• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Belanja Impulsif Antara Remaja Perempuan Dan Laki-Laki Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Belanja Impulsif Antara Remaja Perempuan Dan Laki-Laki Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

Sarjana Psikologi

Oleh:

RiL;qi Barkah

NIM: 103070029018

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HKDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PEREMPUAN DAN LAKl-LAKI PADA MAHASISWA FAKUL TAS PSIKOLOGI

UIN SY ARIF HIDA YATULLAH JAKARTA telah diujikan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Pada tanggal

12

Mei

2008..

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta,

12

Mei

2008.

Sidang Munaqasyah

p・セ@

Sekretaris Merangkap Aggota,

----1

Dra. Zah,,hh, M.

s;

NIP.

150 238 773

Anggota:

Penguji II

セ@

A,_,. ,,,,bd,,_,u.,_1.:..:R,,,,a,_,,hm"""'a¥S"':ali.>='-'M"" . ._,So<!i Yunita Faela Nisa, M. Psi. Psi

NIP.

150293224

NIP.

150 368 748

Pembnb;og I .

Nene"'1

セセュ[。エl@

M.

s;

P•

NIP.

150 300 679

Pembimbing U

Yunita Faela Nisa. M. Psi. Psi

(3)

CL111,tCl Ltu s:epertL sL111,Clv viACltClViClvL, 11\A,ew.bevL TAt-n>A V\A,e111,gV1ClvClp k?,eV),CbClLL. CL111,tCl Ltu sepertL sL111,Clv 11\A,CltClhClvL, TIDAfc /v\E/v\ILIH sLClpCl

tJCl111,g Ln sL111,ClvL. CL111,tCl Ltu sepertL sL111,Clr 11\A,CltClhCln tJCl111,g /v\E/v\lSERI KEl-tANCjATAN DI HAT! ••

(CONFIA.SIL{S)

'HClc!ClpLLClVi ViLc!up L111,L cle111,gCl111, kceLR,ViLClsCl111,, k?,m·evcCl cle111,gCl111, LR,ViLCls: ClRClV\, V\A,eajClc!LkcCl111, k?,LtCl V\A,Cl111,usLCl t:JCl111,g tegClv c!ClLClit\A, V\A,e111,gV1Clc!ClpL

(4)

V\.V\,ttA.

R,

R.e

d

IA.I/!

o

rl/! V\,g

t

IA.I/!

R,

IA.

d

IA

V\, s e

VVl IA.IA

or

IA

V\,g-o r

IA

V\,g

ti

IA

V\,g

VltlC

V\,C, L V\,t

IA

L

d

IA

V\,

VltlC

V\,

ti

IA

ti

IA

V\,g LR,

IA. ••••
(5)

(B) Mei 2008 (C) Rizqi Barkah

(D) Perbedaan Belanja lmpulsif Antara Remaja Perempuan dan Laki-iaki Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(E) xvi + 97 Halaman

(F) Belanja adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Namun, kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja.

Belanja impulsif menurut Rook (dalam Engel, Blackwell, & Miniard, 1995)

adalah perilaku belanja tanpa perencanaan yang matang terlebih dahulu, terdapat dorongan yang kuat untuk membeli muncul secara tiba-tiba dan seringkali sulit untuk ditahan. Konsumen secara spontan terpicu ketika berhadapan dengan produk, serta diiringi perasaan menyenangkan dan penuh gairah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan belanja impulsif antara remaja perempuan dan laki-laki pada mahasiswa Fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif komporatif,

menggunakan tehnik random sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 140 responden, yakni 70 untuk mahsiswa perempuan dan 70 mahasiswa laki-laki.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala model Likert dengan aspek belanja impulsif, yang dilihat dari aspek spontanitas, lntensitas untuk membeli setiap kali mengunjungi toko, kegairahan yang diwarnai dengan emosi dan ketidakpedulian akan akibat. Koefisien realibilitasnya adalah sebesar 0,9445. Analisa data dilakukan dengan menggunakan t-test, dan diperoleh hasil. Ada perbedaan belanja impulsif antara remaja perempuan dan laki-laki pada mahasiswa Fakultas

Psikologi Universtitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta t table 3.809 t hitung 1.66. Remaja perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaan belanja impulsif (dengan rata-rata skor remaja

(6)

1. Dalam kategorisasi belanja impulsif antara perempuan dan laki-laki berada dalam kategori sedang, yaitu 60 orang (85.71%) untuk perempuan dan untuk laki-laki 51 orang (72.86%).

2. dalam kategorisasi aspek-aspek belanja impulsif antara perempuan dan laki-laki terdapat aspek spontanitas, intensitas untuk memilih sesuatu setiap kali mengunjungi toko, kegairahann yang diwamai dengan emosi dan ketidakpedulian akan akibat berada dalam kategorl sedang. Na mun, pada aspek-aspek tersebut jumlah terbesar terdapat pada aspek intensitas untuk membeli sesuatu setiap kali mengunjungi toko baik perempuan maupun laki-laki, yaitu 60 orang (85.71 %) untuk remaja perempuan dan untuk remaja laki-laki 57orang (81.43%). Dari fenomena yang ada peneliti menyarankan kepada perempuan dan laki-laki agar hendaknya setiap kali ingin membeli sesuatu, sebaiknya dipikirkan masak-masak terlebih dahulu, dengan

menggunakan akal rasional dan bukan hanya menggunakan emosi pada saat membeli sesuatu. Sehingga pada akl1imya tidak barang yang tidak terpakai dan tidak akan ada rasa penyesalan setelah membeli barang yang tidak sesuai dengan keinginan.

(7)

1enjadi indah dan mudah. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi

セオィ。ュュ。、@ SAW, serta keluarga dan pengikutNya yang telah membawa masa :egelapan menuju cahaya.

·ujuan penulis menulis skripsi ini adalah agar bisa mengaplikasikan ilmu-ilmu yang elah penulis dapatkan selama menuntut ilmu di Universitas Islam Negeri Syarif 1idayatullah Jakarta ini, dan kelak akan menjadi ilmu yang berguna bagi masa depan 1enulis kelak.

'erjalanan panjang penulis dalam upaya menyelesaikan kuliah dan skripsi ini dihiasi lengan segala kekurangan dan kelemahan penulis, dan diwamai dengan berbagai :obaan, tantangan dan penuh dengan perjuangan. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa 1antuan dari berbagai pihak. Sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih ang sebesar-besamya kepada:

Dra. Hj. Netty Hartati, M. Si., Dekan Fakultas Psikologi. Dra. Hj. Zahrotun Nihayah, M. Si., Pembantu Dekan Fakultas Psikologi, dan Bapak Prof Hamdan Yasun, M. Si., selaku dosen pembimbing akademik.

' Neneng Tali Sumiati, M. Si., Pembimbing I, yang telah berkenan meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya serta dengan sabar memberikan bimbingan, petunjuk,

arahan, dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dari awal kuliah hingga selesai skripsi ini. Para karyawan akademik Fakultas Psikologi yang telah berjasa kepada penulis.

Seluruh keluarga besarku, yang sangat aku cintai dan aku sayangi. Ayah, ibu, adik-adikku: Rahman, Pipit, kakak dan abangku: Rubi, Anca, Zaki, kakak iparku Eti, abang iparku Anom, adik iparku Mail, keponakan-keponakanku yang selalu memberi kebahagian untukku, serta saudara-saudaraku yang memberikan dukungan serta doa yang tak pemah putus.

Untuk semua sahabat-sahabat yang begitu peduli dan selalu memberikan dukungan serta doa, sehingga membuatku kuat mengahadapi segala kesulitan. Terutama untuk Kamal, Qori, Yogi, dan Mira (terimakasih untuk dukungan dan doanya, kalian benar-benar sahabat terbaikku), Ary, Mahmud, Surya, Yuris, E:ndah, Yeyen, lyus, Catur, Arif, Wawan, Tika, Cindai, Mba Yani, Fitria, Angga, lkhsan adik angkatku, abang Juri, ka Agus, Iqbal.

Untuk teman-teman Fakultas Psikologi dari kelas A sampai D, yang telah banyak membantu dalam memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini. Terutama sekali untuk Maya, Ramdan, Ayi, dan Sekar.

Khususnya untuk Iman Ramadhani Firdaus (Adhan) yang telah mengisi kekosongan hati dan hidupku, memberikan keindahan dan semangat untuk terus berjuang.

