KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN
KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN
LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU
NURMILA ANWAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAANMENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul:
KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN
KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN
LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU
adalah karya saya sendiri di bawah komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditujukan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis dari perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, September 2008
ABSTRACT
NURMILA ANWAR. Characteristic of Chemical Physics of Territorial Water and Bearing with Distribution and also Abundance of Larva of Fish Bay of Palabuhan Ratu under Direction of DJISMAN MANURUNG and M. MUKHLIS KAMAL.
Three cruises were conducted in the shallow embayment, and six cruises for distribution ini sentral Bay of Palabuhan Ratu, west Java to study abundance and caracterisation of chemical physics of territorial water bearing of the early stages of fish (fish larva) during six month the late summer reproductive season (west season and transition period). Result of subdividing character of chemical physics of territorial water from each station yield three group of habitat that is: estuary, transition and oseanic. High densities of recently post larvae and preflexion larvae were observed during November 2007- April 2008 in estuary. The dominant species for example from family: Congridae, Gobiidae, Elopidae,
Mugilidae, Pomatomidae, Siganidae, Alepochepalidae, Chelodactylidae and Lutjanidae. Habitat of estuary found by species: Congridae, Siganus Spp., Liza
Spp. later;then Elopsaurus, Mugil Sp, Gobidae, Xenodermicthys, Siganus spinus
and Ostracion with overflows than 12-14 ind/m3 with entirety of mean per month more than 13 ind/m3. Stadia of Larva which is at most obtained by post of larva and juvenile. Species found in habitat of transition is equal to habitat of estuary is only differentiated by storey;level of density and what overflows. level of stadia even also still at gyration of prolarva and post of larva although there are some species of growth of stadianya have reached phase juvenile. composition of Species found in habitat of oseanic differ from habitat of estuary and transition because most species of exist in oseanic have the character of high stenohaline, some spesies found by a estuary species (eurihaline). For example
Xenodermicthys, Siganus Spinus, Kuhlia marginata, Signoglassidae, Ambassis marianus; Nemadactylus macropterus, Leiognathus Sp, Siganus linneatus. In general the overall of station of oseanic more amount got by species of
Apogonops anomalus, Pocicthidae, Kyphosus Sp, Bregmacerotidae, Aseraggodes Sp, and Urolophus sp. density and overflows in oseanic habitat much more a few compared to estuary and transition and than stadia most still yolk sac larvae and prolarva. In four of some cruises, larval size distribution moved progressively to larger larvae (By spasial); however, small-size, recently hatched larvae were low in the last cruise. The change in larval size coincided with intrusion of nutrient in the Bay as a result of current forcing and wave events. And by temporal the mean of a coastal station showed also presence of larval hake during month period and extremely high abundance of preflexion larvae in Februari, March and April 2008. The overall results from this study suggest that the Bay of Palabuhan Ratu is used by all fish spesies as a spawning and nursery area at the end of the west season season when environmental characteristics, such as food availability and nearshore retention are favourable for larval survival and for distribution in deep enveroment.
RINGKASAN
NURMILA ANWAR.
Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya denganDistribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu
Dibimbing oleh:
DJISMAN MANURUNG sebagai Ketua dan M. MUKHLIS KAMAL sebagai Anggota Komisi Pembimbing.`Pemahaman tentang biologi ikan sangatlah penting dimulai dengan pengetahuan yang baik tentang perkembangan awal daur hidup ikan, baik ekologi maupun kehidupannya. Pentingnya aspek ini karena mempunyai keterkaitan dengan fluktuasi ikan, bahkan kelangsungan hidup dari spesies itu sendiri. Seperti diketahui pada tahap awal daur hidup ikan mempunyai mortalitas yang tinggi karena kepekaan terhadap predator, ketersediaan makanan, dan juga perubahan lingkungan yang terjadi di alam (critical period). Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kaitan antara karakter habitat dengan distribusi larva yang didasarkan pada parameter fisika kimia perairan dan pola distribusi larva ikan secara spasial dan temporal di perairan Teluk Palabuhan Ratu. Dengan penelitian ini, akan diketahui sejauh mana kondisi ekologis larva ikan di Teluk Palabuhan Ratu.
Pengumpulan data dilakukan dengan menyisir kolom perairan secara horizontal, pada 9 stasiun yang disebar berturut turut dari muara ke tengah teluk, menggunakan net larva 350-500 mikron. Parameter yang diukur untuk melihat keterkaitan fisika-kimia perairan dengan kelimpahan larva antara lain arus, gelombang, salinitas, pH, DO dan unsur nutrien penting yaitu: nitrat fosfat dan silika untuk melihat produktivitasnya. Data diolah dengan mengelompokkan stasiun yang sama tingkatan ciri fisik-kimianya melalui indeks similaritas.
Didapatkan tiga kelompok habitat hasil pengelompokan stasiun yaitu habitat muara, transisi dan laut lepas. Hasil perolehan komposisi jenis, kelimpahan, kepadatan, dominansi dan stadia larva disubsitusikan kedalam masing masing kelompoknya untuk melihat distribusi spasial dan temporal masing-masing larva dihabitatnya.
Habitat muara ditemukan spesies: Congridae, Siganus spp., Liza spp. kemudian Elopsaurus, Mugil sp, Gobidae Xenodermicthys, Siganus spinus dan Ostracion dengan kelimpahan 12-14 ind/m3 dengan keseluruhan rata-rata setiap bulannya lebih dari 13 ind/m3. Stadia larva yang paling banyak diperoleh adalah post larva dan juwana. Spesies yang ditemukan di habitat transisi sama dengan habitat muara hanya dibedakan oleh tingkat kepadatan dan kelimpahan. Tingkatan stadianya pun masih pada kisaran prolarva dan post larva walaupun terdapat beberapa spesies perkembangan stadianya telah mencapai fase juwana. Komposisi spesies yang ditemukan di habitat laut lepas berbeda dengan habitat muara dan transisi karena kebanyakan spesies yang ada di laut lepas bersifat stenohaline tinggi, beberapa diataranya ditemukan spesies muara (eurihaline). Antara lain Xenodermicthys, Siganus spinus, Kuhlia marginata, Signoglassidae, Ambassis marianus; Nemadactylus macropterus, Leiognathus sp, Siganus linneatus. Secara umum dikeseluruhan stasiun laut lepas lebih banyak didapatkan spesies Apogonops anomalus, Pocicthidae, Kyphosus sp,
Bregmacerotidae, Aseraggodes sp, dan urolophus sp. Kepadatan dan
Berdasarkan hasil analisis regresi antara kelimpahan dan faktor oseanografi untuk keseluruhan bulan pengamatan hampir seluruhnya menunjukkan angka signifikan atau memiliki keterkaitan. Demikian pula dengan hubungan kelimpahan dengan nutrien menunjukkan hubungan korelasi yang besar kecuali nitrat dibeberapa bulan pengamatan menunjukkan nilai korelasi yang kecil, atau cenderung berkorelasi negatif. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa nutrien dan arus memegang peranan besar dalam transport dan distribusi larva secara spasial.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya
KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN
KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN
LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU
NURMILA ANWAR
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya dengan Distribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu
Nama : Nurmila Anwar
N R P : C551060081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djisman Manurung,M.Sc. Dr.Ir. M.Mukhlis Kamal, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Djisman Manurung,M.Sc. Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu),
agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),
dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,
dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya,
dan supaya kamu bersyukur.
(Q.S. An Nahl : 14)
Karya ilmiah ini kupersembahkan untuk orang tua, adik-adik, keluarga dan teman-teman tercinta.
Kuhaturkan terimakasih dan penghormatan yang sedalam-dalamnya kepada orang tuaku: Abi H. Anwar Laku dan Ummi Hj. Rukmah, S.Ag. terkasih, atas do’a restu dan dorongan moril dalam setiap kegiatan Ananda,
semoga Allah SWT. meridhoi. Adik-adikku tersayang: Yusri Anwar, Yusran Anwar
KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN
KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN
LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU
NURMILA ANWAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAANMENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul:
KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN
KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN
LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU
adalah karya saya sendiri di bawah komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditujukan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis dari perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, September 2008
ABSTRACT
NURMILA ANWAR. Characteristic of Chemical Physics of Territorial Water and Bearing with Distribution and also Abundance of Larva of Fish Bay of Palabuhan Ratu under Direction of DJISMAN MANURUNG and M. MUKHLIS KAMAL.
