DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI
DENGAN PENYIMPANAN DINGIN
YANIE PRIHATIN RITONGA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dibawah bimbingan Arief Sabdo Yuwono sebagai pembimbing ketua dan Suroso pembimbing anggota.
Ringkasan
Sayuran dan buah-buahan mudah rusak karena mengandung kadar air tinggi sehingga menuntut penanganan khusus agar susut bobot dan mutu dapat
dihindari. Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau
pada saat penjualan menyebabkan sayuran buah yang sampai ke konsumen tidak
sesegar aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan mutu bahkan telah
terjadi pembusukan.
Rantai distribusi merupakan hal yang penting dalam penanganan dan
peyimpanan wortel, terutama pada peyimpanan dingin. Suhu yang digunakan
pada masa penyimpanan wortel terolah minimal dapat memperpanjang atau sebaliknya dapat menurunkan kualitas gizi komoditi wortel. (1) Penelitian
bertujuan untuk : (1) Menentukan laju respirasi wortel yang terolah minimal, (2) Memilih komposisi atmosfer dan jenis film kemasan yang tepat untuk wortel yang
terolah minimal, (3) Menentukan berat wortel terolah minimal untuk tercapainya
kondisi atmosfer termodifikasi dalam kemasan, (4) Menduga umur simpan wortel terolah minimal yang sebelumnya mengalami perlakuan penyimpanan dingin.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : wortel varietas lokal yang diperoleh dari petani PT. Pacet Segar, Desa Ciherang-Cianjur. Pengukuran
lajurespirasi dilakukan pada berbagai suhu penyimpanan (5 oC , 10o C dan suhu ruang). Pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran laju respirasi
dan penyimpanan pada atmosfer termodifikasi terhadap wortel yang telah disortasi
diiris, ditimbang lalu dimasukkan kedalam stoples dan disimpan pada suhu dingin. Diperoleh komposisi gas terbaik adalah 2% O2 dan 2% CO2, serta kemasan terpilih film LDPE.
Laju respirasi wortel mengalami penurunan selama penyimpanan karena
termasuk komoditi non-klimaterik. Dari hasil penelitian diperoleh semakin tinggi
Nilai *L pada wortel utuh dan irisan wortel tanpa penyimpanan dingin hari ke-21 masing- masing yaitu : 74.52 dan 67.25. Dengan penyimpanan dingin 69.82. sedangkan pada irisan wortel 67.25. Nilai (*a) wortel utuh tanpa penyimpanan dingin dan dengan penyimpanan dingin pada hari ke-21 masing- masing adalah : 20.25 dan 17.28. Pada irisan wortel 13.54 dan 14.51. Nilai (*b) wortel utuh pada penyimpanan tanpa perlakuan penyimpanan dingin dan dengan penyimpanan dingin masing- masing pada hari ke-21 adalah 55.43 dan 55.92 dan irisan wortel adalah 49.17 dan 43.70.
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “Kajian Susut Mutu Wortel Terolah Minimal dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi dengan Penyimpanan Dingin”
Adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2006
DENGAN PENYIMPANAN DINGIN
YANIE PRIHATIN RITONGA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magíster Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor. sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
Penulis dilahirkan di Kutacane, Aceh Tenggara pada tanggal 17 Januari
1978 sebagai anak kedua dari 3 bersaudara, dari pasangan Drs. Zainal Abidin Ritonga (alm) dan Nurmawati (almh). Tahun 1997 menempuh pendidikan di
Jurusan Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala, dan lulus tahun 2002. Pada
tahun 2002-2004 menjadi dosen tetap Jurusan Teknologi Industri Pertanianan
Universitas Serambi Mekkah. Penulis diterima menjadi mahasiswa Pascasarjana
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah awal dari segalanya Allah SWT, Dialah yang telah memberikan segala sesuatunya yang patut disyukuri, hingga dapat menyelesaikan
tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah: Kajian Susut Mutu
Wortel Terolah Minimal Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Dengan
Penyimpanan Dingin. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih
kepada Bapak Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D dan Bapak . Dr. Ir. Suroso,
M.Agr sebagai pembimbing yang telah memberikan pengarahan sejak awal
penelitian hingga tesis ini selesai. Serta kepada Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad,
M.Agr sebagai penguji luar komisi, serta pak Sulyaden yang telah banyak membantu selama penelitian.
Rasa terimakasih, cinta, sayang, rindu dan haru yang tak hingga juga penulis sampaikan kepada Papa almarhum (Zainal Abidin Ritonga), Mama
almarhummah (Nurmawati), abangnda almarhum (Budi Irwansyah Ritonga) yang
telah mendahuluiku dalam peristiwa “tsunami Aceh”. Terimakasih Allah telah memberikan seorang adinda (Surya Iskandar Ritonga) yang setia menemani dan
menjaga hidupku, terimakasih untuk bantuan materi dan morilnya. Tidak lupa keluarga besar Ritonga untuk doa dan semangatnya. Asri,Adnan, Kudrat untuk
persahabatan yang indah. Teman-teman TPP 2003-2004, TEP 2003-2004, TEP
angkatan-39 juga rekan-rekan Assabily dan teman-teman di Aceh. Terima kasih
sebesar-besarnya hanya Allah yang mampu membalas semua kebaikan kalian.
Semoga tesis ini bermanfaat adanya untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.
Bogor, September 2006
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... ii
DAFTAR GAMBAR... iii
DAFTAR LAMPIRAN... vi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Wortel ... 3
Fisiologi Pascapanen ... 4
Pendinginan Pendahuluan ... 4
Distribusi da n Pemasaran ... 5
Penyimpanan Dingin ... 8
Rantai Dingin (cold chain) ... 10
Penyimpanan dengan Atmosfer Termodifikasi ... 12
Teknologi Pengolahan Minimal (Minimal Processing) ... 13
Pemilihan K emasan... 14
BAHAN DAN METODELOGI ... 18
Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
Bahan dan Alat ... 18
Penelitian Pendahuluan... 18
Tahapan Penelitian ... 19
Pengamatan ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal ... 30
Penentuan Daerah Termodifikasi ... 34
Penentuan Jenis Film Kemasan... 39
Penyimpana n Pada Kemasan Terpilih ... 41
SIMPULAN ... 67
DAFTAR PUSTAKA... 69
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi gizi per 100 gram baha n ... 3
2 Permeabilitas beberapa jenis film plastik pengemas... 16
3 Koefisien permeabilizas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan
(ml mil/m2 jam) ... 16
4 Pengaruh komposisi gas terhadap kesukaa n panelis pada wortel utuh ... 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Saluran distribusi buah dan sayur pada pemasaran petani komersial ... 6
2 Kurva beberapa film kemasan dan udara ... 17
3 Bagan alir pengukuran laju respirasi wortel ... 19
4 Bagan alir pemilihan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih ... 21
5 Bagan alir penentuan jenis film kemasan ... 22
6 Bagan alir penyimpanan wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin ... 24
7 Bagan alir penyimpanan wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin ... 25
8 Laju produksi CO2 wortel selama penyimpanan ada suhu 5 oC ... 28
9 Laju produksi CO2 wortel selama penyimpanan pada suhu 10 oC... 29
10 Laju produksi CO2 wortel selama penyimpanan pada suhu ruang... 29
11 Laju konsumsi O2 wortel selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 30
12 Laju konsumsi O2 wortel selama penyimpanan pada suhu 10oC ... 31
13 Laju konsumsi O2 wortel selama penyimpanan pada suhu ruang... 31
14 Perubahan kekerasan wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 33
15 Perubahan kekerasan irisan wortel (W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 33
16 Perubahan kecerahan (*L) wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 34
17 Perubahan kecerahan (*L) irisan wortel (W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 34
19 Perubahan nilai kuning (*b) wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas
selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 35
20 Kurva beberapa film kemasan dan udara dengan daerah kemasan terpilih
wortel terolah minimal ... 38
21 Laju konsumsi O2 wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 39
22 Laju produksi CO2 wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 40
23 Laju konsumsi O2 wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 41
24 Laju produksi CO2 wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 41
25 Perubahan kerasan wortel utuh (W1) dalam kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 43
26 Perubahan kerasan irisan wortel (W2) dalam kemasan LDPE
selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 43
27 Perubahan kerasan wortel terolah minimal dalam kemasan PP
selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 44
28 Perubahan kerasan wortel utuh (W1) dalam kemasan LDPE
selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 45
29 Perubahan kerasan irisan wortel (W2) dalam kemasan LDPE
selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 45
30 Perubahan kerasan wortel terolah minimal dalam kemasan PP
selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 46 .
