Lampiran 1. Formulir Uji Hedonik
FORMULIR
UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK) Nama Panelis :
Umur :
Jenis Kelamin :
1. Cicipilah sampel satu persatu.
2.Pada kolom kode sampel berikan penilaian anda dengan cara memasukkan nomor (lihat keterangan yang ada dibawah tabel) berdasarkan tingkat kesukaan.
3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setelah selesai mencicipi satu sampel.
Indikator Kode Sampel
A1 A2 A3
Warna Tekstur Aroma Rasa Keterangan :
Suka = 3
Kurang suka = 2
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Kacang Merah untuk Pembuatan Tepung Kacang Merah
Gambar 3. Proses Pembuatan Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Gambar 5. Uji Hedonik di SDN 060929 Medan Johor
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Fatimah., 2006. Penambahan Tepung Wortel dan Karagenan Untuk Meningkatkan Kadar Serat Pangan pada Nugget Ikan Nila (Oreochromis sp.). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Abbas, S., 2004. Pembuatan Sale Ikan Lele. Yogyakarta: Kanisius.
Adriani, Merryana dan Bambang Wirjatmadi., Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Afiyanto, Agus Nur., Nugget Ikan Bandeng. Diakses pada 10 September 2015; http://afiyantoindonesianfisheries.blogspot.co.id/2013/05/nugget-ikan-bandeng.html
Afriansyah, Nurfi., 2010. Kacang Merah Turunkan Kolesterol dan Gula Darah. Jakarta: Depkes RI.
Afrisanti, D. W., 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Amertaningyas, D., Purnomo, H., dan Siswanto., 2001. Kualitas Nuggets Daging
Ayam Broiler dan Ayam Petelur Afkir dengan Menggunakan Tapioka dan Tapioka Modifikasi Serta Lama Pengukusan yang Berbeda. Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya, Malang.
Anonim., Nugget Ikan Gabus. Diakses pada 10 September 2015;
http://dokumen.tips/documents/nugget-ikan-gabus.html
Astawan, Made., 2008. Sehat Dengan Hidangan Hewani. Penerbit Swadaya: Depok.
________., 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Penerbit Swadaya: Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional., 2002. Naget Ayam (Chicken Nugget). Jakarta: BSN, SNI 01-6683-2002.
Buckle., et all., 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Diani, Ahmad F., 2013. Analisis Kekerabatan Lele (Clarias spp.) Menggunakan Penanda Genetik Berbasis RAPD-PCR. Bandung: Universitas Padjajaran.
Diah, A., 2011. Pemanfaatan Biji Cempedak pada Pembuatan Dodol. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI., 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan.
________. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Direktorat Jenderal Horikultura., 2014. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2009-2014. Jakarta: Departemen Pertanian.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya., 2013. Laporan Tahunan Direktorat Produksi. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Ekasari, W., Kacang Merah untuk Kesehatan. Diakses pada 10 September 2015; http://puspanotes.blogspot.com/2010/kacang-merah-untuk-kesehatan.html Faridah, Anni., dkk. 2008. Patiseri Jilid 2 SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan.
Farman, S., 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kacang Merah (Vigna angularis) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberi Beban Glukosa. Semarang: Universitas Diponegoro.
Hamidah, Siti., 1996. Modul Patiseri. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Hapsari, R. D., 2002. Pengolahan Daging Ikan Patin (Pangasius pangasius) Menjadi Bakso, Sosis, Nugget dan Pemanfaatan Limbahnya Menjadi Tepung Ikan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hartayanie, Laksmi dan Christiana Retnaningsih., 2006. Pemanfaatan Tepung Kacang Merah Sebagai Pengganti Tepung Terigu Dalam Pembuatan Roti Tawar: Evaluasi Sifat Fisikokimia dan Sensoris. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Kay., 1979. Food Legumes. Tropical Product Institute. London.
Kementerian Kelautan dan Perikanan., 2012. Analisis Data Pokok Kelautan dan Perikanan Menurut Provinsi. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan., 2013. Standar Nasional
Indonesia Naget Ikan Nomor 7758:2013. Jakarta: BSN.
Lestari, Arini Puji., 2012. Pengaruh Substitusi Ikan Lele (Clarias batrachus) dengan Wortel (Daucus carota L.) terhadap Nilai Organoleptik dan Nilai Zat Gizi pada Pembuatan Nugget. Jakarta: Universitas Esa Unggul.
Listiana, Tri., 2011. Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Nugget Keong Sawah
Moehji, S., 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Ningrum, Marlinda R. B., 2012. Pengembangan Produk Cake Dengan Substitusi Tepung Kacang Merah. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Nuraidah., 2013. Studi Pembuatan Daging Tiruan dari Kacang Merah (Phaseolus vulgaris. L). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Rahayu, R. Y., 2007. Komposisi Kimia Rabbit Nugget dengan Komposisi Filler Tepung Tapioka yang Berbeda. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Rohimah, Ika., 2013. Analisis Energi dan Protein serta Uji Daya Terima Biskuit
Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele. Medan: Universitas Sumatera Utara. Rukmana, Rahmat., 2009. Bertanam Buncis. Yogyakarta: Kanisius.
Soekarto, Soewarno T., 2000. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Suhartini, Sri dan Nur Hidayat., 2005. Olahan Ikan Segar. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Suryatmoko., 2010. Kajian Penambahan Tepung Tapioka dan Susu Skim terhadap Penerimaan Konsumen pada Produk Nugget Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Perikanan. Universitas Islam Lamongan: 37-48.
Susanti, Epi., 2014. Pemanfaatan Tepung Biji Cempedak (Artocarpus Chempeden) dan Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) Dalam Pembuatan Bakso Ikan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Van der Mersen, L. J. G. dan Sadikin Somaatmadja., 1993. PROSEA Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 1: Kacang-kacangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G., 2002. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
_______., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Witjaksono., 2009. Kinerja Produksi Pendederan Lele Sangkuriang (Clarias sp.)
Melalui Penerapan Teknologi Ketinggian Media Air 15 Cm, 20 Cm, 25 Cm, dan 30 C. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ialah eksperimen, dengan menggunakan rancangan penelitian acak lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor yaitu tepung kacang merah dan ikan lele menggunakan tiga perlakuan yaitu tepung kacang merah, dan ikan lele rasio 35% : 65%, 25% : 75% dan 15% : 85% dengan simbol A1, A2, A3. Berikut merupakan tabel rincian perlakuan penelitian terhadap pembuatan nugget dengan bahan ikan lele dan tepung kacang merah. Tabel 3.1 Rincian Perlakuan Penelitian
Perlakuan Perbandingan
A1 Tepung kacang merah 35% dan ikan lele 65% A2 Tepung kacang merah 25% dan ikan lele 75% A3 Tepung kacang merah 15% dan ikan lele 85% 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
3.2.2 Waktu Penelitian
Penulisan proposal penelitian dilakukan pada bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Agustus 2015. Sedangkan penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan Desember 2015.
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini ialah nugget menggunakan tepung kacang merah sebanyak 35%, 25% dan 15% dengan penambahan ikan lele sebanyak 65%, 75% dan 85%. Penggunaan tepung kacang merah yang semakin tinggi dalam nugget ikan lele menyebabkan tekstur nugget semakin mengeras dan padat. Itu sebabnya peneliti menggunakan rasio 35%, 25% dan 15% dalam pembuatan nugget.
3.4 Defenisi Operasional
1. Nugget ikan lele adalah jenis makanan ringan dengan ukuran kecil dan tidak beraturan yang diolah dengan bahan ikan lele serta dibuat dengan menggunakan tepung kacang merah.
2. Daya terima atau uji hedonik adalah tingkat kesukaan panelis terhadap nugget ikan lele yang dibuat dari tepung kacang merah dalam pembuatannya yang meliputi indikator warna, tekstur, warna, dan rasa yang dilakukan pada anak sekolah dasar.