Jakarta, 12 Mei 2008

(9)

Halaman Persetujuan... ii

Halaman Pengesahan... iii

Motto ... iv

Dedikasi ... v

Abstract... vi

Kata Pengantar ... v111

Daftar lsi ... ... .. . .. . .. ... ... .. . .. ... ... ... . .. . .. ... . .. ... ... ... . . .. . . .. ... . .. .. . .. ... ... ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Grafik. ... ... .. . .. . . ... ... ... ... .. . ... . . .. . .. . .... ... .. . .. . .. .. . .. ... .. .. ... ... .. ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1-15 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. ldentifikasi Masalah ... 12

1.3. Pernbatasan dan Perurnusan Masalah ... 12

1.3.1. Pernbatasan Masalah ... 12

1.3.2. Perurnusan Masalah ... 13

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian .... : ... 13

1.4.1.Tujuan Penelitian ... 13

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 13

1.5. Sisternatika Penulisan ... 14

BAB2 KAJIAN TEORI 16-51 2. 1. Belanja lrnpulsif.. .. ... .... ... ... .... ... .. . . .. ... ... .. .. . .. ... ... ... ... 16

2. 1.1. Definisi Belanja lrnpulsif ... 16

2.1.2. Elernen-elernen Belanja lrnpulsif... 18

2.1.3. Tipe Pernbelanja lrnpulsif ... 19

(10)

2.2.2. Perbedaan Jender dan Seks (Jenis Kelamin) ... 28

2.2.3. Perbedaan Karakteristik antara Laki-laki dengan Perempuan ... 30

2.2.4. Peran Jenis Kelamin ... 34

2.2.5. Perbedaan Perilal<U Berbelanja antara Laki-laki dan Perempuan ... 35

2.3. Remaja ... 37

2.3.1. Definisi Remaja . .. ... .... .. ... .. .. .. . ... ... ... .. .... .. ... ... .. .. 37

2.3.2. Pembagian Tahapan Remaja ... 38

2.3.3. Remaja Sebagai Konsumen ... 39

2.3.4. Remaja dan Perilaku Belanja lmpulsif ... 41

2.4. Perilaku Konsumsi Dalam Perspektif Islam ... 43

2.5. Kerangka Berpikir ... 49

2.6. Hipotesis ... 51

BAB3 METODOLOGI PENELITIAN 52-66 3.1. Jen is Penelitian ... .. .... ... .. ... .. ... ... .... ... ... .... .... 52

3.1.1. Pendekatan Dan Metode Penelitian .... ... ... .... .... 52

3.1.2. ldentifikasi Variabel dan Operas.ional Variabel.. ... 53

3.2. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 55

3.2.1. Populasi dan Sampel ... .... ... 55

3.2.2. Teknik Pengambilan SampeL ... 57

3.3. Pengumpulan Data ... 57

3.3.1. Metode dan lnstrumen Penelitian. .... .... ... 57

3.3.2. Teknik Uji lnstrumen Penelitian ... 58

(11)

BAB4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 67-85

4. セN@ Gambaran Umum Responden... ... ... 67

4.1.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jen is Kelamin ... 67

4.1.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia .... 68

4.2. Uji Persyaratan ... 69

4.2.1. Uji normalitas ... 69

4.2.2. Uji Homogenitas. ... ... .... ... . ... .... ... ... ... 72

4.3. Hasil Utama Penelitian ... 74

4.4. Kategorisasi Skor Berdasarkan Belanja lmpulsif antara Perempuan dan Laki-laki... ... ... ... ... . . ... .. . 76

4.5. Kategorisasi Belanja lmpulsif Berdasarkan Aspek ... 79

4.5.1. Kategorisasi Aspek-aspek Belanja lmpulsif Pada Perempuan ... 79

4.5.2. Kategorisasi Aspek-aspek Belanja lmpulsif Pada Perempuan ... 82

BABS KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 86-93 5.1. Kesimpulan ... 86

5.2. Diskusi ... ... .... .. ... ... ... ... .... .... .... ... .. ... .. . 86

5.3. Saran... 91

DAFTAR PUST AKA... 93-97

[image:11.521.60.447.78.609.2]
(12)

3.1. Tabel Bobot Skor Skala ... 58

3.2. Blue Print Skala Belanja lmpulsif ... 62

4.1. Tabel Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 68

4.2. Tabel Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ... 68

4.3. Tabel Uji Normalitas ... 70

4.4. Tabel Uji Homogenitas ... 73

4.5. T-Test Independent Samples Test ... 74

4.6. Group Statistics ... 75

4.7. Kategorisasi Belanja lmpulsif Gabungan Pada Mahasiswa Perempuan dan Laki-laki Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 76

4.8. Kategorisasi Belanja lmpulsif Pada Mahasiswa Perempuan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 77

4.9. Kategorisasi Belanja lmpulsif Pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 77

4.10. Kategorisasi Belanja lmpulsif Berdasarkan Aspek Spontanitas Pada Perempuan ... 79

4.11. Kategorisasi Belanja lmpulsif Berdasarkan Aspek lntensitas Untuk Membeli Sesuatu Setiap Kali Mengunjungi Toko Pada Perempuan ... 79

4.12. Kategorisasi Belanja lmpulsif Berdasarkan Aspek Kegairahan yang

[image:12.518.39.449.127.671.2]
(13)

4.14. Kategorisasi Belanja lmpulsif Berdasarkan Aspek Spontanitas Pada

Laki-laki ... 81

4.15. Kategorisasi Belanja lmpulsif Berdasarkan Aspek lntensitas Untuk

Membeli Sesuatu Setiap Kali Mengunjungi Toko Pada Laki-laki ... 82

4.16. Kategorisasi Belanja lmpulsif Berdasarkan Aspek Kegairahan yang

Diwarnai Dengan Emosi Pada Laki-laki ... 83

4.17. Kategorisasi Belanja lmpulsif Berdasarkan Aspek Ketidakpedulian

(14)

4.1. Grafik Belanja lmpulsif Pada Perempuan ... 71

(15)

Lampiran 2. Surat lzin Penelitian dari Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Angket Penelitian

Lampiran 4. Validitas

Lampiran 5. Reabilitas

Lampiran 6. Data Try Out

(16)

1.1

Latar Belakang Masalah

Belanja adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks

perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rurnah tangga. Namun,

kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya

hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga

punya arti tersendiri bagi remaja.

Belanja sering kali identik dengan para remaja yang banyak menghabiskan

waktunya di mal setelah pulang sekolah, baik sekedar jalan-jalan, makan,

nonton bioskop hingga berbelanja. Kegemaran remaja berbelanja di mal

menjadi fenomena yang sedang merebak saat ini.

Pada mulanya, belanja hanya merupakan suatu konsep untuk menunjukkan

suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk

sehari-harinya dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti

barang tersebut. Pada saat ini, konsep belanja itu sendiri telah berkembang

sebagai sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat.

(17)

Belanja adalah suatu gaya hidup tersendiri, dimana telah menjadi suatu

kegemaran bagi sejumlah orang.

Belanja menjadi alat pemuas keinginan memperoleh barang-barang yang

sebenarnya tidak dibutuhkan, akan tetapi karena pengaruh trend atau mode

yang tengah berlaku, maka seseorang merasa harus mernbeli barang-barang

tersebut. Perilaku berlebihan inilah yang disebut dengan perilaku belanja

impulsif (Konsumerisme dan gaya hidup remaja, 27 maret 2005).

Perilaku belanja impulsif juga menampakkan kesenjangan sosial yang

semakin besar pada masyarakat, sehingga kalangan yang sebenarnya tidak

mampu atau tidak memerlukan perilaku belanja impulsif ini turut

mempraktekkannya dan kemudian ia bisa saja melakukan perilaku memenuhi

keinginannya, sehingga bisa menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak

wajar (Konsumerisme dan gaya hidup remaja, 27 Mei 2005).

Umumnya remaja suka berbelanja impulsif, yaitu kegiatan belanja yang tidak

terkontrol, berlebihan dan tidak disertai dana yang cukup. Remaja lebih

sering melakukan perilaku belanja impuslif jika dibandingkan dengan usia

dewasa, karena menurut Lury (1998), generasi muda diposisikan sebagai

peserta yang berpotensi kreatif dan melihat konsumsi sebagai sumber

(18)

mahal, perilaku ini terjadi karena faktor eksternal yang memicu konsumen

membeli secara impulsif dan dilakukan tanpa didahului pertimbangan yang

matang (Edward dalam Loudon & Bitta, 1993). Perilaku belanja impulsif

tergolong gaya hidup yang mementingkan kesenangan yang mana terjadi

peningkatan frekuensi belanja pada barang-barang yang tidak penting

(Dittmar, Beattie, & Friese, 1995).

Perilaku belanja .impulsif tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal saja.

Menurut Dittmar dan Oury (dalam Herabadi, 2003), dalam perilaku belanja

impulsif terjadi proses pertarungan internal antara hati dan benak, yaitu

konflik antara keharusan dan hasrat.

Menurut pakar Psikologi lndustri Aslamawati maupun ahli ekonomi Sucherly

(Gila belanja yang bikin sengsara, 2006), keduanya sama-sama menyatakan

bukan hanya perempuan yang memiliki hobi belanja. Banyak juga laki-laki

yang hobi belanja, seperti membeli elektronik, .baju, celana, topi, dan barang

lainnya.

