayan. Seperti diketahui bahwa persentase pengeluaran terbesar oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan yang menggunakan perahu motor tempel atau kapal motor adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Persentase tersebut mencapai 40-50% dari total biaya operasional melautnya (Satria, 2009).

Tabel 1. Perkembangan Harga Eceran Bahan Bakar Minyak Bersubsidi 2008-2014 (Rupiah/Liter)

Sumber : Kementerian ESDM, 2015

(24)

3

harga baru solar menjadi Rp 7.500. Kemudian pemerintah kembali menurunkan harga Solar pada tanggal 1 Januari sebesar Rp 250. Pada tanggal 19 Februari 2015 pemerintah kembali melakukan penuruhan harga Solar sebesar Rp 850 atau sebesar 12% dari harga solar sebelumnya.

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu bagian yang memegang peranan penting dalam sebagian besar aktivitas ekonomi, salah satunya sektor perikanan. Fluktuasi harga BBM jenis solaryang terjadi dalam tempo waktu yang cukup cepat diduga akan berdampak pada kegiatan penangkapan ikan, termasuk kegiatan penangkapan ikan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah yang melaut menggunakan kapal motor.

Tabel 2. Jumlah Produksi Ikan Laut Menurut Asal Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara Tahun 2012

Kabupaten/Kota Produksi Ikan Laut/Ton

Kabupaten

Nias 68.2005,89

Mandailing Natal 11.853

Tapanuli Selatan 72,65

Tapanuli Tengah 60.566,00

Tapanuli Utara -

Toba Samosir -

Labuhan Batu 7.863,10

Asahan 11.809,00

Simalungun -

Dairi -

Karo -

Deli Serdang 11.352,8

Langkat 33.084,00

Nias Selatan 7.23,13

Humbang Hasundutan -

Pakpak Bharat -

Samosir -

Sedang Bedagai 22.451,20

Batu Bara 29.973,80

Padang Lawas Utara -

(25)

4

Lanjutan Tabel 2. Jumlah Produksi Ikan Laut Menurut Asal Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara Tahun 2012

Kabupaten/Kota Produksi Ikan Laut/Ton

Labuhan Batu Selatan -

Labuhan Batu Utara 127,56

Nias Utara 10.452,02

Nias Barat -

Kota

Sibolga 55.729,09

Tanjung Balai 37.298,01

Pematang Siantar -

Tebing Tinggi -

Medan 77.87,70

Binjai -

Pdang Sidimpuan -

Gunung Sitoli 2.339,99

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2014

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa dari seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan daerah dengan jumlah produksi ikan laut tangkapan terbesar keempat di Sumatera Utara, yaitu sebanyak 60.556 ton pada tahun 2012.

(26)

5

1.2. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perbedaan lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga solar 18 November 2014? 2. Bagaimana perbedaan lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan

per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga solar 1 Januari 2015?

3. Bagaimana perbedaan lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga solar 19 Februari 2015? 4. Apa saja masalah yang dihadapi nelayan akibat fluktuasi harga BBM? 5. Apa saja upaya yang dilakukan nelayan dalam mengatasi masalah akibat

fluktuasi harga BBM?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk menganalisis perbedaan lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga solar 18 November 2014.

(27)

6

3. Untuk menganalisis perbedaanlama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga solar 19 Februari 2015.

4. Untuk menganalisis masalah yang dihadapi nelayan akibat fluktuasi harga BBM.

5. Untuk menganalisis upaya yang dilakukan nelayan dalam mengatasi masalah akibat fluktuasi harga BBM.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi nelayan mengenai dampak fluktuasi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap usaha penangkapan ikan di daerah penelitian.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam mengambil kebijaksanaan mengenai usaha penangkapan ikan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan ikan tangkap.

(28)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan

Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa perikanan merupakan kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Sedangkan penangkapan itu sendiri didefenisikan sebagai kegiatan penangkapan atau pengumpulan ikan/binatang air/tanaman air yang hidup dilaut/perariran umum secara bebas dan bukan milik perseorangan. Pada umumnya penangkapan ditujukan pada ikan/binatang air/tanaman air yang hidup, termasuk didalamnya kerrang dan rumput laut.

Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis) (Undang-undang, 2004).

(29)

8

disebutkan bahwa pengertian nelayan adalah orang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sehingga nelayan ini adalah mereka yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut apakan dia sebagai pemilik langsung alat-alat produksi maupun sebaliknya.

Nelayan dapat dibagi menjadi beberapa kategori menurut kepemilikan kapalnya (Mubyarto, 1984), yaitu :

1. Nelayan pemilik, nelayan yang memiliki kapal perahu atau kapal penangkap ikan dan dia sendiri ikut serta atau tidak ikut ke laut untuk memperoleh hasil laut.

2. Nelayan juragan, nelayan yang membawa kapal orang lain tetapi ia tidak memiliki kapal.

3. Nelayan buruh, nelayan yang hanya memiliki factor produksi tenaga kerja tanpa memiliki perahu penangkap ikan.

Penangkapan ikan yang dilakukan nelayan secara kuantitas tergantung pada perahu, peralatan yang digunakan, maupun factor lain seperti musim air pasang. Dengan perahu dan peralatan tangkap yang sesuai dan layak dioperasikan maka hasil tangkapan menjadi lebih baik dan dapat memberikan jaminan hidup bagi rumah tangganya (Rangkuti, 1995)

(30)

9

Berdasarkan besarnya mesin yang digunakan, diukur dengan GT (Gross ton), kapal motor dibagi menjadi tiga (Tarigan, 2002), yaitu :

• Kapal kecil, yaitu < 5 GT – 10 GT

• Kapal sedang, yaitu 10 GT – 30 GT

• Kapal besar, yaitu > 30 GT

Tonnage adalah suatu besaran volume yang menunjukkan besarnya kapal dan kapasitas muatnya, satuannya adalah satuan volume dimana 1 RT (satuan register) menunjukkan suatu ruangan sebesar 100 Cub feet atau sama dengan 2,831405 m3 (Setianto, 2007).

