HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA
TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN
TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh :
NURZANNAH NIM. 101000005
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA
TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NURZANNAH NIM. 101000005
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN
FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN TAHUN 2015” ini beserta
seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas penyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, April 2015
Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Lebih dari 70 % manusia pernah mengalami nyeri punggung bawah (Low
Back Pain/ LBP) berusia 35 – 55 tahun. Beberapa faktor resiko terkait kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa kerja 5 - 10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal disorder, body massa indeks (BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dan faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan terjadinya Low Back Pain pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Belawan Tahun 2015. Dilakukan penelitian bersifat retrospektif dengan desain case control. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 460 orang dengan sampel yang diambil secara sistematik random sampling yaitu 64 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
Diharapkan kepada TKBM agar melakukan olahraga atau peregangan otot sebelum melakukan aktivitas fisik/kerja. Kepada Primer Koperasi TKBM Pelabuhan Belawan diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai pencegahan LBP dengan memperhatikan waktu istirahat, kondisi tempat kerja, beban angkat, alat bantu yang digunakan serta alat pelindung diri pada TKBM Pelabuhan Belawan.
ABSTRACT
More than 70% humans had ever experience Low Back Pain (LBP) at the age of 35 – 55 years old. Some risk factors with LBP incidents is at the age over 35 years old, smoker, 5- 10 years work time, work position, overweight ans musculoskeletal disorder sufferer family history, Body Mass Index (BMI), height, exercise routine, and work time.
The purpose of this research is to defind personal factors (age, IMT, work time, work periode, smoking habit, exercise routine) and work factors (work load, work posture) with the incidents of Low Back Pain with loading and unloading worker (TKBM) at Belawan harbor. This research type is case control design with retrospektif characteristic. Population in this research was 460 people with sample taken systematically random sampling that was 64 people. the data suggested to give promotion about LBP prevention by paying attention to the rest time, workplace, liftload, assist used, also protector tools for TKBM Belawan harbor.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nurzannah
Tempat/ Tanggal Lahir : Tuntungan/ 7 Februari 1992
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Nama Orang Tua
Ayah : Sulaiman
Ibu : Ratnawaty, Spd
Anak ke : 2 dari 3 orang bersaudara
Alamat Rumah : Jln. Pembangunan No.245 Tuntungan
Riwayat Pendidikan :
1. TK Al.Amin : 1996 - 1997
2. SD Negeri 106172 Tuntungan : 1998 – 2004
3. SMP Swasta Muhammadiyah 03 Medan : 2004 – 2007
4. SMA Swasta Muhammadiyah 02 Medan : 2007 – 2010
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : 2010 – 2015
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Bidang Internal KOHATI HMI FKM USU, Periode 2010 - 2011
2. Anggota Bidang Internal KOHATI HMI FKM USU, Periode 2011 - 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low
Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.kes selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, memberikan saran,
dukungan, nasihat, serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Umi Salmah, SKM. M. Kes selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, memberikan saran,
5. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.kes dan Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Seluruh dosen dan staf di FKM USU khususnya Departemen KKK yang telah
memberikan ilmu dan membantu penulis menjadi mahasiswa di FKM USU.
8. Bapak Mafrizal selaku Ketua Pengurus Primkop TKBM “Upaya Karya”
Pelabuhan Belawan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
9. Bapak Sukardi, Bapak Victor Saragi, Bapak SP.Pasaribu, Bapak Sabam P.Manalu SE, Bapak Drs. Ardin Silalahi, Bapak Frans Holmes Sitanggang selaku staf Pengurus Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan
Belawan.
10. Bapak Budiman Laia, SH selaku Ketua Pengawas Primkop TKBM “Upaya
Karya” Pelabuhan Belawan.
11. Bapak Jhon Frans Manalu, Bapak Irwansyah Nasution selaku staf
Pengawas Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan
12. Bapak Sofyan, Ssos, Ibu Liani, Amd. Kom selaku pelaksana tata usaha
Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan.
13. Bapak Mulyono selaku Kepala Sektor I UUJBM Pelabuhan Belawan dan
seluruh staf Sektor I UUJBM Pelabuhan Belawan.
14. Yang terbaik dan teristimewa untuk Ayahanda Sulaiman dan Ibunda
kepada penulis, serta abang Muhammad Hamdan, Amd. TK, dan adik Siti Khadijah tercinta yang senantiasa mendoakan, mendukung dan mengingatkan penulis.
15.Untuk sahabat-sahabatku ( Siti Kurniawati, SKM, Magda ufik sitorus,
SKM, Muthia Salwa Haitamy, SKM, Anggia Geubrina, SKG, Sri Novita Amelia, SKM, Elicia Fadhilah, SKM ) terima kasih untuk semua bantuan, motivasi dan kebersamaannya.
16.Teman-teman peminatan K3 2010 (Kak Astri, kak Fira, kak Dina, Eva,
bang Khairul, bang Alex, Andi, Imam, Roni, Indra, Dian, Armanda, Jhon, Sandro, Frans) terima kasih banyak untuk semangat yang kalian berikan.
17.Untuk semua anggota dan pengurus HMI Komisariat FKM USU yang
telah memberikan ilmu yang luar biasa selama penulis berinteraksi
didalamnya.
18.Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja
sama dan do’anya.
Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karuniaNya
kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2015
DAFTAR ISI
2.1.2.Anatomi Tulang Belakang ... 10
2.2. Low Back Pain ... 12
2.2.1.Defenisi Low Back Pain ... 12
2.2.2.Etiologi ... 14
2.2.3.Patogenesis ... 19
2.2.4.Klasifikasi ... 21
2.2.5.Gejala dan tanda-tanda LBP ... 22
2.2.6.Diagnosis ... 23
2.2.7.Penatalaksanaan ... 24
2.2.8.Pencegahan ... 27
2.2.9.Prognosis ... 28
2.3. Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah... 28
3.6. Aspek Pengukuran ... 45
4.2. Gambaran Umum Tenaga Kerja Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ... 52
4.3. Letak dan Keadaan Geografis ... 54
4.4. Hasil Analisis Univariat ... 55
4.4.1.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Umur di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 55
4.4.2.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 56
4.4.3.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Masa Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 57
4.4.4.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Lama Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 58
4.4.5.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 59
4.4.6.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Kebiasaan Olahraga di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 60
4.4.7.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Beban Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 61
4.4.8.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Sikap Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 62
4.5. Hasil Analisis Bivariat ... 63
4.5.1. Hubungan Umur TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 63
4.5.2. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 63
4.5.3. Hubungan Masa Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 64
4.5.4. Hubungan Lama Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 65
4.5.6. Hubungan Kebiasaan Olahraga TKBM dengan
Kejadian Low Back Pain ... 67
4.5.7. Hubungan Beban Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 68
4.5.8. Hubungan Sikap Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 69
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Faktor Resiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawah ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
Berdasarkan Umur di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 55
Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Pelabuhan Belawan
I Medan Tahun 2015 ... 56
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
Berdasarkan Masa Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun
2015 ... 57
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
Berdasarkan Lama Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun
2015 ... 58
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Pelabuhan Belawan I
Medan Tahun 2015 ... 59
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
Berdasarkan Kebiasaan Olahraga di Pelabuhan Belawan I
Medan Tahun 2015 ... 60
Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
Berdasarkan Beban Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan
Tahun 2015 ... 61
Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
Berdasarkan Sikap Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun
2015 ... 62
Tabel 4.9 Hubungan Umur Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dengan
Kejadian Low Back Pain ... 63
Tabel 4.13 Hubungan Kebiasaan Merokok Tenaga Kerja Bongkar Muat
Tabel 4.14 Hubungan Kebiasaan Olahraga Tenaga Kerja Bongkar Muat
(TKBM) dengan Kejadian Low Back Pain ... 67
Tabel 4.15 Hubungan Beban Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
dengan Kejadian Low Back Pain ... 68
Tabel 4.16 Hubungan Sikap Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang ... 10
ABSTRAK
Lebih dari 70 % manusia pernah mengalami nyeri punggung bawah (Low
Back Pain/ LBP) berusia 35 – 55 tahun. Beberapa faktor resiko terkait kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa kerja 5 - 10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal disorder, body massa indeks (BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dan faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan terjadinya Low Back Pain pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Belawan Tahun 2015. Dilakukan penelitian bersifat retrospektif dengan desain case control. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 460 orang dengan sampel yang diambil secara sistematik random sampling yaitu 64 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
Diharapkan kepada TKBM agar melakukan olahraga atau peregangan otot sebelum melakukan aktivitas fisik/kerja. Kepada Primer Koperasi TKBM Pelabuhan Belawan diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai pencegahan LBP dengan memperhatikan waktu istirahat, kondisi tempat kerja, beban angkat, alat bantu yang digunakan serta alat pelindung diri pada TKBM Pelabuhan Belawan.
ABSTRACT
More than 70% humans had ever experience Low Back Pain (LBP) at the age of 35 – 55 years old. Some risk factors with LBP incidents is at the age over 35 years old, smoker, 5- 10 years work time, work position, overweight ans musculoskeletal disorder sufferer family history, Body Mass Index (BMI), height, exercise routine, and work time.
The purpose of this research is to defind personal factors (age, IMT, work time, work periode, smoking habit, exercise routine) and work factors (work load, work posture) with the incidents of Low Back Pain with loading and unloading worker (TKBM) at Belawan harbor. This research type is case control design with retrospektif characteristic. Population in this research was 460 people with sample taken systematically random sampling that was 64 people. the data suggested to give promotion about LBP prevention by paying attention to the rest time, workplace, liftload, assist used, also protector tools for TKBM Belawan harbor.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Undang- undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 86, ayat I a, menyatakan
bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan ini merupakan tugas pokok
pelayanan kesehatan kerja yang meliputi pencegahan dan pengobatan terhadap
penyakit umum dan penyakit akibat kerja, yang diatur dalam Permenakertrans
Nomor 03/Men/1982 dan Undang- undang Nomor 23 tahun 1992.
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud
antara lain fisik, mental ataupun sosial. Seorang pekerja, seperti pekerja-pekerja
bongkar muat barang pelabuhan, memikul lebih banyak beban fisik daripada
beban mental ataupun sosial. Hal ini dikarenakan sebagian besar waktu kerjanya
adalah berfokus pada kegiatan bongkar muat suatu barang yang diimpor dari luar
ke pelabuhan setempat (Suma’mur, 2009).
Aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat beban, menurunkan,
mendorong, menarik, melempar, memindahkan atau memutar beban dengan
menggunakan tangan atau bagian tubuh lainnya disebut manual material handling
dapat menyebabkan nyeri pinggang (low back pain). Nyeri pinggang akibat
pekerjaan manual material handling, 50% di antaranya diakibatkan oleh aktivitas
mengangkat beban, 9% karena mendorong dan menarik beban, 6% karena
menahan, melempar, memutar, dan membawa beban (Nurwahyuni, 2012).
Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung
punggung bawah dapat diikuti dengan cedera atau trauma punggung, tapi juga
rasa sakit dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif misalnya penyakit artritis,
osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan
cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang (Tatilu, 2014).
Penelitian di Amerika pada tahun 2004 menyatakan bahwa ada sekitar
60% pekerja manual handling menderita nyeri dan cedera pada daerah punggung,
dan hal itu disebabkan karena aktivitas manual handling saat bekerja seperti mengangkat, menarik serta memegang alat. Nyeri punggung bawah adalah
penyebab utama dari ketidak hadiran kerja di Inggris. Diperkirakan sekitar 3,5 juta
hari kerja hilang tahun 2008-2009 karena gangguan muskuloskeletal terutama
masalah nyeri punggung bawah (Munir, 2012).
Di Australia Barat, L. M. Stracker menyatakan bahwa pada tahun 1995
ada 8939 kasus yang disebabkan karena manual handling atau sekitar 30% dari
kasus, dari 8939 kasus sekitar 49% berupa muskuloskeletal disorder, 88,8%
berupa keluhan pada otot dan tulang rangka. Adapun bagian tubuh yang terkena
sekitar 3% mengenai pada daerah leher, 23,3% pada daerah bahu dan lengan,
65,4% pada daerah punggung dan 5% terjadi di daerah anggota gerak bagian
bawah (Munir, 2012).
Menurut hasil studi Departemen Kesehatan RI (2005) diketahui bahwa
40,5% pekerja mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang diduga terkait
dengan pekerjaan yaitu16% penyakit otot rangka yang disebut sakit punggung.
World Health Organization (WHO) juga menyatakan bahwa di negara industri
National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja dengan frekuensi kejadian yang paling tinggi adalah sakit/nyeri pada punggung bawah, yaitu 22%
dari 1.700.000 kasus (Tatilu, 2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Septiawan (2012), terhadap pekerja bangunan di PT. Mikroland Property Development Semarang, didapatkan hasil
dari 49 sampel pekerja mengalami keluhan nyeri punggung bawah. Dari 30
responden yang memiliki sikap kerja dengan resiko tinggi, terdapat 25 responden
(83,3%) mengalami keluhan nyeri punggung bawah dan 5 responden (16,7%)
tidak mengalami keluhan nyeri punggung bawah. Sedangkan dari 19 responden
yang memiliki sikap kerja dengan resiko sedang, terdapat 10 responden (52,7%)
mengalami keluhan nyeri punggung bawah dan 9 responden (47,3%) tidak
mengalami keluhan nyeri punggung bawah.
Joice Ester Tatilu (2014) mengungkapkan bahwa dari 75 orang pekerja
pembuat batu bata di kelurahan Plangmongansari yang mengalami nyeri
punggung bawah, terdapat 99% dengan sikap kerja berdiri, membungkuk, dan
jongkok yang tidak ergonomis.
