ALGORITMA BRANCH AND CUT UNTUK
PROGRAM STOKASTIK BINER
CAMPURAN
TESIS
Oleh
NUNIK ARDIANA 097021011/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ALGORITMA BRANCH AND CUT UNTUK
PROGRAM STOKASTIK BINER
CAMPURAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NUNIK ARDIANA 097021011/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ALGORITMA BRANCH AND CUT UNTUK PROGRAM STOKASTIK BINER CAMPURAN Nama Mahasiswa : Nunik Ardiana
Nomor Pokok : 097021011 Program Studi : Matematika
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc) (Prof. Dr. Herman Mawengkang)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
Telah diuji pada Tanggal 16 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Herman Mawengkang
2. Dr. Saib Suwilo, M.Sc
ABSTRAK
Dekomposisi telah terbukti menjadi salah satu alat yang lebih efektif untuk me-mecahkan masalah dalam skala besar, terutama yang timbul dalam program stokastik. Metode dekomposisi dengan aplikasi yang luas disebut dekomposisi Benders, yang diterapkan untuk kedua program stokastik sebagai masalah pro-gram integer. Namun, metode dekomposisi bergantung pada sifat convexity dari nilai fungsi submasalah program linier. Penelitian ini ditujukan untuk kelas ma-salah pada submama-salah tahap kedua (s) yang memberlakukan pembatasan integer pada beberapa variabel. Nilai fungsi setiap submasalah integer (s) tidak con-vex, maka pendekatan baru harus dirancang. Dalam penelitian ini, membahas metode alternatif dekomposisi di mana submasalah integer tahap kedua disele-saikan dengan menggunakan metode branch and cut. Salah satu keuntungan utama skema dekomposisi ini adalah bahwa masalah program stokastik integer campuran (SMIP) dapat diselesaikan dengan membagi masalah yang besar men-jadi submasalah MIP yang kecil yang dapat diselesaikan secara paralel. Penelitian ini meletakkan dasar untuk setiap metode dekomposisi untuk program stokastik integer campuran tahap kedua.
ABSTRACT
Decomposition has proved to be one of the more effective tools for the solution of large-scale problems, especially those arising in stochastic programming.A decom-position method with wide applicability is Benders decomdecom-position, which has been applied to both stochastic programming as well as integer programming problems. However, this method of decomposition relies on convexity of the value function of linear programming subproblems. This paper is devoted to a class of problems in which the second-stage subproblem(s) may impose integer restrictions on some variables. The value function of such integer subproblem(s) is not convex, and new approaches must be designed. In this paper, discuss alternative decomposition methods in which the second-stage integer subproblems are solved using branch-and-cut methods. One of the main advantages of our decomposition scheme is that Stochastic Mixed-Integer Programming (SMIP) problems can be solved by dividing a large problem into smaller MIP subproblems that can be solved in parallel. This paper lays the foundation for such decomposition methods for two-stage stochastic mixed-integer programs.
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati dan penuh sukacita, penulis mengucap-kan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugerah dan berkat-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis de-ngan judul : ALGORITMA BRANCH AND CUT UNTUK PROGRAM STOKASTIK BINER CAMPURAN. Tesis ini merupakan salah satu syarat universitas menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Matematika FMI-PA Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K)selaku Rek-tor Universitas Sumatera Utara
Dr.Sutarman, M.Scselaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Pro-gram Studi Magister Matematika di FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Prof.Dr.Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Magister Mate-matika FMIPA Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini.
Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc selaku Pembimbing Utama penulisan tesis ini.
Seluruh Staf Pengajarpada Program Studi Magister Matematika FMIPA Uni-versitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.
Saudari Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi Program Studi Magister Ma-tematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada ayahanda Misman A dan ibunda Jumilah yang telah mencurahkan kasih sayang dan dukungan kepada penulis. Terima kasih juga buat kakandaEty Jumiati, S.Pd, M.Sidan seluruh keluarga yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada Akhmad Ibnu Hajar, Amd serta sahabat-sahabat dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa-jasa mereka yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempur-naan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Terima Kasih.
Medan, Juni 2011 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
RIWAYAT HIDUP v
DAFTAR ISI vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Kontribusi Penelitian 4
1.5 Metode Penelitian 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
BAB 3 LANDASAN TEORI 7
3.1 Deterministik Dekomposisi Program Integer Campuran 7
3.2 Pendekatan Cutting Plane 7
3.3 Pendekatan Branch and Cut 10
3.4 Ilustrasi Algoritma Branch and Cut 15
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18
4.1 Program Stokhastik Integer Campuran 18
4.2 Ilustrasi AlgoritmaD2-BAC 27
4.2.2 Contoh Program Stokastik 30
BAB 5 KESIMPULAN 33
ABSTRAK
Dekomposisi telah terbukti menjadi salah satu alat yang lebih efektif untuk me-mecahkan masalah dalam skala besar, terutama yang timbul dalam program stokastik. Metode dekomposisi dengan aplikasi yang luas disebut dekomposisi Benders, yang diterapkan untuk kedua program stokastik sebagai masalah pro-gram integer. Namun, metode dekomposisi bergantung pada sifat convexity dari nilai fungsi submasalah program linier. Penelitian ini ditujukan untuk kelas ma-salah pada submama-salah tahap kedua (s) yang memberlakukan pembatasan integer pada beberapa variabel. Nilai fungsi setiap submasalah integer (s) tidak con-vex, maka pendekatan baru harus dirancang. Dalam penelitian ini, membahas metode alternatif dekomposisi di mana submasalah integer tahap kedua disele-saikan dengan menggunakan metode branch and cut. Salah satu keuntungan utama skema dekomposisi ini adalah bahwa masalah program stokastik integer campuran (SMIP) dapat diselesaikan dengan membagi masalah yang besar men-jadi submasalah MIP yang kecil yang dapat diselesaikan secara paralel. Penelitian ini meletakkan dasar untuk setiap metode dekomposisi untuk program stokastik integer campuran tahap kedua.
ABSTRACT
Decomposition has proved to be one of the more effective tools for the solution of large-scale problems, especially those arising in stochastic programming.A decom-position method with wide applicability is Benders decomdecom-position, which has been applied to both stochastic programming as well as integer programming problems. However, this method of decomposition relies on convexity of the value function of linear programming subproblems. This paper is devoted to a class of problems in which the second-stage subproblem(s) may impose integer restrictions on some variables. The value function of such integer subproblem(s) is not convex, and new approaches must be designed. In this paper, discuss alternative decomposition methods in which the second-stage integer subproblems are solved using branch-and-cut methods. One of the main advantages of our decomposition scheme is that Stochastic Mixed-Integer Programming (SMIP) problems can be solved by dividing a large problem into smaller MIP subproblems that can be solved in parallel. This paper lays the foundation for such decomposition methods for two-stage stochastic mixed-integer programs.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program stokastik integer campuran (Stochastic Mixed Integer Program-ming (SMIP)) adalah cabang dari program stokastik dimana variabel keputusan melibatkan persyaratan integrality. SMIP memiliki banyak aplikasi dalam riset operasi dan kombinasi dua kelas yang sulit dari masalah program stokastik dan program integer. Karena itu dengan memiliki sifat dari kedua kelas yang sulit dari masalah tersebut, SMIP merupakan salah satu kelas yang paling sulit dari persoalan optimisasi (Send an Sherali [2006]). Penelitian ini menggunakan dua tahap masalah SMIP sebagai berikut:
min
x∈Xc
Tx+E[f(x,ω˜)] (1.1)
dimanacadalah vektor dalamℜn1, X ⊆ ℜn1adalah bagian keputusan layak tahap
pertama, danE adalah ekspektasi matematika denganE[f(x,ω˜)] = P
ω∈Ω
pωf(x, ω)
˜
ω memvariasikan variabel acak diskrit yang berganda dengan realisasi (skenario)
ω dengan probabilitas pω dan ruang sampel Ω. Untuk setiap ω,
f(x, ω) = minq(ω)τy, (1.2)
s.t. W y ≥r(ω)−T(ω)x, (1.3)
y ≥0, yj binary, j ∈J2 (1.4)
Dalam perumusan persoalan (1.2) sampai (1.4), q(ω) adalah vektor biaya
Ren2 untuk skenarioω∈Ω danJ2 adalah sebuah himpunan indeks yang mungkin
mencakup beberapa atau semua variabel yang terdaftar di y ∈ Ren2. Persoalan
pada persamaan (1.1) sampai (1.4) diasumsikan sebagai berikut: (A1) Ω adalah himpunan terbatas.
