• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2.4 Parameter Fisika

2.4.1 Suhu perairan

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengaturan seluruh proses kehidupan dan penyebaran organisme, dan proses metabolisme tejadi hanya dalam kisaran tertentu. Di laut suhu berpengaruh secara langsung pada laju proses fotosintesis dan proses fisiologi hewan (derajat metabolisme dan siklus reproduksi) yang selanjutnya berpengaruh terhadap cara makan dan pertumbuhannya.

Perbedaan penerimaan radiasi matahari setiap wilayah menyebabkan perbedaan suhu, terkait dengan perbedaan letak geografis lintang. Selain panas matahari, faktor lain yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah arus permukaan, keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi terutama sekitar estuaria sepanjang garis pantai (Hela dan Laevastu, 1970).

Selain oleh faktor di atas suhu permukaan laut juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti penguapan, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin oleh karenanya suhu permukaan biasanya mengikuti pola musiman. Seperti contoh pada saat musim pancaroba, angin biasanya lemah dan permukaan laut akan tenang sehingga proses pemanasan dipermukaan terjadi sangat kuat. Akibatnya pada musim pancaroba suhu lapisan permukaan mencapai maksimum (Nontji, 2001).

Perubahan suhu juga dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi massa air dan hal itu dapat mempengaruhi distribusi. Ikan biasanya memilih suhu optimum untuk dapat hidup dengan baik. Aktivitas metabolisme dan penyebaran ikan banyak dipengaruhi oleh suhu perairan fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang menentukan konsentrasi dan pengelompokan ikan.

Menurut Soegiarto dan Birowo (1975), suhu permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 28-30oC dan di daerah upwelling suhunya dapat turun mencapai 25oC dan secara horizontal suhu permukaan laut di perairan Indonesia memiliki variasi tahunan yang rendah, namun variasi tersebut masih menunjukkan perubahan musiman. Perubahan ini dipengaruhi oleh posisi matahari dan pengaruh massa air di daerah lintang tinggi.

Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menduga keberadaan organisme dalam suatu perairan, khususnya ikan. Hal ini

permukaan laut pada suatu perairan terutama dipengaruhi oleh radiasi matahari. Perubahan intensitas cahaya akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu air laut baik secara horizontal, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Suhu berpengaruh terhadap tingkah laku ikan, mempunyai kisaran tertentu untuk melakukan pemijahan bahkan dengan suatu siklus musiman yang tertentu pula (Gunarso, 1985).

Lawalata (1977), diacu dalam Olii (2003). Menurut Sidjabat (1978), menyatakan bahwa suhu perairan merupakan suatu faktor lingkungan yang paling mudah dipelajari dari faktor-faktor lainnya, sebab suhu merupakan suatu petunjuk yang berguna dari perubahan kondisi lingkungan, suhu air laut, terutama lapisan permukaan, ditentukan oleh pemanasan matahari yang intensitasnya senantiasa berubah terhadap waktu, sehingga suhu air laut akan seiring dengan perubahan intensitas penyinaran matahari tersebut. Perubahan suhu ini dapat terjadi secara: (1) harian, (2) musiman, (3) tahunan, dan (4) jangka panjang. Selanjutnya Sidjabat (1978) mengatakan bahwa jika suatu perairan yang homogen dan tenang dipanasi oleh matahari, distribusi suhu secara vertikal akan menurun eksponensial ke bawah. Apalagi jika tidak ada gangguan pada perairan ini, keadaan perairan akan selalu stabil karena lapisan yang paling atas yang lebih panas akan lebih rendah densitasnya dari pada lapisan bawah.

Ikan dapat mendeteksi perubahan suhu meskipun lebih kecil dari 0,1 oC. Setiap ikan mempunyai rentang karakteristik aklimatisasi (optimum) suhu dan mempunyai batas toleransi suhu yang dapat berubah secara musiman pada stok yang satu dengan yang lainnya dalam spesies yang sama. Sulliva (1954), diacu dalam Laevastu dan Hayes (1981) merangkum pengaruh suhu terhadap ikan antara lain: 1) sebagai modifier proses metabolik (misalnya mempengaruhi kebutuhan makanan dan laju up take dan pertumbuhan); 2) sebagai modifier dari aktivitas badan (misalnya laju renang); dan 3) sebagai stimulus saraf.