Sakinah (2012) menyatakan bahwa persentase terbesar yang mengalami
nyeri punggung bawah terdapat pada kelompok umur yang dikategorikan berusia
muda (≤ 35 tahun) yang mengalami keluhan yaitu 7 orang (26,9%) dan yang tidak
mengalami keluhan yaitu 19 orang (73,1%) sedangkan pekerja batu bata dengan
kategori berusia tua (>35 tahun) yang mengalami keluhan yaitu 17 orang (60,7%)
dan yang tidak mengalami keluhan yaitu 11 orang (39,3%). Berdasarkan uji yang
keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja batu bata di Kelurahan Lawawoi
Kabupaten Sidrap.
Lebih dari 70% manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP dengan
rata-rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun. Terdapat beberapa faktor resiko
penting yang terkait dengan kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok,
masa kerja 5-10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita
musculoskeletal disorder (Astuti, 2007). Faktor lain yang dapat memengaruhi timbulnya gangguan LBP meliputi karakteristik individu misal body mass index
(BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja (Harianto, 2010).
Proses kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja bongkar muat banyak
mengandung resiko terhadap kesehatan. Salah satunya adalah sikap kerja yang
dilakukan dengan menggunakan tubuh mereka untuk mengangkut beban. Sesuai
dengan observasi awal yang dilakukan, sering ditemukan tenaga kerja bongkar
muat melakukan pekerjaan angkat-angkut beban dengan cara manual yaitu hanya
dengan menggunakan kekuatan tubuh yang ditaruh di punggung bagian bawah.
Hal tersebut dapat menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja
karena sikap tubuh mengangkat beban seperti itu dilakukan secara berulang.
(Tatilu, 2014).
Tenaga kerja bongkar muat merupakan tenaga kerja yang berpotensi
mengalami penyakit yang terkait dengan pekerjaan yaitu keluhan nyeri punggung
bawah dimana sikap kerja dari tenaga kerja bongkar muat yang mengangkut
beban dengan posisi membungkuk dapat menyebabkan nyeri punggung bawah.
fisik yang tinggi sehingga membutuhkan energi yang cukup banyak. Oleh karena
itu, gerakan atau posisi yang akan dilakukan saat bekerja perlu diatur agar dapat
dimanfaatkan menurut kekuatan yang maksimal. Dengan demikian otot akan
berprestasi dengan efesiensi yang tinggi dan keterampilan yang optimal
(Nurwahyuni, 2012).
Pelabuhan Belawan adalah sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama
yang bernaung di bawah PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I. Pelabuhan ini
merupakan salah satu pelabuhan bongkar muat paling penting di Indonesia
terletak di kota Medan Sumatera Utara (Dephub RI, 2003). Pekerjaan bongkar
muat merupakan pekerjaan yang mengandalkan fisik dan lingkungan kerja
memberikan tambahan beban kerja bagi tenaga kerja bongkar muat (TKBM).
Setiap kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh TKBM yang terdaftar di kantor
pelabuhan Belawan, terhimpun dalam satu wadah yaitu Koperasi Upaya Karya
bekerja sama dengan Perusahaan Bongkar Muat (PBM). Oleh karena itu syarat
untuk menjadi TKBM adalah bergabung dalam keanggotaan Koperasi Upaya
Karya.
Kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Belawan di bagi dalam tiga
bagian terdiri dari Stevedoring (pekerjaan bongkar muat barang dari kapal ke
dermaga dan sebaliknya), Corgodoring (pekerjaan membawa barang dari dermaga
ke gudang dan sebaliknya), Receiveing/Delivery (pekerjaan mengambil barang
dari gudang ke atas kendaraan dan sebaliknya). Kesiapan sumber daya manusia
operasional dan tenaga kerja bongkar muat merupakan salah satu persyaratan
Pelabuhan belawan memiliki 4 sektor, dalam hal ini peneliti melakukan
penelitian di sektor 1 yang terdiri dari 20 mandor dengan sistem kerja secara
bergilir yang memiliki jumlah pekerja sebanyak 460 orang. Tenaga kerja
membawa barang dari palka kapal maupun sebaliknya secara manual ke geladak
kapal, menyusun barang kedalam jala-jala barang, kemudian dengan
menggunakan container crane diangkut dan disusun oleh tenaga kerja kedalam
truk. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah mengangkat biji sawit (cornel sawit),
beras, semen, pupuk dan lainnya yang dikemas dalam sack (karung). Kapal
barang yang sandar di dermaga dengan kapasitas berkisar 1300-1600 ton
dikerjakan oleh 2-3 tim beranggotakan 12 orang/tim dalam waktu 3-5 hari atau
tergantung muatan dan ukuran kapal.
Pekerjaan bongkar muat dilakukan dengan menggunakan sistem borongan,
bekerja sesuai kesepakatan dengan pihak pengguna jasa. Sehingga memungkinkan
waktu kerja melebihi 8 jam per hari. Jam kerja dimulai pukul 08.00 pagi dan
istirahat siang pukul 11.30, kemudian dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 dan
istirahat sore pukul 17.30. Untuk jam lembur sore dimulai pukul 17.30-19.00 dan
jam lembur malam dimulai pukul 19.00-21.30.
Dari hasil wawancara yang dilakukan, pekerja mengatakan bahwa pernah
mengalami low back pain terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Dilihat dari
data rumah sakit Mitra Medica ditemukan sebanyak 32 kasus kejadian low back
Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan faktor resiko dengan terjadinya nyeri punggung bawah (Low
Back Pain) pada tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan tahun 2015.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara faktor resiko dengan terjadinya nyeri
punggung bawah (Low Back Pain) pada tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di
Pelabuhan Belawan tahun 2015.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dengan terjadinya Low Back
Pain pada TKBM Pelabuhan Belawan tahun 2015.
2. Untuk mengetahui faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan
terjadinya Low Back Pain pada TKBM Pelabuhan Belawan tahun 2015.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan masukan bagi manajemen Primkop “Upaya Karya”
Pelabuhan Belawan dalam upaya pencegahan terjadinya Low Back Pain
pada tenaga kerja bongkar muat.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Tubuh Manusia
Tubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah sistem
rangka, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan, sistem
syaraf, sistem penginderaan, sistem otot, dan sebagainya. Sistem tersebut saling
terkait antara satu dengan yang lainnya dan berperan dalam menyokong
kehidupan manusia. Akan tetapi dalam ergonomi, sistem yang paling berpengaruh
adalah sistem otot, sistem rangka dan sistem syaraf. Ketiga sistem ini sangat
berpengaruh dalam ergonomi karena manusia yang memegang peran sebagai
pusat dalam ilmu ergonomi (Kantana, 2010).