31 Nilai *L,*a,*b wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin
dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5oC. ... 48
32 Nilai *L wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingindalam kemasan
PP selama penyimpanan pada suhu 5oC... 49
33 Nilai *L,*a,*b wortel terolah minimal dengan penyimpanan
34 Nilai *L wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin dalam kemasan
PP selama penyimpanan pada suhu 5oC... 52
35 Perubahan susut bobot pada wortel selama penyimpanan pada
suhu 5o C ... 53
36 Perubahan susut bobot pada wortel selama penyimpanan pada
suhu 5o C ... 55
37 Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 56
38 Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan PP selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 57
39 Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 58
40 Kandungan beta-karoten pada wortel dengan kemasan PP selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 58
41 Perubahan kesukaaan pada warna wortel dalam kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 59
42 Perubahan kesukaaan pada warna wortel dalam kemasan PP selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 60
43 Perubahan kesukaaan pada warna wortel dalam kemasan LDPE selama
penyimpanan pada suhu 5oC ... 62
44 Perubahan kesukaaan pada warna wortel dalam kemasan PP selama
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Laju respirasi dan nilai RQ pada penyimpanan suhu 5oC pada
wortel utuh (W1) ... 69
2 Laju respirasi dan nilai RQ pada penyimpanan suhu 5oC pada irisan wortel (W2 ) ... 70
3 Perubahan *L.*a,*b selama penyimpanan tanpa penyimpanan dingin pada suhu 5 oC... 71
4 Perubahan *L.*a,*b selama penyimpanan dengan penyimpanan dingin pada suhu 5 oC... 72
5 Nilai organoleptik penyimpanan wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin pada suhu 5 oC... 73
6 Nilai organoleptik penyimpanan wortel terolah minimal dengan penyimpanan dingin pada suhu 5 oC... 74
7 Uji kesukaan irisan wortel penyimpana hari ke-14 pada berbagai komposisi gas ... 75
8 Penyimpanan wortel terolah minimal hari ke-6 pada suhu 5oC... 77
9 Penyimpanan wortel terolah minimal hari ke-18 pada suhu 5oC ... 78
10 Penyimpanan wortel terolah minimal hari ke-21 pada suhu... 79
11 Penentuan berat wortel terolah minimal dalam kemasan LDPE dengan konsentrasi O2 pada suhu 5oC ... 80
Latar Belakang
Distribusi sayur-sayuran dan buah-buahan dari pemanenan hingga sampai
ketangan konsumen membutuhkan waktu yang relative lama. Setelah pemanenan sayur
-sayuran dan buah-buahan juga masih mengalami proses fisiologi sehingga proses
kehidupan masih berlangsung, salah satunya adalah proses respirasi. Respirasi
merupakan proses katabolisme dengan tujuan untuk memperoleh energi yang dibutuhkan
dalam melakukan proses kehidupan. Karena itu setelah dipanen mutu sayur-sayuran dan
buah-buahan tidak dapat diperbaiki tapi hanya dapat dipertahankan.
Selain itu sifat sayur-sayuran dan buah-buahan yang mudah rusak karena
mengandung kadar air yang tinggi dan masih melakukan kerja fisiologis, menuntut
penanganan khusus sehingga bobot dan susut mutu dapat dihindari. Penanganan yang
tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan
buah yang sampai ke konsumen tidak sesegar buah aslinya dan sudah mengalami susut
bobot dan susut mutu. Penyimpanan dingin merupakan hal yang penting dalam
penanganan wortel, terutama suhu yang digunakan pada masa penyimpanan dapat
memperpanjang masa simpana dan mempertahankan kualitas gizi komoditi wortel.
Wortel merupakan jenis sayuran yang digemari, dikarenakan kandungan gizinya
cukup tinggi, banyak mengandung beta-karoten sebagai sumber vitamin A. Untuk
memperpanjang masa simpannnya dilakukan penyimpanan yang bervariasi, salah satunya
dengan penyimpan pada suhu rendah.
Pada sisi lain, kemajuan teknologi menuntut suatu sajian praktis dalam
mengkonsumsi suatu produk, dimana semakin sedikit waktu yang tersedia yang berkaitan
dengan penyajian makanan, terutama dalam pemilihan sayuran siap masak, segar dan
praktis sehingga mudah dan cepat penyajiannya.
Untuk memenuhi kebutuhan sayuran yang siap untuk dimasak ini, perlu dilakukan
pengolahan minimal yang antara lain meliputi kegiatan seleksi, pencucian, pengupasan
dan pengirisan/pemotongan. Proses pengupasan dan pengirisan/pemotongan dapat
mengakibatkan pelapis alami pada sayuran akan hilang. Proses ini akan menyebabkan
pembentukan metabolid sekunder, kehilangan air dan peningkatan laju respirasi. Hal ini
menyebabkan sayuran menjadi cepat rusak, hingga umur simpannya pendek.
Membungkus wortel dengan kemasan yang sesuai dalam atmosfer termodifikasi
pada suhu rendah merupakan salah satu cara mengantisipasi pendeknya umur simpan
sayuran terolah minimal. Cara ini berguna untuk menekan laju respirasi, dengan cara
menurunkan konsentrasi O2 yang dibutuhkan, meningkatkan konsentrasi CO2 dan
dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah, hingga dicapai umur simpan yang
panjang.
Namun penyimpanan dingin sayuran, termasuk wortel sebelum dilakukan
pengolahan minimal akan mempengaruhi mutu fisik dan kimia wortel. Hal tersebut
disebabkan adanya fluktuasi suhu, baik selama penyimpanan, transportasi dan penjualan
yang menyebabkan wortel yang sampai ke konsumen akhir tidak sesegar wortel yang
baru dipanen karena sudah terjadi perubahan mutu (fisik maupun kimia) secara drastis.
Oleh karena itu diperlukan data mengenai pengaruh berbagai bentuk penanganan
perlakuan suhu terhadap mutu wortel, terutama setelah dilakukan pengolahan minimal,
sehingga mutu wortel yang sampai ke konsumen tetap segar dan mutunya dapat
dipertahankan.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh penyimpanan dingin
terhadap umur simpan dan mutu wortel terolah minimal dalam kemasan Atmosfer
Termodifikasi yang digunakan selama pendistribusian wortel.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1 Menentukan laju respirasi wortel yang terolah minimal.
2 Memilih komposisi atmosfer dan jenis film kemasan yang tepat untuk wortel yang
terolah minimal.
3 Menentukan berat wortel terolah minimal untuk tercapainya kondisi atmosfer
termodifikasi dalam kemasan.
4 Menduga umur simpan wortel terolah minimal yang sebelumnya mengalami
Wortel
Tanaman wortel (Daucus carrota) berasal dari dataran Asia, kemudian
berkembang ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Wortel ditanam pada cuaca agak
dingin dan lembab, biasa ditanam sepanjang tahun, baik pada musim hujan maupun
kemarau. Daerah yang cocok ditanami wortel diatas 400 m dari permukaan laut.
Ada berbagai macam jenis wortel, antara lain :
1 Wortel yang berumbi akar panjang, 15-20 cm dan meruncing.
2 Wortel yang berumbi akar panjang dan bulat.
3 Wortel yang berumbi akar pendek dan bulat.
Pemanenan biasanya dilakukan pada saat tanaman berumur 2.5 bulan – 4 bulan, dengan
garis tengah 2 cm, tergantung pada varietas dan iklim setempat, waktu memanen
sebaiknya pada saat masih muda, sebab umbi yang sud ah tua terasa keras dan pahit.
Umbi wortel berwarna kuning kemerahan karena mengandung beta-karoten yang
tinggi, kulitnya tipis rasanya enak renyah dan agak manis (Berlin dan Rahayu, 1995).
Komposisi gizi umbi wortel disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi gizi wortel per 100 gram bahan
Bahan Penyusun Kandungan Gizi
Kalori (kal)
Fisiologi Pascapanen
Pascapanen merupakan semua kegiatan yang dilakukan terhadap komoditi setelah
selesai panen yang bertujuan untuk menjaga kondisi produk agar tetap segar hingga tiba
ke tangan konsumen. Kegia tan Pasca panen ini meliputi dari pemanenan, ada beberapa
urutan persiapan tersebut, meliputi : pembersihan, pemilihan, pencegahan penyakit pasca
panen, pengukuran (sizing), pengkelasan (grading), pengemasan (packaging),
transportasi dan penyimpanan.
Setelah dipanen sayur-sayuran dan buah-buahan segar terus mengalami kegiatan
respirasi dan transpirasi, jaringan dan sel masih terus menunjukkan aktivitas metabolisme
sehingga selalu mengalami perubahan kimiawi dan biokimiawi (Eskin et al. 1971).
Luka- luka ataupun memar selama pemanenan akan memberi pengaruh buruk terhadap
komoditas hingga menjadi rusak dan tidak menarik (Pantastico, 1997). Pemanenan dan
penanganan perlu dilakukan dengan hati hati untuk dapat mempertahankan mutu sayur
-sayuran. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar di kebun dapat
mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung (Pantastico, 1997).
Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak, vitamin A
umumnya stabil terhadap panas, asam dan alkali. Dalam vitamin A banyak terkandung
beta-karoten, tubuh manusia mampu mengubah beta-karoten menjadi vitamin A.
Sayuran dan buah berwarna hijau atau kuning biasanya banyak mengandung vitamin A,
semakin hijau maka semakin tinggi kadar karotennya (Winarno, 2002).
Ada beberapa provitamin A yang termasuk pigmen karatenoid.. yang paling
penting adalah beta-karoten. Kerusakan dapat terjadi pada suhu tinggi jika ada oksigen.
Senyawa ini juga rentan terhadao oksidasi oleh lipid peroksidase dan yang mendorong
oksidasi lipid yang mengakibatkan penguraian vitamin A. Vitamin A juga sangat rentan
terhadap sinar dan cahaya (Deman, 1989).
Pendinginan Pendahuluan
Suatu faktor yang penting dilakukan sebelum penyimpanan dilakukan adalah
pendinginan pendahuluan. Pendinginan pendahuluan merupakan salah satu usaha untuk
menghilangkan panas lapang pasca panen guna memperlambat respirasi, memperkecil
meringankan beban sistem pendinginan pada kendaraan pengangkutam (Pantastico,
1997).
Pra-pendinginan didefenisikan sebagai proses menghilangkan panas lapang (field
heat) dan menurunkan bahan sesegera dan secepat mungkin setelah bauah atau sayuran
dipanen. Biasanya pemanenan dilakukan pada pagi hari, dan hasil panen dilindungi dari
sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam fasilitas pra-pendinginan. Pra-pendinginan
dapat mempertahankan mutu maksimum sayuran atau buah yang telah dipanen
melalui;pengurangan panas laten, penurunan laju respirasi, penghambatan laju
pematangan akibat penurunan laju etilen, mencegah pengkerutan dan pelayuan akibat
kehilangan kadar air yang sangat berlebihan serta mencegah proses pembususkan.
Keberhasilan pra-pendinginan tergantung pada :
1) Tengat waktu antara panen dan pendinginan awal, yaitu harus sesingkat mungkin
2) Suhu bahan, setelah pendinginan awal diusahakan mencapai suhu aman simpan
bahan
3) Laju pendinginan, diusahakan secepat mungkin
4) Sanitasi media pendingin (air atau udara) untuk mengurangi tersebarnya
organisme pembusuk
5) Suhu penyimpanan setelah pendinginan awal.
Jika bahan pangan bersuhu tinggi dimasukkan kedalam ruang penyimpanan
dingin (cold storage), air akan menguap dari permukaan bahan dan mengembun di bahan
lain yang sudah lebih dulu dingin di dalam ruangan tersebut. Hal ini mungkin akan
mempengaruhi mutu bahan terdahulu. Untuk menghindari hal tersebut, dilakukan
pra-pendinginan seperti menganginkan bahan pada malam hari, mengunakan air dingin
(hydro-cooling) atau es.
Distribusi dan Pemasaran
Penyaluran atau pemasaran komoditi biasanya melibatkan beberapa lembaga
perantara, mulai dari produsen hingga konsumen akhir. Fungsi- fungsi pemasaran
tersebut dilakukan oleh lembaga perantara didalam suatu saluran pemasarn atau saluran
distribusi adalah saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada
Menurut Pantastico (1997), Untuk produk hortikultura terdapat dua model saluran
pemasaran tradisional dan pemasaran komersial. Salah satu ciri saluran pemasaran
tradisional adalah jumlah perantara pemasaran yang relative demikian besar. Pola yang
biasa adalah petani menawarkan hasil produksinya ke tengkulak, tengkulak membawa
hasil yang dikumpulkannya menyusuri saluran pemasaran, ke pasar-pasar pengumpul
kedua dan seterusnya ke pasar pusat pe njualan dalam partai besar di kota.
Saluran pemasaran petani komersial yang terletak dipingiran kota,
produsen-produsen itu berhubungan langsung dengan pengumpul, yang langsung menjualnya ke
pengecer besar atau pengolah (Pantastico, 1997). Saluran distribusi rantai dingin wortel
yang dihasilkan dari perkebunan rakyat pada petani melalui pemasaran petani komersial
adalah sebagai berikut :
Gambar 1 Saluran distribusi buah dan sayur pada pemasaran petani komersial.
Dari ketiga saluran distribusi yang ada, pola ketiga yang biasanya terjadi dan
dominan, yakni produsen (petani), pedagang pengumpul ke pedagang pengecer lalu
konsumen akhir. Setelah melakukan pemanenan sayuran dan buah langsung dijual pada
pedagang pengumpul kecil, atau petani sendiri langsung mengantarkannya kepada
pedagang pengumpul kecil. Pedagang pengumpul sendiri mengumpulkan berbagai jenis
komoditi pertanian, yang selanjutnya akan dijual pada pedagang eceran, baik pedagang
eceran tradisional maupun pedagang modern sekelas supermarket. Konsumen selanjutnya
membeli langsung komoditi pada pedagang eceran. Pengumpul Kecil
PRODUSEN
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir Konsumen Akhir
Pengumpul Kecil
Petani
Pasar untuk sayuran selalu terbuka sepanjang tahun, baik pada musim hujan atau
kemarau, kebutuhan akan sayuran tetap tinggi. Petani memanen hasil kebunnya hampir
setiap hari. Sehingga petani harus mengetahui pengaturan budidaya sayur agar dapat
panen secara rutin dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Panen rutin dapat
diperoleh dengan dua cara, untuk satu jenis sayuran (penanaman monokultur) saja atau
untuk beberapa jenis sayuran (penanaman sistem tumpangsari). Untuk selanjutnya hasil
pemanenan rutin akan ditampung oleh para pedagang pengumpul.
Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul mengangkut hasil panen petani ke gudang
penyimpanannya, untuk selanjutnya dilakukan pembersihan, sortasi serta pengemasan
untuk sebagian komoditi. Tidak semua komoditi yang dipanen hari itu langsung dijual
kepada pedagang pengecer, sebagian komoditi lagi disimpan pada storage pada suhu
penyimpanan dingin, hal ini terjadi terutama pada saat hasil panen berlimpah sehingga
tidak mungkin semua dapat habis terjual pada hari itu juga.
Sayuran yang dipanen dalam penelitian ini adalah wortel yang masa
penyimpanannya 1 hingga 3 hari pada storage yang dimiliki pedagang pengumpul.
Dimana suhu storage adalah 3–5oC, wortel disimpan sampai pengiriman selanjutnya ke
pedagang pengecer yang biasanya adalah supermarket-supermarket yang ada dikota itu.
Pengangkutan dilakukan dengan mengunakan truk kontainer yang dilengkapi dengan box
pendingin dengan suhu 3oC-5oC. Dimana lamanya pengangkutan dari pedagang
pengumpul kesupermarket sekitar 2-3 jam.
Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer merupakan lembaga perantara pemasaran yang langsung
menjual produk-produk pertanian bersangkutan kepada konsumen akhir, dalam ha l ini
berupa supermarket maupun hipermarket. Mereka menyesuaikan diri dengan
Selama pendistribusian wortel sudah dalam kondisi dikemas dengan mengunakan
stretch film. Ketika sampai ke pedagang pengecer dalam hal ini supermarket wortel
langsung di simpan digudang penyimpanan buah dan sayuran dengan suhu yang
fluktuatif 1-10 oC. Selanjutnya untuk penjualan, sayur dipajang pada show case dengan
suhu yang bervariasi untuk setiap supe rmarket yaitu 1-10oC. Secara berkala sayur yang
dipajang ditambah dengan sayur yang disimpan pada gudang penyimpanan, lamanya
penyimpanan wortel pada supermarket adalah 1-3 hari.
Konsumen Akhir
Konsumen akhir memperoleh komoditi ini dari pedagang pengecer/supermarket.
Konsumen tidak pernah mengetahui berapa lama komoditi yang dibelinya dapat disimpan
dengan tetap mempertahankan mutunya.
Penyimpanan Dingin
Kegunaan umum pendinginan adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan
distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Kelayakan bahan pangan untuk dikonsumsi
dapat diperpanjang dengan penurunan suhu, karena dapat menurunkan reaksi dan
penguraian kimiawi oleh bakteri. Pendinginan dan pembekuan tidak dapat meningkatkan
mutu bahan pangan, dan hasil terbaik yang diharapkan adalah mempertahankan mutu
tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini
berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh bahan pada saat awal proses
pendinginan.
Menurut Ben-Yehoshua (1985) penyimpanan pada suhu rendah merupakan teknik
yang paling tua dan paling luas penggunaannya untuk memperpanjang masa simpan
produk yang tidak tahan lama. Wong et al (1994) menyatakan bahwa suhu rendah efektif
dalam memperkecil kerusakan metabolik jaringan sel. Berbagai penelitian dilakukan
untuk menentukan metode pendinginan yang optimum untuk berbagai jenis bahan
pangan. Suhu penyimpanan sangat penting dalam menentukan umur simpan bahan
Banyak reaksi biokimia dapat dikontrol dengan pengurangan aktivitas enzim.
