• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit (Studi Deskriptif Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit (Studi Deskriptif Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PASIEN TERHADAP PELAYANAN RUMAH SAKIT

(Studi Deskriptif Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

OLEH:

TUTI HERLINDA

060901019

DEPARTEMEN SOSOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :

Nama : TUTI HERLINDA

NIM : 060901019

Departemen : SOSIOLOGI

Judul : PERSEPSI PASIEN TERHADAP PELAYANAN RUMAH

SAKIT

(Studi Deskriptif Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan)

Medan, 26 Januari 2011

Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Rosmiani M, Si Dra. Lina Sudarwati M, Si NIP. 196002261990032002 NIP. 196603181989032001

Dekan

(3)

ABSTRAK

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kesehatan bagi masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang mendasar karena menyangkut kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang. Hal ini berarti kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang salah satunya dipengaruhi oleh faktor kesehatan dimasa kini. Karena itu masyarakat akan semakin menuntut tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Namun sama halnya dengan pelayanan pada bidang lain. Pelayanan di bidang kesehatan kondisinya juga masih jauh dari memuaskan. Masalah-masalah yang timbul dalam pelayanan kesehatan adalah kurang terjangkaunya kesehatan sendiri. Kesehatan menjadi sesuatu yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian masyarakat saja biaya perawatan kesehatan seperti biaya rumah sakit dan obat yang tidak dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Rumah Sakit merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pelayanan secara menyeluruh, terpadu dan terjangkau. Namun hingga saat ini implementasi kegiatan Rumah Sakit belum menunjukkan hasil yang optimal. Berdasarkan hal tersebut diatas, Maka Rumusan Masalah penelitian adalah bagaimana persepsi Pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien terhahap pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan.

Penelitin ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, dengan jumlah responden 40 orang. Lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Siti Hajar Medan. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampling yang dipakai adalah penelitian populasi dengan mengambil seluruh populasi yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pasien merasakan kalau pentingnya kesehatan ini dibuktikan dengan 95% responden menjawab penting. Dan mempunyai motivasi untuk menjaga kesehatan dan memeriksakan kesehatan sesering mungkin. Keberhasilan suatu pelayanan kesehatan harus dilaksanakn dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi pelayanan. Sebahagian besar responden merasakan pelayanan sudah baik karena pelayanan dan penggunaan peralatan dan obat yang sudah tepat dan yang efesien, ini dibuktikan dengan jawababan responden mengatakan baik sebanyak 92.5%.

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’Aalamin, Segala puji hanya bagi Allah SWT. shalawat

dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga,

sahabat dan ummatnya. Tiada suatu keinginan dan cita-cita yang dapat tercapai tanpa

perjuangan. Perjalanan langkahpun terkadang tidak semulus yang dibayangkan sebab

sering pula menemukan senandung disana-sini, berkat tekad yang kuat Insyak Allah

semua dapat teratasi dengan baik.

Penulis menyadari masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam skripsi

ini, semoga dengan adanya penyempurnaan berupa kritik, saran dan pendapat dari

para pembaca dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian.

Penulis juga menyadari bahwa apa yang telah diraih penulis saat ini tidak terlepas

dari dukungan moril dan materil dari berbagai pihak, dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada “Superhero” Ayah Muhammad Yamin dan Ibu Deliana, tidak dapat

diuraikan bagaimana kasih sayang, perhatian, curahan pengorbanan kalian, dan

untaian doa yang tidak pernah putus kalian haturkan pada-Nya untuk penulis. Kalian

adalah pahlawan yang membangkitkan penulis ketika motivasi penulis menurun “…

sangat sayang kalian ..” pada 2 “pengawal” penulis Jhony waker, Eka Sastra,

“penasehat” Merita, dan Liza Anggraini, jadilah yang paling membanggakan bagi

(5)

Dalam kesempatan ini izinkan penulis dengan segala kerendahan hati

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Prof. Dr.

Badarudin, M.Si, sebagai Dekan FISIP USU yang telah memberikan izin penelitian

hingga kegiatan penelitian di lapangan dapat terlaksana dengan baik, Dra.Ibu Lina

Sudarwati, M.si sebagai Ketua Departemen Sosiologi atas izin, pemikiran dan

kesediaan waktunya hingga penulis memproleh bimbingan yang sangat bermanfaat

dalam proses menuju penyelesaian sikripsi :

Terima kasih kepada Bapak Dr. Rizabuana, M.phil.P.hd selaku Dosen wali

dan Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku Dosen Pembimbing “yang terbaik” bagi penulis.

Di sela kesibukannya pembantu dekan 11 bagian Administrasi Keuangan FISIP USU,

Beliau tetap bersedia membimbing, meluangkan waktu dan tenaga, mengoreksi

secara detail serta terus memotivasi penulis untuk selalu melakukan yang terbaik

dalam setiap tahap penyelesain sikripsi ini. Semoga Allah melimpahkan keberkahan

rahmat dan karunia kepada Ibu dan keluarga“ … terima kasih, bu, penulis bangga

dibimbing oleh ibu”.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Sismudjito yang

telah memberikan masukan berupa saran dan kritiknya dalam penyempurnaan sikripsi

ini dan juga terima kasih kepada semua Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

yang pernah membimbing penulis dalam setiap mata kuliah serta seluru Staf

(6)

Untuk Sahabat paling setia, Dody Yonata Se, teman curhat terbaik Anggita

Nauli Ap, Loli Suryati Amd, Motivator Terhebat Fadly Affandi Rambe Sh, Yzacobus

Mobilala Sertu, Mulawarman, Febri Pratama Sp, Iqbal, Agus Amd, terima kasih tak

terhingga bagaimana kesediaan kalian memahami, penulis untuk lebih berharga.

Kepada Sahabat-sahabat tercinta penulis, Eka Pradita, Sri Asmawati,

Rahmayani S.sos, Tantri Apsari S.sos, Dwi Yuli Andriani S.sos, Esa Aprilianty S.sos,

Fadli Alqudus, Khalil Gibran Yandi Deriawan. Kita terus berlomba menghiasi mimpi

dan cita-cita kita dengan tetap saling bergandengan. Terima kasih atas doa dan

semangat kalian. Kepada sahabat-sahabat terbaik penulis di Depatemen Sosiologi

Rini Handayani S.sos, Elin Saragi S.sos, Magdalena S.sos, Indah Kartika S.sos, Uliya

zuriati S.sos, Veny Julita S.sos, Darma Kelana S.sos, khususnya stambuk 2006.

Penulis sayang kalian . . terima kasih untuk jadi teman yang saling memotivasi,

memberi warna dalam kita menjalani kebersamaan.

Untuk Sahabat-sahabat Suka-duka di Rumah No 31 Mardiana Skm, Masri

Danur S.sos, Rika Wijayanti, Cut Alia Novianda, Farida Hanum, Sari Ramadani

terima kasih untuk jadi sahabat yang saling berbagi, memahami, menasehati selama

menjalani kulia.

Kepada Bapak Muliadi, terima kasih atas segala bantuannya dalam

penyelesaian sikripsi saat di Rumah Sakit Siti Hajar. Kepada seluruh Petugas

Kesehatan, Pasien Rawat Inap dan Pasien Rawat jalan di Rumah Sakit Siti Hajar

(7)

dan kepada orang-orang terhebat lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya

satu-persatu, yang tak pernah jenuh memberikan masukan, motivasi dan kontribusi dalam

setiap langkah yang penulis jalani.

