i
SKRIPSI
MAHFUDHOH
STUDI PENGGUNAAN OBAT
ANTITUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN
HIV/AIDS DENGAN INFEKSI OPORTUNISTIK
TUBERKULOSIS
(Penelitian di RSUD dr. Saiful Anwar Malang)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Puji syukur atas segala nikmat Allah SWT, Tuhan semesta alam, karena berkat rahmat serta ridhonya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI OPORTUNISTIK
TUBERKULOSIS (Penelitian di RSUD dr. Saiful Anwar Malang)” sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin akan terwujud apabila tidak ada bantuan, bimbingan dan kerjasama yang ikhlas dari berbagai pihak sehingga tidak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan dan kelancaran kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.
2. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo, S.Kep., M.Kep., Sp.Kom. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
3. dr. Restu Kurnia Tjahjani, M.Kes. selaku direktur RSUD dr. Saiful Anwar Malang, seluruh staf bagian rekam medik beserta seluruh staf RSUD dr. Saiful Anwar Malang yang telah membantu, membimbing dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Farmasi
Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan motivasi dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu belajar di Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.
v
membimbing dan memberikan arahan dan masukan yang membangun kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS. dan Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak Ibu Dosen dan staf Program Studi Farmasi yang telah mengajarkan penulis banyak sekali ilmu pengetahuan yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana.
8. Kedua orang tua tercinta, bapak Imam Nawawi (alm) dan ibu Machmudah yang selalu mendoakan dan mencurahkan segenap kasih sayang yang tak terbatas serta memberi dukungan selama penulis menempuh pendidikan. 9. Kakak-kakak tersayang Munthofa’ah, Nafisa, Salwa, dan Nur Robi’ah yang
selalu menemani, memberi semangat, mendukung, dan mendoakan.
10.Teman-teman seperjuangan skripsi HIV terhebat Rizqy Amalia Putri, Siska Hermawati, Inne Fatima Abubakar, Rawina Nurmarianita dan Irsan Fahmi yang selalu mendukung dalam menyelesaikan penelitian ini.
11.Evy, Rahmi, Loreng, Venny, dan seluruh teman-teman Farmasi 2012 yang telah memberi warna selama 4 tahun perkuliahan.
12.Mbak Henny dan penghuni kos 324, mbak Inna, Amel, Fani, Fatimah, Linda, Lia, yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi ppenelitian berikutnya, amin.
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Malang, 25 Juli 2016
vi
RINGKASAN
STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA
PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI OPORTUNISTIK
TUBERKULOSIS
(Penelitian di RSUD dr. Saiful Anwar Malang)
Infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Penekanan imun yang parah memiliki resiko tinggi berkembang menjadi infeksi oportunistik (IO) dan didefinisikan dalam kondisi AIDS. Infeksi oportunistik tuberkulosis (TB) termasuk IO serius yang paling umum pada pasien HIV positif dan penyebab utama 1/3 kematian di antara orang yang hidup dengan HIV/AIDS di dunia. IO TB disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui droplet nuklei di udara, yang
dikeluarkan pada saat batuk, bersin atau berbicara danpaling umum menginfeksi paru-paru. Penyakit aktif TB ditandai dengan demam, menggigil, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan dan perubahan pada radiografi dada. Terapi yang diberikan pada pasien dengan infeksi oportunistik tuberkulosis adalah Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Tujuan pengobatan tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik tuberkulosis adalah menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Prinsip-prinsip dasar pengobatan TB pada pasien HIV/AIDS sama seperti pada pasien yang tidak terinfeksi HIV. OAT lini pertama terapi IO tuberkulosis meliputi rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol dan streptomisin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penggunaan OAT pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik tuberkulosis di instalasi rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang meliputi, bentuk, dosis, rute pemberian dan efek samping OAT yang terjadi.
Penelitian ini bersifat observasional karena peneliti melakukan penelitian dengan mengambil dan mengidentifikasi data rekam medis kesehatan (RMK) sehingga tidak memberikan perlakuan terhadap sampel yang akan diteliti. Rancangan penelitian dilakukan bersifat deskriptif dimana penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pola penggunaan OAT dengan metode retrospektif (penelitian yang dilakukan dengan peninjauan ke belakang). Kriteria inklusi meliputi data rekam medis kesehatan pasien dewasa dengan diagnosa HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik tuberkulosis dan mendapatkan terapi OAT di instalasi rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang periode 1 Januari 2015 sampai 31 Desember 2015.
