PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA
PADA MATERI SEGIEMPAT
(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Leuwimunding II dan SDN Mirat I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
ELIS SITI KHOLISOH 0903282
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS SUMEDANG
PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL
TEACHING
AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA
PADA MATERI SEGIEMPAT
(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V
SDN Leuwimunding II dan SDN Mirat I Kecamatan
Leuwimunding Kabupaten Majalengka)
Oleh Elis Siti Kholisoh
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Elis Siti Kholisoh 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
ELIS SITI KHOLISOH
PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT
(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Leuwimunding II dan SDN Mirat I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
Pembimbing I,
Dr. Herman Subarjah, M.Si. NIP. 196009181986031003
Pembimbing II,
Drs. Yedi Kurniadi, M.Si. NIP. 195910221989031003
Mengetahui
Ketua Program Studi PGSD S1 Kelas UPI Kampus Sumedang
i
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH... iii
DAFTAR ISI ... v
A.Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 8
B.Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 8
C.Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 10
1. Karakteristik Contextual Teaching and Learning ... 11
2. Komponen Contextual Teaching and Learning ... 12
3. Kelebihan dan Kekurangan Contextual Teaching and Learning ... 15
D.Komunikasi Matematik ... 16
E. Teori Belajar yang Berkaitan dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning ... 19
1. Teori Konstruktivisme Piaget ... 19
2. Teori Belajar Ausubel ... 20
3. Teori Belajar Van Hiele ... 20
F. Sifat-sifat Segiempat ... 22
G.Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Materi Sifat-sifat Segiempat dengan Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning ... 25
ii
C.Prosedur Penelitian ... 32
1. Tahap Perencanaan ... 32
2. Tahap Pelaksanaan ... 32
D.Instrumen Penelitian ... 33
1. Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 33
2. Skala Sikap/Angket ... 38
3. Pedoman Observasi ... 38
4. Jurnal Siswa ... 39
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 39
1. Data Kuantitatif ... 39
2. Data Kualitatif ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Hasil Penelitian ... 42
1. Analisis Data Kuantitatif ... 42
2. Analisis Data Kualitatif ... 59
B. Pengujian Hipotesis ... 75
C. Pembahasan ... 79
1. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik ... 79
2. Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan CTL ... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 95
iii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
3.1 Daftar Populasi Penelitian ... 31
3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 33
3.3 Validitas Butir Soal... 34
3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 35
3.5 Koefisien Daya Pembeda ... 36
4.2 Data Hasil Pretes Kelas Eksperimen ... 44
4.3 Uji Normalitas Data Pretes ... 46
4.4 Uji Homogenitas Data Pretes... 47
4.5 Uji-t Data Pretes ... 48
4.6 Data Hasil Postes Kelas Kontrol... 49
4.7 Data Hasil Postes Kelas Eksperimen ... 50
4.8 Uji Normalitas Data Postes ... 52
4.15 Rekapitulasi Data Angket Siswa ... 60
4.16 Rekapitulasi Data Jurnal Siswa ... 66
4.17 Persentase Data Observasi Guru di Kelas Kontrol ... 69
4.18 Persentase Data Observasi Guru di Kelas Eksperimen ... 71
4.19 Persentase Data Observasi Siswa di Kelas Kontrol ... 74
4.20 Persentase Data Observasi Siswa di Kelas Eksperimen ... 75
4.21 Uji-t Nilai Pretes dan Postes Kelas Eksperimen ... 76
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
2.1 Persegi ... 23
2.2 Persegipanjang ... 23
2.3 Belahketupat ... 24
v
DAFTAR DIAGRAM
Diagram halaman
4.1 Perbandingan Hasil Pretes ... 45
4.2 Normalitas Data Pretes Kelas Kontrol ... 46
4.3 Normalitas Data Pretes Kelas Eksperimen ... 46
4.4 Perbandingan Hasil Postes ... 51
4.5 Normalitas Data Postes Kelas Kontrol ... 52
4.6 Normalitas Data Postes Kelas Eksperimen... 52
4.7 Rata-rata Skor Pretes dan Postes ... 55
4.8 Normalitas Skor Gain Kelas Kontrol ... 57
vi
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
LAMPIRAN A ... 95
LAMPIRAN B ... 128
LAMPIRAN C ... 143
LAMPIRAN D ... 155
LAMPIRAN E ... 162
LAMPIRAN F ... 189
LAMPIRAN G ... 195
LAMPIRAN H ... 201
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembangkan
potensi siswa dan membekali siswa dengan keterampilan supaya dapat menjalani
kehidupannya dan menjadi bagian dari masyarakat, bangsa, dan negara.
