• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN MOTIVASI BELAJAR

(Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang

Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas XI SMA

Negeri 1 Kabanjahe)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Sepfiany Evalina Ginting

090904073

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Sepfiany Evalina Ginting

NIM : 090904073

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar

Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe)

Medan, Juli 2013

Dosen pembimbing Ketua Departemen

Drs. Mukti Sitompul,M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A

NIP: 195307161981121001 NIP: 196208281987012001

Dekan FISIP USU

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

kasih dan karunia-Nya yang begitu sempurna dan senantiasa menyertai, membimbing, serta memberikan kekuatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe). Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada masing-masing pihak yang telah membantu dan mendukung penulis hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

1. Keluarga tercinta, mulai dari bapak (B. Ginting) dan mamak (S. Br. Girsang) yang selalu memberikan perhatian dan dukungannya lewat nasihat, motivasi, dan terutama doa bagi kelancaran penyelesaian skripsi ini, serta adik-adik tersayang (Yahya Fransiskus Ginting dan Lilis Mikanda Ginting). Penulis sangat bersyukur memiliki keluarga yang hebat seperti kalian.

2. Bapak Prof. Dr. Badarudin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

(4)

5. Bapak Drs. Mukti Sitompul, M.Si selaku dosen pembimbing yang sudah banyak memberikan bimbingan dan arahan untuk membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS selaku dosen wali penulis.

7. Bapak dan Ibu para dosen FISIP USU khususnya dosen Ilmu Komunikasi yang sudah begitu banyak memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah.

8. Kak Cut dan Kak Maya yang sudah banyak membantu segala urusan administrasi yang diperlukan penulis.

9. Seluruh staf pengajar dan tata usaha SMA Negeri 1 Kabanjahe dan terutama para siswa kelas XI yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

10.Sahabat-sahabat yang terkasih sepanjang masa perkuliahan, Tika, Inri, Fani, Vina, Helen, Iche. Terima kasih untuk setiap waktu dan cerita yang kita lewati bersama dari semester I. Dukungan dan doa kalian sangat membantu. Terima kasih juga untuk Windo dan Felina yang bersedia membagi waktu dan ilmunya dalam penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, penulis juga sangat bersyukur memiliki sahabat-sahabat lama yang belum hilang sampai kini dan selalu bersedia menyemangati dan mendukung penulis, Eka, Stella, Meta, dan Aprina.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pengetahuan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas dalam menyempurnakan skripsi ini sehingga masih

banyak terdapat kekurangan, baik dalam penggunaan bahasa maupun penyajian data. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga skripsi ini bisa memberi manfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan, 16 Juli 2013 Penulis,

(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sepfiany Evalina Ginting

NIM : 090904073

Departemen : Ilmu Komunikasi Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Ekslusive

Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul “Studi Korelasional

Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe”.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Medan, 15 Juli 2013

(6)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar.

Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka

saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku

Nama : Sepfiany Evalina Ginting

NIM : 090904073

Tanda Tangan :

(7)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi dan motivasi belajar. Penelitian ini menggunakan metode korelasional, yaitu metode yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain. Metode korelasional digunakan untuk meneliti hubungan di antara variabel-variabel. Populasi dalam penelitian ini adalah para siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Berdasarkan data siswa tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Kabanjahe, jumlah siswa kelas XI secara keseluruhan adalah 302 orang. Jumlah tersebut terbagi atas 172 orang siswa dari kelas XI IPA 1 – XI IPA 5 dan 130 orang siswa dari kelas XI IPS 1 – XI IPS 4. Selanjutnya, untuk menghitung jumlah seluruh sampel penelitian, maka digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% kemudian diproporsionalkan untuk memperoleh jumlah sampel dari setiap jurusan. Data penelitian diperoleh melalui studi pustaka dan studi lapangan melalui teknik survei dengan instrumen kuesioner yang disebarkan kepada 75 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak berlangsung efektif. Komunikasi antarpribadi dengan motivasi belajar menunjukkan hubungan yang kuat. Hal ini dapat dilihat melalui perolehan rs = 0,992. Apabila mengacu pada skala Guildford, yakni untuk mengukur kuat lemahnya hubungan, maka hasil tersebut menunjukkan hubungan yang sangat tinggi, kuat sekali, dan dapat diandalkan. Pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe sangat signifikan, yakni 98,41%.

Kata kunci: Komunikasi Antarpribadi, Motivasi Belajar, SMA Negeri 1 Kabanjahe

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... v

LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS... vi

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pembatasan Masalah... 6

1.3 Rumusan Masalah... 7

1.4 Tujuan Penelitian... 7

1.5 Manfaat Penelitian... 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori... 8

2.1.1 Komunikasi Antarpribadi... 9

2.1.2 Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi……… 12

2.1.3 Sifat-Sifat Komunikasi Antarpribadi………... 16

2.1.4 Motivasi Belajar………... 18

2.1.5 Perspektif Atas Motivasi Belajar... 20

2.1.6 Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik…………... 22

2.2 Kerangka Konsep... 24

2.3 Variabel Penelitian... 24

2.3.1 Operasional Variabel... 25

2.4 Definisi Operasional Variabel... 26

2.5 Hipotesis... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 29

3.1.1 Sejarah SMA Negeri 1 Kabanjahe………... 29

3.1.2 Visi SMA Negeri 1 Kabanjahe………... 29

3.4.1 Penelitian Kepustakaan (Library Research)…...…… 33

(9)

3.5 Teknik Analisis Data... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian... 37

4.1.1 Tahap Awal……….. 37

4.2.2 Pengumpulan Data……… 37

4.2 Analisis Tabel Tunggal... 37

4.2.1 Karakteristik Responden………... 38

4.2.2 Komunikasi Antarpribadi……….. 39

4.2.3 Motivasi Belajar……… 54

4.3 Analisis Tabel Silang... 64

4.4 Pengujian Hipotesis... 69

4.5 Pembahasan……… 71

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan…... 75

5.2 Saran Responden Penelitian... 76

5.3 Saran Dalam Kaitan Akademis……… 77

5.4 Saran Dalam Kaitan Praktis………. 77

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Tingkat Persepsi Anak Sebagai Siswa Tentang

Keterampilan Mereka Sendiri……….. 23

Tabel 2 Tabel Nilai dan Makna Korelasi……….. 35

Tabel 3 Usia Responden……… 38

Tabel 4 Jenis Kelamin Responden……… 38

Tabel 5 Jurusan Responden……….. 39

Tabel 6 Keterbukaan Orang Tua Dalam Berkomunikasi Dengan Responden……… 40

Tabel 7 Kejujuran Orang Tua Dalam Berkomunikasi Dengan Responden……… 41

Tabel 8 Tingkat Keseringan Orang Tua Mengkritik Cara Belajar Responden... 42

Tabel 9 Kemauan Orang Tua Mengerti Keadaan Responden……… 42

Tabel 10 Upaya Orang Tua Mencoba Merasakan Perasaan Responden………. 43

Tabel 11 Tingkat Keseringan Orang Tua Memberi Penjelasan Kepada Responden………. 44

Tabel 12 Kesediaan Orang Tua Membantu Menciptakan Suasana Belajar Kondusif Bagi Responden………... 45