Daerah operasi penangkapan (fishing ground) di laut berkembang dari perairan dekat pantai hingga laut lepas. Terdapat zona penangkapan sesuai dengan kondisi armada penangkapan. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1999, yakni jalur I hingga jalur III (Effendi dan Oktariza,2006).

Tabel 3. Daerah Operasi Penangkapan Menurut Kondisi Armada Penangkapan

Jalur Penangkapan Jarak Dari Pantai Peruntukan

Jalur I 0 - 3 mil Kapal nelayan tradisional

dan kapal tanpa motor 3 - 6 mil Kapal motor tempel < 12

meter atau < 5 GT

Jalur II 6 – 12 mil Kapal motor < 60 GT

Jalur III 12 – 200 mil Kapal Motor < 200 GT

(31)

10

penangkapannya akan semakin jauh dari pantai. Kapal motor tempel (<5GT) daerah tangkapannya adalah di jalur I dengan jarak 3-6 mil dari garis pantai. Sedangkan untuk kapal yang berukuran lebih besar daerah tangkapannya termasuk dalam jalur II dan III hingga mencapai jarak 200 mil dari garis pantai.

Daerah penangkapan nelayan (fishing ground) tergantung pada besar kecilnya kapal, alat tangkap dan jenis ikan laut yang akan ditangkap. Nelayan yang menggunakan kapal tanpa motor (perahu) umumnya melakukan penangkapan ikan laut di pinggir pantai /sekitar pantai. Sedangkan nelayan yang menggunakan kapal motor tempel < 5 GT melakukan penangkapan setelah kapal berlayar ke arah tengah laut sekitar 100 meter dari pantai dan daerah penangkapan rata-rata sejauh 5.760 meter. Nelayan yang menggunakan kapal motor > 5 GT melakukan penangkapan setelah kapal bergerak ke tengah laut sejauh 500 meter dari pantai dan daerah penangkapan rata-rata sejauh 28.800 meter (Simanjuntak, 2002).

(32)

11

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan sampai ikan tersebut siap untuk dijual. Biaya produksi dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan yang penggunaanya tidak habis dalam suatu masa produksi, antara lain biaya peralatan, biaya penyusutan peralatan (seperti kapal, mesin, fiber, alat tangkap, jangkar, dan lain lain), serta biaya pemeliharaan. Sementara biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu kali masa produksi antara lain biaya operasional (seperti es, BBM, konsumsi) serta upah tenaga kerja (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2008).

Total jumlah dari biaya tetap (FC = Fixed Cost) dan biaya variabel (VC = Variable Cost) ini berupa biaya total (TC = Total Cost) yang merupakan

keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan biaya produksi.

TC = FC + VC

(Nuraini, 2001).

Ongkos produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu ongkos berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan ongkos yang tidak merupakan pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini pengeluaran nyata terdiri dari pengeluaran kontan dan tidak kontan. Pengeluaran kontan diantaranya adalah :

1. Bahan bakar dan oli

(33)

12

3. Pengeluaran untuk makanan/konsumsi awak 4. Pengeluaran untuk reparasi

5. Pengeluaran retribusi dan pajak.

Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah awak nelayan, pekerjaan yang umunya bersifat bagi hasil dan dibayar setelah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari boat/sampan, mesin-mesin, dan alat penangkap (Mulyadi, 2005).

Persentase pengeluaran terbesar oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan yang menggunakan perahu motor tempel atau kapal motor adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Persentase tersebut mencapai 40-50% dari total biaya operasional melautnya (Satria, 2009).

2.3. Penelitian Terdahulu

(34)

13

Dalam penelitian Pasaribu (2008) tentang dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (Solar) terhadap usaha penangkapan ikan dengan pukat cincin di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, menyatakan bahwa terdapat perbedaan lama nelayan melaut per trip yang dilakukan snelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak jenis solar. Lama nelayan melaut per trip pada saat harga solar Rp 2.100/liter adalah 5,9 ≈ 6 hari, dan sesudah terjadi kenaikan harga solar pada tanggal 1 Oktober 2005 menjadi Rp 4.300/liter, nelayan semakin memperlama lama melautnya menjadi 7,3 ≈ 7 hari.

2.4. Kerangka Pemikiran

Dalam melakukan kegiatan penangkapan sarana utama yang paling dibutuhkan oleh nelayan adalah perahu/kapal. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah nelayan yang menggunakan kapal motor. Untuk mengoperasikan kapalnya nelayan membutuhkan bahan bakar sebagai bahan penggerak mesin. Oleh karena itu bahan bakar merupakan faktor penting bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan.

Dalam memperoleh bahan bakar ada biaya yang harus dikorbankan nelayan, yaitu sejumlah harga dikali kuantitas bahan bakar yang dibutuhkan. Sesuai dengan hukum permintaan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka permintaan atas barang tersebut akan semakin rendah, dan sebaliknya semakin rendah harga suatu barang, semakin tinggi pula permintaan atas barang tersebut.

(35)

14

Persediaan bahan bakar nelayan yang rendah akan berdampak pada pengurangan frekuensi dan jangkauan daerah operasi penangkapan ikan nelayan, karena nelayan harus menyesuaikan kegiatan penangkapan dengan persediaan bahan bakar.

Pengurangan lama dan jangkauan daerah penangkapan kemudian akan mempengaruhi jumlah ikan yang mampu di tangkap. Selama proses penangkapan ikan nelayan mengeluarkan biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variabel Cost). Adapun biaya tidak tetap (Variable

Cost) antara lain : biaya bahan bakar, biaya es, biaya garam, dan biaya perbekalan.

