• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi Di Pengadilan Negeri Tanjung Balai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi Di Pengadilan Negeri Tanjung Balai)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Arivia, Gadis. Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual pada Anak. Jakarta: Ford Foundation, 2005.

Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan

Skripsi, Tesis dan Disertasi. Medan : PT. Sofmedia, 2015.

Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2013

Hamzah, Andi Terminologi Hukum Pidana, Cetakan I, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Kartono, Kartini. Patologi Sosial jilid 1, Jakarta:PT. Raja Grapindo Persada, 2005

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi

dan Restorative Justice), Bandung: Aditama, 2012.

Moeljanto, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Jakarta:Bina Aksara, 2001.

Nasir, Djamil M, Anak Bukan untuk Dihukum, Jakarta:Sinar Grafika, 2013.

Rahardjo, Satjipto Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000

Savitri, Primautama Dyah. Benang Merah Tindak Pidana Pelecehan Seksual. Jakarta: Yayasan Obor, 2006

Soesilo,R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta

Komentar-Komentarnya, Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politea, 1995.

Sosio, Dirdjosisworo. Krimonologi, Amalan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Studi Kejahatan. Bandung: Sinar Baru, 1984.

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986

(2)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Perlindungan Anak berdasarkan Undnag-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jakarta : KPAI, 2002.

Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

C. Artikel / Jurnal

Muh.Sudirman Albone, Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pencabulan di Kota Parepare, jurnal hukum diktum , Volume 12, Nomor 1, Januari 2014, hal77-95.

D. Internet

Seto Mulyadi, Perlindungan Anak dari Kekerasan, www. Tulisan Perempuan. worpress.com (diakses tanggal 28 Februari 2016)

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-setiap-bulan-129-anak-jadi-korban-kekerasan-seksual/diakses tanggal 1 Maret 2016.

www.Google.com,Pornografi di media massa dan pengaruhnya pada remaja, 21 Januari 2016

E. Wawancara

Hasil wawancara dengan Liansah Rangkuti, selaku Ketua Komisi Perlindungan Anak Tanjung Balai, tanggal 29 Februari 2016.

F. Putusan

(3)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Arivia, Gadis. Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual pada Anak. Jakarta: Ford Foundation, 2005.

Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan

Skripsi, Tesis dan Disertasi. Medan : PT. Sofmedia, 2015.

Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2013

Hamzah, Andi Terminologi Hukum Pidana, Cetakan I, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Kartono, Kartini. Patologi Sosial jilid 1, Jakarta:PT. Raja Grapindo Persada, 2005

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi

dan Restorative Justice), Bandung: Aditama, 2012.

Moeljanto, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Jakarta:Bina Aksara, 2001.

Nasir, Djamil M, Anak Bukan untuk Dihukum, Jakarta:Sinar Grafika, 2013.

Rahardjo, Satjipto Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000

Savitri, Primautama Dyah. Benang Merah Tindak Pidana Pelecehan Seksual. Jakarta: Yayasan Obor, 2006

Soesilo,R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta

Komentar-Komentarnya, Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politea, 1995.

Sosio, Dirdjosisworo. Krimonologi, Amalan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Studi Kejahatan. Bandung: Sinar Baru, 1984.

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986

(4)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Perlindungan Anak berdasarkan Undnag-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jakarta : KPAI, 2002.

Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

C. Artikel / Jurnal

Muh.Sudirman Albone, Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pencabulan di Kota Parepare, jurnal hukum diktum , Volume 12, Nomor 1, Januari 2014, hal77-95.

D. Internet

Seto Mulyadi, Perlindungan Anak dari Kekerasan, www. Tulisan Perempuan. worpress.com (diakses tanggal 28 Februari 2016)

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-setiap-bulan-129-anak-jadi-korban-kekerasan-seksual/diakses tanggal 1 Maret 2016.

www.Google.com,Pornografi di media massa dan pengaruhnya pada remaja, 21 Januari 2016

E. Wawancara

Hasil wawancara dengan Liansah Rangkuti, selaku Ketua Komisi Perlindungan Anak Tanjung Balai, tanggal 29 Februari 2016.

F. Putusan

(5)

Kejahatan sebagai fenomena sosial dipengaruhi oleh berbagai aspek

kehidupan dalam masyarakat seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan hal-hal

yang berhubungan dengan upaya pertahanan dan keamanan negara. Adapun

prespektif kriminologi bersifat dinamis dan mengalami pergeseran dari perubahan

sosial dan pembangunan yang berkesinambungan. Memperhatikan perspektif

kriminologi tentang kejahatan dan permasalahannya.

Objek utama sosiologi kriminal adalah mempelajari hubungan

antaramasyarakat dengan anggotanya, antara kelompok, baik karena hubungan

tempat maupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok,

sepanjang hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan.29

Secara umum dapat dikatakan setiap masyarakat memiliki tipe kejahatan

dan penjahat sesuai dengan budayanya, moralnya, kepercayaannya serta

kondisi-kondisi sosisl, politik, ekonomi, hukum dan hankam serta struktu-struktur yang

ada.

Mempelajari tindak penyimpangan sosial (kejahatan), dapat melalui 2 cara

pendekatan yaitu:30

1) Melihat penyimpangan sebagai kenyataan objektif

2) Penyimpangan sebagai problematika subjekti

      

29 I.S, Susanto, Kriminologi, Yogyakarta:Genta Publishing, 2011, halaman. 72

(6)

Usaha mencari sebab-sebab kejahatan dari aspek sosial sudah dimulai

jauhsebelum lahirnya kriminologi, sedangkan usaha mencari sebab-sebab

kejahatan (secara ilmiah) dari aspek sosial dipelopori oleh mazhab lingkungan

yang muncul di Prancis pada abad 19, yang merupakan reaksi terhadap ajaran

Lombroso. Mannheim membedakan teori-teori sosiologi kriminal ke dalam:31

1) Teori yang berorientasi pada kelas sosial, yaitu teori-teori yang mencari sebab

kejahatan dari ciri-ciri kelas sosial, perbedaan di antara kelas-kelas sosial yang

ada. Termasuk dalam teori ini adalah teori anomie dan teori-teori sub-budaya

delinkuen. Teori kelas dapat dipandang sebagai “pendewasaan” teori- teori

sosiologi kriminal. Berbeda dengan teori-teori sebelumnyayang mencari

sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri yang terdapat atau yang melekat pada

orang atau pelakunya, teori kelas mencari “di luar” pelakunya, khususnya

pada struktur sosial yang ada.

2) Teori-teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial yaitu teori-teori yang

membahas sebab-sebab kejahatan tidak dari kelas sosial, tetapi dari aspek

yang lain seperti lingkungan, kependudukan, kemiskinan, dan sebagainya,

termasuk dalam teori ini adalah teori-teori ekologis, teori konflik kebudayaan,

teori faktor ekonomi, dan differential association

Dalam mengajukan teorinya tersebut, Sutherland ingin menjadikan

teorinya tersebut sebagai teori yang dapat menjelaskan semua sebab-sebab

kejahatan. Maka peneliti menggali sebab musabab kejahatan dengan

      

(7)

menggunakan teori dari Sutherland yang menjelaskan semua sebab-sebab

kejahatan.sebagai berikut:

D. Faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi

Rendahnya tingkat pendidikan formal dalam diri seseorang dapat

menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan yang bersangkutan mudah

terpengaruh melakukan suatu kejahatan tanpa memikirkan akibat dari

perbuatannya. Salah satu delik yang berhubungan karena pelakunya memiliki

pendidikan formal yang rendah adalah tindak pidana kesusilaan terutama

pencabulan yang terjadi di Tanjung Balai.32

Bahwa pada umumnya mempunyai pendidikan yang rendah. Tingkat

pendidikan yang rendah para pelaku tidak berpikir bahwa dengan melakukan

perbuatan tersebut dapat merusak keluarga dari pelaku tersebut dan watak anak

yang menjadi korban. Karena pendidikan yang rendah maka berhubungan dengan

taraf ekonomi, dimana ekonomi juga merupakan salah satu penyebab seseorang

melakukan suatu perbuatan yang melanggar norma hukum.

“Kemiskinan menimbulkan pemberontakan dan kejahatan. Dan kejahatan

yang besar itu tidak diperbuat orang untuk memdapatkan kebutuhan-kebutuhab

hidup yang vital, akan tetapi lebih banyak didorong oleh keserakahan manusia

mengejar kemawahan dan kesenangan yang berlebih-lebihan.33

Ekonomi merupakan suatu penunjang kehidupan setiap manusia, ekonomi

atau keuangan dapat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu       

32 Hasil wawancara dengan Liansah Rangkuti, selaku Ketua Komisi Perlindungan Anak

Tanjung Balai, tanggal 29 Februari 2016.

