• Tidak ada hasil yang ditemukan

Antiproliferation cancer cells and characterization nanocapsule extracts of noni (Morinda citrifolia l)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Antiproliferation cancer cells and characterization nanocapsule extracts of noni (Morinda citrifolia l)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ANTIPROLIFERASI SEL KANKER DAN KARAKTERISASI

NANOKAPSUL EKSTRAK MENGKUDU

(Morinda citrifolia L)

ELVITA CITRAWANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ELVITA CITRAWANI. Antiproliferasi sel kanker dan karakterisasi nanokapsul

ekstrak mengkudu

(morinda citrifolia l)

. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan

BAMBANG PONTJO.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 menyatakan bahwa sebanyak

7.6 juta orang meninggal akibat kanker. Mengkudu merupakan salah satu

tumbuhan herbal yang banyak dijumpai yang bisa mengobati kanker akan tetapi

pemanfaatannya belum efisien. Nanokapsulasi dari kitosan merupakan salah satu

alternatif peningkatkan efisiensi pemanfaatan ekstrak mengkudu. Ekstrak

mengkudu didapat dengan metode maserasi dengan pelarut air. Nanokapsulasi

ekstrak mengkudu dibuat dengan metode gelasi ionik menggunakan

magnetic

stirrer

(pengaduk magnetik) dengan kecepatan 1500 rpm lalu hasilnya

dikarakterisasi dengan

Fourier Transform Infrared

(FTIR),

Particle Size

Analyzer

(PSA)

,

dan

X-ray Difraction

(XRD). Hasil yang diperoleh berdasarkan

analisis FTIR adalah terdapat gugus kitosan dan ekstrak mengkudu dalam

nanokapsul. Hasil uji PSA menunjukkan ukuran nanokapsul sebesar 192.03 nm.

Hasil uji XRD menunjukkan bahwa nanokapsul ekstrak mengkudu memiliki

kristalinitas 34.83%. Sitotoksitas (uji potensi hayati) nanokapsul adalah 1.843

ppm. Nanokapsul lalu diuji menggunakan enzim pencernaan, hasil yang didapat

menunjukkan bahwa nanokapsul terhidrolisis pada menit ke sembilan.

Nanokapsul ekstrak mengkudu diuji menggunakan sel kanker paru-paru (A549),

didapatkan hasil konsentrasi 0.5 ppm dapat menghambat proliferasi sel kanker

secara signifikan sebesar 4.38%.

(3)

ABSTRACT

ELVITA CITRAWANI. Antiproliferation cancer cells and characterization

nanocapsule extracts of noni (Morinda citrifolia l). Under the direction of MARIA

BINTANG and BAMBANG PONTJO.

The World Health Organization states that in 2008 more than 7.6 million

new death of cancer. Noni is one of the many herbs found that can will cure

cancer, but its use has not been efficiently. Nanocapsulation of chitosan is one

alternative to improve efficiency of utilization of noni extract. Noni extract was

obtained by maceration method with water as solvent. Nanocapsule of noni

extract was made using ionic gelation method by magnetic stirrer with speed of

1500 rpm and the results were characterized by Fourier Transform Infrared

(FTIR), Particle Size Analyzer (PSA), and X-ray Difraction (XRD). Results

obtained in the analysis of FTIR showed that nanocapsule extract contained

clusters chitosan and noni extract in nanocapsule. PSA test showed that

nanocapsule size was 192.03 nm. XRD test showed that nanocapsule noni extract

has a crystalinity of 34.83%. Cytotoxicity (biological potency) nanocapsule was

1.843 ppm. Nanocapsule also tested using digestion enzyme and the results

obtained showed that nanocapsule hydrolyzed at nine minutes. Nanocapsule was

then tested using lung cancer cells. Results obtained showed that at concentration

of 0.5 ppm nanocapsule can inhibit cancer cell proliferation in 4.38%.

(4)

ANTIPROLIFERASI SEL KANKER DAN KARAKTERISASI

NANOKAPSUL EKSTRAK MENGKUDU

(Morinda citrifolia L)

ELVITA CITRAWANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi :Antiproliferasi Sel Kanker dan Karakterisasi Nanokapsul

Ekstrak Mengkudu

(Morinda citrifolia L.)

Nama : Elvita Citrawani

NIM : G84080066

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui

Dr.Ir. I Made Artika, M. App. Sc

Ketua Departemen Biokimia

Tanggal lulus:

Prof. drh. Bambang Pontjo, M.S., Ph.D., APvet

Anggota

(6)

PRAKATA

Segala puji dan rasa syukur yang begitu besar penulis panjatkan kepada

Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil

diselesaikan. Kegiatan penelitian ini mulai dilaksankan sejak bulan Januari sampai

Juni 2012, bertempat di Laboratorium Penelitian Biokimia dan Patologi FKH IPB.

Tema yang dipilih sebagai penelitian adalah Antiproliferasi Sel Kanker dan

Karakterisasi Nanokapsul Ekstrak Mengkudu

(Morinda citrifolia L).

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari

pihak-pihak yang sudah membantu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr.

drh. Maria Bintang, dan Prof. drh. Bambang Pontjo, MS selaku pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, motivasi dan saran dalam pengerjaan skrispsi ini.

Bapak, Mama, Adikku Evendy Pasaribu dan Ester Pasaribu yang senantiasa

memberikan doa dan semangat. Rekan-rekan tim PKMP 2012 Daniel R.S.N,

Ihsan Mentaya dan Ira Puspita. Terimakasih untuk kerjasamanya dalam PKMP

2012. DIKTI telah mendanai penelitian ini melalui pendanaan PKMP 2012. Ibu

Pipih yang memberikan masukan tentang nanokapsul terimakasih atas bimbingan

dan ilmu baru yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada keluarga dan teman-teman seperjuangan Biokimia 45 yang

telah memberikan dukungan moril dan material. Teman-teman satu kosan pondok

delima: Lenny, Ayun, Rizka, Lia, Swinda dan kak Ana terimakasih mau menjadi

tempat bersandar untuk segala kepenatan. Teman-teman KPA, KOPRAL 45 PMK

IPB beserta teman-teman terbaikku Alumni SMAN 105 JAKARTA angkatan

2005 yang selalu memberikan nasihat dan motivasinya.

Penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari berbagai pihak

sebagai bahan masukan di kemudian hari. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

yang membaca serta memberikan kontribusi bagi perkembangan dan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Amin.

Bogor, Oktober 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 1990 dari Ayah

Marison Pasaribu dan ibu Relita br Sinaga. Penulis merupakan anak pertama dari

tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 105 Jakarta dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Masuk Seleksi

(USMI) IPB. Penulis memilih departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan

Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah bergabung dalam

Ecoagrifarma, Komisi Pelayanan Anak (KPA) PMK IPB, Badan Eksekutif

Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Generasi Inspirasi dan Himpunan

profesi biokimia CREBS

(Community of Research and Education of

Biochemistry).

Penulis melaksanakan praktik lapangan (PL) di Balai Lingkungan

Pertanian, Ciomas-Bogor. Penulis pernah mengikuti beberapa kompetisi ilmiah

seperti Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) tahun 2012,

National Life Science

Competition

(NALCO) di ITB, PIM IPB 2012 dan

2

nd

Annual Health conference

USIM-Malaysia dengan perolehan juara ketiga pada presentasi tersebut. Satu hal

yang selalu melekat di hati penulis adalah

ora et labora

(berdoa dan bekerja) serta

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Mengkudu ... 2

Kitosan ... 3

Nanokapsulasi ... 3

Proliferasi Sel Kanker ... 4

Enzim Pencernaan ... 5

BAHAN DAN METODE ... 7

Alat dan Bahan ... 7

Metode Penelitian... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Ekstrak Mengkudu ... 9

Komponen Kimia Mengkudu ... 9

Bioaktivitas Ekstrak Mengkudu ... 9

Distribusi Ukuran Partikel... 10

Gugus Fungsi Nanokapsul Ekstrak Mengkudu ... 10

Derajat Kristalinitas Nanokapsul Ekstrak Mengkudu ... 12

Hasil Uji Enzim Pencernaan ... 12

Hasil Uji Sel Kanker Secara

In Vitro

... 13

SIMPULAN DAN SARAN ... 15

Simpulan ... 15

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil Uji Fitokimia ekstrak mengkudu ... 9

2 Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik... 11

3 Pertumbuhan sel kanker pada perlakuan nanokapsul ekstrak mengkudu . 14

4 Data pertumbuhan sel kanker pada perlakuan ekstrak mengkudu ... 14

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Mengkudu ... 3

2 Hasil uji PSA nanokapsul ekstrak mengkudu ... 10

3 Grafik panjang gelombang ... 11

4 Kristalinitas nanokapsul ... 10

5 Ekstrak mengkudu terhidrolisis pada menit kelima ... 11

6 Nanokapsul terhidrolisis pada menit kesembilan ... 12

7 Kitosan terhidrolisis pada menit ketiga belas... ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Skema penelitian ... 19

2 Pembuatan nanokapsul ekstrak mengkudu ... 20

3 Perhitungan konsentrasi sampel yang akan dimasukkan dalam sel kanker .. 21

4 Grafik FTIR ... 22

5 Hasil uji sel kanker ... 23

6 Perhitungan proliferasi sel kanker ... 24

(10)

PENDAHULUAN

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis yang lain. Ilmu biologi dan kedokteran saat ini sudah mengakui peran berbagai senyawa toksik di lingkungan dalam kemunculan sel kanker pertama pada tubuh makhluk hidup dan perubahan se-sel tersebut menjadi tumor yang lebih ganas, proses itu disebut karsigonesis (Schreiber 2009).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa kanker adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia sekitar 7.6 juta penduduk mengalami kematian akibat kanker berdasarkan data pada tahun 2008, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Jumlah penderita baru penyakit kanker tahun 2020 diperkirakan meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta orang diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila tidak dilakukan usaha yang memadai. Berdasarkan data statistik Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012, lima jenis kanker yang sering dialami manusia adalah kanker paru-paru, kanker perut, kanker hati, kanker kolorektal dan kanker payudara.

