• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP KECEMASAN

MENGHADAPI PERNIKAHAN PADA ORANG

DEWASA YANG MELAJANG

Skripsi

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

EVA FAROHA

107070000524

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP KECEMASAN

MENGHADAPI PERNIKAHAN PADA ORANG

DEWASA YANG MELAJANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

EVA FAROHA

107070000524

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Drs, Rachmat Mulyono, M.Si. Psi M. Avicenna, M.HSc. Psy NIP. 196502201999031003 NIP. 197709062001121004

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI PERNIKAHAN PADA ORANG DEWASA YANG MELAJANG telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 08 Desember 2011 Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130885522 NIP. 19561223198302001

Anggota

Dra, Netty Hartati, M.Si Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi NIP. 195310021983032001 NIP. 196502201999031003

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Eva Faroha

NIM : 107070000524

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Menghadapi Pernikahan Pada Orang Dewasa Yang Melajang” adalah benar merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam menyusun skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, Oktober 2011

(5)
(6)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Oktober 2011

(C) Eva Faroha

(D) Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Menghadapi Pernikahan Pda Orang Dewasa Yang Melajang

(E) Halaman : xviii + 92 Halaman + 41 Lampiran

(F) Permasalahan manusia, dewasa ini sangat kompleks dan beragam. Satu diantaranya adalah kondisi kecemasan. Kondisi kecemasan seseorang bisa menjadi lebih parah apabila dalam pikirannya tidak tertanam kekuatan untuk mengatasinya. Terkadang, pada diri seseorang yang akan menikah untuk yang pertama kalinya ada suatu rasa tidak siap untuk melaksanakan pernikahan. Masalah dapat muncul setiap saat. Hal ini membutuhkan kesiapan yang matang untuk menghadapinya.Dalam hal ini, sebuah pernikahan adalah suatu yang sangat sakral, banyak orang yang cemas dan khawatir dibuatnya, yang merubah sikap seseorang menjadi berpikir hal-h al yang tidak baik, akan tetapi jika seseorang dibekali dengan pemahaman tentang religiusitas dalam dirinya maka orang tersebut akan berpikir baik tentang pernikahan dan dijauhkan dari rasa cemas dan khawatir yang ditimbulkan dalam menghadapi pernikahan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan analisis regresi untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan.

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 301, kemudian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini terdiri dari 75 responden dengan tehnik non probability sampling . Masing-masing responden diberikan angket dengan jumlah item sebanyak 44 item yang terdiri dari 29 item skala religiusitas dan 15 item skala kecemasan.

(7)

struggle. Adapun variabel lainnya bila diujikan satu per satu, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecemasan menghadapi pernikahan.

Berdasarkan hasil tersebut diharapkan kepada seluruh kalangan masyarakat khususnya kepada orang dewasa yang melajang agar lebih mengontrol kondisi psikis masing-masing, sehingga pada saat menghadapi suatu masalah yang terjadi pada individu dapat terselesaikan dengan baik. Dalam hal ini sebaiknya mengikuti kegiatan yang bersifat positif yang dapat mengurangi kecemasan, yakni kecemasan dalam menghadapi pernikahan atau yang lainnya.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Puji dan syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan berbagai nikmat, taufik dan hidayah kepada hamba-Nya. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada junjungan alam, penegak keadilan, pemberantas kedzaliman umat yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan semua umat manusia yang selalu berusaha melaksanakan sunahnya.

Akhirnya, berakhir juga langkah awal dari sebuah perjuangan panjang yang penuh kerja keras dan doa. Meskipun penulis menemui banyak hambatan dan rintangan dalam proses penyusunan skripsi yang ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Mengahadapi Pernikahan Pada Orang Dewasa Yang Melajang.” Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukanlah semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat do’a, dukungan, bantuan, dorongan dan bimbingan yang tidak ternilai harganya dari pihak-pihak lain. Ucapan terimakasih tak terhingga, penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, dekan Fakultas Psikologi, ibu Dra. Fadhila Suralaga, M.Si, pembantu dekan I.

(9)

yang telah berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya serta dengan sabar memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, dari awal perkuliahan hingga selesai skripsi ini. Para pegawai bidang akademik dan kemahasiswaan, bagian keuangan, bagian umum, serta seluruh civitas akademika Fakultas Psikologi atas bantuannya.

4. Kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai Ayahanda Abbas Syukur dan Ibunda Aminah yang senantiasa dengan sabar mendidik, membesarkan, memotivasi, memberi semangat dan memberikan dukungan baik moril maupun materil dengan penuh kasih sayang yang tak terhingga dan tak pernah putus, terima kasih sekali dengan kesabaranmu dan do’amu akhirnya skripsi ini selesai juga. Ma’afkan Anandamu belum bisa membalas pengorbananmu, semoga Allah Swt senantiasa memberikan curahan rahmat dan kasi sayang-Nya, Aamiin.

(10)

6. Terima kasih banyak kepada yang terkasih Muhamad Amar yang telah membantu penulis dengan do’a dan semangat kepada penulis agar tidak pantang menyerah.

7. Kepada sahabat-sahabatku tercinta Samsul Arifin (Ipink), Leli Novianti (Leli), Saryati, S.Ei (Lya), dan Safariyudin (Ari). Kalian benar-benar memberikan warna-warni dalam kehidupan Penulis, yang selalu bersama baik suka maupun duka. Semoga persahabatan kita tidak akan habis ditelan waktu.

8. Rekan-rekan pengurus & anggota KMC (Keluarga Mahasiswa Cilegon), Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Psikologi Cabang Ciputat, dan rekan-rekan PUI (Persatuan Umat Islam) Jakarta. Terima kasih atas proses kekeluargaan dan berorganisasi yang sangat luar biasa.

9. Kepada teman-teman dan sahabatku yang membantu memberi semangat dan membantu merampungkan skripsi ini: Jusra Nur Hasmi, Fitratul Yanah, Elis Wiryanti Kusuma, Maya Nursita, Nuryati, Yurniati, Saiful Arif, Fredy Kundarto, Aminudin, dan kak Adiyo R S.Psi.

10. Teman-teman psikologi angkatan 2007 khususnya kelas D yang tak mungkin Penulis sebutkan satu persatu, serta teman-teman angkatan di atas dan di bawah penulis, terima kasih banyak atas kebersamaannya dalam bersahabat dan begitu pula atas pembelajarannya selama ini.

(11)

Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan semoga pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih cukup jauh dari kesempurnaan, harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.