Sebagaimana definisi pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang Republik
Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1
(Depdiknas, 2006: 2),
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan tentunya sangat berguna bagi seseorang untuk dapat bertahan
hidup apalagi di jaman globalisasi seperti sekarang ini. Globalisasi menjadikan
dunia seolah tanpa batas. Globalisasi menyebabkan proses interaksi dan
komunikasi semakin mudah dan cepat.
Dalam era globalisasi ini, seseorang tidak akan berkembang jika hanya
berdiam diri saja. Globalisasi menyebabkan persaingan yang semakin ketat,
sehingga menuntut setiap orang harus memiliki pemikiran-pemikiran hebat
disertai kemampuan unggul seperti kemampuan komunikasi supaya dapat
bertahan bahkan semakin berkembang. Seseorang yang mempunyai pemikiran/ide
yang hebat akan terhambat jika ia tidak memiliki kemampuan untuk
mengekspresikan ide tersebut baik dalam bentuk rancangan gambar, tulisan
maupun secara lisan supaya dapat dimengerti oleh orang lain. Dalam hidup
bermasyarakat pun seseorang harus dapat berkomunikasi dengan baik supaya
tidak terjadi misscommunication dan terjalin kerjasama yang baik dalam
menyelesaikan setiap permasalahan di masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan
berkomunikasi sangat penting dalam menjalani kehidupan dan menghadapi
2
Menyadari pentingnya kemampuan komunikasi tersebut, maka pendidikan
berusaha supaya setiap siswa dapat berkomunikasi baik secara lisan, tulisan,
maupun gambar. Kemampuan komunikasi tersebut dapat dikembangkan salah
satunya melalui pelajaran matematika. Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006:
8), matematika merupakan bahasa simbol yang sangat padat arti dan bersifat
internasional. Dalam matematika, setiap simbol memiliki arti yang dipahami sama
oleh setiap orang di bagian belahan bumi mana pun, misalnya simbol // mempunyai arti sejajar dan ┴ mempunyai arti tegak lurus. Jadi, melalui matematika, siswa dapat berkomunikasi dengan mudah serta dipahami oleh orang
lain tanpa harus menggunakan banyak kata. Kemampuan komunikasi dalam
matematika disebut komunikasi matematik. Menurut Yeager dan Yeager (Izzati,
2012: 38),
Komunikasi matematik adalah kemampuan untuk mengomunikasikan matematika baik secara lisan, visual, maupun dalam bentuk tertulis, dengan menggunakan kosa kata matematika yang tepat, dan berbagai representasi yang sesuai serta memperhatikan kaidah-kaidah matematik.
Kemampuan komunikasi matematik menjadi salah satu kemampuan yang
harus dimiliki oleh siswa setelah belajar matematika. Sebagaimana salah satu
tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar yang tercantum dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006: 30), yaitu supaya siswa
memiliki kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Kemampuan komunikasi matematik penting untuk dimiliki oleh setiap
siswa dalam belajar matematika. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan National
of Council Teams Mathematics (Fachrurazi, 2011: 78),
Kemampuan komunikasi matematik perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berpikir matematikanya, dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide matematika.
Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematik, maka dalam
pembelajaran guru dapat mendorong siswanya untuk selalu berkomunikasi, baik
dengan guru, siswa, maupun dengan sumber belajarnya. Siswa tidak hanya
3
dalam arti berkomunikasi dengan baik. Dengan cara seperti itu juga diharapkan
siswa lebih termotivasi untuk mengikuti setiap pembelajaran matematika.
Kemampuan komunikasi matematik yang dimiliki siswa dapat dipengaruhi
oleh cara guru dalam menyajikan materi tersebut. Mengingat bahwa matematika
merupakan ilmu yang abstrak dan sarat dengan simbol-simbol, sementara siswa
sekolah dasar juga masih dalam tahap berpikir konkret, maka diperlukan suatu
cara dalam pembelajaran yang dapat memudahkan siswa mudah menerima konsep
matematika dan mengomunikasikan konsep matematika tersebut. Menurut
Maulana (2008), pada umumnya siswa sekolah dasar sedang berada pada tahap
berpikir konkret. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam hal berkomunikasi
pun siswa akan lebih mudah mengomunikasikan sesuatu yang konkret
dibandingkan sesuatu yang abstrak.
