• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rangsangan perkembangan gonad induk udang putih (Litopenaeus vannamei)dengan penyuntikan hormon estradiol 17 beta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rangsangan perkembangan gonad induk udang putih (Litopenaeus vannamei)dengan penyuntikan hormon estradiol 17 beta"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

RANGSANGAN PERKEMBANGAN GONAD INDUK

UDANG PCTTIH

(Litopenaeus vannamei)

DENGAN

PENYtJNTIKAN HORMON ESTRADIOL-17P

TARSIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Rangsangan Perkembangan Gonad Induk Udang Putih (Litopenueus vunnumei) dengan Penyuntikan Hormon Estradiol-17j3 adalah karya saya sendiri dan belurn diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

ABSTRAK

TARSIM. Rangsangan Perkembangan Gonad Induk Udang Putih (Lltoyenueus vunnume~) dengan Penyuntikan Hormon Estradiol-l7P. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR dan ETTY RIANI.

Kontrol pematangan gonad dan pemijahan merupakan masalah utama dalam pengeinbangan budidaya udang. Teknologi reproduksi dalam pembenihan udang belum mengalami perkembangan yang signi

fi

kan. Me kanisme dan peranan hormon pada reproduksi udang belurn banyak diketahui. Pada hemolim dan ovari beberapa spesies krustase ditemukan hormon steroid seperti estradiol-17j3, progesteron, dan 1 7a-hidroksiprogesteron. Hormon-hormon tersebut merupakan hormon yang berperan penting pada vitelogenesis ikan, sehingga keberadaannya dalam tubuh krustase, khususnya udang diduga mempunyai peranan yang sama. Meskipun demikian informasi tentang peran hormon steroid pada perkembangan gonad udang putih masih belum diketahui secara jelas. Oleh sebab itu diperlukan kajian mengenai peran hormon steroid khususnya estradiol- 17$ pada perkembangan gonad udang putih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan dan efebfitas hormon estradiol- 1 7P dalam merangsang perkembangan gonad induk betina udang puti h.

Penelitian dilakukan melalui dua tahap percobaan yaitu percobaan 1 dan percobaan 2. Pada percobaan 1, tiga tingkat dosis estradiol-l7g (0,05 &g, 0,10 pglg, 0,25 pg/g bobot tubuh) Qberikan pada induk udang putih yang telah diablasi. Pada percobaan 1 diperoleh dosis optimum bagi perkembangan gonad udang putih adalah 0,10 pg/g bobot tubuh. Dosis optimum pada percobaan 1 digunakan untuk percobaan 2. Pada percobaan 2, induk udang non-ablasi diberi suntikan estradiol- 17$ dosis 0,10 pg/g tubuh dengan penyuntikan tunggal dan ganda. Selang waktu penyuntikan pertama dan kedua adalah enam hari.

(4)

O

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahin 2007

Hak cipta dilindungi

(5)

RANGSANGAN PERKEMBANGAN GONAD INDUK

UDANG PUTIH

(Litopenaeus vanname0

DENGAN

PENYLJNTIKAN HORMON ESTRADIOL-17P

TARSIM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTAMAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Rangsangan Perkembangan Gonad Induk Udang Putih (Litoperzueus vunnurttei) dengan Penyuntikan Hormon Estradiol-17P

Nama : Tarsim

NRP

: C151040021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr, M.Sc Ketua

Dr. Ir. ~ t k y Riani, MS Ariggota

Ketua Program Studi Ilmu Perai

\

r

(1

5

MAR

''
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah AWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Te~na yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2006 ini ialah pematangan gonad dengan judul Rangsangan Perkembangan Gonad Induk Udang Putih (Lrtopenueus vunnumer) dengan Penyuntikan Hormon Estradiol- 17P.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, MSc dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku pembimbing. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudajat, M.Sc. yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi serta Bapak Dr. Chairul Muluk dan Dr. Kardiyo yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Slamet Subiyakto, MS, Ibu Ir. Siti Subaidah beserta staf hroodvtock center BBAP Situbondo, yang telah membantu selama penelitian. , Ungkapan terimakasih juga

disampaikan kepada ayah, ibu, istri (Eriyanti) dan kedua anakku (Rasyid dan Iza) atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2007

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dikxhirkan di Lampung Selatan pada tanggal 12 Oktober 1976 sebagai anak sulung dm pasangan Jumadi dan Riswati. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Dirjen Dlkti Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

(9)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL ...

:

... vi

DMTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... I Latar Belakang ... 1

7 Perurnusan Masalah ... Tujuan d m M m h t Penelitian ... 3

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Organ Reproduksi Udang Betina ... 5

Perkembangan Gonad Udang ... 6

... Peranan Hormon dalam Perkembangan Gonad Udang 8 ... Mekanisme Kerja Hormon dalam Perkembangan Ovari 12 Peranan Pakan dalam Reproduksi Udang ... 13

Peranan Lingkungan dalam Reproduksi Udang ... 14

METODOLOGI ... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Metode dan Desain Penelitian ... 15

Metode Pengukuran ... 17

Pelaksanaan Percobaan ... 21

Analisis Data ... 22

... HASIL DAN PEMBAHASAN 23 Hasil ... 23

Penlbahasan ... 35

. . .

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tingkat kematian (mortalitas) dan perkembangan gonad induk udang

setelah 5 hari penyuntikan ... 23

2 Sebaran oosit pada berbagai perlakuan dosis hormon estradiol- 17P . . . . 2 9 3 Nilai g o a d o somatic index (GSI) dan hepato somatic index ( H S I ) L.

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Morfologi organ reproduksi betina ... 6

2 Sistem kerja hormon dalam pengendalian perkeinbangan gonad udang . . . 13

3 Konsentrasi hormon estradiol- 17P dalam hemolim induk udang L. vannamei dengan beberapa perlakuan dosis penyuntikan hormon estradiol- l7P. .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . 24

4 Indeks maturasi pada berbagai perlakuan dosis hormon estradiol- 1 7$.. . . . 24

5 Diagram keragaman perkembangan gonad L. vannamei hari ke-6 s/d 1 2 pada perlakuan dosis estradiol-17P, 0,00 pg/g (kontrol) ,0,05 pg/g, 0,10 pg/g dan 0,25 pg/g bobot tubuh. ... 26

6 Kecepatan perkembangan gonad pada penyuntikan dosis estradiol 17P, 0,00 pg/g (kontrol) ,0,05 pg/g, 0,10 pg/g dan 0,25 pg/g bobot tubuh. ... 27

7 Perkembangan gonad L. vannamei ... ... 28

8 Perkembangan sel telur (oosit) pada L. vannumei. ... 29

9 Sebaran fiekuensi diameter oosit pada TKG dan waktu (t) tertentu ... 30

10 Konsentrasi estradiol-l7P dalam hemolim induk L. vannamei dengan perlakuan penyuntikan hormon estradiol- l7$ dosis 0,lO pg/g bobot tubuh melalui penyuntikan tunggal dan ganda. ... 32

1 1 Kondisi umum gonad pada induk L. vcrnnumei dengan perlakuan pemberian hormon estradiol- 17P dosis 0,10 pg/g bobot tubuh melalui penyuntikan tunggal dan ganda ... 33

12 Kurva sebaran frekuensi diameter oosit induk L. vannamei tanpa ablasi dengan perlakuan penyuntikan hormon estradiol-17$ dosis 0,10 pg/g bobot tubuh melalui penyuntikan tunggal dan ganda ... 34

13 Analisis N-PAGE (5% gel poliakrilamid dengan pewarna amiu'o bluck) ... 34

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil analisis konsentrasi hormon estradiol- 1 7P dalam hemolim pada

percobaan 1 ... 49

2 Hasil analisis konsentrasi hormon estradiol-17$ dalam hemolim pada

...

percobaan 2 50

3 . Hasil pengukuran sebaran oosit berbagai tahap perkembangan gonad

...

pada setiap perlakuan 51

4 Hasil pengukuran diameter telur pada percobaan 1 ... 52 5 Hasil pengukuran diameter telur pada percobaan 2 ... 62

6 Sebaran fiekuensi diameter oosit pada percobaan 2 ... 64

7 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan dosis hormon estradiol- 17

P

...

terhadap diameter oosit pada setiap TKG 65

8 Hasil analisis raga. pengaruh perlakuan fiekuensi penyuntikan

estradiol- l7J3 terhadap diameter oosit ... 67

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini budidaya udang putih (L1topei1aeus vais1ame1) telah mengalami perkembangan yang pesat. Sebagian besar tambak di daerah Sumatera dan Jawa telah mengganti spesies budidaya diui udang windu (Petiaeus monodoti) ke udang putih. Hal ini disebabkan tersedianya induk dan benih udang putih dengan kualitas spec!fic pathogen free ( S P F ) , produktivitas yang tinggi dan waktu pemeliharaan relatif lebih singkat karena pada umumnya panen dilakukan pada ukuran < 20 gram. Berkembangnya budidaya udang putih perlu didukung ole11 teknologi pembenihan yang mampu memproduksi benih dengan kualitas dan kuantitas baik.

