• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI POSITIF GURU DAN MOTIVASI BELAJAR

SISWA

(Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Nurwelis Samosir 110922019

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI – EKSTENSI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Nurwelis Samosir NIM : 110922019

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Nurwelis Samosir

NIM : 110922019

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar

Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi

Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP

Negeri 29 Medan)

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji :

Penguji :

Penguji Utama :

Ditetapkan di :

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih, dan karunia yang diberikan-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi syarat memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Peneliti juga menyampaikan terima kasih yang luar biasa kepada orang tua Bapak tercinta Drs. Hasiholan Samosir, dan Ibunda tercinta Nurmaida Manurung yang memberikan kasih sayang, cinta, semangat, nasehat, serta doa yang tulus kepada peneliti. Semua itu merupakan hadiah yang tidak terukir betapa berharganya kebahagian yang diberikan kepada peneliti. Rasa terima kasih juga peneliti sampaikan kepada kakak tercinta Suryati Samosir dan Lides Samosir, serta abang tercinta Weslizar Samosir. Terima kasih atas dukungan, semangat, cinta, dan doanya, semoga kita dapat melanjutkan kesarjanaan kita ketingkat yang lebih tinggi dan bermanfaat bagi Kemuliaan nama Tuhan dan sesama.

Pada kesempatan ini, peniliti juga mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu dan meluangkan waktunya diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU.

2. Ibu. Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Ibu Drs. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Program S1 Ilmu Komunikasi yang telah membantu proses kelancaran dalam persetujuan

pelaksanaan penelitian ini.

4. Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku dosen wali yang telah membantu selama masa perkuliahan.

5. Ibu Yovita Sabarina Sitepu, M.Si, selaku Dosen Pembimbing penulis tercinta yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingan yang luar biasa, serta meluangkan waktu, tenaga, kesabaran, dan kekompakan seperti kakak dan adek dalam menyelesaikan skripsi ini.

(5)

7. Seluruh Pegawai administrasi FISIP USU, Kak Maya, Kak Cut atas semua bantuannya dalam mengurusi administrasi.

8. Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 29 Medan Drs. Bowonaso Lahagu, MM atas bimbingan dan pengarahannya kepada peneliti.

9. Seluruh bapak dan ibu guru SMP Negeri 29, terima kasih atas bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam membantu kuesioner pada saat dilapangan.

10.Terima kasih kepada adik siswa SMP Negeri 29 Medan atas kerjasamanya sehingga kuesionernya dapat diisi dengan baik.

11.Kepada kak Hanim, kak Puan terimakasih telah meluangkan waktunya mengajari program SPSS.

12.Kepada teman-teman seperjuangan yaitu Theresia Ananda Ginting, Eka Purba, kak Martha Hutasoit, bang Haris Yuanda, bang Agus serta teman-teman Ilmu Komunikasi Ektensi stambuk 2011, sukses buat kita semua. 13.Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu.

Terima kasih atas doa dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini, Tuhan memberkati kita semua.

Medan, Juli 2013

(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nurwelis Samosir

NIM : 110922019

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)“

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilki Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan, Sumut Pada Tanggal : Juli 2013

Yang menyatakan

(7)

ABSTRAK

(8)

ABSTRACT

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Pembatasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori... 7

2.1.1 Komunikasi ... 7

2.1.1.1 Pengertian Komunikasi... 7

2.1.1.2 Proses Komunikasi ... 9

2.1.1.3 Tatanan Komunikasi ... 9

2.1.2 Komunikasi Antarpribadi ... 10

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 10

2.1.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi ... 11

2.1.2.3 Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi ... 12

2.1.2.4 Tujuan Komunikasi Antarpribadi ... 15

2.1.2.5 Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antar Pribadi……… 16

2.1.2.6 Self Disclosure ………... ... 18

2.1.3 Komunikasi Positif ………... 20

2.1.3.1 Pengertian dan Ciri Komunikasi Positif……….. 20

2.1.3.2 Peranan Komunikasi Positif………. 23

2.1.4 Motivasi Belajar……… 27

2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar……….. 27

2.1.4.2 Fungsi Motivasi Belajar………. 28

2.1.4.3 Macam-macam Motivasi……… 29

2.1.4.4 Cara Mengembangkan Motivasi Belajar Siswa…………. 30

2.2 Kerangka Konsep………. 31

2.3 Variabel Operasional……….... 31

2.4 Defenisi Operasional……… 32

2.5 Hipotesis……….. 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 35

(10)

3.1.2 Profil SMP negeri 29 Medan………. 35

3.1.3 Visi dan Misi………. 35

3.1.4 Potensi Fisik……….. 36

3.1.5 Potensi Personal……… 37

3.1.6 Keadaan Siswa………. 37

3.1.7 Ekstrakulikuler……….. 38

3.2 Metodologi Penelitian………. 38

3.2.1 Metode Penelitian………. 38

3.2.2 Lokasi Penelitian……….. 39

3.3 Populasi dan Sampel……… 39

3.3.1 Populasi………. 39

3.3.2 Sampel ... 39

3.4 Teknik Penarikan Sampel ... 40

3.4.1 Proportional Stratified Sampling ... 40

3.4.2 Sistematical Random Sampling ... 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.6 Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahapan Pelaksanaan ... 44

4.1.1 Pengumpulan Data ... 44

4.1.2 Teknik Menganalisa Data ... 44

4.2 Analisa Tabel Tunggal ... 45

4.2.1 Karakteristik Responden ... 45

4.2.2 Variabel Bebas (X) ... 50

4.3.3 Variabel Terikat (Y) ... 62

4.3 Analisis Tabel Silang ... 73

4.4 Uji Hipotesis ... 80

4.5 Pembahasan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 85

5.2.1 Saran Responden Penelitian ... 85

5.2.2 Saran dalam Kaitan Akademik... 86

5.2.3 Saran dalam Kaitan Praktis ... 86

(11)

DAFTAR TABEL

13 : Pemahaman Guru Terhadap Perasaan Siswa………... 50

14 : Kemampuan Guru dalam Menempatkan Diri……….. 51

15 : Pemberian Jalan Keluar Terhadap apa yang sedang dihadapi Siswa………. . 52

16 : Masukan Membantu Mengatasi Permasalahan Siswa………. 52

17 : Pemberian Motivasi dalam belajar ………... 53

18 : Pemberian Motivasi membuat Siswa Lebih Bersemangat Melakukan Aktivitas Belajar……….. 54

19 : Pemberian Keyakinan Diri (Support)……….. 54

20 : Sikap Terbuka Guru dalam Berkomunikasi dengan Siswa………. 55

21 : Keterciptaan Kondisi Saling Mempercayai Antara Guru dengan Siswa………... 56

22 : Antusias Mendengar Saat Siswa Menceritakan Permasalahan…… 56

23 : Guru Bertanya Lebih Lanjut tentang Permasalahan Siswa………. 57

24 : Guru Mendorong Siswa Agar Selalu Positif Thinking……… 58

25 : Mengajarkan Siswa untuk Tidak Mudah Menyerah/Putus Asa…... 58

26 : Sikap Emosional Guru Ketika Siswa Mengungkapkan Masalah… 59 27 : Kemampuan Guru Bertindak Bijaksana Pada Siswa……….. 60