vii
sebanyak 17 pasien (39%) diikuti PCP sebanyak 7 pasien (16%), kandidiasis sebanyak 12 pasien (28%), diare sebanyak 5 pasien (12 pasien) dan toksoplasmosis serebral sebanyak 2 pasien (5%). Jenis TB terbanyak adalah TB paru sebanyak 26 pasien (64%). Pengobatan TB kategori 1 sebanyak 28 pasien (82%), kategori 2 sebanyak 5 pasien (15%), dan pengobatan MDR-TB sebanyak 1 pasien (3%). Bentuk OAT yang digunakan yaitu KDT sebanyak 7 pasien (21%), non KDT sebanyak 25 pasien (73%), 4KDT+S sebanyak 1 pasien (3%) dan 2KDT+E sebanyak 1 pasien (3%). OAT KDT yang paling banyak diberikan adalah 4 KDT (Rifampisin 150 mg, Isoniazid 750 mg, Pirazinamid 400 mg, Etambutol 275 mg) sebanyak 5 pasien (71%). OAT non KDT yang paling banyak diberikan adalah R/H/Z/E 1x (450/300/1000/750) mg PO sebanyak 8 pasien (37%). Efek samping dari penggunaan OAT yang terjadi pada pasien yaitu peningkatan serum transaminase 10 pasien (47%), mual 5 pasien (24%), muntah 5 pasien (24%) dan gelisah 1 pasien (3%).
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGUJIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
RINGKASAN ... vi
ABSTRACT ... viii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Tinjauan HIV/AIDS ... 6
2.1.1 Epidemiologi HIV/AIDS ... 6
2.1.2 Definisi HIV/AIDS ... 6
2.1.3 Etiologi HIV/AIDS ... 7
2.1.4 Transmisi HIV/AIDS ... 8
2.1.5 Patogenesis HIV/AIDS... 8
2.1.6 Manifestasi Klinik HIV/AIDS ... 11
2.1.7 Infeksi Oportunistik pada Pasien HIV/AIDS ... 13
2.2 Tinjauan Infeksi Oportunistik TB pada Pasien HIV/AIDS ... 13
2.2.1 Epidemiologi Infeksi Oportunistik TB pada Pasien HIV/AIDS ... 13
2.2.2 Definisi Infeksi Oportunistik TB pada Pasien HIV/AIDS ... 14
2.2.3 Etiologi TB pada Pasien HIV/AIDS ... 15
xi
2.2.5 Patofisiologi TB pada Pasien HIV/AIDS ... 16
2.2.6 Diagnosis TB pada Pasien HIV/AIDS ... 18
2.2.7 Manifestasi Klinis TB pada Pasien HIV/AIDS ... 20
2.2.8 Terapi TB pada Pasien HIV/AIDS... 21
2.2.9 Multi Drug Resisten Tuberkulosis (MDR-TB)... 25
2.3 Tinjauan Obat Anti Tuberkulosis ... 27
2.3.1 OAT Lini Pertama ... 27
2.3.2 OAT Lini Kedua ... 31
2.3.3 Efek Samping OAT ... 34
2.3.4 Toksisitas OAT ... 36
2.3.5 Interaksi OAT ... 37
2.4 Tinjauan Terapi Lain ... 38
2.4.1 Terapi Anti Retroviral (ARV) ... 38
2.4.2 Terapi Pencegahan Kotrimoksasol... 40
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 42
3.1 Kerangka Konseptual... 42
3.2 Kerangka Operasional Penelitian ... 44
BAB IV METODE PENELITIAN ... 45
4.1 Rancangan Penelitian... 45
4.2 Bahan Penelitian ... 45
4.3 Kriteria Inklusi ... 45
4.4 Kriteria Eksklusi ... 45
4.5 Populasi ... 45
4.6 Sampel ... 46
4.7 Instrumen Penelitian ... 46
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46
4.9 Definisi Operasional ... 46
4.9.1 Pasien HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik TB ... 46
4.9.2 Infeksi Oportunistik ... 46
4.9.3 Obat Antituberkulosis (OAT) ... 46
4.9.4 Dosis Obat ... 46
xii
4.9.6 Data Laboratorium ... 46
4.10 Prosedur Pengumpulan Data ... 47
4.11 Pengolahan dan Analisis Data ... 47
BAB V HASIL PENELITIAN ... 48
5.1 Karakteristik Demografi Pasien ... 49
5.1.1 Jenis Kelamin ... 49
5.1.2 Faktor Resiko ... 49
5.1.3 Usia ... 49
5.1.4 Pekerjaan ... 49
5.1.5 Status Penjamin Biaya Pasien ... 50
5.2 Infeksi Oportunistik Lain pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis 50 5.3 Jenis Tuberkulosis pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 50
5.4 Pola Penggunaan OAT pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 51
5.4.1 Bentuk OAT yang diterima Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 51
5.4.2 Kategori dan Fase Terapi OAT Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 51
5.4.3 Pola Terapi OAT pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 52
5.4.4 Pola Switching OAT pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 53
5.4.5 Lama Pemberian OAT pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 53
5.5 Efek Samping OAT pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 53
5.6 Interaksi OAT dengan Obat Lain ... 54
5.8 Kondisi Keluar Rumah Sakit (KRS) Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 57
BAB VI PEMBAHASAN ... 58
BAB VII KESIMPULAN ... 74
7.1 Kesimpulan ... 74
7.2 Saran ... 74
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
II.1 Stadium dan Gejala Klinis ... 12
