• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh lebelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh lebelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELIAN KONSUMEN

(Studi Pada Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

MAHWIYAH

NIM : 106046101652

K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H

PROGRAM STUDI MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PENYATAAN... iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 8

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ………... 9

E. Sistematika Penulisan ………. 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kerangka Teori... 14 1. Teori Labelisasi Halal ...

a. Pengertian Halal ... b. Kriteria Halal menurut Islam ... c. Pengertian Labelisasi Halal ... d. Proses Labelisasi Halal ... 2. Teori Keputusan Pembelian Konsumen ... a. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen... b. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam

Keputusan Pembelian ………...………..

c. Tahap-tahap Proses Pembelian Konsumen ...

(3)

B. Kerangka Konseptual... 44

C. Hipotesis... 45

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 46 1. Pendekatan dan Metode Penelitian... 2. Sumber data ... 3. Teknik Pengambilan sampel ...

46 47 47 C. Pengumpulan data ... 48

1. Metode dan Instrumen Penelitian ... 2. Teknik Uji Instrumen Penelitian... 3. Teknik Analisa Data ...

48 51 55

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Responden ... 60 B. Statistik Deskriptif ... 61

1. Labelisasi Halal ... 2. Keputusan Pembelian Konsumen ...

62 74 C. Teknik Analisis Data... 80

1. Uji Normalitas ... 2. Uji Heteroskedastisitas ...

80 82 D. Uji Hipotesis ... 82 1.Uji Goodness of Fit ... 84

(4)

A. Kesimpulan... 93

B. Saran... 95

DAFTAR PUSTAKA... 97

LAMPIRAN... 100

(5)

Tabel 2.3 Perilaku Pembelian Konsumen ………..……….40

Tabel 3.1 Skala Labelisasi Halal ……….………49

Tabel 3.2 Skor Skala labelisasi halal ………..……….49

Tabel 3.3 Skala Keputusan Pembelian konsumen ……….…….50

Tabel 3.4 Skor Skala Keputusan pembelian Konsumen ……….51

Tabel 3.5 Kaidah Reliabilitas Guilford ………..……….52

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Labelisasi halal ……..………….53

Tabel 3.7 Hasil pengujian Validitas VariabelKeputusan Pembelian Konsumen.54 Tabel 4.1 Responden berdasarkan Jenis kelamin ………...………...60

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Usia .. ………..……….60

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……….61

Tabel 4.4 Mengetahui Tentang Labelisasi Yang Dilakukan Oleh LPPOM MUI62 Tabel 4.5 Produk yang Berlabel Halal Diproses Dengan Cara yang Sesuai Dengan Syariat Islam ….. ………..……….62

Tabel 4.6 Produk Yang Berlabel Halal Dijamin Mutunya ……….….63

Tabel 4.7 Label Halal Menjamin Kehalalan Produk …. ……….63

Tabel 4.8 Label Halal Memberikan Kepuasan Dalam Mengkonsumsi Produk...64

Tabel 4.9 Sudah Banyak produk Yang Menggunakan Label Halal …………...64

Tabel 4.10 Label halal Memberikan Informasi Mengenai Komposisi Dasar Produk Yang Halal dan Baik… ………...………...65

Tabel 4.11 Percaya Dengan Kehalalan Produk yang Berlabel Halal …………....66

Tabel 4.12 Keterangan di daftar Ingradiant Sangat Jauh Dari Mencukupi Untuk Memastikan Kehalalan Produk ………..……….66

Tabel 4.13 Selalu Memperhatikan Kehalalan Produk yang Dikonsumsi …….….67

Tabel 4.14 Label Halal Menjadi Motivasi Untuk Mengkonsumsi Produk ……..67

(6)

Tabel 4.18 Semua Produk Halal Yang Beredar di Indonesia Sebaiknya

Memiliki Label Halal ……….. ………..………….70 Tabel 4.19 Sosialisasi Labelisasi Halal harus Dilakukan Secara Berkala

Melalui Berbagai Media ……….………....70 Tabel 4.20 Merasa Lebih Aman Ketika Mengkonsumsi Produk Yang

Sudah Berlabel Halal ………. ……….…………...71 Tabel 4.21 Labelisasi Halal Bukanlah Hal Yang Penting ……….………….…..71 Tabel 4.22 Label Halal Mencerminkan Produk Yang Bebas Dari Haram ..…….72 Tabel 4.23 Produk Yang Tidak Berlabel Halal Belum Tentu Haram ……….….72 Tabel 4.24 Produk Yang Tidak Berlabel Halal Merupakan Produk yang Haram..73 Tabel 4.25 Tidak Semua Produk Yang Beredar di Indonesia Harus Memilki

Label Halal ……… ……….73 Tabel 4.26 Label Halal Menjadi Pertimbangan Utama Dalam Membeli Produk .74 Tabel 4.27 Tetap Membeli Produk Yang Tidak Berlabel Halal Karena

Keunikan Produk ………... ………...….75 Tabel 4.28 Hanya Mengkonsumsi Produk Yang Berlabel halal ………..75

Tabel 4.29 Harga Turut Mempengaruhi Pembelian ………….. ……..………….76

Tabel 4.30 Merasa Lebih Puas Jika Mengkonsumsi Produk Yang Berlabel Halal76 Tabel 4.31 Lebih Memperhatikan Kualitas Produk dari Pada Harga Produk …..77 Tabel 4.32 Lebih Memilih Produk Yang Berlabel Halal Dibanding Yang

Tidak Berlabel Halal ………. ………..……..……….78 Tabel 4.33 Menebak Sendiri Kehalalan Produk Dari Daftar Ingradiant ………..78 Tabel 4.34 Mengkonsumsi Produk Yang Berlabel Halal Atau Tidak

Berlabel Halal Adalah Sama saja …….……….………79 Tabel 4.35 Mereka-reka Kehalalan Produk Yang Tidak Berlabel Halal ………..79

(7)

Tabel 4.39 Pedoman Untuk Menginterpretasikan Koefisien Korelasi ……….….85

Tabel 4.40 ANOVAb ………. ………...85

Tabel 4.41 Coefficientsa ………….. ………...………..86

(8)

xv

Hasil Uji Normalitas ……….103

Hasil Uji Heteroskedastisitas ………...….104

Hasil Uji Linearitas ………...105

Kuesioner ………..106

Hasil Perhitungan Kuesioner………...…. 110

Surat Mohon Data ke Fakultas Syariah dan Hukum……….………115

(9)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

MAHWIYAH

NIM: 106046101652

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Syahrul A’dam, M.Ag. Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si

NIP. 1973050420031002 NIP.198110132008011006

K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H

PROGRAM STUDI MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1431 H / 2010 M

(10)

Pembelian Konsumen (Studi Pada Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 24 September 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM.

NIP: 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

1. Ketua : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH.,

MA., MM

(……….)

NIP: 195505051982031012

2. Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H (……….)

NIP: 197407252001121001

3. Pembimbing I : Dr. Syahrul A’dam, M.Ag (……….)

NIP: 1973050420031002

4. Pembimbing II : Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si. (……….)

NIP: 198110132008011006

5. Penguji I : Dr. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, MS.,

MSc., Ph.D

(……….)

NIP: 196106241985121001

6. Penguji II : Dr. Aziza, MA (……….)

NIP: 196701071997032001

(11)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Syawal 1431 H September 2010 M

MAHWIYAH

(12)

Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H / 2010 M.

