• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA

TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh :

NURZANNAH NIM. 101000005

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA

TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NURZANNAH NIM. 101000005

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN

FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN TAHUN 2015” ini beserta

seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas penyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, April 2015

Yang membuat pernyataan,

(5)

ABSTRAK

Lebih dari 70 % manusia pernah mengalami nyeri punggung bawah (Low

Back Pain/ LBP) berusia 35 – 55 tahun. Beberapa faktor resiko terkait kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa kerja 5 - 10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal disorder, body massa indeks (BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dan faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan terjadinya Low Back Pain pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Belawan Tahun 2015. Dilakukan penelitian bersifat retrospektif dengan desain case control. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 460 orang dengan sampel yang diambil secara sistematik random sampling yaitu 64 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.

Diharapkan kepada TKBM agar melakukan olahraga atau peregangan otot sebelum melakukan aktivitas fisik/kerja. Kepada Primer Koperasi TKBM Pelabuhan Belawan diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai pencegahan LBP dengan memperhatikan waktu istirahat, kondisi tempat kerja, beban angkat, alat bantu yang digunakan serta alat pelindung diri pada TKBM Pelabuhan Belawan.

(6)

ABSTRACT

More than 70% humans had ever experience Low Back Pain (LBP) at the age of 35 – 55 years old. Some risk factors with LBP incidents is at the age over 35 years old, smoker, 5- 10 years work time, work position, overweight ans musculoskeletal disorder sufferer family history, Body Mass Index (BMI), height, exercise routine, and work time.

The purpose of this research is to defind personal factors (age, IMT, work time, work periode, smoking habit, exercise routine) and work factors (work load, work posture) with the incidents of Low Back Pain with loading and unloading worker (TKBM) at Belawan harbor. This research type is case control design with retrospektif characteristic. Population in this research was 460 people with sample taken systematically random sampling that was 64 people. the data suggested to give promotion about LBP prevention by paying attention to the rest time, workplace, liftload, assist used, also protector tools for TKBM Belawan harbor.

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurzannah

Tempat/ Tanggal Lahir : Tuntungan/ 7 Februari 1992

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Sulaiman

Ibu : Ratnawaty, Spd

Anak ke : 2 dari 3 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Pembangunan No.245 Tuntungan

Riwayat Pendidikan :

1. TK Al.Amin : 1996 - 1997

2. SD Negeri 106172 Tuntungan : 1998 – 2004

3. SMP Swasta Muhammadiyah 03 Medan : 2004 – 2007

4. SMA Swasta Muhammadiyah 02 Medan : 2007 – 2010

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : 2010 – 2015

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Bidang Internal KOHATI HMI FKM USU, Periode 2010 - 2011

2. Anggota Bidang Internal KOHATI HMI FKM USU, Periode 2011 - 2012

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low

Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.kes selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, memberikan saran,

dukungan, nasihat, serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Umi Salmah, SKM. M. Kes selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, memberikan saran,

(9)

5. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.kes dan Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen dan staf di FKM USU khususnya Departemen KKK yang telah

memberikan ilmu dan membantu penulis menjadi mahasiswa di FKM USU.

8. Bapak Mafrizal selaku Ketua Pengurus Primkop TKBM “Upaya Karya”

Pelabuhan Belawan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

9. Bapak Sukardi, Bapak Victor Saragi, Bapak SP.Pasaribu, Bapak Sabam P.Manalu SE, Bapak Drs. Ardin Silalahi, Bapak Frans Holmes Sitanggang selaku staf Pengurus Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan

Belawan.

10. Bapak Budiman Laia, SH selaku Ketua Pengawas Primkop TKBM “Upaya

Karya” Pelabuhan Belawan.

11. Bapak Jhon Frans Manalu, Bapak Irwansyah Nasution selaku staf

Pengawas Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan

12. Bapak Sofyan, Ssos, Ibu Liani, Amd. Kom selaku pelaksana tata usaha

Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan.

13. Bapak Mulyono selaku Kepala Sektor I UUJBM Pelabuhan Belawan dan

seluruh staf Sektor I UUJBM Pelabuhan Belawan.

14. Yang terbaik dan teristimewa untuk Ayahanda Sulaiman dan Ibunda

(10)

kepada penulis, serta abang Muhammad Hamdan, Amd. TK, dan adik Siti Khadijah tercinta yang senantiasa mendoakan, mendukung dan mengingatkan penulis.

15.Untuk sahabat-sahabatku ( Siti Kurniawati, SKM, Magda ufik sitorus,

SKM, Muthia Salwa Haitamy, SKM, Anggia Geubrina, SKG, Sri Novita Amelia, SKM, Elicia Fadhilah, SKM ) terima kasih untuk semua bantuan, motivasi dan kebersamaannya.

16.Teman-teman peminatan K3 2010 (Kak Astri, kak Fira, kak Dina, Eva,

bang Khairul, bang Alex, Andi, Imam, Roni, Indra, Dian, Armanda, Jhon, Sandro, Frans) terima kasih banyak untuk semangat yang kalian berikan.

17.Untuk semua anggota dan pengurus HMI Komisariat FKM USU yang

telah memberikan ilmu yang luar biasa selama penulis berinteraksi

didalamnya.

18.Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja

sama dan do’anya.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karuniaNya

kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2015

(11)

DAFTAR ISI

2.1.2.Anatomi Tulang Belakang ... 10

2.2. Low Back Pain ... 12

2.2.1.Defenisi Low Back Pain ... 12

2.2.2.Etiologi ... 14

2.2.3.Patogenesis ... 19

2.2.4.Klasifikasi ... 21

2.2.5.Gejala dan tanda-tanda LBP ... 22

2.2.6.Diagnosis ... 23

2.2.7.Penatalaksanaan ... 24

2.2.8.Pencegahan ... 27

2.2.9.Prognosis ... 28

2.3. Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah... 28

(12)

3.6. Aspek Pengukuran ... 45

4.2. Gambaran Umum Tenaga Kerja Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ... 52

4.3. Letak dan Keadaan Geografis ... 54

4.4. Hasil Analisis Univariat ... 55

4.4.1.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Umur di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 55

4.4.2.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 56

4.4.3.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Masa Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 57

4.4.4.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Lama Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 58

4.4.5.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 59

4.4.6.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Kebiasaan Olahraga di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 60

4.4.7.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Beban Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 61

4.4.8.Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Sikap Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 62

4.5. Hasil Analisis Bivariat ... 63

4.5.1. Hubungan Umur TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 63

4.5.2. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 63

4.5.3. Hubungan Masa Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 64

4.5.4. Hubungan Lama Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 65

(13)

4.5.6. Hubungan Kebiasaan Olahraga TKBM dengan

Kejadian Low Back Pain ... 67

4.5.7. Hubungan Beban Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 68

4.5.8. Hubungan Sikap Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 69

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Faktor Resiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawah ... 70

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Umur di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 55

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Pelabuhan Belawan

I Medan Tahun 2015 ... 56

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Masa Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun

2015 ... 57

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Lama Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun

2015 ... 58

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Pelabuhan Belawan I

Medan Tahun 2015 ... 59

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Kebiasaan Olahraga di Pelabuhan Belawan I