II.2 Regimentasi OAT ... 22
II.3 Dosis Paduan OAT KDT ... 23
II.4 Rekomendasi Dosis OAT ... 23
II.5 Sediaan OAT di Indonesia ... 24
II.6 OAT yang Digunakan dalam Pengobatan TB-MDR ... 26
II.7 Dosis Rekomendasi Terapi OAT-MDR ... 27
II.8 Efek Samping OAT dan Penatalaksanaan ... 34
II.9 Tatalaksana Efek Samping Obat pada Pasien dengan Pengobatan TB-HIV .. 35
II.10 Interaksi OAT (Rifampisin dan Isoniazid) dengan Obat Lain ... 37
II.11 Pedoman Terapi ARV pada ODHA dengan TB ... 39
II.12 Daftar Obat ARV di Indonesia ... 40
V.1 Jenis Kelamin Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 41
V.2 Faktor Resiko pada Pasien HIV/AIDS ... 49
V.3 Usia Pasien HIV/AIDS ... 49
V.4 Distribusi Pekerjaan Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 49
V.5 Infeksi Oportunistik Lain pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis . 50 V.6 Jenis Tuberkulosis pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 50
V.7 Bentuk OAT yang Diterima Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis... 51
V.8 OAT KDT yang Diterima Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 51
V.9 Kategori dan Fase Terapi OAT Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis . 51 V.10 Pola Terapi OAT Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 52
V.11 Pola Switching OAT pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 53
V.12 Lama Pemberian OAT pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis.... 53
V.13 Efek Samping OAT pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 53
V.14 Interaksi Potensial OAT dengan Obat Lain pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 54
V.15 Terapi Lain pada Pasien HIV/AIDS dengan IO Tuberkulosis ... 55
xiv
V.17 Jenis Terapi selain Antibiotik pada Pasien HIV/AIDS dengan IO
Tuberkulosis ... 56 V.18 Kondisi Keluar Rumah Sakit (KRS) Pasien HIV/AIDS dengan IO
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar ... Halaman
2.1 Struktur Anatomi Virus HIV ... 7
2.2 Siklus Hidup HIV ... 8
2.3 Patogenesis HIV/AIDS ... 10
2.4 Faktor Resiko Penularan TB... 15
2.5 Patogenesis TB ... 16
2.6 Struktur Kimia Isoniazid ... 27
2.7 Struktur Kimia Rifampisin ... 28
2.8 Struktur Kimia Pirazinamid ... 29
2.9 Struktur Kimia Etambutol ... 30
2.10 Struktur Kimia Streptomisin ... 30
2.11 Struktur Kimia Asam p-aminosalisilat ... 31
2.12 Struktur Kimia Etionamid ... 32
2.13 Struktur Kimia Sikloserin ... 33
3.1 Kerangka Konseptual ... 43
3.2 Kerangka Operasional Penelitian ... 44
5.1 Skema Inklusi dan Eksklusi Penelitian pada Pasien HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Tuberkulosis ... 48
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran ... Halaman
1. Daftar Riwayat Hidup... 81
2. Surat Pernyataan... 82
3. Nota Dinas ... 83
4. Keterangan Kelayakan Etik ... 84
xvii
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome
ART : Antiretovital Therapy
ARV : Antiretroviral
AZT : Zidovudin
CDC : Centers for Disease Control and Preventing
Cs : Cycloserin
Dirjen PP dan PL : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
DNA : Deoxyribonucleic Acid
d4T : Stavudin E : Etambutol EFV : Efavirens, Etio : Etionamid FTC : Emtricitabine
HIV : Human Immunodeficiency Virus
H : Isoniazid IL : Interleukin IM : Intra Muskular IO : Infeksi Oportunistik IV : Intra Vena
KEMENKES RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Km : Kanamisin
Lfx : Levofloxacin
MDR-TB : Multi Drug Resistant-Tuberculosis
Mfx : Moxifloxacin
NNRTI : Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NRTI : Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NVP : Nevirapin
OAT : Obat Anti Tuberkulosis ODHA : Orang Dengan HIV AIDS
xviii
PI : Protease Inhibitor
PO : Per Oral R : Rifampisin
RMK : Rekam Medik Kesehatan RNA : Ribonucleic Acid
S : Streptomisin SSP : Sistem Saraf Pusat
SIV : Simian Virus Immunodeficiency
TB : Tuberkulosis TD : Tekanan Darah TDF : Tenofovir 3TC : Lamivudin
UNAIDS : United Nation Program on HIV/AIDS
WHO : World Health Organization
75
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J.L., Dumond, J.B., and Kashuba, A.D.M., 2013. Pharmacotherapy of
Human Immunodeficiency Virus Infection, In: Koda-Kimble, M.A.,
Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J. Kradjan, W.A. Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drug 9th ed.
