• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VI SEMESTER GANJIL SD NEGERI 2 FAJAR AGUNG TAHUN AJARAN 2011/201

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VI SEMESTER GANJIL SD NEGERI 2 FAJAR AGUNG TAHUN AJARAN 2011/201"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, fungsi utama bahasa adalah sebagai sarana komunikasi.

Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antar penutur untuk

berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu, orang tidak akan

berpikir tentang system bahasa tetapi berpikir bagaimana menggunakan

bahasa ini secara tepat sesuai dengan kontek dan situasi. Jadi secara

pragmatis, bahasa lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi

dari sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa konsekuensi bahwa

pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat

komunikasi dari pada pembelajaran tentang sistem bahasa.

Dalam perjalanannya, pembelajaran Bahasa Indonesia serta mata pelajaran

yang lain yang seharusnya berjalan menyenangkan dan mengasyikkan

ternyata sering kali jauh dari harapan Kegiatan pembelajaran seringkali

terasa kurang hidup dan berkesan membosankan. Pembelajaran hanya

berpusat pada kegiatan guru tanpa memperhatikan partisipasi dan kreatifitas

siswa. Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang

(2)

yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran

bahasa Indonesia dalam BSNP (2006) dijabarkan menjadi beberapa tujuan.

Tujuan bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuannya sesuai

dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Adapun tujuan bagi guru

adalah untuk mengembangkan potensi bahasa siswa, serta lebih mandiri

dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan

sekolah dan kemampuan siswanya. Tujuan bagi orang tua siswa adalah agar

mereka dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program pembelajaran.

Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program

pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar

yang tersedia. Sedangkan tujuan bagi daerah adalah agar daerah dapat

menentukan sendiri bahan dan sumber belajar kebahasaan dengan kondisi

kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan sosial.

(http://www.sekolahdasar.net/2011/10/tujuan-pembelajaran-bahasa-indonesia-di.html)

Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran

Bahasa Indonesi kelas VI, ternyata belum memberikan dampak yang baik

dalam peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Berikut data pencapaian

nilai evaluasi belajar siswa :

Tabel 1.1: Pencapaian Nilai Evaluasi Belajar Siswa (sebelum PTK)

(3)

Nilai rata-rata pada nilai evaluasi belajar siswa sebelum diadakan penelitian

sebesar 53,75. Rendahnya pencapaian nilai rata-rata siswa ini, menjadi

indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif. Nilai

akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi

siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan

siswa. Kondisi siswa dan perolehan nilai rata – rata mata pelajaran Bahasa

Indonesia kelas VI, dari hasil observasi kelas dan pembelajaran orientasi

yang penulis laksanakan teridentifikasi bahwa :

1. Hasil belajar Bahasa Indonesia siswa masih rendah.

2. Kurangnya perhatian siswa ketika pembelajarn berlangsung

3. Siswa kurang mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya secara

efektif karena suasana kelas yang kurang kondusif

4. Kurangnya penguasaan kosa kata yang dimiliki siswa.

5. Minimnya pengetahuan siswa mengenai penggunaan bahasa yang sesuai

dengan EYD.

Dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien,

maka guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar diantaranya

menggunakan alat bantu mengajar atau alat peraga. Bahwa dalam prinsip

mengajar yaitu sebagai guru, diharapkan mampu memperhatikan perbedaan

individual siswa, menggunakan variasi metode mengajar; menggunakan alat

bantu mengajar; melibatkan siswa secara aktif; menumbuhkan minat belajar

(4)

Konsentrasi diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar karena kegiatan

belajar mengajar memerlukan perhatian khusus. Dengan adanya konsentrasi

belajar dapat meningkatkan intelektual, emosional dan mental siswa. Siswa

merasakan bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, sehingga siswa

benar-benar berkonsentrasi atau memusatkan perhatiannya pada materi

pelajaran yang sedang dipelajarinya. Jika siswa berkonsentrasi dalam

belajar, maka tujuan belajar mengajar atau prestasi belajar akan mudah

tercapai.

Untuk memperbaiki hal tersebut diatas perlu disusun suatu pendekatan

dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi

teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah

peneliti mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam

pembelajaran dengan metode Student Team Achievement Divisions (STAD).

(http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html)

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara

berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok - kelompok kecil

yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi

oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran

dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan

keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan

(5)

sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari

sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber

bagi teman yang lain. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1)

untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara

kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki

kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat

siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang

berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku,

budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4) penghargaan lebih

diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasi

sebagai berikut:

1. Hasil belajar Bahasa Indonesia siswa masih rendah, dimana terdapat 20

siswa atau 62,50 % dari jumlah keseluruhan siswa kelas VI yang

mendapat nilai dibawah KKM.

2. Kurangnya perhatian siswa ketika pembelajaran berlangsung.

3. Siswa kurang mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya secara

efektif karena suasana kelas yang kurang kondusif.

4. Kurangnya penguasaan kosa kata yang dimiliki siswa.

5. Minimnya pengetahuan siswa mengenai penggunaan bahasa yang sesuai

(6)

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah :

1. “Apakah model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Team

Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan Aktivitas belajar

Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SD Negeri 2 Fajar Agung

Semester Ganjil TA 2011/2012?’’

2. “Apakah dengan menggunakan metode Cooperative Learning tipe

Student Team Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan Hasil

belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SD Negeri 2 Fajar Agung

Semester Ganjil TA 2011/2012?’’

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Meningkatkan Aktivitas belajar dengan metode Cooperative Learning

Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia kelas VI SD Negeri 2 Fajar Agung Semester Ganjil

TA 2011/2012

2. Meningkatkan Hasil belajar dengan metode Cooperative Learning Tipe

Student Team Achievement Divisions (STAD) dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia kelas VI SD Negeri 2 Fajar Agung Semester Ganjil

(7)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa: Hasil penelitian ini sangat menguntungkan peserta didik,

karena peserta didik merupakan obyek langsung dari penelitian yang

dikenai tindakan. Semestinya ada perubahan dalam diri peserta didik

dari aspek kognitif, untuk melatih daya pikir, untuk meningkatkan hasil

belajar dan aktifitas siswa. Keberanian siswa mengungkapkan ide,

pendapat, pertanyaan dan saran meningkat. Menumbuhkan semangat

kerjasama antar siswa.