Jakarta, Oktober 2011

(12)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Pernyataan ... iv

Abstrak ... vii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xiii

Daftar Tabel ... xvii

Daftar Gambar ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 8

1.2.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat Penelitia ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan ... 13

2.1.1 Pengertian Kecemasan ... 13

2.1.2 Aspek-Aspek Kecemasan ... 17

2.1.3 Faktor-Faktor Kecemasan ... 18

2.1.4 Bentuk-Bentuk Kecemasan ... 19

2.1.5 Sumber-Sumber Kecemasan ... 20

(13)

2.2 Pernikahan……….... 22

2.2.1 Pengertian Perniakahan……… 22

2.3 Kecemasan Menghadapi Perniakahan………... 23

2.4 Religiusitas ... 23

2.4.1 Pengertian Religiusitas ... 23

2.4.2 Aspek-Aspek Religiusitas ... 27

2.4.3 Ciri-Ciri Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa... 28

2.5 Dewasa ... 29

2.5.1 Definisi Dewasa ... 29

2.5.2 Masalah-Masalah Masa Dewasa……….. 31

2.5.3 Pembagian Masa Dewasa ... 32

2.6 Kerangka Berpikir ... 33

2.7 Hipotesis Penelitian ... 38

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 40

3.1.1 Pendekatan Penelitian ... 40

3.1.2 Metode Penelitian ... 40

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

3.2.1 Populasi Penelitian ... 41

3.2.2 Sampel Penelitian ... 41

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 42

3.3 Variabel Penelitian ... 42

3.3.1 Identifikasi Variabel ... 43

3.3.2 Definisi Operasional ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 47

3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 52

3.5.1 Uji Reliabilitas ... 52

(14)

3.6 Prosedur Penelitian ... 54

3.6.1 Tahap Persiapan ... 54

3.6.2 Tahap Pengambilan Data ... 55

3.6.3 Tahap Pengolahan Data ... 55

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 56

4.2 Analisis Deskriptif ... 59

4.3 Uji Hipotesis ... 62

4.3.1 Uji Hipotesis Mayor ... 63

4.3.2. Uji Hipotesis Minor ... 65

4.4 Proporsi Varian ... 67

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Diskusi ... 82

5.3 Saran ... 86

5.3.1 Saran Teoritis ... 86

5.3.2 Saran Praktis ... 86

[image:14.595.114.522.80.523.2]
(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Skor Item Skala Likert Variabel Kecemasan... 38

Tabel 3.2. Skor Item Skala Likert Variabel Religiusitas ... 38

Tabel 3.3. Blue Print Try OutSkala Kecemasan... 40

Tabel 3.4. Blue PrintSkala Kecemasan ... 40

Tabel 3.5. Blue Print Try Out Skala Religiusitas... 41

Tabel 3.6. Blue PrintSkala Religiusitas ... 43

Tabel 3.7 Kriteria Reliabilitas ... 45

Tabel 4.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

Tabel 4.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia... 50

Tabel 4.3. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 50 Tabel 4.4. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Bekerja... 51

Tabel 4.5. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 52

Tabel 4.6. Distribusi Skor Kecemasan... 52

Tabel 4.7. Kategorisaasi Skor Kecemasan... 53

Tabel 4.8. Distribusi Skor Religiusitas ... 53

Tabel 4.9. Kategorisaasi Skor Religiusitas ... 54

Tabel 4.10. Anova Analisi Regresi 8 Variabel ... 55

Tabel 4.11. Koefisien 13 Variabel ... 56

Tabel 4.12. Model SummaryAnalisis Regresi 13 Variabel ... 60

Tabel 4.13. Anova Analisis Regresi 13 Variabel... 60

Tabel 4.14. Model Summary Analisis Regresi 8 Variabel ... 61

Tabel 4.15 Koefisien Regresi 8 Variabel ... 62

(16)
[image:16.595.118.523.81.470.2]

DAFTAR GAMBAR

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Memasuki alam kedewasaan, seorang laki-laki harus mempersiapkan diri untuk dapat hidup dan menghidupi keluarganya, ia harus mulai bekerja mencari nafkah dan membina kariernya. Kaum perempuan juga harus mempersiapkan diri untuk berumah tangga. Di Indonesia masih terdapat risiko untuk dianggap “perawan tua”, kalau belum mendapat pasangan pada umur tiga puluhan. Kalau ia berhasil mendapatkan suami, maka timbul pula problem keluarga dan problem-problem anak-anaknya. demikian seterusnya problem-problem itu berdatangan. Sarwono (2009).

Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan titik awal dari sebuah pembentukan keluarga serta peristiwa bersejarah dalam kehidupan manusia. Pernikahan merupakan hubungan yang intim dan abadi serta menyatukan dua individu untuk menjalani hidup bersama sebagai pasangan suami istri dengan berbahagia. Dengan keadaan seperti itu seharusnya pernikahan tersebut tidak menjadi hambatan atau kendala bagi tiap orang untuk merasakan kebahagiaan dalam menghadapi pernikahannya. (Nastalia, 2008)

(18)

larangan yang keras." Dan beliau bersabda, "Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan para Nabi kelak di hari kiamat." “HR. Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban” (Bayu, 2008).

Setiap orang yang sudah aqil baligh dapat melakukan suatu pernikahan kapanpun ia mau asalkan ia sudah mampu. Orang yang dikatakan mampu adalah orang yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya dari segi materi maupun immateri. Oleh karena itu jika seseorang sudah mampu untuk menikah maka menikahlah. (BKKBN Rubrik Remaja, 2006). Disamping itu Rasulullah pernah berkata kepada Ali, "Hai Ali, ada tiga perkara yang jangan kamu tunda pelaksanaannya, yaitu shalat apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah siap penguburannya, dan wanita bila menemukan pria sepadan yang meminangnya."(HR. Ahmad).

Tetapi pernikahan juga menjadi salah satu sumber kecemasan dan akan menjadi hal yang tidak normal apabila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman atau menjadi sangat ekstrem (Nastalia, 2008). Karena pada hakikatnya suatu pernikahan banyak sekali hal-hal yang muncul dan terjadi pada diri seseorang, salah satunya suatu kecemasan akan dirasakan oleh seseorang. Mereka memikirkan banyak hal jika mereka menikah, yakni menjadi kepala rumah tangga/ibu rumah tangga yang baik, memberi nafkah lahir dan batin untuk keluarganya, dll.

(19)

dirinya sudah menikah. Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak perempuan dan laki-laki di usia cukup dengan kondisi kehidupan mapan namun masih enggan untuk menikah karena berbagai sebab. Salah satu diantaranya adalah para wanita lebih memikirkan karir atau berada pada sektor publik. Akhir-akhir ini fenomena tersebut semakin banyak terjadi, tentunya hal ini terjadi karena dilatarbelakangi oleh banyak hal. Sebagaian besar perempuan merasakan kecemasan dan ketakutan berlebih hingga kemudian melahirkan berbagai situasi psikologis tanpa arah. Di lain pihak, banyak perempuan yang justru menikmati masa lajangnya. Bagi mereka hidup melajang merupakan sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan. Perceraian atau ditinggal pasangan bisa jadi alasan yang membuat mereka enggan untuk menikah. Trauma dengan kegagalan sebuah pernikahan bukan hal yang baru lagi yang bisa mendorong orang untuk enggan membina rumah tangga lagi. Dan masalah-masalah ini cukup mempengaruhi kondisi kejiwaan manusia.

Permasalahan manusia, dewasa ini sangat kompleks dan beragam. Satu diantaranya adalah kondisi kecemasan. Kondisi kecemasan seseorang bisa menjadi lebih parah apabila dalam pikirannya tidak tertanam kekuatan untuk mengatasinya. Terkadang, pada diri seseorang yang akan menikah untuk yang pertama kalinya ada suatu rasa tidak siap untuk melaksanakan pernikahan. Masalah dapat muncul setiap saat. Hal ini membutuhkan kesiapan yang matang untuk menghadapinya. Kemampuan pikir indifidu yang bersifat positif dalam menghadapi setiap masalah sangat menentukan. (Asmarini, 2003)

(20)

konflik jiwa (cemas), diantaranya adalah keadaan ekonomi, gagal dalam kehidupan berkeluarga, gagal dalam bekerjaan dan yang lainnya.