Teknologi reproduksi dala~n pembenihan udang belum mengalami perkembangan yang signifikan. Mekanisme dan peranan hormon pada proses reproduksi udang belum banyak diketahui. Pada umumnya untuk mempercepat kematangan gonad induk udang digunalcan teknik ablasi. Ablasi dilakukan dengan memotong salah satu tangkai mata yang tujuannya untuk menurunkan sekresi hormon penghambat perkembangan gonad dan hormon penghambat kerja organ mandibular oleh kelenjar sinus yang berada di tangkai mata (Baclaski 2001). Teknik ablasi cukup efektif dalam merangsang perkembangan gonad, tetapi penghilangan organ penghasil honnon akan mengganggu sistem endolcrin dalam tubuh udang. Ablasi unilateral menyebabkan kerusakan pennanen pada mata dan menurunkan 50% sintesis neurohonnon oleh kelenjar sinus. Hal ini menyebabkan kemampuan udang untuk mengatur berbagai proses fisiologis tidak berjalan dengan baik (Huberman 2000). Oleh sebab itu perlu diupayakan teknik rangsangan pematangan gonad yang lebih efektif

(14)

(Hoang el al. 2002). Alternatif lain yang diduga cukup efektif dalam mempercepat perlietnbangan gonad adalah dengan rangsangan hormonal.

Teknik rangsangan hormonal dengan memberikan hormon-hormon perangsang perkembangan gonad telah banyak dilakukan pada ikan dan terbukti cukup efektif Reproduksi udang dikendalikan oleh aktivitas newohomon dan honnon-hormon reproduksi seperti GIH (gonad inhibiting hormone), GSH (gonad .stimulating hormone), hormon pengharnbat kerja organ mandibular (mandibular o w n initihiting hormone-MOIH) dan MF (methl famesoate) (Chang 1997; Charmantier et a!. 1997). Selain ity pada hemolim dan ovari beberapa spesies krustase juga ditemukan hormon steroid seperti estradiol-17$, progesterone, dan 17a-hydroxyprogesterone (Souty-Grosset 1997; ~urnrnavielle et al. 2003; Okumwa 2004). Hormon-hormon tersebut merupakan hormon yang berperan penting dalam vitelogenesis ikan, sehingga keberadaamya dalam tubuh laustase khususnya udang diduga mempunyai peranan yang sama.

Percobaan pemberian hormon steroid (vertebrate-type steroid hormone) berpengaruh positif terhadap perkembangan gonad Penaeus jupnicus (Yano 1987), Macrubmchium rosenbergii (Ghosh dan Ray 1992), Penaeus monodon (Ismail 1991; Riani 2001), Procmmbarus clarkii (Rodriguez et al. 2002), dan

Marsupenaeus japonicus (Summavielle et al. 2003). Salah satu honnon steroid yang berperan penting dalam perkembangan gonad kl~ususnya vertebrata adalah estradiol-17$. Pada udang puhh, peran dan h g s i hormon estradiol-17$ dalam perkembangan gonad belum banyak diketahui. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan h a i l yang bervariasi. Berdasarkan ha1 tersebut maka perlu dilakukan uji dan kajian lebih lanjut mengenai peran hormon estradiol-17$ pada perkembangan gonad udang khususnya udang putih. Pemberian hormon steroid khususnya estradiol- 17$ pada udang putih diharapkan berpengaruh positif terhadap perkembangan gonad sehingga dapat digunakan sebagai teknik alternatif pematangan gonad pada udang.

Perurnusan Masalah

(15)

proses pematangan gonad udang secara alami (tanpa ablasi), memerlukan waktu yang lama walaupun kcualitas air dan pakan yang diberikan cukup baik. Lamanya waktu yang dibutuhkan induk untuk mencapai matang gonad, terkait dengan pemicu perkeinballgan pematangan gonad yang terlalu lainbat ineskipun potensi reproduksi yang dimiliki induk sudah cukup baik.

Permasalahan tersebut disebabkan jumlah atau ketersediaan hormon- hormon perangsang perkembangan gonad seperti GSH (gonad stimulating hormone), MF (methylfar~~r.~oate) dan VSOH (vi~ellogenesis stiniulating ovarian hormone) di dalam tubuh tidak sesuai dengan potensi perkembangan reproduksi seperti umur dan ukuran udang. Sedikimya jumlah hormon-hormon tersebut disebabkan aktivitas hormon penghambat perkembangan gonad yang dihasilkan oleh organ-X yang berada pada tan- mata. Hal ini menyebabkan proses pembenhrkkan kuning telur (vitelogenesis) berjalan lambat.

Selma ini untuk mempercepat proses pematangan gonad dilakukan dengan ablasi mata yang bertujuan mengiulangkan organ penghasil produk GIH dan MOIH sehingga sintesis dan sekresi GSH, MF dan VSOH tidak terhambat. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mensuplai hormon GSH, MF atau hormon serupa VSOH dari luar. Estradiol-170 merupakan hormon steroid yang diduga identik dengan VSOH krustase (Yano 1998). Penambahan hormon estradiol-l7fl dari luar tubuh diharapkan mampu meningkatkan kandungan hormon estradiol-l7$ dalam hemolim udang. Apabila efektif diharapkan dapat langsung meningkatkan tersedianya hormon serupa VSOH dalam tubuh udang sehingga proses pematangan gonad dapat terjadi lebih cepat. Keberhasilan kerja hormon yang ditambahkan tidak terlepas dari urnur dan bobot awal udang, pemberian pakan maupun kualitas lingkungan yang akan menunjang kualitas telur yang dihasilkan. Efektifitas hormon akan dapat dievaluasi dengan baik jika kondisi lingkungan dan pakan yang diberikan relatif sama.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

(16)

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh infonnasi tentang peranan hormon steroid, khususnya estradiol- 17P pada perkembangan gonad

udang putih. Apabila efehqi f, teknik ini dapat digunakan untuk mempercepat

perkembangan gonad tanpa ablasi, sehingga penggunaan teknik ablasi &pat

dihindari. Selain itu juga &pat digunakan sebagai pemicu percepatan

perkembangan gonad untuk sinkronisasi pemijahan dan peningkatan produksi

benih.

Hipotesis

Pada kondisi kualitas air media dan pakan yang baik, apabila pemberian

hormon estradiol-17$ mampu meningkatkan kandungan hormon estradiol-17$

dalam tubuh induk udang, maka akan tejadi percepatan sintesis vitelogenin

(17)

TLNJAUAN

PUSTAKA

Organ Reproduksi Udang Betina

Penaeus vanname1 L~iopenaeus vanname1 atau disebut juga udang putih merupakan spesies endemik amerika latin, tersebar di pantai Peru bagian utara hingga Mesiko bagian utara. Dlbandingkan dengan Penaeus monodon, ukuran I'. vannamei lebih kecil, berat maksimum individu betina adalah 120 gram

sedangkan P. monodon dapat mencapai 600 gram. Spesies ini berwarna putth keabu-abuan. Udang putih merupakan hewan heteroseksual (diocious) sehingga antara individu jantan dan betina dapat dibedakan secara morfologi. Pada umur yang sama, ukuran individu betina lebih besar daripada individu jantan (Bailey- Brock dan Moss 1992).

Organ ekstemal sistem reproduksi udang betina adalah telikum. Telikum berguna untuk menampung spenna yang akan dilepaskan pada saat pemijahan. Telikum terletak antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5. Pada P. vannamei, telikumnya tidak tertutup oleh lempeng karapas yang keras atau disebut dengan telikum terbuka, sedangkan pada P. monodon, telikumnya tertutup oleh lempeng karapas yang keras. Struktur telikum ini erat kaitannya dengan tingkah laku reproduksi spesies tersebut. Pada spesies dengan telikum terbuka, proses perkawinannya tidak didahului molting sedangkan pada udang yang telikumnya

.a

tertutup, proses perkawinan didahului dengan molting. Tujuannya agar karapas menjadi lunak sehingga sperma dapat dimasukkan ke dalam telikum (Bailey- Brock dan Moss 1992). Perbedaan struktur telikum terbuka dan tertutup terdapat pada Gambar 1.

Organ reproduksi internal udang putih betina terdin dan sepasang ovan,

(18)

Brock dan Moss 1992). Pada saat matang, ovari akan tampak berkembang dan

memanjang hinga beberapa segmen abdominal.

Telikum

Pereiopod

Pleopod

/

Telikurn terbuka

Teli kum tertutup

Gambar 1 Morfologi organ reproduksi betina. (a) Letak organ eksternal betina (telikum), (b) Telikum terbuka dan tertutup (c) Organ reproduksi internal betina (ovari) tampak dorsal (Bailey-Brock dan Moss 1992)

Perkembangan Gonad Udang

Perkembangan ovari dimulai dengan proses oogenesis. Proses oogenesis dimulai dengan proliferasi dan masuknya oogonia ke proses meiosis.

Pembentukkan oogonia terjadi di zona germinal. Proses ini berlangsung kontinyu

dan terjadi selama hidup udang (Quackenbush 2001). Proses meiosis dimulai dengan tahap profase dan diakhiri dengan lepasnya oogonia dari zona germinal

dan terbentuk oosit primer.

Tahap beri kutnya adalah tahap pravitelogenesis yang dicirikan dengan

proliferasi ribosom dan berkembangnya rztikulum endoplasma. Selama proses ini

ukuran oosit akan berkembang sebagai hasil dari sintesis protein secara

[image:18.541.35.460.71.746.2]
(19)

glikoprotein. Akhir dari pravitelogenesis adalah sel folikel mengalami hiperplasia

dan proses ini akan berlanjut ke tahap vitelogenesis.

