• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Perempuan Batak Toba Menuju Kemandirian Sebagai Orangtua Tunggal Dalam Proses Membesarkan Anak (Suatu kajian berperspektif perempuan Batak Toba di Desa Parbubu II,Kecamatan Tarutung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upaya Perempuan Batak Toba Menuju Kemandirian Sebagai Orangtua Tunggal Dalam Proses Membesarkan Anak (Suatu kajian berperspektif perempuan Batak Toba di Desa Parbubu II,Kecamatan Tarutung)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PEREMPUAN BATAK TOBA

MENUJU KEMANDIRIAN SEBAGAI ORANGTUA TUNGGAL DALAM PROSES MEMBESARKAN ANAK

(Suatu kajian berperspektif perempuan di Desa Parbubu II, Kecamatan Tarutung)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial dalam bidang Antropologi

Oleh:

YUDITA THERESIA L.TOBING 040905031

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

I thank my God upon every remembrance of you,and always in every prayer

of mine making request for you all with joy (Philippians 1:3-4)

Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk :

O.L.Tobing & K.Laoli (Orangtua)

Hosnida Erlina.Tobing (Kakak) Richard Buala Parulian.Tobing (Abang) Untuk Semua Orang Yang Menyayangi ku

Saya harapkan yang terbaik dan dengan pertolongan Allah akan meraih yang terbaik

(Norman Vincent Peale)

(3)
(4)

ABSTAK

Yudita Theresia.L.Tobing,2008.Judul Skripsi Upaya Perempuan Batak Toba Menuju Kemandirian Sebagai Orangtua Tunggal Dalam Proses Membesarkan Anak (Suatu kajian berperspektif perempuan Batak Toba di Desa Parbubu II,Kecamatan Tarutung).Skripsi ini terdiri dari 5 Bab,110 halaman, 14 daftar tabel, 1 peta.

Perempuan dalam pandangan tradisional masyarakat masih berada di posisi kedua setelah laki-laki.Perempuan dianggap lemah baik dari segi pemikiran dan fisik dibandingkan laki-laki.Perempuan yang hidup dalam lingkungan masyarakat seperti itu akan menjadikannya merasa selalu tergantung pada laki-laki.Pikiran seperti ini akan merugikan bagi seorang perempuan,karena itu akan menjauhkannya dari kemandirian.Ketergantungan perempuan tersebut akan sangat merugikan ketika ia berada dalam kondisi telah berumah tangga dan memiliki anak tetapi ia telah ditinggal mati oleh suaminya atau dengan kata laun menjadi janda.

Menjadi janda berarti seorang perempuan akan menjadi orang tua tunggal bagi anaknya.Setelah ayah sebagai seorang pemimpin keluarga telah tiada maka anak-anak akan kehilangan figur seorang ayah,disinilah peran perempuan sebagai ibu berusaha menstabilkan keadaan dengan berperan ganda yaitu sebagai ibu dan sebagai ayah bagi anak-anaknya.Kemandirian perempuan sangatlah penting dalam keadaan seperti ini,karena sebagai orangtua tunggal perempuan harus selalu tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan

keluarganya.Kemandirian bagi perempuan juga diperlukan karena ia sebagai pemimpin keluarga harus dapat mengambil keputusan yang baik untuk keluarganya,dengan kemandirian diharapkan seorang perempuan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik walaupun tanpa kehadiran seorang suami.

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Nama : Yudita Theresia L.Tobing

Nim : 040905031

Departemen : Antropologi Sosial

Judul : UPAYA PEREMPUAN BATAK TOBA MENUJU

KEMANDIRIAN SEBAGAI ORANGTUA TUNGGAL DALAM

PROSES MEMBESARKAN ANAK

(Suatu kajian berperspektif perempuan di Desa

Parbubu II, Kecamatan Tarutung)

Medan, Maret 2008

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen

(Dra.Sri Emiyanti,MSi) (Drs.Zulkifli Lubis,MA)

NIP. 131 790 658 NIP.131 882 278

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

(Prof.Dr.M.Arif.Nasution, MA)

(6)
(7)

DAFTAR ISI

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian………12

1.4.Tijauan Pustaka………....12

1.5.Ruang Lingkup Lokasi Penelitian………19

1.6.Metode Penelitian……….19

1.7.Teknik Analisis Data………24

BAB II GAMBARAN UMUM 2.1.Lokasi dan Letak Desa……….26

(8)

2.6.1.Sarana Agama………..36

2.6.2.Sarana Kesehatan……….36

2.6.3.Sarana Perekonomian Desa………...38

2.6.4.Sarana Pemerintahan Desa………39

2.7.Organisasi Kemasyarakatan……….39

BAB III SISTEM KEKERABATAN SUKU BATAK TOBA 3.1.Dalihan Na Tolu………...41

3.1.1.Pengertian Dalihan Na Tolu………..41

3.1.2.Unsur-unsur dalam Dalihan Na Tolu………43

3.1.3.Penghargaan yang diterima perempuan dalam Dalihan Na Tolu………..46

3.1.4.Posisi janda dalam Dalihan Na Tolu……….47

3.1.5.Pendapat masyarakat terhadap perempuan yang menjadi janda……….49

3.2.Perempuan Dalam Garis Keturunan Patrilineal……….51

3.3.Aturan Berumah Tangga Pada Suku Batak Toba……….54

3.4.Posisi Janda Dalam Masyarakat Batak Toba………...56

3.4.1.Posisi janda dalam hak waris………...56

3.4.2.Posisi janda dalam keluarga suaminya………..57

3.5.Status Anak Janda Dalam Adat…………...……….…....59

(9)

4.1.1.Persoalan Ekonomi………...61

4.1.2.Pesoalan Sosial………54

4.1.3.Persoalan Budaya………....66

4.1.4.Persoalan Membesarkan Anak………68

4.1.5.Persoalan Internal Janda………..69

4.2.Strategi Para Perempuan Sebagai Orang Tua Tunggal Menghadapi Persoalan Yang Muncul………..71

4.2.1.Strategi Ekonomi……….71

4.2.2.Strategi Sosial………..72

4.2.3.Strategi Menghadapi Budaya………..75

4.2.4.Strategi Membesarkan Anak………77

4.2.5.Strategi Menghadapi Persoalan Internal………..78

4.3.Pandangan Para Perempuan Yang Menjadi Orang Tua Tunggal Terhadap Perjuangan Yang Dilakukannya Untuk Membesarkan Anak………....79

4.4.Analisis Gender………...83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.KESIMPULAN………..86

5.2.SARAN………...89

DAFTAR PUSTAKA………...90

DAFTAR INFORMAN………....93

PEDOMAN WAWANCARA………..96

PETA LOKASI

FOTO LAPANGAN

(10)

DAFTAR TABEL

TABEL I Komposisi Jenis Pemanfaatan Lingkungan Oleh Penduduk Desa

Parbubu II

TABEL II Komposisi Jenis Rumah Penduduk di Desa Parbubu II

TABEL III Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia di Desa

Parbubu II

TABEL IV Komposisi Penduduk Usia Produktif (18 s/d 55 tahun) di Desa

Parbubu II

TABEL V Komposisi Penduduk Usia Non Produktif (usia 56 tahun keatas)

TABEL VI Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikannya di Desa

Parbubu II

TABEL VII Komposisi Jumlah Penduduk di Desa Parbubu II

TABEL VIII Komposisi Penduduk Menurut Agama di Desa Parbubu II

TABEL IX Komposisi Sarana Agama di Desa Parbubu II

TABEL X Komposisi Sarana Kesehatan di Desa Parbubu II

TABEL XI Komposisi Pelayan Kesehatan di Desa Parbubu II

TABEL XII Komposisi Sarana Perekonomian di Desa Parbubu II

TABEL XIII Komposisi Sarana Pemerintahan Desa Parbubu II

TABEL XIV Komposisi Kegiatan Kemasyarakatan Yang Ada di Desa

(11)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan penyertaannya,penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna

melengkapi dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Antropologi

pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Adapun judul skripsi ini adalah Upaya

Perempuan Batak Toba Menuju Kemandirian Sebagai Orangtua Tunggal Dalam Proses

Membesarkan Anak.

