• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFANPENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR DAUR AIR PADA SISWA KELAS V SDN MUARAREJA 1 KOTA TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFANPENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR DAUR AIR PADA SISWA KELAS V SDN MUARAREJA 1 KOTA TEGAL"

Copied!
282
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN

PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

TERHADAP HASIL BELAJAR DAUR AIR

PADA SISWA KELAS V SDN MUARAREJA 1 KOTA TEGAL

Skripsi

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh Nur Istiqomah

14014111561

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

(1) Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mengubah

keadaan diri mereka sendiri (Ar-Rad ayat 11).

(2) Bermasalah di dalam tapi tersenyumlah di wajah. Tutup rapat

penderitaanmu demi kebahagiaan orang disekitarmu (Zara Zettira).

Persembahan

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keefektifan Pendekatan

Contextual Teaching and Learning terhadap Hasil Belajar Daur Air pada Siswa Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar

Sarjana Pendidikan Jurusan Guru Sekolah Dasar pada Universitas Negeri Semarang.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga

bisa terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa UNNES.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan

UNNES yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memaparkan gagasan

dalam bentuk skripsi ini.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan

UNNES yang telah memfasilitasi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

5. Drs. Daroni, M.Pd., Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan

motivasi kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan

UNNES yang telah banyak membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

7. Hediyati S.Pd., Kepala SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang telah mengijinkan penulis untuk

melakukan penelitian.

8. Komariyatun, S.Pd dan Lia Margiyanti, S.Pd., Guru Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal

yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Erfina, Mega, Cicih, Sanah, Retno, Indah, dan Ratih yang selalu memberikan semangat dan

(7)

vii

10. Teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES angkatan

2011 yang saling memberikan semangat dan motivasi.

11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini mendapatkan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis sendiri.

Tegal, Mei 2015

(8)

viii

ABSTRAK

Istiqomah, Nur. Keefektifan Pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap Hasil Belajar Daur Air pada Siswa Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal. Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Daroni, M.Pd.

Kata Kunci: Hasil belajar, pendekatan Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Pada umumnya guru cenderung menggunakan model konvensional dalam pembelajaran, sehingga siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu variasi pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung, salah satunya yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pendekatan CTL memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajari serta mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap hasil belajar daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

Penelitian dilaksanakan di SDN Muarareja 1 Kota Tegal. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V yang berjumlah 48 siswa terdiri dari 25 siswa kelas VA sebagai kelas eksperimen dan 23 siswa kelas VB sebagai kelas kontrol. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experimental dengan bentuk nonequivalent control group. Analisis statistik yang digunakan yaitu korelasi product moment untuk uji validitas dan cronbach’s alpha untuk uji reliabilitas instrumen. Dalam uji prasyarat analisis menggunakan uji lilliefors untuk menguji normalitas data dan levene’s test untuk uji homogenitas. Uji hipotesis menggunakan uji independent samples t test dan one sample t test. Semua penghitungan tersebut diolah dengan menggunakan program SPSS versi 20

Berdasarkan hasil uji hipotesis data hasil belajar siswa menggunakan independent samples t test diperoleh data thitung = 2,531 dan ttabel = 2,017, sehingga dapat diketahui

bahwa nilai thitung > ttabel. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

antara hasil belajar yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan yang menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal. Selanjutnya, hasil uji keefektifan model dengan menggunakan one sample t test, diperoleh data thitung = 3,535 dan ttabel = 2,074.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel. Simpulannya bahwa pendekatan

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto Dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Bagan ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Pembatasan Masalah dan Paradigma Penelitian ... 8

1.3.1 Pembatasan Masalah ... 8

1.3.2 Paradigma Penelitian ... 8

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 9

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.1 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 10

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

2. KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Landasan Teori... 13

(10)

x

2.1.2 Hakikat Pembelajaran ... 15

2.1.3 Hasil Belajar... 17

2.1.4 Karakteristik Siswa Usia Sekolah Dasar (SD) ... 19

2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 21

2.1.6 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 22

2.1.7 Materi Daur Air... 24

2.1.8 Pembelajaran Konvensional ... 25

2.1.9 Pengertian Pendekatan Pembelajaran ... 26

2.1.10 Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 28

2.2 Penelitian yang Relevan ... 34

2.3 Kerangka Berpikir ... 41

2.4 Hipotesis Penelitian ... 43

3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Desain Penelitian ... 46

3.2 Populasi dan Sampel ... 46

3.2.1 Populasi ... 47

3.2.2 Sampel... 49

3.3 Variabel Penelitian ... 49

3.3.1 Variabel Bebas ... 50

3.3.2 Variabel Terikat ... 50

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.4.1 Wawancara ... 50

3.4.2 Dokumentasi ... 51

3.4.3 Observasi... 51

3.4.4 Tes ... 52

3.5 Instrumen Penelitian ... 53

3.5.1 Soal-soal Tes ... 53

3.5.2 Pedoman Wawancara ... 62

3.5.3 Lembar Pengamatan Pembelajaran ... 62

3.6 Teknik Analisis Data... 63

(11)

xi

3.6.2 Uji Prasyarat Analisis ... 64

3.6.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 66

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1 Hasil Penelitian ... 70

4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembalajaran ... 70

4.2 Analisis Deskripsi Data Penelitian... 76

4.2.1 Analisis Deskriptif Variabel Bebas ... 77

4.2.2 Analisis Deskriptif Variabel Terikat ... 77

4.3 Analisis Statistik Data Hasil Penelitian ... 81

4.3.1 Data Hasil Belajar Siswa 81

4.4 Pembahasan... 89

5. PENUTUP... 96

5.1 Simpulan ... 96

5.2 Saran ... 97

5.2.1 Bagi Siswa ... 97

5.2.2 Bagi Guru ... 98

5.2.3 Bagi Kepala Sekolah ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata ... 48

3.2 Hasil Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 56

3.3 Hasil Uji Reliabilitas... 57

3.4 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 59

3.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal ... 61

4.1 Deskripsi Data Nilai Tes Awal ... 78

4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen... ... 78

4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 79

4.4 Deskripsi Nilai Hasil Belajar Siswa ... 80

4.5 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 80

4.6 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 81

4.7 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 82

4.8 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 83

4.9 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Siswa ... 84

4.10 Hasil Uji Hipotesis Independent Samples t Test ... 86

(13)

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1.1 Paradigma Penelitian Sederhana ... 9