28 : Memojokkan Siswa ketika Melakukan Kesalahan……….. 60

29 : Menghakimi Siswa Bersalah Ketika Siswa Menceritakan Masalah………. 61

30 : Konsentrasi dari Awal sampai Akhir Pelajaran………... 62

31 : Siswa Mencatat Materi yang dijelaskan Guru………. 62

32 : Ketekunan Siswa belajar di Sekolah……… 63

33 : Siswa Ngobrol/Bermain dengan Teman Ketika Guru Tidak Ada di Kelas……….. 64

34 : Ketertarikan Siswa dengan Semua Pelajaran yang diajarkan di sekolah………. 64

35 : Tingkat Keseriusan Siswa dalam Belajar……… 65

36 : Keaktifan Siswa Bertanya di Kelas Ketika Mengalami Kesulitan Belajar……….. 66

37 : Intensitas Berdiskusi Mengenai Pelajaran………... 66

(12)

39 : Frekuensi Mengunjungi Perpustakaan Guna Mencari lebih

Banyak Informasi………. 68 40 : Langsung mengerjakan PR yang diberikan Guru……… 68 41 : Usaha Memecahkan Soal-soal yang Rumit Sampai Selesai……… 69 42 : Mencontek/Menjiplak Pekerjaan Tugas-tugas Orang lain………... 70 43 : Semangat Siswa Ketika Ingin Pergi ke sekolah Setiap Pagi……... 70 44 : Semangat Siswa Mengikuti Pelajaran dari Awal sampai Akhir….. 71 45 : Tingkat Absensi Siswa ke sekolah………... 72 46 : Tidak Hadir ke sekolah Jika Benar-benar Sakit………... 72 47 : Rangking pada Raport Terakhir dengan Jenis Kelamin………….. 73 48 : Mata Pelajaran yang paling disukai dengan Jenis Kelamin………. 75 49 : Pemberian Motivasi Oleh Guru Membuat Siswa Bersemangat

Melakukan Aktivitas Belajar Dengan Ketertarikan Siswa dengan Semua Pelajaran yang Diajarkan di sekolah………... 76 50 : Uji Silang Antara Guru Mendorong Siswa Agar Selalu

Positif Thinking Dengan Semangat Siswa Mengikuti Pelajaran

dari Awal sampai Akhir………. 77 51 : Uji Silang Antara Antusias Mendengarkan Saat Siswa

Menceritakan Permasalahan Dengan Ketekunan Siswa Belajar di Sekolah………. 79 52 : Hasil Uji Spearman Rho Corelations………...

(13)

ABSTRAK

(14)

ABSTRACT

(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat saat ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Guna menghadapi persaingan tersebut maka diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Sumber daya berkualitas tinggi adalah sumber daya manusia yang dapat mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu usaha untuk menciptakan sumber daya berkualitas tersebut adalah melalui pendidikan.

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan (www.pdii.lipi.go.id). Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa: “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya” (www.menkokesra.go.id). Pendidikan yang dilakukan di sekolah termasuk kedalam pendidikan formal. Siswa dituntut untuk mempunyai kecakapan dan kemampuan yang memadai sehingga ilmu yang diperoleh di

sekolah dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri, masyarakat dan negara, serta untuk mempersiapkan siswa di dunia kerja.

(16)

harus berjalan dengan seimbang dan saling melengkapi, sehingga motivasi siswa untuk belajar dan kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan lancar sesuai

dengan tujuan.

Terkait dengan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di sekolah, komunikasi yang baik akan mampu memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada anak didik tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik anak didik tersebut melakukan apa yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawabnya sehingga akan tercipta anak-anak bangsa yang handal dalam mengisi pembangunan di masa yang akan datang nantinya. Siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan bukan menjadi satu masalah bagi guru, karena di dalam diri siswa tersebut sudah ada motivasi instrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran diri sendiri memperhatikan dengan seksama penjelasan dari guru. Selain itu, rasa ingin tahunya besar terhadap materi pelajaran yang diberikan sehingga saat proses belajar mengajar ia aktif bertanya di dalam kelas dan memberikan kritikan atau pendapat (www.repository.upi.edu)

Tetapi, realita di lapangan menunjukan bahwa banyak siswa yang tidak memiliki kemauan belajar yang tinggi. Motivasi siswa di dalam belajar sangat rendah. Banyak siswa “ogah-ogahan” di dalam kelas, tidak mampu memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Siswa masih mengganggap kegiatan belajar tidak menyenangkan dan memilih kegiatan lain di

luar konteks belajar seperti menonton televisi, sms, dan bergaul dengan teman sebaya. Rendahnya motivasi belajar siswa ini akan membuat mereka tertarik pada

hal-hal yang negatif.

(17)

membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangannya. Disinilah peran guru sebagai orangtua kedua bagi para siswa dituntut untuk dapat mendidik,

mengarahkan dan mengingatkan siswanya melalui komunikasi yang positif dengan siswanya sehingga dapat memberikan rasa kenyamanan kepada para siswa. Ramadhani (2006:32) menyatakan:

“Komunikasi positif adalah komunikasi yang mendorong seseorang berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis, yang memiliki ciri-ciri empatik, responsif, mengandung pesan positif, terbuka dan

terpercaya, mendengarkan secara aktif, mendorong optimisme, dan tidak menghakimi”.

Komunikasi positif antara guru dan siswa memiliki peranan penting dalam proses belajar mengajar maupun di luar proses belajar mengajar. Komunikasi yang positif antara guru dengan siswa akan menghasilkan individu yang senantiasa mempunyai semangat yang positif dalam belajar dan menimbulkan rasa

kepercayaan diri dalam diri para siswa. Siswa yang berhasil tidak terlepas dari peran guru yang aktif dalam berkomunikasi positif kepada siswanya. Guru harus

selalu berkomunikasi dengan cara memberikan nasihat-nasihat, memperhatikan siswa, memantau siswa dalam melakukan kegiatan/aktifitas di lingkungan sekolah dan lain-lain. Guru harus dapat merasakan apa yang dirasakan siswanya sehingga ia dapat menjadi tempat memecahkan persoalan siswa. Jika sudah seperti ini, maka seorang guru akan lebih mudah untuk memotivasi siswa, mengarahkan siswa pada kondisi pembelajaran yang diharapkan guru. Pelajar yang termotivasi dengan baik akan sangat tertarik dengan berbagai tugas belajar yang sedang mereka kerjakan. Mereka akan menunjukkan ketekunan belajar yang tinggi dan variasi aktivitas belajar mereka akan lebih banyak, sehingga mereka kurang menyukai tingkah laku yang negatif yang dapat menimbulkan masalah.