Berbeda dengan .pria, jenis .barang yang .biasa. dibeli perempuan selain untuk

(19)

penampilan, seperti tas, pakaian, kerudung, aksesoris, clan sepatu. Menurut

Aslamawati (Gila belanja yang bikin sengsara, 2006), hal tersebut terkait

dengan kodrat perempuan yang menyukai keindahan. Sudah punya

kerudung warna pink, ingin lagi kerudung yang berwarna lain. Karena

kesernpurnaan dalarn keindahan ini, perernpuan rnencoba mewujudkan

dengan rnembeli barang-barang yang rnungkin bisa memunculkan keindahan

tersebut. Tuntutan kaurn perempuan atas penarnpilan ini cepat ditangkap

sebagai pasar yang menjanjikan oleh para pakar pelaku bisnis.

Menurut Sucherly (Gila belanja yang bikin sengsara, 2006), pemenuhan

tuntutan pasar ini sebagai upaya pengusaha yang disebut dengan market

driven. Mereka melihat apa yang diperlukan oleh kaum perempuan, lalu

membuatnya.

Keranjingan belanja pada perempuan tidak tercipta begitu saja. Pebisnis ikut

andil dalarn menciptakan barang-barang terbaru, menarik, bagus-bagus dan

dengan harga yang cukup terjangkau narnun tetap berkualitas. Menurut

Sucherly (Gila belanja yang bikin sengsara, 2006), yan9 terjadi di dunia

sekarang adalah marketing driven, yakni pengusaha menciptakan kebutuhan

(20)

Dalam menciptakan kebutuhan yang dirasa perlu oleh kaum perempuan,

pengusaha bermain di faktor eksternal di luar individu. Mereka menerapkan

strategi pemasaran yang meliputi produk, harga, promosi, distribusi, dan jasa.

Dari segi harga misalnya, pengusaha memberikan kesan murah sehingga

membuat orang tertarik untuk membeli.

Pengusaha pandai sekali "memainkan" perasaan calon konsumen. Dalam

teori ekonomi, keputusan membeli didasarkan oleh faktor internal yaitu

dirinya sendiri, juga faktor eksternal meliputi keluarga, teman, kelompok

referensi, dan budaya (Sucherly dalam Gila belanja yang bikin sengsara,

2006).

Perilaku belanja impulsif, menurut Sucherly (Gila belanja yang bikin

sengsara, 2006) lebih didominasi oleh kelas ekonomi atas. Golongan ini

cenderung tidak memikirkan harga. Namun golongan bawah bukan berarti

tidak terkena penyakit keranjingan belanja. Memakai istilah Sucherly (Gila

belanja yang bikin sengsara, 2006), mereka dengan daya beli terbatas

namun berbelanja demi gengsi adalah golongan dengan perilaku yang

dikarbit. Belum masanya mereka mengikuti dorongan emosional untuk

(21)

remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk oleh rayuan iklan,

suka ikut-ikutan, tidak realistis, dan cenderung bores dalam menggunakan

uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen

untuk memasuki pasar remaja. Remaja cenderung rasa ingin menunjukkan

bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar (Tambunan,

2001).

Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan l<elas ekonomi

menengah, terutama di kota-kota besar, mal sudah rnenjadi rumah kedua.

Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat rnengikuti mode yang

sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para

remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah

perilaku belanja impulsif (Tambunan, 2001).

Remaja adalah suatu fase dalam kehidupan manusia, yang mana ia tengah

mencari jati dirinya, dan biasanya dalam upaya pencarian jati diri, ia mudah

untuk terikut atau terimbas hal-hal yang tengah terjadi di sekitarnya, sehingga

(22)

Perilaku konsumsi remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia

remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin

diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari

lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi s<ima dengan orang

lain yang sebaya itu menyebabkan remaja menjadi sama dengan orang lain

untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam

perkembangan kognitif dan emosinya masih memanclang bahwa atribut yang

supersifial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan subtansi. Apa

yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjacli

lebih penting untuk ditiru dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang

dilakukan artis idolanya untuk sampai pada kepopulerannya.

Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja

ini dilakukan secara berlebihan. lbarat pepatah "lebih besar pasak daripada

tiang" dapat terjadi di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh para remaja di

luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana, sehingga perilaku

belanja impulsif tersebut menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.

Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan pola konsumsi antara remaja

perempuan dan laki-laki. Juga terdapat sifat yang berbeda antara perempuan

dan laki-laki. Perbedaan tersebut Menurut Tambunan (November 2001),

(23)

2. Sering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barang

3. Mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah

memasuki toko

4. Kurang menikmati kegiatan berbelanja sehingga sering terburu-buru

mengambil keputusan membeli.

Perempuan:

1. Lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan

kegunaannya

2. Tidak mudah terbujuk arus bujukan penjual

3. Menyenangi hal-hal yang romantis daripada obyektif

4. Senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya window shopping

(melihat-lihat saja tapi tidak membeli).

Meskipun ada perbedaan sifat antara laki-laki dan perempuan namun tidak

hanya perempuan yang lebih sering berbelanja, laki-laki pun suka berbelanja

membeli barang-barang yang menurutnya bagus dan menarik. Akan tetapi

menurut Widiastuti (Konsumerisme Vs konsumtivisme martabat perempuan

sebagai konsumen, 2003) mengatakan bahwa perempuan lebih suka

(24)

sepenuhnya sesuai dengan berbelanja pada remaja pemmpuan dan laki-laki.

Setiap manusia pasti pernah melakukan kegiatan berbelanja baik laki-laki

maupun perempuan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh pakar Psikologi

lndustri Aslamawati maupun ahli ekonorni Sucherly (Gila belanja yang bikin

sengsara, 2006) dan Juanita (Laki-laki pun senang berbelanja, 2003), yang

mengatakan bahwa bukan hanya perempuan yang memiliki hobi berbelanja.

Banyak juga laki-laki yang hobi berbelanja, seperti membeli elektronik, baju,

celana, topi, dan lain-lain. Karena para produsen bukan hanya menciptakan

barang untuk kaum hawa saja, mereka sangat pandai menciptakan hal-hal

yang dibutuhkan atau dinginkan oleh setiap orang bukan hanya untuk

perempuan akan tetapi juga untuk laki-laki. Sekarangpun seperti yang telah

diketahui begitu banyak toko-toko yang menjual berbagai macam jenis

barang yang bagus-bagus dan begitu menarik sehingga mampu membuat

orang tertarik untuk membeli barang tersebut walaupun

barang-barang yang akan dibeli sudah dimiliki di rumah.

Berbicara tentang berbelanja adalah suatu fenomena yang tak akan pernah

habis untuk dibahas, karena berbelanja sudah menjadi suatu kebutuhan

untuk semua orang dan bisa menghilangkan stres yang ada. Dari fenomena

saat ini dimana sudah banyak mal-mal yang bediri kokoh di Jakarta dan telah

menjadi tempat rekreasi masyarakat yang ada di ibu kota, baik anak-anak,

(25)

pergi ke pusat perbelanjaan untuk menghilangkan stres yang ada. Produsen

pun makin banyak yang menciptakan barang-barang yang bagus dan

menarik namun tetap dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang baik.

Penelitian tentang perbedaan belanja impulsif antara rernaja perempuan dan

laki-laki pernah dilaksanakan oleh Handayani (2001). Hasilnya menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan belanja impulsif antara perernpuan dan laki-laki

pada mahasiswa Atmajaya. Yang mana bahwa Universitas Atmajaya berada

di tengah-tengah kola Jakarta terdapat mall-mall yang berada tak jauh dari

kampus mereka, sehingga membuat mereka selalu ingin pergi ke mall

setelah pulang kuliah atau ketika jenuh dengan aktivitas kuliah. Kemudian

penelitian selanjutnya penulis lakukan di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang beragam karakteristik mahasiswanya dengan

landasan agama. Dimana Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selalu

menjunjung tinggi ajaran Islam, menanamkan sikap akhlak mulia dalam

kehidupan mahasiswanya, serta memberikan landasan dan arahan kepada

mahasiswa dalam bersikap, berkata, dan bertingkah laku. Hal ini karena

mereka diajarkan untuk menjadi pribadi yang bersahaja dan tidak

berlebih-lebihan dalam segala hal.

Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan pada bulan Oktober 2007

(26)

Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diperoleh data tentang

kegiatan berbelanja yang sering dilakukan oleh mereka. Ada yang seminggu

sekali, sebulan sekali, sampai yang kalau ada uang dan waktu saja. Jenis

barang-barang yarig sering dibeli oleh mereka juga bermacam-macam,

seperti; baju, celana, sweater, aksesoris, minyak wangi, sepatu, buku, tas,

CD, MP3, kerudung untuk perempuan, topi untuk laki-laki, dan barang-barang

yang lainnya. Dari hasil penilitian pendahuluan tersebut terlihat bahwa

mahasiswa-mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga suka melakukan

kegiatan berbelanja namun tidak terlalu sering dan hanya pada waktu-waktu

tertentu saja dan apabila sedang punya uang. Walaupun tidak menutup

kemungkinan mereka juga suka pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli

sesuatu atau hanya sekedar jalan-jalan saja.

