• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Teknik Komunikasi SBAR Dalam Komunikasi Interpersonal Perawat-Dokter Terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap Di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Teknik Komunikasi SBAR Dalam Komunikasi Interpersonal Perawat-Dokter Terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap Di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2014"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEKNIK KOMUNIKASI SBAR DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT-DOKTER TERHADAP

KESELAMATAN PASIEN RAWAT INAP DI RS ISLAM MALAHAYATI MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

TENGKU YENNI FEBRINA 127032005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF SBAR COMMUNICATION TECHNIQUE IN INTERPERSONAL COMMUNICATION AMONG NURSES AND

DOCTORS ON INPATIENTS’ SAFETY IN MALAHAYATI ISLAMIC HOSPITAL, MEDAN, IN 2014

THESIS

By

TENGKU YENNI FEBRINA 127032005/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH TEKNIK KOMUNIKASI SBAR DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT-DOKTER TERHADAP

KESELAMATAN PASIEN RAWAT INAP DI RS ISLAM MALAHAYATI MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

TENGKU YENNI FEBRINA 127032005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH TEKNIK KOMUNIKASI SBAR DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT-DOKTER TERHADAP

KESELAMATAN PASIEN RAWAT INAP DI RS ISLAM MALAHAYATI MEDAN TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Tengku Yenni Febrina

Nomor Induk Mahasiswa : 127032005

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 24 Juni 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH TEKNIK KOMUNIKASI SBAR DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT-DOKTER TERHADAP

KESELAMATAN PASIEN RAWAT INAP DI RS ISLAM MALAHAYATI MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(7)

DAFTAR ISI

2.1.7. Tingkatan Komunikasi ... 16

2.1.8. Jenis Komunikasi ... 17

2.1.9. Kualitas Komunikasi ... 21

2.1.10.Hambatan dalam Proses Komunikasi ... 22

2.1.11.Upaya-upaya untuk Mengatasi Hambatan Komunikasi .. 23

2.2. Komunikasi SBAR ... 23

2.2.1. Definisi Komunikasi SBAR ... 23

2.2.2. Tujuan Komunikasi SBAR ... 24

2.2.3. Teknik Komunikasi SBAR ... 25

2.3. Komunikasi Interpersonal Perawat Dokter ... 28

2.3.1. Definisi Komunikasi Interpersonal ... 28

2.3.2. Komunikasi Interpersonal Perawat Dokter ... 29

2.4. Perawat ... 37

2.4.1. Definisi Perawat ... 37

(8)

2.5. Keselamatan Pasien ... 40

2.5.1. Pengertian ... 40

2.5.2. Tujuan Keselamatan Pasien ... 41

2.5.3. Sembilan Solusi Keselamatan Pasien ... 41

2.5.4. Standar Keselamatan Pasien ... 45

2.5.5. Sasaran Keselamatan Pasien ... 46

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 54

BAB 3. TEKNIK PENELITIAN ... 55

3.4.2. Instrumen Penelitian ... 59

3.4.3. Cara Pengumpulan Data ... 59

3.4.4. Prosedur Penelitian ... 59

3.4.5. Validitas ... 59

3.4.6. Reliabilitas ... 60

3.5. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 61

3.5.1. Variabel Penelitian ... 61

3.5.2. Definisi Operasional ... 62

3.6. Teknik Analisis Data ... 68

3.6.1. Analisis Univariat ... 68

3.6.2. Analisis Bivariat ... 68

3.6.3. Analisis Multivariat ... 68

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 71

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 71

4.2. Hasil Penelitian ... 72

4.2.1. Karakteristik Responden ... 72

4.2.2. Distribusi Responden terhadap Variabel Komunikator .. 73

4.2.3. Distribusi Responden terhadap Variabel Pesan ... 79

4.2.4. Distribusi Responden terhadap Variabel Lingkungan .... 81

4.2.5. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Lingkungan ... 83

(9)

4.3. Analisis Bivariat ... 94

4.3.1. Hubungan Variabel Komunikator dengan Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati ... 94

4.3.2. Hubungan Variabel Pesan dengan Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati... 94

4.3.3. Hubungan Variabel Lingkungan dengan Keselamatan Pasien Rawat Inap RS Islam Malahayati ... 95

4.3.4. Hubungan Variabel Media Pesan dengan Keselamatan Pasien Rawat Inap RS Islam Malahayati ... 95

4.3.5. Hubungan Variabel Tingkat Pesan dengan Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati ... 96

4.4. Analisis Multivariat ... 96

BAB 5. PEMBAHASAN ... 102

5.1. Pengaruh Variabel Komunikator terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati... 102

5.2. Pengaruh Variabel Pesan terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati ... 106

5.3. Pengaruh Variabel Lingkungan terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati... 109

5.4. Pengaruh Variabel Media Pesan terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati... 110

5.5. Pengaruh Variabel Tingkat Pesan terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islama Malahayati ... 111

5.6. Keselamatan Pasien ... 112

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

6.1. Kesimpulan ... 114

6.2. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 116

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Sampel dari Tiap Ruang Rawat Inap ... 57

3.2. Definisi Operasional ... 64

4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Perawat Ruang Rawat Inap RS Islam Malahayati ... 73

4.2. Distribusi Responden terhadap Variabel Komunikator ... 76

4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Komunikator ... 79

4.4. Distribusi Responden terhadap Variabel Pesan ... 80

4.5. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Pesan ... 81

4.6. Distribusi Responden terhadap Variabel Lingkungan ... 82

4.7. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Varibel Lingkungan ... 83

4.8. Distribusi Responden terhadap Variabel Media Pesan ... 84

4.9. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Media Pesan ... 84

4.10. Distribusi Responden terhadap Varibel Tingkat Pesan ... 85

4.11. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Tingkat Pesan ... 85

4.12. Distribusi Responden terhadap Variabel Keselamatan Pasien ... 90

4.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati ... 93

(11)

