• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

4.5. Keterkaitan Struktur Komunitas dengan Karakteristik Habitat

4.5.2. Habitat Transis

4.5.2.1. Komposisi Larva Ikan Habitat Transisi

Bagian Habitat transisi memiliki karakteristik lingkungan yang paling menyolok diantara 9 stasiun lainnya karena memiliki karakteristik lingkungan yang paling fluktuatif, bahkan kisaran fluktuatifnya selalu melebihi habitat muara. Secara umum spesies yang ditemukan pada habitat transisi sama dengan spesies yang terdapat di habitat muara. Namun demikian memiliki kelimpahan dan biomassa yang lebih rendah dari hasil sampling dibanding jumlah setiap spesies yang ditemukan di habitat muara. Spesies yang ditemukan antara lain

Pomatomus saltarix; Congridae dan Mugil. Spesies kebanyakan berasal dari jenis yang bersifat eurihaline dan biomassa terbesar dimiliki oleh Congridaeyang bersifat anadromous. Beberapa jenis larva ikan laut dan sejumlah telur ikan didapatkan di stasiun Ini larva tersebut antara lain dari famili Carangidae, Megalopidae dan Bregmacentrotidae.

Selain karena faktor fisik lingkungan, larva ikan juga mengadakan migrasi untuk berbagai kebutuhan hidupnya, karena jika secara fisiologis tidak sesuai

yang berbeda. Perubahan salinitas tersebut akan mempengaruhi pengaturan osmotik ikan dan menentukan daya apung dari telur-telur ikan pelagis. Menurut McMulen dan Middaugh (1985) menyatakan bahwa beberapa spesies ikan dapat hidup pada salinitas yang berbeda-beda, tetapi ada pula yang hanya dapat hidup pada salinitas tertentu

.

4.5.2.2. Kelimpahan Larva Ikan Transisi

Hasil perhitungan kelimpahan larva ikan selama pengamatan didapatkan kisaran tertinggi pada Bulan Desember dengan kisaran tertinggi sekitar 14 ind/m3 dan Bulan Maret pada kisaran tertinggi mencapai 99 ind/m3. Kelimpahan rata- rata tertinggi setiap bulan di peroleh pada habitat transisi lebih dari 15 ind/m3 (Tabel 3).

Perbedaan habitat juga akan mempengaruhi jumlah kelimpahan spesiesnya karena setiap spesies berbeda freferensinya terhadap kebutuhan lingkungan. Menurut Nagelkerken (1981) kedalaman bukan merupakan faktor pembatas bagi distribusi vertikal ikan, tetapi habitat yang sesuai memegang peranan yang penting bagi keberadaan suatu jenis. dikemukakan juga bahwa pada daerah yang terbuka atau yang terlindung mendapat masukan jenis dan jumlah larva ikan yang sama, tetapi karena adanya perbedaan tipe habitat maka pada akhirnya jenis larva yang dapat bertahan menjadi berbeda.

4.5.2.3. Stadia Larva Ikan Transisi

Secara keseluruhan, habitat transisi memiliki stadia larva yang bergam dibadingkan kedua habitat lainnya. Stadia larva ikan yang didapatkan setiap stasiun dari spesies yang sama (Lampiran 4)

Spesies dengan stadia juwana yang ditemukan di habitat transisi antara lain Kuhlia marginata dengan jumlah yang terbesar ditemukan pada Bulan November, dan beberapa ekor pada Bulan Maret dan April.

Spesies yang ditemukan stadia prolarvanya dihabitat transisi antara lain dari famili Megalopidae pada Bulan November spesies ini didominasi oleh stadia post larva di habitat muara dengan kisaran panjang antara 20 – 28 mm, beratnya antara 0.17 g – 0.28 g. Gobidae, Megalops cyprinoides, Mugil Sp., Pomatomus saltarix, Siganus spinus dan Xenodermicthys stadia post larvanya hampir ditemukan di setiap bulan. Nemadactylus macropterus (November, Desember dan Maret), Serranidae dan Lutjanus (November), dan Siganus canaliculatus

(November dan Desember); Terapon terapon, (November dan Maret), Liza sp (Desember) dan Ambassis marianus (Desember, Januari dan Maret) .