Philadelphia: Lipincott Williams and Wilkins. Chapter 70. hal. 1694 Anderson, P. L., Kakuda, T. N. & Fletcher, C. V., 2011. Human
Immunodeficiency Virus Infection. Dalam: J. T. DiPiro, et al. penyunt.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. New York: McGraw
Hill.
Aidsinfo, 2012. HIV Coinfection. https://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/ pdf. Diakses tanggal 20 November 2015.
Anderson, O.P., Knoben, E.J., Troutman, G.W., 2002. Handbook of clinical
drug data 10thed.USA:The McGraw-Hill’s Companies. p. 82-90
Arbex MA, Varella Mde C, Siqueira HR, Mello FA, 2010. Antituberculosis drugs: drug interactions, adverse effects, and use in special situations.
Part 2: second line drugs. J Bras Pneumol. 2010 Sep-Oct;36(5):641-56.
Baxter, K., 2010. Stockley’s Drug Interactions 9th ed. USA: Pharmaceutical
Press, p. 150, p. 345-348
Braun, A.C., and Anderson, M.C., 2007. Pathophysiology: functional alteration
in human health. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p.
325-327
Carvalho, BM., Monteiro, AJ., Roberto, et al., 2008. Factors related to HIV/tuberculosis coinfection in a Brazilian reference hospital. Braz J Infect Dis. Vol.12
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2012. http://www.cdc.gov/tb/topic/tbhivcoinfection/default.htm. Diakses 16 Desember 2015
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013. Core Curriculum on
Tuberculosis: What the Clinician Should Know sixth edition. Centers for
Disease Control and Prevention. p. 82
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013. A New Tool to
Diagnose Tuberculosis: The Xpert MTB/RIF Assay. Centers for Disease
Control and Prevention.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013. TB and HIV
Co-infection.Diakses dari http://www.cdc.gov, tanggal 10 desember2015
76
Center for Disease Control, 2015. Fungal Opportunistik Infection. Diakses dari https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis, tanggal 08 Juni 2016 Chhabra N, Dixit R, Aseri M.L., 2011. Adjunctive Corticosteroid Therapy In
Tuberculosis Management: A Critical Reappraisal. International Journal
ofPharmaceutical Studies and Research.E-ISSN 2229-4619. Vol. II
Chang KC., Leung CC., Yew WW, et al., 2008. Hepatotoxicity of Pyrazinamide Cohort and Case-Control Analyses. J Respir Crit Care Med; Vol 177. pp 1391–1396
Cohen, 2011. Prevention of HIV-1 Infection with Early Antiretroviral Therapy.
The New England Journal of Medicine 2011; 365:493-505
Corbett, A., Yeh, R., Dumond, J.B, and Kashuba, A.D.M., 2008. Human Immunodeficiency Virus Infection, In: Chisholm-Burns, M.A., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Malone, P.M., Kolesar, J.M., Rotschafer, J.C., Dipiro, J.T. Pharmacotherapy Principles and Practice. Philadelphia: Lipincott Williams and Wilkins. Chapter 84. p. 1253, 1256
Date and Fishher, 2012. HIV infection, In: Walker, Roger and Whittlesea, Catep. Clinical Pharmacy and Therapeutics Fifth edition. Philladelphia: Elsevier,Inc. p.621
Deck, D.H., Winston, L.G., 2012. Antimycobacterial Drugs, In: Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor A.J. Basic and Clinical Pharmacology 12th edition.
USA: McGraw-Hill Companies, Inc. p. 840-848
Esteve et al., 2010. Miliary Tuberculosis Coinfection with Human
Immunodeficiency Virus, Western Journal of Emergency Medicine.