Three cruises were conducted in the shallow embayment, and six cruises for distribution ini sentral Bay of Palabuhan Ratu, west Java to study abundance and caracterisation of chemical physics of territorial water bearing of the early stages of fish (fish larva) during six month the late summer reproductive season (west season and transition period). Result of subdividing character of chemical physics of territorial water from each station yield three group of habitat that is: estuary, transition and oseanic. High densities of recently post larvae and preflexion larvae were observed during November 2007- April 2008 in estuary. The dominant species for example from family: Congridae, Gobiidae, Elopidae,
Mugilidae, Pomatomidae, Siganidae, Alepochepalidae, Chelodactylidae and Lutjanidae. Habitat of estuary found by species: Congridae, Siganus Spp., Liza
Spp. later;then Elopsaurus, Mugil Sp, Gobidae, Xenodermicthys, Siganus spinus
and Ostracion with overflows than 12-14 ind/m3 with entirety of mean per month more than 13 ind/m3. Stadia of Larva which is at most obtained by post of larva and juvenile. Species found in habitat of transition is equal to habitat of estuary is only differentiated by storey;level of density and what overflows. level of stadia even also still at gyration of prolarva and post of larva although there are some species of growth of stadianya have reached phase juvenile. composition of Species found in habitat of oseanic differ from habitat of estuary and transition because most species of exist in oseanic have the character of high stenohaline, some spesies found by a estuary species (eurihaline). For example
Xenodermicthys, Siganus Spinus, Kuhlia marginata, Signoglassidae, Ambassis marianus; Nemadactylus macropterus, Leiognathus Sp, Siganus linneatus. In general the overall of station of oseanic more amount got by species of
Apogonops anomalus, Pocicthidae, Kyphosus Sp, Bregmacerotidae, Aseraggodes Sp, and Urolophus sp. density and overflows in oseanic habitat much more a few compared to estuary and transition and than stadia most still yolk sac larvae and prolarva. In four of some cruises, larval size distribution moved progressively to larger larvae (By spasial); however, small-size, recently hatched larvae were low in the last cruise. The change in larval size coincided with intrusion of nutrient in the Bay as a result of current forcing and wave events. And by temporal the mean of a coastal station showed also presence of larval hake during month period and extremely high abundance of preflexion larvae in Februari, March and April 2008. The overall results from this study suggest that the Bay of Palabuhan Ratu is used by all fish spesies as a spawning and nursery area at the end of the west season season when environmental characteristics, such as food availability and nearshore retention are favourable for larval survival and for distribution in deep enveroment.
RINGKASAN
NURMILA ANWAR.
Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya denganDistribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu
Dibimbing oleh:
DJISMAN MANURUNG sebagai Ketua dan M. MUKHLIS KAMAL sebagai Anggota Komisi Pembimbing.`Pemahaman tentang biologi ikan sangatlah penting dimulai dengan pengetahuan yang baik tentang perkembangan awal daur hidup ikan, baik ekologi maupun kehidupannya. Pentingnya aspek ini karena mempunyai keterkaitan dengan fluktuasi ikan, bahkan kelangsungan hidup dari spesies itu sendiri. Seperti diketahui pada tahap awal daur hidup ikan mempunyai mortalitas yang tinggi karena kepekaan terhadap predator, ketersediaan makanan, dan juga perubahan lingkungan yang terjadi di alam (critical period). Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kaitan antara karakter habitat dengan distribusi larva yang didasarkan pada parameter fisika kimia perairan dan pola distribusi larva ikan secara spasial dan temporal di perairan Teluk Palabuhan Ratu. Dengan penelitian ini, akan diketahui sejauh mana kondisi ekologis larva ikan di Teluk Palabuhan Ratu.
Pengumpulan data dilakukan dengan menyisir kolom perairan secara horizontal, pada 9 stasiun yang disebar berturut turut dari muara ke tengah teluk, menggunakan net larva 350-500 mikron. Parameter yang diukur untuk melihat keterkaitan fisika-kimia perairan dengan kelimpahan larva antara lain arus, gelombang, salinitas, pH, DO dan unsur nutrien penting yaitu: nitrat fosfat dan silika untuk melihat produktivitasnya. Data diolah dengan mengelompokkan stasiun yang sama tingkatan ciri fisik-kimianya melalui indeks similaritas.
Didapatkan tiga kelompok habitat hasil pengelompokan stasiun yaitu habitat muara, transisi dan laut lepas. Hasil perolehan komposisi jenis, kelimpahan, kepadatan, dominansi dan stadia larva disubsitusikan kedalam masing masing kelompoknya untuk melihat distribusi spasial dan temporal masing-masing larva dihabitatnya.
Habitat muara ditemukan spesies: Congridae, Siganus spp., Liza spp. kemudian Elopsaurus, Mugil sp, Gobidae Xenodermicthys, Siganus spinus dan Ostracion dengan kelimpahan 12-14 ind/m3 dengan keseluruhan rata-rata setiap bulannya lebih dari 13 ind/m3. Stadia larva yang paling banyak diperoleh adalah post larva dan juwana. Spesies yang ditemukan di habitat transisi sama dengan habitat muara hanya dibedakan oleh tingkat kepadatan dan kelimpahan. Tingkatan stadianya pun masih pada kisaran prolarva dan post larva walaupun terdapat beberapa spesies perkembangan stadianya telah mencapai fase juwana. Komposisi spesies yang ditemukan di habitat laut lepas berbeda dengan habitat muara dan transisi karena kebanyakan spesies yang ada di laut lepas bersifat stenohaline tinggi, beberapa diataranya ditemukan spesies muara (eurihaline). Antara lain Xenodermicthys, Siganus spinus, Kuhlia marginata, Signoglassidae, Ambassis marianus; Nemadactylus macropterus, Leiognathus sp, Siganus linneatus. Secara umum dikeseluruhan stasiun laut lepas lebih banyak didapatkan spesies Apogonops anomalus, Pocicthidae, Kyphosus sp,
Bregmacerotidae, Aseraggodes sp, dan urolophus sp. Kepadatan dan
Berdasarkan hasil analisis regresi antara kelimpahan dan faktor oseanografi untuk keseluruhan bulan pengamatan hampir seluruhnya menunjukkan angka signifikan atau memiliki keterkaitan. Demikian pula dengan hubungan kelimpahan dengan nutrien menunjukkan hubungan korelasi yang besar kecuali nitrat dibeberapa bulan pengamatan menunjukkan nilai korelasi yang kecil, atau cenderung berkorelasi negatif. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa nutrien dan arus memegang peranan besar dalam transport dan distribusi larva secara spasial.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya
KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN
KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN
LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU
NURMILA ANWAR
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya dengan Distribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu
Nama : Nurmila Anwar
N R P : C551060081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djisman Manurung,M.Sc. Dr.Ir. M.Mukhlis Kamal, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Djisman Manurung,M.Sc. Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu),
agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),
dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,
dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya,
dan supaya kamu bersyukur.
(Q.S. An Nahl : 14)
Karya ilmiah ini kupersembahkan untuk orang tua, adik-adik, keluarga dan teman-teman tercinta.
Kuhaturkan terimakasih dan penghormatan yang sedalam-dalamnya kepada orang tuaku: Abi H. Anwar Laku dan Ummi Hj. Rukmah, S.Ag. terkasih, atas do’a restu dan dorongan moril dalam setiap kegiatan Ananda,
semoga Allah SWT. meridhoi. Adik-adikku tersayang: Yusri Anwar, Yusran Anwar
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil Alamin, Tiada kata yang paling tulus dipersembahkan
kepada Allah SWT. atas rahmat dan hidayah serta kasih sayang-Nya sehingga
tesis dengan judul Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya dengan
Distribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu, dapat diselesaikan sesuai rencana. Salam serta shalawat senantiasa dituturkan untuk
Baginda Rasullullah S.A.W, pembawa rahmat bagi semua makhluk.
Tesis ini berisikan tentang hubungan antara parameter fisik kimia perairan
dengan kelimpahan larva ikan di Teluk Palabuhan Ratu. Hasil dari penelitian ini
nantinya akan menjadi masukan bagi pemerintah daerah sebagai alternatif
pengelolaan perikanan pantai bagi masyarakat pesisir Teluk Palabuhan Ratu.
Kendala dan permasalahan tidak luput dari kegiatan ini mulai dari awal
hingga akhir pelaksanaannya, sehingga dirasa tidak mungkin dapat terselesaikan
tanpa bantuan, dukungan, dorongan dan kerjasama dari semua pihak yang telah
membantu hingga usainya segala kegiatan.