(36)

15

Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada kerangka pemikiran berikut ini :

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: pengaruh : hubungan

Volume bahan bakar, volume es, volume garam, jumlah awak kapal (TK).

Usaha penangkapan ikan

Biaya operasional

Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Sebelum Sesudah

-Lama hari melaut -Jarak daerah

penangkapan (fishing ground)

Biaya operasional

Usaha penangkapan ikan

Masalah

(37)

16

2.5. Hipotesis Penelitian

6. Terdapat perbedaan yang nyata lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga solar 18 November 2014.

7. Terdapat perbedaan yang nyata lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga solar 1 Januari 2015.

(38)

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Lokasi

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu Kecamatan Sarudik. Kecamatan Sarudik dipilih karena merupakan daerah dengan jumlah nelayan terbesar di Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Jumlah Nelayan Menurut Kecamatan Di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

Kecamatan Jumlah Nelayan

Pinangsori 0

Tapian Nauli 1.939

Sitahuis 0

Kolang 587

Sorkam 1.671

Sorkam Barat 2.455

Pasaribu Tobing 0

Barus 2.824

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah, 2014

(39)

18

3.2. Metode Penentuan Sampel

Sampel nelayan dalam penelitian ini adalah nelayan yang melaut menggunakan kapal motor sedang (5 - 30 GT). Penentuan sampel nelayan menggunakan metode Proporsional Random Sampling. Sampel diambil secara acak atas jumlah populasi yang ada disetiap daerah penelitian, yakni Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah nelayan yang akan dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu nelayan yang menggunakan kapal motor 5-10 GT sebanyak 30 unit usaha, kapal motor 10-20 GT sebanyak 46 unit usaha, dan kapal motor 20-30 GT sebanyak 66 unit usaha.

Roscoe dan Sugiyono (2010) memberikan saran tentang penelitian, salah satunya adalah ukuran sampel yang layak dalam penelitian minimal 30 sampel. Maka untuk besar sampel nelayan kapal motor sedang, peneliti memilih besar sampel sebanyak 30 sampel. Pemilihan sampel ini juga didasari oleh pernyataan Walpole RE (1995) yang menyatakan bahwa besar sampel minimal 30 sampel telah menyebar normal dan juga secara empiris sudah memiliki distribusi peluang rata-rata yang akan mengikuti distribusi normal.

Tabel 5. Jumlah Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal Motor 5-30 GT di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2014

No Ukuran Kapal Populasi Sampel

1 5-10 GT 30 6

2 10-20 GT 46 10

3 20-30 GT 66 14

Jumlah 142 30

(40)

19

3.3. Metode Pengumpulan Data

Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada responden di daerah penelitian dengan metode survey maupun bantuan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instandi terkait, yaitu Kantor Kecamatan Sarudik, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan Tapanuli Tengah, serta literatur dan buku-buku pendukung lainnya. Wawancara dilakukan setiap hari selama 20 hari masa penelitian yaitu taggal 30 Maret sampai dengan 18 April 2015.

3.4. Metode Analisis Data

Hipotesis 1, 2, dan 3 dianalisis dengan menggunakan metode uji beda dengan model Dependent Sample T-test (Paired Sample T-test) yang menggunakan rumus t-hitung sebagai berikut :

H0 : µ1 = µ2 H1 : µ1≠µ2

X = rata-rata lama hari melaut, jarak daerah penangkapan, biaya solar, dan biaya

(41)

20

− −2

X = rata-rata lama hari melaut, jarak daerah penangkapan, biaya solar, dan

biaya operasional sebelum perubahan harga BBM jenis solar di masing-masing periode perubahan harga.

1

S = varians lama hari melaut, jarak daerah penangkapan, biaya solar, dan biaya operasional sebelum perubahan harga BBM jenis solar di masing-masing periode perubahan harga.

2

S = varians lama hari melaut, jarak daerah penangkapan, biaya solar, dan biaya operasional sebelum perubahan harga BBM jenis solar di masing-masing periode perubahan harga.

1

n = jumlah sampel sebelum perubahan harga.

2

n = jumlah sampel setelah perubahan harga.

Kriteria uji :

Hipotesis yang diajukan adalah :

(42)

21

penurunan harga solar 1 Januari 2015, dan penurunan kembali harga solar 19 Februari 2015.

H1 : Terdapat perbedaan yang nyata lama hari melaut, jarak daerah penangkapan ikan, jumlah penggunaan solar, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga solar 18 November 2014, penurunan harga solar 1 Januari 2015, dan penurunan kembali harga solar 19 Februari 2015.

Identifikasi masalah 4 dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan mengamati dan menanyakan masalah-masalah apa saja yang dialami nelayan kapal motor dalam melakukan aktifitas penangkapan ikan selama fluktuasi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar.

Identifikasi masalah 5 dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan menanyakan apa saja upaya yang dilakukan nelayan dalam mengatasi masalah-masalah selama fluktuasi harga BBM jenis solar.

3.5. Defenisi Batasan Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini dibuat dengan tujuan agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalahpahaman atas penafsiran dan pengertian dari beberapa istilah dalam penelitian ini.

(43)

22

2. Nelayan merupakan suatu kelompok masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di laut. Penelitian ini hanya bagi nelayan ikan tangkap di Kecamatan Sarudik saja.

3. Kapal motor adalah kapal penangkap ikan yang mempunyai mesin di dalam kapal (bukan ditempel).

4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan-bahan yang dipakai untuk proses pembakaran agar suatu mesin mampu beroperasi. Bahan Bakar yang digunakan nelayan kapal motor adalah jenis solar.

5. Frekuensi melaut adalah jumlah trip penangkapan yang dapat dilakukan nelayan dengan kapal motor selama sebulan.

6. Jarak daerah penangkapan ikan (fishing ground) adalah jarak yang ditempuh nelayan saat melakukan usaha penangkpan ikan diukur dari garis pantai lokasi penelitian.

