• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional dengan keterlibatan kerja karyawan PT.Ramayana Lestari Santosa TBK ciputat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional dengan keterlibatan kerja karyawan PT.Ramayana Lestari Santosa TBK ciputat"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

t<ERJA KARYAWAN PT. RAMAYANA LESTARI SENTOSA TBK

Cl PUT AT

OLEH

SITI FATIMAH

NIM : 102070025928

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAIKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh

gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

SITI FATIMA!-!

NIM : 102070025928

Di bawah bimbingan

Pembimbing I p・ュ「ゥュ「ゥョセ@

セ@

..

/ /

|Zェ[ZカWセセR@

Drs. Sofiandy Zakaria M. Psi T liany Luzvind:a M. Si

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYA.TULLAH JAKARTA

(3)

Skripsi ini yang berjudul HUBUNGAN ANT ARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DENGAl'J KETERLIBATAN KERJA KARYAWAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Februari 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 27 Februari 2007

Sidang Munaqasyah

rangk p Anggota, Sekretaris rnerangkap anggota

938

Anggota:

Penguji II

Ors. Sofiandy Zakaria M . Psi T

Pembimbing I

セ@

(4)

Takut akan kegagalan seharusnya tidak

menjadi alasan untuk tidak mencoba

sesuatu. Kepemimpinan adalah an:da sendiri

dan apa yang anda lakukcr.n.

(Frederick Smith)

(5)

Skripsi ini ananda persembahkan

rcepada kedua orang tua tercinta (Bapak

dan Mimi) dan adik-adik ku te·rsayang

(Eli, Risa,

&

Lian)

(6)

(C) Siti Fatimah

(D) Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional dengan Keterlibatan Kerja Karyawan PT. Ramayana Lestari Sentosa Ciputat (E) xvii + 84 halaman

(F) Organisasi atau perusahaan bukanlah suatu struktur yang statis yang dilukiskan di cl al am peta organisasi. Perusahaan merupakan jaringan ke1ja yang terns mcncrus bcrubah, yang meliputi tugas-tugas, struktur, sistem informasi clan nrnnusia. Jaringan kc1ja ilu sckaligus bcrsifal seclcrhana clan rurnit, tcralur clan sernrawul, tenang clan bergejolak. Salah satu usaha untuk mengubah suatu perusahaan bisa berfungsi clengan lebih baik aclalah aclanya kerja sama yang baik antara berbagai pihak (Leavitt, 1992). Tetapi dalam lingkungan tersebut (perusahaan), rnanusialah yang memegang peranan, karena unsur manusia (sumbcr claya rnenusia) sangat menentukan tercapai atau ticlaknya tujuan yang cliharapkan. Manajer, supervisor, atau karyawan lainnya cligolongkan sebagai sumber claya manusia yang harus bekeija sama clengan clitunjang oleh sumber claya yang bukan rnanusia sepe1ii rnesin ataupun sarana clan prasarana finansial yang menclukung. Dalam kaitannya clcngan bidang sumber claya manusia tersebut, masalah yang kini rnenjacli pusat perhatian aclalah proses keterlibatan karyawan pacla kehidupan ke1janya khusunya keterlibatan kerja (Rabinowitz & Hall clalarn Mannella, 1995), karena keterlibatan kerja cligunakan untuk

rnernprecliksi usaha keija karyawan.

Keterlibatan ke1ja rnerupakan suatu ha! yang dapat dirasakan oleh incliviclu. Menurut Kanungo (1982) keterlibatan ke1ja rnerupakan fungsi clari sejauhrnana peke1jaan tersebut dapat rnemuaskan kebutuhan-kebutuhan penting seseorang. · Banyak faktor yang clapat menentukan keterlibatan kerja karyawan clan salah satu faktor lcrsebut aclalah persepsi karyawan terhaclap pemimpinannya. Kepemimpinan yang cliasumsikan memiliki efek positifbagi ketrlibatan kerja bawahan, yaitu transaksional. Kepernirnpinan transaksional aclalah

kepemimpinan yang hubungan antara pemimpin clan bawahannya ditanclai oleh proses pertukaran (exchange) antara irnbalan clengan kine1ja yang tclah

clitetapkan (Bass, 1985). Para atasan perlu rnengernbangkan tingkah laku-tingkah laku kepernimpinan transaksional untuk rneningkatkan kefektifan kepemirnpinan mereka clan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dimasing-masing unit organisasi mereka (Robbins, 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan adanya hubungan antara persepsi terhaclap gaya kepemimpinan transaksional clengan keterlibatan ke1ja karyawan.

(7)

lebih variabel lain berclasarkan koefisien korelasi.

Penelitian ini clilaksanakan di bagian pemsaran PT. Ramayana Lestari Sentosa Cipuatat dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Telmik pengambilan

sampel yang digunakan aclalah random sampling dengan rnetode simple random sampling.

Instrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional menurut Bass (1985) dan skala keterlibatan kerja yang 111cngacu kcpnda tcori Lodahl dan Kcjncr (dala111 Brown & Leigh, I 9%)

Teknik pengolahan clan analisa data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi korelasi Pearson untuk menguji valiclitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan regresi linear ganda untuk pengujian hipotesis penelitian.

Jumlah item valid untuk skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan

transaksional sebanyak 41 item dan yang digunakan hanya sebanyak 40 item. Sedangkanjumlah item valid untuk skala keterlibatan kerja sebanyak 40 item dan yang digunakan sebanyak 40 item. Adapun reliabilitas skala persepsi terhaclap gaya kepemimpinan transaksional aclalah 0,695, dan reliabilitas skala keterlibatan kerja adalah 0,7043. Berdasarkan analisis regresi linear ganda terhaclap hipotesis yang diajukan, diperoleh basil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan an!ara persepsi terhaclap gaya kepemimpinan !ransaksional dengan keterlibatan ke1ja karyawan karena r hi tung (0, 156) < r tabcl (0,Jb I) (G) Ballan Bacaan : 29 (1979-2006)

(8)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT ケ。ョセQ@ telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya

Kepemimpinan Transaksional dengan Keterlibatan Keria". Shalawat serta

salam semoga tetap terlimpah alas Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah

rnenjadi suri tauladan terbaik bagi umat manusia, kepada keluarganya, para

sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas

dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1.

l<edua orang tua penulis (mimi dan bapak) yang tak kenal lelah berjuang

dan berkorban untuk memberikan yang terbaik kepada penulis.

Adik-adikku tersayang D' Eli, Nok Risa, dan D' !yang (Lian) yang selalu

cerewet,

semoga cita-cita kalian bisa tercapai dan selalu mendapatkan

yang terbaik dalam hidup.

2. Bapak Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi T sebagai Pembimbing I dan lbu

Liany Luzvinda

M.

Si sebagai Pembimbing

II

yang senantiasa

memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi

ini.

(9)

yang telah banyak memberikan pengarahan dan perhatian kepada

penulis selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

4. Managemen PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk Ciputat, khususnya

Bapak Marzuki S.E, Bapak Yohanes Edi S.H, dan lbu Rita yang telah

memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

penelitian di PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk Ciputat.

5. Seluruh karyawan PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk Ciputat, khususnya

bagian pemasaran yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas

bantuan serta kesediannya mengisi angket penelitian yang cukup banyak

jumlahnya di sela-sela kesibukan melaksanakan rutinitas pekerjaan.

6. Teman-teman Psikologi angkatan 2002, khususnya untuk

sahabat-sahabatku, Maryanah, Tuti, Uci, Yani dan Yuyun yang selalu berbagi

dalam suka dan duka, serta selalu siap membantu ketika penulis

mengalami kesulitan.

7. Mbah Hell (Rental Orion) yang selalu siap membantu rnengedit skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi diri p enulis dan

para pembaca.

Jakarta, 27 Februari 2007.

Siti Fatimah

(10)

Halaman Judul ... .