2.1.1 Sistem Muskuloskeletal
Kerangka merupakan dasar bentuk tubuh sebagai tempat melekatnya otot -
otot, pelindung organ tubuh yang lunak, penentuan tinggi, pengganti sel-sel yang
rusak, memberikan sistem sambungan untuk gerak pengendali dan untuk
menyerap reaksi dari gaya serta beban kejut. Rangka manusia terdiri dari
tulang-tulang yang menyokong tubuh manusia yang terdiri atas tulang-tulang tengkorak, tulang-tulang
badan dan tulang anggota gerak (Nurmianto, 2004).
Fungsi utama dari sistem muskuloskeletal adalah untuk mendukung dan
melindungi tubuh dan organ-organnya serta untuk melakukan gerak. Agar seluruh
tubuh dapat berfungsi dengan normal, masing-masing substruktur harus berfungsi
dengan normal. Enam substruktur utama pembentuk sistem muskuloskeletal
antara lain: tendon, ligamen, fascia (pembungkus), kartilago, tulang sendi dan
sedangkan tulang sendi diperlukan untuk pergerakan antara segmen tubuh. Peran
mereka dalam sistem muskuloskeletal keseluruhan sangatlah penting sehingga
tulang sendi sering disebut sebagai unit fungsional sistem muskuloskeletal.
Dalam kaitannya dengan ergonomi, sistem otot dan rangka merupakan
alat gerak pada manusia dan berperan dalam membentuk postur dalam bekerja.
Sistem ini berguna dalam mendesain atau merancang tempat kerja, peralatan kerja
dan produk baru yang harus disesuaikan dengan karakteristik manusia. Sistem
otot dan rangka berpengaruh dalam kemampuan dan keterbatasan manusia dalam
melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan sistem syaraf merupakan pengendali dari
semua kegiatan dan aktivitas termasuk gerakan sistem otot dan rangka.
2.1.2 Anatomi Tulang Belakang
Tulang belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena
rangka ini merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama dengan
panggul untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang
terdapat pada pangkal paha. Tulang belakang terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang
Tulang belakang cervical; terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang
belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini
merupakan tulang yang mendukung bagian leher.
Tulang belakang thorax; terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai
tulang dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk. Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini.
Tulang belakang lumbal; terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling
tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lainnya.
Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa
gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
Tulang sacrum; terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung dan
tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya. Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.
Tulang belakang coccyx; terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah
antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung menjadi
satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.
Pada tulang belakang terdapat bantalan yaitu intervertebral disc yang terdapat di sepanjang tulang belakang sebagai sambungan antar tulang dan
berfungsi melindungi jalinan tulang belakang. Bagian luar dari bantalan ini terdiri
dari annulus fibrosus yang terbuat dari tulang rawan dan nucleus pulposus yang berbentuk seperti jeli dan mengandung banyak air. Dengan adanya bantalan ini
memungkinkan terjadinya gerakan pada tulang belakang dan sebagai penahan jika
terjadi tekanan pada tulang belakang seperti dalam keadaan melompat. Jika terjadi
belakang sehingga menimbulkan kesakitan pada punggung bagian bawah dan
kaki. Struktur tulang belakang ini harus dipertahankan dalam kondisi yang baik
agar tidak terjadi kerusakan yang dapat menyebabkan injuri/ cidera.
2.2 Low Back Pain
2.2.1 Definisi Low Back Pain
Nyeri adalah pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul dari kerusakan jaringan. Nyeri
punggung bawah (NPB) adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah
punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler
maupun keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat
bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai
dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. nyeri punggung bawah yang
lebih dari 6 bulan disebut kronik (Tanjung, 2009).
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Rasa nyeri timbul
bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi
dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Sifat berlangsungannya adalah
akut dan kronis (lebih dari 12 minggu). Low back pain non spesifik adalah
low back pain yang tidak diketahui penyebab patologisnya secara nyata
seperti tumor, osteoporosis, rheumatoid arthritis, patah tulang atau inflamasi. Dalam masyarakat, LBP tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin,
pekerjaan, status sosial, dan tingkat pendidikan. Lebih dari 80% manusia
di daerah lumbosakral dan sakroiliakal. LBP sering disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki. Mobilitas punggung bawah sangat tinggi, di samping itu juga
berfungsi menyangga beban tubuh, dan sekaligus sangat berdekatan dengan
jaringan lain yakni traktus digestivus dan traktus urinarius. Kedua jaringan atau organ ini apabila mengalami perubahan patologik tertentu dapat
menyebabkan nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah.
Pasien LBP kronis mungkin merasakan nyeri terbatas pada garis
tengah daerah lumbal (pinggang), atau menyebar pada beberapa daerah
yang lebih luas, termasuk daerah paraspinal, tulang panggul, pinggul, atau
pantat; daerah paha posterior atau lateral, lutut atau kaki, atau di manapun di sekitar kaki (Kristiawan, 2009).
Nyeri p unggung b awah merupakan gangguan muskuloskeletal yang
paling sering terjadi pada pekerja dan di n egara maju menghabiskan dana
kompensasi dan dana pengobatan yang terbesar diantara penyakit akibat kerja
lainnya (Depkes RI, 2003).
2.2.2 Etiologi
Etiologi low back pain menurut Halimah (2009) dapat berupa :
1. Proses degeneratif, seperti spondilosis, HNP, stenosis spinalis, dan
osteoartritis. Perubahan pada vertebrata lumbosakral dapat terjadi pada
arkus dan prosesus artikularis serta ligamen yang menghubungkan antar
ruas tulang belakang. Perubahan degeneratif juga dapat menyerang
2. Penyakit inflamasi, seperti rheumatoid artritis yang sering timbul
sebagian penyakit akut dengan ciri persendian keempat anggota gerak
terkena secara serentak atau spondilitis ankilopoetika dengan keluhan
sakit punggung dan pinggang yang sifatnya pegal dan kaku.
3. Osteoporosis, pada orang tua dan jompo terutama menyerang kaum
wanita. Sakit bersifat pegal, tajam, dan radikuler.
4. Kelainan kongenital, yang diperlihatkan foto rontgen polos dari vertebra
lumbosakralis sering dianggap sebagai penyebab LBP dan dapat
menyerupai HNP.
5. Gangguan sirkulasi, seperti aneurisma aorta abdominalis dapat
menyebabkan LBP yang hebat. Gangguan sirkulasi lain seperti
thrombosis aorta terminalis, dengan gejala nyeri yang menjalar sampai
bokong, belakang paha dan tungkai kedua sisi.
6. Tumor, dapat berupa tumor jinak seperti osteoma, Paget’s disease,
osteoblastoma, hemangioma, neurioma, meningioma atau tumor ganas
seperti mieloma multipel, maupun sekunder.
7. Infeksi akut yang disebabkan oleh kuman piogenik seperti streptococcus
atau staphylococcus, atau infeksi kronik seperti spondilitis tuberculosis
dan osteomielitis.