Namun penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangai kegiatan respirasi dan
kegiatan metabolik lainnya seperti proses penuaan, kahilangan air dan pelayuan,
kerusakan karena aktivitas mikroba, serta proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Semakin rendah suhu yang digunakan, laju respirasi dan transpirasi berjalan
semakin lambat dan sebagai akibatnya umur simpan dapat diperpanjang dengan
meminimalkan susut bobot dan mutu. Menurut Fenema (1979), agar keawetan sayur dan
buah yang disimpan pada suhu rendah maksimum, maka perlu diusahakan agar respirasi
berlangsung pada laju yang rendah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan
umur simpan yang pendek, hal ini merupakan suatu petunjuk penurunan mutu.
Setiap komoditas mempunyai suhu optimum masing- masing untuk berlansungnya
metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang tinggi akan menyebabkan
pertunasan dan pembusukan (Pantastico, 1997). Pada suhu normal untuk penyimpanan
setiap kenaikan suhu 10oC akan meningkatkan laju penuaan 2-3 kali lebih cepat bagi
sebagian komoditas hortikultura (Winarno et al. 1980). Sebaliknya penyimpanan pada
suhu 4oC atau lebih rendah lagi akan menyebabkan terjadinya akumulasi gula karena
metabolisme berlangsung lambat (Muchtadi, 1989).
Batas penurunan suhu penyimpanan buah-buahan dan sayuran adalah suhu yang
merupakan awal terjadinya proses kerusakan akibat pendinginan (chilling injury) yang
dapat menyebabkan kulit berwarna hitam. Suhu ini bervariasi antara satu produk dengan
produk yang lain, bergantung pada jenisnya masing- masing (Winarno, 1980).
Namun waktu simpan di daerah-daerah dengan iklim tropika hanya pendek dan
pembusukan berlangsung cepat karena banyaknya penyakit. Dengan demikian bila
diinginkan waktu simpan yang lama, maka suhu 0oC adalah yang paling baik untuk bit,
wortel, lobak dan turnips (Pantastico, 1997). Suhu yang tinggi dapat memacu
pembusukan, sedangkan suhu yang lebih rendah dapat mengakibatkan rasa manis pada
kentang, sedangkan pada wortel perlu adanya kelembaban yang mendekati kejenuhan.
Pada wortel tidak terjadi pengeriputan pada RH 98% . Sedangkan menurut Ashby (1970)
suhu yang diinginkan adalah 0oC, kelembaban yang diinginkan dan baik untuk wortel
terendah -1.34 C. Namun sebelum wortel dikemas atau di simpan pada suhu rendah
sebaiknya dilakukan pendinginan pendahuluan, suhu pendinginan pendahuluan yang baik
adalah 4.4-10 oC.
Rantai Dingin (Cold chain)
Penanganan pasca panen sayuran dan buahan umumnya dilakukan untuk tujuan
penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran. Langkah utama yang dilakukan adalah
pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan ukuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu
(grading) dan penge masan. Tergantung pada saturan atau buah yang ditangani, mungkin
diperlukan beberapa kegiatan tambahan seperti curing,degreening, pencucian, pengikatan
dan pembudelan (bunching), pengunaan bahan kimia. Pendinginan sayuran dan buahan
biasanya dibedakan menjadi dua proses yaitu pendinginan awal dan penyimpanan dingin.
Tahapannya antara lain :
a. Pra-pendinginan (Preecooling)
b. Penyimpanan Dingin
c. Transportasi
d. Pemasaran
Rantai pendingin (Cold Chain) yang mulai diterapkan di sektor pertanian
membuka peluang pemasaran bagi hasil pertanian dan nelayan berskala kecil, terutama di
wilayah Indonesia Timur yang sedang di galakkan. Dengan dibangunnya rantai
pendingin dari titik produksi ke titik konsumsi, bahan makanan yang mudah busuk dan
makanan beku dapat diolah dan diangkut dengan cara yang paling efisien. Buah dan
sayuran hasil produksi hortikurtura juga dapat dikirim melalui pelayaran antar pulau dan
negara, dengan mengunakan pendingin dengan suhu tertentu sehingga kualitas tetap
terjaga. Rantai pendingin merupakan suatu sistem penanganan dan penyimpanan di
dalam ruangan berpendingin untuk bahan makanan yang berasal dari berbagai penyalur
dan tempat, dan merupakan suatu metode modern yang digunakan distributor dalam
menangani bahan makanan segar dan prosedur untuk menjaga agar makanan tetap aman
proses penerimaan, sorting, pencucian serta penyimpan menjadi langkah yang sangat
menentukan mutu akhir produk sampai ke tangan konsumen.
Tujuan penyimpanan dingin untuk menyediakan ruang yang berpendingin yang
memadai untuk penanganan dan penyimpanan sayuran dan buah yang mudah rusak.
Kemasan yang digunakan pada penyimpanan juga harus mampu melindungi produk,
tetapi tetap menyediakan ruang untuk aliran ud ara pendingin sehingga suhu dapat
dipertahankan pada tingkat yang seharusnya. Bentuk dan ukuran ruang penyimpanan
tergantung jumlah dan jenis bahan yang disimpan, ukuran dan bentuk kemasan , metode
penyimpanan serta lamanya penyimpanan.
Suhu pada penagana n rantai dingin berbeda-beda untuk setian bahan yang
disimpan, meskipun suhu rendah efektif namun untuk produk yang sensitive justru dapat
mengakibatkan kerusakan dingin (chilling injury) atau kerusakan beku (freezing injury).
Kerusakan tersebut kemungkinan tidak tampak selama bahan masih tetap dingin, tetapi
akan terlihat jelas ketika suhu bahan meningkat. Kerusakan dingin merupakan persoalan
besar dalam penanganan pasca panen buah dan sayuran, dan dapat lebih parah lagi bila
waktu pengangkutan dan penyimpanannya lama. Kerusakan dingin dapat menyebabkan
kehilangan rasa, tekstur, warna dan kemampuan pematangan serta meningkatnya
kemudahan diserang jamur.
Suhu penyimpanan yang berbeda-beda saat penyimpanan maupun pengangkutan
pada rantai dingin mengakib atkan fluktuasi suhu yang dapat mengakibatkan penurunan
mutu serta semakin pendeknya masa simpan bahan segar. Berbagai kondisi lingkungan
selama produk pertanian disimpan sangat berpengaruh terhadap mutu produk, atau
fisiologi lepas panen. Dari semua faktor yang paling berpengaruh adalah suhu. Hampir
semua jenis buah-buahan maupun sayuran segar mudah rusak.
Sayuran disimpan, ditransportasi untuk selanjutnya dijual sudah mengalami
kerusakan. Suhu produk sangat berpengaruh kritis sejak produk dipanen, dimana proses
pembusukan dimulai. Karena alas an tersebut penundaan pendinginan produk dapat
menyebabkan kerusakan yang tidak dapat dikembalikan lagi. Proses pendinginan dan
Karena alasan tersebut penanganan produk dengan manajemen suhu yang hati- hati bagi
buah dan sayur-sayuran selama distribusi produk sangat diperlukan untuk menjaga mutu
produk.
Penyimpanan dengan Atmosfer Termodifikasi
Refrigeration atau pengunaan suhu rendah merupakan teknik dasar yang
digunakan untuk mencegah atau menghambat kerusakan produk hortikultura dalam
keadaan segar selama mungkin setelah produk dipanen. Untuk menghambat pematangan
buah serta terjadinya kerusakan dan perubahan fisiologis seperti kelayuan sayuran serta
kehilangan cita rasa dan tekstur serta serangan mikroba selama penyimpanan,
transportasi, distribusi dan transportasi diperlukan suatu sistem pengendalian atmosfer.
Komposisi gas dalam udara yang normal secara alami berdasarkan volumenya
adalah sebagai berikut : nitrogen78.1%, oksigen 20.9%, argon 0.93%, CO2 0.03%. Jadi
dalam udara normal jumlah gas CO2 relatif sangat kecil bila di bandingkan O2 yaitu
sekitar 700:1 (Winarno, 2002). Dengan melakukam modifikasi udara penyimpanan pasti
akan mempengaruhi laju pernafasan produk, demikianjuga dengan fisiologinya, terutama
modifikasi kandungan O2 dan CO2.
Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi merupakan suatu cara penyimpanan
dimana tingkat konsentrasi O2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO2 lebih tinggi, bila
dibandingkan dengan udara normal (Syarief, 1992) dimana kandungan O2 didalam
kemasan dikurangi dan kandungan CO2 ditambah. Hal ini dapat dicapai dengan
pengaturan melalui pengemasan. Pengaturan pengemasan akan menghasilkan ko ndisi
tertentu melalui interaksi beberapa penyerapan dan pernafasan buah dan sayuran yang
disimpandi dalam kemasan (Do dan Salunkhe, 1986).
