HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN INDEKS MASSA TUBUH
DENGAN KEJADIAN OSTEOPENIA PADA MAHASISWI SEMESTER
6 DAN 8 PSIK UIN SYARIF HIIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH: GABY NURSILA NIM: 1110104000010
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
t. Skripsi ini merupkan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah safu persyaratan memperoleh gelar Strata
t
Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam NegeriOf$
Syarif Hidayatullah Jakarta.Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakuttas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullatr Jakarta.Jika kemudian hari terbukti bahwa karya
ini
bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lair1 maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedol<teran dan Itnu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIII{) Syarif Hidayatullah Jakarta.2.
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA Undergraduate Thesis, July 2014
Gaby Nursila, NIM: 1110104000010
Relationships of Physical Activity and Body Mass Index with Osteopenia In Student Grade 6 and 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xiv + 65 pages + 2 schemes + 13 tables + 8 attachments
ABSTRACT
Osteopenia is a condition where the level density (density matrix and mineral) bone is lower than the highest bone mass (peak bone mass) and the early detection of osteoporosis. Risk factors for decreased bone density include gender, increasing age, genetics, smoking, lack of physical activity, alcohol consumption
and low body mass.
The purpose of this study was to determine the relationship between physical activity and BMI with the incidence of osteopenia in student grade 6 and 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. This research is a quantitative analytical cross-sectional design with α = 0.05. Data were collected on 68 respondents. Instruments in this research to determine the physical activity questionnaire sample, measurements BMI, and the measurement of bone density. Data analysis technique used is Spearmen Rank with the help of statistical application program in its processing. The results of the analysis showed that there is a relationship between physical activity with the incidence of osteopenia (p = 0,001, r= -0,378). While the results of the analysis between BMI and the incidence of osteopenia showed that there was no correlation (p = 0.238).
Researchers suggest that the more diligently to increase student exercise at least 3 times a week, each performed 30 minutes and bone density checks regularly at least 6 months once.
Keywords: Physical Activity, Body Mass Index, Osteopenia.
iv
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, July 2014
Gaby Nursila, NIM: 1110104000010
Hubungan Aktivitas Fisik dan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Osteopenia Pada Mahasiswi Semester 6 dan Semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xiv + 65 halaman + 2 bagan + 13 tabel + 8 lampiran
ABSTRAK
Osteopenia adalah suatu kondisi dimana tingkat densitas (kepadatan matriks dan mineral) tulang lebih rendah dari massa tulang tertinggi (peak bone mass) dan sebagai deteksi dini terjadinya osteoporosis . Faktor risiko terjadinya penurunan kepadatan tulang diantaranya adalah jenis kelamin, peningkatan usia, genetik, kebiasaan merokok, aktifitas fisik yang kurang, konsumsi alkohol dan massa
tubuh yang rendah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan IMT dengan kejadian osteopenia pada mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan desain cross sectional dengan α= 0,05. Pengambilan data dilakukan pada 68 responden. Instrumen penelitian berupa kuesioner untuk mengetahui aktivitas fisik sampel, pengukuran IMT, dan pengukuran kepadatan tulang. Teknik analisa data yang digunakan adalah Spearmen Rank dengan menggunakan bantuan program aplikasi statistik dalam pengolahannya. Hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian osteopenia dengan (p= 0,001, r = -0,378). Sedangkan hasil analisis antara IMT dengan kejadian osteopenia menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan (p =
0,238).
Peneliti menyarankan agar para mahasiswi lebih rajin untuk meningkatkan olahraga minimal 3 kali seminggu, masing- masing dilakukan 30 menit dan melakukan pengecekan kepadatan tulang secara rutin minimal 6 bulan sekali.
Kata Kunci: Aktivitas Fisik, Indeks Massa Tubuh, Osteopenia
PS&}{Y"ETAANPf, N.SBf, fUUAN Skripsi denganjudul
EUBUNGAN AKTTYITAS
FISIK
DAI\I
IMT
DENGAN
KGJ-ADIAIUOSTEOPENIA PADA
MAIIASISWI
SEMESTE,R 6 DAT{b},tNT,bI[,I1,8
PSIK
IIIN
SYARI3
HII}AYATULLAII
JAKARTA
Telah disetqiui dan diperiksa oleh pembimbiqg skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilnm Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disu.sun oleh: Gabv
Nufsih
NIM: 1110104000010
Pembimbiry
I
PembimbiryIIQo
fuW
E*a*a(S.Kp.
M.Kep. Sp.KMB["IpSphahr S.Kp.' M,Kep., Ph. D
NIP: 196,80808 200604 2 001 IYIP: 19731106 200501 2 003
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAII
T.AKULTAS KEDOKTERAN DAl\t ILMU KESEHATAII
IM{
SYARIT HMAYATT]LLAHJAKARTA
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN OSTEOPENIA PADA MAHASISWI SEMESTER 6
DAN SEMESTER 8 PSIK UIN SYARIF HIDAYATULLAII JAKARTA
Telah disusun dan dipertahankan penguji: Gaby Nursila
NIM: 1110104000010
Pembimbing I
Or
ruart,r#.
s.xJ..vt.x"p..
pn.n
NIP: 19680808 200604 2 001
Pembimbing
II
Penguji I
w-Maulina Ilandqvantl S.Kp.. M.Sc
NIP: 19790210 200501 2 002
frlW
F(
v'Ernawati. S.Kp. M.Kep, Sp.KiViB NIP: 19731106 200501 2003
Penguji II
W
Ernawati. S.Kp. M.Kep. Sp.ICVIB
NIP: 19731106 200501 2003
Penguji
III
|--i
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi denganjudul
HUBT'NGAN
AKTIVITAS
rISIK
DAN
IMT
DENGAN
KEJADIAI\
OSTEOPENIA PADA
MAHASISWI
SEMESTER
6DAN SEMESTER
8 PSIKIIIN
SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh Gabv Nursila
NIM: 1110104000010
Mengetahui,
Ketua program Studi Ilmu Keperawatan
NIP: 19790520 200901
l0l2
viii
Nama : Gaby Nursila
Tempat, Tanggal Lahir : Tengerang, 24 Juli 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Tinggi/berat badan : 168cm/56kg
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. KH Dewantara RT 03/007 Kp.Sawah Lama Ciputat Tangerang Selatan
Telepon : 085714048461
E-mail : gabynursila@yahoo.co.id
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan
Latar Belakang Pendidikan
1997- 1998 : TK Aisiyah Ciputat
1998-2004 : SD Negeri Ciputat 1
2004-2007 : SMP Negeri 1 Ciputat
2007- 2010 : SMA Negeri 1 Tangerang Selatan
2010- 2014 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecil ini, untuk yang senantiasa ada
saat suka maupun duka, selalu setia mendampingi, Ayah dan
Mama tercinta yang selalu memanjatkan doa untuk
putri tercinta dalam setiap doanya. Tak lupa Adik- adik
tersayang, i love you...
Untuk teman-teman, sahabat seperjuangan PSIK 2010
terimakasih untuk segala canda tawa, pengalaman, serta
dukungan yang selalu kalian berikan. Perkuliahan akan amat
tidak ada rasanya jika tanpa kalian, pasti akan ada yang
dikenang. Terima kasih untuk semuanya
:’)
Mohon maaf saat ada candaan dengan kata-kata yang
menggores hati....
SUKSES UNTUK KITA SEMUA !!!!!
