• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Makan Dengan Metabolic Syndrome Dan Gambaran Aktivitas fisik Anggots Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Makan Dengan Metabolic Syndrome Dan Gambaran Aktivitas fisik Anggots Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2013"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN

METABOLIC SYNDROME

DAN GAMBARAN AKTIVITAS FISIK

ANGGOTA KLUB SENAM JANTUNG SEHAT KAMPUS II

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun oleh :

MUHAMMAD FAHAD

109101000083

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)

Skripsi, Maret 2013

Muhammad Fahad, NIM : 109101000083

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN METABOLIC SYNDROME DAN GAMBARAN AKTIVITAS FISIK ANGGOTA KLUB SENAM JANTUNG SEHAT KAMPUS II UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2013

xvi + 108 halaman, 27 tabel, 3 bagan, 5 lampiran

Abstrak

Metabolic syndrome merupakan sekumpulan faktor risiko yang mengarah kepada penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Metabolic syndrome diantaranya dipengaruhi oleh pola makan dan aktivitas fisik. Pola makan tinggi kolesterol dapat menaikkan kadar kolesterol total > 200mg/dL, yang berdampak pada risiko metabolic syndrome, sedangkan aktivitas fisik rutin dapat mencegah metabolic syndrome. Penelitian sebelumnya menyebutkan, pada tahun 2005, 50 % Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah memiliki kadar kolesterol total > 200 mg/dl, sehingga diduga jumlah kasus metabolic syndrome cukup tinggi pada popolasi ini, padahal mereka melakukan senam rutin 3 kali seminggu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pola makan dengan metabolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah.

Jenis penelitian ini adalah penelitian epidemiologi analisis observasi dengan desain

cross sectional study. Metode sampling yang digunakan adalah simple random sampling

dengan jumlah sampel 40 orang. Data dianalisis menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian ini menunjukan 52,5% responden menderita metabolic syndrome,

dengan kelompok komponen risiko yang dominan yaitu obesitas abdominal, resistensi insulin dan hipertensi. Tidak ditemukan responden dengan aktivitas fisik dan asupan karbohidrat berisiko, tetapi ditemukan variabel lain yang berisiko, yaitu asupan kalori sejumlah 17,5 % responden, asupan protein sejumlah 35 % responden dan asupan lemak sejumlah 40 % responden. Hasil uji chi square menunjukan asupan kalori dan asupan lemak berhubungan dengan metabolic syndrome, dengan p value 0,009 dan 0,008.

Simpulan dari penelitian ini adalah pola makan berdasarkan asupan kalori dan asupan lemak berhubungan dengan kejadian metabolic syndrome, sehingga disarankan bagi Anggota Klub Senam untuk memperbaiki pola makannya, namun tetap memelihara dan meningkatkan aktivitas fisiknya.

(4)

Undergraduate Thesis, May 2013

Muhammad Fahad, NIM : 109101000083

The Relationship of Diet with Metabolic Syndrome and Physical Activity Description of Healthy Heart Gymnastic Club Members of Kampus II UIN Syarif Hidayatullah in 2013

xvi + 108 pages, 27 tabels, 3 diagrams, 5 attachments

Abstract

Metabolic syndrome is a complex of interrelated risk factors for cardiovascular disease (CVD) and diabetes. Metabolic syndrome, of wich, are influenced by diet and physical activity. A high cholesterol diet can rise total cholesterol levels > 200mg/dL, wich have an impact on the risk of metabolic syndrome, while regular physical activity can prevent metabolic syndrome. Previous studies mentioned, in 2005, 50% Healthy Heart Gymnastics Club Members of Kampus II UIN Syarif Hidayatullah had total cholesterol levels> 200 mg / dl, so the number of suspected cases of metabolic syndrome is high in this popolasi, whereas they do routine gymnastics 3 times a week. Therefore, this study aims to determine the relationship of diet with metabolic syndrome and physical activity description of Healty Heart Gymnastics Club Members of Kampus II UIN Syarif Hidayatullah.

This study is observational analytical epidemiological studies, that use cross sectional study design. The sampling metode used was simple random sampling with a sampel of 40 people. Data were analyzed using chi square test.

The results of this study showed 52.5% of respondents suffer metabolic syndrome, with a group dominant risk component are abdominal obesity, insulin resistance and hypertension. It’s not found respondents with physical activity and carbohydrates intake at risk, but it’s found other variables at risk, those are calorie intake as much as 17.5% of respondents, total protein intake as much as 35% of respondents and fat intake as much as 40% of respondents. Chi square test results showed calorie intake and fat intake associated with metabolic syndrome, with p value 0.009 and 0.008.

The conclusions of this study is a diet based on calorie intake and fat intake is associated with the incidence of metabolic syndrome, so it is advisable for the Gymnastics Club Members to improve their diet, while maintaining and increasing their physical activity.

(5)
(6)
(7)

Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT karena atas sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya, penulis diberi kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan segala aktivitas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Usawatun Hasanah sepanjang zaman,

Nabi Muhammad SAW juga kepada para keluarganya, para shahabatnya, para tabi’ut

-tabi’innya dan kepada para pengikutnya yang senantiasa dalam kebaikan hingga akhir

zaman.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Rosyad Nurdin dan Eulis Farida yang telah

berikhtiar, sabar, dan tawakal dalam mendidik anaknya dan memberi dukungan serta selalu mendoakan penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan kesehatan.

3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus Staf Dosen yang telah dengan sabar mendidik dan mengajarkan ilmu dan pengetahuan yang berguna bagi masa depan penulis..

(8)

terhadap penyelesaian skripsi ini

6. Rekan-rekan seperjuangan Kesehatan Masyarakat angkatan 2009, khususnya rekan-rekan peminatan Gizi 2009 yang telah bersama-sama menuntut ilmu, berdiskusi, memberi dukungan dan masukan terhadap penulisan ini.

7. Rekan-rekan Badan Eksekutif Mahasiwa FKIK periode 2012-2013 yang telah memberikan dukungannya terhadap penulis untuk menyelesaikan ini disela-sela berjalannya program kerja dan kegiatan.

8. Nadia tahsinia yang telah mendukung dan mendampingi penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

Semoga ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan, bimbingan dan petunjuk yang telah disampaikan serta dukungan yang telah diberikan dari berbagai pihak terhadap penulis mendapatkan ganjaran pahala dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini.

Tangerang Selatan, Mei 2013

(9)

Nama

: Muhammad Fahad

TTL

: Bandung, 14 Maret 1991

Alamat

: Jl. Ciganitri No. 39 001/002 Bojong Soang Bandung Telp/HP : 0857-23866701

Jenis kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Email : muhfahad.fahad@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan

2009-Sekarang : Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

2006-2009 : MA Persis Tarogong Garut 2003-2006 : Mts Persis Tarogong Garut 1997-2003 : SDN Jakapurwa I Bandung

C. Prestasi dan Penghargaan

2009-2013 : Peraih Beasiswa Penuh Program Sarjana - Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementrian Agama Republik Indonesia.

2011 : Mahasiswa terfavorit Program Studi Kesehatan Masyarakat pada acara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Awards UIN Syarif Hidayatullah tahun 2011.

D. Pengalaman Kerja

2011 dan 2012 : Ketua Praktek Belajar Lapangan (PBL) I dan II di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur.

(10)

dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta

2012 : Ketua Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta

2010- 2011 : Wakil Ketua Komisariat Dakwah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta

2010-2011 : Staf Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta

2009-2011 : Anggota Muda Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Arkadia UIN Syaif Hidayatullah Jakarta

F. Pengalaman Kepanitiaan

2011 : Ketua Umum the 7th FKIK Anniversary (Rangkaian acara berlangsung 1 semester).