8. Psikoneuritik, seperti histeria, depresi, malingering.
Etiologi LBP bermacam-macam, yang paling banyak adalah penyebab
sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu, LBP dapat merupakan nyeri
sistem kardiovaskuler. Proses infeksi, neoplasma, dan inflamasi daerah
panggul dapat juga menimbulkan LBP. Penyebab sistem neuromuskuloskeletal
dapat diakibatkan beberapa faktor, yaitu :
a. Otot (Miofasial)
Otot pinggang bawah memberi kekuatan dan perengangan untuk
berbagai aktivitas, seperti berdiri, berjalan, dan mengangkat. Postur lordotik
lumbar merupakan postur alamiah yang tidak dapat diubah. Seseorang yang
mengalami LBP kronik, otot ekstensor lumbar lebih lemah dibanding otot
fleksor, sehingga tidak kuat mengangkat beban. Otot sendiri sebenarnya
tidak jelas sebagai sumber nyeri, tetapi muscle spindles jelas diinervasi
sistem saraf simpatis. Dengan hiperaktivitas kronik, sistem simpatis ini (seperti
pada ansietas), muscle spindles mengalami spasme, sehingga terasa nyeri
tekan. Jejas pada perlekatan otot akan menyebabkan inflamasi kronik
sehingga akan mengakibatkan nyeri tekan pula. Perlekatan otot yang tidak
sempurna akan melepaskan pancaran rangsang saraf berbahaya yang
mengakibatkan nyeri, sehingga menghambat aktivitas otot. Terbukti ada
hubungan langsung antara jumlah rangsang berbahaya penghambat fungsi
otot dengan kekuatan otot yang tersedia. Sekali nyeri dihilangkan, akan muncul
tenaga otot yang lebih besar. Jadi penurunan kekuatan otot mungkin
berhubungan dengan nyeri. Latihan dapat merangsang pemulihan kekuatan
otot (Muchamad, 2009).
Ketegangan (strain) otot dapat terjadi akibat dipaksakan atau
tulang vertebra untuk mendukung stabilitas punggung.
Keseleo (sprain) punggung bawah dapat terjadi bila ligamene
gerak terlalu kuat dan mendadak. Jejas (sprain dan strain) merupakan
penyebab LBP paling sering. Hal ini dipengaruhi oleh faktor usia, obesitas,
dan merokok. Penambahan usia dapat menimbulkan osteoporosis, penurunan
kekuatan dan elastisitas otot, serta ligamen. Meskipun perkembangan efek
tersebut tidak dapat dihentikan, namun dapat dicegah dengan latihan
teratur, makan yang mencukupi, penggunaan otot yang sesuai dan pencegahan
merokok (Muchamad, 2009).
b. Diskus Intervertebral
Pada usia anak dan remaja, nukleus pulposus jelly like dikelilingi
oleh anulus fibrosus yang lebih kuat. Pada lansia normal, nukleus mulai
mirip anulus. Pada usia pertengahan atau produktif dapat terjadi fisura atau
robekan, sehingga terjadi protrusi atau mungkin prolaps seperti yang telah
disebut di muka. Gerakan yang paling banyak menimbulkan keadaan tersebut
adalah gerakan fleksirotasi atau posisi bungkuk dan rotasi ke lateral
yang mendadak.
c. Sendi Apofiseal atau Sakroiliaka
Fasies artikuler antar vertebra lumbar merupakan tempat nyeri pada
10- 15% LBP kronik. Ini disebabkan regio lumbar adalah merupakan motion
segment dari kolumna vertebra selain regio servikal. Unit fungsional
vertebra adalah motion segment yang dibentuk oleh separuh ruas vertebra di
longitudinal anterior dan posterior, ligamentum flavum, prosesus spinosum dan
proses ustransversum berikut ligamen. Fasiesartikularis sebenarnya terdiri
atas kartilago yang denervasi, sedangkan kapsula dan membran sinovial
sendi yang diinervasi oleh reseptor nyeri.
Perubahan degenerasi menambah beban jaringan penyokong seperti
fasies artikular, ligamentum dan kapsul sendi, yang mana hal ini akan
memicu sejumlah perubahan seperti pembesaran sinovial dan kapsul sendi,
pembentukan jaringan ikat, hilangnya celah sendi dan atau sklerosis tulang
sekitarnya. Spur tulang dapat dibentuk pada bulging anulus fibrosus dan
korpus vertebra. Berbagai perubahan ini menyebabkan stenosis kanal spinal
dan gesekan dengan radik saraf. Keluhan LBP akibat stenosis jenis ini, paling
sering diderita oleh pasien umur 60-70 tahun. Juga harus diingat bahwa
meskipun sumber LBP persisten, keluhan nyeri dirasakan pada pantat
sehingga tidak khas sebagai keluhan LBP.
d. Kompresi Saraf atau Radix
Pada daerah lumbar, prolaps diskus intervertebral ke arah
posterolateral akan menjepit radix saraf atau dapat mendorong radik saraf
baik ke medial ataupun ke lateral. Radik saraf mungkin menjadi gepeng,
melekat pada prolaps, atau membengkak dan menimbulkan reaksi radang.
Posisi diantara prolaps dan radik saraf dapat juga berubah (Nencyati, 2010).
e. Metabolik
Masalah metabolik terutama metabolisme tulang dan diabetes
sehingga menimbulkan gejala dari jaringan yang bersangkutan. Osteoporosis
dapat mempermudah terjadinya fraktur vertebra, terutama VTh XII, VLI.
Fraktur vertebra dapat menyebabkan stenosis spinal, skoliosis, atau
kifosis dengan mechanical LBP. Osteomalacia dan Paget disease dapat
pula menyebabkan LBP. Diabetes melitus mengakibatkan degenerasi diskus
intervertebral dan meningkatkan insidensi spondilolistesis, sehingga terjadi
jejas kompresif jaringan saraf yang menyulitkan terapi (Nencyati, 2010).
f. Faktor Psikologi
Nyeri yang berasal dari spinal adalah komplek, merupakan persepsi
stimulasi sensorik dan faktor-faktor psikologik. Susunan saraf pusat (SSP)
merubah pesan nyeri dari nosiseptor melalui mekanisme gate control atau
proses penghambatan desenden. Sebagai “pain termostat” adalah sistem
analgetik yang ditengahi endorfin (the endorphin mediated analgetic system),
mempunyai pengaruh yang kuat untuk menghambat nyeri. Posisi dan perilaku
memainkan peran yang penting dalam LBP kronik sehingga dapat menyulitkan
terapi. Sistem saraf beradaptasi terhadap stimulasi kronik dengan fenomena
hipersensitisasi. Hipersensitisasi menurunkan ambang pembakaran neuronal
(neuronal firing) dan mengakibatkan stimulus aferen disebar ke reseptor yang sebelumnya tidak terlihat. Ini berperan dalam penyebaran nyeri (nyeri
rujukan). Nyeri kronik sering dipicu oleh perilaku repetitif, seperti marah,
frustasi, penyalahgunaan alkohol, dan faktor social (pekerjaan yang
membosankan, dukungan keluarga, besar gaji, tingkat pendidikan, dan
yang memuncak pada 6 bulan sampai 3 tahun setelah onset (Nencyati, 2010).