(18)

depan kelas. Oleh sebab itu siswa merasa tidak percaya diri dalam mengisi sistem komunikasi yang dibangun karena pesimis akan informasi yang dimilikinya.

Selain itu, mereka segan untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi karena takut dimarahi oleh guru. Seharusnya siswa menghargai guru dan bukan takut kepada guru, dan sebaliknya guru harus mampu memahami anak didiknya karena dalam komunikasi tersebut terjadi tukar menukar pengalaman dan pengetahuan. Sekolah negeri maupun swasta memiliki karakteristik sendiri, sehingga dengan karakteristik tersebut masing-masing akan menampilkan perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Di sekolah negeri, guru tidak dapat memperhatikan tiap muridnya secara baik, sehingga apabila ada murid yang mempunyai masalah dalam memahami pelajaran maka hal ini tidak dapat diakomodir oleh guru yang bersangkutan dengan baik. Hal ini disebabkan karena pada umumnya jumlah peserta didik dalam satu kelasnya di sekolah negeri jauh lebih banyak daripada di sekolah swasta sehingga semua peserta didik di sekolah negeri mendapatkan perlakuan yang sama tanpa memperhatikan minat dan bakatnya. Sementara di sekolah swasta perhatian terhadap perkembangan dan kemajuan prestasi peserta didik lebih menonjol. Hal inilah yang terjadi di sekolah SMP Negeri 29 Medan.

SMP Negeri 29 Medan merupakan salah satu sekolah menengah pertama negeri di Medan yang didirikan pada tahun 1984 dengan akreditasi B (Baik). Terletak di pemukiman penduduk membuat sekolah ini cukup populer meski

hanya untuk di daerahnya. Namun, berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat melakukan pra riset, jumlah murid di setiap kelasnya yang rata-rata 40 orang

membuat guru kurang memperhatikan tiap muridnya dengan baik. Komunikasi yang terjalin antara guru dengan siswa masih kurang. Ini terlihat dari siswa yang kurang berani bertanya pada guru apabila mengalami kesulitan dalam pelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar masih didominasi oleh guru. Sebagian besar waktu yang digunakan untuk belajar digunakan siswa untuk mendengar, sikap siswa cenderung menunggu dan mendapatkan pengetahuan dari guru tanpa memanfaatkan kesempatan untuk bertanya dan bertukar pikiran dengan guru tersebut.

(19)

berlangsung atau ada waktu luang/kosong, jarang ada sebagian guru yang memanggil siswanya ke ruangan guru untuk bercerita secara lebih dekat dan

mendalam, yang mungkin disebabkan karena guru melihat siswanya menghadapi masalah baik itu persoalan menyangkut masalah ekonomi maupun masalah yang berkaitan dengan prestasi belajarnya. Di saat seperti inilah, biasanya guru memberikan nasehat dan dukungan serta memberi dan meningkatkan motivasi belajar ke anak didiknya, karena tugas guru bukan hanya menyampaikan materi pelajaran saja, tapi juga harus berperan sebagai motivator yang mampu mengubah sikap dan perilaku siswa ke arah yang lebih baik.

Masalah tersebut didukung dengan perolehan data pada saat melakukan wawancara dengan beberapa guru mata pelajaran yang menunjukkan rendahnya tingkat hasil nilai ulangan tengah semester (UTS) siswa pada beberapa mata pelajaran yaitu dengan nilai Matematika rata 60.7, nilai Bahasa Inggris rata-rata 65, nilai Bahasa Indonesia rata-rata-rata-rata 68.5, dan nilai IPA rata-rata-rata-rata 65. Dengan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 70.00, menunjukkan bahwa siswa belum dapat mencapai batas standar KKM yang berlaku sesuai dengan kurikulum sekolah.

Berangkat dari latar belakang tersebut, maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara komunikasi positif guru dan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

I. 2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: “Sejauhmanakah hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan?”

I.3 Pembatasan Masalah

(20)

a. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau menjelaskan hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa

SMP Negeri 29 Medan.

b. Objek yang diteliti adalah komunikasi positif guru.

c. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 29 Medan kelas VII-VIII.

I.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk komunikasi positif yang dilakukan guru-siswa.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

I.5 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapakan dapat menambah dan memperkaya bahan penelitian, bahan referensi, serta sumber bacaan di lingkungan Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan penerapan ilmu yang diterima penulis selama menjadi Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi Ekstensi

FISIP USU, dan menambah wawasan penulis mengenai Komunikasi Positif Guru dengan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pikiran

(21)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti terlebih dahulu menyusun kerangka teori yang sesuai dengan penelitiannya. Karena kerangka teori merupakan kajian tentang hubungan teori dengan berbagai faktor dalam perumusan masalah tersebut. Hal ini juga berguna untuk mempermudah peneliti menyusun penelitian dan hasil dari penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Wilbur Schramm menyatakan teori yaitu, merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendy, 2003:241). Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu komunikasi, komunikasi antarpribadi, komunikasi positif, dan motivasi belajar.

2.1.1 Komunikasi

2.1.1.1 Pengertian Komunikasi

Setiap orang yang hidup dalam masyarakat, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi

hubungan sosial (social relations). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain, karena berhubungan, menimbulkan interaksi sosial (social interaction).

(22)

mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan makna komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yakni agar

orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.

Devito mendefinisikan “Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan dalam suatu konteks yang menimbulkan suatu efek dan kesempatan untuk arus balik” (Fajar, 2009:29). Menurut Berelson dan Steiner, “Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan symbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lainnya” (Fajar, 2009:32), sedangkan Carl I. Hovland mendefinisikan komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (comunikate) (Mulyana, 2005:62).

Seperti yang disebutkan pada Bab I, model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell merupakan model komunikasi yang sering diterapkan.

Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal yakni “who, says what, in which channel, to whom, with what effect” atau siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan pengaruh bagaimana” (Mulyana, 2005:62).

Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban yang diajukan itu, yakni :

Komunikator Pesan Media Komunikan Efek

Berdasarkan paradigma ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pengertian oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of Success in Communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

(23)

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki (Effendy, 2003:41-42).

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness) kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima (audience). Di mana pesan harus menarik perhatian, dapat dimengerti, merupakan kebutuhan komunikan dan berupa saran untuk memperoleh kebutuhan. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, mengerti isi pesan sama seperti yang dikehendaki oleh si pengirim pesan.

2.1.1.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Proses komunikasi terbagi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder (Effendy, 2003:11).

a. Proses Komunikasi secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi

adalah bahasa, kial, isyarat, warna, gambar, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Proses Komunikasi secara Sekunder

(24)

Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

2.1.1.3 Tatanan Komunikasi

Berdasarkan situasi komunikan (Effendy, 2003:53), komunikasi diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut:

1. Komunikasi Pribadi (personal communication)

a. Komunikasi intra pribadi (interpersonal communication) b. Antar pribadi (interpersonal communication)

2. Komunikasi Kelompok (group communication)

a. Komunikasi Kelompok kecil (small group communication) b. Komunikasi Kelompok besar (large group communication) 3. Komunikasi massa (mass communication)

a. Komunikasi media massa cetak/pers (printed mass media communication)

• Surat kabar • Majalah

b. Komunikasi media massa elektronik (electronic mass media communication)

• Radio • Televisi • Film • Lain-lain

4. Komunikasi media (media communication) • Surat

2.1.2 Komunikasi Antarpribadi

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh De Vito (Liliweri, 1991:12) bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.