Halaman Persetujuan ... ii

Ha/a man Pengesahan ... ... iii

Motto ... iv

Dedikasi ...

v

Abstraksi ... .. .... ... vi

Kata Pengantar ... ... viii

Daftar lsi . . . .. . .. .. . . .. . .. . . . .. . .. . . . ... .. . .. . ... .. .. .. . .. . . .. .. . . ... .. . . x

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar .. ... ... xv

Daftar Lampi ran ... ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masa/ah ... 1

1.2 ldentifikasi masalah ... ... 9

1.3 Pembatasan dan perumusan masalah ... 9

1.3.1 Pembatasan masa/ah ... 9

1.3.2 Perumusan masalah... 10

1.4 Tujuan dan manfaat penelitian... 10

(11)

2.1.1 Definisi keterlibatan kerja... 13

2.1.2 Aspek-aspek keterlibatan kerja... 15

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan kerja... ... ... ... ... .. ... .. ... .. .. . ... ... . 20

2.1.4 Efek dari keterlibatan kerja ... 23

2.2 Persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksiorn1I... 24

2.2.1 Persepsi ... 24

2.2.1.1 Definisi persepsi ... 24

2.2.1.2 Proses terjadinya persepsi ... 25

2.2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi .. . .. . .. ... .. ... ... .. ... ... .. ... ... ... ... . 25

2.2.2 Gaya Kepemimpinan transaksional. ... 29

2.2.2.1 Definisi gaya kepemimpinan transaksional 29 2.2.2.2 Model gaya kepemimpinan transaksional ... 31

2.2.2.3 Ciri perilaku gaya kepemimpinan transaksional. ... ... ... 32

2.2.2.4 Pengukuran gaya kepemimpinan transaksional 2.2.3 Persepsi terhadap gaya 37 kepemimpinan transaksional ... 37

2.3 Kerangka berpikir... 38

2.4 Hipotesis ... 41

(12)

3.1.1 Pendekatan penelitian ... 42

3 .1 .2 Metode penelitian .. ... ... ... ... .. ... .. . .. .. .. ... ... .. . .. ... 42

3.2 Variabel penelitian ... ... 43

3.2.1 Definisi variabel. ... ... 43

3.2.2 Definisi operasional variabel... 43

3.2.2.1 Definisi operasional variabel persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional. .. .... ... .. . .. . ... .. 43

3.2.2.2 Definisi operasional variabel keterlibatan kerja .. .. ... .. .. . .. .. .. ... .. .. ... .. . .. ... ... 44

3.3 Pengambilan sampel ... 45

3.3.1 Populasi sdan sampel ... 45

3.3.2 Teknik pengambilan sampel ... 46

3.4 Pengumpulan data... 46

3.4.1 lnstrumen persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional... ... 46

3.4.2 lnstrumen keterlibatan kerja ... ... 48

3.5 Teknik uji instrumen ... 50

3.5.1 Uji va!iditas ... ... 51

3.5.1.1 Hasil uji instrumen ... 51

A. Hasil uji instrumen skala persepsi terhadap

(13)

3.5.2 Uji reliabilitas ... ... 55

3.5.2.1 Hasil uji reliabilitas ... 55

3.6 Teknik analisa data... 56

3. 7 Prosedur penelitian ... ... 57

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran um um responden penelitian ... ... 58

4.1.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamim .... 58

4.1.2 Gambaran responden berdasarkan usia ... 58

4.1.3 Gambaran responden berdasarkan penyebaran skor 59 4.1.3.1 Gambaran responden berdasarkan skor skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional... 59

4.1.3.2 Gambaran responden berdasarkan skor skala keterlibatan kerja ... 61

4.2 Presentasi data... 63

4.2.1 Uji normalitas ... 63

4.2.2 Uji homogenitas ... 67

4.3 Hasil Utama Penelitian... 68

4.3.1 Statistik deskriptif... 68

4.3.2 Analisis regresi linear... 69

4.3.3 Uji hipotesis ... 71

[image:13.595.67.518.65.714.2]
(14)

5.2 Diskusi ...

74

5.3 Saran...

79

DAFT AR PUST AKA

LAMPI RAN

(15)

Gaya Kepemimpinan Transaksional . ... 47

'bel 3.2 : Bo bot setiap jawaban . . . . .. ... .. . . .. . .. . .. .. . . . .. . . .. .. .. .. . .. .. ... .. ... . .. . .. 49

abel 3.3 : Blue Print Keterlibatan Kerja ... 49

'bel 3.4 : Bobot setiap jawaban ... 50

'bel 3.5 : Blue Print Revisi Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional . ... 52

'bel 3.6 : Blue Print Revisi Skala Keterlibatan Kerja ... 54

ibel 4.1: Distribusi Jen is Kela min Respond en... 59

ibel 4.2 : Distribusi Usia Responden... 60

ibel 4.3 : Penyebaran Skor Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional. ... 62

ibel 4.4 : Penyebaran Skor Skala Keterlibatan Kerja ... ... 63

ibel 4.5 : Uji Normalitas Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional. ... 65

1bel 4.6 : Uji Normalitas Skala Keterlibatan Kerja ... ... 67

1bel 4.7: Nilai Uji Homogenitas ... :... 69

1bel 4.8 : Statistik Deskriptif ... 69

1bel 4.9 : Nilai R Square (Koefisien Determinasi)... 70

1bel 4.10 : Uji F .. . . .. . . ... .. .. . .. .. ... .. . . .. . .. .. . .. .. . .. .. .. .. .. . . . .. .. ... .. ... .. . 70

1bel 4.11 : Uji t.... .. .. .. .. ... 71

1bel 4.12 : Nilai Koefisien Korelasi ... 72

(16)

Gaya Kepemimpinan Transaksional . ... ... 65

ambar 2 : Scatterplot Keterlibatan Kerja ... ... .. . .. . .. ... ... .. .. . .. .. .. ... .... .. .. . .. .. ... 66

(17)

Data hasil tryout skala keterlibatan kerja

Validitas skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional

Validitas skala keterlibatan kerja

Reliabilitas skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional

Reliabilitas skala keterlibatan kerja

Data hasil penelitian skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional

Data hasil penelitian terhadap keterlibatan kerja

Hasil uji normalitas

J. Hasil uji homogenitas

1. Has ii uji linearitas

2. Hasil uji hipotesis

3. lnstrumen penelitian

(18)

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Organisasi atau perusahaan bukanlah suatu struktur yang statis yang

dilukiskan didalam peta organisasi. Perusahaan merupakan jaringan kerja

yang terus menerus berubah, yang meliputi tugas-tugas, struktur, sistem

informasi dan manusia. Jaringan kerja itu sekaligus bersifat sederhana dan

rumit, teratur dan semrawut, tenang dan bergejolak. Salah satu usaha untuk

mengubah suatu perusahaan bisa berfungsi dengan lebih baik adalah

adanya kerja sama yang baik antara berbagai pihak (Leavitt, 1992). Tetapi

dalam lingkungan tersebut (perusahaan), manusialah yang memegang

peranan, karena unsur manusia (sumber daya menusia) sangat menentukan

tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan. Manajer, supervisor, atau

karyawan lainnya digolongkan sebagai sumber daya manusia yang harus

bekerja sama dengan ditunjang oleh sumber daya yang bukan manusia

seperti mesin ataupun sarana dan prasarana finansial yang mendukung.

Dalam kaitannya dengan bidang sumber daya manusia tersebut, masalah

yang kini menjadi pusat perhatian adalah proses keterlibatan karyawan pada

(19)

kehidupan kerjanya khusunya keterlibatan kerja (Robinowitz & Hall dalam

Manuella, 1995), karena keterlibatan kerja digunakan untuk memprediksi

usaha kerja karyawan.

Keterlibatan kerja merupakan fungsi dari sejauhmana pekerjaan tersebut

dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan penting seseorang. Semakin tinggi

keterlibatan seseorang pada suatu pekerjaan, semakin tinggi pula kepuasan

kerja seseorang, sehingga karyawan dapat bekerja dengan serius.

Menurut Jans (dalam Eva, 1997) pengaruh keterlibatan kerja terhadap

kinerja seseorang cukup terlihat Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

seseorang yang terlibat dalam pekerjaannya akan bekerja dengan serius.

Hasil penelitian lain menyatakan bahwa keterlibatan kerja yang tinggi

menyebabkan orang bekerja lebih lama dan lebih keras (Paterson &

O'Drisscoll dalam Manuella, 1995).

Karena kontribusinya yang kuat pada kepuasan kerja, maka tampaknya perlu

untuk menumbuhkan dan meningkatkan keterlibatan kerja para karyawan.

Dalam hal ini peran pemirnpin sangat dibutuhkan karena seorang pemimpin

(20)

pada bawahan, inovatif, adil, dan kohesif, serta yang rnemberi penguatan

positif ketika bawahan telah melakukan pekerjaan yang baik, secara stimultan

akan mengkontribusi pada perkembangan iklim yang memupuk keterlibatan

yang tinggi dari bawahan. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa peran

pimpinan dalam meningkatkan keterlibatan kerja bawahannya cukup besar.

Hal ini tentunya tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang diterapkan

pemimpin/atasan terhadap bawahannya.