Medan Tahun 2015 ... 60

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Beban Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan

Tahun 2015 ... 61

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Sikap Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun

2015 ... 62

Tabel 4.9 Hubungan Umur Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dengan

Kejadian Low Back Pain ... 63

Tabel 4.13 Hubungan Kebiasaan Merokok Tenaga Kerja Bongkar Muat

(15)

Tabel 4.14 Hubungan Kebiasaan Olahraga Tenaga Kerja Bongkar Muat

(TKBM) dengan Kejadian Low Back Pain ... 67

Tabel 4.15 Hubungan Beban Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

dengan Kejadian Low Back Pain ... 68

Tabel 4.16 Hubungan Sikap Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang ... 10

(17)

ABSTRAK

Lebih dari 70 % manusia pernah mengalami nyeri punggung bawah (Low

Back Pain/ LBP) berusia 35 – 55 tahun. Beberapa faktor resiko terkait kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa kerja 5 - 10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal disorder, body massa indeks (BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dan faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan terjadinya Low Back Pain pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Belawan Tahun 2015. Dilakukan penelitian bersifat retrospektif dengan desain case control. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 460 orang dengan sampel yang diambil secara sistematik random sampling yaitu 64 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.

Diharapkan kepada TKBM agar melakukan olahraga atau peregangan otot sebelum melakukan aktivitas fisik/kerja. Kepada Primer Koperasi TKBM Pelabuhan Belawan diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai pencegahan LBP dengan memperhatikan waktu istirahat, kondisi tempat kerja, beban angkat, alat bantu yang digunakan serta alat pelindung diri pada TKBM Pelabuhan Belawan.

(18)

ABSTRACT

More than 70% humans had ever experience Low Back Pain (LBP) at the age of 35 – 55 years old. Some risk factors with LBP incidents is at the age over 35 years old, smoker, 5- 10 years work time, work position, overweight ans musculoskeletal disorder sufferer family history, Body Mass Index (BMI), height, exercise routine, and work time.

The purpose of this research is to defind personal factors (age, IMT, work time, work periode, smoking habit, exercise routine) and work factors (work load, work posture) with the incidents of Low Back Pain with loading and unloading worker (TKBM) at Belawan harbor. This research type is case control design with retrospektif characteristic. Population in this research was 460 people with sample taken systematically random sampling that was 64 people. the data suggested to give promotion about LBP prevention by paying attention to the rest time, workplace, liftload, assist used, also protector tools for TKBM Belawan harbor.

(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Undang- undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 86, ayat I a, menyatakan

bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan ini merupakan tugas pokok

pelayanan kesehatan kerja yang meliputi pencegahan dan pengobatan terhadap

penyakit umum dan penyakit akibat kerja, yang diatur dalam Permenakertrans

Nomor 03/Men/1982 dan Undang- undang Nomor 23 tahun 1992.

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud

antara lain fisik, mental ataupun sosial. Seorang pekerja, seperti pekerja-pekerja

bongkar muat barang pelabuhan, memikul lebih banyak beban fisik daripada

beban mental ataupun sosial. Hal ini dikarenakan sebagian besar waktu kerjanya

adalah berfokus pada kegiatan bongkar muat suatu barang yang diimpor dari luar

ke pelabuhan setempat (Suma’mur, 2009).

Aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat beban, menurunkan,

mendorong, menarik, melempar, memindahkan atau memutar beban dengan

menggunakan tangan atau bagian tubuh lainnya disebut manual material handling

dapat menyebabkan nyeri pinggang (low back pain). Nyeri pinggang akibat

pekerjaan manual material handling, 50% di antaranya diakibatkan oleh aktivitas

mengangkat beban, 9% karena mendorong dan menarik beban, 6% karena

menahan, melempar, memutar, dan membawa beban (Nurwahyuni, 2012).

Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung

(20)

punggung bawah dapat diikuti dengan cedera atau trauma punggung, tapi juga

rasa sakit dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif misalnya penyakit artritis,

osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan

cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang (Tatilu, 2014).

Penelitian di Amerika pada tahun 2004 menyatakan bahwa ada sekitar

60% pekerja manual handling menderita nyeri dan cedera pada daerah punggung,

dan hal itu disebabkan karena aktivitas manual handling saat bekerja seperti mengangkat, menarik serta memegang alat. Nyeri punggung bawah adalah

penyebab utama dari ketidak hadiran kerja di Inggris. Diperkirakan sekitar 3,5 juta

hari kerja hilang tahun 2008-2009 karena gangguan muskuloskeletal terutama

masalah nyeri punggung bawah (Munir, 2012).

Di Australia Barat, L. M. Stracker menyatakan bahwa pada tahun 1995

ada 8939 kasus yang disebabkan karena manual handling atau sekitar 30% dari

kasus, dari 8939 kasus sekitar 49% berupa muskuloskeletal disorder, 88,8%

berupa keluhan pada otot dan tulang rangka. Adapun bagian tubuh yang terkena

sekitar 3% mengenai pada daerah leher, 23,3% pada daerah bahu dan lengan,

65,4% pada daerah punggung dan 5% terjadi di daerah anggota gerak bagian

bawah (Munir, 2012).

Menurut hasil studi Departemen Kesehatan RI (2005) diketahui bahwa

40,5% pekerja mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang diduga terkait

dengan pekerjaan yaitu16% penyakit otot rangka yang disebut sakit punggung.

World Health Organization (WHO) juga menyatakan bahwa di negara industri

(21)

National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja dengan frekuensi kejadian yang paling tinggi adalah sakit/nyeri pada punggung bawah, yaitu 22%

dari 1.700.000 kasus (Tatilu, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Septiawan (2012), terhadap pekerja bangunan di PT. Mikroland Property Development Semarang, didapatkan hasil

dari 49 sampel pekerja mengalami keluhan nyeri punggung bawah. Dari 30

responden yang memiliki sikap kerja dengan resiko tinggi, terdapat 25 responden

(83,3%) mengalami keluhan nyeri punggung bawah dan 5 responden (16,7%)

tidak mengalami keluhan nyeri punggung bawah. Sedangkan dari 19 responden

yang memiliki sikap kerja dengan resiko sedang, terdapat 10 responden (52,7%)

mengalami keluhan nyeri punggung bawah dan 9 responden (47,3%) tidak

mengalami keluhan nyeri punggung bawah.

Joice Ester Tatilu (2014) mengungkapkan bahwa dari 75 orang pekerja

pembuat batu bata di kelurahan Plangmongansari yang mengalami nyeri

punggung bawah, terdapat 99% dengan sikap kerja berdiri, membungkuk, dan

jongkok yang tidak ergonomis.

Sakinah (2012) menyatakan bahwa persentase terbesar yang mengalami

nyeri punggung bawah terdapat pada kelompok umur yang dikategorikan berusia

muda (≤ 35 tahun) yang mengalami keluhan yaitu 7 orang (26,9%) dan yang tidak

mengalami keluhan yaitu 19 orang (73,1%) sedangkan pekerja batu bata dengan

kategori berusia tua (>35 tahun) yang mengalami keluhan yaitu 17 orang (60,7%)

dan yang tidak mengalami keluhan yaitu 11 orang (39,3%). Berdasarkan uji yang

(22)

keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja batu bata di Kelurahan Lawawoi

Kabupaten Sidrap.