I Will Always Miss You Guys :*:*:*
x
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat,
hidayah, dan kekuatan kepada penulis, karena hanya dengan izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Aktivitas
Fisik dan Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian Osteopenia Pada Mahasiswi
Semester 6 dan Semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Sholawat
serta salam juga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Melalui penyusunan skripsi ini,
banyak hal yang telah penulis peroleh terutama dalam menambah pengetahuan
penulis yang berhubungan dengan aplikasi mata kuliah.
Banyak pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, doa, serta
kerjasama yang luar biasa dalam proses penyusunan proposal skripsi ini. Penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dr, MK. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakrta.
2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep., MKM selaku Ketua Program Studi
dan Ibu Eni Nur’aini Agustini selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Maftuhah, S.Kp., M.Kep., PhD dan Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp.
KMB selaku dosen pembimbing skripsi yang meluangkan waktu dan
xi
kepada penulis selama proses penyusunan sehingga penyusunan skripsi ini
dapat terselesaikan.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
selama kuliah.
5. Seluruh staf dan karyawan akademik yang telah banyak memberi
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Orang tua tercinta, Ibunda Susy Karmila dan Ayahanda Nurdin, yang
selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini. Tak lupa, kepada adik-adik
tersayang Getha Nursila dan Zakia Nabila Putri Nursila dan seluruh
keluarga besar yang senantiasa juga selalu memberikan dukungan dan
doanya dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
7. Karyawan Anlene yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.
8. Teman-teman ku di Keperawatan terutama Rosi Pratiwi, Naila, Fitri
Farhani, Ika Febti, Fitriyani Rahayu, dan Devica yang telah membantu
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
9. Wayu Bahar Tomy yang telah membantu penulis dalam memberikan
semangat, doa dan dukungan untuk penulis agar menyelesaikan skripsi ini
dengan tepat waktu.
10.Kepada seluruh keluarga PSIK, kakak-kakak, adik-adik, khususnya
teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2010,
xii
dalam kesempatan ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
perbaikan skripsi ini kearah yang lebih baik. Atas perhatiannya penulis
ucapkan terimakasih.
Mudah-mudahan segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya, penulis
berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis
khususnya.
هتاكربو ه ةمحرو مكي ع اسلاو
Ciputat, Juni 2014
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Pernyataan Keaslian Karya ii
Abstract iii
Abstrak iv
Pernyataan Persetujuan v
Lembar Pengesahan vi
Daftar Riwayat Hidup viii
Lembar Persembahan ix
Kata Pengantar x
Daftar Isi xiii
Daftar Bagan xvii
Daftar Tabel xviii
Daftar Lampiran xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Pertanyaan Penelitian 6
D. Tujuan Penelitian 6
1. Tujuan Umum 6
2. Tujuan Khusus 7
xiv
3. Bagi Institusi Pendidikan 8
F. Ruang Lingkup Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tulang 10
1. Definisi Tulang 10
2. Struktur Tulang 11
3. Remodeling Tulang 12
B. Osteopenia 13
1. Definisi Osteopenia 13
2. Faktor Risiko terjadinya Osteopenia 14
a. Jenis Kelamin 14
b. Indeks Massa Tubuh (IMT) 14
c. Gaya Hidup 16
1) Aktivitas Fisik 16
2) Status Merokok 17
d. Asupan 18
1) Kalsium 18
2) Vitamin D 19
3) Vitamin C 20
4) Fosfor 21
5) Protein 21
6) Konsumsi Obat 22
3. Alat Untuk Mengukur Osteopenia 22
a. Densitometri DEXA 23
b. Quantitative Ultrasound (QUS) 24
c. Quantitative Computed Tomography (QCT) 25
C. Penelitian Terkait 25
xv
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep 28
B. Definisi Operasional 29
C. Hipotesis 30
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian 31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 31
C. Populasi dan Sampel 32
D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data 34
1. Metode Pengumpulan Data 34
2. Instrumen Pengumpulan Data 38
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen penelitian 39
F. Tahap Pengambilan Data 41
G. Etika Penelitian 42
H. Pengolahan Data 43
I. Analisa Data 45
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian 47
B. Hasil Analisa Univariat 48
C. Hasil Analisa Bivariat 51
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat 55
B. Analisa Bivariat 58
C. Keterbatasan Penelitian 62
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 63
xvi
xvii
DAFTAR BAGAN
Halaman
2.1 Kerangka Teori 27
xviii
2.1 Batas Ambang IMT untuk Indonesia 16
2.2 AKG Kalsium di Indonesia 19
2.3 AKG Vitamin D di Indonesia 20
2.4 AKG Vitamin C di Indonesia 21
2.5 AKG Protein di Indonesia 22
3.1 Definisi Operasional 29
4.1 Interpretasi Koefisien Korelasi 46
5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di PSIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Semester 6 dan Semester 8
49
5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Aktivitas Fisik Mahasiswi
PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut IMT Mahasiswi PSIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepadatan Tulang
Mahasiswi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
5.5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Osteopenia pada Pada Mahasiswi
PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
5.6 Hubungan IMT dengan Osteopenia pada Pada Mahasiswi PSIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Perizinan
Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Tabulasi Data
Lampiran 5. Hasil Uji Validitas
Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 7. Hasil Olahan SPSS Univariat
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tulang manusia merupakan struktur yang paling penting dalam
pembentukan rangka tubuh, dimana tulang adalah jaringan yang tumbuh
dan hidup secara terus menerus. Tulang juga memberi kekuatan dan
membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang manusia terus mengalami
perubahan karena berbagai stres mekanik, dan terus mengalami
pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel (Tandra, 2009). Tulang
memiliki dua sel, yaitu osteoklas (bekerja untuk menyerap dan
menghancurkan atau merusak tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja
untuk membentuk tulang) (Compston,2002). Jika aktivitas sel osteoklas
lebih besar daripada osteoblas dapat menyebabkan pengeroposan tulang
yang lama kelamaan akan terjadi osteoporosis (Ganong, 2008).
Osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh,
keropos, dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang yang terjadi
dalam waktu yang lama. Osteoporosis didefinisikan sebagai keadaan
dimana Densitas Mineral Tulang (DMT) berada dibawah nilai rujukan
atau standar deviasi yaitu di bawah nilai rata-rata rujukan (Depkes, 2002).
World Health Organization (WHO) menggunakan pengukuran DMT
sebagai salah satu pendekatan diagnosis osteoporosis. Secara umum terjadi
2
kerapuhan tulang. DMT memberikan sumbangan terbesar pada kekuatan
tulang. DMT normal jika nilai kepadatan tulang (T-score) sampel ≥ -1 dan
DMT rendah bila T-score sampel < -1 (WHO, 2003).
Sebelum terjadi osteoporosis, seseorang terlebih dahulu mengalami
proses osteopenia, yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah massa tulang
akibat berbagai keadaan. Penyakit ini dijuluki sebagai Silent Epidemic
Disease, karena menyerang secara diam-diam, tanpa adanya tanda-tanda
khusus, sampai seseorang mengalami patah tulang (Kemenkes, 2008).
Penelitian osteoporosis yang dilakukan Jahari, dkk., 2005 di tiga provinsi
(Sulawesi Utara, DI Yogyakarta dan Jawa Barat) ditemukan tingginya
prevalensi nilai DMT rendah yang mengalami osteopenia sebesar 30,1%
dan didapati tingginya angka DMT rendah pada perempuan dewasa muda.