Menurut penelitian dari William M, Butten ketua New York Stock Exchange

(dalam Dale Timpe, 1999) mengemukakan bahwa gaya manajemen yang

mendorong keterlibatan dan peran kerja serta karyawan telah menjadi

tanggung jawab yang diterima oleh kepemimpinan di Amerika. Sekarang

hampir 50.000 perusahaan dan beberapa juta manajer serta sebagian atau

sepenuhnya terlibat dalam program keterlibatan pekerja. Program-program ini

muncul dalam bentuk seperti Ford's Employee Involvement (FE!), dan Bring

Quality to Life (BQ2L).

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok terhadap

pencapaian tujuan (Robbins, 2001 ). Selain itu kepemimpinan adalah

sekumpu/an dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian,

termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam

(21)

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, dan

kegembiraan batin serta tidak merasa dipaksa. Kepemimpinan juga san[Jill

erat kaitannya dengan memotivasi (Koontz & Werhrich, 1988). Jadi

pemimpin/atasan hendaknya mempunyai kemampuan untuk mendorong dan

membimbing karyawannya agar mereka dengan penuh kerelaan dan

tanggung jawab berpartisipasi secara aktif pada setiap usaha perusahaan

untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut.

Dalam proses kerjasama antara berbagai pihak di dalam perusahaan, maka

perlu adanya proses manajerial atau pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen

di perusahaan oleh seorang pemimipin. Seorang pemimpin adalah seorang

inovator. Oleh karena itu, kualitas kepemimpinan seorang pemimpin

signifikan dengan kunci keberhasilan perusahaan. Sejauh rnana seorang

pemimpin rnenjalankan fungsi rnanajerialnya, dipengaruhi oleh berbagai gaya

kepemimpinan.

Pemimpin merupakan bagian penting dalam sernua aspek organisasi baik

dalarn dunia politik, ekonomi, bisnis, maupun pendidikan. Sehingga

hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, atasan dan bawahannya harus

terbina dengan baik. Tetapi kenyataannya kadang hubungan antara pimpinan

dan pengil<utnya, atasan dengan bawahannya merupakan hubungan saling

(22)

dan pengikutnya, atasan dengan bawahannya merupakan hubungan saling

ketergantungan yang pada umumnya tidak seimbang. Bawahan pada

urnumnya merasa lebih tergantung pada pimpinan dari pada sebaliknya.

Dalam proses yang terjadi antara pemimpin dan bawahan, berlangsung

proses saling mempengaruhi dimana pemimpin berupaya mempengaruhi

bawahannya agar berprilaku sesuai dengan harapannya, sehingga bawahan

dapat memberikan kemampuannya secara optimal. Corak interaksi inilah

yang menentukan derajat keberhasilan pemimpin dalam kemampuannya.

Gaya kepemimpinan yang berkaitan dengan ini salah satunya adalah

kepemimpinan transaksional (Munandar, 2001 ).

Menurut Burns (1978) dalam Bass (1985) kepemimpinan transaksional

adalah kepemimpinan yang hubungan antara pemimpin dan bawahannya

ditandai oleh proses pertukaran. Pertukaran itu didasarkan pada kesepakatan

mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan

penghargaan atas pemenuhan tugas. Pemimpin transaksional ditandai

dengan memandu atau memotivasi bawahan mengarah pada pencapaian

tujuan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.

Dan penelitian mengenai hubungan anatara kepemimpinan transaksional

dengan keterlibatan kerja mengindikasikan bahwa para atasan perlu

(23)

untuk meningkatkan kefektifan kepemimpinan mereka dan untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik dimasing-masing unit organisasi mereka

(Robbins, 2001 ).

Sebagian besar penelitian mengenai hubungan antara atasan - bawahan

seperti fiedler's model, path goal theory dan ohio states merupakan

contoh-contoh dari kepemimpinan transaksional. Hasil-hasil penelitian ini

rnengindikasikan bahwa para atasan perlu mengembangkan tingkah

laku-tingkah laku kepemimpinan transaksional untuk meningkatkan keefektifan

kepemimpinan mereka dan mendapatkan hasil yang lebih bail< di

masin(J-masing unit organisasi mereka.

PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk merupakan salah satu perusahaan besar

yang bergerak dalam bidang pemiagaan khususnya fashion. Awalnya PT.

Ramayana Lestari Sentosa Tbk hanyalah sebuah usaha kecil yang dirintis

oleh sepasang suami istri dari Padang, Sumatera Barat, pada tahun 1978.

Setelah berdiri kurang lebih 20 tahun, PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk

menghadapi sebuah batu sandungan yang sangat besar, yaitu terjadinya

kerusuhan pada bulan Mei 1998. Hal ini membawa dampak yang sangat

besar bagi PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk, dimana saat itu terjadi

pengrusakan dan pembakaran pada gedung-gedung Departemen Store di

(24)

Ramayana Lestari Sentosa mulai berbenah kembali. Pada masa transisi ini,

PT. Ramayana melakukan transformasi dan restrukturisasi. Hal ini tidak

terlepas dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial di perusahaan. Dimana

dalam pelaksanaannya pihak manajemen di PT. Ramayana Lestari Sentosa

Tbk selalu berusaha membina hubungan baik dengan karyawannya. Pihak

manajemen mencoba mendorong bawahan agar bekerja dengan optimal

dengan memberikan motivasi melalui imbalan dalam bentuk penghargaan

(kenaikan jabatan) dan melakukan tindakan korektif pada bawahannya,

dimana karyawan yang melakukan kesalahan akan mendapatkan hukuman

berdasarkan peraturan yang ada (hasil wawancara mengenai profil PT.

Ramayana Lestari Sentosa Tbk, 2006).

Sebagai sebuah perusahaan besar sekarang ini, PT. Ramayana Lestari

Sentosa diharapkan siap untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain

yang bergerak dalam bidang yang sama, sehingga tetap dapat eksis serta

dapat mencapai sasaran dan target yang lebih progresif setiap tahunnya.

Kondisi ini tidaklah terlepas dari peranan setiap pihak di dalamnya.

Kemampuan karyawan bukan lagi hanya terletak pada pengetahuan dan

keterampilannya saja dalam melakukan pekerjaannya, tetapi juga

keterlibatannya terhadap pekerjaan yang harus dilakukan, l<arena bila

seorang karyawan sudah terlibat lebih dalam dengan kerjanya hal ini dapat

(25)

prestasinya dalam melaksanakan tugas-tugasnya guna pencapaian tujuan

perusahaan.

Sebagai salah satu bagian dari perusahaan dibidang pemiagaan, peran

karyawan pada bidang pemasaran sangat penting. Karena bagian inilah yang

yang bertugas mempromosikan dan memasarkan barang-barang hasil

produksi serta mampu meyakinkan konsumen agar membeli barang-barang

tersebut, sehingga dengan keberhasilan mereka meyakinkan konsumen, hal

ini dapat terus meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Dan agar mereka

dapat melaksanakan tugas dengan baik, bagian pemasaran ini memerlukan

pemimpin yang dapat mengetahui kebutuhan, memotivasi dan mengarahkan

mereka agar mereka dapat mencapai target yang telah ditentukan oleh

perusahaan. Kepemimpinan tersebut dapat diasosiasikan dengan

kepemimpian transaksional, karena pada kepemimpinan transaksional atasan

harus mampu mengenali kebutuhan bawahan dan menjelaskan peran serta

memotivasi mereka agar dapat memenuhi hasil yang diinginkan.

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian mengenai hubungan antara persepsi terhadap gaya

kepemimpinan transaksional dengan keterlibatan kerja karyawan PT.

(26)

1.2

IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka beberapa masalah yang

dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap

gaya kepemimpinan transaksional dengan keterlibatan kerja

karyawan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keterlibatan kerja

seseorang?

1.3

PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1.3.1 Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka penelitan ini

dibatasi pada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan

transaksional dengan keterlibatan kerja karyawan. Yang dimaksud dengan:

1. Persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional adalah penilaian

karyawan terhadap karakteristik-karakteristik gaya lrnpemimpinan

transaksional.

2. Keterlibatan kerja adalah derajat dimana seseorang rnengidentifikasi

secara psikologis pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan terhadap

(27)

3. Karyawan yang dijadikan subjek penelitian adalah karyawan bagian

pemasaran PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk, Ciputat.

1.3.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, permasalahan dalam penelitian ini

adalah apakah ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan

transasksional dengan keterlibatan kerja karyawan.

1.4

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

"1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah ada hubungan

antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional clen9an

keterlibatan kerja karyawan.

2. Untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara persepsi

terhadap gaya kepemimpinan transaksional dengan keterlibatan kerja

karyawan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini cliharapkan dapat memberikan

gambaran mengenai bagaimana hubungan antara gaya kepemimpinan

[image:27.595.60.523.110.699.2]
(28)

khazanah keilmuan psikologi mengenai wacana gaya kepemimpinan

transaksional dan kerterlibatan kerja.

