• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Metode Direktif Bagi Karyawan Pt. Isi (Indomuda Satria Internusa) Untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Metode Direktif Bagi Karyawan Pt. Isi (Indomuda Satria Internusa) Untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam

(S.Kom.I)

Disusun Oleh:

IsmailSiregar

NIM: 1110052000022

J U R U S A N B I M B I N G A N D A N P E N Y U L U H A N I S L A M

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah merupakan salah satu perusahaan yang bekerja sekaligus mengelola jasa teknik, pengadaan dan konstruksi untuk pekerjaan listrik dan instrument, pekerjaan mekanis dan pemasangan pipa, pembangkit tenaga listrik dan saluran transmisi. PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) memiliki kurang lebih 150 karyawan dan mempunyai banyak proyek di Negara lain, seperti Malaysia, Jepang, Al-Jazair. PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) merupakan salah satu perusahaan yang menanamkan nilai-nilai dakwah di dalamnya. Namun, nilai-nilai dakwah yang ditanamkan kepada karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah melalui bimbingan kecerdasan spiritual dengan menggunakan metode direktif. Metode direktif yang digunakan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) dilatarbelakangi dengan terbatasnya waktu mereka untuk mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual.

Penelitian ini dilakukan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang terletak di Jl. Prapanca Raya, Blok: P. I No. 116 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) diterapkan, dan bagaimana respon karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) terhadap metode direktif untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual.

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan triangulasi. Data yang diperoleh adalah hasil dari wawancara, observasi, dan dokumentasi yang kemudian dikumpulkan dan dideskripsikan berdasarkan ungkapan, sudut pandang, dan cara berfikir penulis. Interviewee dalam penelitian ini terdiri dari 1 (satu) pembimbing dan 8 (delapan) karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang menjadi terbimbing dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual.

(3)
(4)
(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Mei 2014

Ismail Siregar

(6)

“Minta Fatwalah Kepada Qalbumu Walaupun Orang Banyak Berfatwa Kepadamu”

Ketika engkau mau melangkah :

“Ikutilah petunjuk (Allah), karena keselamatan beserta orang-orang yang mengikuti petunjuk, (Al-ayat)

Ingatlah! pada saat berkata maka berkatalah dengan : Penuh kejujuran! Kejujuran adalah siasat yang paling bagus”

Skripsi ini dipersembahkan untuk :

1. Ayah dan Ibu tercinta serta Abang dan Adik-adik tersayang.

2. Para guru dan dosen yang telah bersusah payah membimbing dan mengajari saya. 3. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya

Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

(7)

ABSTRAK ... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

2. Jenis-Jenis Metode dalam Bimbingan dan Penyuluhan ... . 26

C. Metode Direktif dalam Bimbingan dan Penyuluhan ... 28

D. Bimbingan ... 30

E. Kecerdasan Spiritual ... 31

F. Unsur-Unsur Kecerdasan Spiritual ... 37

1. ZeroMindProccess ... 37

1. Tahap Perkembangan Kepercayaan Fowler ... 42

2. Tahap Perjalanan Pertumbuhan Spiritual Peck ... 44

3. Tahap Transisi Spiritual Moody ... 48

4. Tahap Perkembangan Spiritual Sufistik ... 53

(8)

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Latar Belakang Berdirinya PT. ISI ... 66

1. PT. ISI ... ... 66

2. Bentuk Layanan Jasa PT. ISI ... 67

3. Pekerjaan Pembangkit Tenaga Listrik dan Saluran Transmisi ... 68

E. Layanan Bimbingan Kecerdasan Spiritual PT. ISI ... 73

F. Sarana dan Prasarana PT. ISI ... 75

G. Kantor Perusahaan ... ... 76

1. Kantor Pusat I ... 76

2. Kantor II ... 76

3. Workshop ... 76

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA A. Temuan ... 77

1. Profil Subjek Penelitian ... 77

2. Pembimbing ... 79

3. Terbimbing ... 80

(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dari segi penciptaan dibanding makhluk yang lainnya. Manusia juga adalah makhluk Tuhan yang tidak pernah lepas dari masalah dalam kehidupannya. Manusia juga adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak pernah lepas dari berinteraksi, komunikasi, aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari.

Dari sekian banyak dinamika yang terjadi dalam kehidupan manusia, baik dalam bentuk sosial dan agama semua itu sudah ketetapan dari Tuhan. Namun, tidak sedikit manusia yang sadar serta menyadari bahwa solusi dari semua dinamika tersebut juga tidak lepas dari ketetapan Tuhan.

Seiring dengan berkembangnya zaman, seiring pula berkembangnya spiritual manusia. Berkembangnya alat teknologi membuktikan bahwa menurunnya tingkat spiritual manusia akhir zaman ini, sebab mereka lebih meyakini dan mendewakan buatan manusia dibanding ciptaan Tuhan.

(10)

DR. Nurcholish Madjid akan menjadi sumber ancaman lebih lanjut bagi umat manusia.1

Banyak contoh yang dapat disaksikan melalui layar kaca dan media, seperti masalah korupsi, pembunuhan, pemerkosaan/pencabulan dan perampokan semua itu adalah masalah besar yang tiada habis-habisnya di tanah air ini. Sekian banyak masalah yang muncul, bukan karena kurangnya alat teknologi, informasi dan bukan juga karena tidak memahami hukum agama ataupun UUD 1945 melainkan mereka jauh dari Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT.

Jika dilihat dari beberapa hasil penelitian, sebagaimana penelitian tentang yang dilakukan lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah beberapa tahun yang lalu,adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan pada kawasan industri (KI) dilihat dalam cakupan spasial (area/ kewilayahan) ternyata memiliki pola pembinaan agama dan moral yang cukup variatif. Yakni dapat ditilik dari aspek sarana dan prasarana yang dimiliki, aspek modal pengembangan pembinaan agama dan moral (bentuk-bentuk kegiatannya), aspek waktu pembinaan yang diluangkan, serta aspek metode atau cara pembinaan yang diterapkan.

2. Dalam praktiknya, pembinaan agama dan moral perusahaan di kawasan industri tidak memadai dan belum maksimal. Indeks kelayakan hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor kelayakan berada

1

(11)

pada rating kelayakan: kurang layak - cukup layak (dengan rentangan nilai skor: antara 2 sampai 6). Hal ini dikuatkan oleh data bahwa bentuk-bentuk kegiatan yang diselenggarakan tidak cukup merata disemua perusahaan yang ada dikawasan industri, terutama pada KBN Marunda dan kawasan KBN Tanjung Priok (kurang terpenuhi). Dimana rating skor tertinggi nilai kelayakan pembinaan agama dan moral diberikan kepada perusahaan di kawasan PT JIEP Pulo Gadung dan selanjutnya KBN Cakung.

3. Dimensi keberagamaan yang ditemukan pada karyawan dan pihak manajemen di perusahaan kawasan industri masih bernuansa ritual keagamaan dan belum menyentuh aspek-aspek aktivitas spiritual yang hakiki dan lebih luas. Dengan itu, aspek penguatan keyakinan, pengalaman keberagamaan dan praktik-praktik keberagamaan masih dalam taraf yang kurang tersentuh, terutama oleh pihak manajemen dan karyawan sendiri. Sentral keberagamaan masih terpusat pada keberadaan fasilitas masjid dan musala, dimana tingkat kelayakan keberadaannya juga masih relatif kurang mendukung bagi pengembangan pembinaan agama dan moral, seperti fasilitas keberadaan kitab suci (Al-Qur’an)‏dan‏ kitab-kitab agama, perpustakaan, buletin dan majalah agama, termasuk penyediaan konsultasi agama, pembentukan kelompok-kelompok pengajian.

(12)

ketimbang hubungan horisontal (sosial), sehingga implikasinya pada etos kerja kurang berarti.2

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa di beberapa kawasan industri di DKI Jakarta, kebijakan perusahaan umumnya kurang memperhatikan aspek pembinaan agama dan moral. Akibatnya penguatan basis agama di kawasan industri lama berkembang.