Tabel 13 Kesediaan Orang Tua Mendengarkan Pandangan Responden………. 46

Tabel 14 Tingkat Keseringan Orang Tua Berada Dalam Perasaan Positif Ketika Berkomunikasi Dengan Responden………. 47

Tabel 15 Kesediaan Orang Tua Menghargai Keberadaan Responden……… 48

Tabel 16 Kesediaan Orang Tua Memberikan Pujian Kepada Responden………. 49

Tabel 17 Kesediaan Orang Tua Memberikan Hadiah Kepada Responden……….. 50

Tabel 18 Tingkat Keseringan Orang Tua Menghukum Responden……… 51

Tabel 19 Kesediaan Orang Tua Menghargai Posisi Responden……... 51

Tabel 20 Tingkat Keseringan Orang Tua Memancing Perdebatan Dengan Responden……… 52

Tabel 21 Kesediaan Orang Tua Membantu Menyelesaikan Masalah Responden……… 53

Tabel 22 Kesediaan Responden Belajar Karena Dorongan Dari Dalam Dirinya……… 54

Tabel 23 Kesediaan Responden Belajar Demi Meraih Cita-Cita……. 55

Tabel 24 Kesediaan Responden Belajar Demi Mendapat Pujian Orang Tua……….. 55

(11)

Tabel 26 Kesediaan Responden Belajar Karena Menghindari Hukuman Dari Orang Tua………. 57 Tabel 27 Ketertarikan Responden Belajar Karena Adanya Keterampilan………. 58 Tabel 28 Kesediaan Responden Mengembangkan Kemampuan

Dalam Belajar……… 58 Tabel 29 Kesediaan Responden Berkonsentrasi Dalam Belajar…….. 59 Tabel 30 Tingkat Minat Responden Belajar Karena Rasa Ingin

Tahu……….. 60 Tabel 31 Tingkat Ketertarikan Responden Belajar Karena Suasana

Rumah Aman dan Nyaman……….. 61 Tabel 32 Tingkat Kesadaran Responden Bahwa Pentingnya Belajar

Adalah Untuk Memahami Materi Pelajaran………. 62 Tabel 33 Tingkat Kesadaran Responden Bahwa Belajar Bukan

Hanya Demi Memperoleh Nilai……… 63 Tabel 34 Tingkat Kesadaran Responden Tentang Tanggung Jawabnya Sebagai Anak Sekaligus Siswa……… 64 Tabel 35 Hubungan Antara Keterbukaan Orang Tua Dalam

Berkomunikasi dengan Kesediaan Responden Untuk Belajar Karena Dorongan Dari Dalam Dirinya……… 65 Tabel 36 Hubungan Antara Kesediaan Orang Tua Membantu

Menciptakan Suasana Belajar Kondusif dengan Ketertarikan Responden Untuk Belajar Karena Suasana Rumah yang Kondusif………. 66 Tabel 37 Hubungan Tingkat Keseringan Orang Tua Memberi

(12)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi dan motivasi belajar. Penelitian ini menggunakan metode korelasional, yaitu metode yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain. Metode korelasional digunakan untuk meneliti hubungan di antara variabel-variabel. Populasi dalam penelitian ini adalah para siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Berdasarkan data siswa tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Kabanjahe, jumlah siswa kelas XI secara keseluruhan adalah 302 orang. Jumlah tersebut terbagi atas 172 orang siswa dari kelas XI IPA 1 – XI IPA 5 dan 130 orang siswa dari kelas XI IPS 1 – XI IPS 4. Selanjutnya, untuk menghitung jumlah seluruh sampel penelitian, maka digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% kemudian diproporsionalkan untuk memperoleh jumlah sampel dari setiap jurusan. Data penelitian diperoleh melalui studi pustaka dan studi lapangan melalui teknik survei dengan instrumen kuesioner yang disebarkan kepada 75 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak berlangsung efektif. Komunikasi antarpribadi dengan motivasi belajar menunjukkan hubungan yang kuat. Hal ini dapat dilihat melalui perolehan rs = 0,992. Apabila mengacu pada skala Guildford, yakni untuk mengukur kuat lemahnya hubungan, maka hasil tersebut menunjukkan hubungan yang sangat tinggi, kuat sekali, dan dapat diandalkan. Pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe sangat signifikan, yakni 98,41%.

Kata kunci: Komunikasi Antarpribadi, Motivasi Belajar, SMA Negeri 1 Kabanjahe

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan hal yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Komunikasi tentunya menjadi suatu proses yang sangat diperlukan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi alternatif atas suatu masalah dan mengambil keputusan, serta banyak lagi hal yang lainnya.

Perilaku komunikasi pertama yang dipelajari manusia berasal dari sentuhan orangtua Hal tersebut menjadi salah satu alasan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu tidak mungkin terlepas dari kegiatan komunikasi di dalam keluarga, terutama antara orang tua dan anak (Mulyana, 2007: 17).

Apabila dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya, maka komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi yang dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Hal ini terjadi karena komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka, sehingga terjadi kontak pribadi di mana ketika pesan disampaikan. Dengan demikian, maka umpan balik pun akan berlangsung seketika itu juga (Effendy, 2003: 61).

Komunikasi antarpribadi orangtua dan anak akan sangat memegang

peranan penting sampai kapan pun selama manusia masih memiliki emosi. Orang tua dan anak memiliki hubungan manusiawi yang tercakup ke dalam jenis pergaulan Gemeinschaft. Ciri dari Gemeinschaft ialah bahwa seorang anggota

Gemeinschaft tidak bisa keluar masuk masyarakat itu menurut kemauannya saja.

(14)

Salah satu hal yang tak luput dari perhatian orang tua dalam sebuah keluarga adalah soal pendidikan anak. Pada dasarnya pendidikan terdiri atas tiga jenis, yakni pendidikan formal, informal, dan non formal. Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis dan bertingkat atau berjenjang yang dimulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi dan yang setaraf dengannya. Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang dapat memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari. Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan yang teroganisasi dan sistematis yang berada di luar sistem persekolahan yang dilakukan secara mandiri. Dengan kata lain, pendidikan jenis ini merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya (Sumber data: http://pls.unnes.ac.id/2011/pengertian-tiga-jenis-pendidikan/).

Di antara ke tiga jenis pendidikan tersebut, pendidikan formal menjadi fokus utama. Rangkaian kegiatan belajar yang akan dilakukan anak dalam menyelesaikan pendidikan formalnya tentu saja memerlukan motivasi belajar. Motivasi belajar akan menjadi suatu pendorong bagi anak untuk belajar. Hasil belajar akan optimal apabila ada motivasi belajar. Semakin tepat motivasi belajar yang dimiliki, maka akan semakin berhasil pula anak dalam pendidikan formalnya.

(15)

Tidak jarang motivasi belajar anak tampak semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Hanya dengan satu dari sekian kemungkinan gangguan, tidak menutup kemungkinan bisa mengusik motivasi belajar anak dan merusak tujuan-tujuannya. Contohnya, seperti masalah keluarga, penyakit, investasi keuangan, ruangan belajar yang terlampau panas, dan lain-lain. Hal-hal tersebut bisa menyebabkan motivasi belajar lenyap dalam sekejap. Motivasi belajar sangat rapuh dalam menghadapi gangguan-gangguan eksistensi kehidupan sehari-hari (Wlodkowski dan Jaynes, 2004:13-19).