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 103

2. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol ... 104

3. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 105

4. Pedoman Wawancara ... 106

5. Pedoman Pelaksanaan Penelitian ... 107

6. Silabus Pembelajaran ... 108

7. Silabus Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 110

8. Silabus Pembelajaran Kelas Kontrol ... 114

9. Telaah Soal Uji Coba oleh Tim Ahli 1 ... 116

10. Telaah Soal Uji Coba oleh Tim Ahli 2 ... 123

11. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 130

12. Soal Uji Coba ... 133

13. Hasil Uji Validitas Soal... 142

14. Hasil Uji Reliabilitas Soal ... 145

15. Hasil Uji Tingkat Kesukaran ... 146

16. Hasil Uji Daya Beda ... 148

17. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 150

18. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 163

19. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 176

20. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 189

21. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 200

22. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 211

(15)

xv

24. Rekapitulasi Penilaian Perfomansi Guru dalam Melaksanakan

Pembelajaran di Kelas Eksperimen... 225

25. Rekapitulasi Pengamatan Pendekatan CTL ... 229

26. Rekapitulasi Penilaian Perfomansi Guru dalam Merencanakan Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 233

27. Rekapitulasi Penilaian Perfomansi Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 236

28. Rekapitulasi Pengamatan Model Konvensional ... 240

29. Rekapitulasi Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen ... 243

30. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan I ... 247

31. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 249

32. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan III ... 251

33. Rekapitulasi Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol ... 253

34. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan I ... 256

35. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan II ... 258

36. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan III ... 260

37. Rekapitulasi Pengamatan Sikap Kelas Eksperimen ... 262

38. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan I ... 264

39. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 266

40. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan III ... 268

41. Rekapitulasi Pengamatan Sikap Kelas Kontrol ... 270

42. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Kontrol Pertemuan I ... 272

43. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Kontrol Pertemuan II ... 274

44. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Kontrol Pertemuan III ... 276

45. Daftar Nilai Tes Awal Siswa Kelas Eksperimen ... 278

46. Daftar Nilai Tes Awal Siswa Kelas Kontrol ... 279

(16)

xvi

48. Daftar Nilai Tes Akhir Siswa Kelas Kontrol ... 281

49. Daftar Nilai Psikomotor Kelas Eksperimen ... 282

50. Daftar Nilai Psikomotor Kelas Kontrol... 283

51. Daftar Rata-rata Nilai Kognitif dan Psikomotor Kelas Eksperimen ... 284

52. Daftar Rata-rata Nilai Kognitif dan Psikomotor Kelas Kontrol ... 285

53. Dokumentasi Kelas Eksperimen ... 286

54. Dokumentasi Kelas Kontrol ... 287

(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan akan diuraikan tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah dan paradigma penelitian, rumusan

masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan dan

potensi yang dimiliki setiap manusia. Menurut Munib, dkk. (2011: 34),

”pendidikan merupakan proses bantuan yang diberikan guru kepada siswa agar

siswa mampu berkembang secara optimal baik rohani maupun jasmaninya.”

Melalui pendidikan, siswa memperoleh berbagai pengalaman sebagai bekal

untuk hidup di masa kini dan masa mendatang.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berlangsung

sangat pesat. Oleh karena itu, pemerintah perlu melaksanakan program

pendidikan yang dapat membantu siswa mengembangkan segala kemampuan

yang sesuai dengan perkembangan IPTEK. Dalam pelaksanaan program

pendidikan, pemerintah menetapkan tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa:

(18)

Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat tercapai melalui proses belajar.

Hamalik (2014: 37) menjelaskan “belajar adalah suatu proses perubahan tingkah

laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.” Selanjutnya, Hamalik (2008:

29) menyatakan “belajar bukan suatu tujuan, tetapi merupakan suatu proses.”

Melalui belajar, segala tujuan yang ingin dicapai akan terwujud seiring dengan

kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa.

Proses belajar dapat dilaksanakan melalui berbagai satuan pendidikan

seperti pendidikan nonformal, informal, dan formal. Pendidikan nonformal

merupakan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan masyarakat. Pendidikan

informal merupakan pendidikan yang dilaksanakan di keluarga sebagai tempat

pertama siswa belajar. Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan di

sekolah dengan berbagai jenjang tertentu. Pendidikan formal terdiri atas jenjang

pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar terdiri dari

Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang setara.

Sekolah dasar (SD) merupakan salah satu lembaga jenjang pendidikan

dasar yang berupaya mengembangkan kemampuan dan keterampilan siswa.

Berbagai pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh siswa

dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dasar sebagai bekal belajar

di tingkat pendidikan menengah.

Pendidikan di sekolah dasar memuat beberapa mata pelajaran yang terdiri

dari mata pelajaran yang bersifat eksak dan non eksak. Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA) yang sering dinamakan sains adalah salah satu mata pelajaran eksak yang

(19)

Susanto (2013: 167), “IPA atau sains adalah usaha manusia dalam memahami

alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan

prosedur dan dijelaskan dengan penalaran, sehingga mendapatkan suatu

kesimpulan.” Melalui IPA, siswa belajar memahami lingkungan tempat

tinggalnya. Keterampilan dalam mengamati dan mengambil keputusan

merupakan keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari

lingkungan dan alam semesta. Kedua keterampilan tersebut merupakan dasar

yang dapat membantu siswa lebih memahami suatu konsep dalam suatu peristiwa

atau materi yang diajarkan di sekolah.

Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang selama ini dianggap

sulit oleh sebagian besar siswa, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah

menengah, karena pelaksanaan pembelajaran terpaku pada buku teks dan

diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafalkan suatu materi (Susanto

2013: 165). Materi yang terdapat dalam IPA sangat luas mencakup berbagai

peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta. Oleh karena itu, sumber belajar

siswa sebaiknya tidak hanya buku pelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan

melalui pengalaman langsung. Keterlibatan siswa dalam mempelajari suatu

konsep melalui pengalaman langsung akan meningkatkan pemahaman siswa pada

konsep tersebut.

Samatowa (2011: 2) menyatakan bahwa IPA sangatlah penting dikuasai

oleh siswa SD, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berkembang dengan pesat. Pembelajaran IPA hendaknya memberi kesempatan

(20)

mengembangkan cara berpikir ilmiah. Selain itu, pembelajaran IPA di SD

hendaknya mampu menarik minat siswa dan membantu siswa agar dapat

mengenal lingkungan sekitarnya.

Dalam upaya menciptakan pembelajaran IPA yang dapat membantu siswa

dalam mengembangkan dirinya diperlukan suatu pembelajaran yang

menyenangkan dan menarik minat siswa. Pembelajaran tersebut harus memberi

kesempatan kepada siswa mengembangkan rasa ingin tahu mereka. Pembelajaran

juga akan lebih menarik apabila faktor-faktor di sekolah mendukung pelaksanaan

pembelajaran seperti faktor siswa, guru, serta sarana prasarana.