Pada wanita disebabkan oleh hormon estrogen dan massa puncak tulang,
semakin meningkatnya umur, semakin sedikit hormon estrogen yang
dihasilkan maka wanita akan lebih cepat mengalami kehilangan masa
tulang yang lama kelamaan dapat menyebabkan osteoporosis (Ganong,
2008).
Penyebab spesifik osteopenia belum diketahui dengan jelas tetapi
penyebab osteopenia bersifat multifaktor. Semua hal yang mengurangi
kekuatan tulang akan turut berperan terjadinya osteopenia. Faktor risiko
terjadinya penurunan kepadatan tulang diantaranya adalah jenis kelamin,
peningkatan usia, genetik, kebiasaan merokok, aktifitas fisik yang kurang,
Seseorang yang mempunyai massa tubuh yang rendah
(underweight) dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) = 19 atau kurang serta
mempunyai tubuh yang kecil sebagai hasil dari gangguan makan juga
mempunyai risiko terjadinya osteopenia (National Osteoporosis Society,
2008). Kondisi ini disebabkan karena tulang akan giat membentuk sel
apabila ditekan oleh bobot yang berat (Zaviera, 2008). Perempuan gemuk
mempunyai jaringan lemak (adiposa) yang menyimpan hormon androgen
dan kemudian diubah menjadi estrogen. Makin banyak jaringan lemak
yang dimiliki perempuan, makin banyak hormon estrogen yang dapat
diproduksi untuk kekuatan tulang (Lane, 2003). Data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas), 2007 menunjukkan tingginya prevalensi IMT rendah
atau kurus di Indonesia. Prevalensi IMT rendah atau kurus, yakni sebanyak
14,8% pada orang dewasa.
Menurut Jill, dkk., 1993 terjadinya penurunan massa tulang pada
periode puncak massa tulang, dimana tulang memiliki massa pembentukan
tulang tertinggi yaitu pada usia 20-35 tahun dikarenakan perubahan pola
hidup seseorang terutama pada wanita dewasa usia 20 tahun keatas,
kondisi ini dilihat dari kurangnya konsumsi kalsium, serta tingginya
konsumsi kafein (teh, kopi, soda), perokok dan rendahnya aktivitas
olahraga (Jill. dkk., 1993 dalam Hasye, 2008). Usia mahasiswa pada masa
ini tengah mengalami puncak pembentukan massa tulang (Peak Bone
Mass)yang akan berbeda setiap individu. Semakin tua maka akan terjadi
peningkatan kerja osteoklast (merusak tulang) dibandingkan kerja
4
Seiring bertambahnya umur dan perubahan gaya hidup maka risiko
terjadinya osteopenia semakin tinggi. Untuk menghindari risiko terjadinya
osteopenia, maka perlu melakukan olahraga. Olahraga baik bagi tulang
maupun aspek kesehatan lain. Tidak bergerak sama sekali mempercepat
penurunan masa tulang, sementara olahraga menahan beban tubuh bisa
meningkatkan masa tulang. Pada orang dewasa, olahraga dapat
memperlambat penurunan masa tulang akibat usia serta meningkatkan
kesehatan secara umum. Olahraga membantu memperkuat tulang
(Wardlaw, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Kim (2013), menunjukan bahwa
aktivitas masa lalu selama masih remaja (p= 0,002) menunjukan efek
positif pada kandungan mineral tulang. Dalam model multivariat, aktivitas
fisik masa lalu (≥1 kali perminggu) memiliki efek perlindungan terjadinya
osteopenia. Penelitian ini dilakukan pada 111 mahasiswa di Universitas
Seoul, Korea.
Penelitian yang dilakukan oleh Dian (2012), menunjukan bahwa
21,7% responden memiliki DMT tidak normal dan terdapat hubungan
yang signifikan (nilai p< 0,05) antara IMT dengan DMT tidak normal, dan
ada perbedaan rata-rata antara pengetahuan dan kebiasaan konsumsi kopi
dengan DMT normal dan DMT tidak normal.
`Berdasarkan data-data hasil penelitian di atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan IMT dan aktivitas
fisik dengan kejadian osteopenia pada mahasiswi semester 6 dan semester
Jakarta. Alasan peneliti memilih sampel mahasiswi semester 6 dan
semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karena pada penelitian
di atas wanita usia 20 tahun keatas memiliki risiko yang tinggi terhadap
terjadinya osteopenia. Penelitian dilakukan di gedung FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan mengukur kepadatan mineral tulang sampel
menggunakan alat Generic Electrik Ultrasound Bone Densitometer yang
dipinjam ke pihak Anlene.
B. Rumusan Masalah
Beberapa bukti telah menunjukan gangguan DMT telah terjadi,
kesadaran akan gangguan DMT masih sangat rendah. Selain itu, penyakit
yang diakibatkan oleh penurunan DMT dapat timbul tanpa adanya gejala
sehingga akan dirasakan ketika telah terjadi keparahan pada penderita.
DMT sangat perlu untuk diteliti lebih lanjut agar dapat mencegah dan
mengurangi penyakit akibat penurunan DMT dimasa mendatang.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 5 orang mahasiswi
PSIK UIN Jakarta di Kalcare Bintaro Xchange, 4 mahasiswi menderita
osteopenia. Dari 4 mahasiswi yang menderita osteopenia, 2 mahasiswi
mempunyai IMT kurus, 2 mahasiswi mempunyai IMT normal dan 1
mahasiswi yang kepadatan tulangnya normal mempunyai IMT kurus.
Sedangkan kelima mahasiswi ini mempunyai aktivitas fisik yang rendah.
Dengan demikian masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan
antara aktifitas fisik dan IMT dengan kejadian osteopenia pada mahasiswi
6
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah penelitian yang telah dipaparkan,
maka dapat diambil beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran usia mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
2. Bagaimana gambaran kepadatan tulang mahasiswi semester 6 dan
semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
3. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi semester 6 dan
semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
4. Bagaimana gambaran IMT mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
5. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian
osteopenia pada mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN
Syarif Hidayatulah Jakarta?
6. Apakah ada hubungan antara IMT dengan kejadian osteopenia pada
mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatulah
Jakarta?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan IMT dengan
kejadian osteopenia pada mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran usia mahasiswi semester 6 dan
semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Untuk mengetahui gambaran kepadatan tulang mahasiswi semester 6
dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
c. Untuk mengetahui gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi semester
6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
d. Untuk mengetahui gambaran IMT mahasiswi semester 6 dan
semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
e. Untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan
osteopenia pada sampel.
f. Untuk menganalisis hubungan antara IMT dengan kejadian
osteopenia pada sampel.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memberi tambahan ilmu, wawasan dan
pengalaman baru yang sangat berharga terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya pada bidang keperawatan baik secara konten
8
2. Bagi Mahasiswi PSIK
Sebagai bahan informasi mengenai osteopenia dan mengetahui
kepadatan tulang mahasiswi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
sehingga dapat mencegah dan mengurangi kejadian osteopenia.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi ilmu dan informasi penguat ilmu
kesehatan tentang penurunan kepadatan tulang secara dini yang biasa
disebut osteopenia. Hasil penelitian ini juga bisa dijadikan sebagai
dasar untuk perkembangan penelitian-penelitian selanjutnya dalam
bidang yang sama.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswi semester 6 dan semester 8
PSIK UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan aktivitas fisik dan indeks masa tubuh dengan kejadian
osteopenia. Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
dengan desain studi cross sectional. Dengan populasi semua mahasiswi
PSIK UIN Syarif Hidayatullah semester 6 dan semester 8 dan dengan
sempel mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif
Hidayatulah Jakarta yang telah berusia 20 tahun. Pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner untuk menilai
aktivitas fisik yang dilakukan pada sampel, pengukuran berat badan (BB)
dan tinggi badan (TB) untuk menilai IMT dan pengukuran DMT dengan
menilai kepadatan mineral tulang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TULANG
1. Definisi Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang berfungsi sebagai
alat penyokong, pelekatan, perlindungan, dan penyimpanan mineral.