Reaksi ikan terhadap anomali suhu adalah suatu masalah kompleks. Asumsi bahwa hampir semua reaksi spesies ikan terhadap anomali lingkungan muncul pada skala waktu sinoptik dan bulanan. Sedangkan jangka yang lebih panjang: musiman dan tahunan, reaksinya harus mencakup beberapa proses integrasi, seperti perubahan wilayah pencarian makan melalui migrasi dan pencarian atau beberapa pengaruh terhadap laju pertumbuhan, maturasi dan terhadap rekruitmen (Sulliva 1954, diacu dalam Laevastu dan Hayes 1981).

2.4.2 Salinitas

Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan nilai salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida.

Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan perubahan salinitas di laut terbuka relatif lebih kecil dibandingkan dengan perubahan salinitas di pantai yang memiliki masukan air tawar dari sungai terutama saat musim hujan. Salinitas berpengaruh pada osmoregulasi dari ikan serta berpengaruh besar terhadap kesuburan dan pertumbuhan telur. Beberapa spesies bisa hidup dengan toleransi salinitas yang besar (euryhaline) tetapi ada juga yang sempit (stenohaline). Disamping itu Hayes dan Laevastu (1982) menyatakan bahwa salinitas berpengaruh pada distribusi, orientasi migrasi, dan kesuksesan reprodukasi dari ikan.

Hayes dan Laevastu (1982) menjelaskan bahwa salinitas mempengaruhi fisiologis kehidupan organisme dalam hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dan lingkungan. pengaruh ini berbeda pada setiap organisme baik itu fitoplankton, zooplankton, maupun ichthyoplankton. Pengaruh salinitas pada ikan dewasa sangat kecil karena salinitas di laut relatif stabil yaitu berkisar antara 30 - 36 o/oo, sedangkan larva ikan biasanya cepat

menyusuaikan diri terhadap tekanan osmotik. Namun demikian cenderung memilih perairan dengan kadar salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya. Dan hal ini secara langsung akan sangat mempengaruhi distribusi larva ikan (Lignot et al., 2000).

2.4.3 Arus

Arus berperan dalam transportasi ikan dan larva di laut. Adanya arus yang berlawanan akan menjadi perangkap bagi keberadaan makanan ikan di laut. Arus merupakan hal yang sangat penting kaitannya dengan iklim, arus juga membawa organisme plankton dalam jumlah yang besar dari tempat asalnya secara periodik (Davis, 1955). Pola aliran arus juga menentukan pola karakteristik penyebaran nutrien, transport sedimen, plankton, ekosistem laut dan geomorfologi pantai. Pada daerah teluk, pola aliran air lebih didominasi oleh

Di daerah teluk, jenis arus yang dibangkitkan oleh gaya pasang surut sangat dominan dibandingkan dengan arus yang dibangkitkan oleh gaya gesek angin dengan permukaan air. Dwiponggo (1972) mengemukakan bahwa jenis jenis ikan tertentu akan bergerak mengikuti arus pada waktu pasang naik kearah pantai. Laevastu dan Hayes (1981) mengungkapkan bahwa ikan-ikan besar menggunakan arus untuk mendeteksi medan geoelectrocity bagi perjalanan migrasi mereka. Ikan demersal juga melakukan hal yang sama yaitu antara arus pasut dan migrasinya. Arus juga berperan dalam distribusi pemindahan telur, larva dan ikan kecil selain itu arus merupakan faktor pembatas bagi beberapa spesies. Karakter arus bervariasi dari tahun ketahun dan berperan penting dalam migrasi musiman dan siklus hidup dari ikan pelagis dan semi pelagis.