Kata terima kasih yang penulis tuliskan memang tidak sebanding dengan

segala upaya berharga yang telah kalian berikan pada penulis. Akhir kata penulis

memanjatkan doa dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala kekuatan dan

kemudahan yang telah diberikan, dan penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi

seluruh pembaca serta berguna bagi yang membutuhkannya.

Medan, Januari 2011

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DFATRA ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.4.2.Manfaat Praktis ... 5

1.4.3.Defisi Konsep ... 5

BAB II KERANGKA TEORI ... 7

2.1.Pengertian Persepsi ... 7

2.2.Teori Persepsi ... 9

(9)

2.2.2. Teori Sistem ... 12

2.3.Perkembangan Sosiologi Kesehatan ... 13

2.4.Efektifitas Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Umum ... 16

2.4.1.Pengertian Tentang pelayanan kesehatan ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1.Jenis Penelitian ... 41

3.2.Lokasi Penelitian ... 41

3.3.Populasi dan Teknik Pengumpulan Sampel ... 42

3.4.Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.5.Teknik Analisa Data dan Interpretasi Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Isti Hajar Medan ... 44

4.2. Struktur Organisasi Perusahaan ... 45

4.3. Karakteristik Responden ... 55

4.3.1. Umur responden ... 55

4.3.2. Pendidikan terakhir ... 56

4.3.3. Lama Menginap di Rumah Sakit Siti Hajar Medan ... 58

4.3.4. Pendapatan per bulan ... 59

4.3.5. Status Pernikahan ... 60

4.3.6. Pekerjaan Suami ... 61

4.3.7. Jumlah Tanggungan ... 62

(10)

4.4.1. Kesehatan Penting ... 64

4.4.2. Pengaruh tingakat ekonomi yang membuat memilih berobat di

Rumah Sakit Siti Hajar ... 65

4.4.3. Bidang usaha yang di kelola pemerintah dan di ajukan untuk

melayani kepentingan masyarakat yang mempunyai fungsi social

tanpa beroroentasi pada aspek keuntungan ... 66

4.4.4. Persepsi Responden terhadap pelayanan rumah sakit ... 67

4.4.5. Tata Krama dari Petugas Kesehatan dalam memberikan

pelayanan di Rumah Sakit Siti Hajar Medan ... 68

4.4.6. Perubahan di Rumah Sakit Hajar Medan ... 69

4.4.7. Pengaruh pelayanan terhadap kesembuhaan yang diberikan oleh

pihak Rumah Sakit ... 70

4.4.8. Fasilitas di Rumah Sakit Siti Hajar ... 72

4.4.9. Apakah fasilitas yang lengkap akan mendukung kecepatan

penyembuhan pasien ... 74

4.4.10.Pendapatan Responden bahwa rumah Sakit Siti Hajar identik

dengan pelayanan yang sederhana (murah) dan tidak berbelit –

belit ... 75

4.4.11.Penilaian Responden tentang kegiatan karyawan melayani ... 76

4.5. Persepsi pasien Rawat Jalan terhadap pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar ... 77

4.5.1. Pendapat Responden tentang pentingnya kesehatan ... 77

4.5.2. Apakah Responden sering melakukan check up (konsultasi) ke

(11)

4.5.3. Persepsi Responden terhadap pelayanan di Rumah Sakit Siti

Hajar (ada perbedaan dengan rawat jalan) ... 78

4.5.4. Berapa kali melakukan Chec-Up di Rumah Sakit Siti Hajar ... 80

4.5.5. Pendapat Responden mengenai petugas melayani pasien dengan baik ... 81

4.5.6. Faktor yang mendorong Responden melakukan check – Up di Rumah Sakit Siti Hajar Medab ... 82

4.5.7. Apakah Responden pernah membeli obat (resep ) dari Apotik / Rumah Sakit Siti Hajar ... 83

4.6. Persepsi Pasiaen Terhadap Karyawan (petugas kesehatan) di Rumah Sakit Siti Hajar ... 84

4.6.1. Lama berdirinya Rumah Sakit Siti Hajar ... 84

4.6.2. Rumah Sakit merupakan tempat orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran, apakah anda setuju? ... 85

4.6.3. Yang dimaksud dengan persepsi ... 86

4.6.4. Kerja sama Rumah Sakit Siti Hajar ... 87

4.6.5. Keluhan pasien mengenai pelayanan yang diberikan ... 89

4.6.6. Persepsi kedisiplinan Siti Hajar perlu ditingkatkan ... 90

4.6.7. Fasilitas Rumah Sakit Siti Hajar berguna dengan baik ... 91

4.6.8. Keluhan dari pasien mengenai pembayaran yang telah ditetapkan ... 92

(12)

5.1. Kesimpulan ... 94

5.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1. Nama-nama Pegawai dan Ahli Bagian ... 44

Tabel 1V.2 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Usia Responden ... 56

Tabel 1V.3 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 57

Tabel 1V.4Distribusi Frekwensi Berdasarkan Lama Menginap di Rumah Sakit Siti

Hajar Medan ... 59

Tabel 1V.5 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pendapatan per bulan ... 60

(13)

Tabel 1V.7 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Status Pernikahan ... 62

Tabel 1V.8 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 63

Tabel 1V.9 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 64

Tabel 1V.10 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pengaruh tingkat ekonomi yang

membuat memilih berobat di Rumah Sakit Siti Hajar ... 65

Tabel 1V.11 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Bidang usaha yang dikelola

pemerintah dan di di ajukan untuk melayani kepentingan masyarakat

yang mempunyai fungsi sosial tanpa beroriantasi pada aspek

keuntungan. ... 66

Tabel Distribusi Frekwensi Berdasarkan Persepsi Responden terhadap pelayanan

rumah sakit ... 69

Tabel 1V.12 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Tata Krama dari Petugas esehatan

dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit Siti Hajar Medan ... 72

Tabel 1V.13 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Perubahan di Rumah Sakit Siti Hajar

Medan ... 73

Tabel 1V.14 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pengaruh pelayanan terhadap

kesembuhan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit ... 74

Tabel 1V.15 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Apakah fasilitas yang lengkap akan

(14)

Tabel 1V.16 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pendapat Responden bahwa Rumah

Sakit Siti Hajar identik dengan pelayanan yang sederhana (murah) dan

tidak berbelit – belit. ... 76

Tabel 1V.17 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Penilain Responden tentang kegiatan

karyawan melayani pasien ... 77

Tabel 1V.18 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pendapat Responden tentang

pentingnya kesehatan ... 78

Tabel 1V.19 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Apakah Responden sering melakukan

check up (konsultasi) ke Rumah Sakit Siti Hajar ... 79

Tabel 1V.20 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Persepsi Responden terhadap

pelayanan di Rumah Sakit Siti Hajar (ada perbedaan dengan rawat inap) ... 80

Tabel 1V.21 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Berapa kali melakukan Chec-Up di

Rumah Sakit Siti Hajar ... 80

Tabel 1V.22 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pendapat Responden mengenai

perlunya petugas melayani pasien dengan baik... 81

Tabel 1V.23 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Faktor yang mendorong Responden

melakukan Check-Up (konsultasi) di Rumah Sakit Siti Hajar ... 82

Tabel 1V.24 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Apakah Responden pernah membeli

(15)

Tabel 1V. 25 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Lama berdirinya Rumah sakit Siti