Ada dua macam penyimpanan atmosfir termodifikasi, yaitu cara pasif dan cara
aktif. MAS pasif merupakan kesetimbangan antara CO2 dan O2 yang didapat melalui
pertukaran udara didalam kemasan malalui film kemasan. Jadi kesetimbangan yang
diinginkan tidak dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan permeabilitas
dari kemasan yang digunakan. Sedangkan MAS aktif adalah penyimpanan dengan
modifikasi atmosfir di mana udara di dalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan
dan konsentrasi yang telah diatur dengan mengunakan alat, sehingga kesetimbangan
langsung tercapai. Dan permeabilitas kemasan sangat penting karena pertukaran gas
terjadi lewat kemasan yang digunakan (Syarif, 1992).
Teknologi Pengolahan Minimal (Minimal Processing)
Teknologi pengolahan minimal adalah rangkaian kegiatan pada produk bahan
pangan segar (buah dan sayuran) antara lain meliputi kegiatan menghilangkan
bagian-bagian yang tidak dapat dikonsumsi dan memperkecil ukuran produk (Schlimme, 1995).
Rangkaian kegiatan dalam pengolahan minimal adalah : pencucian, sortasi, pengupasan
dan pemotongan (pada komoditas yang perlu dipotong). Menurut Burn (1995) buah dan
sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan dengan
sayuran segar dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena pada sayuran segar terolah
minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam. Hilangnya
pelindung alami pada buah dan sayur terolah minimal menyebabkan ganguan sel, induksi
dan akselerasi kerusakan oleh aktivitas enzim, peningkatan sintesa etilen, peningkatan
respirasi. Perubahan-perubahan fisiologis tersebut menyebabkan umur simpan sayuran
menjadi pendek (Wong et al. 1994).
Untuk mengantisipasi pendeknya umur simpan sayuran terolah minimal ini dapat
diupayakan dengan penyimpanan pada suhu rendah, modifikasi komposisi atmosfer dan
pengunaan film kemasan segera setelah pengolahan minimal. Perlakuan tersebut secara
sendiri-sendiri telah dapat memperpanjang umur simpan, tetapi hasil yang diperoleh akan
optimal dengan pengabungan keduanya (Thompson, 1998). Menurut Schewfelt (1987)
masa simpan itu sendiri adalah : batas waktu suatu produk untuk dapat mempertahankan
kualitas penerimaannya dibawah kondisi penyimpanan tertentu.
Menurut Laurila dan Ahvenainen (2002) metode yang sangat mudah dan tidak
mahal dapat digunakan jika buah disiapkan pada hari ini dan dikonsumsi untuk besok.
Tetapi jika buah dibutuhkan untuk masa simpan beberapa hari bahkan untuk lebih dari
satu minggu maka diperlukan metode pengolahan dan perlakuan yang lebih baik.
1 Kondisi bahan baku yang baik termasuk varietas, penanaman cara panen dan
penyimpanan yang tepat.
2 Penerapan kebersihan, Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazards Analitic
Critical Control Point (HACCP) yang ketat.
3 Control suhu yang rendah selama melakukan pekerjaan.
4 Pencucian dan atau pembersihan yang hati- hati sebelum dan sesudah pengupasan.
5 Penggunaan air yang baik dalam melakukan pencucian.
6 Penggunaan bahan aditif yang ringan selama pencuc ian untuk disinfektan atau
pencegahan warna coklat.
7 Pengeringan yang hati-hati selama pengeringan setelah pencucian.
8 Pemotongan, pengirisan atau pengarutan yang hati- hati.
9 Bahan kemasan dan metode pengemasan yang tepat.
10 Suhu dan RH yang tepat selama pendistribusian dan penjualan.
Pemilihan Kemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat
bagi bahan pangan, untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan
(Buckle et al. 1987). Pengemasan buah-buahan dan sayur-sayuran yang mudah rusak
dengan mengunakan film plastik akan memperpanjang umur simpan. Film kemasan
memberikan lingkungan yang berbeda pada komoditas yang disimpan karena laju
perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 keluar kemasan sebagai akibat proses
respirasi, berbeda-beda tergantung dari jenis dan sifat kemasan yang digunakan. Film
plastik memberikan perlindungan pula terhadap kehilangan air pada produk sehingga
sampai waktu yang lama produk akan tetap kelihatan segar.
Pada kemasan dalam plastik film yang tertutup rapat, hasil- hasil pertanian dapat
disimpan lebih lama, karena termodifikasinya udara disekitar bahan. Namun demikian
bau dan rasa yang tidak diinginkan dapat timbul pada kemasan plastik film yang tertutup
rapat (Hall et al., 1975). Bau dan rasa yang tidak diinginkan dapat muncul apabila
akumulasi CO2 dan penurunan O2 akibat respirasi bahan yang disimpan, telah melebihi
Film kemasan yang cocok untuk penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran,
terutama untuk pembentukan atmosfer di dalam kemasan adalah film yang lebih
permeable terhadap O2 daripada terhadap CO2 (Hall et al. 1975). Banyak sekali jenis
film plastik yang digunakan untuk pengemasan, namun hanya beberapa jenis saja yang
dapat digunakan untuk pengemasan buah dan sayuran segar. Pengemasan buah dan
sayuran segar dengan plastik film yang impermeable menyebabkan konsentrasi O2
menurun dari kondisi normal (21%) menjadi sekitar 2-5% dan konsentrasi CO2 akan
meningkat dari kondisi udara normal (0.03%) menjadi 16-19% hal ini berakibat tidak
baik bagi produk yang disimpan.
Film plastik yang ideal bagi pengemasan buah dan sayuran segar adalah fim
plastik yang mempunyai permeabilitas CO2 3-5 kali lebih besar dibandingkan dengan
permeabilitas O2 (Zagory et al. 1981). Film kemasan seperti ini akan menyebabkan laju
akumulasi CO2 hasil dari kegiatan respirasi akan lebih lambat dibandingkan dengan laju
penyusutan O2.
Pengunaan kemasan film dalam penyimpanan udara termo difikasi yang
menguntungkan melalui respirasi produk yang dikemas, terdapat beberapa faktor yang
perlu diperhatikan. Diantaranya adalah suhu, kelembaban dan waktu selama produk
didalam kemasan yang dipengaruhi oleh lingkungan didalam kemasan. Selain itu jenis
dan berat produk yang dikemas tidak boleh diabaikan. Jenis dan tebalnya film. Keadaan
produk yang disimpan merupakan faktor yang amat penting pula, karena setiap produk
mempunyai toleransi yang berbeda terhadap penerimaan O2 dan kenaikan CO2.
Gunadnya (1993), menyatakan bahwa nilai ß untuk film propilen densitas rendah,
propilen, strech film dan white strech film berturut-turut adalah 3.60, 2.86, 1.50 dan 1.00.
Nilai ß merupakan perbandingan koefisien permeabilitas film kemasan terhadap gas CO2
dengan O2. Koefisien permeabilitas film kemasan berdasarkan penelitian Gunadnya
ditampilkan pada Tabel 3. Kemudian data tersebut diplot dalam kurva film kemasan dan
udara pada Gambar 2. Prinsip pemilihan film kemasan adalah setiap daerah MA bahan
segar yang dilalui oleh garis kemasan, menunjukkan bahwa film kemasan tersebut sesuai
Tabel 2 Permeabilitas beberapa jenis film plastik pengemas No Jenis Film Kemasan
Gambar 2 Kurva beberapa film kemasan d 0
3 6 9 12 15 18 21
0 3 6 9 12 15 18 21
Konsentrasi oksigen (%)
Konsentrasi Karbondioksida (%)
Udara
Polietilen densitas rendah
Polipropilen
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada
bulan Maret sampai dengan Juli 2006.
Bahan dan Alat
Bahan yang di gunakan adalah wortel varietas lokal, yang diperoleh dari
petani di desa Ciherang - Pacet Kab. Cianjur. Wortel dipanen pada umur 90 hari
setelah tanam. Dipilih yang bentuknya sempurna, sehat tidak ada cacat atau luka
dan ukuran relative seragam. Selanjutnya dibawa ke laboratorium dengan
mengunakan mobil dan disimpan dalam plastik, lalu dimasukkan kedalam cool box yang berisi hancuran es. Bahan lain yang digunakan adalah kemasan plastik terpilih
Alat-alat yang diperlukan adalah Pencampur gas, Continus Gas Analyzer mengatur komposisi CO2, Portable Oxygen Tester Shimadzu untuk menentukan komposisi O2, Rheometer untuk kekerasan, Chromameter Minolta CR – 20 untuk mengukur warna, Refractrometer untuk mengukur total pada zat terlarut, sebagai respiration chamber digunakan stoples gelas, ruang pendingin, thermometer, mortal dan alat-alat untuk analysis kimia, yaitu : Erlenmeyer 250 ml, tabung reaksi.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan melalui survey terhadap suhu penyimpan wortel yang dipakai selama di lapang, terdiri dari suhu pada saat
pemanenan wortel di lapang, suhu penyimpanan dingin pada pedagang pengumpul, suhu pengangkutan (transportasi), serta suhu penyimpanan dingin
Tahapan Penelitian Pengukuran Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi wortel terolah minimal dilakukan dalam wadah
stoples kaca. Terbagi atas 2 bagian, yaitu wortel utuh dan wortel ya ng telah diiris
bulat dengan ketebalan 0.5 cm. Masing- masing wortel dimasukkan kedalam
stoples yang berbeda, berisi 300 gram wortel dan kemudian stoples ditutup rapat.