Indonesia kaya akan berbagai jenis tumbuhan yang bermanfaat khususnya bagi kesehatan. Masyarakat Indonesia sudah terbiasa untuk mengkonsumsi tumbuhan obat tersebut secara tradisional seperti jamu dan obat herbal. Salah satu tanaman obat mendapat perhatian besar dari masyarakat adalah mengkudu. Mengkudu dengan nama ilmiah (Morinda citrifolia L) mudah tumbuh

pada berbagai lahan dan iklim dengan penyebaran dari dataran rendah hingga 1.500 meter di atas permukaan laut sehingga dapat dibudayakan hampir di seluruh Indonesia dan pengembangan tanaman mengkudu relatif tidak memerlukan biaya yang besar, banyak penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa buah mengkudu dapat mengobati beberapa penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker dan tumor. Selain penyakit degeneratif tersebut mengkudu juga dapat mengobati tekanan darah tinggi, radang ginjal, radang empedu, disentri, liver, cacingan, artritis, dan sakit perut (Pohan & Antara 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Salomon pada tahun 1994 dengan 8000 orang yang mengkonsumsi sari buah mengkudu ternyata dapat menyembuhkan berbagai

seperti mengobati penderita kanker sebesar 67%, diabetes sebesar 83%, tekanan darah tinggi sebesar 87%, artritis 80% dan penyakit lainnya.

Mengkudu memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, akan tetapi masyarakat kurang menyukai baunya yang tidak menyenangkan. Asam kaproat dan kaprat dalam buah mengkudu menyebabkan bau busuk dan tajam menyengat terutama pada buah matang. Mengkudu yang dikonsumsi selama ini oleh masyarakat hanya berupa jus ataupun minuman olahan selain itu ada juga berupa serbuk tanpa biji dan dikemas dalam kapsul yang banyak dijual di pasar tradisional, sudah banyak teknologi yang membuat mengkudu menjadi bahan pangan olahan yang bisa dinikmati oleh masyarakat, akan tetapi bau mengkudu tidak sedap tetap saja tercium dan membuat kandungan khasiat mengkudu menjadi berkurang karena pengolahan tersebut dapat mempengaruhi komponen aktif yang terkandung dalam tanaman obat yang akan digunakan sebagai bahan pangan fungsional. Pengolahan buah menjadi produk minuman penyegar sering melibatkan perlakuan seperti pemanasan yang dapat menyebabkan kerusakan atau perubahan komponen aktif (Sugita 2006).

Oleh karena itu perlu diadakannya penelitian mengenai pemanfaatan mengkudu secara efisien serta tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi mengkudu. Kandungan kimia yang bermanfaat pada mengkudu dapat rusak karena peristiwa dekomposisi karena suhu tingi sehingga dapat menurunkan manfaat mengkudu. Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan ekstrak mengkudu tersebut adalah nanokapsulasi menggunakan bahan penyalut (coating agent)

untuk melindungi ekstrak mengkudu dari pengaruh suhu, cahaya, kondisi lingkungan dan menghilangkan bau yang tidak sedap. Nanokapsulasi pada ekstrak mengkudu dapat membantu penyerapan tubuh terhadap ekstrak mengkudu yang lebih baik.

Bahan yang digunakan sebagai penyalut adalah kitosan. Kitosan banyak terdapat dalam kulit udang, namun kulit udang tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan dibuang sehingga mencemari ligkungan. Kitosan dari kulit udang tersebut berpotensi menjadi bahan penyalut (coating agent), kitosan memiliki

(11)

2

mudah penanganannya, dan non toksik (Parize 2008).

Tujuan penelitian ini adalah menguji aktivitas antikanker nanokapsul ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia L.) sebagai

salah satu anti proliferasi sel kanker. Hipotesis dari penelitian ini adalah nanokapsul ekstrak mengkudu dapat menghambat proliferasi sel kanker. Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai informasi tentang nanokapsul ekstrak mengkudu dapat menghambat proliferasi sel kanker dan meningkatkan nilai ekonomis mengkudu dan kitosan.

TINJAUAN PUSTAKA

Mengkudu

Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

merupakan tanaman dengan latar belakang sejarah panjang. Tanaman ini pada mulanya merupakan tanaman asal Asia Tenggara/ Indonesia (Nelson 2006) yang dibawa ke Kepulauan Pasifik oleh para pelaut. Perkembangan lebih jauh tanaman ini dimulai dari penggunaannya sebagai tanaman obat oleh tabib Polinesia sampai tabib dari Cina (Wang et al. 2002).

Di Indonesia sendiri, penggunaan mengkudu juga telah menjadi tradisi. Hal ini dikarenakan sebagai tanaman asli Indonesia (Nelson 2006). Hampir semua bagian tanaman mengkudu memiliki fungsi (Nelson 2006) dan khasiat obat (Bangun & Sarwono 2002). Di Jawa dan Thailand, daun muda mengkudu sering digunakan sebagai sayur, sementara daun tua mengkudu biasanya digunakan untuk membungkus ikan sebelumnya dimasak. Ekstrak daun dan buahnya juga digunakan sebagai tambahan (Nelson 2006) atau jus untuk minuman kesehatan (NCCAM 2007). Sementara itu, penggunaan sebagai obat-obatan secara tradisional meliputi: pengobat-obatan untuk malaria (bagian daun diseduh bersama teh ), jaundice (batang utama, hipertensi

(ekstrak daun, buah, atau kulit batang), demam (jus buah), nyeri perut (minyak dari buah), insektisida oles (minyak biji), TBC, rematik (seduhan daun atau buah) (Nelson 2006). Buah mengkudu juga memiliki potensi antidiabetes (Adnyana et al. 2004),

antitumor/imunomodulator melawan Lewis Lung Carcinoma (Hiraizumi & Furusawa

1999), dan antioksidan (Rohman et al. 2006).

Bahkan mikroorganisme simbiotiknya, fungi endofit, memiliki potensi anti kanker (Radu & Kqueen 2002).

Mengkudu termasuk tumbuhan liar. Daunnya berwarna hijau mengkilap dengan panjang sekitar 25-30 cm dan lebar sekitar 10-12 cm. Bunga berwarna putih, memanjang, dan berbentuk seperti piala. Buahnya berukuran sebesar telur ayam yang terdiri dari buah buni dan kelopak yang menjadi daging. Warna buah hijau kuning (Gambar 1). Jika hampir masak, buah akan berbau tidak enak seperti keju busuk (Utami 2007). Mengkudu dikenal dengan nama latin Morinda tinctoria

atau Morinda citrifolia. dengan famili Rubiceae, dan genus Morinda. Mengkudu

dikenal juga dengan nama pace, lengkudu, noni, bangkudu, cangkudu dan magic plant.

Khasiat mengkudu sebagai obat maupun tanaman kesehatan tidak lepas dari berbagai kandungan senyawa aktif dalam tanaman tersebut. Kandungan kimia pada mengkudu yaitu alizarin, asperulosid, xeronin, asid askorbik, morindin, skolopetin, karatenoid, niasin, sitosterol, alkaloid dan flavon glikosida (Surya 2005).

Mengkudu memiliki senyawa kimia yang dapat mengubah fungsi sel abnormal kembali normal. Senyawa kimia tersebut adalah proxeronine yang dapat menyuplai xeronine yang dibutuhkan tubuh saat ada aktivitas sel prakanker yang abnormal. Ketika kondisi tubuh normal, xeronine sebenarnya sudah tertampung di dalam hati, tetapi ketika ada aktivitas tertentu, xeronine dalam hati tidak akan cukup untuk disuplai ke seluruh tubuh melalui darah, dengan adanya L-arginin yang terkandung dalam daun mengkudu oleh tubuh akan diubah menjadi nitric oxide (NO). Nitric oxide merupakan gas biologi yang berperan

(12)

3

Gambar 1 mengkudu (Morinda citrifolia)

Kitosan

Kitosan merupakan turunan kitin yang tidak larut dalam air dan pelarut organik. Tetapi larut dengan cepat dalam asam organik encer seperti asam format, asam asetat, asam sitrat dan asam mineral lain (Bastaman 1989). Kitosan merupakan polimer rantai panjang glukosamin(2-amino-2-deoksiglukosa). Untuk dapat menjadi bahan pelapis pada mikroenkapsulasi diperlukan kitosan dengan kemurnian yang tinggi. Mutu kitosan tersebut dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu kadar air, kadar abu, kelarutan, derajat deastilasi, viskositas dan bobot molekul. Kadar abu merupakan parameter yang penting untuk menentukan mutu kitosan. Kadar abu menunjukkan banyaknya kandungan mineral yang masih tersisa dalam suatu bahan. Tingkat kemurnian kitosan semakin tinggi dengan semakin rendahnya kadar abu kitosan. Kadar abu dianggap sebagai ukuran keberhasilan proses demineralisasi.