Vitelogenesis merupakan merupakan proses biosintesis protein kuning

telur oleh organ atau jaringan tertentu yang kemudian ditansportasikan ke dalam

ovari melalui hemolim (Quackenbush 2001). Pada tahap ini terjadi akumulasi

kuning telur (yolk) yang dicirikan dengan perkembangan oosit yang cepat. Oosit

akan mengalami perubahan ukuran dari sekitar 50 pm menjadi

*

300 p dan

ovari dapat tumbuh dari 2% bobot tubuh menjadi lebih dari 10% bobot tubuh

dalam waktu 48 - 72 jam (Browdy 1992). Selama proses vitelogenesis, muncul

butiran-butiran kuning telur yang mengandung vitelin. Vitelin (Vn) mengandung

30% lipid yang berasosiasi dengan karotenoid sehingga selama proses

vitelogenesis akan tampak perubahan intensitas warna pada ovari.

Vn adalah senyawa yang berfingsi sebagai sumber nutrien b a g

perkembangan embrio. Vn pada P. vannamei merupakan polipeptida dengan berat molekul 300-500 kDa yang di dalamnya terdapat karotenoid, gula dan lipid

(Quackenbush 2001). Bahan utama pembentuk Vn adalah Vitelogenin (Vg). Vitelin terdiri dari beberapa sub unit protein. Menurut Quackenbush (1989)

vitelin P. vannamei terdiri dari 4 sub unit yaitu 103, 97, 95 dan 76 kDa, tetapi kemudian ditemukan sub unit dengan bobot molekul 158 kDa (Quackenbush,

2001). Garcia-orozco et a/. (2002) mengemukakan bahwa vitelin P. vannamer terdiri dari 3 sub unit utama yaitu 87, 78 da 46 kDa. Berdasarkan isolasi yang

dilakukan Vasquez-Boucard et a/. (2003), diperoleh 6 sub unit yaitu 60, 90, 95, 100, 140 dan 160 kDa. Pada P. vannamer, sintesis Vg terjadi di dalam ovari dan hepatopankreas (Quackenbush 200 1 ), tetapi Fainzilber el al. ( 1992) menyatakan bahwa vitelin juga ditemukan dalam jaringan lemak.

Kandungan Vg dalam hemolim akan meningkat seiring dengan meningkatnya gonado somatrc rndex (GSI) dan menurun saat terjadi ovi posisi

(Tsukimura 2001; Okumura 2004). Pada P. monodon, Vg dalam hemolim meningkat seiririg dengan meningkatnya GSI hingga TKG 111, tetapi menurun

pada TKG IV (Longyant et a/. 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa 3-4 hari

setelah ablasi, Vg dalam hemolim meningkat pesat dan pada hari ke-5 menurun

(20)

kembali. Menurut Quackenbush (2001), seminggu setelah ablasi kandungan Vg dalam hemolim P. va~~na~ttei adalah 0,l mdmL dan setelah dua minggu kandungannya meningkat menjadi 1 mg/mL.

Munculnya protein kuning telur rnerupakan tallap akhir dari perkembangan oosit. Pada tahap pasca-vitelogenesis terjadi germinal vesicle breakdowr~ (GVBD) dan ovulasi. GVBD ditunjukkan dengan meleburnya inti dalam sitoplasma atau hilangnya sel folikel yang mengelilingi oosit. GVBD pada udang peneid umumnya tejadi pada dini hari (02.00-03.00) atau sesaat setelah terjadi pemijahan. Oosit yang telah matang akan diserap kembali oleh induk apabila tidak tejadi pemijahan. Faktor lain yang dapat memicu tejadinya reabsorbri oosit adalah stress. Absorbsi juga terjadi pada omit matang yang tersisa setelah pernijahan.

Peranan Hormon dalam Perkembangan Gonad Udang

Reproduksi pada udang dikendalikan ole11 berbagai hormon yang dihasilkan oleh tangkai mata, otak, ganglion toraks, ovari dan diduga juga dipengaruhi oleh ekdisteroid (Charmantier et al. 1997). Aktifitas kerja hormon tersebut akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kecepatan perkembangan dan pematangan ovari. Hormon-honnon yang berperan dalam perkembangan ovari udang adalah :

Go~~adZnhibiting H o r n ~ o ~ ~ e (GIH)/ Vitellogenin Znhibitii~g Hormone (VIH)

(21)

GIH ditemukan pada individu jantan clan betina. Pada Hontarus

atnerrcanns, jwnlah sel neurosekretori organ-x pada kedua jenis kelamin relatif sama (Edomi et al. 20021, ha1 ini menunjukkan bahwa GIH mempunyai peranan dalain peinatangan gonad baik jantan inaupun betina. GIH atau VIH inerupakan hormon yang bekerja menghambat perkembangan gonad. Hal ini telah dibuktikan dengan percobaan pada berbagai spesies krustase bahwa ablasi dapat mempercepat perkembangan gonad. Sekresi GIH dikendalikan oleh methionin enkephalrn (Met-Enk) and dopamin (DA).

Mandibular Organ Inhibiting Hormone (MOIH)

Mandibular organ inhibiting hormone (MOIH) merupakan hormon yang disintesis dan disekresi oleh komplek kelenjar sinus-organ-X pada tangkai mata. MOIH berfungsi untuk menghambat proses sintesis methyl farnesoate oleh organ mandibular (Huberman 2000). Neuropeptida ini mempunyai 78 residu asam

amino dengan berat molekul9235,6 Da dan struktumya sangat mirip dengan molt- inhibiting hormone

(MIH)

(Wainwright et al. 1996).

GonadStimulating Homtone (GSH)

Gonad stimulating hormone (GSH) ditemukan pada otak dan thoracic ganglion. Implantasi thoracic ganglion pada Procambarus clarki~ dapat menstimulasi perkembangan gonad (Sarojini et al. 1 997). Sekresi GSH dikendalikan oleh neuroregulator seperti 5-Hydroxytryptamine (5-HT)/serotonin, methionin enkephalin (Met-Enk), dopamin (DA), and naloxene.

Methyl Famesoate (MF)

(22)

ngh. Implantasi MO pada juvenil betina berpengaruh terhadap perkembangan gonad. Berdasarkan analisis iit vilro pada 1,. vannamei menunjukkan ballwa MF menyebabkan peningkatan ukuran oosit secara signifikan. Menurut Laufer el al.

( 1997), MF berpengaruh terhadap peningkatan fekunditas P. vannamei, selain itu MF juga berperan merangsang organ-Y untuk mensintesis ecdysteroid.

Dopamin (D A)

Dopamin (DA) merupakan neurotransmiter yang berperan dalam mengharnbat pematangan gonad udang (Chen el a / . 2003). DA menghambat pematangan gonad dengan menstimulasi sekresi hormon pengambat perkembangan gonad (GIH) (Fingerman 1997) dan dengan cara menghambat kerja

5-HT

dalarn stimulasi sekresi GSH. Menurut Chen et al. (2003), pada Macrobrachiurn rosenbergii, DA terdapat pada otak dan torasik ganglia. Saat vitelogenesis, reseptor DA akm diblok oleh anti dopamin sehingga terjadi proses pematangan gonad (Sarojini et al. 1995).

Hormon Steroid (vertebmte-type steroid hormone)

Sintesis hormon steroid pada krustase belum banyak diketahui. Berdasarkan studi oleh Junera el al. (1977) dalam Yano (1987) diketahui bahwa pada ovari terdapat vitellogenesis stimulating ovarian hormone (VSOH) yang diduga mempunyai peranan sama dengan estradiol-17P pada vertebrata. Menurut Summavielle et a / . (2003), ovari Marsupenaeus japon~cus mampu mensintesis estradiol-17P dari progesteron, ha1 ini ditunjukkan dengan adanya aktivitas enzim 17a-hidroksilase, C17-C20 liase, 17$-hidroksisteroid dehidrogenase (17$-HSD)

dan aromatase. Aktivitas enzim tersebut juga terdapat pada hepatopankreas

kecuali C I T C ~ O liase. Berdasarkan ha1 tersebut diduga kuat bahwa VSOH merupakan senyawa yang identik dengan estradiol- 17P. Biosintesis estradiol- 17P juga terdapat pada ovari Macrobrachiurn rosenbergii (Ghosh d m Ray 1993) dan I'enaeus nlonodon (Fairs et al. 1990). Quinitio et al. (1991) mengemukakan keberadaan progesteron d m estradiol-17$ pada berbagai jaringan d m hemolim

(23)

udang dan krustase lainnya diduga mempunyai peranan yang cukup penting dalam siklus reproduksi.

Uji pengaruh honnon steroid terhadap proses reproduksi telah dilakukan pada beberapa spesies krustase. Pernberian 1 7a-Hidroksiprogesteron pada Penueus japonicus mampu meningkatkan konsentrasi vitelogenin dalam hemolim (Yano 1987). Pemberian progesteron juga mampu merangsang perkembangan gonad Chasmagnathus grariulu~u (Zapata er ul. 2003). Procrambarus clarkii (Rodriguez et al. 2002), dan I). mon(don (Ismail 1 99 1 ). Berdasarkan uji in vitro, pemberian progesteron mampu meningkatkan kandungan hormon estradiol-l7fl

pada ovari Mafiapernus jup)nrcrus dan rnempercepat perkembangannya

. .*

(Summavielle et al. 2003). Selain progesteron, percobaan penggunaan estradiol- 178 untuk merangsang perkembangan gonad krustase khususnya udang dan kepiting juga telah dilakukan. Pemberian estradiol-17$ pada udang windu

(Penaats monodon) mampu merangsang dan mempercepat perkembangan gonad (Quinitio e t a1 1993; Riani 200 1 ). Kecepatan perkembangan gonad Procambaius clarckii yang diberi methyl famesoate (MF) d m estradiol-17fl lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang hanya diberi MF saja. Hal ini menunjukkan bahwa estradiol-17$ berpengaruh positif terhadap perkembangan gonad (Rodriguez et al. 2002). Pada Metapenaeus ensis, penyuntikan Pestradiol dapat meningkatkan ekspresi gen pengendali sintesis vitelogenin (MeVgl) dan

*

(24)

Hal yang berbeda diungkapkan oleh Okumura (2004) bahwa hormon steroid tidak berperan penting dalam proses reproduksi udang. Berdasarkan uji ;PI

vivo pada induk M. Japonicus tanpa ablasi, pemberian est~adiol-17p tidak

berpengaruh nyata terlladap perkembangan gonad. Tidak berpengarulmya l~onnon diduga akibat aktivitas hormon penghambat seperti GIH dan MOIH yang dihasilkan organ-X pada tangkai mata (Tsukimura 200 1 ).