(A2) X ={x∈Ren1
+|Ax≥ b}.
2
persoalan (1.2) sampai (1.4) tetap layak untuk semua (x, ω)∈X×Ω,, suatu sifat yang relatif pada integer.
Ketika tahap kedua hanya melibatkan variabel kontinu, fungsi tujuan (fungsi recourse) tahap kedua memiliki nilai linier dan fungsi konvex yang baik dari vari-abel tahap pertama. Oleh karena itu, dekomposisi Benders [Balas (1979)] berlaku. Namun, ketika pembatasan integrality muncul di tahap kedua, persoalan kom-putasi muncul. Fungsi recourse pada semikontinu kini lebih rendah dari vari-abel pertama [Blair dan Jeroslow (1982)], sehingga umumnya non konvex [Schultz (1993)]. Sehingga pendekatan Benders tidak lagi berlaku. Ketika keputusan tahap pertama adalah variabel biner murni dan keputusan tahap kedua melibatkan pem-batasan integrality, terminal terbatas dibenarkan ketika algoritma ini didasarkan pada percabangan pada variabel tahap pertama. Banyaknya algoritma SMIPs de-ngan variabel biner tahap pertama termasuk algoritma dekomposisi [Laporte dan Louveaux (1993)], algoritma D2 [sen, Higle, dan Ntaimo (2002 dan 2005)], algorit-ma Benders dimodifikasi untuk SMIP [Sherali dan Fraticelli (2002)] berdasarkan pada teknik RLT (Reformulation Linearization Technique) [Sherali dan Adams (1990 dan 1999)], dan dekomposisi dengan branch and cut (D2−BAC) dan D2
dengan algoritma branch and cut (D2−BAC) [Sen dan Sherali (2006)].
Algoritma yang dikembangkan oleh Sen dan Higle (2005), Sherali dan Fra-ticelli (2002), dan Sen dan Sherali (2006) mengharuskan x∈vert(X). Algoritma ini memanfaatkan fakta bahwa jika solusi tahap pertama x ∈ vert(X) (seperti halnya dengan tahap pertama biner murni), maka untuk solusi yang diberikan ˜
x∈vert(X) danω ∈Ω titik ekstrim con{9x, y) :T(ω)x+W y≥r(ω), y ≥0, yj ∈
{0,1}, j ∈ J2} ∩ {(x, y) : x= ˜x} memiliki nilai biner untuk yj,∀j ∈ J2. Namun,
3
saat pemotongan generasi dilakukan pada tahap kedua menggunakan metodeD2
untuk SMIP [Sen dan Higle (2005)].
Algoritma pada persoalan SMIP meliputi algoritma BAC untuk SMIPs de-ngan variabel biner campuran dalam tahap kedua diturunkan oleh [Caroe (1998)]. Metode ini menggunakan program disjunctive [Balas (1979)] untuk menurunkan dan pemotongan proyek dalam (x, y(ω)) berdasarkan bentuk luas atau Determi-nistic Equivalent Problem (DEP) pada persamaan (1.1) sampai (1.4). Ahmed, Tawarmalani dan Sahinidis (2004) memperoleh metode branch and bound un-tuk SMIPs dengan tahap pertama yang umum dan variabel integer murni tahap kedua. Dengan menggunakan ruang berbentuk trans di mana variabel lemah
X = T x digunakan untuk pemisahan masalah menggunakan proses pemisahan hyperrectangular. [Sherali dan zhu (2005)] menyatakan dekomposisi berbasis algo-ritma branch and bound (DBAB) berdasarkan proses pemisahan hyperrectangular pada tahap pertama domain kontinu. Dan diikuti dengan memodifikasi pen-dekatan dekomposisi Benders di mana submasalah menentukan nilai fungsi lebih rendah dari variabel tahap pertama. Para submasalah diperoleh dengan beru-rutan membangun sebagian membahas gambaran dari dua tahap ruang solusi dengan menggunakan teknik RLT (Reformulation Linearization Technique).
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana metode al-ternatif dekomposisi dimana submasalah integer tahap kedua diselesaikan dengan menggunakan metode branch and cut.
1.3 Tujuan Penelitian
4
1.4 Kontribusi Penelitian
Adapun kontribusi penelitian ini adalah bahwa masalah program stokastik integer campuran (SMIP) dapat diselesaikan dengan membagi masalah yang besar menjadi sub masalah MIP yang kecil yang dapat diselesaikan secara paralel. Se-hingga dekomposisi menjadi salah satu alat yang lebih efektif untuk memecahkan masalah dalam skala yang luas.
1.5 Metode Penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sen dan Higle (2005), mengajukan branch and cut (BAC) cara SMIP dengan variabel kontinu tahap pertama. Branch and bound dalam metode ini melibatkan percabangan pada tahap pertama domain kontinu saat pemotongan generasi di-lakukan pada tahap kedua menggunakan metode D2 untuk SMIP.
Benders (1962) bahwa dekomposisi Benders berlaku ketika tahap kedua hanya melibatkan variable kontinu, fungsi tujuan (fungsi kendala) tahap kedua memiliki nilai linier dan fungsi konvex yang baik dari variabel tahap pertama.
Blair dan Jeroslow (1982) mengajukan bahwa fungsi kendala pada semikon-tinu lebih rendah dari variable pertama, sehingga umumnya tidak konvex yang diajukan Schultz (1993).
Ahmed, Tawarmalani dan Sahinidis (2004) memperoleh metode branch and bound untuk SMIPs dengan tahap pertama yang umum dan variabel integer murni tahap kedua. Sen dan Sherali (2006) dekomposisi dengan branch and cut (D2 − BAC) dan D2 dengan algoritma branch and cut (D2 − BAC). Laporte dan
Louveaux (1993), mengajukan banyaknya algoritma SMIPs dengan variabel biner tahap pertama termasuk algoritma dekomposisi. Sherali dan Fraticelli (2002), mengajukan algoritma Benders dimodifikasi untuk SMIP.
Sherali dan Adams (1990 dan 1999) mengajukan SMIP berdasarkan pada RLT (Reformulation Linearization Technique). Coroe (1998) menurunkan SMIP meliputi algoritma BAC untuk SMIPs dengan variable biner campuran. Balas (1979) menggunakan metode program disjunctive.
mem-6
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Deterministik Dekomposisi Program Integer Campuran
Bab ini membahas masalah deterministik dekomposisi program integer cam-puran. Masalah ini juga mengunakan alat untuk menetapkan algoritma yang dirancang untuk masalah SMIP. Pertimbangkan persoalan berikut:
MincTx+gTy (3.1)
T x+W y≥r (3.2)
x∈ X∩B, y ∈Y ∩B (3.3)
di manaB(B) dinyatakan sebagai himpunan vektor biner (campuran 0-1), dan di mana X ⊆ Ren1 dan Y polyhedra tidak kosong. Himpunan X direpresentasikan
sebagai {x|Ax ≥ b, x ≥ 0}, di mana kendala xj ≤ 1,∀j termasuk dalam Ax ≥
b ketidaksamaan linier. Maka dapat diasumsikan pula bahwa Y dibatasi dan mewakili sebagai berikut:
Y ={y|Dy ≥f, y≥0, yj biner untukj ∈J2} (3.4)
Ketidaksamaan dalam bentuk yj ≤ 1,∀j ∈ J2 juga termasuk dalam kendala
Dy ≥ f, dan himpunan indeks J2 menyediakan himpunan bagian dari variable tahap kedua yang dibatasi biner.