Isi: xv + 99 halaman + 9 lampiran, 42 literatur (1992-2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh labelisasi halal pada produk makanan dalam kemasan terhadap keputusan pembelian konsumen dalam mengkonsumsi produk makanan dalam kemasan yang berlabel halal, pada penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang peneliti sebar kepada para dosen tetap Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan data sekunder yang mendukung penelitian ini. Sedangkan untuk metode analisis dan uji hipotesis penelitian menggunakan regresi linear sederhana.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa labelisasi halal berpengaruh secara signifikan sebesar 54.7%, hal ini menunjukan adanya pengaruh yang sedang antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen. Berdasarkan koefisien determinasi dapat disimpulkan bahwa pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen dalam mengkonsumsi produk makanan dalam kemasan yang berlabel halal sebesar 32.7%. dan selebihnya 67.3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam penelitian ini.

Kata Kunci: Labelisasi Halal, Keputusan Pembelian Konsumen

Pembimbing I : Dr. Syahrul A’dam, M.Ag

NIP. 1973050420031002

Pembimbing II : Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si.

NIP.198110132008011006

(13)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya,

shalawat dan salam semoga selalu tercurah ke hadirat Rasul pembawa cahaya,

Muhammad SAW. Di balik terselesaikannya skripsi dengan judul “Pengaruh Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Studi Pada Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta), maka penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu DR. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH,

Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Syahrul A’dam, M.Ag. dan Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si,

Dosen Pembimbing I dan II atas segenap waktu, arahan, motivasi, dan

kesabarannya dalam membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi ini.

4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini dapat

dimanfaatkan sebaik-baiknya.

5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.

(14)

universitas di Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

7. Keluarga besar (alm) H. Abd. Khoir, terutama ibunda yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk dapat merasakan pendidikan di Perguruan

Tinggi. Kakak-kakakku tercinta: bang mbad, ka’ Dian, Chiko, Po Iis, Mas Jo,

Nyit2 dan Bacam terimakasih atas semangat dan dorongannya. Rahmah, Nabil,

Fitri dan Izzah terimakasih atas tawa dan canda kalian yang mampu

menghilangkan penat di kepala.

8. Bang Jalal dan Ka Sukma terima kasih untuk komputer dan printernya.

9. Sahabat-sahabatku Iea, Nay dan Nie terima kasih untuk perhatian, motivasi dan

kebersamaannya.

10.Untuk bapak Mu’min Rauf, S.Ag., MA terimakasih untuk do’a, arahan dan

motivasinya. Kholis terimakasih untuk hadits dan kutipan bahasa Arabnya. Zaki

terima kasih untuk SPSS dan Arabic pad-nya. Dan untuk Irma terima kasih untuk

bantuannya selama penyebaran angket.

11.Teman-teman di Program Studi Muamalat Perbankan Syariah angkatan 2006,

terutama PSC 2006, yang telah menemani penulis selama menimba ilmu di

perkuliahan.

12.Dosen tetap Fakultas Syariah dan Hukum terima kasih telah bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini.

(15)

viii

Ciputat, Syawal 1431 H September 2010 M

(16)

Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar yang

potensial dikarenakan pola khusus mereka dalam mengkonsumsi suatu produk.

Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam yang disebut dengan Syariat.1 Dalam

ajaran Syariat, tidak diperkenankan bagi kaum Muslim untuk mengkonsumsi

produk-produk tertentu karena substansi yang dikandungnya atau proses yang

menyertainya tidak sesuai dengan ajaran Syariat tersebut.2 Dengan adanya aturan

yang tegas ini maka para pemasar memiliki rintangan dan kesempatan untuk

mengincar pasar khusus kaum Muslimin.

Ajaran tegas Syariat Islam untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh

Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan membuat konsumen

Muslim bukanlah konsumen yang permissive (serba membolehkan) dalam pola konsumsinya. Mereka dibatasi oleh kehalalan dan keharaman yang dimuat dalam

nash Al Qur’an dan Al Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.3

Populasi yang demikian besar dari kaum Muslimin membuat kaum

Muslimin menjadi pasar yang demikian potensial untuk dimasuki. Untuk negara

Indonesia, dengan populasi kaum Muslimin yang mencapai bilangan 90% dari

1

Rustam Efendi “Sertifikasi Halal Juga Untungkan Produsen”, artikel diakses pada

tanggal 17 februari 2010 dari http://gagasanhukum.wordpress.com 2

Departemen Agama RI. Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI

(Jakarta, 2003). h. 2 3

Ibid. h. 8

(17)

jumlah total warga negara, maka dengan sendirinya pasar Indonesia merupakan

pasar konsumen Muslim yang demikian besar.4

Pemahaman yang semakin baik tentang agama makin membuat konsumen

Muslim menjadi semakin selektif dalam pemilihan produk yang dikonsumsi.5

Khusus di Indonesia, konsumen Muslim dilindungi oleh lembaga yang secara

khusus bertugas untuk mengaudit produk-produk yang dikonsumsi oleh

konsumen Muslim di Indonesia. Lembaga ini adalah Lembaga Pengkajian

Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI).

Lembaga ini mengawasi produk yang beredar di masyarakat dengan cara

memberikan sertifikat halal sehingga produk yang telah memiliki sertifikat halal

tersebut dapat memberi label halal pada produknya. Artinya produk tersebut

secara proses dan kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari

unsur-unsur yang dilarang oleh ajaran agama Islam, atau produk tersebut telah menjadi

kategori produk halal dan tidak mengandung unsur haram dan dapat dikonsumsi

secara aman oleh konsumen Muslim.6

Produk-produk yang mendapat pertimbangan utama dalam proses

pemilihannya berdasarkan ketentuan Syariat yang menjadi tolok ukur untuk

konsumen Muslim adalah produk-produk makanan dan minuman. Ketidakinginan

masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk haram akan

4

Data ini diakses dari www.depperin.go.id/IND/Publikasi/Matriks_Berita/berita.asp?kd pada tanggal 17 April 2010

5

Anton Apriyantono Nurbowo. “Aku Ingin Yang Halal” Artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari www.unisba.ac.id

6

(18)

meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses pemilihan produk.

Dengan begitu akan ada produk yang dipilih untuk dikonsumsi dan produk yang

disisihkan akibat adanya proses pemilihan tersebut. Proses pemilihannya sendiri

akan menjadikan kehalalan sebagai parameter utamanya.

Ketentuan ini membuat keterbatasan pada produk-produk makanan untuk

memasuki pasar umat Muslim. Konsumen Muslim sendiri juga bukan tanpa

kesulitan untuk memilah produk-produk yang mereka konsumsi menjadi produk

dalam kategori halal dan haram. Tentunya untuk memeriksakan sendiri kondisi

kehalalan suatu produk adalah kurang memungkinkan. Hal ini berkaitan dengan

masalah teknis dalam memeriksa kehalalan suatu produk, seperti uji kimia,

pengamatan proses serta pemeriksaan kandungan produk.

Adanya LPPOM-MUI dapat membantu masyarakat memudahkan proses

pemeriksaan kehalalan suatu produk. Dengan mendaftarkan produk untuk diaudit

keabsahan halal-nya oleh LPPOM-MUI sehingga produknya bisa mencantumkan

label halal dan hal itu berarti produk tersebut telah halal untuk dikonsumsi ummat

Muslim dan hilanglah rintangan nilai yang membatasi produk dengan konsumen

Muslim. Hal ini berarti peluang pasar yang sangat besar dapat terbuka.7

Dengan adanya label halal ini konsumen Muslim dapat memastikan

produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, yaitu produk yang memiliki dan

7

Dase Hunaefi dan Refinal. “Pentingnya Labelisasi Halal untuk Produk Minuman dalam Kemasan di Indonesia”. artikel ini diakses pada 17 februari 2010 dari

(19)

mencantumkan label halal pada kemasannya. Secara teori, maka untuk para

pemeluk agama Islam yang taat, pilihan produk makanan yang mereka pilih

adalah makanan halal yang diwakili dengan label halal.

Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi

yang dapat diperoleh konsumen akan semakin banyak dan turut pula

mempengaruhi pola konsumsi mereka. Labelisasi halal yang secara prinsip adalah

label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel tersebut,

bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak

mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk

tersebut boleh dikonsumsi. 8 Dengan demikian produk-produk yang tidak

mencantukam label halal pada kemasannya dianggap belum mendapat

persetujuan lembaga berwenang (LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan ke dalam

daftar produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalannya. Ketidakadaan

label halal itu akan membuat konsumen Muslim berhati-hati dalam memutuskan

untuk mengkonsumsi atau tidak produk-produk tanpa label halal tersebut.

Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia

adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata

halal dalam sebuah lingkaran.9 Peraturan pelabelan yang dikeluarkan Dirjen POM

(Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan) Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, mewajibkan para produsen produk makanan untuk

8

Departemen Agama RI. Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal (Jakarta,

2003) h. 277 9

(20)

mencantumkan label tambahan yang memuat informasi tentang kandungan

(ingradient) dari produk makanan tersebut.10 Dengan begitu konsumen dapat memperoleh sedikit informasi yang dapat membantu mereka untuk menentukan

sendiri kehalalan suatu produk.

Kondisi masyarakat Muslim yang menjadi konsumen dari produk-produk

makanan yang beredar di pasar, namun mereka tidak mengetahui apa yang

sebenarnya mereka konsumsi selama ini. Sebagai orang Islam yang memiliki

aturan yang sangat jelas tentang halal dan haram, seharusnya konsumen Muslim

terlindungi dari produk-produk yang tidak halal atau tidak jelas kehalalannya

(syubhat). LPPOM MUI memberikan sertifikat halal pada produk-produk yang lolos audit sehingga produk tersebut dapat dipasang label halal pada kemasannya

dengan demikian masyarakat dapat mengkonsumsi produk tersebut dengan aman.

Kenyataan yang berlaku pada saat ini adalah bahwa LPPOM-MUI

memberikan sertifikat halal kepada produsen-produsen obat dan makanan yang

secara sukarela mendaftarkan produknya untuk diaudit LPPOM-MUI. Dengan

begitu produk yang beredar di kalangan konsumen Muslim bukanlah

produk-produk yang secara keseluruhan memiliki label halal yang dicantumkan pada

kemasannya. Artinya masih banyak produk-produk yang beredar di masyarakat

belum memiliki sertifikat halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada

10

(21)

kemasan produknya. 11 Berdasarkan survei yang dilakukan LPPOM MUI

sedikitnya ada 40 persen produk makanan yang beredar di Indonesia belum

mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).12

Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada

produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasannya dan

produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan

kehalalan produk tersebut. Maka keputusan untuk membeli produk-produk yang

berlabel halal atau tidak akan ada sepenuhnya di tangan konsumen sendiri.

FSH UIN Jakarta yang seluruh dosennya beragama Islam dapat menjadi

perwakilan dari komunitas Muslim yang menjadi konsumen produk tersebut.

Dosen adalah komunitas kritis yang bila ditinjau dari sisi informasi yang mereka

peroleh dan kemampuan mereka untuk mencerna informasi adalah komunitas

yang bisa memilah-milah produk-produk yang mereka konsumsi berdasarkan

informasi yang mereka peroleh.

Agar dapat memperoleh informasi yang lebih jelas serta disertai bukti

ilmiah mengenai bagaimana pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian

konsumen terhadap suatu produk tertentu, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah.

Untuk itu penulis akan melakukan penelitian skripsi dengan menjadikan

dosen FSH UIN Jakarta sebagai responden. Penulis memberikan batasan bahwa

11

Ahmad Haris. “Halal di kemasan Belum Tentu Halal Dimakan”. artikel ini diakses pada tanggal 17 februari 2010 dari http://www.harisahmad.com

12

(22)

produk makanan dalam kemasan yang dimaksud adalah produk-produk seperti

coklat, susu, mie instan, snack, dan produk-produk makanan lainnya yang

diproduksi dengan menggunakan kemasan dan menyertakan label halal di dalam

kemasannya.

Penulis memberikan judul pada penelitian skripsi ini dengan judul:

“Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Studi

Pada Dosen Fakultas Syariah dan hukum UIN Jakarta)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari melebarnya pembahasan, penulis merasa perlu untuk

memberikan batasan dan rumusan masalah terhadap apa yang dikaji, maka dalam

penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada masalah pengaruh labelisasi halal

terhadap keputusan pembelian konsumen pada produk makanan dalam kemasan

seperti coklat, susu, mie instan, snack, dan produk-produk makanan lainnya yang

diproduksi dengan menggunakan kemasan dan menyertakan label halal di dalam

kemasannya. Dengan studi kasus pada dosen tetap FSH UIN Jakarta.

Berdasarkan batasan masalah dan batasan penelitian di atas, maka untuk

mempermudah pembahasan, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana tanggapan konsumen Muslim yaitu dosen di Fakultas Syariah dan

(23)

2. Bagaimana pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian produk

makanan dalam kemasan pada dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Mengetahui labelisasi halal produk makanan dalam kemasan dalam benak

konsumen.

b. Menganalisis pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian

produk makanan dalam kemasan pada dosen FSH UIN Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah:

1. Upaya menambah khazanah pengetahuan di bidang ekonomi Islam,

terutama yang berkaitan dengan labelisasi halal dan keputusan pembelian

konsumen.

2. Sebagai tambahan wawasan pengetahuan, terutama bagi penulis.

3. Menambah keyakinan bagi para konsumen dalam mengkonsumsi sesuatu

dengan perlindungan yang telah agama dan negara berikan.

(24)

D. Review Studi Terdahulu

Sebelumnya ada beberapa penelitian skripsi yang mengangkat tema

mengenai sertifikasi halal atau labelisasi halal seperti mengenai “Pengaruh Sosialisasi Sertifikasi Halal Terhadap Perilaku Konsumsi Masyarakat Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan” yang disusun oleh: Nur Faizah. Dalam skripsinya hanya membahas pengaruh sosialisasi sertifikasi halal

terhadap perilaku konsumsi masyarakat kecamatan Mampang dan lebih

menekankan pada proses sosialisasi sertifikasi halal yang dilakukan LPPOM MUI

terhadap perilaku konsumsi masyarakat dan perubahan perilaku konsumsi

masyarakat setelah adanya sertifikasi halal. Dalam penelitian tersebut

berkesimpulan bahwa sosialisasi sertifikasi halal yang dilakukan pihak LPPOM

MUI berpengaruh terhadap perilaku konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat

kecamatan Mampang Prapatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

penelitian deskriptif komparasi dengan jenis data perpaduan antara data kualitatif

dan kuantitatif. Dengan menggunakan uji table t dan uji dua sample berpasangan

Wilcoxon dan menggunakan sampel sebanyak 100 responden.

Selain itu skripsi yang disusun oleh Siti Rohmah yang berjudul

“Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam: Analisis Terhadap Sertifikasi Halal MUI (Studi Kasus pada Produk Papa Ron’s Pizza)”. Dalam skripsinya membahas upaya perlindungan konsumen Muslim melalui sertifikasi

halal dan pengaruh sertifikasi halal terhadap penjualan produk dan pemenuhan

(25)

berkesimpulan bahwa sertifikasi halal MUI pada produk Papa Ron’s Pizza dapat

memberikan perlindungan bagi konsumen Papa Ron’s Pizza untuk tetap

mengkonsumsi produk yang halal. Metode yang digunakan pada penelitian ini

adalah deskriptif, analisis dan eksplanatif dengan jenis data perpaduan antara data

kualitatif dan kuantitatif. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda

dan menggunakan sampel sebanyak 40 responden.