Lebih dari 70% manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP dengan

rata-rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun. Terdapat beberapa faktor resiko

penting yang terkait dengan kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok,

masa kerja 5-10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita

musculoskeletal disorder (Astuti, 2007). Faktor lain yang dapat memengaruhi timbulnya gangguan LBP meliputi karakteristik individu misal body mass index

(BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja (Harianto, 2010).

Proses kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja bongkar muat banyak

mengandung resiko terhadap kesehatan. Salah satunya adalah sikap kerja yang

dilakukan dengan menggunakan tubuh mereka untuk mengangkut beban. Sesuai

dengan observasi awal yang dilakukan, sering ditemukan tenaga kerja bongkar

muat melakukan pekerjaan angkat-angkut beban dengan cara manual yaitu hanya

dengan menggunakan kekuatan tubuh yang ditaruh di punggung bagian bawah.

Hal tersebut dapat menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja

karena sikap tubuh mengangkat beban seperti itu dilakukan secara berulang.

(Tatilu, 2014).

Tenaga kerja bongkar muat merupakan tenaga kerja yang berpotensi

mengalami penyakit yang terkait dengan pekerjaan yaitu keluhan nyeri punggung

bawah dimana sikap kerja dari tenaga kerja bongkar muat yang mengangkut

beban dengan posisi membungkuk dapat menyebabkan nyeri punggung bawah.

(23)

fisik yang tinggi sehingga membutuhkan energi yang cukup banyak. Oleh karena

itu, gerakan atau posisi yang akan dilakukan saat bekerja perlu diatur agar dapat

dimanfaatkan menurut kekuatan yang maksimal. Dengan demikian otot akan

berprestasi dengan efesiensi yang tinggi dan keterampilan yang optimal

(Nurwahyuni, 2012).

Pelabuhan Belawan adalah sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama

yang bernaung di bawah PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I. Pelabuhan ini

merupakan salah satu pelabuhan bongkar muat paling penting di Indonesia

terletak di kota Medan Sumatera Utara (Dephub RI, 2003). Pekerjaan bongkar

muat merupakan pekerjaan yang mengandalkan fisik dan lingkungan kerja

memberikan tambahan beban kerja bagi tenaga kerja bongkar muat (TKBM).

Setiap kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh TKBM yang terdaftar di kantor

pelabuhan Belawan, terhimpun dalam satu wadah yaitu Koperasi Upaya Karya

bekerja sama dengan Perusahaan Bongkar Muat (PBM). Oleh karena itu syarat

untuk menjadi TKBM adalah bergabung dalam keanggotaan Koperasi Upaya

Karya.

Kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Belawan di bagi dalam tiga

bagian terdiri dari Stevedoring (pekerjaan bongkar muat barang dari kapal ke

dermaga dan sebaliknya), Corgodoring (pekerjaan membawa barang dari dermaga

ke gudang dan sebaliknya), Receiveing/Delivery (pekerjaan mengambil barang

dari gudang ke atas kendaraan dan sebaliknya). Kesiapan sumber daya manusia

operasional dan tenaga kerja bongkar muat merupakan salah satu persyaratan

(24)

Pelabuhan belawan memiliki 4 sektor, dalam hal ini peneliti melakukan

penelitian di sektor 1 yang terdiri dari 20 mandor dengan sistem kerja secara

bergilir yang memiliki jumlah pekerja sebanyak 460 orang. Tenaga kerja

membawa barang dari palka kapal maupun sebaliknya secara manual ke geladak

kapal, menyusun barang kedalam jala-jala barang, kemudian dengan

menggunakan container crane diangkut dan disusun oleh tenaga kerja kedalam

truk. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah mengangkat biji sawit (cornel sawit),

beras, semen, pupuk dan lainnya yang dikemas dalam sack (karung). Kapal

barang yang sandar di dermaga dengan kapasitas berkisar 1300-1600 ton

dikerjakan oleh 2-3 tim beranggotakan 12 orang/tim dalam waktu 3-5 hari atau

tergantung muatan dan ukuran kapal.

Pekerjaan bongkar muat dilakukan dengan menggunakan sistem borongan,

bekerja sesuai kesepakatan dengan pihak pengguna jasa. Sehingga memungkinkan

waktu kerja melebihi 8 jam per hari. Jam kerja dimulai pukul 08.00 pagi dan

istirahat siang pukul 11.30, kemudian dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 dan

istirahat sore pukul 17.30. Untuk jam lembur sore dimulai pukul 17.30-19.00 dan

jam lembur malam dimulai pukul 19.00-21.30.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, pekerja mengatakan bahwa pernah

mengalami low back pain terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Dilihat dari

data rumah sakit Mitra Medica ditemukan sebanyak 32 kasus kejadian low back

(25)

Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan faktor resiko dengan terjadinya nyeri punggung bawah (Low

Back Pain) pada tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan tahun 2015.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan antara faktor resiko dengan terjadinya nyeri

punggung bawah (Low Back Pain) pada tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di

Pelabuhan Belawan tahun 2015.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja,

kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dengan terjadinya Low Back

Pain pada TKBM Pelabuhan Belawan tahun 2015.

2. Untuk mengetahui faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan

terjadinya Low Back Pain pada TKBM Pelabuhan Belawan tahun 2015.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi manajemen Primkop “Upaya Karya”

Pelabuhan Belawan dalam upaya pencegahan terjadinya Low Back Pain

pada tenaga kerja bongkar muat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Tubuh Manusia

Tubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah sistem

rangka, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan, sistem

syaraf, sistem penginderaan, sistem otot, dan sebagainya. Sistem tersebut saling

terkait antara satu dengan yang lainnya dan berperan dalam menyokong

kehidupan manusia. Akan tetapi dalam ergonomi, sistem yang paling berpengaruh

adalah sistem otot, sistem rangka dan sistem syaraf. Ketiga sistem ini sangat

berpengaruh dalam ergonomi karena manusia yang memegang peran sebagai

pusat dalam ilmu ergonomi (Kantana, 2010).

2.1.1 Sistem Muskuloskeletal

Kerangka merupakan dasar bentuk tubuh sebagai tempat melekatnya otot -

otot, pelindung organ tubuh yang lunak, penentuan tinggi, pengganti sel-sel yang

rusak, memberikan sistem sambungan untuk gerak pengendali dan untuk

menyerap reaksi dari gaya serta beban kejut. Rangka manusia terdiri dari

tulang-tulang yang menyokong tubuh manusia yang terdiri atas tulang-tulang tengkorak, tulang-tulang

badan dan tulang anggota gerak (Nurmianto, 2004).