g. Umur
Pengerahan tenaga dan robekan serta faktor keturunan akan
menyebabkan perubahan degeneratif diskus intervertebral seiring dengan
bertambahnya umur, sehingga terjadi penyakit diskus intervertebral atau
perubahan aestetik sendi-sendi kecil. Perubahan ini berbeda untuk tiap
individu. Bila berat dapat menyebabkan kekakuan dan nyeri punggung
bawah. Spur-spur tulang artrostik dan inflamasi sendi dapat menyebabkan
iritasi saraf dan nyeri tungkai (Muchamad, 2009).
2.2.3 Patogenesis
Ada beberapa mekanisme yang telah diajukan mengenai proses
perkembangan nyeri punggung dan kelumpuhan yang bisa digunakan untuk
menentukan apakah proses patologis yang terlihat pada gambaran radiologis
berhubungan dengan gejala yang dialami pasien.
Nyeri pada bagian manapun memerlukan perlepasan dari agen-agen
inflamasi yang menstimulasi reseptor nyeri dan menyebabkan sensasi nyeri pada
jaringan, tulang belakang merupakan struktur yang unik karena memiliki banyak
jaringan di sekitarnya yang dapat memicu nyeri. Inflamasi pada sendi tulang
belakang, intervertebral diskus, ligamen dan otot, meninges dan akar saraf dapat
menyebabkan nyeri pada punggung bawah. Jaringan-jaringan ini memberikan
respon terhadap nyeri dengan melepaskan beberapa agen kimia seperti bradikinin,
prostalglandin dan leukotrin. Agen-agen kimia ini mengaktifkan ujung saraf dan
teraktivasi akan melepaskan neuropeptida, dimana yang paling banyak adalah
substansi P. Neuropeptida ini bekerja pada pembuluh darah, menyebabkan
ekstravasasi, dan menstimulasi sel mast untuk melepas histamin dan melebarkan
pembuluh darah. Sel mast juga melepaskan leukotrin dan agen-agen inflamasi
lainnya yang menarik leukosit dan monosit. Proses tersebut menghasilkan gejala-
gejala inflamasi seperti pembengkakan jaringan, kongesti vaskular, dan stimulasi
ujung-ujung saraf bebas.
Impuls nyeri tersebut dihasilkan oleh jaringan tulang belakang yang
mengalami inflamasi. Korda spinalis dan otak memiliki mekanisme khusus dalam
memodifikasi nyeri yang berasal dari daerah jaringan spinal. Di korda spinalis,
impuls nyeri terkonversi pada neuron yang juga menjadi reseptor sensoris. Hal ini
menyebabkan perubahan derajat sensasi nyeri yang ditransmisikan ke otak melalui
proses yang disebut gate control system. Impuls nyeri selanjutnya akan masuk ke
proses yang kompleks dan berlangsung pada berbagai tingakatan system saraf
pusat. Otak akan mengeluarkan substansi kimiawi yang merespon nyeri yang
disebut endorfin. Endorfin merupakan analgesik alami yang dapat menghambat
respon terhadap nyeri melalui serotonorgic pathway (Muchamad, 2009)
2.2.4 Klasifikasi 1. NPB akut
a) Nyeri akut yang berpangkal pada tulang, yaitu: metastasis vertebra,
osteoporosis, osteomyelitis vertebra, fraktur.
b) Nyeri akut yang berpangkal pada otot dan atau syaraf, yaitu: syndrome
2. NPB kronis
a) Nyeri Nosiseptif somatis, misal: peoses degeneratif pada spina dan atau
diskus, spondilolisthesis, syndroma nyeri myofacial.
b) Nyeri Nosiseptif viseral, misal: nyeri rujukan dari organ pelvis, rongga
retroperitoneal, kandung empedu, kelenjar pangkreas.
c) Nyeri neuropatik, misal: spinal stenosis, neoplasma (tumor).
d) Nyeri Psikogenik, misal: histeris, depresi.
3. Failed Low Back Syndrome
a) Nyeri berkepanjangan pasca terapi, secara khusus diartikan sebagai nyeri.
b) berkepanjangan pasca bedah atau komplikasi pembedahan.
4. Non cancer chronic back syndrome
Nyeri yang disebabkan oleh sebab organik yang berkaitan dengan kesan nyeri
yang abnormal (Kantana, 2010).
2.2.5 Gejaladan Tanda-tandaLBP
Gejala klinis yang utama pada LBP adalah nyeri. Nyeri punggung bawah
dapat bersifat sementara atau menetap dan lokal atau menjalar. Nyeri juga dapat
bersifat dangkal atau dalam. Hal ini bergantung pada penyebab dan jenis nyeri.
Terdapat berbagai jenis nyeri punggung:
a) Nyeri lokal, terjadi di area tertentu di punggung bagian bawah. Nyeri jenis ini
paling sering terjadi. Penyebabnya biasa karena terkilir atau keseleo atau
cedera lainnya. Nyeri biasanya menetap, atau terkadang hilang timbul. Nyeri
lokal dapat berkurang atau bertambah dengan perubahan posisi. Punggung
menjalar, nyeri bersifat tumpul dan terasa menjalar dari punggung bawah ke
tungkai. Nyeri dapat diikuti dengan nyeri tajam, biasanya hanya mengenai
satu sisi tungkai daripada seluruh tungkai. Nyeri dapat terasa sampai ke kaki
atau hanya sampai lutut. Nyeri yang menjalar biasanya menandakan adanya
penekanan pangkal saraf, misalnya karena HNP, osteoartritis atau stenosis
tulang belakang. Batuk, bersin, mengedan atau membungkuk sambil menjaga
kaki agar tetap lurus dapat memicu munculnya nyeri. Jika terdapat penekanan
berat pada pangkal saraf, atau jika korda spinalis tertekan, maka akan timbul
rasa seperti ditusuk jarum, atau bahkan mati rasa dan hilangnya fungsi
pengendalian berkemih dan pencernaan (inkontinensia).
b) Referred pain, nyeri dirasakan pada lokasi berbeda dari lokasi penyebab nyeri sebenarnya. Misalnya, pada pasien dengan serangan jantung, nyeri dirasakan
pada lengan kiri. Nyeri jenis ini pada punggung bawah cenderung bersifat
sakit dan dalam, dan sulit untuk menentukan lokasi asal nyeri. Pergerakan
tidak memperberat nyeri tersebut (Halimah, 2009).