Mekanisme Kerja Hormon dalam Perkembangan Ovari

Reproduksi udang sangat berkaitan dengan siklus hormonal. Pada saat gonad belum matang, organ-)< yang terdapat pada tangkai mata akan bekerja menghasilkan GIH dan MOIH. Pengaruh GIWVIH dan MOIH dominan sehingga terjadi pertumbuhan somatik. Proses ini akan berjalan terus sampai suatu saat uhman kulit udang tidak sesuai dengan ukuran tubuh sehingga tejadi desakan.

Kondisi ini akan merangsang syaraf pusat dan organ mandibular menjadi aktif Syaraf pusat akan merangsang sekesi GSH dan organ mandibular akan mensintesis dan mensekresi MF. Hormon ini akan bekerja sinergi merangsang sintesis vitelogenin sehingga sehingga terjadi kernatangan gonad (Chang 1997). Sintesis vitelogenin terjadi di dalam hepatopankreas d m ovari. Secara alami, aktivitas honnon perangsang perkembangan gonad juga dipicu oleh adanya sinyal-sinyal lingkungan tertentu.

Perkembangan tingkat kematangan gonad udang merupakan proses yang berkesinambungan antara proses pravitelogenesis dan vitelogenesis. Kedua proses ini dirangsang oleh hormon VSHIGSH dan MF. Selain itu, proses pematangan gonad pada udang diduga juga dipen- oleh aktivitas VSOH dan honnon

steroid yang dihasilkan ovari (Okumura 2004). Yano (1998) menyatakan bahwa

(25)

system

I

s ~ n u s gland

I

VSH? 0 /' Mand~bular)

, -"- ----, .

Ovary I

Steroids ?

Gambar 2 Sistem ke j a hormon dalam pengendalian perkembangan gonad udang (Okumura 2004)

Peranan Pakan dalam Reproduksi Udang

Nutrisi induk merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses pematangan gonad. Berbagai studi menunjukkan bahwa pakan segar seperti cumi-cumi, gastropoda jenis trochus, cacing laut, moluska dan artemia penting dalam diet pematangan gonad (Browdy 1992). Pemberian artemia mampu meningkatkan frekuensi pemijahan dan jurnlah telur yang dihasilkan. Menurut Benzie (1 997), induk udang yang diberi pakan campuran antara pakan buatan dan pakan alami menghasil hasil produksi larva yang lebih baik dibandingkan dengan induk yang hanya diberi pakan buatan.

Salah satu kandungan nutrisi yang sangat diperlukan dalam perkembangan gonad adalah asam lemak terutama asam lemak tak jenuh seperti PUFA. Asam lemak penting dalam perkembangan neuronal, sintesis biomembran dan sebagai prekursor hormon dan kuning telur (Hanison 1990). Udang tidak dapat mernperpanjang asam linolenat menjadi PUFA atau mensintesis kolesterol sehingga keduanya harus disuplai dari luar untuk mendukung pembentukkan biomembran dan pembentukan hormon (Cuzon et a / . 1994). Penaeus vanriartzei yang dipelihara dalam wadah pemeliharaan dapat matang gonad jika komposisi asain leillak dalam pakan yang diberikan tinggi (Benzie 1997). Koinposisi asam

[image:25.541.148.362.66.265.2]
(26)

tubuh induk udang. Komposisi asam lemak induk akan berkorelasi positif dengan komposisi asam lemak telur.

Seiain asam lemak, vitamin juga mempunyai fungsi yang penting dalam perkembangan gonad udang peneid (Wouters et a f . 2001). Pemberian vitamin A,

E dan C mampu meningkatkan perkembangan gonad P. japonicus Alava et a/.

(1993). Menurut Wouters et af. (2001), agar pematangan gonad udang lebih optimal, diperlukan zat anti oksidan seperti vitamin E dan C.

Peranan Lingkungan dalam Reproduksi Udang

Lingkungan merupakan salah satu hktor eksternal yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan reproduksi terutama saat perkembangan gonad. Kondisi linglcungan akan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh. Kondisi lingkungan yang baik akan menunjang kecepatan perkembangan gonad. Selain itu sekresi hormon pada udang juga sangat dipen- oleh rangsangan eksternal temtama kondisi lingkungan. Sinyal dari luar akan diterima oleh susunan syaraf pusat dan komplek kelenjar sinus organ-X yang ada pada tangkai mata. Sistem syaraf pusat kernudian

akan

mensekresi honnon-hormon yang berperan dalam reproduksi

Temperatur, panjang hari, kualitas dan kuantitas cahaya serta beberapa aspek kualitas air seperti salinitas, pH, konsentrasi oksigen dan kandungan amonia berpengaruh terhadap proses.-pematangan gonad, kualitas telur dan larva yang dihasilkan (Lotz dan ogle 1994 dalam Benzie 1997). Ukuran wadah, tipe substrat dan kepadatan populasi juga akan mempengaruhi pematangan gonad dan pemijahan udang peneid (Browdy 1992). Menurut Treece (2000), kualitas air yang baik untuk pematangan gonad dan pemijahan udang P. vannamel adalah :

(27)

METODOLOGI

Waktu dan Ternpat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni 2006 di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur. Analisis histologi gonad dilakukan di Laboratorium Penyakit Ikan, Jurusan Budidaya Perairan, FPIK-IPB dan analisis protein vitelogenin dan protein kuning telur (vitelin) dilakukan di iaboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis PAU-IPB. Analisis kandungan estradiol-l7fl dalam hemolim dilakukan di Laboratorium Balitnak Ciawi.

Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode eksperimental. Hewan uji yang digunakan adalah udang putih berukuran 38+2 g yang merupakan hasil domestikasi oleh BBAP Situbondo. Percobaan dilakukan

dua tahap yaitu percobaan 1 dan percobaan 2.

A. Percobaan 1

Sebelum dilakukan percobaan 1, dilakukan studi pendahuluan. Studi pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui kisaran dosis hormon estradiol-17$ yang dapat ditolerir ole11 induk betina udang put& (Litopenaeus vannamei). Percobaan dilakukan pada induk yang telah diablasi dengan 4 perlakuan tingkat dosis yaitu 0,10 pg/g, 0,25 pg/g, 0,50 pglg dan 1,00 pg/g bobot tubuh. Kisaran dosis yang digunakan didasarkan hasil penelitian sebelurnnya pada Macrobrachiurn rosenbergii (Ghosh dart Ray 1993) dan Penaezls ntonodon (Riani 2001). Jumlah induk pada masing-masing perlakuan adalah 7 ekor. Induk yang telah diberi perlakuan dipelihara dalarn bak beton berukuran 2 ~ 2 x 1 m selama 5 hari. Parameter yang dipantau adalah tingkat kelangsungan hidup induk udang dan

perkembangan gonad.

(28)

yang relatif baik. Berdasarkan hasil tersebut dibuat tingkat dosis estradiol-17B untuk percobaan 1 yaitu 0,05,0,10 dan 0,25 pglg.

Percobaan 1 dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon estradiol-l7$ terhadap peinatangan gonad induk udang putih dengan ablasi. Selain itu untuk mengetahui dosis optimal dilakukan uji dengan 3 tingkat dosis hormon estradiol-17P yang telah diperoleh pada studi pendahuluan (0,05,0,10 dan 0,25 pglg). Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Masing- masing perlakuan terdiri dari 15 ekor induk betina berukuran 38

*

2 g, sebagai pembanding dilakukan uji tanpa perlakuan (kontrol). Induk yang telah diberi perlakuan dan kontrol dipelihara dalam bak beton berwarna hitam berukuran 2 ~ 2 x 1 m selama 12 hari. Parameter yang dipantau pada percobaan 1 adalab konsentrasi hormon estradiol-17$ dalam hemolim, perkembangan gonad (morfologi dan histologi), diameter telur dan karakteristik protein vitelogenin (Vg) dan vitelin (Vt). Konsentrasi estradiol-17p dalam hemolim ditentukan pada hari ke-0, 3 , 6 , 9 dan 12. Analisis kematangan gonad secara morfblogi dilakukan setiap hari, sedangkan secara histologi pada setiap tahap perkembaugan gonad. Diameter telur juga ditentukan pada setiap tahap perkembangan gonad. Karakteristik Vg dalam hemolim ditentukan pada beberapa tahap perkembangan gonad, sedangkan karakteristik Vg pada hepatopankreas dan Vt pada ovari ditentukan pada TKG 111.