Komunikasi matematik harus dapat dikembangkan pada semua materi
matematika, salah satunya adalah geometri. Geometri merupakan konsep yang
abstrak, namun dalam kehidupan sehari-hari banyak terdapat benda-benda yang
berbentuk geometris. Geometri penting untuk diajarkan kepada siswa karena
melalui geometri siswa dapat mengenal lingkungannya. Seperti yang diungkapkan
Maulana (2010: 2), bahwa dengan geometri siswa akan sangat terbantu untuk
memahami, menggambarkan atau mendeskripsikan benda-benda di sekitarnya.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami pula bahwa geometri diajarkan
tidak hanya untuk dipahami, namun harus dapat dikomunikasikan juga baik
melalui gambar maupun penjelasan secara lisan atau tulisan. Dengan demikian,
untuk membantu siswa dalam mengomunikasikan konsep geometri, pembelajaran
harus dikaitkan dengan konteks nyata kehidupan sehari-hari siswa.
Salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai untuk
mengembangkan kemampuan komunikasi matematik pada materi geometri yaitu
dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Sanjaya
(2006: 253),
4
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa CTL merupakan
suatu bentuk pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan konteks
kehidupan nyata dan memberikan pengalaman belajar yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan pembelajaran CTL, siswa dilibatkan
secara aktif dan diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan serta
mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya melalui kegiatan
tanya-jawab, pemodelan, inkuiri dalam diskusi kelompok, dan bahkan sampai kegiatan
merefleksi apa yang telah dipelajari. Dengan demikian, siswa difasilitasi untuk
dapat berkomunikasi baik dengan guru, siswa maupun dengan sumber belajarnya.
Selain itu, dengan menggunakan konteks yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari, siswa dibimbing untuk mengomunikasikan konsep geometri baik
secara lisan, tulisan maupun gambar.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, pentingnya penelitian ini adalah
menguji penerapan pendekatan CTL terhadap peningkatan kemampuan
komunikasi matematik siswa pada materi segiempat. Selain itu, sebagai upaya
dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya
sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
dilakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching
and Learning terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik siswa pada Materi
Segiempat Penelitian Eksperimen terhadap siswa kelas V SDN Leuwimunding II
dan SDN Mirat I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka”.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah umum dalam
penelitian ini adalah apakah penerapan pendekatan CTL dapat memberikan
pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi
segiempat? Secara lebih rinci rumusan masalah tersebut adalah:
1. Apakah pembelajaran CTL dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
5
2. Apakah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa secara signifikan pada materi sifat-sifat
segiempat?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan
komunikasi matematik siswa antara siswa yang mendapat pembelajaran CTL
dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada materi sifat-sifat
segiempat?
4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran CTL pada materi sifat-sifat
segiempat?
Penelitian ini difokuskan pada penerapan pendekatan Contextual Teaching
and Learning untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan
komunikasi matematik siswa. Penelitian ini dibatasi pada siswa kelas V sekolah
dasar di Kecamatan Leuwimunding semester genap tahun ajaran 2012/2013.
Materi dibatasi pada cakupan geometri dengan pokok bahasan memahami
sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun. Materi tersebut lebih difokuskan lagi
yaitu mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar segiempat yang terdiri dari persegi,
persegipanjang, belahketupat dan jajargenjang. Standar kompetensi dan
kompetensi dasar materi yang dikembangkan, yaitu:
Standar Kompetensi : 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
Kompetensi Dasar : 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar.
Alasan pemilihan materi tersebut pada penelitian ini adalah: (1) materi
segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat dan jajargenjang) banyak
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) keempat bangun datar tersebut
memiliki keterkaitan dari kesamaan sifat-sifat yang dimilikinya karena
keempatnya merupakan kelompok jajargenjang, (3) materi geometri khususnya
segiempat dapat membantu siswa dalam mendeskripsikan lingkungan sekitar dan
6
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui adanya peningkatan yang signifikan kemampuan komunikasi
matematik siswa dengan pembelajaran CTL pada materi sifat-sifat segiempat.
2. Mengetahui adanya peningkatan yang signifikan kemampuan komunikasi
matematik siswa dengan pembelajaran konvensional pada materi sifat-sifat
segiempat.
3. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa
yang signifikan antara siswa yang mendapat pembelajaran CTL dengan siswa
yang mendapat pembelajaran konvensional pada materi sifat-sifat segiempat.
4. Mengetahui respon siswa yang mendapat pembelajaran CTL pada materi
sifat-sifat segiempat.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan
bagi semua pihak, terutama bagi guru, siswa, sekolah, penulis, dan para peneliti
selajutnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Secara rinci manfaat penelitian ini
adalah:
1. Bagi guru, memperoleh masukan dalam rangka meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa. Selain itu, guru memperoleh alternatif
menggunakan CTL untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
pada materi geometri yang lain seperti materi luas dan keliling segiempat.
