I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan, fungsi utama bahasa adalah sebagai sarana komunikasi.
Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antar penutur untuk
berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu, orang tidak akan
berpikir tentang system bahasa tetapi berpikir bagaimana menggunakan
bahasa ini secara tepat sesuai dengan kontek dan situasi. Jadi secara
pragmatis, bahasa lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi
dari sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa konsekuensi bahwa
pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi dari pada pembelajaran tentang sistem bahasa.
Dalam perjalanannya, pembelajaran Bahasa Indonesia serta mata pelajaran
yang lain yang seharusnya berjalan menyenangkan dan mengasyikkan
ternyata sering kali jauh dari harapan Kegiatan pembelajaran seringkali
terasa kurang hidup dan berkesan membosankan. Pembelajaran hanya
berpusat pada kegiatan guru tanpa memperhatikan partisipasi dan kreatifitas
siswa. Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang
yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia dalam BSNP (2006) dijabarkan menjadi beberapa tujuan.
Tujuan bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuannya sesuai
dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Adapun tujuan bagi guru
adalah untuk mengembangkan potensi bahasa siswa, serta lebih mandiri
dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan
sekolah dan kemampuan siswanya. Tujuan bagi orang tua siswa adalah agar
mereka dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program pembelajaran.
Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program
pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar
yang tersedia. Sedangkan tujuan bagi daerah adalah agar daerah dapat
menentukan sendiri bahan dan sumber belajar kebahasaan dengan kondisi
kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan sosial.
(http://www.sekolahdasar.net/2011/10/tujuan-pembelajaran-bahasa-indonesia-di.html)
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran
Bahasa Indonesi kelas VI, ternyata belum memberikan dampak yang baik
dalam peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Berikut data pencapaian
nilai evaluasi belajar siswa :
Tabel 1.1: Pencapaian Nilai Evaluasi Belajar Siswa (sebelum PTK)
Nilai rata-rata pada nilai evaluasi belajar siswa sebelum diadakan penelitian
sebesar 53,75. Rendahnya pencapaian nilai rata-rata siswa ini, menjadi
indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif. Nilai
akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi
siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan
siswa. Kondisi siswa dan perolehan nilai rata – rata mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas VI, dari hasil observasi kelas dan pembelajaran orientasi
yang penulis laksanakan teridentifikasi bahwa :
1. Hasil belajar Bahasa Indonesia siswa masih rendah.
2. Kurangnya perhatian siswa ketika pembelajarn berlangsung
3. Siswa kurang mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya secara
efektif karena suasana kelas yang kurang kondusif
4. Kurangnya penguasaan kosa kata yang dimiliki siswa.
5. Minimnya pengetahuan siswa mengenai penggunaan bahasa yang sesuai
dengan EYD.
Dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien,
maka guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar diantaranya
menggunakan alat bantu mengajar atau alat peraga. Bahwa dalam prinsip
mengajar yaitu sebagai guru, diharapkan mampu memperhatikan perbedaan
individual siswa, menggunakan variasi metode mengajar; menggunakan alat
bantu mengajar; melibatkan siswa secara aktif; menumbuhkan minat belajar
Konsentrasi diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar karena kegiatan
belajar mengajar memerlukan perhatian khusus. Dengan adanya konsentrasi
belajar dapat meningkatkan intelektual, emosional dan mental siswa. Siswa
merasakan bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, sehingga siswa
benar-benar berkonsentrasi atau memusatkan perhatiannya pada materi
pelajaran yang sedang dipelajarinya. Jika siswa berkonsentrasi dalam
belajar, maka tujuan belajar mengajar atau prestasi belajar akan mudah
tercapai.
Untuk memperbaiki hal tersebut diatas perlu disusun suatu pendekatan
dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi
teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah
peneliti mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam
pembelajaran dengan metode Student Team Achievement Divisions (STAD).
(http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html)
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara
berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok - kelompok kecil
yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi
oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan
keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan
sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari
sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber
bagi teman yang lain. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1)
untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat
siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang
berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku,
budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4) penghargaan lebih
diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Hasil belajar Bahasa Indonesia siswa masih rendah, dimana terdapat 20
siswa atau 62,50 % dari jumlah keseluruhan siswa kelas VI yang
mendapat nilai dibawah KKM.
2. Kurangnya perhatian siswa ketika pembelajaran berlangsung.
3. Siswa kurang mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya secara
efektif karena suasana kelas yang kurang kondusif.
4. Kurangnya penguasaan kosa kata yang dimiliki siswa.
5. Minimnya pengetahuan siswa mengenai penggunaan bahasa yang sesuai
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. “Apakah model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Team
Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan Aktivitas belajar
Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SD Negeri 2 Fajar Agung
Semester Ganjil TA 2011/2012?’’
2. “Apakah dengan menggunakan metode Cooperative Learning tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan Hasil
belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SD Negeri 2 Fajar Agung
Semester Ganjil TA 2011/2012?’’
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan Aktivitas belajar dengan metode Cooperative Learning
Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia kelas VI SD Negeri 2 Fajar Agung Semester Ganjil
TA 2011/2012
2. Meningkatkan Hasil belajar dengan metode Cooperative Learning Tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia kelas VI SD Negeri 2 Fajar Agung Semester Ganjil
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa: Hasil penelitian ini sangat menguntungkan peserta didik,
karena peserta didik merupakan obyek langsung dari penelitian yang
dikenai tindakan. Semestinya ada perubahan dalam diri peserta didik
dari aspek kognitif, untuk melatih daya pikir, untuk meningkatkan hasil
belajar dan aktifitas siswa. Keberanian siswa mengungkapkan ide,
pendapat, pertanyaan dan saran meningkat. Menumbuhkan semangat
kerjasama antar siswa.