2.2.6 Diagnosis
Ketika rasa sakit yang parah dan tidak hilang dalam waktu 6 sampai 12
minggu, diagnosis tambahan menjadi lebih penting untuk menentukan perawatan
lebih lanjut. Alat diagnostik mencakup:
a) X-ray: memberikan informasi pada tulang belakang, digunakan untuk
menguji ketidakstabilan tulang belakang, tumor dan patah tulang.
b) CT scan: menangkap penampang gambar cakram tulang dan tulang belakang,
c) Myelogram: memungkinkan identifikasi masalah dalam tulang belakang,
sumsum tulang belakang dan akar saraf. Suntikan pewarna kontras menerangi
tulang belakang sebelum x-ray atau CT-scan.
d) MRI scan: menampilkan rinci penampang komponen tulang belakang.
Berguna untuk menilai masalah dengan cakram lumbar dan akar saraf, serta
mengesampingkan penyebab nyeri punggung bawah seperti infeksi tulang
belakang atau tumor. Biasanya spesialis tulang belakang akan memiliki
gambaran yang baik dari penyebab nyeri pasien dari gejala-gejala pasien dan
pemeriksaan fisik, dan akan menggunakan tes diagnostik di atas untuk
mengkonfirmasi dan mengklarifikasi diagnosis dan atau untuk
menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala pasien
(Halimah, 2009).
Diagnosis Banding
Diagnosa banding LPB, diantaranya :
a) Cedera tendon achilles
b) Nyeri coccygeal
c) Kompresi lumbal akibat fraktur
d) Penyakit degeneratif diskus intervertebralis
e) Spondylosis lumbal
f) Spondylolisthesis
2.2.7 Penatalaksanaan
Jika penyebab spesifik terjadinya nyeri punggung bawah dapat diketahui,
penyebab nyeri muskuloskeletal. Tetapi terdapat beberapa tindakan yang dapat
membantu, biasanya tindakan ini juga dapat digunakan untuk mengatasi nyeri
akibat penekanan tulang belakang. Tindakan ini meliputi: perbaiki aktifitas,
menggunakan obat pereda nyeri, kompres hangat atau dingin pada daerah nyeri,
dan olahraga. Untuk nyeri punggung bawah yang baru terjadi, penanganan
dimulai dengan mencegah aktivitas yang memberi stressor pada tulang belakang,
misalnya mengangkat benda berat dan membungkuk.
Penggunaan Acetaminophen terkadang dianjurkan untuk mengatasi nyeri.
Jika terdapat peradangan maka dapat digunakan obat NSAID yang dapat
mengatasi nyeri dan peradangan. Jika keduanya tidak dapatmengatasi nyeri yang
ada, maka dapat digunakan obat golongan Opioid. Pemakaian relaksan otot seperti
cyclobenzaprine, diazepam, atau methocarbamol, terkadang diperlukan untuk mengatasi spasme otot, tapi kegunaannya sendiri masih kontroversial. Obat obat
ini tidak danjurkan oleh orang tua, karena lebih sering memberi efek samping
(Halimah, 2009).
Biasanya low back pain hilang secara spontan. Kekambuhan sering terjadi
karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering
mengalami kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainan neurologik
yang mungkin tidak jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk
melihat perjalanan penyakit menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih
menderita low back pain selama 12 bulan adalah sebesar 62% (kisaran 42-75%),
agak bertentangan dengan pendapat umum bahwa 90% gejala low back pain akan
Penanganan terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan
menghilangkan penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih
memilih untuk menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis). Jadi perlu digunakan kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis. Secara
kausal, penyebab nyeri akan diatasi sesuai kasus penyebabnya. Misalnya untuk penderita yang kekurangan vitamin saraf akan diberikan vitamin tambahan. Para
perokok dan pecandu alkohol yang menderita LBP akan disarankan untuk
mengurangi konsumsinya (Halimah, 2009).
Pengobatan simptomatik dilakukan dengan menggunakan obat untuk
menghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal, atau kesemutan. Pada kasus
LBP karena tegang otot dapat dipergunakan Tizanidine yang berfungsi untuk
mengendorkan kontraksi otot (muscle relaxan). Untuk pengobatan simptomatis
lainnya kadang-kadang memerlukan campuran antara obat-obat analgesik, anti
inflamasi, NSAID, obat penenang, dan lain-lain. Apabila dengan pengobatan biasa
tidak berhasil, mungkin diperlukan tindakan fisioterapi dengan alat-alat khusus
maupun dengan traksi (penarikan tulang belakang). Tindakan operasi mungkin
diperlukan apabila pengobatan dengan fisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada
kasus HNP atau pada pengapuran yang berat. Jadi, penatalaksanaan LBP ini
memang cukup kompleks. Di samping berobat pada spesialis penyakit saraf
(neurolog), mungkin juga diperlukan berobat ke spesialis penyakit dalam
(internist), bedah saraf, bedah orthopedic bahkan mungkin perlu konsultasi pada psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, masih banyak kasus dokter
penelitian baru menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak akan mengurangi
gejala low back pain (Septiawan, 2012).
Beragamnya penyebab LBP menuntut penatalaksanaan yang bervariasi
pula. Meski demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu:
a. Terapi Konservatif, yang meliputi rehat baring, medikamentosa dan
fisioterapi.
b. Terapi Operatif, kedua tahapan ini memiliki kesamaan tujuan yaitu
rehabilitasi.
Pengobatan nyeri punggung sangat tergantung penyebabnya. Lain
penyebab, lain pula pengobatannya. Terdapat beragam tindakan untuk nyeri
punggung, dari yang paling sederhana yaitu istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarik atau ligamen sprain, sampai penanganan yang sangat canggih,
seperti mengganti bantal tulang belakang. Jika dengan bedrest tidak juga sembuh,
maka harus ditingkatkan dengan pemeriksaan sinar X atau dengan MRI (magnetic
resonance imaging). Setelah itu, bisa dilakukan fisioterapi, pengobatan dengan
suntikan, muscle exercise, hingga operasi. Masih ada lagi teknik pengobatan lain,
misalnya melalui pembedahan dengan endoskopi (spinal surgery), metode pasang
pen, sampai penggantian bantalan tulang (Suharto, 2005).
Mengatasi low back pain juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Hal itu hanya mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita
harus menjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya.
Penyembuhan bisa melalui pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang
melatih otot-otot utama yang berperan dalam menstabilkan serta mengokohkan
tulang punggung (Suharto, 2005).
2.2.8 Pencegahan
Cara yang paling efektif untuk mencegah nyeri punggung bawah adalah
dengan olahraga secara teratur. Latihan aerobik dan olahraga untuk meregangkan
dan mengencangkan otot sangat membantu (Nencyati, 2010).