B. Percobaan 2

(29)

hari. Parameter yang dipantau pada percobaan 2 adalah konsentrasi hormon estradiol-17p dalam hemolim, perkembangan gonad (morfolog dan histologi), tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan induk, gonado somatic index (GSI) atau ovarian index (OI), hepato somatic index (HSI) dan diameter oosit. Konsentrasi estradiol-17P dalam hemolim ditentukan pada hari ke-0, 3, 6, 9 dan 12. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan induk ditentukan pada

akhir

percobaan. Perkembangan gonad, GSI dan HSI ditentukan pada awal percobaan berdasarkan sampling dan setiap individu pada akhir percobaan. Diameter oosit ditentukan pada setiap individu yang disampling dan mengalami perkembangan gonad.

Metode Pengukuran

a. Peneraan hormon estradiol-17$ pada hemotim

Hemolirn diambil sebanyak 150

pL

melalui pangkal kaki jalan kelima rnenggunakan syringe tuberculline (1 ml) yang telah dibilas dengan larutan antikoagulan (3,8% natrium sitrat dalam larutan isotonik). Hemolirn disenhikse pada 3000 rpm, suhu 4' C selama 20 menit kemudian disimpan pada suhu -20" C hingga saat analisis.

Analisis kandungan hormon dalam hemolim dilakukan sesuai prosedur Coat-A-Count Estradiol-178. Prosedur Coat-A -Count Estradiol-178 berdasarkan pengkatan antibodi. Estradiol-17P yang telah diberi label akan bersaing dengan estradiol-17$ dalarn sampel untuk berikatan dengan antibodi. Setelah diinkubasi selama 3 jam pada suhu ruang, sampel didekantasi. Estradiol-17B yang telah berlabel diukur dengan gamma counter. Jumlah estradiol-17P di dalam sampel ditentukan dengan cara

membandingkan jumlah count yang diperoleh dengan kurva kalibrasi.

b. Peneraan indeks maturasi (maturation Wex/MI)

Indek maturasi ditentukan berdasarkan persamaan berikut (Alfaro ef a/.

Induk TKG 111 & IV

2004): MI (?/+ x 100

Total induk

(30)

Pada waktu pantau (awal dan akhir percobaan), sampel induk yang telah ditimbang dibedah untuk dikeluarkan gonad dan hepatopankreasnya. Gonad dan hepatopankreas diletakkan pada kertas tisue selanjutnya ditirnbang dengan timbangan digital. Indeks Ovari / ovarlan ~ n d u (01) ditentukan dengan rumus (Longyant et al. 2003):

bobor gonad (;.TI 1 0 1 (Yo) = x l 0 0

hohor rlrbrrh

H e p t ~ .vornut~c index ( H S I ) ditentukan dengan rumus hohor hepuropankrra.~

H S I ( %) = xl00

hobor ruhuh

Gonad yang telah ditimbang difiksasi dalam larutan Davidson selama 24 jam selanjutnya dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol70%. d. Peneraan tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad ditentukan secara morfologi yang didasarkan pada perubahan bentuk dan warna ovari, adapun tahapan tingkat kematangan gonad (ovari) L. vannamei adalah sebagai berikut (Yano 1988 yang diacu dalam Vaca dan Alfaro 2000):

Tahap I. Gonad transparan dan belum dapat dibedakan

Tahap 11. Gonad mnulai tampak menyerupai garis tipis sepanjang dorsal Tahap Ill. Gonad tampak lebih tebal dan berwama kuning

Tahap IV. Gonad tampak besar , melebar dan berwania orange tua.

Selain berdasarkan morfologi, tingkat kematangan gonad P. vunrzamei juga ditentukan berdasarkan analisis histologi gonad. Gonad yang telah difiksasi didehidmsi dengan etanol dan dijemihkan dengan kloroform. Contoh gonad kemudian diembeding dalam campuran parafin- paraplas selanjutnya dipotong menggunakan mikrotorn dengan ketebalan 5 pm dan diberi warna dengan pewarna hematoxylin-eosin. Preparat histologi diamati dengan mikropkop cahaya untuk ditentukan sebaran oosit pada berbagai tingkat perkembangan gonad. Adapun kriteria tahap perkembangan gonad udang P. vannamei adalah s e b a e berikut (Medina et al. 19%):

1 . Tahap 1 (previtellogenic)

(31)

2. Tahap 2 (awal vifellogenic)

Pada ovari tampak oosit pada tahap awal vitelogenesis dan sitoplasma mengalami peningkatan ukuran secara signifikan.

3. Tahap 3 ( Akhir vitellogenic)

Ovari mengandung oosit yang ukurannya besar dengan sitoplasma yang telah terisi oleh butiran kuning telur.

4. Tahap 4 ( matang)

Pada ovari banyak terdapat oosit yang telah matang sempurna yang dicirikan dengan terbentuknya struktur protein cortical rods. Selain terdapat batasan yang jelas antara sitoplasma dengan sel bagian tepi. 5. Tahap 5 ( Spent1 degenerasi)

Pada ovari sebagian besar oositnya mengalami atresia (degenerasi). e. Peneraan kelangsungan hidup induk

Tingkat kelangsungan hidup induk ditentukan berdasarkan persamaan SR (%) = (Nt/No) x 100

SR = Survival rote (tingkat kelangsungan hidup)

No = Jurnlah individu pada waktu

t-O

Nt = Jumlah individu pada waktu t

f. Peneraan pertumbuhan

Parameter pertumbuhan diukur berdasarkan laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate - SGR) yang tentukan dengan persamaan :

SGR = 100(ln W 2 -

In

W 1 ) / T

SGR = Laju pertumbuhan spesifrk (glhr)

W 1 = Bobot induk pada pengamatan pertama (g)

W2 = Bobot induk pada pengamatan kedua (g)

T = Periode waktu pengukuran

Bobot induk ditentukan dengan menimbang masing-masing induk dengan timbangan digital. Penimbangan dilakukan pada kondisi basah.

g. Peneraan diameter oosit

(32)

perkembangan gonad dilakukan pada bagian depan, tengah dan belakang. Penentuan diameter oosit dilakulian dengan mengukur diameter 100 butir telur kemudian dibuat sebaran fiekuensi dan dismbusi normalnya. Pemeriksaan oosit dilakukan di bawah mikroskop binokuler yang dilengkapi dengan mikrometer dengan ketelitian 0,8 mikron. Pada percobaan 2, penentuan diameter oosit dilakdan secara histologis.

h. Peneraan karakteristik protein Vg dan protein kuning telur (Vt)

Karakteristik protein Vg dan protein kuning telur (Vt) ditentukan pada beberapa induk dengan TKG berbeda. Karakteristik Vg ditentukan berdasarkan sampel dari hepatopankreas dan, hemolim sedangkan Vt ditentukan berdasarkan sampel ovari.

-

Ekstrak hemolim

Hemolim diambil pada pangkal kaki jalan ke-5 menggunakan spuit berukuran 1 ml yang telah dibilas dengan natrium sitrat 3,8%. Sampel hemolim disentrifbse (10.000 g, 4 "C) selama 10 menit. Supernatan kemudian disimpan pada suhu -20 O C untuk selanjutnya dianalisis pola proteinnya.

-

Ekstrak ovari dan hepatopankreas

Oosit yang berasal dari ovari dan hepatopankreas ditambah larutan buffer (0,05

M

Tris, ), 5 M NaCl dan 5 mh4 E T A (pH 7) dengan perbandingan 0,l

d l gram. Campuran selanjutnya dihomogenkan dengan homogenizer.

.

.

Sampel dipurifikasi dengan amonium sulfat. Hasil endapan diencerkan lagi dengan buffer (100 p1) dan disentrifuse (10.000 g, 4 OC) selama 15 menit. Supernatan kemudian di simpan pada suhu -20 untuk dianalisis pola proteinnya.

-

Elektroforesis

Untuk identifikasi protein dilakukan separasi dengan non-denaturasi (Native- PAGE) pada 5 % gel poliakrilamid dalam buffer Tris-glisin (pH 8.3). Identifikasi sub unit vitelin dilakukan dengan sodium dodecyl sulfate polyaciyfamide gel electrophoresis (SDS-PAGE: 7 3 % gel poliakrilamida)

(33)
(34)

Volume penyuntikan adalah adalah 100 pL/induk dengan konsentrasi sesuai desain perlakuan. Pada kelompok induk yang diablasi, pemberian dilakukan 3

hari setelah ablasi.

4. Pemeliharaan induk

Setelah disuntik dengan estradiol-17P, udang uji ditempatkan kembali dalam wadah percobaan. Air pemeliharaan berasal dari laut yang telah di saring dengan salinitas 32-33 ppt dan temperatur 27-28 OC (Arcos el al. 2003). Selama

pemelihman induk diberi pakan 5 kali perhari sebesar 15-20% biomas dengan komposisi 40 % cumi, 40% kerang, 15% polychaeta dan 5% pelet (Taylor et a/. 2004). Agar kondisi kualitas air tetap baik, pemeliharan dilakukan dengan sistim flow through. Debit air yang digunakan adalah 5-7 liter per menit. Selain itu dilakukan aerasi dan kotoran yang ada di dasar bak dibersihkan setiap hari dengan c m disifon. Untuk mengurangi pencahayaan, di atas bak diberi shelter daun kelapa.

Analisis Data

1. Uji tingkat perbedaan kecepatan matang gonad, GS1, HSI, diameter telur, dan kandungan hormon dilakukan dengan analisis satu arah antar perlakuan. Apabila signifikan dilakukan uji Tukey dengan, tingkat kepercayaan 95%.