Terima kasih dan penghargaan besar penulis ucapkan kepada:
1.
Dosen pembimbing: Bapak Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir.M.Mukhlis Kamal, M.Sc disela kesibukannya bersedia meluangkan waktu
dalam membimbing penulisan tesis ini.
2.
Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA. Sebagai penguji luar komisi dalam ujian akhiratas saran perbaikannya.
3.
Program Mitra Bahari-Coral reef Management Program II (PMB-COREMAPII) Tahun 2008 dan Yayasan Danamandiri (DAMANDIRI) tahap I atas
beasiswa bantuan penulisan tesis Tahun 2008.
4.
Serta tidak lupa juga pada rekan-rekan P.S. IKL 2006-2007 atas masukan dandukungannya, sehingga memudahkan penulisan tesis ini.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat berguna dalam rangka pengelolaan
sumberdaya perikanan, khususnya daerah pantai.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mandalle (Pangkep) Sulawesi Selatan pada tanggal
08 Mei 1982, dari Ayahanda H. Anwar Laku dan Ibunda Hj. St. Rukmah S.Ag.
Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.
Pada tahun 1994 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negri 19
Tamarupa Kab. Pangkep dan melanjutkan pendidikan di SLTP Negri 2 Mandalle,
selesai pada Tahun 1997. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke
jenjang SLTA di SMU Negri 1 Kabupaten Barru dan menyelesaikannya di SMU
Negri 1 Segeri Kabupaten Pangkep pada tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis
melanjutkan pendidikan di program Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP),
Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin Makassar dan selesai pada tahun 2006 dengan gelar Sarjana
Perikanan.
Selama di Universitas Hasanuddin, pernah aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan, baik yang bersifat intern sebagai Anggota dalam lingkup
Keluarga Mahasiswa Perikanan (KEMAPI) UNHAS di jurusan perikanan, maupun
yang bersifak eksternal, diantara yang pernah aktif di ikuti adalah Anggota Forum
kajian Pesisir (FKP) Perikanan, yang bergerak dibidang konservasi mangove dan
pesisir (2003-2006); Anggota Forum Studi Ulil Albab (FSUA), yang bergerak di
bidang pembinaan dakwah kampus UNHAS (2001-2006). Dibidang akademik
penulis pernah tergabung di Korps Asisten Jurusan Perikanan sebagai asisten
mata kuliah Limnologi (2002/2003), asisten mata kuliah Fisiologi Hewan Air
(2005/2006), Asisten mata kuliah Biologi laut selama dua periode
(2004/2005-2005/2006).
Ditahun yang sama setelah menyelesaikan pendidikan Strata satu,
penulis melanjutkan pendidikan Strata dua (S2) di Institut Pertanian Bogor
dengan biaya Mandiri pada Program Studi Ilmu Kelautan (PS.IKL) minat Biologi
laut dan selama di PS. IKL tergabung dalam anggota Wahana Interaksi
Mahasiswa Pasca Sarjana IKL (WATERMAS IKL) 2006 hingga menyelesaikan
studi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah... 2 1.3. Tujuan dan Manfaat... 4 1.4. Hipotesis ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondidi Umum Teluk Palabuhan Ratu ... 5
2.2. Biologi larva ikan ... 7 2.3. Distribusi larva ikan ... 10
2.4. Parameter Fisika ... 11 2.4.1. Suhu perairan ... 11 2.4.2 Salinitas ... 13 2.4.3 Arus ... 13 2.5. Parameter Kimia... 15 2.5.1 Derajat Keasaman (pH) ... 15 2.5.2 Oksigen Terlarut (DO) ... 16 2.5.3. Nitrat ... 17 2.5.4. Fosfat (PO4)... 17
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19 3.2. Penentuan stasiun penelitian ... 19 3.3. Bahan dan Alat ... 20 3.4. Pengumpulan Data dan pengukuran parameter Fisika Kimia Perairan 20 3.5. Analisis Data ... 21 3.5.1. Struktur Komunitas Larva Ikan ... 21 3.5.2. Pola Pemencaran/distribusi Populasi ... 22 3.5.3. Kelimpahan Larva Ikan ... 23 3.5.4. Kepadatan Populasi ... 23 3.5.5. Pengelompokan Stasiun Penelitian Berdasarkan Indeks Similaritas Canberra ... 24 3.5.6. Keterkaitan antara Parameter Lingkungan
dengan Kelimpahan Larva ikan ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.2.2. Salinitas ... 28 4.1.2.3. Oksigen terlarut ... 29 4.1.2.4. Tingkat Keasaman (pH) ... 29 4.1.2.5. Tingkat Kekeruhan... 30 4.1.3. Variabilitas Nutrien antar Stasiun... 30 4.1.3.1. Nitrat ... 30 4.1.3.2. Fosfat ... 32 4.1.3.3. Silika ... 33 4.2. Pengelompokan habitat ... 34 4.3. Struktur Komunitas larva Ikan... 39 4.3.1. Komposisi Jenis larva Ikan ... 39
4.3.2. Kepadatan Individu dan Distribusi larva Ikan ... 40 4.4. Keanekaragaman dan Dominansi... 40 4.5. Keterkaitan Struktur komunitas dengan Karakteristik habitat ... 41 4.5.1. Habitat Muara ... 42 4.5.1.1. Komposisi Larva Ikan Habitat Muara... 42 4.5.1.2. Kelimpahan larva Ikan Muara... 42 4.5.1.3. Stadia larva Ikan Muara... 43 4.5.2. Habitat Transisi ... 43 4.5.2.1. Komposisi Larva Ikan Habitat Transisi ... 43 4.5.2.2. Kelimpahan larva Ikan Transisi ... 44 4.5.2.3. Stadia larva Ikan Transisi ... 45 4.5.3. Habitat Laut Lepas... 46 4.5.3.1. Komposisi Larva Ikan Habitat Laut Lepas ... 46 4.5.3.2. Kelimpahan larva Ikan Laut Lepas ... 46 4.5.3.3. Stadia larva Ikan Laut Lepas ... 47
4.6. Struktur Komunitas dan Kepadatan Larva Ikan Temporal ... 47
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan ... 49 5.2. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN... 55
Halaman
1. Pengukuran parameter fisika kimia perairan ... 22
2.
Komunitas Ikan dan kepadatan individu selama bulan pengamatandi Teluk Palabuhan Ratu
... 40
3.
Data Hasil perhitungan indeks keanekaragaman dan dominansilarva ikan di Teluk Palabuhan Ratu setiap bulan pengamatan.
... 41
4.
Data hasil perhitungan kelimpahan larva ikan setiap bulanpengamatan (ind/m3).
... 42
5.
Hasil regresi kelimpahan larva dengan nutrien perairanTeluk Palabuhan Ratu.
... 52
Halaman
1. Kerangka pemikiran ... 3
2. Arah kecepatan arus dan pasang surut dalam periode 24 jam
di Teluk Palabuhan Ratu ... 7
3. Peta Teluk Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat ... 20
4. Grafik fluktuasi suhu permukaan setiap bulan pengamatan
... 26
5. Grafik nilai rata-rata suhu setiap stasiun pada bulan pengamatan ... 27
6. Grafik fluktuasi salinitas permukaan setiap bulan pengamatan ... 28
7. Grafik konsentrasi nitrat perstasiun pengamatan
... 31
8. Grafik rata-rata sebaran jumah nitrat setiap bulan pengamatan
... 31
9. Grafik konsentrasi fosfat setiap stasiun pengamatan
... 32
10. Grafik rata-rata sebaran jumah fosfat setiap bulan pengamatan
... 33
11. Grafik konsentrasi silika perbulan pengamatan
... 33
12. Grafik rata-rata sebaran jumlah silika (Si) setiap bulan pengamatan
... 34
13 Dendrogram similaritas antar stasiun pada Bulan November,
Desember dan Januari
... 36
14. Dendrogram similaritas antar stasiun pada Februari, Maret dan April
... 37
15.
Hubungan antara Kelimpahan dengan kecepatan arusperbulan pengamatan
... 51
Halaman
1.
Tabel data sampling parameter fisika kimia perairanTeluk Palabuhan Ratu 6 bulan pengamatan
... 60
2.
Tabel komposisi dan frekuensi kehadiran larvaikan setiap stasiun pengambilan sampel di Teluk Palabuhan Ratu
... 63
3. Tabel distribusi komposisi dan stadia larva berdasarkan
kelompok habitat ... 64
4.