2. Secara praktis, hasil peneli!ian ini diharapkan dapat memberikan

masukan atau menambah pengetahuan tentang kepemimpinan bagi

para atasan atau pemimpin dalam perusahaan, dalam uasaha untuk

meningkatkan motivasi dan keterlibatan kerja karyawan.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sistematika

penulisan yang dikeluarkan oleh APA (American Psychology Assosiation).

Adapun penulis membaginya dalam 5 bab sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistemalikan

penulisan.

Bab 2 : Kajian pustaka yang terdiri dari sub bab gaya kepernimpinan

transasksional, keterlibatan kerja karyawan, persepsi, kerangka

berfikir, dan pengajuan hipotesa. Gaya kepemimpinan transasksional

meliputi definisi gaya kepemimpinan transaksional, model gaya

kepemimpinan transaksional, ciri perilaku gaya kepemimpinan

(29)

Keterlibatan kerja meliputi definisi keterlibatan kerja, faktor-faktor yang

mempengaruhi keterlibatan kerja, efek dari keterlibatan kerja, dan

pengukuran keterlibatan kerja. Persepsi meliputi definisi persepsi,

proses terjadinya persepsi, danfaktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi.

Bab 3 : Metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, variabel penelitian,

pengambilan sampel, dan teknik pengumpulan data.

Bab 4: Presentasi dan analisa data terdiri dari sub bab gambaran umum

subjek penelitian, presentasi data dan pembahasan hasil. Presentasi

data berisi tentang uji instrumen dan uji hipotesis.

Bab 5 : Kesimpulan, diskusi, dan saran.

(30)

2.1

KETERLIBATAN KERJA

2.1.1 Definisi Keterlibatan Kerja

Menurut Schultz & Schultz (1990), keterlibatan kerja adalah intensitas

identifikasi seseorang secara psikologis terhadap pekerjaannnya. Dan

rnenurut Lodahl dan Kejner (dalam Manuella, 1997) keterlibatan kerja adalah

derajat dimana seseorang rnengidentifikasi secara psikolo9is pekerjaannya

atau pentingnya pekerjaan terhadap citra diri secara keseluruhan.

Menurut Steers (1979), keterlibatan kerja menunjukkan seberapa besar

individu tertarik dan bertanggung jawab terhadap tugas-tufiasnya. Hal ini

tidak saja menggambarkan apakah individu bahagia atau puas dengan

pekerjaannya, tetapi juga menggambarkan tanggung jawab yang dimiliki

individu tersebut terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Juga

untuk melihat bahwa individu tersebut dapat menjaminpek13rjaan yang

dilakukan itu sendiri dikerjakan dengan benar dan memiliki standar

kompetensi yang tinggi.

(31)

Keterlibatan kerja dipandang sebagai " identifikasi psikolO!JiS seseorang

terhadap pekerjaannya". Kanungo membatasi keterlibatan kerja pada

dimensi kognitif dari sikap terhadap pekerjaan. Keterlibatan kerja merupakan

fungsi dari beberapa banyak pekerjaan dapat memuaskan kebutuhan penting

seseorang, karena itu lebih ditentukan oleh situasi (Kanungo, 1982).

Keterlibatan kerja adalah derajat identifikasi seseorang secara psikologis

terhadap pekerjaannya, dimana individu mempersepsikan bahwa pekerjaan

sebagai bagian penting dari kehidupan yang mampu memuaskan

kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya. Apabila individu mempersepsikan aspek-aspek

pekerjaan mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhan yan9 ada dalam

dirinya, maka timbul keterlibatan ke1ja tinggi. Keterlibatan kerja ini kemudian

dimanifestasikan dalam bentul< ti119kah laku-tingkah laku yang berhubungan

dengan pekerjaan yang tinggi. Kebutuhan-kebutuhan penting ini mungkin

bersifat instrinsik misalnya kebutuhan akan otonomi, tanggung jawab

(kanungo, 1980), tantangan dan pengembangan keahlian (Paterson &

O'Driscoll, 1990), atau kebutuhan ekstrinsik misalnya kebutuhan akan gaji

dan keamanan.

Persepsi bahwa pekerjaan mampu memuaskan kebuthan penting mereka

akan membuat individu-individu mencurahkan sebagian besar energi mereka

pada pekerjaan dan menjadi terlibat. Selanjutnya umpan balik dari tingkah

(32)

pekerjaan tersebut adalah bagian essensial dari diri mereka (Elloy, Everett, &

Flynn, 1991).

Sebaliknya, bila pekerjaan dipersepsikan oleh karyawan kurang memberikan

kesempatan untuk memuaskan kebutuhan-kebuthan penting karyawan,

kemungkinan besar mereka akan menarik diri dari pekerjaan dan merasa

asing dengan pekerjaan (Kanungo dalam Doel Hadi, 1995)).

2.1.2 Aspek-Aspek Keterlibatan Kerja

Menurut Schultz & Schultz (1990) aspek-aspek dalam keterlibatan kerja

adalah sebagai berikut :

1. Adanya harapan yang besar. Setiap individu mempunyai keinginan untuk

dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai harapan individu. Harapan

inilah yang nantinya akan mempengaruhi individu tinggi atau rendahnya

keterlibatan kerja individu dalam melakukan pekerjaan.

2. Adanya keterlibatan emosional, selain kemampuan dalam bidang

pengetahuan individu pun dalam bekerja perlu melibatkan emosionalnya.

Tidak mungkin dipungkiri juga bahwa tidak jarang banyak individu yang

melibatkan emosi dan perasaannya dalam mengambil sebuah keputusan.

Karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan tampak dalam

perilakunya yaitu aktivitas kerja yang kreatif dan semangat kerja yang

(33)

aktif dalam memberikan informasi, penjelasan mengenai

petunjuk-petunjuk kerja kepada bawahannya, serta bersikap empati kepada

bawahannya.

3. Adanya keinginan untuk mobilitas tinggi, yang dimaksud disini adalah

sejauhmana individu mempunyai keinginan dan usaha yang besar untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas individu.

Menurut Lodahl & Kejner (dalam Brown & Leigh, 1996) aspek-aspek

keterlibatan kerja yang diukur adalah :

1. Kerja bagi diri karyawan merupakan minat hidupnya yang utama.

2. Dalam bekerja individu harus atau akan aktif berpartisipasi.

3. Unjuk kerja merupakan suatu hal yang terpenting bagi harga diri

individu.

4. Unjuk kerja dipandang sebagai suatu hal yang konsisiten dengan

konsep dirinya.

Kanungo (1982) mengatakan bahwa keterlibatan kerja diukur secara

langsung dalam bentuk kognisi indiviodu mengenai identifikasinya terhadap

pekerjaannya dimana identifikasi ini tergantung dari kebutuhan-kebutuhan

penting dan persepsi individu bahwa pekerjaannya dapat rnemuaskan

(34)

Vroom (dalam Munandar, 2001) membedakan 3 tingkatan keterlibatan kerja:

1. Keterlibatah kerja tinggi dimiliki individu yang selalu memikirkan

pekerjaannya.

2. Keterlibatan kerja menengah jika individu hanya bila ada kesempatan

saja memikirka pekerjaannya.

3. Keterlibatan kerja rendah bila individu tidak pernah memikirkan

pekrjaannya.

Teori kebutuan 2 faktor Herzberg

Menurut Herzberg (dalam munandar, 2001 ), kebutuhan-kebutuhan yang ingin

dipenuhi menusia melalui aspek-aspek pekerjaan dan golongan yaitu faktor

motivator dan faktor hygiene.

1. Faktor motivator . Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan

pekerjaan Uob content) atau faktor intrinsik pekerjaan atau faktor orinetasi

tugas, meliputi :

a. Dorongan untuk berprestasi (Achivement)

Dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, memecahkan

masalah, mempertahankan pendapat dan merasakan atau melihat

hasil pekerjaan.

b. Perasaan bertanggung jawab (Responsibility)

Perasaan tanggung jawab terhadap hasil pekerjaan dan adanya

(35)

c. Perasaan terhadap pekerjaan itu sendiri (Work It Self)

Cara-cara melakukan pekerjaan sehari-hari atau tugas-tugas yang

harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

d. Pengakuan atasan (Recognition)

Semua tindakan pemberian perhatian dari orang lain seperti pujian,

penghargaan atau pemberitahuan mengenai hasil pekerjaannya yang

baik.

e.

Kesempatan mengembangkan diri (advancement)

Adanya perubahan nyata dalam status atau posisi seseorang dalam

perusahaan.