2. Bagi Guru: Mampu meningkatkan kemampuan guru dalam
menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan
tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. Hal ini memperkuat dan
relevansi pembelajaran bagi kebutuhan siswa. Guru mampu menjadi
model pembelajaran alternatif yang dapat digunakan/diterapkan di
kelas untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
3. Bagi Sekolah: Sekolah bisa mendapatkan masukan strategi dan cara
yang bagus tentang sistem pembelajaran, terutama pembelajaran
membaca dan menulis, sehingga sekolah bisa menerapkan cara yang
efektif dan inovatif dalam sistem pembelajarnnya, sekaligus dapat
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Teori Belajar
2.1.1. Teori Belajar Behaviorisme
Teori ini lebih mementingkan respon yang dihasilkan. Input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon yang menghasilkan
perubahan tingkah laku adalah bagian yang terpenting. Karena
bagian ini yang akan diamati dan dibuktikan secara empiris.
Sedangkan proses pembelajaran tidak dianggap penting sama sekali.
Selain dari faktor stimulus (input) dan respon (output), faktor lain
yang juga dianggap penting adalah penguatan (reinforcement). Teori
ini dipelopori oleh Pavlov, Watson, Hull, Guthrie dan Skinner.
Setiap dari pelopor – pelopor ini memberikan kontribusi yang kuat
bagi perkembangan teori ini dari awal perkebangannya hingga
sekarang.
Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih
mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal dari
individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif saja menunggu
stimulus dari luar (guru). Belajar apa saja dan oleh siapa saja
stimulus – respons. Guru memberikan stimulus, siswa merespons,
seperti tampak pada latihan tubian (drill) dalam pelajaran bahasa
Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tata bahasa, struktur
bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk
kebahasaan merupakan penerapan Behaviorisme, karena
Behaviorisme lebih mementingkan bentuk dan struktur bahasa
ketimbang makna dan maksud. Behaviorisme beranggapan bahwa
semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada
perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti
tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran
dan perasaan).
Dalam Behaviorisme, seorang guru selaku pengajar dan pengawas
jalannya pembelajaran memiliki kemiripan dengan seorang peneliti
yang akan meneliti objek penelitiannya. Dimana seorang peneliti
akan mengambil jarak atau distansi penuh dengan objeknya, bersikap
netralitas, memanipulasi, merumuskan hukum – hukum, bebas
kepentingan, universal dan instrumental terhadap objeknya. Dalam
hal ini guru juga berlaku hal yang sama terhadap siswa – siswi
didiknya. Ciri dari teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang
menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa
merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil
belajar.
(http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-behaviorisme)
2.1.2. Teeori Belajar Gestalt
Menurut teori Gestalt anak dipandang sebagai suatu keseluruhan,
yakni suatu organisme yang dinamis, yang senantiasa dalam keadaan
berintekrasi dengan dunia sekitarnya untuk mencapai
tujuan-tujuannya. Interaksi di sini dimaksudkan bahwa anak selalu
menerima stimulus (respon) dari luar dirinya. Stimulus tersebut tidak
diterimanya begitu saja, melainkan ia melakukan seleksi sesuai
dengan tujuannya, setelah itu mereka bereaksi terhadap
stimulus-stimulus itu dengan cara mengolanya.
Seiring dengan Kohler dan Koffka, Max Wertheimer merupakan
salah satu pendukung utama Teori Gestalt yang menekankan tingkat
tinggi proses kognitif di tengah-tengah behaviorisme. Fokus teori
Gestalt adalah ide tentang “pengelompokan”, yaitu, karakteristik
stimulus menyebabkan kita struktur atau menafsirkan bidang visual
atau masalah dengan cara tertentu (Wertheimer, 1922).
Faktor utama yang menentukan pengelompokan atau prinsip
organisasi adalah: (1) kedekatan – elemen cenderung dikelompokkan
bersama menurut kedekatan mereka, (2) kesamaan – item serupa
dalam beberapa hal cenderung dikelompokkan bersama, (3)
cenderung untuk menyelesaikan beberapa entitas, dan (4)
kesederhanaan – butir akan diatur dalam angka sederhana
berdasarkan simetri, keteraturan, dan halus. Faktor-faktor ini disebut
hukum organisasi dan dijelaskan dalam konteks persepsi dan
pemecahan masalah.
Teori Gestalt di atas memberi implikasi kepada kita bahwa anak
(siswa) merupakan makluk yang aktif bukan pasif. Sesuai dengan
teori ini, maka dalam proses belajar mengajar di dalam kelas seluruh
anak didik (siswa) mesti dilibatkan secara aktif, baik mental maupun
fisiknya, sebab dengan cara yang demikian eksistensi mereka
sebagai organisme yang dinamis dapat tersalurkan secara maksimal.
Di dalam pengajaran Sosiologi, keterlibatan mental siswa secara
optimal juga sangat diharapkan sekali, agar tujuan pengajaran yang
dirumuskan dapat mencapai sasarannya. Di samping itu siswa lebih
memahami tentang fungsi dan kegunaan ilmu Sosiologi yang
sebenarnya.
Berbeda dengan behaviorisme yang bersifat fragmentaris
(mementingkan bagian demi bagian, sedikit demi sedikit), teori
belajar ini melihat pentingnya belajar secara keseluruhan. Jika Anda
mempelajari sebuah buku, bacalah dari awal sampai akhir dulu, baru
kemudian bab demi bab. Dalam linguistik dan pengajaran bahasa,
aliran ini melihat bahasa sebagai keseluruhan utuh, melihat bahasa
secara holistik, bukan bagian demi bagian. Belajar bahasa tidak
frasa, klausa sampai dengan kalimat dan wacana. Bahasa adalah
sesuatu yang mempunyai staruktur dan sistem, dalam arti bahasa
terdiri atas bagian-bagian yang saling berpengaruhdan saling
bergantung.
