t<ERJA KARYAWAN PT. RAMAYANA LESTARI SENTOSA TBK
Cl PUT AT
OLEH
SITI FATIMAH
NIM : 102070025928
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAIKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh
gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
SITI FATIMA!-!
NIM : 102070025928Di bawah bimbingan
Pembimbing I p・ュ「ゥュ「ゥョセ@
セ@
..
/ /
|Zェ[ZカWセセR@
Drs. Sofiandy Zakaria M. Psi T liany Luzvind:a M. Si
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYA.TULLAH JAKARTA
Skripsi ini yang berjudul HUBUNGAN ANT ARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DENGAl'J KETERLIBATAN KERJA KARYAWAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Februari 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 27 Februari 2007
Sidang Munaqasyah
rangk p Anggota, Sekretaris rnerangkap anggota
938
Anggota:
Penguji II
Ors. Sofiandy Zakaria M . Psi T
Pembimbing I
セ@
Takut akan kegagalan seharusnya tidak
menjadi alasan untuk tidak mencoba
sesuatu. Kepemimpinan adalah an:da sendiri
dan apa yang anda lakukcr.n.
(Frederick Smith)
Skripsi ini ananda persembahkan
rcepada kedua orang tua tercinta (Bapak
dan Mimi) dan adik-adik ku te·rsayang
(Eli, Risa,
&
Lian)
(C) Siti Fatimah
(D) Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional dengan Keterlibatan Kerja Karyawan PT. Ramayana Lestari Sentosa Ciputat (E) xvii + 84 halaman
(F) Organisasi atau perusahaan bukanlah suatu struktur yang statis yang dilukiskan di cl al am peta organisasi. Perusahaan merupakan jaringan ke1ja yang terns mcncrus bcrubah, yang meliputi tugas-tugas, struktur, sistem informasi clan nrnnusia. Jaringan kc1ja ilu sckaligus bcrsifal seclcrhana clan rurnit, tcralur clan sernrawul, tenang clan bergejolak. Salah satu usaha untuk mengubah suatu perusahaan bisa berfungsi clengan lebih baik aclalah aclanya kerja sama yang baik antara berbagai pihak (Leavitt, 1992). Tetapi dalam lingkungan tersebut (perusahaan), rnanusialah yang memegang peranan, karena unsur manusia (sumbcr claya rnenusia) sangat menentukan tercapai atau ticlaknya tujuan yang cliharapkan. Manajer, supervisor, atau karyawan lainnya cligolongkan sebagai sumber claya manusia yang harus bekeija sama clengan clitunjang oleh sumber claya yang bukan rnanusia sepe1ii rnesin ataupun sarana clan prasarana finansial yang menclukung. Dalam kaitannya clcngan bidang sumber claya manusia tersebut, masalah yang kini rnenjacli pusat perhatian aclalah proses keterlibatan karyawan pacla kehidupan ke1janya khusunya keterlibatan kerja (Rabinowitz & Hall clalarn Mannella, 1995), karena keterlibatan kerja cligunakan untuk
rnernprecliksi usaha keija karyawan.
Keterlibatan ke1ja rnerupakan suatu ha! yang dapat dirasakan oleh incliviclu. Menurut Kanungo (1982) keterlibatan ke1ja rnerupakan fungsi clari sejauhrnana peke1jaan tersebut dapat rnemuaskan kebutuhan-kebutuhan penting seseorang. · Banyak faktor yang clapat menentukan keterlibatan kerja karyawan clan salah satu faktor lcrsebut aclalah persepsi karyawan terhaclap pemimpinannya. Kepemimpinan yang cliasumsikan memiliki efek positifbagi ketrlibatan kerja bawahan, yaitu transaksional. Kepernirnpinan transaksional aclalah
kepemimpinan yang hubungan antara pemimpin clan bawahannya ditanclai oleh proses pertukaran (exchange) antara irnbalan clengan kine1ja yang tclah
clitetapkan (Bass, 1985). Para atasan perlu rnengernbangkan tingkah laku-tingkah laku kepernimpinan transaksional untuk rneningkatkan kefektifan kepemirnpinan mereka clan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dimasing-masing unit organisasi mereka (Robbins, 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan adanya hubungan antara persepsi terhaclap gaya kepemimpinan transaksional clengan keterlibatan ke1ja karyawan.
lebih variabel lain berclasarkan koefisien korelasi.
Penelitian ini clilaksanakan di bagian pemsaran PT. Ramayana Lestari Sentosa Cipuatat dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Telmik pengambilan
sampel yang digunakan aclalah random sampling dengan rnetode simple random sampling.
Instrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional menurut Bass (1985) dan skala keterlibatan kerja yang 111cngacu kcpnda tcori Lodahl dan Kcjncr (dala111 Brown & Leigh, I 9%)
Teknik pengolahan clan analisa data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi korelasi Pearson untuk menguji valiclitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan regresi linear ganda untuk pengujian hipotesis penelitian.
Jumlah item valid untuk skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan
transaksional sebanyak 41 item dan yang digunakan hanya sebanyak 40 item. Sedangkanjumlah item valid untuk skala keterlibatan kerja sebanyak 40 item dan yang digunakan sebanyak 40 item. Adapun reliabilitas skala persepsi terhaclap gaya kepemimpinan transaksional aclalah 0,695, dan reliabilitas skala keterlibatan kerja adalah 0,7043. Berdasarkan analisis regresi linear ganda terhaclap hipotesis yang diajukan, diperoleh basil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan an!ara persepsi terhaclap gaya kepemimpinan !ransaksional dengan keterlibatan ke1ja karyawan karena r hi tung (0, 156) < r tabcl (0,Jb I) (G) Ballan Bacaan : 29 (1979-2006)
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT ケ。ョセQ@ telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya
Kepemimpinan Transaksional dengan Keterlibatan Keria". Shalawat serta
salam semoga tetap terlimpah alas Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
rnenjadi suri tauladan terbaik bagi umat manusia, kepada keluarganya, para
sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1.
l<edua orang tua penulis (mimi dan bapak) yang tak kenal lelah berjuangdan berkorban untuk memberikan yang terbaik kepada penulis.
Adik-adikku tersayang D' Eli, Nok Risa, dan D' !yang (Lian) yang selalu
cerewet,
semoga cita-cita kalian bisa tercapai dan selalu mendapatkanyang terbaik dalam hidup.
2. Bapak Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi T sebagai Pembimbing I dan lbu
Liany Luzvinda
M.
Si sebagai PembimbingII
yang senantiasamemberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi
ini.
yang telah banyak memberikan pengarahan dan perhatian kepada
penulis selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
4. Managemen PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk Ciputat, khususnya
Bapak Marzuki S.E, Bapak Yohanes Edi S.H, dan lbu Rita yang telah
memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian di PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk Ciputat.
5. Seluruh karyawan PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk Ciputat, khususnya
bagian pemasaran yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas
bantuan serta kesediannya mengisi angket penelitian yang cukup banyak
jumlahnya di sela-sela kesibukan melaksanakan rutinitas pekerjaan.
6. Teman-teman Psikologi angkatan 2002, khususnya untuk
sahabat-sahabatku, Maryanah, Tuti, Uci, Yani dan Yuyun yang selalu berbagi
dalam suka dan duka, serta selalu siap membantu ketika penulis
mengalami kesulitan.
7. Mbah Hell (Rental Orion) yang selalu siap membantu rnengedit skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi diri p enulis dan
para pembaca.
Jakarta, 27 Februari 2007.
Siti Fatimah
Halaman Judul ... .