Karakteristik perkembangan siswa perlu diperhatikan dalam melaksanakan

pembelajaran. Hal ini dilakukan agar pembelajaran tersebut sesuai dengan

karakteristik siswa sekolah dasar. Mengacu pada teori tahap perkembangan

kognitif Piaget, dapat diketahui bahwa anak usia sekolah dasar berada pada

tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun), dimana siswa sudah mampu untuk

berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret

(Susanto 2013: 78). Namun, siswa belum mampu memahami sesuatu yang

bersifat abstrak, sehingga pembelajaran diharapkan menggunakan media berupa

benda atau peristiwa konkret guna mempermudah siswa memahami materi yang

diajarkan guru.

Susanto (2013: 179) menjelaskan “Peran guru dalam pembelajaran tidak

hanya mengajar dan memberikan informasi kepada siswa, akan tetapi guru juga

mempunyai tugas melatih, membimbing, serta mengarahkan siswa kepada materi

(21)

terdidik secara akademis.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan

bahwa tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal jika guru mampu

melaksanakan perannya. Guru sangat berperan dalam mengembangkan segala

potensi yang dimiliki siswanya. Jadi, pelaksanaan pembelajaran harus memberi

kesempatan kepada siswa terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V SDN

Muarareja 1 Kota Tegal pada tanggal 24 Februari 2015 diperoleh keterangan

bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran, guru cenderung menerapkan model

pembelajaran konvensional khususnya metode ceramah dalam mengajarkan

suatu materi. Menurut Ruminiati (2007: 2-4), “metode ceramah merupakan

metode pembelajaran yang digunakan menjelaskan materi yang bersifat verbal.”

Pembelajaran konvensional seperti pembelajaran menggunakan metode

ceramah ini dapat menyebabkan siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran.

Metode ceramah hanya menjadikan siswa sebagai pendengar (auditif) dan

penerima semua konsep yang telah dijelaskan guru. Selanjutnya, guru

memberikan tugas terkait materi yang telah dijelaskan. Kegiatan pembelajaran

konvensional ini membuat siswa menjadi bosan dan kurang tertarik dalam

mengikuti pembelajaran, karena siswa harus menghafalkan materi yang telah

dipelajari. Hal ini menyebabkan siswa kurang mengembangkan kemampuan yang

dimilikinya serta hasil belajar siswa kurang maksimal. Oleh karena itu,

diperlukan suatu pendekatan yang efektif digunakan dalam pembelajaran IPA,

sehingga hasil belajar siswa akan meningkatkan.

Memperhatikan permasalahan tersebut, perlu adanya solusi untuk

(22)

pembelajaran agar pembelajaran IPA dapat terlaksana dengan baik serta siswa

tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Dalam hal ini guru dapat melaksanakan

variasi pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh

pengalaman langsung. Salah satu variasi pembelajaran yang dapat diterapkan

yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning atau yang sering disingkat

dengan CTL.

Pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

menekankan pada pembelajaran yang mengaitkan konsep dengan kehidupan

sehari-hari siswa. Menurut teori pembelajaran kontekstual dalam Toharudin,

Hendrawati, dan Rustaman (2011: 95), “Sebuah pengetahuan akan lebih

bermakna jika peserta didik sendiri yang menemukan dan membangunnya.”

Melalui pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL), siswa akan menemukan sendiri konsep yang dipelajari serta

menjembatani siswa belajar konsep yang baru dengan menggunakan konsep yang

telah dimiliki. Siswa menjadi lebih memahami akan konsep baru tersebut, karena

konsep tersebut ditemukan sendiri oleh siswa.

Pendekatan CTL telah diterapkan dalam pembelajaran pada jenjang sekolah

dasar. Salah satu penelitian tentang penerapan CTL yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Malik (2014) dengan judul “Keefektifan Pendekatan CTL

terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gaya Magnet Kelas V SD

Negeri Tegalsari 1 Kota Tegal”. Hasil analisis hipotesis aktivitas belajar siswa

dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000.

Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05), berarti terdapat

(23)

konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi gaya magnet SDN

Tegalsari 1 Kota Tegal. Uji hipotesis hasil belajar siswa dengan menggunakan

uji U Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar

0,008. Nilai tersebut kurang dari 0,05 (0,008 < 0,05), berarti terdapat perbedaan

antara hasil belajar siswa menggunakan pendekatan CTL dengan hasil belajar

menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi gaya

magnet SDN Tegalsari 1 Kota Tegal. Jadi dapat disimpulkan bahwa, terdapat

perbedaan signifikan antara aktivitas dan hasil belajar IPA kelas V materi gaya

magnet SDN Tegalsari 1 Kota Tegal yang mendapat pembelajaran menggunakan

pendekatan CTL dengan yang mendapat pembelajaran konvensional. Hasil

tersebut menjadi bukti empiris bahwa penerapan pendekatan CTL dalam

pembelajaran di kelas dapat dijadikan sebagai solusi untuk meningkatkan

rendahnya kualitas pembelajaran di kelas.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

apakah pendekatan CTL efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas V

materi daur air dengan judul “Keefektifan Pendekatan Contextual Teaching and

Learning terhadap Hasil Belajar Daur Air pada Siswa Kelas V SDN Muarareja 1

Kota Tegal.”

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah

sebagai berikut:

(1) Pembelajaran masih didominasi oleh guru sebagai sumber informasi

sehingga siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran IPA kelas V materi

(24)

(2) Guru cenderung menerapkan model konvensional dengan metode ceramah,

tanya jawab, dan pemberian tugas pada siswa.

(3) Guru belum menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) pada proses pembelajaran IPA kelas V materi daur air.

1.3

Pembatasan Masalah dan Paradigma Penelitian

Agar masalah tidak meluas, maka permasalahan perlu dibatasi. Selanjutnya,

peneliti menentukan paradigma penelitian untuk menjelaskan hubungan

antarvariabel penelitian.

1.3.1 Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

(1) Materi IPA yang akan diteliti hanya terbatas pada daur air meliputi proses

daur air, kegiatan yang mempengaruhi proses daur air, serta cara

menghemat air.

(2) Variabel yang akan diteliti hanya terbatas pada hasil belajar IPA siswa

kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

(3) Penelitian ini difokuskan hanya pada keefektifan pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA kelas V materi

daur air.

1.3.2 Paradigma Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL) sebagai variabel bebas (X) yang mempengaruhi

hasil belajar IPA materi daur air sebagai variabel terikat (Y). Berdasarkan

(25)

paradigma sederhana, karena terdiri atas satu variabel bebas dan satu variabel

terikat. Hubungan antarvariabel tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:

Bagan 1.1. Paradigma Penelitian Sederhana

Keterangan:

X = pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Y = Hasil belajar IPA materi daur air

(Sugiyono 2014: 68)

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

(1) Apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar menggunakan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan hasil belajar

menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi

daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal?