Volume XI, no. 5
Farazi et al., 2014. Adverse Reactions to Antituberculosis Drugs inIranian
Tuberculosis Patients. Hindawi Publishing Corporation Tuberculosis
Research and Treatment. Volume 2014, ID 412893
Fauci, A.S., Lane, H.C., 2010. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS Related Disorder, In.Fauci and Longo.Horrison’s Principles of Internal
Medicine 18thed. USA: The McGraw-Hill’s Companies. Chapter: 90. p. 799
Gould, Barbara.E, Dyer, and Ruthanna, 2011. Pathophysiology for The Health Professions 4th edition. Philadelphia: Elsevier Inc. p. 342-343
Gumbo, Tawannda, 2011. Chemotherapy of Tuberculosis, Mycobacterium
Avium Complex Disease, and Leprosy. In: Brunton, L., Chabner, B.,
Knollman, B. Goodman and Gilman’s: The Pharmacologycal Basis and
Therapeutics 12th edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. p.
1398-1408
Hammer, D.Garry., McPhee, J.Stephen, 2014. Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine 7th edition. New York: McGraw-Hill
77
Huang, L., Crothers, AK., 2010. HIV-Associated Oportunistic Pneumoia.
National Institute of Health. Public Access. May 2010
Katy, A., Jeannine, F.N., and Pythia, T. N., 2014. Effect on Treatment Adherence of Administering Drugs as Fixed-Dose Combinations versus as Separate
Pills: Systematic Review and Meta-Analysis, Hindawi Publishing
Corporation AIDS Research and Treatment. Volume 2014, Article ID
967073
Kays, M.B., 2013. Tuberculosis. In: Koda-Kimble, M.A., Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J. Kradjan, W.A. Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drug 9th ed. Philadelphia: Lipincott
Williams and Wilkins. Chapter 65. p. 1534, 1537, 1539
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Hal. 18
Kemenkes RI, 2012. Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Hal. 20, 21, 31, 42
Kemenkes RI, 2013. Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kemenkes RI, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta; Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Hal. 34, 64-65
Kemenkes RI, 2014. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 84, 89
Khan et al., 2010. Treatment of Active Tuberculosis in HIV-CoinfectedPatients.
Clinical Infectious Diseases 2010; 50(9):1288–1299.
Kingkaew et al., 2009. HIV-associated extrapulmonary tuberculosis in Thailand: epidemiology and risk factors for death, International Journal of Infectious Disease. Volume 13, Pages 722–729
Kumar et al., 2015. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
Philadelphia: Elsevier Inc. p.234
Leach, J.P. and Davenport, R.J., 2014. Neurological disease, In: Walker, Brian
et al., Davidson’s Principles and Practice Medicine. China: Elsevier,Inc. p. 1204
Lienhardt, Christian et al., 2011. Efficacy and Safety of a 4-Drug Fixed-Dose Combination Regimen Compared With Separate Drugs for Treatment of
Pulmonary TuberculosisThe Study C Randomized Controlled Trial, The
78
Maartens, G., and Nachega, B.J., 2009. Clinical aspect of tuberculosis in HIV-infected adults. In Schaaf, S.H., Zumla, A. Tuberculosis a Comprehensive Clinical Reference. Philadelphia: Elsevier Inc. p.524
Maartens, G., 2014. HIV infection and AIDS, In. Walker, B.R., Colledge, N.R., Ralston, S.H., Penman, I.D., Davidson’s Principles and Practice of
Medicine 22nd edition. Philadelphia: Elsevier Inc. p. 391-393
Marx G.E., and Chan E.D., 2011. TuberculousMeningitis: Diagnosis and
Treatment Overview. Hindawi Publishing Corporation Tuberculosis
Research and Treatment. Volume 2011, Article ID 798764, 9 pages doi:10.1155/2011/798764
McIlleron H. et al., 2007. Complications of Antiretroviral Therapy in Patients with Tuberculosis: Drug Interactions, Toxicity, and Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome. The Journal of Infectious Diseases. 196 (Suppl 1)
Meda., et al, 2013. Risk Factors of Tuberculosis Infection Among HIV/AIDS
Patients in Burkina Faso. AIDS Research and Human Retroviruses.
Volume 29, number 7.
Murray, R.P., Rosenthal, S.K., and Pfaller, A.M., 2013. Medical Mucrobiology. Philadelphia: Elsevier Inc. p. 576, 254
Ngowi, J.B, Mfinanga, G.S., Bruun, N.J., and Morkye, O., 2008. Pulmonary tuberculosis among people living with HIV/AIDS attending care and treatment in rural northern Tanzania. Bio Med. Central.