Halaman Persetujuan ... ii
Ha/a man Pengesahan ... ... iii
Motto ... iv
Dedikasi ...
v
Abstraksi ... .. .... ... vi
Kata Pengantar ... ... viii
Daftar lsi . . . .. . .. .. . . .. . .. . . . .. . .. . . . ... .. . .. . ... .. .. .. . .. . . .. .. . . ... .. . . x
Daftar Tabel ... xiv
Daftar Gambar .. ... ... xv
Daftar Lampi ran ... ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masa/ah ... 1
1.2 ldentifikasi masalah ... ... 9
1.3 Pembatasan dan perumusan masalah ... 9
1.3.1 Pembatasan masa/ah ... 9
1.3.2 Perumusan masalah... 10
1.4 Tujuan dan manfaat penelitian... 10
2.1.1 Definisi keterlibatan kerja... 13
2.1.2 Aspek-aspek keterlibatan kerja... 15
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan kerja... ... ... ... ... .. ... .. ... .. .. . ... ... . 20
2.1.4 Efek dari keterlibatan kerja ... 23
2.2 Persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksiorn1I... 24
2.2.1 Persepsi ... 24
2.2.1.1 Definisi persepsi ... 24
2.2.1.2 Proses terjadinya persepsi ... 25
2.2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi .. . .. . .. ... .. ... ... .. ... ... .. ... ... ... ... . 25
2.2.2 Gaya Kepemimpinan transaksional. ... 29
2.2.2.1 Definisi gaya kepemimpinan transaksional 29 2.2.2.2 Model gaya kepemimpinan transaksional ... 31
2.2.2.3 Ciri perilaku gaya kepemimpinan transaksional. ... ... ... 32
2.2.2.4 Pengukuran gaya kepemimpinan transaksional 2.2.3 Persepsi terhadap gaya 37 kepemimpinan transaksional ... 37
2.3 Kerangka berpikir... 38
2.4 Hipotesis ... 41
3.1.1 Pendekatan penelitian ... 42
3 .1 .2 Metode penelitian .. ... ... ... ... .. ... .. . .. .. .. ... ... .. . .. ... 42
3.2 Variabel penelitian ... ... 43
3.2.1 Definisi variabel. ... ... 43
3.2.2 Definisi operasional variabel... 43
3.2.2.1 Definisi operasional variabel persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional. .. .... ... .. . .. . ... .. 43
3.2.2.2 Definisi operasional variabel keterlibatan kerja .. .. ... .. .. . .. .. .. ... .. .. ... .. . .. ... ... 44
3.3 Pengambilan sampel ... 45
3.3.1 Populasi sdan sampel ... 45
3.3.2 Teknik pengambilan sampel ... 46
3.4 Pengumpulan data... 46
3.4.1 lnstrumen persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional... ... 46
3.4.2 lnstrumen keterlibatan kerja ... ... 48
3.5 Teknik uji instrumen ... 50
3.5.1 Uji va!iditas ... ... 51
3.5.1.1 Hasil uji instrumen ... 51
A. Hasil uji instrumen skala persepsi terhadap
3.5.2 Uji reliabilitas ... ... 55
3.5.2.1 Hasil uji reliabilitas ... 55
3.6 Teknik analisa data... 56
3. 7 Prosedur penelitian ... ... 57
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran um um responden penelitian ... ... 58
4.1.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamim .... 58
4.1.2 Gambaran responden berdasarkan usia ... 58
4.1.3 Gambaran responden berdasarkan penyebaran skor 59 4.1.3.1 Gambaran responden berdasarkan skor skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional... 59
4.1.3.2 Gambaran responden berdasarkan skor skala keterlibatan kerja ... 61
4.2 Presentasi data... 63
4.2.1 Uji normalitas ... 63
4.2.2 Uji homogenitas ... 67
4.3 Hasil Utama Penelitian... 68
4.3.1 Statistik deskriptif... 68
4.3.2 Analisis regresi linear... 69
4.3.3 Uji hipotesis ... 71
[image:13.595.67.518.65.714.2]5.2 Diskusi ...
74
5.3 Saran...
79
DAFT AR PUST AKA
LAMPI RAN
Gaya Kepemimpinan Transaksional . ... 47
'bel 3.2 : Bo bot setiap jawaban . . . . .. ... .. . . .. . .. . .. .. . . . .. . . .. .. .. .. . .. .. ... .. ... . .. . .. 49
abel 3.3 : Blue Print Keterlibatan Kerja ... 49
'bel 3.4 : Bobot setiap jawaban ... 50
'bel 3.5 : Blue Print Revisi Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional . ... 52
'bel 3.6 : Blue Print Revisi Skala Keterlibatan Kerja ... 54
ibel 4.1: Distribusi Jen is Kela min Respond en... 59
ibel 4.2 : Distribusi Usia Responden... 60
ibel 4.3 : Penyebaran Skor Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional. ... 62
ibel 4.4 : Penyebaran Skor Skala Keterlibatan Kerja ... ... 63
ibel 4.5 : Uji Normalitas Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional. ... 65
1bel 4.6 : Uji Normalitas Skala Keterlibatan Kerja ... ... 67
1bel 4.7: Nilai Uji Homogenitas ... :... 69
1bel 4.8 : Statistik Deskriptif ... 69
1bel 4.9 : Nilai R Square (Koefisien Determinasi)... 70
1bel 4.10 : Uji F .. . . .. . . ... .. .. . .. .. ... .. . . .. . .. .. . .. .. . .. .. .. .. .. . . . .. .. ... .. ... .. . 70
1bel 4.11 : Uji t.... .. .. .. .. ... 71
1bel 4.12 : Nilai Koefisien Korelasi ... 72
Gaya Kepemimpinan Transaksional . ... ... 65
ambar 2 : Scatterplot Keterlibatan Kerja ... ... .. . .. . .. ... ... .. .. . .. .. .. ... .... .. .. . .. .. ... 66
Data hasil tryout skala keterlibatan kerja
Validitas skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional
Validitas skala keterlibatan kerja
Reliabilitas skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional
Reliabilitas skala keterlibatan kerja
Data hasil penelitian skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional
Data hasil penelitian terhadap keterlibatan kerja
Hasil uji normalitas
J. Hasil uji homogenitas
1. Has ii uji linearitas
2. Hasil uji hipotesis
3. lnstrumen penelitian
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Organisasi atau perusahaan bukanlah suatu struktur yang statis yang
dilukiskan didalam peta organisasi. Perusahaan merupakan jaringan kerja
yang terus menerus berubah, yang meliputi tugas-tugas, struktur, sistem
informasi dan manusia. Jaringan kerja itu sekaligus bersifat sederhana dan
rumit, teratur dan semrawut, tenang dan bergejolak. Salah satu usaha untuk
mengubah suatu perusahaan bisa berfungsi dengan lebih baik adalah
adanya kerja sama yang baik antara berbagai pihak (Leavitt, 1992). Tetapi
dalam lingkungan tersebut (perusahaan), manusialah yang memegang
peranan, karena unsur manusia (sumber daya menusia) sangat menentukan
tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan. Manajer, supervisor, atau
karyawan lainnya digolongkan sebagai sumber daya manusia yang harus
bekerja sama dengan ditunjang oleh sumber daya yang bukan manusia
seperti mesin ataupun sarana dan prasarana finansial yang mendukung.
Dalam kaitannya dengan bidang sumber daya manusia tersebut, masalah
yang kini menjadi pusat perhatian adalah proses keterlibatan karyawan pada
kehidupan kerjanya khusunya keterlibatan kerja (Robinowitz & Hall dalam
Manuella, 1995), karena keterlibatan kerja digunakan untuk memprediksi
usaha kerja karyawan.
Keterlibatan kerja merupakan fungsi dari sejauhmana pekerjaan tersebut
dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan penting seseorang. Semakin tinggi
keterlibatan seseorang pada suatu pekerjaan, semakin tinggi pula kepuasan
kerja seseorang, sehingga karyawan dapat bekerja dengan serius.
Menurut Jans (dalam Eva, 1997) pengaruh keterlibatan kerja terhadap
kinerja seseorang cukup terlihat Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
seseorang yang terlibat dalam pekerjaannya akan bekerja dengan serius.
Hasil penelitian lain menyatakan bahwa keterlibatan kerja yang tinggi
menyebabkan orang bekerja lebih lama dan lebih keras (Paterson &
O'Drisscoll dalam Manuella, 1995).
Karena kontribusinya yang kuat pada kepuasan kerja, maka tampaknya perlu
untuk menumbuhkan dan meningkatkan keterlibatan kerja para karyawan.
Dalam hal ini peran pemirnpin sangat dibutuhkan karena seorang pemimpin
pada bawahan, inovatif, adil, dan kohesif, serta yang rnemberi penguatan
positif ketika bawahan telah melakukan pekerjaan yang baik, secara stimultan
akan mengkontribusi pada perkembangan iklim yang memupuk keterlibatan
yang tinggi dari bawahan. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa peran
pimpinan dalam meningkatkan keterlibatan kerja bawahannya cukup besar.