2. Faktor hygiene. Faktor yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan

Uob context) atau aspek ekstrinsik pekerjaan ataupuan faktor kondisi

sekeliling (faktor-faktor yang berada disekitar pelaksanaan pekerjaan dan

tidak berhubungan dengan pertumbuhan psikologi), meliputi :

a. Hubungan pengawasan interpersonal (Interpersonal Relationship

Supetvision)

b. Hubungan pengawasan (Supetvison Technical)

Pengawasan yang diterima seseorang dalam menjalankan tugasnya,

termasuk kemampuan atasan dalam memberikan p13ngawasan dan

(36)

c. Perasaan aman

Hal-ha! yang dapat menimbulkan rasa aman pada pekerja seperti

stabil atau tidaknya perusahaan, kedudukan yang tetap, masa jabatan

yang pasti, tidak saling mencurigai, dan sebagainya.

d. Gaji yang diterima

Semua imbalan material yang diterima seseorang didalam

pekerjaannya.

e. Kebijaksanaan perusahaan clan pelakasanaan (Company Poligy And

Administration)

f<eseluruhan perusahaan dan manajemen perusahaan yang meliputi

kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, jalur komunikasi dan

pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.

f. Kondisi kerja (vVorking Conclition)

Kondisi fisik tempat kerja, jumlah pekerjaan atau fasilitas-fasilitas yang

tersedia untuk melakukan pekerjaan.

Menurut Herzberg faktor motivator dan faktor hygiene masing-masing

memiliki implikasi pada sikap dan tingkah laku kerja. Pada sikap, pemenuhan

faktor hygiene menyebabkan hilangnya perasaan tidak nyaman dalam

lingkungan pekerjaan. Pemenuhan faktor motivator menyebabkan timbulnya

(37)

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Kerja

Secara garis besar ada dua faktor yang menyebabkan seseorang menjadi

sangat terlibat pada pekerjaannya. yaitu karakteristik pribadi karyawan dan

karakteristik situasi kerja (elloy, everett, & flynn, 1991 ).

Karakteristik pribadi yang berperan panting dalam keterlibatan kerja antara

lain:

1. Usia

2. Pendidikan

3. Jenis kelamin

4. Masa jabatan

5. Kekuatan kebutuhan

6. Nilai-nilai yang berkaitan dengan keterlibatan kerja (seperti kerja

keras).

Sedangkan karakteristik situasi kerja yang berperan penting dalam

keterlibatan kerjamenurut Elloy et.al yaitu situasi kerja dimana dalam situasi

kerja yang berperan penting dalam keterlibatan kerja karyawan adalah

tingkah laku pemimpin, proses pengambilan keputusan, dan hubungan

interpersonal. Para manajer dan supervisor memainkan peran penting dalam

proses keterlibatan kerja. Persepsi karyawan mengenai supervisor adalah

penting. Supervisor-spervisor yang dilihat penuh kepercayaan (trusting) pada

(38)

ketika bawahan telah melakukan pekerjaan yang baik, sec:ara stimultan akan

mengkontribusi pada perkembangan iklim yang memupuk keterlibatan kerja

yang tinggi.

Hasil-hasil penelitian sekarang ini menyatakan bahwa karakteristik situasi

kerja berpengaruh lebih penting dari pada karakteristik individu (sekaran &

mowday, 1981 ).

Selain dua faktor diatas ada faktor lain yang mempengaruhi keterlibatan kerja

seseorang yaitu karakteristik pekerjaan. Adapun karakteristik pekerjaan

yang berhubungan dengan keterlibatan kerja adalah yang mengijinkan

pemuasan kebutuhan-kebutuhan perkembangan (schultz エセ@ schultz, 1990).

Sekaran dan mowday (dalam doel hadi, 1995) juga melaporkan bahwa

pekerjaan yang menantang memiliki hubungan yang tinggi dengan

keterlibatan kerja.

Menurut Robbins (1998) karaketristik pekerjaan yang mempengaruhi

keterlibatan kerja adalah :

1. Keragaman keterampilan : banyak ragam keterampilan yang

diperlukan untuk melakukan pekerjaan.

2. ldentitas tugas : sejauhmana tugas merupakan suatu kegiatan

keseluruhan yang berarti.

(39)

4. Otonomi : pekerjaan yang memberikan kebebasan, ketidak

tergantungan dan peluang mengambil keputusan.

5. Umpan balik.

Menurut Robinowitz & Hall (dalam Manuela, 1995), keterlibatan kerja

seseorang dapat meningkat dan menurun, karena pengaruh dua faktor yaitu

faktor personal dan faktor situasional.

1. Faktor personal.

Dalam faktor personal, perbedaan sosialisasi peran jenis kelamin

mengarah pada perbedaan orientasi nilai terhadap pekerjaan.

Sosialisasi peran jenis kelamin maskulin dan androgini mengakibatkan

tertanam orientasi nilai yang berhubungan dengan pekerjaan.

Sedangkan sosialisasi peran jenis kelamin feminin mengakibatkan

tertanam orientasi nilai yang berhubungan dengan rumah tangga.

Nilai-nilai ini terinternalisasi dalam diri individu dan menjadi bagian dari

kepribadiannya. Ketika individu berusaha ュ・ュ・ョオセQゥ@ kebutuhan

melalui pekerjaan yang dihadapinya, nilai-nilai ini turut berpengaruh

dengan memperkuat atau memperlemah keterlibatcin kerja.

2. Faktor situasional.

Pada faktor situasional, ditandai dengan kepekaan perusahaan

(40)

2.1.4 Efek Dari Keter!ibatan Kerja

Schultz & Schultz (1990) menyatakan bahwa semakin tinggi keterlibatan

seseorang terhadap pekerjaannya, semakin tinggi pula kepuasan kerja

seseorang. Selain itu individu dengan ketrlibatan kerja yang tinggi juga lebih

besar kemungkinannya untuk puas dengan pekerjaannya dan sukses pada

pekerjaannya.

Seorang individu yang memiliki keterlibatan yang tinggi akan bekerja dengan

serius (Jans dalam Eva, 1997). Hasil penelitian Paterson iセ@ O'Driscoll (1990)

melaporkan bahwa katerlibatan kerja yang tingi menyebabkan orang bekerja

dengan lebih lama dan lebih serius.

Menu rut hasil penelitian Elloy, Everett, dan Flynn (1991 ). rnenyatakan bahwa

bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, individu yang keterlibatan

kerjanya tinggi cenderung mempersepsikan kesempatan untuk berkembang

dalam pekerjaan mereka. Mereka lebih mungkin untuk menggambarkan

pekerjaan mereka lebih merangsang atau lebih tingi dalam rentang variasi

tugas, otonomi, identitas tugas, dan umpan balik. tingkat turnoverdan

ketidakhadiran mereka juga lebih rendah dari pada mereka yang kurang

terlibat. Orang yang lebih terlibat dalam pekrjaannya juga akan kecil

(41)

2.2 PERSEPSI

TERHADAP

GAYA

KEPEMIMPINAN

TRANSAKSIONAL

2.2.1 Persepsi

2.2.1.1 Definisi Persepsi

Persepsi menu rut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai proses seseorang

dalam mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.Atkinson (1983)

mendefinisikannya sebagai proses bagaimana seseorang menjadi sadar

adanya sifat atau hubungan melalui alat indera. Apa yang dihayati akan

terpengaruh oleh pengalaman yan telah terbentuk dipengetahuan masa lalu,

sehingga persepsi bukan sekedar perekam pasif dari stimulus yang

mengenai alat indera.

M. Noor H. S (1996) menjelaskan lebih lanjut bahwa setelah objek-objek

tersebut ditangkap melalui alat indera, ia akan diproyeksikan pada bagi<m

tertentu dalam otak, sehingga manusia dapat mengemati objek tersebut

dengan baik.

Menurut Sarlito (2003) persepsi adalah kemampuan untuk

membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan dan sebagainya. Sedangkan

menurut Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab (2004) persepsi

(42)

data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa

sehingga kita dapat menyadari disekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita

sendiri.

2.2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi

Seseorang dalam mengekspresikan sesuatu tidak terjadi begitu saja, tetapi

ada unsur yang menyebabkan terjadinya suatu proses persepsi. Secara alur

dapat dikemukakan bahwa proses persepsi berlangsung sebagaimana

berikut (Simo Walgito, 1989):

1. Stimulus mengenai alat indera, ini merupakan proses yang bersifat

kealaman.

2. Stimulus kemudian dilangsungkan keotak oleh sayarf sensoris, proses

ini merupakan proses fisiologis.