Aplikasi penggunaan kitosan telah dilakukan dalam berbagai bidang, diantaranya pertanian, pengolahan air, industri pangan, industri kosmetika, farmasi, kedokteran, industri aneka (seperti industri cat dan tekstil), bioteknologi, dan sektor industri lainnya. Dalam bidang makanan, kitosan berfungsi sebagai bahan pembentuk gel, pembentuk tekstur dan pelembut ( Winarno & Fernandez 2010). Pada bidang kesehatan dan farmasi, kitosan dapat digunakan sebagai diet serat dan obat penurunan kandungan kolesterol di dalam darah (Hennen 1996). Selain itu, kitosan yang mengandung glukosamin, dapat dimanfaatkan dan dikonsumsi secara langsung dalam bentuk suplemen (Alasalvar & Taylor 2002).

Kelebihan lain dari kitosan adalah dapat dimanfaatkan dalam teknologi pengantar obat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebagai pengantar obat dapat meningkatkan efisiensi obat tanpa menimbulkan efek samping pada tubuh. Nanopartikel kitosan yang ditambahkan gugus

tiol mampu meningkatkan penyerapan teofilin dalam pengobatan penyakit asma. Teofilin merupakan obat antiinflamasi yang sering digunakan dalam pengobatan asma melalui intranasal (penghisapan). Efek antiinflamasi teofilin ditunjukkan dengan adanya penurunan eosinophil dalam cairan Bronchoalveolar lavage (BAL) hingga 20%. Penggunaan nanopartikel kitosan sebagai pembawa tiofilin menunjukkan penurunan eosinofil hingga 35% pada tikus (Lee et al. 2006).

Nanokapsulasi

Istilah nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur, fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar. Material berukuran nanometer memiliki sifat yang kaya karena menghasilkan sifat yang tidak dimiliki oleh material berukuran besar. Sejumlah sifat tersebut dapat diubah-ubah dengan melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi permukaan, dan pengontrolan interaksi antar partikel (Astuti 2007).

Nanokapsul adalah dispersi atau butiran atau partikel padat dengan kisaran ukuran 10-1000 nm (Mohanraj et al 2006). Keuntungan

penggunaan nanokapsul sebagai system pengiriman obat antara lain (1) ukuran partikel dan sifat permukaan nanokapsul mudah dimanipulasi untuk mencapai sasaran obat pasif dan aktif setelah administrasi parenteral, (2) pelepasan obat terkendali selama pengangkutan dan di tempat lokalisasi, (3) lokasi target spesifik dapat dicapai menggunakan ligan target ke permukaan partikel, serta (4) pelepasan dan sifat penguraian partikel dengan mudah diatur oleh pilihan penyusunan matriks (Mohanraj et al

2006).

Nanokapsul memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga obat berada di permukaan partikel dan pelepasan obat terjadi dengan cepat. Nanopartikel biodegradable memiliki keuntungan untuk pengantar obat karena sebagai penetrasi di antara kapiler maupun sel tubuh kecil sehingga terakumulasinya obat pada lokasi sasaran di dalam tubuh dan pelepasan obat pada lokasi sasaran di dalam tubuh dan pelepasan obat pada lokasi sasaran setelah penyuntikan dapat berhari-hari bahkan berminggu-minggu (Harig

et al 2007).

(13)

4

lebih baik. Nanokapsul dapat menghindari rasa dan bau yang kurang menyenangkan dari bahan pangan. Beberapa produk pangan menggunakan bahan pelapis sebagai sistem perlindungan, seperti bahan pelapis yang digunakan pada buah-buahan, sayuran, daging, roti, atau keju. Nanoteknologi memungkinkan dibuatnya lapisan tipis untuk melindungi makanan dengan ketebalan kurang dari 100 nm yang tidak terlihat oleh mata. Lapisan melindungi dari kelembaban, menjaga rasa dan warna makanan, serta memperpanjang masa kadaluarsa produk pangan. Selain itu bahan pelapisnya juga aman untuk dimakan.

Proliferasi Sel Kanker

Suatu sel kanker adalah progeni dari suatu sel normal yang telah kehilangan mekanisme seluler untuk mengontrol proliferasi. Hampir semua neoplasma ganas tampaknya berasal dari satu sel tunggal yang mengalami transformasi maligna membentuk klonus yang ganas. Sel kanker umumnya berproliferasi lebih cepat daripada sel normal kecuali leukosit atau sel mukosa usus, dengan bertumbuhnya massa tumor, laju proliferatif menjadi menurun. Dengan demikian, proporsi sel yang bermitosis akan jauh lebih besar bila hanya ada sedikit sel kanker dibandingkan dengan massa tumor yang besar. Kenyataan ini mungkin dapat menjelaskan resistensi relative dari massa tumor yang besar terhadap terapi yang bekerja melalui mekanisme proliferasi. Sel-sel ganas cenderung kembali ke tipe-tipe sel yang lebih primitif, yaitu mengalami dediferensiasi. Pola pertumbuhan jaringan dengan susunan normal menjadi hilang dan digantikan oleh penumpukan sel-sel ganas secara acak. Perubahan morfologi ini merupakan dasar diagnosis histopatologi dan sitologi dari kanker (Seymour 2000).

Proliferasi sel ditekankan oleh pengikatan protein DNA melalui efeknya terhadap transkripsi gen regulator. Proliferasi berperan dalam perkembangan tumor. Hal ini didasarkan pada laporan yang bervariasi dengan menggunakan metode yang berbeda untuk aktivitas proliferasi sel termasuk hitung mitosis dan demonstrasi marker proliferasi secara imunohistokimia.

Aktivitas proliferasi merupakan prediktor penting bagi sifat biologis keadaan patologis dan sebagai pegangan terapi yang penting. Deregulasi proliferasi sel telah merupakan perubahan penting yang menandakan transformasi praganas. Beberapa marker proliferasi sel telah diamati sebagai marker

prognostik berbagai penyakit seperti dysplasia mukosa mulut dan neoplasma (Sudiono 2008).

Kanker paru-paru (bronchogenic carcinoma) merupakan penyebab tertinggi

kematian di dunia, umumnya prognosisnya buruk. Kanker paru-paru biasanya tidak dapat diobati, pengobatan mungkin hanya jalan pembedahan, hanya sekitar 13% dari pasien dengan pembedahan mampu bertahan selama lima tahun. Metastasis penyakit biasanya timbul, dan hanya 16% pasien yang penyakitnya dapat dilokalisasi pada saat diagnosis, dikarenakan terjadinya metastasis, maka penatalaksanaan medis kanker paru-paru seringkali ditunjukan untuk mengatasi gejala (paliatif) dibandingkan penyembuhan (kuratif). Diperkirakan 85% dari kanker paru-paru terjadi akibat merokok (Somatri 2007). Penelitian ini menggunakkan sel kanker paru-paru (A549) yang pengujiannya menggunakan metode in vitro.

Kultur sel secara in vitro merupakan suatu

cara untuk mengembangbiakkan atau menumbuhkan sel di luar tubuh hewan atau manusia. Lingkungan atau bahan makanan untuk pertumbuhan sel secara in vitro

diusahakan menyerupai keadaan sel secara in vivo. Oleh karena itu, diperlukan suatu media

pertumbuhan yang berisi asam-asam amino, vitamin, mineral, garam-garam anorganik, glukosa, dan serum. Peranan serum dalam medium biakan sangat penting yaitu sebagai nutrien untuk pertumbuhan sel serta fungsinya dalam pelekatan sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel sel ke matriks tempat sel tumbuh, protein, lipid, serta mineral-mineral yang diperlukan sebagian besar jenis sel untuk tumbuh dan berkembang. Sel yang dikultur dapat berupa galur sel, yaitu populasi sel yang berasal dari suatu sumber jaringan tertentu yang mengalami pengkulturan lebih lanjut untuk mencapai sub kultur (Rasyid 2012).