Olaniran et al., 2011. Prevalence of Tuberculosis among HIV/AIDS Patients in
Obafemi Awolowo University Teaching Hospital Complex Oauthc, ILE –
IFEInt J Biol Med Res. 2(4): 874 -877
Panel on Opportunistic Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents, 2009. Guidelines for the Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents, 5april.
Pandit, A., Sachdeva T., and Bafna P., 2012. Drug Induced Hepatotoxicity.
Journal of Applied Phamaceutical Science. ISSN: 2231-3354
Padmapriyadarsini, C., Narendran, G., Swaminathan, S., 2011. Diagnosis & treatment of tuberculosis in HIV co-infected patients.Indian J Med Res. 2011 Dec;134(6):850-65. doi: 10.4103/0971-5916.92630.
Peloquin, C.A., 2008. Tuberculosis. In: Dipiro J.T., Robert L. T., Garry CY., Gary R.M., Barbara G.W., L. Michael, P., (Eds). Pharmacotherapy, A
pathophysiologic Approach, 7thed. USA: The McGraw-Hill’s Companies.
Chapter: 116, p. 1874
Pharmaceutical Care Network Europe Foundation (PCNE), 2010.
79
Price, S.A., Wilson, M.R., 2006. Phatophysiology: Clinical Concept of Disease Processes. Jakarta: EGC. hal. 235
Ramappa, V., and Aithal, G.P., 2012. Hepatotoxicity Related to Anti-tuberculosis Drugs:Mechanisms and Management. Journal of Clinical
and Experimental Hepatology. Vol. 3, No. 1
Raviglione, M.C., and O’Brien, R.J., 2010. Tuberculosis, In. Fauci and Longo.
Horrison’s Principles of Internal Medicine 18thed. USA: The
McGraw-Hill’s Companies. Chapter: 66 p. 597,598, 607
Robb A. and Berrington A.W., 2012. Respiratory infection, In: Walker, Roger and Whittlesea, Catep. Clinical Pharmacy and Therapeutics Fifth
edition. Philladelphia: Elsevier,Inc. p.550, 621
Safrin, S., 2012. Antiretroviral Agents. Dalam: B. G. Katzung, S. B. Masters & A. J. Trevor, penyunt. Basic and Clinical Pharmacology. New York: McGraw-Hill.
Saukkonen JJ, Cohn DL, Jasmer RM, et al., 2006. An Official ATS Statement: Hepatotoxicity of Antituberculosis Therapy. Am J Respir Crit Care Med; 174:935-95
Sharma, K. et al., 2012. Challenges in the diagnosis & treatment of miliary tuberculosis, Indian Journal of Medical Research. 135(5): 703–730. Sterling, Pham, A., 2010. HIV Infection–Related Tuberculosis: Clinical
Manifestations and Treatment. Clinical Infectious Diseases Oxford
Journal. Vol. 50(S3):S223–S230.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, hal. 2232
Sweetmen, S. C., 2009. Antituberculosis Drugs, In: Martindale the Complete Drug Reference, Ed. 36th, London: Pharmaceutical Press.
Tatro, D.S., 2009. Drug Interaction Facts. Wolters Kluwer Health, Inc.
Tostmann A., Boeree MJ., Aarnoutse RE., et al., 2008. Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity: Concise up-to-date review. Journal of
Gastroenterology and Hepatology; 192–202
Trinh, Nguyen, H.L., Nguyen, V.l., 2014. Tuberculosis and HIV co-infection— focus on the Asia-Pacific region. International Journal of Infectious Diseases. Vol. 32 170–178
United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS), 2016. Global Statistics 2015.
Di akses dari http://www.unaids.org/en/resources/fact-sheet. Pada tanggal 20 Januari 2016
80
Wells, G. Barbara., DiPiro, J.T., Schwinghammer, T.L., DiPiro, V.C., 2014.