2. Bagi Guru: Mampu meningkatkan kemampuan guru dalam

menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan

tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. Hal ini memperkuat dan

relevansi pembelajaran bagi kebutuhan siswa. Guru mampu menjadi

model pembelajaran alternatif yang dapat digunakan/diterapkan di

kelas untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

3. Bagi Sekolah: Sekolah bisa mendapatkan masukan strategi dan cara

yang bagus tentang sistem pembelajaran, terutama pembelajaran

membaca dan menulis, sehingga sekolah bisa menerapkan cara yang

efektif dan inovatif dalam sistem pembelajarnnya, sekaligus dapat

(8)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Teori Belajar

2.1.1. Teori Belajar Behaviorisme

Teori ini lebih mementingkan respon yang dihasilkan. Input yang

berupa stimulus dan output yang berupa respon yang menghasilkan

perubahan tingkah laku adalah bagian yang terpenting. Karena

bagian ini yang akan diamati dan dibuktikan secara empiris.

Sedangkan proses pembelajaran tidak dianggap penting sama sekali.

Selain dari faktor stimulus (input) dan respon (output), faktor lain

yang juga dianggap penting adalah penguatan (reinforcement). Teori

ini dipelopori oleh Pavlov, Watson, Hull, Guthrie dan Skinner.

Setiap dari pelopor – pelopor ini memberikan kontribusi yang kuat

bagi perkembangan teori ini dari awal perkebangannya hingga

sekarang.

Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih

mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal dari

individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif saja menunggu

stimulus dari luar (guru). Belajar apa saja dan oleh siapa saja

(9)

stimulus – respons. Guru memberikan stimulus, siswa merespons,

seperti tampak pada latihan tubian (drill) dalam pelajaran bahasa

Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tata bahasa, struktur

bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk

kebahasaan merupakan penerapan Behaviorisme, karena

Behaviorisme lebih mementingkan bentuk dan struktur bahasa

ketimbang makna dan maksud. Behaviorisme beranggapan bahwa

semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada

perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti

tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran

dan perasaan).

Dalam Behaviorisme, seorang guru selaku pengajar dan pengawas

jalannya pembelajaran memiliki kemiripan dengan seorang peneliti

yang akan meneliti objek penelitiannya. Dimana seorang peneliti

akan mengambil jarak atau distansi penuh dengan objeknya, bersikap

netralitas, memanipulasi, merumuskan hukum – hukum, bebas

kepentingan, universal dan instrumental terhadap objeknya. Dalam

hal ini guru juga berlaku hal yang sama terhadap siswa – siswi

didiknya. Ciri dari teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan

unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan

peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,

menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil

belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang

(10)

menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa

merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil

belajar.

(http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-behaviorisme)

2.1.2. Teeori Belajar Gestalt

Menurut teori Gestalt anak dipandang sebagai suatu keseluruhan,

yakni suatu organisme yang dinamis, yang senantiasa dalam keadaan

berintekrasi dengan dunia sekitarnya untuk mencapai

tujuan-tujuannya. Interaksi di sini dimaksudkan bahwa anak selalu

menerima stimulus (respon) dari luar dirinya. Stimulus tersebut tidak

diterimanya begitu saja, melainkan ia melakukan seleksi sesuai

dengan tujuannya, setelah itu mereka bereaksi terhadap

stimulus-stimulus itu dengan cara mengolanya.

Seiring dengan Kohler dan Koffka, Max Wertheimer merupakan

salah satu pendukung utama Teori Gestalt yang menekankan tingkat

tinggi proses kognitif di tengah-tengah behaviorisme. Fokus teori

Gestalt adalah ide tentang “pengelompokan”, yaitu, karakteristik

stimulus menyebabkan kita struktur atau menafsirkan bidang visual

atau masalah dengan cara tertentu (Wertheimer, 1922).

Faktor utama yang menentukan pengelompokan atau prinsip

organisasi adalah: (1) kedekatan – elemen cenderung dikelompokkan

bersama menurut kedekatan mereka, (2) kesamaan – item serupa

dalam beberapa hal cenderung dikelompokkan bersama, (3)

(11)

cenderung untuk menyelesaikan beberapa entitas, dan (4)

kesederhanaan – butir akan diatur dalam angka sederhana

berdasarkan simetri, keteraturan, dan halus. Faktor-faktor ini disebut

hukum organisasi dan dijelaskan dalam konteks persepsi dan

pemecahan masalah.

Teori Gestalt di atas memberi implikasi kepada kita bahwa anak

(siswa) merupakan makluk yang aktif bukan pasif. Sesuai dengan

teori ini, maka dalam proses belajar mengajar di dalam kelas seluruh

anak didik (siswa) mesti dilibatkan secara aktif, baik mental maupun

fisiknya, sebab dengan cara yang demikian eksistensi mereka

sebagai organisme yang dinamis dapat tersalurkan secara maksimal.

Di dalam pengajaran Sosiologi, keterlibatan mental siswa secara

optimal juga sangat diharapkan sekali, agar tujuan pengajaran yang

dirumuskan dapat mencapai sasarannya. Di samping itu siswa lebih

memahami tentang fungsi dan kegunaan ilmu Sosiologi yang

sebenarnya.

Berbeda dengan behaviorisme yang bersifat fragmentaris

(mementingkan bagian demi bagian, sedikit demi sedikit), teori

belajar ini melihat pentingnya belajar secara keseluruhan. Jika Anda

mempelajari sebuah buku, bacalah dari awal sampai akhir dulu, baru

kemudian bab demi bab. Dalam linguistik dan pengajaran bahasa,

aliran ini melihat bahasa sebagai keseluruhan utuh, melihat bahasa

secara holistik, bukan bagian demi bagian. Belajar bahasa tidak

(12)

frasa, klausa sampai dengan kalimat dan wacana. Bahasa adalah

sesuatu yang mempunyai staruktur dan sistem, dalam arti bahasa

terdiri atas bagian-bagian yang saling berpengaruhdan saling

bergantung.