Gambar 3 Bagan alir pengukuran laju respirasi wortel
Keseluruhan stoples ditutup rapat dengan lapisan lilin dan vaselin untuk
mencegah terjadinya kebocoran pada celah antara tutup dan ulir kaca, sehingga tidak terjadi sirkulasi gas masuk dan keluar stoples. Stoples disimpan pada lemari
Sortasi Wortel
Pembersihan
Penimbangan 300 gram
Penyimpanan dalam respiration chamber pada suhu ruang, 5oC dan 10oC
Pengukuran konsentrasi gas O2 dan CO2 setiap 3 jam (hari pertama),6 jam hari kedua,12 jam hari ketiga dan 24 jam sekali hingga konsentrasi CO2
dan O2 setimbang.
Wortel utuh Wortel dipotong serong
dengan ketebalan 0.5 cm Pengangkutan wortel dari
Untuk mengukur konsentrasi gas dalam stoples dibuat dua buah lubang
pada bagian tutup stoples yang dihubungkan dengan selang plastik untuk
mempermudah pengukuran kandungan gas dalam stoples. Pengukuran kandungan gas pada hari pertama dilakukan dengan selang waktu 4 jam sekali. Dan setiap 6
jam sekali pada hari ke dua dan ke tiga, serta 12 jam hari ke empat dan 24 jam sekali untuk pengukuran respirasi selanjutnya, hingga konsentrasi CO2 dan O2 telah mencapai kondisi kesetimbangan.
Laju respirasi wortel dapat dihitung berdasarkan persamaan :
t
Penentuan Komposisi Gas O2 dan CO2 serta Perlakuan
Penyimpanan Terbaik
Gas yang terdapat pada wadah stoples yang telah diisi dengan wortel 300
gram sebanyak 21 % dikeluarkan dengan mengunakan gas nitrogen sampai konsentrasi yang telah ditentukan, sedangkan CO2 dalam wadah sebanyak 0.03% ditambah dengan gas CO2 sampi konsentrasi yang telah ditentukan. Pengukuran
kandungan gas O2 dan CO2 yang dikurangi atau ditambah dilakukan melalui selang plastik dengan cosmotector. Setelah gas O2 mendekati batas maksimum dan CO2 mendekati batas minimumnya pengeluaran serta penambahan gas dihentikan.
Bagian ujung selang lalu ditutup rapat dengan lilin yang dilumuri vaselin. Pengendalian konsentrasi gas O2 dan CO2 pada selang taraf konsentrasi yang diinginkan dilakukan satu atau dua hari untuk mencegah kelebihan atau
dan suhu dilakukan tiga kali ulangan. Daerah atmosfer termodifikasi adalah
batas-batas konsentrasi gas O2 dan CO2 memberikan umur simpan yang paling panjang dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Batas-batas tersebut diplotkan kedalam grafik, hubungan antara O2 dan CO2 membentuk daerah yang termodifikasi.
Gambar 4 Bagan alir penentuan komposisiO2 dan CO2 pada suhu terpilih
Pemilihan Jenis Film Kemasan
Pemilihan jenis film kemasan dilakukan setelah konsentrasi gas optimum
diketahui. Nilai permebilitas baha n kemasan yang diperlukan selanjutnya
berdasarkan konsentrasi O2 dan CO2 optimum yang diperoleh dari hasil penelitian
sebelumnya. Kemudian diplotkan pada kurva permiabilitas beberapa film
kemasan terhadap gas O2 dan CO2, sehingga diperoleh jenis kemasan yang sesuai
dengan komposisi atmosfir optimum yang terpilih (Kendrianto, 2002) Stoples kaca
Pengaturan gas atmosfir Pada suhu penyimpanan terpilih
Wortel utuh dan wortel yang sudah dipotong (300 gr)
Komposisi gas atmosfir terpilih
Komposisi gas O2 dan CO2
• 1% O2 dan 2% CO2
• 1% O2 dan 4% CO2
• 2% O2 dan 2% CO2
• 2% O2 dan 4% CO2
Gambar 5 Bagan alir pemilihan jenis film kemasan
Penentuanan Berat Irisan Wortel dan Kemasan Atmosfir Termodifikasi
Berat irisan wortel terolah minimal yang akan dikemas serta luas permukaan
kemasan dihitung secara teoritis berdasarkan persamaan (2) Mannaperuma
sebagai berikut :
F = Selisih konsentrasi oksigen pada konsentrasi normal dengan konsentras
Penyimpanan Dingin Wortel Terolah Minimal dengan Kemasan Terpilih Penyimpanan wortel terolah minimal dengan kemasan terpilih selanjutnya
dibagi dalam 2 perlakuan. Perlakuan pertama untuk wortel yang diperoleh langsung dari petani tanpa perlakuan penyimpanan dingin, sedangkan perlakuan
kedua untuk wortel yang melalui tahapan penyimpanan dingin.
Penyimpanan Wortel Terolah Minimal tanpa Penyimpanan Dingin
Wortel yang diperoleh dari petani dibawa langsung dengan mengunakan mobil
tanpa pendingin. Wortel yang sudah disortasi dan dicuci, dikupas dan di bagi
dalam dua perlakuan : 1 Wortel Utuh (W1)
2 Irisan Wortel (W2)
dan dipotong (iris) setebal 0.5 cm lalu ditimbang (300 gr), dikemas lalu
dikemas dengan kemasan terpilih kemudian disimpan pada suhu terpilih. Berat
wortel dalam kemasan dihitung secara teoritis berdasarkan persamaan 2). Bagan
alir disajikan pada Gambar 6.
Penyimpanan Wortel Terolah Minimal dengan Penyimpanan Dingin
Wortel yang diperoleh dari petani dibawa langsung dengan mengunakan
mobil, wortel di simpan dalam cool cox dengan suhu 5-7oC selama 2-3 jam perjalanan. Wortel yang sudah disortasi dan dicuci, dikupas dan di bagi dalam dua
perlakuan :
1 Wortel Utuh (W1)
2 Irisan Wortel (W2)
Tebal irisan wortel adalah 0.5 cm, selanjutnya wortel ditimbang (300 gr)
dan dikemas dengan kemasan terpilih kemudian disimpan pada suhu terpilih.
Berat wortel dalam kemasan dihitung secara teoritis berdasarkan persamaan 2).
Gambar 6 Bagan alir penyimpanan wortel terolah minimal tanpa penyimpanan dingin.
Ditimbang Wortel dari petani
Sortasi dan di cuci Pengangkutan dengan mobil
Dikemas dengan kemasan terpilih
Disimpan pada suhu terpilih Wortel dipotong/
Wortel dimasukkan cool box
yang berisi pecahan es
Dibungkus plastik dan disimpan selama 3 hari
Ditimbang Wortel dari petani
Sortasi dan di cuci Pengangkutan dengan
mobil
Dikemas dengan kemasan terpilih
Disimpan pada suhu terpilih Disimpan pada suhu 5oC
Pengamatan
Pengamatan dan pengujian mutu bahan yang disimpan pada beberapa
perlakuan diatas meliputi ; kekerasan, susut bobot, beta-karoten dan organoleptik.
Total Padatan Terlarut
Irisan wortel ditumbuk dengan mortal, kemudian diambil sarinya sebagai
sample, diletakkan diatas objek gelas. Kadar total padatan terlarut langsung
terlihat dalam satuan brix, setiap sample diukur dua kali.
Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan dengan mengunakan Rheometer. Alat distel dengan strain 0.5 mm dengan beban maksimum 10 kg dan mengunakan probe no.38. bahan ditusuk pada tiga bagian/titik yang berbeda. Kekerasan irisan
segar wortel dapat langsung dibaca pada alat denga n satuan kgf.
Warna
Pengujian warna dilakukan dengan mengunakan Cromameter. Bahan ditusuk pada tiga bagian/titik yang berbeda. Warna irisan segar wortel dapat langsung dibaca pada alat dengan nilai *L (tingkat kecerahan), *a (nilai merah)
dan *b (nilai kuning).