(http://lets-belajar.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-gestalt.html)
2.1.3. Teori Belajar Kognitivisme
Psikologi Kognitivisme dianggap sebagai perpaduan antara
Psikologi Gestalt dan psikologi Behaviorisme. Teori belajar kognitif
berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman
yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat. Intisari dari teori
belajar Kognitivisme adalah bahwa belajar merupakan proses
penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang
berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar
dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi
baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki,
kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai
dengan informasi yang baru diperoleh. Agar siswa mampu
melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara
aktif.
Teori Kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik
memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.
Karakteristik teori kognitivisme :
a. Belajar adalah proses mental bukan behavioral
b. Siswa aktif sebagai penyadur
c. Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan induktif
d. Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus
e. Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan
f. Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.
http://antonizonzai.wordpress.com/2011/02/05/teoribelajar-kognitivisme
Model Kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta
didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.
Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan Kognitivisme ini adalah Ausubel,
Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki
penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek
pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap
belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk
penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar.
Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual,
(1) Enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia
melalui tindakannya pada objek;
(2) Iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan
gambar; dan
(3) Symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir
abstrak
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan
dalam proses belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
(1) Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan
dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review ,
pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik;
(2) Memilih materi-materi kunci, lalu menyajikannya dimulai
dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;
(3) Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi
baru itu;
(4) Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa
yang harus dipelajari,
(5) Mengajar peserta didik memahami konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada
hubungan-hubungan yang ada
2.1.4. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa
yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan
gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa
konsep umum seperti:
(1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang
sudah ada.
(2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina
sendiri pengetahuan mereka.
(3) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina
pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan
informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
(4) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran
yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari
gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
(5) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan
dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Tokoh yang berperan pada teori Konstruktivisme adalah Jean Piaget
dan Vygotsky. Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama
(Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori
kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau
pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam
pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator
atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori
belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi
adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat
(Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain
adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang
cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak
diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.
Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap
suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif
anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan
kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang
keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi,
1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan
anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan
intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya dalah siswa harus
memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara
tepat. Menurut C. Asri Budiningsih menjelaskan bahwa ada dua
macam proses adapatasi yaitu adaptasi bersifat autoplastis, yaitu
proses penyesuaian diri dengan cara mengubah diri sesuai suasana
lingkungan, lalu adaptasi yang bersifat aloplastis yaitu adaptasi
dengan mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan diri
sendiri.
(http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/06/teori-konstruktivisme)
2.2. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai
dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa
ketrampilan-ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa
ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi,
mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan
mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan terintegrasi terdiri dari
bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan
dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis,
mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan
melaksanakan eksperimen
Menurut Mulyono (2001: 26), aktivitas artinya “kegiatan / keaktifan”. Jadi,
segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik
maupun non-fisik merupakan suatu aktifitas. Sedangkan belajar menurut
Oemar Hamalik (2001: 28), adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut
adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi,
emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Jika
seseorang telah belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan pada salah
satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Selanjutnya Sardiman
(2003: 22) menyatakan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses interaksi
antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi,
fakta, konsep ataupun teori.
Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu
indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa
dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti :
sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang
diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar,
Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984) menyatakan bahwa “ hal yang
paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan
siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan
interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu
sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan
kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya
semaksimal mungkin.
(http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/ixzz)
Dari uraian tentang belajar di atas, peneliti berpendapat bahwa dalam belajar
terjadi dua proses yaitu perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang
sedang belajar dan interaksi dengan lingkungannya baik berupa pribadi,
fakta, dsb. Jadi peneliti berkesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah segala
kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam
rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini
penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang
dikemukakan oleh Rochman Natawijaya (2005: 31), belajar aktif adalah
suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang
berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, sehingga para ahli
mengadakan klasifikasi. Oemar Hamalik (2001: 172) mengklasifikasikan
1. Kegiatan-kegiatan Visual. Membaca, melihat gambar-gambar,
mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang
lain bekerja dan bermain.
2. Kegiatan-kegiatan Lisan, Mengemukakan suatu fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi
saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi
3. Kegiatan-kegiatan Mendengarkan. Mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu
permainan, mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan Menulis. Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa
karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes
dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan Menggambar. Menggambar, membuat grafik, chart,
diagram, peta dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan Metrik. Melakukan percobaan, memilih alat-alat,
melaksanakan pameran, membuat model, dan menyelenggarakan
permainan
7. Kegiatan-kegiatan Mental. Merenung, mengingat, memecahkan
masalah, menganalisis, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan Emosional. Minat, membedakan, berani, tenang dan
lain-lain.
Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang
dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai
Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984) menyatakan bahwa ” hal yang
paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan
siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan
interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu
sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan
kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya
semaksimal mungkin.
(http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/#ixzz1iaouoqPD)
Berdasarkan pengertian aktivitas tersebut di atas, peneliti berpendapat
bahwa dalam belajar sangat dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih
banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan.
Indikator Aktivitas Belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada saat penyampaian materi.
Dengan bantuan guru siswa harus mampu mencari, menemukan, dan
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Berikut format yang akan
digunakan peneliti untuk mengetahui pengamatan Aktivitas Belajar Siswa.
Tabel 2.1 : Format Prosentase Aktivitas Belajar
No Aktivitas siswa yang diamati Jumlah
Nilai % 1. Memperhatikan penjelasan guru
2. Berdiskusi atau bertanya antara siswa dan guru 3. Mengamati obyek
4. Aktif komentar
2.3. Hasil Belajar
Sudjana (2005) juga mengatakan bahwa penilaian hasil belajar adalah
proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa
dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang
dinilainya adalah hasil belajar siswa.