Sebaliknya pada perusahaan yang telah menetapkan pembinaan agama dan moral pada perusahaannya, akan terus berkembang, bukan saja keakraban, emosi spiritual diantara manajemen dengan karyawan saja yang meningkat akan tetapi juga etos kerja dan kejujuran. Akibatnya omset dan provit perusahaan pun meningkat seiring dengan naiknya produktivitas karyawan.3

Mengingat, bahwa penyakit orang akhir zaman ini adalah jiwa (jati diri), pikiran dan akhlak serta mental yang kurang sehat. Menurut Hawari (2002:5), kesehatan mental manusia seutuhnya dalam perkembangan kepribadian seseorang mempunyai empat pilar; yaitu (a) sehat secara jasmani/fisik (biologis), (b) sehat secara kejiwaan (psikiatris/psikologis), (c) sehat secara sosial, (d) sehat secara spiritual (kerohanian/agama). Manusia akan selalu diambang kehancuran tanpa pembekalan yang baik dari keempat unsur di atas. Unsur yang perlu perhatian tinggi adalah sehat secara spiritual/kerohanian. Rohani yang sehat dan dikembangkan dengan baik akan membentuk seseorang jauh lebih maju dan baik.

2

Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A., Agama di Kawasan Industri, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005), h. 129-130.

3

(13)

Kesehatan spiritual akan terwujud dengan mengetahui segala kebutuhannya. Salah satu faktor keberhasilan sesuatu apa pun tetap tergantung dari pemenuhan kebutuhan pokoknya. Semakin terpenuhi kebutuhan, maka akan semakin mudah untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya.4

Oleh karena itu, sumbangan agama Islam yang terpenting dalam hal ini ialah sistem keimanan berdasarkan tauhid. Tauhid adalah ajaran yang menegaskan bahwa Tuhan adalah asal-usul dan tujuan hidup manusia, termasuk peradaban dan ilmu pengetahuannya.Dengan Tauhid kaum Muslim diharapkan mampu menawarkan penyelesaian atas masalah kehampaan spiritual dan krisis moral serta etika yang menimpa ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan dan harus digunakan dalam semangat untuk mengabdi kepada-Nya. Pada saat bersamaan, manusia harus didasarkan kembali akan fungsinya sebagai ciptaan Tuhan yang dipilih menjadi khalifah-Nya.

Dengan demikian sangat dibutuhkan pembimbing agama yang handal dan profesional serta berwawasan luas tentang spiritual, karena dengan adanya bimbingan spiritual diharapkan menjadi solusi dalam menghadapi dinamika kehidupan setiap manusia serta menjadikannya sebagai penawar penyelesaian masalah yang ada.

Disisi lain, inteligensi spiritual juga merupakan akses manusia untuk menggunakan makna, visi dan nilai-nilai dalam jalan yang kita pikirkan dan keputusan yang kita buat. Manusia menggunakan inteligensi spiritual untuk

4

(14)

mentransformasikan diri mereka dan orang lain, menyembuhkan luka dalam hubungan, bertahan dalam kedukaan, dan bergerak dari kebiasaan di masa lalu. Inteligensi spiritual merupakan pemikiran tentang diri seseorang dan ekspresi dari realitas yang lebih tinggi. Dengan inteligensi spiritual, manusia menyadari sumber daya yang tersedia bagi mereka. Manusia menyadari bahwa alam bukan merupakan sesuatu yang harus dieksploitasi. Manusia menemukan kebebasan dari keterbatasan sebagai manusia dan mencapai keilahian. Inteligensi spiritual membuat manusia dapat mencapai keutuhan dan memberi integritas kemanusiaan. Dengan inteligensi ini seseorang dapat menggali dirinya sendiri, mempertanyakan pertanyaan mendasar dan membentuk kerangka jawaban yang diperoleh. Semakin jauh mereka berjalan, semakin dalam tingkatan seseorang yang terbuka, yang membutuhkan penyempurnaan. Inteligensi spiritual memotivasi orang untuk memiliki keseimbangan bekerja. Inteligensi spiritual juga memberi kebutuhan manusia dalam konteks nilai kehidupan. Inteligensi spiritual membuat seseorang berkembang sebagai seorang manusia.5

Perusahaan dan kawasan industri di ibu kota selalu dipenuhi dengan pekerjaan. Sebagaimana dapat dilihat di televisi, koran dan media lainnya banyak karyawan di perusahaan diberlakukan seperti budak (hamba), disuruh bekerja tanpa mengenal waktu dan keluarga, dengan banyaknya pekerjaan yang diberikan kepada karyawan, maka tidak sedikit karyawan yang lupa terhadap kewajibannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, waktu yang digunakan dalam sehari-hari

5

(15)

hanya untuk bekerja sehingga mereka lupa kewajiban terhadap perintah Allah yang telah dituliskan di dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah merupakan salah satu perusahaan yang bekerja sekaligus mengelola jasa teknik, pengadaan dan konstruksi untuk pekerjaan listrik dan instrument, pekerjaan mekanis dan pemasangan pipa, pembangkit tenaga listrik dan saluran transmisi. Perusahaan ini terletak di Jl. Prapanca Raya, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. PT. ISI memiliki kurang lebih 150 karyawan dan mempunyai banyak proyek di negara lain, seperti Malaysia, Jepang, Al-jazair dan negara lainnya. Namun ada hal yang menarik di PT. ISI, yaitu bimbingan kecerdasan spiritual bagi para karyawannya.

PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) merupakan salah satu perusahaan yang menanamkan nilai-nilai dakwah di dalamnya. Berdakwah kepada semua orang pada dasarnya adalah salah satu tugas manusia di muka bumi, namun yang membedakannya adalah cara berdakwah yang digunakan kepada

mad’unya.Dakwah pada umumnya hanya dilakukan dengan bil-lisan dan

adakalanya bil-qalam.Namun, nilai-nilai dakwahyang ditanamkan kepada karyawanPT. ISI adalah melalui bimbingan kecerdasan spiritual dengan menggunakan metode direktif.

(16)

memberikan bantuan pemecahan problem yang dihadapi.6Metode direktif yang digunakan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) dilatarbelakangi dengan terbatasnya waktu mereka untuk mengikuti bimbingan kecerdasan spiritual. Metode direktif yang digunakan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa)lebih santai danlebih mudah, karena tidak terikat dengan tempat dan waktu, bisa dilakukan di kantor dan di luar kantor, seperti di rumah pembimbing ataupun terbimbing, dengan kata lainmetode direktif bisa dilakukan di kantor dan di tempat umum. Dengan alasan demikianlah bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) menggunakan metode direktif. Kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) sudah dilakukan sejak dari 20 tahun yang lalu. Oleh karena itu, penulis merasa ini merupakan hal yang baru khsususnya bagi pembimbing agama, karena selama ini bimbingan lebih sering dilakukan di lembaga formal, ditambah lagi sangat sedikit terdapat bimbingan, khususnya dalam bentuk spiritual yang dilakukan di perusahaan ataupun kawasan industri.

Berdasarkan uraian di atas, maka sangat perlu dilakukan penelitian dan pengkajian terhadap kecerdasan spiritual dalam bentuk karya ilmiah atau skripsi dengan judul “ANALISIS METODE DIREKTIF BAGI KARYAWAN PT. ISI (INDOMUDA SATRIA INTERNUSA) UNTUK MENINGKATKAN

KECERDASAN SPIRITUAL ”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

6

(17)

1. BatasanMasalah

Banyak bentuk bimbingan Islam yang dapat diberikan kepada karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) mulai dari bimbingan Islam secara kelompok (pengajian) maupun individu (konseling). Namun penulis lebih tertarik terhadap bimbingan kecerdasan spiritual secara individu melalui kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual yang dilakukan bagi karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), karena penulis merasa bahwa kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) tersebut berisi bimbingan dan pesan-pesan spiritual serta nasehat-nasehat dan pengarahan kepada ketauhidan dengan tahapan syariat, tarikat, hakikat dan makrifat melalui metode direktif.