(http://lets-belajar.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-gestalt.html)

2.1.3. Teori Belajar Kognitivisme

Psikologi Kognitivisme dianggap sebagai perpaduan antara

Psikologi Gestalt dan psikologi Behaviorisme. Teori belajar kognitif

berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman

yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat. Intisari dari teori

belajar Kognitivisme adalah bahwa belajar merupakan proses

penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang

berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar

dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi

baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki,

kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai

dengan informasi yang baru diperoleh. Agar siswa mampu

melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara

aktif.

Teori Kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik

memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya

mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan

antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.

(13)

Karakteristik teori kognitivisme :

a. Belajar adalah proses mental bukan behavioral

b. Siswa aktif sebagai penyadur

c. Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan induktif

d. Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus

e. Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan

f. Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.

http://antonizonzai.wordpress.com/2011/02/05/teoribelajar-kognitivisme

Model Kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta

didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya

mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan

antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.

Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Peneliti yang mengembangkan Kognitivisme ini adalah Ausubel,

Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki

penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek

pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap

belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk

penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar.

Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual,

(14)

(1) Enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia

melalui tindakannya pada objek;

(2) Iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan

gambar; dan

(3) Symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir

abstrak

Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan

dalam proses belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:

(1) Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan

dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review ,

pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik;

(2) Memilih materi-materi kunci, lalu menyajikannya dimulai

dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;

(3) Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi

baru itu;

(4) Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa

yang harus dipelajari,

(5) Mengajar peserta didik memahami konsep-konsep dan

prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada

hubungan-hubungan yang ada

(15)

2.1.4. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang

bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa

yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan

gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini

merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.

Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi

lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa

konsep umum seperti:

(1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang

sudah ada.

(2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina

sendiri pengetahuan mereka.

(3) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina

pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan

informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

(4) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran

yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari

gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan

pengetahuan ilmiah.

(5) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan

dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

(16)

Tokoh yang berperan pada teori Konstruktivisme adalah Jean Piaget

dan Vygotsky. Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama

(Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori

kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau

pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam

pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator

atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan

konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori

belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan

dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan

akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi

adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,

akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya

informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat

(Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain

adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang

cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah

ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak

diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.

Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap

suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif

anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan

(17)

kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang

keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi,

1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak

dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan

anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan

intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya dalah siswa harus

memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara

tepat. Menurut C. Asri Budiningsih menjelaskan bahwa ada dua

macam proses adapatasi yaitu adaptasi bersifat autoplastis, yaitu

proses penyesuaian diri dengan cara mengubah diri sesuai suasana

lingkungan, lalu adaptasi yang bersifat aloplastis yaitu adaptasi

dengan mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan diri

sendiri.

(http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/06/teori-konstruktivisme)

2.2. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai

dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa

ketrampilan-ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa

ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi,

mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan

mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan terintegrasi terdiri dari

(18)

bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan

dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis,

mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan

melaksanakan eksperimen

Menurut Mulyono (2001: 26), aktivitas artinya “kegiatan / keaktifan”. Jadi,

segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik

maupun non-fisik merupakan suatu aktifitas. Sedangkan belajar menurut

Oemar Hamalik (2001: 28), adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku

individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut

adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi,

emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Jika

seseorang telah belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan pada salah

satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Selanjutnya Sardiman

(2003: 22) menyatakan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses interaksi

antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi,

fakta, konsep ataupun teori.

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu

indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa

dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti :

sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang

diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar,

(19)

Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984) menyatakan bahwa “ hal yang

paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan

siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan

interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu

sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan

kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya

semaksimal mungkin.

(http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/ixzz)

Dari uraian tentang belajar di atas, peneliti berpendapat bahwa dalam belajar

terjadi dua proses yaitu perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang

sedang belajar dan interaksi dengan lingkungannya baik berupa pribadi,

fakta, dsb. Jadi peneliti berkesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah segala

kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam

rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini

penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang

dikemukakan oleh Rochman Natawijaya (2005: 31), belajar aktif adalah

suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara

fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang

berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, sehingga para ahli

mengadakan klasifikasi. Oemar Hamalik (2001: 172) mengklasifikasikan

(20)

1. Kegiatan-kegiatan Visual. Membaca, melihat gambar-gambar,

mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang

lain bekerja dan bermain.

2. Kegiatan-kegiatan Lisan, Mengemukakan suatu fakta atau prinsip,

menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi

saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi

3. Kegiatan-kegiatan Mendengarkan. Mendengarkan penyajian bahan,

mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu

permainan, mendengarkan radio.

4. Kegiatan-kegiatan Menulis. Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa

karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes

dan mengisi angket.

5. Kegiatan-kegiatan Menggambar. Menggambar, membuat grafik, chart,

diagram, peta dan pola.

6. Kegiatan-kegiatan Metrik. Melakukan percobaan, memilih alat-alat,

melaksanakan pameran, membuat model, dan menyelenggarakan

permainan

7. Kegiatan-kegiatan Mental. Merenung, mengingat, memecahkan

masalah, menganalisis, dan membuat keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan Emosional. Minat, membedakan, berani, tenang dan

lain-lain.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang

dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai

(21)

Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984) menyatakan bahwa ” hal yang

paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan

siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan

interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu

sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan

kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya

semaksimal mungkin.

(http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/#ixzz1iaouoqPD)

Berdasarkan pengertian aktivitas tersebut di atas, peneliti berpendapat

bahwa dalam belajar sangat dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih

banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membimbing dan

mengarahkan.

Indikator Aktivitas Belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada saat penyampaian materi.

Dengan bantuan guru siswa harus mampu mencari, menemukan, dan

menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Berikut format yang akan

digunakan peneliti untuk mengetahui pengamatan Aktivitas Belajar Siswa.

Tabel 2.1 : Format Prosentase Aktivitas Belajar

No Aktivitas siswa yang diamati Jumlah

Nilai % 1. Memperhatikan penjelasan guru

2. Berdiskusi atau bertanya antara siswa dan guru 3. Mengamati obyek

4. Aktif komentar

(22)

2.3. Hasil Belajar

Sudjana (2005) juga mengatakan bahwa penilaian hasil belajar adalah

proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa

dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang

dinilainya adalah hasil belajar siswa.