Hajar didirikan ... 84

Tabel 1V.26 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Rumah Sakit merupakan tempat

orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran, apakah anda

setuju? ... 86

Tabel 1V.27 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Persepsi ... 87

Tabel 1V.28 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Rumah sakit Siti Hajar Bekerja sama

dengan pihak / kalangan mana saja ... 89

Tabel 1V.29 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Keluhan dari Pasien mengenai

pelayanan yang diberikan ... 90

Tabel 1V.30 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Persepsi kedisiplinan Siti Hajar perlu

ditingkatkan ... 91

Tabel 1V.31 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Fasilitas Rumah Sakit Siti Hajar

berguna dengan baik ... 92

Tabel 1V.32 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Keluhan dari Pasien mengenai

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

ABSTRAK

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kesehatan bagi masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang mendasar karena menyangkut kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang. Hal ini berarti kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang salah satunya dipengaruhi oleh faktor kesehatan dimasa kini. Karena itu masyarakat akan semakin menuntut tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Namun sama halnya dengan pelayanan pada bidang lain. Pelayanan di bidang kesehatan kondisinya juga masih jauh dari memuaskan. Masalah-masalah yang timbul dalam pelayanan kesehatan adalah kurang terjangkaunya kesehatan sendiri. Kesehatan menjadi sesuatu yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian masyarakat saja biaya perawatan kesehatan seperti biaya rumah sakit dan obat yang tidak dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Rumah Sakit merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pelayanan secara menyeluruh, terpadu dan terjangkau. Namun hingga saat ini implementasi kegiatan Rumah Sakit belum menunjukkan hasil yang optimal. Berdasarkan hal tersebut diatas, Maka Rumusan Masalah penelitian adalah bagaimana persepsi Pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien terhahap pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan.

Penelitin ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, dengan jumlah responden 40 orang. Lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Siti Hajar Medan. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampling yang dipakai adalah penelitian populasi dengan mengambil seluruh populasi yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pasien merasakan kalau pentingnya kesehatan ini dibuktikan dengan 95% responden menjawab penting. Dan mempunyai motivasi untuk menjaga kesehatan dan memeriksakan kesehatan sesering mungkin. Keberhasilan suatu pelayanan kesehatan harus dilaksanakn dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi pelayanan. Sebahagian besar responden merasakan pelayanan sudah baik karena pelayanan dan penggunaan peralatan dan obat yang sudah tepat dan yang efesien, ini dibuktikan dengan jawababan responden mengatakan baik sebanyak 92.5%.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu permasalahan kependudukan terbesar yang dihadapi pemerintah

hingga saat ini adalah permasalahan kesehatan (Human healt). Dampak dari

permasalahan ini bukan hanya di hadapi oleh bangsa Indonesia semata, namun

permasalahan kesehatan ini telah menjadi isu global. Masalah kesehatan masyarakat

terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia didasarkan pada dua aspek

utama yaitu, aspek fisik seperti misalnya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit,

sedangkan yang kedua adalah aspek non fisik yang menyangkut masalah kesehatan.

Dalam menjalankan roda pemerintahan, pemerintah memiliki tugas pokok yaitu

pembangunan, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat, Ketiga unsur tersebut

saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Pembangunan dilakukan sebagai salah

satu wujud pelayanan pemerintah untuk masyarakat dan memerlukan partisipasi

masyarakat. Salah satu tugas pokok pemerintah yang perlu mendapat perhatian

khusus adalah fungsi pemerintah sebagai pelayanan masyarakat. Pelayanan yang

dimaksud adalah pelayanan yang mudah, murah, cepat, dan dengan prosedur yang

tidak berbelit-belit. Masyarakat mengharapkan agar kiranya pelayanan yang diberikan

lebih baik dan tidak memandang dari sudut pandang baik status social atapun

kelas-kelas tertentu.

Pelayanan dalam bidang kesehatan adalah salah satu bentuk kongkret

(19)

sebuah investasi bagi Negara, dalam artian hanya manusia yang sehat yang baik

jasmani dan rohani saja yang dapat melakukan pembangunan kelak dan Untuk dapat

mewujudkan tujuan nasional diperlukan tenaga sumber daya manusia yang tangguh,

mandiri, dan berkualitas. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi era globalisasi,

karena penduduk yang sehat bukan saja akan menunjang keberhasilan program

pembangunan tapi juga meningkatkan produktifitas dan meningkatkan pendapatan.

Pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai upaya yang diselenggarakan

secara sendiri atau bersama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan. Mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan

kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat.(Azrul, 1996:1).

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kesehatan bagi masyarakat menjadi sebuah

kebutuhan yang mendasar karena menyangkut kualitas hidup masyarakat di masa

yang akan datang. Hal ini berarti kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang

salah satunya dipengaruhi oleh faktor kesehatan dimasa kini. Karena itu masyarakat

akan semakin menuntut tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Namun sama halnya dengan pelayanan pada bidang lain. Pelayanan di bidang

kesehatan kondisinya juga masih jauh dari memuaskan. Masalah-masalah yang

timbul dalam pelayanan kesehatan adalah kurang terjangkaunya kesehatan sendiri.

Kesehatan menjadi sesuatu yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian

masyarakat saja biaya perawatan kesehatan seperti biaya rumah sakit dan obat yang

(20)

ekonominya masih rendah. disamping itu, prosedur pelayanan yang berbeli-belit juga

dapat membingungkan pasien yang hendak berobat.

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang melalui tenaga medis

professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen

menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang

berkesinambungan, diaknosis serta pengobatan penyakit yang di derita oleh pasien

(American Hospital Association dalam Azrul 1996:82). Menurut keputusan menteri

kesehatan RI No. 1 Tahun 2002 Bab 11 Pasal 2 Ayat 2 tentang susunan Oraganisasi

Tata Kerja Rumah Sakit Umum.

Dahulunya, rumah sakit hanya untuk menyembuhkan pasien. Namun, pada

saat ini fungsinya telah berkembang menjadi suatu pelayanan kesehatan tempat orang

melakukan konsultasi, check up, ronsen, dan kebutuhan kesehatan lainnya. Dengan

munculnya kebutuhan akan kesinambungan pelayanan serta perkembangan ilmu dan

teknologi kedokteran, maka fungsi rumah sakit pada saat ini telah mencakup pula

pada pendidikan dan penelitian. Rumah Sakit Siti Hajar adalah sebagai salah satu

pusat kesehatan suwasta dipropinsi sumatera utara (Medan), juga pasti tidak luput

dari masalah-masalah yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Untuk itu penulis

ingin melihat bagaimana persepsi pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar.

Persepsi pasien mengenai pemilik kartu askes. Disamping itu, ketidak adilan dalam

pemberian pelayanan kesehatan juga tidak jarang terjadi. Masalah pelayanan menjadi

pokok utama dalam hal keehatan, setiap pasien pasti mengiginkan agar kiranya

pelayanan yang diberikan dapat meringankan penyakit yang dideritanya bahkn lebih

(21)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uaraian di atas, adapun yang menjadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Persepsi Pasien terhadap Pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar

Padang Bulan Medan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk Mengetahui Persepsi pasien terhadap pelayanan rumah Sakit Siti

Hajar Padang Bulan Medan ?

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan pada umumnya memiliki manfaat. Adapun manfaat yang

diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Adapun Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah

1. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan sosiologis peneliti mengenai

persepsi pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan.

2. Dapat MenJadi masukan dan menambah wawasan kajian ilmiah bagi para

mahasiswa khususnya bagi mahasiswa sosiologi serta dapat memberikan sumbangan

(22)

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memperkaya informasi

pemahaman tentang persepsi pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit Siti Hajar

Padang Bulan Medan.

2. Menambah referensi dari pada hasil penelitian dan dapat dijadikan sebagai bahan

rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait

dengan penelitian sebelumnya.