7. Biaya operasional yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain biaya bahan bakar, volume es, volume garam, dan biaya perbekalan konsumsi tenaga kerja.

8. Masalah adalah persoalan baru yang dihadapi nelayan setelah kenaikan harga BBM per tanggal 18 November 2014 dan penurunan harga per tanggal 19 Februari 2015, yang menjadi penghambat dalam melakukan operasi penangkapan ikan.

(44)

23

3.6. Batasan operasional

1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Dampak perubahan harga BBM yang dianalisis adalah kenaikan harga per tanggal kenaikan harga 18 Novermber 2014 dan penurunan harga per 19 Februari 2015.

3. Sampel Penelitian adalah nelayan ikan tangkap yang menggunakan kapal motor ukuran 5 - 30 GT dan bersedia mengisi kuesioner yang diberikan. 4. Penelitian ini hanya untuk menganalisis dampak fluktuasi harga BBM

jenis solar terhadap lama hari melaut, jarak daerah penangkapan (fishing ground), jumlah penggunaan solar, dan jumlah biaya operasional per trip,

tidak termasuk analisis pendapatan maupun bagi hasil.

(45)

24

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

NELAYAN SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Luas dan Topografi Daerah

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sarudik, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Kecamatan Sarudik mempunyai luas wilayah 25,92 km2 dengan jumlah penduduk 23.022 jiwa. Kecamatan Sarudik berjarak 6 Km dari ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah dengan jarak tempuh 15 menit serta berjarak 269 Km dari ibukota Propinsi Sumatera Utara dengan waktu tempuh 10 jam. Topografi daerah penelitian adalah dataran dengan ketinggian 0 - 30 meter di atas permukaan laut dengan temperatur rata-rata 29 derajat Celcius.

Secara administratif, Kecamatan Sarudik berbatasan dengan :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Sibolga

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pandan

 Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pandan

4.1.2. Keadaan Penduduk

(46)

25

Sarudik. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan Desa/Kelurahan di Kecamatan Sarudik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Desa/Kelurahan di Kecamatan Sarudik Tahun 2013

No Nama

Desa/Kelurahan

Laki-Laki Perempuan Jumlah

Penduduk

Sumber : Sarudik Dalam Angka Tahun 2013, 2015

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kelurahan Sarudik sebanyak 7.903 jiwa dan paling sedikit terdapat di Desa Sipan yaitu 657 jiwa. Dari total jumlah penduduk di Kecamatan Sarudik sebanyak 23.022 jiwa, penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 11.789 jiwa dan jenis kelamin perempuan 11.233 jiwa.

Tabel 7. Distribusi Penduduk menurut Kelompok Umur di Kecamatan Sarudik Tahun 2013

(47)

26

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Sarudik berada pada usia produktif (15 - 59 tahun) yaitu sebanyak 12.956 jiwa atau 56,28%. Hal ini menggambarkan bahwa ketersediaan tenaga kerja pada daerah ini cukup banyak. Selebihnya berada pada usia muda (0 - 14 tahun) sebanyak 8734 jiwa atau 37,94% dan kelompok lanjut usia (> 60 tahun) sebanyak 1332 jiwa atau 5,78%.

Pada umumnya masyarakat Kecamatan Sarudik saling mengenal satu sama lainnya. Kekeluargaan terlihat jelas dalam lingkungan kehidupan masyarakat. Bahasa sehari-hari yang digunakan sebagai alat komunikasi adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Batak, dan Bahasa Pesisir.

4.1.3. Sarana dan Prasarana Daerah

(48)

27

Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Sarudik Tahun 2013

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1. Pendidikan

• TK

• SD

• SMP

• SMA

• Perguruan Tinggi (PT)

4

4. Kantor Kepala Desa/Kelurahan 2

5. Perekonomian

• Badan Kredit

• Toko/Kios

• Bank

• Stasiun Kapal Laut (Pelabuhan)

1 Sumber : Monografi Kecamatan Sarudik, 2015

Dari Tabel 8 dapat dilihat di Kecamatan Sarudik terhadap satu stasiun kapal laut yang dinamakan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN). Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) terletak di Desa Pondok Batu yang merupakan desa di Kecamatan Sarudik yang berbatasan langsung dengan laut.

(49)

28

yang ada secara optimal, seimbang, dan berkelanjutan, sekaligus mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, khususnya nelayan. Hal inilah yang menjadi latar belakang didirikannya Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Kecamatan Sarudik oleh Pemerintah Pusat dibawah kebijakan Kementerian Perikanan.

4.2. Karakteristik Nelayan Sampel

Karakteristik nelayan sampel dalam penelitian ini dapat digambarkan oleh ukuran kapal, umur, pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman berusaha dalam bidang perikanan. Karakteristik nelayan ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakterikstik Nelayan Sampel

No. Uraian Satuan Keterangan

Tertinggi Terendah Rataan

1. Umur Tahun 51 37 42,37

2. Pendidikan Tahun 12 6 10,3

3. Jumlah Tanggungan Orang 8 2 4,33

4. Pengalaman Tahun 29 8 17,7

Sumber : Data Primer (Lampiran 1)

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata umur sampel nelayan di daerah penelitian adalah 42,37 ≈ 42 tahun. Hal inimenunjukkan secara umum nelayan sampel di daerah penelitian masih tergolong usia produktif, sehingga dapat dikatakan bahwa daerah penelitian memiliki tenaga kerja yang potensial untuk mengelola usaha penangkpan ikan maupun usaha lainnya dalam bidang perikanan.

(50)

29

bahwa tingkat pendidikan nelayan sampel masih tergolong rendah, karena sebagian besar nelayan sampel di daerah penelitian hanya menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Jumlah tanggungan rata-rata nelayan sampel di daerah penelitian yaitu sebanyak 4,33 ≈ 4 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa nelayan sampel memiliki jumlah tanggungan yang sedang. Jumlah tanggungan akan berpengaruh terhadap jumlah pengeluran keluarga dari hasil pendapatan keluarga yang diperoleh. Selain itu jumlah keluarga dalam rumah tangga juga berpengaruh dalam ketersediaan tenaga kerja terutama pada saat usia produktif yaitu 15 - 60 tahun.