(http://abyfarhan7.blogspot.com/2011/12/penilaian-proses-dan-hasil-belajar.html#ixzz1iaqSlKLs)

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut

Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil

belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan

pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di

atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan

keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia

menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat

mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga

mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur

secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui

(23)

Dari penjelasan beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada

hakekatnya adalah proses perubahan perilaku siswa dalam bakat

pengalaman dan pelatihan.

(http://abyfarhan7.blogspot.com/2011/12/penilaian-proses-dan-hasil-belajar.html#ixzz1iaqlRX7a)

Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga

mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur

secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui

seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Dari penjelasan beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada

hakekatnya adalah proses perubahan perilaku siswa dalam bakat

pengalaman dan pelatihan.

(http://abyfarhan7.blogspot.com/2011/12/penilaian-proses-dan-hasil-belajar.html#ixzz1iaqlRX7a)

Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut

terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak

pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi

guru dan siswa.

Winkel dalam Ismiyahni 2000 Dalam ranah kognitif , hasil belajar tersusun

(24)

ingatan, (2) Pemahaman,(3) Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6)

Evaluasi. Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1)

Peniruan (menirukan gerak), 2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk

melakukan gerak), 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), 4)

Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), 5)

Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar). Sedangkan ranah afektif

terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan

adanya sesuatu), 2) Merespon (aktif berpartisipasi), 3) Penghargaan

(menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), 4) Pengorganisasian

(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan 5) Pengamalan

(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).

(http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15692.0)

Jadi berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan, hasil belajar

adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses belajar.

Hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri

anak dan juga faktor yang berasal dari lingkungan anak tersebut.

2.4. Teknik Pembelajaran Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam

kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam

menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan

membantu memahami suatu bahan pembelajaran artinya belajar belum

(25)

pembelajaran dan mempunyai ciri-ciri, manfaat, keterampilan-keterampilan

serta tipe- tipenya yaitu Student Team Achievement Divisons (STAD), Team

Games Tournament (TGT), Jigsaw, Penyelidikan Kelompok, Think Pair

Share dan Numberel Head Together.

Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan tipe pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana dimana siswa ditempatkan dalam tim

belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut

tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran

kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh

anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh siswa

dikenai kuis tentang materi itu dimana pada saat kuis mereka tidak boleh

saling membantu.

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)

yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas

John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang

paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok

digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran

kooperatif.

Dengan pemilihan metode yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya

pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memaksimalkan proses

pembelajaran sehingga dapat meningkatkan Aktivitas dan Belajar belajar

(26)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dalam suatu kelas

dibagi menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing beranggotakan

4-5 siswa, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan

perempuan, memiliki kemampuan yang beragam, kalau dimungkinkan

berasal dari berbagai suku. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau

perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya

dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan

pelajaran atau melakukan diskusi.

Menurut Slavin (1995:71): “STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu

penyajian materi, tim/kelompok, kuis, skor perkembangan individu, dan

penghargaan kelompok”. Selanjutnya Slavin menjelaskan bahwa STAD

dibagi menjadi beberapa kegiatan pengajaran, yaitu sebagai berikut.

a. Pengajaran

Tujuan pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai

dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam model pembelajaran

kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian

ini mencakup pembukaan, pengembangan, dan latihan terbimbing dari

keseluruhan pelajaran.

b. Belajar kelompok

Tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru

dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut.

Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih

keterampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka

(27)

secara seksama, memperjelas perintah, mereview konsep, atau

menjawab pertanyaan.

c. Kuis

Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Tujuannya untuk menunjukkan

apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok.

Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan

disumbangkan dalam nilai kelompok.

d. Penghargaan kelompok

Langkah awal adalah menghitung nilai kelompok dan nilai

perkembangan individu. Pemberian penghargaan kelompok

berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai

berikut :

a. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok,

masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok

mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik,

maupun kemampuannya (prestasinya).

b. Guru menyampaikan materi pelajaran.

c. Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggu¬nakan

lembar kerja akademik, dan kemudian di dalam kelompok saling

membantu untuk menguasai materi pelajaraan yang telah diberikan

(28)

d. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat

menjawab pertanyaan atau kuis dari guru, siswa tidak boleh saling

membantu.

e. Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui

penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

f. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap

materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok

yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi

penghargaan.

Untuk memudahkan penerapannya, guru perlu membaca tugas-tugas yang

harus dikerjakan tim, antara lain:

a. Meminta anggota tim bekerja sama mengatur meja dan kursi, serta

memberikan siswa kesempatan sekitar 10 menit untuk memilih nama

tim mereka atau ditentukan menurut kesesuaian.

b. Membagikan lembar kerja siswa (LKS).

c. Menganjurkan kepada siswa pada tiap-tiap tim bekerja berpasangan

(dua atau tiga pasangan dalam satu kelompok).

d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan

jawaban mereka.

e. Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan

pertanyaan itu kepada teman atau satu timnya sebelum menanyakan

kepada guru.

(29)

2.5. Pembelajaran Bahasa Indonesia SD

Salah satu unsur dalam strategi pembelajaran adalah menguasai berbagai

metoda/teknik pembelajaran. ciri suatu metoda/teknik pembelajaran yang

baik adalah :

1. Mengundang rasa ingin tahu murid;

2. Menantang murid untuk belajar;

3. Mengaktifkan mental, fisik, dan psikis murid;

4. Memudahkan guru;

5. Mengembangkan kreativitas murid;

6. Mengembangkan pemahaman murid terhadap materi yang dipelajari.

Menurut M. Ngalim Purwanto (1997:4) dalam metodologi pengajaran

bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa bahasa memungkinkan manusia

untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman,

saling belajar dari orang lain, memahami orang lain, menyatakan diri, dan

meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa Indonesia

adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi

kemampuan berbahasa, dan menumbuhkan sikap posisitp terhadap bahasa

Indonesia.