Jaringan ini dilengkapi dengan rigiditas, kekuatan yang sangat besar
serta elastisitas yang sangat terbatas. Kemampuan jaringan ini untuk
menyimpan mineral terutama kalsium (Ca), kebanyakan dalam bentuk
kristal hidroksiapatit yang merupakan sifat utama untuk membedakan
tulang dari jaringan ikat lainnya (Samuelson, 2007).
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif,
proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme
kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan
jaringan ikat yang dinamis serta selalu diperbaharui melalui proses
remodeling yang terdiri dari proses resorbsi dan formasi. Dengan proses
resorbsi, bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti
oleh tulang yang baru melalui proses formasi. Proses resorbsi dan
formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan normal, massa tulang yang
diresorbsi akan sama dengan massa tulang yang diformasi, sehingga
terjadi defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis dan
komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat
kolagen dan protein non-kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari
osteoblas, osteoklas dan osteosit. (Setyohadi, 2010)
2. Struktur Tulang
Tulang terdiri dari lapisan luar, lapisan tulang padat dan lapisan
tulang berongga. Pada penurunan densitas mineral tulang, lapisan
tulang padat dan lapisan tulang berongga jauh lebih tipis, sehingga
tulang menjadi lemah dan kemungkinan patah tulang meningkat
(Compston, 2002). Tulang mulai terbentuk sejak kandungan,
khususnya pada trimester 3 dan akan terus berkembang hingga
mencapai puncak pertumbuhan masa tulang (peak bone mass). Puncak
massa tulang biasanya sampai dengan umur 20-35 tahun (Jill. dkk.,
1993 dalam Hasye, 2008).
Sel tulang terdiri dari osteoblas, osteklas dan osteosit. Osteoblas
adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses formasi
tulang, yaitu berfungsi dalam sintesis matriks tulang yang disebut
osteoid, yaitu komponen protein dari jaringan tulang. Selain itu
osteoblas juga berperan memulai proses resorbsi tulang dengan cara
membersihkan permukaan osteoid yang akan diresorbsi melalui
berbagai proteinase netral yang dihasilkannya. Pada permukaan
osteoblas, terdapat berbagai reseptor permukaan untuk berbagai
mediator metabolisme tulang, sehingga osteoblas merupakan sel yang
12
Osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap
proses resorbsi tulang. Pada tulang trabekular, osteoklas akan
membentuk cekungan pada permukaan tulang yang aktif yang disebut
lakuna howship, sedangkan pada tulang kortikal, osteoklas akan
membentuk kerucut sebagai hasil resorpsinya yang disebut cutting
cone, dan merupakan sel raksasa yang berinti banyak, tetapi berasal dari
sel hemopoetik mononuklear (Setyohadi, 2010).
Osteosit merupakan sel tulang yang terbenam di dalam matriks
tulang. Sel ini berasal dari osteoblas, memiliki juluran sitoplasma yang
menghubungkan antara satu osteosit dengan osteosit lainnya dan juga
dengan bone lining cells di permukaan tulang, fungsi osteosit belum
sepenuhnya diketahui, tetapi diduga berperan pada transmisi signal dan
stimuli dari satu sel dengan sel lainnya. Baik osteoblas maupun osteosit
berasal dari sel mesenkimal yang terdapat di dalam sumsum tulang,
periosteum, dan mungkin endotel pembuluh darah. Sekali osteoblas
selesai mensintesis osteosit dan terbenam di dalam osteoid yang
disintesisnya (Setyohadi, 2010).
3. Remodeling Tulang
Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keratakan akan
dibentuk kembali. Tulang yang sudah rusak itu akan diidentifikasi oleh
sel osteosit (sel osteoblas menyatu dengan matriks tulang) (Cosman,
2009). Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh
asam (Tandra, 2009). Dengan demikian, tulang yang sudah diserap
osteoklas akan dibentuk bagian tulang yang baru yang dilakukan oleh
osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang belakang
setelah sel osteoklas hilang (Cosman, 2009).
Menurut Ganong (2008), ternyata endokrin mengendalikan proses
remodeling tersebut. Dan hormon yang mempengaruhi yaitu hormon
paratiroid (resopsi tulang menjadi lebih cepat) dan estrogen (resopsi
tulang menjadi lebih lama). Sedangkan pada osteoporosis, terjadi
gangguan pada osteoklas, sehingga tidak timbul keseimbangan antara
kerja osteoklas dengan osteoblas. Aktivitas sel osteoklas lebih besar
daripada osteoblas.
B. Osteopenia
1. Definisi Osteopenia
Osteopenia adalah suatu kondisi dimana tingkat densitas
(kepadatan matriks dan mineral) tulang lebih rendah dari massa tulang
tertinggi (peak bone mass) dan tidak terlalu parah dibandingkan
dengan osteoporosis (WebMD, 2006). Walaupun tidak terlalu parah,
kondisi ini harus menjadi diperhatikan karena jika kondisi ini
dibiarkan makan akan mengarah ke osteoporosis dimana tulang akan
menjadi rapuh dan mudah patah sehingga penderita tidak bebas
bergerak, tinggi badan berkurang bahkan akan menjadi resiko
kematian dini. Osteopenia merupakan deteksi awal untuk mencegah
14
Osteopenia merupakan kondisi kepadatan tulang yang kurang atau
hilangnya massa tulang. Kondisi tersebut dipicu oleh kurangnya
konsumsi kalsium, kurang gerak, dan terkena sinar matahari; kebiasaan
mengkonsumsi minuman berkafein; serta penggunaan obat-obatan
yang mengandung kortikosteroid (Hasye, 2008)
2. Faktor Resiko terjadinya Osteopenia a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan karakteristik biologik yang
dikenali dari penampilan fisik, yaitu laki-laki dan perempuan.
Osteoporosis lebih sering terjadi pada wanita sekitar 80% daripada
laki-laki 20%. Hal ini terjadi karena laki-laki mempunyai tubuh
yang lebih besar, tulang yang lebih padat dari wanita. Dengan kata
lain wanita mempunyai masa tulang yang lebih rendah karena
mengalami menopause, sehingga terjadi penurunan hormon
estrogen yang menyebabkan aktivitas sel osteoblas menurun
sedangkan osteoklas meningkat, maka wanita lebih cepat
mengalami kehilangan masa tulang (Krinke, 2005).
b. IMT
Masa tulang akan lebih besar pada orang yang berbadan
besar dibandingkan orang yang berbadan kurus dan kecil
(Compston, 2002). Kondisi ini disebabkan karena tulang akan giat
membentuk sel apabila ditekan oleh bobot yang berat. Posisi tulang
membentuk masa pada area tersebut, terutama pada daerah panggul
dan pinggul. Jika bobot tubuh ringan, maka masa tulang cenderung
kurang terbentuk sempurna (Zaviera, 2008).