2. Bagi siswa, mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Bagi sekolah, memperoleh sumbangan peningkatan kualitas pembelajaran.
4. Bagi penulis, memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru berdasarkan hasil
temuan dalam penelitian yang telah dilaksanakan dalam usaha
mengembangkan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa.
5. Bagi peneliti dan pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan,
7
E. Batasan Istilah
1. Pendekatan adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran
agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa (Maulana, 2008: 88).
2. Berdasarkan definisi-definisi yang disampaikan oleh beberapa ahli, dapat
disimpulkan bahwa CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang mengaitkan
materi pelajaran dengan konteks kehidupan nyata dan memberikan
pengalaman belajar yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Berdasarkan definisi-definisi yang disampaikan oleh beberapa ahli, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan
mengomunikasikan gagasan matematika secara lisan, tulisan, dan
mendemonstrasikannya secara visual sehingga diperoleh pemahaman yang
jelas tentang gagasan matematika. Indikator kemampuan komunikasi
matematik yang diukur dalam penelitian ini adalah menghubungkan benda
nyata atau gambar ke dalam ide matematika dan menyatakan situasi
matematika ke dalam gambar.
4. Segiempat merupakan bangun datar yang dibatasi oleh empat ruas garis dan
empat buah sudut. Materi segiempat yang akan dikembangkan dalam penelitian
ini dibatasi pada materi sifat-sifat persegi, persegipanjang, belah ketupat, dan
jajargenjang.
5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan di suatu
sekolah. Dalam penelitian ini, pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran
dengan metode ceramah, tanya-jawab dan penugasan soal-soal dari buku ajar
30 BAB III
METODE PENELITIAN
A.Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Menurut Maulana (2009), metode ini memiliki tujuan untuk melihat hubungan
sebab akibat antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini,
yang menjadi variabel bebasnya adalah pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi
matematik siswa SD pada materi segiempat.
2. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini pengukuran kemampuan komunikasi matematik
siswa dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Pengukuran tersebut dilakukan
untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan melihat
kesetaraan atau perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik dari
kelompok eksperimen yang mendapat pembelajaran CTL dan kelompok kontrol
yang mendapat pembelajaran konvensional. Dengan demikian, desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol pretes dan
postes (pretest-posttest control group design). Adapun bentuk desainnya adalah:
� �
� �
(Maulana, 2009: 24)
Keterangan:
A = pemilihan secara acak
0 = pretes dan postes
31
B.Subjek Penelitian 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek penenlitian (Maulana,
2009: 25). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD
se-Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka pada level tinggi. Level
tersebut didasarkan pada hasil Ujian Nasional tingkat SD pada mata pelajaran
matematika tahun ajaran 2011/2012. Penentuan populasi didasarkan pada hasil
undian yang dilakukan setelah mengurutkan dan mengelompokkan SD yang ada
di Kecamatan Leuwimunding menjadi tiga level, yaitu level tinggi, sedang, dan
rendah. Daftar populasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Sumber: UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding 2012
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Maulana,
2009: 26). Dalam menentukan sampel, peneliti menggunakan teknik acak
sederhana melalui pengundian. Tujuan menggunakan teknik acak sederhana
supaya setiap anggota dari suatu populasi memiliki peluang yang sama menjadi
anggota sampel (Maulana, 2009).
Setelah dilakukan pemilihan secara acak, maka sampel dalam penelitian
ini adalah siswa kelas V SDN Leuwimunding II sebagai kelompok eksperimen
32
C.Prosedur Penelitian
Secara umum penelitian ini terbagi ke dalam dua tahap yang harus
dilakukan, yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah mengurus
perijinan ke SD yang menjadi sampel penelitian, mengembangkan perangkat
pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja
Siswa (LKS), serta menyusun instrumen tes dan nontes. Instrumen yang telah
dibuat kemudian dikonsultasikan kepada ahli untuk mengetahui validitas isinya
kemudian dilakukan uji coba instrumen tes. Kegiatan selanjutnya adalah merevisi
perangkat pembelajaran dan instrumen tes dan nontes.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini, kegiatan pertama yang dilakukan adalah memberikan
pretes kepada kelas eksperimen dan kontrol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan awal komunikasi matematik siswa. Selanjutnya, dilakukan
pembelajaran sesuai jadwal dan materi yang ditetapkan baik di kelas eksperimen
maupun di kelas kontrol.