(http://abyfarhan7.blogspot.com/2011/12/penilaian-proses-dan-hasil-belajar.html#ixzz1iaqSlKLs)
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut
Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil
belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan
pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan
keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia
menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat
mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga
mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur
secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui
Dari penjelasan beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada
hakekatnya adalah proses perubahan perilaku siswa dalam bakat
pengalaman dan pelatihan.
(http://abyfarhan7.blogspot.com/2011/12/penilaian-proses-dan-hasil-belajar.html#ixzz1iaqlRX7a)
Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga
mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur
secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui
seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.
Dari penjelasan beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada
hakekatnya adalah proses perubahan perilaku siswa dalam bakat
pengalaman dan pelatihan.
(http://abyfarhan7.blogspot.com/2011/12/penilaian-proses-dan-hasil-belajar.html#ixzz1iaqlRX7a)
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut
terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak
pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi
guru dan siswa.
Winkel dalam Ismiyahni 2000 Dalam ranah kognitif , hasil belajar tersusun
ingatan, (2) Pemahaman,(3) Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6)
Evaluasi. Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1)
Peniruan (menirukan gerak), 2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk
melakukan gerak), 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), 4)
Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), 5)
Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar). Sedangkan ranah afektif
terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan
adanya sesuatu), 2) Merespon (aktif berpartisipasi), 3) Penghargaan
(menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), 4) Pengorganisasian
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan 5) Pengamalan
(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
(http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15692.0)
Jadi berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan, hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses belajar.
Hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri
anak dan juga faktor yang berasal dari lingkungan anak tersebut.
2.4. Teknik Pembelajaran Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan
membantu memahami suatu bahan pembelajaran artinya belajar belum
pembelajaran dan mempunyai ciri-ciri, manfaat, keterampilan-keterampilan
serta tipe- tipenya yaitu Student Team Achievement Divisons (STAD), Team
Games Tournament (TGT), Jigsaw, Penyelidikan Kelompok, Think Pair
Share dan Numberel Head Together.
Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana dimana siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut
tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran
kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh siswa
dikenai kuis tentang materi itu dimana pada saat kuis mereka tidak boleh
saling membantu.
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok
digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran
kooperatif.
Dengan pemilihan metode yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memaksimalkan proses
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan Aktivitas dan Belajar belajar
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dalam suatu kelas
dibagi menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing beranggotakan
4-5 siswa, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan
perempuan, memiliki kemampuan yang beragam, kalau dimungkinkan
berasal dari berbagai suku. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau
perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya
dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
pelajaran atau melakukan diskusi.
Menurut Slavin (1995:71): “STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu
penyajian materi, tim/kelompok, kuis, skor perkembangan individu, dan
penghargaan kelompok”. Selanjutnya Slavin menjelaskan bahwa STAD
dibagi menjadi beberapa kegiatan pengajaran, yaitu sebagai berikut.
a. Pengajaran
Tujuan pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai
dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian
ini mencakup pembukaan, pengembangan, dan latihan terbimbing dari
keseluruhan pelajaran.
b. Belajar kelompok
Tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru
dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut.
Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih
keterampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka
secara seksama, memperjelas perintah, mereview konsep, atau
menjawab pertanyaan.
c. Kuis
Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Tujuannya untuk menunjukkan
apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok.
Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan
disumbangkan dalam nilai kelompok.
d. Penghargaan kelompok
Langkah awal adalah menghitung nilai kelompok dan nilai
perkembangan individu. Pemberian penghargaan kelompok
berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai
berikut :
a. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok,
masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok
mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik,
maupun kemampuannya (prestasinya).
b. Guru menyampaikan materi pelajaran.
c. Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggu¬nakan
lembar kerja akademik, dan kemudian di dalam kelompok saling
membantu untuk menguasai materi pelajaraan yang telah diberikan
d. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab pertanyaan atau kuis dari guru, siswa tidak boleh saling
membantu.
e. Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
f. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap
materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok
yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi
penghargaan.
Untuk memudahkan penerapannya, guru perlu membaca tugas-tugas yang
harus dikerjakan tim, antara lain:
a. Meminta anggota tim bekerja sama mengatur meja dan kursi, serta
memberikan siswa kesempatan sekitar 10 menit untuk memilih nama
tim mereka atau ditentukan menurut kesesuaian.
b. Membagikan lembar kerja siswa (LKS).
c. Menganjurkan kepada siswa pada tiap-tiap tim bekerja berpasangan
(dua atau tiga pasangan dalam satu kelompok).
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan
jawaban mereka.
e. Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan
pertanyaan itu kepada teman atau satu timnya sebelum menanyakan
kepada guru.
2.5. Pembelajaran Bahasa Indonesia SD
Salah satu unsur dalam strategi pembelajaran adalah menguasai berbagai
metoda/teknik pembelajaran. ciri suatu metoda/teknik pembelajaran yang
baik adalah :
1. Mengundang rasa ingin tahu murid;
2. Menantang murid untuk belajar;
3. Mengaktifkan mental, fisik, dan psikis murid;
4. Memudahkan guru;
5. Mengembangkan kreativitas murid;
6. Mengembangkan pemahaman murid terhadap materi yang dipelajari.
Menurut M. Ngalim Purwanto (1997:4) dalam metodologi pengajaran
bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa bahasa memungkinkan manusia
untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman,
saling belajar dari orang lain, memahami orang lain, menyatakan diri, dan
meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa Indonesia
adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi
kemampuan berbahasa, dan menumbuhkan sikap posisitp terhadap bahasa
Indonesia.