G. Seminar dan Pelatihan

2011 : Workshop Disaster Management 2011 : Pelatihan Gizi Kedaruratan

2012 : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X

H. Kemampuan Berbahasa Asing

1. Bahasa Inggris (Oral dan Written)

2. Bahasa Arab (Muhaddatsah dan Kitaabah)

I. Kemampuan Komputer

1. Nutrisurvey 2. Epi data dan SPSS

(11)

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Pertanyaan Penelitian ... 4

1. Pertanyaan Umum ... 4

2. Pertanyaan Khusus ... 4

D. Tujuan Penelitian... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian... 7

1. Manfaat Praktis ... 7

2. Manfaat Akademis... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metabolic Syndrome ... 9

1. Etiologi dan Pathogenesis Metabolic Syndrome ... 10

2. Patofisologi Metabolic Syndrome... 11

(12)

1. Umur ... 16

D. Tingkat Konsumsi dan Angka Kecukupan Gizi ... 45

E. Penilaian Konsumsi Pangan Individu ... 47

1. Metode Food Recall ... 48

2. Metode Food Frequency Questionaire (FFQ) ... 49

F. Pengukuran Aktifitas Fisik Metode International Physical Activity Questionaire (IPAQ) ... 51

G. Kerangka Teori ... 53

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangaka Konsep ... 54

B. Definisi Operasional ... 57

(13)

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 61

D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 63

E. Pengolahan Data ... 69

F. Analisis Data ... 70

BAB V HASIL A. Gambaran Umum Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah ... 71

B. Hasil Analisis Univariat ... 72

C. Hasil Analisi Bivariat ... 82

BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ... 85

B. Kejadian Metabolic Syndrome ... 86

C. Gambaran Pola Makan Karbohidrat ... 89

D. Gambaran Aktivitas Fisik... 91

E. Pola Makan Kalori dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome ... 93

F. Pola Makan Protein dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome ... 95

G. Pola Makan Lemak dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome ... 96

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 100

(14)

Nomor Tabel Halaman

2.1 Kriteria Metabolic Syndrome 9

2.2 Zat Gizi Karbohidrat dan Sumber Pangannya 34 2.3 Zat Gizi Protein dan Sumber Pangannya 38 2.4 Jenis Asam Lemak dan Sumber Pangannya 40 2.5 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Kelompok Usia Dewasa

Pria

46 2.6 Angka Keccukupan Gizi (AKG) Kelompok Usia Dewasa

Wanita

46 2.7 Jenis Aktifitas Fisik Sedang dan Berat 51 3.1 Definisi Operasional Hubungan Pola Makan dan

Aktivitas Fisik Terhadap Metabolic Syndrome

58 4.1 P1 dan P2 Hubungan Pola Makan terhadap Metabolic

Syndrome

62 4.2 P1 dan P2 Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Metabolic

syndrome

62 4.3 Prosedur Pemeriksaan Kadar Kolesterol HDL dalam

Darah

66 4.4 Prosedur Pemeriksaan Kadar Trigliserida dalam Darah 67 5.1 Distibusi Anggota Klub Senam Jantung Sehat

Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

72

5.2 Distribusi Lingkar Perut Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

72 5.3 Distribusi Tekanan Darah Anggota Klub Senam Jantung

Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

73 5.4 Distribusi Kadar Gula Darah Puasa Anggota Klub Senam

Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

74 5.5 Distribusi Kadar Trigliserida Anggota Klub Senam

Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

75 5.6 Distribusi Kadar Kolesterol HDL Anggota Klub Senam

Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

76 5.7 Distribusi Kejadian Metabolic syndrome Anggota Klub

Senam Jantung Sehat UIN Syarif Hidayatullah

76 5.8 Pengelompokan Komponen Metabolic Syndrome 77 5.9 Distribusi Aktifitas Fisik Anggota Klub Senam Jantung

Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

78 5.10 Distribusi Asupan Energi Anggota Klub Senam Jantung

Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

79 5.11 Distribusi Asupan Karbohidrat Anggota Klub Senam

Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

(15)

Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

5.14 Hubungan Asupan Kalori dengan Kejadian Metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

82

5.15 Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

83

5.16 Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah

(16)

Nomor Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Metabolic Syndrome

53 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas

Fisik Terhadap Metabolic Syndrome.

56

(17)

Nomor Lampiran

I Surat-Surat Perizinan II Kuesioner Penelitian

III Output-Output Hasil Penelitian di SPSS

IV Hasil Pengukuran

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) (2013) mengemukakan bahwa Non Communicabable Diseases (NCDs) merupakan tantangan kesehatan terbesar pada abad ke 21 karena membunuh lebih dari 36 juta orang setiap tahunnya. Dari seluruh kematian NCDs, jumlah penyakit kardiovaskular atau cardiovascular disease (CVD) merupakan yang terbesar yaitu 17,3 juta jiwa/ tahun, diikuti kanker sebanyak 7,6 juta jiwa/ tahun, penyakit pernafasan 4,2 juta jiwa/tahun dan diabetes sebanyak 1,3 juta jiwa/tahun.

Berkaitan dengan diabetes, pada sebagian besar penderita diabetes tipe dua atau intoleransi glukosa, didapatkan serangkaian faktor risiko yang muncul bersamaan dengan faktor risiko CVD. Fenomena ini disebut dengan kejadian

metabolic syndrome.

Metabolic syndrome dipengaruhi oleh pola makan, aktivitas fisik, faktor genetik, umur, jenis kelamin, etnis, menopause dan faktor endokrin (Christopher

(19)

terhadap kejadian metabolic syndrome (Sudarminingsih et al., 2007; Kasiman, 2011).

Di dunia, prevalensi metabolic syndrome cukup tinggi karena mencapai 10-25 % pada kelompok umur dewasa (IDF, 2006). Di Amerika Serikat, prevalensi metabolic syndrome sebanyak 22, 8 % terjadi pada pria dan 22, 6 % terjadi pada wanita. Di Eropa, prevelensi metabolic syndrome meningkat seiring umur. Pada pria didapatkan sebesar 13,2 % pada kelompok umur 30-39 tahun dan 42,7 % pada umur 60-69 tahun, sedangkan pada wanita didapatkan sebesar 10,3 % pada kelompok umur 30-39 tahun, dan 45,9 % pada kelompok umur 60 – 69 tahun (Dellios, 2005).

Di tingkat regional, beberapa daerah di Asia Tenggara juga menunjukan prevalensi metabolic syndrome yang cukup tinggi (Soewondo et al., 2006) seperti di Malaysia didapatkan prevalensi metabolic syndrome sebesar 49, 4 % pada umur > 20 tahun (Chan, 2005), di Thailand sebanyak 21,9% (Deerochanawong, 2000) serta Filipina dan Singapura > 20 % (Deerochanawong, 2000 ; Chan, 2005).

Di Indonesia, belum terdapat data prevalensi metabolic syndrome secara nasional, meskipun demikian di beberapa daerah telah menunjukan prevalensi

(20)

Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu kota di Indonesia, yang pada tahun 2007 masih bergabung dengan Kota Tangerang, diduga memiliki prevalensi metabolic syndrome yang cukup tinggi seiring dengan tingginya kejadian obesitas umum (21,8 %) diatas rata-rata rasional (20 %), obesitas sentral (22,4%) di atas rata-rata nasional (18,4%), perilaku konsumsi kurang buah sayur (97,3%) dan perilaku kurang aktivitas fisik (52,8%) (Depkes RI, 2007).

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah sebagai lembaga pendidikan kesehatan di wilayah Kota Tangerang Selatan seyogyanya turut berpartisipasi melakukan upaya kesehatan untuk menyelesaikan metabolic syndrome di Kota Tengerang Selatan, dimulai dari lingkungan sekitar kampus. Partisipasi ini sebagai bentuk pengamalan tridarma perguruan tinggi. Salah satu lingkungan sekitar kampus dan merupakan sarana yang tepat untuk upaya kesehatan adalah Klub Senam Jantung Sehat Kampus II

UIN Syarif Hidayatullah.

B. Rumusan Masalah

Pelaksanaan senam pada Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah berlangsung 3 kali dalam seminggu. Kegiatan senam rutin tersebut seharusnya dapat mencegah risiko penyakit degeneratif termasuk

(21)

menderita metabolic syndrome (Kamso, 2007). Disamping itu, diketahui bahwa kadar kolesterol total dipengaruhi oleh pola makan (Ansar et al., 2011).