Dari fenomena tersebut di atas peneliti ingin mengetahui apakah memang

ada perbedaan belanja secara impulsif antara remaja perempuan dan

laki-laki pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Psikologi, yang mana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta kental dengan landasan

agamanya dan selalu menanamkan akhlakul karimah dalam perkataan dan

(27)

1.2 ldentifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena dan latar belakang yang telah diungkapkan di atas,

maka peneliti mengidentifikasikan beberapa masalah tersebut sebagai

berikut:

1. Apakah ada perbedaan belanja impulsif antara remaja perempuan dan

laki-laki?

2. Bagaimana aspek situasional yang menimbulkan atau memicu belanja

impulsif?

3. Apakah dampak yang dirasakan setelah belanja impulsif?

4. Apa manfaat dari belanja impulsif?

1.3 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini, maka peneliti berusaha memberikan

batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu perbedaan belanja impulsif

antara remaja perempuan dan laki-laki yang berusia 17 sampai 21 tahun

pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif

(28)

1.3.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini

adalah:

Apakah ada perbedaan yang signifikan belanja impulsif antara remaja

perempuan dan laki-laki?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui atau melihat ada atau tidak

perbedaan belanja impulsif antara remaja perempuan dan laki-laki.

2. Memberikan sumbangan pada aspek mana yang paling tinggi antara

perempuan laki-laki saat melakukan berbelanja.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Manfaat T eoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah kelimuan bagi

Fakultas Psikologi berupa gambaran tentang perbedaan belanja impulsif

antara remaja perempuan dan laki-laki. Selain itu, penelitian ini

diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Psikologi lndustri dan

(29)

2. Manfaat Praktis

o Menambah literatur mengenai remaja Indonesia dan sebagai bahan

acuan untuk memahami perilaku belanja impulsif pada remaja yang

diharapkan akan bermanfaat untuk mengurangi dampak buruknya bagi

remaja di Indonesia.

o Sebagai bahan acuan bagi orang tua dan pendidik untuk lebih

memperhatikan pola konsumsi remaja, agar terhindar dari efek negatif

dari belanja impulsif.

o Sebagai acuan agar membeli sesuatu dengan memakai akal rasional

dan tidak hanya membeli yang diwarnai dengan emosi saja, sehingga

pada nantinya tidak akan ada barang yang tidak terpakai.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam membahas masalah yang diteliti, penulis

membagi pembahasannya ke dalam lima bab dengan sistematika sebagai

berikut:

Bab 1 Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

(30)

memicu belanja impulsif, dampak dari belanja impulsif perilaku belanja

impulsif, definisi jender, faktor-faktor yang mempengaruhi jender, perbedaan

karakteristik antara laki-laki dan perempuan, defisni seks Qenis kelamin),

definisi remaja, pembagian tahapan masa remaja, remaja sebagai

konsumen, remaja dan perilaku belanja impulsif, perilaku belanja impulsif

dalam pandangan Islam, kerangka berpikir.

Bab 3 Metodologi Penelitian yang mencakup pendekatan dan metode

penelitian, pengambilan sampel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan

data, dan prosedur penelitian.

Bab 4 Presentasi dan Analisis Data, yang membahas tentang perbedaan

belanja impulsif antara remaja perempuan dan laki-laki.

(31)

Bab ini terdiri dari empat sub bab. Yang pertama berisi tentang:

Kecenderungan Belanja lmpulsif, yang kedua tentang Definisi Jender,

kemudian yang ketiga tentang Definisi Seks (Jenis Kelamin), yang ke empat

tentang Remaja, dan ke lima tentang Perilaku Belanja lmpulsif Dalam

Pandangan Islam, dan yang terakhir tentang Kerangka Berpikir.

2.1 Belanja lmpulsif

2.1.1 Definisi Belanja lmpulsif

Sedangkan belanja impulsif menurut Rook (dalam Engel, Blackwell, &

Miniard, 1995) adalah perilaku belanja tanpa perencanaan yang matang

terlebih dahulu, terdapat dorongan yang kuat untuk membeli muncul secara

tiba-tiba dan seringkali sulit untuk ditahan. Konsumen ウセZZ。イ。@ spontan terpicu

ketika berhadapan dengan produk, serta diiringi perasaan menyenangkan

dan penuh gairah.

Menurut Rook (dalam Engel, Blackwell, & Miniard, 1995), belanja impulsif

memiliki satu atau lebih karakteristik, yaitu:

(32)

• Spontanitas. Belanja ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen

untuk membeli sekarang, sering sebagai respon terhadap stimulus visual

yang langsung di tempat penjualan.

• Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk

mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

" Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering

disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai "menggairahkan,"

"menggetarkan," atau "liar."

.. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi

begitu sulit untuk ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

Menurut Fitri (2006), belanja impulsif adalah gaya belanja spontan, tanpa

perencanaan, merupakan pemicu timbulnya belanja impulsif. Apabila tidak

dikontrol , belanja impulsif dapat menjadi habit atau kebiasaan yang tidak

sehat. Belanja impulsif sendiri dapat dijelaskan sebagai belanja tanpa

perencanaan, diwamai dorongan kuat untuk membeli yang muncul secara

tiba-tibadan seringkali sulit ditahan. Hal itu diiringi oleh pnrasaan

menyenangkan serta penuh gairah.

Jadi dengan kata lain, belanja impulsif adalah perilaku yang tidak dilakukan

(33)

motif yang tidak disadari, disertai perasaan menyenangkan serta penuh

gairah. Dua karakteristik dari belanja impulsif, yaitu tidak direncanakan dan

adanya hasrat serta gairah yang mengiringi, membedakannyadari jenis

perilaku belanja "tanpa pikir'' lainnya. Bc!anja impulsif akan berbeda dengan

belanja karena kebiasaan atau belanja karena terdesak oleh keterbatasan

waktu.

Belanja impulsif dianggap sebagai perilaku belanja yang "irasional", karena

meskipun menyadari sebelumnya akan adanya kemungkinan merasakan

penyesalan dikemudian hari tetapi orang tetap berbelanja. Karena itu,

perilaku belanja impulsif diasosiasikan dengan kecendemngan mengabaikan

dampak-dampak buruk yang mungkin terjadi dan yang dapat mengakibatkan

penyesalan, misalnya berkaitan dengan uang yang sudah terlanjurdibeli atau

kualitas produk yang dibeli.

2.1.2 Elemen-elemen Belanja lmpulsif

Menurut Loudon & Della Bitta (1993), ada lima elemen penting yang

membedakan .tingkah .laku impulsif dan tidak impulsif. Elemen-elernen

tersebut:

1. Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang tiba-tiba dan spontan

untuk melakukan suatu tindakan yang berbedadengan tingkah laku yang

(34)

2. Dorongan tiba-tiba untuk melakukan suatu kegiatan belanja

menempatkan konsumen dalam keadaan disekuilibrium secara psikologis,

dimana untuk sementara waktu ia merasa kehilangan kendali.

3. Konsumen akan mengalami konflik psikologis dan berusaha menimbang

pemuasan kebutuhan langsung dan konsekuensi jangka panjang dari

belanja.

4. Konsumen akan mengurangi evaluasi kognitif dari produk.

5. Konsumen seringkali belanja secara impulsif tanpa memperhatikan

konsekuensi akan datang.

2.1.3 Tipe Pembelanja lmpulsif

Menurut Loudon & Della Bitta (1993), ada empat tipe pembelanja impulsif,

yaitu:

1. Pure impulse. Pada tipe belanja impulsif ini, shopper tidak mengikuti pola

pembelian yang biasa ia lakukan (membeli tanpa melakukan

perlimbangan ).

2. Suggestion impulse. Pada tipe belanja jenis ini, shoppertidak mengetahui

mengenai suatu produk tetapi merasa memerlukannya ketika pertama kali

melihat produk tersebut.

3. Reminder impulse. Pada tipe belanja jenis ini, shoppermelihat suatu

(35)

4. Planned impulse. Pada tipe belanja impulsif ini, shoppermemasuki toko

derigan harapan dan intensi untuk melakukan transaksi pembelanjaan

berdasarkan harga khusus, kupon, dan kesukaan.

Menu rut Fitri (2006), terdapat empat jenis pembelanja impulsif.

Pertama, tipe kompensatif. Orang yang termasuk dalam tipe ini biasanya

berbelanja tanpa pikir panjang hanya karena-ingin meningkatkan hargadiri.

Bagi mereka berbelanja merupakan sarana untuk melarikan diri dari berbagai

masalah yang dihadapi, seperti masalah pekerjaan, rumah tangga, atau

keluarga, Sering kali barang-barang yang dibeli tidak dibiutuhkan, sehingga

tidak dipakai dan tersimpan rapi dalam lemari.

Kedua, tipe akseleratif. Orang yang termasuk dalam tipe ini sering kali

tergoda berbelanja pada saat banyak penawaran sale di pusat-pusat

perbelanjaan. Mereka akan .membeli barang.barang .tersebut, meskipun

tidak membutuhkannya saat membeli. Barang-barang yang dibeli murah

tersebut dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan di masa depan.