4. Aroma adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh nugget ikan lele dengan penambahan tepung kacang merah yang dapat dirasakan melalui indera penciuman.
5. Tekstur adalah tingkat kekenyalan dari nugget ikan lele dengan penambahan tepung kacang merah.
6. Rasa adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh nugget ikan lele dengan penambahan tepung kacang merah yang dapat dirasakan melalui indera pengecap.
7. Kandungan gizi adalah penetapan kadar protein, lemak, karbohidrat serta kadar air dan abu yang terdapat pada nugget ikan lele dengan penambahan tepung kacang merah dengan penentuan komposisi zat gizi dilakukan dengan menggunakan uji laboratorium.
3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan tepung kacang merah yaitu: baskom, kompor, dandang, sendok pengaduk, tirisan, oven, blender dan ayakan. Alat yang digunakan untuk menghaluskan ikan lele yaitu piring, pisau dan blender. Sedangkan, peralatan yang digunakan pada pembuatan nugget ikan lele dalam penelitian ini antara lain: timbangan, pisau, baskom, sendok, piring, kompor, alumunium foil, cetakan adonan, talenan, kukusan, spatula, kompor, peralatan penggorengan, tirisan, dan kotak makanan.
Buchner, kertas saring, pompa, beaker glass, batang pengaduk, oven, dan cawan petri yang disediakan di laboratorium.
3.5.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan untuk membuat tepung kacang merah yaitu kacang merah jenis kidney bean yang memiliki kondisi bahan baik yaitu berwarna merah hati segar, tidak adanya tanda kebusukan, tidak ada bekas gigitan binatang atau berlubang, tidak berkerut. Bahan lain yang digunakan berupa air dan backing soda yang digunakan untuk mengembangkan kacang merah. Bahan utama yang digunakan selanjutnya ialah ikan lele. Ikan lele juga dipilih berdasarkan kondisi ikan yang segar, kemudian dipisahkan dari kepala, sirip, ekor, dan tulang. Warna daging ikan lele yang segar bewarna putih pucat. Jeruk nipis digunakan untuk mengurangi bau amis dari ikan lele yang telah dibersihkan.
Bahan yang digunakan untuk membuat nugget ikan lele antara lain: tepung kacang merah, ikan lele halus, bawang merah, bawang putih, merica/lada, garam, gula, penyedap rasa secukupnya, bubuk susu skim (emulsifier), air, telur, tepung roti serta minyak goreng.
Tabel 3.2 Jumlah Pemakaian Bahan dalam Pembuatan Nugget Ikan Lele
Gambar 3.1 Diagram Pembuatan Tepung Kacang Merah Dicuci dengan air bersih
Perendaman selama 1 jam Ditiriskan
Perebusan dalam air mendidih 100o C selama 10-15 menit Ditiriskan
Pengeringan dalam oven selama 12 jam Dihaluskan dengan blender
Kacang merah dengan kulit arinya
Diayak
Bagan diatas menjelaskan bahwa dalam pembuatan tepung kacang merah dilakukan dengan proses pencucian, perendaman selama 1 jam, perebusan dengan air mendidih selama 10-15 menit lalu ditiriskan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 12 jam, penghalusan dengan blender, diayak sehingga menjadi partikel yang lebih halus, dan jadilah tepung kacang merah.
b. Prosedur penghalusan ikan lele dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 3.2 Diagram Pembuatan Adonan Ikan Lele Halus
Bagan diatas menjelaskan bahwa dalam pembuatan adonan ikan lele dilakukan dengan membersihkan daging ikan lele sebanyak 2 kali pencucian terlebih dahulu, kemudian dipotong menjadi potongan ikan lele yang kecil-kecil, diblender sehingga jadilah adonan ikan lele yang halus.
c. Prosedur pembuatan nugget ikan lele dengan penambahan tepung kacang merah
Pembuatan nugget dilakukan pencampuran ikan lele halus ke dalam tepung kacang merah, kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu nugget lain yaitu garam, gula, merica, bawang putih, bawang merah emulsifier (susu skim). Cetak nugget dalam aluminium foil dengan bentuk sesuai cetakan dan bekukan dalam
2 × pencucian
Dipotong dengan ukuran kecil-kecil
Diblender
freezer. Kukus ± 30 menit kemudian celupkan pada batter yaitu telur. Lakukan coating/breading dengan tepung roti. Masukkan ke deep fat frying dengan suhu
1700 C selama 2-3 menit hingga nugget ikan lele berwarna kuning kecoklatan.
Gambar 3.3 Diagram Pembuatan Nugget Ikan Lele dengan Penambahan Tepung Kacang Merah
Cetak adonan berbentuk persegi ± 2,5 x 3 cm dengan tebal ± 1,5 cm, bekukan dalam freezer
Kukus selama ± 30 menit
Gulirkan nugget dalam tepung roti/tepung panir 150 gr Celupkan dengan telur 1 butir
Penggorengan 1700 selama 2 menit
3.7 Uji Proksimat 3.7.1 Uji Protein
Penentuan kadar protein diukur dengan metode Kjeldahl merupakan metode untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Langkah-langkah pengukurannya yaitu:
1. Timbang seksama ± 200 gram sampel dengan neraca analitik digital kemudian masukkan ke dalam labu Kjeldahl 500 ml.
2. Tambahkan 1 tablet campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
3. Panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan.
4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dengan air dan masukkan ke dalam labu ukur 250 ml, tepatkan sampai garis tanda dengan aquadest.
5. Pipa 50 ml larutkan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 30 ml NaOH 30%.
6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit (hingga terlihat letupan-letupan), sebagai penampung gunakan 25 ml larutan asam borat 4% yang telah dicampurkan indikator mengsel.
7. Bilasin ujung pendingin dengan air suling.
8. Titrasi dengan larutan HCL 0,1 N hingga warna larutan menjadi biru tua.
fk = faktor konveksi untuk protein dari makanan fp = faktor pengencer
C = bobot dari sampel (Winarno, 1991).
3.7.2 Uji Lemak
Menurut Sudarmadji dkk (1997) pengukuran kadar lemak dilakukan dengan cara kerja sebagai berikut:
1. Ditimbang dengan teliti 1 gram sampel, lalu masukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala.
2. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semala, lalu dikocok hingga homogen kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi. 3. Dipipet 5 ml ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram) lalu
diovenkan pada suhu 1000 C selama tiga jam.
4. Dimasukkan kedalam desikator ± 30 menit kemudian ditimbang (b gram). 5. Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut:
adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut:
Rumus (%) karbohidat (g/100 g) = 100 – (protein + lemak + abu + air)
3.7.4 Uji Kadar Air
Penetapan standar mutu kadar air berhubungan dengan daya simpan produk itu sendiri. Air merupakan komponen terpenting dalam bahan makanan, karena air mempengaruhi penampakan tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno, 2002). Penentuan kadar air dengan pengukuran menurut Sudarmadji dkk (1997) dengan cara kerja yaitu:
1. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram ke dalam cawan petri yang telah dikeringkan.
2. Masukkan cawan petri ke dalam oven pada suhu 100-1050 C selama 3-5 jam.
3. Kemudian, didinginkan dalam desikator selama 3-5 menit, lalu ditimbang. 4. Dipanaskan kembali ke dalam oven selama 30 menit.
5. Kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Hal ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan.
3.7.5 Uji Kadar Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 1997). Prosedur kerja pengukuran kadar abu, yaitu:
1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian didinginkan 3-5 menit, lalu ditimbang.
2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan.
3. Dimasukkan dalam cawan pengabuan kemudian dimasukkan ke dalam tanur.
4. Dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya konstan.
5. Cawan didinginkan 3-5 menit. Setelah dingin, bahan ditimbang kembali. 6. Bahan didinginan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat yang tetap.