1.5 Definisi Konsep

Setiap penelitian yang bersifat ilmia, pada umumnya definisi konsep sangatlah

penting guna mempermudah dan memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan

kesalahpahaman kensep yang dipakai. Oleh karena itu harus ada batasan-batasan

makna dan arti tentang konsep yang dipakai dalam penelitian ini.

Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Persepsi adalah kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh

pengalaman yang telah diproleh melalui proses berfikir dan belajar, serta

dipengaruhi oleh fsaktor yang berasal dari dalam diri individu.

b. Pasien adalah seseorang yang mengalami suatu penyakit dan membutuhkan

perawatan atas penyakit tersebut.

c. Pelayanan adalah bidang usaha yang dikelola pemerintah dan diajukan untuk

melayani kepentingan masyarakat yang mempunyai fungsi sosial tanpa

(23)

dikemukakan oleh Gani (1995) bahwa pelayanan kesehatan dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan, pencegahan, pengobatan,

dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala.

d. Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan

kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran,

perawat, dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.

(Rowland.1984).

e. Pemeriksaan kesehatan (Medical Check Up) adalah suatu prosedur yang

dilakukan untuk mengetahui status kesehatan individu saat ini dan sebagai usaha

untuk memelihara kesehatan secara berkala. Melalui pemeriksaan kesehatan

yang tepat dan teliti dapat membantu dalam mendeteksi suatu penyakit yang

tidak diketahui sebelumnya karena tidak menimbulkan keluhan pada individu

(24)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Pengertian Persepsi

Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual,

maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg,

1967). Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang

menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek

tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut

dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan

penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.

Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang

terhadap obyek tertentu. Menurut Young (1956) persepsi merupakan aktivitas

mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik

maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan

stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan

diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu

berupa harapan-harapan,nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain. Branca (1965)

mengemukakan: Perceptions are orientative reactions to stimuli. They have in past

been determined by the past history and the present attitude of the perceiver.

Sedangkan menurut Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses

psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga

membentuk proses berpikir.

(25)

Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian

terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau tidak senang dan

sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu suatu

kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam

situasi yang tertentu pula (Polak, 1976). Dalam hal ini Crow (1972) menyatakan

persepsi sebagai berikut:

persepsi merupakan suatu fungsi biologis (melalui organ-organ sensoris) yang

memungkinkan individu menerima dan mengolah informasi dari lingkungan dan

mengadakan perubahan-perubahan di lingkungannya. (Eytonck, 1972). Istilah

persepsi adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian,

pendapat, merasakan dan menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang

ditampilkan dari sumber lain (yang dipersepsi). Melalui persepsi kita dapat mengenali

dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan

segala kejadian-kejadiannya. (Meider, 1958). Dengan persepsi kita dapat berinteraksi

dengan dunia sekeliling kita, khususnya antar manusia. Dalam kehidupan sosial di

kelas tidak lepas dari interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, antara

mahasiswa dengan dosen. Adanya interaksi antar komponen yang ada di dalam kelas

menjadikan masing-masing komponen (mahasiswa dan dosen) akan saling

memberikan tanggapan, penilaian dan persepsinya. Adanya persepsi ini adalah

penting agar dapat menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan

kapasitas belajar di kelas. Persepsi adalah suatu proses yang kompleks dimana kita

menerima dan menyadap informasi dari lingkungan (Fleming & Levie, 1978).

(26)

terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Persepsi seseorang

akan mempengaruhi proses belajar (minat) dan mendorong mahasiswa untuk

melaksanakan sesuatu (motivasi) belajar. Oleh karena itu menurut Walgito (1981),

persepsi merupakan kesan yang pertama untuk mencapai suatu keberhasilan. Persepsi

seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa menurut Muhyadi

(1989) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) orang yang membentuk persepsi itu

sendiri, khususnya kondisi intern (kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi,

harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian), 2) stimulus yang berupa obyek

maupun peristiwa tertentu (benda, orang, proses dan lain-lain), 3) stimulus dimana

pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, suasana (sedih, gembira dan

lain-lain.

2.2. Teori Persepsi

Teori Terjadinya perubahan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia

sangat dipengaruhi oleh persepsi individu. Setiap manusia selalu berubah kebutuhan

dan kepuasannya, berdasarkan perubahan prilaku yang sangat unik akibatnya setiap

perubahan yang terjadi persepsinya akan selalu berbeda antara individu yang satu

dengan individu lainnya. Perbedaan tersebut membawa konsekwensi terhadap

masalah keperawatan. Misalnya ada dua klien (A & B) dengan diagnose medis yang

sama (Diabetes Mellitus), masalah keperawatan yang timbul berbeda. Hal ini karena

persepsi klien A & B berbeda terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.

Sebagaimana diketahui persepsi seseorang sangat berhubungan dengan ; 1) Sistem

(27)

Mengatakan bahwa persepsi dapat dipelajari dari variable: 1) lingkungan fisik, 2)

Fisiologis proses dan interaksi, 3) kejadian-kejadian pada prilaku.

Terjadinya interaksi antara orang dan lingkungan dilaksanakan oleh reseptor

energy sensitif. Karakteristik stimulasi harus ditransformasikan dalam suatu kede

transmisi ke tingkat yang lebih tinggi pada sistem saraf sebelum interaksi, dalam

pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan respon adaptif. Untuk memahami arti

persepsi, maka seseorang harus mengadakan pendekatan melalui karakteristik

individu yang mempersiapkan dalam situasi yang mempunyai makna bagi kita.

Makna merupakan kerangka penjabaran dari persepsi, ingatan dan tindakan

(Nursalam ;2001; 5-6).

2.2.1 Teori Aksi dan Pilihan Rasional Max Weber

Menurut Bachtiar (2006) aksi adalah zweckrational (berguna secara rasional)

manakala seseorang menerapkan dalam suatu situasi dengan pluralitas cara-cara dan

tujuan-tujuan dimana seseorang bebas memilih cara-caranya secara murni untuk

keperluan efisiensi. Kedudukan dalam suatu kelas sosial tertentu mempunyai arti

penting bagi seseorang. Teori aksi yang juga dikenal sebagai teori bertindak pada

awalnya dikembangkan oleh max. weber berpendapat bahwa individu melakukan

suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan atas suatu

objek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan sosial yang

rasional yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat

(28)

Weber menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial,

sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai

tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Weber menggunakan konsep rasionalitas

dalam klsifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial.

Model Perubahan Perilaku Green

Suatu teori yang dikembangkan Lawrence Green yang menyatakan bawha

kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh dua factor pokok yaitu faktor

perilaku (behavior causes) dan factor diluar perilaku (Non behavior causes),

selanjutnya faktor prilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi yaitu yang mempermudah dan mendasari terjadinya

perilaku tertentu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan dari pendidikan

formal, sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan budaya serta beberapa karakterstik

individu.

2. Faktor pemungkin (Enabling faktor) yaitu yang memungkinkan untuk

terjadinya perilaku tertentu terbentuk dan berwujud dalam lingkungan fisik

dan ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan yaitu ketersediaan, tercapainya

fasilitas dan keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan.