Ketiga, tipe terobosan. Orang yang termasuk dalam tipe ini akan membeli

barang-barang mahal tanpa ada perencanaan yang matang. Ketika

berjalan-jalan di pusat perbelanjaan dan .melihat ada-pameran-mobil atau

(36)

rurnah atau rnobil baru tersebut. Bagi rnereka rnernbeli barang-barang mahal

tersebut rnenjadi larnbang dirnulainya babak baru dalarn kehidupannya,

rneskipun sebenarnya hasrat untuk rnernbelinya sudah lama ada.

Keempat, tipe pernbeli buta. Orang yang terrnasuk dalam tipe ini akan

rnernbeli barang tanpa ada pertirnbangan sama sekalL Sulit sekali

rnernahami apa yang melatarbelakangi merekaberbelanjaseperti itu.

2.1.4 Faktor-faktor yang Memicu Belanja lmpulsif

Verplanken & Herabadi (2001 ), rnengemukakan beberapa faktor yang dapat

memicu terjadinya-perilaku belanja impulsif.

1. Vanabel Situasional

a. lingkungan toko

Beberapa.variabel yang ada di lingkungan toko antara.lain adalah

penarnpilan fisik produk, cara menampilkannya, atau adanya

tambahan seperti bau yang wangi, warna yang inclah, atau musik yang

menyenangkan. lsyarat-isyarat yang bermuatan afek ini dapat menarik

perhatian, menimbulkan rnotivasi untuk membeli, atau menyebabkan

munculnya suasana hati yang postif, dan merupakan hal yang sangat

penting selamaberlangsungnya.in-.store.browsing dapat

(37)

membeli, di mana keduanya merupakan karakteristik dari belanja

impulsif.

b. Ketersediaan waktu dan uang

\'ariabel situasional lain yang juga mempengaruhi belanja impulsif

adalah tersedianya waktu dan uang, baik benar-benar tersedia

(benar-benarmemiliki waktu dan uang}, maupun hanyaperasaannya saja

(hanya "merasa memiliki waktu dan uang).

2. Variabel person-related

Belanja impulsif yang mungkin berada dalam batas-batas yang

berhubungan dengan manusia. Sebagai contoh menurut Wood (dalam

Verplanken & Herabadi,

2001)

menemukan hubungan antara belanja

impulsif dengan latar belakang pendidikan. Rook dan Gardner (dalam

Verplanken & Herabadi,

2001)

mengemukakan bahwasuasanahati

tertentu (misalnya kornbinasi dari kesenangan, kef1airahan dan

kekuasaan) mungkin menimbulkan belanja impulsif. Konsumen mungkin

juga.melakukan belanja-impulsif sebagai .cara-untuk rnenghilangkan

depressed mood.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa berbagai motivasi yang

temporer dapat menimbulkan belanja impulsif, seperti menginginkan

(38)

Motivasi-motivasi tersebut mungkin ditimbulkan oleh kejadian penting

dalam hidup seseorang baik yang positif maupun yan\J negatif (misalnya

lulus atau gaga! dalam ujian). Motivasi yang lebih terstruktur dapat juga

mendorong timbulnya belanja impulsif. Dittmar (dalam Verplanken &

Herabadi, 2001) mengemukakan bahwa belanja impulsif mungkin

mengekspresikan simbol identitas diri. Pendekatan identitas ini mungkin

menjelaskan perbedaan kelompok (misalnya jender) maupun individual

dalam mempengaruhi jenis barang-barang yang dibeli secara impulsif.

3. Variabel Normatif

Belanja impulsif mungkin berada dalam batas-batas normatif. Rook dan

Fisher (dalam Verplanken & Herabadi, 2001} menemukan bahwa belanja

impulsif hanya muncul di saat individu percaya bahwa tindakan itu pantas

dilakukan. Dan tampaknya, perbedaan kelompok jender sangat mungkin

mempengaruhi perilaku belanja pada umumnya; belanja impulsif pada

khususnya.

Menurut Loudon & Della Bitta (1993), terdapat faktor-faktor lain yang

mempengaruhi belanja impulsif. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah

karakteristik produk dan marketing. Karakteristik produk irang mempengaruhf

belanja impulsif adalah:

(39)

2) Adanya sedikit kebutuhan terhadap produk tersebut

3) Siklus kehidupan produknya pendek

4} Ukurannya kecil atau ringan

5) Mudah di simpan

Pada faktor marketing, hal-hal yang mempengaruhi belanja impulsif adalah:

1) Adanya distribusi massal untuk self-service outlet

2) lklan yang besar, serta

3) Posisi display dan lokasi yang menonjol turut mempengaruhi belanja

impulsif.

2.1.5 Dampak dari Perilaku Belanja lmpulsif

Menurut Fitri (2006), dampak yang ditimbulkan dari perilaku belanja impulsif,

yaitu:

• Kebiasaan berbelanja impulsif dapat menyebabkan timbulnya rasa

bersalah. Perasaan itu akan timbul begitu mereka sampai di rumah dan

melihat barang-barang yang telah dibeli, atau kettka mereka-memeriksa

lemari dan menyadari banyak baju, sepatu, tas, dan barang lain yang

tidak pernah dipakai. Meskipun demikian, mereka akan membuang jauh

perasaan tersebut dengan mencoba mencari alasan rasional yang

(40)

Ketika berada dalam situasi yang mendorong untuk bEirbelanja secara

impulsif lagi, terjadi pertentangan internal dalam diri mereka.

Pertentangan tersebut terjadi antara "keharusan" (ought to be) dim

"hasrat" (desire). Di satu sisi mereka menyadari untuk berbelanja barang-barang yang dibutuhkan saja, tetapi disisi lain ada dorongan

kuat dalam diri mereka untuk berbelanja tanpa ュ・ューeセ、オャゥォ。ョ@ butuh atau

tidak.

• Berbelanja secara impulsif tentu juga akan menimbulkan masalah

keuangan. Membeli suatu barang tanpa perencanaan akan

mengakibatkan membengkaknya anggaran atau pengeluaran. Jika

memiliki simpanan uang berlebih tentu tidak jadi masalah. Akan tetapi

tetap saja hal tersebut akan menjadi masalah apabila tagihan kartu kredit

membengkak karena kebiasaan berbelanja yang berlebihan.

• Ketika melihat kualitas barang yang dibeli tidak bagus, maka akan

membuat suatu perasaan menyesal. Sehingga barang yang telah dibeli

(41)

Kata jender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa lnggris. Kalau

dilihat dalam kamus, tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan

gender. Karena jender diartikan jenis kelamin, sama seperti halnya seks

Uenis kelamin). Makanya para aktifis perempuan seringkali menyebutkan

bahwa jender adalah jenis kelamin sosial, untuk membedakan pemahaman

tentang seks I jenis kelamin (Fakih, 2008).

Untuk membedakan konsep jender, maka harus membedakan kata jender

dan seks I jenis kelamin. Jender adalah pembedaan peran, status,

pembagian kerja yang dibuat oleh sebuah masyarakat berdasarkan jenis

kelamin. Fakih (2008), menyebutkan bahwa jender adalah suatu sifat yang

melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara

sosial dan kultural. Misalnya, bahwa perempuan dikenal lemah lembut,

cantik, emosional atau keibuan, identik dengan wama lembut-pink.

Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa, pemimpin

dan identik dengan warna biru. Pembedaan ini bukan harga mati, sangat bisa

dipertukarkan satu dengan yang lain, hanya saja karenai pembedaan ini

sudah di konstruksi secara sosial dan budaya sehingga melekat dan menjadi

(42)

rumah tangga seperti memasak, menjahit, membersihkan rumah, mencuci

pakaian sering dianggap pekerjaan perempuan. Sementara pekerjaan

laki-laki seperti memperbaiki rumah, ikut dalam rapat-rapat atau pertemuan

bahkan urusan politik seringkali menjadi urusan lc>ki-laki. Ciri dari sifat-sifat itu

dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain dan

berbeda dari zaman ke zaman. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara

sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta

berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari tempat ke

tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain itulah

yang dinamakan jender (Fakih, 2008).

Sedangkan seks atau jenis kelamin adalah pensifatan atau pembagian dua

jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada

jenis kelamin tertentu, tidak dapat dipertukarkan dan metupakan kodrat,

pemberian dari Tuhan. Misalnya, laki-laki memiliki penis, memiliki jakala dan

memproduksi sperma. Dan perempuan memiliki vagina, haid, memproduksi

telur I ovum, memiliki potensi; melahirkan dan menyusui. Alat-alat tersebut

secara biologis tidak dapat dipertukarkan antara alat biologis yag dimiliki oleh

perempuan ditukarkan kepada laki-laki demikian pula sebaliknya (Fakih,

(43)

mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial

budaya, maka seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi

perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.

lstilah seks (dalam kamus bahasa Indonesia berarti "jemis kelamin") lebih

banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan

komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan

karakteristik biologis lainnya. Sedangkan jender lebih banyak berkonsentrasi

kepada aspek sosial, budaya, pikologis, dan aspek-aspek non biologis

lainnya.