Fungsi utama dari sistem muskuloskeletal adalah untuk mendukung dan

melindungi tubuh dan organ-organnya serta untuk melakukan gerak. Agar seluruh

tubuh dapat berfungsi dengan normal, masing-masing substruktur harus berfungsi

dengan normal. Enam substruktur utama pembentuk sistem muskuloskeletal

antara lain: tendon, ligamen, fascia (pembungkus), kartilago, tulang sendi dan

(27)

sedangkan tulang sendi diperlukan untuk pergerakan antara segmen tubuh. Peran

mereka dalam sistem muskuloskeletal keseluruhan sangatlah penting sehingga

tulang sendi sering disebut sebagai unit fungsional sistem muskuloskeletal.

Dalam kaitannya dengan ergonomi, sistem otot dan rangka merupakan

alat gerak pada manusia dan berperan dalam membentuk postur dalam bekerja.

Sistem ini berguna dalam mendesain atau merancang tempat kerja, peralatan kerja

dan produk baru yang harus disesuaikan dengan karakteristik manusia. Sistem

otot dan rangka berpengaruh dalam kemampuan dan keterbatasan manusia dalam

melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan sistem syaraf merupakan pengendali dari

semua kegiatan dan aktivitas termasuk gerakan sistem otot dan rangka.

2.1.2 Anatomi Tulang Belakang

Tulang belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena

rangka ini merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama dengan

panggul untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang

terdapat pada pangkal paha. Tulang belakang terdiri dari beberapa bagian yaitu :

Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang

Tulang belakang cervical; terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang

(28)

belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini

merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

Tulang belakang thorax; terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai

tulang dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk. Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini.

Tulang belakang lumbal; terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling

tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lainnya.

Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa

gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.

Tulang sacrum; terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung dan

tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya. Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.

Tulang belakang coccyx; terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah

antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung menjadi

satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.

Pada tulang belakang terdapat bantalan yaitu intervertebral disc yang terdapat di sepanjang tulang belakang sebagai sambungan antar tulang dan

berfungsi melindungi jalinan tulang belakang. Bagian luar dari bantalan ini terdiri

dari annulus fibrosus yang terbuat dari tulang rawan dan nucleus pulposus yang berbentuk seperti jeli dan mengandung banyak air. Dengan adanya bantalan ini

memungkinkan terjadinya gerakan pada tulang belakang dan sebagai penahan jika

terjadi tekanan pada tulang belakang seperti dalam keadaan melompat. Jika terjadi

(29)

belakang sehingga menimbulkan kesakitan pada punggung bagian bawah dan

kaki. Struktur tulang belakang ini harus dipertahankan dalam kondisi yang baik

agar tidak terjadi kerusakan yang dapat menyebabkan injuri/ cidera.

2.2 Low Back Pain

2.2.1 Definisi Low Back Pain

Nyeri adalah pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan dan

pengalaman emosional yang muncul dari kerusakan jaringan. Nyeri

punggung bawah (NPB) adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah

punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler

maupun keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat

bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai

dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. nyeri punggung bawah yang

lebih dari 6 bulan disebut kronik (Tanjung, 2009).

Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Rasa nyeri timbul

bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi

dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Sifat berlangsungannya adalah

akut dan kronis (lebih dari 12 minggu). Low back pain non spesifik adalah

low back pain yang tidak diketahui penyebab patologisnya secara nyata

seperti tumor, osteoporosis, rheumatoid arthritis, patah tulang atau inflamasi. Dalam masyarakat, LBP tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin,

pekerjaan, status sosial, dan tingkat pendidikan. Lebih dari 80% manusia

(30)

di daerah lumbosakral dan sakroiliakal. LBP sering disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki. Mobilitas punggung bawah sangat tinggi, di samping itu juga

berfungsi menyangga beban tubuh, dan sekaligus sangat berdekatan dengan

jaringan lain yakni traktus digestivus dan traktus urinarius. Kedua jaringan atau organ ini apabila mengalami perubahan patologik tertentu dapat

menyebabkan nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah.

Pasien LBP kronis mungkin merasakan nyeri terbatas pada garis

tengah daerah lumbal (pinggang), atau menyebar pada beberapa daerah

yang lebih luas, termasuk daerah paraspinal, tulang panggul, pinggul, atau

pantat; daerah paha posterior atau lateral, lutut atau kaki, atau di manapun di sekitar kaki (Kristiawan, 2009).

Nyeri p unggung b awah merupakan gangguan muskuloskeletal yang

paling sering terjadi pada pekerja dan di n egara maju menghabiskan dana

kompensasi dan dana pengobatan yang terbesar diantara penyakit akibat kerja

lainnya (Depkes RI, 2003).

2.2.2 Etiologi

Etiologi low back pain menurut Halimah (2009) dapat berupa :

1. Proses degeneratif, seperti spondilosis, HNP, stenosis spinalis, dan

osteoartritis. Perubahan pada vertebrata lumbosakral dapat terjadi pada

arkus dan prosesus artikularis serta ligamen yang menghubungkan antar

ruas tulang belakang. Perubahan degeneratif juga dapat menyerang

(31)

2. Penyakit inflamasi, seperti rheumatoid artritis yang sering timbul

sebagian penyakit akut dengan ciri persendian keempat anggota gerak

terkena secara serentak atau spondilitis ankilopoetika dengan keluhan

sakit punggung dan pinggang yang sifatnya pegal dan kaku.

3. Osteoporosis, pada orang tua dan jompo terutama menyerang kaum

wanita. Sakit bersifat pegal, tajam, dan radikuler.

4. Kelainan kongenital, yang diperlihatkan foto rontgen polos dari vertebra

lumbosakralis sering dianggap sebagai penyebab LBP dan dapat

menyerupai HNP.

5. Gangguan sirkulasi, seperti aneurisma aorta abdominalis dapat

menyebabkan LBP yang hebat. Gangguan sirkulasi lain seperti

thrombosis aorta terminalis, dengan gejala nyeri yang menjalar sampai

bokong, belakang paha dan tungkai kedua sisi.

6. Tumor, dapat berupa tumor jinak seperti osteoma, Paget’s disease,

osteoblastoma, hemangioma, neurioma, meningioma atau tumor ganas

seperti mieloma multipel, maupun sekunder.

7. Infeksi akut yang disebabkan oleh kuman piogenik seperti streptococcus

atau staphylococcus, atau infeksi kronik seperti spondilitis tuberculosis

dan osteomielitis.