Hal ini tentunya tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang diterapkan
pemimpin/atasan terhadap bawahannya.
Menurut penelitian dari William M, Butten ketua New York Stock Exchange
(dalam Dale Timpe, 1999) mengemukakan bahwa gaya manajemen yang
mendorong keterlibatan dan peran kerja serta karyawan telah menjadi
tanggung jawab yang diterima oleh kepemimpinan di Amerika. Sekarang
hampir 50.000 perusahaan dan beberapa juta manajer serta sebagian atau
sepenuhnya terlibat dalam program keterlibatan pekerja. Program-program ini
muncul dalam bentuk seperti Ford's Employee Involvement (FE!), dan Bring
Quality to Life (BQ2L).
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok terhadap
pencapaian tujuan (Robbins, 2001 ). Selain itu kepemimpinan adalah
sekumpu/an dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian,
termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, dan
kegembiraan batin serta tidak merasa dipaksa. Kepemimpinan juga san[Jill
erat kaitannya dengan memotivasi (Koontz & Werhrich, 1988). Jadi
pemimpin/atasan hendaknya mempunyai kemampuan untuk mendorong dan
membimbing karyawannya agar mereka dengan penuh kerelaan dan
tanggung jawab berpartisipasi secara aktif pada setiap usaha perusahaan
untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut.
Dalam proses kerjasama antara berbagai pihak di dalam perusahaan, maka
perlu adanya proses manajerial atau pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen
di perusahaan oleh seorang pemimipin. Seorang pemimpin adalah seorang
inovator. Oleh karena itu, kualitas kepemimpinan seorang pemimpin
signifikan dengan kunci keberhasilan perusahaan. Sejauh rnana seorang
pemimpin rnenjalankan fungsi rnanajerialnya, dipengaruhi oleh berbagai gaya
kepemimpinan.
Pemimpin merupakan bagian penting dalam sernua aspek organisasi baik
dalarn dunia politik, ekonomi, bisnis, maupun pendidikan. Sehingga
hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, atasan dan bawahannya harus
terbina dengan baik. Tetapi kenyataannya kadang hubungan antara pimpinan
dan pengil<utnya, atasan dengan bawahannya merupakan hubungan saling
dan pengikutnya, atasan dengan bawahannya merupakan hubungan saling
ketergantungan yang pada umumnya tidak seimbang. Bawahan pada
urnumnya merasa lebih tergantung pada pimpinan dari pada sebaliknya.
Dalam proses yang terjadi antara pemimpin dan bawahan, berlangsung
proses saling mempengaruhi dimana pemimpin berupaya mempengaruhi
bawahannya agar berprilaku sesuai dengan harapannya, sehingga bawahan
dapat memberikan kemampuannya secara optimal. Corak interaksi inilah
yang menentukan derajat keberhasilan pemimpin dalam kemampuannya.
Gaya kepemimpinan yang berkaitan dengan ini salah satunya adalah
kepemimpinan transaksional (Munandar, 2001 ).
Menurut Burns (1978) dalam Bass (1985) kepemimpinan transaksional
adalah kepemimpinan yang hubungan antara pemimpin dan bawahannya
ditandai oleh proses pertukaran. Pertukaran itu didasarkan pada kesepakatan
mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan
penghargaan atas pemenuhan tugas. Pemimpin transaksional ditandai
dengan memandu atau memotivasi bawahan mengarah pada pencapaian
tujuan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.
Dan penelitian mengenai hubungan anatara kepemimpinan transaksional
dengan keterlibatan kerja mengindikasikan bahwa para atasan perlu
untuk meningkatkan kefektifan kepemimpinan mereka dan untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dimasing-masing unit organisasi mereka
(Robbins, 2001 ).
Sebagian besar penelitian mengenai hubungan antara atasan - bawahan
seperti fiedler's model, path goal theory dan ohio states merupakan
contoh-contoh dari kepemimpinan transaksional. Hasil-hasil penelitian ini
rnengindikasikan bahwa para atasan perlu mengembangkan tingkah
laku-tingkah laku kepemimpinan transaksional untuk meningkatkan keefektifan
kepemimpinan mereka dan mendapatkan hasil yang lebih bail< di
masin(J-masing unit organisasi mereka.
PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk merupakan salah satu perusahaan besar
yang bergerak dalam bidang pemiagaan khususnya fashion. Awalnya PT.
Ramayana Lestari Sentosa Tbk hanyalah sebuah usaha kecil yang dirintis
oleh sepasang suami istri dari Padang, Sumatera Barat, pada tahun 1978.
Setelah berdiri kurang lebih 20 tahun, PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk
menghadapi sebuah batu sandungan yang sangat besar, yaitu terjadinya
kerusuhan pada bulan Mei 1998. Hal ini membawa dampak yang sangat
besar bagi PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk, dimana saat itu terjadi
pengrusakan dan pembakaran pada gedung-gedung Departemen Store di
Ramayana Lestari Sentosa mulai berbenah kembali. Pada masa transisi ini,
PT. Ramayana melakukan transformasi dan restrukturisasi. Hal ini tidak
terlepas dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial di perusahaan. Dimana
dalam pelaksanaannya pihak manajemen di PT. Ramayana Lestari Sentosa
Tbk selalu berusaha membina hubungan baik dengan karyawannya. Pihak
manajemen mencoba mendorong bawahan agar bekerja dengan optimal
dengan memberikan motivasi melalui imbalan dalam bentuk penghargaan
(kenaikan jabatan) dan melakukan tindakan korektif pada bawahannya,
dimana karyawan yang melakukan kesalahan akan mendapatkan hukuman
berdasarkan peraturan yang ada (hasil wawancara mengenai profil PT.
Ramayana Lestari Sentosa Tbk, 2006).
Sebagai sebuah perusahaan besar sekarang ini, PT. Ramayana Lestari
Sentosa diharapkan siap untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain
yang bergerak dalam bidang yang sama, sehingga tetap dapat eksis serta
dapat mencapai sasaran dan target yang lebih progresif setiap tahunnya.
Kondisi ini tidaklah terlepas dari peranan setiap pihak di dalamnya.
Kemampuan karyawan bukan lagi hanya terletak pada pengetahuan dan
keterampilannya saja dalam melakukan pekerjaannya, tetapi juga
keterlibatannya terhadap pekerjaan yang harus dilakukan, l<arena bila
seorang karyawan sudah terlibat lebih dalam dengan kerjanya hal ini dapat
prestasinya dalam melaksanakan tugas-tugasnya guna pencapaian tujuan
perusahaan.
Sebagai salah satu bagian dari perusahaan dibidang pemiagaan, peran
karyawan pada bidang pemasaran sangat penting. Karena bagian inilah yang
yang bertugas mempromosikan dan memasarkan barang-barang hasil
produksi serta mampu meyakinkan konsumen agar membeli barang-barang
tersebut, sehingga dengan keberhasilan mereka meyakinkan konsumen, hal
ini dapat terus meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Dan agar mereka
dapat melaksanakan tugas dengan baik, bagian pemasaran ini memerlukan
pemimpin yang dapat mengetahui kebutuhan, memotivasi dan mengarahkan
mereka agar mereka dapat mencapai target yang telah ditentukan oleh
perusahaan. Kepemimpinan tersebut dapat diasosiasikan dengan
kepemimpian transaksional, karena pada kepemimpinan transaksional atasan
harus mampu mengenali kebutuhan bawahan dan menjelaskan peran serta
memotivasi mereka agar dapat memenuhi hasil yang diinginkan.
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai hubungan antara persepsi terhadap gaya
kepemimpinan transaksional dengan keterlibatan kerja karyawan PT.
1.2
IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka beberapa masalah yang
dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap
gaya kepemimpinan transaksional dengan keterlibatan kerja
karyawan?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keterlibatan kerja
seseorang?
1.3
PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
1.3.1 Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka penelitan ini
dibatasi pada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan
transaksional dengan keterlibatan kerja karyawan. Yang dimaksud dengan:
1. Persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional adalah penilaian
karyawan terhadap karakteristik-karakteristik gaya lrnpemimpinan
transaksional.
2. Keterlibatan kerja adalah derajat dimana seseorang rnengidentifikasi
secara psikologis pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan terhadap
3. Karyawan yang dijadikan subjek penelitian adalah karyawan bagian
pemasaran PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk, Ciputat.