Pharmacotherapy Handbook Ninth edition. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc. p. 368, 415-417
WHO, 2007.Case Definitions Of HIV for Surveilance and Revised Clinical Staging and Immunological Classification Of HIV-Telated Disease In Adult and Children .World Health Organization. p. 17
WHO, 2010. Treatment of Tuberculosis Guidelines 4thed. World Health
Organization. p. 67
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada akhir tahun 2015, United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa secara global sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV dan 2.1 juta orang baru terinfeksi HIV dengan 1.8 juta di antaranya merupakan orang dewasa. 1.1 juta orang di dunia meninggal karena AIDS terkait dengan infeksi oportunistik (UNAIDS, 2016). Pada tahun 2014, Ditjen PP dan PL Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaporkan jumlah HIV di Indonesia sebanyak 32.711 orang dan AIDS sebanyak 5.494 orang dengan faktor resiko penularan tertinggi melalui hubungan heteroseksual (81,2%). Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama terkait kasus AIDS pada tahun 2014 (827 kasus) dan kematian karena AIDS terkait dengan infeksi oportunistik secara kumulatif pada tahun 1987 s/d 2014 (2.981 kasus). Di Indonesia infeksi oportunistik TB merupakan penyakit penyerta kedua (1.085 kasus) setelah kandidiasis (1.316 kasus) (Kemenkes RI, 2014). Pada tahun 2014, sekitar 9,6 juta orang (5,4 juta laki-laki, 3,2 juta wanita dan 1 juta anak-anak) menderita TB dan 12% hidup dengan HIV-positif. Diperkirakan 1,5 juta penderita TB meninggal dan sekitar 390.000 orang meninggal terkait HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik TB, 86% diantaranya adalah orang dewasa. 13% dari kasus TB baru adalah HIV positif. Wilayah Afrika menyumbang 78% dari perkiraan jumlah insiden kasus TB dengan HIV positif. 1/3 orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia, terinfeksi TB laten dan 29 kali memiliki resiko berkembang menjadi penyakit TB aktif daripada orang yang tidak terinfeksi HIV serta berpotensi mengalami resistensi obat TB. Pada tahun 2014, WHO memperkirakan bahwa ada 480.000 kasus baru Multi Drug Resistant-Tuberculosis (MDR-TB) dan sekitar 210.000 kematian akibat MDR-TB secara global (WHO, 2015).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
2
and Lane, 2010). HIV adalah virus golongan retrovirus. Saat virus masuk ke dalam tubuh manusia virus HIV berikatan dengan reseptor CD4 yang terdapat pada sel limfosit T, monosit, makrofag, sel dendritik, dan makroglia otak. Kemudian virus HIV masuk ke dalam sel fagosit manusia dan selanjutnya mentranskripsikan genom RNA dengan enzim reverse transcriptase menjadi salinan DNA. DNA virus berpindah ke dalam nukleus sel inang dan bereplikasi menjadi virion baru yang akan dimaturasi oleh enzim protease HIV. Virion baru yang telah mengalami maturasi ini selanjutnya dapat menginfeksi sel inang lainnya. Pada jumlah CD4 < 200 sel /mm3 terdapat penekanan imun yang parah dan memiliki resiko tinggi berkembang menjadi infeksi oportunistik dan didefinisikan dalam kondisi AIDS (Maartens G., 2014).
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang terjadi pada individu dengan sistem kekebalan yang lemah, termasuk orang dengan HIV/AIDS (ODHA). IO merupakan penyebab kematian paling umum pada ODHA (CDC, 2015). IO pada ODHA diantaranya, tuberkulosis (TB), toksoplasmosis, kandidiasis, Pneumonia
pneumocystis (PCP), herpes simplex, enchephalopati dan herpes zoster (Corbett et
al., 2008). Data Kemenkes RI pada tahun 2014 menunjukkan persentase IO yang menyertai ODHA tertinggi yaitu kandidiasis (47,49%) diikuti dengan tuberkulosis (39,15%), toksoplasmosis (3,39%), herpes zoster (3,39%) dan PCP (1,55%) (Kemenkes RI, 2014).
TB termasuk IO serius yang paling umum pada pasien HIV-positif dan penyebab utama 1/3 kematian di antara ODHA (Kemenkes RI, 2012; UNAIDS, 2016). TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). M. tuberculosis adalah bakteri tahan asam (BTA) aerob, berbentuk batang, dan tidak membentuk spora, dinding sel tersusun dari lapisan lemak (misalnya, asam mikolat), protein, peptidoglikan dan arabinolaktan. Penularan biasanya terjadi melalui penyebaran droplet yang mengandung mikroorganisme di udara, dihasilkan oleh pasien dengan infeksi TB paru
(Raviglione and O’Brien, 2010). M. tuberculosis paling umum menginfeksi
3
berisikan M. tuberculosis. Sel CD4 juga menghasilkan γ-interferon (INF-γ) dan sitokin lain, termasuk IL-2 dan IL-10, yang berfungsi mengkoordinasikan respon imun terhadap TB. Namun pada pasien yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah sel CD4, sehingga tidak memiliki pertahanan yang memadai untuk melawan infeksi M. tuberculosis (Peloquin C.A., 2008).