Larva Congridae lebih banyak ditemukan stadia prolarvanya pada Bulan Desember dan April dan beberapa ekor pada Bulan Februari dan Maret dengan kisaran panjang 11 mm – 31 mm atau berat sekitar 1.15 – 1.52 g. sekalipun stadia prolarva lebih banyak dijumpai pada Bulan April, awal pemijahan spesies ini telah berlangsung sejak awal musim barat, sehingga stadia prolarvanya masih ditemukan di habitat transisi yaitu stasiun yang berada di depan muara. Sudah umum diketahui bahwa jenis spesies ini beruaya dari hilir sungai menuju laut dalam untuk memijah, larva yang telah dipijahkan akan bermigrasi kembali ke hilir melalui sungai dan muara sungai merupakan tempat transport adaptasi yang paling baik untuk adaptasi fisiologis terutama terhadap perubahan salinitas, dari tinggi menuju salinitas rendah. Sehingga larva sidat akan lebih banyak dijumpai di daerah muara dan transisi.

Menurut Grenberg dan Dahl (1998) Selain berkorelasi dengan mikrohabitatnya, juwana beberapa spesies ikan juga memiliki hubungan yang sangat kuat antara ukuran dan kedalaman. Juga diperkuat oleh pendapat Nagelkerken dan Velde (2002) bahwa Ukuran dan struktur populasi ikan di habitat yang dangkal menunjukkan besaran yang bersifat sementara dan banyak variasi ruang. Beberapa faktor akan mempengaruhinya setelah presettlement dan postsettlement. Masa presetlemen meliputi stadia larva dan tingkat masukan larva, sedangkan post setlemen mengikuti tingkat perekrutan, migrasi awal postsetlemen, persaingan intraspesifik, predasi dan kematian serta komplesitas habitat. Pada tahap postsetlemen, utilisasi habitat sering dihubungkan oleh waktu pencarian makanan, perlindungan dari pemangsaan ataupun untuk reproduksi.

Variasi dan komposisi ukuran dari setiap spesies larva yang diperoleh sangat berbeda karena ini dimungkinkan oleh waktu terjadinya reproduksi dari setiap spesies ikan berbeda. Stadia larva yang ditemukan pada setiap stasiun setiap bulannya dapat dilihat dari ukuran dan perkembangan morfologisnya. Ukuran dan perkembangan morfologis dari setiap spesies juga berbeda untuk penentuan tingkatan stadia.(Lampiran 4).

Secara analogi dapat dijelaskan berdasarkan contoh yang dipaparkan oleh Jungwirth, et al. (2000) yaitu tentang siklus hidup dari grayling (Thymallus thymallus L.) yang merupakan spesies dominan yang berasal dari zona braidle yang sangat jelas menunjukkan peranan penting secara longitudinal. Spesies ini memiliki jarak daerah pemijahan sekitar 5-15 km. Pada ikan dewasa, migrasi

juwana di bagian skala mikro- dan mesohabitat. Intinya, secara langsung di awal hidup setelah kemunculan larva dari substrat, setelah mengapung secara pasif, mereka akan berkumpul dalam microhabitat di daerah dangkalan sekitar 2 – 3 minggu kemudian juwana akan bermigrasi kehabitat yang lebih dalam mengikuti arus kemudian kembali ke awal habitatnya lagi.

Dari segi karakteristik substrat, Teluk Palabuhan Ratu sifatnya pasir berlumpur yang didominasi oleh lumpur liat, karakteristik substrat dasar ini hampir sama di semua kedalaman (PRTK & Dep ITK 2004), sehingga pemijahan spesies ikan apapun ke daerah demersal tidak akan dibatasi oleh perbedaan karakteristik substrat secara mendasar.