(18)

untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, agar menghasilkan penelitian dan kajian yang komprehensif.

2. Rumusan Masalah

Dari uraian pembatasan masalah di atas, maka penulis menyusun rumusan masalah menjadi dua rumusan, sebagai beikut:

a. Bagaimana metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) diterapkan?

b. Bagaimana respon karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) terhadap metode direktif untuk meningkatkan kecerdasan spiritual?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini antara lain :

a. Untuk mengetahui bagaimana metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) diterapkan.

b. Untuk mengetahui bagaimanarespon karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) terhadap metode direktif untuk meningkatkan kecerdasan spiritual.

2. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, di antaranya adalah :

(19)

1) Khususnya untuk memperluas dan pengetahuan bagi penulis, khususnya dibidang teori dan metode.

2) Untuk melatih penulis dalam mendiskripsikan masalah-masalah yang sedang terjadi, khususnya di Bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

b. Manfaat Praktis

1) Dengan adanya penelitian ini penulis dapat berinterkasi, komunikasi dan bercampur dengan khalayak sasaran yang latar belakangnya berbeda.

2) Peneliti akan lebih mudah menyesuaikan metode, strategi atau pendekatan yang akan digunakan pada khalayak sasaran/klein.

3) Hasil penelitian ini juga menjadi syarat bagi penulis dalam rangka memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

4) Hasil penelitian ini juga merupakan suatu investasi akhirat bagi penulis dan semoga menjadi manfaat bagi penulis berikutnya yang menjadikan hasil penlitian ini sebagai rujukan.

D. TINJAUN PUSTAKA

(20)

luas dan mendalam.Penulis belum menemukan skripsi yang membahas secara mendalam tentang metode direktif khususnya dalam proses bimbingan kecerdasan spiritual.Penulis hanya menemukan beberapa skripsi yang membahas tentang kecerdasan spiritual dengan menggunakan metode yang berbeda-beda, dengan kata lain tidak menetapkan metode yang digunakan secara luas dan mendalam pada kegiatan tersebut. Adapun skripsiyang penulis jadikan tinjauan pustaka antara lain adalah :

1. Ina Nurul Lestari (105052001747) dengan judul skripsi “Pelaksanaan‏ Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Anak di

Sekolah‏ Alam‏ Depok”.‏Penelitian ini menjelaskan proses pelaksanaan

bimbingan agama yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kecerdasan spiritual anak di sekolah alam Depok. Tetapi, penelitian ini kurang menekankan pada metode yang digunakan pada saat proses kegiatan bimbingan spiritual, hanya fokus pada proses pelaksanaan bimbingan agama dalam meningkatkan keceredasan spiritual.

(21)

menjelaskan dengan jelas metode yang digunakan dalam pelaksanaan dan pengamalan dari spiritual itu sendiri.

3. Tita Ernawati (10705200276)‏ dengan‏ judul‏ skripsi‏ “Efektivitas Penyuluhan Agama Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Wanita Tuna Susila Di Panti Sosial Karya‏Wanita‏(PSKW)‏“Mulya‏Jaya”‏

Jakarta”.‏ Skripsi‏ ini‏ menjelaskan‏ tentang‏ bagaimana‏ efektivitas‏

penyuluhan agama dalam mengembangkan kecerdasan spiritual wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita. Jadi, skripsi ini tidak memaparkan metode dan teknik mengembangkan kecerdasan spiritual hanya membahas bagaimana efektivitas penyuluhan agama yang telah dilakukan. Dengan demikian, dapat kita lihat kekurangan dari skripsi ini. Adapun kekurangannya adalah skripsi ini tidak melihat metode apa yang digunakan pada kegiatan penyuluhan agama tersebut.

E. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Untuk mengetahui analisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual,dalam penelitian ini penulis berusaha menguraikan atau menggambarkan metodeanalisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dalam mengikuti bimbingan kecerdasan spiritual.

(22)

merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat melakukan penelitian, mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.7

Metode penelitian dengan teknik triangulasi digunakan dengan adanya dua asumsi. Yaitu, pertama, pada level pendekatan, teknik triangulasi digunakan karena adanya keinginan melakukan penelitian dengan menggunakan dua metode sekaligus yakni, metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Hal ini didasarkan karena, masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu, dan memiliki pendapat dan anggapan yang berbeda dalam memandang dan menanggapi suatu permasalahan. Asumsi kedua yang mendasari penggunaan teknik triangulasi yakni, pada level pengumpulan dan analisis data. Pengumpulan dan analisis data membutuhkan sebuah prosedur untuk menguji hasil analisis data. Dalam penelitian dengan mengunakan metode triangulasi, peneliti lebih menekankan pada metode kualitaitif, metode kuantitaif di sini digunakan sebagai fasilitator dalam membantu melancarkan kegiatan peneliatian.8

7

http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/270-triangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.html.Dikutip pada hari Selasa, 21 Januari 2014, pukul: 20:29.

8

(23)

Dalam hal ini peneliti terlibat langsung dalam proses kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Peneliti terlibat langsung dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI lebih kurang sebanyak tiga puluh kali mengikuti, yang di mulai dari 12 Januari 2014 hingga 27 April 2014. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara terhadap karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan Spiritual tersebut. Selanjutnya, untuk memperkuat dan mengecek validitas data hasil observasi atau wawancara tersebut maka dilengkapi dengan data hasil kuesioner. Data yang diperoleh dari metode triangulasi tersebut dilakukan terus menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan,dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan, serta akan disajikan dalam berbagai sudut pandang yang utuh, yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian.

2. Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian

(24)

ditempat penelitian pun belum ada yang meneliti tentang metodedirektif dalam bimbingankecerdasan spiritual bagi karyawan. Kedua, pihak perusahaan bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian dan siap memberikan data dan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh peneliti.Ketiga, PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah salah satu perusahaan yang bekerja sekaligus mengelola jasa teknik, pengadaan dan konstruksi untuk pekerjaan listrik dan instrument, pekerjaan mekanis dan pemasangan pipa, pembangkit tenaga listrik dan saluran transmisi. Olehkarena itu,peneliti merasa tertarik karena sangat jarang perusahaan-perusahaan di Indonesia yang melakukan bimbingan kecerdasan spiritual terhadap karyawannya, kalaupun ada hanya bersifat ritual dan pengajian saja.

3. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah perusahaan, pemilik perusahaan, hingga karyawan perusahaan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa).

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah analisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual.

4. Teknik Pengumpulan Data

(25)

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki. Observasi dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta tentang tingkah laku objek dalam melakukan segala aktifitas yang bisa menjadi sumber analisis permasalahan.9

Adadua model observasi yang sudah biasa dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan.Pertama, observasi secara langsung dan ikut terlibat dalam peristiwa yang sedang dijadikan objek observasi, atau sering disebut dengan observasi partisipasi (participant observacy).

Dalam hal ini pembimbing ikut berbaur dengan objek yang diidentifikasi, atau mungkin pula ikut serta bermain peranan seperti yang diperankan objeknya. Sehingga data yang diperoleh secara akurat dan objektif sebagaimana adanya.Kedua,observasi non partisipan, yakni pembimbing berada di luar objek atau peran yang sedang diidentifikasi, bisa dari jarak dekat atau jarak jauh. Artinya, pihak observer hanya mengamati dan mencatat fakta atau kejadian-kejadian yang tampak sebagaimana layaknya orang yang sedang mengamati sesuatu. Namun, pihak observer tetap mengikuti dan mencermati secara teliti atau seksama dari fakta-fakta yang sesungguhnya.10

Teknik observasi (Daymon dan Holloway, 2008: 321-322) tidak melakukan intervensi dan dengan demikian tidak mengganggu

9

Maman Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 208.