8. Psikoneuritik, seperti histeria, depresi, malingering.

Etiologi LBP bermacam-macam, yang paling banyak adalah penyebab

sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu, LBP dapat merupakan nyeri

(32)

sistem kardiovaskuler. Proses infeksi, neoplasma, dan inflamasi daerah

panggul dapat juga menimbulkan LBP. Penyebab sistem neuromuskuloskeletal

dapat diakibatkan beberapa faktor, yaitu :

a. Otot (Miofasial)

Otot pinggang bawah memberi kekuatan dan perengangan untuk

berbagai aktivitas, seperti berdiri, berjalan, dan mengangkat. Postur lordotik

lumbar merupakan postur alamiah yang tidak dapat diubah. Seseorang yang

mengalami LBP kronik, otot ekstensor lumbar lebih lemah dibanding otot

fleksor, sehingga tidak kuat mengangkat beban. Otot sendiri sebenarnya

tidak jelas sebagai sumber nyeri, tetapi muscle spindles jelas diinervasi

sistem saraf simpatis. Dengan hiperaktivitas kronik, sistem simpatis ini (seperti

pada ansietas), muscle spindles mengalami spasme, sehingga terasa nyeri

tekan. Jejas pada perlekatan otot akan menyebabkan inflamasi kronik

sehingga akan mengakibatkan nyeri tekan pula. Perlekatan otot yang tidak

sempurna akan melepaskan pancaran rangsang saraf berbahaya yang

mengakibatkan nyeri, sehingga menghambat aktivitas otot. Terbukti ada

hubungan langsung antara jumlah rangsang berbahaya penghambat fungsi

otot dengan kekuatan otot yang tersedia. Sekali nyeri dihilangkan, akan muncul

tenaga otot yang lebih besar. Jadi penurunan kekuatan otot mungkin

berhubungan dengan nyeri. Latihan dapat merangsang pemulihan kekuatan

otot (Muchamad, 2009).

Ketegangan (strain) otot dapat terjadi akibat dipaksakan atau

(33)

tulang vertebra untuk mendukung stabilitas punggung.

Keseleo (sprain) punggung bawah dapat terjadi bila ligamene

gerak terlalu kuat dan mendadak. Jejas (sprain dan strain) merupakan

penyebab LBP paling sering. Hal ini dipengaruhi oleh faktor usia, obesitas,

dan merokok. Penambahan usia dapat menimbulkan osteoporosis, penurunan

kekuatan dan elastisitas otot, serta ligamen. Meskipun perkembangan efek

tersebut tidak dapat dihentikan, namun dapat dicegah dengan latihan

teratur, makan yang mencukupi, penggunaan otot yang sesuai dan pencegahan

merokok (Muchamad, 2009).

b. Diskus Intervertebral

Pada usia anak dan remaja, nukleus pulposus jelly like dikelilingi

oleh anulus fibrosus yang lebih kuat. Pada lansia normal, nukleus mulai

mirip anulus. Pada usia pertengahan atau produktif dapat terjadi fisura atau

robekan, sehingga terjadi protrusi atau mungkin prolaps seperti yang telah

disebut di muka. Gerakan yang paling banyak menimbulkan keadaan tersebut

adalah gerakan fleksirotasi atau posisi bungkuk dan rotasi ke lateral

yang mendadak.

c. Sendi Apofiseal atau Sakroiliaka

Fasies artikuler antar vertebra lumbar merupakan tempat nyeri pada

10- 15% LBP kronik. Ini disebabkan regio lumbar adalah merupakan motion

segment dari kolumna vertebra selain regio servikal. Unit fungsional

vertebra adalah motion segment yang dibentuk oleh separuh ruas vertebra di

(34)

longitudinal anterior dan posterior, ligamentum flavum, prosesus spinosum dan

proses ustransversum berikut ligamen. Fasiesartikularis sebenarnya terdiri

atas kartilago yang denervasi, sedangkan kapsula dan membran sinovial

sendi yang diinervasi oleh reseptor nyeri.

Perubahan degenerasi menambah beban jaringan penyokong seperti

fasies artikular, ligamentum dan kapsul sendi, yang mana hal ini akan

memicu sejumlah perubahan seperti pembesaran sinovial dan kapsul sendi,

pembentukan jaringan ikat, hilangnya celah sendi dan atau sklerosis tulang

sekitarnya. Spur tulang dapat dibentuk pada bulging anulus fibrosus dan

korpus vertebra. Berbagai perubahan ini menyebabkan stenosis kanal spinal

dan gesekan dengan radik saraf. Keluhan LBP akibat stenosis jenis ini, paling

sering diderita oleh pasien umur 60-70 tahun. Juga harus diingat bahwa

meskipun sumber LBP persisten, keluhan nyeri dirasakan pada pantat

sehingga tidak khas sebagai keluhan LBP.

d. Kompresi Saraf atau Radix

Pada daerah lumbar, prolaps diskus intervertebral ke arah

posterolateral akan menjepit radix saraf atau dapat mendorong radik saraf

baik ke medial ataupun ke lateral. Radik saraf mungkin menjadi gepeng,

melekat pada prolaps, atau membengkak dan menimbulkan reaksi radang.

Posisi diantara prolaps dan radik saraf dapat juga berubah (Nencyati, 2010).

e. Metabolik

Masalah metabolik terutama metabolisme tulang dan diabetes

(35)

sehingga menimbulkan gejala dari jaringan yang bersangkutan. Osteoporosis

dapat mempermudah terjadinya fraktur vertebra, terutama VTh XII, VLI.

Fraktur vertebra dapat menyebabkan stenosis spinal, skoliosis, atau

kifosis dengan mechanical LBP. Osteomalacia dan Paget disease dapat

pula menyebabkan LBP. Diabetes melitus mengakibatkan degenerasi diskus

intervertebral dan meningkatkan insidensi spondilolistesis, sehingga terjadi

jejas kompresif jaringan saraf yang menyulitkan terapi (Nencyati, 2010).

f. Faktor Psikologi

Nyeri yang berasal dari spinal adalah komplek, merupakan persepsi

stimulasi sensorik dan faktor-faktor psikologik. Susunan saraf pusat (SSP)

merubah pesan nyeri dari nosiseptor melalui mekanisme gate control atau

proses penghambatan desenden. Sebagai “pain termostat” adalah sistem

analgetik yang ditengahi endorfin (the endorphin mediated analgetic system),

mempunyai pengaruh yang kuat untuk menghambat nyeri. Posisi dan perilaku

memainkan peran yang penting dalam LBP kronik sehingga dapat menyulitkan

terapi. Sistem saraf beradaptasi terhadap stimulasi kronik dengan fenomena

hipersensitisasi. Hipersensitisasi menurunkan ambang pembakaran neuronal

(neuronal firing) dan mengakibatkan stimulus aferen disebar ke reseptor yang sebelumnya tidak terlihat. Ini berperan dalam penyebaran nyeri (nyeri

rujukan). Nyeri kronik sering dipicu oleh perilaku repetitif, seperti marah,

frustasi, penyalahgunaan alkohol, dan faktor social (pekerjaan yang

membosankan, dukungan keluarga, besar gaji, tingkat pendidikan, dan

(36)

yang memuncak pada 6 bulan sampai 3 tahun setelah onset (Nencyati, 2010).

g. Umur

Pengerahan tenaga dan robekan serta faktor keturunan akan

menyebabkan perubahan degeneratif diskus intervertebral seiring dengan

bertambahnya umur, sehingga terjadi penyakit diskus intervertebral atau

perubahan aestetik sendi-sendi kecil. Perubahan ini berbeda untuk tiap

individu. Bila berat dapat menyebabkan kekakuan dan nyeri punggung

bawah. Spur-spur tulang artrostik dan inflamasi sendi dapat menyebabkan

iritasi saraf dan nyeri tungkai (Muchamad, 2009).