Susut Bobot
Pengukuran terhadap bobot dilakukan berdasarkan % penurunan bobot (berat basah) behan sejak awal penyimpanan dibandingkan dengan berat pada
akhir penyimpanan. Menurut Pantastico (1997) susut bobot dapat dihitung dengan persamaan :
% 100 x a
b a susutbobot= −
Dimana :
Pengujian Beta-karoten
Pengujian beta-karoten dikerjakan oleh laboran pada Balai Besar (BB)
Pasca Panen Cimanggu, Bogor. Cara kerjanya adalah sebagai berikut : sample di freeze dry. Dengan 10 ml heksan : aseton (1:1). Campuran kemudian di saring dengan penyaring vacum. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang hingga ampas tidak berwarna lagi dan dimasukkan ke tabung raksi tertutup. Kemudian di evaporasi
dengan gas N2 sampai kering. Selanjutnya disaponifikasi dengan 4 ml KOH 5 % dalam methanol dan waterbath pada suhu 70oC selama 30 menit.
Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan setelah penentuan jenis film kemasan,
tujuannya adalah untuk menentukan kondisi optimal penyimpanan irisan segar wortel dalam kemasan atmosfer termodifikasi (Soekarto, 1985). Pengujian
dilakukan pada 15 orang. Parameter-parameter yang diuji meliputi tingkat
kesegaran, tekstur,warna aroma dan rasa dari panelis terhadap sample yang
Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal
cold chaín Perubahan laju produksi CO2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 8,9 dan 10 serta tabel pada lampiran 1 dan 2. Awal laju
respirasi produksi CO2 pada penyimpanan suhu 5oC mempunyai nilai yang hampir sama, lonjakan produksi CO2 pada wortel utuh dan irisan wortel terjadi pada jam ke-15 yaitu pada hari pertama penyimpanan dengan nilai masing- masing
28,07 ml/kg.jam dan 34,12 ml/kg.jam.
0 5 10 15 20 25 30 35 40
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Waktu pengamatan (jam)
Laju produksi CO2(ml/kg.jam)
Wortel utuh Irisan wortel
Gambar 8. Laju produksi CO2 wortel selama penyimpanan pada suhu 5 oC.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Waktu pengamatan (jam)
Laju produksi CO2 (ml/kg-jam)
Wortel utuh Irisan wortel
Gambar 9 Laju produksi CO2 wortel selama penyimpanan pada suhu 10oC.
0 50 100 150 200 250 300
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Waktu pengamatan (jam)
Laju produksi CO2 (ml/kg.jam)
Wortel utuh Irisan wortel
Laju konsumsi O2 pada wortel terolah minimal disajikan pada Gambar 11,12 dan 13. Pola laju konsumsi O2 hampir sama dengan pola produksi CO2. Dimana pola tersebut menunjukkan bahwa wortel merupakan jenis sayuran non-klimaterik (Salunkhe, 2000), dimana pada awal laju respirasi rendah kemudian
sedikit naik dan laju respirasi selanjutnya turun konstan tanpa adanya puncak respirasi yang biasanya terjadi pada hari pertama hingga hari ke tiga pemanenan.
Sayuran non-klimaterik juga tidak memperlihatkan laju respirasi yang cepat
selama pematangan atau penyimpanan (Pantastico,1997).
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Waktu Pengamatan(Jam)
Konsumsi O2 (ml/kg-jam))
Wortel utuh Irisan wortel
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Waktu pengamatan (jam)
Konsumsi O2 (ml/kg-jam))
Wortel utuh Irisan wortel
Gambar 12 Laju konsumsi O2 wortel selama penyimpanan pada suhu 10 oC.
0 30 60 90 120 150 180 210
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Waktu pengamatan (jam)
Kosumsi oksigen(ml/kg.jam))
Wortel utuh Irisan wortel
Gambar 13 Laju konsumsi O2 wortel selama penyimpanan pada suhu ruang.
Dari penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 3 suhu yaitu suhu 5,
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah atau
sayuran sesudah panen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur
simpan yang pendek (Pantastico, 1997), hal itu merupakan laju kemunduran mutu
pada sayuran yang disimpan.
Penentuan Daerah Termodifikasi
Suhu penyimpanan yang terpilih dari laju respirasi pendahuluan adalah
suhu penyimpanan dengan laju respirasi terendah, yaitu penyimpanan pada suhu
5oC. Penyimpana n untuk penentuan komposisi atmosfer dilakukan selama 2
minggu. Penentuan komposisi gas terbaik pada penyimpanan wortel terolah
minimal dilakukan dengan mengetahui pengaruh berbagai komposisi gas yang
diberikan selama penyimpanan wortel terhadap masing- masing parameter mutu.
Parameter mutu yang digunakan pada penelitian ini adalah : kekerasan, perubahan
warna dan uji organoleptik. Penilaian secara organoleptik terhadap wortel di
uraikan berdasarkan tingkatan kesukaan panelis.
Kekerasan
Perubahan kekerasan wortel terolah minimal pada berbagai komposisi
gas terpilih disajikan pada Gambar 14 dan 15. Penurunan rata-rata kekerasan
wortel utuh dari hasil uji kekerasan pada berbagai komposisi gas, setelah
penyimpanan hari ke-14 paling rendah yaitu pada komposisi gas ke-3 yang terdiri
dari 2% O2 dan 2 % CO2, yaitu nilai dari kekerasan awal 1.33 kgf dan pada penyimpanan hari ke-14 nilai kekerasan 1.28 kgf. Komposisi gas terpilih pada kekerasan irisan wortel juga pada gas-3 yang terdiri dari 2% O2 dan 2 % CO2.
Komposisi gas terpilih terhadap kekerasan sesuai dengan komposisi gas terpilih
0.8
Gambar 14. Perubahan kekerasan wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 oC.
Gambar 15 Perubahan kekerasan irisan wortel (W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 oC.
Warna
Nilai kecerahan pada penyimpanan wortel terolah minimal dengan
komposisi gas terpilih disajikan Gambar 16 dan 17. Sedangkan nilai merah (*a)
56
Gambar 16 Perubahan kecerahan (*L) wortel utuh (W1) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 oC.
8 10 12 14 16 18 20
0 2 4 6 8 10 12 14
Waktu (hari)
Nilai Merah (*a)
gas-1: 1% O2 : 2% CO2 gas-2: 1% O2 : 4% CO2
gas-3: 2% O2 : 2% CO2 gas-4 : 2% O2 : 4% CO2
gas-5: 21% O2 : 0.03% CO2
Gambar 18. Perubahan nilai Merah (*a) irisan wortel(W2) pada berbagai komposisi gas selama penyimpanan pada suhu 5 oC
32 34 36 38 40 42 44 46 48
0 2 4 6 8 10 12 14
Waktu (hari)
Nilai Kuning *b
gas-1:1% O2 : 2% CO2 gas 2: 1% O2 : 4% CO2
gas-3: 2% O2 : 2% CO2 gas-4: 2% O2 : 4% CO2
gas-5: 21% O2 : 0.03% CO2
Hasil Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian pendahuluan di
sajikan pada Tabel 4 dan 5.Nilai tertinggi kesukaan panelis terhadap wortel utuh
dan irisan wortel pada suhu 5 oC dan 10 oC ada pada komposisi gas 2% O2 dan 2 % CO2, hal tersebut sesuai dengan penelitian Kendrianto, 2002.
Tabel 4. Pengaruh komposisi gas terhadap kesukaan panelis pada wortel utuh Suhu 5o C
Komposisi gas Tekstur warna aroma kesegaran Total nilai
1% O2 dan 2% CO2 4.1 4.7 4.7 3.9 17.3
1% O2 dan 4% CO2 4.2 3.8 4.7 3.7 16.3
2% O2 dan 2% CO2 5.4 5.3 4.8 5.1 20.5
2% O2 dan 4% CO2 4.7 5.5 5.0 4.7 19.9
21% O2 dan 0.03% CO2 4.3 3.7 4.5 4.0 16.6 Suhu 10 C
1% O2 dan 2% CO2 4.7 5.1 5.0 4.5 19.3
1% O2 dan 4% CO2 4.7 4.6 4.8 4.2 18.3
2% O2 dan 2% CO2 4.9 5.3 5.2 4.7 20.1
2% O2 dan 4% CO2 5.1 4.9 4.9 4.9 19.8
21% O2 dan 0.03% CO2 3.6 4.1 3.9 4.3 16.0
Tabel 5. Pengaruh komposisi gas terhadap kesukaan panelis pada irisan wortel Suhu 5o C
Komposisi gas Tekstur warna aroma kesegaran Total nilai
1% O2 dan 2% CO2 4.5 4.6 4.5 4.3 18.0
1% O2 dan 4% CO2 4.6 4.7 4.7 4.6 18.7
2% O2 dan 2% CO2 5.5 5.5 5.2 5.3 21.4
2% O2 dan 4% CO2 4.4 4.4 4.2 4.4 17.5
21% O2 dan 0.03% CO2 3.2 2.8 3.2 2.6 11.8 Suhu 10 C
1% O2 dan 2% CO2 4.3 4.5 3.6 3.9 16.3
1% O2 dan 4% CO2 3.5 3.4 2.7 2.9 12.5
2% O2 dan 2% CO2 3.2 3.3 2.4 2.6 11.5
2% O2 dan 4% CO2 3.0 3.3 2.0 2.5 10.8
Uji orga noleptik dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh penerimaan
konsumen terhadap wortel terolah minimal yang disimpan selama 14 hari dengan
uji hedonik (kesukaan) yang dilakukan oleh 15 orang panelis, nilai batas penerimaan produk adalah 3.5. Skala hedonik merupakan skala 10 angka (0-10)
atau lainnya (0-7) yang menunjukkan penerimaan mutu menurut tingkat kesukaan (Soekarto, 2000).