Kultur sel dari jaringan sel kanker diperbanyak dibawah kondisi yang sesuai sampel sel dapat menggunakan semua substrat, menjadi sangat padat (terlihat dekat satu sama lain) atau mencapai konfluen. Setelah mencapai konfluen, sel harus dipindahkan ke dalam wadah baru dengan medium yang baru untuk mendukung pertumbuhannya kembali, istilah ini disebut subkultur (passage). Cell lines adalah sel yang berasal dari kultur

primer yang telah dibiakkan secara berkala, ditumbuh kembangkan, dipelihara dan disimpan dalam nitrogen cair. Cell lines yang

(14)

5

yang cukup tinggi (lebih dari 80%). Salah satu keistimewaan dari cell lines ini adalah

bersifat abadi (immortal), sel ini masih dapat

hidup dalam kondisi media seminimal mungkin. Cell line tertentu dapat mengalami

transformasi sehingga dapat berkembang secara immortal seperti sel tumor, ini disebut continous cell line. Continous cell line yang

diklon dan dikarakterisasi akan menurunkan

continous cell strain (Freshnay 2005).

Sel kultur galur dibagi dua jenis sel kanker yaitu kultur yang melekat membentuk selapis (monolayer) di atas substrat padat, atau sebagai suspensi di media kultur. Kedua jenis sel ini mempunyai sifat yang berbeda, dimana sel suspensi tidak memerlukan bahan pembantu untuk menempel, sebaliknya sel selapis memerlukan bahan pembantu. Sel suspensi biasanya dari hemopoetik, sel darah atau sel dari tumor malignant, sedangkan sel monolayer biasanya untuk sel-sel yang berasal dari jaringan (Freshnay 2005).

Pengujian secara in vitro dapat digunakan

untuk menduga respon tumor terhadap suatu bahan uji sebagai anti tumor, dan hasil pendugaan ini akan sangat berharga karena dapat ditemukan potensi suatu bahan uji sebagai obat anti tumor. Pengujian suatu komponen kimia yang memiliki aktivitas anti tumor dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara in vivo dan in vitro, uji in vivo sangat

mahal dan membutuhkan waktu yang lama maka dikembangkan metode pengujian secara

in vitro dengan menggunakan kultur sel

kanker. Pengujian aktivitas anti kanker secara

in vitro dapat memberikan informasi aktivitas

bahan yang diuji (Rasyid 2012).

Hipotesis mengenai efektivitas pengujian

in vitro tergantung jenis sel yang digunakan,

apabila sel yang digunakan sel suspensi maka efektivitasnya mendekati pengujian secara in vivo karena sel suspensi adalah sel

yang tersuspensi dalam darah , sehingga bahan uji yang diberikan akan mengalami kontak langsung dengan sel tersebut apabila diberikan secara injeksi. Jika diberikan melalui oral, setelah melalui saluran pencernaan akan masuk dalam pembuluh darah, di dalam darah bahan uji langsung dapat berinteraksi dengan sel-sel suspensi termasuk sel kanker yang termasuk tersuspensi dalam darah, berbeda dengan sel jenis selapis, interaksinya bahan uji memiliki efektivitas yang lebih rendah karena bahan uji yang diberikan hanya kontak pada sebagian sel saja karena sel melekat pada wadahnya. Oleh karena itu, cara pengujian ditentukan

dengan menggunakan jenis sel suspensi (Rasyid 2012).

Pengamatan pada penelitian ini adalah ketidakmampuan sel berproliferasi akibat adanya bahan uji. Pengujian aktivitas proliferasi sel kanker dan sel normal menggunakan pewarnaan tripan biru lalu dihitung jumlah sel dengan hemositometer. Sampel yang diuji terdiri kontrol negatif (tanpa perlakuan), kontrol positif (doxorubisin) dan sampel yang diberikan ekstrak. Doxorubisin ini merupakan obat antikanker golongan antibiotik yang mengikat rantai DNA sehingga DNA tidak berfungsi sebagai template pada sintesis RNA dan protein, dengan mekansime aksi: (1) Berintekalasi kuat dengan DNA, sehingga memblok sintesis DNA, RNA dan Protein: (2) Berikatan dengan membran, sehingga mengubah fluiditas membran dan transport ion: (3) Menghasilkan radikal bebas semiquinon dan radikal oksigen melalui proses reduksi dengan enzim sitokrom P-450. Radikal oksigen tersebut menyebabkan kerusakan pada membran (Rasyid 2012).

Enzim Pencernaan

Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi yang berlangsung dalam organisme. Katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada akhir reaksi, substansi tersebut tidak berubah. Semua sel menghasilkan sejumlah besar enzim yang berbeda-beda dan fungsi sel ditentukan oleh enzim yang terdapat di dalamnya. Beberapa sel melepaskan enzim yang berperan di luar sel, sebagai contoh sel-sel di bagian permukaan saluran pencernaan menghasilkan enzim yang mencerna makanan (Hidayat 2005). Pemecahan makanan secara utama berlangsung dalam mulut dan lambung disertai atau diikuti oleh pemecahan kimiawi nutrien-nutrien oleh katalis-katalis yang disebut enzim-enzim pencernaan. Enzim-enzim itu terlibat dalam reaksi-reaksi hidrolisis.

Pencernaan dilakukan melalui perubahan mekanis dan kimiawi. Secara mekanis, makanan dihancurkan melalui proses mengunyah dan peristaltik. Proses mengunyah memperluas permukaan makanan sehingga enzim pencernaan dapat bekerja lebih baik.

(15)

6

dan mendorong makanan yang dimungkinkan oleh gerakan kontraksi dan relaksasi dinding saluran pencernaan sehingga makanan terdorong ke bawah, menambahkan penghancuran makanan dalam bentuk lebih kecil dan mengaduknya dengan sekresi pencernaan. Secara kimiawi makanan dihancurkan oleh enzim-enzim pencernaaan. Enzim-enzim ini dikeluarkan melalui air ludah ke mulut, melalui cairan lambung ke dalam lambung dan melalui cairan usus halus. Di samping itu cairan empedu yang dikeluarkan oleh kantong empedu membantu pencernaan dan absorpsi di dalam sel-sel dinding usus halus. Asam klorida di dalam lambung juga membantu pencernaan (Almatsier 2006).

Enzim-enzim yang bekerja dalam pencernaan ada berbagai jenis. Enzim yang bekerja dalam pengolahan pati disebut amilase, istilah yang lebih luas bagi enzim-enzim yang bekerja dalam pengolahan polisakarida, oligosakarida, trisakarida dan lain-lain disebut karbohidrase. Karbohidrat oleh enzim akan diuraikan menjadi maltosa, laktosa, sukrosa kemudian masing-masing dirombak meenjadi senyawa lebih sederhana yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2009).

Enzim-enzim yang bekerja dalam pengolahan protein disebut protease. Hidrolisis protein dikenal sebagai proteolisis. Protein oleh beberapa enzim dapat dirombak menjadi komponen berikut, enterokinase mengaktifkan enzim trypsinogen menjadi trypsin, amino peptidase menguraikan ikatan peptida menjadi senyawa nitrogen, dipeptidase menguraikan dua ikatan asam amino menjadi asam amino tunggal dan nukleosida menguraikan nukleotida menjadi basa purin dan pririmidin serta pentosa. Hidrolisis lemak-lemak netral disebut lipolisis dengan katalis lipase. Lemak oleh enzim lipase usus dirombak menjadi monogliserida, gliserol dan asam lemak (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2009).

Pencernaan tidak berlangsung sekaligus, ada banyak langkah dan serangkain enzim yang berperan serta dalam masing-masing degradasi utama. Makanan yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami banyak hidrolisis oleh berbagai enzim (Schaums 2005). Makanan yang masuk ke dalam mulut akan dihidrolisis dengan kelenjar ludah yang menghasilkan cairan yang tediri atas mucus (lendir), garam-garam dan enzim pencernaan yang memulai proses pencernaan karbohidrat. Air ludah yang berupa mukus membasahi makanan sehingga memudahkan proses

menelan, hingga bolus masuk esophagus. Mukus pada umumnya menjaga agar seluruh permukaaan saluran cerna dalam keadaan basah sehingga memudahkan gerakan makanan serta melindungi permukaan gigi geligi, mulut, esofagus dan lambung dari serangan zat-zat tajam dan berbahaya. Setelah di mulut makanan masuk ke dalam lambung (Almatsier 2006).

Sel-sel lambung mengeluarkan cairan yang terdiri atas campuran air, enzim-enzim, dan asam klorida. Asam klorida mempunyai pH kurang lebih 2 dan berperan membuka gulungan protein sehingga siap untuk dicernakan, mencegah pertumbuhan bakteri dan membunuh sebagian besar bakteri yang masuk dengan makanan. Untuk mencegah kerusakan sel-sel dinding lambung oleh asam klorida dan enzim-enzim pencernaan, sel-sel tersebut mengeluarkan mucus (lendir) yang menutupi dinding lambung. Enzim-enzim lambung bekerja dengan baik pada cairan dengan pH kurang atau sama dengan 2. Enzim-enzim ini memecah (hidrolisis) protein separo jalan. Enzim lipase menghidrolisis sebagian kecil lemak. Enzim-enzim cairan ludah yang ditelan bersama bolus tidak dapat bekerja pada cairan asam, sehingga pencernaan karbohidrat dalam lambung boleh berhenti. Asam klorida menghidrolisis sedikit karbohidrat. Vitamin B12 di dalam lambung memperoleh suatu alat angkut berupa protein, yaitu faktor instrinsik (Almatsier 2006).

Pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein terutama terjadi di dalam usus halus. Cairan pankreas mengandung enzim-enzim yang berperan pada ketiga jenis zat energi ini. Sel-sel yang dinding halus juga mengeluarkan enzim pencernaan pada permukaannya, di samping enzim-enzim, cairan pancreas mengandung natrium bikarbonat yang bersifat basa. Dengan demikian, cairan pankreas menetralisir kimus yang tadinya bersifat asam, sehingga menjadi netral atau sedikit basa. Cairan empedu dikeluarkan oleh hati secara terus-menerus ke dalam duodenum, untuk kemudian dikonsentrasikan dan disimpan di dalam kantong empedu. Cairan empedu berperan sebagai emulsifier lemak, sehingga

menjadi suspensi lemak tersebut menjadi komponen-komponenya (Almatsier 2006).

(16)

7

diasorbsi dan melewati saluran cerna dalam bentuk semi padat. Sisa-sisa ini membantu peristaltik usus. Serat juga menyerap air untuk menjaga feses tidak keras. Di samping itu serat menyerap beberapa bagian dari makanan, antara lain: asam empedu, beberapa mineral, zat aditif, dan bahan-bahan tidak berguna lain. Sari-sari makanan yang tidak berguna akan dibuang melalui anus . Proses yang terjadi merupakan proses pencernaan makanan yang, jika terjadi gangguan pada organ tubuh maka akan menimbulkan penyakit. (Almatsier 2006).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas piala, gelas pengaduk, pemanas air, erlenmeyer, Particle Size Analyzer (PSA), Fourier Transform Infrared Spectroscopy

(FTIR), difraksi sinar-X (XRD), alat pengering semprot, sentrifugasi, magnetik stirer, hemositometer, tabung eppendorf, perangkat alat kultur sel, inkubator CO2 dan

ELISA.

Bahan yang digunakan adalah simplisia mengkudu, kultur sel kanker, kitosan, asam asetat 1%, media DMEM/F (Dulbecco’s

Modified Eagle Medium), etanol 95%,

n-heksana, etil asetat, kloroform, H2SO4 pekat,

eter, FeCl3, amoniak, metanol, asam asetat

anhidrat, pereaksi Mayer, Wagner, Dragendrof dan akuades.

Metode Penelitian

Pembuatan Ekstrak Mengkudu (Darwis 2000)

Ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut air. Buah mengkudu sebanyak 3 kg dicuci bersih kemudian ditiriskan dan dipotong-potong tipis. Potongan buah selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari, dengan naungan kain hitam. Penjemuran dilakukan beberapa hari, sampai potongan buah benar-benar kering berbentuk kepingan, dipisahkan antara daging buah dengan bijinya. Daging buah yang sudah kering selanjutnya dibuat serbuk kering (simplisia) dengan cara dihancurkan menggunakan blender.

Serbuk kering buah mengkudu dimasukkan dalam maserator, sebanyak 50 gram mengkudu kering dilarutkan dalam 500 mL akuades, direndam selama 6 jam sambil sekali-sekali diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses

diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat.

Uji Fitokimia (Harbone 2006)

Uji Fitokimia yang dilakukan adalah uji alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, steroid, dan triterpenoid. Pada uji alkaloid satu gram ekstrak mengkudu ditambahkan 1.5 mL kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 5 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam dibagi

menjadi 3 tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pada pereaksi Wagner.

Uji flavonoid sebanyak 1.5 gram ekstrak mengkudu ditambahkan dengan methanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtrat ditambahkan dengan 5 tetes H2SO4.

Terbentuknya warna merah karena penambahan H2SO4 menunjukkan adanya

senyawa flavonoid.

Uji saponin sebanyak 0.5 gram ekstrak mengkudu ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok, jika menimbulkan busa yang bertahan selama 10 menit menunjukkan adanya saponin.

Uji triterpenoid dan steroid, satu gram ekstrak mengkudu ditambahkan 2 mL etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya kemudian ditambahkan dengan eter. Lapisan eter ditambahkan dengan pereaksi Lieberman Burchard (3 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.

Uji tanin, lima gram ekstrak mengkudu ditambahkan air kemudian dididihkan selama 2-3 menit. Disaring dan filtrat ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3. Warna biru tua atau

hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tannin.

Pembuatan Nanokapsul (BPPT 2010) Pembuatan gel kitosan dilakukan dengan melarutkan kitosan sebanyak 1.5 gram dalam 100 mL asam asetat 1%. Pengecilan ukuran

(sizing) dilakukan melalui metode magnetic stirer. Masing-masing 100 mL larutan kitosan

(17)

8

60 menit, sampai terlihat larutan jernih. Pembentukan nanopartikel dilakukan melalui tahap emulsifikasi dengan penambahan 50 mikroliter twin 0.1%, dengan sprayer sambil

sizing terus-menerus sampai 1 jam,

selanjutnya stabilisasi dengan 100 mL larutan tripoliposfat 0.1 % , TPP ditambahkan setetes demi setetes sambil dicampur terus selama 1 jam. Tambahkan ekstrak mengkudu selama 10-15 menit sampai homogen. Pengeringan dilakukan dengan cara spray drying, diperoleh

kitosan nanopartikel selanjutnya sampel diuji BLT lalu diuji karakteristiknya sampai uj sel kanker.

Uji Sitoksiksitas LC50 Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Meyer et al 1982)

Ekstrak air dan nanokapsul air dari mengkudu diuji toksisitasnya dengan metode BSLT. Larva udang Artemia Salina

ditetaskan terlebih dahulu dalam air laut selama 24 jam. Selanjutnya 10 ekor larva udang dimasukkan dalam vial yang di dalamnya terdapat sampel uji dengan konsentrasi 1, 2, 3 dan 4 ppm, masing-masing dilakukan 3 kali ulangan. Setelah 24 jam, jumlah larva udang yang mati untuk tiap-tiap konsentrasi dihitung dan dicatat. Tentukan nilai LC50 dengan menggunakan analisis

dengan probit program SPSS.

Analisis Ukuran Partikel (Kim et al 2006) Larutan mengkudu sebanyak 2-3 tetes dianalisis menggunakan instrumen PSA (Particle size Analyzer) untuk mengetahui

distribusi ukuran partikel. Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan milimeter, counter principle untuk

mengukur dan menghitung partikel yang berukuran micron sampai dengan milimeter dan penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikron sampai dengan nanometer.

Analisis Gugus Fungsi Nanokapsul Ekstrak Mengkudu dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) (Kencana 2009).

Kitosan (kontrol) dan ekstrak mengkudu hasil stirer yang menunjukkan distribusi ukuran partikel yang lebih kecil dikeringkan menggunakan alat kering beku (spray dryer)

dan dihasilkan serbuk. Sebanyak 2 mg sampel nanopartikel dicampur dengan 100 mg kalium bromida untuk dibuat pelet dengan pencetak vakum. Pelet yang terbentuk dikenai sinar infra merah pada jangkauan bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Latar belakang

penyerapan dihilangkan dengan cara pelet KBr dijadikan satu pada setiap pengukuran. Analisis kristalinitas dengan difraksi sinar-X (sinar-XRD) (Kencana 2009).

Sebanyak 200 mg sampel dicetak langsung pada cetakan aluminium berukuran 2 x 2.5 cm dengan bantuan perekat. Derajat kristalinitas ditentukan menggunakan XRD dengan sumber sinar dari tembaga pada panjang gelombang 1.5604 Å.

Pengujian Aktivitas Ekstrak Mengkudu Pada Sel Kanker Secara In Vitro

Media Sel Kanker. Media DMEM/F 12 (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) bubuk sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam botol steril yang berisi 900 mL aquabides steril dan dihomogenisasi dengan pengaduk tanpa pemanasan. Selanjutnya ditambahkan 12 gram NaHCO3, antibiotik penisilin-streptomisin

0.2%, dihomogenisasi kembali dan ditambahkan akuabides sampai larutan media menjadi 1000mL. Media disaring menggunakan kertas steril ukuran 0.22 μm secara aseptik dan hasil penyaringan dimasukkan dalam botol steril dan disimpan dalam lemari es pada suhu 2-80C sampai

digunakan kembali. Apabila akan digunakan sebagai media tumbuh media DMEM/F12 ditambahkan 10% FCS (Rusmarilin 2003)

Sel kanker yang digunakan pada penelitian ini adalah sel kanker paru-paru (A549) merupakan continus cell lines yang tumbuh

sebagai sel semi melekat. Perhitungan sel dilakukan setelah pewarnaan sel oleh Tripan biru seperti cara perhitungan sel limfosit yang telah dijelaskan. Suspensi sel (1x105 sel/mL)

dimasukkan ke dalam sumur-sumur

microplate sebanyak 950 μL. Tiap sumur.

diberikan ekstrak yaitu ekstrak mengkudu dengan konsentrasi 1, 1.5, 2, 2.5 dan 3 ppm serta nanokapsul ekstrak mengkudu dengan konsentrasi 0.5, 1.5, 2.5, 3.5 dan 4.5 ppm sebanyak 50μL. Penggunaan kontrol positif kanker doxorubicin 170 μg/mL sebanyak 20μL, sedangkan kontrol negatif hanya berisi suspensi sel dan media. Jumlah total volume dalam tiap sumur sebanyak 1000μL. Kultur diinkubasi pada inkubator dengan kondisi 5% CO2, 370C, dan Relative Humidity (RH) 90%

selama 4 hari (Wahyuni 2008). Data yang diperoleh dengan menghitung jumlah sel yang hidup dan mati lalu membuat tabel proliferasi sel kanker untuk masing-masing konsentrasi.