Pernyataan-pernyataan tersebut mengarah kepada dugaan cukup tingginya kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat UIN Syarif Hidayatullah. Oleh karena itu, untuk menjawab dugaan tersebut, perlu dilakukan penelitian terkait hubungan pola makan dengan metabolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Kampus II UIN Syarif Hidayatullah.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Pertanyaan Umum

Bagaimana hubungan pola makan dengan metabolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

2. Pertanyaan Khusus

a. Bagaimana gambaran kejadian metabolic syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? b. Bagaimana gambaran konsumsi kalori Anggota Klub Senam Jantung

Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

c. Bagaimana gambaran konsumsi karbohidrat Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

d. Bagaimana gambaran konsumsi lemak Anggota Klub Senam Jantung

(22)

e. Bagaimana gambaran konsumsi protein Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

f. Bagaimana gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat

Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

g. Bagaimana hubungan konsumsi kalori dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

h. Bagaimana hubungan konsumsi lemak dengan metabolic syndrome pada

Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

i. Bagaimana hubungan konsumsi protein dengan metabolic syndrome

(23)

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pola makan dengan metabolic syndrome dan gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

a. Gambaran kejadian metabolic syndrome Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

b. Gambaran konsumsi kalori Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

c. Gambaran konsumsi karbohidrat Anggota Klub Senam Jantung Sehat

Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

d. Gambaran konsumsi lemak Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

e. Gambaran konsumsi protein Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

f. Gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

g. Hubungan konsumsi kalori dengan metabolic syndrome pada Anggota

(24)

h. Hubungan konsumsi lemak dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

i. Hubungan konsumsi protein dengan metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi jumlah kasus metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat UIN Syarif Hidayatullah.

b. Menjadi dasar untuk mencegah dan menanggulangi kasus metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah.

2. Manfaat Akademis

a. Menambah pengetahuan dan mengembangkan keilmuan gizi, khususnya terkait epidemiologi gizi dan kesehatan.

(25)

F. Ruang Lingkup

Peneliti adalah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Penelitian ini berjudul “Hubungan Pola makan dengan

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Metabolic Syndrome

1. Definisi Metabolic Syndrome

Metabolic syndrome merupakan sekumpulan faktor risiko yang saling berkaitan dan mengarah pada penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Sekumpulan faktor risiko tersebut antara lain obesitas abdominal/sentral, kenaikan kadar gula darah (hiperglikemik), kenaikan tekanan darah (hipertensi), kenaikan kadar trigliserida (hipertrigliseridemia), dan penurunan kadar kolesterol HDL (Alberti et al., 2009). Seseorang dikatakan menderita metabolic syndrome ketika didapatkan minimal 3 kriteria positif berisiko diantara 5 kriteria yang diukur, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini :

≥ 150 mg/ dL (1,7 mmol/L) atau pengobatan khusus terhadap lipid abnormal

Penurunan kadar kolesterol HDL

< 40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada laki-laki < 50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita

Atau sedang dalam pengobatan khusus lipid abnormal

Tenakan darah Tekanan darah sistolik ≥130 atau diastolik ≥85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi.

Gula darah puasa (GDP)

GDP ≥ 100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau sedang dalam pengobatan hiperglikemik.

(27)

2. Etiologi dan Pathogenesis Metabolic Syndrome

Etiologi metabolic syndrome belum diketahui secara pasti, namun kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya kejadian obesitas dan gaya hidup yang buruk (Alberti et al., 2009). Disamping itu, kebanyakan penderita metabolic syndrome mengalami obesitas abdominal dan resistensi insulin. Kedua komponen tersebut berpengaruh terhadap perkembangan komponen metabolic syndrome lainnya (Alberti et al., 2009).

Obesitas abdominal berpengaruh terhadap insensifitas insulin dan hiperinsulinemia yang berdampak pada prognosis diabetes mellitus (DM) tipe II. Berawal dari penumpukan sel lemak viskeral yang meningkatkan asam lemak bebas dari hasil lipolisis yang berdampak pada penurunan sensifitas insulin. Di hati, peningkatan asam lemak bebas mendorong peningkatan glukoneogenesis yang mengakibatkan kadar gula dalam darah naik dan menurunkan ekstraksi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia. Kemudian di otot, peningkatan asam lemak bebas berdampak pada

penurunan pemakaian glukosa dan di sel α pankreas berdampak pada

penurunan sekresi insulin (Rohman, 2007).

Obesitas abdominal berpengaruh terhadap resistensi insulin. Hal ini berkaitan dengan sel lemak bebas hasil lipolisis yang mengeluarkan sitokin (adipositokin) seperti angiotensin, TNF α, resistin dan leptin yang

berhubungan dengan penurunan resistensi insulin. TNF α menyebabkan

(28)

di sel lemak dan otot. Resistensi insulin dan hiperinsulinema ini pada gilirannya akan menyebabkan perubahan metabolik, sehingga timbul hipertensi dan dislipidemia. Resistensi insulin semakin lama semakin berat dan sekresi insulin akhirnya menurun, sehingga terjadi hiperglikemia dan manifestasi DM tipe II (Rohman, 2007).

Hipertensi pada metabolic syndrome diduga terjadi akibat pengaruh hipersinsulinemia yang meningkatan reabsorsi sodium dan air, sehingga terjadi ekspansi volume intra-vaskular. Hiperinsulinemia juga meningkatkan aktifitas chanel Na-K ATP-ase, sehingga terjadi peningkatan natrium dan kalsium intrasel yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah naik (Rohman, 2007).

Dislipidemia pada metabolic syndrome dipengaruhi oleh resistensi insulin. Resistensi insulin meningkatkan terjadinya lipolisis yang mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma, yang selanjutnya meningkatkan pengeluaran asam lemak bebas kedalam hati. Ciri spesifik dislipidemia yang dipengaruhi resistensi insulin adalah peningkatan trigliserida, penurunan HDL, peningkatan small dense LDL meskipun total LDL kadang normal (Rohman, 2007).

3. Patofisiologi Metabolic Syndrome

Kerusakan organ target terjadi akibat akumulasi dari masing-masing mekanisme komponen metabolic syndrome. Sebagai contoh, hipertensi pada

(29)

kumulatif metabolic syndrome menyebabkan disfungsi mikrovaskular yang hal ini mejelaskan lebih lanjut kondisi resistensi insulin dan hipertensi meningkat (Serne et al., 2007).

Metabolic syndrome merupakan penyebab penyakit jantung koroner melalui serangkaian mekanisme yaitu dengan menaikan trombogenesit pada sirkulasi darah, menaikan aktivator plasminogen tipe 1 dan tingkat adipokin yang menyebabkan disfungsi endothelial (di beberapa bagian) (Alessi, 2008). Metabolic syndrome juga mungkin menaikan risiko kardiovaskular dengan menaikan kekakuan arterial (Stehouwer et al., 2008).

4. Prognosis Metabolic Syndrome

Berdasarkan penelitian-penelitian, komplikasi dari metabolic syndrome

sangat luas. Beberapa komplikasi berkaitan dengan sistem kardiovaskular antara lain penyakit jantung koroner fibrilasi atrial, gagal jantung dan stenosis aorta dan struk iskemik (Obunai et al., 2007).

Kekacauan metabolik pada metabolic syndrome telah berdampak pada perkembangan penyakit perlemakan hati nonalkoholik (Kotronen dan Yki-Jarvinen, 2008). Asam lemak sendiri memainkan peranan penting dalam kejadian metabolic syndrome.

(30)

fisiologis, metabolic syndrome juga berdampak secara psikologis seperti kondisi marah dan depresi (Goldbacher et al., 2007).

5. Pengukuran Komponen Metabolic Syndrome

1. Lingkar Perut

Pengukuran antropometri lingkar perut menggunakan pita meter. Adapun langkah-langkah pengukuran sebagai berikut :

1) Menetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah. 2) Menetapkan titk ujung lengkung tulang pangkal panggul.