Tabel hasil perhitunganpola pemencaran populasi Morisita(
Iδ)... 68
5.
Tabel koordinat dan kedalaman stasiun pengambilan sampeldi Teluk Palabuhan Ratu
... 69
6.
Hasil analisis klaster observasi parameter fisika-kimia... 70
7.
Gambar dandeskripsi morfologi larva/juwana ikan yang tertangkapdi stasiun peneitian
... 73
8.
GambarJaring larva untuk pengambilan sampel... 85
KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN
KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN
LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU
NURMILA ANWAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jaminan stok berbagai komoditas perikanan umumnya tergantung pada
keberadaan fase larva. Perikanan pantai tergantung pada keberadaan biota-biota
muda yang hidup di areal pasang surut, tempat mereka berlindung dan
memperoleh makanan diawal masa hidupnya.
Pemahaman tentang biologi ikan sangatlah penting dimulai dengan
pengetahuan yang baik tentang perkembangan awal daur hidup ikan, baik
ekologi maupun kehidupannya. Pentingnya aspek ini karena mempunyai
keterkaitan dengan fluktuasi ikan, bahkan kelangsungan hidup dari spesies itu
sendiri. Seperti diketahui pada tahap awal daur hidup ikan mempunyai mortalitas
yang tinggi karena kepekaan terhadap predator, ketersediaan makanan, dan juga
perubahan lingkungan yang terjadi di alam (critical period). Dengan
terganggunya tahap-tahap awal dari kehidupan ikan maka hal ini memberi
dampak negatif bagi populasi ikan.
Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran
organisme di dalamnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan
preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik
lingkungannya. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga alasan
utama bagi ikan untuk memilih tempat hidup yaitu 1) yang sesuai dengan kondisi
tubuhnya, 2) sumber makanan yang banyak, 3) cocok untuk perkembangbiakan
dan pemijahan.
Dalam rangka pengelolaan sumberdaya hayati perairan laut, pemahaman
terhadap faktor-faktor fisik laut dan pengaruhnya terhadap perkembangan biota
laut merupakan suatu kebutuhan yang mutlak. Faktor fisika-kimia laut, seperti
cahaya, suhu, salinitas, arus dan pasang surut semenjak semula dipandang
sebagai faktor abiotik pada ekosisitem laut yang memiliki banyak kegunaan
dalam proses kelangsungan hidup ikan, seperti pertumbuhan dan distribusinya.
Bertolak dari uraian di atas, dipandang perlu untuk menguraikan secara
mendetail tentang keterkaitan pola distribusi dengan kelimpahan larva ikan
berdasarkan parameter fisika kimia perairan. Mengingat Ichthyoplankton sebagai
Mengetahui distribusi Ichthyoplankton sangat penting, tidak hanya dalam
pengertian proses ekologis, tetapi juga terhadap implikasi praktis penilaian
kelimpahannya (Brodeur dan Rugen, 1994), diharapkan dengan pengetahuan
tentang faktor-faktor fisik laut akan dapat memberikan arahan yang jelas tentang
keberadaan ichthyoplankton di laut sehingga tidak dilakukan penangkapan tanpa
memperhitungkan kelestariannya.
Teluk Palabuhan Ratu dipilih sebagai lokasi penelitian karena teluk ini
dianggap masih sangat potensial sebagai daerah pemijahan dan penangkapan
ikan intensif, memiliki karakteristik perairan yang khas dengan berbagai macam
sumberdaya ikan, sehingga diharapkan mampu memberikan interpretasi tentang
keberadaan larva ikan. Disamping itu, studi mengenai distribusi dan kelimpahan
larva di perairan ini masih belum banyak dilakukan.
1.2 Perumusan masalah
Selama ini pemanfaatan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh sebagian
besar nelayan ditekankan pada kepentingan jangka pendek dengan besaran
manfaat yang sedikit dibandingkan dengan jangka panjang. Umumnya nelayan
bersaing untuk mendapatkan ikan lebih banyak sehingga mengancam kapasitas
lingkungan sumberdaya.
Keadaan di atas tidak hanya terjadi pada sumberdaya ikan yang telah
dewasa tetapi juga terjadi pada sumber daya larva ikan, padahal telah diketahui
bahwa fase ini merupakan fase awal dalam siklus biota untuk berkembang
menjadi dewasa. Sehingga jika tidak dilakukan pengelolaan sejak awal akan
mengancam kelestarian dan keberlangsungan hidup biota tersebut.
Secara biologi fase larva akan banyak ditemui di daerah pesisir, selain
karena adanya naluri dari induk ketika memijah, juga dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan dan ruang. Kedua faktor tersebut tidak berdiri sendiri,
tetapi dipengaruhi oleh kondisi fisika kimia perairan seperti arus, suhu, pasang
surut, salinitas, dan yang lainnya. Sehingga dengan demikian antara faktor fisika,
kimia dan biologi larva akan terjadi interaksi yang saling terkait menjadi
komponen ekologi di perairan pantai. Artinya jika salah satu di atara variabel
lingkungan berubah maka secara berantai akan menyebabkan perubahan bagi
variabel lingkungan lainnya (Gambar 1).
Hal inilah yang ingin di kaji yaitu untuk melihat sejauh mana keterkaitan
BIOLOGI * komposisi dan kelimpahan * keragaman (Indeks Diversitas) * pola penyebaran (Indeks Morisita) * Kepadatan
SUMBER DAYA IKAN
PESISI ESTUARI LAUT LEPAS
IKAN DEWASA
LARVA IKAN
EKSPLOITASI
-KEBERLANGSUNGAN KETERSEDIAAN
SD MAKANAN
PENGELOLAAN
+
FISIKA KIMIA PERAIRAN Suhu, arus, salinitas, pasang surut, pH, DO, elemen nutrien (Nitrogen, Fosfat dan silika)
POLA DISTRIBUSI LARVA IKAN
= hubungan
=
ruang lingkup penelitian*
=
pengaruh langsung=
komponen RUANG [image:31.595.87.550.113.702.2]* Plankton
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui keterkaitan antara karakter habitat dengan distribusi larva yang
didasarkan pada parameter fisika kimia perairan di Teluk Palabuhan Ratu.
2. Mengetahui pola distribusi larva ikan secara spasial dan temporal di perairan
Teluk Palabuhan Ratu.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya larva ikan dan dengan ini akan
diketahui sejauh mana kondisi ekologis larva ikan di Teluk Palabuhan Ratu.
1.4 Hipotesis
1. Perbedaan karakteristik habitat tidak mempengaruhi komunitas larva ikan
dan distribusi stadia larva ikan di Teluk Palabuhan Ratu.
2. Perbedaan parameter fisika-kimia perairan tidak mempengaruhi pola
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Umum Teluk Palabuhan Ratu
Perairan Teluk Palabuhan Ratu terletak pada posisi geografis 6o57’- 7o07’
LS dan 106o22’-106o23’ BT dengan panjang pantai lebih kurang 105 km.
Perairan tersebut merupakan perairan pantai selatan Jawa Barat yang memilliki
hubungan dengan Samudra Hindia. Sistem sungai yang bermuara di perairan
teluk diketahui ada 7 buah yaitu 2 buah golongan besar: S. Cimandiri dan S.
Cibareno dan 5 buah lainnya tergolong sungai kecil: S. Cimaja, CiPalabuhan,
Cidadap, Cibutun dan Ciletuh (LON-LIPI 1975)
Musim sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrodinamika perairan
teluk. Pada periode Musim Timur (Mei-Agustus) gelombang dan arus relatif lebih
tenang dibandingkan pada periode musim barat (November-Februari), diantara
Musim Timur dan Musim Barat terjadi periode peralihan (Wyrtki, 1961) yang
disebut Musim Peralihan Timur (Maret-April) dan Musim peralihan Barat
(September-Oktober)
Kondisi Teluk Palabuhan Ratu banyak dipengaruhi oleh kondisi
oseanografi Samudera Hindia seperti adanya pengaruh angin yang besar. Wyrtki
(1961) mengemukakan bahwa keadaan angin di Palabuhan Ratu sesuai dengan
sifat laut dan tercatat kecepatannya sebesar 1-7.5 cm/dtk pada Bulan September
sampai Desember yang bergerak kearah barat. Selanjutnya dikatakan bahwa
perairan Teluk Palabuhan Ratu mempunyai suhu permukaan laut pada musim
barat berkisar 29-30oC dan pada musim timur 26-27oC
Pariwono et al. (1988) mengemukaan bahwa pada Bulan September dan
Oktober suhu permukaan laut relatif rendah, yaitu rata-rata 26.57oC sedangkan
pada musim hujan suhu permukaan laut rata-rata naik menjadi 27.78oC padahal
disaat itu laut kurang menerima pemanasan dari matahari, karena tertutup awan.