(25)

mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi adalah terdapatnya suatu hubungan komunikasi yang bukan saja sekedar menyampaikan informasi, tetapi terdapat unsur pendekatan pribadi. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena dapat menggunakan kelima alat indra untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih memiliki emosi.

2.1.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi

Menurut Burnlund (Liliweri, 1991:12) ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan b. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur c. Terjadi secara kebetulan

d. Tidak mengejar tujuan yang telah direncakan terlebih dahulu e. Indentitas kenggotaannya kadang-kdang kurang jelas

f. Bisa terjadi hanya sambil lalu saja

Pendapat Burnlund di atas menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan, tidak berstruktur, kebetulan, sambil lalu, dan tidak mengejar tujuan, yang mana keanggotaannya kurang jelas yaitu bisa terjadi antara dua orang, tiga orang atau mungkin empat orang.

Reardon (Liliweri, 1991:13) juga mengemukakan komunikasi antarpribadi

mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:

1. Dilaksanakan karena adanya pelbagai faktor pendorong

(26)

4. Mempersyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua orang) antarpribadi

5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan 6. Menggunakan pelbagai lambang-lambang yang bermakna.

Pendapat Reardon di atas berbeda dengan pendapat Barnlund, yang mana menurut Reardon komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang dengan suasana yang bebas/bervariasi yang menggunakan lambang-lambang bermakna yang akan lebih memperkuat dan memperjelas bahasa verbal, pihak yang terlibat menangkap reaksi orang lain secara langsung (berbalas-balasan), saling mempengaruhi satu dengan lainnya, serta dilaksanakan karna adanya faktor pendorong yang berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Devito (Liliweri, 1991:13) mengemukakan suatu komunikasi antarpribadi mengandung cirri-ciri: 1) keterbukaan atau openness, 2) empati atau empathy, 3)

dukungan atau supportivness, 4) rasa positif atau positiveness, 5) kesamaan atau equality. Sedangkan menurut Everet M.Rogers ada beberapa ciri komunikasi yang menggunakan saluran komunikasi antarpribadi (dalam Liliweri, 1991:13) adalah:

a. Arus pesan yang cenderung dua arah b. Konteks komunikasinya tatap muka c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi

e. Kecepatan jangkuan terhadap audience yang besar relatif lambat f. Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap

Dari pelbagai sumber tersebut di atas, maka penulis mencoba memberikan

(27)

diantara pihak yang tidak mempunyai identitas yang jelas, (8) komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang yang bermakna yang berasal dari

bahasa nonverbal, dimana bahasa nonverbal ini akan lebih memperkuat dan memperjelas bahasa verbal yang kita sampaikan atau ucapkan.

2.1.2.3 Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi

Miller dan Steinberg (dalam Liliweri, 1991:30) menyatakan:

“Komunikasi antarpribadi hanya dengan memperhatikan situasi maka hal itu sifatnya statik, tidak seorangpun dapat mengembangkannya lagi. Padahal situasi hubungan antar manusia demikian bebasnya dan selalu dapat berubah-ubah”.

Berdasarkan pendapat Miller dan Steinberg maka kedudukan komunikator yang dapat bergantian dengan komunikan pada tahap lanjutan harus menciptakan suasana hubungan antar manusia yang terlibat didalamnya. Pada tahap ini maka komunikasi antar manusia harus benar-benar manusiawi sehingga orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain lebih kurang mutu komunikasinya dari pada komunikasi antar pribadi diantara pihak-pihak yang sudah saling mengenal sebelumnya.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antar dua orang merupakan komunikasi antarpribadi dan bukan komunikasi lainnya yang terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982) (dalam Liliweri, 1991:31). Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu adalah:

a. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun nonverbal. Jika kita amati, maka setiap saat orang mengirimkan pesan-pesan yang bersifat verbal dan nonverbal dalam komunikasi antarpribadi. Dalam komunikasi antarpribadi tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan kata-kata, pengungkapannya baik yang lisan maupun tertulis. Sedangkan tanda-tanda nonverbal tertulis dalam ekspresi wajah, dan

gerak.

(28)

perilaku yang pertama adalah yang bersifat spontan. Perilaku seperti ini dalam komunikasi antar pribadi dilakukan secara tiba-tiba, serta-merta

untuk menjawab suatu rangsangan dari luar tanpa terpikir lebih dahulu. Sedang bentuk yang ke dua yang bersifat scripted. Reaksi dari emosi terhadap pesan yang diterima jika pada taraf yang terus menerus membangkitkan suatu kebiasaan untuk belajar, dan akhirnya perilaku ini dilakukan berdasarkan fator kebiasaan sebagai suatu proses yang berkembang.

c. Komunikasi antarpribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Sifat yang ketiga dari komunikasi antarpribadi adalah sifat yang terlihat sebagai suatu proses yang berkembang gambaran mana yang menunjukkan komunikasi antarpribadi sebenarnya tidaklah statis melainkan dinamis. d. Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai

interaksi, dan koherensi. Agar komunikasi antarpribadi dikatakan sukses maka para pesertanya harus berpartisipasi satu terhadap yang lain baik dengan pesan-pesan yang verbal maupun nonverbal. Suatu komunikasi antarpribadi harus ditandai dengan adanya suatu umpan balik. Seandainya kita berbicara dengan orang lain, dan yang diharapkan adalah jawabannya sehingga kita mengetahui pikirannya, perasaannya dan melaksanakan apa yang kita maksudkan, dan jika harapan-harapan itu terpenuhi, maka dapat

disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi telah berhasil karena umpan baliknya membuat kita bersama menjadi mengerti.

e. Komunikasi antarpribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Adapun yang dimaksud dengan intrinsik adalah suatu standart dari perilaku yang dikembangkan oleh seorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Sedangkan yang bersifat ekstrinsik adalah adanya standart atau tata aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan.