IMT terkait dengan berat badan (BB). Menurut Halimah
(2007), menyatakan bahwa BB yang kurang mengakibatkan
kurangnya beban mekanik yang dapat merangsang meningkatkan
DMT melalui gaya gravitasi, sedangkan berat badan yang lebih
(obesitas) akan lebih meningkatkan DMT. Perempuan gemuk
mempunyai jaringan lemak (adiposa) yang menyimpan hormon
androgen dan kemudian diubah menjadi estrogen. Makin banyak
jaringan lemak yang dimiliki perempuan, makin banyak hormon
estrogen yang dapat diproduksi (Lane, 2003).
Cara untuk menghitung IMT.
IMT= Berat Badan (BB dalam kg)
Tinggi Badan2 (TB dalam m)
IMT yang dikatakan kurus apabila < 18,4. IMT 18,5 sampai 25
dikatakan normal. Gemuk adalah apabila IMT antara 25,1 sampai
16
Tabel 2.1. Batas Ambang IMT untuk Indonesia
KEADAAN KATEGORI IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17- 18,4
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan ringan 25,1- 27,0
Kelebihan berat badan berat >27,0
Sumber: Depkes, 2002
c. Gaya Hidup 1) Aktivitas Fisik
Aktivitas yang dilakukan setiap orang berbeda-beda.
Dengan aktivitas fisik, berarti otot tubuh bergerak dan
menghasilkan energi. Pertumbuhan dan perkembangan tulang
dipengaruhi gerakan badan dan istirahat. Latihan fisik
meningkatkan suplai darah ke otot dan tulang. Kerena darah
membawa zat-zat pembangun, maka latihan fisik akan
meningkatkan pertumbuhan (Watson, 2002). Seseorang yang
jarang melakukan aktivitas fisik akan mengakibatkan turunnya
masa tulang dan dengan bertambahnya usia terutama pada usia
lanjut, otot pun akan menjadi lemah sehingga akan berpeluang
untuk timbulnya patah tulang (Compston, 2003).
Olahraga baik bagi tulang maupun aspek kesehatan lain.
Tidak bergerak sama sekali mempercepat penurunan masa
tulang, sementara olahraga menahan beban tubuh bisa
memperlambat penurunan masa tulang akibat usia serta
meningkatkan kesehatan secara umum, sehingga megurangi
risiko jatuh. Olahraga membantu memperkuat tulang
(Wardlaw, 2002).
Melompat-lompat atau bermain lompat tali bisa
meningkatkan masa tulang pinggul wanita, sementara berjalan
cepat sekitar 30 menit yang dilakukan tiga sampai empat kali
dalam seminggu bisa mengurangi penurunan masa tulang
belakang dan tulang pinggul (Compston, 2002).
Wanita yang malas bergerak atau berolahraga akan
terhambat proses osteoblasnya. Selain itu, kepadatan masa
tulang akan berkurang. Semakin banyak bergerak dan olahraga,
maka otot akan memacu tulang untuk membentuk masa
(Zaviera, 2008). Menurut Muhial dkk (2004), aktivitas fisik
dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu aktivitas
ringan, aktivitas sedang dan aktivitas berat.
2) Status Merokok
Merokok dan minum minuman beralkohol sangat
merugikan dalam kaitannya dengan osteoporosis. Penelitian
menunjukan merokok mempercepat kehilangan tulang serta
turut andil dalam berkurangnya kemampuan penyerapan
kalsium (Nasir, 2008).
Suatu studi analisis dari 48 penelitian memperlihatkan
18
tinggi risikonya untuk fraktur (Zaviera, 2008). Perokok baik
laki-laki maupun perempuan memiliki risiko fraktur tulang satu
hingga dua kali lebih besar daripada bukan perokok
(Permatasari, 2008). Bukti nyata efek merokok dalam
penurunan DMT yaitu satu diantara delapan kejadian fraktur
tulang pinggul terjadi akibat merokok. Perokok kehilangan
tulang lebih cepat dibandingkan yang tidak merokok
(Law,1997)
d. Asupan 1) Kalsium
Zat kapur, kalk atau kalsium adalah mineral terbanyak
dalam tubuh. Dalam tubuh dewasa terdapat sekitar 1200 gram
(300 mmol) kasium, dimana sebanyak 99% berada dalam
tulang dan gigi, 1% terdapat dalam darah, cairan ekstra seluler,
otot dan jaringan lain (Tee,2005). Kalsium yang diserap dari
makanan hanya sebesar 25% (Wardlaw, 2002).
Diperkirakan 80-90% kandungan mineral tulang terdiri dari
kalsium dan fosfor sehingga diyakini kalsium memegang
peranan penting dalam terjadinya osteoporosis. Kalsium yang
beredar dalam darah mejadi patokan keseimbangan kadar
kalsium diseluruh tubuh. Keseimbangan dan kestabilan dalam
darah normal, maka mineralisasi dan demineralisasi
Tingginya asupan kalsium tidak bersifat toksik pada
individu yang sehat karena mekanisme homeostasis tubuh
mengontrol kandungan yang diserap melalui makanan dan
yang diekskresikan melalui urin. Namun, The Committee On
medical Aspect of Food Policy menggunakan dosis
peningkatan asupan kalsium pada orang yang berisiko terkena
[image:38.595.131.538.76.478.2]osteoporosis harus dilakukan dengan hati-hati (Barker, 2002)
Tabel 2.2 AKG Kalsium di Indonesia
Umur (tahun) Pria (mg) Wanita (mg) 10- 18 19- 29 30- 49 50- 64 >65 1000 800 800 800 800 1000 800 800 800 800 Sumber: Depkes, 2005
2) Vitamin D
Vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang, yaitu
membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar
kalsium dan fosfor tersedia dalam darah untuk diendapkan pada
proses pengerasan tulang (Almatsier, 2002). Vitamin D
meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus sehingga cukup
tersedia kalsium untuk tulang, yang mengandung 99% kalsium
tubuh.
Pada orang yang cukup mengkonsumsi vitamin D, rata-rata
penyerapan kalsium di usus yaitu 30%. Pada saat pertumbuhan,
20
80%. Namun, tanpa vitamin D, maka penyerapan kalsium pada
usus tidak lebih dari 10-15%. Defisiensi vitamin D pada orang
dewasa dapat menyebabkan hyerparathyroidism sekunder
[image:39.595.130.536.80.511.2](penyebab osteoporosis) (Holick, 2004)
Tabel 2.3. AKG Vitamin D di Indonesia
Sumber: Depkes, 2005
3) Vitamin C
Vitamin C berfungsi untuk pembentukan tulang, dimana
dapat membantu absorbsi kalsium dengan menjaga agar
kalsium berada dalam bentuk larutan, dalam membantu
pertumbuhan osteoblas. Fungsi vitamin C yang lain yaitu
berperan dalam berbagai reaksi hidrolisis yang dibutuhkan
untuk sintesis kolagen, karnitin dan seronin. Kolagen
merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas
struktur sel disemua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan
dan matriks tulang. Jadi vitamin C dapat membantu
pembentukan tulang dan berperan dalam terjadinya fraktur
(Almatsier, 2002 dan Wolf, 2005). Asupan vitamin C
berpengaruh terhadap DMT sebagai radikal bebas yang dapat
mengurangi efek dari stres oksidatif yang kemungkinan Umur (tahun) Pria (µg) Wanita (µg)
berhubungan dengan bone loss, dengan mencegah resopsi
[image:40.595.129.537.69.484.2]tulang (Wolf, 2005).