Dewasa ini, mulai terlihat adanya kecenderungan orang tua untuk sepenuhnya menyerahkan tanggung jawab atas anak kepada pihak sekolah. Tanggung jawab keluarga sekarang dalam pendidikan sekolah dan pendidikan moral tidaklah sebesar tanggung jawab keluarga seperti pada masa lalu (Khairuddin, 1997: 52).

Umumnya, hasrat belajar akan tumbuh di dalam diri anak apabila memiliki motivasi belajar yang tepat. Orang tua memberi pengaruh utama dalam menghidupkan dan menjaga motivasi belajar seorang anak. Peran mereka terhadap perkembangan motivasi belajar anak memberi pengaruh yang sangat kuat dalam setiap tahap perkembangannya dan akan terus berlanjut sampai habis masa SMA bahkan sesudahnya (Wlodkowski dan Jaynes, 2004: 27).

Ada masanya pertumbuhan motivasi belajar anak tidak terlihat atau bahkan tampak terhenti sama sekali dalam jangka waktu yang lama. Masa remaja menjadi waktu yang paling tidak stabil dalam hal kepedulian belajar anak. Oleh

karena itu, penting sekali bagi setiap anak untuk memiliki motivasi belajar, terutama ketika masih berstatus sebagai siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Siswa kelas XI SMA merupakan anak yang sangat membutuhkan motivasi belajar yang tepat. Hal demikian disebabkan pula karena anak akan segera naik kelas XII. Selain itu, anak juga akan segera dihadapkan dengan UAS (Ujian Akhir Sekolah) dan UN (Ujian Nasional) sebagai syarat penentu kelulusan.

(16)

tingkatan tersebut setelah melewati jenjang pendidikan wajib belajar sembilan tahun sejak dari duduk di bangku SD (Sekolah Dasar) sampai dengan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Jenjang SMA ditempuh dalam waktu tiga tahun, mulai dari kelas X sampai kelas XII.

Di Kabanjahe, ada beberapa SMA yang bisa menjadi pilihan siswa yang baru lulus SMP untuk kemudian melanjutkan jenjang pendidikanya. Sekolah negeri tetap menjadi favorit, tidak hanya di kalangan anak tapi juga bagi orang tua anak. Pada umumnya, yang menjadi alasan adalah karena kualitas sekolah yang dinilai bagus dan ditambah lagi biaya pendidikannya lebih murah apabila dibandingkan dengan sekolah swasta. Hal tersebut dikarenakan ada subsidi dari pemerintah bagi sekolah negeri. Ada dua SMA negeri di Kabanjahe, yaitu SMA Negeri 1 Kabanjahe dan SMA Negeri 2 Kabanjahe.

Sekolah sebagai sarana belajar tentu selalu berupaya memberikan pendidikan yang maksimal untuk para peserta didik dan demikian pula yang diterapkan oleh SMA Negeri 1 Kabanjahe. Sebelumnya, SMA Negeri 1 Kabanjahe dikenal dengan SMA Rumpun Bambu. Sejak tahun 1961 sampai sekarang, sekolah tersebut tetap menjadi SMA yang terbaik di tingkat Kabupaten Karo. Gedung sekolah diresmikan oleh Kolonel Jamin Ginting dan tetap berdiri kokoh sampai saat ini, apalagi setelah melalui renovasi pada beberapa ruangan kelas.

Dengan menampilkan slogan sekolah yang menarik “Mela mulih adi la

rulih”, artinya “Malu pulang tanpa membawa hasil”, SMA Negeri 1 Kabanjahe

(17)

Pada tahun pelajaran 2009/2010, siswa SMA Negeri 1 Kabanjahe yang diterima di Universitas Negeri ada 47 orang melalui jalur bebas tes, 24 orang melalui jalur tes UMB, dan 164 orang melalui jalur tes SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Lalu pada tahun pelajaran 2010/2011, tercatat ada 200 nama siswa yang diterima di Universitas Negeri. Selanjutnya menurut data terakhir, yakni pada tahun pelajaran 2011/2012, tercantum 244 nama siswa SMA Negeri 1 Kabanjahe yang diterima di Universitas Negeri di Indonesia. Prestasi ini jugalah yang lantas menjadikan SMA Negeri 1 Kabanjahe layak mendapat predikat sebagai SMA terfavorit di Kabupaten Karo.

Pencapaian tersebut menjadi salah satu indikator keberhasilan seluruh tenaga pengajar dalam menjalankan peran mereka di lingkungan sekolah. Akan tetapi, hal itu tentu tidak terlepas pula dari keterlibatan orang tua anak. Orang tua adalah guru pertama dan paling penting dalam kehidupan seorang anak (Wlodkowski dan Jaynes, 2004: 27). Selain itu, keberhasilan tersebut juga menunjukkan bahwa para siswa SMA Negeri 1 Kabanjahe memiliki motivasi belajar yang cukup tinggi karena adanya determinasi diri dan pilihan personal, pengalaman optimal dan penghayatan, minat, serta keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri.

Motivasi belajar anak dapat tumbuh dan terjaga terutama melalui komunikasi antarpribadi yang dilakukan dengan orang tua. Melalui kegiatan tersebut, orang tua bisa menunjukkan keterlibatannya dalam menjaga dan

meningkatkan motivasi belajar anak melalui berbagai cara. Misalnya melalui sikapnya yang mau mengingatkan dan membantu anak untuk mengerjakan tugas sekolah dari guru yang diberikan sebagai pekerjaan rumah (PR), memberikan pujian, menawarkan hadiah, misalnya orang tua membelikan gadget baru apabila anak mendapatkan hasil yang memuaskan dari kegiatan belajar di sekolah, serta membantu menciptakan suasana belajar yang nyaman saat berada di rumah.

(18)

lembut dan memberikan gambaran tentang masa depan kepada anak. Hal tersebut tentunya bertujuan untuk membangun motivasi belajar anak serta menambah pengertian anak tentang manfaat belajar yang bisa diperoleh di kemudian hari nanti. Namun, apabila cara yang demikian kurang bisa menghidupkan motivasi belajar anak, orang tua juga bisa menjaga motivasi belajar anak lewat sebuah hukuman yang bijak. Misalnya, apabila anak mendapat nilai jelek di sekolah, maka orang tua akan mengurangi uang jajan anak. Hal seperti itu disebut dengan hukuman sebagai reinforcement (penguatan) negatif yang kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi (Sardiman: 2009, 94).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe.

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas dan terarah sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Yang dimaksud dengan komunikasi antarpribadi orang tua yang dibatasi pada keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesamaan.

2. Yang dimaksud dengan motivasi belajar anak berdasarkan pendekatan

humanistis dan kognitif yang dibatasi pada determinasi diri dan pilihan personal, pengalaman optimal dan penghayatan, minat, serta keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri.

3. Objek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe.

(19)

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti

mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: “Sejauh mana pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe?”

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui efektivitas komunikasi antarpribadi orang tua dan anak.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang meningkatkan motivasi belajar anak.

3. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun mafaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, peneliti dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khasanah penelitian di FISIP USU, khususnya di Departemen Ilmu Komunikasi.