(29)

dibuat oleh mereka yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Jadi kedua pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sebagai

tanda bahwa mereka sedang berkomunikasi. Suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama-sama itu dianalogikan dalam permainan bola kaki dimana satu orang dengan orang yang lain saling mengumpan balik.

g. Komunikasi antarpribadi merupakan persuasi antar manusia. Persuasi merupakan tehnik untuk mempengaruhi manusia dengan menggunakan serta memanfaatkan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi dengan demikian persuasi bukan merupakan pembujukan terhadap seseorang ataupun suatu kelompok untuk menerima pendapat yang lain. Pada saat sekarang ini para ahli komunikasi cenderung memandang persuasi sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang terhadap orang yang lain. Ketika akan melakukan komuniksi yang persuasif maka seorang komunikator harus merasa berbicara dengan orang lain. Dengan kata lain harus menunjukkan adanya hubungan dua pihak yang berkomunikasi secara bersamasama.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jika hendak menciptakan suatu komunikasi antarpribadi yang lebih bermutu maka harus didahului dengan keakraban, karna tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan

antara dua orang dapat digolongkan komunikasi antarpribadi. Terdapat tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi dikatakan komunikasi antarpribadi

yaitu melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal, melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan, komunikasi antarpribadi tidak statis melainkan dinamis, melibatkan umpan balik pribadi dan hubungan interaksi serta koherensi, dipandu oleh tata aturan yang bersifat instrinsik dan ekstrinsik, merupakan suatu kegiatan dan tidakan, melibatkan didalamnya bidang persuasif. 2.1.2.4 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

(30)

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Salah satu cara mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri, dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain. Kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Pada kenyataanya, persepsi-persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dari orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

2. Mengetahui dunia luar

Komunikasi antar pribadi juga memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang kita miliki dengan interaksi antar pribadi.

3. Menciptakan dan memelihara hubungan

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, hingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi antar pribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan demikian mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Keinginan memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya. Singkatnya banyak yang kita gunakan untuk mempersuasikan orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

5. Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Pembicaraan-pembicaraan lain yang hampir ama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Seringkali hal tersebut tidak dianggap penting, tapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena memberi suasan lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

6. Membantu orang lain

Kita sering memberikan berbagai nasehat dan saran pada teman-teman yang sedang menghadapi masalah atau suatu persoalan dan berusaha untuk menyelesaikannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan dari proses komunikasi antar pribadi adalah membantu orang lain.

(Fajar, 2009:78).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi dapat

(31)

Dapat dikatakan kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi untuk memperoleh kesenangan, membantu orang lain, mengubah sikap dan perilaku seseorang.

Tujuan-tujuan ini dapat dipandang sebagai hasil atau efek umum dari komunikasi antarpribadi. Dapat dikatakan, kita dapat mengenal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih bermakna, dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar sebagai suatu hasil dari komunikasi antarpribadi. Dengan demikian, komunikasi antarpribadi biasanya dimotivasi oleh berbagai faktor dan mempunyai berbagai hasil atau efek.

2.1.2.5 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi dalam Komunikasi Antarpribadi.

Pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik (Rakhmat, 2003 : 129), yaitu:

1. Percaya

Faktor percaya merupakan faktor yang paling penting di antara berbagai

faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal. Secara ilmiah menurut Griffin, percaya didefinisikan sebagai “mengandalkan perilaku

orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko” (Rakhmat, 2003 : 130). Defenisi ini menyebutkan 3 (tiga) unsur percaya, yaitu :

a. Ada situasi yang menimbulkan risiko. Bila orang menaruh kepercayaan pada seseorang, ia akan menghadapi resiko. Resiko itu dapat berupa kerugian yang anda alami. Bila tidak ada resiko, percaya tidak diperlakukan.

b. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.

(32)

Jadi, sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan menganggap komunikan lainnya berlaku jujur. Sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman kita

dengan komunikan, karena itu sikap percaya berubah-ubah bergantung kepada komunikan yang dihadapi.

2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang dikatakan bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Jack R. Gibb, (1961) menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif (Rakhmat, 2003:134):

• Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi yang dimiliki tanpa menilai.

• Orientasi Masalah. Dalam orientasi masalah artinya mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.

• Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.

• Empati artinya menempatkan diri kita pada posisi oran lain; kita ikut serta

secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Dan tanpa empati, orang seakan –akan “mesin” yang hampa perasaan dan tanpa perhatian.

• Persamaan artinya sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan

demokratis. Dalam persamaan seseorang tidak mempertegas perbedaan.

• Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita,

untuk mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan;m terkadang satu pendapat dan keyakinannya bisa berubah.

(33)

3. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open mindedness) amat besar pengaruhnya dalam

menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Brooks dan Emmert (Rakhmat, 2003 : 137) memberi karakteristik orang yang bersikap terbuka, yaitu :

• Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika.

• Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb. • Berorientasi pada isi.

• Mencari informasi dari berbagai sumber.

• Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya. • Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian

kepercayaannya.

Jadi, agar komunikasi antarpribadi (interpersonal) yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, maka kita harus bersikap terbuka. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian saling menghargai, dan yang paling penting adalah saling mengembangkan kualitas hubungan antarpribadi (interpersonal).

2.1.2.6 Teori Self Disclosure

Pembukaan diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan

informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini (Supratiknya, 1995:14). Tanggapan terhadap orang

lain atau terhadap kejadian tertentu lebih melibatkan perasaan. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan.

(34)

Teori ini sering juga disebut teori “Johari Window” yang dianggap sebagai dasar untuk menjelaskan dan memahami interaksi antar pribadi secara manusiawi.

Garis besar model teori ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Saya Tahu Saya tidak tahu Orang lain tahu

Orang lain tidak tahu

Gambar 2.1 JENDELA JOHARI

“Bidang Pengenalan Diri dan Orang Lain (Liliweri, 1991:53)”

Jendela Johari terdiri dari empat bingkai. Masing-masing bingkai berfungsi menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapkan dan memahami diri sendiri dalam kaitannya dengan orang lain. Asumsi Johari bahwa jika setiap individu bisa memahami diri sendiri maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya di saat berhubungan dengan orang lain.

Bingkai 1, menunjukkan antara seorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah dalam hubungan mereka. Johari menyebutkan “bidang terbuka”, suatu bingkai yang paling ideal dalam hubungan dan komunikasi antar pribadi. Bingkai 2, adalah bidang buta, menggambarkan masalah hubungan antara kedua pihak hanya

diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri. Bingkai 3, disebut bidang tersembunyi yang .menggambarkan masalah tersebut diketahui diri sendiri

namun tidak dengan orang lain. Bingkai 4, disebut bidang tidak dikenal yang menunjukkan dimana kedua belah pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka (Liliweri, 1991:54).

Model Jendela Johari dibangun berdasarkan delapan asumsi yang berhubungan dengan perilaku manusia (digilib.sunan-ampel.ac.id). Asumsi-asumsi itu menjadi landasan berpikir, antara lain adalah:

- Asumsi pertama, pendekatan terhadap perilaku manusia harus dilakukan secara holistik. Artinya kalau kita hendak menganalisis perilaku manusia maka analisis itu harus menyeluruh sesuai konteks dan jangan terpenggal-penggal.

1. TERBUKA 2. BUTA

(35)

- Asumsi kedua, apa yang dialami seseorang atau sekelompok orang hendaklah dipahami melalui persepsi dan perasaan tertentu, meskipun pandangan itu bersifat subjektif.