10

(26)

objektivitas penelitian. Lebih lanjut, observasi mensyaratkan pencatatan dan perekaman sistematis semua data. Observasi pada gilirannya menampilkan data dalam bentuk perilaku yang disadari tersebut.11

Dalam hal ini, peneliti mengikuti langsung proses kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Dalam observasipeneliti melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan dan ditentukan. Karena tujuan dari observasi adalah semata-mata untuk memberikan gambaran tentang sesuatu.12

b. Wawancara

Wawancara (Interview) merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menggunakan komunikasi langsung. Dalam komunikasi tersebut pewawancara (interviewer) bertemu langsung dengan responden mengemukakan pertanyaan-pertanyaan secara lisan yang dijawab secara lisan pula.13

Di sisi lain, wawancara adalah satu cara atau teknik yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Fakta dan data itu dapat dijadikan bahan dan gambaran empiris dari kondisi

11

Nyoman Kutha Ratna,Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 217.

12

DR. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008), h. 53.

13

(27)

kejiwaan. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan 1 (satu) Pembimbing dan 8 (Delapan) terbimbing.

Sebab, secara umum wawancara lazimnya dilakukan dalam bentuk interpersonal (face to face) antara konselor dengan kliennya yang bertujuan untuk mengungkapkan sekitar hal-hal yang berkaitan dengan diri dan pribadi klien.14Wawancara dilakukan dengan bantuan alat komunikasi dan teknologi lainnya, seperti buku catatan, alat tulis, handphone, dan camera digital. Adanya alat bantu wawancara di atas, mengingat bahwa alat bantu tersebut dapat berfungsi sebagai berikut:

1) Alat kontrol materi, materi selalu dikembalikan pada permasalahan dalam bentuk pertanyaan.

2) Alat kontrol waktu, bagi interviewer dapat memperkirakan berapa waktu yang diperlukan untuk menghadapi satu responden guna menjawab setiappermasalahan secara tuntas.

3) Membantu untuk menghindari hasil wawancara yang mubazir (sia-sia) sehingga tidak dapat dipergunakan untuk menganalisa permasalahan.15

Pada teknik wawancara ini penulis mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan klien, di antaranya:

14

M. Lutfi. MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008), h. 122, 123.

15

(28)

1. Agus Sugiharto 2. Budi Sulistiono

3. M. Nelson Simanjuntak 4. Tofan Efendi

5. Feri Afriady 6. Supriyadi 7. Jubad 8. Prayitno c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.16 Dalam hal ini peneliti mengumpulkan, membaca, memperoleh, dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-dokumen yang ada di PT. ISI(Indomuda Satria Internusa) serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah sesuai dengan masalah yang diteliti.

5. Sumber Data

Adapun yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari penelitian yang dimaksud. Sumber data ialah unsur utama yang dijadikan sasaran dalam penelitian untuk memperoleh data-data kongkret dan

16

(29)

yang dapat memberikan informasi untuk memperoleh yang diperlukan dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

narasumber dalam bentuk wawancara dengan 1 orang pembimbing dan 8 orang terbimbing dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Karyawan tetap perusahaan 2) Laki-laki

3) Beragama islam

4) Telah mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun

b. Data skunder,yaitu data yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis yang terdapat dalam buku atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

6. Analisa Data

Analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan kedalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar kemudian dianalisa agar mendapatkan hasil berdasarkan yang ada. Hal ini disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.17

Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut:

17

(30)

a. Reduksi data yang merupakan bentuk analisis yang relevan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

b. Penyajian data, setelah data mengenai pelayanan dan bimbingan diperoleh, maka data tersebut disajikan dalam bentuk narasi, visual, gambar, matriks, bagan, tabel, dan lain sebagainya sehingga tujuan dari penelitian dapat terjawab.

c. Penyimpulan, data yang tersaji pada analisa antar kasus khususnya yang berisi jawaban atas tujuan penelitian kualitatif diuraikan secara singkat, sehingga dapat pengambilan kesimpulan mengenai metode direktif dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual terhadap karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa).

7. Teknik Penulisan

Dalam penulisan ini penulis berpedoman dan mengacu kepada buku

“Pedoman‏Penulisan‏Karya‏Ilmiah‏(‏Skripsi,‏Tesis‏dan‏Disertasi)‏UIN‏Syarif‏

Hidayatullah‏Jakarta.”‏Yang‏diterbitkan‏oleh‏CeQDA,‏April‏2007,‏Cet.‏Ke-2.

F. RANCANGAN PENELITIAN

Mulai

Membuat Latar Belakang dan Rumusan Masalah

Membuat Kerangka Permasalahan Seputar Kecerdasan Spiritual

(31)

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan penulis, maka penulis membagi pembahasan skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Mengemukakan tentang Latar Belakang

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Rancangan Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini penulis membahas tentang Analisis, Metode, Metode Direktifdalam Bimbingan dan Penyuluhan, Bimbingan, Kecerdasan Spiritual, Unsur-Unsur Kecerdasan Spiritual, Tahapan Spiritual, Tahap Perkembangan Spiritual, Manfaat Spiritual dalam Kehidupan.

BAB III PROFIL PT. ISI (Indomuda Satria Internusa).Pembahasan pada bab ini meliputi: Latar Belakang Berdirinya PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), Badan Hukum dan Susunan Kepengurusan PT ISI,Moto PT. ISI, Visi

Melakukan Observasi dan Wawancara Kepada Karyawan, PT. ISI. Memetakan Wilayah Prapanca Sebagai Objek Penelitian, yakni PT. ISI

Menganalisa Data

Membuat Kesimpulan dan Saran

Menyusun Laporan Penelitian

(32)

dan Misi PT. ISI, Layanan Bimbingan Kecerdasan Spiritual PT. ISI, Sarana dan Prasarana PT. ISI, Kantor PT. ISI.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA.Menjelaskan tentang

Temuan, (Profil Subjek Penelitian, Pembimbing, Terbimbing), Metode Direktif untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa).

(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. ANALISIS

Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab, musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).1 Analysis dalam kamus lengkap (Inggeris – Indonesia – 316 hal, Indonesia Inggeris 332 hal) diartikan dengan ‘uraian’2.

Sedangkan dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia analisis diartikan sebagai cara memeriksa suatu masalah untuk menemukan unsur dasar dan hubungan antara unsur-unsur yang berkaitan.3

Dapat disimpulkan bahwa analisis adalah penguraian suatu bagian (karangan, perbuatan, dan sebagainya) kemudian bagian itu di telaah serta di cari tahu hubungannya dengan bagian yang lain untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang utuh dan tepat dari bagian tersebut.

B. METODE

1. Pengertian Metode

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”.

Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yanag harus dilalui”.

1

Drs. Tri Rama K,. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung), h. 37.

2

Prof. Drs. S. Wojowasito – W.J.S. Poerwadarminta., Kamus Lengkap Inggeris- Indonesia- 316 hal Indonesia- Inggeris – 332 hal, (Bandung: Penerbit Hasta, Cetakan Ke-16), h. 6.

3

(34)

Dalam pengertian yang luas, metode bisa pula diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang

diinginkan”.4

Sedangkan dalam kamus ilmiah populer metode diartikan secara singkat sebagai cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanaan sesuatu.5

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan dengan sistematis dan teratur.

2. Jenis-Jenis Metode Dalam Bimbingan

Jenis-jenis metode dalam bimbingan sangatlah banyak, namun ada beberapa metode yang populer dalam bimbingan, diantaranya adalah:6

a) Metode interview7

Interview (wawancara) merupakan suatu alat untuk memperoleh fakta/data/informasi. Dengan tujuan untuk mendapatkan data yang diperlukan bimbingan. Sebagai salah satu cara untuk memperoleh data/fakta, metode wawancara masih tetap banyak dimanfaatkan karena interview bergantung pada tujuan fakta apa yang dikehendaki serta untuk siapa fakta tersebut digunakan. Fakta-fakta tersebut sangat diperlukan untuk pemberian-pemberian bimbingan.

4

Drs. M. Lutfi, MA,. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 120.

5

Achmad Maulana, dkk,. Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2009), h. 306.