4.15. Hubungan Pesan dengan Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam

Malahayati ... 94

4.16. Hubungan Variabel Lingkungan terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati ... 95

4.17. Hubungan Variabel Media Pesan dengan Keselamatan Pasien Rawat Inap RS Islam Malahayati ... 95

4.18. Hubungan Variabel Tingkat Pesan dengan Keselamatan Pasien Rawat Inap di RS Islam Malahayati ... 96

4.19. Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 97

4.20. Uji Simultan (Uji F)a ... 98

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Persetujuan Menjadi Responden ... 119

2. Kuesioner Penelitian ... 120

3. Master Data ... 126

4. Analisis Univariat ... 130

5. Analisis Bivariat ... 145

6. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 153

(14)

BAB1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bagian kelima menjelaskan tentang Keselamatan Pasien yaitu Pasal 43 ayat (1) rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien, (2) standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa dan menerapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan (Mulayana, 2013).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 1691 tentang keselamatan pasien, terdapat istilah insiden keselamatan pasien yaitu setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC) (Mulyana, 2013).

(15)

sebetulnya bisa dicegah. Keadaan ini menyebabkan tuntutan hukum yang dialami rumah sakit semakin meningkat. Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Pada tahun 2000, IOM menerbitkan laporan : “To Err is Human”, Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di beberapa rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York tentang KTD. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebanyak 2,9%, 6,6% diantaranya menyebabkan kematian, sementara di New York angka KTD sebesar 3,7% dengan angka kematian mencapai 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika berjumlah 33,6 juta per tahun. Dari publikasi WHO pada tahun 2004 yang mengumpulkan angka- angka penelitian rumah sakit di berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2%-16,6%. (Depkes RI, 2006).

Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk merubah paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient safety). Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia melalui pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada tahun 2004 (Mulyana, 2013).

(16)

membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dengan mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit (Mulyana,2013).

Pada tahun 2007 KKP-RS melaporkan insiden keselamatan pasien sebanyak 145 insiden yang terdiri dari KTD 46%, KNC 48% dan lain-lain 6%, dan lokasi kejadian tersebut berdasarkan provinsi ditemukan DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, , Sulawesi Selatan 0,69% dan Aceh 0,68%. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan (Mulyana,2013.

(17)

Berdasarkan hasil survei di bidang keperawatan rumah sakit Sanglah Bali, dari total sampel 236 tenaga keperawatan di rawat inap, sekitar 57 orang (24%) melakukan kesalahan pemberian obat (Ramsay Health Care Unit, 2005).

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien terdapat peran dokter yang menegakkan diagnosa dan mengobati, serta peran perawat yang tidak kalah penting juga dalam merawat pasien. Peran perawat sangat penting karena sebagai ujung tombak di rawat inap dan merupakan tenaga yang paling lama kontak atau berhubungan dengan pasien yaitu selama 24 jam (Gaffar,1999).

Hubungan perawat dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan pelayanan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam hubungan perawat dokter. Kendala psikologis keilmuan dan individual, faktor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien (Gaffar,1999).

(18)

Hambatan hubungan perawat dokter sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya. Pada saat komunikasi perawat dokter diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebutuhan pasien, intervensi yang sudah dan yang belum dilaksanakan serta respon yang terjadi pada pasien. Menurut Swansburg (1990), bahwa lebih dari 80% waktu kerja dipakai untuk komunikasi, 16% untuk membaca dan 4% untuk menulis sehingga peran komunikasi sangat penting (Gaffar,1999).

Data laporan dari Tim Keselamatan Pasien RS Islam Malahayati Medan tahun 2013, terjadi 17 kasus KTD. Adapun pasien RS Islam Malahayati berjumlah 5.091 orang yang dirawat dari Januari - Desember 2013. Sehingga angka KTD di RS Islam Malahayati sekitar 0,33%.

Data dari Rekam Medis RS Islam Malahayati pada Januari - Desember 2013 terjadi 141 kasus infeksi karena jarum infuse dari 2.839 pemasangan infuse, yaitu sekitar 5% angka kejadian infeksi karena jarum infuse. Infeksi karena jarum infuse merupakan salah satu Kejadian Tidak Diharapkan.

(19)

dibenarkan oleh kepala seksi personalia, bahwa pada tahun 2013 dijumpai 31 orang dari 157 orang perawat mendapatkan Surat Peringatan karena bekerja diluar prosedur yang telah ditetapkan. Jika perawat bekerja diluar prosedur yang ditetapkan, maka akan menyebabkan insiden keselamatan pasien.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala seksi keperawatan RS Islam Malahayati pada bulan Desember 2013, diperkirakan kejadian insiden keselamatan pasien rumah sakit terkait dengan komunikasi perawat dokter. Permasalahan komunikasi yang sering dijumpai terutama dalam menyebutkan nama dan dosis obat serta tindakan apa yang selanjutnya dilakukan oleh perawat.

Data laporan tahun 2013 dari seksi keperawatan RS Islam Malahayati Medan terhadap pelayanan keperawatan di ruang rawat inap terdapat beberapa keluhan dokter terhadap perawat antara lain:

a. Perawat tidak menggunakan teknik komunikasi Situation, Background, Assessment, Recommendation (SBAR) ketika berkomunikasi dengan dokter b. Perawat tidak mencatat dengan benar instruksi yang diberikan oleh Dokter bila

instruksi diberikan melalui telepon

c. Perawat dalam melaporkan kondisi pasien tidak lengkap, beberapa hasil pemeriksaan tidak dilaporkan ke dokter

d. Perawat tidak menjalankan instruksi dokter

(20)

Berdasarkan data diatas, diasumsikan adanya hambatan komunikasi antara perawat dengan dokter yang berakibat terhadap keselamatan pasien.

Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan rawat inap RS Islam Malahayati Medan disebutkan bahwa perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien sebagian besar hanya berdasarkan intruksi medis yang diberikan dokter baik pada saat dokter visite ataupun instruksi melalui telepon. Disamping itu hasil wawancara dengan beberapa perawat RS Islam Malahayati Medan, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam berkomunikasi dengan dokter diantaranya adanya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat sebagai asistennya, sehingga komunikasi dalam bentuk perintah (satu arah) serta dokter belum terbiasa jika perawat melapor dengan teknik SBAR dan menganggap komunikasi dengan teknik SBAR memerlukan waktu yang lama.

Berdasarkan wawancara dengan staf unit pendidikan dan pelatihan RS Islam Malahayati, bahwa seluruh perawat yang bekerja telah mendapat sosialisasi tentang teknik komunikasi SBAR. Bahkan teknik komunikasi ini menjadi salah satu materi orientasi bagi perawat yang baru direkrut di RS Islam Malahayati.

Berdasarkan paparan di atas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pengaruh teknik komunikasi SBAR dalam komunikasi interpersonal perawat dokter terhadap keselamatan pasien rawat inap RS Islam Malahayati Medan.

1.2. Permasalahan

(21)

interpersonal perawat dokter terhadap keselamatan pasien rawat inap di RS Islam Malahayati Medan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh teknik komunikasi SBAR dalam komunikasi interpersonal perawat dokter terhadap keselamatan pasien rawat inap di RS Islam Malahayati Medan.

1.4. Hipotesis

Teknik komunikasi SBAR dalam komunikasi interpersonal perawat dokter berpengaruh terhadap keselamatan pasien rawat inap di RS Islam Malahayati Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi manajemen rumah sakit, sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada pihak rumah sakit untuk mengembangkan program peningkatan keselamatan pasien dan sebagai masukan untuk perawat dan dokter dalam berkomunikasi sehingga penanganan pasien dapat lebih baik lagi.

b. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang manajemen administrasi rumah sakit serta dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam bidang pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit. c. Bagi penelitian selanjutnya, secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi

2.1.1. Definisi Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa latin Communication, yang artinya sama. Maksudnya adalah komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.

Salah satu tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti, diyakini serta pada tahap selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl Hoveland (Effendy,1995) “Komunikasi adalah proses dimana seorang komunikator menyampaikan perangsang untuk merubah tingkah laku orang lain”.

Sedangkan menurut Edward Depari (Widjaja,2000) menyatakan bahwa, “Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditunjukkan kepada penerima pesan dengan maksud mencapai kebersamaan (Commons).

(23)

lebih yang bekerjasama. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima.

Dari beberapa defenisi diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran pesan (stimulus, signal, simbol atau informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non-verbal dari pengirim kepada komunikan) dengan tujuan adanya perubahan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik dan behaviora.

2.1.2. Tujuan Komunikasi

Secara umum komunikasi memiliki tujuan, yaitu:

1. Supaya pesan yang disampaikan komunikator dapat dimengerti oleh komunikan. Dalam menjalankan perannya sebagai komunikator, perawat perlu menyampaikan pesan tentang kondisi pasien dengan jelas, lengkap dengan tutur kata yang lembut dan sopan. Agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh dokter.

2. Memahami orang lain.

Proses komunikasi tidak dapat berlangsung dengan baik, bila perawat tidak dapat memahami kondisi atau apa yang diinginkan dokter.

3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain.

Peran ini akan efektif dan berhasil bila apa yang disampaikan oleh perawat dapat dimengerti dan diterima oleh dokter.

4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu.

(24)

kita, yang tentunya bermanfaat bagi pasien. Dalam hal ini perlu adanya pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan dengan komunikasi interpersonal.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan komunikasi adalah mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan, dan tindakan komunikator dapat diterima oleh orang lain (Komunikan).

2.1.3. Fungsi Komunikasi

Menurut Widjaja (2000), apabila komunikasi dipandang dari arti yang luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran pesan atau informasi tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta dan ide-ide. Maka komunikasi memiliki fungsi dalam sistem sosial yaitu:

a. Sebagai informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

b. Sosialisasi (Kemasyarakatan). Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif, sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif didalam masyarakat.

(25)

d. Perdebatan dan diskusi. Suatu permasalahan yang diselesaikan dengan menggunakan komunikasi baik secara debat maupun diskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.

e. Pendidikan. Komunikasi sebagai proses pengalihan atau transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan kemahiran yang dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik dan efektif.

f. Memajukan kehidupan. Komunikasi berfungsi menyebarkan kebudayaan dan seni dengan melestarikan warisan kebudayaan masa lalu, membangun imajinasi dan mendorong kreatifitas dan kebutuhan estetika.

g. Hiburan. Dengan komunikasi banyak hiburan yang ditampilkan dari dunia entertainment.

h. Integrasi. Adanya kesempatan untuk memperoleh berbagai informasi dan pesan yang diperlukan dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap, berperilaku, dan berpola fikir serta sebagai sarana untuk menghargai dan memahami pandangan orang lain.

2.1.4. Komponen Komunikasi

Terdapat enam komponen komunikasi sebagai berikut :

(26)

3. Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada seseorang yang dituju (penerima) dengan maksud dan tujuan tertentu. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal, tertulis maupun non verbal

4. Lingkungan, yaitu tempat dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Lingkungan internal meliputi nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkat stress pengirim pesan dan penerima pesan. Sedangkan lingkungan eksternal meliputi keadaan cuaca, suhu,faktor kekuasaan, dan waktu.

5. Media pesan, yaitu alat atau sarana perantara yang digunakan oleh pengirim pesan dengan tujuan agar pesan bisa sampai kepada penerima, misalnya pendengaran, penglihatan, sentuhan, media cetak ataupun media elektronik. 6. Tingkat pesan, yaitu tingkat pentingnya pesan, yang dapat berbentuk

informasi, kata, atau symbol lain.