3.2 Pendekatan Cutting Plane
8
MincTx+gTy (3.5)
(x, y)∈conv{(x, y)|T x+W y≥r,0≤x≤e, y∈Y ∩B} (3.6)
x∈X∩B (3.7)
Dimana e adalah vektor yang elemen-elemennya semuanya 1.
Perhatikan bahwa (3.5) samapi (3.7) jelas merupakan relaksasi dari per-soalan (3.1) sampai (3.4). Jika (˜x,y˜) menyelesaikan persoalan (3.5) sampai (3.7), di mana ˜y titik ekstrim dari program linier yang dihasilkan dari (3.5) sampai (3.7) dengan xditetapkan sebagai ˜x, kemudian di waktu tertentu, ˜y∈B , karena pembatasan x = ˜x adalah termasuk dalam (3.6), dan (3.6) memiliki ˜y ∈ B un-tuk semua titik ekstrim. Akibatnya, (˜x,y˜) layak dan optimal untuk (3.1) sampai (3.4). Maka persoalan pada persamaan (3.1) sampai (3.7) adalah ekivalen.
Berdasarkan pengamatan ini, Sherali dan Fraticelli [2002] mengembangkan suatu pendekatan yang mirip dengan dekomposisi Benders, dimana submasalah diselesaikan pada setiap iterasi k , dengan x ditetapkan sebagai xk ∈ X ∩B ,
seperti yang diberikan oleh:
Min{gTy|W y≥r−T xk, y ∈ Y ∩B} (3.8)
Dan diselesaikan dengan menggunakan algoritma cutting plane dengan ba-tasan yang konvergen. Secara khusus, cutting plane digunakan dalam menyele-saikan persoalan (3.8) yang berlaku untuk (3.6) pada ruang (x, y). Oleh karena itu, xditetapkan sebagai xk ketika memecahkan submasalah, pemotongan ini
da-pat digunakan kembali pada setiap iterasik+τ, τ ≥1, cukup dengan menetapkan
x=xk+τ dalam pemotongan ini.
Oleh karena itu, anggaplah bahwa submasalah ini diselesaikan dengan metode cutting plane, yang berlaku untuk (3.6), adalah dalam bentuk
9
Penambahan pemotongan ini untuk relaksasi linear (3.8) denganxditetap sebagai
xk, yang menghasilkan relaksasi LP, sehingga menyelesaikan submasalah (3.8).
MingTy (3.10)
W y≥r−T xk (3.11)
Hky≥ hkGkxk (3.12)
Dy ≥f (3.13)
y≥0 (3.14)
Untuk mewakili persoalan (3.10) sampai (3.14) dalam bentuk yang ringkas, ditambahkan submatriks yang terkait dengan variabelxpada baris (3.11) sampai (3.13) untuk membentuk matriks Tk. Demikian pula, sub matriks yang terkait
dengan variabely pada (3.11) sampai (3.13) ini diambil untuk membentuk sebuah matriks Wk, dan vektor sisi kanan dari baris (3.11) sampai (3.13) ditulis sebagai
vektor rk. Oleh karena itu, LP (3.10) sampai (3.14) dapat ditulis ulang dalam
bentuk yang ringkas sebagai berikut:
MingTy (3.15)
Wky≥rkTkxk (3.16)
y≥0 (3.17)
θk dinyatakan sebuah vektor dual multipliers yang optimal terkait dengan
per-soalan (3.16), Sherali dan Fraticelli [2002] berasal dari pemotongan Benders yang dapat ditambahkan ke program master, dimana η merupakan nilai fungsi tahap kedua.
η≥θT
k(rk−Tkx) (3.18)
Kemudian program master memiliki bentuk sebagai berikut Min
x∈X∩B{c T
x+η|η≥θTt(rt−Ttx), ∀t = 1, ..., k}
10
Oleh karena itu, submasalah ini terpecahkan selama iterasi k+ 1 dapat dimulai dengan menggunakan ketidaksamaan yang diperoleh melalui iterasi k pertama, dan berlaku penambahan global yang dihasilkan selama iterasik+ 1 dan seterus-nya. Akhirnya, jika pemotongan (3.9) digunakan untuk memecahkan (3.8) maka memiliki sifat yang akhirnya akan membangun bidang yang diperlukan convex hull dari himpunan digambarkan oleh (3.6), kemudian konvergensi yang terbatas akan menghasilkan algoritma. Ada berbagai ketidaksamaan yang berlaku dalam pro-perti ini (lihat Sherali dan Adams [1990,1994,1999], Lov’asz dan Schrijver [Lovasz dan Schrijver (1991)], dan Balas Ceria dan Cornuejols [1993].
3.3 Pendekatan Branch and Cut
Hasil dari persoalan ini memperluas pendekatan dari bagian atas untuk dise-lesaikan dengan menggunakan persamaan (3.1) sampai (3.4) untuk masalah op-timisasi biner campuran tahap kedua. Istilah dekomposisi ditafsirkan dalam arti bahwa pembatasan integer pada x dan variabel y diperlakukan secara terpisah. Artinya, variabel dapat tampak di master maupun submasalah secara bersamaan. Namun, pembatasan integer pada kedua variabel (xdany) tidak dikenakan secara bersamaan di master atau submasalah.
Misalkan dalam pendekatan BAC untuk menyelesaikan persoalan (3.8), di-mana semua pemotongan berlaku untuk (3.6) pada ruang (x, y), maka diperoleh solusi yang optimal di beberapa node, dinotasikan sebagai ∗, dari pohon branch and bound. Misalkan kita notasikan indeks himpunan variabel yang ditetapkan sebagai node ∗oleh J−
2∗ ={j ∈J2|yj ≡0}dan J2+∗ ={j ∈J2|yj ≡1}. Kemudian
masalah LP untuk node ∗ dalam notasi analog untuk persoalan (3.15) sampai (3.17) adalah:
MingTy (3.19)
Wky≥rkTkxk (3.20)
y≥0 (3.21)
11
Proposisi 3.1 Misalkanθk menunjukkan sebuah vektor dual multipliers yang
op-timal terkait dengan (3.20). Selain itu, misalkan ψ−
kj dan ψ
+
kj menunjukkan dual
multiplier yang optimal untuk pembatasan kendala terkait dengan J2− dan J2+ ,
masing-masing, dalam (3.22). Dengan ketidaksamaan berikut
η ≥θT
menyediakan fungsi pembatasan lebih rendah dari nilai gy atas (x, y) layak untuk
(3.6).
Bukti. Sejak θk≥0, dan Tkx+Wky≥rk ini berlaku untuk (3.6), yang memiliki
0≥θT
k[rk−Tkx−Wky] . Oleh karena itu,
η≥gTy+θTk[rk−Tkx−Wky] = θTk[rk−Tkx] + [gT −θkTWk]y (3.24)
Selanjutnya, θk layak ganda untuk (3.19) sampai (3.22), dany ≥0. Oleh karena
itu,
Substitusikan ketidaksamaan ini di (3.24) menghasilkan hasil yang diinginkan. Meskipun telah disajikan Proposisi 3.1 sedemikian rupa hanya untuk menam-bahkan satu pemotongan, dimungkinkan penammenam-bahkan pemotongan yang lebih akan mendapatkan pendekatan yang lebih kuat. Perhatikan bahwa dengan meng-gabungkan pembuatan variabel kolom (dengan biaya tinggi) di submasalah, da-pat diasumsikan bahwa setiap node q dari pohon BAC dikaitkan dengan LP yang layak, dan node diartikan ketika LP batas atas lebih baik dari batas bawah. Ji-ka θkq, ψkjq+ , ψ−kjq menunjukkan dual multipliers dengan setiap pengartian node
q, maka salah satu dapat menambahkan banyak pemotongan pada node dalam pohon BAC. Artinya, ketidaksamaan berikut ini dapat ditambahkan ke program master.
12
Proposisi 3.2 Pertimbangkan program master parsial berikut di mana pemba-tasan biner pada variabel y ditegakkan.