2.2.3 Patogenesis

Ada beberapa mekanisme yang telah diajukan mengenai proses

perkembangan nyeri punggung dan kelumpuhan yang bisa digunakan untuk

menentukan apakah proses patologis yang terlihat pada gambaran radiologis

berhubungan dengan gejala yang dialami pasien.

Nyeri pada bagian manapun memerlukan perlepasan dari agen-agen

inflamasi yang menstimulasi reseptor nyeri dan menyebabkan sensasi nyeri pada

jaringan, tulang belakang merupakan struktur yang unik karena memiliki banyak

jaringan di sekitarnya yang dapat memicu nyeri. Inflamasi pada sendi tulang

belakang, intervertebral diskus, ligamen dan otot, meninges dan akar saraf dapat

menyebabkan nyeri pada punggung bawah. Jaringan-jaringan ini memberikan

respon terhadap nyeri dengan melepaskan beberapa agen kimia seperti bradikinin,

prostalglandin dan leukotrin. Agen-agen kimia ini mengaktifkan ujung saraf dan

(37)

teraktivasi akan melepaskan neuropeptida, dimana yang paling banyak adalah

substansi P. Neuropeptida ini bekerja pada pembuluh darah, menyebabkan

ekstravasasi, dan menstimulasi sel mast untuk melepas histamin dan melebarkan

pembuluh darah. Sel mast juga melepaskan leukotrin dan agen-agen inflamasi

lainnya yang menarik leukosit dan monosit. Proses tersebut menghasilkan gejala-

gejala inflamasi seperti pembengkakan jaringan, kongesti vaskular, dan stimulasi

ujung-ujung saraf bebas.

Impuls nyeri tersebut dihasilkan oleh jaringan tulang belakang yang

mengalami inflamasi. Korda spinalis dan otak memiliki mekanisme khusus dalam

memodifikasi nyeri yang berasal dari daerah jaringan spinal. Di korda spinalis,

impuls nyeri terkonversi pada neuron yang juga menjadi reseptor sensoris. Hal ini

menyebabkan perubahan derajat sensasi nyeri yang ditransmisikan ke otak melalui

proses yang disebut gate control system. Impuls nyeri selanjutnya akan masuk ke

proses yang kompleks dan berlangsung pada berbagai tingakatan system saraf

pusat. Otak akan mengeluarkan substansi kimiawi yang merespon nyeri yang

disebut endorfin. Endorfin merupakan analgesik alami yang dapat menghambat

respon terhadap nyeri melalui serotonorgic pathway (Muchamad, 2009)

2.2.4 Klasifikasi 1. NPB akut

a) Nyeri akut yang berpangkal pada tulang, yaitu: metastasis vertebra,

osteoporosis, osteomyelitis vertebra, fraktur.

b) Nyeri akut yang berpangkal pada otot dan atau syaraf, yaitu: syndrome

(38)

2. NPB kronis

a) Nyeri Nosiseptif somatis, misal: peoses degeneratif pada spina dan atau

diskus, spondilolisthesis, syndroma nyeri myofacial.

b) Nyeri Nosiseptif viseral, misal: nyeri rujukan dari organ pelvis, rongga

retroperitoneal, kandung empedu, kelenjar pangkreas.

c) Nyeri neuropatik, misal: spinal stenosis, neoplasma (tumor).

d) Nyeri Psikogenik, misal: histeris, depresi.

3. Failed Low Back Syndrome

a) Nyeri berkepanjangan pasca terapi, secara khusus diartikan sebagai nyeri.

b) berkepanjangan pasca bedah atau komplikasi pembedahan.

4. Non cancer chronic back syndrome

Nyeri yang disebabkan oleh sebab organik yang berkaitan dengan kesan nyeri

yang abnormal (Kantana, 2010).

2.2.5 Gejaladan Tanda-tandaLBP

Gejala klinis yang utama pada LBP adalah nyeri. Nyeri punggung bawah

dapat bersifat sementara atau menetap dan lokal atau menjalar. Nyeri juga dapat

bersifat dangkal atau dalam. Hal ini bergantung pada penyebab dan jenis nyeri.

Terdapat berbagai jenis nyeri punggung:

a) Nyeri lokal, terjadi di area tertentu di punggung bagian bawah. Nyeri jenis ini

paling sering terjadi. Penyebabnya biasa karena terkilir atau keseleo atau

cedera lainnya. Nyeri biasanya menetap, atau terkadang hilang timbul. Nyeri

lokal dapat berkurang atau bertambah dengan perubahan posisi. Punggung

(39)

menjalar, nyeri bersifat tumpul dan terasa menjalar dari punggung bawah ke

tungkai. Nyeri dapat diikuti dengan nyeri tajam, biasanya hanya mengenai

satu sisi tungkai daripada seluruh tungkai. Nyeri dapat terasa sampai ke kaki

atau hanya sampai lutut. Nyeri yang menjalar biasanya menandakan adanya

penekanan pangkal saraf, misalnya karena HNP, osteoartritis atau stenosis

tulang belakang. Batuk, bersin, mengedan atau membungkuk sambil menjaga

kaki agar tetap lurus dapat memicu munculnya nyeri. Jika terdapat penekanan

berat pada pangkal saraf, atau jika korda spinalis tertekan, maka akan timbul

rasa seperti ditusuk jarum, atau bahkan mati rasa dan hilangnya fungsi

pengendalian berkemih dan pencernaan (inkontinensia).

b) Referred pain, nyeri dirasakan pada lokasi berbeda dari lokasi penyebab nyeri sebenarnya. Misalnya, pada pasien dengan serangan jantung, nyeri dirasakan

pada lengan kiri. Nyeri jenis ini pada punggung bawah cenderung bersifat

sakit dan dalam, dan sulit untuk menentukan lokasi asal nyeri. Pergerakan

tidak memperberat nyeri tersebut (Halimah, 2009).

2.2.6 Diagnosis

Ketika rasa sakit yang parah dan tidak hilang dalam waktu 6 sampai 12

minggu, diagnosis tambahan menjadi lebih penting untuk menentukan perawatan

lebih lanjut. Alat diagnostik mencakup:

a) X-ray: memberikan informasi pada tulang belakang, digunakan untuk

menguji ketidakstabilan tulang belakang, tumor dan patah tulang.

b) CT scan: menangkap penampang gambar cakram tulang dan tulang belakang,

(40)

c) Myelogram: memungkinkan identifikasi masalah dalam tulang belakang,

sumsum tulang belakang dan akar saraf. Suntikan pewarna kontras menerangi

tulang belakang sebelum x-ray atau CT-scan.

d) MRI scan: menampilkan rinci penampang komponen tulang belakang.

Berguna untuk menilai masalah dengan cakram lumbar dan akar saraf, serta

mengesampingkan penyebab nyeri punggung bawah seperti infeksi tulang

belakang atau tumor. Biasanya spesialis tulang belakang akan memiliki

gambaran yang baik dari penyebab nyeri pasien dari gejala-gejala pasien dan

pemeriksaan fisik, dan akan menggunakan tes diagnostik di atas untuk

mengkonfirmasi dan mengklarifikasi diagnosis dan atau untuk

menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala pasien

(Halimah, 2009).