3. Diotak sebagai pusat susunan urat syaraf terjadilah proses yng

akhirnya individu dapat menyadari atau mempersepsi tentang apa

yang diterima melalui alat indera. Proses yang terjadi dalam otak ini

merupakan proses psikologis.

2.2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Bisa terjadi perbedaan seseorang dalam memberikan makna terhadap

informasi yang ditangkap panca inderanya. Hal ini disebabkan pemaknaan

(43)

bebrapa faktor yang mempangaruhi persepsi seseorang. Adapun faktor-faktor

tersebut menu rut Robbins (2001) ada tiga, yaitu :

a. Orang yang melakukan persepsi

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang

antara lain :

1. Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi.

2. Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada dalam diri

seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan.

3. Interest atau keterkaitan. Fokus perhatian individu dipengaruhi oleh

keterkaitan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan objek persepsi yang

sama dapat dipersepsikan berbedaolah masing-mas.ing individu.

4. Harapan. Harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek yang

dipersepsikan. Atau dengan kata lain seseorang akan

mempersepsikan suatu obje atau kejadian sesuai dengan apa yang

diharapkan pada orang tersebut.

b. Target atau Objek Persepsi.

Karakteristik target atau objek yang dipersepsikan b'isa mempengaruhi

apa yang dipersepsikan. Karakteristik orang yang dipersepsi baik itu

kerakteristik personal sikap maupun tingkah laku dapat berpengaruh

terhadap perceiver, karena manusia dapat saling mempengaruhi

(44)

c. Faktor situasi.

Yaitu situasi saat persepsi tersebut muncul. Konteks situasi saat

melihat objek baik berupa lokasi, cahaya, dan suasana sangatlah

penting. Pada faktor situasi terdapat beberapa hal yang dapat

111e111pengaruhi antara lain :

1. Konteks sosial. Bagaimana lingkungan osial memnadang objek

persepsi seseorang ada kecenderungan sesuai dengan apa yang

dipersepsikan lingkungan sosialnya.

2. Konteks pekerjaan. Persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa

dalam lingkungan pekerjaan.

3. Waktu pada saat kapan objek persepsi tersebut kita persepsikan.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi menurut Abdul Rahman

Saleh dan Muhbib Abdul Wahab (2004), sebagai berikut:

1. Perhatian yang selektif .

Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali

rangsang dari lingkungannya. Meskipun demikian ia tidak harus

menanggapi semua rangsang yang diterimanya untuk itu, individunya

memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja.

Dengan demikian, objek-objek atau gejala laian tidak akan tampil

(45)

2. Ciri-ciri rangsangan.

Rangsang yang bergerak diantara rangsang yang diam akan lebih

menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar

diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan

intensitas rangsangnya paling kuat.

3. Nilai-nilai kebutuhan individu.

Seorang seniman tenu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam

pengamatannya dibanding seorang yang bukan seniman.

4. Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana

seseorang mempersepsikannya.

Sedangkan menu rut Kossef! (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi adalah :

1. Faktor keturunan (heredity factor), mempengaruhi persepsi secara fisik seperti indera, kognisi dan lain-lain.

2. Latar belakang. Lingkungan dan pengalaman, mempunyai pengaruh

yang lebih besar atas apa yang seorang linat atau dalam

mempersepsikan sesuatu.

3. Tekanan teman sejawat, pengaruh teman sejawat (peer effect),

pengaruh daru seseorang apalagi teman dekat sangat mempengaruhi

(46)

4. Proyeksi, kecenderungan manusiawi untuk melemparkan bebrapa

kesalahan pada orang lain bisa menjadikan persepsi terhadap sesuatu

berbeda.

5. Penilaian yang tergesa-gesa, dapat menimbulkan kecerobohan dalam

persepsi yang menghasilkan sebuah kesimpulan yang salah.

6. Halo effects dan halo karatan (halo rusty effects) seseorang yang cakap dalam suatu hal juga dianggap cakap untuk hal lain asumsi

tersebut dapat menimbulkan halo sehingga akan berpengaruh

terhadap pandangan atau persepsi dia terhadap sesuatu.

2.2.2 Gaya Kepemimpinan Transaksional

2.2.2.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan menu rut Robbins (2001) adalah "Leadership is the ability to

influence a group toward to the achievement of goals". Maksud dari kutipan diatas adalah bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi kelompok terhadap pencapaian tujuan. Menurut Koontz &

Werhrich (1988) kepemimpinan erat kaitannya dengan kemampuan

memotivasi.

Definisi kepemimpian transaksional menurut Burns ( dalam Bass, 1985)

adalah sebagai berikut : 'The transactional political leader motivated

(47)

Maksud dari kutipan diatas, pemimpin transaksional adalah pemimpin yang

memotivasi bawahannya dengan memberikan imbalan bagi pelayanan yang

dilakukan oleh para bawahannya.

Menurut Hadari Nawawi (2003), kepemimpinan transaksional ditandai dengan

pemimpin yang memandu atau memotivasi bawahannya atau anggota

organisasinnya menngarah pada pencapaian tujuan dengan memperjelas

peran dan tuntutan tugas.

Dalam kepemimpinan transaksional, hubungan pemimpin bawahan

didasarkan pada serangkaian pertukaran-pertukaran atau penawaran antara

pimpinan dan bawahan. Ada dua faktor yang didentifikasi sebagai ciri perilaku

kepemimpinan transaksional yaitu lmbalan Kontingen (Contingent Reward)

dan Manajemen Pengecualian (Management by Exception). lmbalan

kontingen yaitu pertukaran aktif dan postif antara pemimpin dan bawahan

dimana bawahan diberi imbalan bila berhasil mencapai sasaran-sasaran

yang telah disetujui, imbalan dapat berupa penakuan dari pemimpin akan

pekerjaan yang telah dilakukan, bonus atau peningkatan dalam pemberian

jasa. Sedangkan manajemen pengecualian adalah dimana para pemimpin

melakukan transaksi dengan bawahan dengan memfokuskan pada

kesalahn-kesalahan, menunda-nunda keputusan, atau menghindari c:ampur tangan

(48)

Proses mempengaruhi yang mendasari bagi kepemimpinan transaksional

dapat disimpulkan dari gambaran perilaku dan pengaruhnya pada motivasi

pengikut. Proses mempengaruhi yang utama dalam kepemimpinan

transaksional adalah dimana seseorang melaksanakan tindakan yang diminta

untuk tujuan mendapatkan imbalan yang pasti atau menghindari hukuman

yang dikendalikan oleh agen. Motivasi perilaku itu murni instrumental,

satu-satunya alasan kepatuhan adalah untuk mendapatkan manfaat nyata dari

agen. Level dukungan yang diberikan mungkin sngat kecil yang diperlukan

untuk mendapatkan penghargaan atau untuk menghindari keputusan (Yuki,

2005).

2.2.2.2 Model Gaya Kepemimpinan Transaksional

Dalam model kepemimpinan transaksional, hubungan antara pemimpn dan

bawahan dapat digambarkan sebagai berikut (Bass, 1985):

1. Pemimpin mengenali apa yang ingin dicapai bawahan dari

pekerjaannya dan mencoba untuk melihat bahwa bawahannya dapat

mencapai apa yang dinginkannya bila kinerja bawahan tersebut

menjaminnya.

2. Pemimpin memberikan imbalan dan janji imbalan untuk usaha yang

dilakukan bawahannya.

3. Pemimpin akan responsif terhadap minat-minat bawahan jika mereka

(49)

Zalzeniks (dalam Bass, 1985) mengatakan bahwa para manajer cenderung

untuk memantau kebutuhan bawahannya dan menset tujuan-tujuan mereka

alas dasar usaha mereka, dapat menjadi harapan-harapan rasional dari

bawahan mereka. Para manajer berasumsi bahwa bawahan mereka

mempertahankan motivasi agar tetap untuk mendukung rencana-rencana

manajer. Para manajer, dalam keterlibatan kerja berkosentrasi dalam

kompromi, intrik, dan kontrol.

2.2.2.3 Ciri Perilaku Gaya Kepemimpinan Transaksional

Menu rut Bass & Avolio (1994) dalam Munandar (2001) membahas gaya

kepemimpinan transaksional dalam 4 ciri yaitu :

1. lmbalan kontingen (Contingent Reward)

2. Manajemen Pengecualian Aktif (Management by Exception Active)

3. Manajemen Pengecualian Pasif (Management by Exception Pasive)

4. Laissez Faire

Adapun penjelasan mengenai keempat ciri tersebut sebagai berikut:

1. lmbalan Kontingen (Contingent Reward)

Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan perusahaan,

yangmenguntunkan pe;usahaan, maka kepada mereka dijanjikan imbalan

(50)

setimpal. Misalnya jika bawahan berprestasi tinggi ia akan mendapat imbnlan

(reward) yang memuaskan dirinya.