Studi jender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau

feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan studi seks yang lebih

menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh

laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness). Proses pertumbuhan anak

(child) menjadi seorang laki-laki (being a man) atau menjadi seorang

perempuan (being a women), lebih banyak digunakan istilah jender dari pada

istilah seks. lstilah seks umumnya digunakan untuk merujuk kepada

persoalan reproduksi dan aktivitas seksual (love-making activities),

(44)

Menurut Pengurus Besar PGRI, (2006), perbedaan seks dan jender adalah

sebagai berikut:

Seks Qenis kelamin):

• Ciptaan Tuhan

• Bersifat kodrati

• Tidak dapat berubah

• Tidak dapat ditukar

• Berlaku sepanjang zaman dan dimana saja

Jender:

• " Buatan " manusia

• Tidak bersifat kodrat

• Dapat berubah

• Dapat ditukar

• Tergantung waktu dan budaya setempat

Menurut Pengurus Besar PGRI, (2006), sifat, fungsi, ruang dan peran jender

dalam masyarakat

Laki-laki Perempuan

Sifat Maskulin Feminin

Fungsi Produksi Reproduksi

Ruang lingkup Pabrik Domestik

(45)

2.2.3 Perbedaan Karakteristik antara Laki-laki dengan Perempuan

Menurut (Santrock, 2004) perbedaan antara laki-laki dengan perempuan

ditinjau dari faktor fisik, kognitif dan sosioemosional, sebagai berikut:

a. Perbedaan fisik atau biologis

Horman estrogen pada perempuan memperkuat sistem kekebalan tubuh,

membuat perempuan lebih kebal terhadap infeksi. Perempuan juga lebih

jarang mengembangkan penyakit mental atau fisik dibandingkan dengan

laki-laki (Santrock, 2004 ). Bahkan sebelum dilahirkan, laki-laki lebih aktif

secara fisik dibandingkan dengan perempuan (DiPiatro et al., dalam

Shaffer, 2000). Hal ini terus berlangsung selama masa kanak-kanak,

terutama ketika berinteraksi dengan teman sebayanya (Eaton & Enns;

Eaton & Yu dalam Shaffer, 2000).

b. Perbedaan kognitif

Menurut penelitian mengenai perbedaan jender yang dilakukan oleh

Eleanor Maccoby dan Carol Jacklin pada tahun 1974 (dalam Santrock,

2004), laki-laki memiliki kemampuan matematika dan kemampuan visual I

spatial (kemampuan yang dibutuhkan seorang arsitek untuk merancang

sebuah dimensi dan sudut pandang dari sebuah bangunan) yang lebih

baik, sedangkan perempuan memiliki kemampuan verbal yang lebih baik.

Namun, beberapa ahli dalam bidang jender seperti Janet Shibley Hyde

(46)

laki-laki dan perempuan terlalu berlebihan. Sebagai contoh, Hyde

berargumen bahwa terjadi overlap dalam penyebaran skor matematika

antara laki-laki dan perempuan, sehingga hal ini bera1ti bahwa walaupun

perbedaan rata-rata skor laki-laki lebih tinggi, namun banyak perempuan

mencapai skor lebih tinggi dalam kemampuan matematika dibandingkan

dengan laki-laki.

c. Perbedaan Sosioemosional

-Y Dalam berhubungan dengan orang lain.

Tanen, begitu juga dengan Gilligan (dalam Santrock, 2004)

mempercayai bahwa perempuan lebih relationship oriented

dibandingkan dengan laki-laki, dan bahwa hal ini sangat dihargai

dalam kebudayaan kita.

Y Kemampuan Mengontrol Emosi

Laki-laki biasanya menunjukkan self regulation yang lebih rendah

dibandingkan perenipuan (Eisenberg; Martin & Fabes dalam Santrock,

2004), kontrol diri yang rendah ini dapat mengakibatkan masalah

perilaku.

:;... Emotional expressivitylsensitivity

Dalam beberapa hal, perempuan nampak lebih emotionally expressive

dibandingkan laki-laki. Anak-anak perempuan usia 2 tahun sudah

(47)

dibandingkan anak-anak laki-laki (Cervantes & Callanan dalam

Shaffer, 2000). Para orangtua dari anak-anak pre-school berbicara

lebih banyak pada putri dibandingkan dengan putra mereka mengenai

emosi dan memorable emotional events (Kuebli, Butler, & Fivush;

Reese & Fivush dalam Shaffer, 2000). Tentu saja, dukungan sosial ini

sebagai refleksi perasaan mereka mungkin dapat membantu

menjelaskan mengapa perempuan mengkarakterisasikan emosi

mereka dengan lebih dalam atau lebih intens dan merasa lebih bebas

untuk mengekspresikannya dibandingkan dengan laki-laki (Diener,

Sandvik, & Larson; Fuchs & Thelen; Saarni dalam Shaffer, 2000).

セ@ lntegrasi Emosi

Gunarsa (1997), mengemukakan bahwa kepribadian seorang

perempuan merupakan suatu kesatuan yang tetintegrasikan antara

aspek-aspek emosionalitas, rasio dan suasana hati. Biasanya,

kesatuan ini pada perempuan bersifat kuat dan menyebabkan logika

berpikirnya dikuasai oleh kesatuan tersebut. Dengan demikian

perempuan seolah-olah berpikir dengan mengikutsertakan perasaan

dan suasana hatinya. Apabila kesedihan sedang rneliputi dirinya,

maka pikirannya terhambat oleh kegelapan suasana hati dan sulit

memperoleh penyelesaian persoalan. Pikiran, perasaan dan

kemampuan yang erat berhubungan satu sama lain menyebabkan

(48)

pembagian dan pembatasan yang jelas antara pikiran, rasio dan

emosionalitas. Jalan pikirannya tidak dikuasai oleh emosi, perasaan

maupun suasana hati. Perhatiannya lebih banyak tertuju pada

pekerjaan dengan kecenderungan mementingkan keseluruhan dan

kurang memperhatikan hal yang kecil.

:>-

Standar Peran Jender

Anak perempuan telah didorong untuk mengambil peran ekspresif

(expressive role) yang mana di dalamnya melibatkan sifat ramah, baik,

kooperatif, dan peka terhadap kebutuhan orang lain (Parsons dalam

Shaffer, 2000). Trait psikologis ini diasumsikan akan mempersiapkan

anak-anak perempuan untuk memegang peran ibu dan istri, untuk

menjaga dan merawat keluarga dan untuk berhasil membesarkan

anak dengan baik. Sebaliknya, anak laki-laki didorong untuk memiliki

peran instrumental (instrumental role), yang mana sebagai suami dan

ayah tradisional, seorang laki-laki akan menghadapi tugas untuk

menafkahi keluarga dan melindunginya dari segala bahaya. Oleh

karenanya, anak laki-laki diharapkan menjadi dorninan, asertif,

independen, dan kompetitif. Norma dan peran jender seperti ini telah

ditemukan di banyak masyarakat (Williams & Best dalam Shaffer,

(49)

2.2.4 Peran Jenis Kelamin

Di usia tiga tahun anak mulai mengenal apa yang disebut dengan peran jenis

kelamin (gender role), yaitu kesadaran tentang apa yang lazim dilakukan

laki-laki dan perempuan. Dasar dari pengetahuan peran jenis ini adalah

pengenalan identitas kelamin. Kesadaran ini juga yang kelak akan membuat

anak menentukan hidupnya dan memilih pekerjaan. Lalu, bagaimana anak

mengenal peran jenis kelaminnya (Sholihah, 2006).

Biasanya ada dua cara. Pertama, belajar dari orangtua (sebagai figur yang

paling dekat) dan teman-teman sejenisnya. Anak laki-laki meniru tingkah laku

ayah atau figur penggantinya seperti kakek atau paman. Dalam psikologi,

perkembangan ini disebut imitasi. Mereka juga belajar tentang peran jenis

dengan meniru tindakan atau apa yang dilakukan oleh sesama anak laki-laki

(Sholihah, 2006).

Kedua, anak belajar peran jenis dari lawan jenisnya. Anak laki-laki tahu

tentang apa yang diharapkan untuk dilakukan anak perempuan dari melihat

tingkah ibunya dan apa yang dilakukan oleh anak perempuan. Dengan

memahami peran dari lawan jenisnya ia jadi tahu peran apa yang diharapkan

(50)

masa main robot-robotan?"

Ketika di pertokoan atau di taman bermain, kadang kita menjumpai

anak-anak yang menunjukkan dengan jelas bagaimana mereka melakukan imitasi.

Misalnya, anak laki-laki menirukan gaya jalan ayahnya secara persis. Anak

perempuan biasanya ingin memakai lipstik dan kutek seperti ibunya

(Sholihah, 2006).