Achmad Alfianto (2006) yang tersedia dalam http://re-researcengines.com,

menyebutkan bahwa pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu

aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Oleh

karena itu, mata pelajaran Bahasa Indonesia diibaratkan seperti ulat yang

(30)

M. Ngalim Purwanto (1997:4) juga menyebutkan ruang lingkup

pembelajaran bahasa Indonesia meliputi :

1. Penguasaan Bahasa Indonesia;

2. Kemampuan Memahami;

3. Keterampilan berbahasa/menggunakan bahasa untuk segala macam

keperluan;

4. Apresiasi Sastra.

Menurut M. Ngalim Purwanto (1997:5) pembelajaran Bahasa Indonesia

memiliki tujuan, antara lain :

1. Tujuan umum

a. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara.

b. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk

meningkatkan kemampuan intelektual (berpikir kreatif,

menggunakan akal sehat, menerapkan pengetahuan yang berguna;

memecahkan masalah, kematangan emosional, dan sosial).

c. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk

mengembangkan kepribadian, memperluan wawasan kehidupan,

serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa

2. Tujuan khusus

a. Tujuan khusus dalam lingkup kebahasaan

1) Siswa memahami cara penulisan kata-kata berimbuhan, kata

ulang, dan tanda baca dalam kalimat.

(31)

3) Siswa memahami ciri-ciri kalimat berita dan kalimat perintah.

4) Siswa memahami ucapan kalimat langsung dan tidak langsung.

5) Siswa memahami dan dapat mengaplikasikan makna kata

umum dan kata khusus.

6) Siswa memahami dan dapat menggunakan makna ungkapan

dan peribahasa.

7) Siswa memahami perbedaan dan dapat menggunakan sinonim

dan antonim.

8) Siswa mampu membedakan bentuk puisi, prosa, dan drama

secara sederhana dan dapat menikmatinya.

b. Tujuan khusus dalam lingkup pemahaman bahasa

1) Siswa mampu memperoleh informasi dan memberi tanggapan

dengan tepat dalam berbagai hal kegiatan (mendengarkan,

bercakap-cakap, membaca, dan menulis).

2) Siswa mampu menyerap pengungkapan perasaan orang lain

secara lisan dan memberi tanggapan yang cepat dan tepat.

3) Siswa mampu menyerap pesan, gagasan, dan pendapat orang

lain dari berbagai sumber, baik tertulis maupun lisan.

4) Siswa memperoleh kenikmatan dan manfaat dari

mendengarkan.

5) Memahami dan dapat mengevaluasi isi bacaan dengan tepat.

6) Siswa mampu mencari sumber, mengumpulkkan, dan

(32)

7) Siswa mampu menyerap isi dan pengungkapan perasaan

melalui bacaan dan menanggapinya secara tepat.

8) Siswa memiliki kegemaran membaca untuk meningkatkan

pengetahuan dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari dan

membaca karya-karya sastra.

c. Tujuan khusus dalam lingkup penggunaan

1) Siswa mampu memberikan berbagai informasi secara lisan.

2) Siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat,

pengalaman dan pesan secara lisan.

3) Siswa mampu mnegungkapkan perasaan secara lisan.

4) Siswa mampu berinteraksi dan menjalin hubungan dengan

orang lain secara lisan.

5) Siswa memiliki kepuasan dan kesenangan berbicara.

6) Siswa mampu menuangkan pengalaman dan gagasannya

secara tertulis dengan jelas.

Siswa mampu menuliskan informasi sesuai dengan konteks keadaan.Sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SD, dapatlah dikemukakan

beberapa strategi pembelajaran berbahasa lisan sebagai berikut.

1) Simak – Kerjakan

Model ucapan guru berisi kalimat perintah. Siswa mereaksi atas

(33)

2) Simak – Terka

Guru mempersiapkan deskripsi sesuatu benda tanpa menyebut nama

bendanya. Deskripsi itu disampaikan secara lisan kepada siswa.

Kemudian siswa diminta menerka nama benda itu.

3) Simak – Berantai

Guru membisikkan suatu pesan kepada seorang siswa. Siswa tersebut

membisikkan pesan itu kepada siswa kedua. Siswa kedua membisikkan

pesan itu kepada siswa ketiga. Begir\tu seterusnya. Siswa trerakhir

menyebuitkan pesan itu dengan suara jelas di depan kelas. Guru

memeriksa apakah pesan itu benar-benar sampai pada siswa terakhir

atau tidak.

4) Identifikasi Kalimat Topik

Guru membacakan sebuah paragraf lalu siswa menuliskan kalimat

topiknya

5) Pemberian Petunjuk

Teknik pemberian petunjuk ini dilakukan dengan cara guru

memberikan sevuah petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu,

petunjuk mengenai arah atau letak suatu tempat yang memerlukan

sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat. Pemberi

petunjuk ini dapat dilakukan oleh guru kepada murid atau sesama

murid.

6) Bermain Peran

Bermain peran adalah simulasi tingkah laku dari orang yang

(34)

situasi yang sebenarnya, (2) melatih praktik berbahasa lisan secara

intensif, dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan kemampuannya berkomunikasi.

7) Dramatisasi

Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon

atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama.

Guru dan siswa terlebih dahulu harus mempersiapkan naskah atau

skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks

daripada bermain peran.

Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam BSNP (2006) dijabarkan

menjadi beberapa tujuan. Tujuan bagi siswa adalah untuk mengembangkan

kemampuannya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya.

Adapun tujuan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa

siswa , serta lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai

dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya. Tujuan bagi

sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program pendidikan

kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.

2.6. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka yang telah disajikan maka Hipotesis Penelitian

ini adalah Jika model pembelajaran cooperative learning tipe STAD

diterapkan maka dapat meningkatkan Aktivitasl dan Hasil belajar dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VI Semester I SD Negeri 2 Fajar

(35)

Kondisi

Melalui menggunakan model pembelajaran tipe STAD (melibatkan siswa) dapat meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VI SDN 2 Fajar Agung pada semester I tahun ajaran 2011/2012 2.7. Kerangka Pikir Penelitian

Dari uraian diatas diketahui bahwa penggunaan model pembelajaran

cooperative learning tipe STAD diharapkan mampu menciptakan suasana

belajar yang menyenangkan dan diminati siswa sehingga dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia kelas VI Semester I SD Negeri 2 Fajar Agung.