Pemimpin sebagai Pelaku Penguatan

Bass (1985) mengatakan bahwa pemimpin dan bawahan rnenerima peran

dan tanggung jawab yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan. Secara langsung atau tidak langsung, pemimpin dapat

memberikan imbalan kepada bawahan bila mereka mengalami peningkatan

dalam uasahanya da!am mencapai tujuan-tujuan tersebut atau bila bawahan

berhasil mencapainya. Atau mereka dapat memberikan hukuman kepada

bawahan untuk kegagalannya dimulai dari umpan balik ne(jatif sampai

pemecatan.

Penguatan kontingen sendiri dibagi menjadi dua yaitu pen9uatan kontingen

yang positif dan penguatan kontingen yang aversif. Penguatan kontingen

yang positif yaitu imbalan yang diberikan apa bila kinerja yang disetujui

tercapai, akan menguatkan usaha untuk mempertahankan kecepatan dan

ketepatan dari kinerja karyawan. Sedangkan penguatan kontingen aversif

yaitu reaksi manajer atau pemimpin terhadap kegagalan karyawan untuk

mencapai kinerja yang telah disetuji. Reaksi manajer mengisyaratkan adanya

kebutuhan untuk menghentikan penurunan yang terjadi pada kecepatan dan

(51)

perileku karyawan yang tidak sesuai dengan yang telah di setujui. Hal ini

menjelaskan kembali mengenai apa yang harus dilakukan karyawan dan

bagaimana cara melakukannya.

Hukuman kontingen (Contingent Punishment) diberikan ketika karyawan

gagal untuk mencapai harapan-harapan manajer, yaitu ketika terjadi

penyimpangan dari norma-norma. Misalnya produksi atau kualitas produksi

mungkin jatuh dibawah standar yang telah disetujui. Dalarn hukuman

kontingen ini, rnanajer mungkin hanya dibutuhkan untuk memperhatikan

penyimpangan tersebut karena kegagalan seseorang dalam mencapai

standar dapat menjadi penguatan yang aversif bagi orang itu sendiri.

Hukuman kontingen dikatakn dapat menolong terutama bagi bawahan yang

tidak berpengalaman atau tidak ahli, terutama jika umpan balik negatif

disertai dengan penjelasan yang lebih lanjut mengenai keinerja yang

diharapkan. Pada kepemimpinan transaksional ini pemimpin lebih tertarik

pada apa yang mereka berikan dari pada apa yang benar

2. Manajemen Pengecualian Aktif (Management By Exception Active) Manajer secara aktif dan ketat memantau pelaksanaan tugas pekerjaan

bawahannya agar mereka tidak membuat kesalahan-kesalahan atau agar

mereka tidak gaga! dalam melaksanakan pekerjaan, atau agar kesalahan dan

(52)

3. Manajemen Pengecualian Pasif (Management by Exception Pasive)

rv1anajer baru bertindak setelah terjadi kegagalan bawahan untuk mencapai

tujuan, atau setelh benar-benar timbul masalah yang seius, manajer

berpandanga bahwa ia belum akan bertindak jika belum timbul masalahnnya

atau jika belum ada kegagalan. Bawahan mendapat kesempatan untuk

berupaya memperbaiki unjuk kerjanya, mengatasi masalahnya, mengoreksi

kesalahannya.

Para pemimpin yang terutama atau secara ekslusif menerapkan manajmnen

pengecualian, umpan balik negatif, atau penguatan kontin9en aversif, akan

terlibat ketika terjadi suatu kesalahan. Selama para bawahan memenuhi

standar kinerja, manajer tetap diam. Tetapi bila kinerja bawahan jatuh

dibawah standar yang telah ditetapkan, mekanisme itu pun bergerak. Pada

tingkat emosi yang paling bawah, pemimpin memberikan umpan balik berupa

informasi kepada bawahan bahwa telah melewati batas. Umpan balik

mungkin dapat disertai dengan penjelasan dan dorongan .• Jika pemimpin

adalah seseorang yang juga menggunakan nilai-nilai imbalan kontingen pada

sisi lain, dapat juga disertai dengan celaan, teguran, atau yang lebih buruk.

Umpan balik negatif, khususnya jika tidak mengenai orang tertentu dan

didukung dengan tunjangan positif, dapat memberikan nasihat yang

(53)

dilakukan. Tetapi ketika supervisor melakukan manajeman pengecualian

dalam umpan balik negatif, akan membentuk kontribusi ekslusif dari

supervisor kepada hubungan kepemimpinan mereka dengan bawahan, hal ini

relatif tidal< efektif jika dibandingkan dengan imbalan kontingen. Ketika

campur tangan berupa teguran atau celaan atau hukuman,. manajemen

pengecualian dapat menjadi tidak produktif (Bass, 1985).

Penguatan kontinen yang aversif yang dilakukan oleh para pemimpin dalam

merespon bawahan yang gagal memenuhi atau mencapai standar dapat

mengambil banyak bentuk, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling

berat. Mereka dapat memberikan informasi mengenai apa yang sah,

memarahai, mencela, atau menyelahkan; memberikan hukuman, denda. atau

kehilangan pekerjaan; hilang keamanan, kebebasan, dan kehidupan. Manajer

yang hanya terlibat dengan beberapa penguatan ketika bawahan gagal

mencapai standar berarti menerapkan manajemen pengecualian.

4. Laissez Faire

Manajer membiarkan bawahannya melakukan tugas pekerjaannya tanpa ada

pengawasan dari dirinya. Mutu unjuk kerjanya merupakan tanggung jawab

(54)

Begitu pula menurut Makmuri Muchlas (2005), kepemimpir:an transaksional

dibagi menjadi :

1. Kemungkinan penghargaan : berupa kontak pertukaran penghargaan

dengan usaha-usaha yang dicapai, janji penghargaan untuk prestasi

kerja yang baik, pengakuan keberhasilan.

2. manajemen dengan pengecualian aktif: memperlihatkan dan meneliti

penyimpangan-penyimpangan dari aturan dan stanclar tertentu,

mengambil tindakan korektif.

3. Manajemen dengan pengecualian pasif: hanya mengintervensi kalau

standar yang tidak ditentukan tidak tercapai

4. Laissez Faire (kompetisi bebas): melepaaskan tanggung jawab dan

menghindari pembuatan keputusan.

2.2.2.4 Pengukuran Gaya Kepemimpinan Transaksional

Dalam usaha mengiclentifikasi tingkah laku-tingkah laku yang menggaris

bawahi konsetualisasi kepemimpinan transaksional dan tranformasional,

Bass (1985) mengembangkan Multi Factor Leadership Qm1tionnaire (MLQ).

Kepemimpinan transaksional sendiri dalam MLQ tersebut rnemiliki dua faktor

yang diidentifikasi sebagai ciri perilaku kepemimpinan transaksional yaitu :

1. irnbalan kontingen, yaitu derajat dimana pemimpin memberikan

(55)

2. Manajemen pengecualian, yaitu sejauh mana pemimpin muncul untuk

memberikan arahan kepada bawahan hanya ketika terjadi kegagalan.

2.2.3 Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional

Dari teori diatas. maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi terhadap

gaya kepemimpinan transaksional adalah penilaian atau p1:mafsiran karyawan

terhadap karakteristik perilaku-perilaku gaya kepemimpinan transaksional.

2.3

KERANGKA BERFIKIR

Keterlibatan kerja adalah derajat identifikasi seseorang sec;ara psikologis

terhadap pekerjaannya, dimana individu mempersepeikan bahwa pekerjaan

sebagai bagian penting dari kehidupan yang mampu memuaskan

kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya. Salah satu yang mempengaruhi keterlibatan kerja

adalah tingkah laku pemimpin, !<arena pemimpin adalah seorang motivator

dalam kelompok kerjanya. Seperti yang telah diungkapkan oleh Elloy, et. al

(1995) bahwa tingkah laku pemimpin berpengaruh terhadap keterlibatan kerja

karyawan. Selain itu persepsi karyawan mengenai supervisor adalah penting.

Supervisor-supervisor yang dilihat penuh kepercayaan (trusting) pada

bawahan. inovatif, adil, dan kohesif, serta yang memberi penguatan positif

ketika bawahan telah melakukan pekerjaan yang bail<, secara stimultan akan

mengkontribusi pada perkembangan iklim yang memupuk keterlibatan kerja

(56)

Bass (1985) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional

mempunyai efek kepada bawahan. Kepemimpinan transaksional berkaitan

dengan pemberian otoritas trehadap bawahan untuk mencapai tujuan, atasan

memotivasi bawahan untuk menampilkan kinerja sesuai yang diharapkan.