1.3.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, permasalahan dalam penelitian ini
adalah apakah ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan
transasksional dengan keterlibatan kerja karyawan.
1.4
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
"1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah ada hubungan
antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional clen9an
keterlibatan kerja karyawan.
2. Untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara persepsi
terhadap gaya kepemimpinan transaksional dengan keterlibatan kerja
karyawan.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini cliharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai bagaimana hubungan antara gaya kepemimpinan
[image:27.595.60.523.110.699.2]khazanah keilmuan psikologi mengenai wacana gaya kepemimpinan
transaksional dan kerterlibatan kerja.
2. Secara praktis, hasil peneli!ian ini diharapkan dapat memberikan
masukan atau menambah pengetahuan tentang kepemimpinan bagi
para atasan atau pemimpin dalam perusahaan, dalam uasaha untuk
meningkatkan motivasi dan keterlibatan kerja karyawan.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sistematika
penulisan yang dikeluarkan oleh APA (American Psychology Assosiation).
Adapun penulis membaginya dalam 5 bab sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistemalikan
penulisan.
Bab 2 : Kajian pustaka yang terdiri dari sub bab gaya kepernimpinan
transasksional, keterlibatan kerja karyawan, persepsi, kerangka
berfikir, dan pengajuan hipotesa. Gaya kepemimpinan transasksional
meliputi definisi gaya kepemimpinan transaksional, model gaya
kepemimpinan transaksional, ciri perilaku gaya kepemimpinan
Keterlibatan kerja meliputi definisi keterlibatan kerja, faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlibatan kerja, efek dari keterlibatan kerja, dan
pengukuran keterlibatan kerja. Persepsi meliputi definisi persepsi,
proses terjadinya persepsi, danfaktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi.
Bab 3 : Metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, variabel penelitian,
pengambilan sampel, dan teknik pengumpulan data.
Bab 4: Presentasi dan analisa data terdiri dari sub bab gambaran umum
subjek penelitian, presentasi data dan pembahasan hasil. Presentasi
data berisi tentang uji instrumen dan uji hipotesis.
Bab 5 : Kesimpulan, diskusi, dan saran.
2.1
KETERLIBATAN KERJA
2.1.1 Definisi Keterlibatan Kerja
Menurut Schultz & Schultz (1990), keterlibatan kerja adalah intensitas
identifikasi seseorang secara psikologis terhadap pekerjaannnya. Dan
rnenurut Lodahl dan Kejner (dalam Manuella, 1997) keterlibatan kerja adalah
derajat dimana seseorang rnengidentifikasi secara psikolo9is pekerjaannya
atau pentingnya pekerjaan terhadap citra diri secara keseluruhan.
Menurut Steers (1979), keterlibatan kerja menunjukkan seberapa besar
individu tertarik dan bertanggung jawab terhadap tugas-tufiasnya. Hal ini
tidak saja menggambarkan apakah individu bahagia atau puas dengan
pekerjaannya, tetapi juga menggambarkan tanggung jawab yang dimiliki
individu tersebut terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Juga
untuk melihat bahwa individu tersebut dapat menjaminpek13rjaan yang
dilakukan itu sendiri dikerjakan dengan benar dan memiliki standar
kompetensi yang tinggi.
Keterlibatan kerja dipandang sebagai " identifikasi psikolO!JiS seseorang
terhadap pekerjaannya". Kanungo membatasi keterlibatan kerja pada
dimensi kognitif dari sikap terhadap pekerjaan. Keterlibatan kerja merupakan
fungsi dari beberapa banyak pekerjaan dapat memuaskan kebutuhan penting
seseorang, karena itu lebih ditentukan oleh situasi (Kanungo, 1982).
Keterlibatan kerja adalah derajat identifikasi seseorang secara psikologis
terhadap pekerjaannya, dimana individu mempersepsikan bahwa pekerjaan
sebagai bagian penting dari kehidupan yang mampu memuaskan
kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya. Apabila individu mempersepsikan aspek-aspek
pekerjaan mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhan yan9 ada dalam
dirinya, maka timbul keterlibatan ke1ja tinggi. Keterlibatan kerja ini kemudian
dimanifestasikan dalam bentul< ti119kah laku-tingkah laku yang berhubungan
dengan pekerjaan yang tinggi. Kebutuhan-kebutuhan penting ini mungkin
bersifat instrinsik misalnya kebutuhan akan otonomi, tanggung jawab
(kanungo, 1980), tantangan dan pengembangan keahlian (Paterson &
O'Driscoll, 1990), atau kebutuhan ekstrinsik misalnya kebutuhan akan gaji
dan keamanan.
Persepsi bahwa pekerjaan mampu memuaskan kebuthan penting mereka
akan membuat individu-individu mencurahkan sebagian besar energi mereka
pada pekerjaan dan menjadi terlibat. Selanjutnya umpan balik dari tingkah
pekerjaan tersebut adalah bagian essensial dari diri mereka (Elloy, Everett, &
Flynn, 1991).
Sebaliknya, bila pekerjaan dipersepsikan oleh karyawan kurang memberikan
kesempatan untuk memuaskan kebutuhan-kebuthan penting karyawan,
kemungkinan besar mereka akan menarik diri dari pekerjaan dan merasa
asing dengan pekerjaan (Kanungo dalam Doel Hadi, 1995)).
2.1.2 Aspek-Aspek Keterlibatan Kerja
Menurut Schultz & Schultz (1990) aspek-aspek dalam keterlibatan kerja
adalah sebagai berikut :
1. Adanya harapan yang besar. Setiap individu mempunyai keinginan untuk
dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai harapan individu. Harapan
inilah yang nantinya akan mempengaruhi individu tinggi atau rendahnya
keterlibatan kerja individu dalam melakukan pekerjaan.
2. Adanya keterlibatan emosional, selain kemampuan dalam bidang
pengetahuan individu pun dalam bekerja perlu melibatkan emosionalnya.
Tidak mungkin dipungkiri juga bahwa tidak jarang banyak individu yang
melibatkan emosi dan perasaannya dalam mengambil sebuah keputusan.
Karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan tampak dalam
perilakunya yaitu aktivitas kerja yang kreatif dan semangat kerja yang
aktif dalam memberikan informasi, penjelasan mengenai
petunjuk-petunjuk kerja kepada bawahannya, serta bersikap empati kepada
bawahannya.
3. Adanya keinginan untuk mobilitas tinggi, yang dimaksud disini adalah
sejauhmana individu mempunyai keinginan dan usaha yang besar untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas individu.
Menurut Lodahl & Kejner (dalam Brown & Leigh, 1996) aspek-aspek
keterlibatan kerja yang diukur adalah :
1. Kerja bagi diri karyawan merupakan minat hidupnya yang utama.
2. Dalam bekerja individu harus atau akan aktif berpartisipasi.
3. Unjuk kerja merupakan suatu hal yang terpenting bagi harga diri
individu.
4. Unjuk kerja dipandang sebagai suatu hal yang konsisiten dengan
konsep dirinya.
Kanungo (1982) mengatakan bahwa keterlibatan kerja diukur secara
langsung dalam bentuk kognisi indiviodu mengenai identifikasinya terhadap
pekerjaannya dimana identifikasi ini tergantung dari kebutuhan-kebutuhan
penting dan persepsi individu bahwa pekerjaannya dapat rnemuaskan
Vroom (dalam Munandar, 2001) membedakan 3 tingkatan keterlibatan kerja:
1. Keterlibatah kerja tinggi dimiliki individu yang selalu memikirkan
pekerjaannya.
2. Keterlibatan kerja menengah jika individu hanya bila ada kesempatan
saja memikirka pekerjaannya.
3. Keterlibatan kerja rendah bila individu tidak pernah memikirkan
pekrjaannya.
Teori kebutuan 2 faktor Herzberg
Menurut Herzberg (dalam munandar, 2001 ), kebutuhan-kebutuhan yang ingin
dipenuhi menusia melalui aspek-aspek pekerjaan dan golongan yaitu faktor
motivator dan faktor hygiene.