Selama penulisan skripsi ini,penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak.Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada : Prof.Dr.M.Arif.Nasution,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik ; Drs.Zulkifli Lubis,MA selaku ketua Departemen Antropologi ; Drs.Irfan

Simatupang,Msi selaku sekretaris Departemen Antropologi ; Dra.Nita Safitri,MHum

selaku dosen penguji dan juga kepada seluruh dosen Antropologi dan FISIP yang telah

membantu penulis selama proses perkuliahan di Departemen Antropologi.Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Dra.Sri Emiyanti,MSi selaku penasehat akademik

sekaligus sebagai dosen pembimbing penulis dalam skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu untuk penulis,memberikan masukan-masukan yang baik untuk

penulisan skripsi ini serta memberikan banyak pengetahuan baru yang berguna untuk

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak lain yang

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini,yaitu kepada : Pemerintah Kebupaten

Tarutung ; Kepala Desa Parbubu II ; juga kepada janda-janda di Desa Parbubu II yang

(12)

menyelesaikan skripsi ini.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat

Desa Parbubu II atas segala bantuannya selama penulis berada di Desa Parbubu II.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih untuk : Rukun Sana Rima.Hia dan

Susy Ernawati.Pasaribu (ncuz) atas segala bantuan,dukungan,dan persahabatan selama

ini,juga untuk sahabat ku Duma Natalia.Saragih dan juga kepada Galuh Adi Wibowo

atas setiap dukungan doa, dan semangat selama ini.Terima kasih juga penulis sampaikan

kepada teman-teman mahasiswa di Antropologi stambuk 2004 :

Nurcahaya,Putri,Siwa,dan juga kepada teman-teman mahasiswa Antropologi lainnya

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua

ku,khususnya kepada mama yang telah banyak memberikan kasih sayangnya selama

ini,juga kepada kedua saudara ku Kak Ida dan Bang Icad.Ucapan terima kasih juga

penulis sampaikan untuk keluarga besar ku yang telah banyak membantu penulis selama

ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,karena

keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.Untuk itu,kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini dimasa akan datang sangat penulis

harapkan.

Medan,Maret 2008

Penulis

(13)

ABSTAK

Yudita Theresia.L.Tobing,2008.Judul Skripsi Upaya Perempuan Batak Toba Menuju Kemandirian Sebagai Orangtua Tunggal Dalam Proses Membesarkan Anak (Suatu kajian berperspektif perempuan Batak Toba di Desa Parbubu II,Kecamatan Tarutung).Skripsi ini terdiri dari 5 Bab,110 halaman, 14 daftar tabel, 1 peta.

Perempuan dalam pandangan tradisional masyarakat masih berada di posisi kedua setelah laki-laki.Perempuan dianggap lemah baik dari segi pemikiran dan fisik dibandingkan laki-laki.Perempuan yang hidup dalam lingkungan masyarakat seperti itu akan menjadikannya merasa selalu tergantung pada laki-laki.Pikiran seperti ini akan merugikan bagi seorang perempuan,karena itu akan menjauhkannya dari kemandirian.Ketergantungan perempuan tersebut akan sangat merugikan ketika ia berada dalam kondisi telah berumah tangga dan memiliki anak tetapi ia telah ditinggal mati oleh suaminya atau dengan kata laun menjadi janda.

Menjadi janda berarti seorang perempuan akan menjadi orang tua tunggal bagi anaknya.Setelah ayah sebagai seorang pemimpin keluarga telah tiada maka anak-anak akan kehilangan figur seorang ayah,disinilah peran perempuan sebagai ibu berusaha menstabilkan keadaan dengan berperan ganda yaitu sebagai ibu dan sebagai ayah bagi anak-anaknya.Kemandirian perempuan sangatlah penting dalam keadaan seperti ini,karena sebagai orangtua tunggal perempuan harus selalu tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan

keluarganya.Kemandirian bagi perempuan juga diperlukan karena ia sebagai pemimpin keluarga harus dapat mengambil keputusan yang baik untuk keluarganya,dengan kemandirian diharapkan seorang perempuan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik walaupun tanpa kehadiran seorang suami.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam keluarga khususnya di Indonesia,perempuan dan laki-laki memiliki

fungsi tersendiri dalam mengurus rumah tangga.Kaum perempuan sebagai istri

lebih berperan dalam proses membesarkan anak dan laki-laki sebagai pencari

nafkah.Perempuan selalu memiliki ketergantungan pada laki-laki dalam

kehidupan rumah tangga.

Berbeda halnya bila dalam sebuah keluarga seorang perempuan berperan

sebagai orang tua tunggal dalam membesarkan anak-anaknya.Sebagai orangtua

tunggal ia harus berperan sebagai ibu sekaligus sebagai ayah bagi

anak-anaknya.Semua ini dapat dilakukan dengan adanya kemandirian dari seorang

perempuan,karena tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak anggapan

masyarakat tentang kaum perempuan yang dinilai lemah dan jauh dari

kemandirian.

Proses membesarkan anak yang dilakukan oleh perempuan sebagai orang

tua tunggal,adalah bagaimana dapat membesarkan anaknya dari anaknya masih

kecil sampai anaknya dewasa dan dapat mandiri.Proses membesarkan anak

tersebut termasuk dalam sosialisasi anak dan pengasuhan anak seperti memberi

makan anak,menjaga anak,memberi pendidikan agama,pendidikan formal dan lain

sebagainya.

Menurut Sayogyo dalam Pratini (2001:11),masalah penting dalam

(15)

perubahan dari peranan perempuan pada status sosialnya yang baru,yaitu

peranannya sebagai ayah dan ibu anak-anaknya dalam proses sosialisasi.

Soejono Soekanto (1982:140),mengatakan proses sosialisasi anak adalah

proses pendewasaan individu dari mahluk sosial.Masa perubahan seorang anak

dari keadaan psikologis menjadi mahluk sosial pada tahun-tahun pertama dari

kehidupannya di dunia,merupakan proses yang sangat penting dan menarik untuk

dipelajari melalui proses yang disebut proses sosialisasi.

Proses sosialisasi anak tersebut memerlukan peranan,yang dalam

penelitian ini perempuan sebagai orang tua tunggal yang dituntut kemandiriannya

dalam membesarkan anak-anaknya tanpa figur seorang suami dan keluarga yang

utuh.

Menurut Muniarti (2004:111),pribadi yang mandiri merupakan pribadi

yang yang berani menyatakan kehendaknya,berani memutuskan dan bertanggung

jawab secara sadar.Pribadi mandiri menyadari bahwa dirinya adalah seorang

pribadi.

Keluarga adalah lembaga yang sangat penting dalam menanamkan

nilai-nilai bagi anaknya agar dikemudian hari dapat menanggapi lingkungan secara

aktif.Dengan perkataan lain,kualitas sumber daya manusia tidak lepas dari

bagaimana keluarga mendidik anak-anaknya dalam berbagai hal yang berkaitan

dengan kehidupan baik dimasa lalu maupun masa yang akan datang.Membesarkan

anak di dalamnya mencakup pengasuhan anak,pengasuhan anak adalah bagian

dari sosialisasi yang berfungsi menyiapkan seorang anak menjadi warga

masyarakat kelak.Pengasuhan anak sudah dimulai sejak anak masih kecil.

Ketergantungan perempuan kepada laki-laki jelas mempengaruhi

(16)

tidak,anggapan yang berkembang dalam masyarakat ini sering membatasi ruang

gerak perempuan.Ketergantungan merupakan hal yang begitu akrab dengan

perempuan,sementara kemandirian merupakan hal yang asing.

Muniarti (2004:111-112),pola ketergantungan yang tercipta dari

konstruksi sosial yang bias gender ini,sangat mengganggu perkembangan pribadi

seorang perempuan untuk mandiri.Ia sendiri,perempuan,merasa tidak pantas untuk

mandiri dan suaminya akan merasa bersalah apabila istrinya tidak tergantung

kepadanya.

Upaya menuju kemandirian bagi perempuan sebagai orang tua tunggal

merupakan tuntutan yang tidak dapat ditunda lagi dan karena sangat diperlukan

untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya terlebih dalam

membesarkan anak-anaknya,mengingat bila seorang perempuan sebagai orang tua

tunggal bagi anak-anaknya yang harus memainkan peran ganda dalam keluarga.

Perempuan sebagai orang tua tunggal bagi anak-anaknya dituntut untuk

melakukan berbagai perubahan dalam cara bepikir,bersikap dan bertindak yang

lain dari cara-cara yang lama.Karena anak-anak berkembang dengan meniru

keadaan di lingkungannya.Sebagai orang tua tunggal perempuan harus bisa

menciptakan suasana yang seimbang bagi anak-anaknya.Sehingga anak-anaknya

tidak merasa kekurangan kasih sayang karena tidak hadirnya figur ayah dalam

keluarga.

Perempuan sebagai orang tua tunggal harus mandiri.”Pada dasarnya

kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertanggung

jawab terhadap apa yang harus dilakukan” (Pratini,2001:12).Kemandirian bagi

perempuan dipandang penting karena dengan kemandirian seseorang berusaha

(17)

menyatakan bahwa perempuan adalah kaum yang tergantung atau tidak

mandiri,merupakan anggapan yang mengacu pada norma-norma ketimuran yang

cenderung menempatkan perempuan lebih rendah dari laki-laki.