6

Drs. Samsul Munir Amin,. Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: PT. Perpustakaan Nasional, 2010), h. 69-73.

7

(35)

b) Groupguidance8

Dengan menggunakan kelompok, pembimbing dan konselor akan dapat mengembangkan sikap sosial, sikap memahami peranan anak bimbing dalam lingkungannya. Dalam metode kelompok diberikan group therapy (penyembuhan gangguan melalui terapi). Terapi tersebut dapat diwujudkan dengan penyesuaian situasi kebersamaan hak secara keterkaitan antara yang satu dengan yang lain. Tujuan utama dari bimbingan kelompok adalah penyebaran informasi mengenai penyesuaian diri dengan berbagai kehidupan klien.

c) Client centered method (metode yang dipusatkan pada klien)

Metode ini sering juga disebut nondirektif (tidak mengarahkan). Dalam metode ini terdapat dasar pandangan bahwa klien sebagai makhluk yang memiliki kemampuan berkembang sendiri; dan sebagai pencarian kemantapan diri sendiri.

Jika pembimbing mempergunakan metode ini, ia harus bersikap sabar mendengarkan dengan penuh perhatian segala ungkapan batin klien yang diutarakan kepadanya. Dengan demikian pembimbing seolah-olah pasif, tetapi sesungguhnya bersikap aktif menganalisa segala apa yang dirasakan oleh klien sebagai beban batinnya.

8

(36)

d) Educative method

Metode ini sebenarnya hampir sama dengan metode client-centered, hanya bedanya terletak pada usaha mengorek sumber perasaan yang menjadi beban tekanan batin klien serta mengaktifkan kekuatan/tenaga kejiwaan melalui pengertian realitas situasi yang dialami olehnya. Oleh karena itu, inti dari metode ini adalah pemberian pencerahan terhadap unsur-unsur kejiwaan yang menjadi konflik seseorang.

Selain di atas masih banyak lagi metode yang sering digunakan pembimbing dalam mengatasi masalah kliennya, seperti metode direktif dan metode lainnya.

C. METODE DIREKTIF DALAM BIMBINGAN DAN PENYULUHAN

Konseling direktif adalah suatu teori konseling yang berasosiasi dengan E.G. Williamson, dimana konselor adalah aktif seperti penasehat dan guru dan menerapkan tes-tes dan melaksanakan diagnosis untuk memecahkan kerisauan pendidikan dan pekerjaan.9

Direktif, secara umum menunjuk pada sifat arahan atau mengarahkan suatu aktifitas terapi; suatu ancangan atau model yang banyak mengarahkan. Sejumlah ancangan bimbingan dan konseling, misalnya behavioral, sifat dan

9

(37)

faktor kognitif, pernah disebut bersifat direktif, sementara ancangan humanisme dan eksistensialisme pernah digolongkan sebagai bersifat nondirektif.

Direktif adalah metode yang bersifat mengarahkan. Metode ini lebih bersifat mengarahkan klien untuk berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya. Pengarahan yang diberikan kepada klien ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sumber kesulitan yang dihadapi klien.

Direktif konseling sebenarnya merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana, karena konselor dalam metode ini secara langsung memberikan jawaban-jawaban terhadap problem yang oleh klien disadari menjadi sumber kecemasannya. Metode ini tidak hanya dipergunakan oleh konselor, melainkan juga dipergunakan oleh para guru, dokter, ahli hukum dan sebagainya. Dalam rangka usaha mencari tahu tentang keadaan klien. Dengan mengetahui keadaan masing-masing klien tersbut, konselor dapat memberikan bantuan pemecahan masalah.10

Secara ringkas konseling direktif adalah suatu metode dalam bimbingan yang bersifat mengarahkan klien untuk memecahkan masalah yang sedang dan atau akan dihadapi oleh klien.

Oleh karena itu, seorang pembimbing harus memahami proses pelayanan metode direktif. Konselor yang berpegang pada pendekatan konseling direktif mengikuti rangkaian kerja yang agak mirip dengan pelaksanaan studi kasus dan

10

(38)

pelayanan dokter terhadap seorang pasien, yaitu: analisis atau pengumpulan data yang relevan; diagnosis atau kesimpulan tentang semua unsur pokok dalam masalah klien dan sebab musababnya; konseling atau wawancara perseorangan untuk memikirkan penyelesaian terhadap problem yang dihadapi; tindak lanjut

(follow up) atau bantuan terhadap klien bila timbul masalah lagi dan evaluasi

terhadap efektivitas bimbingan.

D. BIMBINGAN

Secara etimologi (bahasa), kata bimbingan merupakan terjemahan dari

bahasa Inggris “guidance” yang berarti: “menunjukkan, memberikan jalan,

menuntun, bimbingan bantuan, arahan, pedoman, dan petunjuk. Kata dasar dari

guidance” adalah “to guide”, yang artinya “menunjukkan, menuntun,

mempedomani, menjadi penunjuk jalan, dan mengemudikan”. Dari berbagai

pengertian itu, maka yang paling umum digunakan adalah pengertian

memberikan bimbingan, dan arahan”.11

Kemudian pengertian utuhnya adalah usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya. Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya, mengenal lingkungannya, mengarahkan dirinya, mampu mengambil keputusan untuk

11

(39)

hidupnya, dan dengannya ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna, dan bermanfaat di masa kini dan masa yang akan datang.12

Secara sederhana bimbingan adalah proses membimbing atau memberikan arahan kepada klien untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah melalui proses pengungkapan atau pembangkitan potensi yang dimiliki klien. Dengan demikian klien mampu mengembangkan diri, potensi serta bisa memahami dirinya, dan lingkungan di sekitarnya, sehingga ia bisa mengambil keputusan yang baik untuk dirinya dan bisa bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.

E. KECERDASAN SPIRITUAL

Dalam Kamus Bahasa Indonesia kecerdasan berawal dari kata benda

(nomina) “Cerdas” yang berawalan “Ke-, dan berakhiran -an” sehingga menjadi

kecerdasan” yang berarti “sempurnaperkembanganakalbudinya, tajampikiran,

pandai”.13

Selain itu, dalam Kamus Lengkap Inggeris- Indonesia, Indonesia-

Inggeris dijelaskan “educated, clever, inteligent”, yang berarti “cerdas”.14

Simpulnya, bahwa kecerdasan adalah seseorang yang mempunyai kepandaian atau berpendidikan.

12

Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6.

13

Drs. Tri Rama K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung), h. 112.

14

(40)

Secara (etimologi) bahasa “Spiritual/‘spiritual” - (‘Spiritjual), dalam

bahasa Inggris diartikan sebagai “rohani, intelektuil”.15 Spiritual menurut kamus

Webster (1963) kata “spirit” berasal dari kata benda bahasa Latin “spiritus” yang berarti napas dan kata kerja “spirare” yang berarti untuk bernapas. Melihat asal katanya, untuk hidup adalah untuk bernapas, dan memiliki napas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.16

Kemudian secara (terminologi) istilah pengertian spiritual banyak pendapat para tokoh di antaranya adalah:17

1. Schreurs mendefenisikan spiritualitas sebagai hubungan personal seseorang terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu, idealisme, sikap, pemikiran, perasaan, dan pengharapannya kepada Yang Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Elkins menunjuk spiritualitas sebagai cara individu memahami keberadaan maupun pengalaman dirinya. Bagaimana individu

15

Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 207.

16

Ibid, h. 288.

17

(41)

memahami keberadaan maupun pengalamannya dimulai dari kesadarannya mengenai adanya realitas transenden (berupa kepercayaan kepada Tuhan, ataupun yang dipersepsikan individu sebagai sosok transenden) dalam khidupan, dan dicirikan oleh nilai-nilai yang dipegangnya.