1. Faktor motivator . Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan Uob content) atau faktor intrinsik pekerjaan atau faktor orinetasi
tugas, meliputi :
a. Dorongan untuk berprestasi (Achivement)
Dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, memecahkan
masalah, mempertahankan pendapat dan merasakan atau melihat
hasil pekerjaan.
b. Perasaan bertanggung jawab (Responsibility)
Perasaan tanggung jawab terhadap hasil pekerjaan dan adanya
c. Perasaan terhadap pekerjaan itu sendiri (Work It Self)
Cara-cara melakukan pekerjaan sehari-hari atau tugas-tugas yang
harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
d. Pengakuan atasan (Recognition)
Semua tindakan pemberian perhatian dari orang lain seperti pujian,
penghargaan atau pemberitahuan mengenai hasil pekerjaannya yang
baik.
e.
Kesempatan mengembangkan diri (advancement)Adanya perubahan nyata dalam status atau posisi seseorang dalam
perusahaan.
2. Faktor hygiene. Faktor yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan
Uob context) atau aspek ekstrinsik pekerjaan ataupuan faktor kondisi
sekeliling (faktor-faktor yang berada disekitar pelaksanaan pekerjaan dan
tidak berhubungan dengan pertumbuhan psikologi), meliputi :
a. Hubungan pengawasan interpersonal (Interpersonal Relationship
Supetvision)
b. Hubungan pengawasan (Supetvison Technical)
Pengawasan yang diterima seseorang dalam menjalankan tugasnya,
termasuk kemampuan atasan dalam memberikan p13ngawasan dan
c. Perasaan aman
Hal-ha! yang dapat menimbulkan rasa aman pada pekerja seperti
stabil atau tidaknya perusahaan, kedudukan yang tetap, masa jabatan
yang pasti, tidak saling mencurigai, dan sebagainya.
d. Gaji yang diterima
Semua imbalan material yang diterima seseorang didalam
pekerjaannya.
e. Kebijaksanaan perusahaan clan pelakasanaan (Company Poligy And
Administration)
f<eseluruhan perusahaan dan manajemen perusahaan yang meliputi
kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, jalur komunikasi dan
pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.
f. Kondisi kerja (vVorking Conclition)
Kondisi fisik tempat kerja, jumlah pekerjaan atau fasilitas-fasilitas yang
tersedia untuk melakukan pekerjaan.
Menurut Herzberg faktor motivator dan faktor hygiene masing-masing
memiliki implikasi pada sikap dan tingkah laku kerja. Pada sikap, pemenuhan
faktor hygiene menyebabkan hilangnya perasaan tidak nyaman dalam
lingkungan pekerjaan. Pemenuhan faktor motivator menyebabkan timbulnya
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Kerja
Secara garis besar ada dua faktor yang menyebabkan seseorang menjadi
sangat terlibat pada pekerjaannya. yaitu karakteristik pribadi karyawan dan
karakteristik situasi kerja (elloy, everett, & flynn, 1991 ).
Karakteristik pribadi yang berperan panting dalam keterlibatan kerja antara
lain:
1. Usia
2. Pendidikan
3. Jenis kelamin
4. Masa jabatan
5. Kekuatan kebutuhan
6. Nilai-nilai yang berkaitan dengan keterlibatan kerja (seperti kerja
keras).
Sedangkan karakteristik situasi kerja yang berperan penting dalam
keterlibatan kerjamenurut Elloy et.al yaitu situasi kerja dimana dalam situasi
kerja yang berperan penting dalam keterlibatan kerja karyawan adalah
tingkah laku pemimpin, proses pengambilan keputusan, dan hubungan
interpersonal. Para manajer dan supervisor memainkan peran penting dalam
proses keterlibatan kerja. Persepsi karyawan mengenai supervisor adalah
penting. Supervisor-spervisor yang dilihat penuh kepercayaan (trusting) pada
ketika bawahan telah melakukan pekerjaan yang baik, sec:ara stimultan akan
mengkontribusi pada perkembangan iklim yang memupuk keterlibatan kerja
yang tinggi.
Hasil-hasil penelitian sekarang ini menyatakan bahwa karakteristik situasi
kerja berpengaruh lebih penting dari pada karakteristik individu (sekaran &
mowday, 1981 ).
Selain dua faktor diatas ada faktor lain yang mempengaruhi keterlibatan kerja
seseorang yaitu karakteristik pekerjaan. Adapun karakteristik pekerjaan
yang berhubungan dengan keterlibatan kerja adalah yang mengijinkan
pemuasan kebutuhan-kebutuhan perkembangan (schultz エセ@ schultz, 1990).
Sekaran dan mowday (dalam doel hadi, 1995) juga melaporkan bahwa
pekerjaan yang menantang memiliki hubungan yang tinggi dengan
keterlibatan kerja.
Menurut Robbins (1998) karaketristik pekerjaan yang mempengaruhi
keterlibatan kerja adalah :
1. Keragaman keterampilan : banyak ragam keterampilan yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan.
2. ldentitas tugas : sejauhmana tugas merupakan suatu kegiatan
keseluruhan yang berarti.
4. Otonomi : pekerjaan yang memberikan kebebasan, ketidak
tergantungan dan peluang mengambil keputusan.
5. Umpan balik.
Menurut Robinowitz & Hall (dalam Manuela, 1995), keterlibatan kerja
seseorang dapat meningkat dan menurun, karena pengaruh dua faktor yaitu
faktor personal dan faktor situasional.
1. Faktor personal.
Dalam faktor personal, perbedaan sosialisasi peran jenis kelamin
mengarah pada perbedaan orientasi nilai terhadap pekerjaan.
Sosialisasi peran jenis kelamin maskulin dan androgini mengakibatkan
tertanam orientasi nilai yang berhubungan dengan pekerjaan.
Sedangkan sosialisasi peran jenis kelamin feminin mengakibatkan
tertanam orientasi nilai yang berhubungan dengan rumah tangga.
Nilai-nilai ini terinternalisasi dalam diri individu dan menjadi bagian dari
kepribadiannya. Ketika individu berusaha ュ・ュ・ョオセQゥ@ kebutuhan
melalui pekerjaan yang dihadapinya, nilai-nilai ini turut berpengaruh
dengan memperkuat atau memperlemah keterlibatcin kerja.
2. Faktor situasional.
Pada faktor situasional, ditandai dengan kepekaan perusahaan
2.1.4 Efek Dari Keter!ibatan Kerja
Schultz & Schultz (1990) menyatakan bahwa semakin tinggi keterlibatan
seseorang terhadap pekerjaannya, semakin tinggi pula kepuasan kerja
seseorang. Selain itu individu dengan ketrlibatan kerja yang tinggi juga lebih
besar kemungkinannya untuk puas dengan pekerjaannya dan sukses pada
pekerjaannya.
Seorang individu yang memiliki keterlibatan yang tinggi akan bekerja dengan
serius (Jans dalam Eva, 1997). Hasil penelitian Paterson iセ@ O'Driscoll (1990)
melaporkan bahwa katerlibatan kerja yang tingi menyebabkan orang bekerja
dengan lebih lama dan lebih serius.
Menu rut hasil penelitian Elloy, Everett, dan Flynn (1991 ). rnenyatakan bahwa
bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, individu yang keterlibatan
kerjanya tinggi cenderung mempersepsikan kesempatan untuk berkembang
dalam pekerjaan mereka. Mereka lebih mungkin untuk menggambarkan
pekerjaan mereka lebih merangsang atau lebih tingi dalam rentang variasi
tugas, otonomi, identitas tugas, dan umpan balik. tingkat turnoverdan
ketidakhadiran mereka juga lebih rendah dari pada mereka yang kurang
terlibat. Orang yang lebih terlibat dalam pekrjaannya juga akan kecil
2.2 PERSEPSI
TERHADAP
GAYA
KEPEMIMPINAN
TRANSAKSIONAL
2.2.1 Persepsi
2.2.1.1 Definisi Persepsi
Persepsi menu rut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai proses seseorang
dalam mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.Atkinson (1983)
mendefinisikannya sebagai proses bagaimana seseorang menjadi sadar
adanya sifat atau hubungan melalui alat indera. Apa yang dihayati akan
terpengaruh oleh pengalaman yan telah terbentuk dipengetahuan masa lalu,
sehingga persepsi bukan sekedar perekam pasif dari stimulus yang
mengenai alat indera.