Dan skripsi yang disusun oleh Ismail yang berjudul “Labelisasi Halal dalam Upaya Menjawab Keraguan Masyarakat”. Dalam skripsinya hanya membahas peran labelisasi halal dalam menjawab keraguan masyarakat mengenai

halal tidaknya makanan yang beredar di masyarakat. Dalam penelitian tersebut

berkesimpulan bahwa labelisasi halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI dapat

menjawab keraguan masyarakat dalam mengkonsumsi produk yang halal. Metode

penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan jenis data kualitatif.

Selain itu skripsi yang disusun oleh Catur Nopianto yang berjudul

“Penerapan Fatwa MUI Dalam Melahirkan Produk Halal (Studi Kasus Mc Donald)”. Dalam skripsinya hanya membahas tentang penerapan fatwa MUI dalam melahirkan produk halal pada produk Mc Donald. Dalam penelitian

tersebut berkesimpulan bahwa labelisasi halal pada produk Mc Donald

merupakan salah satu upaya untuk menerapkan fatwa MUI dalam melahirkan

produk halal. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif

(26)

Berdasarkan pemaparan studi terdahulu di atas, skripsi ini memiliki

perbedaan dengan tulisan-tulisan terdahulu. Pada skripsi ini, penulis hanya fokus

membahas pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen

pada produk makanan dalam kemasan dengan studi kasus pada dosen FSH UIN

Jakarta. Dengan mengaplikasikan model penelitian empiris dengan pendekatan

survei. Dengan menggunakan analisis regresi sederhana, uji koefisien

determinasi, uji F hitung dan uji t.

E. Sistematika Penulisan

Dalam membahas skripsi ini penulis membagi ke dalam lima bab. Pada

tiap-tiap bab terdapat sub-sub bab. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis

menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I, PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan terkait latar belakang

masalah, selanjutnya pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan studi terdahulu, dan

sistematika penulisan.

BAB II, TINJAUAN TEORITIS

Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan

tentang Kerangka Teori yakni: labelisasi halal yaitu pengertian

(27)

dan proses labelisasi halal. Serta teori tentang keputusan

pembelian konsumen yaitu pengertian keputusan pembelian

konsumen, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

konsumen dalam keputusan pembelian, tahap-tahap proses

pembelian konsumen, model perilaku pembelian konsumen

dan peran individu dalm keputusan pembelian. Serta

menguraikan dan menjelaskan tentang hubungan labelisasi

halal dan keputusan pembelian konsumen. Dan menguraikan

kerangka konseptual dan hipotesis.

BAB III, METODE PENELITIAN

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan

tentang jenis penelitian yaitu pendekatan dan metode penelitian

serta sumber data, selanjutnya populasi dan sample yaitu

pengertian populasi dan sample, teknik pengambilan sample,

kemudian pengumpulan data yaitu metode dan instrumen

penelitian, teknik uji instrumen penelitian dan teknik analisa

data.

BAB IV, ANALISA HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan

gambaran umum responden, statistik deskriptif, teknik analisis

(28)

BAB V, PENUTUP

Meliputi penutup dan kesimpulan. Penutup, yang didalamnya

mencakup kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah

diuraikan pada bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang

(29)

1. Labelisasi Halal a. Pengertian Halal

Kehalalan merupakan masalah yang paling dahulu berhubungan

dengan manusia. Masalah tersebut telah ada semenjak manusia belum

diturunkan ke bumi dan merupakan pelajaran pertama yang diterima dari

Tuhan ketika Allah menentukan kaidah tentang kehalalan,

dipertimbangkan pula kemampuan manusia dalam bersabar terhadap

segala sesuatu, maka dari itu Allah tidak menentukan tentang kehalalan

pada udara, akan tetapi untuk makanan dan minuman serta hal-hal yang

dikonsumsi selain makanan dan minuman (seperti halnya; kosmetika,

obat-obatan dan lain-lain) ditentukan tentang kehalalannya.1

Sejak dahulu umat Islam dan bangsa ini berbeda-beda dalam

persoalan makanan dan minuman, apa yang boleh dimakan dan apa yang

tidak boleh, khususnya berupa binatang. Sedangkan mengenai makanan

dan minuman dari tumbuh-tumbuhan tidak banyak perselisihan di

kalangan manusia. Islam tidak mengharamkan kecuali sesuatu yang telah

berubah menjadi khamar (memabukkan), baik terbuat dari anggur, kurma,

1

Imam Al-Ghazali. Benang Tipis antara Halal dan Haram. Surabaya: Putra Pelajar, 2003, h. 107

(30)

gandum, maupun benda-benda lain. Intinya, makanan ataupun minuman

itu memabukkan. Demikian juga Islam mengharamkan sesuatu yang

menyebabkan hilangnya kesadaran dan melemahkan urat, dan segala

sesuatu yang membahayakan tubuh.2

Islam menyeru manusia secara umum untuk memakan yang

baik-baik, dan tidak mengikuti langkah-langkah syaitan yang memanipulasi

sebagian manusia dengan menampakkan indah tindakan mengharamkan

apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang telah diharamkan.

Makanan atau tha’am dalam bahasa al-Qur’an adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi, karena itu minuman pun termasuk dalam

pengertian tha’am. Makanan merupakan objek dari suatu benda yang dimakan. Menyantap makanan diartikan dengan memasukkan sesuatu ke

dalam tubuh agar terpenuhi zat-zat yang dibutuhkan dalam tubuh.3

Oleh karena itu agama Islam memerintahkan agar dalam

mengkonsumsi makanan haruslah halal dan thayyib.4 Halal adalah segala sesuatu yang boleh dikerjakan atau dimakan. Dengan pengertian bahwa

orang yang melakukannya tidak mendapat sanksi dari Allah SWT. Istilah

halal biasanya berhubungan dengan masalah makanan dan minuman.5

2

Ibid. h. 121 3

Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.329

4

Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyiddin Misto, Pokok-pokok Ajaran Islam, (Jakarta: Robbani Press, 2005), h.107

5

(31)

Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam

KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan

Pangan Halal adalah: tidak mengandung unsur atau bahan haram atau

dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak

bertentangan dengan syariat Islam.6

Dalam buku Ensiklopedia Islam Indonesia disebutkan bahwa halal artinya tidak dilarang, dan diizinkan melakukan atau memanfaatkannya.

Halal itu dapat diketahui apabila ada suatu dalil yang menghalalkannya

secara tegas dalam al-Qur’an dan apabila tidak ada satu dalil pun yang

mengharamkannya atau melarangnya.7

Sedangkan thayyib berarti baik, lezat dalam arti bahwa suatu makanan tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau

dicampuri benda najis.8

b. Kriteria Halal Menurut Islam

Pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal,

kecuali yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.9 Bahan makanan

yang diharamkan Allah adalah bangkai, darah, babi dan hewan yang

6

www.lppommui.or.id 7

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2002), h.346

8

Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyiddin Misto, Pokok-pokok Ajaran Islam, (Jakarta: Robbani Press, 2005), h.107

9

(32)

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 173)

Sedangkan minuman yang diharamkan Allah adalah semua bentuk

khamar (minuman beralkohol), sebagaimana disebutkan dalam QS.