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

(20)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Teori merupakan suatu orientasi, teori membatasi jumlah fakta yang perlu dipelajari. Setiap masalah dapat dikaji dengan berbagai cara yang berbeda. Teori mempedomani cara-cara mana yang dapat memberikan hasil terbaik. Teori akan memberikan sistem mana yang hendak dipakai peneliti untuk mengartikan data agar dapat dikelompokan dalam cara yang paling bermakna (Umar, 2002: 56). Pada penelitian ini, teori-teori yang diangap relevan untuk digunakan adalah komunikasi antarpribadi dan motivasi belajar.

2.1.1 Komunikasi Antarpribadi

Sebelum memaparkan komunikasi antarpribadi, perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai komunikasi secara umum. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”,

communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama”

(Mulyana, 2007: 46).

Bila seseorang mengadakan kegiatan komunikasi dengan sesuatu pihak, maka orang tersebut cenderung berusaha untuk mengadakan persamaan arti dengan pihak lain yang menjadi lawan komunikasi atau menyamakan dirinya dengan yang diajaknya berkomunikasi. Dengan demikian, diharapkan akan memperoleh suatu kesepakatan arti. Kesepakatan arti di sini dibatasi kepada pengertian bahasa dan makna dari objek yang diperbincangkan (Lubis, 2007: 6).

(21)

Menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy, 2006: 10), komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Seseorang akan mampu mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya komunikatif. Artinya, orang yang berkomunikasi tersebut tidak hanya saling mengerti bahasa yang digunakan tetapi juga mengerti makna dan bahan yang dipercakapkan.

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, maka seringkali digunakan paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell. Lasswell (dalam Effendy, 2006: 10) mengatakan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: who, says what, in which channel, to whom, with what effect. Paradigma Laswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur, yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dengan demikian, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Pada hakikatnya, proses komunikasi merupakan penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang yang bertindak sebagai komunikator kepada orang lain sebagai komunikan. Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, kesedihan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.

Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada saat berlainan, seseorang

(22)

Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi persona (personal

communication) dan komunikasi antarpribadi adalah salah satu bagian yang

tercakup di dalamnya. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Dalam komunikasi antarpribadi, setiap orang bebas mengubah topik pembicaraannya dan dalam pelaksanaannya tidak menutup kemungkinan komunikasi antarpribadi bisa didominasi oleh suatu pihak kapan pun. Komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Komunikasi antarpribadi dapat membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya. (Mulyana, 2007: 81).

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Joseph A. Devito mendefenisikan komunikasi antarpribadi sebagai suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Sementara itu, Barnlund mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang, atau bahkan

empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Masih dalam pengertian yang hampir sama, Tan menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih (Liliweri, 1991: 12).

(23)

jadi tidak terdapat interaksi karena yang aktif hanya komunikator saja, komunikan bersikap pasif.

Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis tampak adanya upaya dari pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati. Di situ terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan status sosial ekonomi, melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, pantas, dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Dalam proses komunikasi antarpribadi yang melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, komunikator menyandi suatu pesan, kemudian menyampaikannya kepada komunikan, dan komunikan menerjemahkan pean tersebut. Pada tahap tersebut, komunikator menjadi encoder dan komunikan menjadi decoder. Akan tetapi, karena komunikasi antarpribadi bersifat dialogis, maka ketika komunikan memberikan jawaban, ia yang bertindak menjadi encoder dan komunikator menjadi decoder. Untuk lebih jelasnya, apabila komunikator itu bernama A dan komunikan bernama B, maka selama komuniksi berlangsung antara A dan B, akan terjadi pergantian fungsi secara bergiliran sebagai encoder

dan decoder. Jika A sedang berbicara, ia menjadi encoder; dan B yang sedang

mendengarkan menjadi decoder. Ketika B memberikan tanggapan dan berbicara kepada A, maka kini B yang menjadi encoder dan A menjadi decoder. Tanggapan B yang disampaikan kepada A tersebut dinamakan dengan umpan balik atau arus balik (Effendy, 2006: 14).

(24)

Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam komunikasi ini. Umpan balik akan menentukan berlanjut atau berhentinya komunikasi yang sedang dilancarkan oleh komunikator. Umpan balik ada yang bersifat positif dan ada pula yang negative. Umpan balik positif adalah tanggapan atau reaksi komunikan yang menyenangkan komunikator sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancer. Sebaliknya, umpan balik negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan komunikatornya sehingga komunikator akan merasa enggan untuk melanjutkan pesan yang ingin disampaikannya.

2.1.2 Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang efektif, yakni adanya keterbukaan

(openess), empati (emphaty), dukungan (supportiveness), rasa positif

(positivenes), dan kesamaan (equality) (Liliweri, 1991: 13).

1. Keterbukaan (Openess)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator yang baik harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Dalam berkomunikasi antarpribadi, tidak ada hal yang lebih buruk daripada ketidakacuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Ketidaksepakatan memperlihatkan keterbukaaan dengan cara

bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

(25)

2. Empati (Emphaty)

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang

sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Bersimpati dan berempati merupakan dua hal yang berbeda. Bersimpati adalah merasakan bagi orang lain, misalnya merasa ikut bersedih. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, misalnya ikut merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama terhadap suatu masalah yang dialami orang lain.

Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Pengertian yang empatik ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya.

Ada beberapa langkah untuk mencapai empati. Pertama, menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan mengkritik. Bukan karena reaksi ini salah, melainkan semata-mata karena reaksi seperti ini sering kali menghambat pemahaman. Fokusnya adalah pada pemahaman.

Kedua, makin banyak seseorang mengenal seseorang yang lain, seperti keinginannya, pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya, dan sebagainya, maka seseorang itu semakin mampu melihat apa yang dilihat orang lain itu dan merasakan seperti apa yang dirasakannya. Apabila menemukan kesulitan dalam memahami sudut pandang orang lain, seseorang dapat mengajukan pertanyaan, mencari kejelasan, dan mendorong orang tersebut untuk berbicara.

Ketiga, mencoba merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya. Hal yang perlu dilakukan untuk melihat lebih dekat dunia orang lain sama dengan apa yang dilihat orang itu adalah dengan memainkan peran orang tersebut dalam pikiran.

(26)

sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik, serta sentuhan atau belaian yang sepantasnya. Secara verbal, empati bisa ditunjukkan dengan cara merefleksi balik perasaan orang lain, membuat pernyataan tentatif dan bukan mengajukan pertanyaan, dan melakukan pengungkapan diri yang berkaitan dengan peristiwa dan perasaan orang lain untuk mengkomunikasikan pengertian dan pemahaman terhadap apa yang sedang dialami orang itu.

3. Dukungan (Supportiveness)

Komunikasi antarpribadi akan efektif apabila terdapat sikap mendukung. Dukungan dapat diperlihatkan melalui sikap deskriptif dan bukan evaluatif, spontan dan bukan strategik, serta provisional dan bukan sangat yakin.

Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya sikap mendukung. Pada umumnya suasana evaluatif membuat orang lebih defensif daripada dalam suasana deskriptif.

Gaya spontan juga membantu menciptakann suasana yang penuh dengan dukungan. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama, yaitu terus terang dan terbuka. Sebaliknya, apabila seseorang merasa bahwa lawan bicaranya menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya, seperti perasaan bahwa orang itu sedang mempunyai rencana atau strategi tersembunyi, maka dapat menimbulkan reaksi defensif seseorang.