Freud (dikutip dalam Fahmi) cemas berarti tidak lain dari bentuk lahir dari proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika terjadinya frustasi dan konflik. Cemas seperti proses lainnya juga, ada segi yang disadari dan yang tidak disadari, segi yang disadari dari cemas tersebut tampak dalam rasa takut, ngeri, rasa lemah, rasa dosa, rasa terancam dan seterusnya. Akan tetapi disamping perasaan-perasaan tersebut, cemas mengandung pula proses-proses yang kompleks dan bercampur baur, yang banyak bekerja tanpa disadari oleh individu, yang berarti bahwa individu merasa takut tanpa mengetahui factor-faktor yang mendorongnya kepada keadaan itu. Kemudian Freud (dikutip dalam Kuswara, 1991) membagi kecemasan kedalam tiga jenis, yakni: cemas obyektif (objective anxiety), cemas penyakit (neurotic anxiety), dan cemas moral (moral anxiety).

Post (dalam Trismiati, 2004) Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Kecemasan seseorang dalam menghadapi pernikahan disebabkan karena mereka takut tidak dapat menafkahi keluarga/memenuhi perekonomian keluarga, takut karena belum bisa membina keluarga dengan baik.

(21)

dirinya menikah. Dirinya takut jika dirinya menikah dirinya tidak dapat memenuhi kebutukan ekonomi keluarga, padahal dirinya sudah bekerja dan memiliki posisi yang baik, dirinya menyadari bahwa seusianya seharusnya sudah menikah dan menjadi seorang bapak. Menurutnya terdapat beberapa hal yang ikut andil yang mendorong dalam pembentukan ketakutan dan kekhawatiran yang Ia alami, seperti pengalaman yang ia rasakan dalam akhir-akhir ini yakni seorang kekasihnya yang memiliki kehidupan yang pas-pasan, rekan-rekan kerjanya semasa kuliah yang kebanyakan perempuan karena minimnya ekonomi yang mereka rasakan mendorong mereka untuk bekerja meski mereka perempuan, ibunya yang terlilit hutang, banyakanya rekan kerjanya sekarang yang di PHK. Dari semua itu dalapat disimpulkan bahwa pria terebut ketakutan dan khawatir dirinya tidak dapat memenuhi perekonomian keluarganya kelak jika sudah menikah.(Budiman, 1999)

Fakta yang penulis lihat bahwa hidup membujang/ melajang terasa semakin marak terjadi. Terlebih di sebuah perkotaan, seakan tak ada masalah dalam kehidupan mereka. Begitu santai menapaki kehidupan dunia yang semakin terasa keras. Banyak sekali orang-orang dewasa yang merasa keberatan jika mereka meninggalkan masa lajang, mereka beranggapan bahwa separuh kebebasannya akan tersita karenanya.

(22)

perempuan dan 33% laki-laki belum menikah hingga tahun 2003. (Fields, 2004 dikutip dalam Papalia, 2009).

Terdapat seseorang yang dewasa yang tetap memilih untuk melajang karena mereka belum menemukan pasangan yang tepat, dan yang lain melajang karena memilih. Makin banyak perempuan sekarang menunjang diri sendir, dan terdapat lebih sedikit dorongan untuk menikah. Bebrapa orang ingin tetap bebas mengambil resiko, bereksperimen, dan melakukan berbagai perubahan, mengejar karier, melanjutkan pendidikan mereka, lebih merasa bahwa menyendiri itu menyenangkan, dan ada juga yang menunda pernikahan atau menghindari pernikahan karena takut bahwa bahwa pernikahan akan berakhir dengan perceraian. (Papalia, 2009)

Apapun alasannya, menunda pernikahan sampai umur tua tak diharapkan, selain tentunya tidak disukai oleh agama. Sebaliknya, mempercepat pernikahan sangat dianjurkan, sebagaimana tersirat dalam ayat, "Dan nikahkanlah orang-orang yang bersendirian di antara kamu, dan orang-orang-orang-orang yang layak (menikah) dari hambar-hamba sahayamu, laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah yang akan memampukan mereka dengan karuniaNya, dan Allah Maha Luas Pemberian lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nur : 32).

(23)

religiusitas terhadap kecemasan dalam menghadapi pernikahan = 25,595%. Total sumbangan efektif = 49,2% ditunjukkan oleh R2 = 0,492. Yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara kematangan emosi dan tingkat religiusitas dengan kecemasan dalam menghadapi pernikahan.

Seseorang yang kurang membekali dirinya dengan pengetahuan agama, bimbingan dan arahan keagaman dalam kehidupannya, maka kondisi seperti ini akan menjadi salah satu pemicu berkembangnya perilaku seseorang yang semakin meningkat dan akan berdampak pada sikap dan perbuatannya, serta lebih memudahkan seseorang untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.

Menurut Wulff (dalam Raiya, 2006) "religion" berasal dari bahasa Latin

religio, beberapa ahli mengatakan awalnya digunakan untuk menunjuk lebih dari kekuatan manusia, yang membutuhkan seseorang untuk merespon dengan cara tertentu untuk menghindari beberapa konsekuensi yang mengkhawatirkan. Religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan akidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. (Nashori & Muchtar, 2002)

(24)

Oleh karena itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Menghadapi Pernikahan Pada Orang Dewasa yang Melajang”

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Guna mengarahkan pelaksanaan penelitian ini, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya dibatasi pada aspek “Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Menghadapi Pernikahan pada Orang Dewasa yang Melajang.”

1. Cemas berarti tidak lain dari bentuk lahir dari proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika terjadinya frustasi dan konflik. Cemas seperti proses lainnya juga, ada segi yang disadari dan yang tidak disadari, segi yang disadari dari cemas tersebut tampak dalam rasa takut, ngeri, rasa lemah, rasa dosa, rasa terancam dan seterusnya. Akan tetapi disamping perasaan-perasaan tersebut, cemas mengandung pula proses-proses yang kompleks dan bercampur baur, yang banyak bekerja tanpa disadari oleh individu, yang berarti bahwa individu merasa takut tanpa mengetahui factor-faktor yang mendorongnya kepada keadaan itu. Cemas tersebut terdiri dari cemas obyektif, cemas penyakit, dan cemas moral. (Freud, dikutip dalam Fahmi)

2. Menurut Wulff (dalam Raiya, 2006) "religion" berasal dari bahasa Latin

(25)

lebih dari kekuatan manusia, yang membutuhkan seseorang untuk merespon dengan cara tertentu untuk menghindari beberapa konsekuensi yang mengkhawatirkan. Kemudian (Raiya, 2006) mengatakan terdapat delapan aspek religiusitas trsebut, yakni: islamic dimension, islamic religious conversion,islamic positive religious coping, islamic negative

religious coping, islamic religious struggle, islamic religious

internalization-identification, islamic religious

internalization-introjection, dan islamic religious exclusivism.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu:

1. Apakah ada pengaruh Islamic Dimensions pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

2. Apakah ada pengaruh Islamic Religious Conversion pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

3. Apakah ada pengaruh Islamic Positive Religious Coping pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

(26)

5. Apakah ada pengaruhIslamic Religious Strugglepada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

6. Apakah ada pengaruhIslamic Religious Internalization-Identificationpada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

7. Apakah ada pengaruh Islamic Religious Internalization-Introjection pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

8. Apakah ada pengaruh Islamic Religious Exclusivism pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

9. Apakah ada pengaruh Jenis Kelamin (Gender) terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

10. Apakah ada pengaruh Usia terhaap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

11. Apakah ada pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yan melajang?

12. Apakah ada pengaruh Status Bekerja terhaap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?

(27)

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitin 1.3.1 Tujuan Penelitian`

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi khazanah psikologi terutama tentang religiusitas.