Kemandirian bagi perempuan Timur termasuk Indonesia agak berbeda

dengan kemandirian perempuan Barat.Hemas dalam Pratini (2001:24),

menyatakan bahwa ada beberapa hal yang unik dalam kemandirian perempuan

Indonesia yaitu adanya keterkaitan yang kuat dengan prinsip-prisip agama,budaya

atau tradisi dan filsafat serta norma-norma kehidupan yang ada di negara

Indonesia.Disisi lain konsep kemandirian datang dari Barat lebih menekankan

pada individualisme,independensi diri,yang melepaskan diri dari ikatan kerja

sama antara satu dengan yang lain,kebebasan sepenuhnya dari ikatan norma

sosial,agama dan budaya.Dengan demikian konsep kemandirian perempuan

Indonesia mempunyai karakter sendiri dibandingkan konsep kemandirian yang

datang dari Barat.Kemandirian perempuan di Indonesia tetap masih

memperhatikan atau masih tergantung pada norma-norma yang berlaku di

masyarakat,di tempat tinggal perempuan itu berada.

Perempuan sebagai orang tua tunggal memiliki peran dalam membesarkan

anak yaitu memberikan pendidikan,peran mendidik anak dapat diberikan meliputi

orientasi terhadap nilai moral,pendidikan yang diberikan kepada

anak-anaknya.Ketika mengadakan perubahan perempuan akan merasa terpaksa untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru.Biasanya seorang perempuan dalam

keluarga selalu di dampingi oleh seorang suami tetapi dia harus menyesuaikan

keadaan ketika ia menjadi orang tua tunggal dan mengasuh anak-anaknya dengan

baik.Anak bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai pewaris keturunan,karena

(18)

membesarkannya dari ia kecil sampai dewasa,mengajarkan nilai-nilai dalam

kehidupan bermasyarakat dan berusaha memenuhi segala kebutuhannya.

Perempuan dalam pandangan tradisional masyarakat masih berada di

bawah laki-laki.Dalam masyarakat yang masih bersifat tradisional mengaganggap

bahwa laki-laki selalu lebih hebat dari perempuan,perempuan dianggap

bodoh,selalu dinomor duakan dan jauh dari kemadirian.Pendapat-pendapat

masyarakat seperti inilah yang menghadirkan ketidakadilan gender.

Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum

laki-laki dan perempuan menjadi korban dalam sistem tersebut.Konsep gender

yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang

dikonstruksikan secara sosial maupun kultural.Perbedaan gender sesungguhnya

tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan

gender.Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak

hal,diantaranya dibentuk,disosialisasikan,diperkuat,bahkan dikonstruksi secara

sosial maupun kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara.Melalui proses

panjang,sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan

seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi sehingga dianggap dan

dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan (Fakih,1996:7-12).

Menurut Fakih (1996:13-23) ketidakadilan gender tersebut dapat

berbentuk :

* Gender dan Marginalisasi Perempuan,proses marginalisasi yang mengakibatkan

kemiskinan bagi perempuan baik di tempat kerja bahkan dalam keluarga.Misalnya

banyak diantara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum

(19)

* Gender dan Subordinasi,pandangan gender ternyata bisa menimbulkan

subordinasi terhadap perempuan.Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau

emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin,berakibat munculnya

sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.

* Gender dan Stereotipe,secara umum stereotipe adalah penandaan terhadap suatu

kelompok tertentu.Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari

pandangan gender.Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin

tertentu,umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang

dilekatkan kepada mereka,misalnya penandaan yang berawal dari asumsi bahwa

perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan

jenisnya,maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan

dengan stereotipe ini.

* Gender dan Kekerasan,kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault)

terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.Kekerasan terhadap

sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber,namun salah satu

kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan

gender.Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related

violence.Pada dasarnya,kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan

kekuatan yang ada dalam masyarakat.

* Gender dan Beban Kerja,adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki

sifat memelihara dan rajin,serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah

tangga,berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga manjadi

tanggung jawab kaum perempuan.Konsekuensinya,banyak kaum perempuan yang

harus bekerja keras dan lama.Bias gender yang mengakibatkan beban kerja

(20)

kenyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai

jenis “pekerjaan perempuan” seperti semua pekerjaan domestik dianggap dan

dinilai lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap sebagai

“pekerjaan laki-laki” serta dikategorikan “bukan produktif “ sehingga tidak

diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara.

Terkait dengan masalah tersebut perempuan dapat mulai memahami diri

mereka sendiri lebih baik dan menumbuhkan penilaian yang lebih tinggi terhadap

sifat hakiki dalam diri mereka (Wolfman,1989:40).Setelah memahami

sifat-sifat hakiki dalam diri mereka sendiri,para perempuan yang telah memiliki

keluarga akan lebih memahami perananya dalam keluarga.

Sifat dasar seorang perempuan adalah menjadi ibu,bagi sebagian orang

menjadi ibu adalah proses yang alami dari perempuan.Perempuan dalam

kodratnya menjadi ibu yang harus mengurus anak-anaknya jauh lebih besar dari

laki-laki.Faktanya,laki-laki hanya mencari nafkah di luar rumah dan

perempuanlah yang sebenarnya mengurus kebutuhan keluarganya dari hal kecil

sampai hal yang besar.”Dapat dilihat dalam kenyataannya di negara-negara

Selatan kerja yang dilakukan oleh sebagian besar perempuan miskinlah yang

memungkinkan keluarga mereka tetap bertahan hidup : semakin miskin suatu

keluaga,keluarga itu semakin bergantung kepada produktivitas ekonomi seorang

perempuan” (Mosse,1946:46).Dari hal diatas dapat dilihat kemandirian

perempuan sebagai orangtua tunggal bagi anak-anaknya dan memberikan teladan

tentang hal-hal apa saja yang baik dan yang buruk di lingkungannya

. Penelitian ini melihat tentang upaya perempuan menuju kemandirian

sebagai orangtua tunggal bagi anak-anaknya yang lokasinya bertempat di wilayah

(21)

dengan kehidupan yang sederhana dan dengan kebudayaan yang masih dipegang

teguh masyarakat setempat.Berdasarkan data sementara di lapangan,perempuan

yang menjadi orang tua tunggal semuanya dikarenakan ditinggal mati oleh

suaminya.Hal ini disebabkan oleh faktor agama yang banyak dianut masyarakat

setempat yaitu Kristen yang tidak mengijinkan seseorang yang telah menikah

bercerai kecuali karena kematian,selain itu masyarakat Batak yang ada disana

masih kental dengan norma-norma dan adat istiadat yang melarang seorang

perempuan untuk berceri atau memiliki anak diluar pernikahan atau hidup terpisah

dari suaminya,karena menurut masyarakat disana perempuan harus mengabdi dan

mengikuti suaminya.

Adapun data sementara jumlah perempuan orangtua tunggal di Desa

Parbubu II sampai dengan September 2007 yang didapat dari kantor kepala desa

setempat adalah sebagai berikut :

(22)
(23)

16 Shinta Sibuea 65 Bertani - Protestan - Ya

Dari data diatas dapat dilihat bahwa perempuan yang menjadi orang tua

tunggal di Desa Parbubu II,dalam upayanya untuk mandiri setelah ditinggal mati

oleh suaminya yaitu dengan bertani dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lain

seperti bertenun kain ulos,dan berternak walaupun terkadang mereka harus

mengerjakan sawah atau ladang orang lain karena tidak memiliki sawah atau

ladang sendiri.Berdasarkan pengamatan sementara perempuan Batak di Desa

Parbubu II dari kecil sudah dibiasakan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan

rumah tangga seperti mencuci baju,memasak,mengangkat air,membantu di

sawah,mengurus saudaranya yang lebih muda darinya,dll.Hal ini dilakukan untuk

mempersiapkan para perempuan untuk dapat mengurus keluarganya kelak.

Perempuan yang menjadi orangtua tunggal harus dapat keluar dari

ketergantungan yang selama ini disadari atau tidak telah menghambat

kemandiriannya walaupun dalam banyak masyarakat yang masih memegang sifat

tradisional seperti dalam masyarakat Batak yang menganut sistem patrilineal yaitu

sistem yang bercirikan laki-laki (ayah),selalu memberi nilai yang lebih tinggi pada

(24)

keluarga mulai dari hak waris,hak untuk berbicara dalam acara adat,hak untuk

memperoleh pendidikan,hak untuk mengambil keputusan dalam keluarga

sehingga perempuan sebagai orangtua tunggal bagi anak-anaknya sering

diragukan kemampuannya dalam mengurus keluarganya tanpa kehadiran

suami,perempuan dianggap lemah untuk menanggung persoalan-persoalan berat

dan juga dalam masyarakat terkadang masih memandang sebelah mata pada status

perempuan yang menjadi orangtua tunggal,oleh karena itu kemandirian

merupakan modal dasar bagi manusia dalam menentukan sikap dan perbuatan

terhadap lingkungannya.Kemandirian mendorong orang untuk berprestasi dan

berkreasi.Dengan demikian kemandirian diharapkan dapat mengatur orang

menjadi mahluk yang produktif dan efisien,mampu memecahkan berbagai

persoalan serta membawa dirinya kearah kemajuan.