Penentuan Jenis Film Kemasan
Penentuan jenis film kemasan terpilih dilakukan berdasarkan kurva
beberapa film kemasan hasil penelitian Gunadnya (1993). Komposisi gas terpilih
berdasarkan parameter mutu pada penelitian sebelumnya yaitu uji kekerasan,
warna dan uji organoleptik yang di peroleh adalah : gas-3 dengan komposisi gas :
2 % O2 dan : 2 % CO2. Selanjutnya komposisi gas terpilih tersebut di plotkan pada kurva film kemasan dan udara pada Gambar 20.
Berdasarkan data yang di plot maka diperoleh kemasan terpilih, yaitu
kemasan polietilen densitas rendah (LDPE) dan digunakan juga kemasan
polipropilen(PP) sebagai kemasan pembanding. Kedua jenis kemasan tersebut di
gunakan untuk menentukan bobot wortel terolah minimal yang akan dikemas, dengan data ketebalan dan permeabilitas plastik kemasan berdasarkan pada
Gunadnya (1993).
Luas kemasan styrofom yang ditentukan berukuran 21.8 cm x 15 cm (0.0327m2). Berat buah yang dikemas disusun berdasarkan persamaan yang disusun oleh Mannaperuma et al. (1989). Ketebalan film dari hasil pengukuran dengan mengunakan mikrometer scrop adalah 1.65 mil untuk kemasan LDPE dan
1.89 mil untuk kemasan PP. Hasil penetapan permeabilitas O2 dan CO2 untuk kemasan LDPE berturut-turut adalah : 1002 dan 3600 ml.mil/m2 jam. Berat buah yang diperoleh secara teoritis untuk wortel terolah minimal pada kemasan LDPE
dan PP berturut-turut adalah 220 gram dan 45 gram. Hasil hitungan dapat dilihat
Gambar 20. Kurva beberapa film kemasan dan udara dengan garis modifikasi
Gambar 20 Kurva beberapa film kemasan dan udara dengan daerah kemasan terpilih wortel terolah minimal
Daerah MAP wortel terolah
minimal
0 3 6 9 12 15 18 21
0 3 6 9 12 15 18 21
Konsentrasi oksigen (%)
Konsentrasi Karbondioksida (%)
White stretch film
Udara
Stretch film
Polipropilen Polietilen
densitas rendah
Penyimpanan Pada kemasan Terpilih
Laju Respirasi Wortel
Laju Respirasi Wortel Tanpa Penyimpanan Dingin
Laju konsumsi O2 wortel utuh dan irisan wortel pada awal penyimpanan adalah 10.15 ml/kg.jam dan 18.71 ml/kg.jam. Laju respirasi wortel terus turun jam
ke-420 pengamatan adalah : 2.15 ml/kg.jam dan 1.17 ml/kg.jam. Hal tersebut
juga dialami oleh laju produksi CO2, dengan pola yang sama. Laju konsumsi O2 serta laju produksi CO2 mulai konstan setelah jam ke-60, nilai yang ditunjukkan berfluktuasi, namun tidak terjadi lonjakan atau nilai yang turun secara tiba-tiba.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
0 60 120 180 240 300 360 420 480
Waktu penyimpanan (jam)
Laju respirasi (ml O2/kg.jam)
Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin Irisan wortel tanpa penyimpanan dingin
Gambar 21 Laju konsumsi O2 wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 oC.
Steward et al (1936) dalam Pantastico (1997) melaporkan bahwa laju respirasi akan meningkat dengan bertambahnya pemberian O2. Semakin luas permukaan wortel yang bersentuhan dengan udara, maka semakin cepat pula proses respirasi berlangsung, hal tersebut terlihat pada proses laju respirasi wortel
0 4 8 12 16 20 24 28
0 60 120 180 240 300 360 420 480
Waktu penyimpanan (jam)
Laju respirasi (ml CO2/kg.jam)
Wortel utuh tanpa penyimpanan dingin Irisan wortel tanpapenyimpanan dingin
Gambar 22. Laju produksi CO2 wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 oC.
Hardenburg et al, (1990) di dalam Thompson (1996) menyatakan bahwa wortel dapat disimpan selama 7-9 bulan pada suhu 0-1oC dengan RH 98-100%, sedangkan Labuza (1982), pada suhu 32 oF dan RH 90-95 hanya mampu mempertahankan wortel selama 4-5 bulan. Lebih lanjut Marcentilia (1989) dalam
Thompson (1996), mengungkapkan wortel juga mampu bertahan pada suhu 8oC selama 50 hari. Dan pada penelitian ini wortel masih dapat mempertahankan laju
respirasinya hingga hari ke-21 dengan kondisi fisik yang masih baik. Hingga hari ke-21 laju respirasi wortel masih stabil, tidak terjadi kenaikan laju respirasi yang
berarti.
Laju Respirasi Wortel Dengan Penyimpanan Dingin
Laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 dengan penyimpanan dingin lebih rendah daripada laju respirasi pada penyimpanan tanpa mengunakan
penyimpanan dingin. Laju konsumsi O2 pada awal penyimpanan mengunakan kemasan LDPE untuk wortel utuh dan irisan wortel adalah : 1.56 ml/kg.jam dan
dan irisan wortel masing- masing adalah : 1.17 ml/kg.jam dan 5.66 ml/kg.jam
(Gambar 23).
0 10 20 30 40 50 60
0 60 120 180 240 300 360 420 480
Waktu penyimpanan (jam)
Laju respirasi (ml O2/kg.jam)
Wortel utuh dengan penyimpanan dingin Irisan wortel dengan penyimpanan dingin
Gambar 23. Laju konsumsi O2 wortel dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 oC.
0 10 20 30 40 50 60
0 60 120 180 240 300 360 420 480
Waktu penyimpanan (jam)
Laju respirasi (ml CO2/kg.jam)
Laju konsumsi O2 serta laju produksi CO2 mulai konstan setelah jam ke-60, nilai yang ditunjukkan berfluktuasi, namun tidak terjadi lonjakan atau nilai yang turun secara tajam. Agar hasilnya maksimal maka penyimpanan dingin yang
ditujukan untuk mempertahankan mutu produk harus selalu konstan, karena variasi suhu yang kecil antara 1oC-1.5oC diatas atau dibawah suhu penyimpanan optimal dapat mengakibatkan kerusakan mutu produk, terjadinya fluktuasi suhu
sering menyebabkan terjadinya kondensasi uap pada produk yang disimpan (Winarno, 2002).
Wortel dengan perlakuan penyimpanan dingin sebelum diolah minimal terlebih dahulu disimpan dengan mengunakan kemasan LDPE dan PP dalam
storage dengan suhu 5oC selama 3 hari. Penyimpanan tersebut merupakan salah satu rantai dari begitu panjangnya rantai penyimpanan dingin untuk
pendistribusian wortel, diharapkan tidak terjadi fluktuasi suhu selama
penyimpanan sehingga mutu wortel dapat dipertahankan.
Kenaikan laju respirasi merupakan identifikasi dari kerusakan wortel
akibat berbagai faktor, salah satunya mulai tumbuhnya mikroorganisme yang
dapat memperpendek umur penyimpanan wortel dan merusak wortel baik secara fisik maupun mutu. Idealnya pasca panen wortel lansung digunakan
(dikonsumsi), namun panjangnya distribusi yang harus dilakukan mengharuskan
produsen menyimpan terlebih dahulu wortel pada suhu yang berfluktuasi.
Kekerasan Wortel
Kekerasan Wortel Tanpa Penyimpanan Dingin
Perubahan kekerasan wortel terolah minimal pada penyimpanan suhu 5oC pada kemasan LDPE dan PP disajikan pada Gambar 25 dan 26. Perubahan
kekerasan selama penyimpanan wortel akan terus kehilangan air, yang
mengakibatkan kekerasan wortel meningkat. Kekerasan wortel pada awal
hari terakhir penyimpanan mengalami kenaikan dengan nilai : 1.46 kgf dan 1.61
Gambar 25. Perubahan kekerasan wortel utuh (W1) dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 5 oC