3. Faktor memperkuat atau pendorong (reinforcing faktor) yaitu factor yang

memperkuat terjadinya perilaku tersebut yaitu mendapat dukungan dari

(29)

2.2.2 Teori sistem

Teori sistem jika dikaitkan dengan teori aksi yaitu sebuah kritikan dari Talcot

Parson mengenai teori aksi Weber bahwa aksi merupakan tanggapan, respons

mekanis terhadap stimulus sedangkan prilaku adalah suatu proses mental yang aktif

dan kreatif. Menurut Parson yang utama bukanlah tindakan individual, melainkan

norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menuntun dan mengatur prilaku (Poloma,

1987). Parson melihat bahwa tindakan individu dan kelompok dipengaruhi oleh tiga

sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya dan sistem kepribadian masing-masing

individu. Kita dapat mengkaitkan individu dengan sistem sosialnya melalui status dan

perannya. Dalam setiap sistem sosial individu menduduki suatu tempat (status)

tertentu dan bertindak (berperan) sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh

sistem tersebut dan perilaku individu ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya. Disini

dapat dilihat kaitan antara Dokter dan pasien.

2.3 Petugas Kesehatan

Salah satu tulisan Parsons yang sangat berpengaruh dalam sosiologi kesehatan

dimuatnya dalam buku The Social System. Baginya praktik medis merupakan Dokter dan Pasien

Kajian awal terhadap hubungan dokter-pasien dalam sosiologi dipelopori

Henderson. Di antara berbagai tema sosiologi yang dikajinya kita jumpai tema

konsep sistem dan sistem sosial serta tema sosiologi medis. Pemikiran Henderson

kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott Parsons, antara lain dalam

(30)

mekanisme dalam sistem sosial untuk menanggulangi penyakit para anggota

masyarakat. Salah satu sumbangan pikiran penting Parsons bagi sosiologi ialah lima

pasangan variabel yang dinamakannya variabel pola. Parsons membahas pula peran

sakit. Baginya sakit merupakan suatu peran sosial, dan seseorang yang sakit

mempunyai sejumlah hak maupun kewajiban sosial. Menurut Parsons situasi seorang

pasien ditandai oleh keadaan ketidakberdayaan dan keperluan untuk ditolong,

ketiadaan kompetensi teknis, dan keterlibatan emosional.

Menurut Parsons peran dokter terpusat pada tanggung jawabnya terhadap

kesejahteraan pasien, yaitu mendorong penyembuhan penyakitnya dalam batas

kemampuannya. Untuk melaksanakan tanggung jawabnya ini dokter diharapkan

untuk menguasai dan menggunakan kompetensi teknis tinggi dalam ilmu kedokteran

dan teknik-teknik yang didasarkan kepadanya. Untuk kepentingan penyembuhan

pasien, tidak jarang hubungan dokter-pasien melibatkan hal yang bersifat sangat

pribadi. Di samping kontak fisik dengan pasien dokter pun dapat menanyakan hal

sangat pribadi yang biasanya tidak diungkapkan kepada orang lain. Sumber

ketegangan lain yang dikemukakan Parsons ialah adanya ketergantungan emosional

pada dokter.

2.4 Perkembangan Sosiologi Kesehatan

Salah satu masalah yang dihadapi penduduk Indonesia terbesar hingga saat ini

yaitu masalah kesehatan (Human healt). Dampak dari permasalahan ini bukan hanya

dihadapi bangsa Indonesia semata, namun permasalahan kesehatan ini telah menjadi

(31)

tinjau dari aspek fisik seperti misalnya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit,

sedangkan aspek yang kedua adalah aspek nonfisik yang menyangkut masalah

kesehatan. Dalam menjalankan roda pemerintahan, pemerintah memiliki tugas pokok

yaitu pembangunan, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat, ketiga unsure

tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Seperti halnya dalam sosiologi

kesehatan dikenal beberapa istilah yang menunjukkan sumbangan atau peran

sosiologi pada bidang kesehatan, yaitu: (1) Sociology in Medicine, adalah sosiolog

yang bekerjasama secara langsung dengan dokter dan staf kesehatan lainnya di dalam

mempelajari faktor sosial yang relevan dengan terjadinya gangguan kesehatan

ataupun sosiolog berusaha berhubungan langsung dengan perawatan pasien atau

untuk memecahkan problem kesehatan masyarakat.

Hal ini menunjukkan bahwa fenomena sosial dapat menjadi faktor penentu

atau mempengaruhi orang-orang untuk menangani penyakit atau mempengaruhi

kesehatan mereka ataupun tingkahlaku lain setelah sakit dan penyakit terjadi; (2)

Sociology of Medicine, berhubungan dengan organisasi, nilai, kepercayaan terhadap

praktek kedokteran sebagai bentuk dari perilaku manusia yang berada dalam lingkup

pelayanan kesehatan, misalnya bentuk pelayanan kesehatan, sumberdaya manusia

untuk membangun kesehatan, pelatihan petugas kesehatan; (3) Sociology for

medicine berhubungan dengan srategi metodoli yang dikembangkan sosiologi untuk

kepentingan bidang pelayanan kesehatan. Misalnya teknik skala pengukuran

Thurstone, Likert, Guttman yang membantu mengenali atau mengukur skla sikap.

Penerapan Sosiologi dan Manfaat dalam Praktek Kesehatan Pernyataan yang

(32)

diterapkan dalam bidang kesehatan adalah konsep struktur. Suatu konsep yang

menunjukkan adanya unsur-unsur umum yang senantiasa terdapat pada setiap situasi

dan interaksi.

Dengan membayangkan sikap umum yang biasa terjadi dalam interaksi antara

dokter-pasien maka akan didapat suatu model atau gambaran mengenai segala

sesuatu yang terjadi dan dapat dimengerti mengenai apa yang keliru dan apa

penyebabnya. Dari segi sosiologi setiap individu memainkan peran dalam semua

situasi sosial. Hal ini mengingatkan kita kepada hukum-hukum yang terlibat dalam

menjalankan peran dan juga mengingatkan kita kepada sifat-sifat umum dari seorang

dokter, pasien, istri, anak, dan seterusnya. Artinya bahwa situasi yang ‘dibentuk’

secara formil di sebenarnya bisa dianalisis secara nyata di masyarakat. Dalam

menganalisis situasi kesehatan, sosiologi bermanfaat untuk mempelajari cara orang

mencari pertolongan medis (help-seeking).

Selain itu, perhatian sosiologi terhadap perilaku sakit umumnya dipusatkan

pada pemahaman penduduk mengenai gejala penyakit serta tindakan yang dianggap

tepat menurut tata nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Manfaat sosiologi

yang lain adalah menganalisis faktor-faktor sosial dalam hubungannya dengan

etiologi penyakit. Aspek lain yang menjadikan sosiologi bermanfaat bagi pratek

medis bahwa sakit dan cacat fisik selain sebagai kenyataan sosial sekaligus juga

sebagai kenyataan medis.

Manfaat sosiologi berikutnya juga memberikan analisis tentang hubungan

dokter dengan pasien. Dikemukakan bahwa hubungan tersebut meliputi berbagai

(33)

dan dokter. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa sikap yang kebanyakan

ditunjukkan dokter memperlihatkan bahwa mereka kurang memahami konflik

tersebut. Mereka hanya berpegang pada moto tertentu yang ditanamkan pada diri dan

diproses dalam situasi latar belakang pendidikan formal dan informalnya guna

menghadapi konflik tersebut.

Penerapan Konsep Sosiologi dalam Peraktek Medis

Interaksi antara dokter dan pasien dalam bentuk struktur, yakni dengan

memperhatikan apa saja yang biasanya terjadi, apa yang harus terjadi dan apa saja

tujuan yang terdapat pada situasi tersebut. Dengan membayangkan sikap umum yang

biasa terjadi dalam interaksi antara dokter dan pasien maka akan didapat suatu model

atau gambaran mengenai segala sesuatu yang terjadi dan dapat dimengerti mengenai

apa yang keliru dan penyebabnya dalam hal masalah pelayanan kesehatan pada

Rumah Sakit.