 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengaruh religiusitas pada kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang, sehingga dapat mengembangkan metode untuk mengurangi kecemasan menghadapi pernikahan.

1.4 Sistematika Penulisan

Bab 1 : Pendahuluan meliputi latar belakang, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

(28)

Bab 3 : Metode penelitian : pendekatan dan desain penelitian, Variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik sampling, metode pengumpulan data, instrument pengumpulan data, dan teknik analisa. Bab 4 : Hasil Penelitian : Meliputi gambaran umum responden, distribusi

penyebaran skor responden, analisa data, pengujian hipotesis. Bab 5 : Penutup : Meliputi kesimpulan, diskusi dan saran.

(29)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

2.1.1 Pengertian Kecemasan

Menurut Atkinson (1999), Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkah laku berbeda-beda. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme seperti ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu diluar kemampuan dapat menimbulkan kecemasan.

Lefrancois (dalam Trismiati, 2004) juga menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan. Hanya saja, menurut Lefrancois, pada kecemasan bahaya bersifat kabur, misalnya ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran.

(30)

akan menhindar diri dan sebagainya. Kecemasan atauanxietasdapat di timbulkan oleh bahaya dari luar, mungkin juga oleh bahaya dari dalam diri seseorang, pada umumnya ancaman itu samar-samar. Bahaya dari dalam timbul bila ada suatu hal yang tidak dapat diterimanya, misalnya pikiran, perasaan, keinginan, dan dorongan.(Gunarsa, 1986)

Anxiety menurut kamus lengkap psikologi merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutannya tersebut, rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan., kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap, dan satu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari (Chaplin, 2006).

Nietzel (dalam Gufron, 2010) berpendapat bahwa kecemasan berasal dari bahasa latin (anxius) dan Jerman (anst) yaitu suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negative dan rangsangan sosiologi.

Shaleh (2009) menjelaskan bahwa kekhawatiran atau was-was adalah rasa takut yang tidak mempunyai objek yang jelas atau tidak ada objeknya sama sekali. Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak senang, gelisah, tegang, tidak tenang, tidak aman.

Menurut Daradjat (1985) “Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).

(31)

tekanan yang menyertai konflik atau ancaman.

Kecemasan merupakan suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan faal intern tubuh. (Jalaludin, 1993)

Cemas adalah ketakutan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi. Perasaan cemas biasanya muncul bila kita berada dalam suatu keadaan yang kita duga akan merugikan dan kita rasakan akan mengancam diri kita dimana kita merasa tidak berdaya menghadapinya (Bastaman, 2005)

Konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri. Lazarus (dalam Trismiati, 2004). Menurut Post (dalam Trismiati), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Freud (dalam Trismiati, 2004) menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan.

Kartono (dalam Trismiat, 2004) juga mengungkapkan bahwa neurosa

kecemasan ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis, sungguhpun tidak ada rangsangan yang spesifik.

(32)

Kecemasan biasanya berlangsung terus-menerus, tapi dapat pula berganti-ganti. Ada yang menjadi cemas dan bingung kalau bertemu dengan situasi tertentu. Proses kecemasan ini biasanya berlanjut dan makin lama makin berat. (Anoraga, 1995)

Kecemasan (ansietas) merupakan stressor yang dapat merangsang sistim saraf simpati dan modula kelenjar andrenal. Pada keadaan ini akan terjadi peningkatan sekresi hormone adrenalin sehingga dapat menimbulkan tingkat kecemasan. (Ghofur, 2007)

Selanjutnya, berkaitan dengan sebab-sebab kecemasan, Freud (dalam Trismiati, 2004) mengemukakan bahwa lemahnya ego akan menyebabkan ancaman yang memicu munculnya kecemasan. Freud berpendapat bahwa sumber ancaman terhadap egotersebut berasal dari dorongan yang bersifat insting dariid

dan tuntutan-tuntutan dari superego. Freud (dalam Trismiati, 2004) menyatakan bahwa ego disebut sebagai eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberikan respon, dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif ini, ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan id, superego, dan dunia luar yang sering bertentangan. Hal ini sering menimbulkan tegangan berat pada ego dan menyebabkan timbulnya kecemasan.

(33)

1. State anxiety

State anxiety merupakan reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu yang dirasakan sebagai ancaman, misalnya pada orang tua yang mengetahui ternyata anaknya mengalami gangguan autisme.

2. Trait anxiety

Trait anxiety merupakan disposisi untuk menjadi cemas dalam menghadapi berbagai macam situasi (gambaran kepribadian). Ini merupakan cirri atau sifat yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang atau menginterpretasikan suatu keadaan menetap pada individu (bersifat bawaan) dan berhubungan dengan kepribadian yang demikian.

Dari pemaparan para ahli tersebeut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, dan tidak tentram dan disertai gangguan fisik.

2.1.2 Aspek-aspek kecemasan

Dalam Beck Anxiety Inventory (BAI) Aaron T. Beck, MD, dan rekan-rekan kecemasan terdapat empat aspek, yaitu:

(1) Subjective ; yang dialami sebagai perasaan takut, tidak nyaman, merasa tidak dapat santai/rileks, dan tidak siap untuk menangani secara efektif saat ini (langsung) atau diantisipasi.

(34)

(3) Autonomic ; kecemasan dimana perasaan " panas", keluar keringat (diaforesis), denyut jantung meningkat, wajah kosong, dll .

(4) Panic-related; kecemasan terkait

Setiap item pada BAI adalah deskripsi sederhana dari gejala kecemasan dalam salah satu dari empat aspek menyatakan:

(1) Subjective/subyektif(misalnya, "tidak bisa rileks”)

(2) Neurophysiologic/ neurofisiologis(misalnya, "mati rasa atau kesemutan" ) (3) Autonomic/Otonom (misalnya, "perasaan panas")

(4) Panic-Related/ panik-terkait (misalnya, "takut kehilangan kendali/ kontrol”).

2.1.3 Faktor-faktor kecemasan

Adler dan Rodman (dalam Gufron, 2010) menyatakan terdapat 2 faktor yang menyebabkan adanya kecemasan, yaitu:

1. Pengalaman negative pada masa lalu

Pengalaman negative pada masa lalu merupakan hal yang tidak menyenangkan pada masa lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila indvidu tersebut menghadapi situasi atau kejadian yang sama dan juga tidak menyenangkan

2. Pikiran yang tidak rasional

(35)

2.1.4 Macam-Macam Kecemasan

Sigmund Freud (dalam Fahmi) membagi kecemasan dalam tiga macam, yaitu: 1) Kecemasan obyektif (objective anxiety) adalah reaksi terhadap pengenalan

akan adanya bahaya dari luar atau adanya kemungkinan bahaya yang disangkanya akan terjadi. Kecemasan jenis ini dapat disebut sebagai

reality anxiety (kecemasan nyata), true anxiety (kecemasan yang sebenarnya), ataunormal anxiety(kecemasan yang wajar).

2) Kecemasan penyakit (neurotic anxiety), Freud (dalam Fahmi) berpendapat bahwa cemas penyakit tampak dalam tiga bentuk yaitu :

a) Cemasan umum. Kecemasan ini merupakan cemas yang paling sederhana, karena ia tidak berhubungan dengan sesuatu hal tertentu. Individu merasa takut yang samar dan umum serta tidak menentu. b) Cemasan penyakit yaitu cemas yang mencakup pengenalan pada

obyek atau situasi tertentu, sebagai penyebeb dari cemas, misalnya ada orang yang takut melihat darah, atau serangga.

c) Cemasan dalam bentuk ancaman, kecemasan ini adalah dalam bentuk cemas yang menyertai gejala gangguan kejiwaan seperti Hysteria. Individu yang menderita gejala tersebut kadang-kadang merasa cemas, karena takut akan terjadi hal itu.