(51)

30

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Dampak Kenaikan Harga BBM (Solar) 18 November 2014

Pada tanggal 18 November 2014, Pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar harga mengalami kenaikan sebesar Rp 2.000/liter dari harga solar semula Rp 5.500/liter menjadi Rp 7.500/liter.

Untuk mengetahui perbedaan lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan (fishing ground) per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM jenis solar pada periode 18 November 2014 digunakan analisis uji beda rata-rata dengan medel Paired Sample T-test.

5.1.1. Perbedaan Lama Hari Melaut Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 5.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.500/liter

Lama hari melaut per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar) pada tanggal 18 November 2014 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 10. Lama Hari Melaut Per Trip Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Pada Tanggal 18 November 2014

Uraian Rata –Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

(52)

31

Berdasarkan Tabel 10 dilihat bahwa rata-rata lama hari melaut yang dilakukan nelayan pada saat harga solar Rp 5.500/liter adalah adalah 18,67 ≈ 19 hari per trip. Dan setelah terjadinya kenaikan harga solar sebesar Rp 2.000/liter menjadi Rp 7.500/liter pada tanggal 18 November 2014, rata-rata lama hari melaut yang dilakukan oleh nelayan tidak jauh berbeda yaitu 18,60 ≈ 19 hari per trip. Kenaikan harga solar sebesar Rp 2.000/liter pada tanggal 18 November 2014 ternyata tidak mengubah lama hari melaut yang dilakukan nelayan. Nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan selama rata-rata 19 hari per trip.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata lama hari melaut yang dilakukan nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 1,000. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (1,000 < 2,045) dan nilai signifikansi (0,326) lebih besar dari nilai α (0,05), maka keputusan hipotesis

(53)

32

5.1.2. Perbedaan Jarak Daerah Penangkapan Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 5.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.500/liter

Jarak daerah penangkapan ikan (fhising ground) yang ditempuh nelayan per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar) pada tanggal 18 November 2014 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 11. Jarak Daerah Penangkapan Ikan Per Trip Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Pada Tanggal 18 November 2014

Uraian Rata -Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 16)

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata jarak daerah penangkapan ikan yang ditempuh oleh nelayan pada saat harga solar Rp 5.500/liter adalah adalah 78,17 ≈ 78 mil per trip dari garis pantai. Dan setelah terjadinya kenaikan harga solar sebesar Rp 2.000/liter menjadi Rp 7.500/liter pada tanggal 18 November 2014, rata-rata jarak daerah penangkapan ikan yang ditempuh oleh nelayan menjadi 72,83 ≈ 73 mil per trip dari garis pantai.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata jarak daerah penangkapan yang ditempuh nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 2,283. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (2,283 > 2,045) dan nilai signikansi (0,030) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka keputusan

(54)

33

ditempuh nelayan pada saat harga solar Rp 5.500/liter adalah 78 mil per trip dari garis pantai dan sesudah kenaikan harga solar menjadi Rp 7.500/liter adalah 73 mil per trip dari garis pantai.

Kenaikan harga solar sebesar Rp 2.000/liter menyebabkan berkurangnya rata-rata jarak daerah penangkapan ikan (fishing ground) sejauh 5 mil. Hal ini terjadi karena sebagian nelayan sampel mengurangi konsumsi solar utuk kapal motor mereka akibat harga solar yang mengalami kenaikan. Semakin sedikit solar yang digunakan, maka pada lama penangkapan ikan yang sama (hasil analisis lampiran 13) nelayan lebih memilih untuk mengurangi jarak daerah penangkapan ikan per trip.

5.1.3. Perbedaan Jumlah Penggunaan Solar Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 5.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.500/liter

Jumlah solar yang digunakan nelayan per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar) pada tanggal 18 November 2014 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 12. Jumlah Penggunaan Solar Per Trip Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Pada Tanggal 18 November 2014

Uraian Rata -Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 19)

(55)

34

menjadi Rp 7.500/liter pada tanggal 18 November 2014, rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan menjadi 5.680 liter per trip.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 2,276. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (2,276 > 2,045) dan nilai signifikansi (0,030) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka keputusan hipotesis

adalah Ho ditolak, dan H1 diterima. Artinya terdapat perbedaan nyata antara rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga solar dari Rp 5.500/liter menjadi Rp 7.500/liter pada tanggal 18 November 2014, dimana rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan pada saat harga solar Rp 5.500/liter adalah 5.747 liter per trip dan sesudah kenaikan harga solar menjadi Rp 7.500/liter adalah 5.680 liter per trip.

Kenaikan harga solar sebesar Rp 2.000/liter menyebabkan berkurangnya rata-rata jumlah penggunaan solar sebanyak 67 liter per trip. Hal ini karena sebagian nelayan sampel memiliki keterbatasan modal untuk membeli sejumlah solar yang sama pada harga yang berbeda (mengalami kenaikan). Sebagian nelayan sampel juga memilih untuk mengurangi jangkauan daeraah penangkapan ikan (fishing ground), sehingga jumlah solar yang digunakan juga berkurang.