(18)

9

%proliferasi =

x 100%

Uji Aktivitas Mengkudu Dengan Enzim Pencernaan

Sampel kitosan, nanokapsul air dan ekstrak air dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 5 ml akuades lalu kocok. Bubuhkan 10 tetes enzyplex yang mengandung amilase, lipase, dan protease. Simpan pada temperatur 37ºC selama 20 menit. Setiap selang waktu 1 menit pindahkan 1 tetes ke papan porselen (papan uji) dan tetesi dengan pereaksi yodium. Catat pada menit keberapa timbulnya warna kecoklatan dan kapan tidak memperlihatkan perubahan warna lagi. Perubahan warna yang terjadi menunjukkan seberapa lama sampel dicerna oleh enzim pencernaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak Mengkudu

Tahap ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut air. Ekstraksi dilakukan pada simplisia buah mengkudu. Bagian tanaman tersebut merupakan bagian tanaman yang umum dikonsumsi oleh masyarakat.

Hasil ekstraksi dari mengkudu berupa larutan berwarna coklat. Bobot awal yang digunakan 350 gram setelah diekstrak dan dihilangkan pelarutnya menggunakan evaporator diperoleh bobot sebesar 77.6 gram dan rendemennya sebesar 22.17%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh sriningsih tahun 2012 rendemen sari buah mengkudu tersebut adalah 13.33% dengan bobotnya 16.03 gram, data tersebut menunjukkan bahwa rendemen yang diperoleh dari hasil penelitian lebih besar karena bobot mengkudu yang digunakan pada penelitian ini lebih besar. Ekstrak buah mengkudu yang memiliki nilai rendemen yang besar diharapkan memiliki senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai anti kanker.

Metode maserasi digunakan pada penelitian ini dilakukan karena mudah dan hasil ekstraksinya bagus, proses ini sangat menguntungkan karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada di sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan

memberikan efektifitas yang tingi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut (Lenny 2006).

Komponen Kimia Mengkudu Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak buah mengkudu dapat diketahui melalui uji kualitatif yaitu uji fitokimia. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk mentukan ada tidaknya senyawa-senyawa metabolit sekunder yang kemungkinan berperan dalam pengujian aktivitas anti kanker.

Hasil uji fitokimia ekstrak mengkudu dengan air memberikan hasil uji positif terhadap alkaloid, flavonoid, saponin, dan tannin, hal ini menunjukkan terdapat senyawa tersebut dalam ekstrak sedangkan triterpenoid dan steroid memberikan hasil uji negatif yang berarti tidak ada kandungan senyawa tersebut (Tabel 1).

Alkaloid merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol dan digunakan secara luas dalam pengobatan (Harbone 1987). Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik sehingga akan menghambat reaksi oksidasi (Robinson 1995). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa, saponin bekerja sebagai antimikrob (Robinson 1995). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak mengkudu memiliki senyawa aktif tersebut sehingga bisa dinyatakan bahwa mengkudu memiliki potensi anti kanker. Tabel 1 Hasil Uji Fitokimia ekstrak mengkudu

Senyawa Hasil

Alkaloid Flavonoid Saponin + + +

Tannin +

Triterpenoid -

Steroid -

Keterangan:

+ Mengandung metabolit sekunder - Tidak mengandung metabolit sekunder

Bioaktivitas Ekstrak Mengkudu Senyawa yang diduga memiliki aktivitas anti kanker harus diuji dahulu pada hewan percobaan. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang

Artemia Salina sebagai hewan uji merupakan

(19)

10

terhadap ekstrak mengkudu memiliki nilai LC50 sebesar 1.843 ppm dan nanokapsul air

sebesar 2.300 ppm. LC50 ini yang akan

menjadi dosis batas untuk analisis sel kanker. Uji Toksitas merupakan praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam suatu tanaman. Parameter yang digunakan pada metode BSLT adalah kematian larva Artemia salina. Ekstrak atau

fraksi senyawa yang memiliki harga LC50

>0-30 ppm berpotensi sebagai antikanker, LC50>30-200 ppm berpotensi sebagai

antibakteri, sedangkan LC50> 200-1000 ppm

berpotensi sebagai pestisida. Keuntungan metode BSLT adalah cepat, murah, sederhana, perlu sedikit bahan yang diperoleh dan dapat dilakukan secara berulang (Meyer et al 1982).

Dari data yang diperoleh LC50 ektrak

mengkudu dan nanokapsul mengkudu mempunyai potensi sebagai antikanker karena memiliki nilai LC50 >0-30 ppm.

Distribusi Ukuran Partikel

Karakterisasi suatu ukuran dan jumlah nanokapsul ekstrak mengkudu yang dihasilkan dilakukan menggunakan instrumen

Particle Size Analyzer (PSA). PSA adalah

instrumen yang dapat mengukur ukuran partikel sampel dalam emulsi dan larutan. Penggunaan PSA lebih akurat dibandingkan dengan Scaning Electron Microscopy (SEM)

dan Transmision Electron Microscopy (TEM)

karena pada penggunaan instrumen PSA, partikel didispersikan ke dalam media sehingga sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). PSA ini dapat mendeteksi ukuran setiap partikel tunggal, ukuran rata-rata, dan nilai indeks polidispersitas (PI). PI merupakan ukuran lebarnya distribusi ukuran partikel. Nilai PI lebih kecil dari 0.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel memiliki distribusi sempit dan ukuran partikel lebih homogen, sedangkan nilai PI lebih besar dari 0.3 menunjukkan distribusi yang lebar dan ukuran partikel cenderung tidak seragam.

Karakterisasi nanokapsul dilakukan pada suhu 250C, menggunakan pelarut air, indeks

bias 1.36, derajat viskositas 1.074 cP dan nilai PI 1.7170. Distribusi partikel pada nanokapsul tergolong lebar dan tidak homogen karena memiliki nilai PI yang lebih besar dari 0.3.

Suatu partikel dinyatakan sebagai nano dengan ukuran sekitar 10-1000 nm (Mohanraj 2006). Bedasarkan data dualisis PSA menunjukkan bahwa nanokapsulasi ekstrak mengkudu berhasil dilakukan dengan ukuran sampel terbesar adalah 9774. 96 nm dan

ukuran terkecil 89.15 nm (Gambar 2) sehingga diperoleh rata-rata distribusi nanokapsul sebesar 192.03 nm.

Berdasarkan data tersebut bisa terlihat bahwadistribusi ukuran partikel lebar karena memiliki range yang sangat besar dari 89.15 nm sampai 9774.96 nm. Selain itu memiliki nilai PI yang lebih besar dari 0.3. Hal ini dapat disebabkan adanya agregasi nanopartikel , beberapa nanopartikel berinteraksi satu sama lain (Kim et al. 2006). Hal tersebut juga dapat

disebabkan oleh konsentrasi surfaktan yang terlalu kecil tidak mampu menstabilkan pecahan partikel yang terbentuk sehingga partikel yang telah terpecah beraglomerasi kembali. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghomogenkan distribusi ukuran nanokapsul adalah dengan peningkatan konsentrasi surfaktan.

`Gambar 2 Hasil uji PSA nanokapsul ekstrak mengkudu

Gugus Fungsi Nanokapsul Ekstrak Mengkudu

Nanokapsul ekstrak mengkudu dilihat profil spektrumnya untuk melihat keberadaan ekstrak mengkudu dalam penyalut. Prinsip kerja FTIR berdasarkan pada serapan atau transmitan sinar infra merah oleh molekul penyusunan suatu senyawa pada sampel. Apabila frekuensi dari suatu vibrasi gugus fuungsi sama dengan frekuensi radiasi sinar merah maka molekul akan menyerap sinar tersebut. Hal ini menyebabkan tidak semua sinar inframerah diserap oleh molekul, sebagian lainnya diteruskan (Kencana 2009). Data yang diperoleh dari alat ini berupa grafik serapan dan transmitan dari sampel. FTIR digunakan untuk menganalisis gugus fungsi yang terdapat pada nanokapsul ekstrak mengkudu.