Bersikap provisional artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta

bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan. Provisionalisme bukan suatu bentuk keyakinan yang tergoyahkan, melainkan yang membantu menciptakan suasana mendukung.

4. Rasa Positif (Positivenes)

(27)

yang menjadi teman berinteraksi. Melalui hal tersebut komunikasi antarpribadi akan berlangsung dengan lebih baik.

Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek. Pertama, komunikasi antarpribadi terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri. Orang yang merasa negatif terhadap diri sendiri selalu mengkomunikasikan perasaan demikian pula kepada orang lain, yang selanjutnya barangkali akan mengembangkan perasaan negatif yang sama pula. Sebaliknya, seseorang yang merasa positif terhadap dirinya sendiri akan mengisyaratkan perasaan yang sama kepada orang lain, yang selanjutnya juga akan ikut merefleksikan perasaan positif tersebut.

Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap suatu situasi atau suasana interaksi merupakan hal yang paling tidak menyenangkan. Reaksi negatif yang seperti itu akan membuat orang lain merasa terganggu dan akan menyebabkan komunikasi terputus dengan segera.

Rasa positif juga dapat ditunjukkan melalui sebuah dorongan. Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosa kata umum, yang dipandang sangat penting dalam analisis transaksional dam dalam interaksi manusia secara umum. Perilaku mendorong berarti menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain, sehingga perilaku ini bertentangan dengan ketidakacuhan. Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan dan terdiri atas perilaku yang biasanya

diharapkan, dinikmati, dan dibanggakan. Dorongan positif seperti itu mendukung citra pribadi seseorang dan membuatnya merasa lebih baik.

5. Kesamaan (Equality)

(28)

Kesamaan berarti adanya penerimaan seseorang terhadap orang lain. Carl Rogers menyebutkan bahwa kesamaan berarti meminta seseorang untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain (Devito, 2011: 286-291).

2.1.3 Sifat-Sifat Komunikasi Antarpribadi

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih merupakan komunikasi antarpribadi (Liliweri, 1991: 31-42). Sifat-sifat tersebut, yaitu:

a. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun nonverbal.

Perilaku verbal maupun nonverbal dapat menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam komunikasi tersebut. Perilaku verbal dan nonverbal yang memiliki atau mengandung pesan dapat menghasilkan suatu suasana yang menunjukkan dekat atau jauhnya jarak sosial.

b. Komunikasi antarpribadi yang melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan contrived.

Ketika seseorang berkomunikasi dengan sesamanya, umumnya ia harus mempertimbangkan secara pasti setiap perilakunya sendiri. Ia dapat mengatakan apa saja yang ada dalam benaknya dan kemudian mewujudkannya dalam perilaku spontan, scripted, dan contrived. Cara yang dipilih tergantung pada tujuan hubungan di antara mereka, sehingga perilaku itu menggambarkan

harapan-harapannya tercapai atau pun tidak. Ada kalanya seseorang berperilaku karena dikuasai oleh perasaannya dan pada waktu yang lain justru perilaku itu didorong oleh sikap dan pandangan yang rasional.

(29)

bentuk perilaku yang sebagian besar didasarkan pada pertimbangan kognitif. Jadi, seseorang akan melakukan sesuatu karena ia menganggap hal itu rasional sesuai dengan apa yang dipikirkan dan diyakininya.

c. Komunikasi antarpribadi sebagai suatu proses yang berkembang.

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan bentuk komunikasi yang sifatnya tidak statis melainkan dinamis. Apabila komunikasi antarpribadi bersifat statis, maka hubungan yang tercipta tidak bermutu dan tidak mengalami kemajuan karena tidak bertambahnya suatu informasi baru atau yang lebih berkualitas dari kegiatan sebelumnya.

d. Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi, dan koherensi.

Agar komunikasi antarpribadi dikatakan sukses, setiap pesertanya harus berpartisipasi satu terhadap yang lain melalui pesan verbal maupun nonverbal.

Suatu komunikasi antarpribadi harus ditandai dengan adanya umpan balik. Umpan balik mengacu pada respon verbal maupun nonverbal dari komunikan.

Umpan balik saja tidaklah cukup, tapi komunikasi antarpribadi juga melibatkan interaksi. Umpan balik tidak mungkin ada apabila tidak ada interaksi atau kegiatan dan tindakan yang menyertainya. Adanya interaksi menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi harus menghasilkan suatu pengaruh tertentu. Tanpa adanya pengaruh, maka komunikasi antarpribadi tak ada mandaatnya. Interaksi dalam komunikasi antarpribadi mengandalkan suatu perubahan sikap, pendapat, pikiran, perasaan, minat, atau pun tindakan tertentu. Pada tahap inilah

komunikasi antarpribadi dapat dirancang, apakah komunikasi yang dilakukan hanya mengharapkan perubahan pikiran atau pendapat saja, ataukah ditekankan pada minat dan perasaan, ataukah hanya pada tindakan saja.

(30)

verbal maupun nonverbal yang terungkap sebelumnya dengan yang baru saja terungkap.

e. Komunikasi antarpribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.

Komunikasi antarpribadi tergantung pada tata aturan di antara mereka yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Intrinsik berarti suatu standar dari perilaku yang dikembangkan oleh seseorang sebagai acuan bagaimana mereka melakukan komunikasi. Ekstrinsik berarti adanya standar atau tata aturan yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi tersebut harus diperbaiki atau dihentikan.

f. Komunikasi antarpribadi menunjukkan adanya suatu tindakan.

Dalam komunikasi antarpribadi, kedua belah pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut harus sama-sama mempunyai kegiatan atau aksi tertentu sebagai tanda bahwa sedang ada komunikasi antara mereka.

g. Komunikasi antarpribadi merupakan persuasi antar manusia.

Persuasi merupakan teknik mempengaruhi orang lain. Komunikasi antarpribadi melibatkan usaha yang bersifat persuasif yang menyentuh latar belakang psikologis dan sosiologis seseorang.

Dewasa ini, para ahli komunikasi menghendaki supaya seseorang yang berkomunikasi harus mampu merubah cara berpikir, perasaan, atau perilaku sesama. Hal tersebut akan tercapai apabila seseorang itu memberikan kesempatan pada pihak lain untuk dapat mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, dan

perilakunya.

2.1.4 Motivasi Belajar

(31)

(kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Menurut Mc.Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.

Motivasi juga dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan suatu kondisi tertentu, sehingga seseorang mau melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan timbul usaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang (Sardiman, 2009: 75).

Salah satu pelopor yang mendalami teori motivasi adalah Abraham H. Maslow. Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow berintikan pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarki kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan esteem, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri (Siagian, 1995: 146).

Motivasi dan belajar adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar merupakan perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktek atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Uno, 2007: 23).

(32)

Seseorang melakukan aktivitas didorong oleh adanya faktor-faktor kebutuhan biologis, insting, unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia. Motivasi selalu berkaitan dengan kebutuhan karena seseorang akan terdorong melakukan sesuatu apabila merasa ada suatu kebutuhan (Sardiman, 2009: 78).