Berikut bagan kerangka pikir pada penelitian ini :

(36)

III. METODE PENELITIAN

3.1.Pendekatan Penelitian

Pada perbaikan ini digunakan metode Penelitian Tindakan Kelas ( Classroom

Action Research ) dengan penekanan terhadap proses pembelajaran Bahasa

Indonesia di kelas VI. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang

dilakukan untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna. Karakteristik

pembelajarannya menuntut kajian secara utuh, holistik dan nuralistik oleh

guru peneliti dan guru lain yang bekerja sama mambantu peneliti

mengobservasi pelaksanaan proses pembelajaran. Penelitian melalui refleksi

diri yaitu guru mengumpulkan data dari prakteknya sendiri, guru mencoba

melihat kembali apa yang dikerjakannya, apa dampak tindakannya bagi siswa

dan guru harus memikirkan mengapa dampak tersebut timbul. Berdasarkan

hasil renungannya itu kemudian ditemukan kelemahan dan kekuatan tindakan

yang dilakukannya, kemudian memperbaiki kelemahan, mengulangi dan

menyempurnakan tindakan yang dianggap baik, jadi data dikumpulkan dari

praktek sendiri, bukan dari sumber data yang lain. Data dikumpulkan dari

guru yang terlibat dalam kegiatan penelitian, sehingga guru mempunyai

fungsi ganda yaitu sebagai peneliti dan sebagai guru, guru bukan hanya

(37)

perencanaan sampai tahap evaluasi dan melakukan refleksi terhadap tindakan

yang dilakukan. Salah satu karakteristik PTK yaitu bersifat Siklus, artinya

PTK terlihat siklus-siklus (perencanaan, pemberian tindakan, pengamatan dan

refleksi), sebagai prosedur baku penelitian.

Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggotanya, PTK dapat berbentuk

individual dan kaloboratif, yang dapat disebut PTK individual dan PTK

kaloboratif. Dalam PTK individual seorang guru melaksanakan PTK di

kelasnya sendiri atau kelas orang lain, sedang dalam PTK kaloboratif

beberapa orang guru secara sinergis melaksanakan PTK di kelas

masing-masing dan diantara anggota melakukan kunjungan antar kelas.

Tujuan PTK sebagai berikut :

o Memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran yang

dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran.

o Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi masalah

pembelajaran di kelas agar pembelajaran bermutu.

o Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan

masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi

siswa dan kelas yang diajarnya.

o Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi

pembelajaran (misalnya, pendekatan, metode, strategi, dan media) yang

dapat dilakukan oleh guru demi peningkatan mutu proses dan hasil

(38)

o Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara, dan strategi baru dalam

pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran selain kemampuan

inovatif guru.

o Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis

penelitian agar pembelajaran dapat bertumpu pada realitas empiris kelas,

bukan semata-mata bertumpu pada kesan umum atau asumsi.

Prosedur Pelaksanaan PTK

1. Menyusun proposal PTK. Dalam kegiatan ini perlu dilakukan

kegiatan pokok, yaitu; (1) mendeskripsikan dan menemukan masalah

PTK dengan berbagai metode atau cara, (2) menentukan cara

pemecahan masalah PTK dengan pendekatan, strategi, media, atau

kiat tertentu, (3) memilih dan merumuskan masalah PTK baik

berupa pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan masalah dan cara

pemecahannya, (4) menetapkan tujuan pelaksanaan PTK sesuai

dengan masalah yang ditetapkan, (5) memilih dan menyusun

persfektif, konsep, dan perbandingan yang akan mendukung dan

melandasi pelaksanaan PTK, (6) menyusun siklus-siklus yang berisi

rencana-rencana tindakan yang diyakini dapat memecahkan

masalah-masalah yang telah dirumuskan, (7) menetapkan cara

mengumpulkan data sekaligus menyusun instrumen yang diperlukan

untuk menjaring data PTK, (8) menetapkan dan menyusun cara-cara

analisis data PTK.

2. Melasanakan siklus (rencana tindakan) di dalam kelas. Dalam

(39)

variasi tertentu sesuai dengan kondisi kelas. Selama pelaksanaan

tindakan dalam siklus dilakukan pula pengamatan dan refleksi. baik

pelaksanaan tindakan, pengamatan maupun refleksi dapat dilakukan

secara beiringan, bahkan bersamaan. Semua hal yang berkaitan

dengan hal diatas perlu dikumpulkan dengan sebaik-baiknya.

3. Menganalisis data yang telah dikumpulkan baik data tahap

perencanaan, pelaksnaan tindakan, pengamatan, maupun refleksi.

Analisis data ini harus disesuaikan dengan rumusan masalah yang

telah ditetapkan. Hasil analisis data ini dipaparkan sebagai hasil

PTK. Setelah itu, perlu dibuat kesimpulan dan rumusan saran.

3.2.Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah :

1. Nama Sekolah : SD Negeri 2 Fajar Agung

2. Alamat : Jl. Padang Asri Kec. Pringsewu

Kab. Pringsewu

3. Kelas : VI (enam)

4. Jumlah Siswa : 32 siswa

5. Mata Pelajaran/Standar Kompetensi

Bahasa Indonesia : Memahami teks dan cerita anak

yang dibacakan

6. Guru Kelas : VI (enam)

(40)

Karakteristik siswa

a. Perkembangan emosi anak didik telah dapat :

- Mengekspresikan reaksi terhadap orang lain

- Telah dapat mengontrol emosi

- Sudah mulai belajar mandiri

- Menyerap materi dengan penalaran

b. Perkembangan kecerdasannya antara lain telah dapat :

- Melakukan variasi

- Mengelompokkan obyek, berminat terhadap alat – alat peraga

yang didemonstrasikan serta metode bermain yang digunakan.

- Memahami materi yang dibahas dan aktif dalam mengajukan

pertanyaan.

3.3.Metode Pengumpulan Data

Teknik penelitian yang digunakan adalah dengan mengisi Lembar Observasi

tentang Penilaian Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar siswa pada saat

berlangsungnya proses pembelajaran. Observasi yang dilakukan oleh peneliti

yaitu Observasi Sistematis, observasi yang menggunakan instrumen sebagai

pedoman pengamatan sehingga Peneliti bisa melihat hasil dari penggunaan

metode pembelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran tersebut.

3.4.Prosedur Penelitian

Penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dengan

(41)

dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada materi Mengisi Formulir

(pendaftaran kartu anggota wesel pos, kartu Pos dan daftar riwayat hidup dan

lain-lain) dengan benar.

Penelitian ini dilakukan pada siswa secara klasikal, untuk meningkatkan mutu

proses pembelajaran dan untuk mengatasi kelemahan pembelajaran yang

telah dilakukan sebelumnya agar berubah menjadi pembelajaran yang

berlangsung lebih eksplisit dan sistematis.

Sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran lebih

profesional guru memerlukan keberanian dan kepedulian terhadap kelemahan

yang ada dalam implementasi pembelajaran yang dikelola. Guru juga harus

mampu merenung, berfikir, merefleksi semua kekurangannya dalam proses

pembelajaran untuk mengidentifikasi bagian-bagian yang masih lemah.

Dalam hal ini guru memiliki peluang untuk menemukan kelemahan praktek

pembelajaran yang dilakukan selama ini. Untuk memanfaatkan penelitian

tindakan kelas sebagai sarana perbaikan proses pembelajaran, dimulai

sesegera mungkin setelah ditemukan adanya permasalahan dalam proses

pembelajaran.

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 siklus. Penelitian tindakan lebih

ditujukan pada proses tindakan daripada hasil. Artinya bahwa banyak data

yang diperoleh dari Action tindakan daripada hasil, seperti pada penelitian

lainnya. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan yang

(42)

1 1

2

2

3

3 4

4

Tindakan (acting), dan Refleksi yang didasarkan pada hasil pengamatan

(reflecting).

Gambar 3.1 : Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model John Elliot

A.Perencanaan

Penelitian ini dilaksanakan dalam Dua siklus, setiap siklus terdiri dari 4

tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi,

batasannya indikator.

a) Menetapkan kelas penelitian yaitu kelas VI, pelaksanaan belajar

diamati oleh observer, pelaksanaan refleksi setiap selesai pemberian

tindakan kelas.

b) Menyusun rencana perbaikan pembelajaran/RPP

c) Menyiapkan media belajar dan alat yang akan digunakan

(43)

Perencanaan kegiatan yang dilaksanakan dalam dalam tahap ini adalah :

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

2) Membuat lembar pengamatan sejawat untuk melihat tindakan

penelitian pada saat proses pembelajaran berlangsung.

3) Membuat lembar pengamatan aktifitas murid pada saat proses

pembelajaran berlangsung.

4) Membentuk kelompok belajar,

5) Menyiapkan alat tes (essay).

6) Menetapkan cara observasi untuk siswa dan guru.

7) Menetapkan refleksi

B.Pelaksanaan

Siklus I

Materi Pokok : Mengisi Formulir dengan benar

Langkah-langkah atau skenario pembelajaran sebagai berikut:

1) Kegiatan awal

Mengerjakan tes awal, melakukan tanya jawab dengan guru mengenai

materi pelajaran yang dibahas.

2) Kegiatan inti

- Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang pokok-pokok

materi pelajaran yang akan dibahas.

- Guru memberi kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan

(44)

- Guru mengamati setiap kelompok dalam mendiskusikan untuk

menyelesaikan masalah yang diajukan

3) Kegiatan akhir

Guru memberi bimbingan kepada siswa kesempatan untuk menentukan

langkah mana yang dapat diambil kesimpulan terhadap materi yang

telah dipelajari

Siklus II

1) Kegiatan awal

Mengerjakan tes awal, melakukan tanya jawab dengan guru mengenai

materi pelajaran yang dibahas.

2) Kegiatan inti

- Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang pokok-pokok

materi pelajaran yang akan dibahas.

- Guru memberi kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan

pendapat tentang masalah yang diajukan.

- Guru menggunakan model pembelajaran tipe STAD dalam

penyampaian materi ajar.

- Guru membimbing siswa dalam : Penyajian Kelas, Belajar

kelompok.

- Guru menyiapkan soal-soal kuis yang akan dilaksanakan beserta

skornya.

- Guru mengamati setiap kelompok dalam mendiskusikan untuk

(45)

3) Kegiatan akhir

Guru memberi soal-soal kuis kepada tiap kelompok untuk diperebutkan.

Untuk memotivasi siswa, bagi kelompok yang lebih dulu bisa

menjawab pertanyaan kuis tersebut maka guru memberi skor nilai.

Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai

perkembangan individu dalam kelompoknya.

C. Pengamatan

Upaya mendapatkan data yang diperlukan peneliti dalam melakukan

tindakan antara lain:

a. Observasi yang dilakukan oleh observer yaitu guru atau teman sejawat

yang dipilih.

b. Catatan lapangan yang diperoleh peneliti dari temuan-temuan,

komentar dan analisis baik oleh siswa maupun teman sejawat

sebagai observer.

c. Catatan hasil pengamatan terhadap aktivitas/motivasi siswa selama

proses belajar.

d. Tes yang dilaksanakan pada akhir setiap siklus, dan dikerjakan secara

individu tanpa bantuan dari kelompok, tes dibuat dengan

memperhatikan syarat-syarat tes yang baik yaitu memuat validitas isi,

dan keterbatasan soal.

Pada tahap ini menggunakan lembar pengamatan, yaitu sebagai berikut:

Lembar pengamatan: digunakan untuk menilai aktivitas belajar siswa

(46)

Pengamatan ini dilakukan oleh guru (peneliti) pada proses pembelajaran

pada setiap siklus. Hasil dari lembar pengamatan kemudian dimasukkan

ke dalam rekapitulasi untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil

belajar Bahasa Indonesia siswa melalui model pembelajaran tipe STAD.

D. Refleksi

Refleksi merupakan tindakan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari hasil

pengamatan dan penilaian. Dari hasil refleksi penelitian yang telah penulis

lakukan dari siklus I, dan siklus II kemudian dijadikan acuan untuk

mengetahui peningkatan kemampuan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD dan untuk

menentukan apakah penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus berikutnya

atau tidak.

Refleksi hasil yang diperoleh dalam tahap ini dikumpulkan serta hasil

dianalisis kelemahan dan kekurangan pada siklus I akan diperbaiki pada

siklus berikutnya.

3.5.Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan observasi dan tes.

a. Observasi, dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama penelitian

sebagai upaya untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan

pelaksanaan. Data diperoleh dengan menggunakan lembar observasi

(47)

b. Tes, dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pembelajaran

menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Selain itu, tes ini

dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan tiap siswa dari setiap

siklusnya.