Kitosan memiliki gugus fungsi yang khas adalah gugus amida (-NH2) dan hidroksil

(-OH) (Bumkhar & pokhrarkar 2006, Firdaus et al. 2008) berdasarkan data yang diperoleh dari

tabel 2 nanokapsul ekstrak mengkudu memiliki gugus spesifik kitosan tersebut pada panjang gelombang 3397.31cm-1 untuk gugus

(20)

Tabel 2 Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik standar mengkudu, standar kitosan dan sampel nanokapsul kitosan-ekstrak mengkudu

Bilangan Gelombang (cm-1)

Gugus fungsi Mengkudu Kitosan Nanokapsul Literatur

-OH 3402.56 3363.54 3397.31 3700-3100

C-H ulur - 2878.31 2925.18 3000-2700

C-H (alkana) 1417.09 - 1410.34 1470-1340

C3NH+….X 2361.95 - 2361.34 2700-2300

C=O 1745.80 - 1745.48 1760-1690

N-H - 1657.24 1632.37 1660-1500

C-O 1077.96 - 1074.08 1300-1050

Sumber data literatur: Colthup et al. (1975)

Gambar 3 Grafik panjang gelombang Ini berarti sudah terdapat sampel kitosan pada

sampel nanokapsul ekstrak mengkudu. Nanokapsul ekstrak mengkudu memiliki gugus fungsi spesifik yang sama dengan ekstrak mengkudu pada panjang gelombang 2925.18 cm-1 untuk gugus C-H ulur, C-H

(alkana) pada panjang gelombang 1410.34 cm-1, C

3NH+….X pada panjang gelombang

2361.34 cm-1, C=O pada panjang gelombang

1745.48 cm-1 dan C-O pada panjang gelombang 1074.08 cm-1 . Dari data yang

(21)

10

literatur, nanokapsul ekstrak mengkudu sudah mengandung senyawa aktif dari ekstrak mengkudu. Dari perbandingan tersebut, sampel nanokapsul ekstrak mengkudu sudah mengandung mengkudu dan kitosan sehingga bisa dikatakan bahwa ekstrak mengkudu sudah tersalut kitosan.

Derajat Kristalinitas Nanokapsul Ekstrak Mengkudu

Derajat kristalinitas adalah besaran yang menyatakan banyaknya kandungan kristal dalam suatu materi dengan membandingkan luasan kurva kristalin terhadap luasan kurva amorf. Semakin besar derajat kristalinitas suatu materi maka fasa materi tersebut semakin kristal. Semakin kecil derajat kristalinitas suatu materi, fasa materi semakin amorf.

Ekstrak mengkudu dinanokapsulasi ke dalam kitosan. Derajat kristalinitas nanokapsul ekstrak mengkudu adalah 34.83% sedangkan kitosan murni memiliki derajat kristanilitas 37% (Farichah 2011), terjadi penurunan derajat kristalinitas pada kitosan yang menyalut ekstrak mengkudu. Hal ini disebabkan ekstrak kitosan bersifat amorf dan ekstrak mengkudu bersifat amorf juga sehingga ketika disalut terjadi penurunan derajat kristalinitas. Nanokapsul ekstrak mengkudu bersifat amorf, nanokapsul dibutuhkan dalam bentuk amorf karena nanokapsul tersebut akan dibuat menjadi obat yang kelak mudah untuk dicerna. Amorf ditentukan banyaknya puncak-puncak kecil yang tersebar. Pada gambar 4 puncak yang berwana biru menunjukkan derajat amorf dari sampel sedangkan puncak yang merah merupakan puncak yang menggambarkan derajat kritalinitas sampel.

Gambar 4 Kristalinitas nanokapsul

Hasil Uji Enzim Pencernaan Hasil uji ekstrak air dengan enzyplex menggunakan pereaksi yodium menghasilkan perubahan warna dari coklat menjadi kuning pada menit ke lima (Gambar 5). Ekstrak nanokapsul dengan enzyplex mengalami perubahan warna pada menit ke Sembilan (Gambar 6). Kitosan dengan enzyplex mengalami perubahan warna pada menit ke tiga belas (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa nanokapsul lebih lama untuk dicerna. Nanokapsul yang terbuat dari kitosan akan melindungi ekstrak mengkudu dari pengaruh lingkungan luar sehingga dengan diberikan enzim pencernaan nanokapsul ekstrak mengkudu memerlukan waktu yang lebih lama untuk dihidrolisis.

Makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia akan dicerna oleh enzim pencernaan. Nanokapsul ekstrak mengkudu akan diuji menggunakan enzyplex yang merupakan enzim pencernaan, untuk dilihat seberapa lama sampel akan dicerna. Kitosan yang menyalut ekstrak mengkudu diharapkan dapat melindungi ekstrak tersebut sehingga senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak mengkudu tidak cepat rusak oleh enzim pencernaan.

Enzyplex adalah suatu obat pencernaan yang kandungannya terdapat amilase, lipase dan protease (Freisleben et al 2011). Enzyplex

yang digunakan pada penelitian ini mewakili enzim pencernaan pada manusia. Ekstrak mengkudu yang telah ditambahkan enzyplex akan berwarna coklat setelah diberi perlakuan dengan proses pemanasan lalu setiap menit ditetesi dengan yodium sampai terjadi perubahan warna yaitu perubahan warna sampel sama dengan yodium lalu dihitung sampai menit ke berapa perubahan warna tersebut terjadi, perubahan warna yang terjadi merupakan proses hidrolisis sampel dengan enzim pencernaan. Nanokapsul ekstrak mengkudu juga akan mengalami hal yang sama dengan sampel mengkudu, sampel awal berwarna coklat dan setelah ditetesi dengan yodium maka akan terjadi perubahan warna yang sama dengan yodium sedangkan kitosan memiliki warna yang berbeda dengan kedua sampel, kitosan yang telah ditetesi enzyplex berwarna putih setelah itu diberikan perlakuan pemanasan dan ditetesi dengan yodium setiap menit sampai akan mengalami perubahan warna yang sama dengan yodium dan dihitung berapa lama perubahan warna tersebut.

(22)

11

Gambar 5 Ekstrak mengkudu terhidrolisis pada

menit kelima

Gambar 6 Nanokapsul terhidrolisis pada

menit kesembilan

Gambar 7 Kitosan terhidrolisis pada menit ketiga belas

Hasil Uji Sel Kanker Secara In Vitro

Penghitungan sel yang diamati secara visual dengan metode trypan blue exclusion assay. Metode tersebut memungkinkan untuk

membedakan antara sel yang hidup dengan sel yang mati karena trypan blue adalah zat warna

yang bisa menembus membran sel yang mati. Metode tersebut digunakan untuk melihat

seberapa banyak jumlah sel yang masih ada ketika sudah diberi ekstrak lalu dibandingkan dengan kontrol negatif yang tidak diberi ekstrak (medium dan sel kanker saja) dan kontrol positif berupa sel kanker dan obat antikanker berupa doxorubisin.

Sel yang hidup (viable) akan tampak

membulat, berwarna bening. Sel yang mati

(non viable) akan berwarna biru tua dan

ukurannya lebih besar daripada sel hidup. Untuk menilai apakah ekstrak mengkudu memiliki aktivitas penghambatan proliferasi sel maka dapat dilihat dari jumlah perhitungan sel dengan pewarnaan trypan blue.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 3 dan Tabel 4 diperoleh data persentase proliferasi sel kanker. Persentase tersebut adalah banyaknya sel yang dapat tumbuh pada perlakuan yang diberikan berupa penanambahan nanokapsul ekstrak mengkudu dan ekstrak mengkudu. Suatu ekstrak dapat dikatakan sebagai anti kanker jika data persentase proliferasi sel kanker kecil. Sel kanker yang diberi nanokapsul ekstrak mengkudu konsentrasi 0.5 ppm memiliki persentase proliferasi sel kanker terkecil yaitu sebesar 4.38%. Hasil ini menunjukkan nanokapsul berpotensi sebagai anti kanker. Konsentrasi 2 ppm ekstrak mengkudu memiliki persentase proliferasi sel kanker yang paling kecil yaitu 4.03%, data ini juga menunjukkan bahwa ekstrak mengkudu memiliki potensi sebagai anti kanker. Berdasarkan data yang diperoleh, nanokapsul ekstrak mengkudu memiliki aktivitas yang lebih tinggi sebagai anti kanker, hal ini terbukti dengan konsentrasi 0.5 ppm sudah dapat menghambat proliferasi sel kanker sedangkan untuk ekstrak mengkudu membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 2 ppm untuk menghambat proliferasi sel kanker sebesar 4.03%. Selain itu data tesebut didukung dengan standar deviasi dari perhitungan statistika rancangan acak lengkap, data tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan sel kanker yang diberi perlakuan nanokapsul ekstrak mengkudu memiliki nilai Fhitung > Ftabel dengan taraf nyata 1 % (Lampiran 6) yang berarti tolak H0

maksudnya adalah minimal ada satu perlakuan pemberian nanokapsul ekstrak mengkudu yang mempengaruhi pertumbuhan sel kanker, berbeda dengan sel kanker yang diberikan ekstrak mengkudu memiliki nilai Fhitung < F tabel yang berarti terima H0 maksudnya adalah

(23)

12

nanokapsul ekstrak mengkudu dapat menghambat proliferasi sel kanker.