Dengan mengenal komponen- komponen pesan tersebut, seorang perawat diharapkan mampu menganalisis situasi dan menentukan komponen mana yang harus di perhatikan dalam suatu kondisi dan situasi. Dengan demikian, komunikasi yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.5. Proses Komunikasi

(27)

berupa pesan verbal, tertulis maupun non verbal. Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan internal dan eksternal dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan internal meliputi : nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkat stress pengirim dan penerima pesan, sedangkan faktor eksternal meliputi keadaan cuaca, suhu , faktor kekuasaan,dan waktu. Kedua belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor internal dan eksternal.

Gambar 2.1. Diagram Proses Komunikasi (Marquis dan Huston,1998) Kegiatan berkomunikasi juga dilakukan antara perawat dan dokter. Komunikasi merupakan proses yang dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan dokter dalam memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, maupun dengan tenaga kesehatan yang lain dalam rangka membantu mengatasi masalah pasien. Antara perawat dan dokter dapat berperan sebagai komunikator dan komunikan atau sebaliknya.

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Tertulis

Verbal

Non Verbal

Faktor Internal

Faktor Eksternal

(28)

2.1.6. Prinsip Komunikasi

Untuk lebih memahami hakekat suatu komunikasi perlu adanya dasar pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip dalam berkomunikasi sebagaimana yang disampaikan oleh Seiler (1988), bahwa prinsip dasar dari komunikasi ada empat yaitu suatu proses, suatu system, suatu interaksi dan transaksi, dan suatu yang disengaja maupun tidak disengaja.

1. Komunikasi adalah suatu proses

Komunikasi adalah suatu proses yang merupakan suatu seri kegiatan yang terus menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah-ubah serta berdampak pada terjadinya perubahan.

2. Komunikasi adalah suatu sistem

Masing-masing komponen atau unsur dalam komunikasi sangat terkait dan mempengaruhi dalam proses komunikasi yang efektif. Satu komponen tidaklah lebih penting dibanding komponen yang lain.

3. Komunikasi merupakan suatu interaksi dan transaksi

Interaksi dalam komunikasi adalah saling bertukar pesan atau fikiran. 4. Komunikasi dapat terjadi secara sengaja maupun tidak disengaja.

(29)

2.1.7. Tingkatan Komunikasi

Komunikasi memiliki berbagai tingkatan, yaitu: 1. Komunikasi Intrapersonal.

Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi pada diri sendiri atau proses berfikir pada diri sendiri, keyakinan, perasaan dan berbicara pada diri sendiri, bisa juga terjadi pada saat melakukan ibadah misalnya, shalat, kita berkomunikasi dengan Allah SWT, yaitu dengan memohon doa kepada Sang Pencipta.

2. Komunikasi Interpersonal.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua orang, yang terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi ini berlangsung secara tatap muka, bisa melalui medium. Komunikasi ini dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang.

3. Komunikasi kelompok.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang melibatkan lebih dari dua orang atau tiga orang, bisa berbentuk kelompok diskusi, rapat dan lain-lain yang satu sama lain saling mengenal

4. Komunikasi Publik.

(30)

5. Komunikasi Organisasi.

Komunikasi yang terjadi didalam organisasi yang bersifat formal maupun non-formal.

6. Komunikasi Massa.

Komunikasi yang melibatkan jumlah komunikan yang banyak, tersebar dalam area geografis yang luas, heterogen, namun mempunyai perhatian dan minat terhadap suatu isu atau berita. Biasanya dalam komunikasi ini melibatkan media misalnya, Televisi, Surat kabar, majalah, dan lain-lain.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan komunikasi interpersonal. Karena komunikasi interpersonal sangat efektif dilakukan perawat dan dokter dalam hal berkolaborasi dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

2.1.8. Jenis Komunikasi

Komunikasi dalam hal ini adalah sesuatu yang kompleks. Jenis komunikasi diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi tertulis

2. Komunikasi secara langsung/Verbal 3. Komunikasi Non verbal

4. Komunikasi via telepon

(31)

1. Komunikasi tertulis

Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang disampaikan secara tertulis, baik dengan tulisan manual maupun tulisan dari media. Dalam konteks komunikasi keperawatan, komunikasi jenis ini dapat berupa catatan perkembangan pasien, catatan medis, catatan perawat dan catatan penting lainnya.

Keuntungan komunikasi tetulis adalah dapat dibaca berulang-ulang, dapat dijadikan bukti otentik, biaya minimal, dapat didokumentasikan dan bersifat tetap. Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan dokumentasi yang cukup banyak, kadang-kadang tidak jelas umpan balik dapat berlangsung dengan waktu yang cukup lama dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka komunikasi tertulis hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Menggunakan tulisan yang jelas dan mudah dibaca b. Menggunakan kata-kata yang sederhana dan umum c. Fokus pada pesan yang ingin disampaikan

d. Memberi ilustrasi, bagan, denah,dan sket untuk memperjelas kalau perlu 2. Komunikasi verbal

(32)

Sedangkan kekurangan komunikasi ini adalah bahasa yang digunakan harus dimengerti oleh komunikan, membutuhkan pengetahuan yang cukup agar komunikasi yang dilaksanakan berlangsung lancar.

Menurut Perry & Potter (1985), dalam penggunaan komunikasi verbal yang perlu diperhatikan adalah : denotative dan connotative (kemaknaan kata,bahasa yang digunakan), vocabulary (perbendaharaan kata), pacing (kecepatan bicara), intonation (nada suara), clarity dan brevity (kejelasan dan keringkasan) yang terakhir timing and relevance (waktu dan kesesuaian).

3. Komunikasi non verbal

Adalah komunikasi yang terjadi dengan menggunakan mimik atau bahasa tubuh, pantonim dan atau bahasa isyarat.