Selama pembelajaran, dilakukan juga observasi terhadap aktivitas siswa,
sedangkan kinerja mengajar peneliti diobservasi oleh guru kelas atau teman
sejawat. Setiap akhir pembelajaran, siswa diminta mengisi jurnal. Setelah semua
pembelajaran selesai, maka dilaksanakan postes untuk mengukur peningkatan
kemampuan komunikasi matematik siswa. Kemudian, siswa diminta mengisi
angket berupa skala sikap untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran
yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini, berarti dilakukan pengumpulan data baik
data kuantitatif maupun data kualitatif.
Data yang terkumpul selama pembelajaran selanjutnya diolah dan
dianalisis untuk keperluan menjawab rumusan masalah yang diajukan, sehingga
33
D.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari soal
kemampuan komunikasi matematik, format observasi guru dan siswa, angket, dan
jurnal. Data yang diperoleh dari setiap instrumen diolah dan analisis dengan
menggunakan bantuan program Microsoft Office Excel.
1. Soal Kemampuan Komunikasi Matematik
Soal kemampuan komunikasi matematik merupakan instrumen tes yang
digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa. Soal
tersebut digunakan pada saat pretes dan postes dengan karakteristik soal yang
identik untuk kelas eksperimen dan kontrol.
Kualitas instrumen yang baik ditentukan berdasarkan validitas, reliabilitas,
tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal.
a. Validitas
Menurut Arikunto (2007), suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat
mengukur apa yang hendak diukur. Dengan demikian, tes yang valid adalah tes
yang dapat mengukur kemampuan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Cara menentukan tingkat validitas soal ialah dengan menghitung koefisien
korelasi antara alat evaluasi yang akan diketahui validitasnya dengan alat ukur
lain yang telah dilaksanakan dan diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi,
misalnya dengan nilai ulangan harian pada pokok bahasan yang sama. Koefisien
korelasi diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan formula Pearson pada
program Microsoft Office Excel.
Menurut Arifin (2012: 257), untuk menafsirkan koefisien korelasi dapat
menggunakan kriteria sebagai berikut.
Tabel 3.2
Klasifikasi Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Interpretasi 0,81 - 1,00 Validitas sangat tinggi 0,61 - 0,80 Validitas tinggi 0,41 - 0,60 Validitas cukup 0,21 - 0,40 Validitas rendah
34
Berdasarkan hasil uji coba, validitas soal secara umum memiliki koefisien
sebesar 0,82, sehingga dapat diinterpretasi bahwa soal memiliki validitas sangat
tinggi. Sementara untuk validitas setiap butir soal, dapat dilihat pada Tabel 3.3
Reliabilitas dapat dikatakan juga sebagai keajegan atau konsisten. Suatu
tes dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang relatif sama saat diberikan
kepada kelompok yang sama pada kesempatan yang berbeda (Arifin, 2012: 258).
Untuk menentukan reliabilitas soal bentuk uraian digunakan rumus Alpha
Cronbach.
11 = −1 1−
35
Dengan: 11 = koefisien reliabilitas
k = Banyak butir soal
� 2 = Jumlah varians skor setiap item
�t2 = Varians skor total
Interpretasi koefisien reliabilitas yang diperoleh dapat diklasifikasi
menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 177).
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Interpretasi 0,80 < r11 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
0,60 < r11 ≤ 0,80 Reliabilitas tinggi
0,40 < r11 ≤ 0,60 Reliabilitas sedang
0,20 < r11 ≤ 0,40 Reliabilitas rendah
r11 ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah
Berdasarkan hasil uji coba soal, diperoleh koefisien korelasi reliabilitas
sebesar 0,83. Jadi, dapat diinterpretasi bahwa soal memiliki reliabilitas sangat
tinggi. Adapun hasl perhitungan reliabilitas hasil uji coba instrumen dapat dilihat
pada Lampiran D.
c. Daya pembeda
Daya pembeda merupakan kemampuan tes dalam membedakan siswa
yang sudah menguasai kompetensi dengan siswa yang belum/kurang menguasai
kompetensi (Arifin, 2012: 133). Untuk menghitung daya pembeda soal bentuk
uraian dapat menggunakan teknik menghitung dua rata-rata (mean), yaitu rata-rata
dari kelompok atas dengan rata-rata dari kelompok bawah untuk setiap butir soal.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengurutkan skor setiap siswa
mulai dari skor tertinggi sampai skor terendah, kemudian menentukan kelompok
atas dan kelompok bawah. Menurut Arifin (2012), jika jumlah siswa lebih dari 30
orang, dapat ditetapkan 27% untuk kelompok tinggi dan 27% untuk kelompok
rendah. Formula yang digunakan adalah:
DP = � � −� �
36
Keterangan:
DP = koefisien Daya Pembeda
� � = rata-rata skor kelompok atas
� � = rata-rata skor kelompok bawah Skor Maks. = skor maksimum
Untuk menginterpretasikan koefisien daya pembeda dapat digunakan
kriteria yang dikembangkan oleh Arifin (2012: 133) sebagai berikut.