Achmad Alfianto (2006) yang tersedia dalam http://re-researcengines.com,
menyebutkan bahwa pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu
aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Oleh
karena itu, mata pelajaran Bahasa Indonesia diibaratkan seperti ulat yang
M. Ngalim Purwanto (1997:4) juga menyebutkan ruang lingkup
pembelajaran bahasa Indonesia meliputi :
1. Penguasaan Bahasa Indonesia;
2. Kemampuan Memahami;
3. Keterampilan berbahasa/menggunakan bahasa untuk segala macam
keperluan;
4. Apresiasi Sastra.
Menurut M. Ngalim Purwanto (1997:5) pembelajaran Bahasa Indonesia
memiliki tujuan, antara lain :
1. Tujuan umum
a. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara.
b. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektual (berpikir kreatif,
menggunakan akal sehat, menerapkan pengetahuan yang berguna;
memecahkan masalah, kematangan emosional, dan sosial).
c. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian, memperluan wawasan kehidupan,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
2. Tujuan khusus
a. Tujuan khusus dalam lingkup kebahasaan
1) Siswa memahami cara penulisan kata-kata berimbuhan, kata
ulang, dan tanda baca dalam kalimat.
3) Siswa memahami ciri-ciri kalimat berita dan kalimat perintah.
4) Siswa memahami ucapan kalimat langsung dan tidak langsung.
5) Siswa memahami dan dapat mengaplikasikan makna kata
umum dan kata khusus.
6) Siswa memahami dan dapat menggunakan makna ungkapan
dan peribahasa.
7) Siswa memahami perbedaan dan dapat menggunakan sinonim
dan antonim.
8) Siswa mampu membedakan bentuk puisi, prosa, dan drama
secara sederhana dan dapat menikmatinya.
b. Tujuan khusus dalam lingkup pemahaman bahasa
1) Siswa mampu memperoleh informasi dan memberi tanggapan
dengan tepat dalam berbagai hal kegiatan (mendengarkan,
bercakap-cakap, membaca, dan menulis).
2) Siswa mampu menyerap pengungkapan perasaan orang lain
secara lisan dan memberi tanggapan yang cepat dan tepat.
3) Siswa mampu menyerap pesan, gagasan, dan pendapat orang
lain dari berbagai sumber, baik tertulis maupun lisan.
4) Siswa memperoleh kenikmatan dan manfaat dari
mendengarkan.
5) Memahami dan dapat mengevaluasi isi bacaan dengan tepat.
6) Siswa mampu mencari sumber, mengumpulkkan, dan
7) Siswa mampu menyerap isi dan pengungkapan perasaan
melalui bacaan dan menanggapinya secara tepat.
8) Siswa memiliki kegemaran membaca untuk meningkatkan
pengetahuan dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari dan
membaca karya-karya sastra.
c. Tujuan khusus dalam lingkup penggunaan
1) Siswa mampu memberikan berbagai informasi secara lisan.
2) Siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat,
pengalaman dan pesan secara lisan.
3) Siswa mampu mnegungkapkan perasaan secara lisan.
4) Siswa mampu berinteraksi dan menjalin hubungan dengan
orang lain secara lisan.
5) Siswa memiliki kepuasan dan kesenangan berbicara.
6) Siswa mampu menuangkan pengalaman dan gagasannya
secara tertulis dengan jelas.
Siswa mampu menuliskan informasi sesuai dengan konteks keadaan.Sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SD, dapatlah dikemukakan
beberapa strategi pembelajaran berbahasa lisan sebagai berikut.
1) Simak – Kerjakan
Model ucapan guru berisi kalimat perintah. Siswa mereaksi atas
2) Simak – Terka
Guru mempersiapkan deskripsi sesuatu benda tanpa menyebut nama
bendanya. Deskripsi itu disampaikan secara lisan kepada siswa.
Kemudian siswa diminta menerka nama benda itu.
3) Simak – Berantai
Guru membisikkan suatu pesan kepada seorang siswa. Siswa tersebut
membisikkan pesan itu kepada siswa kedua. Siswa kedua membisikkan
pesan itu kepada siswa ketiga. Begir\tu seterusnya. Siswa trerakhir
menyebuitkan pesan itu dengan suara jelas di depan kelas. Guru
memeriksa apakah pesan itu benar-benar sampai pada siswa terakhir
atau tidak.
4) Identifikasi Kalimat Topik
Guru membacakan sebuah paragraf lalu siswa menuliskan kalimat
topiknya
5) Pemberian Petunjuk
Teknik pemberian petunjuk ini dilakukan dengan cara guru
memberikan sevuah petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu,
petunjuk mengenai arah atau letak suatu tempat yang memerlukan
sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat. Pemberi
petunjuk ini dapat dilakukan oleh guru kepada murid atau sesama
murid.
6) Bermain Peran
Bermain peran adalah simulasi tingkah laku dari orang yang
situasi yang sebenarnya, (2) melatih praktik berbahasa lisan secara
intensif, dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuannya berkomunikasi.
7) Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon
atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama.
Guru dan siswa terlebih dahulu harus mempersiapkan naskah atau
skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks
daripada bermain peran.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam BSNP (2006) dijabarkan
menjadi beberapa tujuan. Tujuan bagi siswa adalah untuk mengembangkan
kemampuannya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya.
Adapun tujuan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa
siswa , serta lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai
dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya. Tujuan bagi
sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program pendidikan
kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.
2.6. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka yang telah disajikan maka Hipotesis Penelitian
ini adalah Jika model pembelajaran cooperative learning tipe STAD
diterapkan maka dapat meningkatkan Aktivitasl dan Hasil belajar dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VI Semester I SD Negeri 2 Fajar
Kondisi
Melalui menggunakan model pembelajaran tipe STAD (melibatkan siswa) dapat meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VI SDN 2 Fajar Agung pada semester I tahun ajaran 2011/2012 2.7. Kerangka Pikir Penelitian
Dari uraian diatas diketahui bahwa penggunaan model pembelajaran
cooperative learning tipe STAD diharapkan mampu menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan diminati siswa sehingga dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas VI Semester I SD Negeri 2 Fajar Agung.