1.2.Perumusan Masalah

Mengacu dari keadaan yang telah dijelaskan pada latar belakang

diatas,maka masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana

seorang perempuan sebagai orangtua tunggal dalam menciptakan kemandiriannya

untuk dapat terus mengasuh dan membimbing anak-anaknya agar dapat

menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya dalam keluarga yang tidak lengkap.

Dari masalah tersebut hal-hal yang ingin dikaji oleh peneliti antara lain :

1.Persoalan-persoalan apa saja yang muncul ketika para perempuan Batak Toba

ini menjadi orangtua tunggal bagi anak-anaknya?

2.Bagaimana faktor budaya setempat dapat mempengaruhi upaya kemandirian

(25)

3.Bagaimana strategi-strategi yang dilakukan oleh perempuan Batak Toba yang

menjadi orangtua tunggal dalam menghadapi persoalan-persoalan eksternal dan

internal sehinggal ia dapat mandiri dan dapat membesarkan anak-anaknya?

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang upaya

perempuan Batak Toba menuju kemandirian sebagai orangtua tunggal dalam

proses membesarkan anaknya,dimana kemandirian perempuan sebagai orangtua

tunggal masih sulit diterima oleh masyarakat kita.

Manfaatnya diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan oleh Biro Pemberdayaan Perempuan dalam penyusunan program

tentang pemberdayaan perempuan yang khusus menyandang status orangtua

tunggal..Dan juga sebagai tambahan referensi bagi studi antropologi gender.

1.4.Tinjauan Pustaka

Khairruddin dalam Su’adah (2003:22),mengatakan pada hakikatnya

keluarga merupakan hubungan keturunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur

melalui kehidupan.Dalam hubungannya dengan proses sosialisasi anak,keluarga

dijadikan wadah bagi proses pendewasaan dan pembelajaran bagi anak.

Sumbangan keluarga pada perkembangan anak berupa (Hurlock,1992:201)

- Perasaan aman karena menjadi anggota kelompok yang stabil

- Orang-orang yang dapat diandalkannya dalam memenuhi

kebutuhannya-fisik dan psikologis

- Sumber kasih sayang dan penerimaan,yang tidak terpengaruh oleh apa

(26)

- Model pola perilaku yang disetujui guna belajar menjadi sosial.

- Bimbingan dalam pengembangan pola perilaku yang disetujui secara

sosial.

- Orang-orang yang dapat diharapkan bantuannya dalam memecahkan

masalah yang dihadapi tiap anak dalam penyesuaian pada kehidupan

- Bimbingan dan bantuan dalam mempelajari kecakapan-motorik,verbal dan

sosial-yang diperlukan untuk penyesuaian

- Perangsang kemampuan untuk mencapai keberhasilan di sekolah dan

kehidupan sosial.

- Bantuan dalam menetapkan aspirasi yang sesuai dengan minat dan

kemampuan

- Sumber persahabatan sampai mereka cukup besar untuk mendapatkan

teman di luar rumah atau bila teman di luar tidak ada.

Sejalan dengan itu Suratman (1995:36),mengatakan keluarga sebagai unit

terkecil dalam masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk dapat memenuhi

kebutuhan anak-anaknya baik dari sudut agama,psikologis,psikis,tempat tinggal

dan juga kebutuhan akan rasa sayang,dimengerti dan rasa aman melalui asuhan

dan ucapan.

Wauran (1977:20) mengatakan keluarga menjadi penting karena selain

sebagai tempat proses sosialisasi pertama,keluarga juga membawa pengaruh yang

luas baik dalam keluarga itu sendiri maupun kepada masyarakat dan bangsa.

Keluarga inti terdiri dari ayah,ibu dan anak-anak.Menurut Levine dalam

Sjarkawi (2006:20) menjadi orangtua sesungguhnya merupakan proses yang

(27)

proses tersebut.Akan tetapi dengan memahami bahwa kepribadian mengaktifkan

energi,mengembangkan langkah demi langkah,serta menyadari implikasi setiap

langkah terhadap diri anak,para orangtua secara perlahan akan mampu memupuk

rasa percaya diri pada diri anak.

Selanjunya Levine juga menegaskan bahwa kepribadian orangtua akan

berpengaruh terhadap cara orangtua tersebut dalam mendidik dan membesarkan

anaknya yang pada gilirannya juga akan berpengaruh kepada kepribadian si anak

tersebut.

Dalam proses tumbuh kembang anak,pengaruh lingkungan besar

sekali,termasuk lingkungan keluarga yang jelas ikut memberi bentuk dan warna

pada kepribadian anak.Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat

yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial pada tahap-tahap awal

perkembangan kepribadian anak.Hubungan antara pribadi dalam keluarga yang

meliputi hubungan antara anak dengan tokoh yang dekat dalam dalam

kehidupannya (significant others),acapkali berpengaruh besar terhadap

perkembangan kepribadian anak yang dalam hal-hal tertentu bisa menjadi sumber

permasalahan perilaku anak (Gunarsah,1993:44-45).

Proses membesarkan anak merupakan rangkaian dari usaha-usaha yang di

dalamnya terdapat pengasuhan anak dan sosialisasi anak.Pengasuhan anak adalah

salah satu bagian yang penting dalam proses sosialisasi yang dialami oleh seorang

anak di rumahnya Secara khusus sosialisasi mencakup proses dimana warga

masyarakat mempelajari kebudayaan,belajar mengendalikan diri serta

mempelajari peran-peran di dalam masyarakat” (Danandjaja,1980:246).

Koentjaraninggrat (1990:229),proses sosialisasi bersangkutan dengan

(28)

seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar dari pola-pola

tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu sekelilingnya yang

menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan

sehari-hari.

Danandjaja (1988:71),mengatakan pengasuhan anak adalah media untuk

mentransmisikan suatu konfigurasi kebudayaan dari satu generasi ke generasi lain

dan alat komunikasi orangtua dan anak-anak mereka.

Penelitian ini membahas tentang kemandirian perempuan sebagai orang

tua tunggal dalam proses membesarkan anak.Dimana keluarga inti tersebut hanya

terdiri dari ibu dan anak-anaknya.Lebih lanjut Biro Pusat Statistik menunjukkan

yang dimaksud dengan perempuan sebagai orang tuatunggal dan mengepalai

rumah tangga adalah perempuan yang dianggap bertanggung jawab terhadap

rumah tangga (BPS,1986 dalam Pratini,2001:49) dan dibedakan atas :

- Perempuan yang tidak kawin yaitu perempuan yang tidak terikat di dalam

perkawinan dan bertanggung jawab terhadap rumah tangganya.

- Perempuan yang kawin yaitu perempuan yang terikat di dalam perkawinan

tetapi tempat tinggalnya berpisah dengan suami sehingga perempuan yang

mengepalai rumah tangga.

- Perempuan yang cerai hidup maupun cerai mati (janda) adalah perempuan

yang telah bercerai maupun suaminya meninggal dunia dan belum

menikah lagi.

Jadi perempuan sebagai orangtua tunggal menjadi kepala rumah tangga

baik secara de jure yaitu perempuan hidup berumah tangga sendiri,dalam arti

(29)

karena perempuan itu merantau tanpa suami atau ditinggal merantau suaminya

dan berumah tangga sendiri.

Kemadirian perempuan Batak Toba sebagai orangtua tunggal bagi proses

membesarkan anak-anaknya merupakan hal yang sangat penting,berhubung

ketiadaan orang lain untuk menggantungkan dirinya.Keadaan ini juga menjadi

semakin sulit karena anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa perempuan

tergantung pada laki-laki.Menurut Mosse (1996:42),anak-anak merupakan

kekayaan seorang perempuan sekaligus beban yang mungkin harus diatasinya

sendiri.

Simanjuntak (1983:90),mengemukakan wanita sebagai orang yang

bertanggung jawab terhadap keluarganya,pendidikan anak-anaknya,kelangsungan

generasi manusia,pelaksaan upacara keagamaan,di dalam rumah akan menduduki

posisi tinggi di dalam strutur masyarakat.

Bagi suku Batak Toba orangtua terutama ibu merupakan tokoh yang

sangat penting dalam pendidikan dan perkembangan anak.Penelitian sementara di

Desa Parbubu II menunjukkan bahwa tokoh utama membesarkan anak bayi

terletak di tangan ibu.”Dalam perkembangan anak selanjutnya ibu dibantu saudara

kandung si anak karena ibu ikut serta bersama ayah untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya” (Nadeak,1992:76-80)

Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan menurut garis

laki-laki dan dalam literatur Antropologi dikenal sebagai masyarakat dengan sistem

patrilineal yang terkuat di Indonesia (Koentjaraninggrat,1985:130).Pada sistem

kekerabatan patrilineal,bahwa kewajiban,wewenang dan kontrol atas wanita dan

(30)

Dalam Muniarti (2004:89),pada masyarakat Batak,laki-laki lebih dihargai

daripada perempuan.Istri yang tidak bisa menurunkan anak laki-laki,membuat

laki-laki (suaminya) boleh mengawini perempuan lain lagi untuk mendapatkan

anak laki-laki.Perempuan bekerja keras,laki-laki berkumpul di lapo tuak (kedai

minum) sambil main catur atau kartu.Dalam suatu pesta Batak kepala babi

diberikan kepada laki-laki sebagai manifestasi falsafah Batak yang berarti

kehormatan,kekayaan,dan keturunan yang merupakan hak laki-laki.Hubungan

darah yang berdasarkan marga menunjukkan hubungan yang paternalistik.Namun

sebenarnya masyarakat masyarakat Batak mempunyai konsep tiga tungku yaitu

boru,hula-hula,dan dongan sabu toha.Konsep ini menunjukkan bahwa perempuan

mempunyai status setara dengan laki-laki.