Dimley dan Burton,(1992) sebagaimana yang dikutip Roger B.Ellis dkk, mengatakan bahwa bahasa tubuh mempunyai beberapa unsur, antara lain :

a. Gerak Tubuh

Adanya gerakan tubuh yang terjadi pada saat komunikasi , baik gerakan yang dilakukan komunikator atau komunikan menunjukkan adanya interaksi aktif dari diri seseorang. Komunikator dalam berkomunikasi serta menunjukkan adanya perhatian dari komunikan. Misalnya gerakan tangan saat bicara, anggukan kepala sebagai ungkapan persetujuan dan gelengan kepala sebagai ungkapan penolakan.

b. Ekspresi Wajah

(33)

dari lokasi sekitar mata dan mulut (Roger B.Ellis dkk,2000). Kegembiraan, kesedihan, kebingungan , atau kejengkelan dapat dilihat dari ekspresi wajah seseorang, bahkan tulus tidaknya senyuman seseorang dapat dilihat dari ekspresi seseorang.

c. Pandangan

Komunikasi yang baik dilakukan dengan adanya kontak mata, ketika berbicara komunikator perlu memandang komunikan. Pandangan adalah hal penting dalam menilai tanda-tanda non verbal. Tatapan atau pandangan yang tajam kepada seseorang bisa berarti kekaguman atau bentuk perlawanan. Pandangan yang jauh ketika berbicara bisa berarti kesedihan atau ada sesuatu yang difikirkan.

d. Postur

Ketika berkomunikasi dengan postur sedikit membungkuk, berdiri tegak atau dengan menopang tangan di pinggang memberikan arti dan suasana komunikasi yang berbeda.

e. Jarak tubuh dan kedekatan

(34)

f. Sentuhan

Ungkapan perhatian, empati dan kasih sayang dapat diungkapkan melalui sentuhan. Makna sentuhan ini berbeda tergantung dari sifat dan derajat hubungan, serta kedudukan seseorang.

g. Pakaian

Jenis pakaian, rambut, perhiasan, dan rias wajah seseorang berbicara banyak tentang kepribadian, peran,pekerjaan,status dan suasana hati seseorang serta ungkapan pesan yang ingin disampaikan seseorang.

4. Komunikasi satu arah

Komunikasi ini biasanya bersifat koersif, yang dapat berupa perintah, instruksi, dan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi. Komunikasi ini jarang bahkan tidak ada kesempatan untuk melakukan umpan balik karena sifat pesannya mau-tidak mau harus diterima oleh komunikan.

5. Komunikasi dua arah

Komunikasi yang memungkinkan bahkan harus ada proses feedback, biasanya bersifat informative dan atau persuasive

2.1.9. Kualitas Komunikasi

Joseph de Vito , pakar komunikasi menyebut ada lima kualitas umum yang dipertimbangkan untuk efektivitas sebuah komunikasi. Kualitas ini antara lain :

(35)

4. Emphaty (Memahami perasaan orang lain) 5. Equality (Kesetaraan)

Selain itu komunikasi efektif harus dibangun berdasarkan hubungan interpersonal yang efektif

2.1.10. Hambatan dalam Proses Komunikasi

Secara umum hambatan yang terjadi selama komunikasi adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya penggunaan sumber komunikasi yang tepat b. Kurangnya perencanaan dalam berkomunikasi

c. Penampilan, sikap dan kecakapan yang kurang tepat selama berkomunikasi d. Kurangnya pengetahuan

e. Perbedaan persepsi f. Perbedaan harapan

g. Kondisi fisik dan mental yang kurang baik h. Pesan yang tidak jelas

i. Prasangka yang buruk

j. Transmisi/media yang kurang baik k. Penilaian yang premature

l. Tidak ada kepercayaan m. Ada Ancaman

(36)

2.1.11. Upaya-upaya untuk Mengatasi Hambatan Komunikasi

Untuk mengatasi hambatan komunikasi dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut :

1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan 2. Meminta penjelasan lebih lanjut

3. Mengecek umpan balik atau hasil

4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat 5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima

6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat 7. Mengurangi informasi/pesan yang meluas 8. Menggunakan orientasi penerima

Secara umum, kekurangan yang terjadi dalam proses komunikasi dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan kesadaran diri, melatih ketrampilan interpersonal serta memperjelas tujuan interaksi.

2.2. Komunikasi SBAR

2.2.1. Definisi Komunikasi SBAR

(37)

menetapkan harapan tentang apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana komunikasi antara anggota tim, yang sangat penting untuk mengembangkan kerja tim dan meningkatkan budaya keselamatan pasien.(Permanente,2013)

Michael Leonard, MD, adalah seorang dokter yang mempelopori Keselamatan Pasien, bersama dengan rekannya Doug Bonacum dan Suzanne Graham di Kaiser Permanente Colorado (Evergreen, Colorado, USA) mengembangkan teknik SBAR. Teknik SBAR ini telah banyak diterapkan pada sistem pelayanan

Teknik komunikasi SBAR awalnya dikembangkan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat sebagai teknik komunikasi yang dapat digunakan pada kapal selam nuklir, kemudian pada akhir tahun 1990-an, Aman Healthcare memperkenalkan SBAR dalam pengaturan pelayanan kesehatan sebagai bagian dari kurikulum pelatihan Manajemen Sumber Daya kru nya. Sejak saat itu, SBAR telah diadopsi oleh rumah sakit dan fasilitas perawatan di seluruh dunia sebagai cara sederhana namun efektif untuk membakukan komunikasi antara pemberi perawatan.

kesehatan.

2.2.2. Tujuan Komunikasi SBAR

SBAR menawarkan solusi kepada rumah sakit dan fasilitas perawatan untuk menjembatani kesenjangan dalam komunikasi, termasuk serah terima pasien, transfer pasien, percakapan kritis dan panggilan telepon. Ini menciptakan harapan bersama antara pengirim dan penerima informasi sehingga keselamatan pasien dapat tercapai.

(38)

terima pasien serta perawat mentransfer pasien ke fasilitas kesehatan lain atau ke tingkat

Komunikasi yang efektif antara penyedia layanan kesehatan sangat penting untuk keselamatan pasien. Kebanyakan perawat kurang pengalaman dalam berkomunikasi dengan dokter dan penyedia layanan kesehatan lainnya . Teknik komunikasi SBAR merupakan teknik komunikasi yang memberikan urutan logis, terorganisir dan meningkatkan proses komunikasi untuk memastikan keselamatan pasien.

perawatan yang lain.