3) Kecemasan moral (moral anxiety) dan rasa dosa, yakni kecemasan yang timbul akibat tekanan dari dorongan zat yang tinggi.

(36)

Menurut Horney (dalam Trismiati, 2004), sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang.

Suatu kekaburan atau ketidakjelasan, ketakutan akan dipisahkan dari sumber-sumber pemenuhan kekuasaan dan kesamaan dengan orang lain adalah penyebab terjadinya kecemasan dalam konsep kecemasan (Trismiati, 2004).

Menurut Murray (dalam Trismiati, 2004) sumber-sumber kecemasan adalah need-need untuk menghindar dari terluka (harmavoidance), menghindari teracuni (infavoidance), menghindar dari disalahkan (blamavoidance) dan bermacam sumber-sumber lain. Disamping ketiga need tersebut, Murray (dalam Trismiati) juga menyebutkan bahwa kecemasan dapat merupakan reaksi emosional pada berbagai kekhawatiran, seperti kekhawatiran pada masalah sekolah, masalah finansial, kehilangan objek yang dicintai dan sebagainya.

Salah satu gejala cemas adalah perasaan kuatir yang berlebihan. Kadang-kadang ada perasaan kuatir atau takut tanpa sebab yang pasti. Tetapi juga ada yang kuatir tentang hal yang spele, atau sesuatu hal yang tak ada dasar. (Anoraga, 1995)

2.1.6 Respon Fisiologis terhadap Kecemasan

 Kardio vaskuler;Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut

 nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.

(37)

 Kulit:perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh

 tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

Gastro intestinal;Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di

Epigastrium, nausea, diare.

 Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedeip, insomnia, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

2.1.7 Respon Psikologis terhadap Kecemasan

Perilaku; gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

Kognitif; gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,

Bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

Afektif; tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

2.1.8. Klasifikasi Tingkat Kecemasan

(38)

mengetahui penyebab cemas, kecemasan kemudian dapat menjadi bentuk pertahanan diri.

Menurut Bucklew (dalam, Trismiati 2004), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu:

1) Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.

2) Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.

Sue, dkk (dalam Trismiati, 2004) menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini.

1) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.

2) Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

3) Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.

(39)

2.2 Pernikahan

2.2.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah memberikan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi, pemuasan seksual, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional, juga sebagai sumber identitas dan harga diri (Gardiner & Kosmitzky, dalam Papalia, 2009).

Pernikahan merupakan komitmen public, dan pasangan yang membuat komitmen demikian menaruh rasa percaya terhadap ikatan tersebut. (Papalia, 2009)

(40)

2.3 Kecemasan Menghadapi Pernikahan

Ketakutan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi, dimana seseorang takut akan adanya kegagalan dalam berkeluarga, ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dan takut akan kegagalan membentuk keluarga yang bahagia. Takut tidak bisa menjadi kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga. Bagi pria takut tidak mampu untuk menafkahi keluarganya.

Kekhawatiran yang dialami oleh individu ketika menghadapi masa dimana dirinya dianjurkan untuk melangkah ke jenjang pernikahan yang mengharuskan dirinya untuk menjalin suatu ikatan dengan lawan jenisnya untuk hidup bersama. Akan tetapi dalam hal ini individu merasa dirinya belum siap untuk hal tersebut.

2.4 Religiusitas

2.4.1 Pengertian Religiusitas

Religiusitas memiliki peranan dalam penyesuaian diri. Penelitian oleh Bergins, Masters dan Richards (dalam, Astuti, 1999) yang hasilnya bahwa individu yang religius (dalam arti benar-benar menginternalisasikan kepercayaan-kepercayaan agama mereka dan hidup dengan aturan agama itu secara tulus dan ikhlas), dapat menyesuaikan diri dengan baik dan jarang mengalami kecemasan. (Sari, 2008)

(41)

Gazalba 1987 (dalam Ghufron, 2010) mengatakan religiusitas berasal dari kata religi dalam bahasa latin "religio" yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat. Ini mengandung makna bahwa religi atau agama pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya.

Anshori 1980 (dalam Ghufron, 2011) mengatakan bahwa religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh seseorang dalam hati. Pendapat tersebut senada dengan Dister (Subandi, 1988 yang dikutip dalam Ghufron, 2011) mengartikan bahwa religiusitas sebagai keberagamaan karena adanya internalisasi agama ke dalam diri seseorang.

Mons 1989 (dalam Ghufron, 2011) mengartikan keberagamaan sebagai keterdekatan yang lebih tinggi dari manusia kepada Yang Maha Kuasa yang memberikan perasaan aman.

Menurut Nasution (dalam Arifin, 2008) secara definitive agama adalah kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. Kemudian Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu

al-din, religi (relegere, religare), dan agama. Al-din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai, mendudukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Adapaun dari katareligi (Latin) ataurelegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian,

(42)

Menurut Thouless (1995) religious adalah sikap/cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukan lingkungan yang lebih luas dari pada lingkungan dunia fisik yang terkait ruang dan waktu.

Definisi lainnya, seperti yang dikutip oleh Pargemen dalam Rakhmat (2005). Agama telah didefinisikan sebagai: perasaan, tindakan dan pengalaman individu-individu dalam kesepiannya, sepanjang mereka melihat dirinya berhadapan dalam hubungan dengan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan.

Menurut Glock & Stark (dalam Ancok, 2004), religious adalah symbol system keyakinan, system nilai, dan system perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Kemudian Glock & Stark juga berpendapat, ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengamalan (konsekuensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual).

(43)

history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference).

Dewey (2001) memberikan definisi agama secara substantif yaitu, pengakuan menusia terhadap kekuatan yang lebih tinggi dan tidak tampak yang mengawasi nasib manusia dan berhak atas kepatuhan, hormat, dan pujian.

Smith (dalam Raiya 2006) berpendapat bahwa kata religio yang disebut "sesuatu yang sedang dilakukan, atau salah satu pikiran yang paling dalam, atau yang melanggar komitmen, menuntut ketaatan atau mengancam bencana dan menawarkan hadiah atau mengikat dalam komunitas seseorang.

Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ketaatannya pada agama yang dianutnya. (Sururin, 2004)

Dari pemaparan para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas merupakan suatu pernilaian, pemahaman, praktek dalam kehidupan sehari-hari individu tentang keberagamaan yang di anutnya.

2.4.2 Aspek-aspek Religiusitas

Menurut Raiya (2006), menjelaskan bahwa terdapa delapan aspek religiusitas, yaitu:

(44)

di mana diri menjadi diidentifikasi dengan suci" (hal. 248). Fitur utama dari proses ini adalah bahwa pengakuan itu sendiri adalah terbatas dan penggabungan suci itu sendiri (Mahoney & Pargaamant 2004, dalam Raiya 2006).

2. Islamic Dimensions dan Islamic Religious Struggle adalah dimensi keyakinan, dimensi praktek, dimensi etika melakukan atau tidak, etika jangan melakukan, pertahanan/perjuangan agama ketika menghadapi kesulitan, keraguan, dan konflik yang individu alami.