Min{cTx+η|(η, x, y)satisf y(11), yj binary ∀j ∈J2} (3.26)
(Perhatikan bahwa (3.25) membutuhkan ketidaksamaan berdasarkan semua node dari pohon BAC untuk dimasukkan.) Kemudian, untuk x = xk (tetap), nilai
optimal η di (3.26) adalah sama dengan nilai submasalah (3.8).
Bukti. Perhatikan bahwa semua ketidaksamaan (3.25) indeks q lebih rendah berlaku, dan persoalan (3.26) (dengan x ditetapkan sebagai xk) adalah relaksasi
(3.8). Selain itu, ketidaksamaan untuk node yang menghasilkan nilai optimal ter-masuk dalam deskripsi (3.26). Selanjutnya, untuk setiap ketidaksamaanq dalam (3.25), ditentukan x= xk bersama dengan y
j = 1,∀j ∈J2+q, dan yj = 0∀j ∈J2−q,
sisi kanan dari persoalan (3.25) menghasilkan nilai kesimpulan submasalah yang sesuai dengan persoalan (3.19) sampai (3.22) dalam pohon pencacahan. Setiap solusi biner (y, j ∈ J2) berhubungan dengan satu terminal node q di pohon pen-cacahan yang y= 1,∀j ∈J2+q, dan y= 1,∀j ∈J−
2q.
Hasil ini merupakan generalisasi dari hasil yang sesuai untuk kasus di mana masalah program linier tahap kedua (dengan semua variabel yang kontinu tahap kedua). Dalam hal ini, ditentukan x = xk dalam standar pemotongan Benders
yang dihasilkan sesuai dengan solusi tahap pertama ini menghasilkan nilai yang sama dari ηsebagai nilai tujuan yang terkait submasalah LP. Karena submasalah ini adalah LP, maka dapat ditafsirkan kejadian ini sebagai aplikasi dari Proposisi 3.2 di mana node yang diperlukan adalah root node . Namun, ketika submasalah merupakan MIP, seperti dalam kasus ini , semua node pohon BAC diperlukan untuk memulihkan nilai optimal dari submasalah yang berdasarkan proposisi.
Hasil ini memungkinkan persyaratan yang variabel biner tahap kedua (dalam
y) dibatasi menjadi bernilai integer dalam program master, dan belum dapat memulihkan nilai submasalah yang terkait saat x adalah ditetapkan sebesar xk.
13
yang berlaku dalam program master setiap kali menyelesaikankan salah satu sub-masalah untuk optimalitas (seperti yang dimiliki dalam bagian ini). Misalkan
Ik={i|xki = 1}, Zk ={1, ..., η1} −Ik
Kemudian dinyatakan sebagai fungsi linier
δk(x) =|Ik| −
Hal ini mudah dilihat ketika x = xk (biner diasumsikan), δ
k(x) = 0, sedangkan
untuk semua biner yang lainx6=xk, setidaknya salah satu variabel harus beralih
tempat. Oleh karena itu, untukx6=xk , maka
Sekarang, anggaplah bahwa batas bawah pada tahap kedua, dilambangkanℓ. Se-lanjutnya, misalkan η(xk) menunjukkan nilai optimal submasalah, berikan xk.
Kemudian ketidaksamaan berlaku dan dapat dimasukkan dalam program master.
η≥η(xk)−δk(x)[η(xk)−ℓ] (3.28)
Hal ini pada dasarnya adalah pemotongan ”optimal” dari Laporte dan Louveaux [1993]. Untuk memverifikasi validitas, observasi pertama adalah ketika x = xk,
istilah kedua dalam (3.28) hilang, karena program master memulihkan nilai sub-masalah yang sesuai. Di sisi lain, jikax6=xk , maka
δk(x)[η(xk)− ≤]≥[η(xk)−ℓ]
Oleh karena itu, untuk semuax6=xk, memenuhi sisi kanan dari (3.28)
η(xk)−δk(x)[η(xk)−ℓ]≤η(xk)−η(xk) +ℓ=ℓ
Maka masalah (3.28) tidak menghapus solusi layak tahap pertama. Selain itu, se-jak (3.28) sendiri menegaskan ketidaksamaan yang diinginkan untuk tujuan kon-vergensi terbatas dari algoritma Benders, bahwa untuk x=xk, η ≥η(xk) dalam
14
salah satu komponen biner y (seperti dalam Proposisi 3.2), atau semua ketidak-samaan terminal node (3.25). Jadi, sementara ada harga yang harus dibayar dalam menyelesaikan masalah tahap kedua untuk optimalitas, termasuk (3.28) dan juga (3.25) dapat menyediakan relaksasi lebih kuat dalam program master. Selanjutnya, membangun konvergensi terbatas yang diperoleh dari dekomposisi Benders seperti yang ada dalam Sherali dan Fraticelli [2002].
Keterangan 3.1. Sedangkan pelaksanaan (3.25), jika ingin dibagikan dengan memasukkan y di program master, maka dapat diperoleh sebuah proyeksi yang menyediakan ketidaksamaan untuk koefisienyyang hilang. Untuk melakukannya, harus memilih non negative multiplier pada yj ≥ 0, −yj ≥ −1, j ∈ J2, bersama
dengan multiplier pada (3.25) bahwa vektor koefisien yang dikumpulkany adalah nol.
Keterangan 3.2. Dalam analisis di atas, telah diasumsikan bahwa dengan menambahkan pembuatan variabel yang sesuai, setiap kesimpu lan submasalah pada pohon yang layak. Ini adalah pelajaran untuk diketahui bahwa (3.27) menye-diakan fasilitas yang menghasilkan pemotongan kelayakan tanpa adanya asumsi di atas. Secara khusus, jika beberapa node menghasilkan suatu pembatasan tidak layak, maka sebagai pengganti dari (3.25), salah satu bisa menambahkan kendala
X
menegaskan bahwa setidaknya salah satu variabel biner untuk yj, j ∈ J2, harus
mengasumsikan nilai yang berbeda dari pembatasan yang dikenakan pada node q
dari pohon branch and bound. Di sisi lain, ketikax6=xk, memilikiδ
k(x)≥1, dan
15
3.4 Ilustrasi Algoritma Branch and Cut Perhatikan masalah berikut :
Min −x1 −2y1 + 4y2 −4x1−3y1+y2 ≥ −6 (x1, y1) binary, y2 ≥0
Masalah yang mengacu pada x1 sebagai variabel keputusan tahap pertama, dan y sebagai vektor keputusan tahap kedua. Dapat dilihat bahwa untuk nilai biner dari y1, dan y2 nonnegatif, batas bawah pada ekspresi −2y1 + 4y2 adalah -2, yaituη ≥ −2. Oleh karena itu, dapat diinisialisasikan proses dengan program master berikut.
Min−x1 +η η≥0
x1 binary
Nilai optimal dari masalah di atas adalah -3, dan nilai ini juga memberikan batas bawah dari nilai optimal dari masalah asli. Solusi optimal untuk pendekatan ini adalah x1 = 1, η = −2. Menggunakan x1 = 1, maka dirumuskan masalah tahap-kedua sebagai berikut.