Bangun dalam Yusnita (1997:11),menggambarkan bahwa masyarakat

Batak Toba seolah-olah sangat menitik beratkan pengaruh laki-laki.Ini dapat

dilihat bila suami meninggal,janda harus kawin dengan salah satu kerabat bekas

suaminya (levirate) tetapi kalau ia tidak mau,ia bisa minta diceraikan kepada

keluarga besar asal dari suaminya.Jadi hal ini mejadikan perempuan Batak yang

telah ditinggal mati oleh suaminya tidak begitu saja dapat menikah dengan

laki-laki lain di luar keluarga suaminya.Dengan tidak menikah lagi atau menikah

dengan laki-laki dari keluarga bekas suaminya maka perempuan akan tetap

menjadi tanggung jawab keluarga asal suaminya itu dan ia serta anak-anaknya

akan tetap diakui sebagai bagian keluarga suaminya dan tidak akan kehilangan

hak waris yang diperoleh dari suaminya.

Pandangan masyarakat Batak Toba seperti ini tanpa disadari sering

menghadirkan ketidakadilan gender.Muniarti (2004:199-200),ideologi gender

(31)

karena tidak adanya kesetaraan dalam relasi antar manusia.Pemahaman bahwa

setelah menikah istri adalah milik suami,mengundang perilaku suami untuk

menguasai istri.Dianggapnya bahwa istri adalah hak milik suami.Istri akan

menjadi tergantung karena ia dimiliki dan harus dilindungi.Padahal dalam

kenyataannya belum tentu laki-laki sebagai seorang pribadi memilki kemampuan

untuk itu.

Dalam hal kemandirian perempuan,menurut teori fungsional

ketidakhadiran kepala rumah tangga laki-laki dipandang sebagai berkurangnya

fungsi salah satu bagian dalam keseluruhan sistem.Budiman dalam Pratini

(2001:39),menyatakan bahwa ketergantungan perempuan merupakan sesuatu yang

alamiah (atau paling sedikit sesuatu yang diperlukan untuk menjamin

keharmonisan masyarakat).

Pratini (2001:39) menyatakan bahwa teori ini didasarkan oleh pendapat

Emile Durkheim yang menyatakan bahwa masyarakat modern merupakan

masyarakat organis dan menunjukkan terjadinya pembagian kerja yang saling

melengkapi.Dalam hal peran perempuan sebagai ibu rumah tangga,teori

fungsional menyatakan bahwa bentuk keluarga yang seperti sekarang menggejala

yaitu kaum perempuan bekerja di sektor domestik,merupakan sesuatu yang sudah

“alamiah” sesuai dengan pembagian kerja di masyarakat yakni bahwa perempuan

mengurus rumah tangga,laki-laki bekerja mencari penghasilan.

Pratini (2001:41),bila rumah tangga dikepalai oleh seorang perempuan

yaitu sebagai orangtua tunggal,dipandang sebagai ketidakseimbangan sosial

(social inequlity),maka jika dilihat dari sudut pandang teori fungsional hal ini

(32)

Megawangi (1999:68-69),arti fungsi disini dikaitkan dengan bagaimana

sebuah sistem atau subsistem dalam masyarakat dapat saling berhubungan dan

dapat menjadi sebuah kesatuan sosial.Fungsi sebuah sistem mengacu pada

kegunaan sebuah sistem untuk memelihara dirinya sendiri dan memberikan

kontribusi pada berfungsinya subsistem-subsistem lain dari sistem tersebut.

Karena itu apabila rumah tangga dipandang sebagai sistem maka

bagian-bagian dalam sistem tersebut harus saling mendukung.

Oleh sebab itu ketidakhadiran figur seorang laki-laki dalam kelurga dapat

memacu potensi dari anggota keluarga lain khususnya seorang ibu untuk dapat

mandiri dan dapat berperan ganda sebagai ibu yang mengasuh anak-anaknya serta

sebagai ayah yang mencari nafkah keluarga.

1.5.Ruang Lingkup Lokasi Penelitian

Di dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Desa Parbubu

II,Kecamatan Tarutung,Kabupaten Tapanuli Utara,Propinsi Sumatera Utara.

Adapun alasan dalam memilih daerah ini sebagai lokasi penelitian,karena

di desa ini penulis dapat menemukan perempuan yang berperan sebagi orangtua

tunggal bagi anak-anaknya.Daerah yang tergolong desa ini,masih kental dengan

budaya bahwa perempuan posisinya masih di bawah laki-laki dalam rumah tangga

dan anggapan yang menyatakan perempuan jauh dari kemandirian.

1.6.Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif,yaitu memberikan gambaran yang tepat

terhadap suatu gejala dalam masyarakat yaitu bagaimana upaya perempuan

(33)

anaknya.”Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat

terhadap fenomena sosial tertentu,peneliti mengembangkan konsep dan

menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengukuran hipotesis”(Masri

Singarimbun,1995:4).

Selain menggunakan tipe penelitian deskriptif,penulis juga menggunakan

metode kualitatif. Kirl dan Miller dalam Moleong (2002:3),mendefenisikan bahwa

penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan yang secara

fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya

sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan

peristilahannya.

Melalui metode kualitatif ini dapat dilihat bagaimana perempuan Batak

Toba di tengah berbagai anggapan masyarakat dan keterbatasan kemampuannya

dapat mandiri sebagai orangtua tunggal dalam keluarganya dan dalam

membesarkan anak-anaknya.

Teknik penelitian yang digunakan dalam pencarian data di lapangan antara

lain:

* Data Primer

1.Teknik Observasi.

Teknik observasi ini dilakukan peneliti untuk mengamati kegiatan

perempuan-perempuan yang mejadi orangtua tunggal dalam membesarkan

anaknya.Peneliti juga akan melihat bagaimana upaya kemandirian perempuan

dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut.Serta reaksi masyarakat yang

masih kuat akan tradisi tentang kemandirian perempuan sebagai orangtua tunggal

(34)

2.Teknik Wawancara

Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara mendalam (depth

interview) untuk dapat memperoleh gambaran bagaimana keseharian para

perempuan yang menjadi orangtua tunggal dalam mengasuh anak-anaknya dan

bagaimana perempuan ini menghadapi masyarakat serta perubahan dalam

keluarganya.Sewaktu melakukan wawancara,jika diijinkan oleh informan maka

peneliti akan menggunakan catatan lapangan.Dalam wawancara ini juga akan

dibantu dengan pedoman wawancara (interview guide) yang telah disusun lebih

dahulu.

3.Penentuan Informan

Penentuan informan untuk diwawancarai sesuai dengan kriteria informan :

a. Informan Pangkal,yaitu orang yang pertama ditemui untuk mengetahui

informasi dilapangan.Informan pangkal ini memilki pengetahuan

tentang kondisi di lapangan dan mengenai data-data yang dibutuhkan

oleh peneliti Informan pangkal di sini yaitu Kepala Desa Parbubu II.

b. Informan Pokok (kunci),yaitu orang yang terlibat atau menjadi pelaku

langsung dalam masalah penelitian ini.Informan kunci ini adalah orang

yang diharapkan peneliti dapat memberikan keterangan tentang

masalah yang diteliti.Informan kunci di sini yaitu para perempuan (ibu)

di Desa Parbubu II yang menjadi orangtua tunggal bagi

anak-anaknya.Informasi ini didapat dari para ibu yang menjadi orangtua

tunggal,yang jumlah sementaranya telah diperoleh lebih dulu yaitu

dengan kategori :

(35)

- Ibu yang menjadi orangtua tunggal dan pada saat penelitian

dilakukan ia masih masih memliki tanggungan anak.Dari sini diharapkan

dapat diperoleh informasi bagaimana upaya perempuan itu untuk mandiri

dan membesarkan anak-anaknya seorang diri mulai dari saat anaknya

tersebut ditinggal oleh ayahnya.