33 Kartini kartono, Patologi Sosial jilid 1, (Jakarta:PT. Raja Grapindo Persada, 2005),

(8)

pencabualan terhadap anak di bawah umur. Dalam hal yang dimaksud tersebut

ialah apabila seseorang mengalami himpitan atau kesusahan dalam bidang

perekonomian, hal tersebut dapat menganggu akal pikirannya dan dapat

mengakibatkan orang tersebut akan mengalami stres berat, sehingga dapat

membuat orang tersebut dapat melakukan sesuatu hal yang tak bisa dikontrol oleh

dirinya sendiri. Hal ini cenderung di kehidupan berkeluarga dan pengangguran

yang dapat melakukan tindakan apa saja yang tak bisa dikontrol oleh dirinya

sendiri akibat dari kemerosotan perekonomian dalam kehidupannya.34

Timbulnya kejahatan disebabkan oleh kemiskinan. Kemelaratan itu

mendorong oranguntuk berbuat jahat dan tidak susila”. Pendapat para ahli di atas

dilihat bahwa faktor ekonomi juga ikut berpengaruh terjadinya kejahatan termasuk

tindak pidana pencabulan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa factor pendidikan yang rendah dan

ekonomi mempengaruhi keadaan jiwa, tingkah laku terutama intelegensinya

sehingga mereka dapat melakukan kejahatan dalam hal ini tindak pidana

pencabulan pada anak di Tanjung Balai.

Menurut Aristoteles menyatakan bahwa:35“Kemiskinan menimbulkan

pemberontakan dan kejahatan. Dan kejahatan yang besar itu tidak diperbuat orang

untuk memdapatkan kebutuhan-kebutuhab hidup yang vital, akan tetapi lebih

banyak didorong oleh keserakahan manusia mengejar kemawahan dan

kesenangan yang berlebih-lebihan”.

      

34 Hasil wawancara dengan Liansah Rangkuti, selaku Ketua Komisi Perlindungan Anak

(9)

E. Faktor lingkungan atau tempat tinggal

Kejahatan asusila adalah merupakan tindak manusia terhadap manusia

lainnya di dalam masyarakat. Oleh karena itu manusia adalah anggota dari

masyarakat, maka kejahatan asusila tidak dapat dipisahkan dari masyarakat

setempat. Lingkungan sosial tempat hidup seseorang banyak berpengaruh dalam

membentuk tingkah laku kriminal, sebab pengaruh sosialisasi seseorang tidak

akan lepas dari pengaruh lingkungan.

Faktor lingkungan menjadi salah satu faktor, karena di lingkungan

manapun seseorang bertumbuh itu akan mempengaruhi kehidupan sosialnya. Dan

ketika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang kurang baik kemungkinan besar

peluang untuk menjadi korban kerjahatan semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi

dikarenakan situasi dan keadaan dari lingkungan tempat tinggal yang mendukung

dan memberi kesempatan untuk melakukan suatu tindak pidana pencabulan

terhadap anak di bawah umur, yang antara lain sebagai berikut :36

1. Pergaulan di lingkungan masyarakat sekitar yang terkadang sering kali

melanggar norma-norma yang berlaku seperti perkumpulan atau tongkrongan

yang seringkali berperilaku yang tidak sopan seperti mengganggu wanita,

minum-minuman beralkohol dan lain sebagainya.

2. Lingkungan tempat tinggal yang cenderung mendukung terjadinya kejahatan,

seperti lampu penerangan jalanan yang tidak memadai sehingga menimbulkan

daerah tersebut menjadi gelap, dan sepi yang dimana hal tersebut dapat

mendukung terjadinya tindak pidana pencabulan.

      

36 Hasil wawancara dengan, Liansah Rangkuti, selaku Ketua Komisi Perlindungan Anak

(10)

3. Kurang efisiennya sistem pengamanan dari suatu daerah oleh masyarakat

maupun aparat kemananan setempat sehingga menyebabkan daerah tersebut

rawan dan sering timbul kejahatan.

4. Keadaan di lingkungan keluarga yaitu kurang efisiennya antisipasi keluarga

terhadap anak seperti seorang anak dibiarkan bermain atau berpergian

sendirian tanpa pendampingan dan pengawasan secara intensif sehingga anak

dapat diawasi dengan baik, dengan siapa anak bermain ataupun dengan siapa

teman yang baru anak kenal dan ketahui.

5. Keadaan di lingkungan keluarga dalam hal hubungan seksual suami istri dapat

mendukung terjadinya tindak pidana pencabulan seperti seorang ayah

mencabuli anaknya (incest) yang disebabkan hasrat seksual ayah tidak dapat

dipenuhi oleh sang ibu dan menyebabkan ayah lepas kontrol dan mencabuli

anaknya sendiri, hal tersebut lebih cenderung pelakunya ialah ayah tiri tapi

dapat juga dilakukan oleh ayah kandung atau saudara-saudara dari anak

tersebut.

6. Keadaan di lingkungan pendidikan dapat juga mempengaruhi dikarenakan di

lingkungan pendidikan juga harus di waspadai sebab banyak kasus pencabulan

yang dilakukan oleh seorang pengajar ataupun teman sekolahnya yang

disebabkan oleh kurangnya moralitas dan mentalitas dari pelaku sehingga

membuat moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik,

membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.

7. Keadaan lingkungan di jalanan bagi anak-anak yang berkehidupan di jalanan

(11)

bawah umur, dikarenakan kehidupan jalanan dapat dikatakan kehidupan yang

sangat keras dan memiliki potensi yang relevan bagi suatu tindak pidana

pencabulan, kebanyakan korbannya anak-anak jalanan yang berkehidupan

sebagai pengamen dan pengemis, tidak selayaknya anak-anak berada dalam

lingkungan tersebut.

Bahwa bukan hanya pengaruh faktor lingkungan sosial yang ikut berperan

akan timbulnya kejehatan tetapi faktor tempat tinggal pun ikut juga

mempengaruhi kejahatan seperti tindak pidana asusila terutama tindak pidana

Pencabulan, contohnya: Keluarga yang hancur/broken home tentunya

menyebabkan luka batin terhadap anak-anaknya. Dan kesibukan orang tua dengan

pekerjaan menjadikan anak terlantar dan tidak mendapat asuhan dari orang tua

dengan maksimal. Menjadikan Pantauan orang tua dalam masa pertumbuhan dan

perkembangan anaknya kurang, maka banyak anak-anak yang terjerumus kepada

hal-hal yang negatif diantaranya tindak pidana pencabulan (sodomi).

F. Faktor kurangnya pemahaman terhadap agama

Penyebab terjadinya suatu kejahatan ditentukan pada persoalan

keharmonisan, agama atau hubungan antara manusia dengan Tuhan. Menurut teori

ini semakin jauh hubungan seseorang dengan tuhannya melalui perantara agama

yang dianutnya maka semakin dekat pula maksud seseorang untuk melakukan

(12)

imannya menjadi lemah. Kalau sudah demikian keadaannya, maka seseorang

mudah sekali untuk melakukan hal yang buruk.37

Salah satu penyebab terjadinya tindak pidana Pencabulan (Sodomi)

terhadap anak di Tanjungbalai karena kurangnya pemahaman pelaku terhadap

agama. Mereka mengaku beragam islam akan tetapi jarang melaksanakan shalat

lima waktu, puasa. Mereka beralasan karena jarak rumah dan rumah ibadah yang

cukup jauh. Karena kurangnya pemahaman mereka terhadap agama maka anak

mengakibatkan dia tidak mampu membedakan mana yang baik dan buruk, serta

mana yang halal dan haram, jadi kurangnya pemahaman seseorang terhadap

agama akan mengakibatkan kontrol sosialnya tidak kuat sehingga mudah

melakukan kejahatan.