Aerobik, berenang dan berjalan, memperbaiki kebugaran tubuh secara
menyeluruh dan juga memperkuat otot-otot. Latihan tertentu dapat meregangkan
dan memperkuat otot-otot perut, bokong, dan punggung sehingga dapat
menstabilkan tulang punggung. Pada beberapa orang, latihan peregangan dapat
menambah nyeri punggung, untuk itu latihan perlu dilakukan secara hati-hati.
Secara umum, olahraga yang menimbulkan atau menambah nyeri harus
dihentikan (Halimah, 2009).
2.2.9 Prognosis
Prognosis LBP baik pada tipe mekanik. Setelah 1 bulan pengobatan, 35%
pasien dilaporkan membaik, dan 85% pasien membaik setelah 3 bulan.
Dilaporkan tingkat kekumatan LBP mencapai 62% pada tahun pertama. Setelah 2
tahun, 80% pasien setidaknya mengalami satu kali kekumatan (Prayugo, 2012).
2.3 Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah
Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi
dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor yang
a. Faktor Personal 1. Usia
Jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran responden sampai saat
dilakukan penelitian berdasarkan ulang tahun terakhir. Pada umumnya keluhan
otot sekeletal mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Keluhan pertama
biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat
sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah
baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun, sehingga resiko terjadi
keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2004).
2. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Berat badan yang berada dibawah batas minimum dinyatakan sebagai
kekurusan dan berat badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan
sebagai kegemukan. Laporan FAO dan WHO tahun 1985 bahwa batasan berat
badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan Body Mass Index (BMI). Di
indonesia istilah ini diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT
merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan
berat badan normal dapat menghindari seseorang dari berbagai macam penyakit.
Perhitungan IMT yaitu BB dibagi TB kuadrat atau dengan rumus :
Berat Badan (kg) IMT =
Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berta badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal >18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Kelebihan berta badan tingkat berat >27,0
Sumber: Septiawan, 2012 3. Masa Kerja
Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk
hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukan lamanya
seseorang terkena paparan di tempat kerja hinggan saat penelitian. Semakain lama
masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan ditempat kerja sehingga
semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Penelitian yang dilakukan
oleh Between Lutam (2005) menyatakan bahwa resiko nyeri punggung sangat
berhubungan dengan lama kerja. Semakin lama bekerja, semakin tinggi tingkat
resiko untuk menderita nyeri punggung. Pekerja yang memiliki masa kerja >5
tahun memiliki tingkat resiko 7,26 kali lebih besar menderita nyeri punggung
dibanding dengan yang memilki masa kerja <5 tahun.
4. Lama Kerja
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam.
Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga atau
kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya
terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan,
penyakit, dan kecelakaan. Dalam seminggu biasanya seseorang dapat bekerja
dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk
timbulnya hal-hal negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat
dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor (Suma’mur, 2009).
Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit.
Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang jumlahnya antara
15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan
tersebut akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan
kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan
rendahnya tingkat produktivitas kerja (Tarwaka, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2005) tentang beberapa faktor
ergonomi yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada
pengemudi angkutan kota jurusan Gunungsari-Celancang (PP) Cirebon
menunjukan ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan keluhan
nyeri punggung bawah (p=0,050).
5. Kebiasaan Merokok
Perokok lebih beresiko terkena NPB dibandingkan dengan yang bukan
perokok. Diperkirakan hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke
cakram dan berkurangnya oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan
karena perokok memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada
peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang (Septiawan, 2012).
Pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot memiliki
hubungan erat dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan
semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang
dirasakan. Boshuizen et al. (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara
kebiasaan merokok dengan keluhan otot. Kebiasaan merokok akan dapat
menurunkan kapasitas paru-paru yang diakibatkan adanya kandungan karbon
monoksida sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan
sebagai akibatnya tingkat kesegaran menurun. Apabila yanag bersangkutan
melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga maka akan mudah lelah
karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat
terhambat, terjadi penumpukan asam laktat, dan akhirnya timbul nyeri otot
(Tarwaka, 2004).
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan
tingkat kebiasaan merokok. Resiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok
per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki resiko
LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi
oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang
menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen
dalam darah rendah. Boshuizen et al (1993) menemukan hubungan yang
untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok
dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok
dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga
menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang
(Septiawan, 2012).
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per
hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
a. Perokok ringan, disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10
batang per hari.
b. Perokok sedang, disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang
per hari.
c. Perokok berat, disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang
perhari.
6. Kebiasaan Olahraga
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen (80%) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat
kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada
daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat
keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani. Tingkat kesegaran
tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1% tingkat kesegaran
jasmani yang sedang risiko terjadinya gangguan otot rangka adalah 3,2% dan
tingkat kesegaran jasmani yang tinggi maka resiko untuk terjadinya keluhan otot
b. Faktor Pekerjaan 1. Beban Kerja
Beban kerja adalah beban pekerjaan yang ditanggung oleh pelakunya baik
fisik, mental, maupun sosial (Suma’mur, 2009). Sedangkan menurut Notoatmodjo
(2005) beban kerja adalah setiap pekerjaan yang memerlukan otot atau pemikiran
yang merupakan beban bagi pelakunya, beban tersebut meliputi beban fisik,
mental ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaanya.
Faktor yang memengaruhi beban kerja, menurut Rodahl (1989) dan
Manuaba ( 2000 ) bahwa secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas
kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek, baik faktor internal
maupun faktor eksternal dalam penelitian (Siswiyanti, 2011).
Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar
tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.
1) Tugas–tugas (task) yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruangan tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan
kerja, sikap kerja, cara angkat–angkut, beban yang diangkat–ngkut, alat bantu
kerja, sarana informasi termasuk displai dan control, dan alur kerja.
Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan
atau tingkat kesulitan pekerjaan yang memengaruhi tingkat emosi pekerja,
tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain.
2) Organisasi kerja yang dapat memengaruhi beban kerja, seperti lamanya
sistem kerja, musik kerja, model sturktur organisasi, pelimpahan tugas dan
wewenag.
3) Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja
adalah :
Lingkungan kerja fisik, seperti: mikrolimat (suhu udara ambient,
kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi), intensitas
penerangan, intensitas kebisingan, vibrasi mekanis, dan tekanan udara.
Lingkungan kerja kimiawi, seperti: debu, gas–gas pencemar udara, uap
logam , dan fume dalam udara.
Lingkungan kerja biologi, seperti: pemilihan dan penempatan tenaga
kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan,
pekerja dengan keluarga, dan pekerja dengan lingkungan social yang
berdampak kepada performansi kerja di tempat kerja.
Beban kerja oleh karena faktor internal, faktor internal beban kerja adalah
faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiris sebagai akibat adanya reaksi dari
beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain. Berat
ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian
secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian
subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan
prilaku. Karena itu strain secara subjektif berkait erat dengan harapan, keinginan,
kepuasann dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal