PEMBELIAN KONSUMEN
(Studi Pada Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
MAHWIYAH
NIM : 106046101652
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PENYATAAN... iv
ABSTRAK... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 8
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ………... 9
E. Sistematika Penulisan ………. 11
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kerangka Teori... 14 1. Teori Labelisasi Halal ...
a. Pengertian Halal ... b. Kriteria Halal menurut Islam ... c. Pengertian Labelisasi Halal ... d. Proses Labelisasi Halal ... 2. Teori Keputusan Pembelian Konsumen ... a. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen... b. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam
Keputusan Pembelian ………...………..
c. Tahap-tahap Proses Pembelian Konsumen ...
B. Kerangka Konseptual... 44
C. Hipotesis... 45
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ... 46 1. Pendekatan dan Metode Penelitian... 2. Sumber data ... 3. Teknik Pengambilan sampel ...
46 47 47 C. Pengumpulan data ... 48
1. Metode dan Instrumen Penelitian ... 2. Teknik Uji Instrumen Penelitian... 3. Teknik Analisa Data ...
48 51 55
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Responden ... 60 B. Statistik Deskriptif ... 61
1. Labelisasi Halal ... 2. Keputusan Pembelian Konsumen ...
62 74 C. Teknik Analisis Data... 80
1. Uji Normalitas ... 2. Uji Heteroskedastisitas ...
80 82 D. Uji Hipotesis ... 82 1.Uji Goodness of Fit ... 84
A. Kesimpulan... 93
B. Saran... 95
DAFTAR PUSTAKA... 97
LAMPIRAN... 100
Tabel 2.3 Perilaku Pembelian Konsumen ………..……….40
Tabel 3.1 Skala Labelisasi Halal ……….………49
Tabel 3.2 Skor Skala labelisasi halal ………..……….49
Tabel 3.3 Skala Keputusan Pembelian konsumen ……….…….50
Tabel 3.4 Skor Skala Keputusan pembelian Konsumen ……….51
Tabel 3.5 Kaidah Reliabilitas Guilford ………..……….52
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Labelisasi halal ……..………….53
Tabel 3.7 Hasil pengujian Validitas VariabelKeputusan Pembelian Konsumen.54 Tabel 4.1 Responden berdasarkan Jenis kelamin ………...………...60
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Usia .. ………..……….60
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……….61
Tabel 4.4 Mengetahui Tentang Labelisasi Yang Dilakukan Oleh LPPOM MUI62 Tabel 4.5 Produk yang Berlabel Halal Diproses Dengan Cara yang Sesuai Dengan Syariat Islam ….. ………..……….62
Tabel 4.6 Produk Yang Berlabel Halal Dijamin Mutunya ……….….63
Tabel 4.7 Label Halal Menjamin Kehalalan Produk …. ……….63
Tabel 4.8 Label Halal Memberikan Kepuasan Dalam Mengkonsumsi Produk...64
Tabel 4.9 Sudah Banyak produk Yang Menggunakan Label Halal …………...64
Tabel 4.10 Label halal Memberikan Informasi Mengenai Komposisi Dasar Produk Yang Halal dan Baik… ………...………...65
Tabel 4.11 Percaya Dengan Kehalalan Produk yang Berlabel Halal …………....66
Tabel 4.12 Keterangan di daftar Ingradiant Sangat Jauh Dari Mencukupi Untuk Memastikan Kehalalan Produk ………..……….66
Tabel 4.13 Selalu Memperhatikan Kehalalan Produk yang Dikonsumsi …….….67
Tabel 4.14 Label Halal Menjadi Motivasi Untuk Mengkonsumsi Produk ……..67
Tabel 4.18 Semua Produk Halal Yang Beredar di Indonesia Sebaiknya
Memiliki Label Halal ……….. ………..………….70 Tabel 4.19 Sosialisasi Labelisasi Halal harus Dilakukan Secara Berkala
Melalui Berbagai Media ……….………....70 Tabel 4.20 Merasa Lebih Aman Ketika Mengkonsumsi Produk Yang
Sudah Berlabel Halal ………. ……….…………...71 Tabel 4.21 Labelisasi Halal Bukanlah Hal Yang Penting ……….………….…..71 Tabel 4.22 Label Halal Mencerminkan Produk Yang Bebas Dari Haram ..…….72 Tabel 4.23 Produk Yang Tidak Berlabel Halal Belum Tentu Haram ……….….72 Tabel 4.24 Produk Yang Tidak Berlabel Halal Merupakan Produk yang Haram..73 Tabel 4.25 Tidak Semua Produk Yang Beredar di Indonesia Harus Memilki
Label Halal ……… ……….73 Tabel 4.26 Label Halal Menjadi Pertimbangan Utama Dalam Membeli Produk .74 Tabel 4.27 Tetap Membeli Produk Yang Tidak Berlabel Halal Karena
Keunikan Produk ………... ………...….75 Tabel 4.28 Hanya Mengkonsumsi Produk Yang Berlabel halal ………..75
Tabel 4.29 Harga Turut Mempengaruhi Pembelian ………….. ……..………….76
Tabel 4.30 Merasa Lebih Puas Jika Mengkonsumsi Produk Yang Berlabel Halal76 Tabel 4.31 Lebih Memperhatikan Kualitas Produk dari Pada Harga Produk …..77 Tabel 4.32 Lebih Memilih Produk Yang Berlabel Halal Dibanding Yang
Tidak Berlabel Halal ………. ………..……..……….78 Tabel 4.33 Menebak Sendiri Kehalalan Produk Dari Daftar Ingradiant ………..78 Tabel 4.34 Mengkonsumsi Produk Yang Berlabel Halal Atau Tidak
Berlabel Halal Adalah Sama saja …….……….………79 Tabel 4.35 Mereka-reka Kehalalan Produk Yang Tidak Berlabel Halal ………..79
Tabel 4.39 Pedoman Untuk Menginterpretasikan Koefisien Korelasi ……….….85
Tabel 4.40 ANOVAb ………. ………...85
Tabel 4.41 Coefficientsa ………….. ………...………..86
xv
Hasil Uji Normalitas ……….103
Hasil Uji Heteroskedastisitas ………...….104
Hasil Uji Linearitas ………...105
Kuesioner ………..106
Hasil Perhitungan Kuesioner………...…. 110
Surat Mohon Data ke Fakultas Syariah dan Hukum……….………115
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
MAHWIYAH
NIM: 106046101652
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Syahrul A’dam, M.Ag. Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si
NIP. 1973050420031002 NIP.198110132008011006
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H / 2010 M
Pembelian Konsumen (Studi Pada Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 24 September 2010
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM.
NIP: 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
1. Ketua : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH.,
MA., MM
(……….)
NIP: 195505051982031012
2. Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H (……….)
NIP: 197407252001121001
3. Pembimbing I : Dr. Syahrul A’dam, M.Ag (……….)
NIP: 1973050420031002
4. Pembimbing II : Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si. (……….)
NIP: 198110132008011006
5. Penguji I : Dr. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, MS.,
MSc., Ph.D
(……….)
NIP: 196106241985121001
6. Penguji II : Dr. Aziza, MA (……….)
NIP: 196701071997032001
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Syawal 1431 H September 2010 M
MAHWIYAH
Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H / 2010 M.
Isi: xv + 99 halaman + 9 lampiran, 42 literatur (1992-2010).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh labelisasi halal pada produk makanan dalam kemasan terhadap keputusan pembelian konsumen dalam mengkonsumsi produk makanan dalam kemasan yang berlabel halal, pada penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang peneliti sebar kepada para dosen tetap Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan data sekunder yang mendukung penelitian ini. Sedangkan untuk metode analisis dan uji hipotesis penelitian menggunakan regresi linear sederhana.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa labelisasi halal berpengaruh secara signifikan sebesar 54.7%, hal ini menunjukan adanya pengaruh yang sedang antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen. Berdasarkan koefisien determinasi dapat disimpulkan bahwa pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen dalam mengkonsumsi produk makanan dalam kemasan yang berlabel halal sebesar 32.7%. dan selebihnya 67.3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Labelisasi Halal, Keputusan Pembelian Konsumen
Pembimbing I : Dr. Syahrul A’dam, M.Ag
NIP. 1973050420031002
Pembimbing II : Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si.
NIP.198110132008011006
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya,
shalawat dan salam semoga selalu tercurah ke hadirat Rasul pembawa cahaya,
Muhammad SAW. Di balik terselesaikannya skripsi dengan judul “Pengaruh Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Studi Pada Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta), maka penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu DR. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH,
Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Syahrul A’dam, M.Ag. dan Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si,
Dosen Pembimbing I dan II atas segenap waktu, arahan, motivasi, dan
kesabarannya dalam membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi ini.
4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.
universitas di Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
7. Keluarga besar (alm) H. Abd. Khoir, terutama ibunda yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk dapat merasakan pendidikan di Perguruan
Tinggi. Kakak-kakakku tercinta: bang mbad, ka’ Dian, Chiko, Po Iis, Mas Jo,
Nyit2 dan Bacam terimakasih atas semangat dan dorongannya. Rahmah, Nabil,
Fitri dan Izzah terimakasih atas tawa dan canda kalian yang mampu
menghilangkan penat di kepala.
8. Bang Jalal dan Ka Sukma terima kasih untuk komputer dan printernya.
9. Sahabat-sahabatku Iea, Nay dan Nie terima kasih untuk perhatian, motivasi dan
kebersamaannya.
10.Untuk bapak Mu’min Rauf, S.Ag., MA terimakasih untuk do’a, arahan dan
motivasinya. Kholis terimakasih untuk hadits dan kutipan bahasa Arabnya. Zaki
terima kasih untuk SPSS dan Arabic pad-nya. Dan untuk Irma terima kasih untuk
bantuannya selama penyebaran angket.
11.Teman-teman di Program Studi Muamalat Perbankan Syariah angkatan 2006,
terutama PSC 2006, yang telah menemani penulis selama menimba ilmu di
perkuliahan.
12.Dosen tetap Fakultas Syariah dan Hukum terima kasih telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
viii
Ciputat, Syawal 1431 H September 2010 M
Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar yang
potensial dikarenakan pola khusus mereka dalam mengkonsumsi suatu produk.
Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam yang disebut dengan Syariat.1 Dalam
ajaran Syariat, tidak diperkenankan bagi kaum Muslim untuk mengkonsumsi
produk-produk tertentu karena substansi yang dikandungnya atau proses yang
menyertainya tidak sesuai dengan ajaran Syariat tersebut.2 Dengan adanya aturan
yang tegas ini maka para pemasar memiliki rintangan dan kesempatan untuk
mengincar pasar khusus kaum Muslimin.
Ajaran tegas Syariat Islam untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh
Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan membuat konsumen
Muslim bukanlah konsumen yang permissive (serba membolehkan) dalam pola konsumsinya. Mereka dibatasi oleh kehalalan dan keharaman yang dimuat dalam
nash Al Qur’an dan Al Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.3
Populasi yang demikian besar dari kaum Muslimin membuat kaum
Muslimin menjadi pasar yang demikian potensial untuk dimasuki. Untuk negara
Indonesia, dengan populasi kaum Muslimin yang mencapai bilangan 90% dari
1
Rustam Efendi “Sertifikasi Halal Juga Untungkan Produsen”, artikel diakses pada
tanggal 17 februari 2010 dari http://gagasanhukum.wordpress.com 2
Departemen Agama RI. Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI
(Jakarta, 2003). h. 2 3
Ibid. h. 8
jumlah total warga negara, maka dengan sendirinya pasar Indonesia merupakan
pasar konsumen Muslim yang demikian besar.4
Pemahaman yang semakin baik tentang agama makin membuat konsumen
Muslim menjadi semakin selektif dalam pemilihan produk yang dikonsumsi.5
Khusus di Indonesia, konsumen Muslim dilindungi oleh lembaga yang secara
khusus bertugas untuk mengaudit produk-produk yang dikonsumsi oleh
konsumen Muslim di Indonesia. Lembaga ini adalah Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI).
Lembaga ini mengawasi produk yang beredar di masyarakat dengan cara
memberikan sertifikat halal sehingga produk yang telah memiliki sertifikat halal
tersebut dapat memberi label halal pada produknya. Artinya produk tersebut
secara proses dan kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari
unsur-unsur yang dilarang oleh ajaran agama Islam, atau produk tersebut telah menjadi
kategori produk halal dan tidak mengandung unsur haram dan dapat dikonsumsi
secara aman oleh konsumen Muslim.6
Produk-produk yang mendapat pertimbangan utama dalam proses
pemilihannya berdasarkan ketentuan Syariat yang menjadi tolok ukur untuk
konsumen Muslim adalah produk-produk makanan dan minuman. Ketidakinginan
masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk haram akan
4
Data ini diakses dari www.depperin.go.id/IND/Publikasi/Matriks_Berita/berita.asp?kd pada tanggal 17 April 2010
5
Anton Apriyantono Nurbowo. “Aku Ingin Yang Halal” Artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari www.unisba.ac.id
6
meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses pemilihan produk.
Dengan begitu akan ada produk yang dipilih untuk dikonsumsi dan produk yang
disisihkan akibat adanya proses pemilihan tersebut. Proses pemilihannya sendiri
akan menjadikan kehalalan sebagai parameter utamanya.
Ketentuan ini membuat keterbatasan pada produk-produk makanan untuk
memasuki pasar umat Muslim. Konsumen Muslim sendiri juga bukan tanpa
kesulitan untuk memilah produk-produk yang mereka konsumsi menjadi produk
dalam kategori halal dan haram. Tentunya untuk memeriksakan sendiri kondisi
kehalalan suatu produk adalah kurang memungkinkan. Hal ini berkaitan dengan
masalah teknis dalam memeriksa kehalalan suatu produk, seperti uji kimia,
pengamatan proses serta pemeriksaan kandungan produk.
Adanya LPPOM-MUI dapat membantu masyarakat memudahkan proses
pemeriksaan kehalalan suatu produk. Dengan mendaftarkan produk untuk diaudit
keabsahan halal-nya oleh LPPOM-MUI sehingga produknya bisa mencantumkan
label halal dan hal itu berarti produk tersebut telah halal untuk dikonsumsi ummat
Muslim dan hilanglah rintangan nilai yang membatasi produk dengan konsumen
Muslim. Hal ini berarti peluang pasar yang sangat besar dapat terbuka.7
Dengan adanya label halal ini konsumen Muslim dapat memastikan
produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, yaitu produk yang memiliki dan
7
Dase Hunaefi dan Refinal. “Pentingnya Labelisasi Halal untuk Produk Minuman dalam Kemasan di Indonesia”. artikel ini diakses pada 17 februari 2010 dari
mencantumkan label halal pada kemasannya. Secara teori, maka untuk para
pemeluk agama Islam yang taat, pilihan produk makanan yang mereka pilih
adalah makanan halal yang diwakili dengan label halal.
Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi
yang dapat diperoleh konsumen akan semakin banyak dan turut pula
mempengaruhi pola konsumsi mereka. Labelisasi halal yang secara prinsip adalah
label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel tersebut,
bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak
mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk
tersebut boleh dikonsumsi. 8 Dengan demikian produk-produk yang tidak
mencantukam label halal pada kemasannya dianggap belum mendapat
persetujuan lembaga berwenang (LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan ke dalam
daftar produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalannya. Ketidakadaan
label halal itu akan membuat konsumen Muslim berhati-hati dalam memutuskan
untuk mengkonsumsi atau tidak produk-produk tanpa label halal tersebut.
Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia
adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata
halal dalam sebuah lingkaran.9 Peraturan pelabelan yang dikeluarkan Dirjen POM
(Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan) Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, mewajibkan para produsen produk makanan untuk
8
Departemen Agama RI. Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal (Jakarta,
2003) h. 277 9
mencantumkan label tambahan yang memuat informasi tentang kandungan
(ingradient) dari produk makanan tersebut.10 Dengan begitu konsumen dapat memperoleh sedikit informasi yang dapat membantu mereka untuk menentukan
sendiri kehalalan suatu produk.
Kondisi masyarakat Muslim yang menjadi konsumen dari produk-produk
makanan yang beredar di pasar, namun mereka tidak mengetahui apa yang
sebenarnya mereka konsumsi selama ini. Sebagai orang Islam yang memiliki
aturan yang sangat jelas tentang halal dan haram, seharusnya konsumen Muslim
terlindungi dari produk-produk yang tidak halal atau tidak jelas kehalalannya
(syubhat). LPPOM MUI memberikan sertifikat halal pada produk-produk yang lolos audit sehingga produk tersebut dapat dipasang label halal pada kemasannya
dengan demikian masyarakat dapat mengkonsumsi produk tersebut dengan aman.
Kenyataan yang berlaku pada saat ini adalah bahwa LPPOM-MUI
memberikan sertifikat halal kepada produsen-produsen obat dan makanan yang
secara sukarela mendaftarkan produknya untuk diaudit LPPOM-MUI. Dengan
begitu produk yang beredar di kalangan konsumen Muslim bukanlah
produk-produk yang secara keseluruhan memiliki label halal yang dicantumkan pada
kemasannya. Artinya masih banyak produk-produk yang beredar di masyarakat
belum memiliki sertifikat halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada
10
kemasan produknya. 11 Berdasarkan survei yang dilakukan LPPOM MUI
sedikitnya ada 40 persen produk makanan yang beredar di Indonesia belum
mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).12
Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada
produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasannya dan
produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan
kehalalan produk tersebut. Maka keputusan untuk membeli produk-produk yang
berlabel halal atau tidak akan ada sepenuhnya di tangan konsumen sendiri.
FSH UIN Jakarta yang seluruh dosennya beragama Islam dapat menjadi
perwakilan dari komunitas Muslim yang menjadi konsumen produk tersebut.
Dosen adalah komunitas kritis yang bila ditinjau dari sisi informasi yang mereka
peroleh dan kemampuan mereka untuk mencerna informasi adalah komunitas
yang bisa memilah-milah produk-produk yang mereka konsumsi berdasarkan
informasi yang mereka peroleh.
Agar dapat memperoleh informasi yang lebih jelas serta disertai bukti
ilmiah mengenai bagaimana pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian
konsumen terhadap suatu produk tertentu, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah.
Untuk itu penulis akan melakukan penelitian skripsi dengan menjadikan
dosen FSH UIN Jakarta sebagai responden. Penulis memberikan batasan bahwa
11
Ahmad Haris. “Halal di kemasan Belum Tentu Halal Dimakan”. artikel ini diakses pada tanggal 17 februari 2010 dari http://www.harisahmad.com
12
produk makanan dalam kemasan yang dimaksud adalah produk-produk seperti
coklat, susu, mie instan, snack, dan produk-produk makanan lainnya yang
diproduksi dengan menggunakan kemasan dan menyertakan label halal di dalam
kemasannya.
Penulis memberikan judul pada penelitian skripsi ini dengan judul:
“Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Studi
Pada Dosen Fakultas Syariah dan hukum UIN Jakarta)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari melebarnya pembahasan, penulis merasa perlu untuk
memberikan batasan dan rumusan masalah terhadap apa yang dikaji, maka dalam
penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada masalah pengaruh labelisasi halal
terhadap keputusan pembelian konsumen pada produk makanan dalam kemasan
seperti coklat, susu, mie instan, snack, dan produk-produk makanan lainnya yang
diproduksi dengan menggunakan kemasan dan menyertakan label halal di dalam
kemasannya. Dengan studi kasus pada dosen tetap FSH UIN Jakarta.
Berdasarkan batasan masalah dan batasan penelitian di atas, maka untuk
mempermudah pembahasan, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana tanggapan konsumen Muslim yaitu dosen di Fakultas Syariah dan
2. Bagaimana pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian produk
makanan dalam kemasan pada dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Mengetahui labelisasi halal produk makanan dalam kemasan dalam benak
konsumen.
b. Menganalisis pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian
produk makanan dalam kemasan pada dosen FSH UIN Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah:
1. Upaya menambah khazanah pengetahuan di bidang ekonomi Islam,
terutama yang berkaitan dengan labelisasi halal dan keputusan pembelian
konsumen.
2. Sebagai tambahan wawasan pengetahuan, terutama bagi penulis.
3. Menambah keyakinan bagi para konsumen dalam mengkonsumsi sesuatu
dengan perlindungan yang telah agama dan negara berikan.
D. Review Studi Terdahulu
Sebelumnya ada beberapa penelitian skripsi yang mengangkat tema
mengenai sertifikasi halal atau labelisasi halal seperti mengenai “Pengaruh Sosialisasi Sertifikasi Halal Terhadap Perilaku Konsumsi Masyarakat Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan” yang disusun oleh: Nur Faizah. Dalam skripsinya hanya membahas pengaruh sosialisasi sertifikasi halal
terhadap perilaku konsumsi masyarakat kecamatan Mampang dan lebih
menekankan pada proses sosialisasi sertifikasi halal yang dilakukan LPPOM MUI
terhadap perilaku konsumsi masyarakat dan perubahan perilaku konsumsi
masyarakat setelah adanya sertifikasi halal. Dalam penelitian tersebut
berkesimpulan bahwa sosialisasi sertifikasi halal yang dilakukan pihak LPPOM
MUI berpengaruh terhadap perilaku konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat
kecamatan Mampang Prapatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian deskriptif komparasi dengan jenis data perpaduan antara data kualitatif
dan kuantitatif. Dengan menggunakan uji table t dan uji dua sample berpasangan
Wilcoxon dan menggunakan sampel sebanyak 100 responden.
Selain itu skripsi yang disusun oleh Siti Rohmah yang berjudul
“Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam: Analisis Terhadap Sertifikasi Halal MUI (Studi Kasus pada Produk Papa Ron’s Pizza)”. Dalam skripsinya membahas upaya perlindungan konsumen Muslim melalui sertifikasi
halal dan pengaruh sertifikasi halal terhadap penjualan produk dan pemenuhan
berkesimpulan bahwa sertifikasi halal MUI pada produk Papa Ron’s Pizza dapat
memberikan perlindungan bagi konsumen Papa Ron’s Pizza untuk tetap
mengkonsumsi produk yang halal. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah deskriptif, analisis dan eksplanatif dengan jenis data perpaduan antara data
kualitatif dan kuantitatif. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda
dan menggunakan sampel sebanyak 40 responden.
Dan skripsi yang disusun oleh Ismail yang berjudul “Labelisasi Halal dalam Upaya Menjawab Keraguan Masyarakat”. Dalam skripsinya hanya membahas peran labelisasi halal dalam menjawab keraguan masyarakat mengenai
halal tidaknya makanan yang beredar di masyarakat. Dalam penelitian tersebut
berkesimpulan bahwa labelisasi halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI dapat
menjawab keraguan masyarakat dalam mengkonsumsi produk yang halal. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan jenis data kualitatif.
Selain itu skripsi yang disusun oleh Catur Nopianto yang berjudul
“Penerapan Fatwa MUI Dalam Melahirkan Produk Halal (Studi Kasus Mc Donald)”. Dalam skripsinya hanya membahas tentang penerapan fatwa MUI dalam melahirkan produk halal pada produk Mc Donald. Dalam penelitian
tersebut berkesimpulan bahwa labelisasi halal pada produk Mc Donald
merupakan salah satu upaya untuk menerapkan fatwa MUI dalam melahirkan
produk halal. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
Berdasarkan pemaparan studi terdahulu di atas, skripsi ini memiliki
perbedaan dengan tulisan-tulisan terdahulu. Pada skripsi ini, penulis hanya fokus
membahas pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen
pada produk makanan dalam kemasan dengan studi kasus pada dosen FSH UIN
Jakarta. Dengan mengaplikasikan model penelitian empiris dengan pendekatan
survei. Dengan menggunakan analisis regresi sederhana, uji koefisien
determinasi, uji F hitung dan uji t.
E. Sistematika Penulisan
Dalam membahas skripsi ini penulis membagi ke dalam lima bab. Pada
tiap-tiap bab terdapat sub-sub bab. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I, PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan terkait latar belakang
masalah, selanjutnya pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan studi terdahulu, dan
sistematika penulisan.
BAB II, TINJAUAN TEORITIS
Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan
tentang Kerangka Teori yakni: labelisasi halal yaitu pengertian
dan proses labelisasi halal. Serta teori tentang keputusan
pembelian konsumen yaitu pengertian keputusan pembelian
konsumen, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen dalam keputusan pembelian, tahap-tahap proses
pembelian konsumen, model perilaku pembelian konsumen
dan peran individu dalm keputusan pembelian. Serta
menguraikan dan menjelaskan tentang hubungan labelisasi
halal dan keputusan pembelian konsumen. Dan menguraikan
kerangka konseptual dan hipotesis.
BAB III, METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan
tentang jenis penelitian yaitu pendekatan dan metode penelitian
serta sumber data, selanjutnya populasi dan sample yaitu
pengertian populasi dan sample, teknik pengambilan sample,
kemudian pengumpulan data yaitu metode dan instrumen
penelitian, teknik uji instrumen penelitian dan teknik analisa
data.
BAB IV, ANALISA HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan
gambaran umum responden, statistik deskriptif, teknik analisis
BAB V, PENUTUP
Meliputi penutup dan kesimpulan. Penutup, yang didalamnya
mencakup kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang
1. Labelisasi Halal a. Pengertian Halal
Kehalalan merupakan masalah yang paling dahulu berhubungan
dengan manusia. Masalah tersebut telah ada semenjak manusia belum
diturunkan ke bumi dan merupakan pelajaran pertama yang diterima dari
Tuhan ketika Allah menentukan kaidah tentang kehalalan,
dipertimbangkan pula kemampuan manusia dalam bersabar terhadap
segala sesuatu, maka dari itu Allah tidak menentukan tentang kehalalan
pada udara, akan tetapi untuk makanan dan minuman serta hal-hal yang
dikonsumsi selain makanan dan minuman (seperti halnya; kosmetika,
obat-obatan dan lain-lain) ditentukan tentang kehalalannya.1
Sejak dahulu umat Islam dan bangsa ini berbeda-beda dalam
persoalan makanan dan minuman, apa yang boleh dimakan dan apa yang
tidak boleh, khususnya berupa binatang. Sedangkan mengenai makanan
dan minuman dari tumbuh-tumbuhan tidak banyak perselisihan di
kalangan manusia. Islam tidak mengharamkan kecuali sesuatu yang telah
berubah menjadi khamar (memabukkan), baik terbuat dari anggur, kurma,
1
Imam Al-Ghazali. Benang Tipis antara Halal dan Haram. Surabaya: Putra Pelajar, 2003, h. 107
gandum, maupun benda-benda lain. Intinya, makanan ataupun minuman
itu memabukkan. Demikian juga Islam mengharamkan sesuatu yang
menyebabkan hilangnya kesadaran dan melemahkan urat, dan segala
sesuatu yang membahayakan tubuh.2
Islam menyeru manusia secara umum untuk memakan yang
baik-baik, dan tidak mengikuti langkah-langkah syaitan yang memanipulasi
sebagian manusia dengan menampakkan indah tindakan mengharamkan
apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang telah diharamkan.
Makanan atau tha’am dalam bahasa al-Qur’an adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi, karena itu minuman pun termasuk dalam
pengertian tha’am. Makanan merupakan objek dari suatu benda yang dimakan. Menyantap makanan diartikan dengan memasukkan sesuatu ke
dalam tubuh agar terpenuhi zat-zat yang dibutuhkan dalam tubuh.3
Oleh karena itu agama Islam memerintahkan agar dalam
mengkonsumsi makanan haruslah halal dan thayyib.4 Halal adalah segala sesuatu yang boleh dikerjakan atau dimakan. Dengan pengertian bahwa
orang yang melakukannya tidak mendapat sanksi dari Allah SWT. Istilah
halal biasanya berhubungan dengan masalah makanan dan minuman.5
2
Ibid. h. 121 3
Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.329
4
Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyiddin Misto, Pokok-pokok Ajaran Islam, (Jakarta: Robbani Press, 2005), h.107
5
Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam
KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan
Pangan Halal adalah: tidak mengandung unsur atau bahan haram atau
dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak
bertentangan dengan syariat Islam.6
Dalam buku Ensiklopedia Islam Indonesia disebutkan bahwa halal artinya tidak dilarang, dan diizinkan melakukan atau memanfaatkannya.
Halal itu dapat diketahui apabila ada suatu dalil yang menghalalkannya
secara tegas dalam al-Qur’an dan apabila tidak ada satu dalil pun yang
mengharamkannya atau melarangnya.7
Sedangkan thayyib berarti baik, lezat dalam arti bahwa suatu makanan tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau
dicampuri benda najis.8
b. Kriteria Halal Menurut Islam
Pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal,
kecuali yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.9 Bahan makanan
yang diharamkan Allah adalah bangkai, darah, babi dan hewan yang
6
www.lppommui.or.id 7
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2002), h.346
8
Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyiddin Misto, Pokok-pokok Ajaran Islam, (Jakarta: Robbani Press, 2005), h.107
9
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 173)
Sedangkan minuman yang diharamkan Allah adalah semua bentuk
khamar (minuman beralkohol), sebagaimana disebutkan dalam QS.
Al-baqarah ayat 219:
Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram
apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh, ditanduk, diterkam binatang
buas dan yang disembelih untuk berhala, sebagaimana firman Allah dalam
QS. Al-Maidah ayat 3:
☺
☺ ☺
☺ ⌧
⌧
☺
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan) yang disembelih untuk berhala . . .” (QS. Al-Maidah [5]: 3)
Jika hewan-hewan tersebut sempat disembelih dengan menyebut nama
Allah sebelum mati, maka akan tetap halal kecuali diperuntukkan bagi
berhala.
Segala sesuatu yang ada di bumi diciptakan untuk kepentingan
manusia, kalaupun ada makanan tertentu yang diharamkan, hal ini ada
hikmahnya dan larangan tersebut tidak lain hanya untuk manusia.
Termasuk makanan dan minuman yang halal adalah:10
10
1. Bukan terdiri atau mengandung bagian atau benda dari binatang yang
dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidak
disembelih menurut ajaran Islam.
2. Tidak mengandung sesuatu yang dihukumi sebagai najis menurut
ajaran Islam.
3. Tidak mengandung bahan penolong dan/atau bahan yang diharamkan
menurut ajaran Islam.
4. Dalam proses pembuatan, menyimpan dan menghidangkan tidak
bersentuhan atau berdekatan dengan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan atau benda yang dihukumkan sebagai najis menurut ajaran
Islam.
Al-Qardhawi menegaskan bahwa masalah makanan menurut
al-Qur’an bukan masalah cabang (furu’), melainkan masalah pokok (ushul). Ayat-ayat tersebut diturunkan untuk menegakkan dan meneguhkan aqidah
Islam serta menolak pandangan orang sesat. Penghalalan makanan yang
diharamkan menandakan betapa kasih Allah kepada manusia. Makanan
tersebut justru sangat baik untuk manusia.
Dalam Islam memelihara jiwa dan akal adalah bagian dari prinsip
dharuriyah (pokok). Oleh karena itu, segala sesuatu yang akan mencelakakan jiwa maupun akal termasuk dalam hal makanan adalah
haram.
Islam adalah sebuah agama yang menjadi ideologis, sistem dan
aturan hidup, kerangka berpikir, pedoman terhadap konsep dan
pengembangan integritas diri, menjadi tolok ukur keabsahan suatu
tindakan, serta sumber inspirasi bagi sebagian besar teori peradaban.
Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang lengkap dan menyeluruh,
serta komprehensif dalam mengatur setiap aspek utama kehidupan
manusia (syumuliatul Islam).11
Konsep Syumuliatul Islam ini makin dipertegas oleh nash Al Qur’an yang berbunyi:12
☺
⌧
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu merupakan musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:168).
Syumuliatul Islam ini, oleh para pemeluknya berusaha diaplikasikan dalam tataran praktis. Salah satu contoh praktis adalah yang diterapkan
dalam pola konsumsi masyarakat Muslim di Indonesia. Produk-produk
yang dikonsumsi oleh umat Islam –terutama produk-produk makanan–
adalah makanan yang halal. Kehalalan produk makanan tersebut dapat
11
Sa’id Hawwa, Al-Islam, (Jakarta: Al Islahy Press, 1993) h. 27 12
diketahui dari label yang tercantum di kemasan produk, yang dikenal
sebagai label halal.
Temuan MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang beredarnya produk
tidak halal di masyarakat, mendapat tanggapan reaktif dari konsumen
berupa pemboikotan produk tersebut dengan cara tidak mau
mengkonsumsi dan mengedarkan produk-produk tidak halal tersebut.
Kenyataan ini membuat produsen-produsen produk makanan dalam
kemasan melakukan pemberian label halal pada produk mereka (labelisasi
halal). 13
Pemberian label berkaitan erat dengan pengemasan. Label
merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi
mengenai produk dan penjual. Stanton membagi label ke dalam 3 (tiga)
klasifikasi yaitu:14
1. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan.
2. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian,
dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang
berhubungan dengan produk.
13
Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http://www.esqmagazine.com
14
3. Grade Label, yaitu label yang mengindentifikasikan penilaian kualitas produk (product’s judged quality) dengan suatu huruf, angka, atau kata. Misal buah-buahan dalam kaleng diberi label kualitas A, B dan
C.
Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam
KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan
Pangan Halal adalah tidak mengandung unsur atau bahan haram atau
dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak
bertentangan dengan syariat Islam.15
Proses-proses yang menyertai dalam suatu produksi makanan atau
minuman, agar termasuk dalam klasifikasi halal adalah proses yang sesuai
dengan standard halal yang telah ditentukan oleh agama Islam. Diantara
standard-standard itu adalah:16
1. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi
serta tidak menggunakan alkohol sebagai ingradient yang sengaja ditambahkan.
2. Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih
menurut tata cara syariat Islam.
3. Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol.
15
Ibid.
16
4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengelolaan
dan tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau barang tidak
halal lainnya, tempat tersebut harus terlebih dahulu dibersihkan
dengan tata cara yang diatur menurut syari’at Islam.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, label didefinisikan sebagai sepotong kertas (kain, logam, kayu dan sebagainya) yang ditempelkan
pada barang dan menjelaskan tentang nama barang, nama pemilik, tujuan,
alamat dan sebagainya.17
Dalam buku Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal,
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap
keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi
keduanya, atau bentuk lain yang diserahkan pada pangan, dimasukkan ke
dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.18
Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan
kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar
halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang
diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi.19
17
Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.301
18
Departemen Agama, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, (Jakarta, 2003), h.277
19
Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia
adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata
halal dalam sebuah lingkaran.20
Untuk memperoleh label halal dari MUI, produsen harus melalui proses
sertifikasi halal terlebih dahulu. Sertifikasi halal adalah suatu proses pemeriksaan
secara rinci terhadap kehalalan produk makanan, yang selanjutnya diputuskan
kehalalannya dalam bentuk Fatwa MUI.21
Sertifikasi halal secara definisi dijelaskan dalam panduan untuk
memperoleh sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI yaitu, fatwa
tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat
Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin
pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi terkait.22
Dengan demikian Label Halal adalah label yang diberikan pada
produk-produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut agama Islam.
Perusahaan-perusahaan yang telah mencantumkan produknya dengan label halal merupakan
perusahaan yang telah melakukan prosesi halal pada produknya.
Mengacu pada klasifikasi label yang diberikan oleh Stanton, maka label
halal masuk dalam klasifikasi Descriptive Label yaitu label yang
menginformasikan tentang:23
a. Konstruksi atau pembuatan produk yang sesuai dengan standard halal;
20
Ibid.
21
Departemen Agama, Panduan Sertifikasi Halal, Jakarta, 2003, h.2 22
Ibid. h.1 23
b. Ingredient atau bahan baku produk yang sesuai dengan standard halal dan;
c. Efek yang ditimbulkan (other characteristic) produk yang sesuai dengan standar halal
d. Proses Labelisasi Halal
Sebelum mencantumkan label halal pada suatu produk, produsen
harus mengajukan sertifikat halal bagi produknya. Dalam mengajukan
sertifikat halal, produsen terlebih dahulu disyaratkan mempersiapkan
Sistem Jaminan Halal seperti diuraikan di bawah ini:24
a. Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance System) harus
didokumentasikan secara jelas dan rinci serta merupakan bagian dari
kebijakan manajemen perusahaan.
b. Dalam pelaksanaannya, Sistem Jaminan Halal ini diuraikan dalam
bentuk Panduan Halal (Halal Manual) yang memberikan uraian sistem manajemen halal yang dijalankan produsen, serta berfungsi sebagai
rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara kehalalan produk
tersebut.
c. Produsen menjabarkan Panduan Halal secara teknis dalam bentuk
Prosedur Baku Pelaksanaan (Standard Operating Procedure) untuk
24
mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan produknya tetap
terjamin.
d. Baik Panduan Halal maupun Prosedur Baku Pelaksanaan yang
disiapkan harus disosialisasikan dan diuji coba di lingkungan
produsen, sehingga seluruh jajaran manajemen dari tingkat direksi
sampai karyawan memahami betul bagaimana memproduksi produk
halal dan baik.
e. Sistem Jaminan Halal dan pelaksanaannya dimonitor dan dievaluasi
melalui sistem audit halal internal yang ditetapkan oleh perusahaan.
f. Koordinasi pelaksanaan Sistem Jaminan Halal dilakukan oleh Tim
Auditor Halal Internal yang mewakili seluruh bagian yang terkait
dengan produksi halal yang ditetapkan oleh perusahaan. Koordinator
Tim Auditor Halal Internal harus beragama Islam.
g. Penjelasan rinci tentang Sistem Jaminan Halal dapat merujuk kepada
Buku Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal, yang dikeluarkan
oleh LPPOM MUI.
Setelah persyaratan Sistem Jaminan Halal yang produsen ajukan
telah disetujui, maka produsen dapat menjalankan Prosedur Sertifikasi
Halal sebagai berikut:25
25
a. Setiap produsen mendaftarkan seluruh produknya yang diproduksi
dalam satu lokasi dan mendaftarkan seluruh pabrik pada lokasi yang
berbeda yang menghasilkan produk dengan merek yang sama.
b. Setiap produsen yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal bagi
produknya, harus mengisi formulir yang telah disediakan. Formulir
tersebut berisi informasi tentang data perusahaan, jenis dan nama
produk serta bahan-bahan yang digunakan dengan melampirkan:
1. Spesifikasi dan Sertifikat halal bahan baku, bahan tambahan dan
bahan penolong serta bagan alur proses.
2. Sertifikat Halal atau Surat Keterangan Halal dari MUI Daerah
(produk lokal) atau Sertifikat Halal dari Lembaga Islam yang telah
diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari
hewan dan turunannya.
3. Sistem jaminan halal yang diuraikan dalam panduan halal beserta
prosedur baku pelaksanaannya.
c. Tim Auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi
produsen setelah formulir beserta lampiran-lampirannya dikembalikan
ke LPPOM MUI dan diperiksa kelengkapannya.
d. Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium dievaluasi dalam
Rapat Tenaga Ahli LPPOM MUI. Jika telah memenuhi persyaratan,
maka dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada Sidang Komisi
e. Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit jika
dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan.
f. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh MUI setelah ditetapkan status
kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.
g. Perusahaan yang produknya telah mendapat Sertifikat halal, harus
mengangkat Auditor Halal Internal sebagai bagian dari Sistem
Jaminan Halal. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan
bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada proses
produksinya, Auditor Halal Internal diwajibkan segera melaporkan
untuk mendapat “ketidakberatan penggunaannya”. Bila ada
perusahaan yang terkait dengan produk halal hasil dikonsultasikan
dengan LPPOM MUI oleh Auditor Halal Internal.
Tim Auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan/audit ke
lokasi produsen untuk memastikan apakah seluruh bahan yang digunakan
dalam proses pembuatan produk memenuhi syarat yang sesuai syariah.
Tata cara pemeriksaan (audit)nya adalah sebagai berikut:
1. Surat resmi akan dikirim oleh LPPOM MUI ke perusahaan yang akan
diperiksa, yang memuat jadwal audit pemeriksaan dan persyaratan
administrasi lainnya.
2. LPPOM MUI menerbitkan surat perintah pemeriksaan yang berisi:
a.Nama ketua tim dan anggota tim
3. Pada waktu yang telah ditentukan Tim Auditor yang telah dilengkapi
dengan surat tugas dan identitas diri, akan mengadakan pemeriksaan
(auditing) ke perusahaan yang mengajukan permohonan sertifikat
halal. Selama pemeriksaan berlangsung, produsen diminta bantuannya
untuk memberikan informasi yang jujur dan jelas.
4. Pemeriksaan (audit) produk halal mencakup:
a.Manajemen produsen dalam menjamin kehalalan produk.
b.Observasi lapangan dan Pengambilan contoh hanya untuk bahan
yang dicurigai mengandung babi atau turunannya, yang mengandung
alkohol dan yang dianggap perlu.
Tabel 2.126
Bagan Proses Sertifikasi Halal
Revisi
Produsen
26
Ibid., h.11
Rencana Pengajuan Sertifikat Halal
Pemasyarakatan dan Uji Coba Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya
Audit Internal dan Evaluasi
Penyusunan Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya Rencana Sistem Jaminan Halal
LPPOM MUI Revisi
Revisi
Revisi
Fatwa MUI
Evaluasi
Sertifikat Halal Audit di Lokasi Produksi Cek Sistem Jaminan Halal
2. Keputusan Pembelian Konsumen
a. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen
Proses pengambilan keputusan yang rumit sering melibatkan
beberapa keputusan. Suatu keputusan (decision) melibatkan pilihan di antara dua atau lebih alternatif tindakan (atau perilaku). Keputusan selalu
mensyaratkan pilihan di antara beberapa perilaku yang berbeda.
Robbins menyatakan bahwa pengambilan keputusan terjadi sebagai
diinginkan oleh individu sehingga menuntut individu tersebut ke arah
tindakan alternatif dalam mengambil keputusan membeli.27
Keputusan membeli juga harus dapat dibedakan dengan maksud
membeli yang dilakukan oleh konsumen. Maksud membeli akan
dipengaruhi oleh sikap orang lain dan faktor-faktor situasional yang tidak
terduga yang mungkin dapat mengubah maksud membeli tersebut, baik itu
jadi membeli atau tidak jadi membeli, sedangkan di dalam keputusan
membeli yang dilakukan konsumen sudah jelas, dalam arti, konsumen
sudah memutuskan untuk jadi membeli, menangguhkan atau bahkan batal
membeli.28
Akan tetapi inti dari pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses penggabungan yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan
memilih salah satu diantaranya.
Menurut Engel, Black Well and Miniard, seperti yang dikutip oleh
William J. Stanton pengambilan keputusan untuk membeli sebagai suatu
sikap yang merupakan hasil atau kelanjutan dari proses yang dilakukan
individu ketika berhadapan pada situasi dan alternatif tertentu untuk
berperilaku dalam memenuhi kebutuhannya, sedangkan perilaku
27
M. Taufiq Amir, Dinamika Pemasaran: Jelajahi dan Rasakan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 47
28
keputusan membeli untuk kebanyakan produk hanyalah suatu kegiatan
rutin dalam arti kebutuhan yang terangsang akan cukup terpuaskan
melalui pembelian ulang suatu produk/jasa yang sama. Namun apabila
terjadi perubahan harga, produk dan pelayanannya, maka pembeli
mungkin akan mengulangi kembali proses keputusan membeli dengan
berbagai pertimbangan.29
Dari berbagai pendapat dan pengertian tentang keputusan membeli
di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai suatu proses yang
terdiri dari pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif
pembelian dan hasil pembelian yang dilakukan individu dalam upaya
memenuhi kebutuhan atau keinginannya atas suatu produk/jasa dengan
melakukan pemilihan alternatif yang tersedia dan proses ini berlaku untuk
pembelian ulangan atau kelanjutan.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Keputusan Pembelian30
1) Faktor Budaya
Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling
dalam terhadap perilaku konsumen. Produsen harus memahami
peran yang dimainkan oleh kultur dan kelas sosial pembeli. Sub
29
William J. Stanton, Fundamental of Marketing, (Toronto Canada: mc Grov Hill Book, Company, 1999), h. 159
30
kultur terdiri dari kebangsaan, agama, ras dan daerah geografis.
Kelas adalah pembagian masalah yang relatif homogen dan
permanen, yang tersusun secara hirarkis dan anggotanya menganut
nilai-nilai, minat dan perilaku yang serupa.
Untuk itulah produsen yang kreatif hendaknya selalu mencoba
menempatkan pergeseran budaya dalam rangka menyesuaikan atau
bahkan menghayalkan produk/jasa baru yang diinginkan oleh para
konsumen.
2) Faktor Sosial
Faktor sosial terdiri dari adanya faktor kelompok kecil, keluarga,
peran dan status sosial konsumen. Hal ini dikarenakan perilaku
seseorang dapat dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, baik itu
kelompok keanggotaan yakni yang memiliki pengaruh langsung
pada perilaku seseorang dan orang itu termasuk di dalamnya,
kelompok referensi/acuan yaitu yang memiliki pengaruh langsung
atau tidak langsung pada sikap atau perilaku seseorang, dan
kelompok aspirasional yaitu kelompok yang ingin dimasuki oleh
seseorang.
3) Faktor Pribadi
Merupakan pengaruh dari karakteristik pribadi pembeli seperti:
usia dan tahap daur hidup, kepribadian dan konsep dari pembeli.
menyesuaikan dengan usia dan tahapan daur hidupnya. Masa-masa
pergantian dari bayi, balita, remaja, dewasa dan tua akan
menentukan perilaku pembelian seseorang akan suatu produk/jasa.
4) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang berpengaruh antara lain: motivasi,
persepsi, pembelajaran, sikap dan integrasi.
Motivasi (Motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal
motivasi, terdapat urutan kepentingan yang dibutuhkan seseorang
yaitu: kebutuhan psikologis, keamanan, sosial, penghargaan dan
aktualisasi diri. Seseorang akan berusaha memuaskan kebutuhan
yang paling penting, setelah itu baru kebutuhan berikutnya.
Persepsi (Perception) adalah sebuah proses yang dengan proses itu orang-orang memilih, mengorganisasi dan menginterpretasi
informasi untuk membentuk gambaran dunia yang penuh arti.
Persepsi merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus
atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan
pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.
Pembelajaran (Learning) merupakan proses yang menjelaskan perubahan-perubahan dalam perilaku individual yang muncul dari
pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui dorongan, rangsangan,
mempengaruhi. Pembelajan dilakukan seseorang setelah membeli
produk tersebut dengan melihat apakah produk tersebut memiliki
kegunaan dan akan dijadikan sebagai referensi.
Sikap menggambarkan tentang suatu evaluasi, perasaan dan
kecenderungan seseorang yang secara relatif konsisten terhadap
suatu objek atau gagasan, karena sikap yang dimiliki seseorang
tentang sesuatu. Produsen hendaknya memperhatikan kepercayaan
akan meningkatkan citra produk/jasa dan orang-orang cenderung
bertindak sesuai dengan kepercayaan mereka.
Integrasi (Integration), merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan. Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil.
Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan
perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak
membeli produk tersebut.31
c. Tahap-tahap Proses Pembelian Konsumen32
Ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses pembelian,
yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.
Tabel 2.2
Model lima tahap proses pembelian
31
Ibid. h. 240 32
Bilson Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel,
Perilaku
Proses dimulai pada saat pembeli menyadari adanya masalah
atau kebutuhan pembelian. Pembeli merasakan adanya perbedaan
antara keadaan yang nyata dan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan
ini disebabkan oleh adanya rangsangan internal maupun eksternal dari
pengalaman sebelumnya. Orang yang telah belajar bagaimana
mengatasi dorongan ini dan dimotivasi ke arah produk yang
diketahuinya akan memuaskan dorongan ini. Konsumen akan membeli
suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya.
Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak
dapat menentukan produk yang akan dibeli.33
2) Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang terdorong kebutuhannya mungkin
mencari atau mungkin juga tidak mencari informasi lebih lanjut. Jika
dorongan konsumen kuat dan produk/jasa itu ada di dekatnya,
mungkin konsumen akan langsung membelinya. Jika tidak, maka
kebutuhan konsumen ini hanya akan menjadi ingatan saja.
33
Pencarian informasi digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu
pencarian informasi karena perhatian yang meningkat, yang ditandai
dengan pencarian informasi yang sedang-sedang saja dan pencarian
informasi dari segala sumber. Proses pencarian informasi dapat berasal
dari dalam memori (internal) dan dari bertanya kepada orang lain
(eksternal).
3) Evaluasi Alternatif
Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi,
konsumen akan mengevaluasi alternative apa yang tepat untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Evaluasi alternatif merupakan tahapan di mana konsumen
memperoleh informasi tentang suatu objek dan membuat penilaian
akhir. Pada tahap ini konsumen menyempitkan pilihan hingga
alternatif yang dipilih berdasarkan besarnya kesesuaian antara manfaat
yang diinginkan dengan yang bisa diberikan oleh pilihan produk yang
tersedia.
Adapun proses evaluasi bisa dijelaskan asumsi-asumsi sebagai
berikut:
a. Pertama, diasumsikan bahwa konsumen melihat produk/jasa
sebagai sekumpulan atribut.
b. Kedua, tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan
penekanan yang berbeda-beda dalam menilai atribut apa yang
paling penting. Konsumen yang daya belinya terbatas,
kemungkinan besar sekali memperhatikan atribut harga sebagai
yang utama.
c. Ketiga, konsumen mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang
letak produk. Sejumlah kepercayaan mengenai merek tertentu
disebut “Brand Image”. Misalnya, sejumlah kepercayaan
mengenai susu Dancow instant adalah rasa enak, harga terjangkau
dan mutu terjamin.
d. Keempat, tingkat kepuasan konsumen terhadap produk/jasa akan
beragam sesuai dengan perbedaan atribut. Misalnya, seseorang
menginginkan besarnya gambar dari televisi. Maka, kepuasan
tertinggi akan diperoleh dari televisi paling besar dan kepuasan
terendah dari televisi paling kecil. Dengan kata lain, semakin besar
ukuran televisi, maka kepuasannya juga semakin besar.
e. Kelima, konsumen akan sampai pada sikap terhadap merek yang
berbeda melalui prosedur evaluasi.
4) Keputusan Pembelian
Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis
yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Keputusan
pembelian merupakan tahapan di mana konsumen telah memiliki
uang atau janji untuk membayar dengan hak kepemilikan atau
penggunaan suatu barang dan jasa.
Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan
pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama
dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan. Setelah
keputusan diambil maka pembeli akan menjumpai serangkaian
keputusan menyangkut jenis produk/jasa, merek, penjual, kualitas,
waktu pembelian dan cara pembayaran.
5) Perilaku Pasca Pembelian
Perilaku pasca pembelian merupakan proses evaluasi yang
dilakukan konsumen yang tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan
keputusan pembelian. Pada tahapan ini konsumen akan mengalami
dua kemungkinan yaitu kepuasan dan ketidak-puasan terhadap pilihan
yang diambilnya. Setelah membeli suatu produk, konsumen akan
melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya.
Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen.
Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya
dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan produk tersebut
di masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika
produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan
Semua tahap yang ada dalam proses pembelian sampai dengan
tahap kelima yang bersifat operatif. Perasaan dan perilaku sesudah
pembelian dapat mempengaruhi penjualan ulang dan juga
mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang
produk yang dibelinya. Hal ini karena ada kemungkinan bahwa
pembeli mengalami ketidakpuasan tersebut.34
d. Model Perilaku Pembelian 35
e. Peran individu dalam keputusan pembelian36
Kita dapat membedakan lima peran yang dimainkan orang dalam
keputusan pembelian yang sesuai dengan pendapat yang diutamakan oleh
Kottler:
a. Pencetus; seseorang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk
membeli suatu produk/jasa.
b. Pemberi pengarah; seseorang yang pandangan atau sarannya
mempengaruhi keputusan.
c. Pengambilan keputusan; seseorang yang mengambil keputusan untuk
setiap komponen apakah membeli, tidak membeli, bagaimana membeli
dan di mana akan membeli.
d. Pembeli; orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya.
e. Pemakai; seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk/jasa
yang bersangkutan.
3. Hubungan antara Labelisai Halal dengan Keputusan Pembelian Konsumen.
Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar
yang potensial dikarenakan pola konsumsi khusus mereka dalam
mengkonsumsi suatu produk. Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam
yang disebut dengan syariat.37 Dalam ajaran syariat, tidak diperkenankan bagi
kaum Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk tertentu karena substansi
yang dikandungnya atau proses yang menyertainya tidak sesuai dengan ajaran
syariat tersebut.38
Ajaran tegas syariat Islam untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh
Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan membuat
konsumen Muslim bukanlah konsumen yang permissive dalam pola
konsumsinya. Mereka dibatasi oleh ke-Halalan dan ke-Haraman yang dimuat
dalam nash Al-Qur’an dan Al-Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.39
Pemahaman yang semakin baik tentang agama semakin membuat
konsumen Muslim menjadi semakin selektif dalam pemilihan produk yang
dikonsumsi.40 Produk-produk yang mendapat pertimbangan utama dalam
proses pemilihannya berdasarkan ketentuan syariat yang menjadi tolok ukur
untuk konsumen Muslim adalah produk-produk makanan dan minuman.
Ketidakinginan masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk
haram akan meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses
37 Rustam Efendi “Sertifikasi Halal Juga Untungkan Produsen”, artikel diakses pada
tanggal 17 februari 2010 dari http://gagasanhukum.wordpress.com 38
Departemen Agama RI. Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI
(Jakarta, 2003). h. 2 39
Ibid.h. 8 40
pemilihan produk. Dengan begitu akan ada produk yang dipilih untuk
dikonsumsi dan produk yang disisihkan akibat adanya proses pemilihan
tertsebut. Proses pemilihannya sendiri akan menjadikan kehalalan sebagai
parameter utamanya.
Khusus di Indonesia, konsumen Muslim dilindungi oleh lembaga yang
secara khusus bertugas untuk mengaudit produk-produk yang dikonsumsi oleh
konsumen Muslim di Indonesia. Lembaga ini adalah Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia
(LPPOM-MUI). Lembaga ini mengawasi produk yang beredar di masyarakat dengan
cara memberikan sertifikat halal sehingga produk yang telah memiliki
sertifikat halal tersebut dapat memberi label halal pada produknya.41
Adanya LPPOM MUI dapat memudahkan masyarakat Indonesia untuk
mengetahui kehalalan suatu produk. Dengan memberikan sertifikat halal pada
produk yang telah diaudit keabsahan halal-nya sehingga
produk-produk tersebut bisa mencantumkan label halal dan hal itu berarti produk-produk
tersebut telah halal untuk dikonsumsi umat Muslim.42
Dengan adanya label halal ini konsumen Muslim dapat memastikan
produk mana saja yang boleh mereka konsumsi. Secara teori maka, untuk para
pemeluk agama Islam yang taat, pilihan produk makanan yang mereka pilih
adalah makanan halal yang diwakili dengan label halal.
41
Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http://www.esqmagazine.com
42
Namun, kenyataan yang berlaku pada saat ini adalah bahwa LPPOM
MUI memberikan sertifikat halal kepada produsen-produsen obat dan
makanan yang secara suka rela mendaftarkan produknya untuk diaudit
LPPOM MUI. Dengan begitu produk yang beredar di kalangan konsumen
Muslim bukanlah produk-produk yang secara keseluruhan memiliki label
halal yang dicantumkan pada kemasannya. Artinya masih banyak
produk-produk yang beredar di masyarakat belum memiliki sertifikat halal yang
diwakili dengan label halal yang ada pada kemasan produk.43
Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada
produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasannya dan
produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan
kehalalan produk tersebut. Maka keputusan untuk membeli produk-produk
yang berlabel halal atau tidak akan ada sepenuhnya di tangan konsumen
sendiri.
B. Kerangka Konseptual
Produk Konsumen
Muslim
Halal
Tidak Membeli Haram
43
Berlabel Halal
Cenderung Membeli
Tidak Berlabel Halal
Membeli/Tidak
C. Hipotesis
Hipotesa tidak lain adalah jawaban sementara yang digunakan penulis
dalam penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. Hipotesa bisa saja
salah, hipotesa ini akan diuji oleh penulis sendiri sehingga akan didapat suatu
kesimpulan apakah hipotesa tersebut dapat diterima atau ditolak. Penelitian ini
akan menguji dan membuktikan kebenaran hipotesis tersebut sebagai berikut:
Ho: Tidak ada pengaruh antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian
konsumen
Hα: Ada pengaruh antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian
A. Jenis Penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini diaplikasikan model penelitian empiris dengan
pendekatan survei. Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpunnya,
penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisa statistik.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden
melalui kuesioner.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur
kepustakaan seperti buku-buku, serta sumber lainnya yang berkaitan
dengan materi penulisan ini.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang
memiliki karekteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.1
1
Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005),
h.389