Tabel 2.4. AKG Vitamin C di Indonesia
Umur (tahun) Pria (mg) Wanita (mg) 16- 18
19- 29 30- 49 50- 64 >65
90 90 90 90 90
75 75 75 75 75 Sumber: Depkes, 2005
4) Fosfor
Fosfor merupakan mineral kedua yang banyak berperan
dalam tubuh. Kalsium dan fosfor menjadi komponen dalam
tulang. Akan tetapi, jika jumlah fosfor lebih besar daripada
kalsium akan menyebabkan berkurangnya masa tulang. Karena
pada makanan sumber fosfor dapat meningkatkan hormon
paratiroid yang dapat memicu pengeluaran kalsium melalui
urin, sehingga masa tulang pun akan berkurang (Barker, 2002).
5) Protein
Terjadinya osteoporosis juga disebabkan oleh asupan
protein yang berlebih. Karena protein dapat menghasilkan asam
jika diuraikan dalam tubuh. Sehingga asam tersebut ditahan
oleh tulang dan terjadilah pelepasan kalsium melalui urin. Ada
studi mengatakan adanya peningkatan asupan protein
22
sebanyak 1 gram dapat meningkatkan pengeluaran kalsium
[image:41.595.133.537.82.485.2]lewat urin sebanyak 1 mg (Dawson, 2006).
Tabel 2.5. AKG protein di Indonesia
Umur (tahun) Pria (g) Wanita (g) 16-18
19-29 30-49 50-64 >65
65 60 60 60 60
50 50 50 50 50 Sumber: Depkes, 2005
6) Konsumsi Obat
Mengkonsumsi obat- obatan tertentu dengan frekuensi
sering seperti kortikosteroid, akan mempunyai peluang untuk
terkena osteoporosis lebih besar. Karena mengkonsumsi obat
tersebut dalam jumlah yang tinggi atau sering, akan
menghambat kerja pembentukan tulang dan dapat menurunkan
masa tulang (Putri, 2009)
3. Alat Untuk Mengukur Osteopenia
Nilai dari pengukuran masa tulang disebut densitas mineral tulang.
Densitas mineral tulang dapat diukur melalui beberapa cara dengan
output yang diperoleh disebut dengan T-score dan Z-score. Adapun
alat yang dipergunakan untuk mengetahui seseorang mengalami
a. Densitometri DEXA (Dual Energy X-Ray Absorptimetry) Dari semua teknik pemeriksaan densitas tulang dual energy
x-ray absorptimetry adalah cara yang paling akurat.
Pemeriksaan ini aman tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan
dalam waktu 5-15 menit (Tandra, 2009).
Keuntungan metode ini mengukur masa tulang di pinggul,
pergelangan tangan, tulang belakang, atau seluruh rangka dan
sering disebut scan tulang. Nilai masa tulang yang didapat dari
pengukuran ini disebut kerapatan mineral tulang (BMD= Bone
Mineral Density). Walaupun menggunakan sinar-X, namun
tingkat radiasinya sangat kecil (New, 2003). Akan tetapi alat
ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan koreksi
berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya
menghitung 2 dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika pada saat
seseorang melakukan pengukuran dalam posisi yang tidak
benar, maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut.
(Cosman, 2009)
Hasil dari DEXA dapat dinyatakan dengan T-Score, yang
dinilai dengan melihat perbedaan BMD dari hasil pengukuran
nilai rata-rata BMD puncak (Tandra, 2009). Kriteria WHO
untuk menentukan berat ringannya keropos tulang, organisasi
kesehatan dunia memberlakukan kriteria yang sudah diterima
oleh seluruh dunia. Bila T-Score sama dengan atau lebih rendah
24
dinamakan osteopenia atau massa tulang yang rendah. T-Score
diantara -1 sampai +1 dikatakan BMD yang normal. Orang
dengan T-Score dibawah -2,5 yang disertai dengan fraktur
karena osteoporosis dikategorikan dalam osteoporosis yang
berat (Severe or establised osteoporosis) (Tandra, 2009).
b. Quantitative Ultrasound (QUS)
Ultrasound mengukur kecepatan suara, berbeda dengan
pengukuran sebelumnya yang menggunakan sinar-X. Adanya
elastisitas tulang terbukti dengan adanya kecepatan tembus
gelombang dan kekuatan tulang. Pemeriksaan dilakukan pada
tulang tumit (calccaneus), tibia dan jari tangan. Keuntungan
alat pengukur ini adalah murah dan dapat dibawa
kemana-mana, hanya saja tidak dapat mengetahui lokalisasi tepat
osteoporosis (Suherman & Tobing, 2006).
Pengukuran dengan QUS ini memiliki kelemahan dalam
analisa karena yang diukur adalah bagian tumit karena
perubahan kepadatan tulang tumit lebih lambat dibandingkan
tulang belakang atau pinggul. Jadi, dapat saja terjadi kasus
kepadatan tulang tumitnya normal, namun bagian pusat seperti
tulang belakang atau pinggul tidak normal (Zaviera, 2008).
Pemeriksaan ultrasound dapat memprediksi risiko fraktur dan
dapat dilakukan sebagai skrining seseorang mengalami
osteoporosis yang kemudian bisa dilanjutkan dengan
c. Quantitative Computed Tomography (QCT)
QCT merupakan salah satu metode yang dipakai untuk
mengukur mineral tulang. Sebagian besar alat ini dapat
mengukur densitas mineral tulang di daerah lain. QCT
memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat mengukur DMT
belakang di ruas tulang belakang, tempat patah tulang biasanya
terjadi. Kekurangannya yaitu metode ini menggunakan radiasi
yang sangat tinggi, sehingga penggunaannya tidak begitu
direkomendasikan (Cosman, 2009).
C. Penelitian Terkait
Beberapa penelitian terkait aktivitas fisik dan indeks masa tubuh dengan
kejadian osteopenia adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dian (2012), menunjukan bahwa
21,7% responden memiliki DMT tidak normal dan terdapat hubungan
yang signifikan (nilai p< 0,05) antara IMT dengan DMT tidak normal,
dan ada perbedaan rata-rata antara pengetahuan dan kebiasaan
konsumsi kopi dengan DMT normal dan DMT tidak normal.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Kim (2013), menunjukan bahwa
aktivitas masa lalu selama masih remaja (p= 0,002) menunjukan efek
positif pada kandungan mineral tulang. Dalam model multivariat,
aktivitas fisik masa lalu (≥1 kali perminggu) memiliki efek
26
3. Penelitian yang dilakukan oleh Novriyana (2011), menunjukan bahwa
terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kepadatan tulang,
dengan nilai r= 0,451, p= 0,00. Aktivitas fisik yang tinggi dapat
meningkatkan kepadatan tulang.
Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan ada hubungan aktivitas
fisik dengan osteopenia, hal ini dapat dilihat dari penelitian nomor 2 dan
nomor 3. Sedangkan antara IMT dengan osteopenia juga terdapat
D. Kerangka Teori
Akan membentuk
mempengaruhi
Akan terjadi
[image:46.595.127.568.65.695.2]Dampaknya
Gambar 2.1. Model Kerangka Teori modifikasi ( Cosman, 2009; Compston, 2002; Fox & Brown, 2007; Ganong, 2008; Setyohadi, 2010; Tandra, 2009; Zaviera,
2008)
Tulang
Sel Tulang terdiri dari:
- Osteosit - Osteoblas - Osteoklas
Remodeling Tulang normal:
Tulang yang sudah rusak akan diidentifikasi oleh sel osteosit, kemudian terjadi
penyerapan kembali yang dilakukan oleh osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam. Dengan demikian, tulang yang sudah diserap
osteoklas akan dibentuk bagian tulang yang baru yang dilakukan oleh osteoblas setelah sel osteoklas hilang.