2. Parameter utama sebagai penguji hipotesis adalah kecepatan matang gonad, HSI, GSI, diameter sel telur dan kandungan hormon. Analisis ditujukan pada pengujian untuk melihat hubungan a n t m dosis pemberian hormon (estradiol-17J3) dengan perkembangan gonad.

3. Profil hormon estradiol-179 dianalisis secara deskriptif berdasarkan tren pada grafik.

(35)

HASIL

DAN PEMBAHASAN

Hasil

A. Percobaan 1

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji kisaran dosis estradiol-17P pada induk udang putih dipemleh hasil seperti pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa kematian 100 % terjadi pada pemberian dosis 1,00 pg/g dan 0 3 0 pg/g bobot tubuh. Kematian pada perlakuan 1,00 pg!g terjadi 2-6 jam setelah pemberian, sedangkan pada perlakuan 0,50 pg/g kematian te rjadi antara 6-1 2 jam setelah pemben'an. Tanda klinis kematian adalah udang berenang terus dm berputar berkeliling di dalam bak kemudian ke dasar setelah itu mati. Tanda klinis ini te rjadi sejak awal penyuntikan hormon. Kematian pada perlakuan 0,10 @g dan 0,25 Clg/g terjadi pada saat molting. Induk yang hidup mengalami perkembangan gonad, tetapi hanya 1 ekor dari masing-masing perlakuan 0,10 pg/g dan 0,25 pglg yang mampu berkembang hingga TKG 111.

Tabel 1 Tingkat kematian (mortalitas) dan perkembangan gonad induk udang setelah 5 hari penyuntikan

Jumlah Tingkat Perkembangan Gonad

Perlakuan Induk (ekor) Mortalitas (%)

I I1 I11 IV

olio

~ d g 7 14,3 3 2 1

-

0 2 5 ~ d g 7 42,9 2 1 1

-

0950 ~ g / g 7 100

-

-

-

-

1 900 7 100

-

-

-

Konsentrasi hormon

Pemberian hormon estradiol-17P melalui penyuntikan dapat meningkatkan kandungan estradiol-17P dalam tubuh induk udang putih (L. Vannamei). Hal ini terlihat pada peningkatan konsentrasi estradiol-17p dalam hemolim (Gambar 3). Konsentrasi hormon pada induk yang diberi perlakuan umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok induk tanpa perlakuan pemberian homon (kontrol) (P4,05). Konsentrasi hormon estradiol-17J3 rata-rata dalam hemolim

(36)

konsentrasi hormon estradiol-17P pada perlakuan 0,05, 0,10 dan 0,25 pg/g bobot tubuh meningkat menjadi 608,7 17,718,442 dan 806,117 pg/ml. Setelah hari ke-3 konsentrasi estradiol-17P dalam hemolim cenderung inenurun hingga akhir pengamatan. Pada akhir pengamatan, konsentasi estradiol-17P dalam hemolim relatif sama. Konsentrasi hormon estradiol-17P dalam hemolim pada kontrol berfluktuasi, cenderung naik tetapi tidak berbeda (P>0,05) dengan kisaran konsentrasi 252,548-438,955 pg/ml.

[image:36.541.67.450.49.743.2]

1 hari ke

Gambar 3 Konsentrasi hormon estradiol-17P dalam hemolim induk udang L. vannamei dengan beberapa perlakuan dosis penyuntikan hormon estradiol- 1 7

P.

Perkembangan Gonad

Pada studi ini, induk yang telah diablasi dan diberi hormon estradiol-17P maupun yang tidak diberi hormon mengalami perkembangan gonad. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan indeks maturasi selama pemeliharaan (Gambar 4).

6 7 8 9 10 1 1 12

Hari ke-

(37)

Kematangan gonad induk mulai terjadi pada hari ke-7 dan 8 serta mencapai

maksimum pada hari ke-1 1 dan 12. Persentase makslmum induk yang mencapai

TKG 111 dan IV, yang ditunjukkan dengan nilai indeks maturasi pada kontrol (dosis 0,00 pg/g bobot tubuh) adalah 37,5%, sedangkan pada penyuntikan

estradiol-17p dosis 0,05 pg/g, 0,10 pg/g d a ~ ~ 0,25 pglg adalah 44,44%, 75,00%

dan 66,67%. Dibandingkan dengan kontrol, nilai indeks maturasi pada perlakuan

dosis 0,10 pg/g dan 0,25 pg/g relatif lebih tinggi (P<O,O I ).

Berdasarkan analisis ragam terhadap komposisi dan tingkat keragaman

perkembangan gonad (Gambar 5), perlakuan dosis 0,10 pg/g dan 0,25 pg/g bobot

tubuh mempunyai rata-rata TKG yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol

(P<0,05). Perbedaan ini te rjadi hingga hari ke-10, tetapi pada hari ke-1 1 dan 12

pada semua perlakuan mempunyai rata-rata TKG yang relatif sama. Perbedaan

paling nyata terjadi pada hari ke-10. Perkembangan gonad induk pada kontrol dan

perlakuan dosis 0,05 pg/g sebagian besar adalah tahap I dan I1 sedangkan perlakuan dosis 0,10 pg/g dan 0,25 Clg/g sebagian besar induk berada pada tahap

I1 dan 111. Hari ke-11 pada kontrol dan perlakuan dosis 0,05 pg/g terjadi percepatan perkembangan gonad sehingga komposisi TKG antar perlakuan relatif

sama. Pada hari ke-12, meskipun pada perlakuan dosis 0,10 pg/g dan 0,25 pg/g

menunjukkan pergeseran komposisi ke TKG I V yang lebih besar tetapi tidak si knifikan.

Pada grafik kecepatan perkembangan gonad (Gambar 6), penyuntikan dosis

0,10 pglg dan 0,25 pg/g bobot tubuh memberikan respon waktu yang diperlukan

untuk mencapai TKG I dan I1 lebih cepat dibandingkan dengan kontrol (P<0,05), sedangkan pada dosis 0,05 pg/g tidak berbeda nyata (P>0,05). Untuk mencapai

TKG I pada dosis 0,10 pg/g dan 0,25 pg/g diperlukan waktu 4 dan 5 hari, sedangkan pada kontrol dan dosis 0,05 pg/g diperlukan waktu 8 hari. Untuk mencapai TKG I1 diperlukan waktu 6-7 hari pada dosis 0,10 pglg dan 0,25 pg/g,

(38)

perlukan untuk mencapai TKG IV pada kontrol dan dosis 0,05 pg/g adalah 12

hari sedangkan pada dosis 0,10 pglg dan 0,25 pg/g diperlukan waktu 1 1,5 hari.

Hari Ke-6

ow;, om;, 0 0 i m

C - P m W h Q

Hari ke-8

Hari ke- 10

o d o ~ , o o r l ~ g 01blp.g oam

Dcsa-=

Hari ke- 12

Hari ke-7

om1& om'Mg oldm on&

Hari ke-9

Hari ke- 1 1

Gambar 5 Diagram keragainan perkernbangan gonad L. vannamei hari ke-6 sld

[image:38.541.68.448.79.731.2]
(39)

I I1 111 IV TKG

Gambar 6 Kecepatan perkembangan gonad pada penyuntikan dosis estradiol- 178,0,00 p d g (kontrol) , 0,05 pdg, 0,10 p d g dan 025 p d g bobot tubuh.

Analisis histologi gonad menunjukkan bahwa pada TKG I, di dalam gonad terdapat b h l sel telur (oogonia) dan sel telur tahap pre-vitelogenesis dengau diameter berkisar 19,2 - 57,6 pm. Pada tahap pravitelogenesis, sel telur (oosit)

telah tampak nukleus dan beberapa nukleolus dalam nukleoplasma. Nukleolus umumnya berada di bagian tepi nukleus. Keberadaan nukleolus tampak seinakm jelas pada perbesaran lOOOx (Gambar. 8.A).

Pada TKG I1 (Gambar 7.B), selain terdapat oosit pravitelogenesis juga terdapat oosit tahap awal vitelogenesis. Pada tahap ini ukuran sitoplasma jauh lebih besar dibandingkan dengan tahap sebelurnnya. Diameter oosit berkisar antara 76,6 - %,0 pm, tetapi fi-ekuensi terbanyak pada diameter 86,8 pm.

Sitoplasma mulai terisi ole11 butiran-butiran kuning telw sehingga tampak terjadi perubahan m aoosit. Pemberian hornon estradiol-17$ dengan dosis 0,10 pglg dan 0,25 pg/g bobot tubuh memberikan respon peningkatan proporsi jumlah tipe oosit awal vitelogenesis yang lebih besar dibanding kontrol. Proporsi jumlah tipe oosit awal vitelogenesis pada kontrol adalah 33%, sedangkan pada dosis 0,05 pg/g, 0,10 pg/g dm 0,25 pg/g adalah 39O/6,53% dan 48%.

[image:39.541.139.407.50.211.2]
(40)

153,O pm. Perbedaan respon perlakuan terjadi pada proporsi jumlah oosit tipe akhir vitelogenesis. Proporsi oosit tipe akhir vitelogenesis pada kontrol dan perlakuan estradiol-17$ dosis 0,05 pg/g adalah 23%, sedangkan pada dosis 0,10

pg/g dan 0,25 pglg masing-masing adalah 37% dm 35%.