      

37 Hasil wawancara dengan Liansah Rangkuti selaku Komisi Perlindungan Anak Tanjung

(13)

A. Kebijakan Penal

Kebijakan hukum pidana di Indonesia, tentunya berbicara mengenai dua

tonggaknya, yakni hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum

pidana materiil di Indonesia secara umum diatur di dalam KUHPidana, dan secara

khusus banyak diatur di peraturan perundang-undangan yang mencantumkan

ketentuan pidana. Begitu juga dengan hukum pidana formil di Indonesia, diatur

secara umum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

dan secara khusus ada yang diatur di undang-undang yang mencantumkan

ketentuan pidana. Penegakan hukum pidana di Indonesia menganut dua sistem

yang diterapkan secara bersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidana secara

penegasan pembagian tugas dan wewenang antara jajaran aparat penegak hukum

acara pidana secara instansional dan sistem peradilan pidana yang mengatur

bagaimana penegakan hukum pidana dijalankan (Intregated Criminal Justices

system). Mengapa demikian, karena pada strukturnya, penegakan hukum pidana

Indonesia dari hulu ke hilir ditangani lembaga yang berdiri sendiri secara terpisah

dan mempunyai tugas serta wewenangnya masing-masing.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.38

      

(14)

Dalam menegakkan hukum, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian

hukum, kemanfaatan dan keadilan. Oleh karena itu Satjipto Rahardjo mengatakan

bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide

keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Proses

perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum.

Penegakan hukum harus berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, karena hukum

diciptakan semata-mata untuk kepetingan masyarakat. Sehingga dengan adanya

penegakan hukum diharapkan masyarakat dapat hidup aman, damai, adil, dan

sejahtera.39

Aparat penegak hukum, mencakup pengertian mengenai institusi penegak

hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Aparat penegak hukum yang

terlibat dalam penegakan hukum antara lain:

Usaha penanggulangan suatu kejahatan, apakah itu menyangkut

kepentingan hukum seseorang, masyarakat maupun kepentingan hukum negara.,

tidaklah mudah seperti yang dibayangkan karena hampir tidak mungkin

menghilangkannya. Tindak kejahatan atau kriminalitas akan tetap ada selama

manusia masih ada dipermukaan bumi ini, kriminaitas akan hadir pada segala

bentuk tingkat kehidupan masyarakat. Kejahatan amatlah kompleks sifatnya,

karena tingkah laku dari penjahat itu banyak bentuknya serta sesuai pula dengan

perkembangan yang semakin canggih dan dipengaruhi oleh kemajuan teknologi

dan berpengaruh terhadap meningkatnya tindak pidana pencabulan (sodomi),

dimana semakin meluasnya informasi melalui media elektronik maupun media

      

(15)

cetak dari seluruh belahan dunia yang tidak melalui tahap penyaringan terhadap

adegan-adegan yang berbau negatif.

Dampak yang ditimbulkan akibat dari tayangan yang berbau pornografi

mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan yang berkaitan dengan tindak

pidana kesusilaan antara lain pencabulan, perkosaan dan perzinahan. Oleh sebab

itu, diperlukan upaya menanggulanginya baik secara jalur hukum atau tindakan

represif dan secara jalur non hukum atau tindaka preventif.

Penanggulangan jalur penal, usaha pemberantasan pelaku kejahatan

seksual dalam hal ini ditujukan kepada pelaku sodomi. Artinya pemberantasan

kejahatan sodomi langsung kepada pelaku, hal ini dilakukan agar kejahatan

langsung diberantas pada akarnya. Supaya pelaku kejahatan seksual berupa

sodomi menjadi jera perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :40

1. Tindakan preventif

a. Individu

Harus dilakukan oleh setiap individu adalah berusaha untuk terus mencoba

agar tidak menjadi korban kejahatannya khususnya pencabulan (sodomi),

salah satunya adalah tidak memberikan kesempatan atau ruang kepada

setiap orang atau setiap pelaku untuk melakukan kejahatan. Salah satunya

yaitu dengan jalan :

1) Menghindari pakaian yang dapat menimbulkan rangsangan seksual

terhadap lawan jenis.

      

(16)

2) Tidak tidur bersama dengan anggota keluarga yang berlainan jenis

yang telah dewasa

b. Masyarakat

Kehidupan masyarakat adalah suatu komunitas manusia yang memiliki

watak yang berbeda-beda satu sama lainnya, sehingga kehidupan

masyarakat merupakan salah satu hal yang penting dimana menentukan

dapat atau tidaknya suatu kejahatan dilakukan. Dalam kehidupan

bermasyarakat perlu adanya poa hidup yang aman dan tentram sehingga

tidak terdapat ruang atau untuk terjadinya kejahatan, khususnya kejahatan

dibidang asusila terutama pencabulan (sodomi) terhadap anak.

Pencegahan terhadap kejahatan asusia yang merupaka suatu usaha

bersama yang harus dimulai sedini mungkin pada setiap anggota

masyarakat. Upaya yang dilakukan agar mencegah terjadinya tindak

pidana kesusilaan yaitu menciptakan suasana yang tidak menyimpang

dengan tata nilai yang dianut oleh masyarakat. Adapun usaha-usaha yang

dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah yaitu dengan jalan

mengadakan acara silaturahi antara anggota masyarakat yang diisi dengan

ceramah-ceramah yang dibawakan oleh tokoh masyarakat dilingkungan

tempat tinggal.

c. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah

Usaha penanggulangan kejahatan, pemerintah juga tidak lepas dari hal ini,

menginggat pemerintah merupakan perpanjangan tangan dari Negara maka

(17)

masyarakat dan bertanggungjawab atas kehidupan berbangsa dan

bernegara yang aman dan tentram

d. Kepolisian

Kepolisian sebagai salah satu instansi penegak hukum, juga memandang

peranan yang sangat penting demi terwujudnya kehidupan yang aman dan

tentram. Usaha yang dilakukan polisi dalam upaya penanggulangan

kejahatan diantaranya adalah melakukan patrol rutin untuk meningkatkan

suasana kamtibmas dalam kehidupan masyarakat, selain itu kepolisian

juga secara rutin memberikan penyuluhan hukum terhadap masyarakat.

Selain itu kepolisian juga secara rutin memberikan penyuluhan hukum

terhadap masyrakat. Selain itu aparat kepolisian dalam melakukan patroli

diharapkan mampu membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat

sehingga tercipta hubungan yang harmonis anntara polisi dengan

masyarakat yang nantinya akan melahirkan kerjasama yang baik diantara

keduanya.

2. Upaya represif

Selain upaya preventif di atas, juga diperlukan upaya represif sebagai bentuk

dari upaya penanggulangan kejahatan asusila termasuk pencabulan (sodomi).

Penanggulangan yang dilakukan secara represif adalah upaya yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum, berupa penjatuhan atau pemberian sanksi pidana kepada

pelaku kejahatan, dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan

(18)

Meningkatnya kasus kejahatan seksual berupa pencabulan (sodomi) di

karenakan kesalahan semua pihak baik penegak Hukum seperti Polisi, Jaksa dan

Hakim yang memberikan hukuman ringan kepada pelaku kejahatan seksual

berupa sodomi sampai masyarakat yang kurang mengawasi lingkungannya,

namun semua pihak harus peduli dan ada rasa tanggung jawab bersama untuk

mencegah perbuatan seksual yang menyimpang seperti sodomi tersebut.Kejahatan

Seksual diatur didalam Pasal 281, 289 sampai 296 KUHP yang mana rentang

waktu hukumannya antara 9 bulan sampai 12 tahun dan hukuman tersebut masih

ringan dibandingkan kerugian yang dialami oleh korban kejahatan seksual seperti

sodomi, karena hal tersebut akan terbawa sampai korban mati atau selama

hidupnya merupakan memori yang terburuk dalam kehidupannya, dalam kasus

kejahatan seksual seperti sodomi harus ada semacam kebijakan kriminal (criminal

policy) dari para petinggi hukum di negeri ini yang mana para pelaku dihukum

berat atau perlu diberlakukan hukuman seumur hidup bahkan hukuman mati agar

terdapat efek jera dari pelaku kejahatan seksual seperti sodomi ini.

Korban kejahatan seksual berupasodomi harus berani melaporkan

kasusnya kepada pihak yang berkompeten dengan kasus kejahatan seksual seperti

Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM), serta khususnya kepada Polisi. Selain

Criminal Policy (kebijakan kriminal) terdapat hal yang penting lainnya ialah

victim center (pusat korban) yang berguna untuk membantu melalui konsultasi

serta rehabilitasi baik secara fisik maupun mental korban kejahatan seksual.41

Selain tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh kepolisian, kepolisian juga

      

41 www.Google.com,Pornografi di media massa dan pengaruhnya pada remaja, diakses

(19)

dapat melakukan tindakan-tindakan represif. Tindakan represif yang dilakukan

harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan atas perintah atasan

tertinggi kepolisian tersebut. Tindakan tersebut harus mendapat perintah dari

atasan dikarenakan jika terjadi kesalahan prosuder dan lain sebagainya yang

mengakibatkan kerugian bagi pelaku ataupun masyarakat, hal tersebut menjadi

tanggung jawab atasan, sehingga aparat yang bekerja dilapangan dalam

melakukan tindakan tidak sewenang-wenang. Tindakan tersebut dapat berupa

pelumpuhan terhadap pelaku, melakukan penangkapan, penyelidikan, penyidikan

dan lain sebagainya. Sementara bagi pihak kejaksaan adalah meneruskan

penyidikan dari kepolisian dan melakukan penuntutan dihadapan majelis hakim

pengadilan negeri. Sementara di pihak hakim adalah pemberian pidana maksimal

kepada pelaku diharapkan agar pelaku dan calon pelaku mempertimbangkan

kembali untuk melakukan dan menjadi takut dan jera untuk mengulangi kembali.

Sementara bagi pihak Lembaga Permasyarakatan memberikan pembinaan

terhadap narapidana yang berada di Lembaga Permasyarakatan berupa pembinaan

mental agama, penyuluhan hukum serta berbagai macam keterampilan.

Usaha penanggulangan suatu kejahatan tidaklah mudah seperti yang

dibayangkan, karena tidak akan mungkin untuk menghilangkannya. Sebab tindak

kejahatan atau criminal akan tetap ada selama manusia masih ada dimuka bumi.

Kriminalitas akan hadir pada segala bentuk tingkat kehidupan dalam masyarakat,

karena tingkah laku dan penjahat tersebut banyak variasinya sesuai dengan

perkembangan zaman yang semakin modern. Dalam hal penanggulangan delik

(20)

dalam konvensi tersebut terdapat prinsip umum yang harus diberlakukan kepada

anak, dengan adanya prinsip tersebut maka anak akan terlindungi hak dan

kewajibannya.

Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin,

yakni sejak anak masih dalam kandungan sampai anak belum mencapai 18 tahun,

sesuai dalam pasal 1ayat (2) Undang-undang No.23 Tahun 2002 jo 2014 Tentang

Perlindungan Anak yang berbunyi bahwa perlindungan anak adalah segala

kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,

tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat

dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”.

Setiap anak yang menjadi korban kejahatan dalam hal ini kejahatan

pencabulan dapat menimbulkan trauma yang mendalam pada anak. Tidak hanya

anak perempuan tapi juga anak laki-laki, dimana mereka bisa mencontoh perilaku

tersebut ketika beranjak dewasa, mereka juga tidak bisa menikmati masa

kanak-kanak dan remaja mereka karena mereka merasa malu bergaul dengan teman

sebayanya dan masyarakat di sekitarnya, oleh karena itu perlindungan terhadap

anak sangat dibutuhkan

Untuk mencegah terjadinya delik pencabulan terhadap anak dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu preventif dan refresif.

1. Upaya preventif ( pencegahan sebelum terjadi )

Upaya kejahatan dengan melalui upaya preventif tidak memakai sarana

(21)

masyarakat secara terpadu dan upaya penanggulangan ini lebih bersifat sebagai

upaya pencegahan terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah

menangani faktor-faktor kondusif terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu

antara lain berpusat pada maslah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara

langsung dapat menimbulkan kejahatan. Pencegahan kejahatan menurut upaya ini

didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang

menimbulkan kejahatan.Masalah pencabulan yang dilakukan terhadap anak

laki-laki perlu mendapatkan perhatian yang sangat khusus dalam pencegahannya, oleh

karena dampak yang sangat besar, baik terhadap korban sendiri maupun terhadap

masyarakat.

Pencabulan yang dialami oleh anak-anak akan berdampak buruk bagi

perkembangan masa depan anak-anak tidak hanya untuk anak perempuan tetapi

juga untuk anak laki-laki, karena secara psikologis dampak yang ditimbulkan

sangat besar terutama bagi korban, bagi anak yang menjadi korban pencabulan

secara psikis akan mengalami trauma yang berkepanjangan terutama bagi anak

perempuan sedangkan bagi anak laki-laki yang menjadi korban sodomi akan

menimbulkan efek jangka panjang karena perilaku tersebut akan tertular kepada

korban dan korban akan meniru perilaku tersebut ketika beranjak dewasa selain

itu, anak-anak laki-laki yang pernah terlibat aktivitas seksual dengan orang

(22)

diberikan sanksi hukum semaksimal mungkin agar jerah dan tidak mengulangi

lagi perbuatannya. 42

Oleh karena itu peran serta aparat penegak hukum terutama pihak

kepolisian, kejaksaan, pengadilan diharapkan dapat memberikan hukuman

hukuman yang berat kepada si pelaku sehingga menimbulakan efek jerah bagi

pelaku kejahatan. Anak memang menjadi sasaran empuk bagi para pelaku

pencabulan karena secara sosial kedudukan anak lemah, mudah diperdaya dan

secara psikologis anak mudah ditipu oleh si pelaku hanya sekedar

diiming-imingngi uang, dijanjikan akan dibelikan sesuatu atau bujukan-bujukan yang lain.

Maka dari itu orang tua harus lebih pekah terhadap anak dan harus sering

berkomunikasi dengan anak mengenai kegiatan anak seharian ketika berada di

luar rumah dan sebaiknya sejak dari dini anak harus diberitahu mengenai bagian

mana saja dari tubuhnya yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Yang paling

penting juga ialah seorang ibu jangan mempercayakan anak kepada siapapun

termasuk keluarga sendiri.

Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk

mencegah terjadinya kasus pencabulan terhadap anak-anak, yaitu : 43

a. Usaha yang dilakukan oleh orang tua atau keluarga

Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak , untuk itu orang tua

mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga dan mendidik anak.

Keluarga juga harus memberikan pengawasan dan perhatian kepada anak,

sehingga anak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang.       

42 Hasil wawancara Liansah Rangkuti, selaku Ketua Komisi Perlindungan Anak Tanjung

(23)

b. Usaha dari masyarakat

Meningkatkan pengetahuan tentang hukum dalam hal ini undang-undang

mengenai kesusilaan agar terhindar dari kejahatan kesusilaan seperti

pencabulan.

c. Usaha yang dilakukan oleh anak agar tidak menjadi korban pencabulan

Sebaiknya seorang anak menghindari berpaikaian terbuka ( seksi ) yang dapat

menimbulkan rangsangan bagi orang yang melihat, sekalipun di dalam rumah.

Serta menghindari sikap bermanja-manja terhadap lawan jenis yang telah

dewasa.

d. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah / aparat penegak hukum.

Upaya penanggulangan delik pencabulan terhadap anak merupakan usaha

bersama yang harus dilakukan demi kepentingan bersama, maka dari

usaha/upaya yang dilakukan untuk menanggulangi delik pencabulan ialah :

1) Mengadakan penyuluhan atau sosialisasi hukum. Penyuluhan hukum ini

diharapkan agar anggota masyarakat dapat memahami tentang hukum,

serta mengetahui akibat-akibat yang dapat ditimbul apabila melanggar

hukum. Melalui penyuluhan ini, maka kesadaran hukum dapat lebih

ditingkatkan dan dapat menyadari serta mengerti tentang hak dan

kewajibannya dalam masyarakat dan bernegara.

2) Aparat penegak hukum melakukan razia, penyitaan dan pelarangan

peredaran peredaran vcd dan majalah-majalah porno dan sekaligus

(24)

3) Mengadakan penyuluhan keagamaan / moral yaitu melakukan pembinaan

mental spiritual yang mengarah pada pembentukan moral yang baik bagi

masyarakat luas secara langsung.

2. Upaya refresif (penindakan)

Pananggulangan secara refresif adalah upaya yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum, berupa penjatuhan sanksi pidana kepada pelaku kejahatan.

Adapun upaya-upaya refresif yang dilakukan pihak kepolisian ialah menerima

laporan pengaduan dari masyarkat mengenai terjadinya delik pencabulan terhadap

anak setelah itu melakukan penyelidikan untuk mencari keterangan dan alat bukti

terkait kasus pencabulan pada anak lalu melakukan penangkapan terhadap

tersangka untuk kepentingan penyidikan kemudian melakukan pemerikasaan

terhadap tersangka, korban dan saksi untuk kepentingan penyidikan.

Selanjutnya jika berita acara pemeriksaan sudah lengkap ( P-21 ) segera

dilimpahkan ke kejaksaan. Aparat kepolisian bekerja sama dengan pihak

kejaksaan dan pengadilan mengambil tindakan berupa penjatuhan hukuman

kepada pelaku pencabulan. hakim dalam menjatuhkan hukuman

mempertimbangkan hukuman yang dijatuhkan berfungsi sebagai pendidikan yang

dapat mengubah sikap dan mental pelaku, serta berfungsi seagai pembalasan

terhadap pelaku atas apa yang diperbuatnya, agar pelaku menjadi jera dan tidak

mengulangi lagi perbuatannya. Sistem sanksi dan upaya refresif adalah double

track system (sistem dua jalur). Artinya, sanksi pidana yang dijatuhkan dapat

(25)

dimana pihak yang melanggar norma undang-undang pidana diancam dengan

seperangkat pidana dan bervariasi dari bentuk pidana pokok dan pidana tambahan.

Sistem tindakan ialah suatu sistem perlindungan dalam masyarakat

terhadap bentuk-bentuk perbuatan yang dilakukan seseorang yang bersifat asosial

dan pelakunya memiliki sifat-sifat atau kondisi khusus, yang tidak memungkinkan

digunakan sistem pidana. Sebaiknya dalam kasus ini, hendaknya penyidik

menghadirkan seorang saksi ahli untuk memastikan apakah pelaku mengalami

ganguan jiwa atau tidak, mengingat pelaku adalah seorang recidive, jika memang

tidak ada gejala sakit jiwa, minimal bisa diketahui masa lalu tersangka, hingga

pelaku memiliki kelainan seksual.

Dari uraian di atas, maka diharapkan agar upaya-upaya yang dilakukan

dalam rangka menanggulangi dan mengatasi delik pencabulan pada anak di kota

Tanjung Balai terlaksana dengan baik sehingga memberikan perlindungan kepada

anak agar tidak menjadi korban kejahatan khususnya kejahatan pencabulan.

B. Kebijakan Non Penal

Secara sederhana dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan

kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat “represif”

(penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan

jalur non-penal lebih menitikberatkan pada tindakan preventif (pencegahan/

pengendalian) sebelum kejahatan terjadi, namun dalam tindakan represif juga di

dalamnya terkandung tindakan preventif dalam arti luas.44

      

(26)

Penanggulangan non penal, baik dengan pencegahan tanpa pidana

(prevention without punishment) maupun mempengaruhi pandangan masyarakat

mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of

society on crime and punishment/mass media) sebenarnya mempunyai peranan

strategis agar orang tidak berbuat sodomi karena penanggulangan non Penal

sifatnya mencegah, maka penanggulangan non penal juga harus memperhatikan

berbagai aspek Sosial Psikologi sebagai faktor yang menjadikan situasi menjadi

kondusif sehingga orang tidak melakukan perbuatan sodomi. Oleh sebab itu agar

orang tidak melakukan kejahatan seksual seperti pencabulan (sodomi), maka

diperlukan pendidikan maupun pengajaran Seksual melalui berbagai cara antara

lain:45

a. Memberikan pengenalan pendidikan seks sejak dini kepada anak pendidikan

seks secara baik dan benar sebaiknya diperkenalkan ke dalam kurikulum

sekolah secara nasional, hal ini dilakukan agar anak mulai dari sekarang

mengetahui tentang seks itu sendiri serta berbahayanya jika perbuatan itu

dilakukan, salah satu akibat yang ditimbulkan dari perbuatan seks itu adalah

hamil diluar nikah dan timbulnya. Penyakit menular seksual pada anak. Pihak

yang berkompeten dalam memasukkan kurikulum ini adalah Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan seks bukanlah hal yang tabu,

kebijakan pendidikan seks dalam lingkungan sekolah harus diapresiasi

dikarenakan dengan memahami pendidikan seks siswa menjadi waspada

dalam pergaulan baik sesama teman maupun orang yang tidak dikenal dan

      

45 Hasil wawancara dengan Liansah Rangkuti, selaku Ketua Komsisi Perlindungan Anak

(27)

sebaiknya kurikulum ini mulai dimasukkan serta diajarkan dibangku SMP

karena pada usia pelajar tingkat SMP merupakanmasa pubertas, masalah

pengenalan pendidikan seks tidak hanya di serahkan kepada sekolah tetapi

juga peranan orang tua juga sangat dibutuhkan. Untuk itulah diharapkan peran

berbagai pihak dalam memberikan perhatian terhadap masalah pendidikan

seks ini agar nantinya dapat mengantisipasi terjadinya kejahatan seksual

seperti pencabulan (sodomi)

b. Pemberantasan DVD porno dan pengawasan media cetak serta elektronik yang

mengandung 66nflue pornografi pencegahan terjadinya kejahatan seksual

berupa pencabulan (sodomi) dapat dilakukan salah satunya adalah

pemberantasan peredaran VCD porno, DVD porno merupakan gambar yang

didalamnya memperlihatkan adegan hubungan seks yang dilakukan oleh orang

dewasa hal ini tentu dapat mengganggu dan merusak pikiran manusia

sehingga sangat berbahaya apalagi jika hal ini dilihat oleh anak-anak yang

masih kecil. Hal yang ditakutkan apa yang dilihat di VCD Porno tersebut akan

dipraktekkan ke orang lain dalam hal ini seperti teman-temannya atau bahkan

keluarganya seperti saudaranya sendiri. Demikian juga media cetak dan

Elektronik yang saat ini begitu mudah didapat, diakses dan disebarkan kepada

pengguna yang lain seperti Majalah dewasa, komik porno, internet serta

melalui Handphone. Pemberantasan DVD Porno yang dilakukan oleh Polisi

akan di dukung oleh masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

dan Sejenisnya karena pengaruh DVD Porno yang sangat meresahkan dan

(28)

Porno apabila iman dan ketakwaanya sangat kurang baik yang dilakukan oleh

anak kecil sampai orang dewasa bahkan 67nfl juga orangtua yang sudah

berumur lanjutpun dapat melakukan hal yang tercela dengan menonton DVD

Porno. Peran polisi serta pemerintah dan semua pihak baik keluarga,

masyarakat dan Ormas 67nflue maupun Lembaga Swadaya Masyarakat dalam

pemberantasan DVD Porno adalah sangat penting dimana pemberantasan

DVD Porno dan media yang sejenisnya dapat mencegah rusaknya generasi

muda sebagai 67nflu bangsa.

c. Dukungan dari Lingkungan Sosial dan Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam mendukung korban kasus kejahatan seksual

kepada Polisi, di mana masyarakat memiliki peranan melaporkan kepada

polisi apabila melihat dan atau mengetahui adanya kejahatan seksual seperti

sodomi yang terjadi dilingkungan tempat tinggal mereka. Selanjutnya

Pemerintah harus mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan

dan pemidanaan lewat mass media (67nfluencing views of society on crime

and punishment / mass media) bahwa kejahatan harus dilaporkan bukan untuk

ditutupi atau dibiarkan begitu saja. Pemerintah wajib melindungi warganya

dengan cara memberikan keamanan serta kesejahteraan, dengan begitu

kehidupan masyarakat akan tenangdan nyaman dimana kejahatan yang terjadi

apalagi kejahatan seksual seperti sodomi selalu mengintai korbannya

kapanpun dan dimanapun, keadaan ini menyebabkan hidup masyarakat

menjadi resah dan takut karena kejahatan seksual seperti sodomi yang menjadi

(29)

memberikan rasa aman denganmelakukan tindakan pencegahan berupa

disebarkannya melalui media massa baik cetak maupun elektronik bahwa

kejahatan sodomi akan dihukum dengan sangat berat sehingga pelaku sodomi

menjadi takut dan tidak berani melakukan aksinya

C. Penegakan Hukum terhadap dalam Kasus Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi)

Penegakan hukum tidak akan ber jalan dengan baik, apabila tidak

didukung oleh para penegak hukumnya yang khususnya bergerak di dalam bidang

hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengacara, kehakiman dan lembaga

pemasyarakatan. Lemah kuatnya suatu penegakan hukum berasal dari para

penegak hukumnya, jika para penegak hukumnya lemah, maka masyarakat akan

mempersepsikan bahwa hukum diling-kungannya tidak ada atau seolah

masyara-kat berada dalam hutan rimba yang tanpa aturan satu pun yang mengaturnya.46

Saat ini dinamika yang terjadi dalam proses pencarian keadilan pada

pranata hukum ternyata telah berkembang menjadi begitu kompleks.

Masalah-masalah hukum dan keadilan bukan lagi sekedar Masalah-masalah teknis prosedural untuk

menentukan apakah suatu perbuatan bertentangan atau tidak dengan peraturan

perundang-undangan, atau apakah sesuai atau tidak dengan hukum kebiasaan

yang berlaku dalam masyarakat, akan tetapi, masalah hukum yang menjadi

polemik adalah seputar bagaimana mempersiapkan yang belum ada dan

      

46Muh.Sudirman Albone, Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban

(30)

menyesuaikan yang tidak lagi cocok dalam rangka proses transplantasi hukum

secara besar-besaran yang berjalan mengiringi proses partumbuhan tatanan baru

globalisasi. Dalam kondisi seperti ini, permasalahan hukum bukan lagi hanya

persoalan eksklusif yang berkaitan dengan perlindungan atas hak dari segelintir

orang, yang terjadi dalam masyarakat seperti ini adalah dihadap-kannya kenyataan

bahwa permasalahan hukum merupakan permasalahan setiap orang. Di sisi lain,

proses transplantasi tersebut juga menuntut negara dan masyakarat untuk

menanggulangi distorsi yang ada agar tidak terus-menerus menjalar dan

menggerogoti seluruh institusi dan infrastruktur pendukung sistem hukum

Indonesia. Perlu diperhatikan ialah mengenai kebutuhan akan etika, standar dan

tanggung jawab sebagai nilai-nilai pokok para penegak hukum yang akan

men-dukung dan menjamin keberlanjutan terselenggaranya proses pencarian keadilan

yang sehat.

Faktor yang ikut menuntut mencuatnya debat tersebut berada di sisi

masyarakat yang dari waktu ke waktu semakin tergantung kepada keahlian dan

keterampilan dari sekelompok orang yang disebut kaum profesional. Kondisi

ketergantungan tersebut pada akhirnya menempatkan etika profesi sebagai salah

satu sarana kontrol masyarakat terhadap profesi, yang dalam hal tertentu masih

dapat di nilai melalui parameter etika umum yang ada di dalam masyarakat.

Dengan begitu, telah lebih lanjut mengenai dimensi moral dari profesi penegak

hukum dan berkaitan erat dengan makna, fungsi dan peranan penegak hukum

(31)

Sudah sejak dahulu profesi para penegak hukum dianggap sebagai profesi

mulia, oleh karena itu seorang para penegak hukum dalam bersikap haruslah

menghormati hukum dan keadilan, sesuai dengan kedudukan aparat penegak

hukum tersebut sebagai the officer of the criminal. Sudah merupakan suatu

keharusan bagi para penegak hukum memahami kode etik profesi dalam

menjalankan tugasnya masing-masing. Kode etik profesi ini bertujuan agar ada

pedoman moral bagi para penegak hukum dalam bertindak menjalankan tugas

dan kewajibannya. Profesionalisme tanpa etika menjadikannya tanpa kendali dan

tanpa pengarahan. Sebaliknya, etika tanpa profesionalisme menjadikannya tidak

maju bahkan tidak tegak.

1. Kasus Posisi

Pengadilan Negeri Tanjungbalai yang mengadili perkara pidana dengan

acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan putusan sebagai

berikut dalam perkara Terdakwa :

a. Nama lengkap : Edi Syahputra Panjaitan als Dedek

b. Tempat lahir : Tanjungbalai

c. Umur/Tanggal lahir : 41 Tahun/03 April 1973

d. Jenis kelamin : Laki-laki

e. Kebangsaan : Indonesia

f. Tempat tinggal : Jalan Patimura Gang Pemilu Lk. III, Kelurahan

Pantai Burung, Kecamatan Tanjungbalai Selatan,

Kota Tanjungbalai

(32)

h. Pekerjaan : Wiraswasta

Terdakwa Edi Syahputra Panjaitan als Dedek pada hari dan tanggal yang

tidak dapat ditentukan lagi bulan Oktober 2014 sekira pukul 16.00 Wib atau

setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2014 bertempat di dapur rumah

anak korban Bukhori Sitorus yang terletak di Jalan Sei Barito Lk. VII Kelurahan

Sumber Sari Kecamatan Sei Tualang Raso Kota Tanjungbalai atau

setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah Hukum

Pengadilan Negeri Tanjungbalai yang berwenang untuk mengadilinya, dilarang

melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu

muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk

melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul yakni terhadap anak

korban Bukhori Sitorus, perbuatan mana dilakukan oleh terdakwa.

Bermula pada hari dan tanggal yang tidak dapat ditentukan lagi bulan

Oktober 2014 sekira pukul 16.00 Wib terdakwa Edi Syahputra Panjaitan als

Dedek mengatakan kepada anak korban Bukhori Sitorus dengan berkata “Bukhori,

ayo kita gitu yuk (sodomi)” dan anak korban Bukhori Sitorus hanya diam saja lalu

terdakwa memegang tangan sebelah kanan dan kaki bagian paha sebelah kanan

anak korban Bukhori Sitorus lalu terdakwa mencium pipi serta leher anak korban

Bukhori Sitorus lalu terdakwa membuka celana dan celana dalam yang dipakai

oleh anak korban Bukhori Sitorus dan setelah itu menghisap kemaluan anak

korban Bukhori Sitorus lalu terdakwa menyuruh anak korban Bukhori Sitorus

untuk menghisap kemaluan terdakwa dan setelah itu terdakwa menempelkan

(33)

lalu di gesek-gesekkan sehingga pada kemaluan mengeluarkan sperma (air mani)

lalu terdakwa berkata “jangan kau kasih tau sama ayah kau, nanti ku cokik kau”

dan perbuatan terdakwa tersebut sudah 3 (tiga) kali dilakukan dan terakhir pada

hari Minggu tanggal 9 Februari 2015 sekira pukul 22.00 Wib anak korban

Bukhori Sitorus baru pulang mengaji dan melihat ayah anak korban Bukhori

Sitorus yakni saksi Budi sedang bercerita dengan terdakwa dibelakang rumah dan

setelah itu anak korban Bukhori Sitorus masuk kedalam kamar untuk tidur.

Kemudian tidak berapa lama saksi Budi pergi untuk menjemput ibu anak korban

Bukhori Sitorus yang selesai berjualan bakso di Selat Lancang dan Setelah itu

terdakwa memanggil anak korban Bukhori Sitorus untuk mengobati boat dengan

cara menyiram-nyiram boatnya yang bersandar di sungai belakang rumah lalu

anak korban Bukhori Sitorus keluar dengan membawa timba berisi air dan setelah

itu terdakwa menyuruh anak korban Bukhori Sitorus untuk mengganti celana yang

dipakai dengan kain sarung agar celana tersebut tidak basah dan setelah itu anak

korban Bukhori Sitorus turun ke boat lalu menyiram sampai bagian mesin dan

setelah itu terdakwa mendekati anak korban Bukhori Sitorus dengan nada marah

mengatakan “Bukhori kau buka dulu kain uwak ini, kalau tak mau uwak cokik

kau nanti” sehingga anak korban Bukhori Sitorus menjadi ketakutan dan setelah

itu anak korban Bukhori Sitorus membuka kain sarung serta celana dalam yang

dipakai oleh terdakwa lalu terdakwa menyodorkan kemaluannya kedalam mulut

anak korban Bukhori Sitorus lalu memaju mundurkan pinggulnya hingga dari

kemaluan terdakwa mengeluarkan sperma didalam mulut anak korban Bukhori

(34)

anak korban Bukhori Sitorus menjadi ketakutan dan trauma serta bagian anusnya

terasa sakit. Hal ini diperkuat oleh Hasil Visum Et Repertum Nomor:

007/1105/RSUD/II/2015 tanggal 11 Februari 2015 yang dibuat dan ditanda

tangani dengan mengingat sumpah jabatannya oleh dr. Isma Ninda Ningsih

Dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tanjungbalai telah melakukan

pemeriksaan terhadap seorang bernama: Bukhori, Jenis Kelamin : Laki-laki, Umur

: 13 Tahun, Alamat : Jalan Sein Barito Lk. VII Kelurahan Sumber Sari Kecamatan

Sei Tualang Raso Kota Tanjungbalai.

2. Dakwaan

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang

berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta

hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan alternatif

Dakwaan Kesatu

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1) Setiap orang yang

melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun

dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dakwaan Kedua

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 292 KUHPidana “Orang

(35)

jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut disangkanya hal belum

dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun͇.

3. Tuntutan

Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh

Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Edi Syahputra Panjaitan Als Dedek telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dilarang

melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu

muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk

melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan perbuatan cabul”,

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 ayat (1) UU RI

No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

2. Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa Edi Syahputra Panjaitan als

Dedek dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dikurangi selama

terdakwa berada dalam masa tahanan dan denda sebesar Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Subsidar 6 (enam) bulan kurungan;

3. Menyatakan atau menetapkan barang bukti berupa :

NIHIL;

4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-

(36)

4. Pertimbangan Hakim

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang

berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta

hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan alternatif Kesatu sebagaimana

diatur dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,

melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau

membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan

cabul

Majelis akan mempertimbangkan unsur-unsur tersebut satu persatu;

ad.1. Unsur setiap orang.

Unsur “setiap orang” adalah orang sebagai subjek hukum yang dapat

melakukan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya yang diduga telah

melakukan tindak pidana sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan;

Terdakwa yang diajukan ke persidangan, selain mempunyai identitas

sebagaimana dakwaan Penuntut Umum dan selama persidangan berlangsung

dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, serta tidak dalam keadaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44 KUHPidana, sehingga dengan demikian terdakwa

(37)

Pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis berpendapat unsur kesatu “Setiap

Orang” telah terpenuhi;

ad.2. Unsur dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,

melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau

membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan

cabul.

Perbuatan cabul adalah semua perbuatan yang melanggar kesusilaan

(kesopanan) atau perbuatan yang keji yang semuannya itu dalam lingkungan nafsu

birahi kelamin. Berdasarkan keterangan saksi, keterangan terdakwa, didapatlah

fakta-fakta sebagai berikut:

a. Bahwa anak korban Bukhori Sitorus telah dicabuli oleh terdakwa pada hari

Minggu tanggal 8 Februari 2015 sekira pukul 22.00 W.I.B bertempat di

Sei Barito Lk. VII Kelurahan Sumber Sari Kecamatan Sei Tualang Raso

Kota Tanjungbalai tepatnya didalam kapal boat milik terdakwa yang

bersandar disungai dibelakang rumah saksi Budi, dengan cara sebagai

berikut:

Bermula pertama kali pada hari dan tanggal terdakwa tidak ingat sekitar

bulan Oktober 2014 sekira pukul 16.00 Wib terdakwa Edi Syahputra

Panjaitan als Dedek mengatakan kepada anak korban Bukhori Sitorus

dengan berkata “Bukhori, ayo kita gitu yuk (sodomi)” dan anak korban

Bukhori Sitorus hanya diam saja lalu terdakwa memegang tangan sebelah

kanan dan kaki bagian paha sebelah kanan anak korban Bukhori Sitorus

(38)

terdakwa membuka celana dan celana dalam yang dipakai oleh anak

korban Bukhori Sitorus dan setelah itu menghisap kemaluan anak korban

Bukhori Sitorus lalu terdakwa menyuruh anak korban Bukhori Sitorus

untuk menghisap kemaluan terdakwa dan setelah itu terdakwa

menempelkan kemaluan terdakwa kedalam anus (lubang pantat) anak

korban Bukhori Sitorus lalu di gesek-gesekkan sehingga pada kemaluan

mengeluarkan sperma (air mani) lalu terdakwa berkata “jangan kau kasih

tau sama ayah kau, nanti ku cokik kau” dan perbuatan terdakwa tersebut

sudah 3 (tiga) kali dilakukan dan terakhir pada hari Minggu tanggal 9

Februari 2015 sekira pukul 22.00 Wib anak korban Bukhori Sitorus baru

pulang mengaji dan melihat ayah anak korban Bukhori Sitorus yakni saksi

Budi sedang bercerita dengan terdakwa dibelakang rumah dan setelah itu

anak korban Bukhori Sitorus masuk kedalam kamar untuk tidur.

Kemudian tidak berapa lama saksi Budi pergi untuk menjemput ibu anak

korban Bukhori Sitorus yang selesai berjualan bakso di Selat Lancang dan

Setelah itu terdakwa memanggil anak korban Bukhori Sitorus untuk

mengobati boat dengan cara menyiram-nyiram boatnya yang bersandar di

sungai belakang rumah lalu anak korban Bukhori Sitorus keluar dengan

membawa timba berisi air dan setelah itu terdakwa menyuruh anak korban

Bukhori Sitorus untuk mengganti celana yang dipakai dengan kain sarung

agar celana tersebut tidak basah dan setelah itu anak korban Bukhori

Sitorus turun ke boat lalu menyiram sampai bagian mesin dan setelah itu

(39)

mengatakan “Bukhori kau buka dulu kain uwak ini, kalau tak mau uwak

cokik kau nanti” sehingga anak korban Bukhori Sitorus menjadi ketakutan

dan setelah itu anak korban Bukhori Sitorus membuka kain sarung serta

celana dalam yang dipakai oleh terdakwa lalu terdakwa menyodorkan

kemaluannya kedalam mulut anak korban Bukhori Sitorus lalu memaju

mundurkan pinggulnya hingga dari kemaluan terdakwa mengeluarkan

sperma didalam mulut anak korban Bukhori Sitorus dan setelah itu

terdakwa pergi.

- Bahwa terdakwa menempelkan kemaluan terdakwa kedalam lubang anus

anak korban Bukhori Sitorus sehingga dijumpai luka lecet pada anus anak

korban Bukhori Sitorus arah jam (6), hal ini sesuai dengan surat visum et

repertum Nomor 007/1105/RSUD/II/2015 tanggal 11 Februari 2015 yang

ditandatngani dr. Isma Ninda Ningsih Dokter pada Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Tanjungbalai;

- Bahwa anak korban Bukhori Sitorus berumur 13 (tiga belas) tahun

berdasarkan Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran Nomor

1274-LT-10012014-0024 yang dikeluarkan Kantor Kependudukan dan Pencatatan

Sipil yang menerangkan bahwa anak korban Bukhori Sitorus lahir pada

tanggal 1 Januari 2001 dan Fotocopy Kartu Keluarga Nomor

1274030910120003 yang dikeluarkan Camat Sei Tualang Raso Kota

Tanjung Balai, anak korban Bukhori Sitorus berusia 14 (empat belas)

(40)

Bahwa dari fakta dan keadaan tersebut ternyata terdakwa telah melakukan

ancaman kekerasan terhadap anak korban Bukhori Sitorus dengan kata-kata

:jangan kau kasih tau ayah kau, nanti ku cokik kau” dan terdakwa juga memaksa

anak korban Bukhori Sitorus agar membuka kain yang dipakai terdakwa dan jika

anak korban Bukhori Sitorus tidak mau, terdakwa mencekik anak korban Bukhori

Sitorus;

Bahwa oleh karena anak korban Bukhori Sitorus baru berusia 14 (empat belas)

tahun namun pada waktu kejadian usia anak korban Bukhori Sitorus masih

berusia 13 (tiga belas) tahun, usia tersebut menurut UU Perlindungan Anak, masih

tergolong anak-anak, karena belum mencapai 18 tahun. Dari fakta ini menurut

Majelis Hukum yang memeriksa perkara ini terdakwa telah melakukan perbuatan

cabul dengan anak;

Bahwa kenyataannya terdakwa menghendaki perbuatan tersebut karena

dorongan nafsu birahinya, ancaman dan paksaan yang dilakukan terdakwa adalah

dengan tujuan dapat melaksanakan niat terdakwa untuk melakuikan ancaman

kekerasan memaksa anak melakukan perbuatan cabul sehingga unsur ini telah

terpenuhi;

Bahwa dari fakta tersebut, perbuatan terdakwa yang mencabuli anak korban

Bukhori Sitorus adalah dilakukan dengan melalui suatu paksaan, oleh karenanya

unsur “melakukan ancaman kekerasan memaksa anak melakukan perbuatan

cabul” telah terpenuhi dari perbuatan terdakwa;

Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka seluruh unsur

(41)

tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak telah terpenuhi dari perbuatan Terdakwa;

Bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 82 ayat (1) Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah terpenuhi, maka

terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti sah dan meyakinkan melakukan

tindak pidana sebgaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif Kesatu;

Bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penangkapan

dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan penahanan tersebut harus

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu

dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang

meringankan Terdakwa;

Keadaan yang memberatkan:

1. Perbuatan terdakwa bertentangan dengan nilai susila dalam masyarakat;

2. Terdakwa sudah pernah dihukum;

Keadaan yang meringankan:

1. Terdakwa berterus terang dan mengakui perbuatannya serta menyesali

perbuatannya;

2. Bersikap sopan dipersidangan;

5. Putusan

Memperhatikan, Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor

(42)

tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang

bersangkutan;

1. Menyatakan Terdakwa Edi Syahputra Panjaitan als Dedek terebut di atas,

terbukti secraa sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“Melakukan ancaman kekerasan memaksa anak melakukan perbuatan cabul”

sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 6 (enam) tahun dan 8 (delapan) bulan serta denda sebesar Rp.

1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga)

bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang di jatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap ditahan;

5. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp.

2.000.00 (dua ribu rupiah).

6. Analisis hukum

Berdasarkan analisis penulis serta wawancara Liansah Rangkuti selaku

Ketua Komisi Perlindungan Anak Tanjung Balai dalam perkara ini, maka penulis

berkesimpulan bahwa dakwaan penuntut umum yang menggunakan dakwaan

alternatif yaitu dakwaan pertama Pasal 82 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 jo

(43)

1 KUHP atau dakwaan kedua Pasal 292 KUHP Jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Namun

dalam putusan perkara hakim menerapkan Pasal 292 KUHP sehingga penjatuhan

pidana terhadap terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang di lakukan

terdakwa dan penjatuhan hukuman terhadap terdakwa lebih ringan dibandingkan

dengan sanksi pidana Pasal 82 Undang-undang No.23 Tahun 2002 dan penjatuhan

hukuman terhadap terdakwa lebih ringan dari tuntutan penuntut umum, dimana

tuntutan selama sepuluh tahun dan hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa

selama enam tahun delapan bulan. Seharusnya hakim memperhatikan alasan

pemberatan pidana pada Pasal 64 ayat (1) karena tindak pidana tersebut dikalukan

secara berlanjut dan dalam Pasal 64 ayat 1 dijelaskan bahwa jika antara beberapa

perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada

hubungannya sedemikian rupa sehingga harus di pandang sebagai satu perbuatan

berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana, bila berbeda-beda maka

yang diterapkan adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

Meskipun pidananya stelsel absorpsi tapi setidaknya tidak dijatuhkan ancaman

pidana minimal dari Pasal 292 KUHP, yang menurut sistem stelsel absorpsi

bahwa hanya dijatuhkan satu pidana saja yaitu pidana yang terberat walaupun

(44)

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan masalah dalam penulisan hukum ini yang telah

diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil suatu kesimpulan

sebagai berikut :

1. Pengaturan hukum tentang tindak pidana pencabulan anak (sodomi) dibawah

umur, antara lain :

a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 289, 290, 292, 293, 294, 295

dan 296

b. Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak.

2. Penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan anak (sodomi) sehingga

menyebabkan trauma pada anak, antara lain :

a. Faktor lingkungan atau tempat tinggal

b. Faktor lingkungan atau tempat tinggal

c. Faktor kurangnya pemahaman terhadap agama

3. Kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana pencabulan anak (sodomi),

(45)

a. Kebijakan Penal, Upaya penanggulangan hukum pidana melalui sarana

(penal) dalam mengatur masyarakat lewat perundang-undangan pada

hakikatnya merupakan wujud suatu langkah kebijakan (policy)

b. Kebijakan Non Penal, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur

penal lebih menitikberatkan pada sifat “represif” (penindasan/

pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur

non-penal lebih menitikberatkan pada tindakan preventif (pencegahan/

pengendalian) sebelum kejahatan terjadi

B. Saran

Adapun saran yang penulis dapat berikan sehubung dengan penulisan

skripsi ini adalah

1. Untuk menjerat pelaku tindak pidana Pencabulan (Sodomi) para penegak

hukum hendaknya mengutamakan penggunaan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dibandingkan

dengan KUHP, karena dalam Undang-Undang Perlindungan Anak

perumusan dan sanksi bagi pelaku kejahatan kesusilaan terhadap anak

diatur lebih tegas sehingga anak korban pedofilia lebih terlindungi,

sedangkan perumusan dan sanksi hukuman bagi pelaku kejahatan

kesusilaan dalam KUHP tidak berpihak pada korban dan tidak sesuai

(46)

2. Dalam hal Perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur seharusnya

bukan hanya diberikan kepada Korban Pencabulan tetapi juga kepada

Terdakwa, Baik korban maupun terdakwa merupakan Anak yang masih

dibawah umur menurut undang Perlindungan Anak dan

Undang-undang Pengadilan Anak. Dan penjatuhan pidana perjara terhadap

terdakwa Pasal 82 UUPA jo. Pasal 55 (1) KUHP sudah memberikan

keadilan bagi pihak korban, tidak diskrminatif dan tentunya akan

memberikan efek jera kepada Pelaku dan Terjalinnya Kepastian Hukum.

3. Diharapkan Majelis hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa

dalam suatu perkara hendaknya memperhatikan secara cermat aspek

psikologis dari terdakwa sehingga ketika terdakwa kembali ke masyarakat

(47)

D. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 289, 290, 292, 293, 294, 295 dan 296

Pasal 289 KUHP menentukan: 14

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul,

dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya

9 (sembilan) tahun”.

Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan

(kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu termasuk dalam lingkungan

nafsu birahi kelamin, misalnya meraba-raba anggota badan atau kemaluan, yang

dilarang dalam Pasal ini bukan saja sengaja memaksa orang untuk melakukan

perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan dilakukan pada

dirinya perbuatan cabul.

Pasal 290 KUHP menentukan :

1. Pasal 290 ayat ( 2 ) KUHP

͆Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: barang siapa

melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya atau

sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau

umurnya tidak jelas, bahwa yang bersangkutan belum masanya dikawin͇.

      

(48)

Perbuatan yang dilarang disini adalah perbuatan sengaja memaksakan

kehendak dari orang dewasa yaitu melakukan tindakan-tindakan melanggar

kesusilaan terhadap anak dibawah umur (belum lima belas tahun) atau anak yang

tidak diketahui jelas umurnya dan belum saatnya dikawin.

2. Pasal 290 ayat ( 3 ) KUHP

͆Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: Barang siapa

membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau patut harus

disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup lima belas tahun atau kalau tidak

nyata berapa umurnya, bahwa ia belum mampu dikawin, untuk melakukan atau

membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang

lain͇.

Menurut pasal ini dapat dihukum orang yang membujuk atau menggoda

seseorang (laki-laki atau perempuan) yang umurnya belum cukup lima belas tahun

atau belum waktunya dikawin untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar

kesusilaan dengan orang lain, membiarkan dilakukannya tindakan-tindakan

melanggar kesusilaan oleh orang lain dan melakukan hubungan kelamin

(bersetubuh) diluar perkawinan dengan orang lain. Kata-kata membujuk disini

bisa dilakukan oleh pelaku dengan menghasut, memberikan janji-janji,

mengiming-imingi sesuatu, memberikan hadiah dan lain sebagainya kepada

(49)

Menurut R. Soesilo seorang wanita yang melakukan persetubuhan dengan

anak laki-laki yang berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun dapat dikenakan

Pasal ini15

Pasal 292 KUHP menentukan:

͆Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang

belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut

disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya 5 (lima)

tahun͇.

Pasal ini mengatur mengenai perbuatan cabul yang dilakukan orang

dewasa terhadap anak yang belum dewasa yang berjenis kelamin sama dengan

pelaku. Dewasa berarti telah berumur dua puluh satu tahun atau belum berumur

dua puluh satu tahun tetapi sudah pernah kawin. Jenis kelamin yang sama berarti

laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan.Perbuatan cabul

yang dimaksud sama dengan penjelasan Pasal 289KUHP yaitu segala perbuatan

yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu

termasuk dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.

Pasal 293 KUHP menentukan:

(1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan u

Referensi

Dokumen terkait

(2) Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas yang dihitung

Pada tanggal 28 Desember 2010 dan 21 April 2011, Entitas Induk bersama dengan SDN, DKU, BIG dan PT Mitra Abadi Sukses Sejahtera, pihak berelasi, menandatangani

Tabel 2 hasil perhitungan dengan bantuan SPSS for window, maka dapat diketahui bahwa variable Kepemimpinan, Insentif Finansial, , dan Motivasi Kerja adalah

Dengan menggunakan OSD dapat mempermudah penggunanya mengetahui data-data yang diambil oleh mobile robot tersebut, seperti data sensor ultrasonik, temperatur, RTC,

kebutuhan petani yang sangat mendesak, karena dengan menjual produksi karet kepada pedagang pengumpul, petani akan menerima uang secara langsung, sedangkan apabila

Description User dapat mengakses ulangan yang menampilkan soal-soal Pre Condition User telah masuk ke menu utama. Event User

1) Perubahan hasil belajar itu intensional, artinya perubahan perilaku dihasilkan oleh pengalaman yang berlangsung secara berulang atau latihan. Contohnya, seorang guru bimbingan

Untuk semua sistem baru, proses rekayasa persyaratan harus dimulai studi kelayakan. Input dari studi kelayakan adalah deskripsi garis besar sistem dan bagaimana sistem akan