FAKTOR RISIKO:
1. Usia
2. Jenis kelamin 3. Gaya hidup 4. IMT
5. Asupan makanan
Remodeling Tulang Abnormal: Peningkatan kerja osteoklas dan penurunan kerja osteoblas
Penurunan kepadatan tulang (OSTEOPENIA)
28
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, variabel bebas (independen) yang ingin diketahui
yakni IMT dan aktivitas fisik, sedangkan variabel terikat (dependen) yang
[image:47.595.129.536.60.710.2]akan diteliti yaitu osteopenia.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Indepanden
Aktivitas Fisik
O S T E O P E N I A
IMT
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operational
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Dependen: Osteopenia Suatu kondisi terjadinya penurunan kepadatan massa tulang dari keadaan normal. Pengukuran densitas (kepadatan) tulang. Bone Densitometry QUS.
1. 1. Normal= T score >-1 2. Osteopenia= T score
-1 sampai -2,5
(WHO, 2003) Ordinal Independen : Indeks Massa Tubuh (IMT)
Alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan . berdasarkan perbandingan antara berat badan dalam kilogram (kg) dan tinggi badan dalam m2 .
Pengukur berat badan (kg) dan tinggi badan (m).
-Berat badan diukur dengan timbangan berat badan digital (Secca)
-Tinggi badan diukur dengan tinggi badan dgital (Secca).
Kategori
1. Kurus : 17,0 - 18,4 kg/m2
2. Normal : 18,5 - 25,0 kg/m2
3. Gemuk : 25,1- 27,0 kg/m2 (Depkes, 2002) Ordinal Independen : Aktivitas fisik Suatu kegiatan sehari yang dapat menghasilkan energi dan melakukan secara terencana terstruktur dan terprogram dengan tujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.
Kuisioner Kuisioner aktivitas fisik.
Kuesioner ini terdiri dari 18 item
pertanyaan.
Kategori:
1. Rendah, jika: Skor < 29 2. Sedang, jika:
Skor 29 ≤ Skor ≤ 38
3. Tinggi, jika: Skor > 38
30
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesis penelitian
yang muncul adalah:
1. Ada Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Osteopenia pada
Mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ada Hubungan IMT dengan Kejadian Osteopenia pada Mahasiswi
31
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif, desain penelitian yang
direncanakan adalah penelitian dengan rancangan penelitian cross
sectional. Penelitian cross sectional meneliti suatu kejadian pada titik
waktu dimana variabel dependen dan independen diteliti sekaligus pada
saat yang sama (Nursalam, 2009).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2014 di
gedung FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tepatnya pada mahasiswi
PSIK semester 6 dan semester 8. Alasan peneliti memilih FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta karena letaknya yang terjangkau, kemudahan
dalam birokrasi, dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai
hubungan aktivitas fisik dan IMT dengan kejadian osteopenia pada
mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah
32
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua mahasiswi semester 6 dan 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan jumlah 85 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi, atau sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi
yang diteliti. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik simple random sampling, yaitu teknik sampling dengan cara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota
populasi(Hidayat, 2007). Pengambilannya menggunakan kocokan
sesuai dengan nomor urut yang ada di absen. Sampel dalam penelitian
ini adalah mahasiswi PSIK semester 6 dan semester 8 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Jenis kelamin perempuan.
b. Berusia minimal 20 tahun.
c. Bersedia menjadi sampel dan mempunyai waktu untuk mengisi
kuesioner, mengukur IMT serta melakukan pengecekan kepadatan
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sesuai dengan ketentuan rumus besar sampel yang sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu rumus sampelUji beda dua proporsi.
Keterangan:
n= besar sampel yang diharapkan
Z1-α/2= tingkat kemaknaan pada α= 5% (z score= 1,96)
Z1-β= kekuatan uji pada β= 80% (z score= 0,84)
P= (P1+P2)/2
P1= proporsi kebiasaan olahraga kurang dengan DMT
tidak normal, sebesar 73,1% (Trihapsari, 2009)
P2= proporsi kebiasaan olahraga cukup dengan DMT
tidak normal, sebesar 39% (Trihapsari, 2009)
Maka besar sampel yang dihasilkan adalah:
n= √ +0.8√ 2
(0.731 – 0.39)2
= √ + 0.84√ 2
(0.341)2
= √ + 0.84√ 2
34
= {1.376 + 0.553 2
0.116
= 3.721 = 32,1
0.116
Karena menggunakan rumus uji beda proporsi. Maka hasil dikali dua:
32.1x 2 = 64,2= 64 orang.
Untuk menghindari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai
cadangan maka peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah: 64+6= 70 responden. Pada saat penelitian, ada 2
orang yang tidak dapat mengikuti penelitian dikarenakan sakit. Sehingga
didapatkan actual subject yang mengikuti penelitian sebanyak 68 orang.
D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data
a. Pengambilan Data Kepadatan Tulang
Untuk pengukuran densitas mineral tulang peneliti bekerja
sama dengan puhak Anlene untuk peminjaman alat pengukuran
kepadatan tulang yang nantinya alat tersebut akan dibawa ke
gedung FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada saat perizinan
peneliti hanya menghubungi petugas yang bertanggung jawab
dengan alat tersebut.
Pengukuran kepadatan mineral tulang dengan metode
Electric) dengan keakuratan 98% sama dengan alat DEXA .
Pengukuran dilakukan pada tulang calcaneus (tumit) sebalah kanan
sampel selama kurang lebih 1 menit. Nilai t-score -1 sampai -2,5
SD menunjukan osteopenia.
b. Pengambilan Data IMT
Data IMT, yang diambil terdiri dari berat badan (kg) dan
tinggi badan (cm). Penimbangan berat badan (BB) dan tinggi
badan dengan menggunakan secca. Untuk mengukur berat badan,
pakaian sampel seminimal mungkin. Pada saat pengukuran tinggi
badan, sampel harus dalam posisi berdiri tegak, dan alat ukur harus
berada pada bidang datar, agar tidak mempengaruhi nilai pada saat
pengukuran. Hasil dari pengukuran nantinya akan di perhitungkan
dengan perhitungan BB(kg)/TB(m)2.
c. Pengambilan Data Aktivitas Fisik
Untuk memperoleh informasi tentang aktivitas fisik,
peneliti menggunakan instrumen kuesioner tentang data demografi
dan data aktivitas fisik yang di adopsi dari Baecke Questionnaire.