5.1.4. Perbedaan Jumlah Biaya Operasional Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 5.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.500/liter

(56)

35

Tabel 13. Jumlah Biaya Operasional Per Trip Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Pada Tanggal 18 November 2014

Uraian Rata -Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga Solar

54.796.666,67 67.466.000 -6,345 2,045 0,000

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 22)

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan pada saat harga solar Rp 5.500/liter adalah adalah 54.796.666,67 ≈ Rp 54.796.667 per trip. Dan setelah terjadinya kenaikan harga solar sebesar Rp 2.000/liter menjadi Rp 7.500/liter pada tanggal 18 November 2014, rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan menjadi Rp 67.466.000 per trip.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 6,345. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (6,345 > 2,045) dan nilai signigfikansi (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka

(57)

36

Kenaikan harga solar sebesar Rp 2.000/liter menyebabkan kenaikan rata-rata biaya operasional per trip yang cukup signifikan, yaitu Rp 12.699.333. Adapun komponen-komponen yang meliputi total baya operasional nelayan antara lain : biaya solar, biaya es, biaya perbekalan, dan biaya gaaram. Biaya solar naik sebesar Rp 2.000/liter atau 36% dari harga sebelumnya, hal inilah yang paling signifikan membuat total biaya operasional penangkapan juga meningkat. Adapun komponen biaya operasional lain yang juga mengalami kenaikan harga adalah es balok. Sebelum kenaikan harga BBM pada tanggal 18 Novembber 2014, harga es adalah Rp 20.000/balok, dan setelah kenaikan BBM harga es juga naik menjadi Rp 22.000/balok. Komponen biaya operasional lain yaitu biaya perbekalan juga meningkat, dimana sebelum kenaikan harga BBM pada tanggal 18 November 2014 rata-rata biaya perbekalan per trip adalah Rp 17.950.000, dan setelah keaikan harga BBM menjadi 7500/liter rata-rata biaya perbekalan per trip juga bertambah menjadi Rp 18.050.000. Sedangkan untuk komponen biaya lain yaitu garam tidak mengalami perubahan. Rata-rata jumlah garam yang dipakai oleh nelayan per trip sebelum dan sesduah kenaikan harga BBM adalah sama yaitu 201,7 ≈ 202 Kg garam dengan harga garam Rp 2.000/Kg.

5.2. Dampak Penurunan Harga BBM (Solar) 1 Januari 2015

(58)

37

Untuk mengetahui perbedaan lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan ikan (fishing ground) per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga BBM jenis solar pada periode 1 Januari 2015 digunakan analisis uji beda rata-rata dengan model Paired Samples T-test.

5.2.1. Perbedaan Lama Hari Melaut Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.250/liter

Lama hari melaut per trip sebelum dan sesudah penurunan harga BBM (solar) pada tanggal 1 Januari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 14. Lama Hari Melaut Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM Pada Tanggal 1 Januari 2015

Uraian Rata -Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 14)

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa rata-rata lama hari melaut nelayan pada saat harga solar Rp 7.500/liter adalah adalah 18,60 ≈ 19 hari per trip. Dan setelah terjadinya penurunan harga solar sebesar Rp 250/liter menjadi Rp 7250/liter pada tanggal 1 Januari 2015, rata-rata lama hari melaut nelayan menjadi 6,97 ≈ 7 hari per trip.

(59)

38

adalah Ho ditolak, dan H1 diterima. Artinya terdapat perbedaan nyata antara lama hari melaut yang dilakukan nelayan sebelum dan sesudah penurunan harga solar dari Rp 7.500/liter menjadi Rp 7.250/liter pada tanggal 1 Januari 2015, dimana rata-rata lama hari melaut sebelum penurunan harga solar adalah 19 hari per trip dan sesudah kenaikan harga solar adalah 7 hari per trip.

(60)

39

5.2.2. Perbedaan Jarak Daerah Penangkapan Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.250/liter

Jarak daerah penangkapan ikan (fhising ground) yang ditempuh nelayan per trip sebelum dan sesudah penurunan harga BBM (solar) pada tanggal 1 Januari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 15. Jarak Daerah Penangkapan Ikan Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM Pada Tanggal 1 Januari 2015

Uraian Rata -Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 17)

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa rata-rata jarak daerah penangkapan ikan yang ditempuh oleh nelayan pada saat harga solar Rp 7.500/liter adalah adalah 72,83 ≈ 73 mil per trip dari garis pantai. Dan setelah terjadinya penurunan harga solar sebesar Rp 250/liter menjadi Rp 7.250/liter pada tanggal 1 Januari 2015, rata-rata jarak daerah penangkapan ikan yang ditempuh oleh nelayan menjadi 39,83 ≈ 40 mil per trip dari garis pantai.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata jarak daerah penangkapan yang ditempuh nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 5,557. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (5,557 > 2,045) dan nilai signifikansi (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka

(61)

40

penangkapan ikan yang ditempuh nelayan pada saat harga solar Rp 7.500/liter adalah 73 mil per trip dari garis pantai dan sesudah penurunan harga solar menjadi Rp 7.500/liter adalah 40 mil per per trip dari garis pantai.

Sama seperti yang terjadi pada rata-rata lama penangkapan ikan pada peiode ini, berkurangnya rata-rata jarak daerah penangkapan ikan nelayan per trip yang signifikan ini juga tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh harga solar saat itu. Cuaca buruk tidak hanya membuat nelayan mengurangi lama penangkapan ikan mereka, tetapi juga mengurangi jarak daerah penangkapan ikan (fishing ground). Cuaca yang buruk pada saat itu menyebabkan adanya badai dan gelombang laut yang cukup kuat pada lokasi yang jauh dari garis pantai. Oleh karena itu nelayan mengambil keputusan untuk mengurangi jarak daerah penangkapan ikan (fishing ground) agartetap dapat menangkap ikan.