2.5 Efektivitas Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Umum

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang

sangat strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Pemerintah telah bersungguh-sungguh dan terus-menerus berupaya untuk

meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitasi. Peran tersebut pada dewasa ini semakin dituntut akibat adanya

perubahan-perubahan epidemiologik penyakit, perubahan struktur organisasi,

(34)

masyarakat dan pelayanan yang lebih efektif, ramah dan sanggup memenuhi

kebutuhan mereka.

Era reformasi yang sedang kita jalani, telah membawa perubahan yang mendasar

dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pelayanan kesehatan. Salah satu

perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah

pelayanan kesehatan. Salah satu perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini

adalah manajemen negara yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen

berbasis daerah secara resmi perubahan manajemen ini diwujudkan dalam bentuk

Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian

diikuti pedoman pelaksanaannya berupa Peraturan Pemeritah RI Nomor 25 tahun

2000 tentang kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi konsekuensi logis dari

undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut adalah bahwa efektivitas

pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi sesuai

dengan peraturan tersebut maka disusunlah tugas pokok dan fungsinya yakni; (1)

menyelenggarakan, melaksanakan pelayanan kesehatan meliputi promotif, pemulihan

rehabilitasi. (2) penyelenggaraan pelayanan medik, penyelenggaraan sistem rujukan,

penyelenggaraan pelayanan penunjang dan non medik, penyelenggaraan pelayanan

asuhan keperawatan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan

pengembangan.

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu

diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup

penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan peraturan

(35)

penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka

pelayanan harus memenuhi berbagai syarat diantaranya; tersedia dan

berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan

bermutu (Azwar, 1996).

Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu tolak ukur kepuasan

yang berefek terhadap keinginan pasien untuk kembali kepada institusi yang

memberikan pelayanan kesehatan yang efektif. Untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan pasien sehingga dapat memperoleh kepuasan yang ada pada akhirnya dapat

meningkatkan kepercayaan pada rumah sakit melalui pelayanan prima. Melalui

pelayanan prima, rumah sakit diharapkan akan menghasilkan keunggulan kompetitif

(competitive advantage) dengan pelayanan bermutu, efisien, inovatif dan

menghasilkan sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan pasien.

Bentuk pelayanan yang efektif antara pasien dan pemberi pelayanan (provider

Adapun kondisi yang menunjukkan masalah mutu dan keefektifan yang ada di

rumah sakit yakni adanya keluhan yang sering terdengar dari pihak pemakai layanan

kesehatan yang biasanya menjadi sasaran ialah sikap dan tindakan dokter atau )

disadari sering terjadi perbedaan persepsi. Pasien mengartikan pelayanan yang

bermutu dan efektif jika pelayanannya nyaman, menyenangkan dan petugasnya

ramah yang mana secara keseluruhan memberikan kesan kepuasan terhadap pasien.

Sedangkan provider mengartikan pelayanan yang bermutu dan efesien jika pelayanan

sesuai dengan standar pemerintah. Adanya perbedaan persepsi tersebut sering

(36)

perawat, sikap petugas administrasi, selain itu juga tentang sarana yang kurang

memadai, kelambatan pelayanan, persediaan obat, tarif pelayanan kesehatan,

peralatan medis dan lain-lain.

S.B. Hari Lubis dan Martani Husaini (1987:54) bahwa pengertian yang

memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi merupakan langkah pertama

dalam membahas mengenai efektivitas tersebut seringkali berhubungan sangat erat

dengan tujuan maupun sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi. Menurut Amitai

Etzioni yang dikutip Lubis dan Husaini (1987:55), pengertian efektivitas organisasi 2.5.1 Pengertian Tentang Pelayanan Kesehatan

Kegiatan pelayanan dalam suatu organisasi mempunyai peranan yang sangat

strategis, terutama pada organisasi yang aktivitas pokoknya adalah pemberian jasa.

Sebelum membahas pengertian pelayanan kesehatan, ada baiknya jika

dikemukakan pengertian efektivitas. Secara umum telah dikemukakan bahwa konsep

efektivitas itu sendiri paling baik jika dari sudut sejauh mana organisasi berhasil

mendapatkan sumber daya dalam usahanya mengejar tujuan strategi dan operasional

(Steers, 1985: 205).

Sama halnya yang dikemukakan oleh Georgopoulos dan Tannenbaum (dalam

Steers, 1985:50) yang meninjau efektivitas dari sudut pencapaian tujuan, berpendapat

bahwa rumusan keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja

sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dan mengejar

sasarannya. Dengan lain perkataan, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan

(37)

dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk

mencapai tujuan atau sasarannya. Sedangkan Soewarno Handayaningrat (1983:16)

memberikan defenisi efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran

atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Dengan demikian efektivitas merupakan konsep yang sangat penting dalam

teori organisasi, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan

organisasi dalam mencapai sasaran atau tujuannya. Oleh karena itu, pengukuran

efektivitas organisasi memerlukan ketepatan tergantung pendekatan yang digunakan

Dari beberapa pengertian efektivitas yang telah dikemukakan, defenisi lain

dalam tulisan ini adalah kesehatan. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari

badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara

sosial-ekonomi. Jadi pengertian kesehatan cakupannya sangat luas, mencakup sehat fisik

maupun non fisik (jiwa, sosial, ekonomi).

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Azwar, 1998). Pelayanan

oleh Moenir (1995) dirumuskan setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang

ditujukan untuk memenuhi kepentingan orang banyak.

Pengertian pelayanan kesehatan lainnya, dikemukakan oleh Gani (1995) bahwa

(38)

penyembuhan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti

sedia kala.

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bentuk dan

jenis pelayanan kesehatan tergantung dari beberapa faktor yakni:

1. Pengorganisasian pelayanan; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara

sendiri atau bersama-sama sebagai anggota dalam suatu organisasi.

2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan; pencegahan penyakit, memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan, penyembuhan/ pengobatan dan pemulihan

kesehatan.

3. Sasaran pelayanan; perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang

diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit

berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu

yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan terjangkau

dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Suparto, 1994).

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus

memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus

berupaya memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai tingkat

kebutuhannya. Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk

memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan,

(39)

masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang

disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).

Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang

cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat

berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa

pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan

gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.

Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari

jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan

masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud

adalah

a. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan

kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat

berkesinambungan.

b Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh

masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak

bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

c. Mudah dicapai

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah

(40)

d. Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah

dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini

termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini

harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan

kemampuan ekonomi masyarakat.

e. Bermutu

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian yang

dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para

pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai

dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa

pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat

memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh

pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang

efektif dan memiliki mutu.

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional

yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan

pelayanan kedokteran, asuhan perawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta

(41)

Azwar, 1996). Sementara itu, dalam Sistem Kesehatan Nasional (1992) dinyatakan

bahwa rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat

penyembuhan dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang tidak

terbatas pada perawatan di dalam rumah sakit saja, tetapi memberikan pelayanan

rawat jalan, serta perawatan di luar rumah sakit.

Pengertian serupa dikemukakan oleh Association of Hospital Care (Azwar,

1996) bahwa rumah sakit adalah pusat pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan

serta penelitian kedokteran diselenggarakan.

Batasan pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi kegiatan

rumah sakit sangat bervariasi, sesuai dengan perkembangan zaman. Artinya rumah

sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit, tempat

pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan dan penelitian sederhana, dan bersifat

sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya berkembang sesuai dengan tuntunan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, antara lain; sebagai pengembangan

pendidikan dan penelitian, spesialistik/subspesialistik, dan mencari keuntungan.