Manifestasi klinis TB pada ODHA serupa dengan TB pada umumnya, 60-80% dijumpai pada TB paru dan 40-75 % dijumpai TB ekstraparu terutama dalam bentuk TB limfatik dan TB milier (Price A. et al., 2006). Gejala utama pasien TB pada umumnya adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, dahak bercampur darah, berkeringat pada malam hari tanpa aktifitas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise dan badan terasa lemas. Gejala klinis TB pada ODHA sering kali tidak spesifik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah demam dan penurunan berat badan yang signifikan (lebih dari 10%). Di samping itu, dapat ditemukan gejala lain terkait TB ekstraparu (TB pleura, TB perikard, TB milier, TB susunan saraf pusat dan TB abdomen) seperti diare terus menerus lebih dari satu bulan, pembesaran kelenjar limfe di leher, sesak napas dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2012).
Prioritas pertama terapi untuk pasien TB HIV-positif yaitu memulai pengobatan TB dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), diikuti dengan terapi kotrimoksasol dan terapi ARV (WHO, 2010). Terapi TB pada ODHA di Indonesia tidak dipengaruhi oleh status HIV pada pasien TB tetapi mengikuti Buku Pedoman Nasional Program Pengendalian TB (BPN-PPTB) (Kemenkes RI, 2012). Prinsip-prinsip dasar pengobatan TB pada pasien HIV/AIDS sama seperti pada pasien yang tidak terinfeksi HIV (Padmapriyadarsini et al., 2011).
4
pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan, diikuti dengan fase lanjutan yang terdiri dari isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan, dan kategori 2 meliputi 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3 selama 8 bulan. Kategori 1 untuk pasien TB baru yang tidak mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau yang telah menerima pengobatan TB selama kurang dari satu bulan dan kategori 2 untuk pasien TB denagn tes BTA positif yang pernah diobati sebelumnya atau pengobatan ulang. Panduan standar OAT MDR-TB pada pasien TB dengan HIV positif sama seperti pada pasien HIV negatif yaitu, Km – Etio – Lfx – Cs – Z-(E) / Eto – Lfx – Cs – Z-(E). Lama pengobatan berkisar paling sedikit 18 bulan hingga 24 bulan yang terdiri dari pengobatan tahap awal (minimal 4 s/d 6 bulan) dan tahap lanjutan (Peloquin C.A., 2008; WHO, 2010; Kemenkes, 2014). Berdasarkan hasil penelitian di India pada jurnal yang berjudul Efficacy and safety of thrice weekly DOTS in tuberculosis patients with and without HIV co-infection: an
observational study, terapi OAT tiga kali seminggu lebih efektif pada pasien TB
dengan HIV-negatif dibandingkan pada pasien TB dengan HIV-positif (Vashishtha et al., 2013). Pada penelitian meta analisis dengan judul Treatment of
Active Tuberculosis in HIV-Coinfected Patients menunjukkan bahwa durasi lebih
lama rejimen terapi yang mengandung rifamisin (minimal 8 bulan) dengan dosis harian di tahap awal dan bersamaan dengan ART dapat dihubungkan dengan hasil yang lebih baik (Khan et al., 2010).
Pengobatan TB dan HIV secara bersamaan dapat dipersulit salah satunya oleh adanya interaksi antar obat (McIlleron H. et al., 2007). Interaksi paling penting yang terjadi dalam terapi OAT pada pasien AIDS terjadi akibat pemberian rifampisin (WHO, 2010). Secara farmakologis rifampisin menginduksi enzim CYP3A4 di sitokrom P450 hepar sehingga berinteraksi dengan beberapa obat termasuk ARV (Kays, 2013). Terutama obat ARV golongan Protease Inhibitor
5
rifampisin dengan PI dapat menurunkan kadar plasma PI 80% atau lebih (Sterling
et al., 2010).
Berdasarkan latar belakang tingginya prevalensi kasus HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik TB dan adanya efek samping serta interaksi obat yang potensial terjadi dalam terapi OAT, maka perlu dilakukan penelitian studi penggunaan OAT pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik TB untuk mengetahui pola penggunaan OAT pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik TB. Penelitian studi penggunaan obat tersebut dilakukan di instalasi rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pola penggunaan OAT pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik TB di instalasi rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Mengetahui pola penggunaan OAT pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik TB di instalasi rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang 2) Tujuan Khusus
Mengetahui pola penggunaan OAT pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik TB meliputi bentuk, dosis, rute pemberian dan efek samping OAT yang terjadi.
1.4 Manfaat Penelitian
1) Memberikan gambaran pola penggunaan OAT pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik TB
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.