3) Menetapkan titik tengah antara titik tulang rusuk terakhir, titik ujung lengkung tulang pangkal panggul dan ditandai titik tengah tersebut dengan alat tulis.

4) Responden berdiri tegak dan bernafas normal.

5) Menarik pita meter mulai dari titik tengah, kemudian secara sejajar

hizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran mendekati 0,1 cm.

6) Bila responden mempunyai perut gendut ke bawah, pita meter

dilingkarkan mulai dari bagian yang paling buncit berakhir sampai pada titik tengah tersebut (Supariasa et al., 2002).

2. Tekanan Darah

Pengukuran klinis tekanan darah menggunakan stetoskop dan

spygmomanometer. Berikut penjelasan langkah-langkah pengukuran: 1) Responden duduk beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum

(31)

2) Manset dipasang pada lengan atas. Posisi lengan tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas. Ujung bawah mancet terletak kira-kira 1–2 cm di atas siku. Posisi pipa mancet terletak sejajar dengan lengan atas responden.

3) Pengukuran dilakukan pada posisi duduk meletakkan lengan kanan responden di atas meja, sehinga mancet yang sudah terpasang sejajar dengan jantung responden.

4) Mamometer dipompa sampai tekanan sekitar 180-200 mmHg. 5) Tekanan diturunkan secara perlahan-lahan.

6) Sambil tekanan diturunkan, dengan stetoskop didengarkan suara

degup pada arteri brakhialis di fossa cubiti.

7) Degup pertama yang terdengar, adalah tekanan sistolik dan degup yang terakhir terdengar, adalah tekanan diastolik (Depkes RI, 2007).

3. Kadar Kolesterol HDL

Untuk mengetahui kandungan kolesterol dalam berbagai bahan makanan, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode pengukuran baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari metode yang sederhana sampai metode yang kompleks.

(32)

menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube (Dawiesah, 1989).

4. Kadar Trigliserida

Pengukuran kadar trigliserida dapat dilakukan secara kuantitatif atapun kualitatif. Salah satu pengukuran kuantitatif yang digunakan untuk mengukur kadar trigliserida adalah menggunakan uji spektrofotometri. Bahan dan alat yang diperlukan antara lain : serum, tabung reaksi dan rak, dispenser 1,0 ml, mikropipet 0,01 (10 µl),

colorimeter dengan gelombang 500 nm (520-546) (Dawiesah, 1989).

5. Kadar Gula Darah

Kadar gula darah dalam penelitian ini menggunakan alat glucometer. Alat ini bekerja dengan cara membaca elektron yang dihasilkan dari proses pemecahan glukosa menjadi glukogon. Proses pemecahan ini dilakukan oleh enzim glukosa oksidase yang terdapat dalam strip

glucometer dengan cara oksidasi. Semakin banyak glukosa dalam darah yang teroksidasi menjadi glukagon maka semakin banyak elektron yang dihasilkan sehingga semakin tinggi nilai yang terbaca di alat (Nesco Multicheck, 2009).

(33)

dari alat ini adalah karena range pada alat 20 mg/dl – 600 mg/dl maka hasil dibawah 20 mg/dl atau di atas 600 mg/dl hasil tidak keluar.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Metabolic Syndrome

1. Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan (Soetardjo, 2011). Jenis perhitungan umur terdiri dari umur kronologis, umur mental dan umur biologis. Adapun periodisasi biologis perkembangan manusia (Soetardjo, 2011) adalah sebagai berikut :

a. 0-1 tahun : masa bayi, dimana terjadi banyak pertumbuhan dan perkembangan mulai dari pertumbuhan fisik, pematangan struktur dan fungsi, perkembangan motorik, serta pembentukan hubungan emosional dengan ibu dan lingkungan sekitar.

b. 1-6 tahun : masa pra sekolah, dimana laju pertumbuhan menurun bila

dibandingkan masa bayi.

c. 6-10 tahun : masa sekolah, dimana tumbuh perlahan dan menunjukan pematangan motorik kasar dan halus. Pada masa ini terbentuk sikap suka atau tidak suka terhadap makanan.

d. 10-20 tahun : masa pubertas, puncak dari tumbuh kembang baik secara

fisiologis, psikologis dan sosial. Pada masa ini pola makan dipengaruhi oleh pola makan keluarga, pengaruh teman, nafsu makan, pengaruh

body image melalui media dan ketersedian pangan.

(34)

(Worthington-roberts dan Williams, 2000 dalam Soetardjo, 2011). Hal ini disebabkan sebagian besar remaja mengalami obesitas akibat pola makan tidak teratur.

e. 20 – 64 tahun : masa dewasa, dimana pertumbuhan dan perkembangan prkatis tidak terjadi dan zat gizi diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit kronis. Pada umur ini beberapa orang menjadi lebih rentan terkena penyakit, terutama yang memiliki hipertensi, jantung atau berbadan gemuk baik karena keturunan atau pun akibat gaya hidup. Saat berada di umur ini harus waspada terhadap penyakit degeneratif (penyakit akibat bertambahnya umur) seperti jantung koroner, kolesterol, dan asam urat (Soetardjo, 2011).

f. 65 tahun ke atas : masa lanjut umur (Senium), dimana aktivitas fisik banyak berkurang, kebutuhan gizi berkurang dan kerusakan sel-sel banyak terjadi. Penurunan fungsi tubuh banyak terjadi sehingga risiko terserang penyakit semakin tinggi. Pada umur ini tingkat kesehatan cenderung sudah menurun, karenanya seseorang rentan terkena beberapa penyakit seperti artritis, osteoporosis, penyakit jantung, gangguan memori, stroke, pembesaran prostat dan juga kanker.

Beberapa penelitian menyebutkan prevalensi metabolic syndrome

(35)

Disamping itu, pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian National Health and Nutrition Survey di Amerika Serikat (Ford, Giles, & Mokdad, 2004 dalam Wang, 2012).

Beberapa penelitan menyebutkan pada laki-laki, prevalensi metabolic syndrome meningkat pada umur 60 tahun sedangkan pada perempuan meningkat pada umur 50 tahun (Soewondo et al., 2006). Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan perubahan hormonal seperti wanita mengalami kehamilan dan menopause.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik dan pola makan seseorang terutama dimulai pada umur remaja. Pada umur ini laki-laki lebih memilih melakukan aktifitas fisik motorik kasar yaitu berolahraga sedang dan berat, sedangkan wanita lebih mengembangkan diri pada aktifitas motorik halus aktifitas fisik sedang dan ringan. Aktivitas fisik berat terhindar dari kelebihan energi yang menyebabkan penumpukan lemak (Soetardjo, 2011).

Pola makan cukup berbeda antara umur remaja laki-laki dengan perempuan. Hal ini, salah satunya, dipengaruhi oleh citra tubuh (body image), sehingga laki-laki cenderung menambah porsi makan sedangkan perempuan cenderung mengurangi porsi makananya untuk mendapatkan masing masing citra tubuh yang diidamkan (Soetardjo, 2011).

(36)

atas tubuh khususnya pada tengkuk, leher, bahu, dan perut yang disebut obesitas tipe android. Pada perempuan obesitas dijumpai deposit lemak dengan area yang sama dengan laki-laki, meskipun mereka juga mempunyai batas area segmen bawah seperti pada bokong dan pinggul yang disebut obesitas tipe ginekoid .

Penelitian National Health and Nutrition Examination Survey di Amerika Serikat mengemukakan Prevalensi metabolic syndrome pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Ford, Giles, & Mokdad, 2004 dalam Wang, 2012). Pernyataan tersebut serupa dengan penelitian di Eropa (Delios, 2005) tapi berbeda dengan hasil penelitian di Makasar (Jafar, 2011), di Bali (Dwipayana et al., 2011) dan penelitan terhadap penduduk Amerika keturunan Arab (Jaber et al., 2004 dalam Wang 2012) yang menyatakan prevalensi metabolic syndrome pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria.

3. Etnis

Etnis mempengaruhi kejadian metabolic syndrome karena erat kaitannya dengan fenotip obesitas. Fenotip Obesitas pada beberapa kelompok etnis di negara sedang berkembang berbeda dengan orang kaukasian putih pada negara maju.

(37)

India memiliki lemak abdominal total dan intraabdominal yang lebih besar secara signifikan dibandingkan orang Kaukasian putih di Amerika Serikat (Raji et al., 2001, dalam Wang, 2012).

Orang India memiliki kadar trigliserida hati yang lebih tinggi, yang dihubungkan dengan kadar insulin yang tinggi dan adiponektin yang rendah dibandingkan Orang Kaukasian Putih. Kadar trigliserida tersebut berpengaruh terhadap metabolic syndrome (Raji et al., 2001, dalam Wang, 2012).

Penelitian yang lain menyebutkan kebanyakan negara-negara berkembang di Asia, Amerika Latin dan Afrika Northern dan Timur Tengah pada umumnya mengalami perubahan diet berupa peningkatan konsumsi lemak terutama lemak dari hewani dan gula serta asupan sereal dan serat yang rendah (Wang, 2012). Ditambah lagi, adanya arus urbanisasi yang mengubah pola hidup ke arah yang buruk seperti perilaku merokok, perilaku konsumsi alkohol dan pola konsumsi yang tidak seimbang serta memiliki gaya hidup sedentari (sedentary life style) atau kurang aktivitas fisik (Misra

et al, 2001; Misra dan Khurana, 2008).

4. Obesitas

(38)

Research Triangle Institute International menyatakan adanya hubungan prevalensi obesitas/berat badan lebih dengan jumlah jam yang dipakai anak-anak untuk nonton TV. Studi ini menunjukan bahwa aktivitas fisik yang kurang berpengaruh terhadap kejadian obesitas (Arief, 2008 dalam Wang, 2012).

Obeistas terbagi ke dalam 2 tipe yaitu obeistas tipe android dan obesitas tipe genekoid. Obesitas tipe android sering dialami oleh laki-laki dimana deposit lemak di daerah atas tubuh khususnya pada tengkuk, leher, bahu, dan perut sedangkan obesitas tipe ginekoid sering dijumpai pada perempuan dimana deposit lemak dengan area yang sama dengan laki-laki ditambah segmen bawah bokong dan pinggul. Pada obesitas tipe android (obesitas sentral), lemak berakumulasi sebagai lemak viskeral atau lemak subkutan abdomen. Kelebihan pada daerah ini berisiko mengalami metabolic syndrome dan penyakit kardiovaskular (Haris et al, 2009).

Obesitas ini memicu terjaidnya resistensi insulin. Berawal dari kadar adiponektin yang rendah, adanya resistensi leptin, serta berbagai sitokin

yang terlepas dari sel adiposa dan sel inflamasi yang menginfiltrasi jaringan

(39)

5. Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok tertentu ( Karjati, 1985 dalam Sulistyoningsih, 2011).

Secara umum pola makan yang baik adalah bila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah 50-65% : 10-20% : 20-30% dalam sehari. Disamping itu ditambah bebera hal sebagai berikut

a. Konsumsi karbohidrat sederhana dianjurkan tidak lebih dari 10 % dari konsumsi total karbohidrat (WHO, 1990 dalam Gizi & Kesmas UI, 2010).

b. Kecukupan serat sebanyak 19-30 g/kap/hari bagi orang dewasa dan

10-14 g/1000 kkal bagi anak ≥ 1 tahun. Adapun rasio serat makanan tidak

larut dan serat makanan larut 3 : 1, (WNPG VIII, 2004).

c. Proporsi asam lemak baik asam lemak jenuh, Monounsaturated Fatty Acid (MUFA) dan Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) maksimal 10 % dari energi total.

d. Proporsi protein hewani minimal seperlima (20%) dari total protein. e. Konsumsi kolesterol dianjurkan < 300 mg/hari (Guthrie, 1989 dalam

Gizi Kesmas UI, 2010).

(40)

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal(Danone Institute, 2009).

Gizi seimbang divisualisasikan dalam bentuk Tumpeng Gizi Seimbang (TGS), yang terdiri atas potongan-potongan tumpeng. 1 potongan besar merupakan golongan makanan karbohidrat, 2 potongan sedang merupakan golongan sayuran dan buah, 2 potongan kecil di atasnya yang merupakan golongan protein hewani dan nabati (biji-bijian, telur, ikan, susu, dll.) dan potongan terkecil di puncak yaitu gula, garam, dan minyak seperlunya (Danone Institute, 2009).

Luasnya potongan TGS ini menunjukkan porsi konsumsi setiap orang per hari. Karbohidrat dikonsumsi 3 - 8 porsi, sayuran 3 - 5 porsi, buah 2-3 porsi, serta protein hewani dan nabati 2 - 3 porsi. Konsumsi ini dibagi untuk makan pagi, siang, dan malam. Kombinasi makanan per harinya serta minum air putih yang idealnya dikonsumsi 2 liter atau 8 gelas sehari perlu dilakukan dilakukan. Disamping makanan, melakukan aktivitas fisik dan rutin mengontrol berat badan juga perlu dilakukan (Danone Institute, 2009).

(41)

yang dikonsumsi melebihi AKG dengan kejadian metabolic syndrome

(Sudarminingsih et al., 2007).

Penelitian diatas menyatakan bahwa pola makan berlebih berdampak pada distribusi lemak berlebih dan kadar gula darah abnormal yang menyebabkan penumpukan lemak viskeral dan akhirnya menyebabkan obesitas abdominal serta intoleransi glukosa. Hal tersebut diperkuat oleh beberapa penelitian yang menyatakan asupan makanan berpengaruh terhadap

metabolic syndrome, dimana semakin banyak asupan makanan, maka kejadian metabolic syndrome semakin meningkat. Adapun asupan makanan yang mempunyai nilai paling tinggi adalah total kalori, diikuti lemak dan karbohidrat (Kasiman, 2011; Sargowo dan Andarini, 2011; Dewi , 2009).

Selanjutnya beberapa penelitian lain dikemukakan dalam beberapa poin sebagai berikut :

a. Konsumsi karbohidrat kompleks atau gula dengan pemanis yang rendah energi direkomendasikan dalam mengurangi asupan energi dan menurunkan berat badan yang berarti menurunkan angka obesitas (Vermunt et al, 2003 dalam Jafar, 2011).

b. Konsumsi tinggi serat berkontribusi menurunkan kadar kolesterol yang

(42)

kejadian metabolic syndrome (Ezmaillzadeh et al, 2006 dalam Jafar, 2011).

c. Diet rendah karbohidrat lebih efektif dalam menurunkan kolesterol LDL

dan serum trigliserida, rasio trigliserida/HDL, postprandial lipemia, glukosa darah, dan juga penurunan berat badan dibandingkan diet rendah lemak (Sargowo, 2011).

d. Meskipun asupan lemak Indonesia < dari 20 % dengan sebagian besar berasal dari lemak nabati, namun penyakit jantung koroner di Indonesia meningkat (Gizi Kesmas UI, 2010). Hal ini dkarenakan terdapat kontribusi asam lemak trans yang cukup besar dari makanan gorengan yang mengakibatkan kadar asam lemak jenuh meningkat dan kolesterol meningkat (Rustika, 2005 dalam Gizi Kesmas UI, 2010).

e. Untuk menghambat terjadinya oksidasi LDL, diperlukan suatu

mekanisme perlindungan melalui zat-zat antioksidan dalam makanan melalui konsumsi vitamin dan mineral yang cukup (Anshor, 2011).

6. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Inaktifitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko terbesar pada urutan ke-4 yang mengarah kepada kematian di dunia atau sekitar 6 % dari kematian di dunia (WHO, 2013).

(43)

banyak energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tersebut. Oleh karena itu, selain untuk mengetahui pengeluaran energi seseorang, aktivitas fisik juga digunakan untuk menaksir angka kebutuhan energi seseorang (Khumaidi 1989 dalam Sulvina, 2008).