3. Maslow mendefenisikan spiritualitas sebagi sebuah tahapan aktualisasi diri, di mana seseorang berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih, kedamaian, toleransi, kerendahhatian, serta memiliki tujuan hidup yang jelas. Pengalaman spiritual adalah peak

experience, plateau, dan farthest reaches of human nature.18

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kepandaian seseorang berhubungan dengan Tuhan melalui rohaninya atau intelektuilnya, karena dalam spiritualitas itu sendiri mencakup perasaan, sikap, pemikiran, dan sebagainya, yang kemudian bisa diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk realisai kepada Tuhan. Spiritualitas juga adalah sebagai bentuk pengalaman batin seseorang yang meninggalkan kesan dan pesan yang mendalam. Spiritualitas merupakan bagian esensial dalam unsur kehidupan manusia, karena dengan spiritualitas menjadi penentu dalam perjalanan hidup manusia, baik secara vertikal maupun horizontal.

Sebagai bukti bahwa kecerdasan spiritual merupkan hal yang amat penting dalam kehidupan, sebagaimana telah diketahui berdasarkan ilmu

18

(42)

pengetahuan dalam Islam, begitu juga dalam ilmu pengetahuan Barat. Dalam ilmu pengetahuan Islam dan Barat selalu dijelaskan tentang metode yang bersifat ilmiah dan non ilmiah. Namun, spirtualitas merupakan wilayah yang hanya bisa dicapai dengan metode non ilmiah dan merupakan hal yang paling esensial dalam kehidupan.

Menurut Nashori (2002: 84-107), ilmu pengetahuan dalam Islam bukan hanya bekerja pada wilayah yang teramati (observable area), tapi juga bekerja pada wilayah yang terpikirkan (conceivable area) dan wilayah yang tidak terpikirkan (unconceivable area). Hal ini memaksa dirinya untuk membuat secara garis besar metode-metode psikologi Islam sebagai berikut:19

a. Metode keyakinan

Sumber yang sah dan harus diyakini adalah wahyu ilahi, yaitu Al-Qur’an al-karim dan Hadis. Dari dua pokok rujukan ini kemudian berupaya untuk menangkap pesan-pesan psikologis yang terkandung, baik dari segi kandungan materi (matan) atau dari segi sebab-sebab turunnya ayat (asbab an-nuzul) dan sebab turunnya Hadis (asbab al-wurud).

b. Metode rasionalisasi

Manusia harus menggunakan rasio sambil menyadari keterbatasannya. Kerelatifan rasio harus dijadikan landasan bahwa rasio dapat menangkap hal-hal yang berbentuk (tipu muslihat), perencanaan atau

19

(43)

strategi, dan koreksi. Fritjof Schoun mengatakan bahwa rasionalisme itu keliru bukan karena ia berupaya untuk mengekspresikan realitas secara rasional, sejauh hal itu memungkinkan. Akan tetapi karena ia berupaya merangkul seluruh realitas ke dalam alam rasio, seakan-akan hal ini sesuai dengan prinsip segala sesuatu.

c. Metode ilmiah

Meneliti (observe) hal-hal yang dibatas oleh ruang lingkup benda-benda yang bersifat indrawi (observable fact). Menurut M. D. Dahlan, metode ilmiah terdiri atas metode deskriptif dan metode eksperimen. Termasuk metode deskriptif adalah observasi dan riset korelasional. Di bawah ini dipaparkan contoh metode ilmiah.20

(1) Metode observasi (2) Riset korelasional (3) Metode eksperimental (4) Metode fenomenologi d. Metode non ilmiah21

(1) Metode ototritas. Sumber otoritas yang dapat dijadikan rujukan

adalah Nabi, Sahabat, Tabi’in, Tabi’uttabi’in, para wali dan alim

ulama, juga orang-orang yang memilki ilmu pengetahuan dan mengalami suatu peristiwa penting dalam hidupnya dapat juga

20

Rafy Safuri, M. Si, Psikologi Islam Tuntunan Jiwa Mansuia Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 40.

21

(44)

dijadikan sumber pengetahuan untuk mengetahui realitas yang tidak tampak oleh mata.

(2) Metode intuisi. Tiga alasan menggunakan metode ini. Yang

pertama, banyak digunakan orang dan efektif bagi mereka yang

bergelut di dunia spiritual. Yang kedua, dapat diuji kemampuannya dalam memahami realitas secara objektif. Yang

ketiga, dapat dipelajari oleh siapa pun dengan usaha yang intens

dan terbimbing. Puncak dari pendalaman metode ini adalah ketersingkapan (kasyaf) dan keterbukaan (futuh). Contoh teladan kenabian adalah Nabi Khidir (mampu melihat waktu yang akan datang) dan Nabi Yusuf (membuka rahasia mimpi) keduanya menggunakan mata batin.

(3) Metode eksperimen spiritual. Metode ini mengedepankan rasa

(dzauq) dan penghayatan (wijdan). Semakin tinggi tingkat

sensivitas seseorang, maka ia akan semakin mudah merasakan getaran dan kondisi kejiwaan makhluk yang ada disekitarnya.22

Psikologi islami tidak diam pada sebatas pemahaman hakikat sesuatu, tapi lebih menekankan pada aktivitas merasakan dan mengalami. Kedua unsur inilah yang sebenarnya dicari dari pengkajian ilmu tentang jiwa.

Metode eksperimen dalam metode non ilmiah di atas sebagai salah satu bukti bahwa spiritual itu merupakan hal non ilmiah, namun merupakan hal yang

22

(45)

mendasar dalam kehidupan manusia. Ilmu rasa dan penghayatan adalah suatu hal yang mudah dipahami dan dijelaskan tapi sulit untuk dapat dirasakan oleh setiap orang, karena rasa harus dicapai melalui kedekatan kepada sang pemberi rasa, yakni Allah SWT. Jika seseorang sudah memakan berbagai jenis makana tapi rasa kenyang belum ia dapatkan, maka ada faktor yang menyebabkannya tidak kenyang, yaitu ia belum diberi rasa oleh Allah, sehingga ia tidak merasakan bahwa makanan yang ia makan adalah nikmat dari Allah yang harus disyukuri dan dinikmati dengan sebaik mungkin.

F. UNSUR-UNSUR KECERDASAN SPIRITUAL23

1. Zero mind proccess (Penjernihan emosi)

Pada masa Rasulullah diceritakan, ada seseorang hamba sahaya bernama Bilal, yang dipaksa agar meninggalkan agamanya dan disiksa secara fisik oleh kaum Quraisy. Namun bilal tetap bertahan dan hanya berucap Ahad... Ahad... Ahad, meski bilal adalah budaknya yang tidak merdeka secara fisik tetapi Bilal tetap memegang teguh prinsip, mempertahankan keyakinan, apapun resiko yang akan dihadapinya, termasuk nyawa sekalipun. Bilal melalui kekuatan prinsipnya, mampu mengeluarkan dan memisahkan antara fisik yang terbatas dan terbelenggu, dengan hatinya yang bebas merdeka. Tetapi batu itu tidak mampu menekan jiwanya yang bebas. Bilal tidak pernah mengizinkan pikirannya sendiri untuk merasa tertekan. Bilal adalah raja atas pikiran, logika dan hatinya sendiri.

23

(46)

Ia telah mengetahui bagaimana menguasai batinnya, ia mampu keluar dari dirinya sendiri melihat jasadnya yang dihimpit batu. Inilah makna

“Ahad”, satu prinsip, tidak ada yang lain, bahkan tidak pula untuk jasadnya

sendiri.