Hal ini diduga sebagai pertanda bahwa proses upwelling terjadi pada Bulan
Agustus September dan okteber di perairan Teluk Palabuhan Ratu.
Dari hasil penelitian Purba (1995), diacu dalam PRTK & Dep ITK (2004)
diketahui bahwa di lepas Pantai Palabuhan Ratu terjadi upwelling mulai Bulan
Juli, terbukti dengan terlihatnya kelompok massa air yang lebih dingin di sekitar
lepas pantai, diapit oleh massa air yang lebih hangat ke arah pantai dan ke arah
Terdapat perbedaan suhu permukaan laut musim timur dan musim barat,
baik di perairan lepas pantai selatan Jawa (S. Hindia) maupun di perairan
Palabuhan Ratu. Levinton (1982) mendapatkan adanya perbedaan suhu
permukaan laut di perairan lepas pantai selatan Jawa, yaitu 28oC
(Agustus-Oktober) dan 29oC (Februari-April). Demikian pula hasil penelitian LON LIPI 1975
di perairan pantai selatan Jawa diketahui adanya perbedaan suhu pada musim
kemarau (28oC) dan musim hujan (29-30)
Hasil penelitian Pariwono et al. (1988) menunjang pernyataan di atas
setelah melakukan pengukuran suhu di perairan Palabuhan Ratu pada bulan
September-Oktober (akhir musim timur) dan bulan November-Desember (awal
musim barat) masing-masing tercatat sebesar 26 dan 28 oC. Selanjutnya
dikemukaan bahwa terdapat fenomena perbedaan suhu yang relaif lebih rendah
pada musim timur dibandingkan dengan musim barat menunjukkan adanya
proses upwelling di perairan yang bersangkutan.
Penyebaran suhu vertikal di perairan Teluk Palabuhan Ratu pada
kedalaman 25 meter antara 29.75-28.55 oC (rata-rata 28.43 oC). Perbedaan
tersebut disebabkan terutama adanya pengaruh penyinaran matahari terhadap
peningkatan suhu permukaan perairan teluk (Sanusi dan Atmodipoera, 1993)
Salinitas di perairan Teluk Palabuhan Ratu dipengaruhi oleh keadaan
musim dengan faktor utama adanya masukan massa air sungai yang bermuara.
Transpor massa air sungai yang terutama pada musim barat mengakibatkan
turunnya salinitas perairan pantai Teluk Palabuhan Ratu. Namun demikian di
perairan teluk bagian tengah nilai perbedaan salinitas permukaan laut pada
musim timur dan musim barat relatif kecil. Hasil pengukuran memperlihatkan nilai
salinitas rerata pada periode Agustus Oktober dan Mei-Juli masing-masing
sebesar 32.96‰ dan 32.33‰ (Pariwono et al., 1988)
Massa air bersalinitas tinggi ini berasal dari Laut Flores yang memasuki
Laut Jawa seiring dengan pergerakan arus permukaan pada Musim Timur ini
yang menuju ke barat. Menurut Wyrtki (1961), bahwa pada Musim Timur ini di
sekitar Laut Banda dan Selat Makasar bagian selatan terjadii upwelling, sehingga
daerah sekitarnya menjadi subur. Kesuburan perairan tersebut terbawa arus
hingga ke Laut Jawa sehingga mangakibatkan Laut Jawa selama dan sesudah
Musim Timur ini menjadi subur dan akan tersedia makanan bagi ikan dan
Karakter pasut di perairan Teluk Palabuhan Ratu sama dengan karakter
gelombang, merupakan perambatan dari pengaruh pasut yang terjadi di
Samudera Indonesia. Pasut bersifat campuran dominasi semidiurnal yaitu tinggi
pasang dan surut pertama tidak sama dengan tinggi pasang dan surut kedua,
terjadi karena perairan teluk berhubungan langsung dengan perairan laut lepas
Samudera Hindia (PRTK & Dep ITK 2004). Gambar 2 menunjukkan grafik
[image:35.595.110.546.220.541.2]komponen pasut dalam 24 jam di Teluk Palabuhan Ratu.
Gambar 2. Arah Kecepatan Arus dan pasang Surut dalam periode 24 jam di Teluk Palabuhan Ratu (PRTK & Dep ITK 2004).
2.2 Biologi larva ikan
Ichthyoplankton merupakan cabang ilmu yang membahas tentang larva
ikan yang hidup planktonik, merupakan cabang Ichtyologi yang membahas
tentang stadia larva yang sifatnya sangat ditentukan oleh lingkungannya
terutama dalam pergerakan dan migrasinya. Awal daur hidup ikan, menurut
Effendie (1978) dan Matarase et al. (1989), meliputi stadia telur dan
dari siklus hidupnya merupakan plankton sementara atau meroplankton (Odum,
1993). Menurut Mantiri (1995), ikan-ikan yang masih berada pada stadia telur
dan larva digolongkan dan di istilahkan sebagai ichthyoplankton. Adapun setelah
dewasa mereka menjalani kehidupan sebagai perenang-perenang yang aktif
yang sudah masuk dalam kategori nekton.
Ichthyoplankton menurut Mantiri (1995) adalah merupakan organisme
ikan yang masih berada pada stadia telur dan larva, namun ada juga yang
menggunakan istilah ini pada ikan yang sudah berada pada stadia juwana yang
masih bersifat planktonis. Selanjutnya dikatakan bahwa istilah Ichthyoplankton
belum terlalu dikenal dan digunakan. Tulisan-tulisan ilmiah yang sudah
menggunakan istilah ini seperti: Able (1978), Brodeur et al. (1985), Boehlert et al.
(1985), Beckley (1986), Ozawa (1986), Brodeur dan Rugen (1994), Mantiri (1993
dan 1995).
Ichthyoplankton sebagai tahapan awal perkembangan, sejak dari stadia
telur menuju larva dan juwana ikan. Russel (1976) mengemukakan bahwa larva
ikan merupakan bentuk atau tingkatan ikan setelah telur menetas dan
menggunakan istilah larva yang merujuk pada larva masih memiliki yolk sac atau
kantung telur dan “postlarva” untuk ikan muda antara stadia larva dan juwana.
Stadia ini kemudian berakhir setelah persediaan kuning telur yang ada telah
habis diserap. Pada tahap ini tingkat mortalitas tinggi karena peka terhadap
predator, ketersediaan makanan dan perubahan lingkungan seperti suhu,
salinitas. Dengan demikian tahap ini adalah kondisi yang paling menentukan
kelangsungan hidup satu spesies maupun populasi ikan tersebut.
Menurut Effendie (1978), Perkembangan larva dalam garis besarnya di
bagi menjadi dua tahap yaitu prolarva dan postlarva. Untuk membedakannya,
prolarva masih mempunyai kantung kuning telur yang terletak di bagian depan
bawah, tubuh masih transparan dengan beberapa butir pigmen yang belum
diketahui fungsinya. Sirip dada dan ekor sudah ada tapi belum sempurna
bentuknya dan kebanyakan prolarva yang baru keluar dari cangkang telur tidak
mempunyai sirip perut yang nyata, hanya bentuk tonjolan. Mulut dan rahang
belum berkembang dan ususnya masih merupakan tabung yang lurus. Sistem
pernafasan dan peredaran darah belum sempurna dan memperoleh makanan
Masa postlarva ikan mulai dari hilangnya kantung kuning telur sampai
terbentuknya organ baru atau selesainya taraf penyempurnaan
organ-organ yang telah ada sehingga pada akhir masa postlarva tersebut secara
morfologis sudah mempunyai bentuk hampir sama dengan induknya. Sirip dorsal
sudah mulai dapat dibedakan, demikian pula dengan sirip ekor sudah mulai ada
bentuknya. Berenangnya sudah mulai aktif dan kadang-kadang memperlihatkan
sifat bergerombol walaupun tidak selamanya demikian (Effendie, 1978).