- Asumsi ketiga, perilaku manusia lebih sering emosional bukan rasional. Pendekatan humanistik terhadap perilaku sangat menekankan betapa pentingnya hubungan antara faktor emosi dengan perilaku.

- Asumsi keempat, setiap individu atau sekelompok orang sering tidak menyadari bahwa tindakan-tindakannya dapat menggambarkan perilaku individu atau kelompok tersebut. Setiap individu atau kelompok perlu meningkatkan kesadaran sehingga mereka dapat mempengaruhi dan dipengaruhi orang lain.

- Asumsi kelima, faktor-faktor yang bersifat kualitatif misalnya derajat penerimaan antarpribadi, konflik, kepercayaan antarpribadi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia.

- Asumsi keenam, aspek yang terpenting dari perilaku ditentukan oleh proses perubahan perilaku bukan oleh struktur perilaku yang selalu mengutamakan tema-tema perubahan dan pertumbuhan perilaku manusia. - Asumsi ketujuh, di mana kita dapat memahami prinsip-prinsip yang

mengatur perilaku melalui pengujian terhadap pengalaman yang dialami individu. Asumsi ini mengingatkan kita bahwa orientasi fenomenologis terhadap perilaku manusia melalui pengamatan empiris dari berbagai pengalaman masih lebih kuat daripada sekedar mengabstraksi perilaku manusia semata.

- Asumsi kedelapan, perilaku manusia dapat dipahami dalam seluruh kompleksitasnya bukan dari sesuatu yang disederhanakan. Asumsi ini berkaitan erat dengan asumsi pertama yang menganjurkan suatu pendekatan yang holistik terhadap perilaku manusia.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Self Disclosure mendorong adanya keterbukaan. Keempat bidang dalam Johari Window merupakan satu kesatuan yang teradapat dalam diri setiap orang, hanya saja kadar bidang berbeda satu dengan yang lain. Bidang I (daerah terbuka) dalam jendela johari merupakan keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam berkomunikasi khususnya di dalam sebuah sekolah, dimana antar komunikator (guru) dengan komunikan (siswa) saling mengetahui makna pesan yang sama (saling terbuka).

2.1.3 Komunikasi Positif

2.1.3.1 Pengertian & Ciri Komunikasi Positif

Setiap hari kita berkomunikasi dengan orang lain melalui berbagai media

(36)

komunikasi, kita memperoleh kepuasan psikologis seperti terpenuhinya perasaan cinta, perhatian dan kasih sayang. Bisa dibayangkan betapa tersiksanya manusia

jika dalam sehari atau seminggu tidak melakukan kontak komunikasi dengan orang lain.

Begitu juga anak, mereka sangat membutuhkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empati. Melalui komunikasi yang hangat dan penuh empati tersebut, anak terpenuhi kebutuhan psikologisnya. Mereka merasa ada yang mencintai dan memperhatikannya, sehingga membuat dirinya berharga dan selalu dicintai. Sebaliknya, anak-anak yang tidak mendapatkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empatis menderita secara psikologis. Banyak diantara mereka yang berkembang menjadi pribadi antisosial, terlibat penyalahgunaan narkoba, atau masuk penjara karena terkait dengan masalah kriminal.

Pada kasus penyalahgunaan napza (narkoba psikotropika, dan zat adiktif) Hawawi (Ramadhani, 2006:22) menemukan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi apakah seseorang terlibat dalam penggunaan napza, diantaranya yaitu:

1. Faktor Predisposisi, meliputi: • Gangguan kepribadian antisosial • Kecemasan

•Depresi

2. Faktor Kontribusi, meliputi: • Kondisi keluarga

• Keutuhan keluarga • Kesibukan orangtua • Hubungan interpersonal 3. Faktor Pencetus, meliputi: • Pengaruh teman sebaya • Tersedianya napza

Komunikasi positif adalah “komunikasi yang mendorong seseorang untuk berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis” (Ramadhani,

2006:7). Menurut Ramadhani beberapa ciri komunikasi positif yaitu: 1. Empati

Empati merupakan pemahaman kita tentang orang lain berdasarkan sudut

(37)

2. Responsif

Responsif merupakan kemampuan memberikan respon yang tepat,

memiliki nilai manfaat, tidak berlebihan atau tidak proporsional. Komunikasi yang responsif berarti komunikasi yang sesuai dengan situasi yang dihadapi. Artinya, kita tidak dapat menyamaratakan respon kita untuk setiap situasi. Usia anak juga menjadi patokan untuk menentukan ketepatan respon kita. Untuk itu, informasi-informasi khusus menjadi penting untuk menjadi landasan dalam memberikan respon yang tepat. 3. Pesan Positif

Pesan Positif merupakan komunikasi yang mampu mengembangkan potensi positif yang dimiliki anak melalui pesan-pesan yang membangun, memotivasi dan menguatkan keyakinan diri anak. Komunikasi melalui pesan positif mengarahkan perspektif anak pada hal-hal yang lebih positif pada dirinya.

4. Terbuka dan saling mempercayai

Terbuka dan saling mempercayai dicirikan sebagai komunikasi dua arah yang melibatkan pembicaraab dari hati ke hati, tanpa adanya usaha untuk menyembunyikan apapun sehingga semua informasi tersampaikan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Komunikasi terbuka terjadi ketika sudah terciptanya iklim saling percaya.

5. Mendengar aktif

Mendengar aktif adalah mampu mendengarkan anak dengan sabar.

Kemampuan mendengarkan ini merupakan sarana untuk memperoleh informasi yang akurat dan valid tentang apa yang dialami anak. Dengan mendengarkan secara aktif, maka dapat memahami anak secara lebih mendalam sehingga dapat tepat sasaran dan efektif saat mengambil keputusan.

6. Optimistik

(38)

spirit dan semangat juang tinggi terkandung dalam komunikasi yang optimistic.

7. Proporsional

Proporsional adalah merespon sesuatu sesuai dengan ukurannya, tidak melibatkan emosi tetapi lebih melibatkan kebijaksanaan. Komunikasi yang proporsional berarti tidak melebih-lebihkan hal yang kecil, dan tidak menganggap kecil atau remeh hal yang besar dan penting.

8. Tidak menghakimi

Tidak menghakimi adalah komunikasi yang lebih banyak menilai sisi positif anak dibandingkan sisi negatifnya. Komunikasi yang tidak menghakimi berarti komunikasi yang tidak terlalu mudah menyalahkan dan memojokkan anak ketika anak bermasalah. Pemberian label negatif, cemoohan dan hukuman verbal pada anak dihindari pada komunikasi yang tidak menghakimi.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi positif adalah komunikasi yang mendorong seseorang berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis, yang memiliki cirri-ciri empatik, responsif, mengandung pesan positif, terbuka dan terpercaya, mendengarkan secara aktif, mendorong optimisme yang proporsional dan tidak menghakimi. Komunikasi positif perlu dikembangkan agar kebutuhan akan aspek psikologis anak dapat

terpenuhi. Seorang anak membutuhkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empati, karena itulah orangtua/guru hendaknya senantiasa bekomunikasi

secara positif agar anak yang menjadi investasi masa depan dapat tumbuh dengan sehat, baik secara fisik maupun mental.