Motivasi belajar adalah suatu nilai dan suatu dorongan untuk belajar. Ini berarti seseorang tidak hanya sekadar mau belajar tetapi juga benar-benar menghargai dan menikmati aktivitas belajar seperti mereka menghargai dan menikmati hasil belajarnya (Wlodkowski dan Jaynes, 2004: 11).

Hakikat motivasi belajar adalah adanya dorongan internal dan eksternal pada seseorang yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku dan pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Adanya hasrat untuk berhasil.

2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. 3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. 4. Adanya penghargaan dalam belajar.

5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seorang anak dapat belajar dengan baik (Uno, 2007: 23).

2.1.5 Perspektif Atas Motivasi Belajar

1. Perspektif Ilmu Perilaku

(33)

2. Perspektif Humanistis

Perspektif humanistis menekankan kapasitas anak untuk pertumbuhan

pribadi, kebebasan untuk memilih nasib mereka sendiri, dan kualitas-kualitas positif. Perspektif ini diasosiasikan secara dekat dengan keyakinan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lebih tinggi dapat dipuaskan.

3. Perspektif kognitif

Menurut perspektif kognitif mengenai motivasi belajar, pemikiran anak sebagai siswa mengarahkan motivasi mereka. Minat ini berfokus pada gagasan-gagasan seperti motivasi internal anak untuk berprestasi di sekolah, atribusi atau persepsi mengenai penyebab keberhasilan atau kegagalan, khususnya persepsi bahwa usaha merupakan faktor penting dalam prestasi, serta keyakinan dari dalam diri anak bahwa ia mampu mengontrol lingkungannya secara efektif. Perspektif kognitif juga menekankan pentingnya penetapan tujuan, perencanaan, dan pemantauan kemajuan suatu sasaran.

Jadi, apabila perspektif ilmu perilaku melihat motivasi belajar anak sebagai sebuah konsekuensi dari insentif eksternal, perspektif kognitif berargumen bahwa tekanan eksternal seharusnya kurang ditekankan. Perspektif kognitif merekomendasikan bahwa anak sebagai seorang siswa harus diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengendalikan hasil belajarnya sendiri.

4. Perspektif sosial

(34)

Anak yang berada di rumah dengan hubungan antarpribadi dengan orang tua yang penuh perhatian dan dukungan akan mempunyai nilai dan sikap akademis yang lebih positif dan merasa lebih puas terhadap belajar. Salah satu faktor penting dalam motivasi dan prestasi anak sebagai siswa adalah persepsi mereka tentang hubungan positifnya dengan orang tua (Santrock, 2009: 200-202).

2.1.6 Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik

Motivasi belajar bisa dibagi ke dalam dua bentuk, yakni motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik berarti melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (sebuah cara untuk mencapai suatu tujuan). Motivasi ekstrinsik sering kali dipengaruhi oleh insentif eksternal, seperti penghargaan dan hukuman.

Perspektif ilmu perilaku menekankan pentingnya motivasi ekstrinsik dalam prestasi, sementara pendekatan humanistis dan kognitif menekankan pentingnya motivasi intrinsik dalam prestasi. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri).

Seorang anak yang berstatus sebagai siswa akan lebih termotivasi belajar ketika mereka diberi pilihan, terlarut dalam tantangan yang sesuai dengan keterampilan mereka, dan menerima penghargaan yang mempunyai nilai informasi, tetapi tidak digunakan sebagai kontrol. Selain itu, pujian juga dapat meningkatkan motivasi intrinsik siswa. Hal tersebut disebabkan karena adanya:

1. Determinasi diri (self-determination) dan pilihan personal

Dalam pandangan ini, anak sebagai seorang siswa ingin meyakini bahwa ia melakukan sesuatu atas keinginannya sendiri, tidak karena keberhasilan atau penghargaan eksternal.

(35)

2. Pengalaman optimal dan penghayatan

Pengalaman optimal melibatkan perasaan menikmati dan bahagia yang

mendalam serta penghayatan. Penghayatan paling sering terjadi ketika seseorang mengembangkan rasa mampu menguasai sesuatu dan tenggelam dalam konsentrasi ketika sedang terlibat dalam suatu aktivitas. Penghayatan terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan-tantangan yang menurutnya tidak terlalu sulit atau tidak terlalu mudah.

Tingkat tantangan dan keterampilan yang dirasakan dapat memberikan hasil yang berbeda. Penghayatan paling mungkin terjadi dalam area-area yang membuat anak sebagai siswa merasa tertantang dan merasa bahwa ia mempunyai keterampilan tingkat tinggi.

Tabel 1

Tingkat Persepsi Anak Sebagai Siswa Tentang Keterampilan Mereka

Sendiri

Sumber: Santrock, 2009: 206 3. Minat

Minat atau ketertarikan dapat menumbuhkan motivasi intrinsik. Minat terutama dihubungkan dengan tindakan pembelajaran mendalam, seperti ingatan

atas gagasan pokok dan respons terhadap pertanyaan pemahaman yang lebih sulit, dibandingkan pembelajaran yang hanya permukaan, seperti respons terhadap pertanyaan yang sederhana dan ingatan kata demi kata teks.

Rendah Tinggi

Malas

Penghayatan Kebosanan

Kecemasan Rendah

(36)

4. Keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri

Faktor terpenting untuk mendorong keterlibatan kognitif dan tanggung

jawab anak sebagai siswa terhadap dirinya sendiri adalah lingkungan. Melalui hal itu, anak bisa termotivasi melakukan usaha secara lebih tekun dan mampu menguasai gagasan-gagasan pelajaran daripada hanya sekadar untuk mendapatkan nilai (Santrock, 2009: 204-206).

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakann uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakann kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dalam mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995: 33).

1. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi dalam penelitian ini adalah komunikasi antara orang tua dan anak secara tatap muka. Kegiatan tersebut memungkinkan setiap pelakunya, yaitu ayah, ibu, dan anak dapat menangkap reaksi masing-masing secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.

2. Motivasi Belajar

Motivasi belajar dalam penelitian ini merupakan nilai atau dorongan belajar dari dalam diri anak karena merasa bahwa belajar merupakan bagian dari tanggung jawab dan kebutuhannya sebagai seorang siswa.

2.3 Variabel Penelitian

(37)

Variabel X Variabel Y

1. Variabel Bebas (X) / Independent Variable

Variabel bebas merupakan sejumlah gejala, faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya gejala yang lainnya (Nawawi, 1995: 41). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi dalam keluarga.

2. Variabel Terikat (Y)/ Dependent Variable

Variabel terikat adalah sejumlah gejala dengan berbagai unsur atau faktor di dalamnya yang ditentukan atau dipengaruhi oleh adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar anak.

3. Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan ciri-ciri responden yang akan

dijadikan sampel pada penelitian.