2. Membangun mental

Dalam membangun mental dibutuhkan prinsip :

a. Suara hati manusia itu pada dasarnya bersifat universal.

b. Keteladanan malaikat. Keteladanan yang bisa diambil dari sifat malaikat secara umum adalah kepercayaan yang dimiliki, loyalitas dan integrasinya yang sangat mengagumkan.

c. Kepemimpinan semua orang adalah pemimpin minimal terhadap dirinya sendiri. Diharapkan pemimpin dapat menjadi pemimpin yang dicintai, dipercaya, membimbing, mempunyai kepribadian baik dan pemimpin abadi yang dikenang sepanjang masa.

d. Pembelajaran. Diharapkan untuk tidak berhenti belajar. e. Memiliki visi yang jelas.

f. Mengerjakan segala sesuatu dengan manajemen yang baik dan benar.24

3. Ketangguhan pribadi

Untuk mengikuti pribadi yang tangguh diperlukan prinsip-prinsip :

24

(47)

a. Menetapkan misi secara benar

b. Membangun karakter lewat shalat sebagai kekuatan afirmasi (untuk menyelaraskan nilai-nilai keimanan dengna realitas kehidupan)

c. Melatih pengendalian diri dengan puasa

4. Ketangguhan sosial

Ketangguhan sosial dapat dibangun dengan prinsip zakat. Prinsip

zakat adalah “memberi” memberi kepada lingkungan sosial adalah salah satu

modal awal untuk membentuk sinergi dalam rangka membangun

“ketangguhan sosial” zakat adalah bentuk pelatihan dan aplikasi konkrit dari

“prinsip dan keseimbangan bismillah”.25

G. TAHAPAN SPIRITUAL26

Tahapan-tahapan di dalam thariqah ada empat. Pertama, taubat dari kemaksiatan. Kedua, istiqomah di dalam ketaatan kepada Allah dan meninggalkan larangan-larangan Allah tanpa terkecuali. Sementara, untuk dua tahapan yang berikutnya; marilah kita simak maqalah AbuyaDimyathi selanjutnya :

Tahapan ketiga yaitu membersihkan diri. Untuk itu, bagi seseorang santri penempuh jalan amat disyaratkan meninggalkan manusia, tidak bicara, tidak

25

Skripsi Arie Mutya Wulan sari (0052019823), Pelaksanaan Bimbingan Islam dalam Mengembangkan kecerdasan Spiritual Kaum Dhuafa di Yayasan Irtiqo Kebajikan Ciputat Tangerang, 2008, h. 28-29.

26

H. Murtadho Hadi, Tiga Guru Sufi Tanah Jawa (Wejangan-Wejangan Ruhani Abuya Dimyathi Banten, Syaikh Romli Tamim Rejoso, Syaikh Muslih Mranggen), (Yogyakarta PT. LkiS

(48)

makan, dan tidak tidur. Tahapan keempat yaitu taqrib atau taqarrub dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Tahapan ketiga di atas maksudnya adalah bahwa para santri dianjurkan menyedikitkan bergaul dengan manusia, sedikit bicara, dan sedikit tidur.

Sedangkan maksud Abuya Dimyathi dengan “Taqrib” pada tahap keempat yaitu

melanggengkan zikir (dawam adz-dzikri) sehingga sampai-sampai zikir itu sudah menjadi tabiatnya, dan zikir itu tertanam jauh pada dasar hati.

Menurut Abuya Dimyathi empat poin di atas merupakan tahapan-tahapan yang harus dilalui seseorang jika ingin mendalami spiritual. Jika telah mampu melaksanakan empat tahapan di atas maka seogyanya ia akan naik ke tahap perkembangan spiritual selanjutnya sesuai dengan izin pembimbingnya (Mursyid).27

Perlu diingat juga, siapa saja yang mendalami profesi spiritual ini maka tidak boleh tidak harus memiliki keimanan, kemakrifatan dan ketauhidan yang berkualitas. Karena bagaimana mungkin ia dapat menggunakan metode-metode yang sangat erat kaitannya dengan Allah SWT., seperti metode kenabian (mimpi, ilham dan kasysyaf); serta dengan para malaikat-Nya yang bertugas menyampaikan berita, peristiwa dan hal-hal yang bersifat rohaniyah, tersembunyi,

27

H. Murtadho Hadi, Tiga Guru Sufi Tanah Jawa (Wejangan-Wejangan Ruhani Abuya Dimyathi Banten, Syaikh Romli Tamim Rejoso, Syaikh Muslih Mranggen), (Yogyakarta PT. LkiS

(49)

rahasia dan transendental. Maka syarat-syarat utama spiritual yang paling utama harus dimiliki adalah bermakrifat kepada Allah SWT.28

Dengan bermakrifat dan dekat dengan Allah SWT., maka semua tabir alam transendental khusus insan akan terbuka dan dibukakan oleh-Nya. Masalah ini merupakan kunci yang paling utama, karena apabila makrifat yang utama ini sukses, pasti akan membuka tabir-tabir selanjutnya. Seseorang yang telah dapat menemukan Tuhannya, ridha-Nya, cinta-Nya dan wajah-Nya, maka Dia bukakan segala rahasia perbuatan dan kebijaksanaan-Nya (af’al), rahasia nama-nama-Nya

yang Maha Baik (al Asma’ al Husna) dan nama-nama-Nya yang agung (Ismul

A’zham), rahasia sifat-sifat-Nya dan rahasia-rahasia Dzat-Nya. Melalui itulah

akan tersibak rahasia seluruh makhluk dan alam.29

Suatu kewajiban bagi seseorang yag mendalami dunia spiritual harus memahami dan mampu mengamalkan ilmu tentang makrifat, karena seorang pembimbing sudah seharusnya mengajak kliennya ke jalan Allah, bukan hanya sekedar pemberian solusi terhadap masalah yang dihadapi akan tetapi memberikan suatu cara bagaimana cara menyelesaikan masalah diri sendiri dengan benar dan baik. Prinsip zikrullah harus ditanamkan dalam hati dan benak klien sebagai bentuk psikoterapis dalam kehidupannya sehari-hari.

Prinsip psikoterapi islam hendaknya selalu membawa klien untuk ingat kepada Allah, dalam keadaan bagaimanapun ia selalu ingat kepada-Nya. Bila

28

M. Hamdani Bakrah Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam (Penerapan Metode Sufistik), (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, Cet ke-2, 2002), h. 300.

29

(50)

klien mengalami dan menghadapi suatu kesusahan, sifat Allah yang teringat olehnya adalah Allah Maha Penolong, Maha Penyayang dan Maha Kuasa, hatinya harus bergetar ketika menyebut Asma’ Allah, lidahnya mengucapkan do’a. Bila klien sedang mendapat nikmat dan kesenangan, hatinya bersyukur kepada Allah dan lisannya mengucapkan hamdalah. Hati yang selalu ingat kepada Allah, akan mendatangkan kelegaan dan ketentraman di dalam hati serta memberikan manfaat terhadap jasmani.30

H. TAHAP PERKEMBANGAN SPIRITUAL

Untuk mencapai suatu ketenangan dalam hidup Tuhan menganugerahi manusia dengan diciptakannya ruh dan Nur Muhammad di dalam dirinya. Kemudian Tuhan menciptakan qalbu sebagai sarana menuju ruh dan Nur Muhammad tersebut, karena melalui qalbu tersebut manusia bisa beraudiensi dan berkomunikasi dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang ingin memahami dasar kehidupan dan mencapai tujuan perjalanan kosmik, ia harus memahami spiritualitas secara keseluruhan, baik dari awal memulai spiritualitas hingga tahap perkembangan spiritual itu sendiri.

Mengenai tahap perkembangan spiritual banyak para tokoh yang mengembangkan teori spiritual, di antaranya adalah:

1. Tahap perkembangan kepercayaan Fowler31

30

Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islami, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h. 139.

31

(51)

Menurut Fowler kepercayaan merupakan orientasi holistik yang menunjukkan hubungan antara individu dengan alam semesta. Teori perkembangan spiritual Fowler terbagi atas enam tahap, yang meliputi kepercayaan intuitif-proyektif (intuitive-projective), mythikal-literal (

mythical-literal), sintetik-konvensional (synthetic-conventional), individuatif-reflektif

(individuative-reflective), konjungtif (conjungtive) dan universal

(universalizing).