- Ibu yang menjadi orangtua tunggal dan pada saat penelitian

berlangsung ia sudah tidak memiliki tanggungan anak,tetapi ia tetap

pernah merasakan membesarkan anaknya sendiri ketika suaminya sudah

meninggal.Dari sini diharapkan dapat diperoleh informasi bagaimana

upaya yang dilakukan oleh seorang perempuan yang telah berhasil

membesarkan anaknya seorang diri sampai anak itu bisa mandiri.

c. Informan Biasa,informan ini memberikan informasi sesuai dengan

pengetahuannya tentang masalah dalam penelitian ini,walaupun

informan ini tidak terlibat langsung dalam masalah.Informan biasa ini

diambil dari masyarakat Batak di Desa Parbubu II dan juga dapat

diambil dari keluarga para ibu yang menjadi orangtua tunggal di desa

ini.Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggapan

masyarakat tentang perempuan yang menjadi orangtua tunggal bagi

anak-anaknya.

Untuk lebih memperjelas dekripsi ini maka peneliti akan membuat life

history dari sebagian perempuan di desa Parbubu II yang menjadi orangtua

tunggal dalam keluarganya yang merupakan informan kunci dalam penelitian ini.

Berdasarkan data sementara di lapangan,bahwa perempuan yang menjadi orang

(36)

yang mewakili adalah Ibu Hilderia Sihombing yaitu seorang ibu yang telah

berhasil membesarkan anaknya sampai anaknya itu sekarang dapat mandiri.Ibu

Hilderia sudah lama menjadi orang tua tunggal bagi anaknya.Pada pernikahannya

Ibu Hilderia hanya dikaruniai satu orang anak laki-laki.Ia ditinggal mati oleh

suaminya sejak anaknya baru berumur 8 tahun dan sedang duduk di bangku SD

kelas II.Saat ditinggal oleh suaminya,Ibu Hilderia belum memiliki rumah sendiri

sehingga ia harus tinggal di rumah saudara jauhnya yang berada di desa Parbubu

II juga karena keluarganya sendiri dan keluarga suaminya juga mengalami

kesulitan ekonomi sehingga tidak dapat membantu banyak.Selama menumpang di

rumah saudara jauhnya itu,Ibu Hilderia berusaha keras untuk dapat membesarkan

anaknya tanpa kehadiran seorang suami.Dari cerita Ibu ini awalnya terasa sulit

karena harus membesarkan anaknya sendiri dan harus siap menghadapi setiap

masalah dalam keluarganya sendiri termasuk anggapan masyarakat tentang

statusnya sebagai orangtua tunggal dan perempuan yang dianggap tidak bisa

mandiri dan dari tanggungan laki-laki,tetapi karena kehidupan di desa yang

membiasakan para wanita juga ikut bekerja,maka Ibu ini dapat menghidupi

anaknya dari bekerja di sawah orang lain dan bertenun kain ulos yang kemudian

dijualnya walupun kehidupannya sulit,Ibu Hilderia tidak berpikir untuk menikah

lagi karena adat Batak bila seorang wanita menikah lagi dengan laki-laki di luar

keluarga suaminya maka ia dan anaknya akan lepas dari tanggung jawab keluarga

mantan suaminya,selain itu Ibu Hilderia merasa ia cukup memiliki satu suami

dalam hidupnya.Melalui usahanya itu,Ibu Hilderia dapat menyekolahkan anaknya

sampai lulus SMU hingga anaknya sekarang sudah berkeluarga.

Selain Ibu Hilderia,cerita lain dari kehidupan perempuan yang menjadi

(37)

orangtua tunggal dan saat ini sedang dalam proses menuju mandiri untuk dapat

membesarkan anak-anaknya sampai anak-anaknya dapat mandiri.Ibu Risma ini

baru 2 tahun ditinggal mati suaminya.Dari pernikahannya ia dan suaminya

dikaruniai 5 orang anak,anak yang paling besar baru berumur 14 tahun duduk di

kelas II SMP dan yang paling kecil berumur 3 tahun.Ibu Risma ini masih

tergolong muda,ia masih berusia 33 tahun dan telah ditinggalkan

suaminya.Tanggungannya cukup berat yaitu kelima orang anak-anaknya yang

masih kecil dan harus bersekolah.

Sejak dulu suami Ibu Risma bekerja sebagai petani dan sempat menjadi Kepala

Desa Parbubu II.Untuk menghidupi dan melanjutkan sekolah anak-anaknya,Ibu

Risma kemudian melanjutkan usaha suaminya yaitu bertani.

* Data Sekunder

Data sekunder yaitu dengan mengumpulkan data melalui kepustakaan

yang berupa buku-buku,majalah,dokumen yang berhubungan dengan penelitian

ini.

1.7.Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis ini,peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat

kelengkapan data.Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara

kualitatif.Hal ini dilakukan agar data yang telah diperoleh lebih mudah untuk

dibaca dan dipahami.Data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara

akan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu.Kemudian dilakukan

penganalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah disusun untuk kemudahan

(38)

Penelitian ini menggunakan analisis gender yaitu melihat laki-laki dan

perempuan dalam hal akses,peran,kontrol dan manfaat yang mereka dapat di

dalam kehidupan bermasyarakat.Hal ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi

bias gender di dalamnya.

Dari hasil pengamatan sementara di lapangan,kehidupan perempuan yang

menjadi orangtua tunggal dalam keluarganya telah menghadirkan pendapat

tersendiri dari masyarakat.Masyarakat yang kebanyakan adalah dari suku Batak

yang menganut patrilineal terlanjur menganggap bahwa laki-lakilah yang menjadi

pemimpin dalam keluarga dan perempuan seharusnya didampingi oleh seorang

laki-laki sebagai suaminya dalam keluarga.Adanya pendapat-pendapat masyarakat

yang cenderung melemahkan posisi perempuan melahirkan ketidakadilan gender

(bias gender) yaitu munculnya stereotipe yang selalu merugikan kaum

perempuan.Perempuan dianggap lemah dan tidak dapat mengambil keputusan

dalam keluarga sementara laki-laki dianggap sebagai pemimpin,pencari

nafkah,dan dapat berpikir lebih rasional daripada perempuan.Bila dilihat dalam

suatu keluarga sebenarnya perempuan juga memegang peranan tak kalah penting

dari laki-laki,selain membesarkan anak-anaknya,bila diperlukan ia dapat

membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya dengan

bekerja di luar rumah.

Ihromi,1990:79 dalam beberapa penelitian tentang keluarga inti yang

pernah dilakukan,diungkapkan bahwa dalam keluarga dan rumah

tangga,perempuan pada dasarnya sering kali berperan ganda yaitu sebagai ibu

rumah tangga yang melakukan pekerjaan rumah tangga dan sebagai pencari

nafkah (pokok atau tambahan).Jadi disini dapat dilihat kemampuan dari wanita

(39)

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1.Lokasi dan Letak Desa

Desa Parbubu II terletak di Sumatera Utara tepatnya di Kecamatan

Tarutung.Untuk mencapai desa Parbubu II ini dibutuhkan waktu ± 7 jam

pejalanan dari kota Medan.Desa Parbubu II ini bejarak ½ jam dari kota

Tarutung.Untuk mecapai Desa Parbubu II ini dapat ditempuh melalui jalur darat.

Wilayah Desa Parbubu II ini dibagi dalam 11 lingkungan dan 4 dusun.

Adapun batas-batas wilayah Desa Parbubu II adalah :

- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Parbubu Pea

- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Parbubu Dolok

- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Parbubu I

- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Hutapea Banuarea

2.2.Sejarah Desa

Lokasi penelitian berada di desa Parbubu II yang memiliki asal-usul

daerah yang terjadi kira-kira 300 tahun yang lalu.Berdasarkan cerita orang-orang

tua di desa ini,ada seorang yang bermarga Tobing memberikan lahan tempat

tinggal bagi keturunannya di Tarutung.Salah satu keturunannya sampai sekarang

masih bermukim di salah satu dusun di Parbubu II.

Desa Parbubu II menurut orang-orang sebelum ditempati merupakan hutan

belukar di lereng Gunung Martimbang.Secara berangsur-angsur maka hutan

belukar itu berubah menjadi sebuah desa yang bernama Parbubu II.Sampai

(40)

Suku Bangsa yang ada di desa ini adalah suku Batak,mengingat akan

sejarah desa ini yang dibuka oleh seorang yang berasal dari suku Batak maka

keturunannya lah yang bermukim di desa ini.Penduduk Desa Parbubu II ini masih

terikat dengan urusan adat istiadat Batak.Dapat dilihat dari mulai upacara

perkawinan kematian dan upacara adat lainnya masih dilaksanakan oleh

masyarakat setempat.Norma-norma dan kebiasaan yang berlaku di daerah ini juga

disesuiakan dengan aturan-aturan dalam suku Batak jadi aturan yang mengatur

kehidupan masyarakat disini masih aturan adat walaupun secara administratf ada

campur tangan dari pemerintah.

2.3.Kondisi Geografis

Luas wilayah desa Parbubu II keseluruhan adalah 450 Ha.Desa Parbubu II

memilki tanah yang subur,di sekitarnya banyak dijumpai sawah dan ladang kopi

milik penduduk.Desa Parbubu II ini tergolong daratan tinggi karena wilayah ini

merupakan kawasan lereng gunung.