2.3.1 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka agar mempermudah penelitian, perlu dibuat operasional variabel-variabel sebagai berikut:

Komunikasi Antarpribadi

a. Keterbukaan b. Empati c. Dukungan d. Rasa positif e. Kesamaan

Motivasi Belajar

a. Determinasi diri dan pilihan personal

b. Pengalaman optimal dan penghayatan

c. Minat

(38)

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel Bebas (X)

Komunikasi antarpribadi

a. Keterbukaan b. Empati c. Dukungan d. Rasa positif e. Kesamaan

Variabel Terikat (Y)

Motivasi belajar

a. Determinasi diri dan pilihan personal

b. Pengalaman optimal dan penghayatan

c. Minat

d. Keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri

2.4 Defenisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, defenisi operasional berfungsi untuk memperjelas pengertian variabel-variabel. Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penulisan ini adalah:

1. Variabel Bebas (X)

a. Keterbukaan (Openess), yaitu kemauan dari dalam diri orang tua untuk membuka diri mengenai hal-hal tertentu agar anak mampu mengetahui dan memahami pendapat orang tuanya tentang sesuatu hal serta bersikap jujur dan terus terang menanggapi apa yang diutarakan oleh anak.

b. Empati (Emphaty), yaitu adanya kemampuan orang tua menahan godaan untuk mengkritik anak, mengerti alasan yang membuat anak merasakan apa yang dirasakannya, dan mencoba merasakan apa yang sedang dirasakan anak.

(39)

membantu menciptakan suasana belajar yang mendukung bagi anak, dan bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dengan anak

d. Rasa positif (positivenes), yaitu adanya perasaan positif orang tua ketika berkomunikasi dengan anak, tidak mengacuhkan keberadaan anak, mau memberikan pujian atau penghargaan kepada anak, dan bahkan bersedia memberikan hukuman yang tepat apabila anak malas belajar.

e. Kesamaan (equality), yaitu dalam berkomunikasi, orang tua mau menghargai anak, tidak merangsang perdebatan, dan mau membantu anak memecahkan masalah.

2. Variabel Terikat (Y)

a. Determinasi diri dan pilihan personal, yaitu adanya dorongan dalam diri anak untuk belajar atas dasar keinginan sendiri dan untuk mencapai cita-cita tanpa mengharapkan adanya penghargaan.

b. Pengalaman optimal dan penghayatan, yaitu anak terdorong untuk belajar karena merasa senang dan tertantang pada suatu materi pelajaran.

c. Minat, yaitu adanya dorongan dalam diri anak untuk belajar karena rasa ingin tahu yang besar terhadap suatu materi pelajaran dan adanya suasana belajar yang kondusif.

d. Keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, yaitu anak terdorong untuk belajar karena adanya keinginan anak untuk bisa memahami suatu materi pelajaran, mendapatkan nilai yang baik dan untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai anak sekaligus siswa.

3. Karakteristik Responden

a. Usia, yaitu umur siswa yang menjadi responden

b. Jenis kelamin, yaitu jenis kelamin siswa yang menjadi responden.

c. Jurusan, yaitu fokus ilmu yang menjadi pilihan siswa yaitu IPA atau IPS.

2.5 Hipotesis

(40)

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho : tidak terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi orang tua terhadap

motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Ha : terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi orang tua terhadap

motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe.

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

SMA Negeri 1 Kabanjahe merupakan salah satu dari dua SMA Negeri yang ada di Kabanjahe. Lokasi sekolah ini berada di Jalan Jamin Ginting No.31 Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

3.1.1 Sejarah SMA Negeri 1 Kabanjahe

SMA Negeri 1 Kabanjahe awalnya dikenal dengan SMA Rumpun Bambu. Dan sejak tahun 1961 sampai sekarang tetap menjadi SMA yang terbaik di tingkat Kabupaten Karo. Gedung sekolah SMA Negeri 1 Kabanjahe diresmikan oleh Kolonel Jamin Ginting dan tetap berdiri kokoh sampai saat ini apalagi sudah melalui renovasi pada beberapa ruangan kelas.

Melalui slogan sekolah yang menarik dengan menggunakan Bahasa Daerah Karo “Mela mulih adi la rulih”, artinya “Malu pulang tanpa membawa hasil”, SMA Negeri 1 Kabanjahe pun selalu berupaya untuk bisa mencapai visi da misinya. Para siswa diharapkan selalu membawa hasil yang positif dari kegiatan belajar yang diikuti di sekolah.

Wakil kepala sekolah SMA Negeri 1 Kabanjahe menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya sejak sepuluh tahun terakhir, SMA Negeri 1 Kabanjahe selalu berhasil meluluskan 100% peserta didiknya. Dari persentase tersebut, minimal 60% di antaranya berhasil masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit di Indonesia.

(42)

Untuk meningkatkan kualitas, sudah sejak tahun pelajaran 2007/2008 SMA Negeri 1 Kabanjahe melakukan seleksi penerimaan siswa baru melalui ujian tertulis dengan menggunakan teknologi berbasis OMR. OMR adalah singkatan dari Optical Mark Recognition, yakni sebuah perangkat lunak pada komputer yang digunakan untuk memeriksa Lembar Jawaban Komputer (LJK) yang digunakan para siswa saat ujian tertulis seleksi penerimaan siswa baru SMA Negeri 1 Kabanjahe.

3.1.2 Visi SMA Negeri 1 Kabanjahe

SMA Negeri 1 Kabanjahe merupakan sekolah yang unggul dalam mutu dan disiplin.

3.1.3 Misi SMA Negeri 1 Kabanjahe

Berdasarkan visi di atas, maka SMA Negeri 1 Kabanjahe mengemban misi:

a. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. b. Menumbuhkan semangat kerja disiplin dan rasa tanggung jawab kepada

warga sekolah.

c. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenal potensi dirinya sehingga dapat berkembang secara optimal.

d. Memotivasi setiap warga sekolah untuk memiliki rasa kekeluargaan, kebersamaan, dan kegotong-royongan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

e. Menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, aman, rindang, dan indah. f. Meningkatkan prestasi olahraga di sekolah.

g. Menjalin kerja sama yang baik dengan orang tua murid/komite sekolah, alumni, dan massmedia guna mendukung penyelenggaraan dan peningkatan mutu sekolah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

h. Peningkatan kemampuan manajemen sekolah.

i. Membentuk peserta didik yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur.

j. Meningkatkan kemampuan siswa dalam kecakapan pengoperasian komputer.

(43)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu metode yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain (Rakhmat, 2004: 27). Metode korelasional digunakan untuk meneliti hubungan di antara variabel-variabel.

Data dikumpukan dengan menggunakan perangkat kuesioner. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan diantara variabel-variabel tersebut, kemudian meneliti sejauh mana faktor pada suatu variabel berkaitan dengan faktor variabel lain.

Berdasarkan hal di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah komunikasi antarpribadi orang tua berpengaruh terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Adapun cara yang digunakan adalah dengan mengambil data melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden terpilih di antara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006: 130). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswa seluruh kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Berdasarkan data siswa tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Kabanjahe, jumlah siswa kelas XI secara keseluruhan adalah 302 orang. Jumlah tersebut terbagi atas 172 orang siswa dari kelas XI IPA 1 – XI IPA 5 dan 130 orang siswa dari kelas XI IPS 1 – XI IPS 4.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006: 131). Berdasarkan data yang diperoleh, maka peneliti menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% (Bungin, 2011: 105), yakni sebagai berikut:

n =

(44)

. . orang

Keterangan:

N = Jumlah Populasi

n = Sampel

d2 = Presisi (digunakan 10% atau 0.1)

setelah jumlah sampel ditentukan, kemudian diproporsionalkan untuk memperoleh jumlah sampel dari setiap jurusan dengan menggunakan rumus:

n1 η

. orang

n2 η

. orang

Keterangan:

(45)

n = sampel

N = jumlah populasi

Dari hasil di atas, maka ditetapkan jumlah siswa yang akan menjadi sampel penelitian adalah 75 orang, yakni 43 orang dari kelas XI IPA 1 – XI IPA 5 dan 32 orang dari kelas XI IPS 1 – XI IPS 4.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu:

3.4.1 Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang ada

mengenai permasalahan dengan membaca dan mempelajari buku-buku serta sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian.