Kuesioner tentang data demografi berisi tentang inisial responden,
umur, semester dan nomor HP. Sedangkan aktivitas fisik akan
menunjukan hasil aktivitas ringan, aktivitas sedang dan aktivitas
berat. Baecke Questionnaire ini terbagi menjadi 3 domain yaitu
aktivitas sehari-hari, aktivitas olahraga dan aktivitas waktu
senggang. Dimana kuesioner ini telah di modif oleh peneliti dan
36
terdiri dari 22 pertanyaan, yaitu nomor 1, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan
nomor 21 merupakan pertanyaan untuk aktivitas sehari-hari; nomor
2, 3, 4, 11, 15, 16, 17, 18, 19, dan nomor 22 merupakan pertanyaan
untuk olahraga; nomor 12, 13, 14, dan nomor 20 merupakan
aktivitas waktu senggang. Untuk penilaian jawaban dari masing-
masing pertanyaan:
Untuk jawaban nomor 1:
Jika jawaban a = 1
Jika jawaban b = 3
Jika jawaban c = 5
Untuk jawaban nomor 2:
Jika jawaban ya=
Skor olahraga(nomor 3,4,16,17,18,19) ≥ 12 = 5
Skor olahraga (nomor 3,4,16,17,18,19) 8 - <12 = 4
Skor olahraga (nomor 3,4,16,17,18,19) 4 - <8= 3
Skor olahraga (nomor 3,4,16,17,18,19) 0,01 - 4 = 2
Skor olahraga (nomor 3,4,16,17,18,19) 0 = 1 Jika jawaban tidak = 1
Untuk jawaban nomor 3 dan nomor 4:
Jika jawaban a = 0,76
Jika jawaban b = 1,26
Jika jawaban c = 1,76
Untuk jawaban nomor 5 sampai nomor 15:
Jarang = 2
Kadang- kadang = 3
Sering = 4
Selalu = 5
Untuk jawaban nomor 16 dan 17:
< 1 jam = 0,5
1-2 jam = 1,5
2-3 jam = 2,5
3-4 jam = 3,5
> 4 jam = 4,5
Untuk jawaban nomor 18 dan 19:
<1 bulan = 0,04
1-3 bulan = 0,17
4-6 bulan = 0,42
7-9 bulan = 0,67
>9 bulan = 0,92
Untuk jawabam nomor 20:
5 menit = 1
5 – 15 menit = 2
15 – 30 menit = 3
30 - 45 menit = 4
> 45 menit = 5
Untuk jawaban nomor 21 dan 22:
38
Lebih berat = 4
Sama berat = 3
Lebih ringan = 2
Lebih sangat ringan = 1
Interpretasi skor yang digunakan pada instrumen ini dengan
menggunakan kuartil yang ada pada SPSS dengan menggolongkan
subjek dalam kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah.
2. Instrumen Pengumpulan data
Berikut merupakan instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian:
a. GE (General Electric)
GE (General Electric) digunakan untuk mengukur kepadatan tulang
responden selama kurang lebih 1 menit.
b. Meteran Tinggi Badan
Meteran adalah alat untuk mengukur tinggi badan dalam satuan
sentimeter (cm). Alat ukur tinggi badan menggunakan secca.
c. Timbangan Berat Badan
Timbangan berat badan adalah alat untuk mengukur berat badan
dengan satuan kilogram (kg). Alat ukur berat badan menggunakan
secca.
d. Baecke Questionnaire
Baecke Questionnaire adalah kuesioner yang digunakan untuk melihat
pertanyaan dengan skor maksimal 74,36 dan skor minimal 14,60.
Peneliti menggunakan 3 kategori dalam menginterpretasikan hasil dari
kuesioner aktivitas fisik ini, yaitu aktivitas ringan, sedang, dan
aktivitas berat. Pengkategorian ini menggunakan perhitungan kuartil.
Dalam beberapa kasus, peneliti terkadang tidak hanya membagi dalam
dua kelompok tapi juga membaginya menjadi tiga maupun menjadi
empat kategori. Pada kondisi seperti ini, tidak lagi menggunakan
median sebagai pemisah melainkan kuartil (Nawari, 2007)
E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 1. Hasil Uji Validitas
Validitas menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah
instrumen dikatakan valid jika instrumen itu mampu megukur apa- apa
yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu(Setiadi,
2007). Perhitungan dilakukan dengan rumus korelasi Pearson Product
Moment yang rumusnya adalah
Keterangan:
r= koefisien korelasi
N= jumlah responden
X= skor tiap item pertanyaan
40
Pada penelitian ini, uji coba instrumen dilakukan pada tanggal
13-20 Mei tahun 13-2014. Uji coba ini dilakukan terhadap 60 orang mahasiswi
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berumur ≥20 tahun keatas
dan berjenis kelamin perempuan. Lokasi uji validitas instrumen dilakukan
di FKIK UIN Syarif Hidayatullah sama dengan lokasi penelitian, sehingga
peneliti mengidentifikasi responden yang telah diteliti dalam uji coba
instrumen tidak termasuk responden dalam penelitian.
Ketentuan kevalidan instrumen apabila r hitung > 0,3. Hasil uji
validitas untuk pertanyaan nomor 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 21,
22 terdapat 4 pertanyaan yang tidak valid, yaitu nomor 5, 6, 8, dan 12,
sehingga item-item ini tidak dapat digunakan. Pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4,
16, 17, 18, 19, 20 tidak di uji valid karena seharusnya pertanyaan tersebut
dilihat menggunakan observasi. Hasil setelah yang di uji valid dan
pertanyaan yang diobservasi digunakan dalam pengambilan data aktivitas
fisik sebanyak 18 item pertanyaan.
2. Hasil Uji Reliabilitas
Setelah mengukur validitas, peneliti perlu mengukur reliabilitas
data, apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Reliabilitas instrumen
adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilakukan oleh
orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007).
rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan
nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2008).
Pada penelitian ini, saat pertama kali diuji menghasilkan α= 0,447.
Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas yang kedua tanpa menggunakan
item 5, 6, 8, dan 12 menghasilkan nilai α =0,657. Karena Alpha Cronbach
> 0,60, maka instrumen ini dianggap reliabel, dapat dipercaya, dan
diandalkan.
F. Tahap Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan bulan Mei tahun 2014. Data yang
dihimpun dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan
menggunakan kuesioner. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam
pengambilan data dalam penelitian ini, yaitu:
1. Peneliti menentukan subjek penelitian, maksud dan tujuan penelitian.
Peneliti menghubungi pihak Anlene untuk meminjam alat kepadatan
tulang yang akan dilakukan di gedung FKIK UIN Syarif Jakarta.
2. Bekerjasama dengan BEM FKIK untuk peminjaman laboratorium
keperawatan.
3. Setelah pihak Anlene menyetujui, pihak Anlene datang ke kampus
untuk melakukan pengukuran DMT dangan alat Bone Densitometry
(Achilles Insigth).
4. Setelah mengecek tulang, responden langsung diukur BB dan TB
42
5. Setelah itu peneliti menyebarkan kuesioner untuk menilai aktifitas
fisik. serta memberikan lembar inform consent dan memberikan
penjelasan tentang cara pengisian kuesioner.
6. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengecekan apakah data
yang terkumpul sudah lengkap atau belum. Setelah lengkap, data
diberi kode pada masing-masing pernyataan untuk mempermudah saat
analisis data. Langkah selanjutnya adalah memproses data, pemrosesan
data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke program
aplikasi statistik. Langkah yang terakhir yaitu pengecekan kembali
data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak.
G. Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek sehingga tidak
boleh bertentangan dengan etik (Setiadi, 2007). Menurut Hidayat (2007)
dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi subjek
penelitian adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar
manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya,
sehingga penelitian yang dilakukan benar-benar menunjung tinggi
kebebasan manusia. Beberapa prinsip penelitan pada manusia yang harus
dipahami antara lain:
1. Prinsip Manfaat
Dengan berprinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk
penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
membebaskan, tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan pada
manusia, tidak menjadikan manusia untuk dieksploitasi.
2. Prinsip Menghormati Manusia
Manusia memiliki hak dan merupakan makhluk yang mulia harus
dihormat, karena manusia berhak untuk menentukan pilihan antara
mau dan tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini dilakukan untuk menunjang tinggi keadilan manusia
dengan menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak
menjaga privasi manusia, dan tidak berpihak dalam perlakuan
terhadap manusia.