M. Noor H. S (1996) menjelaskan lebih lanjut bahwa setelah objek-objek
tersebut ditangkap melalui alat indera, ia akan diproyeksikan pada bagi<m
tertentu dalam otak, sehingga manusia dapat mengemati objek tersebut
dengan baik.
Menurut Sarlito (2003) persepsi adalah kemampuan untuk
membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan dan sebagainya. Sedangkan
menurut Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab (2004) persepsi
data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa
sehingga kita dapat menyadari disekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita
sendiri.
2.2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi
Seseorang dalam mengekspresikan sesuatu tidak terjadi begitu saja, tetapi
ada unsur yang menyebabkan terjadinya suatu proses persepsi. Secara alur
dapat dikemukakan bahwa proses persepsi berlangsung sebagaimana
berikut (Simo Walgito, 1989):
1. Stimulus mengenai alat indera, ini merupakan proses yang bersifat
kealaman.
2. Stimulus kemudian dilangsungkan keotak oleh sayarf sensoris, proses
ini merupakan proses fisiologis.
3. Diotak sebagai pusat susunan urat syaraf terjadilah proses yng
akhirnya individu dapat menyadari atau mempersepsi tentang apa
yang diterima melalui alat indera. Proses yang terjadi dalam otak ini
merupakan proses psikologis.
2.2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Bisa terjadi perbedaan seseorang dalam memberikan makna terhadap
informasi yang ditangkap panca inderanya. Hal ini disebabkan pemaknaan
bebrapa faktor yang mempangaruhi persepsi seseorang. Adapun faktor-faktor
tersebut menu rut Robbins (2001) ada tiga, yaitu :
a. Orang yang melakukan persepsi
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang
antara lain :
1. Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi.
2. Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada dalam diri
seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan.
3. Interest atau keterkaitan. Fokus perhatian individu dipengaruhi oleh
keterkaitan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan objek persepsi yang
sama dapat dipersepsikan berbedaolah masing-mas.ing individu.
4. Harapan. Harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek yang
dipersepsikan. Atau dengan kata lain seseorang akan
mempersepsikan suatu obje atau kejadian sesuai dengan apa yang
diharapkan pada orang tersebut.
b. Target atau Objek Persepsi.
Karakteristik target atau objek yang dipersepsikan b'isa mempengaruhi
apa yang dipersepsikan. Karakteristik orang yang dipersepsi baik itu
kerakteristik personal sikap maupun tingkah laku dapat berpengaruh
terhadap perceiver, karena manusia dapat saling mempengaruhi
c. Faktor situasi.
Yaitu situasi saat persepsi tersebut muncul. Konteks situasi saat
melihat objek baik berupa lokasi, cahaya, dan suasana sangatlah
penting. Pada faktor situasi terdapat beberapa hal yang dapat
111e111pengaruhi antara lain :
1. Konteks sosial. Bagaimana lingkungan osial memnadang objek
persepsi seseorang ada kecenderungan sesuai dengan apa yang
dipersepsikan lingkungan sosialnya.
2. Konteks pekerjaan. Persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa
dalam lingkungan pekerjaan.
3. Waktu pada saat kapan objek persepsi tersebut kita persepsikan.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi menurut Abdul Rahman
Saleh dan Muhbib Abdul Wahab (2004), sebagai berikut:
1. Perhatian yang selektif .
Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali
rangsang dari lingkungannya. Meskipun demikian ia tidak harus
menanggapi semua rangsang yang diterimanya untuk itu, individunya
memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja.
Dengan demikian, objek-objek atau gejala laian tidak akan tampil
2. Ciri-ciri rangsangan.
Rangsang yang bergerak diantara rangsang yang diam akan lebih
menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar
diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan
intensitas rangsangnya paling kuat.
3. Nilai-nilai kebutuhan individu.
Seorang seniman tenu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam
pengamatannya dibanding seorang yang bukan seniman.
4. Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana
seseorang mempersepsikannya.
Sedangkan menu rut Kossef! (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi adalah :
1. Faktor keturunan (heredity factor), mempengaruhi persepsi secara fisik seperti indera, kognisi dan lain-lain.
2. Latar belakang. Lingkungan dan pengalaman, mempunyai pengaruh
yang lebih besar atas apa yang seorang linat atau dalam
mempersepsikan sesuatu.
3. Tekanan teman sejawat, pengaruh teman sejawat (peer effect),
pengaruh daru seseorang apalagi teman dekat sangat mempengaruhi
4. Proyeksi, kecenderungan manusiawi untuk melemparkan bebrapa
kesalahan pada orang lain bisa menjadikan persepsi terhadap sesuatu
berbeda.
5. Penilaian yang tergesa-gesa, dapat menimbulkan kecerobohan dalam
persepsi yang menghasilkan sebuah kesimpulan yang salah.
6. Halo effects dan halo karatan (halo rusty effects) seseorang yang cakap dalam suatu hal juga dianggap cakap untuk hal lain asumsi
tersebut dapat menimbulkan halo sehingga akan berpengaruh
terhadap pandangan atau persepsi dia terhadap sesuatu.
2.2.2 Gaya Kepemimpinan Transaksional
2.2.2.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan menu rut Robbins (2001) adalah "Leadership is the ability to
influence a group toward to the achievement of goals". Maksud dari kutipan diatas adalah bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi kelompok terhadap pencapaian tujuan. Menurut Koontz &
Werhrich (1988) kepemimpinan erat kaitannya dengan kemampuan
memotivasi.
Definisi kepemimpian transaksional menurut Burns ( dalam Bass, 1985)
adalah sebagai berikut : 'The transactional political leader motivated
Maksud dari kutipan diatas, pemimpin transaksional adalah pemimpin yang
memotivasi bawahannya dengan memberikan imbalan bagi pelayanan yang
dilakukan oleh para bawahannya.
Menurut Hadari Nawawi (2003), kepemimpinan transaksional ditandai dengan
pemimpin yang memandu atau memotivasi bawahannya atau anggota
organisasinnya menngarah pada pencapaian tujuan dengan memperjelas
peran dan tuntutan tugas.
Dalam kepemimpinan transaksional, hubungan pemimpin bawahan
didasarkan pada serangkaian pertukaran-pertukaran atau penawaran antara
pimpinan dan bawahan. Ada dua faktor yang didentifikasi sebagai ciri perilaku
kepemimpinan transaksional yaitu lmbalan Kontingen (Contingent Reward)
dan Manajemen Pengecualian (Management by Exception). lmbalan
kontingen yaitu pertukaran aktif dan postif antara pemimpin dan bawahan
dimana bawahan diberi imbalan bila berhasil mencapai sasaran-sasaran
yang telah disetujui, imbalan dapat berupa penakuan dari pemimpin akan
pekerjaan yang telah dilakukan, bonus atau peningkatan dalam pemberian
jasa. Sedangkan manajemen pengecualian adalah dimana para pemimpin
melakukan transaksi dengan bawahan dengan memfokuskan pada
kesalahn-kesalahan, menunda-nunda keputusan, atau menghindari c:ampur tangan
Proses mempengaruhi yang mendasari bagi kepemimpinan transaksional
dapat disimpulkan dari gambaran perilaku dan pengaruhnya pada motivasi
pengikut. Proses mempengaruhi yang utama dalam kepemimpinan
transaksional adalah dimana seseorang melaksanakan tindakan yang diminta
untuk tujuan mendapatkan imbalan yang pasti atau menghindari hukuman
yang dikendalikan oleh agen. Motivasi perilaku itu murni instrumental,
satu-satunya alasan kepatuhan adalah untuk mendapatkan manfaat nyata dari
agen. Level dukungan yang diberikan mungkin sngat kecil yang diperlukan
untuk mendapatkan penghargaan atau untuk menghindari keputusan (Yuki,
2005).
2.2.2.2 Model Gaya Kepemimpinan Transaksional
Dalam model kepemimpinan transaksional, hubungan antara pemimpn dan
bawahan dapat digambarkan sebagai berikut (Bass, 1985):
1. Pemimpin mengenali apa yang ingin dicapai bawahan dari
pekerjaannya dan mencoba untuk melihat bahwa bawahannya dapat
mencapai apa yang dinginkannya bila kinerja bawahan tersebut
menjaminnya.
2. Pemimpin memberikan imbalan dan janji imbalan untuk usaha yang
dilakukan bawahannya.