Kepemimpinan transaksional yang di dasarkan pada imbalan kontingen

didalilkan menghasilkan bawahan-bawahan yang mencapai tingkat kinerja

sesuai dengan yang telah di sepakati. Atasan dan bawahan mencapai

persetujuan yang akan dicapai oleh bawahan bila mencapai tingkat kinerja

yang telah di sepakati. lmbalan-imbalan disediakan sesuai dengan kepuasan

yang akan dicapai. Seperti sudah dijelaskan bahwa dalam kepemimpinan

transaksional, hubungan antar pemimpin dan bawahan didasrkan pada

serangkaian pertukaran, dimana bawahan diberi imbalan bila berhasil

mencapai standar kinerja yang telah disepakat. Pemimpin transaksional

memberi imbalan kepada bawahannya yang berhasil menc:apai sasaran yang

telah di tetapkan atau yang menunjukkan peningkatan usaha dalam

mencapai sasaran tersebut.

Sedangkan kepemimpinan transaksional yang didasarkan pada manajemen

pengecualian, para pemimpinnya akan terlibat ketika terjacli suatu kesalahan.

Selama para bawahan memenuhi standar kinerja, manajer tetap diam. Tetapi

bila kinerja bawahan jatuh dibawah standar yang telah ditetapkan,

(57)

pemimpin memberikan umpan balik berupa informasi kepada bawahan

bahwa telah melewati batas. Umpan balik mungkin dapat disertai dengan

penjelasan dan dorongan. Jika pemimpin adalah seseorang yang juga

menggunakan nilai-nilai imbalan kontingen pada sisi lain, dapat juga disertai

dengan celaan, teguran, atau yang lebih buruk.

Menurut penelilian mengenai hubungan anatara kepemimpinan transaksional

dengan keterlibatan kerja mengindikasikan bahwa para atasan perlu

mengembangkan tingkah laku-tingkah laku kepemimpinan transaksional

untuk meningkatkan kefektifan kepemimpinan mereka dan untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik dimasing-masing unit organisasi mereka

(Robbins, 2001 ).

Bila dikaitkan dengan hasil penelitian Elloy, Everett, & Flynn (1995) dengan

penjelasan mengenai hubungan antara kepemimpinan transaksional dengan

keterlibatan kerja, tampak bahwa keduanya saling berhubungan. Telah

disebutkan diatas bahwa salah satu dari persepsi karyawan terhadap

supervisornya yang berperan dalarn meningkatkan keterlibatan kerja adalah

yang secara positif menguatkan bawahan ketika mereka telah melakukan

(58)

2.5

HIPOTESIS

Ho : Tidak ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan

transaksional dengan keterlibatan kerja karyawan.

Ha : Ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan

(59)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

JENIS PENELITIAN

3.1.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan

data dan rum us statistik tertentu. Pendekatan kuantitatif ad al ah penelitian

yang bekerja dengan angka, yang datanya berujud bilangan (skor atau nilai,

peringkat, atau frekuensi), yang dianalisis dengan menggunakan statistik

untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik,

dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mernpengaruhi

variabel yang lain (Creswell dalarn Asrnadi Asian, 2004). Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang berasal

dari surnber asli dan dikurnpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan

penelitian.

3.1.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalarn penelitian ini adalah deskripsi

korelasional untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi

terhadap gaya kepernirnpinan transaksional dengan keterlibatan kerja

karyawan. Menurut Sevilla dkk. (1993) penelitian deskripsi korelasional

(60)

adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan

variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.

3.2

VARIABEL PENELITIAN

3 .. 2.1 Definisi Variabel

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau

sifat yang berdiri sendiri. Variabel terdiri dari variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas adalah variabel yang tidak dapat dimanipulasi,

sedangkan variabel terikat adalah yang dapat dimanipulasi (Sevilla et. al,

1993).

a. Variabel bebas adalah persepsi terhadap gaya kepemimpinan

transaksional.

b. Variabel terikat adalah keterlibatan kerja.

3.2.2 Definisi Operasional Variabel

3.2.2.1 Definisi Operasinal Variabel Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transaksional

Definisi operasional persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional

adalah penilaian atau penafsiran terhadap karakteristik-karakteristik

pemimpin dalam gaya kepemimpinan transaksional. Komponen-komponen

(61)

1. Kemungkinan penghargaan : berupa kontrak pertukaran penghargaan

dengan usaha-usaha yang dicapai, janji penghargaan untuk prestasi

kerja yang baik, pengakuan keberhasilan.

2. Manajemen dengan pengecualian aktif: memperlihatkan dan meneliti

penyimpangan-penyimpangan dari aturan dan standar tertentu,

mengambil tindakan korektif.

3. Manajemen dengan pengecualian pasif: hanya mengintervensi kalau

standar yang tidak ditentukan tidak tercapai

4. Laissez Faire (kompetisi bebas): melepaaskan tanogung jawab dan

menghindari pembuatan keputusan.

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel Keterlibatan Kerja

Definisi operasional keterlibatan kerja adalah skor yang diperoleh dari skala

keterlibatan kerja. Adapun komponen-komponen yang akan diukur adalah

(Lodahl & Kejner dalam Manuella, 1997) :

1. Kerja baginya merupakan minat hidupnya yang utama.

2. Dalam bekerja akan aktif berpartisipasi.

3. Unjuk kerja merupakan hal yang terpenting bagi ィ。アセ。@ dirinya.

(62)

-- .. ᄋMセセセM ... - - . ·:, t .. ';, ,.JiJ;(ifRli1

3.3

PENGAMBILAN SAMPEL

MMMMMMMMMMMMMMセMセMN[@

3.3.1 Populasi Dan Sampel

Penelitian ini dilakukan di PT. Ramayana Lestari Sentosa,Ciputat. Populasi

adalah keseluruhan subjek penelitian. Menurut Kerlinger (dalam Sevilla et. al,

1993) populasi adalah keseluruhan anggota, kejadian, atau objek-objek yang

telah ditetapkan dengan baik. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh karyawan bagian pemasaran PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk,

Ciputat, yang berjumlah 200 orang.

Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik populasi

(Ferguson dalam Sevilla et. al, 1993). Dan sampel dalam penelitian ini adalah

30 orang. Penetapan jumlah sampel tersebut merujuk pada Gay ( Sevilla et.

al, 1993) yang mengatakan bahwa sampel minimum dalam penelitian

l<uantitatif adalah 30 orang. Dan menurut Arikunto (2002), jumlah sampel

minimal yang dapat diambil adalah 10-15

%

dari jumlah populasi.

Maka untuk penelitian ini mengambil subjek dengan karakteristik sebagai

berikut:

1. Pegawai PT. Ramayana Lestari Sentosa Ciputat.

2. Pendidikan minima! SMU/A atau sederajat. Dengan maksud pada

(63)

memahami item-item dalam ku

Gambar

Gambaran um um responden penelitian ........... .....................
gambaran mengenai bagaimana hubungan antara gaya kepemimpinan
Tabel 3.1 Transaksional
Tabel 3. 2 : Bobot setiap jawaban
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara limit satu sisi dan dua sisi juga berlaku untuk turunan, yakni sebuah fungsi memiliki turunan pada suatu titik jika dan hanya jika fungsi

Tuturan yang ada dalam spanduk di wilayah kota Surakarta setelah dianalisis ditemukan data yang berupa tindak tutur ilokusi dengan bentuk asertif yang meliputi

Pemerintah Kota Bandung yang telah memberi fasilitas dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan Pasca Sarjana di Program Studi Pembangunan Institut

Selisih jumlah pendapatan dengan jumlah beban merupakan saldo (sisa) laba atau saldo (sisa) rugi. Bentuk ini banyak digunakan dalam perusahaan jasa. Bentuk laporan Rugi laba

Pada triwulan I-2012 porsi penyaluran kredit oleh bank umum dan BPR di Kota Padang sebesar 36,3% dari total kredit di Sumbar, menurun secara perlahan dibandingkan periode yang

Output yang dapatkan kan adalah meningkatnya kandungan antioksidan dalam karkas ayam, sehingga memperlama proses oksidasi yang terjadi pada daging dan dapat memperlama daya

Perubahan pendapatan usahatani akibat adanya TMC sebesar 265,58% dalam satu tahun.Maka dari ituTMC lebih baik tetap dilaksanakan agar tetap tersedianya air di

Pengelolaan &amp; Pengadaan 9 Persentase jumlah SKPD yang menerapkan SPM % 100 9 Program Peningkatan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Bag. Kesra 10 Persentase