5.2.3. Perbedaan Jumlah Penggunaan Solar Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.250/liter

Jumlah solar yang digunakan nelayan per trip sebelum dan sesudah penurunan harga BBM (solar) pada tanggal 1 Januari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 16. Jumlah Penggunaan Solar Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM Pada Tanggal 1 Januari 2015

Uraian Rata -Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

(62)

41

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan pada saat harga solar Rp 7.500/liter adalah adalah 5.680 liter per trip. Dan setelah terjadinya penurunan harga solar sebesar Rp 250/liter menjadi Rp 7.250/liter pada tanggal 1 Januari 2015, rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan menjadi 2.740 liter per trip.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 6,324. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (6,324 > 2,045) dan nilai signifikansi (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka keputusan hipotesis

adalah Ho ditolak, dan H1 diterima. Artinya terdapat perbedaan nyata antara rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan sebelum dan sesudah penurunan harga solar dari Rp 7.500/liter menjadi Rp 7.250/liter pada tanggal 1 Januari 2015, dimana rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan pada saat harga solar Rp 7.500/liter adalah 5.680 liter per trip dan sesudah penurunan solar menjadi Rp 7.250/liter adalah 2.740 liter per trip.

(63)

42

5.2.4. Perbedaan Jumlah Biaya Operasional Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.500/liter dengan Harga Solar Rp 7.250/liter

Jumlah biaya operasional yang dikeluarkan nelayan per trip operasi penangkapan ikan sebelum dan sesudah penurunan harga BBM (solar) pada tanggal 1 Januari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 17. Jumlah Biaya Operasional Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM Pada Tanggal 1 Januari 2015

Uraian Rata -Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

67.466.000 29.787.333,33 -6,277 2,045 0,000

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 23)

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan pada saat harga solar Rp 7.500/liter adalah adalah Rp 67.466.000 per trip. Dan setelah terjadinya penurunan harga solar sebesar Rp 250/liter menjadi Rp 7.250/liter pada tanggal 1 Januari 2015, rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan menjadi Rp 29.787.333,33 per trip.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 6,277. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (6,277 > 2,045) dan nilai signifikasi (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka keputusan

(64)

43

nelayan pada saat harga solar Rp 7.500/liter adalah Rp 67.466.000 per trip dan sesudah penurunan harga solar menjadi Rp 7.250/liter adalah Rp 29.787.333,33 per trip.

Penurunan harga solar sebesar Rp 250/liter menyebabkan penurunan rata-rata biaya operasional per trip yang signifikan, yaitu Rp 37.678.666,67. Lama penangkapan dan daerah operasi penangkapan ikan (fishing ground) yang berkurang akibat cuaca buruk menyebakan komponen - komponen biaya operasional penangkapan ikan juga berkurang. Penurunan komponen biaya operasional paling besar adalah biaya solar, dimana pada saat harga solar Rp 7.500/liter rata-rata biaya solar per trip adalah Rp 42.600.000, dan sesudah penurunan harga solar menjadi Rp 7.250/liter rata-rata biaya solar per trip menurun menjadi Rp 27.008.636,4. Penurunan biaya solar, biaya garam, biaya es, dan perbekalan melaut pada periode ini bukanlah semata karena harga solar per liter menurun, tapi juga dikarenakan cuaca buruk yang membuat nelayan mengurangi lama dan daerah penangkapan ikan, sehingga kebutuhan terhadap komponen biaya operasional tersebut juga berkurang.

5.3. Dampak Penurunan Harga BBM (Solar) 19 Februari 2015

Pada tanggal 19 Februari 2015, pemerintah kembali menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar harga mengalami penurunan sebesar Rp 850/liter dari harga solar semula Rp 7.250/liter menjadi Rp 6.400/liter.

(65)

44

operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga BBM jenis solar pada periode 19 Februari 2015 digunakan analisis uji beda rata-rata dengan model Paired Sample T-test.

5.3.1. Perbedaan Lama Hari Melaut Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.250/liter dengan Harga Solar Rp 6.400/liter

Lama hari melaut per trip sebelum dan sesudah penurunan harga BBM (solar) pada tanggal 19 Februari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 18. Lama Hari Melaut Ikan Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM Pada Tanggal 19 Februari 2015

Uraian Rata –Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 15)

Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa rata-rata lama penangkapan hari melaut pada saat harga solar Rp 7.250/liter adalah adalah 6,97 ≈ 7 hari per trip. Dan setelah terjadinya penurunan harga solar sebesar Rp 850/liter menjadi Rp 6.400/liter pada tanggal 19 Februari 2015, rata-rata lama hari melaut menjadi 17,97 ≈ 18 hari per trip.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata lama hari melaut yang dilakukan nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 9,281. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (9,281 > 2,045) dan nilai signifikansi (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka keputusan hipotesis

(66)

45

dari Rp 7.250/liter menjadi Rp 6.400/liter pada tanggal 19 Februari 2015, dimana rata-rata lama hari melaut sebelum penurunan harga solar adalah 7 hari per trip dan sesudah kenaikan harga solar adalah 18 hari per trip.

Bertambahnya lama hari melaut per trip selain dipengaruhi oleh harga solar yang menurun sebesar Rp 850/liter juga dikarenakan semenjak akhir bulan Februari cuaca sudah membaik dan nelayan bisa melakukan kegiatan penangkapan ikan lebih lama di laut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada saat harga solar Rp 7.250/liter (Januari-Februari) cuaca buruk terjadi di perairan barat yang menybabkan nelayan mengurangi lama hari melaut per trip. Sejak akhir Februari dimana harga solar tmengalami penurunan kembali sebesar Rp 850/liter cuaca juga telah membaik dan nelayan bisa melakukan penangkapan ikan seperti kondisi normal.

5.3.2. Perbedaan Jarak Daerah Penangkapan Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.250/liter dengan Harga Solar Rp 6.400/liter

Jarak daerah penangkapan ikan (fhising ground) yang ditempuh nelayan per trip sebelum dan sesudah penurunan harga BBM (solar) pada tanggal 19 Febuari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 19. Jarak Daerah Penangkapan Ikan Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM Pada Tanggal 19 Februari 2015

Uraian Rata –Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

(67)

46

Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa rata-rata jarak daerah penangkapan ikan yang ditempuh oleh nelayan pada saat harga solar Rp 7.250/liter adalah adalah 39,83 ≈ 40 mil per trip dari garis pantai. Dan setelah terjadinya penurunan harga solar sebesar Rp 850/liter menjadi Rp 6.400/liter pada tanggal 19 Februari 2015, rata-rata jarak daerah penangkapan ikan yang ditempuh oleh nelayan menjadi 80,33 ≈ 80 mil per trip dari garis pantai.