Berikut bagan kerangka pikir pada penelitian ini :
III. METODE PENELITIAN
3.1.Pendekatan Penelitian
Pada perbaikan ini digunakan metode Penelitian Tindakan Kelas ( Classroom
Action Research ) dengan penekanan terhadap proses pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas VI. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna. Karakteristik
pembelajarannya menuntut kajian secara utuh, holistik dan nuralistik oleh
guru peneliti dan guru lain yang bekerja sama mambantu peneliti
mengobservasi pelaksanaan proses pembelajaran. Penelitian melalui refleksi
diri yaitu guru mengumpulkan data dari prakteknya sendiri, guru mencoba
melihat kembali apa yang dikerjakannya, apa dampak tindakannya bagi siswa
dan guru harus memikirkan mengapa dampak tersebut timbul. Berdasarkan
hasil renungannya itu kemudian ditemukan kelemahan dan kekuatan tindakan
yang dilakukannya, kemudian memperbaiki kelemahan, mengulangi dan
menyempurnakan tindakan yang dianggap baik, jadi data dikumpulkan dari
praktek sendiri, bukan dari sumber data yang lain. Data dikumpulkan dari
guru yang terlibat dalam kegiatan penelitian, sehingga guru mempunyai
fungsi ganda yaitu sebagai peneliti dan sebagai guru, guru bukan hanya
perencanaan sampai tahap evaluasi dan melakukan refleksi terhadap tindakan
yang dilakukan. Salah satu karakteristik PTK yaitu bersifat Siklus, artinya
PTK terlihat siklus-siklus (perencanaan, pemberian tindakan, pengamatan dan
refleksi), sebagai prosedur baku penelitian.
Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggotanya, PTK dapat berbentuk
individual dan kaloboratif, yang dapat disebut PTK individual dan PTK
kaloboratif. Dalam PTK individual seorang guru melaksanakan PTK di
kelasnya sendiri atau kelas orang lain, sedang dalam PTK kaloboratif
beberapa orang guru secara sinergis melaksanakan PTK di kelas
masing-masing dan diantara anggota melakukan kunjungan antar kelas.
Tujuan PTK sebagai berikut :
o Memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran yang
dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran.
o Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi masalah
pembelajaran di kelas agar pembelajaran bermutu.
o Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan
masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi
siswa dan kelas yang diajarnya.
o Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi
pembelajaran (misalnya, pendekatan, metode, strategi, dan media) yang
dapat dilakukan oleh guru demi peningkatan mutu proses dan hasil
o Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara, dan strategi baru dalam
pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran selain kemampuan
inovatif guru.
o Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis
penelitian agar pembelajaran dapat bertumpu pada realitas empiris kelas,
bukan semata-mata bertumpu pada kesan umum atau asumsi.
Prosedur Pelaksanaan PTK
1. Menyusun proposal PTK. Dalam kegiatan ini perlu dilakukan
kegiatan pokok, yaitu; (1) mendeskripsikan dan menemukan masalah
PTK dengan berbagai metode atau cara, (2) menentukan cara
pemecahan masalah PTK dengan pendekatan, strategi, media, atau
kiat tertentu, (3) memilih dan merumuskan masalah PTK baik
berupa pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan masalah dan cara
pemecahannya, (4) menetapkan tujuan pelaksanaan PTK sesuai
dengan masalah yang ditetapkan, (5) memilih dan menyusun
persfektif, konsep, dan perbandingan yang akan mendukung dan
melandasi pelaksanaan PTK, (6) menyusun siklus-siklus yang berisi
rencana-rencana tindakan yang diyakini dapat memecahkan
masalah-masalah yang telah dirumuskan, (7) menetapkan cara
mengumpulkan data sekaligus menyusun instrumen yang diperlukan
untuk menjaring data PTK, (8) menetapkan dan menyusun cara-cara
analisis data PTK.
2. Melasanakan siklus (rencana tindakan) di dalam kelas. Dalam
variasi tertentu sesuai dengan kondisi kelas. Selama pelaksanaan
tindakan dalam siklus dilakukan pula pengamatan dan refleksi. baik
pelaksanaan tindakan, pengamatan maupun refleksi dapat dilakukan
secara beiringan, bahkan bersamaan. Semua hal yang berkaitan
dengan hal diatas perlu dikumpulkan dengan sebaik-baiknya.
3. Menganalisis data yang telah dikumpulkan baik data tahap
perencanaan, pelaksnaan tindakan, pengamatan, maupun refleksi.
Analisis data ini harus disesuaikan dengan rumusan masalah yang
telah ditetapkan. Hasil analisis data ini dipaparkan sebagai hasil
PTK. Setelah itu, perlu dibuat kesimpulan dan rumusan saran.
3.2.Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah :
1. Nama Sekolah : SD Negeri 2 Fajar Agung
2. Alamat : Jl. Padang Asri Kec. Pringsewu
Kab. Pringsewu
3. Kelas : VI (enam)
4. Jumlah Siswa : 32 siswa
5. Mata Pelajaran/Standar Kompetensi
Bahasa Indonesia : Memahami teks dan cerita anak
yang dibacakan
6. Guru Kelas : VI (enam)
Karakteristik siswa
a. Perkembangan emosi anak didik telah dapat :
- Mengekspresikan reaksi terhadap orang lain
- Telah dapat mengontrol emosi
- Sudah mulai belajar mandiri
- Menyerap materi dengan penalaran
b. Perkembangan kecerdasannya antara lain telah dapat :
- Melakukan variasi
- Mengelompokkan obyek, berminat terhadap alat – alat peraga
yang didemonstrasikan serta metode bermain yang digunakan.
- Memahami materi yang dibahas dan aktif dalam mengajukan
pertanyaan.