Penelitian Taskin et al pada tahun 2009

melakukan percobaan menggunakan tikus betina yang mengalami tumor payudara diberi ekstrak mengkudu, persentase proliferasi sel kanker adalah 40%, maksudnya sel kanker yang tumbuh dengan pemberian ekstrak tersebut sekitar 40 %. Data tersebut membuktikan bahwa ekstrak mengkudu dapat menghambat proliferasi sel tumor akan tetapi persentase proliferasi tersebut lebih besar dibandingkan penelitian ini.

Hal ini disebabkan pada penelitian tersebut menggunakan metode in vivo,tikus yang

tersebut diberikan ekstrak mengkudu sebanyak 0.5 ml selama 14 hari, ekstrak mengkudu yang diberikan akan mengalami proses hidrolisis dari lingkungan luar seperti hidrolisis oleh enzim pencernaan sebelum sampai sel target yaitu sel tumor sehingga persentase proliferasi sel yang didapat lebih besar walaupun ekstrak mengkudu yang

diberikan rutin selama 14 harisedangkan pada penelitian ini menggunakan metode in vitro,

ekstrak mengkudu langsung diberikan pada sel kanker sehingga ekstrak tersebut tidak dipengaruhi oleh lingkungan luarnya, walaupun demikian ekstrak mengkudu yang diuji pada penelitian ini telah diuji terlebih dahulu dengan enzim pencernaan selain itu sampel pada penelitian ini telah disalut dengan kitosan yang berfungsi untuk melindungi dari pengaruh lingkungan luar, nanokapsul ekstrak mengkudu memerlukan waktu yang lebih lama untuk terhidrolisis akan tetapi dapat dilihat terjadi kenaikan persen proliferasi setelah 4.38 %. Hal ini disebabkan dengan semakin besarnya konsentrasi, persentase proliferasi sel kanker tidak menurun jumlahnya tetapi meningkat hal ini bisa disebabkan sel kanker menyerap ekstrak yang diberikan, oleh sebab itu dalam konsumsi obat diperlukan dosis tertentu sebagai standar untuk menyembuhkan penyakit.

Tabel 3 Data pertumbuhan sel kanker pada perlakuan nanokapsul ekstrak mengkudu

Konsentrasi (ppm) Rata-rata Proliferasi %

doxorubicin 47.33 15.56

- 30.4 100

0.5 13.33 4.38

1.5 38.67 12.71

2.5 53.33 17.54

3.5 36.67 12.06

4.5 62 20.39

F(0.01;6;13) = 4.6204

Fhit > Ftabel Tolak Ho ( minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi pertumbuhan sel kanker)

Tabel 4 Data pertumbuhan sel kanker pada perlakuan ekstrak mengkudu

F(0.01;6;12) = 4.8206

Fhit < Ftabel Terima Ho (semua perlakuan dapat tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sel kanker)

Konsentrasi (ppm) Rata-rata Proliferasi %

doxorubicin 184 21.83

- 842.67 100

1 54 6.4

1.5 60.67 7.19

2 34 4.03

2.5 102 12.11

3 63 7.47

(24)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dari penelitian ini adalah Nanokapsul ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia l) dapat digunakan sebagai

antiproliferasi sel kanker secara in vitro.

Saran dari penelitian ini adalah perlunya penelitian lebih lanjut nanokapsul ekstrak mengkudu secara in vivo dan pengujian ke sel

kanker lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar H. 2004. Penentuan derajat kristalinitas larutan kitin dengan variasi waktu penyimpanan menggunakan difraksi sinar-x xrd. Jurnal Sains Kimia 8: 43-45. Alasalvar C, Taylor T. 2002. Seafoods-

Quality, Technology and Nutraceutical Application. New York: Springer.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.

Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Antara N, Pohan, Subagja. 2001. Pengaruh

tingkat kematangan dan proses terhadap karakteristik sari buah mengkudu. Warta IHP/J. of Agro-Based Industry 18(1-2):

25-31.

Astuti. 2007. Kebergantungan ukuran nanopartilel terhadap warna yang dipancarkan pada proses deeksitasi [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Bandung.

Bangun AP, Sarwono B. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta: Agro Media

Pustaka.

[BPPT]. 2010. Pembuatan partikel nano kitosan dengan metode gelasi ionic dengan metode magnetic stirrer. Tanggerang:

Balai Pengkaji dan Penerapan Teknologi. Colthup NB, Daly LH, Wiberley SE. 1975.

Introduction To Infrared And Roman Spectroscopy. New York: Academic Press.

Darwis D. 2000. Teknik dasar laboratorium penelitian senyawa bahan alam hayati [Skripsi]. Padang: Universitas Andalas Padang.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2009. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Farichah F. 2011. Peningkatan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dengan metode ultrasonikasi berdasarkan ragam waktu amplitude sonikasi [tesis].

Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Freisleben et al. 2011. Application of α-lipoic

acid beyond peripheral diabetic polyneuropathy. Med J Indones 20:

143-148.

Freshney RI. 2005. Culture of Animal Cells.

New York: John Willey and Son Ltd. Handayani E. 2009. Sintesa membran

nanokomposit berbasis nanopartikel biosilika dri sekam padi dan kitosan sebagai matriks biopolimer [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hartig et al. 2007. Multifunction

nanoparticulate polyelectrolyte complexe.

Pharmaceut Res 12:2353-2369.

Hennen WJ. 1996. Chitosan Natural Fa Blocker. Salt Lake City: Woodland

Publishing Inc.

Hidayat W. 2005. Perbandingan aktifitas enzim trifsin dari feses dan serum sapi potong (PO) melalui uji gelatin [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hirazumi A, Furusawa E. 1999. An immune-modulatory polysaccharide-rich substance from the fruit juice of Morinda Citrifolia

(noni) with antitumour activity. Phytother Res 13: 380-387.

Kim et al. 2006. Retinol-encapsulated low

molecular water soluble chitosan nanoparticles. International Journal of Pharmaceutics 319: 130-138.

Kencana AL. 2009. Perlakuan sonikasi terhadap kitosan viskositas dan bobot molekul [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lee DW, Shierly SA, Lockey RF, Mohapatra SS. 2006. Thiolated chitosan nanoparticles enchance anti-inflamotary effect of intranasally delivered theophylline.

BioMed Central 7:1-10.

Lenny S. 2006. Isolasi dan uji bioaktifitas kandungan kimia utama pudding merah dengan metode uji brine shrimp [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatra Utara. Mangan Y. 2010. Cara Bijak Menaklukan

Kanker. Depok: AgroMedia Pustaka.

(25)

14

Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles- A review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 5(1): 561-573. Meyer et al. 1982. Brine shrimp a

convenient general bioassay for active constituent. Planta Medica 45: 31-34.

NCCAM [National Center for Complementary and Alternative Medicine]. 2007. Herb at glance: Noni. New York:

National Institute of Health USA.

Nelson SC. 2006. Morinda citrifolia (noni).

Species Profiles for Pasific Island Agroforestry. [terhubung berkala]. www.

traditional.org. [12 November 2008].

Nugroho G. 2009. Penentuan konsentrasi efektif bahan pengkapsul dalam poses mikroenkapsulasi oleoresin lada hitam (piper ningrum L.) metode spray-drying [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Bogor.

Parize AL et al. 2008. Microencapsulation of the natural urucum pigment with chitosan by spray drying in different solvents.

African Journal of Biotechnology 7(17) :

3107-3114.

Radu S, Kqueen CY. 2002. Prelimanary screening of endophytic fungi from medicinal plants in malaysia for antimicrobial and antitumor activity.

Malaysian J

Gambar

Tabel 1 Hasil Uji Fitokimia ekstrak mengkudu
tabel 2
Tabel 2 Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik standar mengkudu, standar kitosan dan sampel     nanokapsul kitosan-ekstrak mengkudu
Gambar 5     Ekstrak mengkudu terhidrolisis pada
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tahap kedua, pra-cipherteks pertama yang dihasilkan pada tahap pertama, kemudian dioperasikan dengan kunci eksternal kedua (K2) dan melakukan proses enkripsi atau proses

Karakteristik stomata daun pada beberapa jenis pohon penghijauan di Kampus Universitas Hasanuddin Makassar diperoleh, letak stomata permukaan atas dan bawah

• Eksportir yang memberikan bantuan dalam menyelamatkan ikan, penanganan pengiriman anda dengan hati-hati, dan mengembalikan ikan yang ditolak ke laut adalah merupakan eksportir

Bagaimana cara yang terbaik untuk menghadapi adalah beradaptasi dengan dunia baru yang terus berubah tanpa menghilangkan kesempatan atau waktu diam atau hening

Menimbang bahwa setelah Majelis Hakim Tingkat Banding membaca Salinan Putusan Pengadilan Agama Bekasi a quo, memori banding dan kontra memori banding dan mencermati Berita

“Jenis-Jenis Lead dan Gaya Bahasa Dalam Feature Biografi Pada Harian Kompas Terbitan Bulan Januari Tahun 2007” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).Dengan demikian

bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Bupati Banjar Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Gudang Farmasi Kabupaten