Implikasinya adalah setiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan pasiennya dalam semua aspek pelayanan, baik yang

bersifat fisik maupun non fisik agar efektivitas pelayanan kesehatan dapat terwujud.

Konsep mutu merupakan konsep multi dimensi. Konsep ini merupakan

pengembangan teori yang terpijak pada prinsip-prinsip efektivitas pelayanan, yakni;

costumer focus, process improvement, dan total improvement. Mutu pelayanan lebih

(42)

terhadap kepuasan pelanggan (pasien) yang harus dipenuhi setiap saat, baik

pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang mutu, baik dilihat

dari produk maupun dari segi pelayanannya. Salah satu pendapat tersebut yakni;

1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati

(Winson Dictionary, 1956).

2. Mutu adalah sifat yang memiliki oleh sesuatu program (Donabedian, 1980).

3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang

didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan

kebutuhan para pengguna (DIN ISO 8402, 1986).

4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).

Menurut American society for quality control, mutu adalah keseluruhan ciri-ciri

karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan bersifat laten. (Lupiyoadi, 2001).

Efektivitas pelayanan kesehatan dalam bentuk pemberian dan pengobatan pasien bila

semua pihak terkait dan mendukung kegiatan ini tidak berada dalam posisi sebagai

“unit dari suatu system” menuju tercapainya yang telah disepakati. Mengacu pada

pengelolaan rumah sakit yang senantiasa berusaha memberi pelayanan dan

pengobatan sebaik-baiknya. secara operasional didefinisikan sebagai suatu sistem

pengelolaan pelayanan di rumah sakit melalui jalur komunikasi untuk membentuk

prilaku institusi guna tercapainya efektivitas serta mutu pelayanan yang optimal

(43)

Untuk mencapai tujuan yang optimal, jalur komunikasi memegang peranan

yang sangat penting dimana hal ini tidak terlepas dari faktor petugas pelayanan,

sehingga menurut Ngatimin (1987) dalam Ngatimin (2000) mengemukakan seorang

petugas kesehatan ideal adalah mereka yang memiliki ability (kemampuan),

performance (kinerja), personality (kepribadian), credibility (kepercayaan) dan

maturity (kematangan).

Dari beberapa unsur di atas, dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Ability : Petugas kesehatan memiliki kemampuan teori dan

pengalaman lapangan sehingga pada pelaksanaan tugasnya,

petugas kesehatan yang dimaksud mampu menunjukkan

prestasi.

2. Performance : Membina dan memelihara kinerja dari petugas dan institusi

yang diwakilinya merupakan kewajiban petugas yang ideal.

3. Personality : Seorang petugas kesehatan sangat erat hubungannya dengan

rasa tanggung jawab sebagai petugas kesehatan serta

memelihara tugas-tugas dibidang kesehatan yang berkaitan

dengan keselamatan jiwa orang lain yang menjadikan

kepribadian yang sangat penting.

4. Credibility : Merupakan batu ujian bagi para petugas kesehatan yang

berusaha mendukung upaya kesehatannya, tanpa memiliki

(44)

5. Maturity : Mampu mengendalikan kondisi, dalam hal ini kemampuan

jiwa yang dewasa dan cukup matang untuk mengendalikan

diri orang lain.

Sedangkan pengertian mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pasien, mutu

adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan

manajemen, ia berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan

jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau

hanya dirasakan, operasional teknik atau subjektif sama sekali dan selalu

menggambarkan target yang bergerak dalam pasar kompetitif. (Wijono, 1993: 3)

Mutu pelayanan kesehatan menurut WHO 1998 dalam Wijono (1999) adalah

“penampilan yang pantas atau sesuai yang berhubungan dengan standar-standar dari

suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada

masyarakat yang bersangkutan yang telah mempunyai kemampuan untuk

menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan, dan kekurangan

gizi.

Pengertian lain dari mutu pelayanan kesehatan mengenai keefektifan

pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang adalah sebagai

berikut:

1. Untuk pasien dan masyarakat, mutu pelayanan berarti suatu empathy, respect

dan tanggapan akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan

mereka, diberikan dengan cara ramah pada waktu berkunjung ke rumah sakit.

2. Dari sudut pandang petugas kesehatan, “mutu pelayanan berarti bebas

(45)

kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan

keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar

yang baik (state of the art).

3. Dari sudut pandang manajer (administrator), mutu pelayanan tidak

berhubungan langsung dengan tugas mereka sehari-hari, namun tetap sama

pentingnya. Untuk para manajer focus pada mutu akan mendorongnya untuk

mengatur staf, pasien dan masyarakat dengan baik.

4. Bagi yayasan atau pemilik rumah sakit, mutu dapat berarti memiliki tenaga

profesional yang bermutu dan cukup. Pada umumnya para manajer dan

pemilik institusi mengharapkan efesiensi dan kewajaran penyelenggaraan

pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti

tiadanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya dan waktu.

Menurut Tenner dan De Torro (1993: 3), Mutu adalah strategi dasar untuk

menghasilkan barang atau jasa untuk memuaskan pelanggan internal dan eksternal

dengan memenuhi kebutuhan yang nampak dan tersembunyi.

Pengertian tentang mutu pemeliharaan kesehatan (quality of health care)

sering diartikan sebagai mutu pelayanan kesehatan, mutu asuhan kesehatan, mutu

perawatan kesehatan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan operasional sehari-hari

adalah sebagai berikut; derajat terpenuhi standar profesi atau standar operating

procedure dalam pelayanan pasien dan terwujudnya hasil-hasil out-comes yang

diharapkan oleh profesi maupun pasien yang menyangkut dengan pelayanan

diagnosa, terapi, prosedur atau tindakan pemecahan masalah klinis. Jadi defenisi ini

(46)

1. Penilaian Mutu dan Efektifitas Pelayanan Rumah Sakit

Untuk melihat tingkat keberhasilan pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari

berbagai aspek, Dep.Kes. RI (1999) antara lain:

a. Pemanfaatan sarana pelayanan

b. Mutu pelayanan

c. Tingkat efesiensi pelayanan

Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu pelayanan dan efesiensi pelayanan

rumah sakit diperlukan berbagai indikator agar informasi yang ada dapat dijadikan

sebagai acuan yang bermakna ada parameter yang dipakai sebagai pembanding antara

fakta dan standar.

1. Dimensi Mutu (kualitas) Pelayanan.

Menurut Wijono (1999: 35) ada 8 (delapan) dimensi mutu pelayanan kesehatan

yang dapat membantu pola pikir dalam menetapkan masalah yang ada untuk

mengukur sampai sejauh mana telah dicapai standar dan efektivitas pelayanan

kesehatan. Kedelapan dimensi mutu tersebut adalah:

1. Kompetensi teknis; kompetensi teknis terkait dengan keterampilan dan

penampilan petugas, manager dan staf pendukung. Kompetensi teknis

berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang

telah ditetapkan.

2. Akses terhadap pelayanan kesehatan, akses berarti bahwa pelayanan kesehatan

tidak terhalang oleh keadaan social, ekonomi, budaya, organisasi, dan hambatan

(47)

3. Efektivitas mutu pelayanan kesehatan tergolong dari efektivitas yang menyangkut

norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada. Menilai

dimensi efektivitas akan tanggung jawab pertanyaan apakah prosedur atau

pengobatan bila ditetapkan dengan benar akan menghasilkan hasil yang

diinginkan. Bila memilih standar, relative resiko yang dipertimbangkan.