TABEL I

Komposisi Jenis Pemanfaatan Lingkungan Oleh Penduduk Desa Parbubu II

yaitu :

No Jenis Pemanfaatan Lingkungan Jumlah

1. Sawah 37

2. Kebun / Ladang 45

3. Tambak / Kolam 23

4. Rawa 7

(41)

Dari jenis pemanfaatan lingkungan di Desa Parbubu II,para perempuan

yang telah menjadi orang tua tunggal (janda) sebagian besar memanfaatkan sawah

dan ladang sebagai tempat mencari penghasilan.Sepeninggal suami

mereka,biasanya para janda ini meneruskan pekerjaan suami mereka yaitu

bersawah.Lagipula dulu sewaktu suami mereka masih hidup,mereka sudah

terbiasa membantu suami mereka di sawah atau ladang jadi bukan hal yang baru

lagi bagi mereka untuk mengolah sawah dan ladang.Pemanfaatan lingkungan

melalui sawah dan ladang ini dikerjakan sendiri oleh perempuan yang telah

menjadi janda,mulai dari mencangkul,mengairi sawah,menanam bibit,memotong

rumput dan sampai saat memanen.Mereka berusaha mandiri dengan mengolah

sawah atau ladang yang dapat menghasilkan uang untuk mereka.

2.4.Pola Pemukiman

Wilayah pemukiman penduduk Parbubu II ini luasnya 17 Ha.Di Desa

Parbubu II pola pemukiman penduduk tidak terpusat pada satu wilayah.Dalam

satu wilayah,rumah satu dengan rumah lain tidak begitu berjauhan

jaraknya.Antara rumah satu dengan rumah yang lain tidak dibatasi oleh pagar atau

tembok.

TABEL II

Komposisi Jenis Rumah Penduduk di Desa Parbubu II adalah :

No. Jenis Rumah Jumlah

1. Menurut Sifat dan Bahannya

a. Rumah Panggung / Kayu

b. Rumah Semi Permanen

67

(42)

c. Rumah Permanen 6

2. Menurut Fasilitasnya

a. Pelanggan PLN

b. Pelanggan PAM

c. Pelanggan Telepon

d. Rumah yang memiliki WC

e. Rumah yang tidak memilki

jamban / WC

163

23

--

28

93

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.5.Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk merupakan apa-apa saja yang terdapat di masyarakat

tersebut yang berhubungan dengan kehidupan dan aktivitasnya sehari-hari di

daerah itu.Dapat diketahui kondisi suatu daerah apabila kita telah mengetahui

keadaan penduduknya,dengan itu dapat diperoleh data atau hasil yang diinginkan

dari satu daerah.

2.5.1.Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi yang paling mudah dilakukan.Dengan

bahasa kita dapat menyampaikan maksud dan tujuan kita kepada orang

lain.Bahasa yang biasa digunakan penduduk Desa Parbubu II ini adalah bahasa

(43)

2.5.2.Jumlah penduduk,usia dan jenis kelamin

Bedasarkan data monografi Desa Parbubu II Tahun 2006-2007,jumlah

penduduk di desa Parbubu II sebanyak 737 jiwa yang terdiri dari 278 orang

laki-laki dan 459 orang perempuan.Di desa ini terdapat 174 kepala keluarga.Jumlah

janda di Desa Parbubu II tercatat 19 orang sampai tahun 2007.Di desa ini lebih

banyak jumlah perempuan dibandingkan laki-laki.Laki-laki di desa ini sebagian

besar jika sudah beranjak dewasa akan merantau ke kota lain untuk tujuan bekerja

atau bersekolah,sedangkan perempuan kebanyakan menetap di desa dan menilkah

dengan penduduk setempat.Para perempuan jarang diijinkan merantau karena

perempuan biasanya diharapkan mengurus urusan rumah sedangkan laki-laki yang

bekerja mencari nafkah.Jadi keinginan merantau lebih diprioritaskan untuk

laki-laki.

TABEL III

Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia di Desa Parbubu II

adalah :

No. Golongan Usia Jumlah Penduduk

1. 0-5 tahun 6 1 orang

2. 6-12 tahun 83 orang

3. 13-18 tahun 90 orang

4. 19-25 tahun 76 orang

5. 26-35 tahun 89 orang

6. 36-45 tahun 82 orang

7. 46-55 tahun 70 orang

(44)

9. 66-75 tahun 56 orang

10. 76 tahun keatas 54 orang

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

TABEL IV

Komposisi Penduduk Usia Produktif (18 s/d 55 tahun) di Desa Parbubu II :

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 150

2. Perempuan 157

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

TABEL V

Komposisi Penduduk Usia Non Produktif (Usia 56 tahun keatas)

di Desa Parbubu II :

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 36

2 Perempuan 46

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

2.5.3.Pendidikan

Di Desa Parbubu II walaupun rata-rata masyarakatnya sudah mengecap

pendidikan minimal SD,tetapi pendidikan di Desa ini lebih diutamakan untuk

anak laki-laki karena dianggap anak laki-lakilah yang kelak menjadi pemimpin

(45)

Pendidikan bagi masyarakat di desa ini ternyata merupakan hal yang

paling penting.Para janda-janda di desa ini walaupun berada dalam di tengah

ekonomi yang sulit dan tanpa bantuan dari suaminya ternyata untuk urusan

pendidikan anak-anaknya para perempuan ini akan berusaha dengan sekuat tenaga

agar anak-anaknya tetap dapat bersekolah.

Pemberian pendidikan sejak dulu lebih diutamakan pada anak

laki-laki ,anak lai-laki-laki diberkan ijin untuk bersekolah bahkan bila diperlukan mereka

dapat merantau untuk mencari ilmu.Hal ini mungkin salah satu penyebab para

perempuan janda di desa ini memliki keahlian terbatas,hanya pada keahlian

bersawah dan bertenun saja.Latarbelakang pendidikan yang hanya rata-rata SD

membatasi ruang gerak perempuan untuk bekerja di sektor lain,ini juga

pembatasan kemandirian perempuan akibat budaya yang telah terbangun sejak

dahulu di masyarakat Batak Toba.

TABEL VI

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikannya di Desa Parbubu II :

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

(46)

b. Tidak Tamat 5 orang

4. Sarjana : S1/S2/S3 4 orang

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

2.5.4.Mata Pencaharian

Penduduk Desa Parbubu II sebagian besar bekerja sebagai petani dan

selebihnya bekerja sebagai peternak,pegawai negeri sipil,karyawan

swasta,pedagang,supir,pekerja bangunan,dan lain sebagainya.Dari semua jenis

pekerjaan yang ada di desa ini,para perempuan janda yang ada di desa ini

sebagian besar bekerja sebagai petani.Pekerjaan ini sebenarnya merupakan

pekerjaan berat dan biasanya dilakukan oleh para laki-laki tetapi perempuan di

desa ini dapat mengerjakan sawah seorang diri.Hal ini membuktikan bahwa

perempuan yang selama ini dipandang sebagai mahluk yang lemah dibandingkan

laki ternyata dapat mengerjakan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh

laki-laki.Dalam hal pekerjaan lain yang disediakan di desa ini,para perempuan ini sulit

mendapatkan akses untuk memilih pekerjaan lain dikarenakan adanya

keterbatasan pendidikan,keahlian serta modal yang dimiliki oleh para perempuan

ini.

Melalui mata pencaharian ini membuktikan bahwa perempuan yang

menjadi janda dapat mandiri dengan menggantikan fungsi suaminya sebagai

pencari nafkah,ini juga membuktikan bahwa perempuan dapat berperan ganda

(47)

TABEL VII

Komposisi Jumlah Penduduk di Desa Parbubu II Menurut Profesinya :

No. Profesi Jumlah

1. Petani 82 orang

2. Peternak 3 orang

3. Pegawai Negeri Sipil 19 orang

4. Karyawan Swasta 39 orang

5. Pedagang 35 orang

6. Supir / Kenek 8 orang

7. Pekerja Bangunan 18 orang

8. Lain-lain 39 orang

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

2.5.5.Agama

Masyarakat Desa Parbubu II sebagian besar menganut agama Kristen

Protestan.Agama yang dianut masyarakat di desa ini secara otomatomatis

mempengaruhi kehidupan mereka.Seperti yang ditemukan dalam kehidupan

pernikahan para janda yang ada di desa ini.Di Desa Parbubu II ini hanya

ditemukan janda yang bercerai karena suaminya telah meninggal.Tidak ada

ditemukan janda yang cerai hidup atau janda yang memiliki anak tanpa suami.Hal

ini disebabkan karena agama yang dianut oleh masyarakat di desa ini tidak

memperbolehkan adanya perceraian.

Perempuan yang telah menjadi janda di desa ini,memiliki perkumpulan

ibadah yang dilaksanakan satu kali dalam seminggu.Di dalam perkumpulan ini

(48)

kesusahan yang mereka alami di dalam kehidupan mereka.Karena setelah

ditinggal oleh suami mereka,secara otomatis beban mereka akan bertambah

banyak.Dalam perkumpulan ini mereka dapat memperoleh hiburan dari

masalah-masalah mereka sehari-hari.