Gambar 7 Perkembangan gonad udang putih (L. vannamei). Histologi dilakukan dengan perwarnaan hematoxilin-eosin. A. TKG I, B. TKG 11, C. TKG 111 dan D. TKG IV. pre (pravitelogenesis), oog (oogonia), Av (awal vitelogenesis), Ahv (akhir vitelogenesis), n (nukleus), nu (nukleolus) SF (sel folikel), CRs (cortical rods).

Tipe oosit yang terdapat pada TKG IV yaitu pravitelogenesis, akhir vitelogenesis dan oosit matang dan hanya sebagian kecil yang masih dalam tahap awal vitelogenesis. Pada oosit yang matang, butiran-butiran besar protein di dalam sitoplasma semakin besar dan banyak. Oosit matang dicirikan dengan munculnya protein cortical rods (CRs) (Gambar 8.D). Selain itu inti mulai melebur dan beberapa sudah tidak tampak lagi. Diameter oosit berkisar antara 201,6 - 2 11,2

[image:40.541.78.454.142.455.2]
(41)

dosis 0,10 ~ g / g dm 0,25 pg/g masing-masing adalah 22%, 30% dan 26%, sedangkan pada kontrol sebesar 20%.

Gambar 8 Perkembangan sel telur (oosit) pada L. vannamei. A. Pravitelogenesis, B. Awal vitelogenesis, C. Akhir vitelogenesis, dan D. Matang,

n (nukleus), nu (nukleolus), st (sitoplasma), CRs (cortical rods), prot @rot. kuning telur).

Tabel 2 Sebaran oosit pada berbagai perlakuan dosis hormon estradiol-17P (n=3)

kontrol 0,05 &g 0,10 &g 0,25 &g

Tipe Oosit

I n 111 IV I 11 III IV I n III IV I rr m rv

Pravitelogenesis(%) 100 67 34 23 100 61 31 24 100 47 21 19 100 52 25 23

Awal vitelogenesis (%) 33" 44 8 3Y 46 9 53b 42 5 4xb 40 8

Akhir vitelogemsis (%) 23' 49 23" 45 37b 46 3jh 42

Matang (%) 20" 22' 3ob 26b

Ket. Perbedam h m f menunjukkan berbeda nyata (W0,05)

Diameter oosit

[image:41.541.66.462.84.775.2] [image:41.541.75.455.101.414.2]
(42)
[image:42.541.95.402.44.668.2]
(43)

Hal ini ditunjukkan dengan puncak kurva sebaran normal diameter oosit yang

lebih bergeser ke kanan. Selain itu frekuensi diameter oosit >60 pm pada

perlakuan 0,10 pg/g dan 0,25 pg/g lebih tinggi dibanding kontrol dan perlakuan

dosis 0,05 pg/g bobot tubuh. Rata-rata diameter oosit TKG I pada kontrol, perlakuan 0,05 pglg, 0,10 pg/g dan 0.25 pglg masing-masing adalah 39.45 pm,

38,88 pm, 45,50 pm dan 46.70 pm. Perlakuan dosis 0.10 pglg dan 0 2 5 pglg

memberikan peningkatan diameter telur yang lebih besar (P < 0,Ol). Hal yang

sama juga terjadi saat TKG 11, rata-rata diameter cwsit pada perlakuan dosis 0,10

pg/g dan 0,25 pg/g relatif lebih besar (69,64 pm dan 65,86 pm) dibanding denpn

kontrol dan perlakuan dosis 0,05 p@g bobot tubull (57.3 1 pm dan 56.64 pm).

Pada TKG 111, perbedaan rata-rata diameter oosit menurun tetapi masih cukup siknifikan (P=0,058). Pada TKG IV, rata-rata diameter oosit di semua perlakuan

tidak berbeda nyata, tetapi frekuensi diameter oosit >200 pm pada perlakuan dosis

0,10 pg/g dan 0,25 pg/g lebih tinggi dibanding kontrol dan perlakuan dosis 0,05

clglg.

B. Percobaan 2

Penyuntikan estradiol-17j3 meningkatkan kandungan estradiol-17P dalam

hemolim induk udang (Gambar 10). Sesaat sebelum penyuntikan, kandungan

estradiol-17f3 rata-rata dalain hemoliin adalah 472,4 13 pg/ml. Tiga hari setelah

penyuntikan, kandungan estradiol-17P dalam hemolim pada perlakuan satu dan

dua meningkat menjadi 699,181 pdml dan 707,299 pg/ml, sedangkan kontrol

hanya 509,694 pglml. Hari ke-6 konsentrasi estradiol-17$ menurun. Pada kontrol

menurun menjadi 328,575 pg/ml dan pada perlakuan satu dan dua menurun

menjadi 618,574 pglml dan 567,599 pg/ml. Penyuntikan ulang pada perlakuan dua dengan dosis yang sama pada awal perlakuan rnenyebabkan konsentrasi

estradiol-17P meningkat menjadi 709,724 pglml. Konsentrasi hormon estradiol-

178 pada perlakuan satu relatif stabil dan menurun pada hari ke-12. Pada kontrol,

konsentrasi estradiol-17j3 naik menjadi 389,323 pglml dan relatif stabil hingga

hari ke- 12.

Penyuntikan tunggal estradiol-17$ dengan dosis 0,10 pg/g bobot tubuh

(44)

dengan dosis yang sama memberikan respon peningkatan GSI yang lebih tinggi dibanding penyuntikan tunggal dan kontrol (P<0,05). f3aik penyuntikan tunggal maupun ganda tidak memberikan perbedaan respon yang nyata terhadap peningkatan HSI (Tabel 3). Pemberian estradiol-17P juga tidak meinberikan respon berbeda pada perhunbuhan spesifik (P>0,05). Tingkat kelangsungan hidup

pada semua perlakuan dan kontrol adalah 100%.

0 3 6 9 12

Hari ke-

--c- Suntik 2x

Gambar 10 Konsentrasi estradiol-17P dalam hemolim induk L. vannamei dengan perlakuan penyuntikan horrnon estradiol- 1 78 dosis 0,10 pg/g bobot tubuh melalui penyuntikan tunggal dan ganda.

Tabel 3 Nilai gonado somatic index (GSI) dan hepato somatic index (HSI) L. vannamei pada perlakuan pemberian estradiol- 170 dosis 0,10 pg/g dengan penyuntikan tunggal dan ganda

GSI (%) HSI (%) Bobot (g) 0 oosit

Periakuan A d Akhir Awai Akhir awal akhir (pm) A GSI AHSI SGR Kontrol 0,809 0.994 1,780 2,032 38,6 39,O 14.56" 0,185" 0,252 0,090a

I x Suntik 0,795 1,110 1,751 2,071 39,2 39,6 16.02a 0,316~ 0,3201 0,092a 2 x Suntik 0,803 1,256 1,780 2,155 38,l 38,6 23.97b 0,453' 0,37Sa 0,09Sa

Ket. Huruf yang berbeda pada kolom yang sarna menunjukkan berbeda nyaia (P<0,05), SR pada semua perlakuan dan kontrol addab 100%.

Penyuntikan ganda estradiol-17$ terhadap induk L. vannumei meningkatkan rata-rata diameter oosit dibandingkan dengan kontrol (P<0,05), tetapi pada penyuntikan tunggal tidak berbeda (P>0,05). Rata-rata diameter oosit pada kontrol, penyuntikan tunggal d m ganda masing-masing adalah 14,56, 16,02 dm

[image:44.541.72.462.45.622.2]
(45)
[image:45.541.68.459.124.762.2]

dalam ovari masih banyak terdapat oogonia yang belum berkembang (Gambar 11 .a), sedangkan pada induk yang diberi penyuntikan estradiol-17$ (tunggal dan ganda), oogonia pada bagian tengah ovari telah berkembang menjadi oosit. Pada umumnya oosit masih berada pada tahap pravitelogenesis. Dibandingkan dengan penyuntikan tunggal, penyuntikan ganda memberikan respon perkembangan gonad yang lebih besar. Pada perlakuan penyuntikan ganda, beberapa oosit telah berkembang ke tahap awal vitelogenesis.

Gambar 11 Kondisi umum gonad pada induk L. vannamer dengan perlakuan pemberian hormon estradiol- I 7P dosis 0,10 pg/g bobot tubuh melalui penyuntikan tunggal dan ganda. a. Kondisi gonad sebelum perlakuan (perbesaran 1OOx dan 400x), b. Kondisi setelah perlakuan pada kontrol(200x), c. Kondisi pada perlakuan penyuntikan tunggal(200x), dan d. Kondisi pada perlakuan penyuntikan ganda. (200~). Oog (oogonia), pre (pravitelogenesis), Av ( awal vitelogenesis)

(46)

Kisaran dan rata-rata diameter oosit perlakuan penyuntikan ganda relatif lebih besar dibanding kontrol dan perlakuan penyuntikan tunggal (P<0,05).

r-- 1

i

i 38

1 %

1

:

I3.V I O L I I W

1 1 .

I.

14

10

6

2

0 8 16 24 3 40 48

- d l C l t r a r )

Gambar 12 Sebaran fiekuensi diameter oosit induk L. vannamei tanpa ablasi dengan perlakuan penyuntikan hormon estradiol- 1 7$ do& 0,10 pg/g bobot tubuh melalui penyuntikan tunggal dan ganda.