3.3.Metode Pengumpulan Data
Teknik penelitian yang digunakan adalah dengan mengisi Lembar Observasi
tentang Penilaian Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar siswa pada saat
berlangsungnya proses pembelajaran. Observasi yang dilakukan oleh peneliti
yaitu Observasi Sistematis, observasi yang menggunakan instrumen sebagai
pedoman pengamatan sehingga Peneliti bisa melihat hasil dari penggunaan
metode pembelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran tersebut.
3.4.Prosedur Penelitian
Penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dengan
dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada materi Mengisi Formulir
(pendaftaran kartu anggota wesel pos, kartu Pos dan daftar riwayat hidup dan
lain-lain) dengan benar.
Penelitian ini dilakukan pada siswa secara klasikal, untuk meningkatkan mutu
proses pembelajaran dan untuk mengatasi kelemahan pembelajaran yang
telah dilakukan sebelumnya agar berubah menjadi pembelajaran yang
berlangsung lebih eksplisit dan sistematis.
Sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran lebih
profesional guru memerlukan keberanian dan kepedulian terhadap kelemahan
yang ada dalam implementasi pembelajaran yang dikelola. Guru juga harus
mampu merenung, berfikir, merefleksi semua kekurangannya dalam proses
pembelajaran untuk mengidentifikasi bagian-bagian yang masih lemah.
Dalam hal ini guru memiliki peluang untuk menemukan kelemahan praktek
pembelajaran yang dilakukan selama ini. Untuk memanfaatkan penelitian
tindakan kelas sebagai sarana perbaikan proses pembelajaran, dimulai
sesegera mungkin setelah ditemukan adanya permasalahan dalam proses
pembelajaran.
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 siklus. Penelitian tindakan lebih
ditujukan pada proses tindakan daripada hasil. Artinya bahwa banyak data
yang diperoleh dari Action tindakan daripada hasil, seperti pada penelitian
lainnya. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan yang
1 1
2
2
3
3 4
4
Tindakan (acting), dan Refleksi yang didasarkan pada hasil pengamatan
(reflecting).
Gambar 3.1 : Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model John Elliot
A.Perencanaan
Penelitian ini dilaksanakan dalam Dua siklus, setiap siklus terdiri dari 4
tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi,
batasannya indikator.
a) Menetapkan kelas penelitian yaitu kelas VI, pelaksanaan belajar
diamati oleh observer, pelaksanaan refleksi setiap selesai pemberian
tindakan kelas.
b) Menyusun rencana perbaikan pembelajaran/RPP
c) Menyiapkan media belajar dan alat yang akan digunakan
Perencanaan kegiatan yang dilaksanakan dalam dalam tahap ini adalah :
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
2) Membuat lembar pengamatan sejawat untuk melihat tindakan
penelitian pada saat proses pembelajaran berlangsung.
3) Membuat lembar pengamatan aktifitas murid pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
4) Membentuk kelompok belajar,
5) Menyiapkan alat tes (essay).
6) Menetapkan cara observasi untuk siswa dan guru.
7) Menetapkan refleksi
B.Pelaksanaan
Siklus I
Materi Pokok : Mengisi Formulir dengan benar
Langkah-langkah atau skenario pembelajaran sebagai berikut:
1) Kegiatan awal
Mengerjakan tes awal, melakukan tanya jawab dengan guru mengenai
materi pelajaran yang dibahas.
2) Kegiatan inti
- Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang pokok-pokok
materi pelajaran yang akan dibahas.
- Guru memberi kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan
- Guru mengamati setiap kelompok dalam mendiskusikan untuk
menyelesaikan masalah yang diajukan
3) Kegiatan akhir
Guru memberi bimbingan kepada siswa kesempatan untuk menentukan
langkah mana yang dapat diambil kesimpulan terhadap materi yang
telah dipelajari
Siklus II
1) Kegiatan awal
Mengerjakan tes awal, melakukan tanya jawab dengan guru mengenai
materi pelajaran yang dibahas.
2) Kegiatan inti
- Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang pokok-pokok
materi pelajaran yang akan dibahas.
- Guru memberi kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan
pendapat tentang masalah yang diajukan.
- Guru menggunakan model pembelajaran tipe STAD dalam
penyampaian materi ajar.
- Guru membimbing siswa dalam : Penyajian Kelas, Belajar
kelompok.
- Guru menyiapkan soal-soal kuis yang akan dilaksanakan beserta
skornya.
- Guru mengamati setiap kelompok dalam mendiskusikan untuk
3) Kegiatan akhir
Guru memberi soal-soal kuis kepada tiap kelompok untuk diperebutkan.
Untuk memotivasi siswa, bagi kelompok yang lebih dulu bisa
menjawab pertanyaan kuis tersebut maka guru memberi skor nilai.
Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai
perkembangan individu dalam kelompoknya.
C. Pengamatan
Upaya mendapatkan data yang diperlukan peneliti dalam melakukan
tindakan antara lain:
a. Observasi yang dilakukan oleh observer yaitu guru atau teman sejawat
yang dipilih.
b. Catatan lapangan yang diperoleh peneliti dari temuan-temuan,
komentar dan analisis baik oleh siswa maupun teman sejawat
sebagai observer.
c. Catatan hasil pengamatan terhadap aktivitas/motivasi siswa selama
proses belajar.
d. Tes yang dilaksanakan pada akhir setiap siklus, dan dikerjakan secara
individu tanpa bantuan dari kelompok, tes dibuat dengan
memperhatikan syarat-syarat tes yang baik yaitu memuat validitas isi,
dan keterbatasan soal.
Pada tahap ini menggunakan lembar pengamatan, yaitu sebagai berikut:
Lembar pengamatan: digunakan untuk menilai aktivitas belajar siswa
Pengamatan ini dilakukan oleh guru (peneliti) pada proses pembelajaran
pada setiap siklus. Hasil dari lembar pengamatan kemudian dimasukkan
ke dalam rekapitulasi untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil
belajar Bahasa Indonesia siswa melalui model pembelajaran tipe STAD.