Pada perkembangan larva lebih lanjut dijelaskan bahwa sirip ekor
berkembang diikuti oleh pemisahan sirip punggung dan sirip dubur. Vertebra dan
osteogenesis mengeras dan dengan perubahan pigmentasi badan maka post
larva mencapai tingkat juwana. Pada larva ikan yang baru menetas kuning telur
terletak pada bagian anterior vertebral tubuh, bentuk menonjol dan sering kali
menutupi hampir separuh panjang total tubuh. Mata belum berpigmen, mulut
belum berfungsi dan anal belum terbuka. Selama perkembangan larva, mata
menjadi berpigmen, mulut serta anus mulai terbuka. Posisi anus dapat
digunakan sebagai karakter identifikasi. Selama perkembangan kuning telur dan
kelenjar minyak digunakan secara bertahap. Ketika kuning telur habis,
organ-organ yang dibutuhkan untuk mencari dan mengunyah makanan sudah
berfungsi. Pada masa ini larva mengalami masa krisis (Effendie, 1978).
Apabila masa postlarva berakhir, ikan akan memasuki masa juwana.
Untuk beberapa ikan dalam memasuki masa ini ada beberapa yang mengalami
perubahan bentuk tubuh atau bermetamorphose. Hoar dan Randall (1987)
mengatakan bahwa ikan dalam mengawali daur hidup akan melalui tiga tahap,
yaitu telur, larva dan juwana. Diantaranya terdapat dua tahap transisi antara telur
dan larva dan antara larva dan juwana, yaitu tahap yolk sac, dan tahap
transformasi larva. Dalam tahap telur, dibagi kedalam tiga sub divisi yaitu awal,
tengah, dan akhir. Pada tahap larva juga di bagi menjadi 3 sub divisi yaitu:
preflexion, plexion dan postflexion larva.
Pada ikan ada beberapa kelompok sifat taksonomik yang digunakan
untuk mengenal larva, yaitu:
1. Berbagai struktur atau bentuk bagian tubuh, seperti mata, kepala, badan,
lambung dan sirip (khususnya sirip dada)
2. Urutan munculnya sirip dan kedudukannya, fotofora dan unsur tulang.
5. Tanda-tanda yang sangat khas seperti lipatan sirip yang membengkak,
sirip yang memanjang dan terubah, sungut pada dagu dan duri pada
preoperculum (Russel, 1976).
Karakter melanophora merupakan ciri diagnostik utama dalam
mengidentifikasi spesies pada stadia postlarva. Kesamaan antar spesies dapat
dilihat dari ada atau tidaknya melanophora atau posisi dimana melanophora
berada. Lokasi melanophora biasa terletak di bagian eksternal dari dermis atau
epidermis, bagian internal peritoneum, di atas atau di bawah kolom vertebra dan
di daerah otocystic (Russel, 1976).
2.3 Distribusi larva ikan
Ichthyoplankton memiliki pola distribusi vertikal berdasarkan migrasinya
yang di bagi atas dua tipe. Migrasi tipe I dikenal sebagai pola distribusi yang lebih
umum yaitu Ichthyoplankton naik ke permukaan pada malam hari. Migrasi tipe II
merupakan pola distribusi yang tidak umum dan merupakan kebalikan dari
migrasi tipe I yaitu Ichthyoplankton naik ke lapisan permukaan pada siang hari.
Pada dasarnya pola distribusi ini sangat di pengaruhi oleh cahaya, namun
predator dapat juga mengubah pola distribusi vertikal Ichthyoplankton (Brodeur
dan Rugen, 1993). Contoh-contoh pola distribusi tipe I seperti yang dilaporkan
Rogers (1940), dan Brodeur et al. (1993). Adapun tipe II dilaporkan oleh Boehlert
et al. (1985).
Demikian halnya ukuran tubuh, peningkatan kemampuan berenang dan
kapasitas perkembangan larva dikatakan merupakan pengontrol posisi vertikal
golongan ini (Fortier dan Leggett, 1983). Secara umum seperti yang
dikemukakan beberapa ahli, distribusi ichthyoplankton di tentukan oleh
faktor-faktor tingkah laku seperti pergerakan berdasarkan waktu dan cahaya (Mantiri,
1995); faktor-faktor fisik seperti sirkulasi air pasang surut (Laprise dan Dodson,
1989), suhu, salinitas dan turbiditas (Able, 1978); dan faktor ketersediaan
2.4 Parameter Fisika
2.4.1 Suhu perairan
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengaturan
seluruh proses kehidupan dan penyebaran organisme, dan proses metabolisme
tejadi hanya dalam kisaran tertentu. Di laut suhu berpengaruh secara langsung
pada laju proses fotosintesis dan proses fisiologi hewan (derajat metabolisme
dan siklus reproduksi) yang selanjutnya berpengaruh terhadap cara makan dan
pertumbuhannya.
Perbedaan penerimaan radiasi matahari setiap wilayah menyebabkan
perbedaan suhu, terkait dengan perbedaan letak geografis lintang. Selain panas
matahari, faktor lain yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah arus
permukaan, keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi terutama
sekitar estuaria sepanjang garis pantai (Hela dan Laevastu, 1970).
Selain oleh faktor di atas suhu permukaan laut juga dipengaruhi oleh
kondisi meteorologi seperti penguapan, curah hujan, suhu udara, kelembaban
udara dan kecepatan angin oleh karenanya suhu permukaan biasanya mengikuti
pola musiman. Seperti contoh pada saat musim pancaroba, angin biasanya
lemah dan permukaan laut akan tenang sehingga proses pemanasan
dipermukaan terjadi sangat kuat. Akibatnya pada musim pancaroba suhu lapisan
permukaan mencapai maksimum (Nontji, 2001).
Perubahan suhu juga dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan
stratifikasi massa air dan hal itu dapat mempengaruhi distribusi. Ikan biasanya
memilih suhu optimum untuk dapat hidup dengan baik. Aktivitas metabolisme
dan penyebaran ikan banyak dipengaruhi oleh suhu perairan fluktuasi suhu dan
perubahan geografis merupakan faktor penting yang menentukan konsentrasi
dan pengelompokan ikan.
Menurut Soegiarto dan Birowo (1975), suhu permukaan di perairan
Indonesia berkisar antara 28-30oC dan di daerah upwelling suhunya dapat turun
mencapai 25oC dan secara horizontal suhu permukaan laut di perairan Indonesia
memiliki variasi tahunan yang rendah, namun variasi tersebut masih
menunjukkan perubahan musiman. Perubahan ini dipengaruhi oleh posisi
matahari dan pengaruh massa air di daerah lintang tinggi.
Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
permukaan laut pada suatu perairan terutama dipengaruhi oleh radiasi matahari.
Perubahan intensitas cahaya akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu air
laut baik secara horizontal, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Suhu
berpengaruh terhadap tingkah laku ikan, mempunyai kisaran tertentu untuk
melakukan pemijahan bahkan dengan suatu siklus musiman yang tertentu pula
(Gunarso, 1985).
Lawalata (1977), diacu dalam Olii (2003). Menurut Sidjabat (1978),
menyatakan bahwa suhu perairan merupakan suatu faktor lingkungan yang
paling mudah dipelajari dari faktor-faktor lainnya, sebab suhu merupakan suatu
petunjuk yang berguna dari perubahan kondisi lingkungan, suhu air laut,
terutama lapisan permukaan, ditentukan oleh pemanasan matahari yang
intensitasnya senantiasa berubah terhadap waktu, sehingga suhu air laut akan
seiring dengan perubahan intensitas penyinaran matahari tersebut. Perubahan
suhu ini dapat terjadi secara: (1) harian, (2) musiman, (3) tahunan, dan (4) jangka
panjang. Selanjutnya Sidjabat (1978) mengatakan bahwa jika suatu perairan
yang homogen dan tenang dipanasi oleh matahari, distribusi suhu secara vertikal
akan menurun eksponensial ke bawah. Apalagi jika tidak ada gangguan pada
perairan ini, keadaan perairan akan selalu stabil karena lapisan yang paling atas
yang lebih panas akan lebih rendah densitasnya dari pada lapisan bawah.
Ikan dapat mendeteksi perubahan suhu meskipun lebih kecil dari 0,1 oC.
Setiap ikan mempunyai rentang karakteristik aklimatisasi (optimum) suhu dan
mempunyai batas toleransi suhu yang dapat berubah secara musiman pada stok
yang satu dengan yang lainnya dalam spesies yang sama. Sulliva (1954), diacu
dalam Laevastu dan Hayes (1981) merangkum pengaruh suhu terhadap ikan
antara lain: 1) sebagai modifier proses metabolik (misalnya mempengaruhi
kebutuhan makanan dan laju up take dan pertumbuhan); 2) sebagai modifier dari
aktivitas badan (misalnya laju renang); dan 3) sebagai stimulus saraf.