(2) Apakah hasil belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN

Muarareja 1 Kota Tegal yang menggunakan pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada yang menggunakan

model konvensional?

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini meliputi tujuan

umum dan khusus. Berikut ini merupakan penjabaran tujuan umum dan khusus

dalam penelitian ini.

(26)

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pelaksanaan penelitian ini yaitu untuk mengetahui

keefektifan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil

belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu

(1) Mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar menggunakan

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan hasil belajar

menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi

daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal?

(2) Mengetahui apakah hasil belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V

SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang menggunakan pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada yang menggunakan

model konvensional?

1.6

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis.

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pendekatan CTL dalam

pembelajaran dan menambah kajian untuk penelitian lanjutan. Selain itu,

(27)

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberi manfaat praktis bagi beberapa pihak antara

lain manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah. Berikut ini merupakan penjabaran

manfaat praktis bagi beberapa pihak tersebut.

1.6.2.1Bagi Siswa

Manfaat penelitian bagi siswa, antara lain:

(1) Meningkatnya proses pembelajaran IPA kelas V materi daur air di SDN

Muarareja 1 Kota Tegal.

(2) Meningkatnya hasil belajar siswa khususnya dalam mata pelajaran IPA

kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

(3) Menjadikan siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran IPA dan terlibat

aktif dalam kegiatan pembelajaran IPA kelas V materi daur air di SDN

Muarareja 1 Kota Tegal.

(4) Meningkatnya keterampilan sains serta kemampuan berpikir kritis siswa

melalui penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) dalam pembelajaran IPA materi daur air di kelas V SDN Muarareja

1 Kota Tegal.

1.6.2.2Bagi Guru

Manfaat penelitian bagi guru, antara lain:

(1) Menambah pengetahuan bagi guru tentang keefektifan pendekatan

Contextual Teaching and Learning dalam meningkatkan proses dan hasil

(28)

(2) Memotivasi guru untuk menggunakan pendekatan Contextual Teaching

and Learning dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa kelas V

SDN Muarareja 1 Kota Tegal pada mata pelajaran IPA materi daur air.

1.6.2.3Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya

meningkatkan kualitas pembelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja

1 Kota Tegal melalui penggunaan pendekatan Contextual Teaching and

(29)

13

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka akan diuraikan tentang landasan teori, penelitian yang

relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

2.1

Landasan Teori

Teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu hakikat belajar,

pembelajaran, hasil belajar, karakteristik siswa sekolah dasar, hakikat ilmu

pengetahuan alam (IPA), Pembelajaran IPA di sekolah dasar, materi daur air,

pembelajaran konvensional, pengertian pendekatan, dan pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL).

2.1.1 Hakikat Belajar

Gagne dan Berliner (1983) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 82) menjelaskan “Belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya

sebagai hasil dari pengalaman.” Menurut Slameto (2010: 2), “Belajar ialah proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.” Hilgard (1962) dalam Susanto (2013: 3)

mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi

dalam di seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman dan sebagainya.

Belajar secara umum dikemukakan oleh Trianto (2013: 16) diartikan “Sebagai

perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena

pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak

(30)

Menurut Rifa‟i dan Anni (2011: 82-3), konsep belajar mengandung tiga

unsur utama yaitu belajar berkaitan dengan perubahan perilaku, perubahan

perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman, dan perubahan

perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. Berikut ini merupakan

penjelasan dari ketiga unsur tersebut.

Pertama, belajar berkaitan dengan perubahan perilaku. Perubahan perilaku

yang terjadi pada kegiatan belajar di sekolah yaitu mengacu pada kemampuan

mengingat atau menguasai berbagai bahan belajar dan kecenderungan siswa

memiliki sikap dan nilai-nilai yang diajarkan guru. Dalam mengukur apakah

seseorang telah belajar atau belum, diperlukan perbandingan perilaku sebelum dan

setelah mengalami kegiatan belajar. Apabila terjadi perbedaan perilaku, maka

dapat disimpulkan bahwa seseorang telah belajar.

Kedua, perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses

pengalaman. Perubahan perilaku karena pertumbuhan dan kematangan fisik,

seperti tinggi badan, berat badan, dan kekuatan fisik, tidak dipandang sebagai

hasil belajar Kematangan pada diri seseorang berkaitan dengan pertumbuhan dan

perkembangan fisik, dan kematangan itu menjadi prasyarat untuk belajar.

Ketiga, perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.

Lamanya perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang sukar untuk diukur.

Apabila seseorang mampu memahami proses belajar dan menerapkan

pengetahuan yang diperoleh dari belajar pada kehidupan nyata, maka ia akan

(31)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan

belajar apabila terjadi perubahan dalam dirinya. Perubahan yang terjadi

berlangsung relatif lama yang diperoleh melalui pengalaman.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran

Briggs (1992) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 191), mengungkapkan

“Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi siswa sehingga

siswa memperoleh kemudahan.” Selanjutnya, Gagne (1981) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 192) menyebutkan “Pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa

eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar.”

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan yang kompleks, yang tidak sepenuhnya

dapat dijelaskan. Dalam makna yang lebih kompleks, pembelajaran hakikatnya

adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membantu siswa (mengarahkan

interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan

yang diharapkan (Trianto 2013: 17). Gagne (1985) dalam Rifa‟i dan Anni (2011:

193) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang

bersifat individual, yang mengubah stimulus dari lingkungan seseorang ke dalam

sejumlah informasi, sehingga menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk

ingatan jangka panjang.

Hamalik (2014: 57) menyatakan “Pembelajaran adalah kombinasi yang

tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan

prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.” Unsur

manusia terlibat dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa serta tenaga

pendidik lainnya seperti petugas laboratorium. Material meliputi buku ajar, papan

(32)

kegiatan belajar mengajar. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas,

perlengkapan audiovisual, serta komputer. Fasilitas dan perlegkapan ini dapat

digunakan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya, prosedur, meliputi

jadwal pelajaran, metode yang digunakan dalam pembelajaran, dan sebagainya.

Dalam menghasilkan pembelajaran yang bermakna serta memberikan

kemampuan kepada siswa untuk melakukan berbagai penampilan, diperlukan

pembelajaran yang bervariasi. Selain itu, guru harus mampu melaksanakan

inovasi pembelajaran. Dalam upaya untuk mewujudkan proses pembelajaran yang

variatif, inovatif, dan konstruktif, yaitu situasi kelas yang dapat merangsang anak

melakukan kegiatan belajar secara bebas, peran guru yaitu sebagai pengarah

dalam belajar, penyedia fasilitas, pendorong, dan penilai proses dan hasil belajar

anak (Susanto 2013: 86).