3.6. Analisis Data

Data penelitian dalam penelitian ini terdiri dari Data Kualitatif dan Data

Kuantitatif. Data Kualitatif berupa data aktivitas siswa pada siklus I dan

siklus II. Data aktivitas tersebut diambil dengan memperhatikan perilaku

dari siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan Data Kuantitatif

yaitu data berupa nilai-nilai yang diperoleh siswa dari tes yang dilaksanakan

(48)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan data, analisis data dan pembahasan dapat dideskripsikan

kesimpulan sebagai berikut :

 Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan Aktivitas

belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI di SD

Negeri 2 Fajar Agung Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012.

 Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan Hasil

belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI di SD

Negeri 2 Fajar Agung Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012.

5.2.Saran

1. Guru

 Dalam pelaksanaan model pembelajaran cooperative learning tipe

STAD dapat divariasikan dengan model pembelajaran lainnya yang

sesuai agar mampu meningkatkan dan partisipasi siswa dalam

(49)

 Model pembelajaran cooperative learning tipe STAD yang akan

diterapkan hendaknya dipahami dengan baik, mulai dari karakteristik

model, kesesuaian dengan materi pembelajaran, langkah-langkah

kegiatanya sampai pada cara evaluasinya.

 Di dalam pelaksanaan pembelajaran, guru hendaknya lebih

mengoptimalkan peran dan tugasnya sebagai fasilitator dan motivator

dalam pembelajaran.

2. Siswa

 Siswa hendaknya melibatkan diri pada setiap kegiatan pembelajaran

dalam Model cooperative learning tipe STAD secara optimal, agar

tidak merasa jenuh dalam pembelajaran serta dapat dengan cepat

memahami materi pembelajaran.

 Siswa hendaknya bersemangat ketika akan dilaksanakan pembelajaran

kooperatif, karena akan mendapatkan pengetahuan baru dalam

menemukan cara yang efektif dalam belajar terutama pada mata

pelajaran Bahasa Indonesia.

3. Kepala Sekolah

 Setiap pembelajaran yang dilakukan akan lebih baik jika didukung

oleh semua pihak, baik dari Kepala Sekolah, Guru dan Orang tua wali

siswa terutama dalam penyediaan media pembelajaran yang lebih

(50)

 Karena kegiatan ini sangat bermanfaat khususnya bagi guru dan siswa,

maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara

berkesinambungan dalam pelajaran Bahasa Indonesia maupun mata

pelajaran lainnya.

4. Peneliti

Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian dengan menggunakan

model cooperative learning tipe STAD dapat meneliti pengaruhnya

terhadap faktor lain misalnya tingkat motivasi atau prestasi belajar siswa.

Selain itu juga bisa melaksanakan eksperimen, dengan cara

membandingkan kemampuan siswa dalam hal-hal tertentu pada kelas yang

diberikan tindakan model cooperative learning tipe STAD dengan kelas

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman , Mulyono.1999.Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta.Jakarta

Achmad Alfianto (2006). Pendidikan Bahasa Indonesia http://reresearcengines.com

Badan Nasional Standar pendidikan, 2006. Kurikulum Tingkat Sauan pendidikan Tingkat SD, MI, dan SD-LB, Jakarta : BNSP.

Dimyati, Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran . Rineka Cipta. Jakarta

Ella Yulaelawati. 2004 .Kurikulum dan Pembelajaran. Pakar Raya. Jakarta

Hopkins David.1985. Teacher Guide to Classroom Research. Open University. Philadelphia

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Jhonson dalam (Yeni Susilowati. 2006) Unsur Pembelajaran Kooperatif. (http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html).

Jhon Hopkin (dalam Slavin, 1995) pembelajaran kooperatif tipe

STAD(http://my.opera.com/MAN-Wonokromo/blog/2011/04/24/contoh-ptk-penerapan-model-pembelajaran-kooperatif-tipe-stad-)

Konfusius Silbermen, 2006:23 Teori Pembelajaran. http://mishadonline.blogspot. com/2008/06/pembelajaran.html.

Lie, Anita. 2002. Mempraktikkan Cooperative Learning di ruang-ruang Kelas (Student Team Achievement Divisions ). Grasindo. Jakarta.

Munadar.2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. cv Alvabeta. Bandung

(52)

Mulyono (2001: 26) Cooperative learning is more effective in increasing motivation and performance studen (Michaels, 1977). http://www.scribd.com/doc/50053862/11/A-Memperkenalkan-Belajar-Aktif

Rahadi Arasiti, 2003. Media Pembelajaran. Jakarta , Direktorat Tenaga Kependidikan.

Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Rochman Natawijaya Belajar Aktif. Depdiknas (2005 : 31). Jakarta: DiktiDepdiknas

Sardiman , A.M. 2004 . Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Slameto.1991. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester. Bumi Aksara. Jakarta

Slameto . 2003 . Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya . Rineka Cipta . Jakarta

Supandi. 2007. Penelitian Tindakan kelas . Bumi Aksara. Jakarta.

Gambar

Tabel 2.1 : Format Prosentase Aktivitas Belajar
Gambar 2.1 : Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3.1 : Prosedur Penelitian Tindakan Kelas   Model John Elliot

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menarik minat pencari informasi bentuk elektronik misalnya website, maka dapat dibuatkan tampilan gambar yang menarik sekaligus informasi yang up to date. Pada kesempatan

Dokumen ini adalah f ormulir Resmi VerVal NUPTK periode 2013, untuk inf o lebih lanjut kunjungi http://padamu.kemdikbud.go.id.. FORMULIR

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit kronis yang di mediasi oleh sistem imunitas sel T dan dikarakteristikkan sebagai perubahan pada pertumbuhan dan

sustainability in our three pillars of energy resources, energy services and energy infrastructure, also carries out the roles of mentor to communities and steward of

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sediaan gel penyembuh luka dengan ekstrak daun mengkudu dan gelling agent karbopol 940 yang dapat memiliki sifat fisik dan

Area cagar budaya memiliki keterikatan yang sangat jelas terhadap waktu, terutama berkaitan dengan aspek kesejarahannya, sehingga untuk menghadirkan objek yang ’abadi’,

(4) Dalam hal hasil verifikasi tidak lengkap atau tidak sesuai persyaratan, pejabat yang secara fungsional membidangi urusan kepegawaian di Unit Kerja Pembina

Tabel 3.28 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Keterampilan Sosial 124 Tabel 3.29 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Postes Keterampilan Sosial 125 Tabel 3.30