D. Refleksi
Refleksi merupakan tindakan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan penilaian. Dari hasil refleksi penelitian yang telah penulis
lakukan dari siklus I, dan siklus II kemudian dijadikan acuan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD dan untuk
menentukan apakah penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus berikutnya
atau tidak.
Refleksi hasil yang diperoleh dalam tahap ini dikumpulkan serta hasil
dianalisis kelemahan dan kekurangan pada siklus I akan diperbaiki pada
siklus berikutnya.
3.5.Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan observasi dan tes.
a. Observasi, dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama penelitian
sebagai upaya untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan
pelaksanaan. Data diperoleh dengan menggunakan lembar observasi
b. Tes, dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pembelajaran
menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Selain itu, tes ini
dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan tiap siswa dari setiap
siklusnya.
3.6. Analisis Data
Data penelitian dalam penelitian ini terdiri dari Data Kualitatif dan Data
Kuantitatif. Data Kualitatif berupa data aktivitas siswa pada siklus I dan
siklus II. Data aktivitas tersebut diambil dengan memperhatikan perilaku
dari siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan Data Kuantitatif
yaitu data berupa nilai-nilai yang diperoleh siswa dari tes yang dilaksanakan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan data, analisis data dan pembahasan dapat dideskripsikan
kesimpulan sebagai berikut :
Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan Aktivitas
belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI di SD
Negeri 2 Fajar Agung Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012.
Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan Hasil
belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI di SD
Negeri 2 Fajar Agung Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012.
5.2.Saran
1. Guru
Dalam pelaksanaan model pembelajaran cooperative learning tipe
STAD dapat divariasikan dengan model pembelajaran lainnya yang
sesuai agar mampu meningkatkan dan partisipasi siswa dalam
Model pembelajaran cooperative learning tipe STAD yang akan
diterapkan hendaknya dipahami dengan baik, mulai dari karakteristik
model, kesesuaian dengan materi pembelajaran, langkah-langkah
kegiatanya sampai pada cara evaluasinya.
Di dalam pelaksanaan pembelajaran, guru hendaknya lebih
mengoptimalkan peran dan tugasnya sebagai fasilitator dan motivator
dalam pembelajaran.
2. Siswa
Siswa hendaknya melibatkan diri pada setiap kegiatan pembelajaran
dalam Model cooperative learning tipe STAD secara optimal, agar
tidak merasa jenuh dalam pembelajaran serta dapat dengan cepat
memahami materi pembelajaran.
Siswa hendaknya bersemangat ketika akan dilaksanakan pembelajaran
kooperatif, karena akan mendapatkan pengetahuan baru dalam
menemukan cara yang efektif dalam belajar terutama pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
3. Kepala Sekolah
Setiap pembelajaran yang dilakukan akan lebih baik jika didukung
oleh semua pihak, baik dari Kepala Sekolah, Guru dan Orang tua wali
siswa terutama dalam penyediaan media pembelajaran yang lebih
Karena kegiatan ini sangat bermanfaat khususnya bagi guru dan siswa,
maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara
berkesinambungan dalam pelajaran Bahasa Indonesia maupun mata
pelajaran lainnya.
4. Peneliti
Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian dengan menggunakan
model cooperative learning tipe STAD dapat meneliti pengaruhnya
terhadap faktor lain misalnya tingkat motivasi atau prestasi belajar siswa.
Selain itu juga bisa melaksanakan eksperimen, dengan cara
membandingkan kemampuan siswa dalam hal-hal tertentu pada kelas yang
diberikan tindakan model cooperative learning tipe STAD dengan kelas
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman , Mulyono.1999.Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta.Jakarta
Achmad Alfianto (2006). Pendidikan Bahasa Indonesia http://reresearcengines.com
Badan Nasional Standar pendidikan, 2006. Kurikulum Tingkat Sauan pendidikan Tingkat SD, MI, dan SD-LB, Jakarta : BNSP.
Dimyati, Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran . Rineka Cipta. Jakarta
Ella Yulaelawati. 2004 .Kurikulum dan Pembelajaran. Pakar Raya. Jakarta
Hopkins David.1985. Teacher Guide to Classroom Research. Open University. Philadelphia
Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Jhonson dalam (Yeni Susilowati. 2006) Unsur Pembelajaran Kooperatif. (http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html).
Jhon Hopkin (dalam Slavin, 1995) pembelajaran kooperatif tipe
STAD(http://my.opera.com/MAN-Wonokromo/blog/2011/04/24/contoh-ptk-penerapan-model-pembelajaran-kooperatif-tipe-stad-)
Konfusius Silbermen, 2006:23 Teori Pembelajaran. http://mishadonline.blogspot. com/2008/06/pembelajaran.html.
Lie, Anita. 2002. Mempraktikkan Cooperative Learning di ruang-ruang Kelas (Student Team Achievement Divisions ). Grasindo. Jakarta.
Munadar.2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. cv Alvabeta. Bandung
Mulyono (2001: 26) Cooperative learning is more effective in increasing motivation and performance studen (Michaels, 1977). http://www.scribd.com/doc/50053862/11/A-Memperkenalkan-Belajar-Aktif
Rahadi Arasiti, 2003. Media Pembelajaran. Jakarta , Direktorat Tenaga Kependidikan.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Rochman Natawijaya Belajar Aktif. Depdiknas (2005 : 31). Jakarta: DiktiDepdiknas
Sardiman , A.M. 2004 . Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Slameto.1991. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester. Bumi Aksara. Jakarta
Slameto . 2003 . Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya . Rineka Cipta . Jakarta
Supandi. 2007. Penelitian Tindakan kelas . Bumi Aksara. Jakarta.