Diagnosis Banding

Diagnosa banding LPB, diantaranya :

a) Cedera tendon achilles

b) Nyeri coccygeal

c) Kompresi lumbal akibat fraktur

d) Penyakit degeneratif diskus intervertebralis

e) Spondylosis lumbal

f) Spondylolisthesis

2.2.7 Penatalaksanaan

Jika penyebab spesifik terjadinya nyeri punggung bawah dapat diketahui,

(41)

penyebab nyeri muskuloskeletal. Tetapi terdapat beberapa tindakan yang dapat

membantu, biasanya tindakan ini juga dapat digunakan untuk mengatasi nyeri

akibat penekanan tulang belakang. Tindakan ini meliputi: perbaiki aktifitas,

menggunakan obat pereda nyeri, kompres hangat atau dingin pada daerah nyeri,

dan olahraga. Untuk nyeri punggung bawah yang baru terjadi, penanganan

dimulai dengan mencegah aktivitas yang memberi stressor pada tulang belakang,

misalnya mengangkat benda berat dan membungkuk.

Penggunaan Acetaminophen terkadang dianjurkan untuk mengatasi nyeri.

Jika terdapat peradangan maka dapat digunakan obat NSAID yang dapat

mengatasi nyeri dan peradangan. Jika keduanya tidak dapatmengatasi nyeri yang

ada, maka dapat digunakan obat golongan Opioid. Pemakaian relaksan otot seperti

cyclobenzaprine, diazepam, atau methocarbamol, terkadang diperlukan untuk mengatasi spasme otot, tapi kegunaannya sendiri masih kontroversial. Obat obat

ini tidak danjurkan oleh orang tua, karena lebih sering memberi efek samping

(Halimah, 2009).

Biasanya low back pain hilang secara spontan. Kekambuhan sering terjadi

karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering

mengalami kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainan neurologik

yang mungkin tidak jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk

melihat perjalanan penyakit menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih

menderita low back pain selama 12 bulan adalah sebesar 62% (kisaran 42-75%),

agak bertentangan dengan pendapat umum bahwa 90% gejala low back pain akan

(42)

Penanganan terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan

menghilangkan penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih

memilih untuk menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis). Jadi perlu digunakan kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis. Secara

kausal, penyebab nyeri akan diatasi sesuai kasus penyebabnya. Misalnya untuk penderita yang kekurangan vitamin saraf akan diberikan vitamin tambahan. Para

perokok dan pecandu alkohol yang menderita LBP akan disarankan untuk

mengurangi konsumsinya (Halimah, 2009).

Pengobatan simptomatik dilakukan dengan menggunakan obat untuk

menghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal, atau kesemutan. Pada kasus

LBP karena tegang otot dapat dipergunakan Tizanidine yang berfungsi untuk

mengendorkan kontraksi otot (muscle relaxan). Untuk pengobatan simptomatis

lainnya kadang-kadang memerlukan campuran antara obat-obat analgesik, anti

inflamasi, NSAID, obat penenang, dan lain-lain. Apabila dengan pengobatan biasa

tidak berhasil, mungkin diperlukan tindakan fisioterapi dengan alat-alat khusus

maupun dengan traksi (penarikan tulang belakang). Tindakan operasi mungkin

diperlukan apabila pengobatan dengan fisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada

kasus HNP atau pada pengapuran yang berat. Jadi, penatalaksanaan LBP ini

memang cukup kompleks. Di samping berobat pada spesialis penyakit saraf

(neurolog), mungkin juga diperlukan berobat ke spesialis penyakit dalam

(internist), bedah saraf, bedah orthopedic bahkan mungkin perlu konsultasi pada psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, masih banyak kasus dokter

(43)

penelitian baru menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak akan mengurangi

gejala low back pain (Septiawan, 2012).

Beragamnya penyebab LBP menuntut penatalaksanaan yang bervariasi

pula. Meski demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu:

a. Terapi Konservatif, yang meliputi rehat baring, medikamentosa dan

fisioterapi.

b. Terapi Operatif, kedua tahapan ini memiliki kesamaan tujuan yaitu

rehabilitasi.

Pengobatan nyeri punggung sangat tergantung penyebabnya. Lain

penyebab, lain pula pengobatannya. Terdapat beragam tindakan untuk nyeri

punggung, dari yang paling sederhana yaitu istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarik atau ligamen sprain, sampai penanganan yang sangat canggih,

seperti mengganti bantal tulang belakang. Jika dengan bedrest tidak juga sembuh,

maka harus ditingkatkan dengan pemeriksaan sinar X atau dengan MRI (magnetic

resonance imaging). Setelah itu, bisa dilakukan fisioterapi, pengobatan dengan

suntikan, muscle exercise, hingga operasi. Masih ada lagi teknik pengobatan lain,

misalnya melalui pembedahan dengan endoskopi (spinal surgery), metode pasang

pen, sampai penggantian bantalan tulang (Suharto, 2005).

Mengatasi low back pain juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Hal itu hanya mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita

harus menjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya.

Penyembuhan bisa melalui pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang

(44)

melatih otot-otot utama yang berperan dalam menstabilkan serta mengokohkan

tulang punggung (Suharto, 2005).

2.2.8 Pencegahan

Cara yang paling efektif untuk mencegah nyeri punggung bawah adalah

dengan olahraga secara teratur. Latihan aerobik dan olahraga untuk meregangkan

dan mengencangkan otot sangat membantu (Nencyati, 2010).

Aerobik, berenang dan berjalan, memperbaiki kebugaran tubuh secara

menyeluruh dan juga memperkuat otot-otot. Latihan tertentu dapat meregangkan

dan memperkuat otot-otot perut, bokong, dan punggung sehingga dapat

menstabilkan tulang punggung. Pada beberapa orang, latihan peregangan dapat

menambah nyeri punggung, untuk itu latihan perlu dilakukan secara hati-hati.

Secara umum, olahraga yang menimbulkan atau menambah nyeri harus

dihentikan (Halimah, 2009).

2.2.9 Prognosis

Prognosis LBP baik pada tipe mekanik. Setelah 1 bulan pengobatan, 35%

pasien dilaporkan membaik, dan 85% pasien membaik setelah 3 bulan.

Dilaporkan tingkat kekumatan LBP mencapai 62% pada tahun pertama. Setelah 2

tahun, 80% pasien setidaknya mengalami satu kali kekumatan (Prayugo, 2012).

2.3 Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah

Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi

dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor yang

(45)

a. Faktor Personal 1. Usia

Jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran responden sampai saat

dilakukan penelitian berdasarkan ulang tahun terakhir. Pada umumnya keluhan

otot sekeletal mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Keluhan pertama

biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat

sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah

baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun, sehingga resiko terjadi

keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2004).

2. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berat badan yang berada dibawah batas minimum dinyatakan sebagai

kekurusan dan berat badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan

sebagai kegemukan. Laporan FAO dan WHO tahun 1985 bahwa batasan berat

badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan Body Mass Index (BMI). Di

indonesia istilah ini diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT

merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan

berat badan normal dapat menghindari seseorang dari berbagai macam penyakit.

Perhitungan IMT yaitu BB dibagi TB kuadrat atau dengan rumus :

Berat Badan (kg) IMT =

(46)

Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berta badan tingkat ringan 17,0-18,5

Normal >18,5-25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0

Kelebihan berta badan tingkat berat >27,0

Sumber: Septiawan, 2012 3. Masa Kerja

Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk

hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukan lamanya

seseorang terkena paparan di tempat kerja hinggan saat penelitian. Semakain lama

masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan ditempat kerja sehingga

semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Penelitian yang dilakukan

oleh Between Lutam (2005) menyatakan bahwa resiko nyeri punggung sangat

berhubungan dengan lama kerja. Semakin lama bekerja, semakin tinggi tingkat

resiko untuk menderita nyeri punggung. Pekerja yang memiliki masa kerja >5

tahun memiliki tingkat resiko 7,26 kali lebih besar menderita nyeri punggung

dibanding dengan yang memilki masa kerja <5 tahun.

4. Lama Kerja

Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam.

Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga atau

(47)

kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya

terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan,

penyakit, dan kecelakaan. Dalam seminggu biasanya seseorang dapat bekerja

dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk

timbulnya hal-hal negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan

terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat

dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor (Suma’mur, 2009).

Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit.

Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang jumlahnya antara

15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan

tersebut akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan

kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan

rendahnya tingkat produktivitas kerja (Tarwaka, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2005) tentang beberapa faktor

ergonomi yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada

pengemudi angkutan kota jurusan Gunungsari-Celancang (PP) Cirebon

menunjukan ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan keluhan

nyeri punggung bawah (p=0,050).

5. Kebiasaan Merokok

Perokok lebih beresiko terkena NPB dibandingkan dengan yang bukan

perokok. Diperkirakan hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke

cakram dan berkurangnya oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan

(48)

karena perokok memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada

peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang (Septiawan, 2012).

Pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot memiliki

hubungan erat dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan

semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang

dirasakan. Boshuizen et al. (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara

kebiasaan merokok dengan keluhan otot. Kebiasaan merokok akan dapat

menurunkan kapasitas paru-paru yang diakibatkan adanya kandungan karbon

monoksida sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan

sebagai akibatnya tingkat kesegaran menurun. Apabila yanag bersangkutan

melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga maka akan mudah lelah

karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat

terhambat, terjadi penumpukan asam laktat, dan akhirnya timbul nyeri otot

(Tarwaka, 2004).

Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan

tingkat kebiasaan merokok. Resiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok

per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki resiko

LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan

menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi

oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang

menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen

dalam darah rendah. Boshuizen et al (1993) menemukan hubungan yang

(49)

untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok

dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok

dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga

menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang

(Septiawan, 2012).

Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per

hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :

a. Perokok ringan, disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10

batang per hari.

b. Perokok sedang, disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang

per hari.

c. Perokok berat, disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang

perhari.

6. Kebiasaan Olahraga

Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen (80%) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat

kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada

daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat

keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani. Tingkat kesegaran

tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1% tingkat kesegaran

jasmani yang sedang risiko terjadinya gangguan otot rangka adalah 3,2% dan

tingkat kesegaran jasmani yang tinggi maka resiko untuk terjadinya keluhan otot

(50)

b. Faktor Pekerjaan 1. Beban Kerja

Beban kerja adalah beban pekerjaan yang ditanggung oleh pelakunya baik

fisik, mental, maupun sosial (Suma’mur, 2009). Sedangkan menurut Notoatmodjo

(2005) beban kerja adalah setiap pekerjaan yang memerlukan otot atau pemikiran

yang merupakan beban bagi pelakunya, beban tersebut meliputi beban fisik,

mental ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaanya.

Faktor yang memengaruhi beban kerja, menurut Rodahl (1989) dan

Manuaba ( 2000 ) bahwa secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas

kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek, baik faktor internal

maupun faktor eksternal dalam penelitian (Siswiyanti, 2011).

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar

tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.

1) Tugas–tugas (task) yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruangan tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan

kerja, sikap kerja, cara angkat–angkut, beban yang diangkat–ngkut, alat bantu

kerja, sarana informasi termasuk displai dan control, dan alur kerja.

Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan

atau tingkat kesulitan pekerjaan yang memengaruhi tingkat emosi pekerja,

tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain.

2) Organisasi kerja yang dapat memengaruhi beban kerja, seperti lamanya

(51)

sistem kerja, musik kerja, model sturktur organisasi, pelimpahan tugas dan

wewenag.

3) Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja

adalah :

 Lingkungan kerja fisik, seperti: mikrolimat (suhu udara ambient,

kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi), intensitas

penerangan, intensitas kebisingan, vibrasi mekanis, dan tekanan udara.

 Lingkungan kerja kimiawi, seperti: debu, gas–gas pencemar udara, uap

logam , dan fume dalam udara.

 Lingkungan kerja biologi, seperti: pemilihan dan penempatan tenaga

kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan,

pekerja dengan keluarga, dan pekerja dengan lingkungan social yang

berdampak kepada performansi kerja di tempat kerja.

Beban kerja oleh karena faktor internal, faktor internal beban kerja adalah

faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiris sebagai akibat adanya reaksi dari

beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain. Berat

ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian

secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian

subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan

prilaku. Karena itu strain secara subjektif berkait erat dengan harapan, keinginan,

kepuasann dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal

Gambar

Gambaran Umum Tenaga Kerja Bongkar Muat di
Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang
Tabel 2.1  Kategori Ambang Batas Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia
Tabel 4.2. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.1.1 Kesulitan belajar membaca Al-Qur’an yang dialami siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Surakarta tahun 2017 ada beberapa macam, diantaranya yaitu:

Pelaksanaan pembelajaran menulis teks laporan hasil observasi berbasis kearifan lokal yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia di kelas VII A4 SMPNegeri 1

Pada hari ini, Rabu tanggal Dua Puluh Empat bulan Pebruari tahun Dua ribu enam belas, Kami Pokja Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Renovasi Gedung Kantor

Pada hari ini Jum’at tanggal Dua puluh enam bulan Februari tahun Dua ribu enam belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini selaku POKJA ULP Pembangunan Pagar Kantor Pengadilan

Kode diagnosis utama penyakit neoplasma pada pasien rawat inap periode triwulan I tahun 2014 di RSUD Tugurejo Semarang hanya menggunakan kode letak dari ICD-10

Mengumpulkan data yang berkaitan dengan tugas dalam rangka penyiapan penyusunan rancangan, evaluasi dan pengkajian rencana kegiatan dan anggaran dari unit-unit

Alkaloid adalah senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa, biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik.. Alkaloid terdistribusi secara luas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan limbah gypsum terhadap parameter hasil uji konsolidasi dan perbandingan penggunaan limbah gypsum dengan