Tabel 3.5
Koefisien Daya Pembeda
Koefisien Daya Pembeda Interpretasi 0,40 ke atas Sangat baik
lengkap dapat dilihat pada Lampiran D )
Tabel 3.6
Daya Pembeda Butir Soal
No. Soal Koef. Daya Pembeda Interpretasi
37
d. Tingkat kesukaran
Tingkat atau indeks kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar
suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan indeks
(Arifin, 2012: 134). Ideks kesukaran tersebut berkisar antara 0,00 sampai 1,00.
Semakin besar indeks kesukaran berarti soal tersebut semakin mudah. Untuk
menghitung tingkat kesukaran soal bentuk uraian, dapat menggunakan rumus
sebagai berikut.
Tingkat kesukaran = −
� � (Arifin, 2012: 135)
Kriteria untuk menginterpretasikan tingkat kesukaran soal menurut Arifin
(2012: 135), yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.7
soal dapat dilihat pada tabel berikut. (Hasil perhitungan tingkat kesukaran secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran D)
Tabel 3.8
Indeks Kesukaran Butir Soal
No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
38
Berdasarkan pertimbangan dan hasil konsultasi dengan ahli, maka soal
yang tidak digunakan adalah soal nomor 1a karena soal terlalu mudah, sedangkan
nomor 6c karena soal terlalu sukar. Sementara soal nomor 7a dan 7b merupakan
soal yang memiliki tujuan pembelajaran yang sama dengan soal no 2c. Jadi, soal
yang digunakan adalah soal nomor 1b, 1c, 2a, 2b, 2c, 3a, 3b, 4a, 4b, 5a, 5b, 6a, 6b,
8a, dan 8b. Soal yang digunakan disesuaikan lagi urutan nomornya.
2. Skala sikap/Angket
Asumsi pokok yang mendasari semua skala sikap adalah bahwa, ini
mungkin untuk menemukan sikap-sikap dengan bertanya secara individu untuk
merespon serangkaian pernyataan pilihan (Maulana, 2009: 38). Dalam penelitiaan
ini, skala sikap digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan CTL. Skala sikap tersebut terdiri dari
pernyataan-pernyataan yang positif dan negatif.
3. Pedoman observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara
sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam
situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu
(Arifin, 2012: 153). Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran. Alat yang akan digunakan
dalam observasi adalah lembar observasi guru dan lembar observasi aktivitas
siswa.
Observasi aktivitas siswa dilakukan sebagai salah satu bentuk penilaian
nyata dalam pembelajaran dengan CTL. Observasi ini dilakukan untuk menilai
proses pembelajaran sehingga dapat memberi gambaran perkembangan belajar
siswa dari awal sampai akhir pembelajaran. Sementara itu, observasi guru
dilakukan untuk melihat kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga
dapat menjadi umpan balik terhadap perbaikan kinerja pada pertemuan
39
4. Jurnal Siswa
Menurut Maulana (2008: 116), “Jurnal merupakan salah satu bentuk
tulisan atau komentar yang disusun oleh siswa tentang kegiatan yang dilakukannya”. Pengisian jurnal dilakukan sebagai bentuk dari kegiatan refleksi yang merupakan salah satu komponen dalam CTL. Melalui jurnal, siswa dapat
menuliskan kesan-kesannya terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.
E.Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif
dan data kualitatif. Adapun cara pengolahan dan analisis datanya sebagai berikut.
1. Data kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari nilai pretes dan postes. Nilai pretes
digunakan utuk mengetahui kemampuan awal siswa, sedangkan nilai postes
digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Sementara untuk
mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa sebelum dan
sesudah pembelajaran dapat dihitung melalui skor Gain Normal.