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata jarak daerah penangkapan yang ditempuh nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 6,599. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (6,599 > 2,045) dan nilai signifikansi (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka

keputusan hipotesis adalah Ho ditolak, dan H1 diterima. Artinya terdapat perbedaan nyata antara rata-rata jarak daerah penangkapan ikan yang ditempuh nelayan sebelum dan sesudah penurunan harga solar dari Rp 7.250/liter menjadi Rp 6.400/liter pada tanggal 19 Febrruari 2015, dimana rata-rata jarak daerah penangkapan ikan yang ditempuh nelayan pada saat harga solar Rp 7.250/liter adalah 40 mil per trip dari garis pantai dan sesudah penurunan harga solar menjadi Rp 6.400/liter adalah 80 mil per per trip dari garis pantai.

(68)

47

5.3.3. Perbedaan Jumlah Penggunaan Solar Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.250/liter dengan Harga Solar Rp 6.400/liter

Jumlah solar yang digunakan nelayan per trip sebelum dan sesudah penurunan harga BBM (solar) pada tanggal 19 Februari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 20. Jumlah Penggunaan Solar Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM Pada Tanggal 19 Februari 2015

Uraian Rata -Rata T-hitung T-tabel Signifikansi

Harga

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 21)

Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan pada saat harga solar Rp 7.250/liter adalah adalah 2.740 liter per trip. Dan setelah terjadinya penurunan harga solar sebesar Rp 850/liter menjadi Rp 6.400/liter pada tanggal 19 Februari 2015, rata-rata jumlah solar yang digunakan oleh nelayan menjadi 5.680 liter per trip.

(69)

48

solar Rp 7.250/liter adalah 2.740 liter per trip dan sesudah penurunan solar menjadi Rp 6.400/liter adalah 5.680 liter per trip.

Dikarenakan nelayan telah kemabli menambah lama dan daerah operasi penangkapan ikan per trip, maka jumlah solar yang dibutuhkan nelayan per trip juga bertambah. Penurunan harga solar sebesar Rp 850/liter dan kondisi cuaca yang membaik menyebabkan penambahan konsumsi solar sebanyak 2.940 liter per trip.

5.3.4. Perbedaan Jumlah Biaya Operasional Per Trip antara Saat Harga Solar Rp 7.250/liter dengan Harga Solar Rp 6.400/liter

Jumlah biaya operasional yang dikeluarkan nelayan per trip operasi penangkapan ikan sebelum dan sesudah penurunan harga BBM (solar) pada tanggal 19 Februari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 21. Jumlah Biaya Operasional Per Trip Sebelum dan Sesudah Penurunan Harga BBM Pada Tanggal 19 Februari 2015

Uraian Rata -Rata

T-29.847.241,38 61.295.517,24 -5,578 2,045 0,000

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 24)

(70)

49

Berdasarkan analisis uji beda rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan, diperoleh nilai t-hitung = 5,578. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar daripada nilai t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan df = 29 (5,578 > 2,045) dan nilai signifikansi (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,050), maka

keputusan hipotesis adalah Ho ditolak, dan H1 diterima. Artinya terdapat perbedaan nyata antara rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan sebelum dan sesudah penurunan harga solar dari Rp 7.250/liter menjadi Rp 6.400/liter pada tanggal 19 Februari 2015, dimana rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan pada saat harga solar Rp 7.250/liter adalah Rp 29.847.241,38 per trip dan sesudah penurunan harga solar menjadi Rp 6.400/liter adalah Rp 61.295.517,24 per trip.

Meningkatnya rata-rata biaya operasional ini disebabkan oleh penambahan komponen baya operasional seperti jumlah solar, jumlah garam, jumlah es, dan jumlah perbekalan konsumsi akibat cuaca yang membaik yang menyebabkan lama dan daerah penangkapan ikan (fishing ground) juga bertambah.

5.4. Masalah yang Dihadapi Nelayan Akibat Fluktuasi Harga BBM (Solar)

Masalah yang dihadapi nelayan sebagai dampak dari fluktuasi harga solar umunya adalah ketika terjadinya kenaikan harga solar. Adapun masalah-masalah yang dihadapi nelayan antara lain :

Gambar

Tabel
Tabel 1. Perkembangan Harga Eceran Bahan Bakar Minyak Bersubsidi 2008-2014 (Rupiah/Liter)
Tabel 2. Jumlah Produksi Ikan Laut Menurut Asal Kabupaten/Kota Di
Tabel 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini pihak stasiun sebagai penyedia jasa dan mengatur jalannya moda transportasi kereta api, memliki kewajiban untuk menyediakan dan memberikan prasarana perkeretaapian

[r]

Skor yang diperoleh buku tersebut pada aspek kesesuaian dengan perkembangan keilmuan adalah 8 dan termasuk dalam kategori akurat. Hal ini terlihat dari materi

mengembangkan profesi bekerja, usaha mandiri, dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara

Froh (2004) mengungkapkan bahwa pada mulanya penelitian mengenai topik yang berhubungan dengan kebahagiaan dalam dunia psikologi hanya berfokus pada hal- hal yang

Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja Petani Anggur. Persamaan dengan peneliti adalah sama-sama meneliti efektivitas dan dampak serta

Model NDA terbaik diperoleh melalui analisis korelasi, analisis komponen utama (PCA) dan menerapkan beberapa model regresi terhadap citra satelit Landsat-7 ETM + band 1, 2 dan

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel independen (ukuran perusahaan, likuiditas dan set kesempatan investasi) berpengaruh secara parsial terhadap