TABEL VIII

Komposisi Penduduk Menurut Agama di Desa Parbubu II :

No. Agama Jumlah Penduduk

1. Islam 1 orang

2. Protestan 737 orang

3. Katolik -

4. Hindu -

5. Budha -

6. Aliran Kepercayaan 4 orang

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

2.6.Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang tersedia di suatu desa akan sangat membantu

perkembangan masyarakat di desa itu. Adanya sarana dan prasarana yang

memadai dari pemerintah masyarakat akan lebih mudah memenuhi kebutuhan

(49)

2.6.1.Sarana Agama

Penduduk di Desa Parbubu II mayoritas bergama Kristen karena itulah di

desa ini hanya terdapat sarana ibadah Gereja untuk tempat ibadah umat Kristen

disini.Gereja di desa ini dimanfaatkan para janda di desa ini sebagai tempat

perkumpulan ibadah mereka.

TABEL IX

Komposisi Sarana Agama di Desa Parbubu II :

No. Sarana Keagamaan Jumlah

1. Mesjid -

2. Surau / Musholah -

3. Gereja 1

4. Kuil / Pura -

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

2.6.2.Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan di desa Parbubu II tidak begitu banyak jumlahnya,hanya

terdiri dari Puskesmas,Poliklinik da Posyandu.Para Janda yang ada di Desa

Parbubu II sesekali menggunakan sarana kesehatan di desa ini seperti

Posyandu.Mereka membawa anak mereka yang masih balita untuk

diimunisasi,sedangkan sarana kesehatan lainnya seperti Puskesmas dan Poliklinik

digunakan bila sangat membutuhkan saja,artinya bila sakit ringan mereka memilih

meminum obat saja dibandingkan harus langsung ke Poliklinik atau

Puskesmas.Waktu dulu mereka melahirkan,mereka jarang melahirkan di

(50)

berobat ke Puskesmas atau ke Poliklinik mereka tidak punya waktu karena

biasanya mereka seharian menghabiskan waktu untuk bekerja di sawah.

TABEL X

Komposisi Sarana Kesehatan di Desa Parbubu II :

No. Sarana Kesehatan Jumlah

1. Rumah Sakit -

2. Puskesmas / Pustu 1

3. Poliklinik 1

4. Pos Yandu 1

5. Praktek Dokter -

6. Apotik -

7. Toko Obat -

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

TABEL XI

Komposisi Pelayan Kesehatan di Desa Parbubu II :

No. Petugas Pelayan Kesehatan Jumlah

1. Dokter 1

2. Perawat 2

3. Bidan 2

(51)

2.6.3.Sarana Perekonomian Desa

Sarana perekonomian di desa Parbubu II membatu masyarakat memenuhi

kebutuhannya,seperti warung-warung yang ada di desa ini menjual keperluan

dapur serta bahan makanan sehingga masyarakat tidak perlu pergi ke kota untuk

sekedar membeli keperluan-keperluan kecil.

Adanya warung-warung di desa ini juga menunjukkan bahwa masyarakat

di desa sudah sedikit memahami mengenai tentang kebutuhan ekonomi yang

dibutuhkan masyarakat di desa ini.Selain bermanfaat bagi masyarakat,adanya

warung-warung ini juga sedikit membatu usaha para janda yang ada di desa ini.

Adanya warung-warung di desa ini akan semakin memudahkan para janda ini

untuk menjual hasil sawah mereka yaitu beras.Hal ini akan lebih menghemat uang

daripada harus membawa ke kota dengan angkutan umum.

TABEL XII

Komposisi Sarana Perekonomian Desa di Desa Parbubu II :

No. Sarana Perekonomian Desa Jumlah

1. Pasar -

2. Koperasi

• KUD

• Simpan Pinjam

1

-

3. Toko / Kios / Warung 10

4. Lumbung Desa -

5. Bank BPR -

(52)

2.6.4.Sarana pemerintahan desa

Sarana pemerintahan desa di Desa Parbubu II seperti Balai Desa

digunakan masyarakat untuk berkumpul dan membicarakan masalah yang ada di

desa ini.Biasanya undangan dari Kepala Desa ini berlaku untuk setiap warga

masyarakat di desa ini termasuk janda-janda yang ada di desa ini.Gedung

Pertemuan yang ada di desa ini juga sering disewa oleh masyarakat desa ini bila

mengadakan satu acara misalnya pernikahan.

TABEL XIII

Komposisi Sarana Pemerintahan Desa Parbubu II adalah :

No. Sarana Pemerintahan Desa Jumlah Status Kepemilikan

1. Kantor Kepala Desa 1 Pribadi

2. Balai Desa 1 Numpang

3. Gedung Pertemuan Lain 1 Sewa

* Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun2006/2007

2.7.Organisasi Kemasyarakatan

Orgnisasi Kemasyarakatan yang ada di Desa Parbubu II ini menjadi wadah

bagi masyarakat untuk bersosialisasi dengan orang lain.Organisasi

kemasyarakatan ini juga dimanfaatkan oleh para janda-janda ini untuk tetap

membina hubungan baik dengan masyarakat lain.Seperti dalam persatuan

marga-marga yang ada di desa ini,para janda masuk ke dalam organisasi marga-marga-marga-marga ini

untuk tetap mempererat hubungan dengan keluarganya atau dengan keluarga

(53)

keluarga suaminya walaupun keberadaannya sekarang tidak begitu diperhatikan

dibandingkan sewaktu suaminya masih hidup.

TABEL XIV

Komposisi Kegiatan Kemasyarakatan Yang Ada di Desa Parbubu II :

No. Organisasi Kemasyarakatan Jumlah

1. Kelompok Tani 4

2. LKMD 1

3. Lembaga Partungkoan 1

4. Karang Taruna 2

5. Lembaga-lembaga Adat

a. L.A.D.N

b. Persatuan marga-marga

-

4

6. Klub-klub Olahraga -

7. Kelompok-kelompok Seni -

(54)

BAB III

SISTEM KEKERABATAN SUKU BATAK TOBA

3.1.Dalihan Na Tolu

3.1.1.Pengertian Dalihan Na Tolu

Dalihan Na Tolu1 merupakan nilai budaya2

1

Dalihan Na Tolu : Ide,suatu kompleks gagasan yang merupakan pandangan hidup dan sumber sikap perilaku masyarakat Batak Toba dan menumbuhkan kompleks aktivitas masyarakat itu sendiri dalam wujud karya budaya.

2

Nilai Budaya : Konsepsi yang masih bersifat abstrak mengenai dasar dari suatu hal yang penting dan bernilai dalam kehidupan manusia.

yang menjadi dasar bagi

kehidupan masyarakat Batak Toba dalam bertingkah laku dan dalam menjalin

hubungan kekeluargaan.Dalam Dalihan Na Tolu ini dapat diketahui dan dicari

kemungkinan adanya hubungan persaudaraan dengan orang lain apabila

menempatkan diri di dalam sistem Dalihan Na Tolu ini.Dalihan Na Tolu

menciptakan aturan serta hubungan dalam keluarga Batak Toba walaupun mereka

bukan dari satu ibu dan satu ayah.Nilai budaya masyarakat Batak ini mengajarkan

bagaimana memposisikan diri kita di dalam adat istiadat Batak Toba.

Dalihan Na Tolu disebut juga Dalihan Nan Tungku Tiga yang selanjutnya

biasa disingkat dengan DNT yang menyatakan suatu ungkapan tentang kesatuan

suatu hubungan kekeluargaan pada suku Batak Toba.Kata Dalihan berasal dari

pokok kata “dalik” yang artinya “dais” (bertemu atau bersentuhan) dan kata

“mandalikkon “ yang artinya mempertemukan sesuatu dengan yang lain.Dalihan

artinya tempat atau yang berarti tungku,maka Dalihan itu mempertemukan dua

buah benda yaitu api dan periuk.Jadi Dalihan Na Tolu ini mempertemukan

Gambar

TABEL I
TABEL II
TABEL III
TABEL IV
+7

Referensi

Dokumen terkait

Orangtua tunggal dapat disebabkan beberapa hal antara lainadalah : (1) Perceraian, (2) Kematian, (3) Kehamilan diluar nikah, (4) Bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak

Orangtua tunggal dapat disebabkan beberapa hal antara lainadalah : (1) Perceraian, (2) Kematian, (3) Kehamilan diluar nikah, (4) Bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak

Upaya hukum yang dilakukan oleh perempuan Batak Toba terkait hak waris dalam masyarakat Batak Toba dengan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 144/Pdt.G/2016/PN MDN

Seorang perempuan batak harus bisa mengerti akan ajaran-ajaran orang tua dan melaksanakannya serta tidak melawan orang tua atau berusaha untuk tidak patuh terhadap orang tua,

Peran janda sebagai orang tua tunggal dalam etnis batak toba di Tebing Tinggi, yang merupakan judul dari skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan