Hukum Acara Pidana
Ω
Perkara pidana tidak bisa diselesaikan dengan damai (dading), dengan lembaga arbitrase karena ia bersifat hukum publik. Jadi hanya negara yang bisamenyelesaikan hukum pidana.
Ω
Hukum Pidana selalu melibatkan kepentingan individu yang bertentangan dengan kepentingan negara, dimana kekuatan individu selalu lebih rendah sehingga seringdikalahkan, sedangkan individu itu punya hak asasi & kepentingan negara sama
dengan kepentingan masyarakat, sehingga pelaksanaan acara pidana harus
menjamin kepentingan individu & masyarakat, sehingga putusan pidana tidak boleh
melebihi kesalahan individu itu karena kita harus menjaga hak asasi.
Ω
Hukum acara pidana membatasi kepentingan individu dengan kepentingan negara, yang diwakili oleh aparatnya.Ω
Kewenangan negara lebih besar dari kepentingan individuΩ
Bila ada kasus maka Hukum acara pidana ditetapkan lebih dulu dari pada hukum pidana.Ω
Norma Hukum Acara Pidana (HAPid) :1. Mengatur wewenang yang bisa dilakukan pejabat (kompetensi aparat) HAPID masuk dalam Lapangan HAN
2. Mengatur tentang lembaga-lembaga yang dibuat oleh negara untuk mempertahankan hak-haknya HAPID masuk dalam lapangan HTN.
Ω
Landasan HAPid : KUHAP UU No.8 Thn.1981Ω
Ilmu-ilmu pembantu HAPid :1. Logika
Sebagai analisa bila ada masalah sehingga dapat dilakukan asumsi
(dibuktikan) hipotesa verifikasi (benar atau salah)
2. Psikologi
Untuk melihat jawaban saksi karena belum tentu benar, biasanya untuk
mengetahui orang yang diperiksa dalam keadaan tertekan atau tidak.
Sesuai dengan psl. 44 KUHPidana : orang sakit ingatan tidak bisa dipidana
4. Krimonologi
Ilmu yang mempelajari causa verbal (sebab akibat) melakukan tindak pidana
5. Kriminalistik
Bukan ilmu yang berdiri sendiri, tapi dengan ilmu lain untuk mengungkap kasus
pidana.
Contoh : ilmu balistik (senjata)
dactijloscopy (sidik jari)
tehriftkunde (tulisan tangan).
6. Ilmu Kedokteran Kehakiman
Tahun 1966 muncul UU kesehatan jiwa yang menyatakan bahwa : untuk
memasukkan seseorang ke RSJ (Rumah Sakit Jiwa) tidak memerlukan
lagi ijin hakim, karena dianggap sebagai pengobatan. (membatalkan
pasal 333 KUHP)
Batasan dan Definisi HAPid
Ω
Sering dihubungkan dengan pekerjaannya :Hakim : hukum yang dipergunakan di muka sidang
Sarjana-sarjana lain : proses, tapi tidak menyeluruh (hanya akhirnya saja).
Ω
Simmons (menjelaskan asas-asas hk. Pidana)Hukum yang mengatur bagaimana negara menggunakan alat-alatnya, hak-haknya
untuk menghukum & menjatuhkan hukuman.
Ω
J. de Bosch Kemper Mendukung SimmonsKeseluruhan asas-asas peraturan UU menurut mana negara menggunakan
haknya untuk menghukum sementara menurut UU pidana yang dilanggar.
Terlalu menitikberatkan pada pemidanaan, seolah-olah hukum Pidana dibuat
hanya untuk menjatuhkan hukuman padahal tidak semua putusan hukum adalah
penjatuhan sanksi / hukuman.
Ω
J. M van Bemmelen1. Kedua sarjana tersebut membuat definisi hukum pidana terlalu sempit,
seolah-olah HAPid hanya menjatuhkan hukuman.
2. Kedua sarjana tersebut telah melupakan tujuan utama HAPid mencari
kebenaran.
3. Definisi terlalu sempit sehingga seolah-olah hanya membicarakan proses dimuka
sidang saja, sedangkan proses sudah berjalan sejak ada persangkaan.
Sekumpulan ketentuan hukum atau peraturan yang mengatur tentang cara
bagaimana negara bila dihadapkan pada suatu keadaan / peristiwa yang
menimbulkan (sejak) sangkaan telah terjadi pemidanaan dengan perantaraan
alat-alatnya mencari dan menetapkan dimuka oleh hakim suatu perbuatan yang
telah didakwakan bagaimana hakim harus memutus suatu perbuatan yang telah
terbukti dan bagaimana putusan itu harus dilaksankan atau dijalankan.
Kesimpulan definisi tersebut memuat 3 hal tujuan pokok HAPid :
1. mencari dan menemukan kebenaran. 2. meminta putusan hakim
3. melaksanakan putusan hakim.
Ω
Kebenaran ada 2 macam :1. Kebenaran Formal : kebenaran yang diterima oleh UU sebagai suatu kebenaran, mis : dalam perkara perdata.
2. Kebenaran Materil : kebenaran yang dicari oleh HAPid kebenaran yang sesungguhnya, haqiqi, sanir, harus dapat dibuktikan.
Ω
Fase mempelajari HAPid :1. Penyidikan (Voor anderzort)
2. penuntutan (na anderzort)
3. pemeriksaan sidang (eine anderzort)
Penyidikan dan Penyelidik
Ω Penyidik pejabat POLRI :
o Polisi yang berpangkat setidaknya Pelda atau jika tidak ada (di sebuah Resort)
maka komandan yang berpangkat bintara setidaknya sersan mayor dapat jadi
daerah dia ditugaskan maka dia harus berkoordinasi dulu dengan kepolisisan
setempat.
o Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan
penyidikan. Setidaknya golongan II B atau pengatur muda, tapi kalau tidak ada
bisa juga gol. I B. Dan wilayah tugasnya juga hanya terbatas pada daerah
dimana dia ditugaskan.
Ω Penyidikan : Serangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan barang-barang
bukti. Dengan barang bukti mana digunakan untuk membuat terang
atau jelas perkara pidana yang terjadi dan untuk menemukan
tersangkanya.
Ω Tujuan penyidikan :
1. Mengumpulkan barang bukti yang ada kaitannya dengan tindak pidana.
a. barang yang digunakan untuk melakukan tiundak pidana atau instrumentum delicti (contoh : linggis)
b. barang yang diperoleh atau menjadi sasaran hasil kejahatan atau corpora delicti (contoh : mayat)
c. barang yang tercipta atau diciptakan sehingga terjadi tindak pidana (contoh :
uang palsu)
d. barang petunjuk atau aanwasjing.
tidak berhubungan langsung dengan pidana, tapi menunjukkan pelaku.
(contoh : baju yang terkena cipratan darah korban).
Setiap barang bukti yang dikumpulkan harus diawetkan, dibungkus dan
disegel, agar tidak rusak, dan baru dibuka pada saat pembuktian.
Jika tidak bisa diawetkan, maka dijual atau dilelang. Hasilnya (berupa uang),
disimpan (dibungkus atau disegel). Contohnya :
(a) Es balok
(b) Ayam 500 ekor. Dijual lelang. Tapi disisakan, misalnya, 2 helai bulunya
sebagai barang bukti.
(c) Mobil. Disematkan label keterangan ditempat dimana orang sering
keluar masuk mobil.
(d) Mayat, label keterangannya digantungkan ditempat yang tidak mudah
2. Menemukan pelaku.
a. 24 jam setelah penangkapan, pegawai penyidik harus sudah dapat
menetapkan dia (tersangka) itu bersalah atau tidak dalam tindak pidana.
b. Lalu dilakukan penahanan, jika tersangka terbukti bersalah.
Ω Penyelidik, penyidik pembantu dan penyidik mengetahui terjadinya tindak pidana,
dengan :
1. menerima laporan / aangifter
2. pengaduan / aanklacht
3. tertangkap tangan
4. mengetahui sendiri
Ω Perbedaan laporan dan pengaduan
Laporan Pengaduan
1. Bisa dilakukan oleh siapapun 1. Hanya bisa dilakukan oleh orang
tertentu yang berhak (yang dirugikan dan
yang berkepentingan)
2. tidak terikat tenggang waktu 2. Terikat tenggang waktu
3. tidak bisa dicabut kembali 3. Dapat dicabut kembali
4.Tidak merupakan syarat penuntutan 4.Merupakan syarat mutlak penuntutan
5. bisa disampaikan untuk semua delik 5. hanya untuk delik aduan saja.
Tertangkap tangan
Ω HIR Staatblaads (Lembaran Negara) 1941 No.14 : tertangkap basah Ω Belanda : di ont desckhingop hetridard bestrupt
Ω Empat (4) kriteria tertangkap tangan menurut KUHAP :
1. Perbuatan diketahui pada waktu sedang atau tengah dilakukan.
2. Diketahui segera setelah dilakukan (dalam praktek harus berasal dari
yurisprudensi)
Contoh kasus : kasus Van Houten
Van Houten berkelahi dengan pedagang, karena ia tidak mau membeli pada
pedagang yang dilempar ke luar, Van Houten dipukuli di rumahnya. Van Houten
6 jam setelah pengaduan. Lalu diajukan ke Rechtbank (Pengadilan), dan
pengadilan memutuskan pedagang bersalah. Karena tidak diterima mengajukan
ke Landraad lalu Recht van Justice lalu ke Hoge Raad tapi keputusannya tetap
sama.
3. Bila perbuatan diketahui lalu diserukan oleh khalayak ramai bahwa dia
pelakunya.
4. Bila dibawah kekuasaannya ditemukan barang-barang, alat-alat atau surat yang
menunjukkan bahwa dia adalah pelakunya (diutamakan bukti barang).
Ω KUHAP UU No.18 Tahun 1981 tanggal 28 Desember 1981
Sebelum adanya KUHAP, dulu berlaku HIR yang berasal dari IR (Irlander
Reglement) 1848 diundangkan atas Firman Raja Belanda 1 Mei 1848.
Ω Pada tahun 1929 di Belanda yang dimaksud tertangkap tangan adalah no. 1 & 2,
karena menurut Mr. Van Ben Den untuk melaksanakan no. 1 & 2 saja sudah sulit,
apalagi ditambah dengan no. 3 & 4.
Ω Tugas Penyelidik :
1. Menerima laporan pengaduan
2. Mencari barang bukti
3. Mengurus barang bukti
4. Mengadakan tindakan yang perlu dilakukan
Ω Penyelidik boleh melakukan tindakan lain atas perintah penyidik, misalnya:
melakukan penggeledahan
menghadapkan tersangka dengan penyidik.
Hasil penyelidikan dikembalikan untuk pemeriksaan tersangka yang diberitahukan
dan dilaporkan kepada pegawai penyidik.
Tugas atau wewenang penyidik :
1. menerima laporan dan aduan
2. melakukan tindakan pertama di TKP
4. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan pemeriksaan surat.
5. mengambil sidik jari
6. memanggil orang unruk didengar keterangannya, baik dari tersangka maupun
saksi.
7. mendatangkan ahli sehubungan dengan perkara pidana yang terjadi.
8. mengadakan penghentian tindakan penyelidikan serta tindakan-tindakan lain
yang mendukung.
Ω Dalam melaksanakan tugasnya pegawai penyidik harus menjunjung tinggi hukum
yang berlaku dan HAM dari si tersangka.
Ω Hasil penyidikan yang berupa rangkaian tindakan penyidik harus dibuatkan berita
acara.
Ω Tindakan yang dilakukan oleh penyidik harus sesuai dengan pengertian penyidikan
(rangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan barang-barang bukti guna
membuat terang atau jelas perkara pidana dengan alat bukti mana yang digunakan
untuk menemukan si tersangka atau pelaku).
Ω Tujuan dari penyidikan : harus menemukan si pelaku atau tersangka, maka bila si
tersangka bisa diketahui berdasarkan adanya gugatan serta bukti permulaan yang
teguh, maka tersangka dapat dikenakan penangkapan.
Ω Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian dengan
memperlihatkan surat tugas serta kepada tersangka diberikan surat perintah
penangkapannya. Didalam surat itu mencantumkan identitas tersangka dan alasan
penangkapannya (beberapa uraian singkat tentang tindak pidana yang
dipersangkakan)
Ω Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukan tanpa surat dengan
ketentuan bahwa tersangka harus segera diserahkan kepada penyidik beserta
barang-barang buktinya. Selanjutnya dikembangkan untuk mengetahui apakah orang yang
dicurigai dapat dikenai penahanan karena penangkapan selama-lamanya hanya dapat
dilakukan 1 hari (24 jam)
Ω Jika dari penangkapan ia terbukti, maka pegawai penyidik atau pembantu bisa
Ω Syarat dilakukannya penahanan :
Apabila seseorang yang disangka melakukan tindak pidana diancam dengan
hukuman penjara 5 tahun atau lebih atau,
Bila tindak pidana yang dilanggar, dicantumkan dalam pasal 21 (4) sub.b
KUHAP (memuat ketentuan pidana yang sekalipun ancaman pidananya
kurang dari 5 tahun, tapi tetap dapat dikenakan penahanan, mis: ps 372)
2. Syarat Subjektif :
Alasan subjektif datang dari pihak yang melakukan penahanan, diantaranya :
Dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri
Dikhawatirkan tersangka akan mengulangi perbuatannya .
Dikhawatirkan si tersangka menghilangkan barang bukti sehingga bisa
mempersulit pemeriksaan perkara.
Penahanan
Ω Tempat dilakukannya penahanan :
1. rumah tahanan negara.
2. kediaman tersangka
Pemotongan masa hukuman :
jika di rutan : waktu selama ia ditahan maka dihitung dengan masa
hukuman
di rumah : dipotong 2/3 nya
dikota tempat tinggal : yang diperhitungkan hanya 1/5 nya saja.
Penyidik bisa melakukan penahanan selama 20 hari.
Perintah penahanan dilakukan terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak
pidana, dengan bukti :
1. ada keterangan saksi.
2. ada suatu bukti
3. surat
4. petunjuk
5. pengakuan terdakwa
Ω
Keluarga tersangka harus diberi surat penangkapan dan dakwaan, jika tidak maka
menimbulkan hak-hak untuk tersangka dan keluarganya untuk menuntut pra
peradilan.
Tiga jenis penahanan. :
1. Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Dilakukan di Rutan negara
Untuk narapidana yang hukumannya kurang dari 1 tahun
Khusus untuk membina narapidana, untuk itu mereka wajib mengikuti
program yang ada.
Untuk menghindari dari kesulitan dalam penyidikan maka penyidik yang
melakukan penahanan harus melakukan pengecekan ke tempat penahanan.
Perintah penahanan dikeluarkan oleh pengadilan tinggi selama 20 hari, dapat
diperpanjang ke penuntut umum.
2. Rumah atau kediaman tersangka
3. Kota tempat tinggal
Hal sebagaimana disebut kedua dan ketiga, diwajibkan bagi tersangka untuk
melapor kepada yang berwenang (penyidik).
Ω Jika sudah 40 hari (penahanan) namun proses pemeriksaan belum juga selesai, maka
bisa diperpanjang lagi menjadi 60 hari (perpanjangan bertingkat).
Ω Jika sudah 60 hari, demi hukum harus dikeluarkan.
Ω Wewenang penahanan bukan hanya pada tingkat penyidikan, tetapi juga pada
penuntutan.
Ω Jaksa penuntut dapat mengeluarkan surat penahanan untuk kepentingan penuntutan
selama 20 hari.
Ω Jika sudah cukup harus dilepas, jika masih diperlukan dapat diperpanjang 30 hari
oleh hakim (di pengadilan) yang juga merupakan batas waktu maksimal untuk
melakukan penuntutan.
Ω Penuntut umum berhak memilih jenis penahanan, SP3 (Surat Perintah Penghentian
Penuntutan) diberikan bila proses penyidikan ke penuntutan dirasakan sulit,
misalnya karena alat bukti sulit, dsb.
Ω Bila terdakwa sakit berat atau dituntut lebih dari 9 tahun penahanan boleh
Ω Bila terdakwa merasa keberatan, boleh meminta pengurangan atau penghentian pada
tingkat yang lebih tinggi.
Ω Jika perkara dilimpahkan ke pengadilan, Hakim yang mengadili perkara untuk
kepentingan pemeriksaan di muka sidang berwenang mengeluarkan surat penahanan
30 hari (dalam bentuk penetapan hakim), jika tidak cukup, maka dapat diperpanjang
selama 60 hari.
Ω Jika selama itu perkara belum juga diputus, maka terdakwa harus dilepas.
Ω Jika banding maka wewenang penahanan beralih pada Hakim pengadilan tinggi
yang mengadili, selama 30 hari, jika diperpanjang maksimal 60 hari.
Ω Orang yang ditahan (atau orang lain) bisa mengajukan penangguhan penahanan
dengan menjaminkan sejumlah uang.
Ω Tambahan perpanjangan penahanan terjadi jika : sakit
perkara dengan ancaman lebih dari 9 tahun pidana, maksimal 30 hari
perpanjangan lanjutan atas permintaan. Dapat mengajukan keberatan pada
instansi yang satu tingkat lebih tinggi dari lembaga yang memeriksanya.
Penggeledahan
Ω Penggeledahan bisa dilakukan dimana saja, kecuali di :
1.
2.
3.
Ω
Ruangan gedung dimana sedang dilakukan persidangan. Mis : DPR, MPR
Ruangan dimana sedang dilaksanakan upacara keagamaan atau ibadah.
Ruangan dimana sedang dilakukan pengadilan, kecuali untuk tertangkap tangan.
Barang-barang yang dapat disita :
a. benda / tagihan tersangka / terdakwa yang seluruh / sebagian diduga berasal dari
hasil tindak pidana.
b. benda yang dilakukan secara langsung dalam melakukan tindak pidana.
c. benda untuk menghalangi penyidikan, misalnya bendanya di sembunyikan.
d. benda / tempat yang khusus dibuat untuk bertindak pidana, mis : surat palsu.
e. benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana, seperti barang
petunjuk.
f. barang sitaan perkara perdata (sita jaminan)
Barang bukti akan dikembalikan jika tidak cukup barang bukti atau perkara tersebut
dikesampingkan demi kepentingan umum. Ω
Ω
Ω
Ω
Jika suatu benda berada di pengadilan, belum tentu kembali ke pemiliknya. Jika
dikembalikan, harus dibubuhi stempel (telah diperiksa).
untuk surat-surat yang ada hubungannya dengan tindak pidana, penyidik yang
memeriksa itu harus merahasiakannya. Rahasia hilang / habis jika si empunya
menyatakan bahwa itu bukan rahasia lagi.
Ω Barang sitaan harus dibuat daftarnya.
Berita Acara Pemeriksaan
Ω Setiap tindakan penyidik harus ditulis dalam berita acara sebagai bukti tangan dan
keterangan-keterangan dari barang bukti yang ditulis di berita acara. Agar
keterangan itu tidak rusak, dari keterangan saksi agar saksi tidak lupa ketika ia
memberi kesaksian di persidangan, ia diingatkan kembali dengan bukti tersebut.
Hakim menanyakan lagi hal/ pertanyaan yang sama dengan waktu pembuatan berita
acara.
Ω Jika ada keterangan yang lain dengan berita acara, ia ditanya oleh hakim apa
alasannya dan yang diterima hakim adalah keterangan yang diberikan di muka
persidangan dan menghapus keterangan yang dibuat di berita acara. Ω Macam-macam saksi :
1. a charge (memberatkan) diajukan oleh penuntut umum
2. a de charge (meringankan diajukan oleh pembela / penasehat hukum.
Berita acara menurut perolehannya :
1. Pendengaran : (a) keterangan saksi
(b) keterangan ahli
(c) Keterangan tersangka.
2. Pendapatan : dibuat oleh penyidik mengenai apa yang ditemukannya di TKP.
3. Constantering : yang tidak termasuk 1 & 2 misal : berita acara penangkapan,
penahanan.
Ω Tiga golongan berita acara :
Berasal dari keterangan yang diberikan oleh orang-orang yang mengetahui
tindak pidana. Misal : Berita Acara karena melihat, mendengar, mengalami
sendiri.
Berita Acara keterangan ahli yang menuntut ilmu yang ia buat jelas suatu
tindak pidana. Misal : ahli tulisan tangan.
Sebelum ada KUHAP keterangan ahli bukan merupakan alat bukti.
2. Pendapatan
Didapat dari bukti-bukti yang ditemukan di sekitar tindak pidana dengan
keterangan-keterangan dari korban yang ditemui.
Thanatology : ilmu tentang kematian. Contoh ; orang mati akan menumpuk
pada daerah yang paling rendah, yaitu disebut lebam mayat. Setelah 4 jam,
lebam terbentuk dan menetap. Misalnya bila ada mayat dengan posisi
telungkup, sedangkan lebamnya ada di punggung, maka itu berarti posisi
mayat sudah diubah/dipindahkan.
3. Constatering.
Berita acara pendengaran, pendapatan, tidak termasuk Berita Acara
constatering.
Jika tersangka itu ditangkap dengan dugaan keterangan dan alat bukti yang
mengarah padanya.
Berita Acara penahanan, penangkapan juga disebut BA constatering.
Penangkapan penahanan
Penahanan ada 2 :
Objektif : diancam lebih dari 5 tahun atau pasal 21 (4) b KUHAP
Subjektif : timbul dari orang yang melakukan penahanan. Contohnya
perampasan kemerdekaan (jadi penahanan harus jelas
tujuannya).
Dari penyidik ke PU (Penuntut Umum) berkas perkaranya dipelajari selama 7
hari bila tidak lengkap, dikembalikan ke penyidik untuk diperbaiki (selama 14 hari).
Jika dalam 7 hari itu tidak dikembalikan, maka penyidikan sudah selesai dan segera
masuk ke tahap penuntutan.
Jka dikembalikan oleh penuntut umum ke penyidik untuk diperbaiki, maka tidak ada
Dalam HIR Jaksa boleh melakukan perbaikan dalam Berita Acara Penyidikan,
karena dalam HIR Jaksa sebagai pimpinan dari penyidikan, namun dalam KUHAP
bukan Jaksa yang melakukan perbaikan, melainkan penyidik dan Jaksa mandiri. Ω
Ω Bila dalam proses penuntutan ada kesalahan dalam berkas perkara maka terdakwa
boleh mengajukan keberatan dan dilakukan proses Pra Peradilan.
Pra Peradilan
Ω Adalah wewenang Pegadilan Negeri dalam memeriksa atau memberi putusan sesuai
dengan UU, tentang 3 hal :
1. Apakah penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan sah atau tidak.
2. Ganti rugi dan rehabilitasi bisa diminta oleh seseorang yang proses pidananya dihentikan baik di tingkat penyidikan ataupun penuntutan.
Ω Perkara pra peradilan bukan perkara pidana juga bukan perkara perdata karena pra
peradilan para pihaknya antara pemohon dan termohon.
Ω Bentuk putusannya : penetapan / beschiking.
Ω Tujuannya : melakukan tindakan pengawasan secara menyeluruh tentang
keabsahannya.
Ω Pemohon : yang dirugikan (biasanya dari pihak tersangka) atau keluarganya.
Ω Untuk penghentian penyidikan dan penuntutan ada pihak lain yang dirugikan maka
pihak ke 3 itu bisa melakukan permohonan untuk dilakukan pra peradilan.
Prosedur pemeriksaan :
Ω Setiap permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan harus diproses
dengan lengkap dalam waktu 3 hari setelah permohonan diajukan. Hakim harus
menentukan kapan sidang pra peradilan akan digelar.
Ω Dalam pemeriksaan, hakim dan panitera menimbang dari pemohon dan termohon.
Dan dalam 7 hari harus sudah dapat mengambil putusan.
Ω Jika perkara sudah diajukan ke pengadilan pokok sementara pra peradilan belum
diputus maka pra peradilan itu gugur.
Ω Isi putusan hakim pra peradilan berupa penetapan. Jika penangkapan ditetapkan
penghentian penyidikan/ penuntutan ditetapkan tidak sah maka penyidikan/
penuntutan itu harus dilanjutkan dan tersangka tetap dilanjutkan pemeriksaan.
Ω Upaya menuntut ganti rugi dan rehabilitasi bisa dimintakan ganti kerugian,
dilakukan minimal Rp.5000,- setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,-.
Penuntutan
Ω Penuntutan : serangkaian tindakan PU untuk melimpahkan perkara pidana ke PN
(Pengadilan Negeri) yang berwenang dalam hal menurut
aturan-aturan yang diatur dalam UU dengan permintaan agar diperiksa dan
diputus Hakim di sidang pengadilan.
Ω Jaksa meminta pada ketua PN untuk menuntut seseorang didasarkan pada hasil
penyidikan, lalu ketua PN memeriksa/ mengadilinya. Jaksa harus membuat surat
dakwaan dengan disebut jenis perkaranya.
Ω Perkara ada 3 jenis :
1. Perkara cepat / roll (tidak perlu surat dakwaan)
Dilimpahkan penyidik ke pengadilan atas kuasa PU (mis: masalah tilang) •
•
•
•
• •
•
2. Perkara singkat/ sumir
Perkara yang mudah pembuktiannya, penerapan hukumnya dan bersifat
sederhana.
PU membuat dakwaan perkara sumir, jika saat pemeriksaan terdakwa
mengakui perbuatannya, berdasarkan 2 macam alat bukti.
Dakwaan diberikan di muka sidang dengan lisan, panitera mencatat
dakwaan.
Catatan panitera itu yang dianggap sebagai surat dakwaan.
Jika tersangka menolak dakwaan maka hakim meminta Jaksa untuk
membuat surat dakwaan menjadi perkara biasa.
3. Perkara biasa
Perkara dilimpahkan kepengadilan dengan surat dakwaan sebagai dasar
pemeriksaan di muka sidang.
Ω Tujuan surat dakwaan : untuk melakukan penuntutan.
Ω Serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, memutuskan perkara
pidana berdasarkan azas bebas, jujur tidak memihak sesuai UU.
Ω Surat dakwaan mengikat semua pihak (PU, hakim, terdakwa, penasihat hukum) Ω Sidang pelimpahan perkara, yang harus diperhatikan oleh penuntut umum dalam
surat dakwaan :
1. Apakah ada alasan untuk melakukan penuntutan, didasarkan pada :
a. Apakah perbuatan yang disangka telah dilanggar dapat memenuhi rumusan delik.
b. Alat-alat bukti cukup (minimal 2 macam) c. Terdakwa mampu bertanggungjawab.
2. Apakah ada kepentingan umum yang akan/tidak dirugikan.
Menyangkut asas penuntutan
a. Asas oportunitas
Menghendaki bahwa tidak setiap tindak pidana harus dituntut, bila
kepentingan umum akan dirugikan.
b. Asal legalitas/ legalitie
Menghendaki bahwa setiap tindak pidana harus dituntut.
Pada dasarnya kedua asas tersebut menghendaki setiap tindakan pidana harus
dituntut.
Sekali suatu perkara dikesampingkan maka perkara tersebut tidak dapat dituntut
kembali, tetapi apabila perkara dihentikan maka di kemudian hari dapat dituntut
kembali.
Acte van Depoc : untuk tidak melakukan penuntutan.
Kepentingan umum harus jelas pengertiannya sehingga untuk mendeponir/
mengesampingkan perkara tidak mudah, wewenang ini hanya dimiliki oleh Jaksa
Agung.
Bila kedua syarat sudah terpenuhi, suatu perkara baru boleh dilimpahkan ke
pengadilan oleh penuntut umum, tergantung jenis perkaranya. (biasa atau singkat).
Perkara Biasa : PU melimpahkan perkara terlebih dahulu membuat dakwaan.
Singkat / sumir :
surat dakwaan cukup diberitahukan dalam persidangan dengan menerangkan
Waktu dan tempat terjadinya tindak pidana.
Pemberitahuan dicatat oleh panitera dan dianggap sebagi pengganti surat
dakwaan.
Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di muka sidang dan mengikat
semua pihak sehingga isinya harus jelas.
Surat dakwaan : - acta van vrewijzing
- acta van daagraarding.
- acta van telastesging
- acta van beschuldigen.
Semua pihak harus berorientasi pada surat dakwaan yang sama, perbedaan kesimpulan
disebabkan perbedaan pandangan dan posisi masing-masing.
Contohnya :
Hakim : harus obyektif tidak boleh memihak pada salah satu pihak. o
o
o
o
Penuntut umum : melihat dari sisi perbuatan terdakwa, (secara subjektif)
mewakili negara.
Terdakwa : melihat dari sudut kepentingannya sendiri / subjektif.
Penasihat hukum : membela terdakwa, melihat dari perbuatan dengan melihat
ketentuan yang berlaku, sehingga dia harus objektif.
Posisinya harus membela kepentingan terdakwa sebagai
subjek. (kesimpulan akhirnya bersifat subjektif).
Ω Skema :
Hakim : Objektif Objektif Objektif.
Penuntut Umum : Subjektif Objektif Objektif.
Terdakwa : Subjektif Subjektif Subjektif.
Penasehat Hukum : Objektif Subjektif Subjektif.
Ω T. M. Tripmann :
“Jika kita memahami fungsi masing-masing pihak dimana surat dakwaan menjadi dasar“.
Ω Supaya surat dakwaan tidak dinyatakan obscurd, maka syaratnya harus lengkap:
1. Syarat formil : menyangkut jati diri / identitas terdakwa
Ω Surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani yang isinya menyangkut
kedua syarat diatas.
Ω Kelengkapan syarat formil : 1. Nama
2. Tempat tanggal Lahir / Umur.
3. Jenis Kelamin
4. Kebangsaan
5. Tempat Tinggal.
6. Agama.
7. Pekerjaan Tersangka.
Ω Syarat Materil : Harus memuat uraian secara cermat, jelas, lengkap, mengenai
tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan
tempat tindak pidana itu dilakukan.
Ω Surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat material akan dinyatakan batal demi
hukum.
Ω Salinan surat dakwaan harus diberitahukan pada saat yang sama kepada tersangka /
penasehat hukumnya dan penyidik, maksudnya agar mereka dapat menyiapkan diri
dan mengetahui untuk perkara apa mereka diadili, dan untuk mengetahui apabila ada
perubahan pada surat dakwaan, yang bertujuan untuk melengkapi, memperbaiki atau
untuk tidak melanjutkan penuntutan.
Ω Perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan oleh Penuntut Umum satu kali,
dalam tenggang waktu 7 hari sebelum sidang dimulai.
Materi Materiil.
Ω Perbuatan yang didakwakan harus merupakan perbuatan yang nyata, yang disangka
telah dilakukan tersangka.
Ω Waktu dan tempat terjadinya tindak pidana berkaitan dengan pasal yang didakwakan
serta ketepatan untuk menentukan kewenangan pengadilan mana yang berwenang
mengadili perkara tersebut. Contohnya : pencurian di malam hari dengan keterangan
bukan pasal 362 tetapi 363 / 365.
Ω Jika dalam surat dakwaan tidak disebut jenis kejahatannya maka surat dakwaan
Ω Penuntut Umum wajib membuktikan perbuatan yang didakwakan waktu itu, ia harus
bisa membuktikan yang harus dibuktikan, bukan unsur dan deliknya tetapi
perbuatan yang secara nyata dilakukan.
Ω Bestandel : perbuatan kongkrit, contohnya pasal 362.
Ω Bestandel Ω Element / Unsur
1. Mengambil barang
2. Milik orang lain 3. Sebagian / seluruh
1. Sengaja / opect
2. melawan hukum 3. schuld
4. faith / cause
Ω Bila bestandel terbukti tapi salah satu elemen tidak terbukti maka putusan “onslag”
(putusan lepas jika perbuatannya tidak terbukti).
Ω Jika bestandel yang tidak terbukti maka putusannya “bebas” Ω Asas penuntutan oportunitas
Untuk sekali perkara dibatalkan / didisponair maka selamanya itu tidak bisa dituntut.
Ω Acta Van Dempot : Permohonan pembatalan tuntutan dari penuntut umum kepada
Jaksa Agung karena merugikan kepentingan umum.
Ω Yang perlu dipertimbangkan :
1. Kompetensi / kewenangan mengadili
a. Relatif / attribution van rechtsmacht.
Kewenangan mengadili yang diberikan dengan didasarkan kekuatan UU
kepada pengadilan yang sejenis, akan tetapi masih dalam lingkungan
peradilan yang sama.
b. Absolut / distribution van rechtmacht.
Kewenangan mengadili yang diberikan berdasarkan kekuatan UU kepada
pengadilan yang tidak sejenis tapi masih termasuk dalam satu lingkungan
peradilan yang sama.
Harus mempunyai pembagian.
∗ Pengadilan Sejenis :
Pengadilan yang sama hak serta kewajibannya, misalnya antara PN yang
∗ Pengadilan Tidak Sejenis :
Tidak sederajat, sehingga hak dan kewajibannya tidak sama, misalnya
PN dengan PT. atau PN dengan MA.
∗ Lingkungan Peradilan yang sama :
Lingkungan peradilan umum, urutannya :
1. PN sebagai instansi pertama 2. PT sebagai instansi kedua
3. MA sebagai peradilan kasasi
MA tidak sebagai pihak ketiga, karena tugas MA hanya memutus
mengenai alasan-alasan hukumnya, bukan mengenai fakta-fakta.
(kasasi berasal dari kata cassiew = membatalkan)
Ω Jurisdictie Gerschill : sengketa mengadili bila suatu peradilan berwenang
menolak/ mengadili. Misalnya : PN Bandung dengan PN
cianjur, maka yang berwenang adalah PN Jabar.
Ω Kewenangan Relatif dalam surat dakwaan selalu menyangkut tempat (forum). Ω Tempat yang menyangkut kepentingan PN yang berwenang mengadili :
1. forum commisionis : berdasarkan tempat dimana terjadinya tindak pidana.
2. forum aprechensins : tempat tertangkapnya tersangka 3. forum domicilie : tempat tinggal tersangka Ω Sengketa
Pre Yudicial Geschill •
Sengketa mengadili yang terjadi / timbul dari suatu perkara yang sedang didadili
namun pengadilan yang sedang mengadili tidak berwenang memeriksa perkara
karena merupakan wewenang dari hakim lain, sedangkan perkara yang diperiksa
putusannya digantungkan pada hasil putusan dari perkara yang timbul tadi.
Misalnya : dalam perkara pidana yang ada perdatanya, maka perkara perdata
harus diputus terlebih dahulu baru kembali lagi ke perkara
pidananya dan sebaliknya.
2. Untuk menolak perkara, hakim harus membuat surat penetapan penolakan
perkara dengan berkas yang dikembalikan ke PU, bila PU tidak sependapat
maka ia bisa melakukan perlawanan / verzet ke PT (Pengadilan Tinggi) untuk
3. Pengadilan dan PU.
Hakim menolak mengadili perkara :
Surat penolakan perkara, berkasnya dikembalikan ke PU, jika PU tidak sepakat
maka boleh melawan (verzet) ke PT untuk meminta penetapan apakah
pengadilan yang bersangkutan mengadili atau tidak, diberi waktu 7 hari sejak
tanggal penetapan pengadilan (penolakan perkara) dalam tenggang waktu 2
minggu sejak diterima surat.
Pembelaan
1. Terdakwa
Ω Dalam pemanggilan harus diperhatikan waktunya (sah dengan waktu
setidak-tidaknya 3 hari sebelum sidang)
Ω Jika terdakwa tidak ada ditempat domisili, maka surat pemanggilan diberikan
pada lurah / camat.
Ω Jika terdakwa berada di Rutan maka surat panggilan ditujukan dan diberikan
pada ketua / pejabat RUTAN atau LP (Lembaga Pemasyarakatan) yang
bersangkutan.
Ω Surat pemanggilan bisa juga diberikan kepada orang lain yang serumah dengan
tanda terima yang ditandatangani.
Ω Jika tempat tinggal tidak dikenal, maka surat panggilan ditempelkan di papan
pengumuman pengadilan yang berwenang mengadili.
Ω PU menyampaikan surat penuntutan dengan rinci dan jelas (tentang waktu dan
duduk perkaranya)
2. Saksi.
Ω Dipanggil oleh PU dengan rinci waktu, tempat dan untuk apa dia dipanggil. Ω Sekurang-kurangnya dalam tempo 3 hari sebelum sidang, surat panggilan sudah
diterima.
Ω Jika sudah ada pemanggilan secara sah, maka majelis hakimlah yang selanjutnya
Ω Dimulainya sidang dengan azas “terbuka secara umum”. Ω Azas Pemeriksaan sidang :
1. Openbarheid (keterbukaan) 2. Onmiddelijkheid (kelangsungan) 3. Oraldebat (lisan)
Ω Sidang dibuka dengan pemeriksaan dan terbuka untuk umum (semua orang boleh
menonton).
Ω Setelah membuka sidang, hakim meminta PU untuk membacakan surat dakwaan. Ω PU harus membacakan dakwaan sambil berdiri, karena PU adalah “Stande
magistratuur”.
Ω Hakim wajib menanyakan pada terdakwa apakah ia mengerti tentang dakwaan yang
didakwakan kepadanya, jika terdakwa tidak mengerti maka PU wajib menjelaskan
hal-hal apa saja yang didakwakan kepadanya.
Ω Berkenaan dengan masalah pembuktian, hakim menanyakan apakah terdakwa
mengakui atau menerima apa yang didakwakan, jika terdakwa mengakui maka
harus jelas apa yang diakuinya (sebagian atau seluruhnya)
Ω Persidangan dimulai setelah dibacakannya surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan
perkara dimuka sidang.
Ω Selama pemeriksaan, Hakim harus mencegah pertanyaan-pertanyaan yang
merugikan terdakwa, yaitu yang menyangkut 4 hal :
1. bersifat menjerat .
2. bersifat mengesankan (suggestiveraken) 3. tidak berhubungan (irrelevan)
4. bertentangan dengan rasa susila.
Ω Sidang sah jika Hakim menyatakan azas openbarheid.
Ω Sistem pemeriksaan di muka sidang adalah accusatoir (kedudukan yang diperiksa
sederajat, dia harus bebas dari segala hukum)
Ω Dalam hal terdakwa tidak hadir, tapi sudah dipanggil secara patut, maka hakim
wajib memundurkan sidang (karena pemeriksaan di muka sidang tidak boleh secara
inabsencia)
Kecuali kasus tertentu, mis : subversi atau korupsi, maka bisa diperiksa diluar
kehadiran terdakwa.
Ω Terdakwa “dipanggil“ oleh penyidik untuk ke muka sidang.
Ω Jika terdakwa lebih dari satu orang, dan tidak semuanya hadir, maka pemeriksaan
dapat tetap dilakukan di pengadilan / persidangan. Bagi yang tidak hadir maka dapat
diminta datang secara paksa.
Ω Panitera wajib mencatat laporan PU dari pemeriksaan
Ω Identitas terdakwa harus dicocokan/ dicek dahulu, agar tidak terjadi “error personer” Ω Jika eksepsi bersifat relatif, maka hakim menetapkan bahwa pengadilan tersebut
tidak berwenang dan melimpahkan ke PN yang berwenang.
Ω Untuk menentukan suatu pengadilan berwenang atau tidak dalam memeriksa
perkara selain karena tangkisan / eksepsi bisa juga karena, misalnya, ternyata suatu
perkara itu perkara pidana dan bukannya perdata seperti yang didakwakan.
Ω Hakim wajib mengundurkan diri jika ada hubungan sedarah/ semenda sampai
derajat ketiga, (berlaku juga untuk panitera, hakim anggota, penasihat hukum,
apakah ada hubungan dengan terdakwa / penasihat hukumnya)
Ω Hakim dilarang untuk menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan tentang
salah atau tidaknya terdakwa.
Ω Jika sudah tidak ada lagi eksepsi, maka fase berikutnya adalah pembuktian.
Pembuktian
Ω Menurut pasal 184, alat bukti yang sah diantaranya :
1.
2.
3. Surat
4. Petunjuk
5.
6.
1.
2. Surat.
3. Petunjuk
Keterangan saksi.
Keterangan ahli
Keterangan terdakwa
Pengamatan sendiri oleh hakim, keyakinan hakim (339 Ned SU).
Ω Menurut 295 HIR, alat bukti yang sah yaitu :
4. Pengakuan Terdakwa.
Ω Saksi merupakan alat bukti yang pertama, karena tujuan HAPid yaitu mencari
kebenaran materiil yang bisa didapat (didekati) dari saksi, yaitu mendengar, melihat
atau mengalami sendiri.
Hakim Ketua sidang harus memeriksa apakah para saksi sudah lengkap atau belum dan
ia juga harus memastikan bahwa para saksi tidak berhubungan satu sama lain (harus
dilakukan sebelum memberi keterangan). Maksudnya agar saksi memberi
keterangan berdasarkan yang dialami / diketahuinya sendiri.
Ω Jika saksi sudah dipanggil secara sah tetapi tidak hadir, maka saksi bisa dihadirkan
secara paksa.
Ω Untuk menjadi suatu saksi adalah suatu kewajiban, bukan hak jika menolak menjadi
saksi maka ada ancaman kurungan 14 hari.
Sidang Pemeriksaan Saksi
Ω Saksi maju ke muka sidang, biasanya yang pertama kali adalah saksi korban, karena
keterangannya lebih lengkap (minimal ia sendiri yang mengalaminya)
Ω Selama pemeriksaan Hakim wajib mendengarkan keterangan saksi.
Janji / Sumpah.
Ω Macam-macam sumpah :
1. Sumpah Promisoris : sumpah yang diberikan sebelum saksi memberikan kesaksian.
2. Sumpah Assetoris : sumpah yang diambil setelah saksi memberikan keterangan.
Kekutan hukum dari kedua sumpah itu sama.
Ω Macam-macam sumpah dilihat dari tingkatannya / gradasi :
1. Berat : diambil dengan upacara khusus di tempat ia menjalankan upacara
keagamaan.
Misal : Islam Sumpah pocong.
Kong Fu Tzu Memotong ayam putih
Yahudi Menutup seluruh tubuh dengan kain hitam,
kekuatan hukum kesemua sumpah tersebut sama.
Ω Keterangan saksi bisa secara tertulis, tapi tetap dibawah sumpah. Ω Pencabutan kesaksian di BAP boleh dicabut, asal beralasan.
Ω Jika kesaksian di BAP dan dimuka persidangan berbeda maka pertama saksi ditanya
terlebih dahulu alasan mengapa sampai berbeda dan agar dipertegas mana yang
benar.
Ω Kesaksian yang mengikat adalah kesaksian dimuka persidangan.
Ω Jika keterangan tidak beralasan maka saksi digugat, karena harus berhubungan
dengan alat bukti lain.
Ω Majelis hakim dapat meminta saksi untuk memberikan segala keterangan yang
dianggap perlu.
Ω Untuk memberi putusan maka majelis hakim saling berpendapat dengan azas
musyawarah mufakat. Pendapat pertama ditanyakan kepada hakim anggota yang
paling muda agar pendapatnya mandiri (tidak mengikuti yang lain, yang lebih tua).
Ω Bila dianggap perlu kita bisa meminta “croscek” (menguji kebenaran saksi) Ω Setelah memberi keterangan saksi harus tetap berada di ruang sidang.
Ω Jika di tengah sidang saksi ingin keluar, ia harus meminta ijin PU, penasihat hukum
dan mereka tidak keberatan.
Ω Sesama saksi tidak boleh mengobrol dalam persidangan.
Ω Saksi yang memiliki hak mengundurkan diri (saksi relatif onbevoegd : )
1. Punya hubungan darah / semenda dalam garis lurus keatas / kebawah sampai
derajat ke-3 dari si terdakwa / kawan terdakwa.
2. Karena hubungan perkawinan.
∗ Saudara – saudara terdakwa dari ibu / bapak.
∗ Anak-anak dari saudara terdakwa (keponakan) atau dari kawan terdakwa.
3. Suami / istri sekalipun mereka sudah bercerai.
Ω Dalam HIR saksi relatif onbevoegd, ada 4, yaitu ketiga yang disebut diatas ditambah
slaves atau budak.
Ω Saksi ini bisa menjadi saksi, dengan syarat :
1. Para pihak tidak keberatan untuk mendengar keterangan saksi (penasihat hukum dan penuntut umum)
Ω Saksi Absolut Onbevoegd (Boleh didengarkan keterangannya tapi tidak boleh
disumpah) :
1. Anak belum 15 tahun atau belum pernah menikah.
2. Orang yang menderita sakit jiwa atau sakit ingatan yang pikirannya tidak jelas kapan ia sakit dan kapan ia sembuh.
Ω Setelah saksi memberi keterangan, para pihak bisa mengajukan kepada hakim agar
saksi yang tidak dikehendaki keluar dari ruang sidang.
Ω Hakim dapat mendengar keterangan saksi tanpa dihadiri terdakwa.
Ω Saksi yang mengangkat sumpah palsu maka hakim harus mengingatkan saksi
dengan menyebutkan ancaman pidana / sanksi jika saksi tetap berbohong.
Ω Bila saksi tetap pada kehendaknya, maka hakim meminta PU untuk menuntut saksi
dengan dakwaan sumpah palsu, dengan barang buktinya berita acarea persidangan
yang ditandatangani oleh panitera.
Ω Pertanyaan yang diajukan harus dijawab langsung oleh orang yang bersangkutan. Ω Terdakwa bisa dikeluarkan dari ruang sidang jika ia tidak tertib, dan pemeriksaan
dapat tetap berlangsung.
Ω Setelah saksi selesai diperiksa, baru giliran saksi ahli (kalau ada).
Ω Ahli : setiap orang yang dianggap mempunyai pengetahuan / pengalaman dibidang
tertentu.
Ω Ahli memberikan keterangan berupa pendapat dari (berdasarkan) pengetahuannya
dibidang tertentu saja.
Ω Ketentuan-ketentuannya sama dengan saksi (harus disumpah)
Ω Barang bukti harus diajukan dalam bentuk dibungkus/ disegel dan baru dibuka
dimuka sidang.
Ω Tahapan persidangan :
1. Surat dakwaan.
2. Pembuktian / verifikasi. 3. Tuntutan / visitoir. 4. Pledoi / nota pembelaan.
7. putusan, atrau kalau ada tambahan;
8. Triplik (kata terakhir selalu diajukan pada terdakwa)
9. Quandra duplik (pembacaan pledoi & duplik harus sambil berdiri)
Ω Tiga teori pembuktian :
1. Negatif menurut UU (de Negative Letterlijk Bewijstheorie).
Mensyaratkan 2 hal :
∗ Apabila perbuatan bisa dibuktikan denga sekurang-kurangnya 2 alat bukti. ∗ Adanya keyakinan hakim.
“Hakim tidak boleh menjatuhkanhukuman kecuali sekurang-kurangnya 2 alat
bukti yang sah dan keyakinan Hakim“
2. Positif menurut Undang-undang (de Positive Letterlijke Bewijstheorie).
Hanya menitikberatkan pada masalah alat bukti saja (tidak mempertimbangkan
keyakinan hakim).
3. Bebas (Vrij Bewijstheorie).
Menitikberatkan pada keyakinan hakim.
Ω Keyakinan hakim bisa dibangun melalui 2 aliran :
1.
2.
1. 2. 3.
4.
Conviction intime.
∗ Didasarkan pada apa yang terlihat / nampak oleh hakim.
∗ Contohnya : teori tampang kriminil (tapi tidak berlangsung lama).
Conviction rassionar.
∗ Berdasarkan hasil pemikiran.
Ω Empat hal yang harus diperhatikan hakim / dinilai dari saksi :
Persesuaian keterangan antara saksi yang satu dengan yang lainnya.
Persesuaian keterangan antara saksi dengan alat bukti lainnya.
Alasan-alasan yang mungkin digunakan saksi untuk membenarkan keterangan
tertentu.
Cara hidup/ kesusilaan saksi dan segala sesuatu yang pada umumnya dapat
Bukti Surat
Ω Surat yang termasuk alat bukti :
1. Dalam bentuk berita acara (dibuat secara resmi) oleh pejabat yang berwenang, yang dibuat dihadapannya.
Memuat keterangan mengenai apa yang dilihat, didengar, dialami.
2. Surat yang dibuat menurut peraturan UU yang dibuat oleh pejabat tertentu (yang berwenang) yang merupakan tata laksananya/ tanggungjawabnya. Mis: akta
notaris.
3. Surat yang dibuat oleh hakim yang memuat tentang pendapatnya mengenai sesuatu hal berdasarkan keahliannya, dibuat atas permintaan secara resmi.
Hanya dibuat atas permintaan, sehingga mempunyai kepala surat dan
menyebutkan demi keadilan. Mis : Visum et Repertum.
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan alat bukti lain. Misal: kuitansi tanda terima, surat yang isinya menagih hutang.
Petunjuk
Ω Perbuatan/ kejadian/ keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu
dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah
terjadi sesuatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Ω Merupakan alat bukti yang paling lemah karena harus dikuatkan dengan alat bukti
lain berupa keterangan saksi surat atau keterangan terdakwa.
Ω Hakim harus memberikan penilaian terhadap petunjuk secara bijaksana, karena
petunjuk harus diperiksa secara seksama.
Ω Petunjuk diperoleh melalui alat-alat bukti yang lain, sehingga kekuatan
pembuktiannya harus dikuatkan/ ditunjang alat-alat bukti yang lain. Misalnya :
dikuatkan oleh keterangan saksi/ surat/ keterangan terdakwa sendiri.
Keterangan terdakwa.
Ω Apa yang dinyatakan terdakwa dalam persidangan.
Ω Keterangan terdakwa diluar sidang dapat digunakan untuk menemukan alat bukti
lain dan keterangan terdakwa ini hanya dapat digunakan untuk diri sendiri. (hanya
Ω Keterangan terdakwa yang berupa pengakuan tidak cukup menyatakan bahwa
perbuatan terdakwa terbukti karena harus disertai alat bukti lain.
Ω Asas Presumption of innocent = asas praduga tak bersalah.
Putusan
1. Putusan akhir
Ω Putusan akhir dapat berbentuk putusan yang menyatakan harus dibebaskan dari
segala tuntutan / tuduhan.
Ω Tuntutan pembebasan digolongkan :
1. Apabila kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak sah.
2. Jika delik tidak terbukti, tetapi perbuatan terbukti maka putusannya bebas
(vrijspraak).
3. Jika elemen tidak terbukti, maka putusan onslag (lepas dari segala tuntutan
hukum).
4. Jika bestaling tidak terbukti maka putusannya rechtspraak (bebas dari segala
tuduhan).
Ω Empat jenis putusan Rechtspaak :
1. Referee Rechtspaak : murni tidak terbukti. ∗ Dalam hal ini perbuatannya jelas. ∗ Tidak boleh mengajukan kasasi.
∗ Pasal 44 KUHAP: “MA tidak boleh menerima pemeriksaan kasasi yang
diperiksa, yang putusannya rechtspraak, karena ada rechtspraak yang tidak
murni”.
2. Putusan pembebasan tidak murni.
∗ Pasal 183 KUHAP : “Selain dengan alat bukti juga dengan keyakinan
Hakim, jadi perbuatannya terbukti tapi Hakim tidak yakin akan perbuatan
terdakwa“
∗ Asas : In Dibiro Proreo : ragu-ragu / tidak yakin.
3. Putusan bebas terselubung.
∗ Hakim hanya melihat pada perbuatan yang didakwakan saja, bila perbuatan
yang didakwakan tidak terbukti maka Hakim menjatuhkan putusan bebas,
∗ Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pada perbuatan yang tidak
didakwakan.
∗ Perbuatan terbukti tapi elemen tidak terbukti.
4. Putusan bebas karena tujuan pemidanaan tidak akan tercapai (uitspraak op doelstigheid).
∗ Perbuatan yang didakwakan sulit dibuktikan, mungkin karena alat bukti
tidak lengkap atau terdakwa tidak lengkap.
∗ Misalnya : perkara telah diundur beberapa kali sehingga terdakwa tidak utuh
lagi (misalnya semula 5 orang tetapi menjadi 3 orang karena tua dan
meninggal).
2. Bukan putusan akhir
Ω Merupakan putusan yang tidak pokok perkaranya, maka tidak memutus mengenai
pokok perkaranya.
Ω Hukuman yang bukan merupakan putusan akhir :
1. Putusan yang sah tidak dapat diterima.
Misalnya : untuk tindak pidana dengan delik aduan.
2. Tuntutan yang dakwakannya batal demi hukum Misalnya : rumusan dakwaan tidak jelas.
3. Putusan yang menyatakan bahwa hakim/ pengadilan tidak berwenang mengadili. Ω Bila pengadilan memberikan putusan berupa pembebasan/ lepas dari segala tuntutan
hukum, pengadilan menetapkan mengenai status barang-barang bukti. Biasanya
hakim memutuskan barang bukti dikembalikan pada orang yang paling berhak
(dicantumkan namanya), kecuali barang tersebut dirampas untuk menjadi milik
negara, atau dimusnahkan agar tidak digunakan lagi, misalnya ganja atau
obat-obatan terlarang.
Ω Perintah untuk menyerahkan barang bukti dapat dilakukan tanpa syarat apapun. Ω Putusan-putusan pengadilan hanya sah jika dinyatakan terbuka untuk umum.
Pernyataan dilakukan sebelum persidangan dimulai (pada putusan akhir).
Ω Setelah dijatuhi putusan, ada 5 hal yang perlu diketahui terdakwa (hak terdakwa) :
2. Hak untuk mempelajari putusan sambil menyatakan menerima atau menolak (waktu untuk berfikir 7 hari).
3. Hak untuk meminta penangguhan pelaksanaan putusan (dalam hal ia menerima putusan namun mengajukan permohonan grasi (minta ampun), setelah grasi
terdakwa harus menerima putusan tapi boleh mengajukan permohonan
penangguhan eksekusi.
Grasi hak prerogatif presiden
4. Hak untuk mengajukan pemeriksaan banding ke PT.
5. Hak untuk mencabut pernyataannya dalam tenggang waktu yang dibolehkan Undang-undang.
Ω Beberapa kemungkinan putusan dapat mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu :
1. Bila para pihak menerima putusan yang dijatuhkan.
2. Apabila tenggang waktu untuk melakukan upaya hukum telah terlampaui (kadaluarsa)
3. Upaya hukum yang telah diajukan dicabut kembali. Ω Suatu putusan agar sah harus memuat :
1. Kepala putusan pernyataan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yyang Maha Esa”.
2. Memuat secara lengkap identitas terdakwa.
3. Memuat dakwaan (surat dakwaan yang dituduhkan).
4. Pertimbangan-pertimbangan hakim mengenai fakta dan alat-alat bukti yang terungkap dalam persidangan (sebagai dasar untuk menentukan dan menetapkan
salah atau tidaknya terdakwa).
5. Memuat sifat melawan hukum dari perbuatan yang dilakukan terdakwa. 6. Tuntutan pidana (berapa lama hukumannya).
7. Menyebutkan pasal dari per-UU-an yang menjadi dasar hukum dari putusan. 8. Hari / tanggal hakim bermusyawarah (dasar pemidanaan, jumlah hakim harus
ganjil).
Putusan yang diambil adalah putusan yang paling menguntungkan terdakwa.
9. Pernyataan akan kesalahan terdakwa, setelah mempertimbangkan terpenuhi semua unsur-unsur dari delik yang didakwakan karena asasnya mengatakan :
10. Memuat pernyataan kepada siapa biaya perkara akan dibebankan, dengan biaya yang pasti (konkrit).
11. Untuk hal kemungkinan dalam pembuktian, ada surat yang dianggap palsu, ini harus diterangkan.
12. Pernyataan mengenai status terdakwa (ditahan atau tidak, dll). Hakim harus memperhitungkan masa tahanan, Hakim harus menghitung lama penahanan.
13. Memuat hari, tanggal putusan dijatuhkan dengan data PU, Hakim, panitera dengan jelas diperlukan untuk memproses upaya hukum yang lain, seperti
banding (dihitung setelah satu hari putusannya).
Ω Bila syarat diatas tidak terpenuhi maka putusan batal demi hukum.
Ω Putusan ditandatangani hakim dan panitera seketika setelah putusan diucapkan dan
putusan hanya bisa dilaksanakan setelah diucapkan pertama.
Ω Bila yang bersangkutan tidak menerima putusan, maka ia bisa melakukan upaya
hukum (rechtsmiddel), yang dibagi menjadi :
Upaya Hukum
Ω Dibagi menjadi :
1. Biasa :
a. Perlawanan (Verzet) : - Vonnis Bijverstek
- SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan oleh
Kepolisian atau Surat Perintah Penghentian
Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum).
b. Banding (Revisie)
c. Kasasi (Cassatie Partij).
2. Luar Biasa :
a. Kasasi demi kepentingan hukum (Cassatie in het belang van het recht).
b. Peninjauan kembli putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum lengkap (PK).
Upaya hukum Biasa.
Verzet
Ω Dapat diputus untuk tindak pidana tertentu yang menurut UU bisa diadili tanpa
dihadiri oleh terdakwa. Putusan tersebut harus diberitahukan pada terdakwa, bila ia
tidak menerimanya, ia dapat melakukan perlawanan verzet, yang diajukan pada
pengadilan pertama yang memproses perkara ini.
Ω Perlawanan diberi waktu 7 hari setelah putusan diberitahukan.
Ω Mereka dapat menggunakan haknya untuk melakukan perlawanan dan diberitahukan
kepada panitera. Lalu panitera memberitahukan pada Hakim untuk penetapan hari
sidang, dan pada hari itu terdakwa harus hadir.
Ω Dalam persidangan, Hakim menentukan apakah perlawanan itu diperkenankan atau
tidak. Jika diperkenankan maka pemeriksaan perkara harus dimulai dari awal lagi.
Ω Jadi perlawanan verzet hanya bisa dilakukan pada putusan yang belum mempunyai
kekuatan hukum.
2. Perlawanan verzet.
Ω Bila Hakim menyatakan ia tidak berwenang untuk mengadili, maka ia akan
mengembalikan perkara ke PU, jika PU tidak menerima hal tersebut maka bisa
melakukan verzet yang diajukan ke PT di wilayah PN yang membuat Verzet.
Ω Diberi waktu 7 hari sejak penetapan PT yang menerima perlawanan harus memutus
dalam waktu 14 hari untuk menentukan apakah perlawanan diterima atau tidak.
Ω Jika diterima, maka PT memerintahkan PN untuk memeriksa perkara, jika tidak PT
memberitahu PN mana yang berhak mengadili.
Banding.
Ω Merupakan upaya untuk melawan putusan PN yang belum mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Ω Banding diajukan ke PT lewat PN yang memeriksa perkara untuk pertama kali. Ω Banding diajukan dalam waktu 7 hari sejak keesokan harinya putusan dijatuhkan,
jika lebih harus ditolak.
Ω Dapat diajukan oleh para pihak (PU dan Terdakwa) pasal 107 KUHAP.
Ω Terdakwa atau PU berhak meminta banding terhadap putusan di PN (tingkat
pertama) kecuali pada putusan bebas/ lepas (onslag).
Ω Jika terdakwa hendak minta banding, ia dapat memberikan kuasa secara khusus
kepada penasihat hukumnya (diwakilkan untuk banding).
Ω Panitera PN mencatat permohonan banding untuk menentukan waktu permohonan
(7 hari) dan menandatanganinya.
Ω Kedua belah pihak harus mengatahui jika ada salah satu pihak mengajukan banding. Ω Misalnya jika banding dimintakan oleh terdakwa maka PU harus diberitahu, dan
sebaliknya.
Ω Permohonan banding sewaktu-waktu dapat dicabut lagi jika belum ada biaya
perkara.
Ω Risalah (memori) banding (isinya merupakan alasan-alasan mengapa mereka tidak
menerima putusan) dan tidak harus dibuat.
Ω Dengan adanya permohonan banding, panitera PN harus mengirim salinan putusan
PN dan berkas perkara ke PTY dalam waktu 14 hari, serta dijelaskan tentang status
terdakwa apakah masih ditahan atau menunggu putusan PT.
Ω PT bisa menerima banding tanpa ada memori banding. Ω Permohonan banding harus secara tertulis.
Ω Pemeriksaan di PT :
1. Oleh hakim majelis.
2. Dasar pemeriksaan : berkas perkara, yang terdiri dari :
a. Berita Acara penyelidikan.
b. Berita Acara pemeriksaan sidang.
c. Bukti surat yang berhubungan dengan perkara.
Ω PT harus menetapkan status terdakwa, 3 hari setelah menerima permohonan banding
(masih ditahan atau tidak).
Ω Bila PT berpendapat hakim PN melakukan kelalaian dalam penerapan hukum maka
PT bisa mengambil putusan :
1. Agar PN memperbaiki.
2. PT mengadili sendiri, menggagalkan putusan PN.
Ω Tentang status Terdakwa, tergantung pada batas wakttu penahanan, bila terdakwa
Ω Salinan putusan dan berkas perkara dari PT dikembalikan lagi pada PN dalam waktu
7 hari setelah putusan banding dan diberitahukan oleh PT melalui surat panggilan
kepada terdakwa.
Ω Terdakwa mendapatkan salinan putusan untuk menentukan apakah ia menerima
putusan atau tidak.
Kasasi.
Ω PU atau terdakwa bisa mengajukan kasasi pada MA, kecuali pada putusan bebas. Ω Putusan pengadilan yang bisa mengajukan kasasi adalah putusan pengadilan yang
terakhir / pengadilan lain sepanjang bukan putusan MA.
Ω Kasasi berasal dari kata Casser yang artinya membatalkan.
Ω Permohonan kasasi diajukan (diberikan) kepada panitera pengadilan yang pertama
memutus perkara tersebut (PN)
Ω Permohonan kasasi diajukan 14 hari setelah putusan pengadilan yang dimintakan
permohonan kasasi itu diberitahukan.
Terhitung mulai keesokan harinya setelah putusan, bila hari ke-14 adalah hari libur,
maka permohonan harus diajukan sebelum libur.
Ω Perbedaan kasasi pihak dan kasasi demi kepentingan hukum.
Kasasi Pihak Kasasi Demi Kepentingan Hukum 1. Bisa diajukan pada putusan yang
belum mempunyai kekuatan hukum
tetap.
1. Hanya pada putusan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
2. Bisa mengubah putusan yang telah
dijatuhkan.
2. Tidak bisa mengubah putusan.
3. Diajukan oleh para pihak. 3. Hanya bisa diajukan oleh Jaksa Agung.
Ω Jika permohonan kasasi lebih dari 14 hari, maka permohonan menjadi gugur. Ω Permohonan kasasi bisa dicabut bila belum ada putusan MA.
Ω Apabila permohonan pencabutan kasasi dilakukan sebelum berkas acara diajukan ke
MA dan berarti ia menerima putusan PT (menjadi berkekuatan hukum tetap).
Ω Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi, jika tidak ditolak, karena MA
tidak memeriksa faktanya, hanya memeriksa landasan hukumnya saja.
Ω Memori kasasi diajukan 14 hari sejak permohonan kasasi diajukan. Isi memori
kasasi : tentang alasan diajukannya kasasi (untuk membantah putusan pada
Pengadilan Tinggi/ PT).
Ω Sebelum diputus pihak yang mengajukan memori kasasi masih bisa menambahkan
(memori kasasi) sepanjang pemeriksaannya belum dimulai.
Ω Panitera PT dalam tenggang waktu 14 hari harus mengirimkan berkas ke MA.
Ω Jika permohonan kasasi gugur, panitera harus memberitahu lawan (para pihak) agar
lawan bisa melakukan (membuat) kontra memori kasasi.
Ω Berkas yang dikirim panitera PN berisi memori kasasi dan kontra memori kasasi. Ω MA yang menerimanya harus mencatat pada buku register perkara setiap hari kerja
karena (MA) harus menentukan apakah masih dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh UU atau tidak.
Ω Yang dapat diajukan dalam memori kasasi (alasan kasasi) :
1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan/ diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan UU. 3. Apakah benar bahwa pengadilan telah melampaui batas kewenangannya.
Ω MA bersidang dengan 3 orang hakim dan memeriksa berkas perkara yang diajukan
PN kecuali bila perlu MA bisa meminta keterangan para saksi.
Ω Wewenang menetapkan status terdakwa ada di tangan MA, sejak diajukannya
permohonan kasasi.
Ω Dari 3 alasan permohonan kasasi diatas, cukup 1 saja dan dijelaskan.
Ω Pertama-tama MA hanya menyatakan menolak/ menerima jika waktunya belum
daluarsa (habis waktu).
Ω Objek pemberian kasasi (alasan yang diajukan pemohon untuk melawan putusan
yang dimohonkan kasasi) :
2. Bila pembatalan putusan, cara pengadilan tidak dilaksanakan menurut ketentuan UU maka MA akan menetapkan agar pengadilan yang telah menuntut perkara
untuk memeriksa kembali sepanjang bagian yang dibatalkan saja.
3. Bila putusan yang dimohonkan kasasi dibatalkan karena pengadilan/ hakim setelah melampaui batas wewenangnya maka MA akan melaksanakan hakim
lain untuk memeriksanya (pengadilan lain yang berwenang).
Ω MA bukanlah pengadilan ke-3 karena MA hanya memeriksa alasan-alasan
hukumnya saja. Jika putusan sebelumnya ditentukan dengan cara yang salah, maka
putusan yang lama harus batal.
Upaya Hukum Luar Biasa
Ω Dilakukan pada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum dengan syarat
kasasi tidak boleh merugikan kepentingan para pihak yang berperkara, sehingga
putusannya tidak bisa diubah.
Ω Jadi jika sudah diputuskan, maka hukuman itu harus dijalankan.
PK (Peninjauan Kembali)
Ω PK putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali
terhadap putusan bebas/ lepas dari segala perbuatan (Vrijspaak/ onslag).
Ω Yang berhak mengajukan adalah terpidana (karena dia telah menerima putusan) atau
ahli warisnya.
Ω Diajukannya kepada MA.
Ω Dapat mengubah putusan yang telah dijatuhkan.
Ω Harus diajukan dengan dasar/ alasan tertentu. Diantaranya :
1. Dengan adanya Novum (hal-hal baru / keadaan baru yang diketahui setelah perkara diputus). Jika diketahui sebelum perkara diputus, maka putusannya
dapat berupa pembebasan/ lepas dari segala tuntutan hukum/ dihukum dengan
hukuman yang lebih ringan.
2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa suatu hal telah terbukti akan tetapi hal/ kebendaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
3. Apabila putusan jelas-jelas memperlihatkan kekeliruan/ kekhilafan yang lebih nyata (melebihi batas yang diajukan dalam UU)
Ω Tidak terikat pada batas wqaktu.
Ω Permohonan diajukan melalui panitera PN yang telah memutus untuk pertama kali
dengan menyebutkan alasan-alasan secara jelas.
Ω Jika permohonan terpidana dan keluarganya kurang memahami hukum, maka
panitera wajib menanyakan apakah yang menjadi alasan peninjauan kembali.
Ω Ketua pengadilan segera mengirimkan permohonan dan seluruh berkasnya kepada
MA, PN menyatakan penjelasannya.
Ω Hakim yang memeriksa lagi apakah alasan sudah tepat atau belum.
Ω Dalam putusannya para pihak turut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya
(waktu memeriksa alasan) untuk menjadi pertimbangan apakah itu beralasan.
Ω Dibuat Berita Acara yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan panitera.
Hakim yang memeriksa membuat Berita Acara Pendapat yang diperiksa oleh
panitera.
Ω Pengadilan melanjutkan permintaan PK dengan berkas perkaranya, maupun berkas
acara tambahan yang dibuat hakim. Jika permohonan PK tidak memenuhi syarat
formil maka MA akan menyatakan bahwa permintaan PK itu tidak dapat diterima.
Ω Dua Sikap MA dalam menerima permohonan PK :
1. Jika MA tidak membenarkan alasan PK maka MA akan menolak permohonan PK dan menyatakan bahwa putusan yang dimintakan PK tetap berlaku.
2. Bila membenarkan alasan PK (menerima), maka MA akan membatalkan putusan yang dimintakan PK sehingga akan mengadili dan menjatuhkan putusan sendiri.
Ω Putusan dapat berupa :
1. Membebaskan terpidana dari segala tuduhan. 2. Melepaskan terpidana dari segala tuntutan hukum.
3. Menyatakan bahwa putusan tidak dapat diterima (tuntutan PU tidak dapat diterima)
4. Mengubah putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Ω Salinan putusan MA dalam hal PK dan berkas perkara dalam 7 hari harus dikirim
Ω Selama permohonan PK diproses tidak menangguhkan/ memberhentikan
pelaksanaan eksekusi.
Ω Jika pemohon PK sudah diterima oleh MA, tetapi pemohon meninggal, maka
dilanjutkan atau tidaknya dijatuhkan pada keputusan ahli waris.
Ω PK hanya bisa diajukan 1 kali.
Ω Dalam PK tidak ada ganti rugi, yang ada hanya rehabilitasi, karena novum yang
diajukan saat PK itu seharusnya diberikan pada waktu proses PN (tapi itu tidak
dilakukannya) sehingga tidak ada ganti rugi, disebabkan itu adalah kesalahan dari si
pemohon itu sendiri.
Ω Yang melaksanakan eksekusi adalah Jaksa. Ω Salinan putusannya diberikan oleh Panitera.
Ω Bila putusan berupa hukuman denda, terpidana diberi tenggang waktu 1 bulan, jika
tidak mencukupi diberi lagi 1 bulan.
Ω Benda sitaan yang ada pada Jaksa akan dikuasakan pada negara untuk dijual dalam
waktu 3 bulan, dan dapat diperpanjang selama 1 bulan lagi.
Ω Setiap terpidana yang dijatuhi hukuman dibebani biaya perkara.
Ω Bila terpidana lebih dari satu orang, maka beban biaya bisa dilakukan secara
bersama/ berimbang.
Ω Jika sudah dibayar oleh salah seorang diantara mereka, maka yang lain bebas
membayar.
Ω Jika terpidana diberi putusan bebas/ lepas maka biaya perkara ditanggung negara. Ω Putusan yang dapat dilakukan adalah putusan yang mempunyai hukum tetap. Ω Setiap putusan harus diawasi oleh hakim.
Ω Hakim yang ditunjuk oleh pengadilan bertugas 2 tahun dan dapat diperpanjang. Ω Dalam pelaksanaan eksekusi, Jaksa harus membuat Berita Acara eksekusi yang
ditandatangani olehnya, dan diserahkan kepada kepala LP.
Ω Hakim pengawasan mengadakan pengawasan untuk kepastian apakah putusan yang
telah dijatuhkan telah dilaksanakan sesuai amar putusan atau tidak.
Ω Hakim dan pengamat dapat meminta kepada kepala LP untuk memberikan informasi
secara periodik/ berkala mengenai perilaku narapidana yang ada dibawah
Wasmat) ini dapat membicarakan masalah pembinaan terhadap narapidana dan tentu
dengan kepala LP.
Ω Hasil pengamatan dilaporkan secara periodik kepada ketua pengadilan, dengan
demikian diharapkan setiap keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
dijalankan sesuai dengan amar putusan/ hukumnya.
Ω Narapidana yang telah melaksanakan putusan dapat mengajukan grasi.
1. Grasi
Ω Merupakan hak prerogatif presiden/ kepala negara untuk memberikan ampunan
kepada narapidana tertentu setelah meminta nasehat kepada MA.
Ω Grasi : - Berjalan.
- Duduk.
Ω Grasi berjalan : permohonan grasi yang diajukan oleh persidangan dimana
ter-pidana tetap menjalankan putusannya sambil menunggu putusan
grasi.
Ω Grasi duduk : permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana dimana ia meminta
penangguhan eksekusi karena ia mengajukan grasi.
Ω Syarat mengajukan grasi : terpidana harus sudah menerima putusannya (putusan
sudah memiliki kekuatan hukum tetap).
2. Abolisi
Ω Penghentian penuntutan yang belum selesai atau mencegah dilaksanakannya
penuntutan.
Ω Hak untuk melakukan penuntutan dalam suatu perkara tertentu ditiadakan.
3. Amnesti
Yaitu meniadakan semua akibat hukum pidana dalam perkara tertentu / perbuatan
tertentu pada waktu tertentu.
Ω Grasi, abolisi dan amnesti bukanlah termasuk dari upaya hukum.
Ω Amnesti dan abolisi tidak dijatuhkan terhadap perorangan (orang tertentu),
melainkan terhadap suatu kelompok yang melakukan tindak pidana pada waktu
Ω Grasi dimintakan oleh perorangan.
Ω Amnesti berlaku baik untuk seseorang yang telah atau belum dijatuhkan hukuman. Ω Abolisi berlaku untuk orang yang belum dijatuhi hukuman.
Ω Grasi berlaku bagi orang-orang yang telah dijatuhi hukuman. Ω Pada amnesti, baik hak penuntutan juga hukuman ditiadakan.
Ω Amnesti dan abolisi tidak hanya meniadakan hak tapi juga meniadakan sifat
melawan hukumnya.
Ω Grasi hanya meniadakan hubungan saja.
Ω Jika terpidana yang diberi abolisi dan amnesti melakukan tindak pidana lagi ia tidak
termasuk residivis.
Ω HAPid dalam pelaksanaannya selalu bertentangan dengan kepentingan individu,
bahkan sering dianggap bertentangan dengan hak asasi.
Ω HAPid dianggap sebagai sesuatu yang dapat menyinggung seseorang, tetapi penting
untuk mencegah eigenrichting (main hakim sendiri).
Ω Jika eigenrichting dibiarkan maka akan timbul tindakan balas dendam baik secara
individual maupun kelompok.
Ω Dalam lex tallions : Jika anggota satu kelompok diambil oleh kelompok lain maka
mereka diperkenankan melakukan hal yang sama kepada
kelompok yang telah mengambil temannya tersebut.
Ω Harus ada aturan atau ketentuan yang bisa diberlakukan untuk menindak
orang-orang yang menjadi sumber terjadinya tindakan balas dendam dan main hakim
sendiri (eigenrichting).
Ω Perbuatan untuk membela diri dengan berlebihan (pasal 49) tidak termasuk dalam
kategori balas dendam.
Ω Tidak ada peraturan atau ketentuan yang secara tegas melarang tentang perbuatan
main hakim sendiri. Namun pelakunya dapat dituntut pada perbuatan yang
diakuinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari semboyan “kekuasaan adalah
hukum”.
Ω Perbuatan yang dapat dipandang sebagai eigenrichting adalah pasal 666 BW, pasal
357 KUHD.
Ω Tahun 1215, Laucentius III melarang penyelesaian perkara yang bergantung pada