2.2.3.Teknik Komunikasi SBAR

The Joint Commission (2012) , telah menambahkan “komunikasi standar” untuk Tujuan Keselamatan Pasien. Laporan kondisi pasien yang dilakukan perawat ke dokter, sebelum menghubungi dokter maka perawat melakukan :

1. Kaji kondisi pasien

2. Kumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan kondisi pasien yang akan dilaporkan

3. Pastikan diagnose pasien

4. Baca dan pahami catatan perkembangan terkini dan hasil pengkajian perawat shift sebelumnya

5. Siapkan : medical record pasien, riwayat alergi, obat-obatan/cairan infuse yang digunakan saat ini

(39)

a. Sebutkan nama anda dan nama departemen

b. Sebutkan nama pasien, umur, diagnose medis, dan tanggal masuk

c. Jelaskan secara singkat masalah kesehatan pasien atau keluhan utama termasuk pain score

d. Secara umum pada Situation/Situasi dijelaskan tentang pertanyaan dibawah ini: Apakah situasi pasien saat ini ? Mengapa Anda menelepon dokter? Apa yang terjadi pada saat ini ? Apa perubahan akut yang terjadi? Jelaskan dalam kata-kata yang singkat, persis seperti apa situasinya, sehingga dokter mendapat gambaran situasi pasien saat ini.

B : Background , Latar Belakang

a. Sebutkan riwayat alergi, obat-obatan dan cairan infuse yang digunakan b. Jelaskan pemeriksaan yang mendukung dan hasil laboratorium

c. Jelaskan informasi klinik yang mendukung d. Tanda vital pasien

e. Secara umum pada Background/Latar Belakang menjelaskan pertanyaan sebagai berikut: Apakah informasi yang melatar belakangi pasien ? Apa saja tanda-tanda vital dan sejarah yang bersangkutan ? Jelaskan bagaimana situasi yang akan datang ? Keadaan apa yang mengarah ke situasi ini ?

A : Assessment, Penilaian

(40)

b. Nyatakan kemungkinan masalah, seperti gangguan pernafasan, gangguan neurologi, gangguan perfusi dan lain-lain.

c. Secara umum pada Assesment/Penilaian menjelaskan pertanyaan sebagai berikut: Apa penilaian anda dari terhadap masalah ini? Apa yang Anda pikir masalahnya? R: Recommendation , Rekomendasi:

a. Mengusulkan dokter untuk melihat pasien b. Pastikan jam kedatangan dokter

c. Tanyakan pada dokter langkah selanjutnya yang akan dilakukan

d. Secara umum pada Recommendation/Rekomendasi menjelaskan pertanyaan sebagai berikut : Apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki masalah / situasi ini? Apa tindakan / respon yang Anda usulkan ?

Contoh: Perawat melaporkan kepada Dokter dengan teknik komunikasi SBAR : S : Situation, Situasi :

Dr Yani ini adalah Maria dari Unit 8. Melaporkan pasien atas nama , bapak Robert, umur 60 th, di kamar 810 dan saya ingin memberitahukan kepada Dokter bahwa denyut jantungnya telah meningkat menjadi 150 x/menit dan tidak teratur. Dia mengaku merasa sedikit pusing , sesak napas dan mengeluh palpitasi . B : Background, Latar belakang :

(41)

A : Assessment, Penilaian :

Sebelum berjalan, denyut nadinya berada di 90-an saat istirahat dengan tekanan darah 110/70. Setelah memakaikan O2 2 liter dengan memakai kanula hidung , Saturasi O2 nya meningkat menjadi 96 % dari 94 % . Menurut perkiraan saya, perubahan denyut jantung karena pasien mengeluarkan tenaga ketika berjalan yang menyebabkan menimbulkan gejala. Setelah beristrahat denyut nadinya menjadi 96 .

R : Recommendation, rekomendasi

Saya ingin Dokter untuk bertemu dengan Pak Robert secepatnya. Sementara itu , saya akan meminta Pak Robert terus beristirahat di tempat tidur atau duduk di kursi dengan O2 nya . Apakah Dokter ingin EKG 12-lead dilakukan pada saat ini? Apakah ada rekomendasi lainnya dok?

2.3. Komunikasi Interpersonal Perawat Dokter 2.3.1. Definisi Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antar pribadi (komunikasi interpersonal) adalah komunikasi antar dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini berlangsung secara tatap muka, bisa melalui medium, misalnya telepon sebagai perantara. Sifatnya dua arah atau timbal balik (Effendy,1986)

(42)

komunikasi antar pribadi dikatakan efektif dalam merubah perilaku orang lain, apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikan.

2.3.2. Komunikasi Interpersonal Perawat Dokter

Komunikasi dalam praktik keperawatan professional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi timbang terima, interview/anamnesa, komunikasi melalui komputer, komunikasi rahasia klien, komunikasi melalui sentuhan, komunikasi dalam pendokumentasian, komunikasi antara perawat dan dokter, komunikasi perawat dengan profesi lainnya dan komunikasi antara perawat dengan pasien.

Komunikasi antara perawat dan dokter merupakan komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication). Menurut Mulyana (2002), komunikasi antar pribadi (InterpersonalCommunication) adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.

Dari pernyataan diatas ada beberapa elemen yang ada dalam komunikasi antar pribadi, yaitu:

1. Adanya pesan,

2. Adanya orang-orang/sekelompok kecil, 3. Adanya penerimaan pesan,

(43)

5. Adanya umpan balik.

Menurut Ellis (1995:6), komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang yang bertatap muka, misalnya antara perawat dan dokter yang menimbulkan respon atau umpan balik.

Seperti yang kita lihat dalam bagan di bawah ini :

Gambar 2.2. Komunikasi Interpersonal

Dari diagram diatas pesan dan umpan balik berasal dari informasi. Diagram diatas menunjukkan komunikasi dua arah yang saling timbal balik. Sumber (perawat) menyampaikan pesan kepada penerima pesan (dokter). Baik pesan-pesan yang bersifat informatif, persuasif dan koersif.