3. Islamic Positive Religious Coping, Pargament dkk. 2000 (dalam Raiya, 2006), metode yang positif dari agama mencerminkan hubungan rasa aman dengan Allah, suatu keyakinan bahwa ada makna yang lebih besar untuk ditemukan, dan rasa keterhubungan spiritual dengan orang lain 4. Islamic Negative Religious Coping, Menurut Pargament dkk 2000(dalam

Raiya, 2006), pola negatif agama coping melibatkan ekspresi kurang aman dengan Allah, pandangan lemah dan tak menyenangkan dari dunia dan perjuangan agama untuk menemukan dan melestarikan penting dalam hidup. Polacopingdiukur menggunakan bentuk pendek terhadap subskala agama Islam negatif.

(45)

6. Islamic Religious Internalization-Introjection, perilaku didorong oleh tujuan lain, cemas merasa bersalah, dan kehilangan harga diri. Ryan dkk.1993 (dalam Raiya, 2006).

7. Islamic Religious Exclusivism, menurut Pargamant 1997 (dalam Raiya, 2006), eksklusivisme agama mencerminkan asumsi bahwa ada realitas mutlak dan cara tunggal untuk melakukan pendekatan.

2.4.3 Ciri-Ciri Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa

Menurut jalaludin (dalam Sururin, 2004), sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran matang, bukan sekedar ikut-ikutan.

2. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.

4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.

(46)

6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimabangan hati nurani.

7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kebribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.

8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.

2.5 Dewasa

2.5.2 Definisi Dewasa

Masa dewasa kendati yang sah yang menandai awal masa dewasa dapat dengan mudah ditentukan, lebih sukar untuk menunjukkan permulaannya secara psikologis. Masa dewasa membawa serta tingkat kedewasaan/kematangan tertentu yang tidak selalu merupakan dampak pencapaian usia tertentu. Pada masa dewasa belajar menerima tanggung jawab atas tindakan kita, mengambil keputusan sendiri dan belajar dari kesalahan kita. (Andrew, 1996)

(47)

dewasa”. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. (Harlock, 1980)

Dewasa (adulthood) bisa mengandung banyak arti. Tergantung dari sudut pandangnya, bahkan bisa saling bertentangan. Di Jepang, misalnya, dimana usia harapan hidupnya mencapai 72 tahun, seseorang yang berusia 69 tahun masih diangap usia pertengahan, sedangkan di Indonesia yang usia harapan hidupnya 62 tahun, orang tersebut sudah di anggap manusia lansia (lanjut usia). (Sarwono, 2009).

Selama masa awal kedewasaan, seseorang mengikat diri pada suatu pekerjaan dan banyak yang menikah atau membentuk jenis hubungan intim lain. Keintiman berarti masa suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang yang tidak dapat menjalin hubungan mesra (karena mereka takut disakiti atau tidak mampu berbagi) menanggung akibat diisolasikan. Studi menunjukkan bahwa hubungan intim dengan pasangan yang penuh dorongan secara nyata mendukung kesehatan emosi dan fisik seseorang. (Atkinson, 1999)

2.5.3 Masalah-Masalah Masa Dewasa

Banyak masalah yang dihadapi oleh orang dewasa, (Andrew, 1996) yakni: 1. Pekerjaan

(48)

itu. Akan tetapi pekerjaan masih menimbulkan banyak masalah. Sebagian besar masalah ini timbul karena sifat pekerjaan yang harus kompetitif.

2. Pendekatan dan Pernikahan

Orang dewasa dihadapkan pada sebuah pernikahan, beberapa orang menikah dengan gambaran ideal tentang pasangannya yang amat kecil hubungannya dengan orang yang sebenarnya. Bentuk ikatan semacam ini kemungkinan tidak akan membuahkan pernikahan yang sukses karena tidak ada pria atau wanita yang dapat menjalani kehidupan tersebut dan memperoleh kebahagiaan dengan suami istri yang tidak mampu mengemban tanggung jawab dari hidup pernikahan.

3. Menjadi Orang Tua

Bila keberhasilan pernikahan menunjukkan salah satu tanda utama dari kedewasan, mungkin benar bila kita mengatakan bahwa penyesuaian diri terhadap fungsi sebagai orang tua bahkan lebih penting lagi.

4. Kehilangan Orang-Orang yang Disayang

Banyak ayah-ibu muda usia masih mempunyai orang tua sendiri dan akhirnya kehilangan orang tua sendirilah yang kemudian menimbulkan situasi menekan jiwa yang harus dihadapi oleh semua oran dewasa.

5. Proses Menjadi Manula

(49)

2.5.4 Pembagian Masa Dewasa 1. Masa Dewasa Dini

Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduksi. (Harlock, 1980)

Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan. Orang dewasa muda diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Dimana dewasa dini tersebut memiliki cirri-ciri sebagai berikut; (Harlock, 1980)

 Masa pengaturan

 Usia reproduksi

 Masa bermasalah

 Masa ketegangan emosional

 Masa keterasingan sosial

 Masa komitmen

 Masa ketergantungan

 Masa perubahan nilai

 Masa Penyesuaian diri dengan cara hidup baru

 Masa kreatif

(50)

Masa dewasa madya masa dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik an psikologis yang jelas Nampak pada setiap orang

3. Masa Dewasa Lanjut (Usia Lanjut)

Masa dewasa lanjut-senescence, atau usia lanjut dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian. Pada waktu ini baik kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern, serta upaya dalam hal berpakaian dan dandanan, memungkinkan pria dan wanita berpenampilan, bertindak, dan berperasaan seperti kala mereka masih lebih muda.

2.6 Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan Terakhir, Status Bekerja, dan Suku Bangsa

Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan.

(51)

Pendidikan terakhir/tingkat pendidikan individu sangat penting untuk diperhatikan karena tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi pola pikir, sikap dan tingkah laku mereka.

Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Anggota suatu suku bangsa pada umumnya ditentukan menurut garis keturunan ayah, ibu, atau menurut keduanya.

2.7 Kerangka Berfikir

Kecemasan merupakan pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran atau ketegangan berupa perasaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami oleh seseorang. Kecemasan dalam suatu keadaan tertentu (state anxiety), yaitu menghadapi situasi yang tidak pasti dan tidak menentu terhadap kemampuannya dalam menghadapi objek tersebut. (Ghufron, 2010)

Menurut Cendrawati (dalam Sari & Kuncoro, 2011) bahwa faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah keadaan pribadi individunya, pengalaman yang tidak menyenangkan, dukungan sosial, konflik serta lingkungan, dan kehilangan orang terdekat.