Adapun faktor-fakrtor yang mempengaruhi aktivitas fisik antara lain : a. Umur : umur berhubungan dengan jenis aktivitas fisik. Aktivitas fisik

semakin meningkat pada umur remaja sampai dewasa dan mencapai puncaknya pada umur 25-30 tahun. Selanjutnya, terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, namun hal ini dapat dikurangi dengan rajin berolahraga.

b. Jenis kelamin : Sampai umur pubertas, aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar dibandingkan remaja perempuan.

c. Pola makan : jumlah porsi dan jenis makanan berpengaruh terhadap aktivitas fisik. Contoh, makan dengan porsi yang besar dan tinggi lemak berdampak pada tubuh yang mudah lelah dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah raga atau aktivitas lainnya.

d. Penyakit/ kelainan pada tubuh : Berpengaruh terhadap aktivitas fisik karena berkaitan dengan kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot.

(44)

risiko penyakit CVD, diabetes, kanker kolon dan payudara serta depresi. Disisi lain, tingkat aktifitas fisik yang adekuat akan menurunkan risiko fraktur pinggang dan membantu mengontrol berat badan.

Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat menjaga metabolisme normal. Pengeluaran dan pemakain energi yang dibutuhkan untuk aktivitas fisik mengurangi adanya penyimpanan glukosa dalam bentuk lemak terutama lemak di daerah abdominal yang menyebabkan obesitas abdominal serta membantu menetralkan kadar gula darah karena banyaknya yang dibakar ketika pengeluaran energi (Soetardjo, 2011).

Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian metabolic syndrome. Beberapa hasil penelitian tersebut antara lain menyatakan bahwa :

a. Peningkatan waktu luang untuk beraktivitas fisik dari aktifitas fisik

sedang menuju ke aktivitas fisik berat berhubungan dengan penurunan risiko metabolic syndrome (Ilanne-Parikka, 2010).

b. Seseorang berisiko tinggi yang melakukan aktifitas fisik rutin memiliki

risiko yang rendah untuk terserang metabolic syndrome dibandingkan seseorang yang hanya aktifitas berjalan (Lakksonen et al., 2011).

c. Aktivitas fisik yang dianjurkan lebih menekankan kepada intensitasnya bukan pada volume atau lamanya dalam sekali beraktivitas (Adam et al., 2012).

(45)

metabolic syndrome karena dapat meningkatkan respirasi jantung dibandingkan mereka yang aktivitas fisiknya ringan (sedentary). Dimananpun, aktivitas fisik ringan bahkan hanya lebih dari 1 jam perhari untuk berjalan tidak akan melindungi dari serangan metabolic syndrome (Adam et al., 2012).

7. Faktor Genetik

Faktor genetik yang dimaksud adalah penyakit genetik atau kelainan genetik, yaitu penyimpangan dari sifat umum atau sifat rata – rata manusia, serta merupakan penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor – faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia (Suryo, 1990). Ciri-ciri penyakit genetika:

a. Tidak dapat disembuhkan, karena ada kelainan dalam substansi hereditas (gen).

b. Tidak menular pada orang lain.

c. Umumnya dikendalikan oleh gen resesif dan hanya muncul pada seseorang yang homozigot resesif (Suryo, 1990).

Beberapa penyebab penyakit genetik antara lain:

a. Kelainan jumlah kromosom seperti dalam sindrom down (adanya ekstra

kromosom 21).

b. Mutasi gen berulang yang dapat menyebabkan sindrom X rapuh atau penyakit Huntington.

(46)

Penyakit genetik ada yang terpaut kromosom seks dan ada yang terpaut kromosom autosom. Ruang lingkup penyakitnya diklasifikasikan menjadi 4 macam, antara lain :

a. Kelainan kromosomal, yaitu penyimpangan struktur atau penyimpangan jumalah kromosom, baik kromosom gonosom contoh : sindrom down, maupun kromosom autosom contoh kinefelter.

b. Single-gen atau kelainan mendel, yaitu kelainan pada satu gen namun sudah menimbulkan penyakit, contoh : penyakit hutington.

c. Kelainan multifaktorial, yaitu kelainan yang tidak hanya melibatkan gen tetapi juga interakasi antara gen dan lingkungan. Seringkali peranan gen hanya kecil dampaknya terhadap manifestasi suatu penyakit tetapi ketika ada interaksi dengan lingkungan, manifestasi penyakit menjadi besar. Kelainan seperti ini sering dijumpai dipopulasi, contoh diabetes mellitus dan kardiovaskular.

d. Kelainan mitokondrial, terjadi karena ada mutasi pada kromosom sitoplasma mitokondria (Suryo, 1990).

(47)

8. Faktor Endokrin

Gangguan Endokrin berpengaruh terhadap kejadian metabolic syndrome

khususnya terkait kejadian hiperandrogenemia dan sindrom ovarium polisistik (Wang, 2012). Hiperandrogenemia atau hiperandrogenisme merupakan keadaan peningkatan level androgen dalam darah, sedangkan sindrom ovarium politistik merupakan kumpulan gejala yang terjadi akibat hiperandrogenemia dan gangguan ovulasi tanpa disertai adanya kelainan hiperplasia adrenal kongenital, hiperprolaktinemia atau neoplasma yang mensekresi androgen (Christopher et al., 2005).

Gejala yang timbul dapat bervariasi dari tanpa gejala sama sekali sampai adanya beberapa gejala. Gejala yang dimaksud seperti infertilitas, anovulasi kronik yang ditandai dengan amenorea, oligomenorea, gangguan haid atau perdarahan uterus disfungsional dan hirsutisme (Sloane, 2003)..

Penyebab sindrom ini belum bisa dijelaskan secara pasti, selain kelainanan endokrin yang berhubungan dengan hiperandrogenemia dan anovulasi kronik. Meskipun demikian, hal penting adalah sindrom ini mengakibatkan tubuh tidak dapat merespon kadar insulin normal sehingga mengakibatkan resistensi insulin (Christopher et al., 2005).

(48)

dengan sindrom ovarium polikistik mengalami penyempitan pembuluh darah jantung yang berdampak lebih lanjut pada hipertensi dan penyakit jantung. Disamping itu, beberapa penelitian di Amerika menemukan bahwa penderita sindrom ini cenderung menyimpan lemak dalam tubuhnya sehingga mudah terjadi obesitas (Christopher et al., 2005).

9. Menopause

Definisi menopause menurut WHO adalah masa berhentinya haid yang permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovairum. Menopause terjadi sesudah 12 bulan berturut-turut tidak mendapat haid dan tidak ada penyebab patologi atau fisologi yang nyata . Berdasarkan waktu terjadinya menopause dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu menopause alami dan menopause dini (Sloane, 2003).

Menopause alami terjadi seiring dengan bertambahnya umur, dimana ovarium akan mengalami penurunan fungsi yang berakibat terjadinya penurunan produksi hormone estrogen dan progesterone. Menopause alami biasa terjadi pada umur 45-55 tahun (Sloane, 2003).

(49)

Gejala menopause berkaitan dengan penrunan kadar estrogen dan progesterone yang mempengaruhi sejumlah sistem organ dan kimia tubuh. Berikut gejala-gejala tersebut (Sloane, 2003):

a. Jaringan yang didukung estrogen (kelenjar mamae dan organ reproduksi secara bertahap mengecil.

b. Lapisan vaginal menipis dan sekresi vaginal menjadi semakin basa. c. Vasodilatasi pembuluh darah dalam kulit yang mengakibatkan sensasi

panas dalam tubuh (hotflash) dan keringat berlebih

d. Beberapa perempuan mengalami sakit kepala, insomnia, irtabilitas, nyeri sendi dan penurunan keinginan seksual.

e. Beberapa wanita kehilangan masa tulang yang cepat yang dapat menyebabkan osteoporosis.

f. Perubahan fisik lainnya seperti distribusi lemak yang terkonsentrasi

pada bagian pinggang dan perut, perubahan tekstur kulit, bahakan beberapa wanita tumbuh rambut pada bagian dagu, bawah hidung, dada, atau perut akibat diproduksinya sedikit hormone tetosteron.