4. Hubungan antar manusia, adalah interaksi antar petugas dan pasien, manajer dan

petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antara manusia

yang baik menanamkan kepercayaan dengan cara menghargai, menjaga rahasia,

responsif dan memberikan perhatian, mendengarkan keluhan, dan berkomunikasi

secara efektif juga penting. Hubungan antara manusia yang kurang baik akan

mengurangi efektivitas dan kompetensi teknis pelayanan kesehatan. Pasien yang

diperlakukan kurang baik cenderung mengabaikan saran dan nasehat petugas

kesehatan, atau tidak mau berobat ditempat tersebut.

5. Efesiensi, efesiensi pelayanan kesehatan merupakan dimensi yang penting dari

mutu karena efesiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan, apalagi

sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang

efesien akan memberikan perhatian yang optimal dan memaksimalkan pelayanan

kesehatan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan

yang baik sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Pelayanan yang tidak baik

karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau

dihilangkan. Dengan cara ini mutu dapat ditingkatkan sambil menekan biaya

(48)

menganalisis efesiensi, manajer program kesehatan dapat memilih interaksi yang

pig cost effective

1. Keterandalan (reliability), konsistensi kinerja dan kemampuan terlihat, dimana

kinerja yang baik diberikan pada saat pertama kali memberikan janji yang

menggiurkan dan tepat. .

6. Kelangsungan pelayanan, berarti klien akan menerima pelayanan yang lengkap

sesuai yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa intrupsi, berhenti atau

mengurangi prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. Klien harus

mempunyai akses terhadap pelayanan rutin dan preventif yang diberikan oleh

petugas kesehatan yang mengetahui riwayat penyakitnya. Kelangsungan

pelayanan kadang dapat diketahui dengan cara klien tersebut mengunjungi

petugas yang sama, atau dapat diketahui dari rekan medis secara lengkap dan

akurat, sehingga petugas lain mengerti riwayat penyakit dan diagnosa serta

pengobatan yang pernah diberikan sebelumnya, tidak adanya kelangsungan akan

mengurangi efesiensi dan mutu hubungan antar manusia.

7. Keamanan, sebagai salah satu dimensi mutu, keamanan berarti mengurangi resiko

cidera, infeksi, efek samping atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan.

8. Kenyamanan, kenikmatan ini berhubungan langsung dengan efektivitas klinis,

tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan tersedianya untuk kembali

kefasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.

Penelitian oleh Lem Berry dan Vielere Zeltham pada awal tahun 1990-an

mengajukan sepuluh mutu pelayanan sebagai dasar untuk memahami mutu dan

(49)

2. Ketanggapan (responsiveness), keinginan atau kesesuaian pemberi pelayanan

untuk memberikan pelayanan tepat waktu.

3. Pengetahuan dan keahlian (competence), ilmu pengetahuan dan keahlian yang

dibutuhkan untuk memberikan pelayanan.

4. Keterjangkauan (access), keterjangkauan dapat dicapai dan mudah dijangkau,

waktu tunggu dan jam operasional.

5. Kesopan santunan (courtesy), meliputi sikap sopan santun, aspek perhatian dan

keramahan individu yang langsung berhubungan dengan pelanggan.

6. Komunikasi (communication), petugas dapat memberikan informasi dan bahasa

yang mudah dipahami dan didengarkan oleh pelanggan, sehingga dapat

membedakan kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda.

7. Kepercayaan (credibility), kepercayaan, kejujuran, reputasi perusahaan.

8. Keamanan (security), bebas dari bahaya resiko atau yang hilang, keamanan fisik,

keamanan keuangan, keamanan data dan arsip, dan kepercayaan diri.

9. Memahami pelanggan (understanding the costumer), perusahaan memahami

kebutuhan pelanggan, mendengarkan keinginan spesifik pelanggan memberikan

perhatian pada setiap pelanggan.

10.Bukti fisik (tangible), pelayanan fisik, penampilan tenaga kerja alat atau

peralatan yang digunakan.

Dari berbagai penilaian dimensi mutu pelayanan, maka dalam penelitian ini

menggunakan dimensi mutu pelayanan menurut Serqual Parasuraman dengan lima

(50)

Menurut Zeithaml dan Bitner (2000: 81), mutu pelayanan ditentukan oleh

persepsi konsumen dalam dua hal; Pertama, persepsi mutu pelayanan dalam arti hasil

teknis (technical outcome) yang diberikan oleh penyedia jasa. Kedua

Rumah sakit di Indonesia yang semula adalah bersifat sosial, dalam proses

selanjutnya mengalami perubahan menjadi badan usaha yang bersifat sosial ekonomi,

sebagai satu badan usaha rumah sakit harus menciptakan dan memperhatikan para , mutu dalam

arti hasil dari suatu proses jasa (outcomer process) yang diwujudkan dalam bentuk

bagaimana jasa itu itu diberikan.

Penilaian terhadap mutu pelayanan dilahirkan oleh perbandingan antara apa yang

seharusnya diterima (expectation), sebagaimana yang pernah dirasakan dengan

kinerja mutu pelayanan yang diterima (performance) dalam Kadir, 2000. Dari

perbandingan tersebut maka mutu pelayanan pada prinsipnya adalah derajat atau

tingkatan yang membedakan antara pengalaman menerima atau pelayanan

dibandingkan dengan mutu pelayanan yang diterima. Menurut New south Wales

Heath Department (1999) dalam Soejitno (2000) mutu pelayanan kesehatan meliputi;

safety, effectiveness, consumer participation, access dan efficiency. Dari keenam

dimensi mutu pelayanan kesehatan ini terdapat lima dimensi silang yang

berhubungan dengan efektivitas pelayanan kesehatan yaitu:

1. Kompetensi dari petugas

2. Kontinuitas dari pelayanan

3. Manajemen informasi yang mendukung kearah pengambilan keputusan.

4. Pendidikan dan pelatihan untuk mutu

Gambar

Gambar : Sistem yang sedanga berjalan
Tabel 1V.1
Tabel 1V.2
Tabel  1V.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel 4.8 Pasien yang menjawab bahwa seorang pasien yang datang ke Rumah Sakit berhak dilayani dengan cepat dan tidak berbelit-belit sebanyak 37 orang (55,2%) responden

Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang profil penggunaan obat generik dan bermerek pada pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit Siti Hajar Sidoarjo periode

Telah dilakukan penelitian mengenai profil penggunaan obat generik pada pasien hipertensi melalui rekam medis di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Sidoarjo selama bulan Agustus 2007

Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata pasien yang menebus obat di apotek rawat jalan Rumah Sakit Islam “ Siti Hajar” Mataram telah merasa puas

Telah dilakukan penelitian non-eksperimental deskriptif retrospektif pada pas1en infark miokard akut yang menjalani rawat inap di Rurnah Sakit Islam Siti Hajar Sidoaljo

Tabel diatas merupakan daftar aset tetap yang dimiliki oleh Rumah Sakit Umum Siti Hajar Medan yang tidak ada dalam laporan penyusutan aset tetapnya, tetapi masih

Dengan perancangan sistem informasi administrasi rawat inap dan rawat jalan pada rumah sakit siti hajar medan yang baru, maka akan lebih mempermudah pengelolaan

STRUKTUR ORGANISASI RSU SITI HAJAR MEDAN STAF MEDIS FUNGSIONAL YAYASAN DIREKTUR INSTANSI PEMELIHARAAN KESEHATAN INSTANSI RADIOLOGI INSTANSI RADIOLOGI INSTANSI GIZI