Min −2y1+ 4y2
−3y1 +y2 ≥ −2
y1 binary, y2 ≥0
Relaksasi LP padaroot nodememberikan solusi pecahan (2/3, 0). Misalkan penye-lesaian persoalan ini dengan menggunakan skema branch and bound. Node dari pohon dianalisis di bawah ini. Node 1 (y1 = 1): Selesaikan LP berikut:
Min −2y1+ 4y2
16
−y1 ≥ −1
y1 ≥1
y1, y2 ≥0
Berkaitan dengan persoalan (3.19) sampai (3.22), perhatikan bahwa dua baris pertama membentuk matriks Wk dari (3.20), dan ketiga kendala batas bawah
dari bentuk dalam (3.22). Persoalan ini menghasilkan LP (y1, y2) = (1, 1) dan dual multipliers θ = (4,0) dan ψ1+ = 10. Oleh karena itu, (3.25) menghasilkan pendekatan nilai fungsi tahap kedua,
η≥4(−6 + 4x1) + 10y1
Node 2 (y1 = 0) : LP untuk node ini diberikan oleh : Min −2y1+ 4y2
−3y1 +y2 ≥ −2
−y1 ≥ −1
y1 ≥1
y1, y2 ≥0
Setelah menyelesaikan LP ini, diperoleh (y1, y2) = (0,0), dan dual multipliers
η= (0,0), dan ψ1− = 2. Setelah diterapkan (3.25), maka diperoleh
η≥ −2y1
Batas atas untuk persoalan asli pada iterasi ini adalah -1 (diperoleh pada node 2). Selain itu, sebuah ketidaksamaan jenis (3.28) dapat diperoleh dengan membiarkan
xk sesuai dengan x1 = 1, η(xk) = 0, ℓ = −2, dan menggunakan (3.27) untuk
mendefinisikan δk(x) = 1−x1 . Ketidaksamaan yang dihasilkan sebagai berikut
η≥ −2(1−x1)
17
Min −x1+η −12x1+η ≥ −2
−16x1 +η−10y1 ≥24
η+ 2y1≥ 0
x1 binary
Setelah memperbarui program master, sekarang telah diselesaikan satu iterasi. Algoritma pada titik ini, batas atas adalah -1, dan batas bawah adalah -3.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Program Stokhastik Integer Campuran
Dalam bab ini akan dibahas masalah SMIPs, di mana seperti yang telah dilihat dari bab-bab sebelumnya bahwa variabel tahap-kedua diperlukan untuk memenuhi pembatasan integer. Dan masalah ini dinyatakan sebagai berikut:
Min
x∈X∩Bc
Tx+E[f(x,ω˜)]
DimanaX, dan B adalah kumpulan dari persamaan (3.1) sampai (3.4), ˜ω adalah variable random pada ruang peluang (Ω, A, P), dan untuk beberapa realisasi ω
dari ˜ω,
f(x, ω) = MingTy W y ≥r(ω)−T(ω)x y≥0, yj binaryj ∈J2
Dalam literatur pemrograman stokastik, realisasi ˜ω dikenal sebagai ”skenario”. Dengan demikian, masalah tahap kedua sering disebut sebagai submasalah ske-nario, dan dianggap sebagai sisi kanan vektor r(˜ω), dan matrik teknologi T(˜ω) diatur oleh variabel acak, sedangkan elemen data lainnya deterministik.
Dalam pendekatan ini akan diuraikan masalah SMIP, dan perkiraan nilai fungsi submasalah MIP merupakan metode yang berlaku untuk masalah kelas yang lebih umum dari Caroe. Secara khusus, pendekatan ini berlaku untuk kasus-kasus dimana masalah tahap kedua meliputi integer umum (bukan hanya 0-1), dan keputusan tahap pertama diminta untuk menjadi titik-titik ekstrimX (lihat Proposisi 4.1, dan bagian 4.2). Tentu saja, masalah kelas di atas memenuhi per-syaratan ini. Pilihan hasil untuk masalah 0-1 adalah termotivasi oleh kebutuhan untuk kejelasan dan konsistensi dengan bagian sebelumnya.
mela-19
adalah masalah skalabilitas. Suatu cara dimana algoritma mengakomodasi ke-hadiran seberapa besar skenario alternatif menentukan efektivitas untuk meme-cahkan masalah SMIP. Sementara pendekatan analitis hanya mengandalkan pada fakta bahwa ada banyak batasan skenario dalam masalah SMIP, model realis-tis sering mengakibatkan sejumlah besar relatif skenario. Oleh karena itu akan dibahas manfaat memperoleh solusi optimal untuk setiap submasalah skenario untuk solusi tahap pertama yang diberikanx. Karena submasalah umumnya NP keras, metode dekomposisi dapat terjebak dalam upaya untuk menyelesaikan sub-masalah, bahkan ketika keputusan tahap pertama menentukanx tidak memung-kinkan berada pada lingkup yang cukup kecil dari sebuah solusi optimal. Pada intinya, pandangan ini menyatakan bahwa algoritma harus memungkinkan parsial (yaitu suboptimal) menyelesaikan dari submasalah MIP, tetapi sebagai melan-jutkan iterasi, metode ini harus mempelajari tentang struktur submasalah MIP, hingga akhirnya, ”pemecahan parsial” mulai untuk menghasilkan solusi optimal. Hal ini dapat dicapai melalui proses convexifikasi yang berurutan di mana hanya sebagian kecil dari aspek yang dihasilkan selama beberapa iterasi.
Skalabilitas algoritma tidak hanya ditentukan oleh upaya pengiterasian kom-putasi, tetapi juga dengan melihat pengingatan melalui ukuran setiap masalah op-timasi yang diselesaikan selama proses algoritmik. Ini adalah salah satu motivasi utama untuk teorema C3 di Sen dan Higle [2004]. Karena common cut
coef-ficients memperkirakan tahap kedua dapat dihasilkan tanpa menyimpan pemo-tongan secara terpisah untuk masing-masing skenario. Sebaliknya, pemopemo-tongan disajikan dalam sub bab 3.2 dimaksudkan untuk direkam secara eksplisit untuk setiap skenario, dan meskipun mereka mungkin digunakan kembali untuk kepu-tusan tahap pertama yang berbeda, ada pembagian potensi dengan algoritma memory-intensive. Dalam membuat transisi dari deterministik untuk masalah program stokastik integer campuran, perawatan harus diambil untuk merancang algoritma yang memiliki sejumlah scenario yang luas.
kom-20
plikasi lain untuk SMIPs. Dengan adanya metode sub bab 3.3 untuk masalah SMIP akan membawa kita untuk memasukkan banyak copyan variabel tahap ke-dua dengan adanya skenario di SMIP. Sebagai variabel kontinu dalam masalah master, ukuran MIP dihasilkan dengan cepat bisa keluar dari tangan untuk semua masalah SMIP. Karena itu kami mengambil pendekatanD2 dimanaC3
memung-kinkan kita untuk membatasi pertumbuhan pemotongan, tanpa mengorbankan ketelitian asymptotic (Sen dan Higle [2004]). Sisa dari bagian ini dikhususkan untuk penggabungan metode BAC untuk masalah tahap kedua dalam algoritma
D2.
Pertimbangkan pohon parsial branch and bound yang dihasilkan selama ”pe-mecahan parsial” dari masalah tahap kedua. Misalkan Q(ω) menunjukkan him-punan terminal node dari pohon yang telah dihasilkan untuk submasalah yang terkait dengan skenario ω. Seperti dalam sub bab 3.3, kita akan mengasumsikan bahwa semua node pohon branch and bound yang berhubungan dengan relaksasi LP layak, dan node juga dapat diukur saat LP batas bawah melebihi batas atas. Hal ini dapat dicapai dengan memperkenalkan variabel buatan jika dibutuhkan. Strategi kami berkisar sekitar menggunakan masalah ganda yang berkaitan de-ngan relaksasi LP (satu untuk setiap node), dan kemudian menyatakan suatu disjungsi yang akan memberikan suatu pertidaksamaan yang valid untuk masa-lah tahap pertama. Bila dibandingkan dengan ketidaksamaan yang diperoleh sebelumnya di (3.23), pemotongan ini hanya melibatkan variabel tahap perta-ma (x). (bisa dinyatakan keterangan 1 untuk memproyeksikan (3.23) ke ruang variabel xtahap pertama).
Berikut ini, kita menggunakan k sebagai indeks iterasi, dimana pada setiap iterasi, submasalah tahap kedua dapat menyelesaikan beberapa tingkat akurasi. Untuk setiap nodeq∈Q(ω), misalkanzqℓ(ω) danzqh(ω) menunjukkan vektor yang
elemennya digunakan untuk menentukan batas bawah dan atas, masing-masing pada variabel tahap kedua (integer). Dalam beberapa kasus, sebuah elemen (zqh)j
21
MingTy
Wky≥rk(ω)Tk(ω)xk
y≥0
y≥zqℓ(ω), y ≥zqh(ω)
dan, LP ganda yang sesuai adalah :
Max θq(ω)T[rk(ω)−Tk(ω)xk] + Ωqℓ(ω)Tzqℓ(ω)−Ωqh(ω)Tzqh(ω)
θq(ω)TWk+ Ωqℓ(ω)T −Ωqh(ω)T ≤gT
θq(ω)≥ 0,Ωqℓ(ω)≥0,Ωqh(ω)≥0
dimana vektor Ωqℓ(ω), dan Ωqh(ω) adalah dengan pendekatan vektor dimensi.
Nilai fungsi tahap kedua MIP dinyatakan dalam Blair dan Jeroslow [1982], dan kemudian oleh Blair [1995] ], nilai fungsi IP dan MIP adalah objek yang rumit, namun pohon branch and bound,bersama dengan relaksasi LP di node ini memberikan informasi penting yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai fungsi MIP. Pengamatan utama yang kita gunakan dalam perkembangan ini adalah pohon branch and bound yang mewujudkan disjungsi, dan ketika gabungkan dengan nilai fungsi linear dari relaksasi LP untuk setiap node, di-peroleh gambaran disjungtif dari pendekatan nilai fungsi MIP. Dengan menggu-nakan prinsip pemotongan disjungtif, akan mendapatkan ketidaksamaan linear (pemotongan) yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai fungsi. Untuk melakukannya, anggaplah bahwa kita memiliki pembatasan ℓ lebih rendah yaitu
f(x,ω˜) ≥ ℓ (hampir pasti) untuk semua x. Maka pembatasan ini diasumsikan menjadi 0.
Pertimbangkan nodeq ∈Q(ω) dan misalkan (θk
q(ω),Ωkqℓ(ω),Ωkqh(ω))
22
Perhatikan bahwa setiap ketidaksamaan (4.1) sesuai dengan nilai aproksimasi nilai fungsi tahap kedua yang berlaku hanya ketika pembatasan (di variabel y) yang berhubungan dengan nodeq∈Q(ω) benar. Karena setiap solusi yang optimal dari tahap kedua harus dikaitkan dengan setidaknya satu dari node-node q ∈ Q(ω), maka disjungsi (4.1) berlaku.
Ini adalah pelajaran untuk menguji hubungan antara disjungsi di (4.1) se-cara langsung dan himpunan dari ketidaksamaan (3.25). Dalam persoalan (4.1), pertama kali dilakukan proses penjumlahan dengan menggunakan dual multi-pliers untuk mendapatkan kondisi ketidaksamaan yang valid untuk setiap node, diberikan pembatasan integer yang sesuai. Hal ini menyebabkan disjungsi (4.1) yang sekarang dapat diterapkan pada prinsip disjungtif cut (Balas [1979]) un-tuk menghasilkan ketidaksamaan yang valid. Sebaliknya, (3.25) dibenun-tuk dengan langsung mengembangkan suatu pertidaksamaan yang valid untuk (3.6) pada ruang (x, y) berdasarkan setiap submasalah node, dan seperti yang disarankan dalam Keterangan 3.1, proses penjumlahan dapat digunakan kemudian untuk proyek ketidaksamaan ini ke ruang variabelx. Jadi agregasi mendahului pemben-tukan ketidaksamaan yang valid dalam (4.1), dan sebaliknya benar jika (3.25) itu diproyeksikan ke ruang variabel x.
Kembali ke struktur ketidaksamaan di (4.1), diketahui bahwa untuk setiap
q ∈Q(ω)dapat diasosiasikan sebuah epigraph
23
Dalam pernyataan di atas, telah dibatasi epigraph dengan setiap ketidak-samaan dalam (4.1) ke domain x ∈ X, dan η ≥ 0. Validitas (4.1) menyatakan bahwa epigraph dari submasalah (MIP) nilai fungsi hasil bagi ω∈Ω adalah him-punan bagian dari himhim-punan disjungtif berikut
Πk(ω) ={(η, x)∈ ∪q∈Q(ω)Eqk(ω)}
Dengan menggunakan convexsifikasi dari himpunan ini untuk mendapatkan fungsi pembatas yang lebih rendah untuk digunakan dalam program master.
Dimulai dengan karya Balas [1979], program disjungtif telah memberikan dasar untuk convexsifikasi himpunan disjungtif dari bentuk yang diberikan di atas. Aspek convex hull dari Πk(ω) dapat diwakili dalam bentuk
σk
polyhedral ini diturunkan dengan menggabungkan dua (himpunan dari) kendala pertama yang mendefinisikan setiapEk
q(ω) dengan menggunakanmultipliers
non-negatif τ0q, dan τq masing-masing, dan kemudian menerapkan prinsip disjungtif
cut, bersama-sama dengan kendala yang normal P
q∈Q(ω)τ0q(ω) = 1. Ada satu
korespondensi satu antara aspek convex hull dari Πk(ω), dan titik-titik ekstrim
24
Misalkanηkmenunjukkan batas bawah pada ekspektasi, danxk solusi tahap
pertama yang dihasilkan dari program master di iterasi k. Sesuai dengan ni-lai ηk, anggap bahwa kami juga memiliki hasil ηk(ω), ω ∈ Ω, seperti ηk =
P
ω∈Ωp(ω)ηk(ω). selanjutnya, akan dibahas bagaimana kuantitas dapat diperoleh
(lihat persamaan (4.6)). Awalnya, kita menggunakan η1 = η1(ω) = 0,
diasum-sikan batas bawah. Sekarang, untuk setiap ω ∈ Ω, diusulkan untuk mengidenti-fikasi segi convex hull dari Πk(ω) dengan menyelesaikan LP berikut.
Max
Yang menunjukkan suatu solusi optimal terhadap (4.3) oleh (σk
0(ω)σk(ω), ςk(ω)),
pemotongan disjungtif yang memberikan batas bawah pada nilai fungsi submasalah MIP dapat menghasilkan
(dari convex hull dari Πk(ω)) yang memiliki koefisien positif bagi variabel η.
”Optimality cut” dimasukkan dalam masalah master tahap pertama di ite-rasi k. Oleh karena itu diberikan dengan :
η> E
Jelaslah bahwa persoalan ini juga dapat menyusun metode multicut meng-gunakan masalah (4.4) untuk setiap ω hasil (lihat Birge dan Louveaux [1997]). Perhatikan bahwa selama solusi program master yang dihasilkan di iterasik+ 1, harus ada setidaknya satu ketidaksamaan dari daftar pemotongan (4.5) pada so-lusi yang optimal dari program master. Jika ηk+1 menunjukkan nilai optimal η
yang dihasilkan dari program master, maka terdapat suatu Indekst≤k sehingga
ηk+1(ω) =
25
disjungtif yang telah muncul dalam literatur MIP, dan pemotongan diusulkan dalam (4.5.k). pemotongan disjungtif dalam literatur MIP dimaksudkan untuk memberikan relaksasi dari himpunan titik integer yang layak. Algoritma D2
de-ngan himpunan convexsifikasi (D2-SC, Sen dan Higle [2004], dan Sen, Higle, dan
Ntaimo [2002]) memberikan pendekatan yang logis pada relaksasi linear tahap per-tama. Seperti conveksifikasi yang berurutan memungkinkan kita untuk membawa informasi dari satu iterasi ke itersai berikutnya, sehingga menghindari kembalinya proses convexsifikasi dari awal. Namun demikian, tujuan dari D2-SC tetap satu
di mana relaksasi linier dari submasalah dipererat dengan pertidaksamaan yang valid. Sebaliknya, pemotongan di sini memberikan sebuah aplikasi dari program disjungtif. Kami telah menggunakan pemrograman disjungtif untuk perkiraan nilai fungsi masalah MIP. Pandangan ini melengkapi desain algoritma dekompo-sisi untuk struktur khusus masalah MIP, terutama masalah SMIP, karena berhu-bungan dengan algoritma dekomposisi disjungtif (D2) dari Sen dan Higle [2004],
dan lihat metode yang sekarang sebagai algoritma D2-BAC.
Proposisi 4.1 Misalkan pendekatan program master tahap pertama diselesaikan pada iterasi k maka :
Min {cT +η|η≥0, x∈X∩B,(η, x)}memenuhi(4.5)
Selain itu, anggaplah bahwa submasalah tahap kedua adalah program linier inte-ger campuran (biner) yang solusi parsialnya diperoleh dengan metode branch and bound di semua relaksasi LP layak, dan pengartian node ketika batas bawah (pa-da tahap-kedua) melebihi batas atas yang tersedia (untuk tahap-kedua). Misalkan terdapat sebuah iterasiK sehingga untukk ≥K, metode branch and bound (untuk tiap submasalah tahap kedua) memberikan solusi tahap kedua yang optimal untuk semua ω ∈ Ω, sehingga menghasilkan batas atas masalah tahap kedua. Kemu-dian yang dihasilkan algoritma D2-BAC menyediakan solusi tahap pertama yang
optimal dalam jumlah iterasi terbatas.
26
beberapa pemotongan yang optimal untuk mendefinisikan ηk(ω) seperti dalam
(4.6). Juga ditulis dengan ditulis dengan ηk =E[ηk(ω∼)] =P
ω∈Ωp(ω)η
k(ω).
Untuk iterasi k, dan hasil ω, misalkan ηk + (ω) menunjukkan nilai yang optimal MIP untuk submasalah yang terkait dengan hasil ω. Nyatakan dalam persoalan (4.1), dapat diperoleh
merupakan titik ekstrim dari X, berarti (ηk
+(ω), xk) memenuhi persoalan (4.4)
sebagai suatu kesamaan. Selain itu, menunjukkan bahwa
ηk
Ada banyak rangkaian yang terbatas dari variabel biner tahap kedua, dan juga ada banyak disjunctive yang dinyatakan sebagai persoalan (4.1), dan untuk setiap disjunctive, ada banyak titik ekstrim yang terbatas dihasilkan melalui (4.3). Oleh karena itu, dalam kasus ini, dibutuhkan banyak iterasi yang terbatas, mengatakan
S−1, untuk menghasilkan semua titik ekstrim dari epi-reverse yang berlawanan. Dalam kasus ini, program master di iterasi S memberikan titik (ηS, xS) sehingga
ηS(ω)σ0(ω) +σ(ω)Txs≥ς(ω),∀(σ0(ω), σ(ω), ς(ω)),∈Π+
t(ω),∀t≤S−1 (4.8)
Untuk semuaω. Maka persoalan pada persamaan (4.7) dan (4.8) sebagai berikut
−ηS(ω)−
ni-27
dari X. Oleh karena itu, metode D2−BAC berlaku untuk kelas yang lebih luas
dari masalah yang disebutkan pada titik ekstrim program matematika yang mem-butuhkan solusi yang layak untuk titik ekstrim dari suatu himpunan polyhedral
(Sen dan Sherali [1985]).
4.2 Ilustrasi Algoritma D2-BAC
Dalam bagian ini, digambarkan cara kerjaD2-BAC melalui beberapa
con-toh. Contoh pertama adalah sama dengan dalam masalah sub bab 3.4. Hal ini terjadi pada contoh deterministik, untuk membandingkan perkiraan program master yang dihasilkan dari metode D2-BAC dengan metode D-BAC. Contoh
berikut akan menggambarkan penerapan D2-BAC ke sebuah contoh SMIP.
4.2.1 Contoh Deterministik
Misalnya dari sub bab 3.4 disajikan kembali di bawah ini :
Min −x1−2y1 + 4y2
−4x1−3y1+y2 ≥ −6 (x1, y1) binary, y2 ≥0
Metode D2-BAC membutuhkan batas bawah pada nilai tujuan tahap-kedua. De-ngan menyatakan bahwa nilai −2y1+ 4y2 pada himpunan yang layak harus mi-nimal -2, disimpulkan bahwa η = −2. Dengan pembangunan yang konsisten dibutuhkan ℓ= 0, dengan buat terjemahannya adalah v =η+ 2, sehingga v ≥0. Oleh karena itu, program master pertama (lihat juga 3.4) diberikan oleh
−2 + Min−x1+v v ≥0
x1 binary
28
Min −2y1+ 4y2 −3y1 +y2 ≥ −2
y1 binary, ty2 ≥0
Seperti sebelumnya, solusi untuk relaksasi LP adalah pecahan, dan penyelesaian persoalan ini dengan menggunakan metode branch and bound yang menghasilkan dua node yang sama seperti pada sub bab 3.4. Selama proses branch and bound, nilai masalah tahap kedua adalah η = 0, dan sebagainya, batas atas masalah yang asli adalah -1. Dari solusi ganda diperoleh untuk relaksasi LP di setiap node, disampaikan pada disjungsi berikut.
{η≥4(−6 + 4x1) + (10,−x1 ≥ −1, x1 ≥0, η≥ −2}
atau
{η≥0, x1 ≥ −1, x1 ≥0, η≥ −2}
Sekali lagi, definisikan v =η+ 2, disjunctive ini dapat dinyatakan
{16x1+v ≥ −12, x1 ≥ −1, x1 ≥0, v ≥0}
atau
{v ≥2,−x1 ≥ −1, x1 ≥0, v ≥0}
Menyelesaikan persoalan pemisahan (4.3) memperoleh multipliersτ01= 1/3,τ02 = 2/3, τ1 = 0, τ2 = 16/3, dan pemotongan koefisien τ0 = 2/3, σ1 = −16/3, dan
ς =−4. Segi pemotongan disjungtif yang dihasilkan adalah
−8x−1 +v ≥6
Penambahan hasil ketidaksamaan ini diperbaharui dalam program master
−1 + Min−x1+v −8x1+v ge−6
29
Ini melengkapi satu iterasi. Perhatikan bahwa ketidaksamaan −8x1 +v ≥ −6 dinyatakan oleh kendala dalam akhir program master yang tercantum dalam sub bab 3.4. Untuk melihat catatan ini, bahwa dengan menggunakan multilpiers 1 untuk pertidaksamaan −2x1 +η = −2 dan multipliers 6 untuk pertidaksamaan
−x≥ −1, diperoleh ketidaksamaan berjumlah−8x1+η≥ −8 . Subsitusikann =
v −2 dan didapatkan ketidaksamaan yang sama yang diperoleh dalam program master di atas.
Kemudian dimulai iterasi berikutnya dengan menyelesaikan program master diperoleh pada akhir iterasi pertama. Solusi optimal untuk masalah ini adalah (x1, v) = (0,0). Dengan demikian, pembatasan yang semakin rendah adalah -2. Menyelesaikan masalah tahap kedua dengan x1 = 0 memberikan solusi dan menghasilkan suatu batas atas -2 denganη =−2. Karena batas atas dan bawah keduanya -2, dinyatakan x1 = 0 sebagai solusi optimal.
Dan juga dapat menemukan yang menarik dengan menggunakan metode
D2-BAC untuk memecahkan contoh berikut dengan melibatkan variabel integer
yang umum pada tahap-kedua. (Salah satu juga dapat menggunakan metode D-BAC untuk masalah ini.)
Min−x1+ 2y1+ 4y2 −4x1−3y1+y2 ≥7
x1binary, y1integer, y1, y2≥0
Dengan menyediakan urutan program master yang dihasilkan oleh metode ini. Program master awal adalah sama dengan yang diberikan untuk contoh sebelum-nya, dengan pengertian bahwa v = η+ 6, dimana lℓ = −6 adalah batas bawah pada nilai tahap kedua. Program master kedua adalah
−6 + Min−x1+v −(8/3)x1+v ≥4/3
v ≥0
30
dan yang ketiga adalah
−6 + Min−x1+v −(8/3)x1+v ≥4/3
v ≥2
v ≥0
x1binary
Hal ini terjadi bahwa solusix1 yang disediakan oleh program master kedua adalah
x1 = 0, dan proses branch and bound untuk submasalah yang merupakan batas atas -4 pada masalah asli. Solusi optimal untuk program master ketiga adalah (x1, v) = (0,2), dan karenav =η+ 6, disimpulkan bahwa batas bawah pada ma-salah asli -4. Karena batas atas dan bawah yang sama pada saat ini, disimpulkan bahwa tahap solusi pertamax1 = 0 adalah optimal.