Karakteristik protein vitelogenin (Vg) dan protein kuning telur (Vt)

Fraksinasi protein hemolim, protein kuning telur dan hepatopankreas dilakukan dengan ultrasentrifuse. Berdasarkan analisis N-PAGE, diperoleh karakteristik protein seperti pada Gambar 13. Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa pada hepatopankreas dan hemolim dideteksi tipe protein yang sama, masing-masing terdiri dari 2 unit. Pada ovari terdeteksi sebuah unit protein yang diduga merupakan protein vitelogenin. Perkiraan bobot protein tidak dapat ditentukan karena bobot marker protein jauh lebih rendah. Pada hemolim jantan tidak terdeteksi adanya protein yang sama seperti pada ovari, hepatopankreas dan hemolim betina.

[image:46.541.55.443.34.730.2]
(47)

Gambar 14 SDS-PAGE (7,5% gel poliakrilamid dengan pewarna coomasie brillian! blue). M (marker), ovari (1 ), hemolim M i n a TKG 1 (2), hemolim betina TKG 111 (3), hemolim betina TKG I11 dengan penyuntikan estradiol-17$ (4), hemolim jantan

(9,

hepatoankreas betina (6).

Karakteristik protein hemolim induk yang diberi estradiol-17$ maupun yang tidak

diberi, tidak menunjukkan perbedaan baik pada ketebalan pita maupun jumlah pita

yang muncul. Berdasarkan analisis dengan SDS-PAGE (Gambar 14), pada ovari

induk betina (lane I), terdapat 5 sub unit protein dengan perkiraan bobot 95, 98, 109

kDa dan dua sub unit protein dengan bobot > 118 kDa. Pada hemolim (lane 2,3, dan 4) dan hepatopankreas (lane 6) terdapat dua sub unit utama dengan perkiraan bobot

95 dan 98 kDa, pada hemolim induk jantan (lane 5) tidak terdeteksijteberadaan protein jenis tersebut.

Pem bahasan

Pada penelitian pendahuluan, pemberian estradiol-17$ dengan dosis 0,5 pg/g dan 1,O pg/g menyebabkan kematian pada induk L. vannamei sedangkan pada dosis

0,l pg/g dan 0,25 pg/g induk relatif toleran dan gonad dapat berkembang normal. Pada hewan tingkat tinggi, estradiol-l7$ tidak hanya berperan dalam reproduksi,

tetapi juga berpengaruh pada sistem ke rja otot polos. Otot-otot polos menjadi lebih aktif dan mudah terangsang akibat pengaruh langsung estradiol-17$ terhadap

produksi prostaglandin yang berperan dalam kontraksi otot polos (Riani 2000).

[image:47.541.133.345.66.219.2]
(48)

Estradiol- 17P dan prostaglandin yang dihasilkan akan beke rja sinergi menghasilkan

kontraksi otot yang bertambah kuat. Berdasarkan ha1 tersebut, diduga pemberian

estradiol-17P dengan dosis > 0.5 pg/g bobot tubuh induk menyebabkan kontraksi

yang kuat (tidak normal) pada organ-organ yang mempunyai otot polos seperti alat

pernafaan dan peredaran darah sehingga mengakibatkan terjadinya kematian. Selain

itu estradiol- 170 berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas N ~ + - K + - A T P ~ s ~ (Gosh

dan Ray 1992). Enzim ini berperan penting dalam osmoregulasi. Aktivitas ~ a + - K * -

ATPase akan meningkat saat kondisi hipersalin, sehingga peningkatan aktivitas

enzim akibat pemberian estradiol-17$ akan menyebabkan gangguan osmoregulasi

yang dapat menyebabkan kematian. Pada dosis optimum, estramol-17$ akan berperan

dalam proses vitelogenesis, sehingga gonad dapat berkembang. Atas dasar hasil

tersebut dapat disimpulkan bahwa dosis estradiol-17$ yang cukup aman bagi induk

udang putih adalah 5 0,25 pglg bobot tubuh.

Pemberian hormon estradiol-17$ melalui penyuntikan cukup efektif dalam

meningkatkan kandungan estradiol-17P dalam tubuh induk udang putih. Estradiol-

17P yang disuntikkan ke dalam tubuh udang akan tersirkulasi dalam hemolim

sehingga kandungan estradiol-17P menjadi lebih tinggi. Selain itu, di dalam hemolim induk juga terdapat estradiol-17$ endogenous atau dari pakan yang dimakan

(Okumura dan Sakiyama 2004). Hal ini didasarkan atas keberadaan estradiol- 17P

pada hemolim kelompok induk yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Proses

biosintesis estradiol-17P di dalam tubuh udang belum diketahui secara pasti.

Biosinteis estradiol-17$ juga terdapat pada beberapa krustase lainya seperti

Macrobrachrum rosenberg~r (Ghosh dan Ray 1993), Penaeus monodon (Fairs et al.

1990), dan Pandanus kesslerr (Quinitio et al. 199 1 ). Pada vertebrata, estradiol- 1 7$ diproduksi dalarn sel granulosa dari sel folikel ovari, sehingga keberadaan sel folikel ovari pada udang diyakini juga menjadi tempat sintesis estradiol-l7$. Hal ini

diungkapkan oleh Yano (1998) bahwa estradiol-17$ disintesis dalam sel folikel ovari

udang. Kemampuan ovari udang untuk mensintesis estradiol-17$ ditunjukkan dengan

adanya aktivitas beberapa enzim yang berperan dalam sintesis estradiol-17f3 antara

(49)

dan aromatase (Sumavielle et ul. 2003). Kandungan estradiol-l7$ dalam hemolim tidak berbeda nyata selama perkembangan gonad, ha1 ini disebabkan estradiol-17P

bukan hormon utama dalam perkembangan gonad udang putih. Menurut Laufer

(1997) hormon utama yang berperan dalam vitelogeneis L. vunnamer adalah methyl furnesoute (MF). Menurut Yano (1 998), estradiol- 1 7$ berperan sebagai perangsang vitelogenesis dalam ovari (vrtellogenesrs sirmulutrng ovuriun ltormone-VSOH). Fluktuasi yang terjadi dan tupang tindih grafik kandungan estradiol-17$ dalam

hemolim (Gambar 3) disebabkan tiap tahap sampling dilakukan pada individu yang berbeda, sedangkan setiap individu mernpunyai kemampuan sintesis estradiol-17$

yang berbeda-beda. Keadaan ini menyebabkan variasi kandungan estradiol-17$ yang cukup tingg, baik antar individu alam perlakuan maupun antar individu antar

perlakuan.

Pada akhir pengamatan terjadi penurunan konsentrasi estradiol-17$ di semua

perlakuan. Hormon steroid yang telah sampai ke organ target dan berperan

sebagaimana fungsinya, akan dimetabolisme atau mengalami proses inaktivasi. Pada

mamalia proses inaktivasi hormon steroid te rjadi pada ginjal dan hati oleh kelompok

enzim glukoronosiltransferase dan sulfotransferase. Pada ikan salmon terdapat enzim

karbonil reduktase yang berperan dalam inaktivasi 17, 20$-P dan 5a serta 5$-

dihidroksitestosteron. Metabolit hormon steroid akan diekskresi melalui insang

(dalam bentuk steroid bebas), empedu (bentuk glukoronid-steroid terkonjugasi) dan

urin (bentuk sulfat) (Young et ul. 2005). Berdasarkan ha1 tersebut diduga penurunan konsentrasi estradiol-17$ pada tubuh udang juga akibat proses inaktivasi atau

metabolisme estradiol-17b dalam tubuh, tetapi enzim yang berperan dalam proses metabolisme atau inaktivasi belurn diketahui.

Pemberian estradiol-17$ pada induk udang putih yang telah mengalami ablasi

memberikan respon positif terhadap perkembangan gonad. Secara urnurn jika dibandingkan dengan kontrol, pemberian estradiol-17$ pada dosis 0,10 pg/g dan

0,25 pg/g bobot tubuh menyebabkan perkembangan gonad lebih cepat. Hal ini terlihat dari indeks kematangan yang lebih tinggi pada akhir pengamatan. Estradiol-

(50)

Gambar

Gambar 1 Morfologi organ reproduksi betina. (a) Letak organ eksternal betina
Gambar 2 Sistem ke j a  hormon dalam pengendalian perkembangan gonad udang
Gambar 3 Konsentrasi hormon estradiol-17P dalam hemolim induk udang
Gambar 5 Diagram keragainan perkernbangan gonad L. vannamei hari ke-6 sld
+7

Referensi

Dokumen terkait

Butuh dikembangkan sebuah kursi roda untuk rehabilitasi stroke yang dapat menyesuaikan dengan semua keadaan dari penderita dimana pada bagian armrest dapat

 Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi menilai kegiatan memecahkan masalah tentang materi kegiatan ekonomi masyarakat di dataran.. Kegiatan Deskripsi kegiatan

Ketika kita menggunakan tangan kita untuk   bekerja, sendi akan meremas dan menyebabkan tekanan yang besar pada kompartemen yang  berisi cairan tersebut ini dapat

Orangtua atau orang dewasa yang mengawasi anaknya menjadi sebuah peran paling penting dikala sang anak sedang menyaksikan tayangan anime yang mengandung unsur kekerasan, terlebih

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga  jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif

Program Fresh Graduate Academy Digital Talent Scholarship 2019 | Machine Learning.. Bentuk Decision Tree • Kita ingin melakukan klasifikasi pasien baru • Keputusan obat yang

Menurut Muhammad Wahyudi yang merupakan siswa kelas XII, fitur - chatroom pada game online memiliki sisi positif dan negatif. Positifnya adalah dengan adanya fitur tersebut

Selain itu media juga dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis dan menimbulkan gairah belajar (Arief S. Untuk mendisain dan melakukan