2.2.5 Perbedaan Perilaku Berbelanja antara Laki-laki dan Perempuan

Fakta menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku belanja antara

perempuan dan laki-laki; misalnya: perempuan ternyata membelanjakan

uanghya lebih banyak dari laki-laki pada masa remaja (Taylor dalam

Reynolds & Wells, 1977), sehingga kondisi pasar lebih banyak dirancang

dan ditujukan untuk perempuan. Selain itu, perempuan juga cenderung

lebih mudah dipengaruhi (Lindzey & Amstrong, 1969), sehingga

mendorong perempuan untuk lebih konsumtif dari laki-laki.

Peran jender dari perempuan adalah sebagai "purchasing agent" bagi

keluarga, sehingga kegiatan belanja sebagian besar dilakukan oleh

(51)

perempuan karena mereka membeli begitu banyak produk (Engel; Blackwell

& Miniard, 1993). Secara tipikal perempuanlah yang melakukan kegiatan berbelanja (80% atau lebih keputusan konsumsi ditentukan oleh perempuan),

artinya, perempuanlah yang sebenarnya membeli seb<>gian besar barang dan

melakukan "pekerjaan" konsumsi (Lury, 1998). Psikolog lnggris, Johnstone

(dalam Mangkunegara, 1988, dan Tambunan, 2001), mengemukakan

tipe-tipe konsumen sebagaimana diuraikan oleh Faisal Afif (dalam

Mangkunegara, 1988), sebagai berikut:

Karakteristik pembeli laki-laki :

1) Mudah terpengaruh bujukan penjual.

2) Sering tertipu karena tidak sabar untul< memilih terlebih dahulu sebelum

membeli.

3) Punya perasaan kurang enak jika memasuki toko tanpa membeli sesuatu.

4) Kurang begitu berminat untuk berbelanja sehingga sering terburu-buru

mengambil keputusan membeli.

5) Mudah dipengaruhi oleh nasihat yang baik dan argumentasi yang obyektif.

Karakteristik pembeli perempuan :

1) Tidak mud ah terbawa arus bujukan penjual.

2) Lebih banyak tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada kegunaannya,

(52)

3) Lebih banyak tertarik pada "gejala mode".

4) Mementingkan status sosial, dalam hal ini perempuan jauh lebih peka.

5) Menyenangi hal-hal romantis daripada yang objektif. lni bisa anda

perhatikan pada bunyi reklame yang biasanya berkisar antara

kesejahteraan anak, kebahagiaan rumah tangga, kesehatan suami dan

sebagainya.

6) Mudah meminta pandangan, pendapat ataupun nasihat dari orang lain.

7) Kurang tertarik pada hal-hal teknis dari barang yang akan dibelinya.

8) Senang berbelanja sehingga seringkali sukar untuk cepat menentukan

barang mana yang akan dibelinya.

9) Cepat merasakan suasana toke.

2.3 Remaja

2.3.1 Definisi Remaja

Menurut Santrock (2004: 19), masa depan remaja adalah "sebuah tahap

perkembangan transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang

melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional."

Menurut Sarwono (2002), pada tahun 1972, WHO memberikan pengertian

tentang remaja yang lebih bersifat konseputual. Remaja adalah:

(53)

2. lndividu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menuju dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada

relatif lebih mandiri.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa dimana telah

terjadi tahap perkembangan transisi dari kanak-kanak menuju dewasa disertai

perubahan fisik, kognitif, maupun psikososial. Pada masa remaja terjadi

banyak perubahan yang hampir terjadi pada setiap remaja adalah berupa

meningginya emosi, perubahan fisik, perubahan minat, dan pola tingkah laku,

serta sebagian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan.

2.3.2 Pembagian Tahapan Masa Remaja

Pembagian usia pada masa remaja yang biasa digunakan para peneliti ilmu

sosial adalah sebagai berikut (Kagan & Coles; Keniston; Lipsitz dalam

Steinberg, 1996):

o Remaja awal (early adolescence): 11-14 tahun, biasanya berada pada

tingkat SMP. Perubahan yang terjadi pada masa ini :sangat cepat, baik

pertumbuhan fisik maupun kapasitas intelektual. Pacla masa ini tugas

perkembangannya lebih dipengaruhi oleh perubahan fisik dan mental

yang cepat yaitu adaptasi clan penerimaan tubuh yang berubah.

(54)

penekanan yang lebih penting dalam hal penampilan personal yang

sering dihubungkan dengan meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis.

Pada tahapan ini, mereka mengalami kebutuhan yang sangat kuat untuk

berhubungan dengan kelompok teman sebaya mereka, untuk diterima

dalam kelompok tersebut dan mendapat dukungan dari teman-teman

sebayanya. Hal ini mengakibatkan remaja berusaha mengekspresikan

dirinya dengan cara mengkonsumsi barang-baranu yang mengikuti tren,

fashionable dan sesuai dengan gaya hidup yang sedang populer pada

saat itu (Baxter, 1988).

Remaja menjadi penting bagi para produsen bukan saja karena mereka

memiliki pengaruh besar pada pembelian rumah tanm1a, tapi juga karena

daya beli mereka yang terpisah. Para remaja membelanjakan lebih dari 95

milyar dolar pada tahun 1992 di Amerika (Peter & Olson, 1996). Beberapa

studi menemukan bahwa yang melakukan sebagian besar pembelian di toko

bahan pangan untuk kebutuhan adalah para remaja. Perkiraannya adalah

bahwa 49-61 % remaja perempuan dan 26-33 % remaja laki-laki yang

biasanya melakukan tugas tersebut. Di samping itu, sekitar.60% remaja ikut

membuat daftar belanjaan di supermarket, dan 40% memilih beberapa merek

(55)

Loyalitas terhadap merek juga ditemukan mulai terbentuk di antara para

konsumen remaja. Dalam sebuah survey terhadap perempuan berusia 20-34

tahun, paling sedikit 30% mengatakan bahwa mereka memutuskan merek

mana yang akan dipakai ketika usia remaja dan terus rnenggunakan merek

tersebut hingga saat ini dan 64% mengatakan bahwa mereka mencari merek

tertentu pada saat mereka remaja dulu. Oleh karena itu, alasan terakhir

mengapa pasar remaja ini begitu pentingnya bagi beberapa produk dan jasa

adalah adanya potensi untuk mengembangkan loyalitas merek yang akan

bertahan untuk waktu yang lama.

2.3.4 Remaja dan Perilaku Belanja lmpulsif

Psikolog lnggris, Johnstone (dalam Mangkunegara, 1988), mengemukakan

tipe-tipe konsumen remaja sebagai berikut:

Karakteristik pembeli remaja :

D Mudah terpengaruh oleh rayuan penjual

D Mudah terbujuk iklan, terutama pada kerapian kertas pembungkus

(apalagi jika dihiasi dengan warna-warna yang menarik)

D Tidak berpikir hemat

D Kurang realistis, romantis dan mudah terbujuk (impulsif)

Dari karakteristik konsumen remaja yang telah dikernukakan di atas, remaja

(56)

(dalam Herabadi, 2003) yang mengemukakan bahwa individu yang berumur

lebih muda lebih memiliki kecenderungan belanja impulsif yang lebih tinggi

bila dibandingkan dengan individu yang lebih tua. Antara usia 18-39 tahun

belanja impulsif meningkat dan kemudian menurun kernbali setelahnya. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian lain yang mengemukakan bahwa

konsumen di bawah umur 35 tahun lebih cenderung melakukan belanja

impulsif dibandingkan dengan konsumen yang berusia 35 tahun ke atas

(Bellenger; Robertson & Hirschman dalam Herabadi, 2003). Hasil penelitian

ini juga menemukan bahwa dengan bertambahnya usia konsumen, mereka

dapat belajar mengendalikan kecenderungan belanja impulsif mereka,

mengingat individu yang lebih tua memperlihatkan pengendalian yang lebih

besar dalam ekspresi emosional dibandingkan dengan individu yang lebih

muda (Kacan & Lee dalam Herabadi, 2003).

Pada masa remaja, keadaan emosi mereka cukup bergejolak karena

banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari peralihan

dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Gunarsa, 1997). Suasana

emosi remaja yang sedang bergejolak tidak menentu ini tentunya merupakan

faktor yang sangat mendukung timbulnya perilaku belanja impulsif karena

mereka belum mampu menggunakan rasio mereka secara maksimal dalam

mempertimbangkan sesuatu, melainkan sangat dipengaruhi oleh kondisi

(57)

2.4 Teori Perilaku Konsumsi Dalam Perspektif Islam

a. Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam mer.entukan pilihan

konsumsi

Diasumsikan bahwa konsumen menyadari nilai-nilai Islam dan perilakur;ya

dilandasi oleh nilai-nilai tersebut. Sebelum sampai pada ruang pilihan

komoditas, terlebih dahulu dilihat proses seorang konsumen menentukan

pilihan pada ruang komoditas. Fahim Khan (dalam Amalia, 2003),

menjelaskan ada dua ha! yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan

pilihan konsumsi dalam pandangan ekonomi Islam yang tidak terdapat

pada teori perilaku konsumen Kapitalis adalah:

1) Pilihan adalah bagaimana membelanjakan pendapatan untuk

kebutuhan duniawi dan untuk kebutuhan ukhrawi (infaq fi

sabilillah). Konsumen sebenarnya menghadapi dua keranjang,

sebut saja keranjang X dan keranjang Y. Keranjang X adalah

pembelanjaan untuk kebutuhan hidup duniawi dan keranjang Y

adalah untuk kebutuhan ukhrawi. Pentingnya memenuhi kebutuhan

pada keranjang Y sangat ditekankan oleh ayat-ayat al-Qur'an dan

hadis yang mendorong untuk membelanjakan di jalan Allah.

2) Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam menentukan pilihan

antara lain adalah kuantitas saat ini dan seberapa banyak saving

(58)

untuk konsumsi mendatang. Seperti dijelaskan dalam al-Qur'an

sebagai berikut :

"Dan orang-orang yang apabila membe/anjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah pembelanja itu di tengah-tengah antara yang demikian." (Q.S. 55:67).

b. Konsep Kebutuhan (need)

Kebutuhan (need) merupakan konsep yang lebih bernilai dari sekedar

keinginan (want). Want ditetapkan berdasarkan konsep utiliti, tetapi

need didasarkan atas konsep maslahah. Tujuan syari'ah adalah

mensejahterakan manusia. Karenanya semua barang dan jasa yang

memberikan maslahah disebut kebutuhan manusia. Teori ekonomi

konvensional menggambarkan utiliti sebagai kepemilikan terhadap

barang atau jasa untuk memuaskan keinginan manusia. "Kepuasan"

bersifat subyektif. Setiap orang menentukan kepuasan 「・イ、。ウ。イォセョ@

kriteria mereka sendiri. Sebagain aktivitas ekonomi dilakukan atau

memproduksi sesuatu didorong oleh utilitanya. Jika segala sesuatu

dapat memuaskan keinginannya, manusia akan mau berusaha untuk

memenuhi, memproduksi, mengkonsumsi 「。イ。ョAセM「。イ。ョァ@ tersebut.

1) Konsep Maslahah, menurut Syatibil (Amalia, :2003), maslahah

adalah pemilikan atau kekuatan dari barang atau jasa yang

(59)

dunia. Syatibi (Amalia, 2003) telah mendeskripsikan lima

kebutuhan dasar yang harus dipenuhi bagi eksisnya kehidupan

manusia di dunia, yaitu:

a. Kehidupan (life I al nafs)

b. Kekayaan (property! al ma/)

c. Keimanan (faihtl al-din)

d. Pendidikan/ Kecerdasan (inte/ectua/I al-'aq/)

e. Keturunan (poterityl nas/)

Seluruh barang dan jasa yang akan mempertahankan kelima elemen ini

disebut maslahah bagi manusia. Seluruh kebutuhan tidak sama pentingnya.

Ada tiga tingkatan kebutuhan :

1. Tingkatan di mana kelima elemen di atas mendasar untuk dilindungi

(essential)/ dharuriyat.

2. Tingkatan di mana kelima elemen tersebut adalah pelengkap yang

menguatkan perlindungan mereka (comp/enteries)/ hajjiyat.

3. Tingkatan di mana kelima elemen tersebut merupakan kesenangan

atau keindahan (amelioratories)/ tahsiniyat.

Seluruh barang dan jasa yang mendorong dan berpotensi dalam memelihara

kelima elemen tersebut disebut maslahah. Seorang Muslim didorong oleh

(60)

mas/ahah bergantung pada barang dan jasa yang cer.derung

mempertahankan elemen mendasar. Barang atau jasa yang melindungi

elemen-elemen ini akan lebih bermaslahat diikuti oleh barang atau jasa

sebagai pelengkap dan barang-barang yang sekedar memberikan keindahan.

(Syatibi dalam Amalia, 2003).

Dalam sistem perekonomian, konsumsi memainkan peranan penting. Adanya

konsumsi akan mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan

demikian akan menggerakkan roda-roda perekonomian.

Dalam relitas empirik, hidup dan matinya sebuah proses ekonomi ternyata

tidak sesederhana yang baru saja digambarkan di atas. Sudah tabiat

produsen untuk mengkonversinya menjadi demand. Dengan promosi yang

gencar, sistem pembayaran yang "merangsang" serta hadiah-hadiah yang

ditawarkan, konsumen seakan tidak memilil<i alasan untul< tidal< memilil<i daya

beli. Sistem l<redit misalnya, merupal<an bagian dari upaya produsen dalam

memprovol<asi konsumen agar terus membeli, sampai al<hirnya perilal<u

konsumen mereka menjadi lepas kendali.

Menurut Najib (2003), Islam telah memberikan rambu-rambu berupa

batasan-batasan serta arahan-arahan positif dalam berl<onsumsi. Setidaknya terdapat

(61)

Pertama, pembatasan dalam hal sifat dan cara. Seorang muslim mesti

sensitif terhadap sesuatu yang dilarang oleh Islam. Mengkonsumsi

produk-produk yang jelas keharamannya hanis dihindari, seperti minum khamr dan

makan daging babi.. Seorang muslim haruslah senantiasa mengkonsumsi

sesuatu yang pasti membawa manfaat dan maslahat, sehingga jauh dari

kesia-siaan. Karena kesia-siaan adalah kemubadziran, dan hal itu dilarang

dalam islam (QS. 17 : 27)

Kedua, pembatasan dalam hal kuantitas atau ukuran konsumsi. Islam

melarang umatnya berlaku kikir yakni terlalu menahan-nahan harta yang

dikaruniakan Allah SWT kepada mereka. Namun Allah juga tidak

menghendaki umatnya membelanjakan harta mereka secara berlebih-lebihan

di luar kewajaran (QS. 25: 67, 5: 87). Dalam mengkonsumsi, Islam sangat

menekankan kewajaran dari segi jumlah, yakni sesuai dengan kebutuhan.

Dalam bahasa yang indah Al-Quran mengungkapkan "dan janganlah kamu

jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu

mengulurkannya ... "(QS. 17: 29).

Menurut Najib (2003), terdapat arahan menurut Islam dalam berkonsumsi

(62)

Pertama, jangan boros. Seorang muslim dituntut untuk selektif dalam

membelanjakan hartanya. Tidak semua hal yang dianmiap butuh saat ini

harus segera dibeli. Karena sifat dari kebutuhan sesungguhnya dinamis, ia

dipengaruhi oleh situasi dan kondisi. Seorang pemasar sangat pandai

mengeksploitasi rasa butuh seseorang, sehingga suatu barang yang

sebenarnya secara riil tidak dibutuhkan tiba-tiba menjacli barang yang seolah

sangat dibutuhkan. Contoh sederhana air mineral. Dahulu orang tidak terlalu

membutuhkannya. Namun karena perusahaan rajin "memprovokasi" pasar,

kini hampir di setiap rumah kita ada air mineral.

Kedua, seimbangkan pengeluaran dan pemasukan. Seorang muslim

hendaknya mampu menyeimbangkan antara pemasukan dan

pengeluarannya, sehingga sedapat mungkin tidak berutang. Karena utang,

menurut Rasulullah SAW akan melahirkan keresahan cli malam hari dan

mendatangkan kehinaan di siang hari. Ketika kita tidak memiliki daya beli,

kita dituntut untuk lebih selektif lagi dalam memilih, tidak malah memaksakan

diri sehingga terpaksa harus berutang. Hal ini tentu bertentangan dengan

perilaku prod

Gambar

Gambaran Umum Responden.......... ......................... ....... 67
Tabel Bobot Skor Skala ...................................................................
Tabel 3.1 Bobot Skor Skala
Blue Tabel 3.2 Print Skala Belanja lmpulsif
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tabel IV.8 Besar Suhu Lampu 15 Watt Terhadap Perubahan Kedudukan Sensor Suhu Robot B ...81.. Tabel IV.9 Pengiriman Data dari Robot A ke Robot B

Analisis Fundamental adalah analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksikan nilai dari suatu saham dengan menggunakan data-data keuangan,

nya dapat dilakukan sotelah terdapat keputuoan hukuman dioiplin pemberhentian oebagai Pegawai Negeri Sipil ber- daBarkan Peraturan Pemorintali ncraor 30 tahun 1900 yang.

Pada usia 13 tahun, saat duduk di kelas 5 SD, Mizar dan keluarganya memutus- kan pindah ke Kampung Bojong. Walau berjarak tidak lebih dari 3 kilometer, Mizar kecil dituntut harus

As such, the writing practice of introductions to research articles in Indonesian by Indonesian writers is similar to the writing of background of study in doctoral

Tampilan di atas merupakan perancangan antarmuka menu untuk operator, dimana di dalam menu tersebut terdapat pilihan menu Daftar Nilai Siswa, Rapor, Data Guru,

Jika ditemukan, selanjutnya adalah proses penetasan telur yaitu dengan cara kertas saring yang berisi telur, dipindahkan ke nampan plastik yang berukuran 20 x 30 cm atau 30 x