2.1.3.2 Peranan Komunikasi Positif

(39)

1. Mampu Mengembangkan Konsep Diri

Konsep diri anak banyak dibentuk dalam proses interaksi dengan

lingkungannya. Proses interaksi antara anak dengan lingkungan terdekatnya (orangtua/guru) terjadi melalui proses komunikasi yang bisa berbentuk verbal maupun nonverbal. Melalui komunikasi verbal, anak menangkap penilaian-penilaian dari lingkungan terdekatnya. Jika penilaian-penilaian ini terjadi secara kontinu, maka akan terinternalisasi dalam diri anak. Ketika anak lebih banyak menerima masukan atau penilaian positif tentang dirinya, maka masukan atau penilaian positif ini akan terinternalisasi dalam diri anak, kemudian masukan atau penilaian ini menjadi bagaian dari kepribadian anak sehingga konsep diri yang berkembangpun lebih cenderung positif. Sebaliknya, jika anak lebih banyak menerima masukan atau penilaian negatif, maka konsep diri yang berkembang lebih cenderung konsep diri yang negatif. Cara mengembangkan konsep diri positif melalui komunikasi positif yaitu:

- Selalu melihat sisi positif anak

- Lebih banyak memberikan pujian ketimbang kecaman - Menghindari pemberian label/julukan negatif pada anak - Mendorong anak untuk berpikir positif tentang dirinya

- Memberikan kesempatan pada anak untuk mengaktualkan potensinya - Mendorong anak untuk menerima dirinya apa adanya

(Ramadhani , 2006:92)

Jadi, konsep diri anak terutama terbentuk dari pengalaman dan interaksi dengan orang-orang terdekat dalam kehidupan, seperti orangtua, kakak, adik, guru, atau teman dekat. Jika kebanyakan orang terdekat menilai diri anak positif, maka anak pun akan mengembangkan konsep diri yang positif pula. Komunikasi yang positif merupakan cara dalam mengembangkan konsep diri anak.

2. Mengembangkan Harga Diri

(40)

orang-orang dengan harga diri yang rendah menganggap diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang kurang memiliki keterampilan yang baik untuk

menangani suatu masalah sehingga akibatnya mereka kurang tertarik untuk mengambil langkah-langkah preventif, keyakinan mereka akan kemampuannya dalam memecahkan masalah rendah sehingga mereka cenderung menarik diri atau lari dari masalah, bukan menghadapi dengan bertanggungjawab.

Orangtua atau guru bisa mengembangkan kekuatan harga diri anak melalui komunikasi positif, yaitu dengan cara:

- Menanamkan keyakinan diri anak bahwa dia berharga - Memotivasi anak untuk meraih prestasi

- Mendukung pilihan anak untuk hidupnya sendiri

- Menegaskan bahwa anak memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

(Ramadhani, 2006:109)

Jadi, kekuatan harga diri anak dapat dikembangkan melalui komunikasi positif dari orangtua/guru. Semakin sering orangtua/guru berkomunikasi positif pada anak maka akan membentuk harga diri yang baik pada anak sehingga anak memiliki keyakinan diri yang kuat dan keyakinan bahwa mampu untuk sukses dalam mencapai tujuan-tujuannya.

3. Mengembangkan Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk

mencapai suatu yang dicita-citakan. Kepercayaan diri tumbuh berawal dari penerimaan diri. Orang yang percaya diri merasa bahwa dia telah melakukan

(41)

kepercayaan diri anak melalui komunikasi positif (Ramadhani, 2006:129) adalah:

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa dia mampu melakukan sesuatu. - Menanamkan keyakinan bahwa anak mampu mengatasi setiap kendala

yang dihadapinya.

- Menanmkan keyakinan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa untuk mewujudkan sesuatu dia membutuhkan bantuan orang lain.

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan jalan yang mudah untuk mewujudkan cita-citanya.

Jadi, kepercayaan diri dapat dikembangkan melalui komunikasi positif. Sikap menerima kelebihan dan kekurangan anak akan mendorong secara optimal kepercayaan diri anak sehingga anak memiliki suatu kekuatan dalam dirinya untuk mencapai suatu yang dicita-citakan.

4. Pengembangan Kendali Diri

Seorang anak membutuhkan kendali diri yang kokoh agar mampu mengarahkan perilakunya menuju tujuan yang telah ditetapkannya. Namun seringkali anak tidak mengerti cara yang mudah dilaksanakan untuk mengendalikan perilakunya sendiri. Anak-anak yang kesulitan mengendalikan perilakunya sendiri cenderung bertindak impulsif dan mengikuti gejolak emosinya sehingga akibatnya perilakunya tidak bertujuan dan cenderung menjerumuskan dirinya sendiri. Menurut Ramadhani (2006:142) beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kendali diri internal anak yang kuat yaitu dengan:

- Mengubah paradigma berpikir anak. - Ajak anak untuk memahami kekuatannya.

- Ajarkan anak untuk mengevaluasi setiap tindakannya.

- Latih anak menggunakan teknik positif self statement untuk mengendalikan emosi dan perilakunya.

- Bimbing anak agar mengerti prinsip berusaha sekaligus berdoa.

(42)

5. Mengembangkan Kematangan Emosional Anak

Kemampuan anak mengelola emosinya bisa ditingkatkan dengan cara

berkomunikasi dengan anak. Untuk itulah sangat dianjurkan membangun komunikasi positif dengan anak. Menurut Goleman (Ramadhani, 2006:154) kemampuan individu dalam mengelola emosinya ternyata banyak membantu kesuksesannya di masa depan. Goleman mengatakan bahwa hanya 20% kesuksesan seseorang ditentukan oleh IQ, tetapi 80%nya ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya. Kecerdasan emosi ini terdiri dari: kesadaran diri, kemampuan mengelola emosi, optimisme, empati, dan keterampilan sosial.

Jadi, membangun komunikasi positif dengan anak merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kematangan emosional anak. Anak dengan kematangan emosional yang tinggi akan mampu menyadari emosi-emosinya dengan tepat, mampu mengendalikan emosi-emosi negatif sehingga tidak mudah mengalami stres, tidak mudah putus asa dalam mengahadapi kesulitan sehingga mampu memotivasi dirinya menuju kesuksesan.

6. Mengembangkan Kecerdasan Sosial Anak

Kecerdasan sosial diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi, dan mempertahankan relasi sosialnya hingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau

saling menguntungkan (Ramadhani, 2006:187). Karakteristik anak yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi yaitu: 1) mampu mengembangkan dan

(43)

- Beri contoh dan tunjukkan secara nyata pada anak akan pentingnya perilaku prososial dengan melakukan tindakan membantu, berbagi, dan memberi kepada orang lain.

- Bertindak adil dalam memberi perhatian dan kasih sayang pada semua anak.