Al-baqarah ayat 219:

(33)

Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram

apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh, ditanduk, diterkam binatang

buas dan yang disembelih untuk berhala, sebagaimana firman Allah dalam

QS. Al-Maidah ayat 3:

☺ ☺

☺ ⌧

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan) yang disembelih untuk berhala . . .” (QS. Al-Maidah [5]: 3)

Jika hewan-hewan tersebut sempat disembelih dengan menyebut nama

Allah sebelum mati, maka akan tetap halal kecuali diperuntukkan bagi

berhala.

Segala sesuatu yang ada di bumi diciptakan untuk kepentingan

manusia, kalaupun ada makanan tertentu yang diharamkan, hal ini ada

hikmahnya dan larangan tersebut tidak lain hanya untuk manusia.

Termasuk makanan dan minuman yang halal adalah:10

10

(34)

1. Bukan terdiri atau mengandung bagian atau benda dari binatang yang

dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidak

disembelih menurut ajaran Islam.

2. Tidak mengandung sesuatu yang dihukumi sebagai najis menurut

ajaran Islam.

3. Tidak mengandung bahan penolong dan/atau bahan yang diharamkan

menurut ajaran Islam.

4. Dalam proses pembuatan, menyimpan dan menghidangkan tidak

bersentuhan atau berdekatan dengan makanan yang tidak memenuhi

persyaratan atau benda yang dihukumkan sebagai najis menurut ajaran

Islam.

Al-Qardhawi menegaskan bahwa masalah makanan menurut

al-Qur’an bukan masalah cabang (furu’), melainkan masalah pokok (ushul). Ayat-ayat tersebut diturunkan untuk menegakkan dan meneguhkan aqidah

Islam serta menolak pandangan orang sesat. Penghalalan makanan yang

diharamkan menandakan betapa kasih Allah kepada manusia. Makanan

tersebut justru sangat baik untuk manusia.

Dalam Islam memelihara jiwa dan akal adalah bagian dari prinsip

dharuriyah (pokok). Oleh karena itu, segala sesuatu yang akan mencelakakan jiwa maupun akal termasuk dalam hal makanan adalah

haram.

(35)

Islam adalah sebuah agama yang menjadi ideologis, sistem dan

aturan hidup, kerangka berpikir, pedoman terhadap konsep dan

pengembangan integritas diri, menjadi tolok ukur keabsahan suatu

tindakan, serta sumber inspirasi bagi sebagian besar teori peradaban.

Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang lengkap dan menyeluruh,

serta komprehensif dalam mengatur setiap aspek utama kehidupan

manusia (syumuliatul Islam).11

Konsep Syumuliatul Islam ini makin dipertegas oleh nash Al Qur’an yang berbunyi:12

“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu merupakan musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:168).

Syumuliatul Islam ini, oleh para pemeluknya berusaha diaplikasikan dalam tataran praktis. Salah satu contoh praktis adalah yang diterapkan

dalam pola konsumsi masyarakat Muslim di Indonesia. Produk-produk

yang dikonsumsi oleh umat Islam –terutama produk-produk makanan–

adalah makanan yang halal. Kehalalan produk makanan tersebut dapat

11

Sa’id Hawwa, Al-Islam, (Jakarta: Al Islahy Press, 1993) h. 27 12

(36)

diketahui dari label yang tercantum di kemasan produk, yang dikenal

sebagai label halal.

Temuan MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang beredarnya produk

tidak halal di masyarakat, mendapat tanggapan reaktif dari konsumen

berupa pemboikotan produk tersebut dengan cara tidak mau

mengkonsumsi dan mengedarkan produk-produk tidak halal tersebut.

Kenyataan ini membuat produsen-produsen produk makanan dalam

kemasan melakukan pemberian label halal pada produk mereka (labelisasi

halal). 13

Pemberian label berkaitan erat dengan pengemasan. Label

merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi

mengenai produk dan penjual. Stanton membagi label ke dalam 3 (tiga)

klasifikasi yaitu:14

1. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan.

2. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian,

dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang

berhubungan dengan produk.

13

Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http://www.esqmagazine.com

14

(37)

3. Grade Label, yaitu label yang mengindentifikasikan penilaian kualitas produk (product’s judged quality) dengan suatu huruf, angka, atau kata. Misal buah-buahan dalam kaleng diberi label kualitas A, B dan

C.

Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam

KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan

Pangan Halal adalah tidak mengandung unsur atau bahan haram atau

dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak

bertentangan dengan syariat Islam.15

Proses-proses yang menyertai dalam suatu produksi makanan atau

minuman, agar termasuk dalam klasifikasi halal adalah proses yang sesuai

dengan standard halal yang telah ditentukan oleh agama Islam. Diantara

standard-standard itu adalah:16

1. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi

serta tidak menggunakan alkohol sebagai ingradient yang sengaja ditambahkan.

2. Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih

menurut tata cara syariat Islam.

3. Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol.

15

Ibid.

16

(38)

4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengelolaan

dan tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau barang tidak

halal lainnya, tempat tersebut harus terlebih dahulu dibersihkan

dengan tata cara yang diatur menurut syari’at Islam.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, label didefinisikan sebagai sepotong kertas (kain, logam, kayu dan sebagainya) yang ditempelkan

pada barang dan menjelaskan tentang nama barang, nama pemilik, tujuan,

alamat dan sebagainya.17

Dalam buku Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal,

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap

keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi

keduanya, atau bentuk lain yang diserahkan pada pangan, dimasukkan ke

dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.18

Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan

kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar

halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang

diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi.19

17

Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.301

18

Departemen Agama, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, (Jakarta, 2003), h.277

19

(39)

Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia

adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata

halal dalam sebuah lingkaran.20

Untuk memperoleh label halal dari MUI, produsen harus melalui proses

sertifikasi halal terlebih dahulu. Sertifikasi halal adalah suatu proses pemeriksaan

secara rinci terhadap kehalalan produk makanan, yang selanjutnya diputuskan

kehalalannya dalam bentuk Fatwa MUI.21

Sertifikasi halal secara definisi dijelaskan dalam panduan untuk

memperoleh sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI yaitu, fatwa

tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat

Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin

pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi terkait.22

Dengan demikian Label Halal adalah label yang diberikan pada

produk-produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut agama Islam.

Perusahaan-perusahaan yang telah mencantumkan produknya dengan label halal merupakan

perusahaan yang telah melakukan prosesi halal pada produknya.

Mengacu pada klasifikasi label yang diberikan oleh Stanton, maka label

halal masuk dalam klasifikasi Descriptive Label yaitu label yang

menginformasikan tentang:23

a. Konstruksi atau pembuatan produk yang sesuai dengan standard halal;

20

Ibid.