Apabila seorang guru mampu melaksanakan perannya dengan baik, maka

akan tercipta pembelajaran yang inovatif dan bervariasi. Pemilihan pendekatan

yang sesuai akan menghasilkan pembelajaran yang bermakna yang memberikan

ingatan jangka panjang bagi siswa. Selain itu, guru harus mampu menyusun

pembelajaran dengan baik sesuai kemampuan yang dimilikinya agar tercipta

pembelajaran bermakna bagi siswa.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah suatu kegiatan atau peristiwa yang diberikan guru untuk membantu

siswanya dalam mengembangkan segala kemampuan yang ada dalam diri siswa.

(33)

bakat dan kemampuan yang dimiliki siswa. Pembelajaran yang disusun dengan

baik sesuai kemampuan siswa akan menciptakan proses belajar yang bermakna

bagi siswa serta mempermudah siswa memahami materi yang diajarkan.

2.1.3 Hasil Belajar

Rifa‟i dan Anni (2011: 85), menjelaskan “Hasil belajar merupakan

perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan

belajar.” Secara sederhana, disebutkan bahwa hasil belajar siswa adalah

kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar yang dapat

dilihat dari tercapainya tujuan pembelajaran (Susanto 2013: 5). Selanjutnya

Susanto (2013: 6) memaparkan bahwa penilaian hasil belajar siswa mencakup

segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap,

maupun keterampilan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan

kepada siswa.

Bloom (1956) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 86-9) menyampaikan tiga

taksonomi yang disebut ranah belajar yaitu: ranah kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Berikut ini merupakan kategori dalam setiap ranah. Pertama, ranah

kognitif (cognitive domain) berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan,

kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori

pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application),

analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation). Kedua, ranah

afektif (affective domain), berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai.

Kategori tujuannya mencerminkan hierarki yang berentangan dari keinginan

(34)

afektif yaitu penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian

(valuing), pengorganisasian (organization), pembentukkan pola hidup

(organization by a value complex). Ketiga, ranah psikomotor (psychomotoric

domain), berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan

syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik

ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan

afektif. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik yaitu persepsi

(perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan

terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex over response), penyesuaian

(adaptation), dan kreativitas (originality).

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

perubahan yang dialami siswa dalam kegiatan belajar mencakup ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar tersebut diukur menggunakan tes hasil

belajar yang diujikan di akhir pembelajaran (posttest).

2.1.4 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD)

Karakteristik siswa merupakan hal yang diperhatikan saat guru menentukan

tujuan pembelajaran. “Karakteristik dan perilaku yang diperoleh siswa sebelum

mengikuti pembelajaran baru umumnya akan mempengaruhi kesiapan belajar dan

cara-cara mereka belajar” (Rifa‟i dan Anni 2011: 4). Oleh karena itu, guru harus

memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang karakteristik dan perilaku yang

dimiliki oleh siswanya sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Nasution (1993) dalam Djamarah (2011: 123) menyebutkan “Masa usia

sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam

(35)

masa sekolah.” Pada usia tersebut, anak pertama kalinya memeroleh pendidikan

formal. Melalui masa sekolah ini, anak memeroleh kecakapan baru yang dapat

diterapkan dalam kehidupannya. Pelaksanaan pembelajaran yang menarik

minatnya dan relevan dengan perkembangan siswa akan memengaruhi tingkat

pemahaman siswa terhadap suatu materi atau keterampilan baru.

Menurut Suryobroto (1990) dalam Djamarah (2011: 124), “Masa usia

sekolah dianggap sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah.”

Pada masa ini, siswa mudah untuk menerima atau memahami sesuatu yang baru

dibandingkan masa sebelumnya yaitu masa taman kanak-kanak. Perkembangan

intelektual pada anak usia sekolah dasar ini ditandai dengan karakteristik

perkembangan lainnya (Susanto 2013:76).

Desmita (2012: 35) menyatakan bahwa anak-anak usia sekolah dasar

memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan anak-anak yang usianya lebih

muda, karena pada usia sekolah dasar, anak lebih senang bermain, bergerak,

belajar dalam kelompok, dan diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam

pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu menciptakan pembelajaran yang

memberi ruang kepada siswa untuk bergerak, bekerjasama menyelesaikan tugas,

dan belajar melalui pengalaman langsung.

Piaget (1950) dalam Susanto (2013: 77) mengelompokkan tahap

perkembangan kognitif menjadi empat tahap. Berikut ini merupakan penjelasan

karakteristik dari setiap tahap perkembangan yaitu: pertama, tahap sensorik motor

(usia 0-2 tahun), pada tahap ini belum memasuki usia sekolah; kedua, tahap

pra-operasional (usia 2-7 tahun), pada tahap ini kemampuan skema kognitif masih

(36)

menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan

kalimat-kalimat pendek secara efektif; ketiga, tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun),

siswa mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa

yang konkret; keempat, tahap operasional formal (usia 11-15 tahun), siswa

mampu mempelajari materi pelajaran yang abstrak seperti agama, dan

matematika.

Sesuai dengan teori perkembangan kognitif yang diungkapkan Piaget,

perkembangan intelektual siswa tingkat sekolah dasar masih dalam tahap

operasional konkret (umur 7-11 tahun). Menurut Susanto (2013: 78-9), anak pada

tahap ini menunjukkan perilaku belajar yang berkembang yang ditandai dengan

ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Memandang lingkungan sekitar sesuai apa yang dilihatnya, dan berpikir

secara reflektif.

(2) Anak mulai memahami tentang volume, jumlah, berat, luas, panjang, dan

pendek serta memahami peristiwa-peristiwa secara konkret.

(3) Anak mampu mengelompokkan benda-benda yang bervariasi dan sesuai

dengan tingkatannya.

(4) Anak mampu menggunakan aturan dan prinsip ilmiah serta memahami

hubungan sebab akibat.

(5) Anak memahami konsep volume zat cair, luas, sempit, ringan, dan berat.

Berdasarkan teori tahap perkembangan yang dikemukakan Piaget,

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan dalam

pembelajaran di sekolah dasar. Pendekatan CTL memberi kesempatan kepada

(37)

konsep melalui kegiatan menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa,

sehingga pemberian contoh yang terdapat di sekitar siswa akan mempermudah

siswa memahami suatu konsep dalam materi tertentu.