3.4.2 Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui survey lokasi penelitian. Penelitian di lapangan ini menggunakan:

a. Wawancara, yaitu sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan peneliti terhadap pihak-pihak yang terkait.

b. Kuesioner, yaitu alat pengumpul data dalam bentuk sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab oleh responden.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1995: 23).

(46)

Analisis tabel tunggal adalah analisis yang dilakukan dengan membagi variabel-variabel penelitian ke dalam jumlah frekuensi dan persentase setiap kategori (Singarimbun, 1995: 266).

2. Analisis Tabel Silang

Analisis tabel silang merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menganalisis dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan yang lainnya. Sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut berperan positif atau bernilai negatif (Singarimbun, 1995: 273).

3. Uji Hipotesis

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif yang digunakan untuk menguji hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Adapun metode yang digunakan adalah korelasi tata jenjang oleh Spearman (Spearmen’s Rho Rank – Order Correlations).

a. Teknik Korelasi Rank Order

Korelasi Spearman merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif dua variabel bila datanya berskala ordinal (ranking).

Nilai korelasi Spearman berada di antara rho . Bila nilai = 0, berarti tidak ada korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel independen dan dependen. Nilai rho = +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara independen dan dependen. Nilai rho = -1 berarti terdapat hubungan yang negatif antara variabel independen dan dependen. Dengan kata lain, tanda “+” dan “-“ menunujukkan arah hubungan di antara variabel yang sedang dioperasionalkan (Martono, 2010: 225).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Rho = 1 ∑

Keterangan:

Rho = Koefisien korelasi rank-order D = Perbedaan antara pasangan jenjang

(47)

N = Jumlah individu dalam sampel 1 = Bilangan konstan

6 = Bilangan konstan

Jika rs < 0, maka hipotesis ditolak dan jika rs > 0, maka hipotesis diterima. Untuk menguji tingkat signifikan korelasi, jika N > 0, maka digunakan rumus ttest pada tingkat signifikan 0,05:

t = rs

Keterangan:

t = nilai thitung

rs = nilai koefisien korelasi N = Jumlah sampel

Jika thitung > ttabel , maka hubungan signifikan. Jika thitung < ttabel, maka hubungan tidak signifikan. Selanjutnya, untuk melihat kuat-lemahnya korelasi, maka digunakan skala Guilford (Rakhmat, 2002: 29), yaitu:

Tabel 2

Tabel Nilai dan Makna Korelasi

Nilai Makna

Kurang dari 0,20

0,20 – 0,40

0,40 – 0,70

0,70 – 0,90

Lebih dari 0,90

Hubungan rendah sekali

Hubungan rendah tapi pasti

Hubungan yang cukup berarti

Hubungan yang tinggi

Hubungan sangat tinggi / kuat bisa diandalkan

Kemudian tahap selanjutnya adalah mencari besarnya kekuatan pengaruh antara variabel X terhadap Y, yaitu dengan rumus:

(48)

Kp : Kekuatan prediksi rs : Korelasi Spearman

 

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menempuh beberapa tahapan dalam pengumpulan data. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

4.1.1 Tahap Awal

Pada tahap awal, peneliti meminta surat izin penelitian dari bagian pendidikan FISIP USU untuk mengadakan penelitian di SMA Negeri 1 Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Selanjutnya, peneliti meminta izin ke Dinas Pendidikan Kabupaten Karo untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai siswa-siswa di SMA Negeri 1 Kabanjahe.

4.2.2 Pengumpulan Data

Bab ini merupakan uraian dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Berdasarkan data siswa tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Kabanjahe, jumlah seluruh siswa kelas XI adalah 302 orang. Jumlah tersebut terbagi atas 172 orang siswa dari kelas XI IPA 1 – XI IPA 5 dan 130 orang siswa dari kelas XI IPS 1 – XI IPS 4.

Peneliti menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% sebagai teknik penarikan sampel. Dari rumus tersebut ditentukan bahwa jumlah sampel adalah 75 orang. Selanjutnya, jumlah tersebut

diproporsionalkan untuk memperoleh jumlah sampel dari setiap jurusan.

(50)

4.2Analisis Tabel Tunggal

Analisis tabel tunggal pada bagian ini akan melihat tentang seberapa besar gambaran umum mengenai kondisi karakteristik responden, Komunikasi Antarpribadi (variabel X), dan Motivasi Belajar (variabel Y). Pembahasan mengenai data-data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

4.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden perlu disajikan untuk lebih mengetahui latar belakang responden. Adapun karakteristik umum yang dianggap relevan dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan jurusan.

Tabel 3

Usia Responden

No. Usia F %

1 15 3 4

2 16 30 40

3 17 42 56

Jumlah 75 100

P.1/FC.3&4

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 75 responden, yang berusia 15 tahun berjumlah 3 orang (4%), 16 tahun berjumlah 30 orang (40%), dan 17 tahun

berjumlah 42 orang (56%). Maka dengan demikian, tampak jelas bahwa yang menjadi sampel penelitian mayoritas berusia 17 tahun.

Usia 15-18 tahun disebut dengan masa remaja madya, di mana masa ini belum mencapai tahap remaja akhir. Pada tahapan ini, biasanya remaja cenderung masih mencari sesuatu yang dipandang bernilai dan membutuhkan peran orang lain untuk mendukungnya. Dengan demikian, usia responden seperti yang tercantum pada tabel di atas, tepat untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Alasannya, yaitu karena responden sedang berada pada masa remaja madya yang membutuhkan peran orang tua dalam meningkatkan motivasi belajarnya.

Tabel 4

Jenis Kelamin Responden

No. Jenis Kelamin F %

Gambar

Tabel 1
Tabel 6
Tabel 10 Upaya Orang Tua Mencoba Merasakan Perasaan Responden
Tabel 11
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III SDN Bengle I Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang Tahun Ajaran 2013 -

Pemerintah yang pro terhadap pembangunan suaka pajak memiliki potensi yang sangat kuat untuk didorong oleh kepentingan sejumlah pihak yang berada di “balik layar” yaitu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingka penerimaan pengguna Aplikasi Software Akuntansi pada mahasiswa

“Meaningful” yang dimaksudkan adalah bahwa pemberian informasi mengarahkan perhatian pebelajar kepada bagian dari ketrampilan yang harus dikoreksi dan hal ini akan membantu

Laporan audit internal ditujukan untuk kepentingan manajemen yang dirancang untuk memperkuat pengendalian audit intern, untuk menentukan ditaati

KUMUN

PENYEDIAAN JASA PERBAIKAN PERALATAN KERJA JASA PEMELIHARAAN GENSET JB: Barang/jasa JP: Jasa Lainnya.. 1

Kelangsungan khidupan pikiran dari pertalian pikiran satu sama lain, sebagaimana yang ditetapkan oleh Ibnu Sina, sama dengan hasil pemikiran tokoh-tokoh pikir modern seperti