(50)

C. Zat Gizi

Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2001). Zat gizi terbagi kedalam zat gizi makro dan zat gizi mikro. Adapun yang termasuk ke dalam zat gizi makro adalah karbohidrat, protein, lemak dan air, sedangkan yang termasuk ke dalam zat gizi mikro adalah vitamin dan mineral. Berikut penjelasan dari masing-masing zat gizi :

1. Karbohidrat

(51)

Tabel 2.2.

Zat Gizi Karbohidrat dan Sumber Pangannya

No Kelompok

Karbohidrat Sumber pangan

Karbohidrat sederhana a. Monosakarida

1) Glukosa Buah-buahan, jagung manis dan madu

2) Fruktosa Madu, buah-buahan, nektar bungan dan sayur-sayuran 3) Galaktosa Hidrolisat gula susu

b. Oligosakarida c. Disakarida

1) Sukrosa Gula pasir, gula merar, gula kelapa dan gula aren 2) Maltosa Gula malt dari pati dan kecambah/biji-bijian 3) Laktosa Susu sapi dan ASI

4) Trehalosa Jamur dan serangga (seperti rayap dan belalang) 5) Manitol Rumput laut, nanas, asparagus, wortel dan ubi jalar 6) Sorbitol Buah-buahan

7) Inositol Sekam serealia d. Trisakarida

1) Rafinosa Biji-bijian dan berbagai jenis kacang 2) Stakiosa Biji-bijian dan berbagai jenis kacang 3) Verbaskosa Biji-bijian dan berbagai jenis kacang

4) Fruktan Serealia, asparagus, bawang merah & bawang putih Karbohidrat Kompleks

a. Pati

1) Pati Padi, umbi-umbian, biji-bijian, pisang dan mangga 2) Dekstrin Bahan pengental dan makanan tabung

3) Glikogen Daging (otot) dan hati b. Nonpati/Serat

Tidak larut air

1) Selulosa Sayur-sayuran 2) Hemiselulosa Serat serealia

3) Lignin Tangkai sayuran, inti wortel dan biji jambu biji Larut air

1) Pektin Apel, jambu biji, jeruk, wortel dan anggur 2) Gum Sari pepohonan akasia

3) Mukilase Serealia

4) Algal Bebijian dan akar

Sumber :Tejasari, 2005

(52)

penghematan fungsi protein, pengaturan peristaltik usus dan memberi muatan pada sisi makanan.

Karbohidrat dapat menyebabkan kadar gula naik. Fenomena ini dikenal dengan efek glikemik. Efek glikemik merupakan efek makanan terhadap kadar gula darah seseorang dan respon insulin terhadap efek tersebut yang berarti seberapa cepat dan seberapa tinggi kenaikan kadar gula darah dan seberapa cepat respon tubuh mengembalikannya ke keadaan normal (Boyle & Long, 2010).

Efek glikemik diurut berdasarkan skala yang disebut indeks glikemik. Indeks glikemik merupakan ranking dari suatu makanan berdasarkan potensinya untuk menaikkan kadar gula darah seseorang. Makanan dengan indeks glikemik tinggi adalah makanan yang cepat dicerna dan diserap sehingga kadar gula darah akan meningkat dengan cepat secara signifikan, sedangkan makanan dengan indeks glikemik rendah adalah makanan yang mengalami pencernaan dan penyerapan yang lebih lambat, sehingga peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah akan terjadi secara perlahan-lahan.

(53)

beras putih, sereal bulir padi, apel, jeruk, buah persik, kacang polong, susu dan kentang manis (Boyle & Long, 2010).

Makanan dengan indeks glikemik rendah telah terbukti memperbaiki kadar glukosa dan lemak pada pasien-pasien diabetes melitus dan memperbaiki resistensi insulin. Selain itu, makanan dengan indeks glikemik rendah juga membantu mengontrol nafsu makan, memperlambat munculnya rasa lapar sehingga dapat membantu mengontrol berat badan pasien (Boyle & Long, 2010).

Efek dari indeks glikemik suatu makanan akan berubah jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan lain. Oleh karena itu, seseorang mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi sebaiknya dikombinasikan dengan makanan dengan indeks glikemik rendah, sehingga menyeimbangkan efek terhadap kadar glukosa darah (Boyle & Long, 2010).

2. Serat

(54)

3. Protein

Protein dibentuk oleh berbagai asam amino, yang mengandung unsur karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O) melalui ikatan peptida. Asam amino terbagi menjadi 2, yaitu asam amino essensial dan asam amino non esensial (Almatsier, 2001).

Asam amino essensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan yang terdiri dari isoleusin, leusin, lisin, metionin, sistesin, valin, tryptopan, tirosina, fenilalanin dan treoninaasam. Sebaliknya, asam amino nonessensial adalah asam amino yang dapat dibentuk oleh tubuh melalui transaminasi, contohnya glutamat, alanina, aspartat, dan glutamin (Tejasari, 2005).

Pembagian protein berdasarkan kelompok pembentuknya dibagi menjadi protein sempurna, kurang sempurna dan tidak sempurna. Protein sempurna adalah protein yang mengandung asam amino essensial dalam jumlah dan jenis yang lengkap. Protein kurang sempurna adalah protein yang mengandung asam amino essensial lengkap tetapi beberapa asam amino berjumlah yang sedikit. Protein tidak sempurna adalah protein yang mengandung asam amino essensial dalam jumlah sangat sedikit atau dianggap tidak ada (Tejasari, 2005).

(55)

Protein dari segi bentuknya terdiri dari protein serabut, protein globular dan protein konjugasi. Protein serabut adalah protein yang terdiri atas beberapa rantai peptida spiral yang terjalin satu sama lain dan sangat kaku. Protein globular adalah Protein berbentuk bola dan terdapat pada cairan jaringan tubuh. Protein konjugasi adalah protein sederhana yang bergabung dengan gugus non asam amino atau disebut gugus prostetik. (Tejasari, 2005).

Tabel 2.3

Zat Gizi Protein dan Sumber Pangannya

No Kelompok Protein Sumber Pangan Kelompok Pembentuk

a. Protein sempurna

1) Kasein Susu

2) Albumin Putih telur dan susu b. Protein kurang sempurna

1) Legumin Jenis kacangan

2) Gliadin Gandum

c. Protein tidak sempurna

Zein Jagung dan protein nabati lainnya

Sumber Protein

a. Protein hewani Daging, telur, ikan dan udang b. Protein nabati Kacang-kacangan beras dan jagung Bentuk Protein

a. Protein Serabut

1)Kolagen Jaringan pengikat dan tulang 2)Elastin Jaringan elastin

3)Keratin Sel epidermis dan lapisan kulit hewan

4)Miosin Serat otot

b. Protein globular

1)Albumin Telur dan susu

2)Globulin Putih telur, daging, biji tumbuhan dan susu c. Protein konjugasi

1)Nukleoprotein Intisel

2)Lipoprotein Kilomikron, VLDL, LDL, HDL 3)Fosfoprotein : Kasein Susu

4)Metaloprotein : Feritin Hati, mukosa usus, ginjal & sumsum tulang

Sumber :Tejasari, 2005

(56)

biokimiawi (enzim), keseimbangan air, netralitas tubuh, pertahanan tubuh (imunoglobulin) pembentukan antibodi, dan penyedia energi setelah karbohidrat dan lemak, pembentukan essensial tubuh, pengangkutan ikatan essensial tubuh, dan pengangkutan zat gizi (Almatsier, 2001).

5. Lemak

Lemak merupakan salah satu jenis lipid sederhana. Lipid sederhana terdiri dari trigliserida, lemak dan lemak campuran. Lemak disusun oleh gliserol dan asam lemak dalam jumlah dan jenis yang berbeda satu sama lain. Bila asam lemak yang berikatan dengan gliserol merupakan asam lemak sejenis, lemaknya disebut trigliserida (Gizi Kesmas UI, 2010).