(52)

Raiya (2006), mengatakan bahwa kesejahteraan beragama adalah ukuran yang menilai sejauh mana individu merasa agama sebagai aspek yang mempengaruhi dari kehidupan individu (rasa makna hidup, identitas pribadi, rasa kebersamaan, rasa kenyamanan pribadi, rasa ketenangan pikiran, kesehatan fisik, dan kemampuan untuk mengatasi situasi sulit dalam kehidupan). Dengan berserah diri kepada Allah/keberagamaan yang kuat ini akan menyebabkan kita menjadi orang yang selalu siap menghadapi masalah kita. Kita akan siap menghadapi tantangan yang selalu menghadang di depan kita, karena kita yakin dan sesulit apapun masalah kita, Allah selalu berada didepan kita membimbing kita unruk menyelesaikan masalah tersebut. (Setiyo, 2011)

Sebagian besar penyebab dari rasa cemas menghadapi pernikahan adalah kurangnya rasa religiusitas yang tinggi, belum matangnya kehidupan emosi serta belum berkembangnya sikap mandiri dalam menghadapi berbagai persoalan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa tingkat religiusitas salah satu faktor untuk mengurangi kecemasan ketika akan menghadapi pernikahan. (Suwanti, 2003)

(53)
[image:53.595.108.540.79.770.2]

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berfikir

1. Islamic Dimension

2. Islamic Religious Conversion 3. Islamic Positive Religious

Coping

4. Islamic Negative Religious Coping

5. Islamic Religious Struggle 6. Islamic Religious

Internalization-identification 7. Islmaic Religious

Internalization-introjuction 8. Islamic Religious Exclusivism

Religiusitas

1. Jenis Kelamin 2. Usia

3. Pendidikan Terakhir 4. Status Bekerja 5. Suku Bangsa

Kecemasan

Menghadapi

Pernikahan

(54)

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teori di atas, peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Hipotesis Mayor

Ha : Adanya pengaruh yang signifikan religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang

Hipotesis Minor

Ho1 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Dimensions terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang

Ho2 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Religious Conversion terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang Ho3 : Tidak ada pengaruh varoiabel Islamic Positive Religious Coping terhadap

kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang Ho4 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Negative Religious Coping terhadap

kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang Ho5 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Religious Struggle terhadap

kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang Ho6 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Religious

Internalization-Identification terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang

(55)

Ho8 : Ada pengaruh variabel Konsep Islamic Religious Exclusivism tehadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang Ho9 : Tidak ada pengaruh variabel karakteristik demografis (jenis

kelamin/gender) terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang

Ho10 : Tidak ada pengaruh variabel kerakteristik demografis (tingkat pendidikan) terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang

Ho11 : Tidak ada pengaruh variabel karakteristik demografis (Usia) terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang. Ho12 : Tidak ada pengaruh variabel karakteristik demografis (Status Bekerja)

terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Berikut ini akan di uraikan mengenai mentode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang mana terdiri dari beberapa sub-bab, dimana sub-bab tersebut adalah populasi dan sampel, variable penelitian, metode dan instrument pengumpulan, tehnik pengolahan data, dan prosedur penelitian.

3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian 3.1.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini ingin melihat pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang, pengaruh tersebut disajikan dalam data yang berbentuk angka-angka sehingga bisa diketahui nilai hubungannya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif, yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instruman penulisan, analisis bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Proses penulisan bersifat deduktif, dimana untuk merumuskan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. (Sugiyono, 2008).

3.1.2. Metode Penelitian

(57)

meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipoteis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Tujuan utama metode deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.

3.2. Populasi, Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas Responden yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peniliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Pabean dan Tegal Bunder di Kota Cilegon sebanyak 301 responden.

3.2.2 Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang diambil adalah 75 responden. Hal ini mengacu pada pendapat Bailey yang menyebutkan, bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data statistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah 30 (Iqbal, 2002).

(58)

3.2.3 Teknik Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sample pada penelitian ini adalah non-probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel, (Sugiyono,2007). Atau bentuk lain darinon-probability samplingadalahsampling purposive (bertujuan), dengan cara mendatangi subjek yang memang termasuk dalam kriteria dalam penelitian, ciri sampling ini adalah penilaian dan upaya cermat untuk memperoleh sampel representative dengan cara meliputi wilayah-wilayah atau kelompok-kelompok yang diduga sebagai anggota sampelnya. (Kerlinger, 1990)

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai, atau sifat yang berdiri sendiri (Sevilla, 1993). Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas (Independent Variable) dan variabel terikat (Dependent Variable). Sarwono (2006) menyebutkan variabel bebas merupakan variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang variabelnya di ukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang di observasi. Dan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

(59)

penelitian ini ialah religiusitas yang mencakup islamic dimensions (X1), islamic religious conversion (X2), islamic positive religious coping (X3), islamic negative religious coping (X4), islamic religious struggle (X5), islamic religious Internalization identification (X6) islamic religious internalization-introjection (X7), islamic religious exclusivism (X8). Kemudian variabel tambahan yaitu jenis kelamin /gender (X9), usia (X10), tingkat pendidikan (X11), status bekerja (X12), dan Suku Bangsa (X13).

3.3.1. Identifikasi Variabel 1. Kecemasan

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).

2. Religiusitas

Religiusitas didefinisikan sebagai sistem cara pandang individu mengenai

kedudukan agama dalam hidupnya, yang menentukan pola bentuk relasi individu dengan agamanya.

3.3.2 Definisi Operasional

(60)

ataupun definisi operasional eksperimental. Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Religiusitas

Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor dari skala religiusitas yang terdiri dari Islamic dimensions, Islamic religious conversion, Islamic positive religious coping, Islamic negative religious coping, Islamic

religious struggle, Islamic religious internalization-indentification, Islamic

religious internalization-introjection, dan islamic religious exclusivism. 2. Kecemasan

Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor dari skala kecemasan yang terdiri dari kecemasan obyektif (objective anxiety), kecemasan penyakit (neurotic anxiety), dan kecemasan moral (moral anxiety) 3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data

(61)
[image:61.595.120.520.85.497.2]

Tabel 3.1

Skor Item Skala Variabel Kecemasan

Item Favorable Skor Item Unfavorable Skor SS (sangat setuju) 4 SS (sangat setuju) 1

S (setuju) 3 S (setuju) 2

TS (tidak setuju) 2 TS (tidak setuju) 3 STS (sangat tidak setuju) 1 STS (sangat tidak setuju) 4

Kemudian pada skala religiusitas mengacu pada aspek-aspek religiusitas dari Hisham Abu Raiya. Dimana sebuah pernyataan yang memiliki alternative jawaban sebagai berikut ;

(1) Aspek Islamic Dimension & Islamic Religious Conversion: Sangat Tidak Percaya, Tidak Percaya, Ragu, Percaya, dan Sangat Percaya.

(2) Aspek Islamic Positive Religious Coping & Islamic negative Religious Coping: Tidak Pernah, Kadang-Kadang, Pernah, Sering, Sangat Sering. (3) Aspek Islamic Religious Struggle & Islamic Religious

Internalization-Identification: Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Netral, Setuju, Sangat Setuju.

(4) Aspek Islamic Religious Internalization-Identification & Islamic Religious Exclusivism: Sama sekali tidak benar, Tidak benar, Netral, Benar, Sangat Benar.

(62)
[image:62.595.113.526.82.525.2]

Tabel 3.2

Skor Item Skala Variabel Religiusitas (1) AspekIslamic Dimension & Islamic Religious Conversion:

Item Skor

Sangat Tidak Percaya 1

Tidak Percaya 2

Ragu 3

Percaya 4

Sangat Percaya 5

(2) Aspek Islamic Positive Religious Coping & Islamic negative Religious Coping:

Item Skor

Tidak Pernah 1

Kadang-Kadang 2

Pernah 3

Sering 4

Sangat Sering 5

(3) Aspek Islamic Religious Struggle & Islamic Religious Internalization-Identification:

Item Skor

Sangat Tidak Setuju 1

Tidak Setuju 2

Netral 3

Setuju 4

(63)

(4) Aspek Islamic Religious Internalization-Identification & Islamic Religious Exclusivism:

Item Skor

Sama sekali tidak benar 1

Tidak benar 2

Netral 3

Benar 4

Sangat Benar 5

Dalam penelitian ini subjek akan diberikan skala yang terdiri dari tiga bagian, yaitu :

a. Bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari penelitian, kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh responden, dan ucapan terima kasih peneliti.

b. Bagian data kontrol, berisi tentang data-data subjek (usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status bekerja, dan suku bangsa). Data kontrol ini berisi pertanyaan terbuka.

c. Bagian inti, berisi dua alat ukur penelitian ini yaitu alat ukur kecemasan dan religiusitas.