3. Pemimpin akan responsif terhadap minat-minat bawahan jika mereka
Zalzeniks (dalam Bass, 1985) mengatakan bahwa para manajer cenderung
untuk memantau kebutuhan bawahannya dan menset tujuan-tujuan mereka
alas dasar usaha mereka, dapat menjadi harapan-harapan rasional dari
bawahan mereka. Para manajer berasumsi bahwa bawahan mereka
mempertahankan motivasi agar tetap untuk mendukung rencana-rencana
manajer. Para manajer, dalam keterlibatan kerja berkosentrasi dalam
kompromi, intrik, dan kontrol.
2.2.2.3 Ciri Perilaku Gaya Kepemimpinan Transaksional
Menu rut Bass & Avolio (1994) dalam Munandar (2001) membahas gaya
kepemimpinan transaksional dalam 4 ciri yaitu :
1. lmbalan kontingen (Contingent Reward)
2. Manajemen Pengecualian Aktif (Management by Exception Active)
3. Manajemen Pengecualian Pasif (Management by Exception Pasive)
4. Laissez Faire
Adapun penjelasan mengenai keempat ciri tersebut sebagai berikut:
1. lmbalan Kontingen (Contingent Reward)
Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan perusahaan,
yangmenguntunkan pe;usahaan, maka kepada mereka dijanjikan imbalan
setimpal. Misalnya jika bawahan berprestasi tinggi ia akan mendapat imbnlan
(reward) yang memuaskan dirinya.
Pemimpin sebagai Pelaku Penguatan
Bass (1985) mengatakan bahwa pemimpin dan bawahan rnenerima peran
dan tanggung jawab yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan. Secara langsung atau tidak langsung, pemimpin dapat
memberikan imbalan kepada bawahan bila mereka mengalami peningkatan
dalam uasahanya da!am mencapai tujuan-tujuan tersebut atau bila bawahan
berhasil mencapainya. Atau mereka dapat memberikan hukuman kepada
bawahan untuk kegagalannya dimulai dari umpan balik ne(jatif sampai
pemecatan.
Penguatan kontingen sendiri dibagi menjadi dua yaitu pen9uatan kontingen
yang positif dan penguatan kontingen yang aversif. Penguatan kontingen
yang positif yaitu imbalan yang diberikan apa bila kinerja yang disetujui
tercapai, akan menguatkan usaha untuk mempertahankan kecepatan dan
ketepatan dari kinerja karyawan. Sedangkan penguatan kontingen aversif
yaitu reaksi manajer atau pemimpin terhadap kegagalan karyawan untuk
mencapai kinerja yang telah disetuji. Reaksi manajer mengisyaratkan adanya
kebutuhan untuk menghentikan penurunan yang terjadi pada kecepatan dan
perileku karyawan yang tidak sesuai dengan yang telah di setujui. Hal ini
menjelaskan kembali mengenai apa yang harus dilakukan karyawan dan
bagaimana cara melakukannya.
Hukuman kontingen (Contingent Punishment) diberikan ketika karyawan
gagal untuk mencapai harapan-harapan manajer, yaitu ketika terjadi
penyimpangan dari norma-norma. Misalnya produksi atau kualitas produksi
mungkin jatuh dibawah standar yang telah disetujui. Dalarn hukuman
kontingen ini, rnanajer mungkin hanya dibutuhkan untuk memperhatikan
penyimpangan tersebut karena kegagalan seseorang dalam mencapai
standar dapat menjadi penguatan yang aversif bagi orang itu sendiri.
Hukuman kontingen dikatakn dapat menolong terutama bagi bawahan yang
tidak berpengalaman atau tidak ahli, terutama jika umpan balik negatif
disertai dengan penjelasan yang lebih lanjut mengenai keinerja yang
diharapkan. Pada kepemimpinan transaksional ini pemimpin lebih tertarik
pada apa yang mereka berikan dari pada apa yang benar
2. Manajemen Pengecualian Aktif (Management By Exception Active) Manajer secara aktif dan ketat memantau pelaksanaan tugas pekerjaan
bawahannya agar mereka tidak membuat kesalahan-kesalahan atau agar
mereka tidak gaga! dalam melaksanakan pekerjaan, atau agar kesalahan dan
3. Manajemen Pengecualian Pasif (Management by Exception Pasive)
rv1anajer baru bertindak setelah terjadi kegagalan bawahan untuk mencapai
tujuan, atau setelh benar-benar timbul masalah yang seius, manajer
berpandanga bahwa ia belum akan bertindak jika belum timbul masalahnnya
atau jika belum ada kegagalan. Bawahan mendapat kesempatan untuk
berupaya memperbaiki unjuk kerjanya, mengatasi masalahnya, mengoreksi
kesalahannya.
Para pemimpin yang terutama atau secara ekslusif menerapkan manajmnen
pengecualian, umpan balik negatif, atau penguatan kontin9en aversif, akan
terlibat ketika terjadi suatu kesalahan. Selama para bawahan memenuhi
standar kinerja, manajer tetap diam. Tetapi bila kinerja bawahan jatuh
dibawah standar yang telah ditetapkan, mekanisme itu pun bergerak. Pada
tingkat emosi yang paling bawah, pemimpin memberikan umpan balik berupa
informasi kepada bawahan bahwa telah melewati batas. Umpan balik
mungkin dapat disertai dengan penjelasan dan dorongan .• Jika pemimpin
adalah seseorang yang juga menggunakan nilai-nilai imbalan kontingen pada
sisi lain, dapat juga disertai dengan celaan, teguran, atau yang lebih buruk.
Umpan balik negatif, khususnya jika tidak mengenai orang tertentu dan
didukung dengan tunjangan positif, dapat memberikan nasihat yang
dilakukan. Tetapi ketika supervisor melakukan manajeman pengecualian
dalam umpan balik negatif, akan membentuk kontribusi ekslusif dari
supervisor kepada hubungan kepemimpinan mereka dengan bawahan, hal ini
relatif tidal< efektif jika dibandingkan dengan imbalan kontingen. Ketika
campur tangan berupa teguran atau celaan atau hukuman,. manajemen
pengecualian dapat menjadi tidak produktif (Bass, 1985).
Penguatan kontinen yang aversif yang dilakukan oleh para pemimpin dalam
merespon bawahan yang gagal memenuhi atau mencapai standar dapat
mengambil banyak bentuk, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling
berat. Mereka dapat memberikan informasi mengenai apa yang sah,
memarahai, mencela, atau menyelahkan; memberikan hukuman, denda. atau
kehilangan pekerjaan; hilang keamanan, kebebasan, dan kehidupan. Manajer
yang hanya terlibat dengan beberapa penguatan ketika bawahan gagal
mencapai standar berarti menerapkan manajemen pengecualian.
4. Laissez Faire
Manajer membiarkan bawahannya melakukan tugas pekerjaannya tanpa ada
pengawasan dari dirinya. Mutu unjuk kerjanya merupakan tanggung jawab
Begitu pula menurut Makmuri Muchlas (2005), kepemimpir:an transaksional
dibagi menjadi :
1. Kemungkinan penghargaan : berupa kontak pertukaran penghargaan
dengan usaha-usaha yang dicapai, janji penghargaan untuk prestasi
kerja yang baik, pengakuan keberhasilan.
2. manajemen dengan pengecualian aktif: memperlihatkan dan meneliti
penyimpangan-penyimpangan dari aturan dan stanclar tertentu,
mengambil tindakan korektif.
3. Manajemen dengan pengecualian pasif: hanya mengintervensi kalau
standar yang tidak ditentukan tidak tercapai
4. Laissez Faire (kompetisi bebas): melepaaskan tanggung jawab dan
menghindari pembuatan keputusan.
2.2.2.4 Pengukuran Gaya Kepemimpinan Transaksional
Dalam usaha mengiclentifikasi tingkah laku-tingkah laku yang menggaris
bawahi konsetualisasi kepemimpinan transaksional dan tranformasional,
Bass (1985) mengembangkan Multi Factor Leadership Qm1tionnaire (MLQ).
Kepemimpinan transaksional sendiri dalam MLQ tersebut rnemiliki dua faktor
yang diidentifikasi sebagai ciri perilaku kepemimpinan transaksional yaitu :
1. irnbalan kontingen, yaitu derajat dimana pemimpin memberikan
2. Manajemen pengecualian, yaitu sejauh mana pemimpin muncul untuk
memberikan arahan kepada bawahan hanya ketika terjadi kegagalan.