Sverdrup et al. (1972) membagi arus laut ke dalam tiga golongan besar, yaitu : 1). Arus yang disebabkan oleh perbedaan sebaran densitas di laut. Arus ini disebabkan oleh air yang berdensitas lebih berat akan mengalir ke tempat air yang berdensitas kecil atau lebih ringan. Arus jenis ini biasanya memindahkan sejumlah besar massa air ke tempat lain; 2). Arus yang ditimbulkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut. Arus jenis ini biasanya membawa air kesatu jurusan dengan arah yang sama selama satu musim tertentu; 3). Arus yang disebabkan oleh air pasang. Arus jenis ini mengalirnya bolak-balik dari dan ke pantai, atau berputar.

Gerakan massa air dalam sangat berbeda dengan massa air permukaan. Massa air dalam terisolasi dari angin, oleh karena itu gerakannya tidaklah bergantung pada angin. Tetapi gerakan massa air dalam sebenarnya terjadi karena perubahan gerakan air permukaan. Di daerah tertentu dan dalam keadaan tertentu pula, gerakan lateral air yang disebabkan oleh angin juga mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi vertikal atau gerakan ke atas atau

upwelling (Nybakken, 1992).

Arus sangat mempengaruhi penyebaran ikan Laevastu dan Hayes (1982) menyatakan, bahwa: 1) penyebaran ikan oleh arus mengalihkan telur dan anak anak ikan dari spawning ground (daerah pemijahan) ke nursery ground (daerah pembesaran) dan ke feeding ground (tempat mencari makan); 2) Migrasi ikan dewasa dapat disebabkan oleh arus, sebagai alat orientasi ikan dan sebagai pola rute alami; 3) Tingkah laku diurnal ikan dapat disebabkan oleh arus, khususnya arus pasang surut; 4) Arus dapat secara langsung mempengaruhi pengelompokan makanan atau faktor lain yang membatasinya (suhu); 5) Arus

juga mempengaruhi lingkungan alami ikan, dengan demikian secara tidak langsung mempengaruhi kelimpahan ikan tertentu dan sebagai pembatas distribusi geografisnya.

Arus dapat mempengaruhi migrasi ikan oleh angkutan pasif juwana mulai dari daerah pembesaran sampai daerah pemijahan dan mungkin berperan sebagai suatu penjajakan migrasi arus balik dari ikan dewasa mulai dari daerah pembesaran sampai daerah pemijahan. Anomali arus permukaan dapat mempengaruhi distribusi larva, juwana dan juga migrasi pemijahan ikan dewasa. Selain itu, sebaran stok ikan utama biasanya mengikuti sistem arus tertentu.

Arus arus yang besar di laut seluruhnya menyebabkan perubahan densitas massa air permukaan. Perubahan densitas air laut berhubungan dengan variasi suhu dan salinitas, yaitu kenaikan suhu menyebabkan penurunan densitas air laut yang diikuti dengan kenaikan salinitas. Di laut perubahan salinitas dan suhu biasanya terjadi bersama-sama dan keduanya sangat penting dalam mengendalikan densitas (Barnes dan Hughes, 1998).

Menurut Hinckley et al. 1991, diacu dalam Olii (2003), arus selalu berhubungan dengan kedalaman. Perubahan arah arus yang kompleks susunannya terjadi sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan. Pada umumnya tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat membangkitkan timbulnya arus permukaan yang mempunyai kecepatan sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang cepat sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan dan akhirnya angin menjadi tak berpengaruh sama sekali terhadap kecepatan arus (Hutabarat dan Evans, 1986). Selanjutnya mengemukakan bahwa pada kedalaman dibawah 100 meter kecepatan arus sangat lambat sehingga Ichthyoplankton di daerah ini kemungkinan tidak hanyut jauh dari wilayah dimana mereka dipijahkan, sedangkan pada kedalaman di atas 50 meter dari kolom air, arus semakin cepat sehingga Ichthyoplankton akan mudah terbawa oleh arus.