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data

(64)

a. Skala Kecemasan

Dalam penelitian ini bentuk alat ukur yang digunakan peneliti untuk melakukan pengukuran kecemasan menggunakan skala yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan acuan dari macam-macam kecemasan menurut Freud sebagaimana dalam tabel berikut ini:

[image:64.595.106.526.155.631.2]

Tabel 3.3

Blue Print Try OutSkala Kecemasan

No. Aspek/Komponen Indikator Pernyataan Jumlah Favorabel Unfavorabel 1. Kecemasan obyektif (objective anxiety)  Reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya

1*, 2, 3*, 4*, 5

13*, 14*,

15*, 16*, 17 10

2. Kecemasan penyakit (neurotic anxiety)  Kecemasan yang tidak menentu  Kecemasan pada situasi

6, 7, 8* 18*, 19*,

20* 6

3. Kecemasan moral (moral anxiety)  Kecemasan dari dorongan merasa berdosa/bersa lah 9*, 10, 11*, 12

21*, 22, 23*,

24 8

Jumlah 12 12 24

(65)
[image:65.595.110.538.81.468.2]

Tabel 3.4

Blue PrintSkala Real Kecemasan No. Aspek/ Kompenen Indikator Pernyataan Jumlah Favorabel Unfavorabel 1. Kecemasan obyektif (objective anxiety)

 Reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya

1, 3, 4 13, 14, 15, 16

7 2. Kecemasan

penyakit (neurotic anxiety)

 Kecemasan yang tidak menentu

 Kecemasan pada situasi

8 18, 19, 20

4

3. Kecemasan moral (moral

anxiety)  Kecemasan daridorongan merasa berdosa/bersalah

9, 11 21, 23

4

Jumlah 6 10 15

b. Skala Religiusitas

(66)
[image:66.595.108.541.80.743.2]

Tabel 3.5

Blue Print Try OutSkala Religiusitas

No. Indikator Indikator Indtrumen/Pernyataan Jumlah 1. Islamic

Dimensions

 Keyakinan

 Praktek

1*, 2*, 3, 4, 5*, 6, 7, 8*, 9, 10

10 2. Islamic Religious

Conversion

Adanya perubahan terhadap Agama

11*, 12, 13, 14*, 15*, 16*, 17, 18, 19, 20*, 21, 22, 23, 24, 25

15 3. Islamic Positive

Religious Coping

Rasa aman dengan keberadaan Allah

26, 27, 28*, 29*

4 4. Islamic Negative

Religious Coping

Ekspresi tidak aman dengan Allah

30, 31, 32, 33*, 34, 35,

36, 37 8

5. Islamic Religious Struggle

Tetap yakin kebesaran Allah meski saat

mendapat kesulitan

38, 39, 40*, 41, 42*, 43

6

6. Islamic Religious Internalization-Identification

Keyakinan Agama sebagai nilai pribadi

44, 45, 46, 47, 48, 49*, 50, 51*, 52*, 53*, 54*, 55, 56, 57, 58, 59*, 60, 61

18

7. Islamic Religious Internalization-Introjection

Adanya dorongan dari tujuan lain dan rasa bersalah

77*, 78*

2

8. Islamic Religious Exclusivism

Pendekatan diri terhadap Agama

62, 63, 64*, 65*, 66, 67, 68, 69*, 70, 71, 72*,

73*, 74*, 75, 76, 79* 16

Jumlah 79 79

(67)
[image:67.595.133.542.82.655.2]

Tabel 3.6

Blue PrintSkala Real Religiusitas No. Aspek/ Komponen Indikator Instrumen/ Pernyataan Jumlah 1. Islamic Dimensions  Keyakinan  Praktek

1, 2, 5, 8 4 2. Islamic Religious

Conversion

Adanya perubahan terhadap Agama

11, 14, 15, 16, 20

5 3. Islamic Positive

Religious Coping

Rasa aman dengan keberadaan Allah

28, 29

2 4. Islamic Negative

Religious Coping

Ekspresi tidak aman dengan Allah

33

1 5. Islamic Religious

Struggle

Tetap yakin kebesaran Allah meski saat mendapat kesulitan

40, 42

2

6. Islamic Religious Internalization-Identification

Keyakinan Agama sebagai nilai pribadi

49, 51, 52, 53,

54, 59 6

7. Islamic Religious Internalization-Introjection

Adanya dorongan dari tujuan lain dan rasa bersalah

77, 78

2 8. Islamic Religious

Exclusivism

Pendekatan diri terhadap Agama

64, 65,69, 72,

73, 74, 79 7

(68)

3.5. Uji Instrumen Penelitian 3.5.1 Uji Reliabilitas

Reliabililitas adalah kemantapan, konsistensi, prekditabilitas/keteramalan, dan kejituan/ketepatan alias akurasi. (Kerlinger, 2006). Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relative sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. (Azwar, 2003)

Uji reliabilitas kedua skala ini menggunakan uji Statistic Alpha Cronbach

dengan menggunakan SPSS versi 16. hasil uji reliabilitas skala religiusitas dan kecemasan adalah sebagai berikut:

1. Nilai reliabilitas skala religiusitas dengan 29 item valid adalah sebesar 0,833. Oleh karena itu, skala religiusitas dapat dikatakan reliabel dan dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.

2. Nilai reliabilitas skala kecemasan dengan 15 item valid adalah sebesar 0,886. oleh karena itu, skala kecemasan ini dapat dikatakan reliabel dan dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.

(69)
[image:69.595.117.525.81.420.2]

Tabel 3.7 Kriteria Reliabilitas

Kriteria Koefisien Reliabilitas Sangat Reliabel > 0,9

Reliabel 0,7 – 0,9

Cukup Reliabel 0,4 – 0,7 Kurang Reliabel 0,2 – 0,4 Tidak Reliabel < 0,2 3.5.2 Analisis Data

Gambar

Gambaran Umum Responden .................................................
Gambar 2.1Skema Kerangka Berpikir........................................................
Gambar 2.1Skema Kerangka Berfikir
Tabel 3.1Skor Item Skala Variabel Kecemasan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur atas karunia yang Allah swt berikan, atas limpahan rahmat dan kasih sayang- Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Gambar 3- Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh dari Daerah di Maluku. Gambar 4-Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga

0ang dimaksud praktek kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,  pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,

Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pakuncen Wirobrajan Wogyakarta pada tahun 2012 juga menunjukkan hal yang serupa bahwa ada hubungan lemah antara indeks massa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengobatan antihipertensi pada pasien hipertensi dengan GGK beserta kerasionalan terapi di RSUD Pandan

Tegasnya, Syaykh Abd Aziz bin Abd Salam telah memberi suatu sumbangan yang besar terhadap metodologi pentafsiran kepada pengajian tafsir di Malaysia.. Sumbangan

Periksa kondisi konduktor penghubung EW ke tanah apakah normal, putus, hilang, korosi, rantas atau

menurut Gaspert pada buku Al Fatta (2007), ada empat yaitu sistem tersebut beroperasi dalam suatu lingkungan, terdiri dari unsur-unsur, ditandai dengan saling berhubungan,