Dalam hal ini penerima pesan (dokter) akan memberi umpan balik kepada sumber informasi (perawat), baik pesan itu diterima atau ditolak oleh penerima pesan.

Steward L. Tubs dan Sylvia Moss (Rakhmat,1996) juga menambahkan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif memiliki tanda-tanda atau setidaknya menimbulkan, yaitu:

1. Saling pengertian

Umpan Balik Sumber

(Informasi) Perawat

Pesan

(44)

2. Memberikan kesenangan 3. Mempengaruhi sikap

4. Hubungan sosial yang semakin baik 5. Adanya tindakan

Komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antar pribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi.

Kenyataannya komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar,televisi, ataupun lewat teknologi tercanggih.

Menurut Roger, hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua belah pihak memenuhi kondisi sebagaii berikut :

1. Bertemu satu sama lain secara personal

2. Empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami satu sama lain secara berarti

3. Menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan 4. Menghayati pengalaman satu sama lain dengan bersungguh-sungguh, bersikap

menerima dan empati satu sama lain

(45)

mengurangi kecenderungan gangguan arti

6. Memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat persamaan aman terhadap yang lain.

Jalaluddin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal.

1. Persepsi Interpersonal

Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang (komunikan), yang berupa pesan verbal dan non-verbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibatkan kegagalan komunikasi.

2. Konsep Diri

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Konsep diriyang positif ditandai dengan lima hal, yaitu :

a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah; b. Merasa sama strata dengan orang lain; c. Menerima pujian tanpa rasa malu;

d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat;

(46)

kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antar pribadi, yaitu:

a. Berbuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita, akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.

Hubungan antara konsep diri dan membuka diri berkaitan dengan Johari Window (Jendela Johari) yang diperkenalkan oleh Joseph Luft pada tahun 1996 (liliweri, 1991:53), yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Seperti bagan dibawah ini:

Diketahui Sendiri Tidak Diketahui Sendiri

Diketahui orang lain Terbuka (I) Buta (III)

Tidak diketahui orang lain Tersembunyi (II) Tidak dikenal (IV)

Sumber: Komunikasi Antar Pribadi (Liliweri, 1991)

(47)

dan komunikator (dokter) mengembangkan suatu hubungan yang saling terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui tentang hubungan mereka.

c. Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai Communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam penyandian pesan (penyandian selektif).

3. Atraksi Interpersonal

Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunikasi antar pribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal:

a. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya,kita cenderung melihat karakteristik secara negatif.

(48)

pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan orang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi.

4. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cepat persepsi tentang orang lain dan persepsi dirinya. Sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara peserta komunikasi.

Lebih jauh, Jalaluddin Rakhmat (1994) memberikan catatan bahwa terdapat tiga faktor antar pribadi yang menumbuhkan hubungan komunikasi interpersonal yang baik yaitu : Percaya; Sikap suportif; dan Sikap terbuka.

Menurut De Vito (1997), hubungan komunikasi interpersonal terbina melalui tahap-tahap pengembangan yaitu:

a. Kontak, pada tahap ini alat indera sangat diperlukan untuk melihat, mendengar, dan membaui seseorang. Bila pada tahap kontak terbina persepsi yang positif maka akan membawa seseorang pada hubungan yang lebih erat yaitu persahabatan, saling terbuka dan penuh kehangatan. Keterlibatan, adalah tahap pengenalan lebih jauh, mengikatkan diri kita untuk mengenal orang lain dan mengungkapkan diri.

(49)

dapat menjadi sahabat yang baik.

c. Pengrusakan, tahap ini terjadi penurunan hubungan, dimana ikatan antara kedua pihak melemah.

d. Pemutusan, tahap ini terjadi pemutusan ikatan yang mepertalikan keduanya. Apabila komunikasi interpersonal terjalin tidak baik, maka akan terjadi pemutusan, misalnya perawat tidak memberikan informasi dengan baik kepada dokter, maka akan terjadi pemutusan, dan berakibat terhadap keselamatan pasien. Oleh karena itu diharapkan perawat menjalin komunikasi interpersonal yang baik dengan dokter.

Menurut Mundakir (2006), secara umum komunikasi yang dilakukan seorang perawat mempunyai tujuan dan target, yaitu :

1) Sosial Change/Social Participation,

2) Attitude Change,

3) Opinion Change,

4) Behavioral Change.

Kesalahan komunikasi antara perawat dan dokter mudah terjadi pada saat : a. Perintah diberikan secara lisan

b. Perintah diberikan melalui telpon

c. Saat pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis.

(50)

3. Repeat Back (Reconfirm) mengulangi kembali seluruh perintah yang telah diberikan untuk konfirmasi ulang

2.4. Perawat

2.4.1. Definisi Perawat

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. J.S Badudu1996). Perawat adalah juru rawat, seseorang yang menjaga, menolong orang yang sakit. Yang menjadi tugas perawat adalah menolong dan membantu individu, baik yang sedang sakit ataupun sehat tapi masih dalam perobatan, melaksanakan kegiatan memulihkan dan mempertahankan serta meningkatkan kesehatan pasien.

Perawat menurut V. Henderson (Ali, 2000) yaitu membantu individu yang sehat maupun sakit, dari lahir sampai meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara mandiri, dengan menggunakan kekuatan, kemauan atau pengetahuan yang dimiliki seorang perawat. Perawat merupakan orang yang mengurus dan melindungi dan orang yang dipersiapkan untuk merawat orang sakit, orang yang cidera, dan lanjut usia. Oleh sebab itu, perawat berupaya menciptakan hubungan yang baik dengan pasien untuk menyembuhkan (prsoses penyembuhan) dan meningkatkan kesehatan.

(51)

pasien.

2.4.2. Ciri Perawat

Menurut Gunarsa (1989), perawat yang dapat memberikan pelayanan kesehatan dalam upaya penyembuhan, dan pencegahan penyakit memiliki cirri khas, yaitu:

1. Keadaan fisik dan kesehatan. Seorang perawat harus memiliki kondisi badan yang baik, sehat, dan mempunyai energi yang banyak. Bila perawat kurang sehat atau kurang stamina, maka dapat mempengaruhi segala keputusan, aktifitas dan tidak dapat konsentrasi pada pekerjaannya.

2. Penampilan menarik. Pasien yang dirawat akan menyenangi seorang perawat yang berpenampilan bersih, berpenampilan segar dan menarik, hal ini akan membuat pasien merasa senang dan mengurangi kecemasan akan penyakit yang dideritanya.

3. Kejujuran. Perawat harus menjalankan tugasnya dengan jujur, agar pasien yakin bahwa sikap perawat sepenuhnya dipengaruhi oleh minat pengabdian yang murni untuk kesejahteraan manusia.

4. Keriangan. Seorang perawat hendaknya dapat menghadapi dan menutupi kesulitan, kesedihan serta kekecewaanya tanpa memperlihatkannya kepada orang lain.

5. Berjiwa suportif. Perawat harus memilik jiwa yang suportif dalam melaksanakan tugasnya, bila ada perawat lain yang lebih unggul maka perawat tersebut bersedia mengikuti perawatan yang lebih efektrif.

(52)

baik kepada orang lain melalui perbuatan dan tindakannya dengan mendengarkan cerita dan keluhan-keluhan pasien dengan baik.

7. Murah hati. Perawat juga harus memiliki sifat murah hati yaitu dapat memberikan pertolongan dan bantuan kepada pasien setiap waktu diperlukan. 8. Keramahan, Simpati dan Kerjasama. Perawat harus memiliki sikap yang ramah,

simpati dan dapat bekerja sama dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memperlancar komunikasi interpersonal (terapeutik) dalam upaya penyembuhan pasien.

9. Dapat dipercaya. Perawat dapat dipercaya dan mempercayai setiap perkataan maupum keluhan-keluhan yang diungkapkan pasien terhadap penyakit yang dideritanya.

10. Loyalitas. Seorang perawat harus memiliki sikap loyal terhadap teman kerjanya dan terutama kepada pasien agar tercipta saling percaya. Dengan saling percaya maka akan diperoleh hubungan interpersonal yang baik dalam peningkatan kesehatan.

11. Pandai bergaul. Perawat yang baik akan pandai bergaul dan dapat menempatkan dirinya pada saat menghadapi pasien, dengan menghormati, meghargai dan dapat menjadi seorang pendengar yang baik.

12. Pandai menimbang atau menjaga perasaan. Perawat harus dapat menjaga perasaan pasien dengan mempertimbangkan apa yang diucapkan dan diperbuatnya kepada pasien.

(53)

ketegangan pada pasien.

14. Bersikap sopan santun. Perawat yang memiliki sopan santun akan disenangi oleh teman seprofesi dan pasien.

2.5. Keselamatan Pasien 2.5.1. Pengertian

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.

Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006).

Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dan beberapa komponen seperti sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan dan KTD, serta penetapan berbagai standar keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007).

(54)

Adapun tujuan keselamatan pasien di Rumah Sakit antara lain : a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat c. Menurunnya KTD di rumah sakit

d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9 (sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah sakit yang disusun oleh lebih dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.

2.5.3. Sembilan Solusi Keselamatan Pasien

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh RS-RS se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi keselamatan pasien tersebut adalah:

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).

(55)

kemasan.

Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit.

2. Pastikan Identifikasi Pasien.

Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.

(56)

4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.

Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.

Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)

Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.

(57)

Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yng sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.

7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).

Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yan benar.

8. Gunakan alat injeksi sekali pakai

(58)

suntik sekali pakai yang aman.

9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial

Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

2.5.4. Standar Keselamatan Pasien

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada ”Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia.

Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu : 1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

(59)

program peningkatan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien 2.5.5. Sasaran Keselamatan Pasien

Enam Sasaran keselamatan pasien

2.5.5.1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

(60)

atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.

2.5.5.2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.

(61)

komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwaapa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU. Elemen Penilaian Sasaran II

1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan

4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

2.5.5.3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai

(High-Alert)

(62)

yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.

Elemen Penilaian Sasaran III

(63)

menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat. 2. Implementasi kebijakan dan prosedur.

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

2.5.5.4. Sasaran lV: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi

Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yangsering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong

(64)

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

a. memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;

b. memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan

c. melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV

(65)

identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan. 2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi

saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan. 4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam

untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

2.5.5.5. Sasaran V:Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasimekanis).

Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional.

Gambar

Gambar 2.2. Komunikasi Interpersonal
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Sampel dari Tiap Ruang Rawat Inap
Tabel 3.2. Definisi Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahap Kegiatan Dosen Kegiatan Mahasiswa Media dan Alat Pembelajaran materi yang lalu untuk dikaitkan5. dengan yang

Risiko pasar adalah risiko di mana nilai wajar atau arus kas masa depan dari suatu instrumen keuangan berfluktuasi karena perubahan pada harga pasar, seperti

Mengumumkan Rencana Umum Psngadaan Barang4asa untuk pelaksanaan k€giatan tahun anggara 2012, sep€rtiterssbut di beweh ini:..

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Sekretaris Daerah tentang Pembentukan Tim Pendamping Program Pinjaman

1) Hedonic value (X1) pada rokok elektrik secara keseluruhan dapat dikategorikan “baik”. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya produk rokok elektrik dapat

dalam kualitas hidup dibagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan. sosial. Secara fisik terdiri dari rumah, tempatkerja atau

Pabrik Baja Lembaran Panas atau Hot Strip Mill (HSM) merupakan pabrik yang menghasilkan baja lembaran tipis berupa coil, plat, dan sheet dengan proses pemanasan sampai suhu ± 1250