Reaksi ikan terhadap anomali suhu adalah suatu masalah kompleks.
Asumsi bahwa hampir semua reaksi spesies ikan terhadap anomali lingkungan
muncul pada skala waktu sinoptik dan bulanan. Sedangkan jangka yang lebih
panjang: musiman dan tahunan, reaksinya harus mencakup beberapa proses
integrasi, seperti perubahan wilayah pencarian makan melalui migrasi dan
pencarian atau beberapa pengaruh terhadap laju pertumbuhan, maturasi dan
2.4.2 Salinitas
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam dalam gram
pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur
salinitas di laut, oleh karena itu penentuan nilai salinitas dilakukan dengan
meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida
ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu
kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida.
Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan perubahan salinitas di laut
terbuka relatif lebih kecil dibandingkan dengan perubahan salinitas di pantai yang
memiliki masukan air tawar dari sungai terutama saat musim hujan. Salinitas
berpengaruh pada osmoregulasi dari ikan serta berpengaruh besar terhadap
kesuburan dan pertumbuhan telur. Beberapa spesies bisa hidup dengan toleransi
salinitas yang besar (euryhaline) tetapi ada juga yang sempit (stenohaline).
Disamping itu Hayes dan Laevastu (1982) menyatakan bahwa salinitas
berpengaruh pada distribusi, orientasi migrasi, dan kesuksesan reprodukasi dari
ikan.
Hayes dan Laevastu (1982) menjelaskan bahwa salinitas mempengaruhi
fisiologis kehidupan organisme dalam hubungannya dengan penyesuaian
tekanan osmotik antara sitoplasma dan lingkungan. pengaruh ini berbeda pada
setiap organisme baik itu fitoplankton, zooplankton, maupun ichthyoplankton.
Pengaruh salinitas pada ikan dewasa sangat kecil karena salinitas di laut relatif
stabil yaitu berkisar antara 30 - 36 o/oo, sedangkan larva ikan biasanya cepat
menyusuaikan diri terhadap tekanan osmotik. Namun demikian cenderung
memilih perairan dengan kadar salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik
tubuhnya. Dan hal ini secara langsung akan sangat mempengaruhi distribusi
larva ikan (Lignot et al., 2000).
2.4.3 Arus
Arus berperan dalam transportasi ikan dan larva di laut. Adanya arus
yang berlawanan akan menjadi perangkap bagi keberadaan makanan ikan di
laut. Arus merupakan hal yang sangat penting kaitannya dengan iklim, arus juga
membawa organisme plankton dalam jumlah yang besar dari tempat asalnya
secara periodik (Davis, 1955). Pola aliran arus juga menentukan pola
karakteristik penyebaran nutrien, transport sedimen, plankton, ekosistem laut dan
Di daerah teluk, jenis arus yang dibangkitkan oleh gaya pasang surut
sangat dominan dibandingkan dengan arus yang dibangkitkan oleh gaya gesek
angin dengan permukaan air. Dwiponggo (1972) mengemukakan bahwa jenis
jenis ikan tertentu akan bergerak mengikuti arus pada waktu pasang naik kearah
pantai. Laevastu dan Hayes (1981) mengungkapkan bahwa ikan-ikan besar
menggunakan arus untuk mendeteksi medan geoelectrocity bagi perjalanan
migrasi mereka. Ikan demersal juga melakukan hal yang sama yaitu antara arus
pasut dan migrasinya. Arus juga berperan dalam distribusi pemindahan telur,
larva dan ikan kecil selain itu arus merupakan faktor pembatas bagi beberapa
spesies. Karakter arus bervariasi dari tahun ketahun dan berperan penting dalam
migrasi musiman dan siklus hidup dari ikan pelagis dan semi pelagis.
Sverdrup et al. (1972) membagi arus laut ke dalam tiga golongan besar,
yaitu : 1). Arus yang disebabkan oleh perbedaan sebaran densitas di laut. Arus
ini disebabkan oleh air yang berdensitas lebih berat akan mengalir ke tempat air
yang berdensitas kecil atau lebih ringan. Arus jenis ini biasanya memindahkan
sejumlah besar massa air ke tempat lain; 2). Arus yang ditimbulkan oleh angin
yang berhembus di permukaan laut. Arus jenis ini biasanya membawa air kesatu
jurusan dengan arah yang sama selama satu musim tertentu; 3). Arus yang
disebabkan oleh air pasang. Arus jenis ini mengalirnya bolak-balik dari dan ke
pantai, atau berputar.
Gerakan massa air dalam sangat berbeda dengan massa air permukaan.
Massa air dalam terisolasi dari angin, oleh karena itu gerakannya tidaklah
bergantung pada angin. Tetapi gerakan massa air dalam sebenarnya terjadi
karena perubahan gerakan air permukaan. Di daerah tertentu dan dalam
keadaan tertentu pula, gerakan lateral air yang disebabkan oleh angin juga
mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi vertikal atau gerakan ke atas atau
upwelling (Nybakken, 1992).
Arus sangat mempengaruhi penyebaran ikan Laevastu dan Hayes (1982)
menyatakan, bahwa: 1) penyebaran ikan oleh arus mengalihkan telur dan anak
anak ikan dari spawning ground (daerah pemijahan) ke nursery ground (daerah
pembesaran) dan ke feeding ground (tempat mencari makan); 2) Migrasi ikan
dewasa dapat disebabkan oleh arus, sebagai alat orientasi ikan dan sebagai pola
rute alami; 3) Tingkah laku diurnal ikan dapat disebabkan oleh arus, khususnya
arus pasang surut; 4) Arus dapat secara langsung mempengaruhi
juga mempengaruhi lingkungan alami ikan, dengan demikian secara tidak
langsung mempengaruhi kelimpahan ikan tertentu dan sebagai pembatas
distribusi geografisnya.
Arus dapat mempengaruhi migrasi ikan oleh angkutan pasif juwana mulai
dari daerah pembesaran sampai daerah pemijahan dan mungkin berperan
sebagai suatu penjajakan migrasi arus balik dari ikan dewasa mulai dari daerah
pembesaran sampai daerah pemijahan. Anomali arus permukaan dapat
mempengaruhi distribusi larva, juwana dan juga migrasi pemijahan ikan dewasa.
Selain itu, sebaran stok ikan utama biasanya mengikuti sistem arus tertentu.
Arus arus yang besar di laut seluruhnya menyebabkan perubahan
densitas massa air permukaan. Perubahan densitas air laut berhubungan
dengan variasi suhu dan salinitas, yaitu kenaikan suhu menyebabkan penurunan
densitas air laut yang diikuti dengan kenaikan salinitas. Di laut perubahan
salinitas dan suhu biasanya terjadi bersama-sama dan keduanya sangat penting
dalam mengendalikan densitas (Barnes dan Hughes, 1998).
Menurut Hinckley et al. 1991, diacu dalam Olii (2003), arus selalu
berhubungan dengan kedalaman. Perubahan arah arus yang kompleks
susunannya terjadi sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan.
Pada umumnya tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat
membangkitkan timbulnya arus permukaan yang mempunyai kecepatan sekitar
2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang cepat
sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan dan akhirnya angin
menjadi tak berpengaruh sama sekali terhadap kecepatan arus (Hutabarat dan
Evans, 1986). Selanjutnya mengemukakan bahwa pada kedalaman dibawah 100
meter kecepatan arus sangat lambat sehingga Ichthyoplankton di daerah ini
kemungkinan tidak hanyut jauh dari wilayah dimana mereka dipijahkan,
sedangkan pada kedalaman di atas 50 meter dari kolom air, arus semakin cepat
sehingga Ichthyoplankton akan mudah terbawa oleh arus.
2.5. Parameter Kimia
2.5.1 Derajat Keasaman (pH)
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk
mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan
memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat
di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8.5.
Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut,
baik secara langsung maupun tidak langsung (Romimuhtarto, 1991).
Derajat keasaman merupakan salah satu parameter penentu
produktivitas suatu perairan. Pada umumnya pH air laut tidak banyak bervariasi
karena adanya sistem karbondioksida dalam laut, maka air laut mempunyai
kapasitas penyangga (buffer) yang kuat (Nontji, 2001).