21

Departemen Agama, Panduan Sertifikasi Halal, Jakarta, 2003, h.2 22

Ibid. h.1 23

(40)

b. Ingredient atau bahan baku produk yang sesuai dengan standard halal dan;

c. Efek yang ditimbulkan (other characteristic) produk yang sesuai dengan standar halal

d. Proses Labelisasi Halal

Sebelum mencantumkan label halal pada suatu produk, produsen

harus mengajukan sertifikat halal bagi produknya. Dalam mengajukan

sertifikat halal, produsen terlebih dahulu disyaratkan mempersiapkan

Sistem Jaminan Halal seperti diuraikan di bawah ini:24

a. Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance System) harus

didokumentasikan secara jelas dan rinci serta merupakan bagian dari

kebijakan manajemen perusahaan.

b. Dalam pelaksanaannya, Sistem Jaminan Halal ini diuraikan dalam

bentuk Panduan Halal (Halal Manual) yang memberikan uraian sistem manajemen halal yang dijalankan produsen, serta berfungsi sebagai

rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara kehalalan produk

tersebut.

c. Produsen menjabarkan Panduan Halal secara teknis dalam bentuk

Prosedur Baku Pelaksanaan (Standard Operating Procedure) untuk

24

(41)

mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan produknya tetap

terjamin.

d. Baik Panduan Halal maupun Prosedur Baku Pelaksanaan yang

disiapkan harus disosialisasikan dan diuji coba di lingkungan

produsen, sehingga seluruh jajaran manajemen dari tingkat direksi

sampai karyawan memahami betul bagaimana memproduksi produk

halal dan baik.

e. Sistem Jaminan Halal dan pelaksanaannya dimonitor dan dievaluasi

melalui sistem audit halal internal yang ditetapkan oleh perusahaan.

f. Koordinasi pelaksanaan Sistem Jaminan Halal dilakukan oleh Tim

Auditor Halal Internal yang mewakili seluruh bagian yang terkait

dengan produksi halal yang ditetapkan oleh perusahaan. Koordinator

Tim Auditor Halal Internal harus beragama Islam.

g. Penjelasan rinci tentang Sistem Jaminan Halal dapat merujuk kepada

Buku Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal, yang dikeluarkan

oleh LPPOM MUI.

Setelah persyaratan Sistem Jaminan Halal yang produsen ajukan

telah disetujui, maka produsen dapat menjalankan Prosedur Sertifikasi

Halal sebagai berikut:25

25

(42)

a. Setiap produsen mendaftarkan seluruh produknya yang diproduksi

dalam satu lokasi dan mendaftarkan seluruh pabrik pada lokasi yang

berbeda yang menghasilkan produk dengan merek yang sama.

b. Setiap produsen yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal bagi

produknya, harus mengisi formulir yang telah disediakan. Formulir

tersebut berisi informasi tentang data perusahaan, jenis dan nama

produk serta bahan-bahan yang digunakan dengan melampirkan:

1. Spesifikasi dan Sertifikat halal bahan baku, bahan tambahan dan

bahan penolong serta bagan alur proses.

2. Sertifikat Halal atau Surat Keterangan Halal dari MUI Daerah

(produk lokal) atau Sertifikat Halal dari Lembaga Islam yang telah

diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari

hewan dan turunannya.

3. Sistem jaminan halal yang diuraikan dalam panduan halal beserta

prosedur baku pelaksanaannya.

c. Tim Auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi

produsen setelah formulir beserta lampiran-lampirannya dikembalikan

ke LPPOM MUI dan diperiksa kelengkapannya.

d. Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium dievaluasi dalam

Rapat Tenaga Ahli LPPOM MUI. Jika telah memenuhi persyaratan,

maka dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada Sidang Komisi

(43)

e. Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit jika

dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan.

f. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh MUI setelah ditetapkan status

kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.

g. Perusahaan yang produknya telah mendapat Sertifikat halal, harus

mengangkat Auditor Halal Internal sebagai bagian dari Sistem

Jaminan Halal. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan

bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada proses

produksinya, Auditor Halal Internal diwajibkan segera melaporkan

untuk mendapat “ketidakberatan penggunaannya”. Bila ada

perusahaan yang terkait dengan produk halal hasil dikonsultasikan

dengan LPPOM MUI oleh Auditor Halal Internal.

Tim Auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan/audit ke

lokasi produsen untuk memastikan apakah seluruh bahan yang digunakan

dalam proses pembuatan produk memenuhi syarat yang sesuai syariah.

Tata cara pemeriksaan (audit)nya adalah sebagai berikut:

1. Surat resmi akan dikirim oleh LPPOM MUI ke perusahaan yang akan

diperiksa, yang memuat jadwal audit pemeriksaan dan persyaratan

administrasi lainnya.

2. LPPOM MUI menerbitkan surat perintah pemeriksaan yang berisi:

a.Nama ketua tim dan anggota tim

(44)

3. Pada waktu yang telah ditentukan Tim Auditor yang telah dilengkapi

dengan surat tugas dan identitas diri, akan mengadakan pemeriksaan

(auditing) ke perusahaan yang mengajukan permohonan sertifikat

halal. Selama pemeriksaan berlangsung, produsen diminta bantuannya

untuk memberikan informasi yang jujur dan jelas.

4. Pemeriksaan (audit) produk halal mencakup:

a.Manajemen produsen dalam menjamin kehalalan produk.

b.Observasi lapangan dan Pengambilan contoh hanya untuk bahan

yang dicurigai mengandung babi atau turunannya, yang mengandung

alkohol dan yang dianggap perlu.

Tabel 2.126

Bagan Proses Sertifikasi Halal

Revisi

Produsen

26

Ibid., h.11

Rencana Pengajuan Sertifikat Halal

Pemasyarakatan dan Uji Coba Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya

Audit Internal dan Evaluasi

Penyusunan Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya Rencana Sistem Jaminan Halal

(45)

LPPOM MUI Revisi

Revisi

Revisi

Fatwa MUI

Evaluasi

Sertifikat Halal Audit di Lokasi Produksi Cek Sistem Jaminan Halal

2. Keputusan Pembelian Konsumen

a. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen

Proses pengambilan keputusan yang rumit sering melibatkan

beberapa keputusan. Suatu keputusan (decision) melibatkan pilihan di antara dua atau lebih alternatif tindakan (atau perilaku). Keputusan selalu

mensyaratkan pilihan di antara beberapa perilaku yang berbeda.

Robbins menyatakan bahwa pengambilan keputusan terjadi sebagai

(46)

diinginkan oleh individu sehingga menuntut individu tersebut ke arah

tindakan alternatif dalam mengambil keputusan membeli.27

Keputusan membeli juga harus dapat dibedakan dengan maksud

membeli yang dilakukan oleh konsumen. Maksud membeli akan

dipengaruhi oleh sikap orang lain dan faktor-faktor situasional yang tidak

terduga yang mungkin dapat mengubah maksud membeli tersebut, baik itu

jadi membeli atau tidak jadi membeli, sedangkan di dalam keputusan

membeli yang dilakukan konsumen sudah jelas, dalam arti, konsumen

sudah memutuskan untuk jadi membeli, menangguhkan atau bahkan batal

membeli.28

Akan tetapi inti dari pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses penggabungan yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan

memilih salah satu diantaranya.

Menurut Engel, Black Well and Miniard, seperti yang dikutip oleh

William J. Stanton pengambilan keputusan untuk membeli sebagai suatu

sikap yang merupakan hasil atau kelanjutan dari proses yang dilakukan

individu ketika berhadapan pada situasi dan alternatif tertentu untuk

berperilaku dalam memenuhi kebutuhannya, sedangkan perilaku

27

M. Taufiq Amir, Dinamika Pemasaran: Jelajahi dan Rasakan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 47

28

(47)

keputusan membeli untuk kebanyakan produk hanyalah suatu kegiatan

rutin dalam arti kebutuhan yang terangsang akan cukup terpuaskan

melalui pembelian ulang suatu produk/jasa yang sama. Namun apabila

terjadi perubahan harga, produk dan pelayanannya, maka pembeli

mungkin akan mengulangi kembali proses keputusan membeli dengan

berbagai pertimbangan.29

Dari berbagai pendapat dan pengertian tentang keputusan membeli

di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai suatu proses yang

terdiri dari pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif

pembelian dan hasil pembelian yang dilakukan individu dalam upaya

memenuhi kebutuhan atau keinginannya atas suatu produk/jasa dengan

melakukan pemilihan alternatif yang tersedia dan proses ini berlaku untuk

pembelian ulangan atau kelanjutan.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Keputusan Pembelian30

1) Faktor Budaya

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling

dalam terhadap perilaku konsumen. Produsen harus memahami

peran yang dimainkan oleh kultur dan kelas sosial pembeli. Sub

29

William J. Stanton, Fundamental of Marketing, (Toronto Canada: mc Grov Hill Book, Company, 1999), h. 159

30

(48)

kultur terdiri dari kebangsaan, agama, ras dan daerah geografis.