Dalam penelitian ini, teknik pengolahan dan analisis data akan dilakukan
dengan menggunakan bantuan program Microsoft Office Excel dan Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows. Langkah-langkah yang
akan dilakukan dalam mengolah dan menganalisis data kuantitatif adalah sebagai
berikut.
a. Menghitung Statistik Deskriptif
Setelah memperoleh nilai pretes, postes dan skor gain, selanjutnya
ditentukan statististik deskriptif yang meliputi skor tertinggi, skor terendah,
rata-rata, dan simpangan baku. Menurut Hake (Fauzan, 2012: 81), untuk mencari skor
Gain Normal dapat diperoleh dengan rumus:
Gain Normal (g) = � − � �
− � �
Kriteria untuk skor Gain Normal adalah sebagai berikut.
g ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang
40
b. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data dari setiap data
pada kelompok kontrol dan eksperimen. Untuk uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikasi sebesar 5% (α =
0,05). Jika hasil uji normalitas menunjukkan data berdistribusi normal, maka
langkah selanjutnya adalah menguji homogenitas varians dengan menggunakan
uji parametrik. Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal, maka analisis data
dapat dilanjutkan dengan menggunakan statistik non parametrik, yaitu uji
Mann-Whitney U. Priyatno (2011: 8) menyatakan, “Metode statistik non parametrik
adalah metode analisis data tanpa menggunakan parameter tertentu seperti mean,
median, standar deviasi, serta distribusi data tidak harus normal, dan lain-lain”.
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok-kelompok
yang membentuk sampel berasal dari populasi yang sama atau tidak. Uji
homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene pada SPSS 16 dengan taraf signifikasi sebesar 5% (α = 0,05).
d. Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Uji-t dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata dari dua data yang
diuji. Uji-t dilakukan jika syarat normalitas dan homogenitas sudah terpenuhi
(Maulana, 2009).
Jika data diketahui tidak normal, maka langkah selanjutnya yaitu
melakukan uji U (Mann Whitney U) pada Nonparametric tests dengan bantuan
program SPSS I6 for Windows. Jika data diketahui normal tapi tidak homogen,
maka uji perbedaan rata-rata dapat dilakukan dengan uji-t1.
2. Data kualitatif a. Skala sikap/Angket
Skala sikap yang akan digunakan menggunakan Skala Sikap Likert yag
terdiri dari pernyataan-pernyataan positif dan negatif. Ada lima pola jawaban yang
digunakan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju
(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap jawaban dari pernyataan memiliki
41
Pernyataan positif: SS=5, S=4, R= 3, TS=2, dan STS=1.
Pernyataan negatif: SS=1, S=2, R=3, TS=4, dan STS=5.
Menurut Azizah (2012: 40) untuk menginterpretasi skor respon siswa,
dapat diklasifikasi berdasarkan tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.9
Data yang diperoleh dari hasil observasi digunakan sebagai data
pendukung terhadap hasil belajar dan respon siswa. Data hasil observasi dianalisis
secara deskriptif sehingga dapat menggambarkan suasana pembelajaran yang
telah dilakukan.
Dalam observasi aktivitas siswa, ada tiga aspek yang diukur, yaitu
partisipasi, kerjasama, dan motivasi. Sementara untuk observasi kinerja guru
diukur pada aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Setiap aspek memiliki
beberapa indikator, sehingga skor total yang diperoleh dihitung berdasarkan
indikator yang muncul. Untuk keperluan analisis, hasil observasi aktivitas siswa
dan kinerja guru diinterpretasi ke dalam kategori sebagai berikut.
BS (Baik Sekali) : indikator yang muncul 81% - 100%
Data yang terkumpul dari jurnal akan dirangkum kemudian dideskripsikan
untuk mengetahui kesan siswa terhadap pembelajaran. Data dari
kesan-kesan siswa digunakan sebagai data pendukung respon siswa sehingga dapat
90 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV, maka dapat
disimpulkan mengenai pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning
terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat adalah
sebagai berikut.
1. Pembelajaran CTL dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
siswa pada materi segiempat secara signifikan. Secara umum peningkatan
kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat pembelajaran CTL
mencapai kriteria peningkatan sedang. Peningkatan tersebut didukung oleh
aktivitas siswa yang baik, kinerja guru yang sangat bagus dan respon positif
siswa terhadap pembelajaran CTL.
2. Pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa pada materi segiempat secara signifikan. Secara umum
peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat
pembelajaran CTL mencapai kriteria peningkatan rendah. Hasil tersebut
didukung oleh kinerja guru yang optimal dalam menyelenggarakan
pembelajaran dan aktivitas siswa yang baik selama mengikuti pembelajaran.
3. Terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa antara siswa yang mendapat pembelajaran Contextual
Teaching and Learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional pada materi segiempat. Oleh karena rata-rata skor gain siswa
yang mendapat pembelajaran CTL lebih besar dari pada rata-rata skor gain
siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran CTL lebih meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa pada materi segiempat secara signifikan. Hal ini disebabkan
91
membantu siswa mengomunikasikan konsep geometri. Selain itu, siswa
dilibatkan secara aktif dalam pengalaman belajar yang bermakna sehingga
lebih menarik minat dan motivasi siswa.
4. Setelah melakukan pembelajaran dengan CTL, siswa merespon positif terhadap
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik pada
materi sifat-sifat segiempat. Siswa merasa senang karena banyak kegiatan yang
menarik seperti belajar bersama kelompok dan membuat model bangun datar
segiempat dari benda-benda yang ada di sekitar siswa.
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Bab IV, maka
saran yang diajukan kepada beberapa pihak adalah sebagai berikut.
1. Bagi Guru
Guru dapat menerapkan pembelajaran dengan CTL ini pada materi lain seperti
pengukuran geometri. Selain itu, guru juga harus menyiapkan konteks yang
relevan supaya siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran dan mengetahui
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Peran guru sebagai fasilitator dan
pembimbing harus lebih diperhatikan lagi supaya setiap siswa lebih percaya
diri dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya terutama
komunikasi matematik lisan.
2. Bagi Siswa
Siswa dapat lebih percaya diri dalam mengembangkan kemampuan
matematiknya baik secara lisan, tulisan maupun gambar.
3. Bagi Sekolah
Sekolah atau kepala sekolah dapat menganjurkan para guru untuk menerapkan
CTL dalam pembelajaran supaya memberikan ‘warna berbeda’ pada
pembelajaran yang biasa diterapkan sehari-harinya.
4. Peneliti lain
Penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk melaksanakan penelitian lanjutan,
seperti menerapkan CTL untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
92
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Melalui Penerapan Pendekatan Creative Problem Solving (CPS) (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMPN 14 Bandung). Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azizah (2012). Pengaruh Metode Horisontal (Metris) terhadap Hasil Belajar
Siswa Kelas III pada Materi Perkalian (Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas III SD Negeri 3 Arjawinangun Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Skripsi pada UPI Sumedang: Tidak
Diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Dharma Bakti.
Depdiknas (2006). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Bandung: Fokus Media.
Effendy, O. U. (2003). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. [Online].
Tersedia:http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. [18 Maret 2012]
Fauzan (2012). Pengaruh Kombinasi Media Pembelajaran Berbasis Komputer
dan Permainan Berbasis Alam dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar terhadap Materi Kesebangunan (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Jatihurip dan SDN Cilengkrang di Kabupaten Sumedang). Skripsi pada UPI Sumedang: Tidak Diterbitkan.
Herdian (2010). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematik/. [12 Oktober 2012]
Izzati, N. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan
93
Karyadi (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep
Geometri dengan Menerapkan Pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa MTs NU Al Hikmah Semarang. Skripsi pada
FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Kurniawan, R. (2012). Bangun-bangun Datar Berbentuk Segiempat. [Online]. Tersedia:http://ritokurniawan.wordpress.com/2012/05/8/bangun-bangun-datar-berbentuk-segi-empat/. [2 Februari 2013]
Maulana (2008). Pendidikan Matematika 1. Bandung. Belum Diterbitkan.
Maulana. (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian
Pendidikan dengan Benar. Bandung: Learn2Live n Live2Learn.
Maulana (2010). Dasar-dasar Keilmuan dan Pembelajaran Matematika Sequel 2. Bandung. Belum Diterbitkan.
Muabuai, Y. (2011). Pembelajaran Geometri Melalui Model Kooperatif Tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP (Studi Eksperimen di SMP Negeri Serui). Tesis pada UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Muhsetyo, G., dkk. (2007). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Pitadjeng (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Priyatno, D. (2011). Buku Pintar Statistik Komputer. Yogyakarta: Media Kom.
Rusman (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.
Suwangsih, E. dan Tiurlina (2009). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS.
94
Tersedia:http://2011.web.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view
=article&id=1867:pendekatan-kontekstual-dalam-pembelajaran-matematika-untuk-meningkatkan-berpikir-kritis-pada-siswa-sekolah-dasar &catid=159:artikel-kontributor. [24 November 2012]
UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding. (2012). Laporan Kelulusan Siswa
Kelas VI Tahun Ajaran 2011/2012 Tingkat Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka. Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka.
Van de Walle, J. A. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga.
Zanthy, L. S. (2011). Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa MTS dengan