Pada tahap pertama, kepercayaan intuitif proyektif (usia 3 – 7 tahun), masih terdapat karakter kejiwaan yang belum terlindungi dari ketidaksadaran. Anak masih belajar untuk membedakan khayalannya dengan realitas yang sesungguhnya. Pada tahap kedua, kepercayaan mythikal-literal (usia sekolah), seseorang telah mulai mengembangkan keimanan yang kuat dalam kepercayaannya. Anak juga sudah mengalami prinsip saling ketergantungan dalam alam semesta, namun ia masih melihat kekuatan kosmik dalam bentuk seperti yang terdapat pada manusia. Pada tahap ketiga, kepercayaan sintetik-konvensional (usia remaja), seseorang mengembangkan karakter keimanan terhadap kepercayaan yang dimilikinya. Ia mempelajari sistem kepercayaan dari orang lain di sekitarnya, namun masih terbatas pada sistem kepercayaan yang sama.32

Tahap keempat, kepercayaan individuatif-reflektif (usia dua puluhan samapi awal empat puluhan), merupakan tahap percobaan dan pergolakan, di

32

(52)

mana individu mulai mengembangkan tanggung jawab pribadi terhadap kepercayaan dan perasaannya. Individu memperluas pandangannya untuk mencapai jalan dalam kehidupannya. Pada tahap kelima kepercayaan konjungtif, seseorang mulai mengenali berbagai pertentangan yang terdapat dalam realitas kepercayaannya. Terjadi transedensi terhadap kenyataan dibalik simbol-simbol yang diwariskan oleh sistem. Pada tahap keenam, kepercayaan universal, terjadi sesuatu yang disebut pencerahan. Manusia mengalami transedensi pada tingkat pengalaman yang lebih tinggi sebagai hasil dari pemahamannya terhadap lingkungan yang konfliktual dan penuh paradoksal.

2. Tahap perjalanan pertumbuhan spiritual Peck33

Menurut M. Scott Peck (1997), perkembangan spiritual bersifat sukarela. Seseorang akan mengalami perkembangan spiritual atau tidak adalah merupakan pilihan otonom. Peck banyak mendasari teorinya dalam buku

Further Along The Road Less Traveled – The Unending Journey Toward

Spiritual Growth berdasarkan pemikiran Karl Gustav Jung. Peck, dengan

melakukan analisis hubungan yang terjadi pada spiritualitas seseorang, menyatakan bahwa perjalanan spiritual seseorang terdiri dari empat tahap perkembangan, yaitu: kekacauan/antisosial, formal/institusional, skeptik/individual, dan mistikal/komunal.

a. Kekacauan/antisosial

33

(53)

Orang yang berada pada tahap perkembangan ini memiliki karakter egosentrik, berfokus pada diri sendiri, dan hanya memerhatikan pemuasan diri. Hal ini tidak berarti bahwa mereka jahat, kejam atau memiliki penyakit jiwa. Mereka mungkin masih anak-anak atau orang dewasa yang secara emosional dan psikologis tidak matang, karena itu tidak dapat memerhatikan kepentingan terbaik, kecuali bagi diri mereka sendiri. Tahap ini juga termasuk orang-orang kriminal, mereka yang mengalami kecanduan obat, dan mereka yang selalu menyakiti orang lain; yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi. Kehidupan mereka membingungkan, penuh kekacauan, dan menyakitkan. Secara umum, individu ini tidak memiliki konsep pribadi terhadap Tuhan, dan walaupun mereka mengakui adanya Tuhan, mereka tidak dapat menghubungkannya dengan keberadaan diri mereka sendiri.

b. Formal/institusional34

Membutuhkan jawaban yang jelas dan pasti terhadap masalah kehidupan, dan belum dapat hidup dalam dikotomi paradoks kehidupan. Banyak orang yang memilih organisasi dan memberikan kehidupan mereka pada kontrol institusi. Beberapa orang masuk militer atau masuk agama yang memberi mereka daftar prilaku yang benar dan salah secara rinci. Tahap perkembangan ini berfungsi bagi orang dewasa yang mengalami kebingungan dan tanggung jawab pengasuhan, pembayaran

34

(54)

tagihan, dan persyaratan untuk memiliki pekerjaan tetap. Ketika bebas dari kontrol orang tua, mereka mencari figur orang tua dalam bentuk institusi yang dapat mengarahkan perilaku mereka dan memberikan mereka ganjaran pelanggaran disiplin. Bahaya yang terdapat pada tahap ini adalah menyerahkan kekuatan kehidupan pada orang lain yang tidak dapat memenuhi kepentingan jiwa yang terbaik.

c. Skeptik/individual35

Orang dalam tahap perkembangan ini memercayai terdapat kekuatan tertinggi yang mengatur alam semesta, tetapi mereka lebih mengarah pada sumber tertinggi. Orang ini dapat mengatur diri sendiri dan tidak membutuhkan orang tua spiritual yang bersifat eksternal. Mereka umumnya memiliki tingkat pendidikan yang baik dan merupakan pemimpin di dalam komunitasnya, melayani dengan cara yang dapat mereka lakukan, memberi konstribusi sesuai waktu dan sumber daya. Sering kali, mereka jug seorang ilmuwan, profesional dalam pendidikan tinggi dan umumnya mereka pemikir ilmiah. Mereka adalah orang tua yang baik dan menjaga keluarga sebagai tanggung jawab tertinggi mereka. Mereka memiliki komitmen tinggi terhadap idealisme, dan menjadi contoh teladan bagi warga negara dan masyarakat. Mereka umumnya setuju bahwa agama sangat fungsional bagi banyak orang, namun mereka tidak harus menggunakannya. Individu ini memiliki

35

(55)

ikatan terhadap tujuan dan bahkan takdir. Mereka sering kali menekankan pentingnya karakteristik cinta, kebaikan hati dan menghindarkan diri dari menyakiti orang lain. Mereka menunjukkan kehidupan spiritual, namun sering kali tidak melakukan praktik keberagamaan.

d. Mistikal/Komunal36

Istilah komunal dipergunakan untuk menggambarkan orang-orang yang berada pada tingkat perkembangan spiritual, karena bangunan komunitas merupakan prioritas: bekerja untuk kesatuan dan komunitas di tempat kerja, tetangga, rumah, sekolah, dan tempat ibadah. Orang-orang ini membuat kedamaian, mereka adalah orang dengan kebijaksanaan dan pengorbanan. Mereka berfungsi dengan visi yang lebih luas dari kebanyakan orang dan memahami sistem. Istilah mistikal dipergunakan untuk mendefenisikan perasaan kebahagiaan mutlak ketika menemukan misteri kehidupan. Mereka melihat bahwa kehidupan dari sudut humor, meskipun bagi kebanyakan orang situasi tersebut menimbulkan frustasi. Mereka memiliki pandangan global yang terdapat pada kejadian tunggal. Mereka memiliki visi jangka panjang dan pemahaman terhadap dinamika masing-masing peristiwa. Mereka menanam kebijaksanaan dan menganjurkan kesatuan sehingga memiliki kontribusi pada kesehatan sosial. Orang dalam tahap ini melihat asal mereka sebagai yang awal dan

36

Gambar

gambar, matriks, bagan, tabel, dan lain sebagainya sehingga tujuan
No Tabel. 1 Karyawan
Tabel. 2 No Agama
Tabel. 3 No Karyawan tetap
+2

Referensi

Dokumen terkait

Seperti bagaimana penulis mencoba menerangkan materi bahasa Inggris kepada para murid kelas 1,2,3 SD yang sama sekali tidak bisa bahasa Inggris, bagaimana penulis takut untuk

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b di atas, perlu ditetapkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Berikut ini yang bukan nama-nama hari kiamat adalah.... Sikap tidak senang apabila melihat orang lain mendapat nikmat dari Allah SWT dan berusaha menghilangkan nikmat itu

Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang

Akupresur dikenal sebagai salah satu metode terapi tradisional china untuk penyembuhan dysmenorhea dengan menggunakan teknik memijat pada titik meridian bagian

Hal yang bersinggungan inilah kemudian yang memunculkan sebuah permasalahan berkaitan dengan dugaan menghalang-halangi proses peradilan (obstruction of justice) versus hak

Karena interval Bonferroni tidak memuat nol, maka rata-rata Y1 pada group tersebut berbeda. Hal ini berarti, ada perbedaan rata-rata yang signifikan antara minat