2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu pengetahuan alam sering dikenal dengan istilah sains. Ilmu

pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu

nature science, artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Jadi, Ilmu Pengetahuan

Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam

(Samatowa 2011: 3). Sumanto, dkk. (2007) dalam Putra (2013: 40)

mengungkapkan “Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara

sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep,

prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.”

Hakikat sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam

Bahasa Indonesia disebut dengan Ilmu Pengetahuan Alam dapat diklasifikasi

menjadi tiga bagian yaitu: ilmu pengetahuan sebagai produk, proses, dan sikap

(Susanto 2013: 167). Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga bagian

klasifikasi dalam IPA. Pertama, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai produk

yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah

membentuk konsep yang dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis.

Bentuk IPA sebagai produk antara lain fakta-fakta, prinsip, hukum, dan

teori-teori IPA. Kedua, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses, yaitu untuk

menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. IPA merupakan kumpulan

fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan

(38)

memahami IPA disebut keterampilan proses sains (science process skills) yaitu

keterampilan yang dilakukan para ilmuwan seperti mengamati, mengukur,

mengklasifikasi, dan menyimpulkan. Ketiga, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

sebagai sikap. Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains.

Sulistyorini (2006) menjelaskan bahwa ada sembilan aspek yang dikembangkan

dalam sikap ilmiah dalam pembelajaran sains, yaitu sikap ingin tahu, ingin

mendapat sesuatu yang baru, sikap kerjasama, tidak putus asa, tidak

berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan

diri (Susanto 2013: 168-9).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa IPA

merupakan ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa alam. Berbagai

teori dan fakta dalam IPA dapat diperoleh melalui keterampilan dan proses.

Selanjutnya, teori dan fakta itu dapat ditemukan karena adanya rasa ingin tahu

dari seseorang, sehingga sikap yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu teori,

fakta, dan konsep ini harus dikembangkan dalam melaksanakan pembelajaran

IPA.

2.1.6 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran eksak yang

diberikan pada jenjang pendidikan dasar. Mata pelajaran IPA diberikan sejak

tingkat dasar sebagai bekal siswa pada tingkat pendidikan menengah.

Pembelajaran IPA di sekolah dasar membantu siswa mempelajari konsep melalui

proses keterampilan sains yang paling dasar yaitu observasi, analisis, dan

menyimpulkan. Hal ini akan memberikan pemahaman kepada siswa bahwa untuk

memeroleh suatu jawaban membutuhkan suatu proses yang tidak sederhana.

(39)

karena itu, guru perlu mengetahui dan memahami tentang tujuan pembelajaran

tersebut. Menurut BSNP dalam Susanto (2013: 171-2), tujuan pembelajaran sains

di sekolah dasar yaitu

(1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya;

(2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;

(3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat;

(4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan;

(5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;

(6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan; serta

(7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Tujuan pembelajaran IPA tersebut dapat tercapai apabila siswa sekolah

dasar mampu menguasai semua standar isi dalam pembelajaran IPA. Ada banyak

materi pokok yang terdapat dari setiap standar isi dalam pembelajaran IPA.

Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran

IPA di sekolah dasar, ruang lingkup bahan kajian IPA untuk sekolah dasar

meliputi aspek-aspek berikut.

(1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; (2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan

gas;

(3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana; serta

(40)

Pembelajaran IPA SD khususnya untuk kelas V meliputi beberapa materi

pokok yaitu: organ pernafasan manusia, pencernaan manusia, peredaran darah

pada manusia, tumbuhan hijau, ketergantungan manusia dan hewan terhadap

tumbuhan hijau, sifat bahan, perubahan kimia dan fisika, gaya, pesawat sederhana,

cahaya, proses pembentukan tanah, struktur bumi dan matahari, daur air dan

peristiwa alam, serta sumber daya alam dan penggunaannya.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran

IPA di sekolah dasar perlu dilaksanakan dengan baik untuk mencapai tujuan

khusus dalam pembelajaran IPA. Apabila siswa mampu menguasai semua materi

IPA di tingkat sekolah dasar, maka siswa memiliki bekal untuk melanjutkan

sekolah di tingkat menengah.

2.1.7 Materi Daur Air

Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran IPA materi Daur Air di kelas

V semester 2 sekolah dasar. Materi daur air terdapat pada standar kompetensi: 7.

Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan

sumber daya alam. Alokasi waktu yang digunakan dalam mengajarkan materi

pokok daur air yaitu 6 jam pelajaran yang dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan

yang terdiri dari materi proses daur air, kegiatan yang memengaruhi atau

mengganggu proses daur air serta kegiatan penghematan air.

Materi daur air dirangkum dari buku yang ditulis oleh Sulistyanto dan

Wiyono (2008) serta Azmyawati, dkk (2008). Air memiliki banyak kegunaan

antara lain untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan menyirami tanaman.

(41)

udang. Ada dua sumber air yang sering digunakan yaitu sumber air alami dan

sumber air buatan. Sumber air alami berasal dari danau, laut, mata air, dan sungai.

Sementara itu, sumber air buatan berasal dari sumur gali, sumur pompa, dan

PAM.

Air di bumi tidak pernah habis, karena mengalami perputaran yang disebut

daur air. Daur air merupakan sirkulasi (perputaran) air secara terus-menerus atau

berkesinambungan dari bumi ke atmosfer dan kembali ke bumi. Namun, kegiatan

manusia yang kurang memerhatikan kelestarian alam sering mengganggu proses

daur air, seperti penebangan pohon secara liar, pembakaran hutan, pengaspalan

jalan, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu kegiatan yang memperbaiki proses

daur air di bumi seperti mengadakan kegiatan reboisasi.

Penggunaan air yang berlebihan juga dapat mengganggu proses daur air,

sehingga manusia perlu melakukan kegiatan penghematan air. Walaupun jumlah

air di bumi sangat melimpah, manusia perlu menggunakannya secara bijaksana.

Beberapa kegiatan penghematan yang dapat dilakukan yaitu menutup kran setelah

digunakan, tidak menggunakan air secara berlebihan, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian materi daur air tersebut, dapat disimpulkan bahwa

materi daur air merupakan materi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) akan mempermudah siswa memahami materi daur air. Hal ini sesuai

konsep pendekatan CTL yaitu mengaitkan suatu konsep baru dengan kehidupan

(42)

2.1.8 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan suatu pembelajaran yang paling

sering digunakan oleh guru dalam mengajarkan suatu konsep kepada siswa.

Susanto (2013: 192) menjelaskan “model pembelajaran konvensional merupakan

model pembelajaran yang mendidik siswa menjadi orang yang bekerja tetapi

bukan berpikir, serta kurang memerhatikan aspek berpikir atau analisis yang

mandiri.” Selama proses pembelajaran, peran guru sangat dominan. Pembelajaran

konvensional lebih menekankan pada pemberian tugas dan didominasi metode

ceramah, sehingga siswa lebih banyak mendengarkan daripada terlibat aktif dalam

pembelajaran. Pembelajaran konvensional juga menyebabkan kemampuan

pemahaman siswa kurang berkembang.

Dalam pembelajaran konvensional, guru berperan sebagai penyampai

informasi, sedangkan siswa berperan sebagai penerima informasi. Guru kurang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.

Jadi, pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada

guru serta kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.

2.1.9 Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Sagala (2003) dalam Ruminiati (2007: 1-15) menyatakan “pendekatan

pembelajaran merupakan aktivitas pembelajaran yang dipilih guru dalam rangka

mempermudah siswa mempelajari bahan ajar yang telah ditetapkan oleh guru

sesuai dengan kurikulum yang berlaku.” Joni (1993) dalam Abimanyu (2008: 2.4)

mengungkapkan “pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan

(43)

Pendekatan pembelajaran dapat digunakan guru dalam mengajarkan suatu

materi kepada siswa. Menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 109-10) ada

dua jenis pendekatan pembelajaran yaitu:

Pertama, “Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher

centered approach) merupakan suatu pendekatan yang dalam kegiatan

pembelajaran guru yang mempunyai peran utama serta dilaksanakan

menggunakan metode ceramah.” Dalam penyampaian pengetahuan siswa

dipandang sebagai subjek penerima informasi. Pembelajaran dikontrol dan

ditentukan oleh guru sebagai penyampai informasi. Kegiatan pembelajaran hanya

berjalan satu arah, karena siswa sebatas mendengarkan, mencatat, dan sesekali

bertanya kepada guru. Pendekatan ini sering dikenal dengan istilah pendekatan

ekspositori.

Kedua, “Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada

siswa (student centered approach) merupakan pendekatan pembelajaran aktif

yang menempatkan guru berperan sebagai fasilitator, motivator, katalisator, dan

pengontrol konsep.” Dalam pendekatan student center diharapkan siswa harus

menemukan fakta ilmu pengetahuan. Pendekatan ini melibatkan siswa untuk

berperan aktif dalam memahami suatu materi melalui kegiatan mengalami.

Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadikan

pembelajaran bermakna bagi dirinya.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan

pembelajaran merupakan titik tolak atau pedoman umum yang digunakan oleh

guru untuk merancang pembelajaran yang mempermudah siswa mempelajari

(44)

(CTL) merupakan pendekatan yang berpusat pada siswa, karena memberi

kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.

2.1.10 Pendekatan Contextual Teaching and Learnng (CTL)

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai beberapa teori, meliputi pengertian,

komponen-komponen, langkah-langkah pelaksanaan, dan kelebihan serta

kekurangan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).

2.1.10.1Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learnng (CTL)

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sering dikenal

dengan pembelajaran kontekstual. Sanjaya (2006) dalam Toharudin, Hendrawati,

dan Rustaman (2011: 92) menjelaskan “Pembelajaran kontekstual merupakan

pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh untuk menemukan

konsep dari materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya.”

Pengetahuan yang dimiliki siswa dibangun dari proses belajar siswa yang

mengaitkan dengan lingkungannya. Blanchard (2001) dalam Trianto (2013: 105)

menjelaskan “Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam

hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya”. Pembelajaran seperti

pendapat Blanchard tersebut menjadikan pembelajaran bermakna bagi siswa.

Sementara itu, Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 121-2) menyatakan

(45)

“Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami

apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata

yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota

keluarga, warga negara, siswa, dan tenaga kerja” (University of Whasington dalam

Trianto 2013: 105). Pembelajaran Contextual Teaching and Learning berupaya

menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa, sehingga semua yang telah

dipelajari siswa dapat menjadi ingatan jangka panjang siswa. Dalam kegiatan

belajar bukan hanya memerhatikan hasil belajar, tetapi yang lebih penting yakni

proses belajar siswa.

Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kontekstual menekankan pada proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif

untuk menemukan sendiri fakta atau konsep dari suatu materi melalui pengalaman

langsung. Dalam hal ini, guru mengaitkan materi pelajaran dengan konsep yang

telah dimiliki siswa untuk mempermudah siswa memahami materi pelajaran.

2.1.10.2Komponen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Depdiknas (2002) dalam Trianto (2013: 111-9), pendekatan CTL

memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri

(inqury), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),

pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (authentic

assessment). Sebuah kelas dikatakan menerapkan pendekatan CTL, jika

menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajaran. Berikut ini merupakan

(46)

Pertama, konstruktivisme. Dalam pendekatan CTL siswa perlu dibiasakan

untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan

bergelut dengan ide-ide. Hal tersebut akan menciptakan proses pembelajaran yang

berpusat pada siswa. Siswa harus menemukan dan mentransfer suatu informasi

kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi menjadi milik

mereka sendiri.

Kedua, inquiry (menemukan). Pembelajaran CTL adalah pembelajaran yang

berkaitan dengan penemuan. Sebuah pembelajaran CTL harus dirancang dengan

baik agar siswa menemukan sendiri konsep dalam suatu materi. Sebagai seorang

guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang memberikan motivasi kepada

siswa untuk menemukan sendiri materi melalui pengalaman langsung.

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

Ketiga, questioning (bertanya). Bertanya merupakan strategi utama yang

berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan

guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran

yang berbasis inquiry yaitu menggali informasi, mengonfirmasi apa yang sudah

diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

Keempat, learning community (masyarakat belajar). Masyarakat belajar

berarti dalam kegiatan pembelajaran terjadi komunikasi dua arah. Dalam kelas

(47)

kelompok-kelompok belajar. Kelompok belajar dibentuk secara heterogen. Hal ini bertujuan,

agar setiap siswa mau bertukar pengetahuan dan pengalaman dengan sesama

temannya selama proses pembelajaran berlangsung. Setiap pihak harus merasa

bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan

yang berbeda yang perlu dipelajari. Adanya masyarakat belajar ini menjadikan

setiap siswa kaya akan pengetahuan dan pengalaman sebagai bekal hidup di

lingkungannya.

Kelima, modeling (pemodelan). Dalam suatu pembelajaran keterampilan

atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswa. Guru dapat

menampilkan model yang dapat ditiru oleh siswa pada proses pembelajaran.

Namun, guru bukanlah satu-satunya model dalam kegiatan pembelajaran. Guru

dapat menggunakan siswa yang memiliki pengalaman yang berkaitan dengan

materi yang akan diajarkan sebagai model dalam pembelajaran. Model

pembelajaran dapat pula datang dari luar yang ahli dalam bidangnya.