2.2.3 Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional
Dari teori diatas. maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi terhadap
gaya kepemimpinan transaksional adalah penilaian atau p1:mafsiran karyawan
terhadap karakteristik perilaku-perilaku gaya kepemimpinan transaksional.
2.3
KERANGKA BERFIKIR
Keterlibatan kerja adalah derajat identifikasi seseorang sec;ara psikologis
terhadap pekerjaannya, dimana individu mempersepeikan bahwa pekerjaan
sebagai bagian penting dari kehidupan yang mampu memuaskan
kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya. Salah satu yang mempengaruhi keterlibatan kerja
adalah tingkah laku pemimpin, !<arena pemimpin adalah seorang motivator
dalam kelompok kerjanya. Seperti yang telah diungkapkan oleh Elloy, et. al
(1995) bahwa tingkah laku pemimpin berpengaruh terhadap keterlibatan kerja
karyawan. Selain itu persepsi karyawan mengenai supervisor adalah penting.
Supervisor-supervisor yang dilihat penuh kepercayaan (trusting) pada
bawahan. inovatif, adil, dan kohesif, serta yang memberi penguatan positif
ketika bawahan telah melakukan pekerjaan yang bail<, secara stimultan akan
mengkontribusi pada perkembangan iklim yang memupuk keterlibatan kerja
Bass (1985) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional
mempunyai efek kepada bawahan. Kepemimpinan transaksional berkaitan
dengan pemberian otoritas trehadap bawahan untuk mencapai tujuan, atasan
memotivasi bawahan untuk menampilkan kinerja sesuai yang diharapkan.
Kepemimpinan transaksional yang di dasarkan pada imbalan kontingen
didalilkan menghasilkan bawahan-bawahan yang mencapai tingkat kinerja
sesuai dengan yang telah di sepakati. Atasan dan bawahan mencapai
persetujuan yang akan dicapai oleh bawahan bila mencapai tingkat kinerja
yang telah di sepakati. lmbalan-imbalan disediakan sesuai dengan kepuasan
yang akan dicapai. Seperti sudah dijelaskan bahwa dalam kepemimpinan
transaksional, hubungan antar pemimpin dan bawahan didasrkan pada
serangkaian pertukaran, dimana bawahan diberi imbalan bila berhasil
mencapai standar kinerja yang telah disepakat. Pemimpin transaksional
memberi imbalan kepada bawahannya yang berhasil menc:apai sasaran yang
telah di tetapkan atau yang menunjukkan peningkatan usaha dalam
mencapai sasaran tersebut.
Sedangkan kepemimpinan transaksional yang didasarkan pada manajemen
pengecualian, para pemimpinnya akan terlibat ketika terjacli suatu kesalahan.
Selama para bawahan memenuhi standar kinerja, manajer tetap diam. Tetapi
bila kinerja bawahan jatuh dibawah standar yang telah ditetapkan,
pemimpin memberikan umpan balik berupa informasi kepada bawahan
bahwa telah melewati batas. Umpan balik mungkin dapat disertai dengan
penjelasan dan dorongan. Jika pemimpin adalah seseorang yang juga
menggunakan nilai-nilai imbalan kontingen pada sisi lain, dapat juga disertai
dengan celaan, teguran, atau yang lebih buruk.
Menurut penelilian mengenai hubungan anatara kepemimpinan transaksional
dengan keterlibatan kerja mengindikasikan bahwa para atasan perlu
mengembangkan tingkah laku-tingkah laku kepemimpinan transaksional
untuk meningkatkan kefektifan kepemimpinan mereka dan untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dimasing-masing unit organisasi mereka
(Robbins, 2001 ).
Bila dikaitkan dengan hasil penelitian Elloy, Everett, & Flynn (1995) dengan
penjelasan mengenai hubungan antara kepemimpinan transaksional dengan
keterlibatan kerja, tampak bahwa keduanya saling berhubungan. Telah
disebutkan diatas bahwa salah satu dari persepsi karyawan terhadap
supervisornya yang berperan dalarn meningkatkan keterlibatan kerja adalah
yang secara positif menguatkan bawahan ketika mereka telah melakukan
2.5
HIPOTESIS
Ho : Tidak ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan
transaksional dengan keterlibatan kerja karyawan.
Ha : Ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
JENIS PENELITIAN
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan
data dan rum us statistik tertentu. Pendekatan kuantitatif ad al ah penelitian
yang bekerja dengan angka, yang datanya berujud bilangan (skor atau nilai,
peringkat, atau frekuensi), yang dianalisis dengan menggunakan statistik
untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik,
dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mernpengaruhi
variabel yang lain (Creswell dalarn Asrnadi Asian, 2004). Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang berasal
dari surnber asli dan dikurnpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
3.1.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalarn penelitian ini adalah deskripsi
korelasional untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi
terhadap gaya kepernirnpinan transaksional dengan keterlibatan kerja
karyawan. Menurut Sevilla dkk. (1993) penelitian deskripsi korelasional
adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan
variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.
3.2
VARIABEL PENELITIAN
3 .. 2.1 Definisi Variabel
Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau
sifat yang berdiri sendiri. Variabel terdiri dari variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas adalah variabel yang tidak dapat dimanipulasi,
sedangkan variabel terikat adalah yang dapat dimanipulasi (Sevilla et. al,
1993).
a. Variabel bebas adalah persepsi terhadap gaya kepemimpinan
transaksional.
b. Variabel terikat adalah keterlibatan kerja.
3.2.2 Definisi Operasional Variabel
3.2.2.1 Definisi Operasinal Variabel Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional
Definisi operasional persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional
adalah penilaian atau penafsiran terhadap karakteristik-karakteristik
pemimpin dalam gaya kepemimpinan transaksional. Komponen-komponen
1. Kemungkinan penghargaan : berupa kontrak pertukaran penghargaan
dengan usaha-usaha yang dicapai, janji penghargaan untuk prestasi
kerja yang baik, pengakuan keberhasilan.
2. Manajemen dengan pengecualian aktif: memperlihatkan dan meneliti
penyimpangan-penyimpangan dari aturan dan standar tertentu,
mengambil tindakan korektif.
3. Manajemen dengan pengecualian pasif: hanya mengintervensi kalau
standar yang tidak ditentukan tidak tercapai
4. Laissez Faire (kompetisi bebas): melepaaskan tanogung jawab dan
menghindari pembuatan keputusan.
3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel Keterlibatan Kerja
Definisi operasional keterlibatan kerja adalah skor yang diperoleh dari skala
keterlibatan kerja. Adapun komponen-komponen yang akan diukur adalah
(Lodahl & Kejner dalam Manuella, 1997) :
1. Kerja baginya merupakan minat hidupnya yang utama.
2. Dalam bekerja akan aktif berpartisipasi.
3. Unjuk kerja merupakan hal yang terpenting bagi ィ。アセ。@ dirinya.
-- .. ᄋMセセセM ... - - . ·:, t .. ';, ,.JiJ;(ifRli1
3.3
PENGAMBILAN SAMPEL
MMMMMMMMMMMMMMセMセMN[@
3.3.1 Populasi Dan Sampel
Penelitian ini dilakukan di PT. Ramayana Lestari Sentosa,Ciputat. Populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian. Menurut Kerlinger (dalam Sevilla et. al,
1993) populasi adalah keseluruhan anggota, kejadian, atau objek-objek yang
telah ditetapkan dengan baik. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh karyawan bagian pemasaran PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk,
Ciputat, yang berjumlah 200 orang.
Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik populasi
(Ferguson dalam Sevilla et. al, 1993). Dan sampel dalam penelitian ini adalah
30 orang. Penetapan jumlah sampel tersebut merujuk pada Gay ( Sevilla et.
al, 1993) yang mengatakan bahwa sampel minimum dalam penelitian
l<uantitatif adalah 30 orang. Dan menurut Arikunto (2002), jumlah sampel
minimal yang dapat diambil adalah 10-15
%
dari jumlah populasi.Maka untuk penelitian ini mengambil subjek dengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Pegawai PT. Ramayana Lestari Sentosa Ciputat.
2. Pendidikan minima! SMU/A atau sederajat. Dengan maksud pada
memahami item-item dalam ku