- Mengajak anak dalam kegiatan-kegiatan amal sosial.

- Menjelaskan pada anak akan keuntungan berperilaku prososial dengan bahasa yang mudah dipahami.

- Bertindak tegas jika melihat anak berperilaku mementingkan dirinya sendiri, tidak mau bekerja sama atau tidak mau membantu orang lain. - Memuji anak ketika dia berhasil menunjukkan tindakan mau membantu,

mau berbagi, dan mau bertindak kooperatif dengan sebayanya. - Bimbing anak untuk mampu memilih teman-teman yang baik.

Jadi, peran orang terdekat dengan anak seperti orangtua/guru sangat besar dalam mendorong terbentuknya perilaku kecerdasan sosial anak. Melalui komunikasi positif dari keluarga/guru maka kecerdasan sosial anak dapat dikembangkan. Anak yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi akan mampu

mengembangkan dan menciptakan relasi sosial secara baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.

2.1.4 Motivasi Belajar

2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berpangkal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya yang dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak. Atau dengan kata lain motivasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Sardiman, 2009:73).

(44)

mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Menurut Sardirman (2009:75) menyatakan:

“Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuh gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar”.

Winkel mendefinisikan bahwa “Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan belajar” (www.eprints.uny.ac.id). Penemuan-penemuan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.

Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai

tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam belajar sangat penting. Dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat dan

mengarahkan proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam belajar.

2.1.4.2 Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi memiliki fungsi bagi seseorang, karena motivasi dapat menjadikan seseorang mengalami perubahan kea rah yang lebih baik. Fungsi motivasi menurut Sardirman (2008:85) yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan mana yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Selanjutnya Uno (2008:9) menjelaskan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut:

a. Mendorong manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan.

(45)

Berdasarkan pendapat di atas, fungsi motivasi dalam belajar antara lain adalah untuk mendorong, menggerakkan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas

peserta didik dalam belajar sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. Dengan hal tersebut seseorang melakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh karena adanya motivasi yang baik.

2.1.4.3 Macam-Macam Motivasi

Macam-macam atau jenis motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Menurut Sardirman (2009:89-91) dilihat dari udut asalnya motivasi belajar dibagi menjadi dua yaitu:

a. Motivasi instrinsik.

Motivasi intrinsik adalah motivasi atau motif-motif yang menjadi aktif memotivasinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena pada diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motivasi ekstrinsik.

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena ada perangsang dari luar. Faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang terdapat di lingkungan dimana individu tersebut berinteraksi didalam kegiatan belajar, motivasi ekstrinsik ini merupakan suatu bentuk motivasi, yang didalamnya aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar.

Baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik sama-sama berfungsi sebagai pendorong, penggerak dan penyeleksi perbuatan. Belajar memerlukan motivasi. Motivasi merupakan sesuatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan termasuk belajar.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik mutlak diperlukan.

(46)

ketertarikan dalam belajar, keseringan belajar, komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas sekolah, semangat dalam belajar dan kehadiran siswa di sekolah

2.1.4.4 Cara Mengembangkan Motivasi Belajar pada Siswa

Menurut Rohani dan Ahmadi (www.eprints.uny.ac.id), motivasi pada siswa dapat tumbuh melalui:

a. Cara mengajar yang bervariasi. b. Mengadakan pengulangan informasi.

c. Memberikan stimulus baru misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik

d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik meyalurkan belajarnya. e. Menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta didik

seperti gambar, foto, video, dan lain sebagainya.

Menurut Sardirman (2008:92-95) ada beberapa contoh dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Beberapa bentuk dan

cara motivasi tersebut diantaranya adalah: a. Memberi angka

b. Hadiah

c. Saingan atau kompetisi d. Ego-involvement e. Memberi ulangan. f. Mengetahui hasil. g. Pujian.

h. Hukuman.

i. Hasrat untuk belajar. j. Minat.

k. Tujuan diakui

Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat ditumbuhkan melalui cara-cara mengajar yang bervariasi sehingga mampu menumbuhkan hasrat dan menarik perhatian siswa, memberikan ulangan dapat memberi kesempatan kepada peserta didik menyalurkan dan untuk mengetahui

(47)

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang

bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai dan dapat menghantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 1995:40). Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk berbagai fenomena yang sama (Kriyantono, 2006:149).

Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan menggunakan variabel.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan, atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain (Nawawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi positif guru.

b. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas dan

bukan karena variabel lain (Nawawi, 1995:57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

2.3 Variabel Operasional

(48)

Tabel II.1 Variabel Operasional

I.9 Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:45). Untuk memudahkan dan meletakkan konsep-konsep dalam dataran operasional yang dapat diukur maka akan dibuat beberapa defenisi operasional, yaitu:

Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel Bebas (X)

Komunikasi Positif

1. Empati 2. Responsif 3. Pesan positif

4. Terbuka dan terpercaya 5. Mendengarkan secara aktif

6. Mendorong optimism 7. Proporsional

8. Tidak menghakimi Variabel Terikat (Y)

Motivasi Belajar

1. Memperhatikan materi 2. Ketekunan dalam belajar 3. Ketertarikan dalam belajar

4. Keseringan belajar

5. Komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas

6. Semangat dalam belajar 7. Kehadiran

Karakteristik Responden

(Siswa)

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Kelas

Gambar

Tabel II.1
Tabel : Daftar Populasi Siswa SMP Negeri 29 Medan
Tabel Penarikan Sampel
Tabel 4.1 Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

komunikasi formal yang dilakukan oleh guru kepada kepala sekolah tidak berpengaruh dalam. meningkatkan kinerja guru, terdapat 7 orang responden yang menyatakan

Berdasarkan tabel diatas, “Tidak Selalu Menerima Informasi Tentang Peningkatan Kemampuan Kerja Untuk Mengkoordinasikan Pekerjaan Dalam Organisasi” dapat diberikan analisis

Berdasarkan “SPSS Statistic Viewer”, tabel frekuensi ”Tingkat keseringan karyawan saling memberi motivasi dalam menjalankan tanggunjawab pekerjaan” dapat diberikan

Total 22 100% Dari tabel analisis yang dibagikan kepada 22 responden mengenai Kompetensi Sosial Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa ialah 12 responden yang

Realita dilapangan yang terlihat bahwa siswa tidak berminat terhadap pelajaran yang diberikan guru disekolah sehingga hal ini membuat motivasi siswa tersebut

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 diatas, diketahui dari 16 responden bahwa hampir seluruh responden sebelum diberikan promosi kesehatan mempunyai motivasi

Hasil Penelitian tentang profil komunikasi guru dan motivasi belajar peserta didik studi pada peserta didik kelas XI SMA N 2 Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, secara umum diketahui

Tabel 1.1 Angket Motivasi siswa No Pernyataan Ya Tidak 1 Saya tidak membuat jadwal belajar di rumah 84,8 % 15,2% 2 Saya tidak mengajukan pertanyaan sewaktu proses pembelajaran