(57)

Tabel 2.4

Jenis Asam Lemak dan Sumber Pangannya

No Asam Lemak Sumber Asam Lemak Jenuh

a. Asetat Cuka

b. Butirat Mentega

c. Palmitat Lemak nabati, semua hewani dan minyak zaitun d. Kaproat Mentega

e. Kaprilat Mentega dan lemak nabati f. Kaprat Minyak salam dan kelapa sawit

g. Laurat Minyak kelapa, mentega, kayu manis dan kelapa sawit h. Miristat Minyak nabati (pala, kelapa sawit), lemak ikan dan sapi i. Stearat Minyak nabati dan lemak sapi

j. Behenat Minyak kacang tanah k. Lignoserat Kacang tanah

l. Arakhidat Kacang tanah Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA)

a. Oleat (Omega 9) Semua lemak dan minyak zaitun b. Eladiat

c. Transheksadekanoat

Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (PUFA) a. Linoleat

(Omega 6)

Alpukat, kacang tanah, lemak ayam, wijen dan kedele

b. Linolenat (Omega 6)

Hati, lemak babi, kedele, kacang tanah dan semua lemak

c. Arakhidonat (Omega 6)

Minyak kacang tanah atau sintesis dari asam linoleat

d. EPA (Omega 3)

Ikan dan tumbuhan laut atau sintesis dari asam linolenat

e. DHA (Omega 3)

Ikan dan tumbuhan laut atau sintesis dari asam linolenat

Sumber :Tejasari, 2005

(58)

membentuk asam lemak trans adalah merusak vitamin yang larut dalam lemak (Gizi Kesmas UI, 2010).

Sumber utama asam lemak trans berasal dari minyak nabati yang terhidrogenasi. Contoh minyak tersebut antara lain margarin, shortening, minyak sayur dan produk-produk lain yang menggunakan minyak terhidrogenasi seperti makanan gorengan, produk ruminansia seperti daging rawon, sop buntut dan beef burger keju dan produk makanan jadi seperti coklat, biskuit dan croissant (Sartika, 2007 dan Rustika, 2005 dalam Gizi Kesmas UI, 2010).

Selain lipid sederhana, terdapat lipid majemuk yang merupakan ester asam lemak alkohol dan gugus lainnya. Contoh lipid majemuk adalah fosfolipid dan contoh dari fosfolipid adalah lipoprotein. Terdapat empat jenis lipoprotein yaitu Kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL).

Hidrolisis lipid sederhana dan lipid majemuk menghasilkan turunan lipid yang dapat berupa asam lemak, gliserol, alkohol, aldehid dan keton, mono, digliserida dan steroid/sterol. Sterol/steroid bermacam-macam, namun yang banyak dimanfaatkan dalam gizi adalah ergosterol yang berasal dari nabati dan kolesterol yang berasal dari hewani (Gizi Kesmas UI, 2010).

(59)

Faktor makanan yang berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah adalah lemak total, asam lemak jenuh, energi total dan asam lemak trans. Dimana pengaruh tersebut antara lain :

a. Asupan asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL.

b. Asupan MUFA dapat menurunkan LDL dan meningkatkan HDL. c. Asupan PUFA dapat menurunkan LDL dan HDL.

d. Kolestrol makanan dan asam asam lemak jenuh meningkatkan kadar

LDL.

e. Asupan asam lemak trans dapat meningkatkan LDL, rasio kolesterol

total/HDL, rasio LDL/HDL serta menurunkan HDL (Gizi Kesmas UI, 2010).

Kolesterol dalam makanan terdapat pada pangan hewani, seperti otak, hati, kuning telur, keju, daging, dan mentega. Untuk Ikan, daging ayam, daging kambing serta susu murni cair rendah kolesterol (Gizi Kesmas UI, 2010).

(60)

6. Vitamin

Vitamin adalah zat organik essensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sedikit. Berdasarkan kelarutannya vitamin dibedakan menjadi vitamin yang larut lemak dan vitamin larut air (Almatsier, 2001). Vitamin larut lemak terdiri dari vitamin A (retinol), vitamin D (kalsiferol), vitamin E (tokoferol), dan vitamin K, sedangkan vitamin larut air terdiri dari vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin, vitamin B3 (niasin), Vitamin B5 (asam pentatonat), vitamin B6 (Piridoksin), vitamin B7 (Biotin), vitamin B9 ( Asam folat), dan vitamin B12 (Sianokobalamin) (Tejasari, 2005).

Vitamin dan mineral banyak terdapat terutama dalam sesayuran dan buah-buahan. Vitamin B banyak terdapat pada pangan hewani dan nabati, sedangkan vitamin C hanya terdapat pada pangan nabati kecuali gula dan beras. Vitamin larut lemak banyak terdapat dalam pangan hewani seperti ikan, hati, susu, mentega, telur dan keju. Vitamin juga terdapat pada pangan nabati seperti margarin, wortel, kedele, kopi, sayuran hijau dan teh (Tejasari, 2005).

(61)

7. Mineral

Mineral adalah unsur kimia yang diperlukan tubuh dan berada dalam bentuk elektrolit anion atau kation. Mineral dalam bentuk kation terdiri dari natrium (Na), kalsium (K), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg), sebaliknya mineral dalam bentuk anion klodira (Cl), asam bikarbonat (HCO3), asam

posfat (PO4) dan asam sulfat (SO4) (Almatsier, 2001).

Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar lebih dari 100 mg dinamakan makromineral yang terdiri dari kalsium, posfor, sulfur, kalium, natrium, klor, dan magnesium, sedangkan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil dinamakan mikromineral yang terdiri dari besi, seng, tembaga, mangan, flour, selenium, silikon, kromium, jodium, vanadium, kadmium, timah hitam, mangan, kobalt, bromium dan strontium. Sumber pangan mineral sangat beragam (Tejasari, 2005).

(62)

8. Air

Semua pangan mengandung air. Air berasal dari energi zat gizi pangan selama metabolisme, atom karbon dan atom H bergabung dengan oksigen menghasilkan CO2 , dan H2O. Air berfungsi sebagai media hampir di semua

reaksi kima dalam tubuh (Tejasari, 2005).

D. Tingkat Konsumsi dan Angka Kecukupan Gizi

Angka kecukupan gizi (AKG) merupakan merupakan nilai yang menunjukan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis seperti kehamilan dan menyusui (WNPG, 2004).

AKG berbeda dengan angka kebutuhan gizi. Kebutuhan gizi bergantung individu masing-masing dan ditentukan oleh banyak faktor antara lain : tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan, perbedaan daya serap, tingkat penggunaan, dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran dari zat gizi tersebut dalam tubuh (Supariasa et al., 2002).

(63)

Tabel 2.5

Angka Keccukupan Gizi (AKG) Kelompok Umur Dewasa Pria

Kelompo

Angka Keccukupan Gizi (AKG) Kelompok Umur Dewasa Wanita

Kelompok

(64)

AKG koreksi =

x AKG

Penilaian untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum, tingkat konsumsi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994 dalam Wardani, 2008) :

Tingkat konsumsi zat gizi =

x 100%

E. Penilaian Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa et al., 2002). Secara garis besar penilaian konsumsi pangan dibagi menjadi tiga metode yaitu metode kuantitatif, metode kualitatif dan metode gabungan kualitatif dan kuantitatif (Supariasa et al., 2002).

Gambar

gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN
gambaran aktivitas fisik Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN
Tabel 2.1.
gambaran faktor risiko penyakit jantung yang sama dengan pria, seperti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan berserat, mengetahui gambaran sikap

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan IMT dengan kejadian osteopenia pada mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di kampus UIN

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah sistem informasi peta kampus berbasis web dan model 3D dengan Google Earth di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dapat menampilkan lokasi

Gambaran Tekanan Darah Pada Masyarakat Sebelum Mengikuti Senam Jantung Sehat di Rambung Merah tahun 2022 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diperoleh data bahwa