2.5.2 Oksigen Terlarut (DO)
Kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen
terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (5 ppm). Selebihnya
bergantung kepada ketahanan organisme, derajat aktivitasnya, kehadiran
pencemar, suhu air dan sebagainya.
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme.
Perubahan konsentrasi oksigen terlaurut dapat menimbulkan efek langsung yang
berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak
langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya
dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan karena oksigen
terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak
(Romimuhtarto, 1991).
Selanjutnya Goldman dan Horne (1983), menyatakan bahwa oksigen
terlarut dalam ekosistem perairan sangat penting untuk mendukung eksistensi
organisme dan proses-proses yang terjadi didalamnya. Hal ini terlihat dari
peranan oksigen selain digunakan untuk aktifitas respirasi organisme air juga
organisme dekomposer dalam proses dekomposisi bahan organik dalam
perairan.
Respirasi di perairan memerlukan oksigen dari dalam air dan
menghilangkan limbah karbon dioksida. Insang adalah tempat pertukaran gas
terjadi pada sebagian besar jenis ikan, meskipun ada juga beberapa jenis ikan
yang bernafas melalui kulit. Biasanya laju konsumsi oksigen dapat digunakan
untuk mengukur intensitas metabolismenya. Laju ini dipengaruhi oleh ukuran ikan
dan karakteristik air seperti suhu dan kandungan CO2 (Reddy, 1993).
Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran
makhluk hidup di dalam air. Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali
tidak sama (Sastrawijaya, 2000). Oksigen terlarut merupakan parameter penting
bagi sistem kimia air laut maupun proses biologi perairan laut. Hal ini karena
oksigen diperlukan dalam proses mineralisasi/dekomposisi bakteri dalam
menguraikan bahan organik. Penurunan oksigen terlarut juga akan
mempengaruhi kehidupan organisme melalui proses respirasi, dan reaksi
oksidasi reduksi terhadap senyawa-senyawa kimia dalam air laut.
2.5.3. Nitrat (NO3)
Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan
organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu
unsur utama pembentukan protein. Di perairan, nitrogen biasanya ditemukan
dalam bentuk amonia, amonium, nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) serta beberapa
senyawa nitrogen organik lainnya (Wardoyo, 1987).
Pada umumnya nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat
dan amonia (NH3-N). Fitoplankton lebih banyak menyerap amonia dibandingkan
dengan nitrat karena lebih banyak dijumpai diperairan baik dalam kondisi aerobik
maupun anaerobik (Welch, 1980). Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat
dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen
rendah nitrogen berubah menjadi amoniak dan saat kandungan oksigen tinggi
nitrogen berubah menjadi nitrat.
Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan
salah satu nutrient senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan
tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi diperairan dapat menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh
ketersediaan nutrient (Welch, 1980).
2.5.4. Fosfat (PO4)
Selain nitrogen, fosfor merupakan nutrien penting bagi pertumbuhan
fitoplankton. Parson et al., (1984) menyatakan bahwa fosfor diperairan berada
dalam tiga bentuk utama yaitu fosfor anorganik terlarut, fosfor organik terlarut
dan fosfor partikulat. Wetzel (1983) menyatakan bahwa orthofosfat merupakan
bentuk senyawa dengan unsur dasar P yang efektif bagi pertumbuhan
fitoplankton. Selanjutnya Grahame (1987) menambahkan bahwa fosfor terlarut
terutama berfungsi sebagai ortofosfat anorganik (PO4-) atau yang secara
sederhana disebut fosfat (PO4). Goldman dan Horne (1983) menyatakan bahwa
Pada perairan alami ikatan senyawa fosfat umumnya berada pada ikatan
Fe dan Al, sedangkan pada perairan basa, fosfat berikatan dengan kation
natrium dan pada perairan netral berikatan dengan kalsium (Prescott, 1973).
Konsentrasi fosfat pada perairan tawar dan laut memiliki kisaran yang hampir
sama yaitu 1 – 3 mg/l, sementara kisaran fosfat yang optimum bagi pertumbuhan
fitoplankton adalah 0.09 – 1.80 ppm (Sunarto, 2001).
Konsentrasi fosfat dalam perairan alami pada umumnya tidak melebihi 0,1
ppm. Kandungan fosfat yang melebihi kebutuhan normal akan meningkatkan
kesuburan perairan dan merangsang pertumbuhan fitoplankton (Wardoyo, 1987).
Kadar fosfat yang baik di perairan akan meningkatkan produktivitas perairan.
Sebagai indikator produktivitas perairan, keberadaan fitoplankton atau
zooplankton dapat diketahui melalui kandungan fosfat ideal yang terkandung di
III. METODE PENELITIAN
2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan
Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 2007
untuk survey dan penetapan stasiun penelitian. Pengambilan sampel dan
pengukuran di lapangan dilaksanakan pada malam hari dimusim barat satu kali
dalam setiap bulan mulai Bulan November 2007 hingga Bulan April 2008.
= Stasiun pengamatan
Sumber:
[image:47.595.109.532.246.571.2]Peta Dishidros AL. 2007
Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian dan Posisi stasiun pengambilan sampel di Teluk Palabuhan Ratu.
3.2 Penentuan stasiun penelitian
Perairan Teluk Palabuhan Ratu terletak pada posisi geografis 6o57’- 7o07’
LS dan 106o22’-106o23’ BT dengan panjang pantai lebih kurang 105 km
(LON-LIPI 1975) membentuk cekungan yang menyolok dibagian selatan Pulau Jawa.
Berdasarkan perbedaan ciri fisik maka lokasi stasiun penelitian dibagi atas 9
Secara spasial, stasiun terdistribusi menjadi dua bagian mulai dari mulut
muara sungai Cimandiri hingga yang mengarah ke perairan terbuka di Teluk
Palabuhan Ratu. Kelompok pertama mewakili muara sungai yang terdapat di
Teluk Palabuhan ratu yakni stasiun 1, 8 dan 9. Kelompok kedua di daerah laut
lepas yang terdiri dari stasiun 2 hingga 7, dimaksudkan untuk mengetahui
batasan distribusi spesies larva ikan tertentu melalui komposisi dan jumlah yang
tertangkap dimasing-masing kedalaman (Gambar 3; Lampiran 6).
Kedalaman stasiun masing-masing adalah stasiun 2 adalah 25-30 meter,
stasiun 3 dan 4 dengan kedalaman 80-100 meter; stasiun 5 kedalaman > 450
meter; stasiun 6 dan 7 kedalaman > 400 (Gambar 3; Lampiran 6) Perbedaan kedalaman yang sangat tajam disebabkan oleh Topografi dasar laut (bathymetri)
Teluk Palabuhan Ratu yang curam dengan kadalaman antara 3 - 4 meter
dibagian pantai (perairan pantai/muara) sampai > 200 meter di bagian tengah
perairan teluk, yang merupakan lereng kontinen (Continental Shelf) (PRTK & Dep
ITK 2004).
3.3 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan-bahan kimia
untuk analisis kualitas air, buku identifikasi larva, alat tulis dan botol sampel.
Sedangkan alat yang digunakan adalah perahu nelayan, Global Positioning
System (GPS Tipe Map 198C) untuk menentukan posisi stasiun pengamatan,
termometer (Hg Pembacaan skala) untuk pengukuran suhu, flow meter (For
Plankto net Model OSK 16168) untuk mengukur kecepatan arus dan layangan
arus untuk melihat arah arus, handrefraktometer untuk pengukuran salinitas,
Eh-pH meter (Schott Instrumen Lab 850) untuk mengukur tingkat keasaman,
saringan, timbangan elektrik (AND GR 200), mikrometer (Celiper ketelitian 0,05
mm), mikroskop binokuler (Olympus CH2O) perbesaran 4 kali, water sampler,
net larva (mesh zise 350-500 µm, diameter 60 cm) dan hand counter untuk
menghitung jumlah individu larva ikan.
3.4 Pengumpulan Data dan Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan
Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran langsung dengan
menggunakan termometer, flow meter, layangan arus dan titrasi Winkler untuk
pengukuran oksigen langsung di lokasi penelitian. Pengukuran TSS (Total
Produktivitas Lingkungan (Proling) Fakultas Perikanan dan Ilmu Teknologi
Kelautan IPB. Larva (Ichthyoplankton) dikumpulkan menggunakan net larva
dengan menyisir kolom perairan secara horizontal sejauh 70-100 meter selama