4.2.2 Contoh Program Stokastik
Contoh ini adalah ekstensi sederhana dari contoh yang dibahas di atas. Per-timbangkan SMIP berikut:
Min−x1+E[f(x1,ω˜)]
x1binary
dimana ˜ω adalah variabel random diskrit dengan asumsi dua kemungkinan nilai yang sama {ω1 =−6, ω2 =−2}, dan dimana :
f(x1, ω) = Min−2y1+ 4y2 −3y1+y2 ≥ω+ 4x1
y1binary, y2 ≥0
31
−2 + Min−x1+v v ≥0
x1binary
Pendekatan di atas menghasilkan iterasi pertama x1 = 1, v = 0, sehingga batas bawah adalah -3. Selanjutkan untuk menyelesaikan tahap skenario submasalah kedua. Seperti pada contoh deterministik, solusi ke relaksasi LP untuk ω1 = −6 menghasilkan solusi pecahan, dan menyelesaikan masalah ini dengan menggu-nakan metode BAB. Setelah perhitungan dari bagian sebelumnya, hasil dua node yang sama di pohon BAB, dan seperti sebelumnya, ketidaksamaan sesuai dengan (4.4) adalah −8x1+v1 =−6. Selanjutnya, kami menyelesaikan subproblem yang terkait dengan ω2 = −2. Hal ini dinyatakan bahwa solusi untuk relaksasi LP memenuhi batasan integer, dan memperoleh pemotongan Benders yang terkait dengan skenario ω2 : −16x1+v2 = −6. Menggunakan probabilitas yang terkait dengan ω1 dan ω2 sebagai bobot setiap ketidaksamaan, pemotongan yang diha-silkan (4.5) ditambahkan ke program master −12x1 +v = −6. Program master diperbarui kemudian diberikan oleh
−2 + Min−x1+v
−12x1+v ≥ −6
v ≥0
x1binary Ini melengkapi satu iterasi dari algoritma.
Kemudian dimulai iterasi berikutnya dengan menyelesaikan program master yang diperoleh pada akhir iterasi pertama. Solusi optimal untuk masalah ini adalah (x1, v) = (0,0). Jadi batas bawah adalah -2. Sekarang kita menuju untuk menyelesaikan masalah skenario tahap kedua dengan x1 = 0. Untuk skenario ω1
32
Untuk solusi skenario ω2 pada relaksasi LP adalah pecahan, dan menyele-saikan persoalan ini dengan menggunakan metode BAB, yang menghasilkan dua terminal node. Selama proses BAB, nilai terbaik dari tahap masalah kedua adalah 0. Jadi suatu batas atas pada masalah asli sama dengan -1. Dari solusi ganda yang diperoleh untuk relaksasi LP di setiap node, kita sampai pada disjungsi berikut:
{η≥4(−2 + 4x1) + (10,−x1 ≥ −1, x1 ≥0, η≥ −2}
atau
{η≥0,−x1 ≥ −1, x1 ≥0, η≥ −2}
Sekali lagi, definisikan v =η+ 2, disjunctive ini dapat dinyatakan
{−16x1+v ≥4, x1 ≥ −1, x1 ≥0, v ≥0}
atau
{v ≥2,−x1 ≥ −1, x1 ≥0, v ≥0}
Menyelesaikan persoalan (4.3), diperoleh multiplierτ01= 1/3, τ02 = 2/3, τt1 = 0,
τ2 = 0, dan koefisien σ0 = 2/3, σ1 = 0, dan ς = 4/3. Jadi pemotongan dis-jungtif yang dihasilkan untuk skenarioω2 adalah v(ω2) = 2. Menggabungkan dua pemotongan untuk dua skenario seperti dalam masalah (4.5) menghasilkan segi penjumlahan v ≥ 1. Penambahan hasil ketidaksamaan ini dalam memperbarui program master dan menyelesaikan iterasi kedua.
BAB 5 KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, ada dua prosedur alternatif yaitu algoritma D-BAC, dan metode D2-BAC. Dengan menggunakan variabel tahap kedua sebagai kepu-tusan yang kontinu dalam tahap pertama, sedangkan yang terakhir menciptakan masalah master hanya dengan menggunakan keputusan tahap pertama. Seper-ti yang ditunjukkan dalam Keterangan 3.1, pendekatan D-BAC dapat dimodi-fikasi untuk menghasilkan ketidaksamaan yang telah diproyeksikan hanya dengan menggunakan keputusan tahap pertama. Cara alternatif untuk melihat hubun-gan antara perkembanhubun-gan di bab 3 dan 4 adalah denhubun-gan mencatat masalah de-terministik biner dari bentuk yang dipertimbangkan dalam bab 3, masalah (3.23) menghasilkan ketidaksamaan yang valid pada node q dimana yj = 1,∀j ∈ J2+q,
Yang menunjukkanQsebagai indeks yang ditetapkan untuk akhir pengartian node dari pohon BAB yang sesuai, dan mengamati bahwa setiap y pembatasan biner harus sesuai tepat pada satu node terakhir, dapat dinyatakan suatu disjungsi yang berlaku sebagai berikut:
Kemudian prinsip disjunctive cut dapat digunakan dalam bab 4, dan pemotongan dapat diturunkan dalam ruang variabel (η, x).
Metode D-BAC dari bab 3 mudah dalam pengaturan deterministik, atau untuk masalah SMIP hanya memiliki beberapa skenario pada tahap-kedua. Na-mun, jika hasil jumlah pada tahap-kedua adalah sangat besar (seperti dalam skala SMIPs besar), metodeD2-BAC bab 4 (atau ekivalen, dimodifikasi berdasarkan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, S., Tawarmalani,M., Sahinidis, N.V. 2004. A finite branch and bound algorithm for two stage stochastic integer programs. Math. Programming, 100 : hal. 355-377.
Balas, E. 1979. Disjunctive Programming,Annals of Discrete Mathematics, 5 : hal. 3-51.
Benders, J. F. 1962. Partitioning procedures for solving mixed-variable program-ming problems. Numerische Mathematik 4 : hal. 238-252.
Blair, C., Jeroslow, R. 1982. The value function of an integer program, Mathema-tical Programming, 23 : hal. 237-273.
Blair, C. 1995. A closed form representation of mixed-integer program value func-tions. Math. Programming, 71 : hal. 127136
Caroe, C. C. 1998.Decomposition in stochastic integer programming, Ph.D. thesis, Dept. of Operations Research, University of Copenhagen, Denmark.
Laporte, G., Louveaux, F.V. 1993. The integer L-shaped method for stochastic integer programs with complete recourse. Operations research letters, 13 : hal. 133-142.
Lovasz, L., Schrijver, A. 1991. Cones of matrices and set functions and 0-1 opti-mization. SIAM J. on Optimization, 1 : hal. 166190.
Schultz, R. 1993. Continuity properties of expectation functions in stochastic in-teger programming, Math. Of Operations Research, 18 : hal. 578-589.
Sherali, H. D., Adams, W.P. 1990. A hierarchy of relaxations between the conti-nuous and convex hull representations for 0-1 programming problems, SIAM J. on Discrete Mathematics, 3 : hal. 411-430.
Sherali, H. D., Adams, W.P. 1999. A Reformulation-Linearization Technique for Solving Discrete and Continuous Nonconvex Problems, Kluwer, Boston, MA. Sherali, H. D., Zhu, X. 2005. On solving discrete two stage stochastic programs having mixed integer first and second stage variables.Math. Programming. Sherali, H. D., Fraticelli, B.M.P. 2002. A modification of Benders decomposition
algorithm for discrete subproblems: an approachfor stochastic programs with integer recourse, J. of global optimization, 22 : hal. 319-342.
Sen, S., Higle, J.L. 2005. The C3 Theorem and a D2 algorithm for large scale stochastic Mixed Integer programming: Set Convexification.Math. Program-ming, 104(1) : hal. 1-20.