Kelas adalah pembagian masalah yang relatif homogen dan

permanen, yang tersusun secara hirarkis dan anggotanya menganut

nilai-nilai, minat dan perilaku yang serupa.

Untuk itulah produsen yang kreatif hendaknya selalu mencoba

menempatkan pergeseran budaya dalam rangka menyesuaikan atau

bahkan menghayalkan produk/jasa baru yang diinginkan oleh para

konsumen.

2) Faktor Sosial

Faktor sosial terdiri dari adanya faktor kelompok kecil, keluarga,

peran dan status sosial konsumen. Hal ini dikarenakan perilaku

seseorang dapat dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, baik itu

kelompok keanggotaan yakni yang memiliki pengaruh langsung

pada perilaku seseorang dan orang itu termasuk di dalamnya,

kelompok referensi/acuan yaitu yang memiliki pengaruh langsung

atau tidak langsung pada sikap atau perilaku seseorang, dan

kelompok aspirasional yaitu kelompok yang ingin dimasuki oleh

seseorang.

3) Faktor Pribadi

Merupakan pengaruh dari karakteristik pribadi pembeli seperti:

usia dan tahap daur hidup, kepribadian dan konsep dari pembeli.

(49)

menyesuaikan dengan usia dan tahapan daur hidupnya. Masa-masa

pergantian dari bayi, balita, remaja, dewasa dan tua akan

menentukan perilaku pembelian seseorang akan suatu produk/jasa.

4) Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang berpengaruh antara lain: motivasi,

persepsi, pembelajaran, sikap dan integrasi.

Motivasi (Motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal

motivasi, terdapat urutan kepentingan yang dibutuhkan seseorang

yaitu: kebutuhan psikologis, keamanan, sosial, penghargaan dan

aktualisasi diri. Seseorang akan berusaha memuaskan kebutuhan

yang paling penting, setelah itu baru kebutuhan berikutnya.

Persepsi (Perception) adalah sebuah proses yang dengan proses itu orang-orang memilih, mengorganisasi dan menginterpretasi

informasi untuk membentuk gambaran dunia yang penuh arti.

Persepsi merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus

atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan

pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.

Pembelajaran (Learning) merupakan proses yang menjelaskan perubahan-perubahan dalam perilaku individual yang muncul dari

pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui dorongan, rangsangan,

(50)

mempengaruhi. Pembelajan dilakukan seseorang setelah membeli

produk tersebut dengan melihat apakah produk tersebut memiliki

kegunaan dan akan dijadikan sebagai referensi.

Sikap menggambarkan tentang suatu evaluasi, perasaan dan

kecenderungan seseorang yang secara relatif konsisten terhadap

suatu objek atau gagasan, karena sikap yang dimiliki seseorang

tentang sesuatu. Produsen hendaknya memperhatikan kepercayaan

akan meningkatkan citra produk/jasa dan orang-orang cenderung

bertindak sesuai dengan kepercayaan mereka.

Integrasi (Integration), merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan. Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil.

Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan

perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak

membeli produk tersebut.31

c. Tahap-tahap Proses Pembelian Konsumen32

Ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses pembelian,

yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.

Tabel 2.2

Model lima tahap proses pembelian

31

Ibid. h. 240 32

Bilson Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel,

(51)

Perilaku

Proses dimulai pada saat pembeli menyadari adanya masalah

atau kebutuhan pembelian. Pembeli merasakan adanya perbedaan

antara keadaan yang nyata dan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan

ini disebabkan oleh adanya rangsangan internal maupun eksternal dari

pengalaman sebelumnya. Orang yang telah belajar bagaimana

mengatasi dorongan ini dan dimotivasi ke arah produk yang

diketahuinya akan memuaskan dorongan ini. Konsumen akan membeli

suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya.

Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak

dapat menentukan produk yang akan dibeli.33

2) Pencarian Informasi

Seorang konsumen yang terdorong kebutuhannya mungkin

mencari atau mungkin juga tidak mencari informasi lebih lanjut. Jika

dorongan konsumen kuat dan produk/jasa itu ada di dekatnya,

mungkin konsumen akan langsung membelinya. Jika tidak, maka

kebutuhan konsumen ini hanya akan menjadi ingatan saja.

33

(52)

Pencarian informasi digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu

pencarian informasi karena perhatian yang meningkat, yang ditandai

dengan pencarian informasi yang sedang-sedang saja dan pencarian

informasi dari segala sumber. Proses pencarian informasi dapat berasal

dari dalam memori (internal) dan dari bertanya kepada orang lain

(eksternal).

3) Evaluasi Alternatif

Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi,

konsumen akan mengevaluasi alternative apa yang tepat untuk

mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

Evaluasi alternatif merupakan tahapan di mana konsumen

memperoleh informasi tentang suatu objek dan membuat penilaian

akhir. Pada tahap ini konsumen menyempitkan pilihan hingga

alternatif yang dipilih berdasarkan besarnya kesesuaian antara manfaat

yang diinginkan dengan yang bisa diberikan oleh pilihan produk yang

tersedia.

Adapun proses evaluasi bisa dijelaskan asumsi-asumsi sebagai

berikut:

a. Pertama, diasumsikan bahwa konsumen melihat produk/jasa

sebagai sekumpulan atribut.

b. Kedua, tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan

(53)

penekanan yang berbeda-beda dalam menilai atribut apa yang

paling penting. Konsumen yang daya belinya terbatas,

kemungkinan besar sekali memperhatikan atribut harga sebagai

yang utama.

c. Ketiga, konsumen mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang

letak produk. Sejumlah kepercayaan mengenai merek tertentu

disebut “Brand Image”. Misalnya, sejumlah kepercayaan

mengenai susu Dancow instant adalah rasa enak, harga terjangkau

dan mutu terjamin.

d. Keempat, tingkat kepuasan konsumen terhadap produk/jasa akan

beragam sesuai dengan perbedaan atribut. Misalnya, seseorang

menginginkan besarnya gambar dari televisi. Maka, kepuasan

tertinggi akan diperoleh dari televisi paling besar dan kepuasan

terendah dari televisi paling kecil. Dengan kata lain, semakin besar

ukuran televisi, maka kepuasannya juga semakin besar.

e. Kelima, konsumen akan sampai pada sikap terhadap merek yang

berbeda melalui prosedur evaluasi.

4) Keputusan Pembelian

Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis

yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Keputusan

pembelian merupakan tahapan di mana konsumen telah memiliki

(54)

uang atau janji untuk membayar dengan hak kepemilikan atau

penggunaan suatu barang dan jasa.

Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan

pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama

dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan. Setelah

keputusan diambil maka pembeli akan menjumpai serangkaian

keputusan menyangkut jenis produk/jasa, merek, penjual, kualitas,

waktu pembelian dan cara pembayaran.

5) Perilaku Pasca Pembelian

Perilaku pasca pembelian merupakan proses evaluasi yang

dilakukan konsumen yang tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan

keputusan pembelian. Pada tahapan ini konsumen akan mengalami

dua kemungkinan yaitu kepuasan dan ketidak-puasan terhadap pilihan

yang diambilnya. Setelah membeli suatu produk, konsumen akan

melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya.

Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen.

Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya

dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan produk tersebut

di masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika

produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan

(55)

Semua tahap yang ada dalam proses pembelian sampai dengan

tahap kelima yang bersifat operatif. Perasaan dan perilaku sesudah

pembelian dapat mempengaruhi penjualan ulang dan juga

mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang

produk yang dibelinya. Hal ini karena ada kemungkinan bahwa

pembeli mengalami ketidakpuasan tersebut.34

d. Model Perilaku Pembelian 35

(56)

e. Peran individu dalam keputusan pembelian36

Kita dapat membedakan lima peran yang dimainkan orang dalam

keputusan pembelian yang sesuai dengan pendapat yang diutamakan oleh

Kottler:

a. Pencetus; seseorang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk

membeli suatu produk/jasa.

b. Pemberi pengarah; seseorang yang pandangan atau sarannya

mempengaruhi keputusan.

c. Pengambilan keputusan; seseorang yang mengambil keputusan untuk

setiap komponen apakah membeli, tidak membeli, bagaimana membeli

dan di mana akan membeli.

d. Pembeli; orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya.

e. Pemakai; seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk/jasa

yang bersangkutan.

3. Hubungan antara Labelisai Halal dengan Keputusan Pembelian Konsumen.

Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar

yang potensial dikarenakan pola konsumsi khusus mereka dalam

(57)

mengkonsumsi suatu produk. Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam

yang disebut dengan syariat.37 Dalam ajaran syariat, tidak diperkenankan bagi

kaum Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk tertentu karena substansi

yang dikandungnya atau proses yang menyertainya tidak sesuai dengan ajaran

syariat tersebut.38

Ajaran tegas syariat Islam untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh

Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan membuat

konsumen Muslim bukanlah konsumen yang permissive dalam pola

konsumsinya. Mereka dibatasi oleh ke-Halalan dan ke-Haraman yang dimuat

dalam nash Al-Qur’an dan Al-Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.39

Pemahaman yang semakin baik tentang agama semakin membuat

konsumen Muslim menjadi semakin selektif dalam pemilihan produk yang

dikonsumsi.40 Produk-produk yang mendapat pertimbangan utama dalam

proses pemilihannya berdasarkan ketentuan syariat yang menjadi tolok ukur

untuk konsumen Muslim adalah produk-produk makanan dan minuman.

Ketidakinginan masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk

haram akan meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses

37 Rustam Efendi “Sertifikasi Halal Juga Untungkan Produsen”, artikel diakses pada

tanggal 17 februari 2010 dari http://gagasanhukum.wordpress.com 38

Departemen Agama RI. Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI

(Jakarta, 2003). h. 2 39

Ibid.h. 8 40

(58)

pemilihan produk. Dengan begitu akan ada produk yang dipilih untuk

dikonsumsi dan produk yang disisihkan akibat adanya proses pemilihan

tertsebut. Proses pemilihannya sendiri akan menjadikan kehalalan sebagai

parameter utamanya.

Khusus di Indonesia, konsumen Muslim dilindungi oleh lembaga yang

secara khusus bertugas untuk mengaudit produk-produk yang dikonsumsi oleh

konsumen Muslim di Indonesia. Lembaga ini adalah Lembaga Pengkajian

Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia

(LPPOM-MUI). Lembaga ini mengawasi produk yang beredar di masyarakat dengan

cara memberikan sertifikat halal sehingga produk yang telah memiliki

sertifikat halal tersebut dapat memberi label halal pada produknya.41

Adanya LPPOM MUI dapat memudahkan masyarakat Indonesia untuk

mengetahui kehalalan suatu produk. Dengan memberikan sertifikat halal pada

produk yang telah diaudit keabsahan halal-nya sehingga

produk-produk tersebut bisa mencantumkan label halal dan hal itu berarti produk-produk

tersebut telah halal untuk dikonsumsi umat Muslim.42

Dengan adanya label halal ini konsumen Muslim dapat memastikan

produk mana saja yang boleh mereka konsumsi. Secara teori maka, untuk para

pemeluk agama Islam yang taat, pilihan produk makanan yang mereka pilih

adalah makanan halal yang diwakili dengan label halal.

41

Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http://www.esqmagazine.com

42

(59)

Namun, kenyataan yang berlaku pada saat ini adalah bahwa LPPOM

MUI memberikan sertifikat halal kepada produsen-produsen obat dan

makanan yang secara suka rela mendaftarkan produknya untuk diaudit

LPPOM MUI. Dengan begitu produk yang beredar di kalangan konsumen

Muslim bukanlah produk-produk yang secara keseluruhan memiliki label

halal yang dicantumkan pada kemasannya. Artinya masih banyak

produk-produk yang beredar di masyarakat belum memiliki sertifikat halal yang

diwakili dengan label halal yang ada pada kemasan produk.43

Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada

produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasannya dan

produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan

kehalalan produk tersebut. Maka keputusan untuk membeli produk-produk

yang berlabel halal atau tidak akan ada sepenuhnya di tangan konsumen

sendiri.

B. Kerangka Konseptual

Produk Konsumen

Muslim

Halal

Tidak Membeli Haram

43

(60)

Berlabel Halal

Cenderung Membeli

Tidak Berlabel Halal

Membeli/Tidak

C. Hipotesis

Hipotesa tidak lain adalah jawaban sementara yang digunakan penulis

dalam penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. Hipotesa bisa saja

salah, hipotesa ini akan diuji oleh penulis sendiri sehingga akan didapat suatu

kesimpulan apakah hipotesa tersebut dapat diterima atau ditolak. Penelitian ini

akan menguji dan membuktikan kebenaran hipotesis tersebut sebagai berikut:

Ho: Tidak ada pengaruh antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian

konsumen

Hα: Ada pengaruh antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian

(61)

A. Jenis Penelitian

1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini diaplikasikan model penelitian empiris dengan

pendekatan survei. Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpunnya,

penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisa statistik.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden

melalui kuesioner.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur

kepustakaan seperti buku-buku, serta sumber lainnya yang berkaitan

dengan materi penulisan ini.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang

memiliki karekteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.1

1

Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005),

h.389

Gambar

Tabel 2.2 Model lima tahap proses pembelian
Tabel 2.3 Perilaku Pembelian Konsumen
Tabel 3.1 Skala Labelisasi Halal
Tabel 3.3 Skala Keputusan Pembelian Konsumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada pula kekurangan pengobatan sendiri adalah obat dapat membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan sesuai aturan, pemborosan biaya dan waktu

Kemudian secara tegas dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 dalam Kalimat:…”Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar

Terkait permasalahan pengawasan yang bersifat preventif akan mempengaruhi kemandirian daerah (Pemda/DPRD) dalam mempertahankan pendapat dan tindakan yang dibenarkan

Dewan Syariah Nasional (DSN) dibentuk oleh MUI pada 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-754/MUI/ II/1999. Dibentuknya DSN ini adalah

Pada siklus II dalam tahap perencanaan kinerja guru, guru menyusun rencana pembelajaran dengan berdasarkan pada permasalahan yang terdapat pada siklus I.Perencanaan

Sesuai penelusuran pada beberapa kitab-kitab Rija>l , tidak didapatkan seorang pun kritikus hadis mencela pribadi Ish}aq bin Yu>suf.. Dia meriwayatkan hadis dari Yahya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan parameter fisika disimpulkan bahwa 5 sampel bau memenuhi syarat, 5 sampel rasa memenuhi syarat, 4 sampel jumlah

Penelitian dilaksanakan dengan tujuan menghitung kekuatan tarik maksimum (tensile strength) sambungan las dan logam las material aluminium 5083 dengan menggunakan