Kadar abu dihitung dengan rumus:
dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah panelis dan peneliti. Skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah yaitu 1 dan skor yang paling tinggi yaitu 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Panelis pada Uji Hedonik
Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik
Warna Suka 3
Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.
1. Pelaksanaan Penelitian a. Waktu dan Tempat
b. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada nugget yaitu tepung kacang merah, dan ikan lele dengan perbandingan 35% : 65%, 25% : 75%, 15% : 85%. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir, alat tulis.
2. Langkah-langkah pada Uji Daya Terima
a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan. b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan,
formulir penilaian, serta alat tulis.
c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.
d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar formulir penilaian.
e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.
f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam.
3. Panelis
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif persentase, dengan pengumpulan data dan diolah secara manual terlebih dahulu. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut.
100
n = jumlah skor yang diperoleh
N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)
Untuk mengubah data persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
1. Nilai tertinggi = 3 (suka) 2. Nilai terendah = 1 (tidak suka) 3. Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria
4. Jumlah panelis = 30 orang
a. Skor maksimum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 3
b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah
f. Interval persentase = Rentangan : Jumlah kriteria = 66,7% : 3
= 22,2% 22%
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.
Tabel 3.4 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan
Persentase Kriteria Kesukaan
78-100 Suka
56-79,9 Kurang Suka
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Tepung Kacang Merah
Tepung kacang merah memiliki karakteristik berwarna putih kekuningan dengan bulir-bulir kemerahan yang berasal dari kulit ari kacang merah, tekstur yang halus karena telah mengalami proses penyaringan dan memiliki aroma khas kacang merah.
Gambar 4.1 Tepung Kacang Merah
4.2 Karakteristik Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Nugget ikan lele dibuat menggunakan tiga (3) perlakuan yang menggunakan tepung kacang merah sebagai pengganti tepung terigunya. Nugget diolah dengan proses yang sama tetapi menggunakan takaran tepung kacang merah dan ikan lele yang berbeda.
Gambar 4.2 Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah Tabel 4.1 Karakteristik Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Karakteristik A1 A2 A3
A1 : nugget dengan kombinasi bahan 35% tepung kacang merah, 65% ikan lele A2 : nugget dengan kombinasi bahan 25% tepung kacang merah, 75% ikan lele A3 : nugget dengan kombinasi bahan 15% tepung kacang merah, 85% ikan lele
4.3 Analisis Daya Terima
konsumsi ikan pada anak. Umur panelis berkisar 10-12 tahun yang dalam keadaan sehat secara fisik dan bisa bekerja sama dengan baik terhadap proses pengujian daya terima. Berikut merupakan hasil analisis daya terima yaitu kriteria warna, aroma, tekstur dan rasa.
4.3.1 Analisis Daya Terima Kriteria Warna Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Adapun hasil analisis daya terima dari kriteria warna nugget ikan lele dengan tepung kacang merah adalah sebagai berikut:
4.3.2 Analisis Daya Terima Kriteria Aroma Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Adapun hasil analisis daya terima dari kriteria aroma nugget ikan lele dengan tepung kacang merah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Analisis Daya Terima Aroma Nugget Ikan Lele dengan
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa total skor persentase tertinggi sejumlah 85,56% ialah nugget dengan perlakuan A1 dengan kriteria kesukaan yaitu suka. Hal ini menunjukkan bahwa pada kriteria aroma, nugget dengan perlakuan A1 yang paling disukai. Sedangkan total skor persentase terendah sejumlah 77,78% yaitu nugget dengan perlakuan A3 sehingga berdasarkan kriteria aroma merupakan yang paling kurang disukai panelis.
4.3.3 Analisis Daya Terima Kriteria Tekstur Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Tabel 4.4 Hasil Analisis Daya Terima Tekstur Nugget Ikan Lele dengan
Dari tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa total skor persentase tertinggi ialah pada nugget dengan perlakuan A3 sejumlah 85,56% yang menunjukkan pada kriteria tekstur merupakan yang paling disukai oleh panelis. Sedangkan nugget dengan perlakuan A1 memiliki total skor persentase terendah yaitu 74,40%. Hal ini menunjukkan bahwa nugget dengan perlakuan A1 paling kurang disukai panelis.
4.3.4 Analisis Daya Terima Kriteria Rasa Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Adapun hasil analisis daya terima dari kriteria rasa nugget ikan lele dengan tepung kacang merah adalah sebagai berikut:
Keterangan: disimpulkan bahwa total skor persentase tertinggi nugget untuk kriteria rasa terdapat pada perlakuan A3 yaitu sejumlah 81,11% dan menunjukkan paling disukai panelis. Sedangkan nugget dengan skor persentase terendah yaitu perlakuan A1 sejumlah 71,11% dan menunjukkan bahwa nugget paling kurang disukai panelis.
4.4 Kandungan Gizi Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah Nugget ikan lele dengan tepung kacang merah dianalisis sebanyak 5 gram pada setiap perlakuannya. Perlakuan yang berbeda dalam penambahan tepung kacang merah dan ikan lele dalam pembuatan nugget menghasilkan kandungan zat gizi yang berbeda. Adapun kandungan gizi yang diuji di Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Sumatera Utara yaitu uji protein, uji lemak, uji karbohidrat, uji kadar air, dan uji kadar abu. Hasil analisis kandungan gizi tersebut pada setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6 Hasil Analisis Kandungan Gizi Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah (5 gram)
Keterangan:
Tabel 4.7 Hasil Analisis Kandungan Energi (kkal) Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Parameter Perlakuan
A1 A2 A3
Total Energi (kkal) 375,761 382,7214 401,2381 Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat kandungan protein paling tinggi dihasilkan dari nugget yang terdapat pada perlakuan pertama (A1) dengan penambahan tepung kacang merah 35% dan ikan lele 65% yaitu sebanyak 16,4474%. Kadar protein terendah ialah nugget perlakuan A3 yaitu 14,1410%.
Nugget dengan perlakuan A3 dengan penambahan tepung kacang merah
15% dan ikan lele 85% memiliki kandungan kadar lemak tertinggi yaitu 29,7941%. Nugget dengan perlakuan A1 memiliki kadar lemak terendah sejumlah 26,6874%.
Perlakuan A3 yaitu nugget dengan penambahan tepung kacang merah 15% dan ikan lele 85% mempunyai kandungan karbohidrat tertinggi sebesar 19,1318% dan kadar karbohidrat terendah dimiliki oleh nugget dengan perlakuan A1 yaitu sebanyak 17,4462%.
Kadar air tertinggi terdapat pada nugget dengan perlakuan A1 dengan penambahan tepung kacang merah 35% dan ikan lele 65% sebesar 36,457%.
Nugget dengan perlakuan A3 memiliki kadar air terendah sejumlah 32,8451%
merah 15% dan ikan lele 85% memiliki kadar abu paling tinggi sebanyak 4,0877% diantara dua perlakuan nugget lainnya dan kadar abu terendah terdapat pada nugget dengan perlakuan A1 sejumlah 2,9618%.
Kandungan energi yang paling tinggi terdapat pada nugget perlakuan A3 yaitu dengan penambahan tepung kacang merah 15% dan ikan lele 85% yaitu sebesar 401,2381 kkal. Sedangkan kandungan energi terendah terdapat pada
nugget perlakuan A1 sebesar 375,761 kkal.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung kacang merah yang ditambahkan dalam pembuatan nugget ikan lele akan semakin tinggi kandungan gizi protein, dan kadar airnya. Sedangkan semakin banyak ikan lele yang ditambahkan pada nugget dan semakin sedikit konsentrasi tepung kacang merah yang digunakan maka kandungan gizi karbohidrat, lemak dan kadar abu, serta kandungan energinya akan semakin meningkat.
Nugget yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan
agar aman dikonsumsi. Di Indonesia, syarat mutu nugget yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) ialah nugget ikan dengan nomor 7758: 2013. Tabel 4.8 Syarat Mutu Nugget Ikan Menurut SNI 7758:2013
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Karakteristik nugget pada perlakuan pertama (A1) dengan kombinasi bahan tepung kacang merah 35% dan ikan lele 65% yaitu berwarna keabu-abuan dengan banyak bulir-bulir kemerahan, aroma khas tepung kacang merah, bertekstur sedikit keras dan lebih padat, serta memiliki rasa yang gurih. Pada perlakuan kedua (A2), nugget yang mendapatkan penambahan tepung kacang merah sebanyak 25% dan ikan lele 75% mempunyai warna keabu-abuan dengan lebih sedikit bulir-bulir kemerahan, aroma yang sedikit amis disertai dengan aroma khas tepung kacang merah, bertekstur lembut, serta rasa yang gurih. Sedangkan pada perlakuan ketiga (A3) dengan penambahan tepung kacang merah 15% dan ikan lele 85% berwarna keabu-abuan pucat dari ikan lele yang lebih dominan dibanding bulir-bulir kemerahan, lebih beraroma amis yang berasal dari ikan lele, tekstur yang lebih lembut dan renyah, serta memiliki rasa gurih dan khas nugget ikan.
5.2 Analisis Daya Terima Kriteria Warna Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
perlakuan pada nugget maka digunakan warna nugget yang masih dalam bentuk adonan.
Warna nugget sangat dipengaruhi oleh porsi penggunaan tepung kacang merah. Semakin banyak penggunaan tepung kacang merah, maka adonan nugget akan terlihat semakin banyak mempunyai bulir-bulir kemerahan yang berasal dari kulit ari kacang merah yang telah halus. Pada perlakuan A1 yang memiliki perbandingan tepung kacang merah terbanyak (35%) menghasilkan warna keabu-abuan dengan bulir-bulir kemerahan terbanyak diantara kedua perlakuan lainnya. Sedangkan pada perlakuan A3 yang memiliki perbandingan tepung kacang merah paling sedikit (15%) menghasilkan warna keabu-abuan pucat dari ikan lele dengan bulir-bulir paling sedikit dibanding perlakuan A1 dan A2.
penggorengan, nugget yang telah dilumuri dengan tepung roti akan berubah menjadi warna coklat akan tetapi bulir-bulir kemerahan dari tepung kacang merah tetap terlihat sehingga kurang menarik dan menurunkan nilai kesukaan panelis.
Penampakan warna suatu bahan makanan merupakan faktor pertama yang dinilai sebelum pertimbangan lain seperti rasa dan nilai gizi. Karena panca indera mata secara visual akan mengirimkan sinyal tersebut langsung ke otak dan menghasilkan informasi berupa warna yang terlihat melalui makanan. Warna yang menarik akan meningkatkan selera makan seseorang. Menurut Astawan (2008), warna juga dapat menandakan rasa suatu makanan. Bila warna suatu makanan terlihat menyimpang dari warna yang umumnya berlaku, maka makanan tersebut tidak menarik konsumen sehingga tidak akan dikonsumsi, meskipun sesungguhnya makanan tersebut dalam keadaan baik kondisinya. Meskipun demikian warna juga tidak selalu identik dengan suatu rasa tertentu.
5.3 Analisis Daya Terima Kriteria Aroma Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Penggunaan minyak goreng dalam proses penggorengan tidak hanya mentransfer panas untuk memasak tetapi juga menghasilkan rasa makanan dengan karakteristik tertentu, menimbulkan aroma dan rasa yang berbeda pada saat proses pengolahan makanan. Ketika panas dipindahkan dari minyak ke dalam makanan, air menguap dari makanan dan minyak diserap oleh makanan sehingga terjadi perubahan fisika dan kimia selama proses penggorengan.
Pada ketiga perlakuan nugget yang telah mengalami proses penggorengan, nugget memiliki aroma yang hampir sama karena mempunyai bahan tambahan
dibumbui dengan bahan tambahan lainnya akan tetapi terdapat sedikit perbedaan pada aroma dari ketiga perlakuan nugget.
Hasil pengujian organoleptik kriteria aroma menunjukkan bahwa nugget dengan perlakuan A1 dengan kombinasi bahan tepung kacang merah 35% dan ikan lele 65% memiliki total skor tertinggi 77 (85,56%) dengan interval suka. Aroma dari adonan nugget mempunyai aroma khas tepung kacang merah, akan tetapi setelah proses penggorengan bau amis dari ikan lele dapat tertutupi sehingga lebih disukai oleh panelis. Pada perlakuan kedua (A2) memiliki total skor yang tidak jauh dari perlakuan pertama 76 (84,44%), tepung kacang merah sebanyak 25% dan ikan lele 75%. Setelah proses penggorengan, nugget masih memiliki aroma sedikit amis dari ikan lele. Sedangkan pada nugget dengan tepung kacang merah 15% dan ikan lele 85% (A3), nugget mempunyai aroma yang lebih amis dibanding kedua perlakuan lainnya (A1, A2). Hal ini dikarenakan karena penggunaan ikan lele yang paling banyak diantara perlakuan lainnya.
5.4 Analisis Daya Terima Kriteria Tekstur Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap kelenjar air liur (Winarno, 1997). Tekstur merupakan segi penting bagi mutu makanan, kadang-kadang lebih penting daripada bau rasa dan warna. Beberapa golongan umur tertentu tidak dapat mengkonsumsi makanan yang terlalu keras ataupun lunak. Tekstur pada makanan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak dan jumlah serta jenis karbohidrat dan protein yang menyusunnya.
Menurut SNI nomor 7758:2013 tentang nugget ikan, kriteria nugget ikan terdiri dari lumatan daging ikan minimum 30% dengan tepung dan bahan-bahan lainnya. Masing-masing perlakuan (A1, A2, A3) memiliki bahan dasar ikan lele yang telah mencukupi kriteria SNI yaitu (65%, 75%, 85%). Semakin banyak ikan lele yang digunakan pada nugget maka tekstur yang dihasilkan akan semakin lembut, sedangkan semakin banyak penggunaan tepung kacang merah pada nugget akan membuat tekstur nugget yang semakin keras dan padat.
semakin banyak air teroksidasi sehingga produk yang dihasilkan kurang kenyal. Pada perlakuan A3, kandungan kadar air pada nugget memiliki persentase terendah yaitu 32,8451% sehingga merupakan nugget yang paling kenyal dibandingkan nugget (A1, A2). Kandungan protein juga dapat mempengaruhi tekstur suatu makanan. Semakin tinggi kandungan protein bahan maka semakin tinggi pula kekenyalan produk yang dihasilkan pada makanan. Pada perlakuan A3, jumlah ikan lele yang digunakan merupakan yang paling banyak yaitu 85%. Kandungan lemak juga mempengaruhi tingkat kekenyalan pada makanan, makanan dengan lemak tinggi menjadikan tekstur makanan semakin lembut dan halus. Perlakuan A3 memiliki kandungan lemak tertinggi (29,7941%) dibandingkan kedua perlakuan nugget lainnya.
5.5 Analisis Daya Terima Kriteria Rasa Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk dan dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test compensation) (Winarno, 2004).
diinginkan. Proses penggorengan juga akan menyebabkan pembentuk warna. Penggorengan akan menyebabkan pembentukan warna menghasilkan warna coklat keemasan yang diinginkan. Hal ini sangat sesuai dengan warna nugget yang berwarna coklat keemasan.
Ketika panas dipindahkan dari minyak ke dalam makanan, air menguap dari makanan dan minyak diserap oleh makanan. Minyak yang terserap makanan inilah yang disebut lemak. Semakin sedikit jumlah air didalam makanan maka semakin banyak penyerapan minyak pada makanan. Menurut Suhardjo (2009) menyatakan bahwa semakin banyak kandungan lemak di dalam makanan maka rasanya akan semakin enak. Rasa enak dan nikmat dari suatu makanan hanya berada di lidah. Setelah masuk ke dalam pencernaan dan diserap oleh pembuluh darah, maka makanan yang tinggi lemak akan menimbun lemak.
Pada pengujian organoleptik kriteria rasa, nugget dengan perlakuan A3 dengan kombinasi bahan tepung kacang merah 15% dan ikan lele 85% memiliki skor tertinggi yaitu 73 (81,11%). Rasa yang ditimbulkan ialah gurih dan khas nugget. Nugget ini juga memiliki kadar air terendah yaitu 32,8451% serta kadar
lemak tertinggi sebanyak 29,7941%. Hal ini sesuai dengan pernyataan diatas sehingga nugget yang dihasilkan lebih gurih dan khas nugget dibandingkan kedua perlakuan lainnya.
5.6 Analisis Kandungan Gizi Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Penambahan tepung kacang merah dan ikan lele dengan ketiga perlakuan berbeda pada nugget akan menghasilkan kandungan gizi yang berbeda. Analisis kandungan gizi dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Desember 2015.
Zat gizi merupakan bagian yang esensial karena menjadi faktor untuk mencukupi kebutuhan hidup seseorang. Setiap golongan umur memiliki jumlah kebutuhan gizi yang berbeda. Bayi, balita, anak-anak membutuhkan asupan gizi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya.
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (2013) anak usia 10-12 tahun jenis kelamin laki-laki membutuhkan 2100 kkal dan perempuan membutuhkan 2000 kkal. Kebutuhan gizi yang semakin meningkat dibandingkan ketika bayi dan balita dikarenakan aktifitas sekolah dan bermain yang cukup mengurus energi.
5.6.1 Kandungan Protein Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah Protein yang dianjurkan sehari-hari untuk anak usia 10-12 tahun jenis kelamin laki-laki ialah 56 gram dan 60 gram untuk perempuan. Satu gram protein sama dengan 4 kkal energi pada makanan. Menurut Depkes (2012), makanan tambahan setidaknya mampu menyediakan 5-15% dari total kebutuhan protein sesuai
dengan usia anak sekolah tersebut. Dengan kata lain kandungan gizi pada setiap
makanan tambahan setidaknya mengandung protein sebesar 2,8-9 gram atau 11,2
Menurut hasil uji laboratorium, nugget dengan perlakuan A1, A2 dan A3 dalam setiap 5 gram (± 2 buah nugget) memberikan sumbangan protein sebanyak 16,4474%, 15,1100% dan 14,1410% dengan sumbangan 65,7896 kkal, 60,44 kkal dan 56,564 kkal. Berdasarkan standar mutu SNI nugget ikan nomor 7758:2013 telah memenuhi persyaratan. Sedangkan dari kandungan gizi makanan tambahan yang seharusnya berada pada kisaran 11,2 kkal-36 kkal, ketiga perlakuan memiliki kandungan protein yang berlebih.
Kandungan protein tertinggi didapat dari nugget dengan perlakuan pertama A1 dengan kombinasi bahan tepung kacang merah 35% dan ikan lele 65%. Menurut Nuraidah (2012) dalam 20 gram tepung kacang merah terdapat 4,57 gram protein. Penggunaan tepung kacang merah pada perlakuan ini paling banyak. Sedangkan menurut Astawan (2008) protein dalam 100 gram ikan lele berjumlah 17,7 gram. Kombinasi kedua bahan memberikan sumbangan paling banyak pada kandungan protein dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. Kandungan protein terendah berasal dari nugget perlakuan ketiga A3 dengan kombinasi bahan tepung kacang merah 15% dan ikan lele 85%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit konsentrasi tepung kacang merah digunakan maka kandungan protein dalam nugget akan semakin berkurang.
Protein memegang peranan penting dalam berbagai proses biologi, salah
satunya yaitu proteksi imun. Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan
sensitif dapat mengenal kemudian bergabung dengan benda asing seperti virus,
bakteri, dan sel dari organisme lain. Oleh karena itu protein sangat dibutuhkan oleh
anak usia sekolah untuk memperkuat antibodi tubuh mereka supaya tidak mudah
5.6.2 Kandungan Lemak Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang menghasilkan 9 kkal untuk tiap gram. Sebagai simpanan, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Menurut Depkes (2013) lemak yang dianjurkan sehari-hari untuk anak usia 10-12 tahun berjenis kelamin laki-laki ialah 70 gram dan 67 gram untuk perempuan. Angka kebutuhan lemak pada anak sekolah 20-30% dari kebutuhan energi total yaitu 400-600 kkal (Depkes, 2012).
Hasil pengujian laboratorium terhadap nugget pada perlakuan A1, A2 dan A3 (sampel 5 gram) mempunyai kadar lemak sebanyak 26,6874%, 27,5146% dan 29,7941%. Menurut SNI nugget ikan kadar lemak idealnya 15%, dapat disimpulkan bahwa kandungan lemak pada nugget ikan lele dengan tepung kacang merah belum memenuhi persyaratan. Proses penggorengan mengunakan minyak menjadi salah satu faktor terhadap tingginya lemak pada nugget. Penggunaan emulsifier atau susu skim pada nugget menjadi faktor lain naiknya kandungan lemak pada nugget.
Sumbangan energi yang diberikan dari nugget perlakuan A1 sebesar 240,1866 kkal, nugget A2 sebesar 247,6314 kkal dan perlakuan A3 sebesar 268,1469 kkal. Hal ini menandakan ketiga perlakuan telah memberikan asupan lemak yang cukup untuk kebutuhan anak sekolah.
bahwa penambahan ikan lele yang semakin banyak pada nugget maka kadar lemak yang terdapat pada nugget akan bertambah. Sedangkan penambahan konsentrasi tepung kacang merah yang semakin banyak akan mengurangi kadar lemak pada nugget. Tepung kacang merah memiliki kandungan lemak yang sedikit yaitu 4,57 gram dalam 20 gram tepung kacang merah (Nuraidah, 2012). Hal ini menjadi salah satu faktor kandungan lemak yang lebih sedikit pada perlakuan A1 dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lebih memiliki kombinasi ikan lele.
Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Fungsi lemak terutama adalah menghasilkan energi yang diperlukan oleh tubuh, mempunyai fungsi pembentuk struktur tubuh, mengatur proses yang berlangsung dalam tubuh secara langsung dan tak langsung, pembawa (carrier) vitamin larut dalam lemak (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
5.6.3 Kandungan Karbohidrat Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Pada anak usia 10-12 kebutuhan karbohidrat yang harus dipenuhi berdasarkan AKG dari Depkes (2013) untuk laki-laki sejumlah 289 gram, sedangkan untuk perempuan 275 gram. Menurut Depkes (2012) makanan tambahan setidaknya menyediakan 40%-50% dari total kebutuhan kebutuhan karbohidrat yaitu sekitar 800 kkal per orang per hari.
Nugget dengan perlakuan A1, A2, dan A3 memberikan sumbangan
17,4462%, 18,6625% dan 19,1318%. Berdasarkan standar SNI 7758: 2013 untuk nugget ikan tidak tercantum kadar maksimal karbohidratnya, namun berdasarkan standar SNI 01-6683-2002 untuk nugget ayam ialah maksimal 25%. Dapat disimpulkan kriteria karbohidrat nugget telah memenuhi syarat.
Kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada perlakuan A3 dengan kombinasi tepung kacang merah 15% dan 85% ikan lele. Dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit konsentrasi tepung kacang merah dan semakin banyak jumlah ikan lele pada nugget maka kandungan karbohidrat akan bertambah.
Nugget dengan perlakuan A1 memberikan sumbangan sebanyak 69,7848 kkal,
5.6.4 Kadar Air Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Kadar air yang terdapat pada bahan sangat penting dalam mempertahankan daya simpan bahan tersebut. Kadar air yang tinggi mempengaruhi keawetan bahan pangan dan memperpendek umur simpan serta memudahkan tumbuhnya mikroorganisme karena menjadi media yang baik untuk tempat hidupnya. Kadar air akan berpengaruh terhadap penampakan, tekstur dan citarasa dari suatu makanan. Menurut Winarno (2002), kandungan beberapa bahan makanan tidak dapat ditentukan dari keadaan fisik bahan tersebut, misalnya saja tepung seakan-akan tidak mengandung air. Semua bahan mseakan-akanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati.
Setelah pengujian laboratorium terhadap kadar air, didapatkan jumlah kadar air pada masing-masing perlakuan nugget. Pada perlakuan A1 kadar airnya sebesar 36,457%, perlakuan A2 35,6209% dan pada perlakuan A3 terdapat kadar air sebanyak 32,8451%. Kadar air tertinggi pada nugget terdapat pada perlakuan A1 dengan kombinasi tepung kacang merah 35% dan ikan lele 65%. Kadar air semakin berkurang pada perlakuan A2, A3. Dapat disimpulkan bahwa nugget perlakuan A1 merupakan nugget yang memiliki daya simpan terpendek. Semakin tinggi konsentrasi tepung kacang merah yang digunakan dalam bahan membuat nugget maka kadar air akan semakin tinggi. Berdasarkan SNI nugget ikan
7758:2013 kadar air yang diperbolehkan pada nugget sejumlah maksimal 60%, nugget ikan lele dengan tepung kacang merah telah memenuhi syarat.
ialah sejumlah 1800 ml. Angka kebutuhan air pada anak sekolah ialah 60-70%. Dalam hal ini masing masing nugget telah memberikan kadar air yang cukup baik untuk anak sekolah dasar.
Menurut Almatsier (2004) air dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut zat-zat gizi berupa monosakarida, asam amino, lemak, vitamin dan mineral serta bahan-bahan lain yang diperlukan tubuh seperti oksigen dan hormon-hormon. Selain itu, air berfungsi sebagai pelarut yang mengangkut sisa-sisa metabolisme, termasuk karbon dioksida dan ureum untuk dikeluarkan dari tubuh melalui paru-paru, kulit dan ginjal.
5.6.5 Kadar Abu Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah
Menurut Winarno (1997) menyatakan bahwa sebagian besar bahan makanan yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sedangkan sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakukan pada manusia. Karena itu, peranan berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui.
Hasil analisa kadar abu pada perlakuan nugget A1, A2 dan A3 yaitu sejumlah 2,9118%, 3,0919% dan 4,0877%. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi penggunaan tepung kacang merah maka kadar abu pada nugget akan semakin berkurang. Kadar abu yang paling tinggi terdapat pada A3, dapat disimpulkan unsur mineral tertinggi dimiliki oleh nugget dengan konsentrasi ikan lele paling banyak. Ikan merupakan sumber yang kaya mineral. Sedangkan berdasarkan SNI 7758:2013 tentang standar mutu nugget ikan memperbolehkan kadar abu maksimal 2.5% pada nugget. Ketiga perlakuan nugget tidak ada yang memenuhi persyaratan SNI, akan tetapi nugget dengan perlakuan A1 mempunyai kadar abu yang mendekati persyaratan.
5.6.6 Kandungan Energi Nugget Ikan Lele dengan Tepung Kacang Merah Kebutuhan energi oleh anak ditentukan oleh metabolisme basal, umur, aktivitas fisik, suhu, lingkungan, serta kesehatannya. Zat-zat gizi yang mengandung energi disebut makronutrien dan terdiri dari protein, lemak dan karbohidrat. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Seorang yang gemuk menggunakan lebih banyak energi untuk melakukan suatu pekerjaan daripada seseorang yang kurus karena orang yang gemuk membutuhkan usaha yang lebih besar untuk menggerakkan berat badan tambahan.
sumber energi, sehingga makanan yang bergizi baik dan sehat serta dengan porsi yang cukup akan memenuhi kebutuhan energi pada anak.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Penambahan tepung kacang merah pada nugget ikan lele memberi pengaruh terhadap warna, tekstur, dan rasa yang dihasilkan. Semakin banyak konsentrasi tepung kacang merah digunakan maka semakin tidak disukainya kriteria warna, tekstur, dan rasa nugget ikan lele oleh panelis.
2. Penambahan tepung kacang merah tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma nugget ikan lele yang dihasilkan.
3. Penambahan konsentrasi tepung kacang merah dalam pembuatan nugget berpengaruh terhadap kenaikan kandungan protein dan kadar air. Hal tersebut ditunjukkan dari kadar air dan kadar protein yang paling tinggi pada perlakuan A1 (tepung kacang merah 35% dan ikan lele 65%). Sedangkan penambahan ikan lele dalam pembuatan nugget berpengaruh terhadap kenaikan kandungan lemak, karbohidrat, energi dan kadar abu. Perlakuan A3 (tepung kacang merah 15% dan ikan lele 85%) memiliki kandungan lemak, karbohidrat, energi dan kadar abu yang paling tinggi.
tercantum namun menurut SNI nugget ayam nomor 01-6683-2002, karbohidrat telah memenuhi syarat.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hal yang dapat disarankan ialah:
1. Pengolahan lebih lanjut terhadap nugget ikan lele dengan tepung kacang merah perlu dilakukan untuk meningkatkan daya terima serta kualitas nugget terhadap konsumen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Varietas Kacang Merah
Kacang merah merupakan salah satu varietas dari kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang termasuk dalam jenis polong-polongan (legume). Kacang merah memiliki warna merah pada kulitnya dan memiliki bentuk yang bervariasi sesuai dengan jenisnya. Pada negara di Asia, kacang dengan genus Phaseolus lebih dikenal dengan Vigna. Oleh karena itu, di daerah Asia nama lain dari kacang merah adalah Vigna angularis meskipun termasuk dalam kelompok Phaseolus.
Menurut Gepts (2008) genus Phaseolus memiliki lebih dari 50 spesies yang tumbuh liar dan tersebar hanya di Amerika. Terdapat perbedaan warna dan ukuran dari berbagai spesies tersebut.
Varietas kacang merah yang beredar di pasaran jumlahnya sangat banyak dan beraneka ragam (Rukmana, 2009: 17). Kacang merah memiliki beberapa jenis varietas, diantaranya ialah kacang adzuki (kacang merah kecil), red bean, dan jenis kidney bean (kacang merah ukuran besar). Berbagai varietas kacang merah memiliki kandungan gizi yang hampir sama.
1. Kacang adzuki: kacang ini berukuran kecil, dengan warna merah tua. Kacang ini berasal dari Asia, terutama di Jepang dan China. Polong tumbuh 4 sampai 5 inci (10-12,5 cm) dan masa panennya pada bulan November sampai Desember. Kacang ini memiliki rasa manis sehingga sering dibuat menjadi pasta kacang merah untuk bahan isian roti atau kue, sebagai makanan penutup, maupun difermentasikan.
Gambar 2.2 Kacang Adzuki (Vigna angularis)
dikombinasikan dengan nasi. Sejumlah kultivar dikembangkan di berbagai daerah.
3. Kidney bean atau Cannellini bean (kacang merah ukuran besar): kacang berbentuk ginjal, memiliki ukuran yang lebih besar dan tekstur yang lembut. Kacang ini berwarna merah daging dan memiliki rasa yang hambar. Cannellini bean merupakan kacang merah putih. Kidney bean diolah sebagai salad ataupun sup, direbus, bahan tambahan dalam membuat cabai, rendang. Ketika dimasak, kidney bean akan mempertahankan bentuk semulanya kecuali jika dihancurkan.
2.1.1 Kacang Merah
Kacang jogo (Phaseolus vulgaris L.) bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Selatan dan dataran Cina. Selanjutnya tanaman tersebut menyebar ke daerah lain seperti Indonesia, Malaysia, Karibia, Afrika Timur, dan Afrika Barat. Di Indonesia, daerah yang banyak ditanami kacang jogo adalah Lembang (Bandung), Pacet (Cipanas), Kota Batu (Bogor), dan Pulau Lombok (Astawan, 2009).
saja. Nama umum di pasaran internasional untuk kacang merah adalah Kidney beans, sementara kacang buncis dinamakan Snap beans atau French beans. Biji
kacang merah berbentuk bulat agak panjang, berwarna merah atau merah berbintik-bintik putih. Kacang merah banyak ditanam di Indonesia (Rukmana, 2009: 17).
Klasifikasi botani kacang merah adalah sebagai berikut: Kingdom : Plant Kingdom
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiosspermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Calyciflorae
Ordo : Rosales (Leguminales) Famili : Leguminosae (Papiionaceae) Subfamili : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus vulgaris L.
Kacang merah tumbuh dengan tinggi sekitar 3,5 m hingga 4,5 m. Sedangkan buahnya berbentuk polong serta memanjang. Dalam satu polong umumnya terdapat 2 hingga 3 biji kacang merah. Bentuk biji kacang merah memiliki ukuran lebih besar dibandingkan biji kacang hijaupun ataupun kacang panjang. Kulit biji kacang merah berwarna merah tua atau merah bata. Jika kulit biji dikupas, maka akan terlihat biji kacang yang berwarna putih.
2.1.2 Manfaat Tanaman Kacang Merah
Kacang merah dimanfaatkan sebagai kacang-kacangan dan sebagai sayuran hijau. Polong muda dan biji tua dimakan dan pada keadaan tertentu juga biji mudanya. Di beberapa bagian daerah tropik, daun mudanya dimanfaatkan sebagai lalap. Di wilayah beriklim sedang kacang merah dibudidayakan terutama polong mudanya yang masih hijau, yang dikonsumsi sebagai sayur-mayur, juga dikalengkan dan dibekukan. Biji keringnya juga dimasak dengan saus tomat dan dikalengkan. Serasahnya digunakan sebagai pakan ternak. Cara memasaknya dengan direbus; bijinya sangat cocok untuk berbagai saus daging dan sayuran hijaunya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. (Van der Mersen & Somaatmadja, 1993: 70). Pemanfataan kacang merah biasanya digunakan sebagai pelengkap dalam pembuatan bubur, sup, es kolak, sayur dan lain-lain (Ningrum, 2012). Hal ini sesuai menurut Astawan (2009) yang menyatakan bahwa kacang merah dapat digunakan sebagai sayuran (sayur asam, sup), campuran salad, sambal goreng, kacang goreng, bahan dodol, wajik, dan aneka kue lainnya.
nitrogen bebas dari udara yang berperan untuk menyediakan unsur nitrogen dalam tanah, sehingga berguna bagi usaha mempertahankan kesuburan dan produktivitas tanah (Rukmana, 2009).
2.1.3 Kandungan Gizi Kacang Merah
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Marsono Y (2002) dalam Farman S (2011) bahwa pemberian pakan berupa kacang merah pada tikus wistar dengan diabetes mellitus selama 4 minggu menunjukkan terjadinya penurunan kadar glukosa darah tikus sebesar 69%. Hasil ini didapatkan karena kacang merah memiliki indeks glikemik (IG) yang rendah yaitu 26. Sedangkan IG pada nasi putih yaitu 80, singkong 78, sukun 90, kacang kedelai 31, dan kacang kapri IG-nya 30.
Kacang merah memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai macam penyakit, diantaranya mampu mengurangi kerusakan pembuluh darah, dan menurunkan resiko kanker usus besar dan kanker payudara (Afriansyah, 2010). Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi Per 100 gram Kacang Merah
tembaga (0.95 mg/100 gram), serat dan yodium yang sangat tinggi. Kandungan protein dalam kacang merah hampir sama banyaknya dengan daging. Kacang merah mengandung lemak dan natrium yang rendah, bebas lemak jenuh dan kolesterol, serta berfungsi sebagai sumber serat yang baik. Seratus gram kacang merah kering dapat menghasilkan empat gram serat yang larut air dan serat yang tidak larut air. Serat larut air mampu menurunkan kadar kolesterol dan kadar gula darah (Ekasari, 2010). Di antara jenis biji-bijian, kacang merah memiliki kandungan serat paling tinggi dengan kadar 26,3 gram per 100 gram bahan (Rusilanti, 2007).
Tabel 2.2 Komposisi Asam Amino dalam Kacang Merah Komponen Asam Amino mg/g protein
Isoleusin 41,52
Keunggulan dari pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah adalah meningkatkan daya guna, hasil guna, dan nilai guna, lebih mudah diolah atau diproses menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan tepung-tepung dan bahan lainnya (Ningrum, 2012).
Tabel 2.3 Kandungan Gizi Per 20 gram Tepung Kacang Merah Jenis Zat Gizi Kandungan Zat Gizi
Energi, kkal 73,87
Protein, g 4,57
Lemak, g 0,48
Karbohidrat, g 12,83
Sumber: Nuraidah, 2012
tradisional. Pembuatan tepung kacang merah ini diadoptasi dari I Wayan Sweca Yasa, dkk yang kemudian dimodifikasi.
Tepung kacang merah merupakan hasil olahan dari biji kacang merah beserta kulitnya yang sudah dilakukan pencucian, kemudian perendaman selama 1 jam lalu ditiriskan, perebusan dengan air mendidih 1000 C selama 10-15 menit, penirisan dan pengeringan menggunakan oven selama 12 jam, kemudian kacang merah diblender dengan kecepatan meningkat, lalu tepung diayak sehingga terbentuk partikel tepung yang lebih halus.
2.2 Ikan Lele
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Nama ilmiah lele adalah Clarias sp. yang berasal dari bahasa Yunani “chlaros”, berarti kuat dan lincah. Dalam bahasa inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish, dan walking catfish (Diani, 2013). Ikan lele ini terdiri dari
berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan mangsa. Lele memiliki alat pernafasan tambahan yang dinamakan Arborescent. Arborescent ini merupakan organ pernafasan yang berasal dari busur insang yang telah termodifikasi. Pada kedua sirip dada lele terdapat sepasang duri (patil), berupa tulang berbentuk duri yang tajam. Pada beberapa spesies ikan lele, duri-duri patil ini mengandung racun ringan. Hampir semua spesies lele hidup di perairan tawar (Witjaksono, 2009).
2.2.1 Klasifikasi Ikan Lele
Sedikitnya terdapat 55-60 spesies ikan lele marga Clarias di seluruh dunia. Dari jumlah itu, di Indonesia terdapat belasan spesies lele yang dibudidayakan maupun untuk dikonsumsi (Anonim, 2009). Lele yang berada di Indonesia bermacam-macam jenisnya. Terutama jenis lele yang biasa dikonsumsi seperti lele Afrika, lele Dumbo dan lele Lokal (Diani, 2013)
Lele Albino merupakan lele jenis apa saja yang memiliki gen resesif dari parental, tercermin dari warnanya yang putih akibat gen yang tidak dapat membentuk pigmen melanin. Biasanya ikan lele albino ini dipertahankan dan diperbanyak oleh beberapa pembudaya karena tergolong jenis ikan lele hias serta memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan ikan lele konsumsi pada umumnya. Kulitnya berwarna merah keputihan dan ada bercak hitam. Memiliki sirip mengeras pektoral yang tumpul dan tidak berbisa.
Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus. Ikan lele dumbo dicirikan oleh jumlah sirip
pasang diantaranya lebih besar dan panjang. Ikan lele dumbo memiliki alat pernapasan tambahan berupa aborescent yang merupakan kulit tipis, mempunyai spons, dengan alat pernapasan tambahan ini ikan lele dumbo dapat hidup pada air dengan kondisi oksigen yang rendah.
Lele Afrika (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan lele yang berasal dari Afrika yang diimpor ke Indonesia untuk dikawin-silangkan dengan lele lokal dan dinamakan ikan lele dumbo. Klasifikasi ikan lele dumbo yaitu sebagai berikut:
Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostarophysi Subordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarius Spesies : Clarias sp.
Lele Lokal (Clarias batrachus) atau yang sering disebut dengan “walking
catfish” ini merupakan lele habitat asli di Indonesia. Dinamakan walking catfish
karena kemampuannya untuk berjalan di daratan untuk mencari makanan atau lingkungan yang cocok. Lele ini berjalan dengan menggunakan sirip pektoral untuk mengangkat tubuhnya dan berjalan menyerupai ular.
2.2.2 Kandungan Gizi Ikan Lele
Kandungan gizi yang terdapat pada ikan lele yaitu air, protein, lemak, fosfor, kalsium, zat besi, vitamin A, dan vitamin B1.
Tabel 2.4 Komposisi Zat Gizi Per 100 gram Ikan Lele Komposisi Jumlah Zat Gizi
Sumber: Astawan 2008 dalam Mervina (2009)
Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan RI (1991) dalam Susianti (2014), daging lele mengandung karoten 12.070 mikro gram dan vitamin A 210 IU. Kandungan zat gizi tersebut lebih tinggi dari jenis ikan lain. Daging ikan lele juga mengandung omega-3. Vitamin D, vitamin B6, vitamin B12, yodium, seng dan flour.
Tabel 2.5 Komposisi Asam Amino dalam Ikan Lele Komponen Asam Amino Jumlah (%)
Arginin 6,3
contoh dalam 100 gram ikan lele mempunyai kandungan protein 20% sedangkan kandungan lemaknya hanya 2 gram, jauh lebih rendah dibandingkan daging sapi yaitu sebesar 14 gram apalagi daging ayam 25 gram (Warta Pasar Ikan, 2009).
2.2.3 Manfaat Ikan Lele
Protein yang terdapat dalam ikan merupakan protein yang amat penting dan istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein konsumsi tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein dalam pola makan. Ikan lele selain mengandung gizi yang penting seperti protein juga mengandung asam amino esensial. Asam amino dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Asam amino esensial tidak diproduksi oleh tubuh sehingga kebutuhannya dipasok dari berbagai makanan ataupun suplemen.
Kandungan asam amino esensial tertinggi dalam ikan lele ialah lisin yang memberikan pasokan sebesar 10,5% pada tubuh. Lisin berfungsi sebagai bahan dasar antibodi darah sehingga dapat menghambat pertumbuhan virus, mencegah infeksi (bersama dengan vitamin A dan vitamin C), mempertahankan sel agar tetap dalam keadaan normal dalam tubuh, serta membentuk kolagen (bersama proline).
Leusin yang memberi pasokan gizi sebesar 9,5% bagi tubuh juga berperan sebagai pemicu fungsi otak sehingga baik untuk perkembangan otak, pengontrol sintesa (produksi protein), menstabilkan kadar gula dalam darah, serta mempercepat penyembuhan luka pada tulang, kulit dan otot.
(kolesterol). Melancarkan pembuluh dan peredaran darah, menghambat kerusakan jaringan tubuh, penguat otot jantung, bahan cairan seminal (air mani), serta merangsang hormon pertumbuhan.
Selain asam amino, ikan lele juga kaya akan kandungan fosfor, vitamin A dan kalsium. Komponen gizi daging ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia bagi anak-anak maupun orang dewasa dan usia lanjut.
2.3 Nugget
Nugget adalah jenis makanan lauk-pauk berkadar protein tinggi yang terbuat dari bahan dasar hewani dan dicampur dari bahan lain melalui proses pemaniran dan penggorengan. Bahan dasar hewani yang biasa digunakan dalam pembuatan nugget dipasaran yaitu ayam, daging sapi, ikan, udang dan seafood. Tetapi nugget yang paling populer ialah nugget ayam. Nugget (pertama berasal dari ayam) ditemukan oleh Robert C. Baker, seorang professor ilmu pangan dari Cornell University (Yuliani, 2013).
Pada proses pembuatan nugget diperlukan bahan pengikat serta berbagai bumbu yang memberikan rasa yang khas dari nugget tersebut. Teknologi coating food atau makanan dengan bahan baku yang dilapisi oleh tepung ini awalnya
dikenal di Amerika, dan negara maju lain, terutama utuk membalut olahan dari ayam. Di Indonesia, nugget mulai berkembang sekitar tahun 1900-an. Pasar nugget berkembang dengan cepat, sehingga banyak produsen dengan berbagai merek dagang.
Nugget dibuat dari bahan hewani yang diberi bumbu, dicampur bahan
perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Astawan, 2007). Nugget dalam bentuk jadi merupakan makanan yang termasuk instan, karena hanya perlu digoreng menggunakan bahan minyak goreng. Produsen memanfaatkan hal ini dengan membuat beraneka ragam nugget yaitu nugget berbahan dasar daging, ayam, seafood seperti udang, ikan. Bahkan kreasi nugget yang lebih modern berbahan dasar sayuran walaupun belum terlalu dikenal luas oleh masyarakat.
2.3.1 Nugget Ikan
Nugget ikan adalah suatu bentuk produk olahan dari ikan giling dan diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat lalu dicetak menjadi bentuk tertentu, dicelupkan ke dalam batter dan breading (tepung pelapis) kemudian digoreng atau disimpan terlebih dahulu dalam ruang pembeku atau freezer sebelum digoreng (Hapsari, 2002).
Menurut Yulianingsih (2005) dalam Mesra (1994) ikan berasal dari ikan segar yang telah dibuang kepala, sisik, kulit, isi perut, ingsang serta telah dipisahkan dari tulangnya. Pada dasarnya nugget ikan mirip dengan nugget ayam, perbedaannya terletak pada bahan baku yang digunakan (Azwar, 1995 dalam Zurahman 2010).
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Standar mutu dan kualitas yang digunakan sebagai parameter dalam memeriksa kelayakan produk nugget ikan ialah menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan pada tahun 2013. Standar nugget ikan di Indonesia yaitu SNI nomor 7758:2013. Menurut SNI nomor 7758:2013 mendefenisikan nugget ikan sebagai suatu produk olahan yang terdiri dari lumatan daging ikan minimum 30% dengan tepung dan bahan-bahan lainnya.
Tabel 2.6 Standar Nasional Indonesia Nugget Ikan 7758:2013
Kriteria Uji % bb
Air Maks. 60
Protein Min. 5
Lemak Maks. 15
Karbohidrat -
Abu Maks. 2,5
Sumber: Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan (2013), SNI 7758:2013
Nugget sangat disukai anak-anak maupun orang dewasa karena ukurannya
yang kecil dan rasanya yang mengundang selera. Nugget ikan memiliki kelebihan dibandingkan dengan produk olahan ikan lainnya karena pada nugget tidak lagi dijumpai adanya duri yang menjadi kendala dalam mengonsumsi ikan maupun bentuknya yang menjadi menarik karena dilapisi oleh tepung (Suhartini & Hidayat, 2005).