Keenam, refleksi. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru

dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa

yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau

pengetahuan yang baru diterima. Refleksi ini biasanya dilaksanakan pada akhir

pembelajaran. Melalui kegiatan refleksi, guru membantu siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan

yang baru. Hal ini membuat siswa merasa memeroleh sesuatu yang berguna bagi

(48)

Ketujuh, penilaian autentik. Assesment adalah proses pengumpulan berbagai

data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Assessment

bukan dilakukan di akhir periode pembelajaran, tetapi dilakukan bersama-sama

secara terintegrasi (tidak terpisah) dari kegiatan pembelajaran. Penilaian autentik

menilai pengetahuan dan keterampilan (perfomance) yang diperoleh siswa.

Ketujuh komponen pendekatan tersebut ini harus dilaksanakan selama

pembelajaran yang menerapkan pendekatan CTL. Melalui penerapan pendekatan

CTL ini, akan mengembangkan keterampilan proses sains yang dimiliki siswa.

Hal ini akan menjadikan siswa mau melakukan kegiatan penemuan dan mencari

sendiri pengetahuan barunya. Siswa akan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

akan suatu peristiwa, sehingga untuk mencari jawabannya mereka berusaha untuk

mencarinya sendiri. Semua ini akan memperkaya pengetahuan, pengalaman serta

keterampilan yang dimiliki oleh siswa.

2.1.10.3Langkah-langkah Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Menurut Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman (2011: 97), secara garis

besar langkah pembelajaran kontekstual sebagai berikut:

(1) Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diajak untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik; (3) Mengembangkan sifat dan rasa ingin tahu (sense of knowledge)

siswa melakukan ajakan untuk bertanya;

(4) Menciptakan „masyarakat pembelajar‟ (learning society) melalui

pembentukan kelompok-kelompok pembelajar; (5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran; (6) Melakukan refleksi pada setiap akhir pertemuan; serta

(49)

Shoimin (2013: 44) menjelaskan bahwa langkah-langkah pelaksanaan

pembelajaran CTL terbagi menjadi tiga kegiatan yakni kegiatan awal, inti, dan

akhir. Pada kegiatan awal terdapat beberapa kegiatan yang perlu dilakukan guru

yakni penyiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran, penyampaian apersepsi

untuk menggali pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan,

serta penyampaian tujuan pembelajaran. Selanjutnya, pada kegiatan inti terdapat

beberapa kegiatan yakni siswa bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan

permasalahan atau tugas yang diberikan guru, siswa mempresentasikan hasil

diskusinya dan kelompok lain menanggapi hasil diskusi kelompok yang

presentasi, guru membahas hasil diskusi untuk menentukan penyelesaian dari

tugas yang diberikan guru berdasarkan pendapat yang disampaikan siswa, serta

siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami.

Pada kegiatan akhir, beberapa kegiatan yang dilaksanakan yakni siswa dan guru

menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan, pengerjaan soal evaluasi

untuk mengetahui pemahaman siswa, dan membahas soal yang telah dikerjakan

oleh siswa.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketujuh

komponen pendekatan CTL tidak diharuskan dilaksanakan secara berurutan.

Namun, selama proses pembelajaran diharapkan ketujuh komponen pendekatan

tersebut harus dilaksanakan dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat

(50)

2.1.10.4Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Contextual Teaching and

Learning

Setiap pendekatan pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.

Begitu juga dengan pendekatan CTL. Menurut Shoimin (2013: 45), ada beberapa

kelebihan dan kekurangan dari pendekatan CTL. Kelebihan dari pendekatan CTL

yakni (1) pembelajaran kontekstual menekankan aktivitas siswa selama

pembelajaran; (2) pembelajaran kontekstual menjadikan siswa belajar melalui

proses pengalaman; serta (3) konsep dari materi pelajaran ditemukan oleh siswa

sendiri. Selanjutnya, kekurangan dari pendekatan CTL yakni dalam

pelaksanaannya membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pembelajaran

harus persiapkan dengan sebaik-baiknya.

Dalam setiap pembelajaran diharapkan tujuan pembelajaran yang telah

ditentukan dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, pembelajaran yang

menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) harus

dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Kekurangan dari pendekatan CTL harus

diminimalisir dengan memanfaatkan waktu yang tersedia dengan baik, agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

2.2

Penelitian yang Relevan

Penelitian berkaitan dengan pendekatan Contextual Teaching Learning

(CTL) telah banyak dilaksanakan. Berikut ini merupakan beberapa penelitian

(51)

Pertama, penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh Atmaja

(2014) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA

tentang Sifat Bahan dan Kegunaannya melalui Penerapan Pendekatan

Kontekstual.” Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas IV SDN Sukamanah

Kabupaten Sukabumi yang berjumlah 35 orang. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa hasil belajar siswa dari aspek kognitif, kinerja, dan sikap setelah dilakukan

tindakan pembelajaran mengalami peningkatan. Data menunjukkan pada siklus I

hasil belajar siswa diperoleh rata-rata 70 dengan 40% siswa telah mencapai KKM.

Pada siklus II terjadi peningkatan dengan perolehan nilai rata-rata 80 dengan

persentase siswa mencapai KKM sebesar 80%.

Kedua, penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan Firman, dkk

(2014) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Pengelompokk

Gambar

Tabel Halaman
Tabel 3.1. Hasil Uji Kesamaan Rata-rata
Tabel 3.2. Rekapitulasi Uji Validitas Soal Uji Coba dengan r tabel = 0, 349
Tabel 3.4. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, serta isu terkini mengenai perkuliahan pada mahasiswa PGSD yang harus dilakukan secara terpadu, maka perlu

Berdasarkan hasil Analysis of Variance (ANOVA) dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial menunjukkan bahwa pemangkasan daun berpengaruh nyata terhadap

Untuk membuka ( decrypt ) data tersebut digunakan juga sebuah kunci yang dapat sama dengan kunci untuk mengenkripsi (untuk kasus private key.. cryptography ) atau dengan kunci

penyelenggaraan CEAPAD II merupakan penegasan komitmen dan dukungan.. Pemerintah Indonesia terhadap Palestina, serta memperjelas posisi Indonesia Indonesia

1. Beberapa dari para ahli ekonomi Eropa tahun 1870-an yang dikelompokkan dalam Mashab Austria, mengemukakan teori tentang perilaku konsumen dan teori itu dikenal sebagai

CONTOH KASUS UJI DUNCAN PADA RAK..

Pertama , birokrasi diartikan sebagai ” government by bureaus” yaitu pemerintahan biro oleh pegawai yang diangkat oleh pemegang kekuasaan, pemerintah atau pihak atasan dalam

[r]